• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERBANTUAN CYBERLINK POWER DIRECTOR DI SMP BUDI MURNI 1 MEDAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERBANTUAN CYBERLINK POWER DIRECTOR DI SMP BUDI MURNI 1 MEDAN."

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERBANTUAN CYBERLINK POWER

DIRECTOR DI SMP BUDI MURNI 1 MEDAN

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

EVI SUSTRIANI NAINGGOLAN NIM: 8146171023

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i ABSTRAK

EVI SUSTRIANI NAINGGOLAN. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Disposisi Matematis Siswa Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Cyberlink Power Director di SMP Budi Murni 1 Medan. Tesis. Medan: Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2016.

Kata Kunci: Pembelajaran Berbasis Masalah, Cyberlink Power Director, Berpikir Kritis, Disposisi Matematis.

(7)

ii ABSTRACT

EVI SUSTRIANI NAINGGOLAN. Improving on Students Critical Thinking Skills and Mathematical Disposition with Problem Based Learning Model Assisted Cyberlink Power Director in SMP Budi Murni 1 Medan. Thesis. Medan: Study Programs Postgraduate Mathematics Education State University of Medan, 2016.

Keywords: Problem Based Learning, Cyberlink Power Director, Critical Thinking, Mathematical Disposition.

(8)

iii

KATA PENGANTAR

Sujud syukur penulis ucapkan pada Tuhan Yesus Kristus Yang Maha

Pengasih dan Maha Penolong sebagai penggerak sejati, pembimbing sejati, dan

penyerta sejati dari awal sampai akhir penulisan tesis ini. Tesis ini berjudul

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Disposisi Matematis Siswa Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Cyberlink Power Director di SMP Budi Murni 1 Medan”. Penulisan tesis ini diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program

Studi Pendidikan Matematika di Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

Penulisan tesis ini dapat diselesaikan berkat bantuan moral maupun

bantuan material dari banyak pihak yang tidak tersebutkan satu persatu. Tiada

kata tulus selain kata terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis haturkan

kepada mereka yang telah meringankan beban dan membukakan pikiran selama

penulisan tesis ini. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan berkat yang

melimpah kepada mereka yang telah membantu penulis.

Terima kasih penulis sampaikan terutama kepada Bapak Prof. Dr. Martua

Manullang, M.Pd. selaku dosen pembimbing I dan Bapak Dr. Asrin Lubis, M.Pd.

sebagai dosen pembimbing II yang telah mengorbankan pikiran dan waktu dalam

memberikan bimbingan penulisan tesis ini. Terima kasih juga kepada Bapak Prof.

Dr. Edi Syahputra, M.Pd., Bapak Drs. Zul Amry, M.Si., Ph.D., dan Ibu Dr. Izwita

Dewi, M.Pd. selaku dosen narasumber sekaligus dosen penguji yang telah banyak

(9)

iv

Demikian juga penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd selaku Rektor Universitas Negeri

Medan

2. Bapak Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd selaku Direktur Program

Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

3. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd. dan Bapak Dr. Mulyono, M.Pd.

sebagai Ketua dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika

Pascasarjana UNIMED serta Bapak Dapot Tua Manullang, M.Si. sebagai

Staf Program Studi Pendidikan Matematika.

4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Matematika dan

seluruh pegawai Pascasarjana UNIMED yang telah banyak memberikan

ilmu pengetahuan serta dukungan kepada penulis selama menjalani

perkuliahan.

5. Bapak Drs. Paulus R. Girsang, M.Si sebagai kepala sekolah dan Bapak

Henro Sidabariba, S.Pd. sebagai guru mata pelajaran matematika SMP

Swasta Budi Murni 1 Medan yang telah memberikan dukungan,

kesempatan dan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

6. Rekan-rekan mahasiswa seperjuangan Program Studi Pendidikan

Matematika Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan. Khususnya

kepada Sr. Jasinta Tasleky, Sariayu Sibarani, Syarimah Siregar, Friska

Situngkir yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan

tugas akhir ini.

Rasa haru dan hormat yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada

(10)

v

Selmina Sipayung yang telah berjuang melebihi kemampuannya, dalam membantu penulisan tesis ini. Terima kasih juga kepada kakak: Lia Erika

Nainggolan S.Pd, Derminawati Nainggolan S.Pd, dan abang: Pdt. Devid Hendriko

Sumbayak S.Th, Teddy Frans Sipayung dan adikku Ganda Parulian Nainggolan

yang dengan sabar dan tekun selalu mendoakan dan mendukung penulis selama

dalam masa kuliah dan masa penulisan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa pada penulisan tesis ini masih jauh dari

sempurna, terdapat kelemahan dan kekurangan oleh sebab keterbatasan yang

dimiliki penulis. Oleh karena itu penulis mohon saran dan kritikan yang

membangun guna perbaikan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kemajuan

pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan Bangsa Indonesia.

Medan, 2016

Penulis,

(11)

vi

2.3 Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) ... 25

2.3.1 Pengertian dan Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah ... 25

2.3.2 Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah ... 28

2.3.3 Tahapan Pembelajaran Berbasis Masalah ... 29

2.3.4 Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Berbasis Masalah ... 33

2.4 Media Cyberlink Power Director ... 35

2.5 Pembelajaran Biasa ... 39

2.6 Landasan Teoritis dan Empiris Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 41

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 57

3.4 Desain Penelitian ... 58

3.5 Variabel Penelitian ... 59

3.6 Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data ... 61

3.7 Uji Coba Instrumen ... 66

3.7.1 Menghitung validitas ... 66

3.7.2 Menghitung Reliabilitas ... 68

3.7.3 Menghitung Tingkat Kesukaran Soal ... 70

(12)

vii

3.8 Teknik Analisis Data ... 72

3.9 Prosedur Penelitian ... 83

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 84

4.1 Hasil Penelitian ... 84

4.1.1 Deskripsi Kemampuan Awal Matematika ... 84

4.1.2 Deskripsi Data Kemampuan Berpikir Kritis dan Disposisi Matematis Siswa Sebelum Diberikan Perlakuan (Pretest) .... 86

4.1.3 Deskripsi Data Kemampuan Berpikir Kritis dan Disposisi Matematis Siswa Setelah Diberikan Perlakuan (Posttest) ... 89

4.1.4 Deskripsi Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Disposisi Matematis Siswa... 91

4.1.5 Pengujian Hipotesis ... 98

4.2 Pembahasan Hasil penelitian ... 103

4.2.1 Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa .. 104

4.2.2 Peningkatan Disposisi Matematis ... 106

4.2.3 Interaksi Antara Model Pembelajaran dengan Kemampuan Awal Matematika Siswa terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa ... 109

4.2.4 Interaksi Antara Model Pembelajaran dengan Kemampuan Awal Matematika Siswa terhadap Peningkatan Disposisi Matematis ... 111

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 113

5.1 Kesimpulan ... 113

5.2 Implikasi ... 114

5.3 Saran ... 115

(13)

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1 Tahapan dalam Pembelajaran Berbasis Masalah ... 30

2.2 Langkah-langkah Pembelajaran Biasa ... 40

3.1 Waktu Pelaksanaan Kegiatan Penelitian ... 57

3.2 Rancangan Penelitian ... 58

3.3 Tabel Weiner tentang Keterkaitan antara Variabel Bebas dan Terikat .. 61

3.4 Kriteria Pengelompokan Kemampuan Siswa Berdasarkan KAM... 62

3.5 Kisi-kisi Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 63

3.6 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 63

3.7 Kisi-kisi Instrumen Skala Disposisi Matematis ... 65

3.8 Skor Alternatif Jawaban Skala Disposisi Matematis ... 66

3.9 Hasil Uji Validitas Setiap Butir Pretest Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 68

3.10 Hasil Uji Validitas Setiap Butir Posttest Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 68

3.11 Hasil Uji Reliabilitas Pretest Kemampuan Berpikir Kritis Matematis... 69

3.12 Hasil Uji Reliabilitas Posttest Kemampuan Berpikir Kritis Matematis . 69 3.13 Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran Pretest Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 70

3.14 Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran Posttest Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 71

3.15 Hasil Perhitungan Daya Pembeda Pretest Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 71

3.16 Hasil Perhitungan Daya Pembeda Posttest Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 72

(14)

ix

3.18 Hasil Uji Normalitas Data Kemampuan Awal Matematika Siswa... 74

3.19 Hasil Uji Normalitas Data Indeks N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis Dan Disposisi Matematis Siswa ... 74

3.20 Hasil Uji Homogenitas Data Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 76

3.21 Hasil Uji Homogenitas Data Indeks N-Gain Kemampuan Berpikir

Kritis dan Disposisi Matematis Siswa ... 76

3.22 Analisis Varians Dua Jalur dengan Interaksi ... 79

3.23 Keterkaitan Rumusan Masalah, Hipotesis dan Jenis Uji Statistik

yang Digunakan ... 82

4.1 Rata-rata dan Standar Deviasi Data KAM Siswa ... 85

4.2 Sebaran Sampel Penelitian ... 86

4.3 Deskripsi Data Pretest Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

Siswa Berdasarkan Pembelajaran ... 86

4.4 Deskripsi Data Skala Disposisi Matematis Siswa Sebelum Diberi

Perlakuan ... 88

4.5 Deskripsi Data Posttest Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa

Berdasarkan Pembelajaran ... 89

4.6 Deskripsi Data Skala Disposisi Matematis Siswa Setelah Diberi

Perlakuan ... 90

4.7 Deskripsi Data Indeks N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa ... 92

4.8 Rata-rata Data Indeks N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Setiap Indikator ... 93

4.9 Rata-rata Data Indeks N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Bardasarkan KAM ... 94

4.10 Rata-rata dan Standar Deviasi Data Indeks N-Gain Disposisi

Matematis Siswa ... 95

4.11 Rata-rata Data Indeks N-Gain Disposisi Matematis Siswa Setiap

Indikator ... 96

4.12 Rata-rata Data Indeks N-Gain Disposisi Matematis Siswa

(15)

x

4.13 Hasil Uji Hipotesis Pertama dengan ANAVA Dua Jalur ... 99

4.14 Hasil Uji Hipotesis Kedua dengan ANAVA Dua Jalur ... 100

4.15 Hasil Uji Hipotesis Ketiga dengan ANAVA Dua Jalur ... 101

4.16 Hasil Uji Hipotesis Keempat dengan ANAVA Dua Jalur ... 102

(16)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1.1 Hasil Pekerjaan Siswa yang Berhubungan dengan Kemampuan

Berpikir Kritis... 5

2.1 Tampilan Workspace Cyberlink Power Director ... 37

3.1 Rangkuman Alur Penelitian ... 83

4.1 Diagram Rata-rata dan Standar Deviasi Data KAM Siswa ... 85

4.2 Diagram Data Pretest Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Berdasarkan Pembelajaran ... 87

4.3 Diagram Data Skala Disposisi Matematis Siswa Sebelum Diberi Perlakuan ... 88

4.4 Diagram Data Posttest Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Berdasarkan Pembelajaran ... 89

4.5 Diagram Data Skala Disposisi Matematis Siswa Setelah Diberi Perlakuan ... 91

4.6 Diagram Data Indeks N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa ... 92

4.7 Diagram Rata-rata Data Indeks N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Setiap Indikator ... 93

4.8 Diagram Rata-rata Data Indeks N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Berdasarkan KAM ... 94

4.9 Diagram Rata-rata dan Standar Deviasi Data Indeks N-Gain Disposisi Matematis Siswa ... 95

4.10 Diagram Rata-rata Data Indeks N-Gain Disposisi Matematis Siswa Setiap Indikator ... 96

4.11 Diagram Rata-rata Data Indeks N-Gain Disposisi Matematis Siswa Berdasarkan KAM ... 98

4.12 Grafik Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa berdasarkan model Pembelajaran dan KAM... 101

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Pendidikan memegang peranan penting bagi perkembangan dan

perwujudan diri individu terutama bagi perkembangan bangsa dan negara.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang saat ini merupakan

salah satu dampak dari pendidikan yang kian berkembang. Kariasa (2014: 3)

menyatakan “Pendidikan mempunyai tanggung jawab dalam mewujudkan sumber

daya manusia yang berkualitas terutama mempersiapkan siswa sebagai penerus

pembangunan masa depan yang kompeten, mandiri, kritis, kreatif serta sanggup

menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi”. Salah satu usaha untuk

mencapai tujuan pendidikan adalah memahami bagaimana siswa belajar dan

bagaimana keberhasilan guru membelajarkan siswa.

Sebagai salah satu materi dalam pendidikan, matematika memegang

peranan penting untuk pengembangan kemampuan berpikir siswa. Hal tersebut

sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika yang dimuat dalam Permendiknas

No. 22 Tahun 2006 (2006: 346) yaitu:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau logaritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan

manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami

masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah

(18)

2

dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Matematika menuntun siswa untuk berpikir logis menurut pola dan aturan yang

telah tersusun secara baku. Sejalan dengan pendapat Syahbana (2012: 46) yang

menyatakan bahwa “berpikir kritis sangat diperlukan dalam kehidupan, agar

mampu menyaring informasi, memilih layak atau tidaknya suatu kebutuhan,

mempertanyakan kebenaran yang terkadang dibaluti kebohongan, dan segala hal

yang dapat membahayakan kehidupan”. Sehingga dapat disimpulkan tujuan utama

dari mengajarkan matematika adalah untuk membiasakan anak didik mampu

berpikir logis, kritis dan sistematis.

Mengajarkan dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis dipandang

sebagai sesuatu yang sangat penting untuk dikembangkan di sekolah agar siswa

mampu dan terbiasa menghadapi berbagai permasalahan di sekitarnya. Menurut

Halpern (1998: 450), “critical thinking is the kind of thinking involved in solving

problems, formulating inferences, calculating likelihoods, and making decisions”.

Pernyataan di atas menjelaskan bahwa berpikir kritis adalah jenis pemikiran yang

terlibat dalam memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, menghitung

kemungkinan, dan membuat keputusan. Matematika dan keterampilan berpikir

kritis merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, karena materi matematika

dipahami melalui berpikir kritis dan berpikir kritis dilatih melalui belajar

matematika. Untuk itu dalam proses belajar mengajar guru tidak boleh

mengabaikan penguasaan kemampuan berpikir kritis siswa.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa di

Indonesia khususnya matematika masih rendah. Cermin dari penguasaan materi

(19)

3

International in Mathematics and Science Study (TIMSS), survei internasional

pada siswa kelas VIII yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan memperlihatkan bahwa skor yang diraih Indonesia masih di bawah

skor rata-rata internasional

(http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-internasional-timss):

Hasil studi TIMSS 2003, Indonesia berada di peringkat ke-35 dari 46 negara peserta dengan skor rata 411, sedangkan skor rata-rata internasional 467. Hasil studi TIMSS 2007, Indonesia berada di peringkat ke-36 dari 49 negara peserta dengan skor rata-rata 397, sedangkan skor rata-rata internasional 500.

Hasil terbaru, yaitu hasil studi TIMSS 2011 yang diterbitkan oleh IEA (2012: 42),

“Indonesia berada di peringkat ke-38 dari 42 negara peserta dengan skor rata-rata

386, sedangkan skor rata-rata internasional 500”. Dari hasil kajian TIMSS

menunjukkan bahwa peringkat Indonesia masih jauh dari yang diharapkan.

Kondisi yang tidak jauh berbeda terlihat dari hasil studi yang dilakukan

PISA (Programme for International Student Assessment) yang diterbitkan oleh

Kemdikbud (http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-international-pisa),

“Hasil studi PISA 2006, Indonesia berada di peringkat ke-50 dari 57 negara

peserta dengan skor rata-rata 391, sedangkan skor rata-rata internasional 500”.

Hasil studi PISA 2009 yang diterbitkan oleh OECD (2010: 155), “Indonesia

berada di peringkat ke-61 dari 65 negara peserta dengan skor rata-rata 371,

sedangkan skor rata-rata internasional 500”. Hasil studi PISA 2012 kembali

diterbitkan oleh OECD (2013: 65), “Indonesia berada di peringkat ke 64 dari 65

negara peserta dengan skor rata-rata 375, sedangkan skor rata-rata internasional

(20)

4

Kemdiknas (2011: 55) menyatakan bahwa “salah satu kelemahan siswa

Indonesia dalam menyelesaikan soal matematika adalah siswa lemah dalam

soal-soal yang menuntut kemampuan pemecahan masalah, berargumentasi dan

berkomunikasi”. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa

masih rendah. Berpikir kritis menurut Fisher (2007: 10) adalah “interpretasi dan

evaluasi yang terampil dan aktif terhadap observasi dan komunikasi, informasi

dan argumentasi”.

Untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa SMP Budi Murni 1

Medan, dilakukan observasi awal pada tanggal 11 Desember 2015 terhadap siswa

kelas VIIIB yang berjumlah 38 orang. Hasil observasi menunjukkan bahwa

kemampuan siswa menyelesaikan soal matematika cukup baik tetapi siswa

mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal yang menuntut kemampuan

berpikir kritis matematis siswa. Soal tes yang diberikan adalah soal berpikir kritis

dengan aspek menggeneralisasi yaitu menemukan konsep dan menunjukkan bukti

pendukung untuk generalisasi dengan benar. Dari soal yang mengukur

kemampuan berpikir kritis matematis tersebut, ternyata hanya 15% siswa yang

mampu menemukan konsep dan menunjukkan bukti pendukung untuk

generalisasi dengan benar. Sebanyak 10% siswa yang mampu menemukan konsep

dengan benar dan menunjukkan bukti pendukung untuk generalisasi tetapi kurang

lengkap. Sebanyak 25% siswa mampu menemukan konsep dengan benar tetapi

tidak dapat menunjukkan bukti pendukung untuk generalisasi. Siswa yang

menemukan konsep tetapi salah sebanyak 30%, dan siswa yang tidak dapat

(21)

5

Adapun model soal tes yang diberikan adalah: “Panjang sisi-sisi sebuah

persegi diperpanjang menjadi 3 kali panjang semula. Berapakah perbandingan

luas persegi semula dengan luas persegi setelah sisinya diperpanjang? Apa yang

dapat anda simpulkan berikan alasan anda!”. Adapun jawaban siswa adalah

seperti pada gambar 1.1. berikut:

Gambar 1.1. Hasil Pekerjaan Siswa yang Berhubungan dengan Kemampuan Berpikir Kritis

Dalam menyelesaikan persoalan di atas, siswa harus memahami situasi dalam soal

dengan tepat. Akan tetapi, siswa tidak mampu menemukan konsep dan

menunjukkan bukti pendukung untuk generalisasi dengan benar. Pada solusi

(22)

6

memenuhi indikator kemampuan berpikir kritis. Maka dapat disimpulkan bahwa

kemampuan berpikir kritis siswa rendah.

Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa, perlu

perbaikan dalam proses pembelajaran. Kemdiknas (2011: 60) menyatakan “Hasil

penilaian kemampuan matematika siswa Indonesia dalam studi PISA dan TIMSS

pada intinya merekomendasikan agar memperbaiki proses pembelajaran di

sekolah dengan meningkatkan porsi bernalar, memecahkan masalah,

berargumentasi dan berkomunikasi”. Mengajarkan dan mengembangkan

kemampuan berpikir kritis dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting. Hanya

saja kebiasaan berpikir kritis ini belum ditradisikan di sekolah-sekolah. Seperti

yang diungkapkan Syahbana (2012: 46), “sedikit sekolah yang mengajarkan

siswanya berpikir kritis. Sekolah justru mendorong siswa memberi jawaban yang

benar daripada mendorong mereka memunculkan ide-ide baru atau memikirkan

ulang kesimpulan-kesimpulan yang sudah ada”.

Pembelajaran matematika tidak hanya dimaksudkan untuk

mengembangkan kemampuan kognitif matematis, melainkan juga aspek afektif,

seperti disposisi matematis. Dawit (2014: 2) menyatakan:

a more comprehensive view of critical thinking must include dispositions, which refers to a person’s inclination to use critical thinking skills when faced with problems to solve, ideas to evaluate, or decisions to make. There is now a consensus that critical thinking, as a broad concept, involves both skills and dispositions. The dispotisions dimension includes truth-seeking, open mindedness, systematicity, analycity, maturity, inquisitiveness, and self-confidence.

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa pandangan yang lebih komprehensif dari

berpikir kritis adalah disposisi, yang mengacu pada kecenderungan seseorang

(23)

7

mengevaluasi, membuat keputusan. Dimensi disposisi termasuk kebenaran,

keterbukaan, sistematis, analitis, rasa ingin tahu, dan kepercayaan diri. Orang

yang berpikir kritis matematis akan cenderung memiliki sikap yang positif

terhadap matematika, sehingga akan berusaha menalar dan mencari strategi

penyelesaian masalah matematika.

Mahmuzah menyatakan bahwa (2014: 45) “disposisi matematis adalah

keterkaitan dan apresiasi terhadap matematika sehingga menimbulkan

kecenderungan untuk berpikir dan bertindak dengan cara yang positif”. Sejalan

dengan pendapat Mahmudi (2010: 2) bahwa “Disposisi matematis sangat

menunjang keberhasilan belajar matematika. Siswa memerlukan disposisi

matematis untuk bertahan dalam menghadapi masalah, mengambil tanggung

jawab dalam belajar, dan mengembangkan kebiasaan kerja yang baik dalam

matematika”. Karakteristik demikian penting dimiliki siswa. Kelak, siswa belum

tentu akan menggunakan semua materi yang mereka pelajari, tetapi dapat

dipastikan bahwa mereka memerlukan disposisi positif untuk menghadapi situasi

problematik dalam kehidupan mereka.

Disposisi matematis sangat diperlukan siswa dalam proses belajar

matematika, karena disposisi akan menjadikan siswa gigih menghadapi masalah

yang lebih menantang, bertanggung jawab terhadap belajar mereka sendiri, dan

untuk mengembangkan kebiasaan baik di matematika. Sumarmo (2011: 23)

mengemukakan bahwa “Disposisi matematis menunjukkan rasa percaya diri,

ekspektasi dan metakognisi, gairah dan perhatian serius dalam belajar matematika,

kegigihan dalam menghadapi masalah dan menyelesaikan masalah, rasa ingin

(24)

8

didukung dengan studi pendahuluan yang dilakukan oleh Sukamto (2013: 93)

bahwa “pengajaran dan disposisi matematis harus mendapat perhatian, karena

keduanya sangat penting, sehingga perlu mengeksplorasi aspek pengembangan

tersebut”. Peran dan persepsi guru memainkan peran penting dalam rangka

mengembangkan disposisi matematis siswa.

Akan tetapi, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa masih banyak

siswa di Indonesia yang memiliki disposisi matematis rendah. Seperti yang

dikemukakan Russefendi (1991: 15), “Matematika (ilmu pasti) bagi anak-anak

pada umumnya merupakan mata pelajaran yang tidak disenangi, kalau bukan

pelajaran yang dibenci”. Sejalan dengan pendapat Abdurrahman (2009: 252),

“Dari berbagai bidang studi yang diajarkan di sekolah, matematika merupakan

bidang studi yang dianggap paling sulit oleh para siswa, baik yang tidak

berkesulitan belajar dan lebih-lebih bagi siswa yang berkesulitan belajar”. Salah

satunya adalah penelitian Kesumawati (2010: 6), “terhadap 297 siswa dari empat

SMP di kota Palembang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase

perolehan skor rerata disposisi siswa sebesar 58 persen berada pada kategori

rendah”.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada saat observasi

awal dengan 10 orang siswa di SMP Budi Murni 1 Medan mengenai matematika,

sebagian besar mereka mengatakan tidak menyukai pelajaran matematika. Mereka

menganggap pelajaran matematika itu membosankan, soal-soalnya terlalu sulit,

dan merasa cemas apabila disuruh mengerjakan soal ke papan tulis. Jadi peneliti

(25)

9

Rendahnya kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis siswa

mengindikasikan ada sesuatu yang salah dan belum optimal dalam pembelajaran

matematika di sekolah. Hal ini sejalan dengan hasil identifikasi permasalahan

KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) oleh Depdiknas (2007: 13) bahwa:

Metode pembelajaran di kelas kurang bervariasi, KBM kurang mengaktifkan siswa, masih mengejar target materi. Guru cenderung selalu menggunakan metode ceramah, pelaksanaan pembelajaran di kelas masih konvensional, standar proses belum ada dan sumber belajar umumnya dari buku pegangan, sangat terbatas menggunakan teknologi dan lingkungan.

Hal tersebut diperkuat oleh Sanjaya (2008: 1) yang menyatakan bahwa:

Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir Proses pembelajaran dikelas masih diarahkan pada kemampuan anak untuk menghafal informasi, otak anak dipaksa untuk memahami informasi yang diingatnya untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari- hari.

Pembelajaran seperti ini adalah pembelajaran yang hanya berpusat pada guru.

Siswa hanya mendengar, memperhatikan, dan menghafal bagaimana guru

menyelesaikan soal-soal. Siswa tidak diberikan kesempatan untuk memberikan

pendapat sendiri bagaimana cara menyelesaikan soal-soal tersebut.

Oleh karena itu, diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang tepat

sehingga dapat mengubah proses pembelajaran dari situasi guru mengajar menjadi

situasi siswa belajar. Ausubel seperti dirujuk oleh Ruseffendi (1991: 291) juga

menyarankan “sebaiknya dalam pembelajaran digunakan pendekatan yang

menggunakan metode pemecahan masalah, inquiri, dan metode belajar yang dapat

menumbuhkan kemampuan berpikir kreatif dan kritis”. Dengan adanya perbaikan

metode dan cara menyajikan materi pelajaran, diharapkan kemampuan berpikir

(26)

10

Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan

kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis siswa adalah pembelajaran

berbasis masalah (PBM). Hal ini sesuai dengan pendapat Trianto (2009: 92) yang

menyatakan bahwa “Pembelajaran berbasis masalah (PBM) merupakan suatu

model pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik

dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan

inkuiri dan keterampilan berpikir kritis, mengembangkan kemandirian, dan

percaya diri”. Sejalan dengan itu Rusman (2012: 230) mengemukakan bahwa

“PBM membantu untuk meningkatkan perkembangan keterampilan belajar

sepanjang hayat dalam pola pikir yang terbuka, reflektif, kritis, dan belajar aktif”.

Jadi, Pembelajaran berbasis masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk

pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Mempunyai kemampuan berpikir

tingkat tinggi artinya siswa sudah memiliki kecakapan berpikir yang cukup untuk

memecahkan masalah-masalah matematis yang ada di dalam pembelajaran

matematika maupun di dalam kehidupannya sehari-hari.

Menurut Trianto (2009: 92), “Pembelajaran berbasis masalah membantu

siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun

pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya”. Pembelajaran

ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks. Melalui

PBM siswa juga belajar untuk bertanggung jawab dalam kegiatan belajar, tidak

sekedar penerima informasi yang pasif, namun harus aktif mencari informasi yang

diperlukan sesuai dengan kapasitas yang ia miliki. Gijselaers seperti dirujuk oleh

Hosnan (2014: 298) penelitiannya menunjukkan bahwa “penerapan PBM

(27)

11

diperlukan serta strategi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah”. Dengan

demikian PBM menghendaki agar siswa aktif untuk memecahkan masalah yang

sedang dihadapinya. Dengan demikian pembelajaran berbasis masalah dapat

meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis siswa.

Dalam proses pembelajaran diperlukan desain bahan ajar yang sesuai

dengan mempertimbangkan pengetahuan siswa serta guru dapat memberikan

bantuan atau intervensi berupa petunjuk (scaffolding) yang mengarahkan siswa

untuk menemukan solusinya. Salah satu tindakan yang dilakukan oleh guru yang

dirasa dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis

siswa adalah dengan menggunakan media pembelajaran. “Media dapat membantu

guru dalam mempermudah serta mengatasi masalah komunikasi yang dialami oleh

guru ketika mengajarkan suatu materi”, (Yahya dkk, 2014: 161).

Hosnan (2014: 111) mengemukakan bahwa “media pendidikan adalah alat,

metode, dan teknik yang dipergunakan dalam rangka mengaktifkan komunikasi

dan interaksi guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran”. Jadi

media pendidikan merupakan sarana atau bentuk komunikasi nonpersonal yang

dapat dijadikan sebagai wadah dari informasi pelajaran yang akan disampaikan

kepada siswa. Pengajaran dengan menggunakan media ini diduga dapat

meningkatkan motivasi belajar siswa, siswa dapat belajar secara individual

maupun berkelompok sehingga tujuan pembelajaran tercapai dengan baik.

Dalam era modern, khususnya dua puluh tahun terakhir, tampil

multimedia yang serba digital. Suparman (2012: 264) menyatakan:

(28)

12

memotivasi, interaktif, individualisasi, konsistensi, dan dapat mengendalikan proses belajar. Tampilan media memungkinkan penggunanya memanfaatkan indera masing-masing secara optimal.

Salah satu media komputer yang dapat digunakan dalam pembelajaran adalah

cyberlink power director. “Cyberlink power director adalah program editing video

digital yang memungkinkan kita membuat video yang tampak profesional dan

slideshow foto, lengkap dengan musik, suara, efek khusus, transisi dan banyak

lagi”, Cyberlink Corporation (2012: 1).

Penggunaan media komputer dengan aplikasi cyberlink power director

dalam pembelajaran matematika, akan terbentuk suasana belajar yang

menyenangkan di kelas. Rajagukguk (2011: 217) dalam penelitiannya

menemukan bahwa “minat belajar matematika siswa yang diajarkan dengan

menggunakan media komputer cyberlink power director lebih baik dari minat

belajar matematika siswa yang diajarkan tanpa menggunakan media komputer”.

Oleh karena itu, penggunaan media komputer pada pembelajaran berpengaruh

terhadap minat belajar siswa. Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti mencoba

mengkolaborasikan model pembelajaran berbasis masalah dengan bantuan media

komputer (cyberlink power director) yang bertujuan untuk meningkatkan

kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis siswa. Cyberlink power

director dalam kolaborasi ini, diharapkan bisa menghadirkan bentuk gambar atau

animasi yang lebih menarik dan berkesan, sehingga pembelajaran yang dialami

siswa lebih menyenangkan dan tidak membosankan.

Selain faktor pembelajaran, terdapat faktor lain yang diduga dapat

berkontribusi terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis dan disposisi

(29)

13

matematika (KAM). Ismaimuza (2010: 3) menyatakan bahwa “Kemampuan awal

matematika merupakan kecakapan yang dimiliki oleh siswa sebelum proses

pembelajaran matematika dilaksanakan”. Kemampuan awal yang dimiliki oleh

siswa juga bervariasi antara siswa yang satu dengan yang lainnya jika ditinjau dari

tingkat penguasaan siswa maka dapat dibedakan antara siswa yang memiliki

kemampuan awal tinggi, sedang, dan rendah. Bagi siswa yang memiliki

kemampuan tinggi, setelah mendapatkan pembelajaran cenderung hasilnya akan

baik. Hal ini terjadi karena siswa kemampuan tinggi lebih cepat memahami

pelajaran. Bagi siswa yang memiliki kemampuan sedang atau rendah, apabila

model pembelajaran yang digunakan oleh guru menarik atau menyenangkan,

sesuai dengan tingkat kognitif siswa tidak menutup kemungkinan memiliki hasil

yang tinggi juga dan akhirnya dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan

disposisi matematisnya. Dengan demikian, kemampuan awal matematika siswa

berkontribusi besar dalam prestasi belajar matematika siswa.

“Kemampuan awal matematika siswa perlu diperhatikan guru sebelum

melakukan pembelajaran disebabkan adanya hirarki dalam belajar matematika

artinya pemahaman materi yang baru mensyaratkan penguasaan materi

sebelumnya”, (Usdiyana dkk, 2009: 8). Namun, kenyataan selama ini guru jarang

memperhatikan kemampuan awal yang dimiliki oleh siswa. Seperti yang

diungkapkan oleh Sutama (2011: 15) bahwa “pembelajaran matematika selama ini

tidak efektif salah satu faktor penyebabnya adalah guru dalam mengajar

cenderung kurang memperhatikan kemampuan awal siswa”. Jadi, seorang guru

harus mengetahui kemampuan awal matematika siswa untuk memperkecil

(30)

14

diajarkan. Selain itu, dengan mengetahui kemampuan awal siswa yang bervariasi

guru dapat memilih model pembelajaran yang cocok untuk digunakan di kelas

sehingga pembelajaran yang berlangsung di kelas dapat efektif.

Berdasarkan uraian di atas, perlu diungkap apakah pembelajaran berbasis

masalah memiliki kontribusi terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis dan

disposisi matematis siswa. Oleh karena itu penelitian ini berjudul, “Peningkatan

kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis siswa melalui model

pembelajaran berbasis masalah berbantuan cyberlink power director di SMP Budi

Murni 1 Medan”.

1.2.Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan maka dapat diidentifikasi

beberapa permasalahan yang ditemukan sebagai berikut:

1. Kemampuan berpikir kritis siswa SMP Budi Murni 1 Medan dalam

memecahkan masalah rendah.

2. Metode pembelajaran di SMP Budi Murni 1 Medan kurang bervariasi dan

masih konvensional.

3. Kegiatan belajar mengajar kurang mengaktifkan siswa SMP Budi Murni 1

Medan.

4. Disposisi matematis siswa SMP Budi Murni 1 Medan masih rendah.

5. Sumber belajar di SMP Budi Murni 1 Medan umumnya dari buku pegangan,

sangat terbatas menggunakan teknologi dan lingkungan.

1.3.Pembatasan Masalah

Mengingat keluasan ruang lingkup permasalahan dalam pembelajaran

(31)

15

dibatasi sehingga lebih terfokus pada permasalahan yang mendasar dan

memberikan dampak yang luas terhadap permasalahan yang dihadapi, maka

masalah yang akan diteliti difokuskan pada:

1. Kemampuan berpikir kritis siswa SMP Budi Murni 1 Medan dalam

memecahkan masalah masih rendah.

2. Disposisi matematis siswa SMP Budi Murni 1 Medan masih rendah.

1.4.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, identifikasi masalah,

pembatasan masalah, maka rumusan masalah yang dikemukakan pada penelitian

ini adalah:

1. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajar

melalui model pembelajaran berbasis masalah berbantuan cyberlink power

director lebih tinggi dari siswa yang diajar dengan pembelajaran biasa?

2. Apakah peningkatan disposisi matematis siswa yang diajar melalui model

pembelajaran berbasis masalah berbantuan cyberlink power director lebih

tinggi dari siswa yang diajar dengan pembelajaran biasa?

3. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal

matematika terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis

siswa?

4. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal

(32)

16

1.5.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini, maka

yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bahwa peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis

siswa yang diajar melalui model pembelajaran berbasis masalah berbantuan

cyberlink power director lebih tinggi dari siswa yang diajar dengan

pembelajaran biasa.

2. Untuk mengetahui bahwa peningkatan disposisi matematis siswa yang diajar

melalui model pembelajaran berbasis masalah berbantuan cyberlink power

director lebih tinggi dari siswa yang diajar dengan pembelajaran biasa.

3. Untuk mengetahui interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal

matematika terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis

siswa.

4. Untuk mengetahui interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal

matematika terhadap peningkatan disposisi matematis siswa.

1.6. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan

kepada pihak-pihak terkait, diantaranya:

1. Bagi siswa

Masukan bagi siswa dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan

(33)

17

2. Bagi guru

Sebagai bahan pertimbangan bagi guru matematika dalam memilih model

pembelajaran yang dapat mengoptimalkan kegiatan belajar mengajar di

sekolah.

3. Bagi sekolah

Memberikan informasi kepada pihak sekolah tentang pentingnya model

pembelajaran baru dalam pembelajaran matematika.

4. Bagi peneliti lain

Sebagai bahan masukan awal bagi peneliti lain dalam melakukan kajian

penelitian yang lebih mendalam lagi mengenai pembelajaran matematika.

1.7.Definisi Operasional

Agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap beberapa variabel yang

digunakan dalam penelitian ini, maka berikut ini akan dijelaskan pengertian dari

variabel-variabel tersebut.

1. Kemampuan berpikir kritis matematis siswa adalah kemampuan berpikir

siswa secara beralasan dan pertimbangan mendalam yang dapat membantu

dalam membuat, mengevaluasi, mengambil, dan memperkuat suatu keputusan

atau kesimpulan tentang situasi matematika yang dihadapinya. Indikator

kemampuan berpikir kritis meliputi: (a) Mengidentifikasi, (b)

Menggeneralisasi, (c) Menganalisis, dan (d) Mengklarifikasi.

2. Disposisi matematis adalah perubahan kecenderungan siswa dalam

(34)

18

matematika yang meliputi: kepercayaan diri, fleksibilitas, ketekunan,

keingintahuan, reflektif, aplikasi dan apresiasi.

3. Model pembelajaran berbasis masalah (PBM) merupakan suatu model

pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan

maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan

inkuiri dan keterampilan berpikir kritis, mengembangkan kemandirian, dan

percaya diri. Tahapan dalam pembelajaran berbasis masalah yaitu: (1)

orientasi siswa pada masalah, (2) mengorganisasikan siswa untuk belajar,

(3) membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, (4)

mengembangkan dan menyajikan hasil karya, (5) Menganalisis dan

mengevaluasi proses pemecahan masalah.

4. Cyberlink power director adalah program editing video digital yang

memungkinkan untuk membuat video yang tampak profesional dan slideshow

foto, lengkap dengan musik, suara, efek khusus, transisi, dan lain-lain.

5. Pembelajaran biasa adalah pembelajaran yang banyak kita jumpai di lapangan

dimana guru menjelaskan materi pelajaran dan memberikan contoh,

kemudian siswa mengerjakan latihan secara individual dan guru memberikan

umpan balik serta memberi tugas tambahan.

6. Peningkatan yang dimaksud adalah peningkatan kemampuan berpikir kritis

dan disposisi matematis siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, yang

ditinjau berdasarkan gain ternormalisasi dari perolehan skor pretes dan postes

siswa. Kemudian peningkatan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

(35)

113 BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan temuan penelitian tentang peningkatan

kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis siswa yang diajar dengan

model pembelajaran berbasis masalah berbantuan cyberlink power director dan

pembelajaran biasa, maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajar melalui

pembelajaran melalui model pembelajaran berbasis masalah berbantuan

cyberlink power director lebih tinggi dari siswa yang diajar dengan

pembelajaran biasa pada materi Aljabar di SMP Swasta Budi Murni 1 Medan.

Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis melalui model

pembelajaran berbasis masalah berbantuan cyberlink power director paling

meningkat pada aspek mengidentifikasi.

2. Peningkatan disposisi matematis siswa yang diajar melalui model

pembelajaran berbasis masalah berbantuan cyberlink power director lebih

tinggi dari siswa yang diajar dengan pembelajaran biasa pada materi Aljabar

di SMP Swasta Budi Murni 1 Medan. Peningkatan disposisi matematis

melalui model pembelajaran berbasis masalah berbantuan cyberlink power

director paling meningkat pada aspek apresiasi.

3. Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal

matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis

(36)

114

4. Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal

matematika siswa terhadap peningkatan disposisi matematis siswa.

5.2 Implikasi

Berdasarkan kesimpulan dan hasil penelitian dapat disampaikan

kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis siswa melalui model

pembelajaran berbasis masalah berbantuan cyberlink power director lebih baik

dibandingkan dengan pembelajaran biasa. Pembelajaran berbasis masalah

berbantuan cyberlink power director sangat efektif meningkatkan kemampuan

berpikir kritis dan disposisi matematis siswa. Dengan pembelajaran berbasis

masalah berbantuan cyberlink power director juga membuat siswa berani

mengemukakan pendapat dan menerima pendapat orang lain, memiliki sikap

demokratis serta menimbulkan rasa senang dalam belajar matematika. Guru

sebagai teman belajar, mediator, fasilitator membawa konsekuensi bagi guru

untuk lebih memahami kelemahan dan kekuatan dari bahan ajar serta karakteristik

kemampuan individual siswa. Jika hal ini dilakukan secara berkesinambungan

akan membawa dampak yang positif terhadap pengetahuan guru dimasa yang

akan datang.

Beberapa implikasi yang perlu diperhatikan bagi guru sebagai akibat dari

pelaksanaan proses pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah

berbantuan cyberlink power directorantara lain:

1. Dari aspek yang diukur, berdasarkan temuan di lapangan terlihat bahwa

kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis siswa masih kurang

memuaskan, karena peningkatan yang diperoleh pada kelas eksperimen masih

(37)

115

memperoleh soal-soal yang langsung dalam bentuk model matematika,

sehingga ketika diminta untuk untuk memunculkan ide mereka sendiri siswa

masih merasa sulit.

2. Pembelajaran berbasis masalah berbantuan cyberlink power director dapat

diterapkan pada kategori KAM (Tinggi, Sedang dan Rendah) pada

kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis siswa. Adapun

pembelajaran berbasis masalah berbantuan cyberlink power director

mendapatkan keuntungan lebih besar terhadap siswa dengan kategori KAM

tinggi dan sedang.

5.3 Saran

Berdasarkan implikasi dari hasil penelitian, maka disampaikan

beberapa saran yang ditujukan kepada berbagai pihak yang berkepentingan

dengan hasil penelitian ini. Saran tersebut sebagai berikut:

1. Bagi para guru, agar pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah

berbantuan cyberlink power director dapat lebih berhasil dengan baik di

kelas, sebaiknya mempersiapkan dengan matang Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) dan Lembar Aktivitas Siswa (LAS) sebagai pedoman

kegiatan belajar dan tugas rumah serta soal-soal yang berkenaan dengan

kemampuan matematis.

2. Bagi peneliti selanjutnya, dalam penerapan pembelajaran berbasis

masalah berbantuan cyberlink power director memerlukan sarana dan

media pembelajaran yang lengkap. Oleh karena itu, diharapkan memilih

(38)

116

pembelajarannya dapat dilaksanakan secara maksimal sesuai dengan tujuan

yang diharapkan serta dapat memanfaatkan waktu dengan efisien.

3. Bagi lembaga terkait, pembelajaran dengan pembelajaran berbasis

masalah berbantuan cyberlink power director masih sangat asing bagi guru

dan siswa terutama pada guru dan siswa di daerah, oleh karena itu

perlu disosialisasikan oleh sekolah dengan harapan dapat

meningkatkan kemampuan belajar siswa, khususnya meningkatkan

kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis siswa yang

tentunya akan berimplikasi pada meningkatnya prestasi siswa dalam

(39)

117

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. (2009). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Akbar, Sa’dun. (2013). Instrumen Perangkat Pembelajaran. Rosdakarya Ofset: Bandung.

Aristika, Ayu. (2015). Tinjauan Tentang Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Disposisi Matematis. Makalah Disajikan pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta, 2015.

Arends, R. (2008). Learning to Teach, Belajar untuk Mengajar. Edisi Ketujuh Buku Satu. Penerjemah: Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arikunto, S. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.

. (2009). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

. (2010). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Cahyo, A. N. (2013). Panduan Aplikasi Teori-teori Belajar Mengajar. Yogyakarata: DIVA Press.

Cyberlink Corporation. (2012). Cyberlink PowerDirector User’s Guide. [online]. Tersedia:http://download.cyberlink.com/ftpdload/user_guide/powerdirecto r/10/PowerDirector_UG_ENU.pdf [25 Agustus 2015].

Dawit, dkk. (2014). Effectiveness of Critical Thinking Instruction in Higher Education: A Systematic Review of Intervention Studies. Journal Canadian Center of Science and Education, 4(1): 1-17.

Depdiknas. (2007). Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Depdiknas.

Ennis. (1985). A Logical Basis for Measuring Critical Thinking Skills. Association for Supervision and Curriculum Development.

. (1993). Critical Thinking Assessment. Journal Theory Into Practice, 32(3): 179-186.

Facione. (2013). Critical Thinking: What It Is and Why It Counts. Measured Reasons and The California Academic Press, Millbrae, CA.

(40)

118

Glass, G.V. & Hopkins K.D. 1996. Statistical Methods in Education and Psychology. USA: A. Simon & Schuster Company.

Gultom, Jahinoma. (2013). Perbedaan Koneksi Matematika antara Siswa yang Diberi Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan Pengajaran Langsung. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Salatiga, 4(1): 205-216.

Hake, R. R. (1998). Analyzing Change/Gain Scores. Woodland Hills: Dept. of Physics, Indiana University. [Online]. Tersedia: http://www.physics. indiana.du/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf [3 Januari 2016].

Halpern, D. F. (1998). Teaching critical thinking for transfer across domains. Dispositions, skills, structure training, and metacognitive monitoring. The American psychologist, 53(4), 449-445.

Herman, T. (2007). Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP. Jurnal Cakrawala Pendidikan, 26 (1): 41-62.

Hosnan. (2014). Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia.

Husnidar, dkk. (2014). Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Disposisi Matematis Siswa. Jurnal Didaktik Matematika. 1(1): 71-82.

IEA. (2012). TIMSS 2011 international results in mathematics. [online]. Tersedia: http://timss.bc.edu/timss2011/downloads/T11_IR_M_Chapter1.pdf. [27 Agustus 2015].

Ilham, Mira. (2016). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis dan Self Efficacy Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah di SMK Negeri 3 Medan. Medan: Tesis Pascasarjana Unimed. Tidak diterbitkan.

Ismaimuza, Dasa. (2010). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi Konflik Kognitif Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis dan Sikap Siswa SMP. Jurnal Pendidikan Matematika, 4(1): 1-10.

Istarani. (2012). 58 Model Pembelajaran Inovatif. Medan: Media Persada.

Jumaisyaroh, T. (2014). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa SMP melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Jurnal Kreano, 5(2): 157-169.

Kadir. (2015). Statistika Terapan. Jakarta: Rajawali Pers.

(41)

119

Katz, L. G. (2009). Dispositions as Educational Goals. [Online]. Tersedia: http://.edpsycinteractive.org/files/edoutcomes.html. [7 April 2016]

Kemdiknas. (2011). Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika SMP: Belajar dari PISA dan TIMSS. Jakarta: Kemdiknas.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2011). Survei international PISA. [online] Tersedia: http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-international-pisa [27 Agustus 2015].

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2011). Survei international TIMSS. [online] Tersedia: http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-internasional-timss [27 Agustus 2015].

Kerlinger, F.N. 1986. Asas-asas Penelitian Behavioral. Terjemahan oleh Landung R. Simatupang. 1996. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Mahmudi, A. (2010). Tinjauan Asosiasi antara Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Disposisi Matematis. Makalah Disajikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta, 17 April 2010.

Mahmuzah, dkk. (2014). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Disposisi Matematis Siswa SMP dengan Menggunakan Pendekatan Problem Posing. Jurnal Didaktik Matematika, 1(2): 43-53.

Multina, Mega. (2016). Perbedaan Kemampuan Penalaran dan Disposisi Matematis Antara Siswa yang Diberi Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pembelajaran Bersiklus di MTsN Lhokseumawe. Medan: Tesis Pascasarjana Unimed. Tidak diterbitkan.

NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics.

[Online]. Tersedia:

http://www.krellinst.org/AiS/textbook/manual/stand/NCTME_stand.html. [7 April 2016]

Noer. (2011). Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah Open-Ended. Jurnal Pendidikan Matematika, 5(1): 104-111.

OECD. (2010). PISA 2009 results: what students know and can do – student performance in mathematics, reading and science (volume i). [online]. Tersedia: http://www.oecd.org/pisa/pisaproducts/48852548.pdf [27 Agustus 2015].

(42)

120

Permendiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006, ditetapkan di Jakarta.

Rajagukguk, Wamington. (2011). Perbedaan Minat Belajar Siswa dengan Media Komputer Program Cyberlink Power Director dan Tanpa Media Komputer pada Pokok Bahasan Kubus dan Balok di Kelas VIII SMP Negeri 1 Hamparan Perak Tahun Ajaran 2009/2010. Jurnal Pendidikan Matematika, 5(2): 205-220.

Ruseffendi. (1998). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.

. (1991). Pengajaran Matematika Modern dan Masa Kini untuk Guru dan SPG. Bandung: Tarsito.

Rusman. (2012). Model - model Pembelajaran. Jakarta: Rajagrafindo.

Safari. (2004). Teknik Analisis Butir Tes.Yogyakarta.

Sanjaya, Wina. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menegah Pertama melalui Pendekatan Matemaatika Realistik. Disertasi S3 UPI.

Somakim. (2010). Peningkatan Kemampuan Berfikir Kritis Dan Self-Efficacy Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama Dengan Penggunaan Pendekatan Matematika Realistik. Bandung: Disertasi SPs UPI. Tidak diterbitkan.

Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung :Penerbit Tarsito.

Suharto, Agus. (2012). Memahami Teori Psikologi Kognitif Piaget Hubungannya dengan Perkembangan Anak dalam Belajar. Jurnal Edukasi, 7(1): 19-38.

Sukamto. (2013). Strategi Quantum Learning dengan Pendekatan Konstruktivisme untuk Meningkatkan Disposisi dan Penalaran Matematis Siswa. Journal of Primary Educational, 2(2): 91-98.

Sumarmo, Utari. (2011). Pembelajaran Matematika Berbasis Pendidikan Karakter. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung. 1: 22-32.

Suparman, Atwi. (2012). Desain Instruksonal Modern. Jakarta: Erlangga.

(43)

121

Syahbana, Ali. (2012). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning. Jurnal Edumatica, 2(1): 45-57.

Tim Pasca Sarjana UNIMED. (2010). Pedoman Administrasi dan Penulisan Tesis & Disertasi. Medan: PPS UNIMED.

Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Innovative, Progresif. Surabaya: Kencana Prenada.

Usdiyana, dkk. (2009). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Logis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Matematika Realistik. Jurnal Pengajaran MIPA, 13(1): 1-14.

Walpole, R. E. (1995). Pengantar Statistika Edisi ke-3. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Wulandari, Chardiana. (2014). Perbedaan Minat dan Penalaran Siswa yang Diajar Menggunakan Media Komputer (Cyberlink Power Director) dengan Alat Peraga pada Materi Pecahan di Kelas VII SMP Panca Budi Medan T.A. 2013/2014. Medan: Skripsi Unimed. Tidak diterbitkan.

Yahya, dkk. (2014). Inovasi Perangkat Pembelajaran Sistem Kelistrikan Otomotif untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan Vokasi: Teori dan Praktek, 2(2): 159-166.

Yunita. (2016). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa yang Diajar dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). Medan: Tesis Pascasarjana Unimed. Tidak diterbitkan.

Gambar

Tabel Weiner tentang Keterkaitan antara Variabel Bebas dan Terikat ..
Gambar 1.1. Hasil Pekerjaan Siswa yang Berhubungan dengan Kemampuan Berpikir Kritis

Referensi

Dokumen terkait

A National Survey of Nitrite/ Nitrate Concentration in Cured Meat Products and Non Meat Foods Avalable at Retail.. Research Report

Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Numbered Heads Together (NHT) Pada Pembelajaran IPA Pokok Bahasan Gaya Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Universitas

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkah dan anugrah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Hubungan Iklim (Temperatur,

The low level of knowledge of the mother can affect exclusive breastfeeding, both for working mothers and housewives. Most mothers are busy working reasoned,

4.1.1 Hasil Penelitian tentang Kemampuan Representasi Matematis

Sehubungan dengan hasil evaluasi dokumen kualifikasi saudara, perihal Pekerjaan.. Perencanaan Kantor Camat Sebatik , maka dengan ini kami mengundang

KPU KABUPATEN TANAH LAUT TAI{TIN 2013. o KEGIATANiPAKET PEKERJAAN

Jika tanah sudah tercemar limbah detergen, di khawatirkan bahan kimia yang terkandung pada detergen terakumulasi dalam tubuh dan dapat mengakibatkan penyakit sejenis kanker