PENGARUH PELATIHAN TEKNIS PERPAJAKAN, AKUNTABILITAS DAN BATASAN WAKTU PEMERIKSAAN TERHADAP KINERJA PEMERIKSA PAJAK PADA KANTOR
PELAYANAN PAJAK (KPP) DI JAKARTA SELATAN
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Disusun Oleh: Eko Saputra NIM: 106082002591
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PENGARUH PELATIHAN TEKNIS PERPAJAKAN, AKUNTABILITAS, BATASAN WAKTU PEMERIKSAAN TERHADAP KINERJA
PEMERIKSA PAJAK PADA KPP DI JAKARTA SELATAN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
EKO SAPUTRA 106082002591
Di bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
DR. Yahya Hamja , MM Fitri Damayanti, SE., M.Si
NIP. 130676334 NIP. 198107312006042003
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
Hari Kamis Tanggal Tujuh Belas Bulan Maret Tahun Dua Ribu Sebelas telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama Eko Saputra NIM: 106082002591 dengan
judul skripsi “PENGARUH PELATIHAN TEKNIS PERPAJAKAN,
AKUNTABILITAS DAN BATASAN WAKTU PEMERIKSAAN TERHADAP KINERJA PEMERIKSA PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) DI JAKARTA SELATAN”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian skripsi berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 17 Maret 2011
Tim Penguji Ujian Skripsi
Dr. Yahya Hamja, MM Fitri Damayanti, SE.,M.Si
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr.Abdul Hamid, Ms Rahmawati, SE.,MM Ketua Sekretaris
Rini. SE,Ak.,MSi
CURRICULUM VITAE
I. PERSONAL DATA
1. Name : Eko Saputra
2. Date of Birth : Jakarta, 8 April 1989
3. Religion : Islam
4. Gender : Laki-laki
5. Adress : Jl. Masjid Rt 001/06 No. 31 Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12230 6. Phone : 085782540894
7. E-mail : ecko_bodoh@yahoo.com
8. Hobies : Music
II. FORMAL EDUCATION
1. SD : SD 10 Negeri Cipulir, Jakarta Tahun 1993 – 2000 2. SMP : SLTP 31 Negeri Jakarta Tahun 2000 – 2003 3. SMA : SMA 32 Negeri Jakarta Tahun 2003 – 2006
4. S1 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2006 – 2011
III.NON-FORMAL EDUCATION, WORKSHOP AND TRAINING
1. Pelatihan Audit Investigatif di UIN SYAHID Jakarta Tahun 2009
2. Workshop Audit “Fraud Indication and Audit Technique) di UIN SYAHID Jakarta Tahun 2007
3. Kuliah Umum Asuransi JASA RAHARJA di UIN SYAHID Jakarta Tahun 2009
4. Workshop Pengenalan Internet, Email dan Presentasi Interaktif Dengan Mnggunaakan Ms Power Point di STMIK Jakarta Tahun 2006
IV. ORGANIZATIONAL EXPERIENCES
1. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Jurusan Akuntansi 2. Wakil Ketua Karang Taruna RT 01/06 Tahun 2008-2009
3. Dapur Seni Fakultas Sains dan Teknologi Divisi Music Talent Tahun 2007-2009
V. WORK EXPERIENCES
1. PT ARTHA JASA KONSULINDO MANAJEMEN CONSULTANT,
THE INFLUENCE OF TAXATION TECHNICAL TRAINING, ACCOUNTABILITY AND AUDIT TIME DEADLINE TOWARDS THE WORKS OF TAX AUDITOR AT KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) IN
SOUTH JAKARTA
ABSTRACT
The research aimed to analyse the influence of taxation technical training, accountability and audit time deadline towards the works of tax auditor at Kantor Pelayanan Pajak (KPP) in South Jakarta. The respondent from this research are auditors that working at KPP in South Jakarta. The retrieval of sample has been using convenience sampling method. The data that used by this research is primary data, it was collected by questionnaires. The questionnaires can be used in analysis are 43 questionnaires from 60 questionnaires were distributed. This research used multiple regression analysis.
The result of this research indicates that taxation technical training and accountability have significantly influence to the works of tax auditor at Kantor Pelayanan Pajak (KPP) in South Jakarta, but audit time deadline don’t have significantly influence to the works of tax auditor at Kantor Pelayanan Pajak (KPP) in South Jakarta.
Keywords: Taxation technical training, accountability, audit time deadline and the works of tax auditor at Kantor Pelayanan Pajak (KPP) in South Jakarta.
PENGARUH PELATIHAN TEKNIS PERPAJAKAN, AKUNTABILITAS DAN BATASAN WAKTU PEMERIKSAAN TERHADAP
KINERJA PEMERIKSA PAJAK PADA KANTOR PELAYANANAN PAJAK DI JAKARTA SELATAN
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pelatihan teknis perpajakan, akuntabilitas dan batasan waktu pemeriksaan terhadap kinerja pemeriksa pajak pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di Jakarta Selatan. Responden dari penelitian ini adalah pemeriksa pajak yang bekerja pada KPP di wilayah Jakarta Selatan. Penentuan sampel dengan metode convenience sampling.
Data yang digunakan adalah data primer yang dikumpulkan melalui kuesioner. Kuesioner yang bisa diolah adalah sejumlah 43 kuesioner dari 60 kuesioner yang disebar. Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda.
Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa pelatihan teknis perpajakan dan akuntablitas berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pemeriksa pajak pada KPP di Jakarta Selatan. Sedangkan batasan waktu pemeriksaan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pemeriksa pajak pada KPP di Jakarta Selatan.
KATA PENGANTAR
Segala puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat dan anugerahNya kepada penulis, sehingga penulis diberi kekuatan untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul“Pengaruh Pelatihan
Teknis Perpajakan, Akuntabilitas dan Batasan Waktu Pemeriksaan Terhadap Kinerja Pemeriksa Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Di
Jakarta Selatan”.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian syarat-syarat guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan pengharapan sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam penyusunan skripsi ini kepada:
1. Kedua orang tuaku yang selalu mendoakan dan memberikan semangat. Terima kasih untuk semua yang kalian berikan kepadaku sampai saat ini, semoga aku bisa membahagiakan kalian kelak. Amin.
2. Bapak Dr. Yahya Hamja, MM selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan dan ilmunya dalam penulisan ini.
3. Ibu Fitri Damayanti SE.Ak. M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan dan ilmunya dalam penulisan ini.
4. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Rahmawati, SE, MM selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Ibu Yessi Fitri, SE, Ak., M.Si selaku Sekertaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Seluruh staf pengajar dan karyawan UIN Syarif Hidayatullah yang telah
8. Adik-adikku yang selalu memberi semangat dan hiburannya. Keluarga besar yang selalu memberikan doa dan dukungan yang tiada henti. Terimakasih semuanya.
9. Sahabat seperjuangan Akuntansi angkatan 2006 dan sahabat-sahabat dari IESP dan Manajemen, senang bisa berteman dengan kalian.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk kritik, saran dan masukan yang membangun dari berbagai pihak agar dapat lebih memberikan manfaat dikemudian hari.
Jakarta, 28 Februari 2011 Wassalam
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi ... i
Lembar Pengesahan Uji Komprehensif……….. ii
Lembar Pengesahan Uji Skripsi……….. iii
Lembar Pernyataan Bebas Plagiat……….. iv Daftar Riwayat Hidup………. v
Abstract ... vii
Abstrak ... viii
Kata Pengantar………. ix
Daftar Isi ... xi
Daftar Gambar ... xiv
Daftar Tabel ... xv
Daftar Lampiran ... xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Perpajakan ... 11
B. Pemeriksaan Perpajakan ... 14
1. Pengertian Pemeriksaan Pajak ... 14
3. Tujuan Pemeriksaan ... 15
4. Ruang Lingkup dan Jangka Waktu Pemeriksaan ... 17
5. Metode dan Prosedur Pemeriksaan Pajak ... 18
C. Pelatihan Teknis Perpajakan ... 21
1. Pengertian Pelatihan Teknis Perpajakan ... 21
2. Jenis Pelatihan Teknis Perpajakan ... 22
D. Akuntabilitas ... 24
E. Batasan Waktu Pemeriksaan ... 28
F. Kinerja ... 30
1. Pengertian Kinerja ... 30
2. Efisiensi ... 32
3. Efektifitas ... 35
G. Penelitian Terdahulu……… 36
H. Keterkaitan Antar Variabel………. 38
I. Kerangka Pemikiran……… 40 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ... 41
B. Metode Pemilihan Sampel ... 41
C. Metode Pengumpulan Data ... 42
D. Metode Analisis ... 43
1. Statistik Deskriptif ... 43
2. Uji Kualitas Data ... 44
4. Analisis Data………. 47
E. Operasional Variabel dan Pengukurannya ... 49
BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ... 54
1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 54
2. Karakteristik Profil Responden ... 55
B. Hasil Uji Instrumen Penelitian ... 58
1. Hasil Uji Statisik Deskriptif ... 58
2. Hasil Uji Kualitas Data ... 59
3. Hasil Uji Asumsi Klasik……… 64 4. Hasil Analisis Data……… 67
C. Pembahasan ... 73
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 76
B. Implikasi ... 77
C. Keterbatasan Penelitian ... 78
D. Saran……….. 78
Daftar Pustaka ... 80
DAFTAR GAMBAR
No Keterangan Hal
2.1 Skema Kerangka Pemikiran ... 40
4.1 Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik P-Plot ... 65
DAFTAR TABEL
No Keterangan Hal
2.1 Tabel Penelitian terdahulu... 36
3.1 Pengukuran Terhadap Variabel Independen ... 51
3.2 Tabel Operasional Variabel Penelitian... 52
4.1 Tabel Data Distribusi Sampel Penelitian ... 54
4.2 Tabel Data Sampel Penelitian ... 55
4.3 Tabel Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 56
4.4 Tabel Deskripsi Responden Berdasarkan Usia ... 56
4.5 Tabel Deskripsi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 57
4.6 Tabel Deskripsi Responden Berdasarkan Pengalaman Pekerjaan ... 58
4.7 Tabel Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 59
4.8 Tabel Hasil Uji Validitas ... 60
4.9 Tabel Hasil Uji Reliabilitas ... 63
4.10 Tabel Hasil Uji Multikolonieritas ... 64
4.11 Tabel Hasil Uji Koefisien Determinan ... 67
4.12 Tabel Hasil Uji Statistik t ... 68
DAFTAR LAMPIRAN
No Keterangan Hal
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian ... 86
Lampiran 2. Daftar Jawaban Responden ... 93
Lampiran 3. Hasil Uji Reliabilitas ... 101
Lampiran 4. Hasil Uji Validitas ... 109
Lampiran 5. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 117
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pemeriksaan pajak merupakan upaya Direktorat Jenderal Pajak untuk
menjalankan fungsi pengawasan yang telah diamanatkan oleh UU Perpajakan.
Auditor Pajak adalah Direktorat Jenderal Pajak yang berada dibawah
Departemen Keuangan Republik Indonesia, bertanggung jawab atas penerimaan
Negara dari sektor perpajakan dan penegakan hukum dalam pelaksanaan
ketentuan perpajakan. Aparat pelaksanaan DJP di lapangan adalah Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) yang mempunyai auditor-auditor khusus dalam
fungsional pajak. Tanggung jawab Fungsional Pajak adalah melakukan audit
terhadap para Wajib Pajak tertentu untuk menilai apakah telah memenuhi
ketentuan perundangan perpajakan (Gunadi, 2005).
Tujuan utama setiap institusi pemungut pajak adalah tercapainya
penerimaan pajak yang optimal, yakni berimbangnya tingkat penerimaan pajak
aktual (actual revenue) dengan penerimaan pajak potensial. Dengan kata lain,
tidak ada selisih antara penerimaan aktual dengan penerimaan potensial, atau
sering disebut tax gap. Menurut James (2003) dalam Gunadi (2005) biasanya tax
gap ini mencerminkan tingkat kepatuhan membayar pajak (tax compliance).
Menurut Simon James dkk (2003) dalam Gunadi (2005) pengertian
mempunyai kesediaan untuk mematuhi kewajiban pajaknya sesuai aturan yang
berlaku tanpa perlu diadakan pemeriksaan, investigasi seksama (obstrusive
investigation), peringatan, ataupun ancaman dan penerapan sangsi baik hukum
maupun administrasi, dengan demikian, secara hipotesis bila semua Wajib Pajak
mentaati dan patuh terhadap aturan-aturan perpajakan yang berlaku, maka selisih
antara penerimaan pajak potensial dengan penerimaan pajak aktual menjadi 0
(nol). Oleh karena itu, dalam konsep yang sederhana, meningkatnya tingkat
kepatuhan pajak tercermin pada menyempitnya tax gap, yakni selisih antara
penerimaan pajak potensial dengan penerimaan pajak aktual.
Kepatuhan pajak juga sering diasosiasikan dengan dua istilah baku yang
sudah popular dalam bidang-bidang perpajakan, yakni tax avoidance dan tax
evasion. Perbedaan dari kedua istilah ini secara konvensional terletak pada aspek
legalitasnya. Tax avoidance terkait dengan upaya-upaya Wajib Pajak secara legal
untuk mengurangi kewajiban pajaknya karena adanya kelemahan-kelemahan
sistem perpajakan atau tidak adanya aturan yang mengatur dalam ketentuan
perpajakan (loop holes), sedangkan tax evasion terkait pada upaya-upaya ilegal
Wajib Pajak untuk menghindari kewajiban pajaknya (Alam,(1999) dalam Gunadi
(2005)).
Pemeriksaan pajak merupakan suatu mekanisme pengawasan dalam
penerapan self assestment perpajakan di Indonesia yang bertujuan untuk
merupakan sarana untuk meningkatkan penerimaan negara dan menciptakan
keadilan bagi Wajib Pajak (Maharani, 2006).
Dalam beberapa dekade yang telah kita lewati, penyelesaian tindak
kriminal di bidang perpajakan belum mendapatkan solusi seperti yang
diharapkan pemerintah maupun masyarakat. Di lain pihak, belum ditemukan
adanya perbaikan mental dari para pegawai dilingkungan perpajakan yang
disebabkan oleh pengaruh dari para Wajib Pajak tertentu yang mengarah kepada
penyuapan dan pemerasan, sehingga kepatuhan terhadap ketentuan peraturan
yang ada tidak dapat dilaksanakan dengan baik. Dari tahun ke tahun target yang
harus dicapai oleh bidang perpajakan mengalami kenaikan yang signifikan.
Beberapa kali aparat perpajakan menyesuaikan kondisi dan keadaan tersebut
dengan cara ekstensifikasi pajak, yang berarti mencari sumber-sumber baru bagi
pajak (Komariah, 2007).
Sungguh menarik mencermati kontroversi korupsi di Ditjen Pajak
baru-baru ini. Kwik Kian Gie sudah meminta maaf atas somasi Ditjen Pajak,
sementara Faisal Basri masih bersikukuh menyatakan ada potensi pajak Rp. 40
triliun yang hilang, diantaranya karena korupsi.
Memang terdapat kontradiksi besar jika kita melihat kinerja Ditjen Pajak
kita. Di satu sisi, pendapatan pajak terus naik. Penerimaan perpajakan selama
1969-1993 sebesar Rp149,46 triliun, 1994-2000 sebesar Rp 520,65 triliun,
lain, beberapa studi menyatakan bahwa masyarakat dan kalangan bisnis secara
konsisten mempersepsikan Ditjen Pajak sebagai salah satu lembaga terkorup,
diantaranya penelitian ICW tentang pola korupsi perpajakan (ICW, 2001), survei
korupsi nasional Partnership for Governance Reform in Indonesia (Partnership,
2001), terakhir indeks persepsi korupsi Transparency International Indonesia
(TII, 2005) dan Business Environment Report Political Economy Risk
Consultancy (PERC, 2005).
Ditjen Pajak bukannya tidak menyadari persepsi diatas. Beberapa langkah
sudah diambil. Dari sisi reformasi administratif misalnya diperkenalkan online
payment, e-filing, large taxpayer office, dan inovasi sistem informasi lainnya
untuk mengurangi kontak langsung pembayar pajak dan petugas pajak
(Fatchurrochman, 2005).
Sistem self assessment membutuhkan kepatuhan sukarela dari Wajib Pajak
yang diwujudkan jika terpenuhi unsur kesadaran perpajakan dan unsur tindakan
penegakan hukum. Melihat kenyataan tingkat kesadaran perpajakan masyarakat
Wajib Pajak masih relatif rendah maka diperlukan adanya tindakan penegakan
hukum yang memadai dengan dilaksanakan melalui tindakan pemeriksaan,
penyidikan, dan penagihan pajak.
Untuk melaksanakan upaya penegakan hukum sebagai salah satu tindakan
pemeriksaan pajak, maka mutlak diperlukan tenaga Pemeriksa Pajak dalam
pemeriksaan, norma dan kaidah yang mengatur seseorang Pemeriksa Pajak.
Sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang diemban oleh Pemeriksa
Pajak, serta melihat luasnya jangkauan tugas, sementara jumlah petugas yang
terbatas, maka efisiensi kerja adalah suatu kebutuhan utama. Dengan efisiensi
kerja yang tinggi maka pelaksanaan tugas Pemeriksa Pajak akan meningkat, pada
akhirnya akan memberikan sumbangan yang tidak kecil terhadap tercapainya
tujuan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), khusunya di dalam meningkatkan
kepatuhan Wajib Pajak (Djazoeli Sadhani, 1999).
Pelaksanaan pemeriksaan diatur dalam serangkaian peraturan mengenai
kebijakan pemeriksaan yang bertujuan untuk menjaga kualitas pemeriksaan dan
memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan bagi Wajib Pajak (Maharani,
2006). Hal ini diungkap dalam Peraturan Menteri Keuangan 202/ PMK.03/ 2007
tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang
Perpajakan pasal 6 ayat 2a yang menjelaskan syarat Pemeriksa Pajak yaitu telah
mendapatkan pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup serta memiliki
keterampilan sebagai pemeriksa bukti permulaan dan menggunakan
keterampilannya serta cermat dan seksama.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas pemeriksaan, seperti
batasan waktu audit. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Samekto, Agus dalam
(Ventura Vol 4 2001:77) dikemukakan jika waktu aktual yang diberikan tidak
sesuai dengan kemampuannya atau mengerjakam hanya sebagian tugasnya.
Sebaliknya bila batasan waktu terlalu longgar, maka fokus perhatian auditor akan
berkurang pada pekerjaannya sehingga akan cenderung gagal mendeteksi bukti
audit yang signifikan.
Hasil penelitian tersebut bertentangan dengan eksperimen yang dilakukan
oleh Waggoner dan Cashell dalam (Ventura Vol 4 2001:78) yang menunjukkan
bahwa semakin banyak waktu yang diberikan, semakin banyak transaksi yang
dapat dites oleh auditor. Penelitian lain dilakukan oleh Kelley dan Margheim
dalam (Cohn 2001) yang menyebutkan bahwa ketika auditor menetapkan alokasi
waktu audit yang sangat ketat, akan mengakibatkan efek samping yang
merugikan publik, yaitu memunculkan perilaku yang mengancam kualitas audit
antara lain penurunan tingkat pendeteksian dan penyelidikan aspek kualitatif
salah saji, gagal meneliti prinsip akuntansi, melakukan review dokumen secara
dangkal, menerima penjelasan klien secara lemah dan mengurangi pekerjaan
pada salah satu langkah audit di bawah tingkat yang diterima.
Dari gambaran di atas, semakin nyata bahwa Pemeriksa Pajak (fiskus)
harus memiliki pelatihan teknis, pengalaman dalam perpajakan agar terciptanya
efisiensi dan efektifitas dalam Pemeriksa Pajak. Sehingga penerimaan pajak
dapat mencapai target yang diinginkan.
Penelitian mengenai kinerja aparat pajak telah banyak dilakukan. Penelitian
Hubungan Pendidikan Akademis, Pelatihan Teknis Perpajakan, Penempatan
Kerja dan Motivasi Terhadap Kinerja Pegawai Pada Sekretariat Direktorat
Jenderal Pajak”. Hasil penelitian tersebut adalah terdapat hubungan antara
pendidikan akademis, pelatihan teknis perpajakan, penempatan kerja dan
motivasi kerja terhadap kinerja pegawai pada Sekretariat Direktorat Jenderal
Pajak.
Penellitian lain terkait kinerja aparat pajak adalah penelitian yang
dilakukan oleh Zamal Firdaus (2009), menggunakan tiga variabel independen
yaitu pelatihan teknis perpajakan, pengalaman, dan motivasi pemeriksa pajak .
sedangkan variabel dependen adalah kinerja pemeriksa pajak pada Kantor
Pelayanan Pajak Di Jakarta Barat. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
terdapat korelasi positif dan signifikan antara pelatihan teknis perpajakan,
pengalaman, dan motivasi pemeriksa pajak dengan kinerja pemeriksa pajak pada
Kantor Pelayanan Pajak Di Jakarta Barat.
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu yang menguji tentang kinerja
pemeriksa pajak, penelitian ini merupakan implikasi dari hasil penelitian yang
dilakukan oleh Zamal Firdaus (2009). Adapun perbedaan penelitian saat ini
dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut:
1. Sampel yang digunakan adalah pemeriksa pajak pada Kantor Pelayanan pajak
di Jakarta Selatan, sedangkan penelitian sebelumnya adalah pemeriksa pajak
2. Perbedaan selanjutnya adalah penggunaan variabel independen. Penelitian ini
menggunakan variable independent pelatihan teknis perpajakan, akuntabilitas
dan batasan waktu pemeriksaan. Sedangkan penelitian sebelumnya
menggunakan variable independen pelatihan teknis perpajakan, pengalaman,
dan motivasi pemeriksa pajak.
3. Penelitian terdahulu untuk mengukur korelasi atau hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen, sedangkan penelitian ini mengukur
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.
4. Pada penelitian ini menggunakan anaslis regresi berganda, analisi koefisien
determinasi, uji t dan uji f. Sedangkan penelitian terdahulu hanya
menggunakan analisis koefisien korelasi sederhana.
5. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2011 sedangkan penelitian sebelumnya
tahub 2009.
Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini bermaksud untuk meneliti kembali
faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pemeriksa pajak. Dengan
menggunakan beberapa variabel yang berbeda dengan penelitian terdahulu
diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja pemeriksa pajak. Untuk itu penulis melakukan penelitian
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka masalah dalam penelitian
ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah terdapat pengaruh signifikan antara pelatihan teknis perpajakan
dengan kinerja Pemeriksa Pajak?
2. Apakah terdapat pengaruh signifikan antara akuntabilitas dengan kinerja
Pemeriksa Pajak?
3. Apakah terdapat pengaruh signifikan antara batasan waktu pemeriksaan
dengan kinerja Pemeriksa Pajak?
4. Apakah secara bersama-sama terdapat pengaruh signifikan antara pelatihan
teknis perpajakan, akuntabilitas dan batasan waktu pemeriksaan dengan
kinerja Pemeriksa Pajak?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
1) Untuk mengetahui pengaruh faktor pelatihan teknis perpajakan terhadap
kinerja Pemeriksa Pajak.
2) Untuk mengetahui pengaruh faktor akuntabilitas terhadap kinerja
3) Untuk mengetahui pengaruh faktor batasan waktu pemeriksaan terhadap
kinerja Pemeriksa Pajak.
4) Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pelatihan teknis perpajakan,
akuntabilitas dan batasan waktu pemeriksaan secara bersama-sama
terhadap kinerja Pemeriksa Pajak di Jakarta Selatan.
.
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfat untuk :
a. Ilmu Akuntansi
Untuk menambah referensi ilmiah mengenai masalah perpajakan yang ada
di Indonesia
b. Peneliti
Memperoleh pengetahuan mengenai pengaruh signifikan antara pelatihan
teknis perpajakan, pengalaman dan batasan waktu pemeriksaan pajak
dengan kinerja Pemeriksa Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak.
c. Pemeriksa Pajak (fiskus)
Sebagai sarana informasi bahwa pembinaan pendidikan pajak dan
pengalaman sangat penting bagi tumbuhnya pemahaman terhadap
perencanaan audit pajak dalam efisiensi pemeriksaan.
d. Pihak Akademis
Memberikan sumbangan pemikiran dan dapat menambah pengetahuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gambaran Umum Perpajakan 1. Definisi Pajak
Definisi pajak menurut beberapa pakar seperti yang
diungkapkan oleh Siti Resmi (2008:1) diantaranya sebagai berikut:
a. Dr. Soeparman Soemahamidjaja
“Pajak adalah iuran wajib, berupa uang, yang dipungut penguasa
berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan
umum”.
b. Prof. Dr. M. J. Smeets
“Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui
norma-norma umum dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontrapretasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual,
maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah”.
c. Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H.
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang -undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontra-pretasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan
untuk membayar pengeluaran umum”.
d. Dr. N. J. Feldmann
“Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontrapretasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum”.
pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya
pembangunan tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung.
Pajak juga sebagai pengalihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas
negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplus nya digunakan
untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai
public investment.
2. Fungsi Pajak
Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton (2004:8) menyebutkan
bahwa fungsi pajak ada 4 (empat), yaitu: fungsi budgeter, fungsi
regulerend, fungsi demokrasi, dan fungsi redistribusi.
a. Fungsi Budgetair
Fungsi budgeteir merupakan fungsi utama pajak dan fungsi
fiskal yaitu suatu fungsi dimana pajak dipergunakan sebagai alat untuk
memasukkan dana secara optimal ke kas negara berdasarkan
undang-undang perpajakan yang berlaku segala pajak untuk keperluan negara
berdasarkan undang-undang.
Yang dimaksud dengan memasukkan kas secara optimal adalah
sebagai berikut:
a. Jangan sampai ada wajib pajak/subjek pajak yang tidak membayar
kewajiban pajaknya.
b. Jangan sampai wajib pajak tidak melaporkan objek pajak kepada
fiskus yang terlepas.
Dengan demikian maka optimalisasi pemasukan dana ke kas
negara tercipta atas usaha wajib pajak dan fiskus.
System pemungutan pajak suatu negara menganut dua system :
a. Self assessment system : Menghitung pajak sendiri
b. Official assessment system : Menghitung pajak adalah pihak fiskus
b. Fungsi Regulerend
Fungsi regulerend adalah fungsi pajak yang dipergunakan oleh
pemerintah sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu, dan
sebagainya. Dan fungsi tambahannya hanya sebagai pelengkap dari
fungsi utama pajak. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pajak dipakai
sebagai alat kebijakan, misalnya: pajak atas minuman keras ditinggikan
untuk mengurangi konsumsi fasilitas perpajakan sehingga perwujudan
dari pajak regulerend. Contoh:
1) Bea materai modal
2) Bea masuk dan pajak penjualan
3) Bea balik nama
4) Pajak perseroan
5) Pajak deviden
c. Fungsi Demokrasi
Fungsi demokrasi dari pajak adalah fungsi yang merupakan
salah satu penjelmaan atau wujud sistem gotong-royong, termasuk
Fungsi demokrasi pada saat ini dikaitkan dengan hak seseorang
apabila akan memperoleh pelayanan dari pemerintah. Apabila
seseorang telah melakukan kewajibannya membayar pajak kepada
negara sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka ia mempunyai hak
pula untuk mendapatkan pelayanan yang baik dari pemerintah.
d. Fungsi Redistribusi Pendapatan
Pajak redistribusi adalah fungsi yang lebih menekankan pada
unsure pemerataan dan keadilan dalam masyarakat. Hal ini dapat
terlihat dengan adanya tarif progresif yang mengenakan pajak lebih
besar kepada masyarakat yang mempunyai penghasilan besar dan pajak
yang lebih kecil kepada masyarakat yang mempunyai penghasilan yang
lebih kecil.
B. Pemeriksaan Perpajakan
1. Pengertian Pemeriksaan Pajak
Menurut Suandy (2005:209-210), pengertian umum pemeriksaan
adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan. mengolah
data dan/atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Objek dari pemeriksaan adalah laporan keuangan Wajib Pajak
yang menjadi dasar dari Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.
oleh Direktorat Jenderal Pajak, dalam hal ini petugas pemeriksaan pajak
(fiskus) terhadap Wajib Pajak atas pemenuhan kewajiban perpajakannya
berdasarkan Undang-Undang pajak untuk berbagai tujuan.
2. Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak
Berdasarkan ketentuan pasal 29 Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000, diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1986 tentang Tata
Cara Pemeriksaan di Bidang Perpajakan, bahwa tujuan pemeriksaan
perpajakan adalah menetapkan jumlah pajak terutang. (Hanantha Bwoga,
Yoseph Agus BBN dan Tony Marsyarul, 2005:7).
3. Tujuan Pemeriksaan
Dalam melakukan pemeriksaan, Direktorat Jenderal Pajak mempunyai
satu atau beberapa tujuan, misalnya untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak
dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Adapun tujuan dari
pemeriksaan pajak sebagaimana diuraikan menurut Pasal 3 ayat (2) dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang tata cara
pemeriksaan adalah sebagai berikut:
a. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka
memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada Wajib
Pajak. Pemeriksaan untuk tujuan diatas dapat dilakukan dalam hal
1) Surat Pemberitahuan (SPT) menunjukan kelebihan pembayaran
pajak, termasuk yang telah diberikan pengambilan pendahuluan
kelebihan pajak.
2) SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) menunjukkan rugi.
3) SPT tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu yang
telah ditetapkan.
4) SPT yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh
Direktorat Jenderal Pajak.
5) Ada indikasi kewajiban perpajakan selain kewajiban tersebut pada
huruf c tidak dipenuhi.
1. Tujuan lain dalam Direktorat Jenderal Pajak berwenang melakukan
pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan Wajib Pajak, antara lain:
1) Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara jabatan.
2) Penghapusan NPWP.
3) Wajib Pajak mengajukan keberatan.
4) Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
6) Pengumpulan guna penyusunan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto.
7) Penentuan Wajib Pajak berlokasi didaerah terpencil.
8) Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak.
9) Pemenuhan permintaan informasi dari Negara mitra Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda.
4. Ruang Lingkup dan Jangka Waktu Pemeriksaan
Menurut Suandy (2006:62) Ruang lingkup pemeriksaan terdiri
dari:
a. Pemeriksaan Lapangan yang meliputi suatu jenis pajak atau seluruh
jenis pajak, untuk tahun berjalan atau tahun-tahun sebelumnya dan
atau untuk tujuan lain yang dilakukan di tempat Wajib Pajak.
b. Pemeriksaan Kantor yang meliputi suatu jenis pajak tertentu untuk
tahun berjalan atau tahun-tahun sebelumnya y ang dilakukan di kantor
Direktorat Jenderal Pajak.
Pemeriksaan Lapangan dapat dilaksanakan dengan pemeriksaan
lengkap atau pemeriksaan sederhana. Pemeriksaan kantor hanya dapat
dilaksanakan dengan pemeriksaan sederhana.
Pemeriksaan lengkap dilaksanakan dalam jangka waktu 2 bulan
dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 bulan. Pemeriksaan
Esperanto lapangan dilaksanakn dalam jangka waktu 1 bulan dan dapat
Pemeriksaan sederhana kantor dilaksanakan dalam jangka waktu 4
minggui dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6 minggu. Apabila
dalam pelaksanaan pemeriksaan kantor ditemukan indikasi adanya
transaksi yang mengandur unsur transfer pricing, maka lingkup
pemeriksan ditingkatkan menjadi pemeriksaan lapangan.
Pemeriksaan lapangan berkenaan dengan ditemukannya indikasi
unsur transfer pricing, yang memerlukan pemeriksaan yang lebih
mendalam serta memerlikan waktu yang lebih lama dilaksanakan dalam
jangka waktu paling lama 2 tahun. Jangka waktu pelaksanaan pemeriksaan
paling lama 2 tahun ini tidak berlaku dalam hal pemeriksaan yang
dilaksanakan berkenaan dengan Surat Pemberitahuan yang menyatakan
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
5. Metode dan Prosedur Pemeriksaan Pajak
Agar pemeriksaan dapat dilakukan dengan tepat waktu yang telah
ditentukan secara efektif dengan laporan yang memadai, maka harus
dilaksanakan berdasarkan teknik dan metode seperti pemeriksaan pada
umumnya.
Menurut T.Tuannakota dalam Himayah (2005:31) dalam buku
Auditing: Petunjuk Pemeriksaan Akuntan Publik:
Teknik pemeriksaan adalah cara mendapatkan pembuktian dan
dikenal dengan istilah memeriksa, menganalisis, mengecek,
membandingkan, konfirmasi, footing, menginspeksi, merekonsiliasi,
Sejalan dengan hal tersebut baik teknik pemeriksaan merupakan
cara pembuktian data dari metode pemeriksaan. Teknik pemeriksaan
dalam pemeriksaan pajak dengan teknik pemeriksaan yang dilakukan
akuntan publik tidak terdapat pemeriksaan yang mendasar (Erly Suandy,
2002:237).
Pelaksanaan pemeriksaan dalam Himayah (2005:32) dapat
dilakukan dengan dua metode, yaitu:
a. Metode Langsung
Yaitu metode yang dilakukan dengan cara menguji kebenaran
angka-angka dalam Surat Pemberitahuan (SPT), laporan keuangan,
buku-buku,catatan-catatan dan dokumen pendukung sesuai dengan proses
pemeriksaan.
b. Metode Tidak Langsung
Yaitu metode yang dilakukan dengan cara menguji kebenaran
angka-angka dalam Surat Pemberitahuan (SPT) secara tidak langsung melalui
suatu pendekatan perhitungan tertentu mengenai penghasilan dan biaya.
Metode tidak langsung dapat digunakan sebagai pelengkap metode
langsung atau sebagai pengganti dalam hal pemakaian metode langsung
atau tidak sepenuhnya dapat dilaksanakan. Metode tidak langsung yang
biasa digunakan antara lain metode transaksi tunai, metode perbandingan
kekayaan bersih, metode satuan dan volume, metode pendekatan produksi
dan metode pendekatan laba kotor (Erly Suandy, 2002:242).
a. Petugas pemeriksa harus dilengkapi dengan Surat Perintah
Pemeriksaan Pajak (SP3) dan harus memperlihatkan kepada Wajib
Pajak yang diperiksa.
b. Wajib Pajak yang diperiksa harus:
1) Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan,
dokuimen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang
berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha,
pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak.
2) Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang
yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran
pemeriksaan.
3) Memberikan keterangan yang diperlukan.
4) Apabila dalam mengungkapkan hal-hal dalam angka (1) Wajib
Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka
kewajiban itu tidak berlaku oleh suatu keperluan pemeriksaan
tersebut.
c. Direktur Jenderal Pajak berwewenang melakukan penyegelan tempat
atau ruangan tertentu, bila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban
C. Pelatihan Teknis Perpajakan 1. Pengertian Pelatihan Teknis
Pelatihan teknis perpajakan merupakan pelatihan yang ditujukan
kepada pegawai-pegawai Direktorat Jenderal Pajak dan bertujuan untuk
memberikan ataupun meningkatkan pengetahuan, pemahaman, serta
keterampilan khususnya mengenai masalah-masalah perpajakan. Pada
hakikatnya pengetahuan, pemahaman, serta keterampilan berkaitan dengan
kemampuan penalarannya.
Dengan kemampuan menalarnya, manusia mampu mengembangkan
ilmu pengetahuan yang kemudian menjadi kekuatan manusia untuk tidak
semata-mata tunduk kepada kodrat alam serta selalu sadar dan aktif
berupaa untuk menjadikan dirinya mampu beradaptasi terhadap sesuatu
yang ada di lingkungannya. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang
mampu mengembangkan pengetahuan secara sistematis. Karena
pengetahuan manusia memikirkan hal-hal baru dalam memanfaatkan
sumber daya, mengembangkan kebudayaan dan memberikan makna di
dalam kehidupannya. Dengan pengetahuan maka manusia mampu
menguasai dan mempengaruhi perilaku lain (Gordon,191:413 dalam
Djazoeli Sadhani (1999)).
Dikaitkan dengan pengembangan tujuan belajar, terdapat empat
ranah (domain) yaitu: (1) pengetahuan, (2) pemahaman, (3) penerapan, (4)
analisis, (5) sintesis, dan (6) penilaian.(Woolfok (19998:412) dalam
2. Jenis Pelatihan Teknis Perpajakan
Menurut Chairudin Syah Nasution (2002:61) berbagai jenis
pelatihan teknis perpajakan yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal
Pajak untuk para pegawainya antara lain sebagai berikut:
a. Diklat Penyesuaian Tugas (DPT) Dasar II Perpajakan
Merupakan pelatihan yang ditujukan bagi pegawai dengan
latar belakang pendidikan paling tinggi Sekolah Menengah Atas
(SMA), yang telah memenuhi masa kerja tertentu atau telah
memperoleh gelar kesarjanaan pada saat bekerja, untuk diangkat
dalam sebuah jabatan struktural
b. Diklat Penyesuaian Tugas (DPT) Dasar III Perpajakan
Merupakan pendidikan dan pelatihan perpajakan yang khusus
bagi pegawai lulusab strata 1 dan 2 yang baru diterima bekerja pada
Direktorat Jenderal Pajak melalui kebijakan peenarikan pegawai baru.
Setelah mengikuti DPT dasar III ini, barulah pegawai-pegawai
tersebut ditempatkan pada unit-unit kerja lingkungan Direktorat
Jenderal Pajak. Sementara untuk pegawai lulusan Program Diploma
Perpajakan maupun Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) telah
mendapat pendidikan dan pelatihan perpajakan pada masa kuliah,
sehingga saat lulus kuliah mereka dapat langsung ditempatkan pada
unit-unit kerja dilingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
c. Diklat Teknis fungsional Pemeriksa Pajak
diberikan kepada pejabat-pejabat atau pegawai yang diangkat jabatan
fungsional pemeriksa pajak.
d. Diklat Teknis Substansi (DTS) I dan II Perpajakan
Merupakan pendidikan dan pelatihan teknis bagi pegawai
honorer (setinggi-tingginya lulusan SMA) untuk diangkat sebagai
pegawai tetap Direktorat Jenderal Pajak.
e. Diklat Teknis Pemeriksa Lapangan
Merupakan pendidikan dan pelatihan teknis mengenai tata cara
melakukan pemeriksan pajak atau bagi pegawainya.
Dari berbagai pelatihan teknis perpajakan di atas, dapat dilihat
bahwa pelatihan tersebut diterapkan untuk seluruh pegawai dari seluruh
latar belakang pendidikan. Dengan demikian Direktorat Jenderal Pajak
telah mengusahakan semaksimal mungkin segala upaya untuk
meningkatkan pengetahuan serta keterampilan teknis perpajakan bagi
pegawainya.
Selain itu ada hal yang perlu diperhatikan bagi pegawai pajak
terutama pemeriksa pajak adalah Kemampuan Numerik. Pada hakikatnya
secara kemampuan manusia diciptakan tidak sama, ada yang memiliki
kemampuan tinggi ada yang yang memiliki kemampuan rendah. Setiap
manusia pasti mempunyai kekuatan dan kelemahan pada satu atau
berbagai bidang aktivitas tertentu. Sebagai mahluk yang mampu
mengelola lingkungan hidupnya maka kekuatan dan kelemahan manusia
menempatkan individu dengan kemampuan tertentu pada bidang kerja
yang tepat sesuai dengan kemampuannya.
Sementara itu kemampuan intelektual merupakan suatu daya yang
diperlukan untuk menjalankan kegiatan mental. Terdapat tujuh dimensi
yang menyusunnya yaitu (1) kemampuan numerik, (2) pemahaman verbal,
(3) kecepatan perseptual. (4) penalaran induktif, (5) penalaran deduktif, (6)
visualisasi ruang dan (7) memori (Robbins,1990:86 dalam Djazoeli
Sadhani,1999)
Dengan demikian pengertian pelatihan teknis perpajakan dalam
penelitian ini adalah upaya pengembangan SDM yang ditujukan bagi
Direktorat Jenderal Pajak, yang bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan, pemahaman, serta keterampilan teknis dibidang perpajakan,
agar dapat menunjang pelaksanaan pekerjaan dengan sebaik-baiknya.
D. Akuntabilitas
Mardiasmo (2009:20) mendefinisikan akuntabilitas adalah kewajiban
pihak pemegang amanah untuk memberikan pertanggungjawaban,
menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan
yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah yang
memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertangungjawaban tersebut.
Ulum (2004:31), mendefinisikan akuntabilitas adalah pertanggungjawaban,
mendelegasikan kewenangan dan mereka puas terhadap kinerja pelaksanaan
kegiatannya.
Tet Clock (1984) dalam Mardisar dan Sari (2007) mendefinisikan
akuntabilitas sebagai bentuk dorongan psikologis yang membuat seseorang
berusaha mempertanggungjawabkan semua tindakan dan keputusan yang
diambil kepada lingkungannya. Tan dan Alison (1999) dalam Mardisar dan
Sari (2007), melihat ada tiga indikator yang dapat digunakan untuk mengukur
akuntabilitas individu. Pertama, seberapa besar motivasi seseorang untuk
menyelesaikan pekerjaan tersebut, dimana dalam diri seseorang tersebut
terdapat dorongan atau keinginan individu untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan. Kedua, seberapa besar usaha yang
diberikan untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan, orang dengan akuntabilitas
tinggi akan mencurahkan usaha yang lebih besar dibanding orang dengan
akuntabilitas rendah ketika menyelesaikan pekerjaan dan ketiga, seberapa
yakin bahwa pekerjaan itu akan diperiksa atau dinilai orang lain dapat
meningkatkan keinginan dan usaha seseorang untuk menghasilkan pekerjaan
yang lebih berkualitas. Seseorang dengan akuntabilitas yang tinggi memiliki
keyakinan yang lebih tinggi bahwa pekerjaan mereka akan diperiksa oleh
suprvisor/manajer/pimpinan dibandingkan dengan seseorang yang memiliki
akuntabilitas rendah. Akuntabilitas dapat meningkatkan kualitas hasil kerja
auditor dalam hal ini kualitas audit yang dilaporkan jika pengetahuan audit
tinggi.
terdapat 4 dimensi akuntabilitas yaitu:
1. Akuntabilitas kejujuran dan hukum.
Akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran
penyalahgunaan jabatan, sedangkan akuntabilitas hukum terkait dengan
jaminan kepatuhan terhadap hukum.
2. Akuntabilitas proyek.
Akuntabilitas proses terkait dengan prosedur yang digunakan
dalam melaksanakan tugas, kecukupan sistem informasi, dan prosedur
manajemen.
3. Akuntabilitas program.
Akuntabilitas program terkait dengan pertimbangan apakah
tujuan yang akan ditetapkan dapat dicapai atau tidak. Alternatif program
yang memberikan hasil yang maksimal dengan biaya yang minimal.
4. Akuntabilitas kebijakan.
Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban
pemerintah atas kebijakan yang telah diambil.
Tan dan Alison (1999) dalam Mardisar dan Sari (2007:6), melihat ada
tiga indikator yang dapat digunakan untuk mengukur akuntabilitas individu,
yaitu:
1. Seberapa besar motivasi seseorang untuk menyelesaikan pekerjaan
tersebut, dimana dalam diri seseorang tersebut terdapat dorongan atau
keinginan individu untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu untuk
2. Seberapa besar usaha yang diberikan untuk menyelesaikan sebuah
pekerjaan, orang dengan akuntabilitas tinggi akan mencurahkan usaha
yang lebih besar dibanding orang dengan akuntabilitas rendah ketika
menyelesaikan pekerjaan.
3. Seberapa yakin bahwa pekerjaan itu akan diperiksa atau dinilai orang lain
dapat meningkatkan keinginan dan usaha seseorang untuk menghasilkan
pekerjaan yang lebih berkualitas. Seseorang dengan akuntabilitas yang
tinggi memiliki keyakinan yang lebih tinggi bahwa pekerjaan mereka akan
diperiksa oleh suprvisor/manajer/pimpinan dibandingkan dengan
seseorang yang memiliki akuntabilitas rendah.
Tetclock dan Kim (1987) dalam Mardisar dan Sari (2007) juga
mengkaji tentang permasalahan akuntabilitas auditor dalam menyelesaikan
sebuah pekerjaan dengan membagi subjek penelitian menjadi tiga kelompok,
yaitu:
1. Kelompok yang diberikan instruksi bahwa pekerjaan mereka tidak akan
diperiksa oleh atasan (no accountability).
2. Kelompok yang diberikan instruksi di awal (sebelum melaksanakan
pekerjaan) bahwa pekerjaan mereka akan diperiksa oleh atasan
(preexposure accountability).
3. Kelompok yang diberikan instruksi bahwa pekerjaan mereka akan diperiksa oleh atasan, tetapi instruksi ini baru disampaikan setelah
mereka menyelesaikan pekerjaan (postexposure accountability), dan
accountability menghasilkan pekerjaan yang lebih berkualitas dibanding
dengan kelompok lainnya.
E. Batasan Waktu Pemeriksaan
Auditor menetapkan alokasi waktu audit yang sangat ketat, tetapi
akibatnya memiliki efek samping yang merugikan publik, yaitu memunculkan
perilaku yang mengancam kualitas audit, antara lain penurunan tingkat
pendeteksian dan penyelidikan aspek kualitatif salah saji, gagal meneliti
prinsip akuntansi, melakukan review dokumen secara dangkal, menerima
penjelasan klien secara lemah dan mengurangi pekerjaan pada salah satu
langkah audit di bawah tingkat yang diterima Kelley dan Margheim dalam
(Cohn 2001).
Di bawah tekanan-tekanan waktu, perhatian akan lebih terfokus pada
tugas yang dominan seperti tugas pengumpulan bukti berkaitan dengan
frekuensi dan jumlah salah saji dan mengorbankan perhatian yang diberikan
pada tugas tambahan seperti tugas yang memberikan aspek kualitatif atas
terjadinya salah saji yang menunjukkan potensial kecurangan pelaporan
keuangan.
Dalam Ventura (2001:73), disebutkan bahwa penetapan batasan waktu
tidak realistis pada tugas audit khusus akan berdampak kurang efektifnya
pelaksanaan audit atau auditor pelaksana cenderung mempercepat
pelaksanaan tes. Sebaliknya bila penetapan batasan waktu terlalu lama hal ini
Jadi penetapan waktu untuk auditor dalam melaksanakan tugasnya
harus tepat waktu, sehingga hal-hal seperti disebutkan pada uraian diatas
dapat dihindari. Hal ini juga akan dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap kualitas auditor. Hal ini diperkuat dengan pernyataan
Hendriksen dalam (Balance 2004:43) bahwa informasi mengenai kondisi dan
posisi perusahaan harus secara cepat dan tepat waktu sampai ke pemakai
laporan keuangan.
Ketepatan waktu mengimplikasikan bahwa laporan keuangan
seharusnya disajikan pada suatu interval waktu, untuk menjelaskan perubahan
dalam perusahaan yang mungkin mempengaruhi pemakai informasi dalam
membuat prediksi dan keputusan.
Menurut Ventura Vol 4 (2001:77), hasil penelitian tentang aplikasi
hukum Yerdes-Dodson membuktikan bahwa keputusan optimal dicapai pada
kondisi batasan waktu moderat, dibandingkan batasan waktu yang longgar
dan ketat.
Teori ini mengemukakan jika waktu aktual yang diberikan tidak cukup,
maka auditor dalam melaksanakan tugas tersebut dengan tergesa-gesa sesuai
dengan kemampuannya atau mengerjakan hanya sebagian tugasnya.
Sebaliknya bila batasan waktu terlalu longgar, maka fokus perhatian auditor
akan berkurang pada pekerjaannya sehingga akan cenderung gagal
mendeteksi bukti audit yang signifikan.
Eksperimen yang dilakukan oleh Waggoner dan Cashell dalam
diberikan, semakin banyak transaksi yang dapat dites oleh auditor.
Alokasi waktu penugasan waktu audit biasanya ditentukan diawal
penugasan. Auditor bisa menerima penugasan audit beberapa kali. Dalam hal
ini pimpinan Kantor Akuntan Publik menetapkan alokasi waktu audit yang
sama untuk penugasan pertama maupun penugasan kedua. Saat melakukan
audit pertama kali, auditor dapat dikatakan mengalami batasan waktu audit,
karena auditor harus mempelajari terlebih dahulu karakteristik perusahaan
klien, bagaimana sistem pengendaliannya. Sedangkan saat melakukan
penugasan audit untuk yang kedua, dan seterusnya, auditor tidak perlu lagi
mempelajari karakteristik perusahaan klien, karena auditor telah mempelajari
perusahaan klien saat dia melakukan penugasan pertama kali.
F. Kinerja
1. Pengertian Kinerja
Sasaran dan tujuan sebuah organisasi pada akhirnya adalah
mencapai hasil yang semaksimal mungkin dengan segala sumber daya
yang ada. Dengan demikian organisasi tersebut sedapat mungkin harus
meningkatkan kinerjanya terutama kinerja sember daya manusia yang ada
guna mencapai sasaran dan tujuannya. Namun demikian kefektifan dan
keefisiensian kinerja sumber daya manusia juga tergantung pada
organisasi itu sendiri, apakah menyerupai kejelasan misi, strategi dan
tujuan. Bila arah organisasi secara keseluruhan jelas maka akan dapat
tujuannya. Telah disebutkan pula bahwa masalah kinerja ini juga sangat
tergantung dari masing-masing individu sumber daya manusia yang ada
pada organisasi tersebut.
Kinerja mempunyai hubungan erat dengan produktivitas karena
merupakan indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai
tingkat produktivitas organisasi yang tinggi. Dengan demikian peniaian
atas kinerja merupakan hal yang sangat penting.
Dalam pengertian kinerja yang lain, menurut Ilyas (2002:7) dalam
Yunita Arfiana (2008:38) kinerja adalah hasil karya personil baik kuantitas
maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan
penampilan individu maupun kelompok kerja personil. Penampilan hasil
karya tidak terbatas kepada personiil yang mengaku jabatan fungsional
maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personil di
dalam organisasi.
Pendapat lain dikemukakan oleh Tiffin dan Mc Cormick (1979)
dalam Wicaksono (2002:25) bahwa individu yang berbeda akan
menghasilkan kinerja yang berbeda pula. Hal ini disebabkan kinerja
individu berhubungan dengan individual variable dan situational variable.
individual variable adalah variabel yang berasal dari dlaam individu yang
bersangkutan, misalnya: kemampuan, kepentingan dan
kebutuhan-kebutuhan tertentu. sedangkan situational varible adalah variabel yang
bersumber dari situasi pekerjaan yang lebih luas (lingkungan organisasi)
rekan kerja dan sistem pemberian imbalan atau kompensasi.
2. Efisiensi
Pengertian efisiensi berhubungan erat dengan produktivitas.
Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara
output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan (cost of input).
Proses kegiatan operasional dapat dikatakan efisien apabila suatu produk
atau hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan penggunaan sumber daya
dan dana yang serendah-rendahnya (spending well).
Efisiensi menurut Djazoeli Sadhani (1999) diartikan bahwa
efisiensi adalah cara melakukan proses dan mendapatkan hasil yang
diinginkan dengan jumlah output yang paling minimum. Selain itu
pernyataan lain oleh Mondy dan Premeaux (1993:20) dalam Djazoeli
Sadhani (1999) menjelaskan bahwa efisiensi adalah suatu cara untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik dari jumlah ouput yang paling
minimum, atau dengan kata lain, bagaimana memanfaatkan suatu
kapasaitas hasil produksi atau operasi yang diinginkan dengan
menggunakan energi, waktu, uang, material dan input lain yang minimum.
Terdapat beberapa konsep efisiensi kinerja diantaranya
dikemukakan oleh Mondy dan Premeaux (1993:20) dalam Djazoeli
Sadhani (1999) yang menyatakan bahwa efisiensi adalah suatu cara untuk
mendapatkan hasil yanglebih baik dari jumlah iput yang paling minimum,
atau dengan kata lain, bagaimana memanfaatkan suatu kapasitas hasil
waktu, uang, material dan input lain yang minimum. sementara itu Stoner
dkk (1955:9) dalam Djazoeli Sadhani (1999) mengemukakan bahwa
efisiensi merupakan suatu kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan
benar sebagai suatu konsep input-output. Dengan demikian seseorang
pengelola dikatakan efisiensi jika mampu mencapai suatu prestasi berupa
output atau hasil dengan memanfaatkan biaya seminimum mungkin.
Efisiensi dikatakan meningkat apabila dengan menggunakan input yang
sama diperoleh output yang lebih besar atau apabila output yang sama
tetapi dengan menggunakan input yang lebih kecil (Robbins,1997:45
dalam Djazoeli Sadhani (1999)).
Indikator efisiensi menggambarkan hubungan antara masukan
sumber daya oleh suatu unit organisasi (misalnya: staff, upah, biaya,
administratif) dan keluaran yang dihasilkan. Indikator teresebut
menghasilkan informasi tentang konversi masukan menjadi keluaran
(yaitu: efisiensi dari proses iinternal) (Mardiasmo,2004:132).
Efisiensi diukur dengan rasio antara outout dengan input. Semakin
besar output dibandingkan input, maka semakin tinggi tingkat efisiensi
suatu organisasi. Penyebut atau input sekunder seringkali diukur dalam
bentuk satuan mata uang. Pembiuilang atau output dapat diukur baik
dalam jumlah uang maupun satuan fisik. (catatan: efisiensi sering juga
dinyatakan dalam bentuk input/output, dengan interprestasi yang sama
dengan bentuk output/input, contoh: biaya per unit)
Pada organisasi pemerintah pembahasan efisiensi kinerja umumnya
dipusatkan pada efisiensi pemakaian sumber daya input yang dapat
ditingkatkan secara optimal sekiranya penyediaan sumber pendukung
dapat dipertahankan bersamaan dengan upaya untuk terus meningkatkan
output. Sumber daya dan dana pemerintah bukan tak terbatas, maka
diperlukan pengaturan dalam penggunaannya. Suatu hal yang terjadi
hampir semua negara khususnya di negara-negara yang sedang
berkembang.
Secara khusus peningkatan efisiensi kinerja dalam sistem
pemerintahan mempunyai implikasi adanya pergeseran sikap dalam sikap
pandang yang semula mengacu pada kegiatan (activity oriented) menjadi
mengacu pada hasil (result oriented). Orientasi kegiatan ini berlaku umum
di kalangan pemerintahan sehingga mengakibatkan tidak begitu
dihiraukannya output, demikian pula tujuan serta komposisi output yang
dihasilkan menjadi samar-samar dan di luar garis pandang.
Pemeriksa pajak dapat digolongkan sebagai white collar employee.
menurut Lehrer (1983:2) dalam Djazoeli Sadhani (1999) pekerja kerah
putihi mempunya peranan yang besar dalam organisasi, tetapi hanya
sedikit organisasi yang secara formal dan langsung melakukan
peningkatan efisiensi dan produktivitas mereka. Padahal memberikan
perhatian pada pekerja jenis ini akan berpengaruh pada efisiensi kinerja
3. Efektivitas
Pengertian efektvitas pada dasarnya berhubungan dengan
pencapaian tujuan atau target kebijakan (hasil guna). Efektivitas
merupakan hubungan antara keluaran dengan tujuan atau sasaran yang
harus dicapai. Kegiatan opersional dikatakan efektif apabila proses
kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan (spending wisely).
Indikator efektivitas menggambarkan jangkauan akibat dan dampak
(outcome) dari keluaran (output) program dalam mencapai tujuan
program. Semakin besar kontribusi output yang dihasilkan terhadap
pencapaian tujuan atau sasaran yang ditentukan, maka semakin efektif
proses kerja suatu organisasi (Mardiasmo,2004:132)
Efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi
mencapai tujuannya. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuan,
maka organisasi tersebut dikatakan telah berjalan efektif. Hal terpenting
yang perlu dicatat adalah bahwa efektivitas tidak menyatakan tentang
berapa besar biaya yang telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut.
Biaya boleh jadi melebihi apa yang telah dianggarkan, boleh jadi dua kali
lebih besar ayau bahkan tiga kali lebih besar dari yang dianggarkan.
Efektivitas hanya melihat apakah suatu program atau kegiatan telah
G. Penelitian Terdahulu
Penulis merujuk pada beberapa penelitian terdahulu dalam melakukan
penelitian ini, yaitu:
Lanjutan tabel 2.1
Peneliti (Tahun)
Judul Penelitian
H. Keterkaitan Antar Variabel
1. Pelatihan Teknis Perpajakan Dengan Kinerja Pemeriksa Pajak
Penelitian dalam Zamal Firdaus (2009), yaitu menguji korelasi antara
pelatihan teknis perpajakan, pengalaman dan batasan waktu pemeriksaan
pajak dengan kinerja pemeriksa pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di
Jakarta Barat. Hasil uji korelasi menunjukkan adanya hubungan yang
positif dan siknifikan antara pelatihan teknis perpajakan, pengalaman dan
batasan waktu pemeriksaan pajak dengan kinerja pemeriksa pajak. Artinya
semakin baik pelaksanaan pelatihan teknis, pengalaman dan motivasi
maka semakin kuat kinerja pemeriksa pajak. Hal ini sejalan dengan tujuan
dilaksanakannya pelatihan teknis itu sendiri yaitu untuk memberikan
ataupun meningkatkan pengetahuan, pemahaman, serta keterampilan
khususnya mengenai masalah-masalah perpajakan
Ha1 : Pelatihan teknis perpajakan berpengaruh terhadap kinerja
pemeriksa pajak
2. Akuntabilitas Dengan Kinerja Pemeriksa Pajak
Penelitian yang dilakukan dalam Diani Mardisar dan Ria Nelly Sari
(2007), yaitu menguji pengaruh akuntabilitas dan pengetahuan terhadap
kualitas hasil kerja auditor. Penelitian ini dilakukan pada Kantor Akuntan
Publik (KAP) di Pekanbaru dan Riau. Dalam penelitian tersebut dapat
disimpulkan bahwa untuk kompleksitas pekerjaan rendah, baik aspek
akuntabilitas dan interaksi akuntabilitas dengan pengetahuan memiliki
kerja lebih kuat dibanding pengaruh interaksi akuntabilitas dengan
pengetahuan terhadap kualitas hasil kerja. Sedangkan untuk kompleksitas
pekerjaan tinggi, kualitas hasil kerja auditor dapat ditingkatkan dengan
akuntabilitas tinggi yang didukung oleh pengetahuan audit yang tinggi.
Ha2 : Akuntabilitas berpengaruh terhadap kinerja pemeriksa pajak
3. Batasan Waktu Pemeriksaan Dengan Kinerja Pemeriksa Pajak
Pada penelitian dalam Nataline (2007), yaitu menguji pengaruh batasan
waktu audit, pengetahuan akuntansi dan auditing, bonus serta pengalaman
terhadap kualitas audit pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di Semarang.
Kualitas audit yang dijalankan auditor di Kota Semarang tergolong baik.
Dari 74 auditor yang diteliti sebanyak 44 auditor atau 59,46% kualitas
auditnya tergolong sangat baik dan 23 auditor (31,08%) tergolong baik.
Pengujian hipotesis yang menyatakan ada pengaruh secara simultan
batasan waktu, pengetahuan auditor tentang akuntansi dan auditing, bonus
dan pengalaman terhadap kualitas audit dapat dilihat dari hasil uji F. Hasil
uji F diperoleh F hitung = 31,037 dengan nilai p value = 0,000 < 0,05,
sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak, yang berarti ada pengaruh
secara simultan batasan waktu, pengetahuan auditor tentang akuntansi dan
auditing, bonus dan pengalaman terhadap kualitas audit. Kontribusi
batasan waktu audit, pengetahuan di bidang akuntansi dan auditing,
pemberian bonus, serta pengalaman kerja terhadap kualitas audit di Kantor
Akuntan Publik di Semarang sebesar 62,2%.
Ha3 : Batasan waktu pemeriksaan berpengaruh terhadap kinerja
I. Kerangka Pemikiran
Model Penelitian dapat ditunjukkan dengan kerangka pemikiran
yang dituangkan dalam sebuah model penelitian sebagai berikut:
Gambar 2.1 Model Skema Penelitian
Pelatihan teknis perpajakan (X1) Akuntablitas (X2) Batasan Waktu (X3)
Kinerja Pemeriksa Pajak (Y)
Metodologi Penelitian
Hasil Dan Kesimpulan Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas, Multikolonieritas, Heteroskedastisitas
Analisis Regresi Berganda, Koefisien Determinan, Uji t dan Uji f
Statistik Deskriptif Uji Kualitas Data
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kausalitas, yaitu penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui hubungan serta pengaruh antara dua variabel atau
lebih. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh variabel independen,
yaitu pelatihan teknis, batasan waktu pemeriksaan dan akuntabilitas
pemeriksa pajak terhadap variabel dependen, yaitu kinerja pemeriksa pajak.
Populasi dari penelitian ini adalah pemeriksa pajak di Kantor Pelayanan Pajak
di Jakarta Selatan.
B. Metode Penentuan Sampel
Menurut Indriantoro dan Supomo (1999:115), populasi adalah
sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang mempunyai
karakteristik tertentu. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pemeriksa
pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di Jakarta Selatan.
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode judgemen sampling atau
purposive sampling dimana menurut Hamid (2007) adalah pengumpulan data
atas strategi kecakapan atau pertimbangan pribadi semata. Teknik pemilihan
sample ini dipilih karena peneliti ingin mengetahui informasi yang berkaitan
tentang pemeriksaan pajak maka peneliti dapat memilih pemeriksa pajak
untuk memberikan informasi berdasarkan pertimbangan tertentu
dibandingkan subyek dalam KPP yang bukan pemeriksa pajak. Faktor
kepraktisan (kecepatan waktu dan biaya yang murah) merupakan
pertimbangan pokok dalam metode pemilihan sampel secara acak ini.
C. Metode Pengumpulan Data
1. Data Primer
Merupakan data yang diperoleh dari pengumpulan langsung dari
lapangan (tidak melalui perantara), berupa opini subjek (orang) secara
individual atau kelompok hasil observasi terhadap suatu benda (fisik),
kejadian, atau kegiatan, dan hasil pengujian. Adapun data primer yang
digunakan dalam penelitian ini:
a. Kuesioner
Kuesioner merupakan penelitian dengan cara mengajukan
daftar pertanyaan langsung kepada responden, yaitu pemeriksa pajak
Kantor Pelayanan Pajak di Kebayoran Lama. Dalam penelitian ini
metode yang dilakukan peneliti adalah skala linkert yang
menggunakan ukuran interval sebagai nilai skalanya.
b. Wawancara
Adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
melakukan tanya jawab dengan pemeriksa pajak yang berhubungan