• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan religisitas dengan perilaku prososial mahasiswa pengurus lembaga dakwah kampus UIN Syarif Hidayatullah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan religisitas dengan perilaku prososial mahasiswa pengurus lembaga dakwah kampus UIN Syarif Hidayatullah"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN PERILAKU

PROSOSIAL MAHASISWA PENGURUS LEMBAGA

DAKWAH KAMPUS UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk

Memenuhi syarat-syarat mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Oleh : Siti Farhah Nim : 106070002312

Fakultas Psikologi

Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah

Jakarta

(2)

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN PERILAKU

PROSOSIAL MAHASISWA PENGURUS LEMBAGA

DAKWAH KAMPUS UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk

Memenuhi syarat-syarat mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Oleh :

Siti Farhah Nim : 106070002312

Dibawah bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Bambang Suryadi, Ph.D Mulia Sari Dewi, M.Psi

NIP. 197005292003121002 NIP:19780502 200801 2026

Fakultas Psikologi

Universitas Islam Negeri

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul “Hubungan Religiusitas Dengan Perilaku Prososial Mahasiswa Pengurus Lembaga Dakwah Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta” telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 6 Juni 2011

Sidang Munaqosyah

Dekan/Ketua Pembantu Dekan/

Sekretaris

Jahja Umar, Ph.d Dra, Fadhilah Suralaga M,Si

NIP. 130 885 522 NIP. 19561223 198303 2 001

Anggota:

Dra. Netty Hartati, M.Si Ikhwan Lutfi, M.Psi

NIP: 195310021983032 001 NIP: 19730710 200501 1 00

Bambang Suryadi, Ph, D Mulia Sari Dewi M.Psi

(4)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Siti Farhah

NIM : 106070002312

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ” Hubungan Religiusitas Dengan Perilaku Prososial Mahasiswa Pengurus Lembaga Dakwah Kampus

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta” , adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, 6 Juni 2011

(5)
(6)

PERSEMBAHAN

Dengan segenap cinta dan ketulusan hati

sebuah karya sederhana ini penulis

persembahkan untuk

:

Ayah dan Ibu

(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahiim

Syukur Alhamdullilah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat segala limpahan anugrah dan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam terlimpahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW serta pengikutnya sampai akhir zaman.

Terselesaikannya skripsi ini sebenarnya juga tidak luput dari bantuan pihak luar, oleh karena itu, izinkanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Jahja Umar, Ph. D, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya.

2. Bambang Suryadi, Ph. D, dan Mulia Sari Dewi, M.Psi pembimbing skripsi yang telah membimbing, mengarahkan dan memberikan saran dalam penyusunan skripsi ini. Penulis mendapatkan banyak masukan dari beliau, serta terima kasih banyak atas wawasan dan waktu yang telah diberikan. 3. Neneng Sumiati, M.Psi selaku dosen Penasehat

4. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya dengan kesabaran dan keikhlasan. 5. Staff bagian Akademik, Umum, dan Keuangan Fakultas Psikologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, khususnya bu Mega, pak Ayung dan bu Faozah yang telah sangat baik membantuku selama saya kuliah disini sampai selesai.

6. Seluruh responden mahasiswa-mahasiswi pengurus dakwah kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah bersedia memberikan waktunya untuk mengisi angket.

7. Kepada Keluarga ibu dan ayah yang telah memberikan kasih sayang yang tak terhingga, kesabaran serta motivasi bagi kehidupanku dari dalam kandungan sampai saat ini dan doa-doa yang selalu diberikan.

(8)

9. Icha, risma, k’pian, evi dan teman-teman di facebook yang tiada hentinya selalu memberikan support, membantu, mendorong, selalu ada saat suka duka dalam keadaan apapun, dan membuat tegar dalam membuat skripsi ini.

10. Kak Agus yang telah membantuku dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Teman-teman angkatan 2006 dari kelas A sampai kelas D, khususnya kelas kelas D terimakasih atas kebersamaan yang indah dan penuh dengan kenangan indah, semoga tali silaturahmi ini tidak akan pernah terputus sampai nanti kelak kita sukses.

12. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, karena dukungan moral serta pengertian mereka penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

Hanya doa yang penulis panjatkan semoga pihak yang membantu penyelesaian skripsi ini mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT Amin. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan adanya masukan yang dapat meningkatkan kualitas skripsi ini.

Akhir kata, besar harapan penulis semoga skripsi ini memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi siapa saja yang membaca.

Jakarta, 6 Juni 2011 Penulis

(9)

ABSTRAK

A) Fakultas Psikologi B) Juni 2011

C) Siti Farhah

D) Hubungan Religiusitas Dengan Perilaku Prososial Mahasiswa Pengurus LDK Pusat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

E) xvii + 68 Halaman (belum termasuk lampiran)

F) Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri, selalu terjadi saling ketergantungan antara individu yang satu dengan individu yang lainnya dan untuk mempertahankan kebersamaan dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup, manusia perlu mengembangkan sikap kooperatif serta sikap berperilaku menolong atau yang sering disebut dengan perilaku prososial. Karakteristik individu mempengaruhi perilaku prososial seseorang, salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku prososial adalah tingkat kebergamaan, menurut Batson dan Brown (dalam Jannah, 2008) berpendapat bahwa orang yang beragama memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk membantu orang lain dibanding dengan orang yang tidak mengenal agama. Orang yang beragama disebut juga orang yang religius. Makna religiusitas menurut Fetzer (1999) yaitu seberapa kuat individu penganut agama merasakan pengalaman beragama sehari-hari (daily spiritual experience), mengalami kebermaknaan hidup dengan beragama (religion meaning), mengekspresikan keagamaan sebagai sebuah nilai (value), meyakini ajaran agamanya (belief), memaafkan (forgiveness), melakukan praktek beragama (ibadah) secara menyendiri (private religious practice), mendapat dukungan penganut sesama agama (religious support), mengalami sejarah keberagamaan (religious/spiritual history), komitmen beragama (commitment), mengikuti organisasi/kegiatan keagamaan (organizational religiusness) dan meyakini pilihan agamanya (religious preference). Mahasiswa pengurus LDK adalah salah satu kelompok yang dinilai memiliki religiusitas yang bagus. Sejak mahasiwa mengikuti organisasi LDK, maka saat itu juga individu memasuki sistem yang berbeda, yakni sebuah kehidupan yang tidak mementingkan kehidupan pribadi daripada kepentingan bersama.

G) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara religiusitas dengan perilaku prososial mahasiswa LDK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(10)

Sedangkan untuk skala perilaku prososial sebanyak 30 item dengan tingkat reliabilitas 0.724.

Teknik pengolahan dan analisa data untuk menghitung validitas dan reabilitas, penulis menggunakan sistem komputerisasi dengan menggunakan software

SPSS 17,0. pengujian hipotesis penelitian menggunakan analisa statistic product moment oleh person. Regresi sederhana untuk mengetahui seberapa besar sumbangan yang diberikan variabel religiusitas terhadap perilaku prososial pada mahasiswa LDK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dari hasil analisa korelasi diperoleh nilai r hitung yang didapat (0.033) < r tabel (0.235) (p value 0.792 > 0.05), berdasarkan hasil uji hipotesis maka tidak terdapat hubungan yang signifikan antara religiusitas dengan perilaku prososial mahasiswa Pengurus LDK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Peneliti menyarankan kepada peneliti selanjutnya agar mampu menemukan variabel lain yang dapat mempengaruhi perilaku prososial (seperti konsep diri, kematangan emosi) dan menganalisa pada variabel tersebut.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman Judul

Lembar Pengesahan Pembimbing ... .ii

Lembar Pengesahan Panitia Ujian ... iii

Lembar Pernyataan... iv 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 7

1.2.1 Pembatasan Masalah ... 7

1.2.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 9

1.4.2 Manfaat Praktis ... 10

1.5 Sistematika Penulisan ... 10

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Remaja... 12

2.1.1 Definisi remaja ... 12

2.1.2 Perkembangan Jiwa Beragama Pada Remaja ... 13

2.2 Religiusitas... 15

2.2.1 Pengertian religiusitas ... 15

2.2.2 Dimensi-dimensi Religiusitas ... 16

2.3 Perilaku Prososial... 18

2.3.1 Pengertian Perilaku Prososial... 18

2.3.2 Bentuk-bentuk Perilaku Prososial ... 20

2.3.3 Teori Motivasi Perilaku Prososial ... 21

2.3.4 Faktor-faktor Seseorang Melakukan Perilaku Prososial ... 22

2.3.5 Dimensi Perilaku Prososial ... 28

2.3.6 Pengukuran Perilaku Prososial... 35

2.4 Kerangka Berpikir ... 36

2.5 Hipotesis penelitian ... 39

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 41

3.2 Definisi Konseptual dan Definisi Operasional Variabel... 41

(12)

3.3 Populasi dan Sampel ... 43

3.3.1 Populasi ... 43

3.3.2 Sampel ... 43

3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel... 43

3.4 Pengumpulan Data ... 43

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data... 44

3.4.2 Instrumen Penelitian... 44

3.5 Uji Instrumen Penelitian ... 47

3.5.1Uji validitas ... 47

3.5.2Uji Reliabilias ... 48

3.6 Hasil Uji coba Instrumen Penelitian ... 49

3.6.1 Hasil Uji Coba Skala Religiusitas ... 49

3.6.2 Hasil Uji Coba Skala Perilaku Prososial... 49

3.7 Hasil Uji reliabilitas Skala Religiusitas dengan Perilaku Prososial ... 49

3.8 Prosedur Penelitian... 50

3.8.1 Persiapan Uji Coba Alat Ukur ... 50

3.8.2 Pelaksanaan Uji Coba Alat Ukur ... 51

3.8.3 Persiapan Pengambilan Data... 51

3.8.4 Pelaksanaan Pengambilan Data... 52

3.9 Teknik Analisis Data... 52

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian... 53

4.2 Katagorisasi Penyebaran Skor Responden... 54

4.2.1 Katagorisasi Religiusitas... 54

4.2.2 Katagorisasi Perilaku Prososial... 55

4.3 Uji Hipotesis ... 57

4.3.1 Uji Korelasi Religiusitas dengan Perilaku Prososial... 57

4.3.2 Uji Beda Religiusitas dan Perilaku Prososial berdasarkan tingkat semester... 58

4.3.3 Uji Beda Religiusitas dan Perilaku Prososial Berdasarkan Jenis Kelamin ... 61

4.3.4 Regresi Aspek Religiusitas terhadap Perilaku Prososial... 64

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 67

5.2 Diskusi ... 68

5.3 Saran... 70

LAMPIRAN

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Nilai Bobot Jawaban ... 44

Tabel 3.2 Blue Print Skala Religiusitas ... 45

Tabel 3.3 Blue Print Skala Perilaku Prososial ... 47

Tabel 4.1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 48

Tabel 4.3 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Tingkat Semester ... 53

Tabel 4.5 Katagorik Mean dan St.Deviasi Skala Religiusitas... 54

Tabel 4.6 Norma Skor Religiusitas ... 54

Tabel 4.7 Katagorik Mean dan St.Deviasi Skala Perilaku Prososial ... 55

Tabel 4.8 Norma Skor Perilaku Prososial ... 56

Tabel 4.9 Korelasi religiusitas dengan perilaku prososial... 56

Tabel 4.10 Religiusitas Descriptives... 57

Tabel 4.11 Religious Anova... 59

Tabel 4.12 Perilaku Prososial Descriptives... 60

Tabel 4.13 Perilaku Prososial Anova ... 60

Tabel 4.14 Religiusitas Group Statistics ... 61

Tabel 4.15 Independent Samples Test Religius ... 62

Tabel 4.16 Perilaku Prososial Group Statistics ... 63

Tabel 4.17 Independent Samples Test Perilaku Prososial ... 63

Tabel 4.18 Model Sumary... 64

Tabel 4.19 Anova ... 65

(14)

DAFTAR BAGAN

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Penelitian Lampiran 2 Instrumen Penelitian

1. Skala Religiusitas 2. Skala Perilaku Prososial

Lampiran 3 Data Kasar Tryout Skala Religiusitas

Lampiran 4 Data Kasar Trayout Skala Perilaku Prososial Lampiran 5 Validitas dan Reliabilitas Religiusitas Lampiran 6 Validitas dan Reliabilitas Perilaku Prososial Lampiran 7 Data Kasar Penelitian Religiusitas

Lampiran 8 Data Kasar Penelitian Perilaku Prososial Lampiran 11 T-Scort

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pada perkembangan zaman dewasa ini diberbagai tempat tidak sedikit ditemui

perilaku individu yang jauh dari perilaku prososial seperti seseorang lebih bersifat

individual atau mementingkan kepentingan dirinya sendiri dan kurang peduli

dengan apa yang menimpa orang lain. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam

suatu masyarakat membuat perilaku yang sering muncul bermuatan negatif.

Mereka hanya mengutamakan ego dan kepentingan masing-masing tanpa melihat

orang-orang di sekeliling mereka. Rasa saling menghargai dan menyejahterakan

semakin menipis.

Manusia tidak dapat memutuskan hubungan dengan sesamanya atau hidup

dalam kesendirian, selalu saling terjadi ketergantungan antara individu yang satu

dengan individu yang lainnya dan untuk mempertahankan kebersamaan dalam

rangka mempertahankan kelangsungan hidup, manusia perlu mengembangkan

sikap kooperatif serta sikap untuk berperilaku menolong terhadap sesamanya.

Karakteristik individu juga mempengaruhi perilaku prososial diantaranya jenis

kelamin . Penelitian yang dilakukan Dian Novita (2005) tentang perilaku prososial

memiliki hasil yang berbeda-beda. Ada hasil penelitian yang mengemukakan

(17)

menolong orang, ada juga penelitian lain melaporkan bahwa perempuan jarang

memberikan pertolongan dari pada laki-laki

Manusia selalu dituntut untuk saling tolong menolong dalam interaksinya

dengan sesama. Perilaku tolong menolong dalam ilmu sosial itu termasuk dalam

katagori perilaku prososial. Baron dan Byrne (2005) mendefinisikan perilaku

prososial sebagai suatu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa

harus menyediakan suatu keuntungan langsung kepada orang yang melakukan

tindakan tersebut, dan mungkin bahkan melibatkan suatu resiko bagi orang yang

menolong.

Seiring dengan majunya teknologi dan meningkatnya mobilitas, seseorang

terbiasa dengan perilaku yang bersifat individual atau lebih mementingkan dirinya

sendiri dan kurang peduli dengan apa yang menimpa orang lain, tetapi masih ada

sebagian orang yang tidak sedikit ditemui melakukan perilaku prososial. Perilaku

prososial meliputi aspek seperti menyumbang (donating), bekerjasama (cooperating), memberi (giving), menolong (helping) dan simpati (sympathy), altruism (altruism) (Wispe dalam Zanze, 1984).

Fenomena ini terbukti dari hasil observasi penulis. Tepat bulan September

2009 terdapat bencana alam di Situ Gintung Cirende yang merugikan baik

materil ataupun korban jiwa yang tidak sedikit, ditengah-tengah situasi yang

demikian, sebagian dari mahasiswa yang menjadi relawan ingin menolong korban

(18)

perorangan dalam interaksi sosial ditengah bencana, baik langsung maupun tidak

langsung. Keadaan dan suasana demikian pada umumnya banyak dijumpai

dikalangan mahasiswa, kehadiran mahasiswa membawa suasana yang berbeda,

berempati, membimbing dan membantu para korban dalam pemulihan keadaan

bencana, ini merupakan bukti nyata kepedulian mereka terhadap sesama dan juga

mereka (kalangan mahasiswa) sadar bahwa mereka merupakan bagian dari

masyarakat. Ciri- ciri inilah yang sebenarnya yang dinamakan perilaku prososial,

perwujudan nyata dari perilaku prososial itu dapat di simak melalui tolong

menolong, menyumbang baik moril maupun materil, mereka menjadi

sukarelawan, bahkan dari mahasiswa membantu tanpa pamrih. Bersikap tanggap

dan peduli, empati, dan simpati dari begitu banyak orang, terlebih mahasiswa

LDK UIN Jakarta di tengah bencana mereka antusias membantu, memotivasi dan

semakin banyak yang terlibat dalam kegiatan kemanusian. Perilaku sosial

merebak menunjukkan betapa kemanusiaan tetap dijunjung tinggi menempati

prioritas utama ditengah kehidupan yang makin sarat masalah dan

persaingan-persaingan ini merupakan satu manisfestasi adanya rasa tolong menolong (mutual help) dalam setiap individu atau anggota masyarakat terhadap bencana Situ Gintung tersebut. Selain banyak mahasiswa yang membantu akan tetapi banyak

juga dari sebagian mahasiswa yang acuh, dan tidak peduli terhadap orang lain

yang terkena musibah atau membutuhkan pertolongan.

(19)

perubahan yang penting bagi perkembangan psikososialnya. Perkembangan

psikososial pada usia seperti ini berada pada tahap identity versus identity confusion, yaitu tahap dimana mahasiswa tengah mengalami pencarian identitas diri. Mahasiswa mengacu kepada identitas yang berupa suatu prestasi atau

penghargaan. Pada tahap ini pula, terdapat kesetiaan yang sangat tinggi terhadap

komunitas yang ia ikuti, sehingga muncul rasa bangga dan pembelaan terhadap

komunitas tersebut.

Perilaku prososial dipengaruhi beberapa aspek dalam diri individu baik

secara internal maupun external. Faktor yang mempengaruhi perilaku prososial

salah satunya tingkat keberagamaan seseorang. Menurut Batson dan Brown

(2005) berpendapat bahwa orang yang beragama memiliki kecenderungan yang

lebih besar untuk membantu orang lain, dibanding orang yang tidak mengenal

agama. Individu yang aktif melaksanakan ibadah hampir selalu melalukan

tindakan menolong orang lain disebabkan individu tersebut merasakan dorongan

yang kuat untuk membantu orang yang membutuhkan.

Orang yang beragama disebut juga orang yang religius. Makna religiusitas

menurut Fetzer (1999) yaitu seberapa kuat individu penganut agama merasakan

(20)

menyendiri (private religious practice), mendapat dukungan penganut sesama agama (religious support), mengalami sejarah keberagamaan (religious/spiritual history), komitmen beragama (commitment), mengikuti organisasi/kegiatan keagamaan (organizational religiusness) dan meyakini pilihan agamanya (religious preference),

Mahasiswa pengurus LDK adalah salah satu kelompok yang dinilai

memiliki religiusitas yang bagus. Sejak mahasiwa mengikuti organisasi LDK,

maka saat itu juga individu memasuki sistem yang berbeda, yakni sebuah

kehidupan yang tidak mementingkan kehidupan pribadi daripada kepentingan

bersama. Lembaga Dakwah Kampus menjadi suatu media pembalajaran untuk

berbagi. Perilaku ini memunculkan mindset bagi pengurus LDK predikat seseorang yang memiliki religiusitas yang bagus yang disandang para mahasiswa

LDK , menuntut para mahasiswa LDK melakukan apa yang diperintahkan Allah.

Diantaranya adalah bagaimana hubungannya dengan sesama yang bisa

diwujudkan dengan perilaku prososial. Bagaimana religiusitas yang dimiliki

mahasiswa LDK mempengaruhi perilaku prososial yang dimunculkan dalam

masyarakat. Tetapi kenyataannya dalam kehidupan sehari-hari masih banyak dari

mereka masih belum bisa mengamalkannya dalam perilaku prososial.

Fetzer (1999) mengemukakan ada 11 dimensi religiusitas, salah satu alat

(21)

mengalami kebermaknaan hidup dengan beragama (religion meaning), mengekspresikan keagamaan sebagai sebuah nilai (value), meyakini ajaran agamanya (belief), memaafkan (forgiveness), melakukan praktek beragama (ibadah) secara menyendiri (private religious practice), mendapat dukungan penganut sesama agama (religious support), mengalami sejarah keberagamaan (religious/spiritual history), komitmen beragama (commitment), mengikuti organisasi/kegiatan keagamaan (organizational religiusness) dan meyakini pilihan agamanya (religious preference). Maka dari itu, penulis ingin mengkaji secara ilmiah apakah ada hubungan religiusitas dengan perilaku prososial dan berapa

besar aspek religiusitas, yang mencakup daily spiritual experience, religion meaning, value, belief, forgiveness, private religious practice, religious support, religious history, commitmen, organizational religiusness, religious preference

memiliki pengaruh terhadap perilaku prososial mahasiswa pengurus LDK UIN

Jakarta.

Seperti telah dijelaskan pada pembahasan di awal, bahwa ada beberapa

faktor yang mempengaruhi perilaku prososial dan religiusitas diantaranya jenis

kelamin dan tingkat semester. Oleh karena itu peneliti menjadikan jenis kelamin

(22)

1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.2.1. Pembatasan Masalah

Agar lebih terarah dan tidak meluas dalam uraian pembahasan penelitian ini maka

variable-variabel yang berkaitan dengan judul penelitian di beri batasan sebagai

berikut:

1. Subjek dalam penelitian ini adalah remaja akhir yang berusia 18-22 tahun

yang merupakan mahasiswa Pengurus LDK UIN Jakarta.

2. Religiusitas yang dimaksud adalah dimensi yang dikemukakan oleh Fetzer

(1999) seberapa kuat individu penganut agama merasakan pengalaman

beragama sehari-hari (daily spiritual experience), mengalami kebermaknaan hidup dengan beragama (religion meaning), mengekspresikan keagamaan sebagai sebuah nilai (value), meyakini ajaran agamanya (belief), memaafkan (forgiveness), melakukan praktek beragama (ibadah) secara menyendiri (private religious practice), mendapat dukungan penganut sesama agama (religious support), mengalami sejarah keberagamaan (religious/spiritual history), komitmen beragama (commitment), mengikuti organisasi/kegiatan keagamaan (organizational religiusness) dan meyakini pilihan agamanya (religious preference).

3. Perilaku prososial yang di maksud adalah perilaku prososial adalah suatu

tindakan menolong yang menguntungkan orang lain. Dalam penelitian ini

merujuk pada penner (1995) yang meliputi tanggung jawab sosial, empati,

(23)

1.2.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat hubungan antara religiusitas dengan perilaku prososial

mahasiswa pengurus LDK UIN Jakarta?

2. Berapa besar sumbaangan aspek religiusitas secara signifikan memiliki

pengauh terhadap perilaku prososial mahasiswa pengurus LDK UIN Jakarta ?

a. Daily Spiritual Experiences tidak memiliki pengaruh terhadap perilaku prososial mahasiswa pengurus LDK UIN Jakarta

b. Meaning tidak memiliki pengaruh terhadap perilaku prososial mahasiswa pengurus LDK UIN Jakarta

c. Value dan Belief tidak memiliki pengaruh terhadap perilaku prososial mahasiswa pengurus LDK UIN Jakarta

d. Forgiveness tidak memiliki pengaruh terhadap perilaku prososial mahasiswa pengurus LDK UIN Jakarta

e. Private religious practice tidak memiliki pengaruh terhadap perilaku prososial mahasiswa pengurus LDK UIN Jakarta

f. Religious support tidak memiliki pengaruh terhadap perilaku prososial mahasiswa pengurus LDK UIN Jakarta

g. Religious / spiritual history tidak memiliki pengaruh terhadap perilaku prososial mahasiswa LDK UIN Jakarta

h. Commitment tidak memiliki pengaruh terhadap perilaku prososial mahasiswa pengurus LDK UIN Jakarta

i. Organizational religiousness tidak memiliki pengaruh terhadap perilaku prososial mahasiswa pengurus LDK UIN Jakarta

j. Religious preference memiliki pengaruh terhadap perilaku prososial mahasiswa pengurus LDK UIN Jakarta

(24)

5. Perbedaan religiusitas berdasarkan tingkat semester 6. perbedaan perilaku prososial berdasarkan tingkat semester

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian.

1.3.1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

Untuk mengetahui hubungan religiusitas dengan perilaku prososial, untuk

mengetahui seberapa besar sumbangan aspek religiusitas (mencakup daily spiritual experience, religion meaning, value, belief, forgiveness, private religious practice, religious support, religious history, commitmen, organizational religiusness, religious preferen) terhadap perilaku prososial, untuk melihat perbedaan religiusitas dan perilaku prososaial berdasarkan jenis kelamin dan

tingkat semester.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Secara Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini berguna untuk pengembangan wacana dan

kajian tentang religuisitas dan perilaku prososial pada mahasiswa terutama

(25)

1.4.2. Manfaat Secara Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini berguna untuk memberikan informasi dan

masukan bagi para pengurus LDK Pusat UIN Jakarta dalam mengembangkan

religiusitas dan perilaku prososial.

1.5. Sistematika Penulisan

Penulis menggunakan sistematika yang sudah baku dalam penelitian skripsi,

seperti pada petunjuk penulisan skripsi baku yang diterbitkan khusus oleh

Fakultas Psikologi UIN Jakarta :

1. Bab 1 Pendahuluan. Bab ini berisikan latar belakang masalah, identifikasi

masalah, pembatsan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

serta sistimatika penulisan.

2. Bab 2 Kajian pustaka yang berisikan segala teori yang menunjang penelitian

kali ini. Bab ini berisikan teori mengenai religiusitas, perilaku prososial ,

remaja akhir. Bab ini dilengkapi dengan kerangka berpikir dan hipotesis

penelitian

3. Bab 3 Metodelogi Penelitian. Bab ini merupakan metode yang tepat, guna

mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian. Termasuk di dalamnya

adalah jenis penelitian, metode penelitian, pendekatan penelitian, teknik

pengambilan sampel, instrumen pengambilan data, dan teknik uji instrumen.

4. Bab 4 Hasil Penelitian. Pada bab ini dijelaskan dan dijabarkan data hasil

(26)

5. Bab 5 Kesimpulan, diskusi, dan saran. Pada bab akhir ini penulis

menyimpulkan seluruh data yang diperoleh dari penelitian dan

mendiskusikannya dengan teori dan penelitian-penelitian yang terkait dengan

penelitian ini dan dapat menyampaikan saran berdasarkan atas proses dan

(27)

BAB II

KAJIAN TEORI

Bab ini memaparkan teori yang digunakan dalam penelitian ini yang

terdiri dari 4 subbab, yaitu: (1) remaja (2) religiusitas, (3) perilaku prososial, (4)

kerangka berfikir, (5) hipotesis penelitian.

2.1. Remaja

2.1.1. Definisi Remaja

Piaget (dalam Hurlock, 1996) mendefinisikan remaja sebagai masa dimana

individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi

merasa di bawah tingkat orang tua melainkan berada dalam tingkat yang sama,

sekurang-kurangnya dalam masalah hak.

Masa remaja ialah periode suatu periode dalam kehidupan manusia yang

merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa (ali, 1996).

Sedangkan menurut achir (1996), remaja adalah seorang yang sedang mengalami

perkembangan yang pesat manuju pada kedewasaan, dan berusia 12-19 tahun.

Batasan remaja menurut WHO terbagi dalam tiga bagian yaitu remaja

awal 10-14 tahun, remaja tengah 15-18 tahun, dan remaja akhir 18-21 tahun.

Papalia dan Olds (2008) menjelaskan bahwa remaja adalah seseorang yang

mengalami pubertas, dengan batas usia 11 atau 12 tahun sampai berusia 21 tahun

(28)

Dari beberapa definisi yang telah dijabarkan diatas, maka dapat di

simpulkan bahwa remaja adalah periode perkembangan transisi dari masa

anak-anak hingga masa awal dewasa, yang di masuki pada usia kira-kira 15-18 tahun.

2.1.2. Perkembangan Jiwa Beragama Pada Remaja

Beberapa kelompok keagamaan memandang masa remaja sebagai saat

”penyadaran”, artinya saat di mana keimanan yang tadinya bersifat pinjaman, kini

telah menjadi miliknya sendiri. Dalam beberapa kelompok keagamaan terdapat

anggapan bahwa masa remaja adalah suatu masa di mana remaja telah matang

untuk bertobat atau siap mendalami agama dengan lebih pasti dibandingkan

sebelumnya (Elfi, 2005).

Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa remaja

menduduki tahap progresif. Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya,

maka agama pada para remaja turut dipengaruhi perkembangan itu. Maksudnya

penghayatan para remaja terhadap ajaran agama dan tindak keagamaan yang

tampak pada remaja banyak berkaitan dengan faktor perkembangan tersebut.

Sedangkan menurut W. Starbuck dalam Jalaludin (1997) perkembanagn

agama pada remaja ditandai oleh beberapa faktor perkembangan rohani dan

jasmaninya, perkembangan itu antara lain adalah

(29)

Ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari masa

kanak-kanaknya sudah tidak begitu menarik bagi mereka.

2. Perkembangan Perasaan

Berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja. Perasaan sosial, etis

dan estesis mendorong remaja untuk menghayati perikehidupan yang terbiasa

dalam lingkungannya. Kehidupan religius akan cenderung mendorong

dirinya lebih dekat ke arah hidup yang religius pula. Sebaliknya bagi remaja

yang kurang mendapat pendidikan dan siraman ajaran agama akan lebih

mudah didominasi dorongan seksual.

3. Pertimbangan Sosial

Perkembangan keagamaan para remaja juga ditandai oleh adanya

pertimbangan sosial. Dalam kehidupan keagamaan mereka timbul konflik

antara pertimbangan moral dan material. Remaja sangat bingung menentukan

pilihan itu. Karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi kepentingan akan

materi, maka para remaja lebih cenderung jiwanya untuk bersifap

materialistis.

4. Perkembangan Modal

Perkembangan moral para remaja bertitik tolak dari rasa bersalah dan usaha

untuk mencari proteksi.

5. Sikap dan Minat.

Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan sangat

kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaan masa kecil serta lingkungan agama

(30)

2.2. Religiusitas

2.2.1. Pengertian Religiusitas

Religiusitas berasal dari kata religion yang berarti agama. Agama berdasarkan

asal kata, yaitu al-Din, religi (relegere, religare) dan agama. Al- Din berarti undang-undang atau hukum. Kemudian dalam bahasa Arab, kata ini mengandung

arti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, kebiasaan. Sedangkan dari

basaha Latin kata religi atau relegere berarti mengumpulkan dan membaca. Kemudian religare berarti mengikat. Adapun kata agama terdiri dari “a” artinya tidak dan “gam” artinya tidak pergi, tetap di tempat atau diwarisi turun-temurun

(Jalaludin 1997).

Dalam pengertian Robertson (1988) mendefinisikan agama secara

mendasar dan umum sebagai seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur

hubungan manusia dengan dunia gaib, khususnya dengan Tuhannya, mengatur

hubungan manusia dengan manusia lainnya, dan mengatur hubungan manusia

dengan lingkungannya.

Sedangkan Glock dan Stark (dalam Ancok dan Suraso 1995), agama atau

religion adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai dan sistem perilaku yang terlambangkan, yang semuanya berpusat pada persoalan yang dihayati

(31)

Dari istilah agama dan religi munculah istilah keberagamaan atau

religiusitas. Menurut Fetzer (1999) religiusitas adalah seberapa kuat individu

penganut agama merasakan pengalaman beragama sehari-hari (daily spiritual experience), mengalami kebermaknaan hidup dengan beragama (religion meaning), mengekspresikan keagamaan sebagai sebuah nilai (value), meyakini ajaran agamanya (belief), memaafkan (forgiveness), melakukan praktek beragama (ibadah) secara menyendiri (private religious practice), menggunakan agama sebagaicoping (religious/spiritual coping), mendapat dukungan penganut sesama agama (religious support), mengalami sejarah keberagamaan (religious/spiritual history), komitmen beragama (commitment), mengikuti organisasi/kegiatan keagamaan (organizational religiusness) dan meyakini pilihan agamanya (religious preference),

Berdasarkan definisi-definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

religiusitas adalah kekokohan keyakinan seseorang dalam menjalankan ibadah

terhadap agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari.

2.2.2. Dimensi-dimensi Religiusitas

Menurut Fetzer (1999) dalam sebuah penelitian yang berjudul Multidimensional Measurement of Religiousness, Spirituality for Use in Health Research

menjelaskan dua belas dimensi religiusitas antara lain yaitu:

(32)

Experience merupakan persepsi individu terhadap sesuatu yang berkaitan dengan transenden dalam kehidupan sehari-hari dan persepsi terhadap

interaksinya dalam kehidupan tersebut, sehingga Daily Experience lebih kepada pengalaman dibanding kognitif.

2. Meaning adalah mencari makna dari kehidupan dan berbicara mengenai pentingnya makna atau tujuan hidup sebagai bagian dari rasa koherensi fungsi

penting untuk mengatasi hidup atau unsur kesejahteraan psikologis. Pencarian

makna juga didefinisikan sebagai salah satu fungsi kritis agama.

3. Value adalah pengaruh keimanan terhadap nilai-nilai hidup, seperti mengajarkan tentang nilai cinta, saling menolong, saling melindungi, dan

sebagainya.

4. Belief merupakan sentral dari religiusitas. Dalam bahasa Indonesia belief

disebut keimanan. Yakni kebenaran yang diyakini dengan nilai dan diamalkan

dengan perbuatan.

5. Forgiveness adalah memaafkan, yaitu suatu tindakan memaafkan dan bertujuan untuk memaafkan bagi orang yang melakukan kesalahan dan

berusaha keras untuk melihat orang itu dengan belas kasihan, kebajikan dan

cinta.

6. Private religious practice merupakan perilaku beragama dalam mempelajari agama meliputi ibadah, mempelajari kitab, dan kegiatan-kegiatan lain untuk

(33)

7. Religious support adalah aspek hubungan sosial antaran individu dengan pemeluk agama sesamanya. Dalam Islam hal semacam ini sering disebut

dengan al-ukhuwah al-Islamiyah.

8. Religious / Spiritual history seberapa jauh individu berpartisipasi untuk agama dalam hidupnya dan seberapa jauh agama mempengaruhi perjalanan

hidupnya.

9. Commitment adalah seberapa jauh individu mementingkan agamanya, komitmen serta berkontribusi kepada agamanya.

10.Organizational religiousness merupakan konsep yang mengukur seberapa jauh individu ikut serta dalam lembaga keagamaan yang ada di masyarakat

dan beraktivitas di dalamnya.

11.Religious preference yaitu memandang sejauhmana individu membuat pilihan dan memastikan agamanya.

Dimensi inilah yang dijadikan dasar untuk membuat alat ukur dalam penelitian

ini.

2.3. Perilaku Prososial

2.3.1. Pengertian Perilaku Prososial

Secara sederhana Feldman (1985) mencoba mendefinisikan perilaku prososial

(34)

Pendapat tersebut sejalan dengan Deaux & Wrightsman (1993)

mendefinisikan perilaku prososial sebagai berikut : ”Behavior that benefits other or has positive social consequences”. Perilaku yang menguntungkan orang lain atau memiliki konsekuensi sosial yang positif .

Sedangkan menurut Rushton dalam Sears (1994), perilaku prososial

berkisar dari tindakan menolong yang tidak mementingkan diri sendiri atau tanpa

pamrih sampai tindakan menolong sepenuhnya di motivasi oleh kepentingan diri

sendiri. Sedangkan pada perilaku altruism lebih fokus pada tindakan sukarela

yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk menolong orang lain

tanpa mengharapkan imbalan apapun, kecuali perasaan telah melakukan kebaikan.

Dan Taylor dkk (2002) mengemukakan perilaku prososial mencakup

katagori yang lebih luas karena meliputi segala bentuk tindakan yang dilakukan

atau dirancang untuk menolong orang lain, tanpa memperdulikan motif-motif si

penolong.

Perilaku prososial adalah suatu tindakan menolong yang menguntungkan

orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung kepada orang

yang melakukan tindakan tersebut, dan mungkin bahkan melibatkan suatu resiko

(35)

Sedangkan Baron & Byrne (2006) mengemukakan perilaku prososial

sebagai : “actions by individual that help others with no immediate benefit to the helper are a common part of sosial life”. Tindakan individu untuk menolong orang lain secara tidak langsung dapat menguntungkan si penolong itu sendiri, hal

ini merupakan bagian terpenting dari kehidupan sosial.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

perilaku prososial adalah segala bentuk perilaku yang memberikan dampak yang

positif atau menguntungkan bagi orang lain yang menerimanya.

2.3.2. Bentuk-Bentuk Perilaku Prososial

Wispe dalam Zanze (1984) menyebutkan lima macam perilaku yang termasuk

pada perilaku prososial, yaitu :

a. Donating (berderma), suatu bentuk perilaku prososial yang memberikan suatu sumbangan kepada orang lain, biasanya bersifat amal

b. Helping (membantu), tindakan prososial yang mengambil bagian atau membantu orang lain hingga orang tersebut dapat mencapai tujuannya.

c. Sympathy (simpati), perilaku ini berdasarkan atas perasaan yang positif terhadap orang lain dengan adanya rasa peduli dan turut merasakan sesuatu

yang sedang dialami orang lain, biasanya hal yang memprihatinkan,

(36)

d. Cooperating (kerjasama), perilaku saling membantu dalam bentuk kerjasama dimana di antara pihak-pihak yang berkepentingan mempunyai tujuan dan

maksud yang sama.

e. Altrusm (altruisme), turut ambil bagian untuk menolong orang lain, yang dilakukan tanpa mengharap imbalan apapun, biasanya dalam bentuk upaya

penyelamatan orang lain dari ancaman bahaya.

Mussen dkk, dalam Fuad Nasori (2008) juga menyebutkan lima macam

yang termasuk perilaku prososial, yaitu :

a. Menolong, yaitu membantu orang lain dengan cara meringankan beban fisik

atau psikologis orang tersebut.

b. Berbagi rasa, yaitu kesediaan untuk ikut merasakan apa yang dirasakan orang

lain.

c. Kerjasama, yaitu melakukan pekerjaan atau kegiatan secara bersama-sama

berdasarkan kesepakatan untuk mencapai tujuan bersama pula.

d. Menyumbang, yaitu berlaku murah hati kepada orang lain.

e. Memperhatikan kesejahteraan orang lain, yaitu peduli terhadap permasalahan

orang lain.

Dengan demikian dapat disimpulkan bentuk perilaku prososial merupakan

perilaku dengan mengubah keadaan yang kurang baik menjadi lebih baik seperti

(37)

memperhatikan hak dan kesejahteraan orang lain serta memiliki kepedulian

terhadap orang lain.

2.3.4. Teori Motivasi Perilaku Prososial

Menurut Baron dan Byrne (2005) ada empat teori utama yang mendasari

timbulnya perilaku prososial, yaitu:

1. Hipotesis Empatik- Altruisme

Toeri ini menyatakan bahwa, karena empati kita menolong orang yang

memerlukan hanya karena perasaan menjadi enak karena melakukannya.

Menurut Baron dan Kolega dalam Baron & Byrne (2005), perasaan empati

yang kuat membuat seseorang mengesampingkan pertimbangan lain untuk

menolong seseorang dan bersedia terlibat dalam situasi yang tidak

menyenangkan bahkan berbahaya. Empati yang tinggi hanya menimbulkan

perilaku prososial karena tindakan tersebut membuat perasaan menjadi enak,

tetapi tidak berhasilnya usaha untuk menolong membuat perasaan membuat

perasaanmenjadi tidak enak.

2. Hipotesis Model Mengurangi Keadaan Negatif

Menurut teori ini, orang yang melakukan tindakan prososial terhadap orang

lain untuk mengurangi rasa negative dan ketidaknyamanan emosional mereka

sendiri. Dengan kata lain, perilaku prososial dapat berperan sebagai self-help

(38)

3. Hipotesis Kesenangan Empatik

Hipotesis kesenangan ini mendasarkan aktivitas menolong pada perasaan

positif dari pencapaian yang muncul ketika penolong mengetahui bahwa ia

mampu memberi pengaruh menguntungkan pada orang yang membutuhkan.

Jadi empati tidak cukup membuat seseorang memberi respon prososial ketika

ada seseorang yang membutuhkan bantuan, tetapi juga dibutuhkan umpan

balik mengenai dampaknya bagi seseorang.

4. Determinisme Genetik

Model determinisme genetis melacak perilaku prososial ke dampak umum

dari seleksi alam. Terjadinya tindakan prososial meningkatkan kemungkinan

diwariskannya gen seseorang kepada generasi berikutnya, sehingga tindakan

prososial tersebut menjadi bagian dari warisan biologis kita. Namun dalam

literature altruism, Buck dan Ginsberg (dalam Baron dan Byrne,2005)

menyimpulkan bahwa tidak terdapat bukti adanya gen yang menentukan

perilaku prososial. Akan tetapi, memang pada manusia manapun di antara

binatang-binatang lain, terdapat kemampuan yang berbasis gen untuk

mengkomunikasikan emosi dan untuk membentuk ikatan sosial. Mungkin

kapasitas yang diturunkan inilah yang meningkatkan kemungkinan bahwa

seseorang akan menolong orang lain ketika masalah muncul.

Sedangkan menurut Taylor, dkk ( 2002). Menyatakan perilaku prososial

(39)

1. Perspektif Evolusi

Perspektif evolusi menyatakan bahwa kecondongan untuk membantu adalah

bagian dari warisan evolusi genetif kita.

2. Perspektif Sosiokultural

Perspektif sosiokultural menegaskan pentingnya norma sosial yang mengatur

kapan kita mesti memberikan pertolongan kepada orang yang membutuhkan.

Ada tiga norma sosial dasar yang lazim dalam masyarakat manusia yaitu:

a. Norm of Social Responsibility(norma tanggung jawab sosial)

Menyatakan bahwa kita harus membantu orang lain yang bertangtung oleh

kita.

b. Norma of Reciprocity (norma reciprocity)

Menyatakan bahwa kita harus membantu orang lain yang pernah

membantu kita. Beberapa study menunjukkan bahwa orang lebih

cenderung membantu orang lain yang pernah membantu mereka.

c. Norma of Social justice (norma of social keadilan sosial). 3. Perspektif Belajar

Perspektif belajar menyatakan bahwa orang belajar menolong, mengikuti

prinsip dasar penguatan dan modeling.

4. Perspektif Pengambilan Keputusan

Menurut Latane & Darley dalam Taylor (2002) dari perspektif pengambilan

keputusan dan kemudian mengambil tindakan langkah-langkah dalam

keputusan ini. Pertama, melihat kebutuhan,seseorang pertama-tama melihat

(40)

tidak. Kedua, mengambil tanggung jawab personal,jika bantuan diperlukan,

orang itu akan mempertimbangkan seberapa besar tanggung jawabnya untuk

bertindak. Ketiga,menimbang untung rugi, orang itu mungkin akan

mengevaluasi imbalan dan biaya dari tindakan menolong atau tidak menolong.

Terakhir, memutuskan cara membantu dan mengambil tindakan. seseorang

harus memutuskan tipe bantuan apa yang dibutuhkan dan bagaimana cara

membutuhkannya.

5. Toeri Atribusi

Sarlito Wirawan Sarwono (2002) juga mengemukakan beberapa teori lain

yang mendasari seseorang menolong orang lain, yaitu:

1. Teori Behaviorisme

Menurut pendapat kaum behavioris murni, manusia menolong karena

dibiasakan oleh masyarakat menyediakan ganjaran yang positif

2. Teori Pertukaran Sosial

Teori ini dasarnya adalah prinsip sosial ekonomi, dimana setiap tindakan

yang dilakukan seseorang dengan mempertimbangkan untung ruginya,

tidak hanya dalam artian material atau financial, tetapi juga dalam bentuk

psikologis seperti memperoleh informasi, pelayanan, status, penghargaan,

perhatian,kasih sayang, dsb.

Pada prinsipnya perilaku dilaksanakan dengan menggunakan strategi

(41)

sebesar-bantuan atau pertolongan tidak hanya menguntungkan orang yang ditolong

tapi si penolong pun mendapatkan keuntungan yang setimpal atas

pertolongan yang dia berikan.

3. Teori Empati

Menurut Batson dalam Sarlito Wirawan (2002) egoisme dan simpati

berfungsi bersama-sama dalam perilaku prososial. Dari segi egoisme,

perilaku menolong dapat mengurangi ketegangan diri sendiri. Sedangkan

dari segi simpati, perilaku prososial itu dapat mengurangi penderitaan

orang lain. Gabungan dari keduanya dapat menjadi empati, yaitu ikut

merasakan penderitaan orang lain sebagai penderitaannya sendiri dan yang

menjadi fokus usaha menolong terletak pada penderitaan orang lain, bukan

pada penderitaan sendiri. Karena dengan terbebasnya orang lain dari

penderitaan itulah si penolong akan terbebas dari penderitaanya sendiri.

4. Teori Norma Sosial

Menurut teori ini, orang menolong karena diharuskan oleh norma-norma

masyarakat. Ada tiga macam norma sosial yang biasanya dijadikan

pedoman untuk berperilaku prososial, yaitu :

a. Norma Timbal Balik (Reciprocity Norm)

Menurut Gouldner dalam Salito Wirawan (1999) inti dari norma

timbal balik ini adalah kita harus membalas pertolongan dengan

pertolongan. Jika kita sekarang menolong orang, lain kali kita akan

ditolong orang atau kerana di masa lampau kita pernah ditolong maka

(42)

b. Norma Tanggung Jawab (Social Responsibibility Norm)

Kita wajib menolong orang lain tanpa mengharap balsan apapun di

masa depan.norma tanggung jawab sosial ini dipengaruhi oleh atribusi

yang kita berikan kepada orang yang membutuhkan pertolongan.

Kalau kita memberikan atribusi eksternal kepada kesusahan orang lain

seperti sakit, cacat, menderita atau korban bencana alam, kita

cenderung lebih bersedia menolong orang tersebut dari kalau pada

atribusi yang kita berikan adalah internal seperti miskin karena malas

bekerja atau sakit karena keteledoran sendiri

c. Norma Keseimbangan (Harmonic Norm)

Seluruh alam semesta harus berada dalam keadaan seimbang, serasi

dan selaras. Manusia harus membantu untuk mempertahankan

keseimbangan itu, antara lain dalam bentuk perilaku menolong.

5. Teori Evolusi

Teori ini beranggapan bahwa seseorang berperilaku prososial adalah demi

survival (mempertahankan jenis dalam proses evolusi).

a. Perlindungan Kerabat (Kin Protection)

Seseorang cenderung memberikan pertolongan kepada orang yang

memiliki hubungan kekerabatan atau memiliki hubungan genitas.

b. Timbal Balik Biologik

Sebagaimana halnya norma sosial, dalam teori evolusi pun ada prinsip

(43)

c. Orientasi Seksual

Dalam rangka mempertahankan jenis, ternyata kaum homoseksual

cenderung lebih memiliki perilaku prososial dari pada orang-orang

yang heteroseksual.

6. Perkembangan Kognisi

Menurut Lourenco dalam Sarlito Wirawan Sarwono (1999), tingkat

perkembangan kognitif (dari Piaget) akan berpengaruh pada perilaku

prososial. Pada anak-anak perilaku prososial lebih didasarkan kepada

perkembangan hasil (gain). Semaikn dewasa anak itu, semakin tinggi

kemampuannya untuk berpikir abstrak, semakin mampu ia untuk

mempertimbangkan usaha atau biaya yang harus ia korbankan untuk

perilaku itu.

2.3.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prilaku Prososial

Menurut Sears, dkk (1994) terdapat beberapa faktor yang lebih spesifik yang

mendasari seseorang berperilaku prososial yaitu :

1. Situasi

Penelitian yang telah membuktikan makna penting beberapa faktor situasional

yang meliputi:

a. Kehadiran orang lain, semakin banyak orang yang hadir, semakin kecil

kemungkinan seseorang benar-benar memberikan pertolongan, dan

semakin besar rata-rata waktu yang bantuan. Darley, dan Latane

(44)

yang mngejutkan tentnag pembunuhan Kitty Genovese adalah begitu

banyak orang yang mendengar jeritan wanita muda itu tetapi tidak ada

seorang pun yang menghubungi polisi. Para pengamat sosial

menginterpretasikan hal ini sebagai tanda meluasnya kemerosotan moral

dan alienasi dalam masyarakat. Hipotesis yang lain yang diajukan psikolog

sosial Bibb Latane dan John Darley dalam Sears (1994), mereka

mengemukaan bahwa kehadiran penonton yang begitu banyak mungkin

telah menjadi alas an bagi tiadanya usaha untuk memberikan pertolongan.

Orang yang menyaksikan pembunuhan itu mungkin menduga bahwa orang

lain sudah menghubungi polisi, sehingga kurang mempunyai tanggung

jawab pribadi untuk turun tangan.

b. Kondisi lingkungan, keadaan fisik juga mempengaruhi kesediaan untuk

membantu. Sebagai contoh efek cuaca terhadap pemberian bantuan di teliti

dalam dua penelitian lapangan yang dilakukan oleh Cunninghan dalam

Sears (1994). Dalam penelitian pertama, para pejalan kaki dihampiri di

luar rumah dan diminta untuk membantu peneliti dengan melengkapi

kuesioner. Orang lebih cenderung membantu bila hari cerah dan bila suhu

udara cukup menyentangkan ( relatif hangat di musim dingin dan relative

sejuk di musim panas). Dalam penelitian ke dua yang mengamati bahwa

para pelanggan memberikan tip yang lebih banyak bila hari cukup cerah.

Penelitian lain menyatakan bahwa orang lebih cenderung menolong

(45)

mendung Ahmed dalam Sears (1994), dan pada siang hari dibandingkan

malam hari.

c. Tekanan keterbatasan waktu.

2. Karakteristik penolong

a. Faktor Kepribadian.

b. Suasana Hati

c. Rasa Bersalah

3. Karakteristik Orang yang Membutuhkan Pertolongan

a. Menolong orang yang kita sukai.

Awal suka terhadap orang lain dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

daya tarik fisik dan kesamaan. Penelitian tentang perilaku prososial

menyimpulkan bahwa karakteristik yang sama juga mempengaruhi

bantuan.

b. Menolong orang yang pantas di tolong

Sedangkan menurut Sarlito (2002) ada banyak faktor yang mempengaruhi

perilaku prososial, dan faktor-faktor ini bisa dipicu oleh faktor dari luar dan dari

dalam diri seseorang

1. Faktor Luar/ Pengaruh siluasi

a. Bystanders

Menurut penelitian psikologi sosial yang berpengaruh pada perilaku

menolong atau tidak menolong adalah adanya orang lain yang kebetulan

(46)

semakin kecil kemungkinan untuk menoiong dan sebaliknya orang yang

sendirian cenderung untuk menolong.

b. Menolong jika orang lain juga menolong

Sesuai dengan prinsip timbal balik dalam teori norma sosial, adanya

seseorang yang sedang menolong orang lain akan memicu kita untuk juga

ikut menolong.

c. Desakan waktu

Biasanya orang yang sibuk dan tergesa-gesa cenderung untuk tidak

menoiong,

sedangkan orang yang santai lebih besar kemungkinan untuk memberikan

pertolongan pada orang yang memerlukannya.

d. Kemampuan yang dimiliki

Kalau orang merasa mampu, ia akan cenderung menolong. sedangkan

kalau merasa tidak mampu ia tidak menolong.

2. Faktor Dalam atau Pengaruh Dari dalam Diri

a. Perasaan

Perasaan dalam diri seseorang dapat mempengaruhi perilaku menolong.

Kurang ada konsistensi dalam hal pengaruh perasaan yang negatif (sedih,

murung, kecewa dan sebagainya) terhadap perilaku menolong. Perasaan

negatif pada anak akan menghambatnya melakukan perilaku menolong

tetapi pada orang dewasa akan mendorongnya melakukan perilaku

menolong karena pada orang dewasa sudah merasakan manfaat dari

(47)

negatif itu terlalu mendalam (misalnya, karena kematian anggota

keluarga), dampaknya pada orang dewasa adalah juga menghambat

perilaku menolong. Orang dalam keadaan depresi akut seperti itu biasanya

terlalu tercekam dengan diri sendiri sehingga tidak mau memikirkan orang

lain. Di pihak lain, perasaan positif (gembira, senang, bahagia)

menunujkkan hubungan yang lebih konsisten dengan perilaku menolong.

b. Faktor sifat (trait)

Menurut Guagono dalam Sarlito (2002) Orang menolong karena pada diri

seseorang ada sifat menolong yang sudah tertanam dalam kepribadiannya.

c. Agama

Menurut Gallup dalam Sarlito (2002) faktor agama ternyata juga dapat

mempengaruhi perilaku menolong, 12% dari orang Amerika Serikat

tergolong taat beragama dan di antara mereka 45% membantu dalam

pekerja-pekerja sosial, seperti membantu anak miskin, rumah sakit, orang

jompo, sementara kalangan yang tidak beragama persentase yang

membantu hanya 22%. Temuan Gallup ini di dukung oleh penelitian lain

yang menyatakan bahwa kadar keberagamaan dapat meramalkan perilaku

menolong untuk proyek-proyek berjangka panjang

d. Tahapan moral

Menurut Boedihargo dalam Sarlito (2002) secara teoritis ada hubungan

anatara tahapan perkembangan moral dan perilaku prososial, dalam

penelitian hal ini belum di temukan bukti-bukti yang mendukung.

(48)

Menurut Goldberg dalam Sarlito (2002) dari pangamatan terhadap lebih

dari 6300 orang penjalan kaki di Batson dan Cambridge, Amerika serikat,

ternyata 1.6 % menyumbang kepada peminta-minta jalanan. Di antara para

penyumbang itu, laki-laki lebih banyak dari pada perempuan.

Baron & Byrne (2005), juga menjelaskan tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi seseorang untuk melakukan perilaku prososial, yaitu:

1. Faktor situasional

a. Daya tarik (menolong mereka yang anda sukai)

Yang paling penting dari hal-hal ini adalah sejauh mana individu

mengevaluasi korban secara positif (daya tarik).

b. Atribusi

Atribusi yang dibuat oleh individu mengenai apakah korban bertanggung

jawab atau tidak terhadap hal yang menimpanya.

c. Model-model prososial

Pengalaman individu terhadap model-model prososial di masa sekarang

maupun di masa lampau.

2. Faktor Motivasi

Orang-orang yang dapat dibedakan sesuai motivasi utama mereka dalam

situasi yang melibatkan pilihan moral, yaitu:

a. Kepentingan pribadi (self-interest)

Orang-orang yang memiliki motif ini sebagian motif utama tidak

(49)

b. Integritas moral (moral integrity)

Bagi mereka yang termotivasi dengan integritas moral, pertimbangan akan

kebajikan dan keadilan seringkali membutuhkan sejumlah pengorbanan

self-interest untuk melakukan “hal yang benar” c. Hiprokisi Moral (moral hyprocisy)

Individu pada katagori ini didorong oleh interest tetapi juga

mempertimbangkan penampilan luar mereka. Kombinasi ini bararti bahwa

penting bagi mereka untuk terlihat peduli dalam melakukan hal yang

benar, sementara mereka sebenarnya tetap mengutamakan

kepentingan-kepentingan mereka pribadi.

3. Faktor Keadaan Emosional

Secara kasar, kondisi hati yang baik akan meningkatkan peluang terjadinya

tingkah laku menolong orang lain, sedangkan kondisi suasana hati yang tidak

baik akan menghambat pertolongan. Terdapat banyak bukti yang mendukung

asumsi ini (Forgas dalam Baron & Byrne, 2005).

4. Empati

Banyak perbedaan pada minat seseorang untuk menolong bersumber pada

motif altruistic yang berdasarkan pada empati (Clary & Orenstein, Grusec

dalam Baron,2005).

Berdasarkan uraian di atas, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

prososial yaitu pertama, adalah faktor situasi meliputi kehadiran orang lain,

(50)

dari dalam diri si penolong meliputi perasaan, sifat, agama dan orientasi seksual.

Ketiga, faktor dalam diri si penolong meliputi jenis kelamin, daya tarik, kesamaan

dan atribusi.

2.3.6. Dimensi Perilaku Prososial

Dalam skala bakuProsocial Personality Battery(PSB) terdapat beberapa dimensi perilaku yang membentuk perilaku prososial. Adapun dimensi-dimensi perilaku

prososial menurut Penner (1995) antara lain yaitu :

1. Tanggung jawab sosial

Kecenderungan untuk bertanggung jawab dan menerima segala konsekuensi

dari segala tindakan yang ia perbuat.

2. Empati

a. Mampu berempati

Kecenderungan untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain, merasa

simpati dan memperhatikan orang-orang yang kurang beruntung

b. Pengambilan sudut pandang

Secara spontan memiliki kecenderungan untuk mengambil sudut pandang

dari segi psikologis orang lain.

c. Kemampuan mengatasi stres

Kecenderungan pada diri seseorang dalam merasakan perasaan gelisah dan

khawatir.

3. Pemahaman Moral

(51)

4. Menolong

Kecenderungan untuk menolong orang lain. Dimensi-dimensi inilah yang

dijadikan dasar untuk membuat alat ukur dalam penelitian ini.

2.3.6. Pengukuran Perilaku Prososial

Perilaku prososial adalah variabel konstan yang mana variabel ini tidak bisa

diteliti dengan observasi secara langsung akan tetapi dengan mengunakan alat

ukur atau skala yang sudah baku.

Prosocial Personality Battery (PSB) adalah alat yang digunakan dalam mempelajari perilaku prososial. Peneliti akan menggunakanProsocial Personality Battery(PSB) sebagai salah satu alat ukur dalam penelitian ini, dengan alasan:

Prosocial Personality Battery (PSB) dirancang untuk menilai seberapa baik individu dalam berperilaku prososial, alat ukur ini sesuai dengan variabel yang

diteliti yaitu perilaku prososial.

2.4. Kerangka Berpikir

Mahasiswa LDK adalah mahasiswa yang mengikuti organisasi kemahasiswaan

intra kampus yang terdapat di tiap-tiap perguruan tinggi di Indonesia. LDK

merupakan lembaga dakwah yang bergerak di dalam kampus melalui dakwah

Islam, dakwah Islam yang ditanamkan kepada para mahasiswa diharapkan agar

dapat menciptakan insan-insan dakwah yang memiliki kekokohan spriritualitas,

intelektualitas, solidaritas dengan etos profesionalisme menuju kampus yang

(52)

Mahasiswa pengurus LDK adalah salah satu kelompok yang dinilai

memiliki religiusitas yang bagus. Sejak mahasiwa mengikuti organisasi LDK,

maka saat itu juga individu memasuki sistem yang berbeda, yakni sebuah

kehidupan yang tidak mementingkan kehidupan pribadi daripada kepentingan

bersama. Lembaga Dakwah Kampus menjadi suatu media pembalajaran untuk

berbagi seperti perilaku menolong orang yang membutuhkan..

Perilaku prososial dipengaruhi beberapa aspek dalam diri individu baik

secara internal maupun external. Faktor yang mempengaruhi perilaku prososial

salah satunya tingkat keberagamaan seseorang. Menurut Batson dan Brown

(2005) berpendapat bahwa orang yang beragama memiliki kecenderungan yang

lebih besar untuk membantu orang lain, dibanding orang yang tidak mengenal

agama. Individu yang aktif melaksanakan ibadah hampir selalu melalukan

tindakan menolong orang lain disebabkan individu tersebut merasakan dorongan

yang kuat untuk membantu orang yang membutuhkan.

Religiusitas yang terkait dengan perilaku membantu ada sebelas dimensi

yaitu (1), seberapa kuat individu penganut agama merasakan pengalaman

(53)

(religious/spiritual history), (9) komitmen beragama (commitment), (10) mengikuti organisasi/kegiatan keagamaan (organizational religiusness) dan (11) meyakini pilihan agamanya (religious preference).

Selain itu, ada beberapa faktor lain yang berpengaruh pada tingkat

keberagamaan dan perilaku prososial yang dilihat melalui jenis kelamin, tingkat

semester. Namun tentu saja asumsi tersebut memerlukan penelitian lebih lanjut.

Secara singkat kerangka berpikir dari penelitian ini dapat dipresentasikan sebagai

berikut:

h. h.Religious / spiritual history

(54)

2.5. Hipotesis

H1 : Ada hubungan yang signifikan antara religiusitas dengan perilaku prososial

mahasiswa pemgurus LDK UIN Jakarta.

H0 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara religiusitas dengan perilaku

prososial

H1 : Ada pengaruh aspek religiusitas terhadap perilaku prososial

a. Daily Spiritual Experiences ada pengaruh terhadap perilaku prososial mahasiswa pengurus LDK UIN Jakarta

b. Meaning ada pengaruh terhadap perilaku prososial mahasiswa pengurus LDK UIN Jakarta

c. Value dan Belief ada pengaruh terhadap perilaku prososial mahasiswa pengurus LDK UIN Jakarta

d. Forgiveness ada pengaruh terhadap perilaku prososial mahasiswa pengaruh LDK UIN Jakarta

e. Private religious practice ada pengaruh terhadap perilaku prososial mahasiswa pengaruh LDK UIN Jakarta

f. Religious support ada pengaruh terhadap perilaku prososial mahasiswa pengurus LDK UIN Jakarta

g. Religious / spiritual history ada pengaruh terhadap perilaku prososial mahasiswa pengurus LDK UIN Jakarta

h. Commitment ada pengaruh terhadap perilaku prososial mahasiswa pengurus LDK UIN Pusat

i. Organizational religiousness ada pengaruh terhadap perilaku prososial mahasiswa penurus LDK UIN Pusat

j. Religious preference ada pengaruh terhadap perilaku prososial mahasiswa pengurus LDK UIN Pusat

(55)

b. Meaning tidak memiliki pengaruh terhadap perilaku prososial mahasiswa LDK UIN Jakarta

c. Value dan Belief tidak memiliki pengaruh terhadap perilaku prososial mahasiswa LDK UIN Jakarta

d. Forgiveness tidak memiliki pengaruh terhadap perilaku prososial mahasiswa LDK UIN Jakarta

e. Private religious practice tidak memiliki pengaruh terhadap perilaku prososial mahasiswa LDK UIN Jakarta

f. Religious support tidak memiliki pengaruh terhadap perilaku prososial mahasiswa LDK UIN Jakarta

g. Religious / spiritual history tidak memiliki pengaruh terhadap perilaku prososial mahasiswa LDK UIN Jakarta

h. Commitment tidak memiliki pengaruh terhadap perilaku prososial mahasiswa LDK UIN Pusat

i. Organizational religiousness tidak memiliki pengaruh terhadap perilaku prososial mahasiswa LDK UIN Pusat

j. Religious preference memiliki pengaruh terhadap perilaku prososial mahasiswa LDK UIN Pusat

H1 ; Ada perbedaan religiusitas dan perilaku prososial berdasarkan jenis kelamin

H0 : Tidak ada perbedaan religiustas dan perilaku prososial berdasarkan jenis

kelamin

H1 : Ada perbedaan religiusitas dan perilaku prososial berdasarkan tingkat

semester

H0 : Tidak ada perbedaan religiustas dan perilaku prososial berdasarkan tingkat

semester

(56)

BAB 3

METODE PENELITIAN

Dalam hal membicarakan metode penelitian, ada 2 masalah utama, yaitu

(a) pengumpulan data, yang mencakup persoalan menetapkan dan mendefinisikan

variabel penelitian, populasi, sampel, alat ukur dan prosedur pengumpulan data,

serta teknik pengolahan data; (b) analisis data, yang meliputi metode statistik

(analisis data kuantitatif) di mana ada variabel yang dijadikan IV dan DV.

3.1 Pendekatan dan Jenis penelitian

Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dan jenis penelitian

yang digunakan korelasional. Penelitian korelasional adalah penelitian yang

dirancang untuk menentukan tingkat hubungan antara variabel-veriabel yang

berbeda dalam suatu populasi. Pengukuran dengan korelasi ini digunakan untuk

menentukan besarnya arah hubungan antara tingkat religiusitas dengan perilaku

prososial.

3.2. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional Variabel

3.2.1. Definisi Konseptual

Secara konseptual variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu (a)

(57)

a. Variabel bebas (independent variable)

Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah religiusitas. Religiusitas yang

dimaksud adalah seberapa kuat individu menganut dan merasakan pengalaman

beragama. Dalam penelitian ini merujuk pada Fetzer (1999) yaitu daily spiritual experiences ,religion meaning, value, belief, forgiveness, private religious practice,religious support, commitmen, organizational religiousness, religious preference.

Pada penelitian ini variabel terikatnya adalah perilaku prososial. Perilaku yang

dimaksud perilaku menolong yang menguntungkan orang lain. Dalam

penelitian ini merujuk pada Penner (1995) Meliputi dimensi-dimensi perilaku

prososial yaitu tanggung jawab sosial, empati, pemahaman moral, menolong.

3.2.2. Definisi Operasional Variabel

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu religiusitas dan perilaku prososial.

a. Religiusitas : definisi operasionalnya adalah hasil skor yang diperoleh dari responden terhadap skala religiusitas yang disusun berdasarkan teori Fetzer

(1999) yaitu daily spiritual experiences ,religion meaning, value, belief, forgiveness, private religious practice,religious support, commitmen, organizational religiousness, religious preference.

b. Perilaku prososial: definisi operasionalnya adalah hasil skor yang diperoleh dari responden terhadap skala perilaku prososial yang diambil dari teori

Penner (1995) dimensi-dimensi tersebut diantaranya tanggung jawab sosial,

Gambar

Gambar Kerangka Berpikir
Tabel 3.1Bobot nilai jawaban
Tabel 3.2Blue Print Skala Religiusitas
Blue PrintTabel 3.3 Skala Perilaku Prososial
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perilaku prososial merupakan suatu bentuk tindakan yang dilakukan individu untuk menolong orang lain tanpa memperdulikan konsekuensi yang terjadi pada dirinya saat

Menurut Eisenberg dkk. Faktor biologis Faktor biologis mempengaruhi individu dalam berperilaku prososial. Hal ini dikarenakan ada unsur genetis yang menyebabkan timbulnya

Individu yang memiliki tingkat perilaku prososial tinggi lebih mampu meningkatkan emosi positif dan mengurangi emosi negatif dengan kata lain karena orang

Perilaku prososial adalah suatu bentuk perilaku yang terjadi dalam kontak sosial, sehingga perilaku prososial adalah tindakan yang dilakukan atau direncanakan untuk

Jurusan Bimbingan Konseling Islam Fakultas Ushuluddin dan Dakwah. Institut Agama Islam Negeri Surakarta. Perilaku Prososial merupakan salah satu perilaku yang muncul

Perilaku prososial juga dapat mengarahkan tindakan-tindakan individu ke arah yang lebih konstruktif, hal ini di buktikan dengan beberapa penelitian, seperti penelitian yang

Hasil analisis antara extraversion dan prososial menunjukkan taraf signifikansi sebesar 0,041 yang berarti bahwa terdapat hubungan antara faktor extraversion dengan

Dari hasil pengolahan data keseluruhan dengan menggunakan persentase formula C bahwa data menunjukkan tingkat perilaku prososial pada mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling