PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERBANTUAN CYBERLINK POWER
DIRECTOR DI SMP BUDI MURNI 1 MEDAN
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
EVI SUSTRIANI NAINGGOLAN NIM: 8146171023
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
i ABSTRAK
EVI SUSTRIANI NAINGGOLAN. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Disposisi Matematis Siswa Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Cyberlink Power Director di SMP Budi Murni 1 Medan. Tesis. Medan: Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2016.
Kata Kunci: Pembelajaran Berbasis Masalah, Cyberlink Power Director, Berpikir Kritis, Disposisi Matematis.
ii ABSTRACT
EVI SUSTRIANI NAINGGOLAN. Improving on Students Critical Thinking Skills and Mathematical Disposition with Problem Based Learning Model Assisted Cyberlink Power Director in SMP Budi Murni 1 Medan. Thesis. Medan: Study Programs Postgraduate Mathematics Education State University of Medan, 2016.
Keywords: Problem Based Learning, Cyberlink Power Director, Critical Thinking, Mathematical Disposition.
iii
KATA PENGANTAR
Sujud syukur penulis ucapkan pada Tuhan Yesus Kristus Yang Maha
Pengasih dan Maha Penolong sebagai penggerak sejati, pembimbing sejati, dan
penyerta sejati dari awal sampai akhir penulisan tesis ini. Tesis ini berjudul
“Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Disposisi Matematis Siswa Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Cyberlink Power Director di SMP Budi Murni 1 Medan”. Penulisan tesis ini diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program
Studi Pendidikan Matematika di Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
Penulisan tesis ini dapat diselesaikan berkat bantuan moral maupun
bantuan material dari banyak pihak yang tidak tersebutkan satu persatu. Tiada
kata tulus selain kata terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis haturkan
kepada mereka yang telah meringankan beban dan membukakan pikiran selama
penulisan tesis ini. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan berkat yang
melimpah kepada mereka yang telah membantu penulis.
Terima kasih penulis sampaikan terutama kepada Bapak Prof. Dr. Martua
Manullang, M.Pd. selaku dosen pembimbing I dan Bapak Dr. Asrin Lubis, M.Pd.
sebagai dosen pembimbing II yang telah mengorbankan pikiran dan waktu dalam
memberikan bimbingan penulisan tesis ini. Terima kasih juga kepada Bapak Prof.
Dr. Edi Syahputra, M.Pd., Bapak Drs. Zul Amry, M.Si., Ph.D., dan Ibu Dr. Izwita
Dewi, M.Pd. selaku dosen narasumber sekaligus dosen penguji yang telah banyak
iv
Demikian juga penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd selaku Rektor Universitas Negeri
Medan
2. Bapak Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd selaku Direktur Program
Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
3. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd. dan Bapak Dr. Mulyono, M.Pd.
sebagai Ketua dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika
Pascasarjana UNIMED serta Bapak Dapot Tua Manullang, M.Si. sebagai
Staf Program Studi Pendidikan Matematika.
4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Matematika dan
seluruh pegawai Pascasarjana UNIMED yang telah banyak memberikan
ilmu pengetahuan serta dukungan kepada penulis selama menjalani
perkuliahan.
5. Bapak Drs. Paulus R. Girsang, M.Si sebagai kepala sekolah dan Bapak
Henro Sidabariba, S.Pd. sebagai guru mata pelajaran matematika SMP
Swasta Budi Murni 1 Medan yang telah memberikan dukungan,
kesempatan dan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
6. Rekan-rekan mahasiswa seperjuangan Program Studi Pendidikan
Matematika Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan. Khususnya
kepada Sr. Jasinta Tasleky, Sariayu Sibarani, Syarimah Siregar, Friska
Situngkir yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan
tugas akhir ini.
Rasa haru dan hormat yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada
v
Selmina Sipayung yang telah berjuang melebihi kemampuannya, dalam membantu penulisan tesis ini. Terima kasih juga kepada kakak: Lia Erika
Nainggolan S.Pd, Derminawati Nainggolan S.Pd, dan abang: Pdt. Devid Hendriko
Sumbayak S.Th, Teddy Frans Sipayung dan adikku Ganda Parulian Nainggolan
yang dengan sabar dan tekun selalu mendoakan dan mendukung penulis selama
dalam masa kuliah dan masa penulisan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa pada penulisan tesis ini masih jauh dari
sempurna, terdapat kelemahan dan kekurangan oleh sebab keterbatasan yang
dimiliki penulis. Oleh karena itu penulis mohon saran dan kritikan yang
membangun guna perbaikan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kemajuan
pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan Bangsa Indonesia.
Medan, 2016
Penulis,
vi
2.3 Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) ... 25
2.3.1 Pengertian dan Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah ... 25
2.3.2 Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah ... 28
2.3.3 Tahapan Pembelajaran Berbasis Masalah ... 29
2.3.4 Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Berbasis Masalah ... 33
2.4 Media Cyberlink Power Director ... 35
2.5 Pembelajaran Biasa ... 39
2.6 Landasan Teoritis dan Empiris Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 41
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 57
3.4 Desain Penelitian ... 58
3.5 Variabel Penelitian ... 59
3.6 Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data ... 61
3.7 Uji Coba Instrumen ... 66
3.7.1 Menghitung validitas ... 66
3.7.2 Menghitung Reliabilitas ... 68
3.7.3 Menghitung Tingkat Kesukaran Soal ... 70
vii
3.8 Teknik Analisis Data ... 72
3.9 Prosedur Penelitian ... 83
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 84
4.1 Hasil Penelitian ... 84
4.1.1 Deskripsi Kemampuan Awal Matematika ... 84
4.1.2 Deskripsi Data Kemampuan Berpikir Kritis dan Disposisi Matematis Siswa Sebelum Diberikan Perlakuan (Pretest) .... 86
4.1.3 Deskripsi Data Kemampuan Berpikir Kritis dan Disposisi Matematis Siswa Setelah Diberikan Perlakuan (Posttest) ... 89
4.1.4 Deskripsi Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Disposisi Matematis Siswa... 91
4.1.5 Pengujian Hipotesis ... 98
4.2 Pembahasan Hasil penelitian ... 103
4.2.1 Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa .. 104
4.2.2 Peningkatan Disposisi Matematis ... 106
4.2.3 Interaksi Antara Model Pembelajaran dengan Kemampuan Awal Matematika Siswa terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa ... 109
4.2.4 Interaksi Antara Model Pembelajaran dengan Kemampuan Awal Matematika Siswa terhadap Peningkatan Disposisi Matematis ... 111
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 113
5.1 Kesimpulan ... 113
5.2 Implikasi ... 114
5.3 Saran ... 115
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1 Tahapan dalam Pembelajaran Berbasis Masalah ... 30
2.2 Langkah-langkah Pembelajaran Biasa ... 40
3.1 Waktu Pelaksanaan Kegiatan Penelitian ... 57
3.2 Rancangan Penelitian ... 58
3.3 Tabel Weiner tentang Keterkaitan antara Variabel Bebas dan Terikat .. 61
3.4 Kriteria Pengelompokan Kemampuan Siswa Berdasarkan KAM... 62
3.5 Kisi-kisi Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 63
3.6 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 63
3.7 Kisi-kisi Instrumen Skala Disposisi Matematis ... 65
3.8 Skor Alternatif Jawaban Skala Disposisi Matematis ... 66
3.9 Hasil Uji Validitas Setiap Butir Pretest Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 68
3.10 Hasil Uji Validitas Setiap Butir Posttest Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 68
3.11 Hasil Uji Reliabilitas Pretest Kemampuan Berpikir Kritis Matematis... 69
3.12 Hasil Uji Reliabilitas Posttest Kemampuan Berpikir Kritis Matematis . 69 3.13 Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran Pretest Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 70
3.14 Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran Posttest Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 71
3.15 Hasil Perhitungan Daya Pembeda Pretest Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 71
3.16 Hasil Perhitungan Daya Pembeda Posttest Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 72
ix
3.18 Hasil Uji Normalitas Data Kemampuan Awal Matematika Siswa... 74
3.19 Hasil Uji Normalitas Data Indeks N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis Dan Disposisi Matematis Siswa ... 74
3.20 Hasil Uji Homogenitas Data Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 76
3.21 Hasil Uji Homogenitas Data Indeks N-Gain Kemampuan Berpikir
Kritis dan Disposisi Matematis Siswa ... 76
3.22 Analisis Varians Dua Jalur dengan Interaksi ... 79
3.23 Keterkaitan Rumusan Masalah, Hipotesis dan Jenis Uji Statistik
yang Digunakan ... 82
4.1 Rata-rata dan Standar Deviasi Data KAM Siswa ... 85
4.2 Sebaran Sampel Penelitian ... 86
4.3 Deskripsi Data Pretest Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Siswa Berdasarkan Pembelajaran ... 86
4.4 Deskripsi Data Skala Disposisi Matematis Siswa Sebelum Diberi
Perlakuan ... 88
4.5 Deskripsi Data Posttest Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa
Berdasarkan Pembelajaran ... 89
4.6 Deskripsi Data Skala Disposisi Matematis Siswa Setelah Diberi
Perlakuan ... 90
4.7 Deskripsi Data Indeks N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa ... 92
4.8 Rata-rata Data Indeks N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Setiap Indikator ... 93
4.9 Rata-rata Data Indeks N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Bardasarkan KAM ... 94
4.10 Rata-rata dan Standar Deviasi Data Indeks N-Gain Disposisi
Matematis Siswa ... 95
4.11 Rata-rata Data Indeks N-Gain Disposisi Matematis Siswa Setiap
Indikator ... 96
4.12 Rata-rata Data Indeks N-Gain Disposisi Matematis Siswa
x
4.13 Hasil Uji Hipotesis Pertama dengan ANAVA Dua Jalur ... 99
4.14 Hasil Uji Hipotesis Kedua dengan ANAVA Dua Jalur ... 100
4.15 Hasil Uji Hipotesis Ketiga dengan ANAVA Dua Jalur ... 101
4.16 Hasil Uji Hipotesis Keempat dengan ANAVA Dua Jalur ... 102
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.1 Hasil Pekerjaan Siswa yang Berhubungan dengan Kemampuan
Berpikir Kritis... 5
2.1 Tampilan Workspace Cyberlink Power Director ... 37
3.1 Rangkuman Alur Penelitian ... 83
4.1 Diagram Rata-rata dan Standar Deviasi Data KAM Siswa ... 85
4.2 Diagram Data Pretest Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Berdasarkan Pembelajaran ... 87
4.3 Diagram Data Skala Disposisi Matematis Siswa Sebelum Diberi Perlakuan ... 88
4.4 Diagram Data Posttest Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Berdasarkan Pembelajaran ... 89
4.5 Diagram Data Skala Disposisi Matematis Siswa Setelah Diberi Perlakuan ... 91
4.6 Diagram Data Indeks N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa ... 92
4.7 Diagram Rata-rata Data Indeks N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Setiap Indikator ... 93
4.8 Diagram Rata-rata Data Indeks N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Berdasarkan KAM ... 94
4.9 Diagram Rata-rata dan Standar Deviasi Data Indeks N-Gain Disposisi Matematis Siswa ... 95
4.10 Diagram Rata-rata Data Indeks N-Gain Disposisi Matematis Siswa Setiap Indikator ... 96
4.11 Diagram Rata-rata Data Indeks N-Gain Disposisi Matematis Siswa Berdasarkan KAM ... 98
4.12 Grafik Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa berdasarkan model Pembelajaran dan KAM... 101
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Pendidikan memegang peranan penting bagi perkembangan dan
perwujudan diri individu terutama bagi perkembangan bangsa dan negara.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang saat ini merupakan
salah satu dampak dari pendidikan yang kian berkembang. Kariasa (2014: 3)
menyatakan “Pendidikan mempunyai tanggung jawab dalam mewujudkan sumber
daya manusia yang berkualitas terutama mempersiapkan siswa sebagai penerus
pembangunan masa depan yang kompeten, mandiri, kritis, kreatif serta sanggup
menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi”. Salah satu usaha untuk
mencapai tujuan pendidikan adalah memahami bagaimana siswa belajar dan
bagaimana keberhasilan guru membelajarkan siswa.
Sebagai salah satu materi dalam pendidikan, matematika memegang
peranan penting untuk pengembangan kemampuan berpikir siswa. Hal tersebut
sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika yang dimuat dalam Permendiknas
No. 22 Tahun 2006 (2006: 346) yaitu:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau logaritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
2
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Matematika menuntun siswa untuk berpikir logis menurut pola dan aturan yang
telah tersusun secara baku. Sejalan dengan pendapat Syahbana (2012: 46) yang
menyatakan bahwa “berpikir kritis sangat diperlukan dalam kehidupan, agar
mampu menyaring informasi, memilih layak atau tidaknya suatu kebutuhan,
mempertanyakan kebenaran yang terkadang dibaluti kebohongan, dan segala hal
yang dapat membahayakan kehidupan”. Sehingga dapat disimpulkan tujuan utama
dari mengajarkan matematika adalah untuk membiasakan anak didik mampu
berpikir logis, kritis dan sistematis.
Mengajarkan dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis dipandang
sebagai sesuatu yang sangat penting untuk dikembangkan di sekolah agar siswa
mampu dan terbiasa menghadapi berbagai permasalahan di sekitarnya. Menurut
Halpern (1998: 450), “critical thinking is the kind of thinking involved in solving
problems, formulating inferences, calculating likelihoods, and making decisions”.
Pernyataan di atas menjelaskan bahwa berpikir kritis adalah jenis pemikiran yang
terlibat dalam memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, menghitung
kemungkinan, dan membuat keputusan. Matematika dan keterampilan berpikir
kritis merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, karena materi matematika
dipahami melalui berpikir kritis dan berpikir kritis dilatih melalui belajar
matematika. Untuk itu dalam proses belajar mengajar guru tidak boleh
mengabaikan penguasaan kemampuan berpikir kritis siswa.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa di
Indonesia khususnya matematika masih rendah. Cermin dari penguasaan materi
3
International in Mathematics and Science Study (TIMSS), survei internasional
pada siswa kelas VIII yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan memperlihatkan bahwa skor yang diraih Indonesia masih di bawah
skor rata-rata internasional
(http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-internasional-timss):
Hasil studi TIMSS 2003, Indonesia berada di peringkat ke-35 dari 46 negara peserta dengan skor rata 411, sedangkan skor rata-rata internasional 467. Hasil studi TIMSS 2007, Indonesia berada di peringkat ke-36 dari 49 negara peserta dengan skor rata-rata 397, sedangkan skor rata-rata internasional 500.
Hasil terbaru, yaitu hasil studi TIMSS 2011 yang diterbitkan oleh IEA (2012: 42),
“Indonesia berada di peringkat ke-38 dari 42 negara peserta dengan skor rata-rata
386, sedangkan skor rata-rata internasional 500”. Dari hasil kajian TIMSS
menunjukkan bahwa peringkat Indonesia masih jauh dari yang diharapkan.
Kondisi yang tidak jauh berbeda terlihat dari hasil studi yang dilakukan
PISA (Programme for International Student Assessment) yang diterbitkan oleh
Kemdikbud (http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-international-pisa),
“Hasil studi PISA 2006, Indonesia berada di peringkat ke-50 dari 57 negara
peserta dengan skor rata-rata 391, sedangkan skor rata-rata internasional 500”.
Hasil studi PISA 2009 yang diterbitkan oleh OECD (2010: 155), “Indonesia
berada di peringkat ke-61 dari 65 negara peserta dengan skor rata-rata 371,
sedangkan skor rata-rata internasional 500”. Hasil studi PISA 2012 kembali
diterbitkan oleh OECD (2013: 65), “Indonesia berada di peringkat ke 64 dari 65
negara peserta dengan skor rata-rata 375, sedangkan skor rata-rata internasional
4
Kemdiknas (2011: 55) menyatakan bahwa “salah satu kelemahan siswa
Indonesia dalam menyelesaikan soal matematika adalah siswa lemah dalam
soal-soal yang menuntut kemampuan pemecahan masalah, berargumentasi dan
berkomunikasi”. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa
masih rendah. Berpikir kritis menurut Fisher (2007: 10) adalah “interpretasi dan
evaluasi yang terampil dan aktif terhadap observasi dan komunikasi, informasi
dan argumentasi”.
Untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa SMP Budi Murni 1
Medan, dilakukan observasi awal pada tanggal 11 Desember 2015 terhadap siswa
kelas VIIIB yang berjumlah 38 orang. Hasil observasi menunjukkan bahwa
kemampuan siswa menyelesaikan soal matematika cukup baik tetapi siswa
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal yang menuntut kemampuan
berpikir kritis matematis siswa. Soal tes yang diberikan adalah soal berpikir kritis
dengan aspek menggeneralisasi yaitu menemukan konsep dan menunjukkan bukti
pendukung untuk generalisasi dengan benar. Dari soal yang mengukur
kemampuan berpikir kritis matematis tersebut, ternyata hanya 15% siswa yang
mampu menemukan konsep dan menunjukkan bukti pendukung untuk
generalisasi dengan benar. Sebanyak 10% siswa yang mampu menemukan konsep
dengan benar dan menunjukkan bukti pendukung untuk generalisasi tetapi kurang
lengkap. Sebanyak 25% siswa mampu menemukan konsep dengan benar tetapi
tidak dapat menunjukkan bukti pendukung untuk generalisasi. Siswa yang
menemukan konsep tetapi salah sebanyak 30%, dan siswa yang tidak dapat
5
Adapun model soal tes yang diberikan adalah: “Panjang sisi-sisi sebuah
persegi diperpanjang menjadi 3 kali panjang semula. Berapakah perbandingan
luas persegi semula dengan luas persegi setelah sisinya diperpanjang? Apa yang
dapat anda simpulkan berikan alasan anda!”. Adapun jawaban siswa adalah
seperti pada gambar 1.1. berikut:
Gambar 1.1. Hasil Pekerjaan Siswa yang Berhubungan dengan Kemampuan Berpikir Kritis
Dalam menyelesaikan persoalan di atas, siswa harus memahami situasi dalam soal
dengan tepat. Akan tetapi, siswa tidak mampu menemukan konsep dan
menunjukkan bukti pendukung untuk generalisasi dengan benar. Pada solusi
6
memenuhi indikator kemampuan berpikir kritis. Maka dapat disimpulkan bahwa
kemampuan berpikir kritis siswa rendah.
Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa, perlu
perbaikan dalam proses pembelajaran. Kemdiknas (2011: 60) menyatakan “Hasil
penilaian kemampuan matematika siswa Indonesia dalam studi PISA dan TIMSS
pada intinya merekomendasikan agar memperbaiki proses pembelajaran di
sekolah dengan meningkatkan porsi bernalar, memecahkan masalah,
berargumentasi dan berkomunikasi”. Mengajarkan dan mengembangkan
kemampuan berpikir kritis dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting. Hanya
saja kebiasaan berpikir kritis ini belum ditradisikan di sekolah-sekolah. Seperti
yang diungkapkan Syahbana (2012: 46), “sedikit sekolah yang mengajarkan
siswanya berpikir kritis. Sekolah justru mendorong siswa memberi jawaban yang
benar daripada mendorong mereka memunculkan ide-ide baru atau memikirkan
ulang kesimpulan-kesimpulan yang sudah ada”.
Pembelajaran matematika tidak hanya dimaksudkan untuk
mengembangkan kemampuan kognitif matematis, melainkan juga aspek afektif,
seperti disposisi matematis. Dawit (2014: 2) menyatakan:
a more comprehensive view of critical thinking must include dispositions, which refers to a person’s inclination to use critical thinking skills when faced with problems to solve, ideas to evaluate, or decisions to make. There is now a consensus that critical thinking, as a broad concept, involves both skills and dispositions. The dispotisions dimension includes truth-seeking, open mindedness, systematicity, analycity, maturity, inquisitiveness, and self-confidence.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa pandangan yang lebih komprehensif dari
berpikir kritis adalah disposisi, yang mengacu pada kecenderungan seseorang
7
mengevaluasi, membuat keputusan. Dimensi disposisi termasuk kebenaran,
keterbukaan, sistematis, analitis, rasa ingin tahu, dan kepercayaan diri. Orang
yang berpikir kritis matematis akan cenderung memiliki sikap yang positif
terhadap matematika, sehingga akan berusaha menalar dan mencari strategi
penyelesaian masalah matematika.
Mahmuzah menyatakan bahwa (2014: 45) “disposisi matematis adalah
keterkaitan dan apresiasi terhadap matematika sehingga menimbulkan
kecenderungan untuk berpikir dan bertindak dengan cara yang positif”. Sejalan
dengan pendapat Mahmudi (2010: 2) bahwa “Disposisi matematis sangat
menunjang keberhasilan belajar matematika. Siswa memerlukan disposisi
matematis untuk bertahan dalam menghadapi masalah, mengambil tanggung
jawab dalam belajar, dan mengembangkan kebiasaan kerja yang baik dalam
matematika”. Karakteristik demikian penting dimiliki siswa. Kelak, siswa belum
tentu akan menggunakan semua materi yang mereka pelajari, tetapi dapat
dipastikan bahwa mereka memerlukan disposisi positif untuk menghadapi situasi
problematik dalam kehidupan mereka.
Disposisi matematis sangat diperlukan siswa dalam proses belajar
matematika, karena disposisi akan menjadikan siswa gigih menghadapi masalah
yang lebih menantang, bertanggung jawab terhadap belajar mereka sendiri, dan
untuk mengembangkan kebiasaan baik di matematika. Sumarmo (2011: 23)
mengemukakan bahwa “Disposisi matematis menunjukkan rasa percaya diri,
ekspektasi dan metakognisi, gairah dan perhatian serius dalam belajar matematika,
kegigihan dalam menghadapi masalah dan menyelesaikan masalah, rasa ingin
8
didukung dengan studi pendahuluan yang dilakukan oleh Sukamto (2013: 93)
bahwa “pengajaran dan disposisi matematis harus mendapat perhatian, karena
keduanya sangat penting, sehingga perlu mengeksplorasi aspek pengembangan
tersebut”. Peran dan persepsi guru memainkan peran penting dalam rangka
mengembangkan disposisi matematis siswa.
Akan tetapi, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa masih banyak
siswa di Indonesia yang memiliki disposisi matematis rendah. Seperti yang
dikemukakan Russefendi (1991: 15), “Matematika (ilmu pasti) bagi anak-anak
pada umumnya merupakan mata pelajaran yang tidak disenangi, kalau bukan
pelajaran yang dibenci”. Sejalan dengan pendapat Abdurrahman (2009: 252),
“Dari berbagai bidang studi yang diajarkan di sekolah, matematika merupakan
bidang studi yang dianggap paling sulit oleh para siswa, baik yang tidak
berkesulitan belajar dan lebih-lebih bagi siswa yang berkesulitan belajar”. Salah
satunya adalah penelitian Kesumawati (2010: 6), “terhadap 297 siswa dari empat
SMP di kota Palembang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase
perolehan skor rerata disposisi siswa sebesar 58 persen berada pada kategori
rendah”.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada saat observasi
awal dengan 10 orang siswa di SMP Budi Murni 1 Medan mengenai matematika,
sebagian besar mereka mengatakan tidak menyukai pelajaran matematika. Mereka
menganggap pelajaran matematika itu membosankan, soal-soalnya terlalu sulit,
dan merasa cemas apabila disuruh mengerjakan soal ke papan tulis. Jadi peneliti
9
Rendahnya kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis siswa
mengindikasikan ada sesuatu yang salah dan belum optimal dalam pembelajaran
matematika di sekolah. Hal ini sejalan dengan hasil identifikasi permasalahan
KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) oleh Depdiknas (2007: 13) bahwa:
Metode pembelajaran di kelas kurang bervariasi, KBM kurang mengaktifkan siswa, masih mengejar target materi. Guru cenderung selalu menggunakan metode ceramah, pelaksanaan pembelajaran di kelas masih konvensional, standar proses belum ada dan sumber belajar umumnya dari buku pegangan, sangat terbatas menggunakan teknologi dan lingkungan.
Hal tersebut diperkuat oleh Sanjaya (2008: 1) yang menyatakan bahwa:
Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir Proses pembelajaran dikelas masih diarahkan pada kemampuan anak untuk menghafal informasi, otak anak dipaksa untuk memahami informasi yang diingatnya untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari- hari.
Pembelajaran seperti ini adalah pembelajaran yang hanya berpusat pada guru.
Siswa hanya mendengar, memperhatikan, dan menghafal bagaimana guru
menyelesaikan soal-soal. Siswa tidak diberikan kesempatan untuk memberikan
pendapat sendiri bagaimana cara menyelesaikan soal-soal tersebut.
Oleh karena itu, diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang tepat
sehingga dapat mengubah proses pembelajaran dari situasi guru mengajar menjadi
situasi siswa belajar. Ausubel seperti dirujuk oleh Ruseffendi (1991: 291) juga
menyarankan “sebaiknya dalam pembelajaran digunakan pendekatan yang
menggunakan metode pemecahan masalah, inquiri, dan metode belajar yang dapat
menumbuhkan kemampuan berpikir kreatif dan kritis”. Dengan adanya perbaikan
metode dan cara menyajikan materi pelajaran, diharapkan kemampuan berpikir
10
Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis siswa adalah pembelajaran
berbasis masalah (PBM). Hal ini sesuai dengan pendapat Trianto (2009: 92) yang
menyatakan bahwa “Pembelajaran berbasis masalah (PBM) merupakan suatu
model pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik
dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan
inkuiri dan keterampilan berpikir kritis, mengembangkan kemandirian, dan
percaya diri”. Sejalan dengan itu Rusman (2012: 230) mengemukakan bahwa
“PBM membantu untuk meningkatkan perkembangan keterampilan belajar
sepanjang hayat dalam pola pikir yang terbuka, reflektif, kritis, dan belajar aktif”.
Jadi, Pembelajaran berbasis masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk
pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Mempunyai kemampuan berpikir
tingkat tinggi artinya siswa sudah memiliki kecakapan berpikir yang cukup untuk
memecahkan masalah-masalah matematis yang ada di dalam pembelajaran
matematika maupun di dalam kehidupannya sehari-hari.
Menurut Trianto (2009: 92), “Pembelajaran berbasis masalah membantu
siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun
pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya”. Pembelajaran
ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks. Melalui
PBM siswa juga belajar untuk bertanggung jawab dalam kegiatan belajar, tidak
sekedar penerima informasi yang pasif, namun harus aktif mencari informasi yang
diperlukan sesuai dengan kapasitas yang ia miliki. Gijselaers seperti dirujuk oleh
Hosnan (2014: 298) penelitiannya menunjukkan bahwa “penerapan PBM
11
diperlukan serta strategi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah”. Dengan
demikian PBM menghendaki agar siswa aktif untuk memecahkan masalah yang
sedang dihadapinya. Dengan demikian pembelajaran berbasis masalah dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis siswa.
Dalam proses pembelajaran diperlukan desain bahan ajar yang sesuai
dengan mempertimbangkan pengetahuan siswa serta guru dapat memberikan
bantuan atau intervensi berupa petunjuk (scaffolding) yang mengarahkan siswa
untuk menemukan solusinya. Salah satu tindakan yang dilakukan oleh guru yang
dirasa dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis
siswa adalah dengan menggunakan media pembelajaran. “Media dapat membantu
guru dalam mempermudah serta mengatasi masalah komunikasi yang dialami oleh
guru ketika mengajarkan suatu materi”, (Yahya dkk, 2014: 161).
Hosnan (2014: 111) mengemukakan bahwa “media pendidikan adalah alat,
metode, dan teknik yang dipergunakan dalam rangka mengaktifkan komunikasi
dan interaksi guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran”. Jadi
media pendidikan merupakan sarana atau bentuk komunikasi nonpersonal yang
dapat dijadikan sebagai wadah dari informasi pelajaran yang akan disampaikan
kepada siswa. Pengajaran dengan menggunakan media ini diduga dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa, siswa dapat belajar secara individual
maupun berkelompok sehingga tujuan pembelajaran tercapai dengan baik.
Dalam era modern, khususnya dua puluh tahun terakhir, tampil
multimedia yang serba digital. Suparman (2012: 264) menyatakan:
12
memotivasi, interaktif, individualisasi, konsistensi, dan dapat mengendalikan proses belajar. Tampilan media memungkinkan penggunanya memanfaatkan indera masing-masing secara optimal.
Salah satu media komputer yang dapat digunakan dalam pembelajaran adalah
cyberlink power director. “Cyberlink power director adalah program editing video
digital yang memungkinkan kita membuat video yang tampak profesional dan
slideshow foto, lengkap dengan musik, suara, efek khusus, transisi dan banyak
lagi”, Cyberlink Corporation (2012: 1).
Penggunaan media komputer dengan aplikasi cyberlink power director
dalam pembelajaran matematika, akan terbentuk suasana belajar yang
menyenangkan di kelas. Rajagukguk (2011: 217) dalam penelitiannya
menemukan bahwa “minat belajar matematika siswa yang diajarkan dengan
menggunakan media komputer cyberlink power director lebih baik dari minat
belajar matematika siswa yang diajarkan tanpa menggunakan media komputer”.
Oleh karena itu, penggunaan media komputer pada pembelajaran berpengaruh
terhadap minat belajar siswa. Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti mencoba
mengkolaborasikan model pembelajaran berbasis masalah dengan bantuan media
komputer (cyberlink power director) yang bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis siswa. Cyberlink power
director dalam kolaborasi ini, diharapkan bisa menghadirkan bentuk gambar atau
animasi yang lebih menarik dan berkesan, sehingga pembelajaran yang dialami
siswa lebih menyenangkan dan tidak membosankan.
Selain faktor pembelajaran, terdapat faktor lain yang diduga dapat
berkontribusi terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis dan disposisi
13
matematika (KAM). Ismaimuza (2010: 3) menyatakan bahwa “Kemampuan awal
matematika merupakan kecakapan yang dimiliki oleh siswa sebelum proses
pembelajaran matematika dilaksanakan”. Kemampuan awal yang dimiliki oleh
siswa juga bervariasi antara siswa yang satu dengan yang lainnya jika ditinjau dari
tingkat penguasaan siswa maka dapat dibedakan antara siswa yang memiliki
kemampuan awal tinggi, sedang, dan rendah. Bagi siswa yang memiliki
kemampuan tinggi, setelah mendapatkan pembelajaran cenderung hasilnya akan
baik. Hal ini terjadi karena siswa kemampuan tinggi lebih cepat memahami
pelajaran. Bagi siswa yang memiliki kemampuan sedang atau rendah, apabila
model pembelajaran yang digunakan oleh guru menarik atau menyenangkan,
sesuai dengan tingkat kognitif siswa tidak menutup kemungkinan memiliki hasil
yang tinggi juga dan akhirnya dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan
disposisi matematisnya. Dengan demikian, kemampuan awal matematika siswa
berkontribusi besar dalam prestasi belajar matematika siswa.
“Kemampuan awal matematika siswa perlu diperhatikan guru sebelum
melakukan pembelajaran disebabkan adanya hirarki dalam belajar matematika
artinya pemahaman materi yang baru mensyaratkan penguasaan materi
sebelumnya”, (Usdiyana dkk, 2009: 8). Namun, kenyataan selama ini guru jarang
memperhatikan kemampuan awal yang dimiliki oleh siswa. Seperti yang
diungkapkan oleh Sutama (2011: 15) bahwa “pembelajaran matematika selama ini
tidak efektif salah satu faktor penyebabnya adalah guru dalam mengajar
cenderung kurang memperhatikan kemampuan awal siswa”. Jadi, seorang guru
harus mengetahui kemampuan awal matematika siswa untuk memperkecil
14
diajarkan. Selain itu, dengan mengetahui kemampuan awal siswa yang bervariasi
guru dapat memilih model pembelajaran yang cocok untuk digunakan di kelas
sehingga pembelajaran yang berlangsung di kelas dapat efektif.
Berdasarkan uraian di atas, perlu diungkap apakah pembelajaran berbasis
masalah memiliki kontribusi terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis dan
disposisi matematis siswa. Oleh karena itu penelitian ini berjudul, “Peningkatan
kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis siswa melalui model
pembelajaran berbasis masalah berbantuan cyberlink power director di SMP Budi
Murni 1 Medan”.
1.2.Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan maka dapat diidentifikasi
beberapa permasalahan yang ditemukan sebagai berikut:
1. Kemampuan berpikir kritis siswa SMP Budi Murni 1 Medan dalam
memecahkan masalah rendah.
2. Metode pembelajaran di SMP Budi Murni 1 Medan kurang bervariasi dan
masih konvensional.
3. Kegiatan belajar mengajar kurang mengaktifkan siswa SMP Budi Murni 1
Medan.
4. Disposisi matematis siswa SMP Budi Murni 1 Medan masih rendah.
5. Sumber belajar di SMP Budi Murni 1 Medan umumnya dari buku pegangan,
sangat terbatas menggunakan teknologi dan lingkungan.
1.3.Pembatasan Masalah
Mengingat keluasan ruang lingkup permasalahan dalam pembelajaran
15
dibatasi sehingga lebih terfokus pada permasalahan yang mendasar dan
memberikan dampak yang luas terhadap permasalahan yang dihadapi, maka
masalah yang akan diteliti difokuskan pada:
1. Kemampuan berpikir kritis siswa SMP Budi Murni 1 Medan dalam
memecahkan masalah masih rendah.
2. Disposisi matematis siswa SMP Budi Murni 1 Medan masih rendah.
1.4.Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, identifikasi masalah,
pembatasan masalah, maka rumusan masalah yang dikemukakan pada penelitian
ini adalah:
1. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajar
melalui model pembelajaran berbasis masalah berbantuan cyberlink power
director lebih tinggi dari siswa yang diajar dengan pembelajaran biasa?
2. Apakah peningkatan disposisi matematis siswa yang diajar melalui model
pembelajaran berbasis masalah berbantuan cyberlink power director lebih
tinggi dari siswa yang diajar dengan pembelajaran biasa?
3. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal
matematika terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis
siswa?
4. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal
16
1.5.Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini, maka
yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bahwa peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis
siswa yang diajar melalui model pembelajaran berbasis masalah berbantuan
cyberlink power director lebih tinggi dari siswa yang diajar dengan
pembelajaran biasa.
2. Untuk mengetahui bahwa peningkatan disposisi matematis siswa yang diajar
melalui model pembelajaran berbasis masalah berbantuan cyberlink power
director lebih tinggi dari siswa yang diajar dengan pembelajaran biasa.
3. Untuk mengetahui interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal
matematika terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis
siswa.
4. Untuk mengetahui interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal
matematika terhadap peningkatan disposisi matematis siswa.
1.6. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan
kepada pihak-pihak terkait, diantaranya:
1. Bagi siswa
Masukan bagi siswa dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan
17
2. Bagi guru
Sebagai bahan pertimbangan bagi guru matematika dalam memilih model
pembelajaran yang dapat mengoptimalkan kegiatan belajar mengajar di
sekolah.
3. Bagi sekolah
Memberikan informasi kepada pihak sekolah tentang pentingnya model
pembelajaran baru dalam pembelajaran matematika.
4. Bagi peneliti lain
Sebagai bahan masukan awal bagi peneliti lain dalam melakukan kajian
penelitian yang lebih mendalam lagi mengenai pembelajaran matematika.
1.7.Definisi Operasional
Agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap beberapa variabel yang
digunakan dalam penelitian ini, maka berikut ini akan dijelaskan pengertian dari
variabel-variabel tersebut.
1. Kemampuan berpikir kritis matematis siswa adalah kemampuan berpikir
siswa secara beralasan dan pertimbangan mendalam yang dapat membantu
dalam membuat, mengevaluasi, mengambil, dan memperkuat suatu keputusan
atau kesimpulan tentang situasi matematika yang dihadapinya. Indikator
kemampuan berpikir kritis meliputi: (a) Mengidentifikasi, (b)
Menggeneralisasi, (c) Menganalisis, dan (d) Mengklarifikasi.
2. Disposisi matematis adalah perubahan kecenderungan siswa dalam
18
matematika yang meliputi: kepercayaan diri, fleksibilitas, ketekunan,
keingintahuan, reflektif, aplikasi dan apresiasi.
3. Model pembelajaran berbasis masalah (PBM) merupakan suatu model
pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan
maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan
inkuiri dan keterampilan berpikir kritis, mengembangkan kemandirian, dan
percaya diri. Tahapan dalam pembelajaran berbasis masalah yaitu: (1)
orientasi siswa pada masalah, (2) mengorganisasikan siswa untuk belajar,
(3) membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, (4)
mengembangkan dan menyajikan hasil karya, (5) Menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah.
4. Cyberlink power director adalah program editing video digital yang
memungkinkan untuk membuat video yang tampak profesional dan slideshow
foto, lengkap dengan musik, suara, efek khusus, transisi, dan lain-lain.
5. Pembelajaran biasa adalah pembelajaran yang banyak kita jumpai di lapangan
dimana guru menjelaskan materi pelajaran dan memberikan contoh,
kemudian siswa mengerjakan latihan secara individual dan guru memberikan
umpan balik serta memberi tugas tambahan.
6. Peningkatan yang dimaksud adalah peningkatan kemampuan berpikir kritis
dan disposisi matematis siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, yang
ditinjau berdasarkan gain ternormalisasi dari perolehan skor pretes dan postes
siswa. Kemudian peningkatan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
113 BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan temuan penelitian tentang peningkatan
kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis siswa yang diajar dengan
model pembelajaran berbasis masalah berbantuan cyberlink power director dan
pembelajaran biasa, maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajar melalui
pembelajaran melalui model pembelajaran berbasis masalah berbantuan
cyberlink power director lebih tinggi dari siswa yang diajar dengan
pembelajaran biasa pada materi Aljabar di SMP Swasta Budi Murni 1 Medan.
Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis melalui model
pembelajaran berbasis masalah berbantuan cyberlink power director paling
meningkat pada aspek mengidentifikasi.
2. Peningkatan disposisi matematis siswa yang diajar melalui model
pembelajaran berbasis masalah berbantuan cyberlink power director lebih
tinggi dari siswa yang diajar dengan pembelajaran biasa pada materi Aljabar
di SMP Swasta Budi Murni 1 Medan. Peningkatan disposisi matematis
melalui model pembelajaran berbasis masalah berbantuan cyberlink power
director paling meningkat pada aspek apresiasi.
3. Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal
matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis
114
4. Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal
matematika siswa terhadap peningkatan disposisi matematis siswa.
5.2 Implikasi
Berdasarkan kesimpulan dan hasil penelitian dapat disampaikan
kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis siswa melalui model
pembelajaran berbasis masalah berbantuan cyberlink power director lebih baik
dibandingkan dengan pembelajaran biasa. Pembelajaran berbasis masalah
berbantuan cyberlink power director sangat efektif meningkatkan kemampuan
berpikir kritis dan disposisi matematis siswa. Dengan pembelajaran berbasis
masalah berbantuan cyberlink power director juga membuat siswa berani
mengemukakan pendapat dan menerima pendapat orang lain, memiliki sikap
demokratis serta menimbulkan rasa senang dalam belajar matematika. Guru
sebagai teman belajar, mediator, fasilitator membawa konsekuensi bagi guru
untuk lebih memahami kelemahan dan kekuatan dari bahan ajar serta karakteristik
kemampuan individual siswa. Jika hal ini dilakukan secara berkesinambungan
akan membawa dampak yang positif terhadap pengetahuan guru dimasa yang
akan datang.
Beberapa implikasi yang perlu diperhatikan bagi guru sebagai akibat dari
pelaksanaan proses pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah
berbantuan cyberlink power directorantara lain:
1. Dari aspek yang diukur, berdasarkan temuan di lapangan terlihat bahwa
kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis siswa masih kurang
memuaskan, karena peningkatan yang diperoleh pada kelas eksperimen masih
115
memperoleh soal-soal yang langsung dalam bentuk model matematika,
sehingga ketika diminta untuk untuk memunculkan ide mereka sendiri siswa
masih merasa sulit.
2. Pembelajaran berbasis masalah berbantuan cyberlink power director dapat
diterapkan pada kategori KAM (Tinggi, Sedang dan Rendah) pada
kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis siswa. Adapun
pembelajaran berbasis masalah berbantuan cyberlink power director
mendapatkan keuntungan lebih besar terhadap siswa dengan kategori KAM
tinggi dan sedang.
5.3 Saran
Berdasarkan implikasi dari hasil penelitian, maka disampaikan
beberapa saran yang ditujukan kepada berbagai pihak yang berkepentingan
dengan hasil penelitian ini. Saran tersebut sebagai berikut:
1. Bagi para guru, agar pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah
berbantuan cyberlink power director dapat lebih berhasil dengan baik di
kelas, sebaiknya mempersiapkan dengan matang Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) dan Lembar Aktivitas Siswa (LAS) sebagai pedoman
kegiatan belajar dan tugas rumah serta soal-soal yang berkenaan dengan
kemampuan matematis.
2. Bagi peneliti selanjutnya, dalam penerapan pembelajaran berbasis
masalah berbantuan cyberlink power director memerlukan sarana dan
media pembelajaran yang lengkap. Oleh karena itu, diharapkan memilih
116
pembelajarannya dapat dilaksanakan secara maksimal sesuai dengan tujuan
yang diharapkan serta dapat memanfaatkan waktu dengan efisien.
3. Bagi lembaga terkait, pembelajaran dengan pembelajaran berbasis
masalah berbantuan cyberlink power director masih sangat asing bagi guru
dan siswa terutama pada guru dan siswa di daerah, oleh karena itu
perlu disosialisasikan oleh sekolah dengan harapan dapat
meningkatkan kemampuan belajar siswa, khususnya meningkatkan
kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis siswa yang
tentunya akan berimplikasi pada meningkatnya prestasi siswa dalam
117
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. (2009). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Akbar, Sa’dun. (2013). Instrumen Perangkat Pembelajaran. Rosdakarya Ofset: Bandung.
Aristika, Ayu. (2015). Tinjauan Tentang Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Disposisi Matematis. Makalah Disajikan pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta, 2015.
Arends, R. (2008). Learning to Teach, Belajar untuk Mengajar. Edisi Ketujuh Buku Satu. Penerjemah: Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arikunto, S. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.
. (2009). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
. (2010). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Cahyo, A. N. (2013). Panduan Aplikasi Teori-teori Belajar Mengajar. Yogyakarata: DIVA Press.
Cyberlink Corporation. (2012). Cyberlink PowerDirector User’s Guide. [online]. Tersedia:http://download.cyberlink.com/ftpdload/user_guide/powerdirecto r/10/PowerDirector_UG_ENU.pdf [25 Agustus 2015].
Dawit, dkk. (2014). Effectiveness of Critical Thinking Instruction in Higher Education: A Systematic Review of Intervention Studies. Journal Canadian Center of Science and Education, 4(1): 1-17.
Depdiknas. (2007). Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Depdiknas.
Ennis. (1985). A Logical Basis for Measuring Critical Thinking Skills. Association for Supervision and Curriculum Development.
. (1993). Critical Thinking Assessment. Journal Theory Into Practice, 32(3): 179-186.
Facione. (2013). Critical Thinking: What It Is and Why It Counts. Measured Reasons and The California Academic Press, Millbrae, CA.
118
Glass, G.V. & Hopkins K.D. 1996. Statistical Methods in Education and Psychology. USA: A. Simon & Schuster Company.
Gultom, Jahinoma. (2013). Perbedaan Koneksi Matematika antara Siswa yang Diberi Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan Pengajaran Langsung. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Salatiga, 4(1): 205-216.
Hake, R. R. (1998). Analyzing Change/Gain Scores. Woodland Hills: Dept. of Physics, Indiana University. [Online]. Tersedia: http://www.physics. indiana.du/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf [3 Januari 2016].
Halpern, D. F. (1998). Teaching critical thinking for transfer across domains. Dispositions, skills, structure training, and metacognitive monitoring. The American psychologist, 53(4), 449-445.
Herman, T. (2007). Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP. Jurnal Cakrawala Pendidikan, 26 (1): 41-62.
Hosnan. (2014). Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia.
Husnidar, dkk. (2014). Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Disposisi Matematis Siswa. Jurnal Didaktik Matematika. 1(1): 71-82.
IEA. (2012). TIMSS 2011 international results in mathematics. [online]. Tersedia: http://timss.bc.edu/timss2011/downloads/T11_IR_M_Chapter1.pdf. [27 Agustus 2015].
Ilham, Mira. (2016). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis dan Self Efficacy Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah di SMK Negeri 3 Medan. Medan: Tesis Pascasarjana Unimed. Tidak diterbitkan.
Ismaimuza, Dasa. (2010). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi Konflik Kognitif Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis dan Sikap Siswa SMP. Jurnal Pendidikan Matematika, 4(1): 1-10.
Istarani. (2012). 58 Model Pembelajaran Inovatif. Medan: Media Persada.
Jumaisyaroh, T. (2014). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa SMP melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Jurnal Kreano, 5(2): 157-169.
Kadir. (2015). Statistika Terapan. Jakarta: Rajawali Pers.
119
Katz, L. G. (2009). Dispositions as Educational Goals. [Online]. Tersedia: http://.edpsycinteractive.org/files/edoutcomes.html. [7 April 2016]
Kemdiknas. (2011). Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika SMP: Belajar dari PISA dan TIMSS. Jakarta: Kemdiknas.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2011). Survei international PISA. [online] Tersedia: http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-international-pisa [27 Agustus 2015].
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2011). Survei international TIMSS. [online] Tersedia: http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-internasional-timss [27 Agustus 2015].
Kerlinger, F.N. 1986. Asas-asas Penelitian Behavioral. Terjemahan oleh Landung R. Simatupang. 1996. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Mahmudi, A. (2010). Tinjauan Asosiasi antara Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Disposisi Matematis. Makalah Disajikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta, 17 April 2010.
Mahmuzah, dkk. (2014). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Disposisi Matematis Siswa SMP dengan Menggunakan Pendekatan Problem Posing. Jurnal Didaktik Matematika, 1(2): 43-53.
Multina, Mega. (2016). Perbedaan Kemampuan Penalaran dan Disposisi Matematis Antara Siswa yang Diberi Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pembelajaran Bersiklus di MTsN Lhokseumawe. Medan: Tesis Pascasarjana Unimed. Tidak diterbitkan.
NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics.
[Online]. Tersedia:
http://www.krellinst.org/AiS/textbook/manual/stand/NCTME_stand.html. [7 April 2016]
Noer. (2011). Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah Open-Ended. Jurnal Pendidikan Matematika, 5(1): 104-111.
OECD. (2010). PISA 2009 results: what students know and can do – student performance in mathematics, reading and science (volume i). [online]. Tersedia: http://www.oecd.org/pisa/pisaproducts/48852548.pdf [27 Agustus 2015].
120
Permendiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006, ditetapkan di Jakarta.
Rajagukguk, Wamington. (2011). Perbedaan Minat Belajar Siswa dengan Media Komputer Program Cyberlink Power Director dan Tanpa Media Komputer pada Pokok Bahasan Kubus dan Balok di Kelas VIII SMP Negeri 1 Hamparan Perak Tahun Ajaran 2009/2010. Jurnal Pendidikan Matematika, 5(2): 205-220.
Ruseffendi. (1998). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.
. (1991). Pengajaran Matematika Modern dan Masa Kini untuk Guru dan SPG. Bandung: Tarsito.
Rusman. (2012). Model - model Pembelajaran. Jakarta: Rajagrafindo.
Safari. (2004). Teknik Analisis Butir Tes.Yogyakarta.
Sanjaya, Wina. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menegah Pertama melalui Pendekatan Matemaatika Realistik. Disertasi S3 UPI.
Somakim. (2010). Peningkatan Kemampuan Berfikir Kritis Dan Self-Efficacy Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama Dengan Penggunaan Pendekatan Matematika Realistik. Bandung: Disertasi SPs UPI. Tidak diterbitkan.
Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung :Penerbit Tarsito.
Suharto, Agus. (2012). Memahami Teori Psikologi Kognitif Piaget Hubungannya dengan Perkembangan Anak dalam Belajar. Jurnal Edukasi, 7(1): 19-38.
Sukamto. (2013). Strategi Quantum Learning dengan Pendekatan Konstruktivisme untuk Meningkatkan Disposisi dan Penalaran Matematis Siswa. Journal of Primary Educational, 2(2): 91-98.
Sumarmo, Utari. (2011). Pembelajaran Matematika Berbasis Pendidikan Karakter. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung. 1: 22-32.
Suparman, Atwi. (2012). Desain Instruksonal Modern. Jakarta: Erlangga.
121
Syahbana, Ali. (2012). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning. Jurnal Edumatica, 2(1): 45-57.
Tim Pasca Sarjana UNIMED. (2010). Pedoman Administrasi dan Penulisan Tesis & Disertasi. Medan: PPS UNIMED.
Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Innovative, Progresif. Surabaya: Kencana Prenada.
Usdiyana, dkk. (2009). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Logis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Matematika Realistik. Jurnal Pengajaran MIPA, 13(1): 1-14.
Walpole, R. E. (1995). Pengantar Statistika Edisi ke-3. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Wulandari, Chardiana. (2014). Perbedaan Minat dan Penalaran Siswa yang Diajar Menggunakan Media Komputer (Cyberlink Power Director) dengan Alat Peraga pada Materi Pecahan di Kelas VII SMP Panca Budi Medan T.A. 2013/2014. Medan: Skripsi Unimed. Tidak diterbitkan.
Yahya, dkk. (2014). Inovasi Perangkat Pembelajaran Sistem Kelistrikan Otomotif untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan Vokasi: Teori dan Praktek, 2(2): 159-166.
Yunita. (2016). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa yang Diajar dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). Medan: Tesis Pascasarjana Unimed. Tidak diterbitkan.