PERBEDAAN PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK
SISWA YANG DIAJAR MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVMENT DIVISION
(STAD) DAN TIPE THINK-TALK-WRITE (TTW) PADA MATERI
KUBUS DAN BALOK DI KELAS VIII SMP NEGERI 44 MEDAN
Oleh:
Armi Mayang Sari Hsb
4121111004
Program Studi Pendidikan Matematika
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
ii
RIWAYAT HIDUP
Armi Mayang Sari Hsb dilahirkan di Medan, pada tanggal 24 September
1994. Ayah bernama Agus Yani Hsb, dan Ibu bernama Jamiah, merupakan anak
pertama dari dua bersaudara. Pada tahun 1999, penulis masuk TK Nurul
Masyithah dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2000, penulis melanjutkan
sekolah di SDN 060956 dan lulus pada tahun 2006, pada tahun 2006, penulis
melanjutkan sekolah di SMP Swasta Dr. Wahidin Sudirohusodo Medan dan lulus
pada tahun 2009. Pada tahun 2009, penulis melanjutkan sekolah di SMA Negeri
19 Medan dan lulus pada tahun 2012. Pada tahun 2012, penulis diterima melalui
jalur Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (Undangan) di Program Studi
Pendidikan Matematika Jurusan Matematika Fakultas Matematika Dan Ilmu
iii
PERBEDAAN PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK
SISWA YANG DIAJAR MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVMENT DIVISION
(STAD) DAN TIPE THINK-TALK-WRITE (TTW) PADA MATERI
KUBUS DAN BALOK DI KELAS VIII SMP NEGERI 44 MEDAN
Armi Mayang Sari Hsb (NIM : 4121111004)
ABSTRAK
iv
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
menitipkan setitik ilmu serta melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini berjudul
“
Perbedaan
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa yang Diajar
Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams
Achievement Division (STAD) dan Tipe Think-Talk-Write (TTW) pada Materi
Kubus dan Balok kelas VIII SMP Negeri 44 Medan
”.
Skripsi ini disusun untuk
memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan matematika,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada
Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang
telah meluangkan banyak waktu untuk memberikan bimbingan, arahan dan saran
guna kesempurnaan skripsi ini, Dr. Edy Syahputra, M.Si, Prof. Dr. Mukhtar,
M.Pd., Budi Halomoan Siregar, S.Pd., M.Sc., selaku Dosen Penguji yang telah
memberikan saran mulai dari perencanaan penelitian sampai selesainya
penyusunan skripsi ini. Terima kasih juga kepada Ibu Dra. N.Manurung, M.Pd,
selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis selama
perkuliahan.
Ucapan terima kasih kepada Bapak Rektor Unimed Prof. Dr. Syawal
Gultom, M.Pd beserta seluruh Pembantu Rektor sebagai pimpinan UNIMED,
Bapak Dr. Asrin Lubis, M.Pd., selaku Dekan FMIPA UNIMED, Bapak Dr. Edy
Surya, M.Si selaku Ketua Jurusan Matematika, Bapak Drs. Zul Amry, M.Si
selaku Ketua Program Studi Jurusan Matematika dan Bapak Drs. Yasifati Hia,
M.Si selaku Sekretaris Jurusan Matematika dan kepada seluruh Bapak dan Ibu
dosen serta staf pegawai jurusan Matematika Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam
dan Matematika Universitas Negeri Medan. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Ibu Asmiati, S.Pd., MM selaku Kepala Sekolah yang telah
memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di SMP Negeri
v
Tiodor Sitanggang, S.Pd., selaku guru bidang studi Matematika kelas VIII-E dan
VIII-A yang telah banyak membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.
Teristimewa rasa terima kasih penulis sampaikan kepada Ayah tercinta
Agus Yani Hsb dan Mamak tercinta Jamiah yang telah mengasuh, membimbing,
mendoakan, senantiasa memberi kasih sayang, semangat serta dukungan moral
dan materi yang tak ternilai harganya hingga skripsi ini selesai. Semoga Allah
memberikan kebaikan dunia dan akirat kepada Ayah dan Mamak, Aamiin. Terima
kasih juga penulis ucapkan kepada adikku tersayang Ardi Pramana Hsb yang
selalu memberikan dukungan, motivasi dan doa.
Terima kasih untuk sahabat seperjuangan yang selalu membantu dan
memberi motivasi, Anggi Citra (Angcit) sekaligus sobat se-PS, Auliya Rahma
Lola R. Hrp (Alis), Dwi Ayu Apriani (Si Bab), Desi Apriani Dasopang (Si Edak
sekaligus Emak), Edia Wiradaratama Putri (Si Kakak), dan Sri Milawarni
Tambunan (Mila). Terima kasih juga untuk teman-teman PPLT SMP Negeri 1 Sei
Bamban, Evi, Grace, Ayu, Riris, Rani, Bang Andre, Ibrani dan yang lainnya. Tak
lupa terima kasih juga kepada teman-teman seperjuangan Mat Dik A 2012 yang
tak bisa disebut satupersatu. Tak lupa Terima kasih untuk teman se-organisasi
PCNA, Siti, Kak dhita, Kak Izah, Ridha, dan lainnya serta keluarga besar baik
dari pihak Ayah maupun Mamak yang telah mendukung dan memberi semangat
kepada penulis.
Penulis menyadari masih banyak terdapat kelemahan baik dari segi isi
maupun tata bahasa, karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca demi sempurnanya skripsi ini. Kiranya skripsi
ini dapat bermanfaat dalam memperkaya khasanah ilmu pendidikan kita.
Medan, Juli 2016
Penulis,
vi
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan
i
Riwayat Hidup
ii
Abstrak
iii
Kata Pengantar
iv
Daftar Isi
vi
Daftar Gambar
ix
Daftar Tabel
x
Daftar Lampiran
xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
1
1.2
Identifikasi Masalah
9
1.3
Batasan Masalah
10
1.4
Rumusan Masalah
10
1.5
Tujuan Penelitian
10
1.6
Manfaat Penelitian
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kerangka Teoritis
12
2.1.1 Komunikasi
12
2.1.2 Aspek-aspek Komunikasi
13
2.1.3 Komunikasi Matematika
16
2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Komunikasi
Matematik
17
2.1.5 Teori Belajar yang Berhubungan dengan
Komunikasi Matematik
19
2.1.6 Pengertian Belajar
20
2.1.7 Model Pembelajaran Kooperatif
21
2.1.8 Model Pembelajaran Koopartif Tipe STAD
(Student Teams Achievements Divisions)
25
2.1.8.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif tipe STAD
25
2.1.8.2 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
tipe STAD
25
2.1.8.3 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran
Kooperatif tipe STAD
28
2.1.9 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW
(Think-Talk-Write)
29
vii
tipe TTW
31
2.2. Materi Pokok
33
2.2.1 Bangun Ruang Kubus
33
2.2.2 Bangun Ruang Balok
40
2.3 Penelitian Relevan
46
2.4 Kerangka Konseptual
47
2.5 Hipotesis
48
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
49
3.2. Populasi dan Sampel Penelitian
49
3.2.1. Populasi Penelitian
49
3.2.2. Sampel Penelitian
49
3.3. Variabel Penelitian
49
3.3.1. Variabel Bebas
49
3.3.2. Variabel Terikat
50
3.4. Jenis dan Desain Penelitian
50
3.4.1. Jenis Penelitian
50
3.4.2. Desain Penelitian
50
3.5. Prosedur Penelitian
51
3.6. Alat Pengumpulan Data
54
3.6.1. Tes Kemampuan Komunikasi Matematik
54
3.6.2. Penilaian Komunikasi Matematik
55
3.6.3. Analisis Teknik Observasi
57
3.7. Analisis Uji Coba Tes
58
3.7.1. Validitas Tes
58
3.7.2. Reliabilitas Tes
59
3.7.3. Tingkat Kesukaran Tes
60
3.7.4. Daya Pembeda Soal
61
3.8. Teknik Analisis Data
62
3.8.1. Menghitung rata-rata skor
62
3.8.2. Menghitung standart deviasi
62
3.8.3. Uji N-Gain
63
3.8.4. Uji Normalitas
64
3.8.4. Uji Homogenitas
65
3.8.5. Uji Hipotesis
65
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
67
4.1.1. Populasi Penelitian
67
4.1.1.1. Kelas Eksperimen I
67
4.1.1.2. Kelas Eksperimen II
68
4.1.2. Analisis Hasil Penelitian
70
4.1.2.1. Uji N-Gain
70
viii
4.1.2.3. Uji Homogenitas
71
4.1.2.4. Uji Hipotesis
71
4.2. Pembahasan Hasil Penelitian
73
4.3. Keterbatasan Penelitian
75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
76
5.2. Saran
77
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1. Contoh Jawaban Siswa 1
4
Gambar 1.2. Contoh Jawaban Siswa 2
5
Gambar 1.3. Contoh Jawaban Siswa 3
5
Gambar 1.4. Contoh Jawaban Siswa 4
6
Gambar 1.5. Contoh Jawaban Siswa 5
7
Gambar 2.1. Diagram Desain Pembelajaran dengan Strategi TTW
31
Gambar 2.2. Kubus ABCD.EFGH
32
Gambar 2.3. Diagonal Bidang
33
Gambar 2.4. HB merupakan diagonal ruang kubus ABCD.EFGH
33
Gambar 2.5. ACGE merupakan bidang diagonal kubus
34
Gambar 2.6. Kubus PQRS.TUVW
34
Gambar 2.7. Kubus ABCD.EFGH
35
Gambar 2.8. Kubus ABCD.EFGH (a),(b)
36
Gambar 2.9. Jaring-jaring Kubus yang diperoleh dari gambar 2.7.
37
Gambar 2.10. Jaring-jaring Kubus
37
Gambar 2.11. Kubus dan Jaring Kubus
38
Gambar 2.12. Kubus dan Satuan
38
Gambar 2.13. (a) Korek
39
Gambar 2.13. (b) Balok
39
Gambar 2.14. Diagonal Bidang Balok
40
Gambar 2.15. Diagonal Ruang Balok
40
Gambar 2.16. Bidang Diagonal Balok
41
Gambar 2.17. Balok ABCD.EFGH
41
Gambar 2.18. Balok dan Jaring Balok
43
Gambar 2.19. Beberapa Jaring-Jaring Balok
43
Gambar 2.20. Balok dan Jaring Balok
44
Gambar 2.21. Balok-balok Satuan
45
Gambar 3.1. Skema Prosedur
52
Gambar 4.1. Selisih Nilai Pretes dan Postes Kelas Eksperimen I
68
Gambar 4.2. Selisih Nilai Pretes dan Postes Kelas Eksperimen II
69
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Aspek Komunikasi Matematik
15
Tabel 2.2. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooepratif
23
Tabel 2.3. Langkah-langkah pembelajaran Kooperatif tipe STAD
25
Tabel 2.4. Perhitungan Skor Perkembangan
27
Tabel 2.5. Tingkat Penghargaan Kelompok
27
Tabel 3.1. Desain Penelitian Two Group (Pre-Test dan Post-Test)
50
Tabel 3.2. Kisi-kisi Kemampuan Komunikasi Matematik
55
Tabel 3.3. Kriteria Pemberian Skor Komunikasi Matematik
56
Tabel 3.4. Tingkat Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa
57
Tabel 3.5. Validitas Butir Tes
58
Tabel 3.6. Kriteria Tingkat Kesukaran Soal
60
Tabel 3.7. Tingkat Kesukaran Tes
60
Tabel 3.8. Klasifikasi Daya Pembeda
61
Tabel 3.9. Daya Beda Soal
62
Tabel 3.10. Kriteria Indeks Gain
63
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. RPP I (Eksperimen TTW)
81
Lampiran 2. RPP II (Eksperimen TTW)
87
Lampiran 3. RPP III (Eksperimen TTW)
93
Lampiran 4. RPP I (Eksperimen STAD)
99
Lampiran 5. RPP II (Eksperimen STAD)
104
Lampiran 6. RPP III (Eksperimen STAD)
109
Lampiran 7. Lembar Aktivitas Siswa I
114
Lampiran 8. Lembar Aktivitas Siswa II
123
Lampiran 9. Lembar Aktivitas Siswa III
129
Lampiran 10. Kisi-Kisi Tes Komunikasi Awal (Pre-tes)
133
Lampiran 11. Tes Komunikasi Awal (Pre-tes)
135
Lampiran 12. Alternatif Penyelesaian Tes Komunikasi Awal (Pre-tes)
137
Lampiran 13. Tes Komunikasi Akhir (Post-tes)
140
Lampiran 14. Alternatif Penyelesaian Tes Komunikasi Akhir (Post-tes)
144
Lampiran 15. Alternatif PenyelesaianLAS I
149
Lampiran 16. Alternatif PenyelesaianLAS II
158
Lampiran 17. Alternatif PenyelesaianLAS III
165
Lampiran 18. Kisi-Kisi Tes Komunikasi Akhir (Post-tes)
169
Lampiran 19. Indikator Penskoran Komunikasi Matematik
171
Lampiran 20. Lembar Validasi Tes Awal Kemampuan Komunikasi
175
Matematik
Lampiran 21. Lembar Validasi Tes Akhir Kemampuan Komunikasi
179
Matematik
Lampiran 22. Analisis Validitas Butir Tes Komunikasi Matematik 183
Lampiran 23. Analisis Reliabilitas Tes Komunikasi Matematik
185
Lampiran 24. Analisis Taraf Kesukaran Instrumen Tes Komunikasi
187
Matematik
Lampiran 25. Analisis Daya Beda Instrumen Komunikasi Matematik
189
Lampiran 26. Tabel Selisih Post-tes dan Pre-tes Komunikasi Matematik 192
Kelas Eksperimen I
Lampiran 27. Tabel Selisih Post-tes dan Pre-tes Komunikasi Matematik 194
Kelas Eksperimen II
Lampiran 28. Uji N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas 196
Eksperimen I
xii
Lampiran 30. Uji Normalitas Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas 200
Eksperimen I
Lampiran 31. Uji Normalitas Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas 201
Eksperimen II
Lampiran 32. Uji Homogenitas
202
Lampiran 33. Uji Hipotesis
203
Lampiran 34. Dokumentasi Penelitian
205
Lampiran 35. Tabel Nilai Kritis Untuk Uji Lilliefors
210
Lampiran 36. Daftar Nilai Presentil untuk Distribusi t
211
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Salah satu kecakapan yang penting dalam belajar matematika yaitu belajar
untuk berkomunikasi. Kemampuan komunikasi dalam pembelajaran matematika
merupakan hal dapat membantu pembelajaran siswa dalam memahami konsep
matematika ketika mereka memerankan situasi, menggambar, menggunakan
objek, memberikan laporan dan penjelasan verbal. Kemampuan komunikasi
matematik siswa juga merupakan fondasi dalam membangun pengetahuan siswa
terhadap pembelajaran matematika baik lisan maupun tulisan. Akan tetapi, selama
proses pembelajaran matematika berlangsung terdapat beberapa masalah yang
terjadi. Masalah-masalah yang terjadi selama proses pembelajaran yang
diidentifikasi oleh peneliti di SMP Negeri 44 Medan adalah model pembelajaran
matematika yang digunakan masih bersifat satu arah dimana guru lebih berperan
aktif pada proses pembelajaran matematika berlangsung sehingga siswa masih
berperan pasif. Hal tersebut juga mengakibatkan siswa takut untuk menyampaikan
ide penyelesaian soal matematika bahkan ada siswa yang tidak tertarik pada
pelajaran matematika selama proses pembelajaran berlangsung. Konsekuensi yang
terjadi, kemampuan komunikasi matematik siswa menjadi rendah. Selanjutnya,
berdasarkan beberapa kelebihan yang terdapat pada model pembelajaran yang
diasumsikan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematik adalah
model pembelajaran kooperatif beberapa diantaranya adalah Student Team
Achievement Division (STAD) dan Think-Talk-Write (TTW).
Selama proses pembelajaran matematika berlangsung di SMP Negeri 44
Medan, peneliti melihat bahwa penggunaan model pembelajaran masih bersifat
satu arah menyebabkan kemampuan komunikasi matematik tidak terjadi. Dan
pembelajaran matematika menjadi kurang menarik, tidak menantang, dan sulit
untuk mencapai target yakni menggali kreativitas siswa karena semua aktivitas
2
Penggunaan model pembelajaran matematika yang bersifat satu arah
tersebut merupakan model pembelajaran yang konvensional. Model pembelajaran
konvensional masih sepenuhnya berpusat kepada guru. Hal tersebut merupakan
masalah dalam proses belajar mengajar matematika. Saat memulai proses
pembelajaran, guru langsung memberikan materi, memberi contoh soal dan
meminta siswa untuk mencatat. Hal ini diperkuat dari hasil wawancara yang
dilakukan peneliti kepada salah satu dari guru matematika di SMP Negeri 44
Medan (Bapak Sugianto, S.Pd.) yang menyatakan bahwa :
“ Guru masih jarang menggunakan model pembelajaran kooperatif masih
lebih sering menggunakan model pembelajaran konvensional. Dan dari
pihak siswa sendiri pun memiliki kemampuan komunikasi yang terbilang
rendah-sedang, hal tersebut dikarenakan masih banyak dari siswa yang
memiliki kemauan untuk belajar kurang (motivasi lemah) dan dalam
mengerjakan soal masih kurang.
”
Sebagaimana pendapat Brooks & Brooks dalam Ansari (2009: 2) bahwa :
Pembelajaran konvensional lebih menekankan dalam mengerjakan soal
atau drill dengan mengulang prosedur serta lebih banyak menggunakan
rumus atau algoritma tertentu. Sehingga menimbulkan konsekuensi.
Pertama, siswa kurang aktif dan pola pembelajaran ini kurang
menanamkan pemahaman konsep sehingga kurang mengundang sikap
kritis. Kedua, jika siswa diberi soal yang beda dengan soal latihan, mereka
kebingungan karena tidak tahu harus mulai dari mana mereka bekerja.
Padahal semestinya proses pembelajaran yang berlangsung harus dapat
melibatkan siswa untuk ikut berperan aktif. Dalam hal ini diungkapkan oleh
Trianto (2011: 17) bahwa pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari
seorang guru dan peserta didik, di mana antara keduanya terjadi komunikasi
(transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan
sebelumnya. Ansari (2009:3) juga menyatakan bahwa:
3
Selama proses pembelajaran matematika berlangsung, peneliti juga
mengamati siswa kelas VIII-A masih takut untuk menyampaikan ide. Siswa lebih
memilih untuk diam dan tidak mau memperhatikan selama proses pembelajaran
berlangsung. Sehingga interaksi tidak terjalin dengan baik dan mengakibatkan
siswa sulit untuk memahami soal-soal yang diberikan.
Masalah lainnya yang peneliti amati, siswa tidak tertarik untuk mengikuti
pembelajaran matematika. Siswa lebih banyak untuk tidak memperhatikan guru
dalam menjelaskan materi bahkan saat penyelesaian soal siswa lebih memilih
untuk tidak ingin tahu pemecahan masalah matematikanya.
Hal ini berkaitan dengan tidak terjadi komunikasi matematik dalam
kemampuan dan keterampilan siswa mengetahui konsep dan mengemukakannya
baik secara lisan dan tulisan. Sullivan & Mousley dalam Ansari (2009: 10)
berpendapat bahwa:
Komunikasi matematik bukan hanya sekedar menyatakan ide melalui
tulisan tetapi lebih luas lagi yaitu kemampuan siswa dalam hal berbicara,
menjelaskan, menggambarkan, mendengar, menanyakan, klasifikasi,
bekerja sama, menulis, dan akhirnya melaporkan.
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti di kelas VIII-A SMP
Negeri 44 Medan, kenyataan menunjukkan bahwa tingkat kemampuan
komunikasi matematik siswa masih rendah. Hal ini di lihat dari hasil tes yang
dilakukan penulis dengan memberikan 3 soal mengenai materi kubus dan balok
kepada siswa. Ketiga soal ini dirancang agar penyelesaiannya dapat menunjukkan
aspek-aspek kemampuan komunikasi matematik (refresentasi, membaca dan
menulis). Hasil tes tersebut menunjukkan dari 38 siswa yang mengikuti tes bahwa
6,45% atau hanya 2 sis
wa berada dalam kategori komunikasi matematik “tinggi”,
1
9,35% atau 6 siswa berada dalam kategori komunikasi matematik “sedang” , dan
74,19% atau 23 siswa dalam kategori komunikasi matematik “sangat rendah”
.
Berikut merupakan contoh jawaban siswa yang ditemukan peneliti pada
tes soal nomor 1 yang belum menunjukkan tingkat kemampuan komunikasi
4
Soal nomor 1 : Perhatikan gambar kubus di bawah ini !
Panjang sisi AB adalah 5 cm. Tentukan volume kubus tersebut ?
Gambar 1.1. Contoh Jawaban Siswa 1
Dari gambar 1.1 terlihat jelas bahwa siswa tidak membaca soal dengan baik,
sehingga ia tidak bisa membuat keterangan yang diketahui dari soal dengan jelas.
Selain itu, terlihat pula bahwa siswa keliru dalam melakukan prosuder
penyelesaian. Gagasan seperti ini merupakan gagasan yang keliru terlebih lagi
siswa tidak mampu menyusun persamaan atau aturan yang benar dalam
menyampaikan suatu ide. Maka aspek komunikasi membaca, menulis dan
refresentasi tidak terpenuhi.
Selain jawaban seperti yang ada pada Gambar 1.1 di atas, contoh lain
jawaban siswa tertera pada gambar di bawah ini:
Gambar 1.2. Contoh Jawaban Siswa 2
AE
B C
H G
F
5
Dari contoh jawaban siswa yang ada pada Gambar 1.2 di atas tampak bahwa
siswa mengetahui rumus dari volume kubus. Namun siswa tersebut belum mampu
menjawab permasalahan dengan baik dan benar, karena tidak adanya penyelesaian
dengan memasukkan nilai untuk dilakukan perhitungan. Sehingga tidak adanya
terjadi proses penyelesaian dari soal. Dapat disimpulkan bahwa siswa tersebut
tidak membaca soal dengan benar.
Peneliti juga menemukan contoh jawaban siswa pada tes soal nomor 2
yang belum menunjukkan tingkat kemampuan komunikasi matematik dengan
baik. Soal Nomor 2: Tentukan volume balok yang memiliki panjang 10 cm, lebar
5 cm, dan tinggi 4 cm ?
Gambar 1.3. Contoh Jawaban Siswa 3
Dari contoh jawaban siswa pada soal nomor 2 yang ada pada Gambar 1.3 tersebut
tampak bahwa siswa tidak mengetahui rumus dari volume balok. Bahkan terlihat
bahwa siswa tidak dapat membuat penjelasan prosedur dengan baik, artinya bahwa
siswa tersebut tidak membaca soal dengan baik dan siswa tersebut tidak mampu
menyusun persamaan atau aturan yang benar dalam menyampaikan suatu ide.
Gagasan seperti ini yang tidak terjadi komunikasi matematik dalam memecahkan
masalah matematik. Dan aspek komunikasi matematika dalam membaca,
refresentasi serta menulis tidak terpenuhi.
Selain jawaban tersebut adalagi, jawaban mengenai soal tes nomor 2 dari
6
Gambar 1.4. Contoh Jawaban Siswa 4
Dari contoh jawaban siswa yang ada pada Gambar 1.4 di atas tampak bahwa
siswa tersebut membaca soal dan melakukan penyelesaian soal dengan menyusun
ide matematik dengan benar, walaupun masih ada kekurangan dalam memberikan
satuan ukuran. Aspek komunikasi membaca, refresentasi sudah terpenuhi
walaupun dalam aspek menulis siswa tersebut masih memiliki kesalahan sedikit.
Dari 38 siswa hanya 2 siswa yang menjawab seperti ini.
Selain soal nomor 1 dan 2, penulis juga memberikan soal tes nomor 3
yaitu Berapakah panjang sisi kubus jika diketahui volume kubus 216 cm
3?
Gambar 1.5. Contoh Jawaban Siswa 5
Dari gambar 1.5, terlihat bahwa jawaban siswa tersebut tidak dapat menuliskan
ide matematika ke dalam model matematika dan tidak dapat menyusun prosedur
penyelesaian dari soal dengan benar. Penggunaan rumus yang dilakukan siswa
tersebut salah karena tidak sesuai dengan yang diminta oleh soal. Artinya siswa
tersebut keliru dalam hal membaca soal tersebut. Jadi aspek komunikasi
matematik dalam membaca, menulis dan refresentasi tidak terpenuhi.
Berdasarkan jawaban-jawaban siswa tersebut, dapat kita tarik kesimpulan
bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa di kelas ini masih tergolong
7
Kemampuan komunikasi matematik siswa di SMP Negeri 44 Medan perlu
untuk ditingkatkan. Hal tersebut dikarenakan komunikasi matematik dapat
membantu pembelajaran siswa untuk memahami konsep matematika.
Sebagaimana NCTM dalam Ansari (2009:11) menyatakan bahwa :
Penekanan pengajaran matematika pada kemampuan komunikasi
matematik bermanfaat dalam hal (1) menginventarisasikan dan
konsulidasikan pemikiran matematik siswa melalui komunikasi; (2) siswa
dapat mengkomunikasikan pemikiran matematik secara terurut dan jelas
dengan teman, guru dan lainnya; (3) guru dapat menganalisis dan menilai
pemikiran matematika siswa serta strategi yang digunakan; (4) siswa dapat
menggunakan bahasa matematika untuk mengungkapkan ide matematik
secara tepat.
Karena kemampuan komunikasi matematik siswa sangat penting dalam
mencapai tujuan pembelajaran, disisi lain terbukti bahwa kemampuan komunikasi
matematik siswa SMP Negeri 44 Medan masih rendah, maka penting bagi guru
untuk menerapkan suatu kegiatan pembelajaran yang dapat meningkatkan
kemampuan komunikasi matematik siswa. Dalam hal ini penggunaan model
pembelajaran yang menjalin hal aktivitas sosial (talking) maupun sebagai alat
bantu berpikir (writing) dapat digunakan untuk menciptakan suasana belajar
menjadi aktif dan terjalin komunikasi matematik. Model pembelajaran yang
diperkirakan dapat digunakan tersebut adalah model pembelajaran kooperatif.
Sebagaimana pendapat Stahl dalam Isjoni (2011: 23) bahwa:
Dengan melaksanakan model pembelajaran cooperative learnig, siswa
memungkinkan dapat meraih keberhasilan dalam belajar, di samping itu
juga bisa melatih siswa untuk memiliki keterampilan, baik keterampilan
berpikir (thinking skill) maupun keterampilan sosial (social skill), seperti
keterampilan untuk mengemukakan pendapat, menerima saran dan
masukan dari orang lain, bekerjasama, rasa setia kawan, dan mengurangi
timbulnya prilaku yang menyimpang dalam kelas.
Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran
yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan
bersama. Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk
meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap
8
kesempatan pada siswa untuk berinterkasi dan belajar bersama-sama. Begitu juga
dengan pendapat Ansari (2009:57) yang menyatakan;
Pembelajaran
kooperatif
merupakan
model
pembelajaran
yang
mengutamakan kerjasama di antara siswa untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Pembelajaran kooperatif dapat menciptakan saling
ketergantungan antar siswa, sehingga sumber belajar bagi siswa bukan
hanya guru dan buku ajar tetapi juga sesama siswa.
Model pembelajaran kooperatif memiliki banyak tipe beberapa diantara
yang dapat digunakan yaitu kooperatif Tipe Student Teams Achievment Divisions
(STAD) dan Tipe Think Talk Write (TTW).
Pembelajaran model Kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievment
Divisions) merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yang diterapkan untuk
menghadapi siswa yang heterogen. Model pembelajaran STAD berguna untuk
menumbuhkan kemampuan kerja sama, kreatif, dan berpikir kritis. Dalam hal ini,
siswa diberikan kesempatan untuk elaborasi dan kolaborasi dengan teman sebaya
dalam bentuk diskusi kelompok untuk memecahkan suatu permasalahan.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Slavin dalam Trianto (2009:68)
bahwa :
Model
pembelajaran
kooperatif
tipe
STAD
merupakan
model
pembelajaran yang menggunakan kelompok kecil terdiri atas 4 atau 5
anggota kelompok secara heterogen, siswa menggunakan lembar kerja
akademik, kemudian siswa saling membantu untuk menguasai pelajaran
melalui tanya jawab atau diskusi antarsesama anggota kelompok.
Model pembelajaran kooperatif tipe TTW (Think Talk Write) merupakan
model pembelajaran yang diperkenalkan oleh Huinker dan Laughlin. Pada
dasarnya model pembelajaran ini dibangun melalui proses berpikir, berbicara dan
menulis. Strategi model pembelajaran ini dapat menumbuh kembangkan
kemampuan pemecahan masalah (Ansari,2009: 69). Alur kemajuan pembelajaran
TTW dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir atau berdialog dengan dirinya
sendiri setelah proses membaca, selanjutnya berbicara dan membagi ide dengan
9
Ansari (2009:5) dalam buku komunikasi matematikanya menyebutkan
bahwa :
Suatu aktivitas yang diharapkan dengan diterapkan untuk menumbuh
kembangkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik siswa
antara lain adalah dengan menerapkan strategi pembelajaran
think-talk-write (TTW) dan pemberian tugas yang bersifat open-ended. Esensi
strategi think-talk-write (TTW) adalah mengedepankan perlunya siswa
mengkomunikasikan atau menjelaskan hasil pemikiran matematikanya
terhadap open-ended task yang diberikan guru.
Sehubungan dengan permasalahan diatas, penulis tertarik melakukan
penelitian dengan judul
“Perbedaan
Peningkatan Kemampuan Komunikasi
Matematik Siswa yang Diajar Menggunakan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dan Tipe
Think-Talk-Write (TTW) pada Materi Kubus dan Balok di Kelas VIII SMP
Negeri 44 MEDAN.”
1.2
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka identifikasi masalah penelitian
ini adalah sebagai berikut :
1.
Kemampuan komunikasi matematik siswa sangat kurang diperhatikan.
2.
Kemampuan komunikasi matematik siswa masih rendah.
3.
Siswa berperan pasif dan tidak tertarik untuk mengikuti pembelajaran
matematika.
4.
Siswa takut untuk mengkomunikasikan ide matematika baik secara lisan dan
tulisan.
5.
Guru masih lebih sering menggunakan model pembelajaran konvensional
10
1.3
Batasan Masalah
Sesuai dengan latar belakang dan identifikasi masalah diatas, maka peneliti
membatasi masalah yang akan dikaji agar penelitian ini dapat lebih terarah dan
jelas. Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah kemampuan
komunikasi matematik siswa dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif
tipe Student Teams Achievment Divisions (STAD) dan tipe Think-Talk-Write
(TTW) pada materi Kubus dan Balok kelas VIII di SMP Negeri 44 Medan.
1.4
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.
Apakah kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajar dengan
model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW) berbeda
secara signifikan dengan kemampuan komunikasi matematik siswa
yang diajar dengan tipe Student Teams Achievment Divisions (STAD)
pada materi Kubus dan Balok kelas VIII di SMP Negeri 44 Medan ?
2.
Bagaimana kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajar
dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW)
pada materi Kubus dan Balok kelas VIII di SMP Negeri 44 Medan ?
3.
Bagaimana kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajar
dengan tipe Student Teams Achievment Divisions (STAD) pada materi
Kubus dan Balok kelas VIII di SMP Negeri 44 Medan ?
1.5
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui :
1.
Untuk mengetahui apakah kemampuan komunikasi matematik siswa
yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe
11
Achievment Divisions (STAD) pada materi Kubus dan Balok kelas
VIII di SMP Negeri 44 Medan.
2.
Menjelaskan kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajar
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write
(TTW) pada materi Kubus dan Balok kelas VIII di SMP Negeri 44
Medan.
3.
Menjelaskan kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajar
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams
Achievment Divisions (STAD) pada materi Kubus dan Balok kelas
VIII di SMP Negeri 44 Medan.
1.6
Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian di atas, maka hasil penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan masukan yang berarti yaitu :
1.
Bagi Guru, sebagai bahan pertimbangan bagi guru bidang studi matematika
dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif yang lebih efektif untuk
meningkatkan komunikasi matematik siswa.
2.
Bagi siswa, dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa
sehingga bisa dengan mudah memahami konsep pembelajaran matematika
pada materi kubus dan balok dan mampu mencapai prestasi yang lebih baik.
3.
Bagi Sekolah, sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran dalam
rangka perbaikan kualitas pembelajaran khususnya dalam meningkatkan mutu
pembelajaran matematika terutama dalam komunikasi matematik.
4.
Bagi Penulis, sebagai pengalaman dan penambah pengetahuan dalam
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data maka dapat disimpulkan
bahwa :
1.
Secara teori kemampuan komunikasi matematik yang diajar menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan TTW berbeda. Hal tersebut
dilihat dari strategi pembelajaran yang dilakukan. Model pembelajaran
kooperatif tipe TTW memiliki tiga strategi yang mengacu lebih kepada
berpikir, berdiskusi dan menulis. Strategi yang dimiliki oleh TTW lebih
banyak mengacu kepada kemampuan komunikasi matematik, sedangkan pada
model pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki enam langkah
pembelajaran yang kurang mengacu kepada kemampuan komunikasi
matematik. Selain secara teori, hal tersebut juga dapat dilihat dari uji hipotesis
yang diperoleh bahwa nilai
t
hitung
2
,
264
dan t
tabel= 1,9971 maka terlihat
bahwa t
hitung> ttabel.
sehingga H0 ditolak dan Ha diterima. Sehingga diperoleh
bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajar menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe TTW (Think-Talk-Write) berbeda secara
signifikan dengan kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajar
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
(Student-Team-Achievement-Division) pada materi kubus dan balok di SMP Negeri 44
Medan. Hal tersebut juga didukung dari hasil uji N-Gain bahwa peningkatan
kemampuan komunikasi matematik siswa di kelas eksperimen I yang diajar
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih tinggi yaitu
sebesar 0,28 dalam kategori rendah dari kelas eksperimen II yang diajar
menggunakan tipe STAD sebesar 0,21 dalam kategori rendah.
2.
Sesuai dengan esensi strategi Think-Talk-Write (TTW) yaitu mengedepankan
perlunya siswa mengkomunikasikan hasil pemikiran matematikanya terhadap
masalah yang diberikan guru maka diperoleh kemampuan komunikasi
77
Medan memiliki nilai rata-rata pretes 16,57 dan postes 31,51 serta
menghasilkan nilai rata-rata selisih postes-pretes 14,94. Dan pada kelas
eksperimen I ini, terlihat bahwa pada aspek refresentasi dengan indikator
menerjemahkan masalah matematika ke dalam bentuk konkret dengan
gambar, bagan atau grafik memiliki peningkatan sekitar 29,52% sedangkan
peningkatan yang rendah terdapat pada aspek menulis dengan indikator
menjelaskan prosedur penyelesaian (explanations) yaitu memberikan
penjelasan yang sesuai dalam menggunakan suatu aturan pada proses
penyelesaian masalah yang hanya meningkat sekitar 15,42%.
3.
Sesuai gagasan utama STAD yang memacu siswa agar saling mendorong dan
membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang diajarkan oleh
guru maka diperoleh kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajar
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
(Student-Team-Achievement-Division) pada materi kubus dan balok di kelas VIII SMP
Negeri 44 Medan memiliki nilai rata-rata pretes 32,51 dan postes 41,71 serta
menghasilkan nilai rata-rata selisih postes dan pretes 9,2. Pada kelas
eksperimen II ini, terlihat bahwa aspek refresentasi dengan indikator
menerjemahkan masalah matematika ke dalam bentuk konkret dengan
gambar, bagan atau grafik memiliki peningkatan sekitar 27,61% sedangkan
peningkatan yang rendah terdapat pada aspek menulis dengan indikator
menjelaskan prosedur penyelesaian (explanations) yaitu memberikan
penjelasan yang sesuai dalam menggunakan suatu aturan pada proses
penyelesaian masalah yang hanya meningkat sekitar 9,71%.
5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian, maka disampaikan beberapa
saran yang ditunjukkan kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan hasil
penelitian ini.
1.
Kepada pengajar matematika SMP dapat menggunakan model koperatif tipe
TTW dan STAD sebagai salah satu alternatif pembelajaran dalam upaya
78
mudah dan mampu dengan sendirinya memahami dan mempelajari materi
yang diajarkan.
2.
Bagi guru-guru atau peneliti yang akan menggunakan model kooperatif tipe
TTW maupun tipe STAD sebaiknya lebih memperhatikan alokasi waktu yang
ada, agar seluruh tahapan-tahapan pembelajaran dapat dikerjakan dengan baik
sehingga indikator dari aspek komunikasi matematik yang diteliti dapat hasil
yang lebih memuaskan.
3.
Bagi pihak terkait lainnya seperti pihak sekolah diharapkan untuk lebih
memperhatikan kelengkapan sarana dan prasarana dalam melancarkan proses
pembelajaran.
4.
Bagi peneliti lanjutan, hendaknya penelitian dapat dilengkapi dengan meneliti
aspek komunikasi matematik selain aspek refresentasi, menulis dan membaca.
Dengan harapan bahwa peningkatan komunikasi matematik siswa tidak hanya
terjadi di aspek refresentasi dengan indikator menerjemahkan masalah
matematika ke dalam bentuk konkret dengan gambar, bagan atau grafik. Jadi
untuk aspek yang masih rendah peningkatannya, dalam penelitian ini adalah
aspek menulis dengan indikator menjelaskan prosedur penyelesaian
(explanations) yaitu memberikan penjelasan yang sesuai dalam menggunakan
suatu aturan pada proses penyelesaian masalah dapat ditingkatkan lagi dalam
proses pembelajaran sehingga dapat menghasilkan komunikasi matematik
79
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman,Mulyono. 2009. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar.Jakarta:
Rineka Cipta
Ansari, Bansu. 2009. Komunikasi Matematik Konsep dan Aplikasi. Banda Aceh :
Pena
Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi).
Jakarta: Bumi Aksara
Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta
Asmin dan Abil Mansyur. 2012. Pengukuran dan Penilaian Hasil Belajar dengan
Analisis Klasik dan Modern. Medan: Larispa Indonesia.
Dewi dan Tri Wahyuni. 2008. Matematika Konsep dan Aplikasinya Untuk Kelas
VII SMP dan Mts. Jakarta: CV. Usaha Makmur
Fachrurrazi.2011.
Penerapan
Pembelajaran
Berbasis
Masalah
Untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis
Siswa Sekolah Dasar, Forum Penelitian Edisi Khusus No. 1 :76-89
Istarani. 2011. 58 Model Pembelajaran Inovatif. Medan : Media Persada
Isjoni. 2011.Cooperative Learning. Bandung : Alfabetha
Karno To. 1996. Mengenal Analisis Tes (Pengantar ke Program Komputer
Anates). Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan IKIP Bandung
Khususwanto.2008.Model Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan
Pendekatan Metakognitif untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematik Siswa. Skripsi FPMIPA UPI: Tidak diterbitkan
Milfayetty,dkk. 2015. Psikologi Pendidikan. Medan :PPs UNIMED
Sahat Saragih dan Rahmiyana.2013. Peningkatan Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa SMA/MA Di Kecamatan Simpang Ulim Melalui Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD, Jurnal Kependidikan dan
Kebudayaan Vol.19 No.2 : 174-188
Sarwono,Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.
Yogyakarta: Graha Ilmu
80
Siregar,Sofyian.2012. Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi dengan
Perbandingan Perhitungan Manual & SPSS. Jakarta : Kencana Prenada
Situmorang,Manihir. 2011. Pedoman Penulisan Proposal dan Skripsi Mahasiswa
Program Studi Pendidikan FMIPA UNIMED. Medan: FMIPA UNIMED
Slameto, 1999. Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara
Slameto. 2013. Belajar & Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka
Cipta
Slavin,R,E. 2005. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Bandung : Nusa
Dua
Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung : Tarsito
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran inovatif dan Progresif. Jakarta :
Kencana Prenada Media Group
Trianto. 2011. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.
Jakarta : Prestasi Pustaka