(Studi Literatur)
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Menyelesaikan Tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil
Disusun Oleh :
ARFAN JAMAL ASIKIN ZALUKHU
NIM. 040424006
PROGRAM PENDIDIKAN EKSTENSION DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan kasih dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir dengan baik. Tugas akhir ini berjudul “ANALISIS PENGARUH DIAFRAGMA
TERHADAP TEKUK LATERAL PADA GELAGAR MEMANJANG JEMBATAN”,
dam disusun untuk melengkapi persyaratan dalam menempuh ujian sarjana pada Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak berupa dukungan moril, materil, spiritual maupun administrasi.
Oleh karena itu sudah selayaknya penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Bachrian Lubis, M.Sc. selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Ir. Faizal Ezeddin, MS, selaku Koordinator Program Pendidikan Ekstension Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
3. Bapak Ir. Robert Panjaitan, sebagai Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan tugas akhir ini.
4. Terutama yang paling istimewa orang tua saya, adik – adik saya dan seluruh keluarga yang telah senantiasa mencurahkan dan mendukung baik dari segi moril maupun materi yang tidak dapat terbalaskan.
teman – teman ekstesion stambuk 2004, 2005, dan 2006.
7. Rasdinanta Tarigan, ST, Maylia ST dan Mira Dewi Asdiana Panjaitan, ST, untuk pemikiran, doa dan motivasi yang diberikan.
8. Serta pihak lain yang turut berperan serta dalam penulisan tugas akhir ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna disebabkan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, serta referensi yang penulis miliki. Untuk itu penulis mengharapkan saran-saran dan kritik demi perbaikan pada masa – masa mendatang.
Medan, Agustus 2007 Hormat Penulis,
Arfan Jamal Asikin Zalukhu
NIM. 04 0424 006
Pada perencanaan gelagar memanjang suatu jembatan, selain berat sendiri jembatan maka beban kenderaan yang bergerak diatasnya sangat menentukan. Letakan beban tekan sumbu kenderaan harus ditentukan sedemikian rupa sehingga menghasilkan nilai maksimum, yang berpengaruh terhadap pendimensian gelagar memanjang selain harus memenuhi persyaratan kekuatan dan kekakuan, maka juga harus memenuhi persyaratan stabilitas. Persyaratan stabilitas yang tidak dipenuhi oleh gelagar dapat menyebabkan terjadinya tekuk lateral, salah satu penyebab terjadinya keruntuhan suatu konstruksi baja.
Tulisan ini bertujuan untuk memperoleh dimensi minimum dari gelagar memanjang jembatan yang memikul berat sendiri dan tekanan sumbu kenderaan di atasnya serta dimensi dan variasi balok diafragma sehingga gelagar memanjang aman terhadap tekuk lateral yang terjadi. Pemasangan diafragma pada konstruksi mengakibatkan perubahan persamaan rotasi dan bentuk defleksi lateralnya. Perubahan ini tergantung pada posisi dan jumlah diafragma. Dalam tulisan ini diturunkan persamaan rotasi untuk sejumlah n diafragma dengan memakai metode energi.
KATA PENGANTAR ………. i
ABSTRAK ………... iii
DAFTAR ISI ……… iv
DAFTAR NOTASI ………. vii
DAFTAR GAMBAR ………... viii
DAFTAR TABEL ……… ix
BAB I PENDAHULUAN
I. 1 Latar Belakang ……….. I – 1 I. 2 Permasalahan ………... I – 1 I. 3 Tujuan ……… I – 2 I. 4 Pembatasan Masalah ……….. I – 3 I. 5 Metodologi ………. I – 3
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN
II.1. Sifat Bahan Struktur ……… II – 1 II.1.1.Sifat bahan baja ………. II – 1 II.2. Pengertian Stabilitas ……… II – 6 II.3. Tekuk Lateral Balok ………. II – 9 II.4. Konsep Dasar Metode Energi ……… II – 10
II.6.2. Energi Regangan pada balok akibat
Puntir Terpilin ……… II – 19 II.7. Energi pontensial gaya luar dengan Titik Tangkap
Beban sejauh a dari perletakan dan sejauh c di atas
Garis Netral ……….. II – 22
II.8. Energi Regangan Dalam ………. II – 27 II.9. Diafragma ………... II – 28
BAB III ANALISA STRUKTUR
III.1. Fungsi Deformasi ………. III – 1 III.2 Perletakan Sederhana (Simple – Support) …….. III – 1 III.3 Pembebanan Maksimum ……… III – 2 III.4 Penyelesaian Umum untuk Energi Regangan Dalam
Dan Luar dengan sejumlah n balok Diafragma
III – 3
III.5 Rumus untuk Kekuatan Diafragma …………... III –10
BAB IV APLIKASI
V.2 Saran ……….. V – 1
DAFTAR PUSTAKA
q Beban luar merata
P Beban luar terpusat
L Panjang gelagar memanjang
E Modulus Elastisitas
G Modulus Geser
H Tinggi total
h Tinggi badan
ts Tinggi sayap
tb Tebal badan
A Luas penampang
Ix Inersia sumbu x – x
Iy Inersia sumbu y – y
Wx Momen tahanan
Wc Kerja gaya luar
Wi Kerja gaya dalam
M Momen lentur
J Konstanta puntir
Cw Konstanta warping
U Energi regangan (Strain Energy)
V Energi potensial gaya luar ∏ Total potensial
u Lendutan lateral
v Lendutan vertical Tegangan lentur Tegangan geser Regangan geser Laju punter
ø Sudut punter
Gambar 1.1 Sketsa Beban Truk pada Gelagar Memanjang ... I – 2 Gambar 1.2 Gelagar Memanjang dan Lantai Kendaraan ……... I – 2 Gambar 1.3 Parameter Beban dan Gelagar Memanjang ……... I – 3 Gambar 2.1 Hubungan tegangan regangan untuk uji tarik pada
Tabel 2.1.1 Harga tegangan leleh ……….. II – 5 Tabel 2.7.1 Kosinus Arah ………. II – 24 Tabel 4.1.1 Metode Cross untuk P = 5 T ………. IV – 4 Tabel 4.1.2 Metode Cross untuk P = 20 T ………. IV – 5 Tabel 4.1.3 Nilai P1 dan P2 setelah dicrosskan ………. IV – 6
Tabel 4.2.1 Rumus umum untuk Tekuk Lateral ……… IV – 18 Tabel 4.3.1 Dimensi gelagar akibat lentur ………. IV – 22 Tabel 4.3.2 Kontrol Dimensi Gelagar terhadap Bahaya Tekuk
Lateral ……… IV – 27
Tabel 4.3.3 Kontrol Dimensi Gelagar terhadap Bahaya Tekuk
Lateral ……… IV – 28
Tabel 4.3.4 Kontrol Dimensi Gelagar terhadap Bahaya Tekuk
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Pada perencanaan gelagar memanjang suatu jembatan, selain berat sendiri jembatan maka beban kenderaan yang bergerak diatasnya sangat menentukan. Letakan beban tekan sumbu kenderaan harus ditentukan sedemikian rupa sehingga menghasilkan nilai maksimum, yang berpengaruh terhadap pendimensian gelagar memanjang selain harus memenuhi persyaratan kekuatan dan kekakuan, maka juga harus memenuhi persyaratan stabilitas. Persyaratan stabilitas yang tidak dipenuhi oleh gelagar dapat menyebabkan terjadinya tekuk lateral, salah satu penyebab terjadinya keruntuhan suatu konstruksi baja.
Untuk menghindari bahaya tekuk lateral pada gelagar memanjang suatu jembatan biasanya dipasang balok-balok diafragma. Dimensi dan jarak balok diafragma tergantung dari besar beban yang bekerja pada gelagar. Semakin kecil jarak antara diafragma maka dimensi gelagar memanjang akan semakin kecil, demikian sebaliknya, jarak diafragma yang semakin besar akan menghasilkan dimensi gelagar memanjang yang lebih besar pula. Maka untuk memperoleh dimensi aman dan ekonomis dari gelagar memanjang dan diafragma harus dilakukan perhitungan gelagar memanjang dengan variasi jarak diafragma.
I.2. Permasalahan
Sandaran Trotoar
Lap. Aspal Lantai Kayu
Gel. Memanjang
a b c d e
Ln Ln Ln Ln
Ln' Ln'
sederhana. Struktur yang dianalisis adalah balok baja dengan profil I yang terletak di atas 2 (dua) perletakan sendi-rol dengan beban akibat berat sendiri jembatan dan tekanan sumbu kenderaan tertentu di atasnya.
Jembatan yang ditinjau terdiri dari 5 (lima) buah gelagar baja profil I dan Lantai kendaraan terdiri dari lantai kayu dan memikul trotoar di kiri dan kanan jembatan.
I.3. Tujuan
Tulisan ini bertujuan untuk memperoleh dimensi minimum dari gelagar memanjang jembatan yang memikul berat sendiri dan tekanan sumbu kenderaan di atasnya serta dimensi dan variasi balok diafragma sehingga gelagar memanjang aman terhadap tekuk lateral yang terjadi.
P1 P2 P3
a b c d
Gambar 1.1 Sketsa Beban Truk pada Gelagar Memanjang
I.4. Pembatasan Masalah
Analisis perhitungan yang dilakukan dalam studi ini menggunakan beberapa asumsi dasar, yaitu :
1. Analisis pada kondisi elastis 2. Struktur baja kondisi homogen 3. Bidang penampang tetap 4. Deformasi geser diabaikan
5. Bentuk penampang tetap tanpa perobahan
6. Beban yang bekerja akibat berat sendiri lantai kendaraan (tanpa berat sendiri gelagar) dan tekanan sumbu kendaraan (dianggap merupakan titik atau point) sbb :
7. Gelagar memanjang yang ditinjau adalah profil I, tanpa menganggap komposit
8. Diafragma berupa baja tipis sehingga diasumsikan satu titik
9. Bidang las diafragma pada kedua sisi sayap maupun badan dianggap kuat
10. Masalah sambungan pada konstruksi tidak dibahas
I.5. Metodologi
Metode yang dipergunakan dalam mengkaji tulisan ini adalah secara analitis dengan mempergunakan persamaan-persamaan differensial dan didasarkan pada beberapa literatur yang berhubungan dengan penulisan kajian ini.
P1 P2 P3
L= 1500
Gambar 1.3 Parameter Beban dan Gelagar Memanjang
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Balok umumnya dipandang sebagai batang yang terutama memikul
beban gravitasi transversal, termasuk momen ujung. Beberapa istilah
pengggunaan balok yang biasa antara lain: gelagar, balok anak, gording, rusuk
dan lain-lain. Dalam bahasan ini balok yang dimaksud adalah gelagar yaitu
balok-balok yang terdapat pada struktur jembatan.
Dalam pendimensian balok ini syarat stabilitas perlu ditinjau selain syarat
kekuatan dan kekakuan. Hal ini perlu karena walaupun kebanyakan balok dalam
praktek memiliki sokongan samping yang memadai sebagai stabilitas lateral yang
diperkirakan sehingga perlu ditinjau secara khusus. Dalam mendesain struktur
jembatan ada baiknya harus diketahui sifat-sifat bahan yang digunakan untuk
struktur tersebut.
II.1. Sifat Bahan Struktur
Tiga jenis bahan yang dapat digunakan sebagai bahan desain struktur
adalah kayu, baja , dan beton, baik untuk konstruksi gedung maupun jembatan.
Dengan demikian perlu diketahui sifat-sifat yang umum dari bahan struktur
tersebut.
II.1.1. Sifat bahan baja
Sifat baja yang terpenting dalam penggunaannya sebagai bahan
konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi, yaitu kemampuan untuk deformasi
secara nyata baik dalam tegangan baik dalam regangan maupun dalam
kompresi sebelum kegagalan, serta sifat homogenitas yaitu sifat keseragaman
Baja merupakan bahan campuran besi (Fe), 1,7 % zat arang atau karbon
(C), 1,65 % mangan (Mn), 0,6 % silicon (Si), dan 0,6 % tembag (Cu). Baja
dihasilkan dengan menghaluskan bijih besi dan logam besi tua bersama-sama
dengan bahan tambahan pencampur yang sesuai, dalam tungku temperature
tinggi untuk menghasilkan massa-massa besi yang besar, selanjutnya
dibersihkan untuk menghilangkan kelebihan zat arang dan kotoran-kotoran lain.
Berdasarkan persentase zat arang yang dikandung, baja dapat dikategorikan
sebagai berikut :
1. Baja dengan persentase zat arang rendah (low carbon steel) yakni
lebih kecil dari 0,15 %
2. Baja dengan persentase zat arang ringan (mild carbon steel) yakni
0,15 % - 0,29%
3. Baja dengan persentase zat arang sedang (medium carbon steel)
yakni 0,30 % - 0,59 %
4. Baja dengan persentase zat arang tinggi (high carbon steel) yakni
0,60 % - 1,7 %
Baja untuk bahan struktur termasuk ke dalam baja yang persentase zat
arang yang ringan (mild carbon steel), semakin tinggi kadar zat arang yang
terkadung di dalamnya, maka semakin tinggi nilai tegangan lelehnya. Sifat-sifat
bahan stuktur yang paling penting dari baja adalah sebagai berikut:
1. Modulus elastisitas (E) berkisaran antara 193000 Mpa sampai 207000
Mpa. Nilai untuk design lazimnya diambil 210000 Mpa.
2. Modulus geser (G) dihitung berdasarkan persamaan :
3. G = E / 2 (1+ )
Dimana = angka perbandingan poisson
Dengan mengambil = 0,30 dan E = 210000 Mpa, akan memberikan
4. Koefsien ekspansi ( ) diperhitungkan sebasar:
= 11,25 x 10-6 per o C
5. Berat jenis baja ( ), berat jenis baja diambil 7,85 t/m3
Untuk mengetahui hubungan antara tegangan dan regangan pada baja
dapat dilakukan dengan uji tarik di laboratorium, sebagian besar percobaan atas
baja akan menghasilkan bentuk hubungan tegangan dan regangan seperti
Gambar 2.1 di bawah ini.
Keterangan gambar:
= tegangan baja
= regangan baja
A = titik proporsional
A’= titik batas elastis
B = titik batas plastis
M = titik runtuh
C = titik putus
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa sampai titik A hubungan
tegangan dengan regangan masih linear atau keadaan masik mengikuti hukum
Hooke. Kemiringan garis OA menyatakan besarnya modulus elastisitas E.
Diagram regangan untuk baja lunak umumnya memiliki titik leleh atas (upper
yield point), yu dan daerah leleh datar. Secara praktis, letak titik leleh atas ini, A’
tidaklah terlalu berarti sehingga pengaruhnya sering diabaikan. Titik A’ sering
juga disebut sebagai titik batas elastis (elasticity limit). Sampai batas ini bila gaya
tarik dikerjakan pada batang baja maka batang tersebut akan berdeformasi.
Selanjutnya bila gaya itu dihilangkan maka batang akan kembali kebentuk
semula. Dalam hal ini batang tidak mengalami deformasi permanent.
Bila beban yang bekerja bertambah, maka akan terjadi pertambahan
regangan tanpa adanya pertambahan tegangan. Sifat pada daerah AB inilah
yang disebut sebagai keadaan plastis. Lokasi titik B, yaitu titik batas plastis
tidaklah pasti tetapi sebagai perkiraan dapat ditentukan yakni terletak pada
regangan 0,014.
Daerah BC merupakan daerah strain hardening, dimana pertambahan
regangan akan diikuti dengan sedikit pertambahan tegangan. Di samping itu,
hubungan tegangan dengan regangannya tidak lagi bersifat linier. Kemiringan
garis setelah titik B ini didefenisikan sebagai Ez. Di titik M, yaitu regangan
berkisar antara 20% dari panjang batang, tegangannya mencapai nilai
maksimum yang disebut sebagai tegangan tarik batas (ultimate tensile strength).
Akhirnya bila beban semakin bertambah besar lagi maka titik C batang akan
putus.
Tegangan leleh adalah tegangan yang terjadi pada saat baja mulai
meleleh. Dalam kenyataannya, sulit untuk menentukan besarnya tegangan leleh,
sebab perubahan dari elastisitas menjadi plastis seringkali besarnya tidak tetap.
garis sejajar dengan sudut kemiringan modulus elastisitasnya, dari regangan
sebesar 0,2% (Gambar 2.2)
Dari titik regangannya 0,2% ditarik garis sejajar dengan garis OB
sehingga memotong grafik regangan dan juga memotong sumbu tegangan.
Tegangan yang diperoleh ini disebut tegangan leleh. Tegangan-tegangan leleh
dari bermacam-macam baja bangunan diperlihatkan pada Tabel 2.1.1
Macam Baja Tegangan leleh
Kg/cm2 Mpa
Bj 34
Bj 37
Bj 41
Bj 44
Bj 50
Bj 52
2100
2400
2500
4400
5000
5200
210
240
250
280
290
360 0.002 0.004
B
CD // 0B
C
D
0
Gambar 2.2 Penentuan tegangan leleh
Baja memiliki beberapa kelebihan sebagai bahan konstruksi, diantaranya:
1. Nilai kesatuan yang tinggi per satuan berat
2. Keseragaman bahan dan komposit bahan yang tidak berubah
terhadap waktu
3. Dengan sedikit perawatan akan didapat masa pakai yang tidak
terbatas
4. Daktilitas yang tinggi
5. Mudah untuk diadakan pengembangan struktur
Di samping itu baja juga mempunyai kekurangan dalam hal:
1. Biaya perawatan yang besar
2. Biaya pengadaan anti api yang besar (fire proofing costs)
3. Dibandingkan dengan kekuatannya kemampuan baja melawan tekuk
kecil
4. Nilai kekuatannya akan berkurang, jika dibebani secara
berulang/periodic, hal ini biasa disebut dengan lelah/leleh atau
fatigue.
Dengan kemajuan teknologi, perlindungan terhadap karat dan kebakaran
pada baja sudah ditemukan, hingga akibat buruk yang mungkin terjadi bias
dikurangi/dihindari.
II.2. Pengertian Stabilitas
Kestabilan atau ketidakstabilan suatu struktur merupakan bentu-bentuk
kesetimbangan (equilibrium), biasa dijelaskan denagn analogi tingkah laku pada
Pada ketiga kondisi ini bola dianggap pada posisinya sebelum gaya P
bekerja, tetapi bola menerima gaya luar, ketiganya akan memberi respon yang
berbeda. Jika bola di dalam pipa seperti gambar 2.3a menerima gaya luar P
maka bola akan berpindah tempat, dan bila gaya P dihilangkan maka posisi bola
akan kembali ketempat semula. Hal tersebut analog terhadap perilaku
balok-kolom pada gambar 2.4a. Struktur memikul beban aksial P dan beban lateral F.
selama beban ini bekerja, struktur akan tertekuk sebagai bahan reaksi terhadap
beban luar yang bekerja . tetapi karena P yang bekerja lebih kecil dari Pcr maka
setelah beban P dihilangkan struktur akan kembali ke posisi semula.
Bila bola pada permukaan datar seperti gambar 2.3b, kesetimbangannya
disebut netral dimana bila diberi gaya P maka tidak akan merubah gaya-gaya
kesetimbangan. Pada struktur keadaan ini ditunjukkan oleh gambar 2.4b dimana
P yang bekerja sama dengan Pcr sehingga balok tekuk setelah beban luar
ditiadakan.
Bola yang berada di atas pipa seperti gambar 2.3c dikatakan dalam
keadaan tidak setimbang dimana gaya P yang diberikan akan menghasilkan
perpindahan yang mendadak (progressive). Pada struktur dapat dilihat bahwa
bila beban P lebih besar dari Pcr maka struktur akan mengalami keruntuhan
(a) (b) (c)
dimana energi potensial struktur tidak dapat menahan beban luar yang bekerja
padanya (gambar 2.4c)
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa apabila beban yang
bekerja pada struktur diperbesar secara bertahap mulai dari nol, maka struktur
tersebut akan mengalami ketiga keadaan kesetimbangan di atas sesuai dengan
intensitas beban. Pergeseran kesetimbangan dari stabil ke tidak stabil senantiasa
harus melalui keadaan netral. Dengan perkataan lain keadaan netral merupakan
titik peralihan antar dua jenis kesetimbangan yang saling bertolak belakang
sifatnya. Kesetimbangan netral pada suatu struktur terjadi apabila beban yang
bekerja sedemikian besar sehingga mengakibatkan struktur terjadi apabila beban
yang bekerja sedemikian besar sehingga mengakibatkan struktur dalam keadaan
dualisme antara stabil dan tidak stabil. Besarnya beban yang mengakibatkan
struktur dalam kesetimbangan netral disebut beban kritis.
Pada gambar 2.3 kemampuan bola kembali ke posisi semula adalah
karena gaya gravitasi sedangkan pada gambar 2.4 kemampuan balok kembali
keposisi semula adalah energi potensial yang tersimpan pada struktur itu sendiri
akibat dari kapasitas regangan yang dimilikinya sehingga bila gaya luar yang
bekerja lebih besar dari energi potensial bahan akan mengalami keruntuhan.
P P
P P
P P P P P P
F
P P
F
P P
F
P P P P
(a) Stabil (P<Pcr) (b) Netral (P=Pcr) (c) Tidak Stabil (P>Pcr)
II.3. Tekuk lateral balok
Tekuk lateral adalah tekuk arah tegak lurus bidang kerja gaya luar, terjadi
pada balok-balok langsing dimana ly << lx. Seperti pada kolom dengan beban
aksial, balok tidak mungkin mengalami pembebanan yang sempurna, tidak
homogen seluruhnya, dan biasanya tidak dibebani tepat pada bidang yang
dianggap dalam perencanaan dan analisis. Tinjau gambar 2.5 di bawah ini.
Menurut teori balok yang umum, pembebanan pada bidang badan balok
akan menimbulkan tegangan yang sama besar di titik A dan B. Namun ketidak
sempurnaan pada balok dan eksentrisitas tak terduga pada pembebanan akan
menyebabkan tegangan di A dan B berlainan. Sayap segi empat yang berlaku
sebagai kolom biasanya akan tertekuk dalam arah lemah akibat lentur terhadap
suatu sumbu seperti seumbu 1-1 pada gambar 2.5b, namun, badan memberi
sokongan menerus untuk mencegah tekuk ini. Bila beban tekan diperbesar,
sayap segi empat cenderung akan tertekuk oleh lentur terhadap sumbu 2-2 pada
gambar 2.5b tekuk lateral (lateral buckling). Analogi antara sayap tekan balok
dan kolom ditujukan hanya untuk menjabarkan kelakuan umum tekuk lateral.
Untuk memahami kelakuan ini secara lebih tepat, harus disadari bahwa
sayap tekan tidak saja ditopang (braced) dalam arah lemah oleh badan yang
menghubungkan ke sayap tarik yang stabil, tetapi badan juga memberikan
pengekangan momen dan geser yang menerus sepanjang pertemuan sayap dan
badan. Jadi, kekakuan lentur badan menyebabkan seluruh penampang ikut
II.4. Konsep Dasar Metode Energi
Pada struktur yang dibebani gaya luar akan terjadi perubahan bentuk
struktur tersebut sebagai reaksinya. Selama terjadi robahan bangun ini,
dikatakan gaya luar melakukan suatu kerja. Dalam hal ini energi akan diserap
oleh struktur pada saat gaya melewati balok untuk melakukan kerja. Berbeda
halnya dengan kesetimbangan klasik, yang dapat ditinjau pada elemen kecil
yang merupakan bagian dari struktur, metode energi didasarkan pada konsep
kesamaan anatara energi regangan dengan kerja gaya luar untuk seluruh
struktur yang ditinjau. Oleh karena dalam menyelesaikan persoalan dibutuhkan
penyamaan antara energi dan kerja, maka perlu diperhatikan apakah struktur
tersebut konservatif atau tidak. Suatu system dikatakan konservatif apabila
system berdeformasi akibat pembebanan dan apabila beban ditiadakan non
konservatof apabila terdapat kehilangan energi misalnya dalam bentuk gesekan,
deformasi inelastic dan lain-lain. Jadi dalam suatu system konservatif akan
berada dalam keseimbangan netral apabila energi yang dilakukan gaya luar
terhadap system. Perhatikan gambar 2.6 berikut:
A
B
B A
B A
B A
1 1 2
2
Tampak atas
Lendutan lateral
Tampak samping (b) Tampak samping
(a)
Kerja yang dilakukan gaya luar didefenisikan sebagai hasil kali scalar
antara vector gaya P dengan vector perpindahan s. Nilai scalar ini positif bila
arah kedua vector itu sama. Apabila gaya yang bekerja konstan maka kerja yang
dilakukan adalah W = P + s. Dengan kata lain, bila gaya bervariasi selama terjadi
perpindahan, maka kerja dapat dihitung sebagai :
∫
= Pxdscos
α
W (2.4.1)
Selama terjadinya deformasi suatu struktur elastis, maka gaya luar We
akan senantiasa diimbangi oleh kerja gaya dalam Wi. Apabila struktur memenuhi
hulum Hooke, maka gaya-gaya dalam tersebut merupakan gaya-gaya
konservatif, dimana setelah beban luar ditiadakan struktur elastis tersebut akan
kembali ke bentuk dan posisi semula dan kerja dalam akan nol. Apabila kita
defenisikan energi sebagai kemampuan untuk melakukan kerja dalam hokum
kekekalan energi menghendaki bahwa kerja gaya dalam akan sama dan
berlawanan arah dengan kerja gaya luar, maka dapat dituliskan:
0 = + i
e W
W (2.4.2)
Energi potensial didefenisikan sebagai kemampuan suatu gaya dalam
disebut energi regangan atau strain energi U, yang merupakan gaya dalam (U =
Wi). Energi potensial gaya luar V didefenisikan sebagai negative kerja gaya luar.
Total potensial suatu system struktur adalah jumlah dari energi regangan U
dan energi potensial gaya luar V. Jadi dapat ditulis:
= U + V (2.4.3)
Gambar 2.6 Hubungan kerja, gaya, dan perpindahan
s P
II.4.1. Kerja Nyata dan Kerja Maya
Dalam mempelajari hubungan energi dengan perilaku struktur, biasanya
dianggap gaya dan deformasi tidak nyata. Jadi peninjauan dilakukan terhadap
deformasi virtual dan gaya virtual sehingga demikian kita harus membedakan
kerja nyata dan kerja maya.
Untuk membedakan kedua kerja tersebut, kita tinjau suatu system pegas
elasis dengan derajat kebebasan tunggal (system satu massa) seperti tampak
pada gambar 2.6 Untuk menimbulkan kesetimbangan elastis suatu system, maka
gaya luar harus bekerja secara perlahan-lahan. Sebab bila gaya bekerja secara
sembarangan maka timbul vibrasi.
Beban yang bekerja pada system pegas dilukiskan dalam gambar 2.4.1b.
Kerja akibat meregangnya pegas digambarkan oleh luasan segitiga OAB, jadi:
max max 2
1 0
. 2 1 2 )
(kx dx kx P x
W i
xl
i =
∫
= = (2.4.4)Sehingga kita dapat mengatakan bahwa kerja nyata gaya dalam, pada
suatu system elastis sama dengan setengah dari hasil kali harga akhir gaya
dalam denan deformasinya. Sesuai dengan hal tersebut di atas, maka kerja
nyata gaya luar yang bekerja pada suatu system elastis dapat ditulis:
mak x
c P x
W .
2 1
= (2.4.5)
Untuk menjelaskan konsep potensial V gaya luar, kita tinjau gambar 2.7c.
Bila struktur tersebut berada pada suatu ketinggian H dari permukaan tanah,
maka gaya luar akan dapat menimbulkan kerja total Pw.H, apabila penopang
ditiadakan. Maka bila deformasi akhir adalh xmax maka potensial gaya luar
menjadi:
Tanda negative berarti energi potensial berkurang sampai habis bila gaya
berpindah dari posisi awal ke posisi akhir.
Dalam hal kerja virtual, dalam kesetimbangan gaya luar yang bekerja
suadh maksimum, harganya konstan dan deformasinya juga sudah konstan.
Sekarang kita ganggu kesetimbangan ini dengan suatu perpindahan kecil yang
sesuai dengan syarat batas x. Selama terjadinya perpindahan virtual, seluruh
gaya tetap kosntan. Perubahan keja pada pegas adalah:
x P x kx
W i
xl
i ( )
δ
max.δ
0max =
=
∫
(2.4.7)Dan pertambahan kerja virtual gaya luar adalah:
We = Pe . x (2.4.8)
II.4.2. Prinsip Energi Potensial Minimum
Dalam kalkulus diferensial, apabila y = f(z) dimana z adalah variable
bebas, maka turunan pertama y terhadap z merupakan kecepatan perubahan
seimbang Posisi
H X
c) Potensial Gaya Luar x max
d) Kerja Virtuil Pe X
x
Pe X
Posisi awal
x1
a) Pegas Linier
Pe = Pw Posisi seimbang
Pe
b) Diagram Gaya & Displacement
kx max Posisi awal
dx
x x1 Perpindahan Gaya Pegas
kx1 kx
relative y terhadap z. Apabila turunan pertama adalah nol, maka fungsi akan
ekstrim (maximum atau minimum).
dy/dx = 0
y
q
y = f (z)
Misalkan y adalah kurva deformasi elastis suatu batang yang dibebani
gaya luar, maka kita dapat mengatakan bahwa seluruh nilai z yang mungkin
(0<z<1) akan terdapat nilai z = z1, sehingga y = f(z) atau defleksi balok akan
maksimum.
Prinsip diatas dapat diterapkan pada energi potensial struktur. Apabila
total potensial struktur adalah , maka keadaan ekstrim (maksimum dan
minimum) akan dipenuhi bila = 0, jadi dapat dituliskan
= 0 (2.4.9)
atau
(U + V) = 0 (2.4.10)
Keadaan ekstrim tersebut, pada umumnya di dalam mekanika struktur
kita sebut dalam keadaan setimbang netral. Persamaan (2.4.9) adalah
interpretasi matematis dari prinsip energi potensial minimum. Secara teoritis
dapat dikatakan bahwa untuk seluruh deformasi yang mungkin sesuai dengan
syarat bebas, akan terdapat suatu bentuk deformasi yang membuat totall
potensial menjadi minimum.
Gambar 2.8 Nilai ekstrim suatu fungsi
y
d0
Y
M
du dz
Elemen kecil yang ditinjau L
a d0 dz
z P
d0
d
M
II.5. Energi Regangan Pada Balok Akibat Lentur
Energi regangan balok dengan penampang I yang memikul lentur dapat
diturunkan pada balok yang mengalami pembebanan lentur seperti gambar 2.9
Dari gambar 2.10 sudut lentur balok adalah d ,
y du
d
θ
= (2.5.1)Perhatikan perubahan kecil du terhadap bagian dz diperoleh bahwa:
ε
= dz du
(2.5.2)
Tegangan yang bekerja pada potongan dz adalah:
dz EI My =
σ
(2.5.3)Dari hokum Hooke diketahui bahaw = E atau
E
σ
ε
= maka :dz EI My
du= (2.5.4)
Substitusikan persamaan (2.5.4) ke persamaan (2.5.1) diperoleh :
dz EI My
d
θ
= (2.5.5)Untuk elemen dz, energi regangan yang diserap selama deformasi adalah
dz EI M
d M du
2
2 1 2 1
=
=
θ
Subtitusikan EI dz
y d M
⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛
= 2
2
akan diperoleh:
dz dz
y d EI dU
2 1 2
2 ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ ==
Untuk keseluruhan struktur diperoleh persamaan integral untuk energi regangan:
dz dz
y d EI dU
2 1 2 1 2
2 ⎟⎟⎠
⎞ ⎜⎜⎝ ⎛
=
∫
(2.5.7)II.6. Puntir
Puntir dapat dibedakan atas dua jenis: puntir murni, atau lebih dikenal
sebagai puntir Saint – Venant, dan puntir terpilin (warping torsion). Puntir murni
dan elemen penampang hanya mengalami rotasi bekerja akan tetap datar dan
elemen penampang hanya mengalami rotasi selama terpuntir. Batang bulat yang
memikul torsi adalah satu – satunya keadaan puntir murni. Puntir terpilin adalah
pengaruh ke luar bidang yang timbul bila sayap –sayap berpindah secara lateral
selama terpuntir, yang analog dengan lentur akibat beban luar lateral.
Dengan demikian energi regangan akibat puntir juga terdiri dari dua
bagian dan dapat ditulis dengan:
UT = UTSV + UTW (2.6.1)
Dimana indeks TSV berarti puntir murni dan indeks TW berarti puntir
terpilin/warping.
II.6.1. Energi regangan pada balok akibat puntir murni (Puntir Saint Venant)
Tinjauan momen torsi T yang bekerja pada batang pejal (solid) prismatis
dengan bahan homogen dalam gambar 2.10 Pemilinan keluar bidang dianggap
tidak terjdi atau dapaty diabaikan pengaruhnya pada sudut puntir Ø anggapan ini
[image:31.612.145.484.257.597.2]mendekati kenyataan bila ukuran penampang melintang sangat kecil dibanding
panjang bentang dan sudut lekukan penampag tidak besar. Juga pada saat
terpuntir penampang lintang dianggap tidak mengalami distorsi. Jadi laju puntir
(puntir per satuan panjang) dapat dinyatakan sebagai :
dz d
φ
θ
= (2.6.2)yang dapat dipandang sebagai lengkungan torsi (laju perubahan sudut puntir).
Karena regangan diakibatkan rotasi relatif anatara penampang lintang di z dan z
+ dz, maka besarnya perpindahan di suatu titik sebanding dengan jarak r dari
pusat puntir. Sudut regangan (atau regangan geser) di suatu elemen sejarak r
dari pusat adalah:
dz = r dØ
= r (dØ/dz) = r Ø (2.6.3)
bila G adalah modulus geser, maka berdasarkan hukum Hooke tegangan geser v
menjadi
v = G (2.4.6)
jadi seperti ditunjukkan pada gambar 2.9, torsi elementer adalah
dT = rv dA = r G dA = r2 (dØ/dz)G dA (2.6.5)
momen penahan kesetimbangan total adalah: =
∫
GdA dz d rT 2
φ
serta karena dØ/dz dan G konstan di sembarang penampang, dengan
∫
=A
dA r
J 2
dz d GJ dA r G dz d T
A
φ
φ
==
∫
2(2.6.6)
Dari persamaan (2.6.6) diperoleh:
GJ T dz
d SV
=
Energi regangan akibat puntir untuk penampang elemen dz adalah :
φ
d T
dUTSV SV
2 1
= (2.6.8)
Subtitusikan nilai d dari persamaan (2.6.7) akan menghasilkan :
dz GJ T
dU SV
TSV
2
2 1 =
Subtitusikan nilai TSV dari persamaan (2.6.6) diperoleh:
dz dc d GJ
dUTSV
2
2 1
⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛
=
φ
Untuk seluruh bentang diperoleh energi regangan balaok akibat puntir murni:
dz dc d GJ
UTSV
2 1
0
2 ⎟⎠
⎞ ⎜ ⎝ ⎛
=
∫
φ
(2.6.9)Dimana : G = modulus elastis geser
J = Konstanta puntir
II.6.2. Energi regangan pada balok akibat Puntir Terpilin
Balok memikul torsi Mz seperti gambar 2.11, maka sayap tekan balok
akan melengkung kesalah satu arah lateral dan sayap tariknya melengkung ke
arah lateral lainnya. Bila penampang lintang berentuk sedemikian rupa dapat
terpilin (penampang tidak datar lagi) jka tidak dikekang, maka sistem yang
[image:33.612.145.491.577.725.2]Keadaan terpuntir pada gambar menunjukkan balok yang puntirnya
dicegah di ujung – ujung tetapi sayap atasnya melendut ke arah samping
sebesar di lenturan sayap ke samping sebesar Uf. lenturan sayap ke samping ini
menimbulkan tegangan normal lentur (tarik dan tekan) serta tegangan geser
sepanjang lebar sayap.
Jadi puntir dapat dianggap terdiri dari dua bagian : (1) rotasi elemen,
yakni akibat puntir murni, dan (2) translasi yang menimbulkan lenturan lateral,
yakni akibat pemilinan.
Tinjau posisi sumbu pusat sayap yang melendut pada gambar 2.11 Ur
adalah lendutan lateral di salah satu sayap di penampang sejarak z dari ujung
batang; adalah sudut puntir di panampang yang sama, dan Vf (gambar 2.12)
adalah gaya geser horizontal yang timbul di sayap penampang tersebut akibat
lenturan lateral. Perhatikan bahwa anggapan yang penting ialah badan tetap
datar selama rotasi, sehingga kedua sayap melendut ke samping dalam jarak
yang sama. Jadi, badan dianggap cukup tebal rtelatif terhadap sayap sehingga
badan tidak melentur selama terpuntir karena sayap memilki penahan puntir
[image:34.612.145.426.457.661.2]yang besar.
Dari geometri, untuk harga Ø yang kecil,
2 H
uf =
φ
(2.6.10)Sudut puntir berbanding langsung dengan lendutan. Syarat batas torsi analog
dengan syarat batsa lenturan lateral.
Difrensial persamaan (2.6.10) dua kali terhadap z menjadikan:
2 2 2
2
2 dz d H dz
u
d f
φ
⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛
= (2.6.11)
Untuk satu sayap, persamaan momen lentur lateral ke arah Uf adalah:
f f f
EI M dz
u d
=
2 2
(2.6.12)
Atau bila dituliskan dalam sudut lendutan sayap f didapat
f f f
EI M dz d
=
φ
(2.6.13)
Dengan Mf adalah momen lentur pada satu sayap, If adalah momen inersia untuk
satu sayap terhadap sumbu y, If=Iy/2
Dengan menyamakan 2 2
dz u
d f
pada persamaan (2.6.11) dan persamaan (2.6.12)
akan dihasilkan:
f
f EI
dz d H
M 2
2
2
φ
⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛
= (2.6.14)
Energi regangan akibat puntir terpilin ditulisakan sebagai:
⎟ ⎠ ⎞ ⎜
⎝ ⎛
= f f
TW M d
dU
φ
2 1
2 (2.6.15)
dz EI M dU
dz EI M dU
y f TW
f f TW
2 2
2 = =
(2.6.16)
Subtitusikan persamaan (2.6.14) ke persamaan (2.6.16) diperoleh:
dz EI dz d H
dUTW f
2 2 2 2
4 ⎟⎟⎠
⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛
=
φ
(2.6.17)dz dz d EC
dU w
TW
2 2 2
2 ⎟⎟⎠
⎞ ⎜⎜⎝ ⎛
=
φ
(2.6.18)dimana Cw adalah konstanta terpilin,
2
2
H I
Cw = f
maka untuk seluruh struktur akan diperoleh persamaan integral energi regangan
akibat puntir terpilin:
dz dz d EC
U W
TW
2 1
0 2 2
2
∫
⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛=
φ
(2.6.20Total energi regangan pada balok I yang mengalami lentur, puntir murni dan
puntir terpilin adalah jumlah persamaan (2.5.7), persamaan (2.6.9) dan
persamaan (2.6.19) yaitu:
∫
⎜⎜⎝⎛ ⎟⎟⎠⎞ +∫
⎜⎜⎝⎛ ⎞⎟⎟⎠ +∫
⎜⎜⎝⎛ ⎟⎟⎠⎞= 1
0
1 0
1 0
2 2 2 2
2 2 2
2 2
2 2
2 dz dz
d EC dz dz d GJ dz dz d EI
U
φ
φ
Wφ
(2.6.20)II.7. Energi potensial gaya luar dengan Titik Tangkap Beban sejauh a dari perletakan dan sejauh c di atas Garis Netral
Beban yang ekerja pada gelagar jembatan terjadi di atas sayap gelagar, berarti
bukan pada garis barat gelagar, maka akan terapat tambahan atau pengukuran
W bertanda positif (+) dan berkurang atau bertanda negatif (-) bila gaya bekera
diatas garis netral. Besarnya nilai penambahan atau pengurangan ini adalah :
2
2 o c
W =
φ
Δ (2.7.1)
Dimana c pada kasus ini sebesar H/2
Persamaan (2.7.1) dapat dijelaskan sebagai berikut:
Untuk sudut ØD yang kecil akan berlaku:
c’ = c cos ØD
W = c – c’
= c ( 1 – cos ØD)
2
2
Dc
W
=
φ
Δ
Untuk menguraikan momen-momen yang semula bekerja pada
sumbu-sumbu x, y dan z menjadi momen-momen yang sumbu-sumbu putarnya searah , , dan
[image:37.612.163.454.215.474.2], maka perlu diperhatikan tabel berikut:
Gambar 2.13 Beban P bekerja sejauh c dari garis netral X
C D
P P D
P D Y
D'
o
C’
∆W
C
Tabel 2.7.1 Kosinus Arah
X Y Z
1 Ø -du/dz
-Ø 1 -dv/dz
du/dz dv/dz 1
Persamaan differensial untuk momrn menurut sumbu , , dan adalah:
ξ
ξ
M
dz
v
d
EI
=
2=
2
(2.7.2)
η
η
dz
M
v
d
EI
=
2=
2
(2.7.3)
Persamaan differensial untuk torsi menurut sumbu , , dan adalah:
ζ
φ
φ
M
dz
d
EC
dz
d
GJ
−
W 3=
3
(2.7.4)
Beban Terpusat
Penyelesaian energi regangan akibat beban luar terpusat diselesaikan
satu persatu untuk masng-masing P dengan nilai a yang bervariasi sesuai letak P
yang menentukan nilai momen maksimum.
L A
a2
a3
P1
a1
P2 P3
[image:38.612.155.499.489.661.2]B
Untuk batas 0<z<a
z
L
a
L
P
M
x⎟
⎠
⎞
⎜
⎝
⎛ −
=
: untuk batas 0<z<a (2.7.5))
(
L
z
L
a
P
M
x⎟
−
⎠
⎞
⎜
⎝
⎛
=
: untuk batas a<z<L (2.7.6)Uraian momen di atas ke sumbu , , dan sebagai berikut:
M = Mx
z L
a L P
M ⎟
⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − =
ξ : untuk batas 0<z<a (2.7.7)
)
(
L z L a PM ⎟ −
⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ =
ξ : untuk batas a<z<L (2.7.8)
M = ØMx
z L
a L P
M ⎟
⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − =
φ
η : untuk batas 0<z<a (2.7.9)
)
(
L z La P
M ⎟ −
⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ =
φ
η : untuk batas a<z<L (2.7.10)
Robahan lentur elemen dz memberi robahan ke arah u sebesar:
dz z dz
u d
)
(
2 2: untuk batas 0<z<a (2.7.11)
dz z L dz
u d
)
(
2 2− : untuk batas a<z<L (2.7.12)
Yang urainnya di arah v adalah :
dz z dz
u d
)
(
2 2φ
: untuk batas 0<z<a (2.7.13)dz z L dz
u d
) (
2 2
−
Besarnya kerja yang dihasilkan P adalah:
( )
z dz dzu d P T
a
∫
= Δ0 2 2
1
φ
: Untuk batas 0<z<a (2.7.15)(
L z)
dz dzu d P T
a
− =
Δ
∫
1 22
1
φ
: Untuk batas a<z<L (2.7. 16)Substitusikan
η
φ
EI M dz
u
d x
=
2 2
akan diperoleh:
(
)
2 22 1
2 0
2 2 2
1
2
φ
φ
φ
η η
c P dz z L L A EI
P dz z L
a L EI
P T
a a
− −
⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎟
⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − −
=
Δ
∫
∫
(2.7.17)Beban Merata
L
A
B
z
q
2
2 1 2 z qz qL
Mx = −
(
2)
2 Lz z q− =
[image:40.612.131.504.98.600.2]Dengan cara yang sama dengan pembebanan terpusat, diperoleh:
(
)
(
)
2 21 0 3 2 2 2 2 2 1 0 2 2 1 0 2 2 2 2 2 2 2 2
φ
φ
φ
φ
φ
φ
η η c qL dz z Lz EI L q T c qL dz z z Lz q EI qL c qL dz z dz u d qL T − − − = Δ − − − = − = Δ∫
∫
∫
(2.6.18)Maka total energi luar akibat beban terpusat dan beban merata adalah:
(
)
(
)
(
)
(
)
∫
∫
∫
∫
∫
∫
∫
− − − = − ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − − = − ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − − = − ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − − = 1 0 2 2 3 2 2 3 0 1 2 2 3 2 3 2 2 3 2 3 2 2 0 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 0 1 2 2 1 2 1 2 2 1 2 1 2 2 2 1 2 1 2 1 3 3 2 2 1 1φ
φ
φ
φ
φ
φ
φ
φ
φ
φ
φ
η η η η c qL dz z Lz EI L q c P dz z L L a P dz z L a L P EI c P dz z L L a P dz z L a L P EI c P dz z L L a P dz z L a L P EI T a a a a a a (2.6.19)II.8. Energi Regangan Dalam
Dari persamaan (2.6.20) akan ditulis ulang total energi regangan dalam
yang terjadi pada balok:
∫
∫
∫
⎟ + ⎜⎜⎝⎛ ⎟⎟⎠⎞ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ = 1 0 2 2 2 1 0 1 0 2 2 2 2 2 22 dz dz
d EC dz dz d GJ dz dz u d EI
U
φ
Wφ
dengan mensubstitusikan η
φ
EI M dz u d x = 2 2( )
( )
( )
(
)
dz
dz
d
EC
dz
dz
d
GJ
dz
z
Lz
z
L
q
dz
z
L
L
a
P
dz
z
L
a
L
P
dz
z
L
L
a
P
dz
z
L
a
L
P
dz
z
L
L
a
P
dz
z
L
a
L
P
EI
U
W a a a a a a 2 1 0 1 0 2 2 2 2 1 0 4 3 2 2 2 2 2 1 2 3 2 3 0 2 2 2 3 2 3 2 2 1 2 2 2 2 0 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 2 1 0 2 2 2 1 2 12
2
2
4
2
1
3 3 2 2 1 1∫
∫
∫
∫
∫
∫
∫
∫
∫
⎟⎟⎠
⎞
⎜⎜⎝
⎛
+
⎟
⎠
⎞
⎜
⎝
⎛
−
+
+
−
+
−
⎟
⎠
⎞
⎜
⎝
⎛
+
⎟
⎠
⎞
⎜
⎝
⎛ −
+
−
⎟
⎠
⎞
⎜
⎝
⎛
+
⎟
⎠
⎞
⎜
⎝
⎛ −
+
−
⎟
⎠
⎞
⎜
⎝
⎛
+
⎟
⎠
⎞
⎜
⎝
⎛ −
=
φ
φ
φ
φ
φ
φ
φ
φ
φ
η (2.8.1) II.9. DiafragmaDiafragma merupakan balok sokong yang berfungsi untuk mengurangi
atau menghindari terjadinya tekuk lateral pada gelagar jembatan. Sokongan pada
gelagar atau kolom dapat berupa sokongan silang yang memanfaatkan kekakuan
aksial elemen penyokong. Juga, sokongan dapat berupa sokongan titik (point
bracing) yang dihasilkan oleh batang lentur yang bertemu tegal lurus batang
yang ditopang. Dalam hal ini kekakuan aksial dan lentur batang penopang
BAB III
ANALISIS STRUKTUR
III.1 Fungsi Deformasi
Ketepatan penyelesaian masalah tekuk lateral dengan persamaan energi
seperti yang telah dibahas pada bab II, sangat tergantung dari ketepatan fungsi
deformasi yang dipilih. Ketepatan yang dimaksud disini adalah kesesuain fungsi
yang dipilih dalam mempresentasikan bentuk balok yang sebenarnya pada saat
tertekuk lateral. Fungsi deformasi dipilih sedemikian rupa sehingga sesuai
dengan hal yang disebut diatas juga memenuhi syarat – syarat batas.
Terdapat banyak fungsi bentuk yang dapat dipilih untuk memprsentasikan
bentuk balok pada saat tertekuk lateral, antara lain fungsi deret polinominal,
fungsi deret eksponensial. Pada tugas akhir ini penulis memilih fungsi sinusoidal
sebagai fungsi deformasi.
L z n
A
π
φ
= sin (3.1.1)
III.2 Perletakan Sederhana (Simple – Support)
Konstruksi gelagar jembatan terletak diatas perletakan sederhana
(sendi-rol) seperti gambar 3.3.1, diberi sokongan samping pada ujung – ujung tumpuan
sehingga bahaya tekuk lateral dapat dikurangi atau dihindari. Secara matematis,
untuk z = 0 dan z = 1 berlaku persamaan:
0
2 2
= =
dz u d
u (3.2.1)
0
2 2
= =
dz v d
dimana ujung – ujung u dan v adalah perpindahan kearah x dan y. perletakan
pada ujung – ujung balok dicegah terhadap rotasi pada sumbu z, dapat
dituliskan:
0
2 2
= =
dz
d
φ
φ
(3.2.3)
III.3 Pembebanan Maksimum
Posisi beban pada gelagar seperti gambar 3.3.1 akan memberikan nilai –
nilai maximum sebagai berikut:
x
L Garis Pengaruh Momen
Y1 Y2
A
P1 P2
Y3 P2
B q
[image:44.612.163.465.273.487.2]s2 s1
Gambar 3.1 Posisi beban maksimum pada gelagar
(
)
Lx x LsL s x xL L
s x
y 1 1
2 1
1
)
( − − +
= − −
= (3.3.1)
(
)
L x Lx x L L x y
2 2
− = −
= (3.3.2)
L x s x Lx x L
s x L
y 2
2 2
3
)
( − −
= −
= (3.3.3)
L x Lx qL L x s x Lx P L x Lx P L x s L s x Lx P qLy y P y P y P Mx 2 2 2 3 2 2 1 1 2 1 2 3 3 2 2 1 1 2 1 2 1 − + − − + − + + − − = + + + =
nilai ekstrim diperoleh bila : =0 dx
dMx
(
)
(
)
( )
(
) ( )
( )
( )
( ) ( )
(
L s)
P L P(
L s)
q( )
L P P P q( )
x P x q x L P x L P x L P L q s L L P L L P s L L P x L q L s x L P L x L P L s x L P 2 2 2 ) ( 2 2 2 2 2 2 0 2 2 2 2 2 3 2 1 2 2 3 2 1 1 3 2 1 2 3 2 1 1 2 3 2 1 1 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + + = + − + + + + + + = + − + + + = − + + − + − + + −(
) ( )
( )
⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + + + − + + + = 2 2 2 ) ( 3 2 1 2 2 3 2 1 1 q P P P L q s L P L P s L Px (3.3.5)
III.4 Penyelesaian Umum untuk Energi Regangan Dalam dan Luar dengan sejumlah n balok diafragma
Telah diturunkan pada bab II rumus umum untuk energi regangan balok
(
)
(
)
(
)
(
)
∫
∫
∫
∫
∫
∫
∫
∫
∫
⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + − + − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − + − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − + − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = L L W L a a a a a a dz dz d EC dz dz d GJ z Lz z L q dz z L L a P dz z L a L P dz z L L a P dz z L a L P dz z L L a P dz z L a L P EI U 0 0 2 2 2 2 0 2 4 3 2 2 2 2 2 1 2 3 2 3 0 2 2 2 3 2 3 2 2 1 2 2 2 2 0 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 2 1 0 2 2 2 1 2 1 2 2 2 4 2 1 3 3 2 2 1 1φ
φ
φ
φ
φ
φ
φ
φ
φ
η
(
)
(
)
(
)
(
)
2 20 3 2 2 2 3 0 1 2 2 3 2 3 2 2 3 2 3 2 2 0 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 0 1 2 2 1 2 1 2 2 1 2 1 2 2 2 1 2 1 2 1 3 3 2 2 1 1
φ
φ
φ
φ
φ
φ
φ
φ
φ
φ
φ
η η η η c qL dz z Lz EI L q c P dz z L L a P dz z L a L P EI c P dz z L L a P dz z L a L P EI c P dz z L L a P dz z L a L P EI T L a a a a a a − − − − ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − − − ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − − − ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − − =∫
∫
∫
∫
∫
∫
∫
Dari persamaan (3.2.1) diperoleh fungsi sinusoidal diamana n adalah jumlah ½
gelombang sinus, misalnya:
• Tanpa Diafragma ( n = 1)
• 1 Diafragma ( n = 2 )
• 2 Diafragma ( n = 3 )
• dan seterusnya
Dari rumus U dan T diatas maka untuk mempermudah penyelesaiannya
• Integral untuk lentur
L z n
A
π
φ
= sinL
z
n
A
π
φ
2 2 2sin
=
Akibat beban terpusat P
⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ + − − = ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ + ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − − = ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ + ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ = ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − =
∫
∫
∫
∫
∫
a a a a a a a L z n n L L a n n a L L a n n La a A dz L z n n L L z n n z L L a n n La a A dz z L z n n L L z n n Lz z A dz L z n z z A dz L z n z A L z n z A 0 3 3 3 2 2 2 3 2 2 2 2 0 2 2 2 3 2 0 0 2 0 3 2 1 0 1 0 2 2 2 0 2 2 0 2 2 2 2 sin 16 2 2 cos 8 2 2 sin 4 6 2 cos 8 2 2 cos 8 2 2 sin 4 6 2 2 sin 4 2 sin 4 6 1 2 cos 2 1 2 1 2 cos 2 1 2 1 sin π π π π π π π π π π π π π π π π π π π ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − − + = L a n n L L a n n a L L a n n La a Aπ
π
π
π
π
π
2 sin 16 2 2 cos 8 2 2 sin 46 3 3
⎥
⎥
⎦
⎤
⎢
⎢
⎣
⎡
⎥
⎦
⎤
⎢
⎣
⎡
−
+
−
−
=
⎥
⎥
⎦
⎤
⎢
⎢
⎣
⎡
+
⎥⎦
⎤
⎢⎣
⎡
−
⎥⎦
⎤
⎢⎣
⎡
=
⎥
⎦
⎤
⎢
⎣
⎡
−
=
⎟
⎠
⎞
⎜
⎝
⎛ −
=
•
∫
∫
∫
∫
∫
L a L a L a L a L a L a L a L aL
z
n
n
L
L
L
n
n
La
L
L
n
n
L
a
L
L
A
L
z
n
n
Lz
L
z
n
n
Lz
z
L
A
dz
L
z
n
z
dz
z
L
A
dz
L
z
n
z
L
A
L
z
n
z
L
A
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
2
cos
8
2
sin
4
2
sin
4
4
)
(
2
2
sin
4
2
sin
4
4
1
2
2
cos
2
1
2
1
2
2
cos
2
1
2
1
2
sin
2
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − + − = L a n n L L a n n La a L L Aπ
π
π
π
2 cos 8 2 sin 4 4 ) (2 2 2
Akibat Beban Merata q
(
)
⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ + − = ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ + ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − = ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ + ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ = ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = • −∫
∫
∫
∫
∫
∫
∫
L L L L L L L o L L o L o L L z n n L n L L L A dz L z n n L L z n n z L L L A dz z L z n n L L z n n Lz z L A dz L z n z z L A dz L z n z L A L z n z L A L z n z LLz A 0 2 2 3 2 2 3 3 2 0 2 2 2 0 2 2 2 3 2 0 0 2 0 3 2 0 2 2 2 2 2 2 2 2 2 0 3 2 2 2 sin 8 2 8 2 6 2 cos 8 2 2 cos 8 2 6 1 2 2 sin 4 2 sin 4 6 1 2 cos 2 1 2 1 2 cos 2 1 2 1 sin sinπ
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − = ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − = 2 2 4 4 2 2 2 3 3 2 8 2 6 8 2 6π
π
n L L L A n L L L A (3.4.5)• A2 =
∫
L L z n z 0 2
3sin
π
= A2 dzl z n z L
∫
⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − 0 3 2 cos 2 1 2 1π
= A2
⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ −
∫
L∫
L dzL z n z z 0 0 3 3 cos2
2 1 2
1
π
= A2
⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ + ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣
⎡ L L
∫
Ldz z L z n n L L z n n Lz z 0 0 3 0 4 3 2 sin 4 2 sin 4 8 1
π
π
π
π
= A2
⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ + ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡
−
∫
LL dz z L z n n L L z n n z L L 0 2 2 2 0 2 2 2 2 4 2 2 cos 8 3 2 cos 8 3 8
π
π
π
π
= A2
⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡
−
∫
L= A2 ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ + − L L z n n L n L L 0 4 4 4 2 2 4 4 2 cos 32 6 8 3 8
π
π
π
= A2 ⎥
⎦ ⎤ ⎢
⎣
⎡ − 2 2
4 4
8 3 8 n
π
L L (3.4.6)
(
)
(
)
⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ + − = ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ + − = ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ + ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − = ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ + ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ = ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = • ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − = • ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − = • + − = −∫
∫
∫
∫
∫
∫
∫
∫
∫
∫
∫
∫
L L L L L L L L L L L L L L L L a L a dz L z n n L L z n n z L n L L A dz z L z n n L L z n n z L n L L A dz z L z n n L L z n n Lz L A dz z L z n n L L z n n Lz z A dz L z n z z A dz L z n z A L z n z A n L L L A L z n z L A n L L L A L z n z L A L z n z Lz z L A L z n z Lz A 0 4 4 4 0 4 4 4 2 2 5 5 2 0 3 3 3 0 3 3 2 3 2 2 5 5 2 0 2 2 2 2 0 2 2 3 5 2 0 3 0 4 0 5 2 0 0 4 4 2 0 4 2 2 0 4 2 2 2 4 4 2 2 0 3 2 2 2 3 2 2 2 2 0 2 2 2 2 4 3 2 2 2 2 2 2 2 2 cos 32 24 2 cos 32 24 8 4 10 2 2 sin 16 12 2 sin 16 12 8 4 10 3 2 cos 8 4 2 cos 8 4 10 4 2 sin 4 2 sin 4 10 1 2 cos 2 1 2 1 2 cos 2 1 2 1 sin 8 3 8 2 sin 2 8 2 6 sin sin 2 sinπ
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
π
⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − += 4 4
5 2 2 5 5 2 32 24 8 4
10
π
nπ
L n
L L
Penyelesaian integral untuk puntir.
L z n
A
π
φ
= sinL z n
A
π
φ
2 2 2sin = L z n L An dz
d
φ
π
π
cos = L z n L z An dz
d
φ
π
sin 2 2 2 2 2 = Puntir Murni
⎟
⎠
⎞
⎜
⎝
⎛ −
=
⎥
⎥
⎦
⎤
⎢
⎢
⎣
⎡
⎥⎦
⎤
⎢⎣
⎡
+
⎥⎦
⎤
⎢⎣
⎡
=
⎟
⎠
⎞
⎜
⎝
⎛ +
=
=
⎟
⎠
⎞
⎜
⎝
⎛
∫
∫
∫
0
2
2
2
sin
4
2
1
2
cos
2
1
2
1
2
cos
2
2
2 2 2 2 0 0 2 2 2 2 0 2 2 2 2 0 2 2 2 2 2 2 0L
L
n
GJA
L
z
n
n
L
z
L
n
GJA
L
z
n
L
n
GJA
L
z
n
L
n
A
GJ
dz
d
GJ
L L L L Lπ
π
π
π
π
π
π
π
φ
L n GJA 4 2 2 2π
= (3.4.8)
L x n L n A dz
d
φ
π
2π
2 2 2 2 2 cos = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ L z n L n A dz
d
φ
π
2π
Puntir Terpilin 3 4 4 2 4 4 4 2 0 0 4 4 4 2 0 2 4 4 4 2 0 2 4 4 4 2 2 0 2 2 4 0 2 2 2 4 2 1 2 2 1 2 1 2 2 2 L n A EC L L n A EC L z n n L z L n A EC L z n L n A EC L z n L n A EC dz d EC W W L L W L W L W L W
π
π
π
π
π
π
π
π
π
φ
= ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ + ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = = ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛∫
∫
∫
sin sin sin (3.4.8)Hasil pengintegralan rumus – rumus diatas akan disusun sedemikian rupa
ke persamaan awal sehingga dapat dipergunakan untuk mencari dimensi
gelagar.
III.5 Rumus untuk Kekuatan Diafragma
Diafragma yang memikul momen lentur (M) akan dikontrol terhadap
tegangan lentur ijin:
x
W
M0
=
σ
atauMo (lentur) = . Wx
(3.5.1)
Bila difragma memikul momen lentur (Mo) dikontrol terhadap stabilitas
tekuk lateral menurut rumus:
jika (Mo) lentur < (Mo)cr, diambil Mo = (Mo) lentur
jika (Mo) lentur < (Mo)cr, diambil Mo = (Mo)cr
Gelagar diafragma
Trotoar
Lantai jembatan
Gelagar jembatan
(a) Prespektif jembatan
Gelagar jembatan Gelagar diafragma
Trotoar 1
15 a
00
00 a
4
Lantai Jembatan 80
Trotoar 100
(c) Tampak atas jembatan
b D ia fr a g m a
T r o to a r S a n d a r a n
L a n ta i J e m b a ta n b
D ia