• Tidak ada hasil yang ditemukan

Impregnasi Karbon Aktif Dengan Sulfida Untuk Mengikat Ion Tembaga (II) Dan Kadmium (II) Di Dalam Air

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Impregnasi Karbon Aktif Dengan Sulfida Untuk Mengikat Ion Tembaga (II) Dan Kadmium (II) Di Dalam Air"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

IMPREGNASI KARBON AKTIF DENGAN SULFIDA UNTUK

MENGIKAT ION TEMBAGA (II) DAN KADMIUM (II)

DI DALAM AIR

T E S I S

Oleh

ALBERT NAPITUPULU

077006002/KM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

S

E

K O L A

H

P A

S C

A S A R JA N

(2)

IMPREGNASI KARBON AKTIF DENGAN SULFIDA UNTUK

MENGIKAT ION TEMBAGA (II) DAN KADMIUM (II)

DI DALAM AIR

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Kimia pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ALBERT NAPITUPULU

077006002/KM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : IMPREGNASI KARBON AKTIF DENGAN NATRIUM SULFIDA UNTUK MENGIKAT ION TEMBAGA ( II ) DAN KADMIUM ( II ) DI DALAM AIR

Nama Mahasiswa : Albert Napitupulu

Nomor Pokok : 077006002

Program Studi : Kimia

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Harlem Marpaung) Ketua

(Jamahir Gultom, Ph.D) Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa. B, MSc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal 27 Agustus 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Harlem Marpaung

Anggota : 1. Jamahir Gultom, Ph.D

2. Prof. Basuki Wirjosentono, M.S, Ph.D

3. Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc, M.Phil

(5)

PERNYATAAN

IMPREGNASI KARBON AKTIF DENGAN SULFIDA UNTUK

MENGIKAT ION TEMBAGA (II) DAN KADMIUM (II)

DI DALAM AIR

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Agustus 2009

(6)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian impregnasi karbon aktif dengan Na2S dan digunakan sebagai adsorben terhadap larutan Cu2+dan Cd2+.

Impregnasi Karbon aktif dilakukan dengan larutan Na2S 0,5%, 1,0%, dan 1,5%, dengan waktu impregnasi 4, 8, dan 12 jam, kemudian diteruskan dengan penentuan daya serap karbon aktif terhadap ion Cu2+dan Cd2+ dengan variasi waktu kontak 15, 30, 45 dan 60 menit dan dibandingkan dengan tanpa impregnasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya serap karbon aktif yang telah diimpregnasi lebih tinggi dibandingkan dengan karbon aktif tanpa impregnasi. Daya serap maksimum pada ion Cu2+ adalah 86,21 % dengan menggunakan karbon aktif yang diimpregnasi selama 12 jam dengan 1 % Na2S dengan waktu kontak 45 menit. Sedangkan menggunakan karbon aktif tanpa impregnasi daya serap optimum adalah 64,19% pada waktu kontak 45 menit. Daya serap maksimum pada ion Cd2+ adalah 74,49% dengan menggunakan karbon aktif yang diimpregnasi selama 4 jam dengan 1,5% Na2S pada waktu kontak 30 menit sedangkan dengan menggunakan karbon aktif tanpa impregnasi adalah 68,61% pada waktu kontak 30 menit.

(7)

ABSTRACT

The impregnation of carbon with sodium sulfide which used as an adsorbent for cupric ion and cadmium ion was carried out.

The solution of natrium sulfide of 0.5%, 1.0% and 1.5% respectively has been used to impregnate, with impregnation time 4, 8, and 12 hours and the determination of the absorption capacity of the active carbon to ion Cu2+ and Cd2+ with variations contact time 15, 30, 45 and 60 minutes respectively.

The result of research indicated that the absorption capacity of impregnated carbon was higher compared with the active carbon without impregnation. Maximum absorption of the ions Cu2+ was of 86.21% with 12 hours impregnation and 1% Na2S at the contact time of 45 minutes, while contacts with the active carbon without impregnation is 64.19% obtained in 45 minutes contact time. Whereas the maximum absorption of ions Cd2+ was 74.49% with 4 hours impregnation and 1.5% Na2S on the contact time of 30 minutes and using active carbon without impregnation is 68.61% in the contact time of 30 minutes.

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga

penyusunan tesis ini dapat diselesaikan.

Adapun maksud dari penyusunan tesis ini adalah untuk menyelesaikan tugas

akhir dalam Program Studi Kimia, Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya penyusunan tesis ini, perkenankanlah penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

Bapak Prof. Dr. Harlem Marpaung dan Bapak Jamahir Gultom, Ph.D selaku

Dosen Pembimbing yang telah memberikan waktu dan tenaga untuk memberikan

pengetahuan dan bimbingannya yang sangat bermanfaat bagi penyusunan tesis ini.

Bapak/Ibu staf pengajar pada Program Studi Kimia yang telah memberikan

pengetahuannya kepada penulis selama di bangku perkuliahan.

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H,

Sp.A(K), Direktur Sekolah Pascasarjana USU, Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B.,

M.Sc., dan Ketua Program Studi Kimia SPs USU, Prof. Basuki Wirjosentono, M.S.,

Ph.D. atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti

pendidikan program magister.

Kepada isteri tercinta Julianna Hutabarat dan ketiga anak penulis: Meta,

Thomson dan Jordy Napitupulu atas doa dan dukungannya.

Kepada semua teman, sahabat, dan semua pihak yang membantu terlaksana

dan selesainya penyusunan tesis ini.

Semoga Tuhan Allah yang Maha baik dan pemurah melimpahkan rahmat dan

karunia-Nya atas kebaikan Bapak/Ibu dan Saudara-saudara sekalian.

Dengan menyadari keterbatasan pengalaman kemampuan yang dimiliki

penulis, sudah tentu terdapat banyak kekurangan dalam tulisan ini. Untuk itu penulis

mengharapkan saran serta kritik dari berbagai pihak yang sifatnya membangun dan

(9)

Akhir kata semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang

bersangkutan khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca.

Medan, Agustus 2009

(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap : Albert Napitupulu

Tempat/tanggal lahir : Sei Rampah/27 Desember 1964

Riwayat pendidikan : SD Negeri 02 Sei Rampah (Lulus Tahun 1976)

SMP Negeri Sei Rampah (Lulus Tahun 1980)

SMA YP. HKBP Pematang Siantar (Lulus Tahun 1983)

D-III Pendidikan Kimia IKIP Medan (Lulus Tahun 1986)

S-1 Pendidikan Kimia IKIP Medan (Lulus Tahun 1997)

Pekerjaan : PNS (Guru)

Status : Menikah dengan Julianna Hutabarat dan telah mempunyai

1 orang puteri dan 2 orang putera

Nama orang tua

Ayah : St. J Napitupulu (Alm)

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Pembatasan Masalah ... 6

1.4. Tujuan Penelitian ... 7

1.5. Manfaat Penelitian ... 7

1.6. Metodologi Penelitian ... 7

1.7. Lokasi Penelitian ... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 9

2.1. Arang Aktif ... 9

(12)

2.2.1. Tembaga (Cu)... 19

2.2.2. Kadmium (Cd) ... 20

2.3. Adsorpsi ... 23

2.4. Impregnasi Karbon Aktif ... 25

2.5. Uji Kualitas Air ... 26

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN... 28

3.1. Bahan ... 28

3.2. Alat... 28

3.3. Prosedur ... 29

3.3.1. Impregnasi Arang Aktif ... 29

3.3.2. Penyediaan Larutan Cu2+/ Cd2+(100 ppm) ... 30

3.3.3. Pengujian Adsorpsi ... 31

3.4. Skema Penelitian ... 32

3.4.1. Impregnasi Arang Aktif ... 32

3.4.2. Adsorpsi Logam ... 33

... BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

4.1. Hasil Penelitian dan Pengolahan Data ... 34

4.1.1. Hasil Penelitian Penetapan Kadar Logam Cu ... 34

4.1.1.1. Penentuan persamaan garis regresi dengan metode kurva kalibrasi ... 34

(13)

4.1.2. Data Hasil Pengukuran Daya Serap Logam Cu ... 37

4.1.2.1. Perhitungan persen penurunan konsentrasi logam Cu dan Cd dalam Sampel... 41

4.1.3. Penetapan Kadar Cd... 41

4.1.3.1. Penentuan persamaan garis regresi dengan metode kurva kalibrasi ... 41

4.1.3.2. Perhitungan koefisien korelasi ... 43

4.1.3.3. Penentuan kadar Cd dalam larutan sampel ... 44

4.2. Pembahasan... 48

4.2.1. Uji Kualitatif terhadap Karbon Aktif Terimpregnasi... 49

4.2.2. Daya Serap Karbon Aktif (C-aktif) Tanpa Impregnasi terhadap Logam Cu ... 49

4.2.3. Daya Serap Logam Cu dengan Karbon Aktif (C-Aktif) Terimpregnasi Natrium Sulfida (Na2S)... 50

4.2.4. Daya Serap Karbon Aktif (C-aktif) Tanpa Impregnasi terhadap Logam Cd ... 51

4.2.5. Daya Serap Logam Cd dengan Karbon Aktif (C-aktif) Terimpregnasi Natrium Sulfida (Na2S) ... 51

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 54

5.1. Kesimpulan ... 54

5.2. Saran... 54

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Penggunaan Arang Aktif... 11

2.2. Daftar Unsur Utama dari Logam Berat dan Sumbernya di Alam ... 16

4.1. Metode Least Square untuk Menentukan Nilai Slope, Intersep dan

Koefisien Korelasi pada Penetapan Kadar Cu. ... 35

4.2. Data Pengukuran Daya Serap Cu Setelah Perlakuan dengan C-Aktif 15 38

4.3. Data Pengukuran Daya Serap Cu Setelah Perlakuan dengan C-Aktif 30 39

4.4. Data Pengukuran Daya Serap Cu Setelah Perlakuan dengan C-Aktif 45 40

4.5. Data Pengukuran Daya Serap Cu Setelah Perlakuan dengan C-Aktif 60 40

4.6. Metode Least Square untuk Menentukan Nilai Slope, Intersep dan

Koefisien Korelasi pada Penetapan Kadar Cd. ... 42

4.7. Data Pengukuran Daya Serap Cd Setelah Perlakuan dengan C-Aktif 15 45

4.8. Data Pengukuran Daya Serap Cd Setelah Perlakuan dengan C-Aktif 30 46

4.9. Data Pengukuran Daya Serap Cd Setelah Perlakuan dengan C-Aktif 45 47

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

3.1. Peralatan untuk Impregnasi Karbon Aktif ... 29

3.2. Rangkaian Alat Shaker Bath pada Percobaan ... 31

4.1. Kurva Daya Serap Karbon Aktif Tanpa Impregnasi... 49

4.2. Kurva Daya Serap Karbon Aktif Terimpregnasi terhadap

Logam Cu dengan Waktu Kontak 45 Menit ... 50

4.3. Kurva Daya Serap Karbon Aktif Tanpa Impregnasi... 51

4.4. Kurva Daya Serap Karbon Aktif Terimpregnasi terhadap

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Tabel Data Absorbansi dan Konsentrasi Cu ... 58

2. Gambar Kurva Kalibrasi ... 63

(17)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian impregnasi karbon aktif dengan Na2S dan digunakan sebagai adsorben terhadap larutan Cu2+dan Cd2+.

Impregnasi Karbon aktif dilakukan dengan larutan Na2S 0,5%, 1,0%, dan 1,5%, dengan waktu impregnasi 4, 8, dan 12 jam, kemudian diteruskan dengan penentuan daya serap karbon aktif terhadap ion Cu2+dan Cd2+ dengan variasi waktu kontak 15, 30, 45 dan 60 menit dan dibandingkan dengan tanpa impregnasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya serap karbon aktif yang telah diimpregnasi lebih tinggi dibandingkan dengan karbon aktif tanpa impregnasi. Daya serap maksimum pada ion Cu2+ adalah 86,21 % dengan menggunakan karbon aktif yang diimpregnasi selama 12 jam dengan 1 % Na2S dengan waktu kontak 45 menit. Sedangkan menggunakan karbon aktif tanpa impregnasi daya serap optimum adalah 64,19% pada waktu kontak 45 menit. Daya serap maksimum pada ion Cd2+ adalah 74,49% dengan menggunakan karbon aktif yang diimpregnasi selama 4 jam dengan 1,5% Na2S pada waktu kontak 30 menit sedangkan dengan menggunakan karbon aktif tanpa impregnasi adalah 68,61% pada waktu kontak 30 menit.

(18)

ABSTRACT

The impregnation of carbon with sodium sulfide which used as an adsorbent for cupric ion and cadmium ion was carried out.

The solution of natrium sulfide of 0.5%, 1.0% and 1.5% respectively has been used to impregnate, with impregnation time 4, 8, and 12 hours and the determination of the absorption capacity of the active carbon to ion Cu2+ and Cd2+ with variations contact time 15, 30, 45 and 60 minutes respectively.

The result of research indicated that the absorption capacity of impregnated carbon was higher compared with the active carbon without impregnation. Maximum absorption of the ions Cu2+ was of 86.21% with 12 hours impregnation and 1% Na2S at the contact time of 45 minutes, while contacts with the active carbon without impregnation is 64.19% obtained in 45 minutes contact time. Whereas the maximum absorption of ions Cd2+ was 74.49% with 4 hours impregnation and 1.5% Na2S on the contact time of 30 minutes and using active carbon without impregnation is 68.61% in the contact time of 30 minutes.

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air merupakan kebutuhan pokok makhluk hidup. Bila manusia, hewan, dan

tumbuhan kekurangan air, maka akan mati. Permasalahan saat ini adalah kualitas air

terutama untuk kebutuhan (mandi, mencuci, minum, dan sebagainya) di kota-kota

besar di Indonesia masih memprihatinkan. Kepadatan penduduk, limbah industri, tata

ruang yang salah dan tingginya eksploitasi sumber daya air sangat berpengaruh pada

kualitas air. Selain itu, banyak orang yang membuang sampah, kotoran maupun

limbah ke sungai. Bahkan, ada cara lain membuang limbah berbahaya dengan cara

menanam di kedalaman beberapa meter. Hal inilah yang menyebabkan semakin

memburuknya kualitas air.

Logam berat secara umum digunakan oleh indusri modern termasuk tekstil,

penyamakan kulit, penyepuhan dan penyempurnaan logam. Logam berat ini

dilepaskan ke lingkungan baik dalam limbah air yang mencemari permukaan air

ataupun dalam bentuk endapan yang mencemari tanah. Kromium hexavalen dikenal

sebagai pengoksidasi kuat, yang dapat mengakibatkan mutasi dan penyebab kanker.

Karena tingkat racunnya yang tinggi, maka sangatlah penting untuk menurunkan

tingkat efeknya dengan mempergunakan daur ulang atau dengan penggunaan

kembali. Saat ini pengendapan kimia adalah teknik yang sangat banyak digunakan

(20)

penggunaan teknik ini adalah produksi endapan yang mengakibatkan pencemaran

tanah, dan yang lebih penting lagi efek yang berkepanjangan dalam lingkungan.

Logam tembaga (Cu) yang digunakan di pabrik biasanya berbentuk organik

dan anorganik. Logam tersebut digunakan di pabrik yang memproduksi alat-alat

listrik, gelas, dan zat warna yang biasanya bercampur dengan logam lain seperti alloi

dengan Ag, Cd, Sn, dan Zn. Garam Cu banyak digunakan dalam bidang pertanian,

misalnya sebagai larutan “Bordeaux” yang mengandung 1-3% CuSO4 untuk

membasmi jamur pada sayur dan tumbuhan buah. Senyawa CuSO4 juga sering

digunakan untuk membasmi siput sebagai inang dari parasit, cacing, dan juga

mengobati penyakit kuku pada domba.

Kadmium (Cd) merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya

karena elemen ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah. Kadmium berpengaruh

terhadap manusia dalam jangka waktu panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh

khususnya hati dan ginjal. Secara prinsipil pada konsentrasi rendah berefek terhadap

gangguan pada paru-paru, emphysema dan renal turbular disease yang kronis.

Jumlah normal kadmium di tanah berada di bawah 1 ppm, tetapi angka tertinggi

(1700 ppm) dijumpai pada permukaan sampel tanah yang diambil didekat

pertambangan biji seng (Zn). Kadmium lebih mudah diakumulasi oleh tanaman

dibandingkan dengan ion logam berat lainnya seperti timbal. Logam berat ini

bergabung bersama timbal dan merkuri sebagai the big three heavy metal yang

(21)

FAO/ WHO, konsumsi per minggu yang ditoleransikan bagi manusia adalah 400-500

µg per orang atau 7 µg per kg berat badan.

Karbon berpori atau yang lebih dikenal dengan nama karbon aktif digunakan

secara luas sebagai adsorben dalam proses industri untuk menghilangkan sejumlah

pengotor, terutama yang berhubungan dengan zat warna, pengolahan limbah,

pemurnian air, obat-obatan dan lain-lain. Arang aktif merupakan suatu padatan

berpori, yang sebagian besar terdiri dari unsur karbon bebas dan masing-masing

berikatan secara kovalen. Dengan demikian, permukaan arang aktif bersifat non

polar. Struktur pori berhubungan dengan luas permukaan juga menentukan

kemampuannya dalam menyerap bahan organik, logam berat, dan gas (Sembiring,

2003).

Arang umumnya mempunyai daya adsorpsi yang rendah dan daya adsorpsi itu

dapat diperbesar dengan cara mengaktifkan arang menggunakan uap atau bahan

kimia. Aktivasi karbon bertujuan untuk memperbesar luas permukaan arang dengan

membuka pori-pori yang tertutup tar, hidrokarbon, dan zat-zat organik lainnya,

sehingga memperbesar kapasitas adsorpsi. Beberapa bahan kimia yang dapat

digunakan sebagai zat pengaktif seperti: HNO3, H3PO4, CN-, Ca(OH)2, CaCl2,

Ca(PO4)2, NaOH, KOH, Na2SO4, SO2, ZnCl2, Na2CO3, dan uap air pada suhu tinggi

(Kateren, 1987). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Teng

dan Hsu (1999), KOH dapat dipergunakan sebagai bahan pengaktif karbon yang

(22)

Kebutuhan kayu yang terus meningkat dan potensi hutan yang terus berkurang

menuntut penggunaan kayu secara efisien dan bijaksana, antara lain dengan

memanfaatkan limbah berupa serbuk kayu menjadi produk yang bermanfaat. Limbah

tersebut, dalam hal ini serbuk gergaji, bila tidak dimanfaatkan lama-kelamaan akan

mengganggu misalnya dapat mengurangi produktivitas industri penggergajian dan

juga dapat mengganggu lingkungan. Di samping itu limbah ini belum banyak

dimanfaatkan padahal merupakan bahan baku yang dapat dikembangkan dalam

agroindustri, karena tersedia dalam jumlah banyak serta murah. Serbuk kayu yang

dihasilkan dari limbah penggergajian kayu dapat dimanfaatkan menjadi briket arang,

arang aktif, komposit kayu plastik (Setyawati, 2003), pot organik sebagai pengganti

polybag (Cahyono, 2000), sebagai media tanam jamur (Sariyono, 2000) dan

bentuk-bentuk lainnya.

Penggunaan karbon aktif sebagai adsorben untuk adsorpsi limbah logam

dalam air sudah banyak dilakukan, karena di samping memenuhi syarat sebagai

adsorben yang baik juga harganya murah dan mudah didapat. Namun pada beberapa

kasus, untuk suatu tujuan praktis tertentu yaitu ingin digunakan dalam sistem

campuran limbah, terkadang penggunaan karbon aktif kurang efektif. Salah satu

metode yang sedang berkembang untuk meningkatkan efektifitas karbon aktif adalah

memodifikasi permukaannya dengan cara impregnasi dengan bahan kimia tertentu.

Beberapa penelitian yang berhubungan telah cukup lama dirintis. Secara umum

disimpulkan bahwa bahan-bahan adsorben hasil modifikasi dengan teknik impregnasi

(23)

khusus yang tergantung pada jenis adsorbat logam dan gugus fungsional pada zat

organik (Amri et al, 2004). Dengan demikian, karbon aktif berpeluang untuk

memiliki manfaat tambahan dalam kegunaannya sebagai hasil modifikasi.

Korpiel (1997) telah meneliti adanya peningkatan kemampuan karbon aktif

yang diimpregnasi dengan sulfur dalam menyerap gas merkuri. Khalkhali (2004)

telah meneliti adanya peningkatan kemampuan arang aktif yang telah diimpregnasi

dengan senyawa megandung sulfur dalam menyerap ion merkuri dalam pelarut air.

Banyak tipe karbon aktif terimpregnasi sulfur. HGR, suatu karbon terimpregnasi

sulfur yang tersedia secara komersil, diproduksi secara pabrikan (Calgon Carbon

Corporation, Pittsburg, PA). Karbon seri BPL-S yang diproduksi dengan

mengimpregnasi karbon aktif batubara, BPL (Calgon Carbon Corporation, Pittsburg,

PA), dengan sulfur dalam atmosfer nitrogen murni pada berbagai temperatur. Vidic

(1997) telah mengevaluasi disain dan parameter operasional yang akan sukses dalam

mengaplikasikan adsorpsi karbon aktif yang terimpregnasi sulfur untuk menurunkan

emisi merkuri dari pembangkit tenaga batubara. Hsing-Cheng Hsi, et al, dalam

penelitiannya menyatakan bahwa impregnasi sulfur meningkatkan kandungan sulfur

dan menurunkan total luas permukaan mikropori pada semua adsorben yang

digunakan. Mereka menggunakan unsur sulfur, sulfur organik, dan sulfat dalam

mengimpregnasi adsorben.

Chung Hsuang Hung (2004) telah melakukan penelitian penurunan kadar Cu

dan Cd menggunakan karbon aktif yang terimpregnasi sulfur, di mana sulfur yang

(24)

pada karbon aktif akan meningkatkan porositas atau pori-pori karbon aktif dalam

bentuk mesoporus atau makroporus sementara itu molekul Na2S lebih efektif dalam

bentuk mesoporus dan makroporus.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis berkeinginan meneliti tentang

modifikasi karbon aktif yakni mengimpregnasinya dengan sulfida. Arang aktif yang

dihasilkan akan digunakan untuk mengadsorpsi logam berat yaitu Cu dan Cd.

1.2. Perumusan Masalah

Bagaimana kapasitas karbon aktif terimpregnasi sulfida dalam menyerap ion

Tembaga (II) dan Kadmium (II) dibandingkan dengan tanpa impregnasi?

1.3. Pembatasan Masalah

1. Uji penyerapan logam berat dilakukan terhadap ion Cu2+ dalam larutan

Cu(CH3COO)2 100 ppm.

2. Uji penyerapan logam berat dilakukan terhadap ion Cd2+ dalam larutan

Cd(CH3COO)2 100 ppm.

3. Impregnasi karbon aktif dengan metode vakum menggunakan larutan Na2S.

(25)

1.4. Tujuan Penelitian

Menggunakan karbon aktif yang diimpregnasi dengan sulfida untuk menyerap

ion Tembaga (II) dan Kadmium (II) dan mambandingkannya dengan karbon aktif

tanpa impregnasi.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kemajuan ilmu

pengetahuan khususnya penggunaan karbon aktif dalam rangka pembebasan air dari

pencemaran logam berat.

1.6. Metodologi Penelitian

Karbon aktif merupakan padatan dengan struktur berpori internal yang tinggi.

Kemampuan karbon aktif ditingkatkan dengan cara diimpregnasi (dengan variasi

konsentrasi impregnan dan waktu impregnasi) dengan sulfur. Sedangkan jenis dan

ukuran karbon aktif serta volume dan temperatur larutan impregnan dijadikan

variabel tetap. Untuk setiap variabel bebas tersebut diamati perubahan kapasitas

adsorpsi (dengan variasi waktu kontak) terhadap ion Cu2+ dan Cd2+ serta

dibandingkan kemampuannya dengan karbon aktif tanpa impregnasi.

Variasi konsentrasi impregnan, waktu impregnasi, dan waktu kontak

ditetapkan berdasarkan penelitian terdahulu, yaitu 0,5 g/100 ml, 1,0 g/100 ml, dan 1,5

g/100 ml untuk konsentrasi impregnan; 4, 8, dan 12 jam untuk waktu impregnasi;

(26)

untuk setiap perlakuan dari masing-masing sampel. Untuk mengumpulkan data, maka

dilakukan penurunan konsentrasi sampel ion Cu2+ dan Cd2+ dari larutan, yang

dipreparasi pada konsentrasi tertentu oleh karbon aktif yang telah dihasilkan.

Untuk mendapatkan nilai adsorbansi, maka dilakukan pengukuran konsentrasi

logam berat yang tertinggal dalam larutan sampel dengan alat Spektrofotometer

Serapan Atom. Hasil yang diperoleh diolah dan dianalisa secara grafik.

1.7. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pascasarjana dan Laboratorium

Penelitian – USU, Laboratorium Kimia Analitik, Laboratorium Biokimia FMIPA –

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Arang Aktif

Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon,

dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu

tinggi. Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan agar tidak terjadi kebocoran udara

di dalam ruangan pemanasan sehingga bahan yang mengandung karbon tersebut

hanya terkarbonisasi dan tidak teroksidasi. Arang selain digunakan sebagai bahan

bakar, juga dapat digunakan sebagai adsorben (penyerap). Daya serap ditentukan oleh

luas permukaan partikel dan kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap

arang tersebut dilakukan aktivasi dengan aktif faktor bahan-bahan kimia ataupun

dengan pemanasan pada temperatur tinggi. Dengan demikian, arang akan mengalami

perubahan sifat-sifat fisika dan kimia. Arang yang demikian disebut sebagai arang

aktif.

Luas permukaan arang aktif berkisar antara 300-3500 m2/g dan ini

berhubungan dengan struktur pori internal yang menyebabkan arang aktif mempunyai

sifat sebagai adsorben. Arang aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa

kimia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada besar atau volume

pori-pori dan luas permukaan. Daya serap arang aktif sangat besar, yaitu 25-100%

(28)

Arang aktif dibagi atas 2 tipe, yaitu arang aktif sebagai pemucat dan sebagai

penyerap uap. Arang aktif sebagai pemucat, biasanya berbentuk powder yang sangat

halus, diameter pori mencapai 1000 Å, digunakan dalam fase cair, berfungsi untuk

memindahkan zat-zat pengganggu yang menyebabkan warna dan bau yang tidak

diharapkan, membebaskan pelarut dari zat-zat pengganggu dan kegunaan lain yaitu

pada industri kimia dan industri baju. Diperoleh dari serbuk-serbuk gergaji, ampas

pembuatan kertas atau dari bahan baku yang mempunyai densitas kecil dan

mempunyai struktur yang lemah. Arang aktif sebagai penyerap uap, biasanya

berbentuk granular atau pellet yang sangat keras diameter pori berkisar antara 10-200

Å, tipe pori lebih halus, digunakan dalam fase gas, berfungsi untuk memperoleh

kembali pelarut, katalis, pemisahan dan pemurnian gas. Diperoleh dari tempurung

kelapa, tulang, batu bata atau bahan baku yang mempunyai struktur keras.

Sehubungan dengan bahan baku yang digunakan dalam pembuatan arang aktif

untuk masing-masing tipe, pernyataan di atas bukan merupakan suatu keharusan.

Karena ada arang aktif sebagai pemucat diperoleh dari bahan yang mempunyai

densitas besar, seperti tulang. Arang tulang tersebut, dibuat dalam bentuk granular

dan digunakan sebagai pemucat larutan gula. Demikian juga dengan arang aktif yang

digunakan sebagai penyerap uap dapat diperoleh dari bahan yang mempunyai

(29)

Tabel 2.1. Penggunaan Arang Aktif

3. Kimia perminyakan Penyulingan bahan mentah 4x8, 4x12, 8x30

4. Pembersih air Penghilangan warna, bau,

penghilangan resin

5. Budi daya udang Permurnian, penghilangan

ammonia, netrite phenol dan

logam berat

4x8, 4x12

6. Industri gula Penghilangan zat-zat warna,

menyerap proses penyaringan

menjadi lebih sempurna

4x8, 4x12

7. Pelarut yang digunakan

kembali

Penarikan kembali berbagai

pelarut

4x8, 4x12, 8x30

8. Pemurnian gas Menghilangkan sulfur, gas

beracun, bau busuk asap

4x8, 4x12

9. Katalisator Reaksi katalisator pengangkut vinil

chloride, vinil acetat

4x8, 4x30

10. Pengolahan pupuk Pemurnian, penghilangan bau 8x30

Sumber: Meilita.T. Sembiring, ST dan Tuti. S. Sinaga, ST (2003)

Arang juga dapat dihasilkan dengan cara destilasi kering. Dengan cara ini,

bahan baku dipanaskan dalam suatu ruangan vakum. Hasil yang diperoleh berupa

residu yaitu arang dan destilat yang terdiri dari campuran metanol dan asam asetat.

(30)

abu dan ter. Hasil yang diperoleh seperti metanol, asam asetat dan arang tergantung

pada bahan baku yang digunakan dan metoda destilasi.

Proses aktivasi merupakan hal yang penting diperhatikan di samping bahan

baku yang digunakan. Yang dimaksud dengan aktivasi adalah suatu perlakuan

terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara

memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul-molekul permukaan

sehingga arang mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun kimia, yaitu luas

permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi. Metoda

aktivasi yang umum digunakan dalam pembuatan arang aktif adalah:

a. Aktivasi Kimia: proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan

pemakaian bahan-bahan kimia.

b. Aktivasi Fisika: proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan

bantuan panas, uap dan CO2.

Untuk aktivasi kimia, aktivator yang digunakan adalah bahan-bahan kimia

seperti: hidroksida logam alkali garam-garam karbonat, klorida, sulfat, fosfat dari

logam alkali tanah dan khususnya ZnCl2 asam-asam anorganik seperti H2SO4 dan

H3PO4. Arang aktif sebagai pemucat, dapat dibuat dengan aktivasi kimia. Bahan baku

dicampur dengan bahan-bahan kimia, kemudian campuran tersebut dipanaskan pada

temperatur 500-900°C. Selanjutnya didinginkan, dicuci untuk menghilangkan dan

memperoleh kembali sisa-sisa zat kimia yang digunakan. Akhirnya, disaring dan

(31)

Cheremisinoff dan A. C. Moressi (1978), mengemukakan bahwa proses

pembuatan arang aktif terdiri dari tiga tahap yaitu:

a. Dehidrasi: proses penghilangan air.

Bahan baku dipanaskan sampai temperatur 170 °C.

b. Karbonisasi: pemecahan bahan-bahan organik menjadi karbon.

Temperatur di atas 170°C akan menghasilkan CO, CO2 dan asam asetat. Pada

temperatur 275°C, dekomposisi menghasilkan tar, metanol dan hasil sampingan

lainnya. Pembentukan karbon terjadi pada temperatur 400 – 600°C.

c. Aktivasi: dekomposisi tar dan perluasan pori-pori.

Dapat dilakukan dengan uap atau CO2 sebagai aktivator.

Sifat arang aktif yang paling penting adalah daya serap. Dalam hal ini, ada

beberapa faktor yang mempengaruhi daya serap adsorpsi, yaitu:

1. Sifat Adsorben

Arang aktif yang merupakan adsorben adalah suatu padatan berpori, yang

sebagian besar terdiri dari unsur karbon bebas dan masing-masing berikatan

secara kovalen. Dengan demikian, permukaan arang aktif bersifat non polar.

Selain komposisi dan polaritas, struktur pori juga merupakan faktor yang penting

diperhatikan. Struktur pori berhubungan dengan luas permukaan, semakin kecil

pori-pori arang aktif, mengakibatkan luas permukaan semakin besar. Dengan

demikian kecepatan adsorpsi bertambah. Untuk meningkatkan kecepatan

adsorpsi, dianjurkan agar menggunakan arang aktif yang telah dihaluskan. Jumlah

(32)

2. Sifat Serapan

Banyak senyawa yang dapat diadsorpsi oleh arang aktif, tetapi kemampuannya

untuk mengadsorpsi berbeda untuk masing-masing senyawa. Adsorpsi akan

bertambah besar sesuai dengan bertambahnya ukuran molekul serapan dari

sturktur yang sama, seperti dalam deret homolog. Adsorsi juga dipengaruhi oleh

gugus fungsi, posisi gugus fungsi, ikatan rangkap, struktur rantai dari senyawa

serapan.

3. Temperatur

Dalam pemakaian arang aktif dianjurkan untuk menyelidiki temperatur pada saat

berlangsungnya proses. Karena tidak ada peraturan umum yang bisa diberikan

mengenai temperatur yang digunakan dalam adsorpsi. Faktor yang mempengaruhi

temperatur proses adsoprsi adalah viskositas dan stabilitas termal senyawa

serapan. Jika pemanasan tidak mempengaruhi sifat-sifat senyawa serapan, seperti

terjadi perubahan warna maupun dekomposisi, maka perlakuan dilakukan pada

titik didihnya. Untuk senyawa volatil, adsorpsi dilakukan pada temperatur kamar

atau bila memungkinkan pada temperatur yang lebih kecil.

4. pH (Derajat Keasaman)

Untuk asam-asam organik adsorpsi akan meningkat bila pH diturunkan, yaitu

dengan penambahan asam-asam minreal. Ini disebabkan karena kemampuan asam

mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut. Sebaliknya bila pH

asam organik dinaikkan yaitu dengan menambahkan alkali, adsorpsi akan

(33)

5. Waktu Kontak

Bila arang aktif ditambahkan dalam suatu cairan, dibutuhkan waktu untuk

mencapai kesetimbangan. Waktu yang dibutuhkan berbanding terbalik dengan

jumlah arang yang digunakan. Selain ditentukan oleh dosis arang aktif,

pengadukan juga mempengaruhi waktu singgung. Pengadukan dimaksudkan

untuk memberi kesempatan pada partikel arang aktif untuk bersinggungan dengan

senyawa serapan. Untuk larutan yang mempunyai viskositas tinggi, dibutuhkan

waktu singgung yang lebih lama (Sembiring, 2003).

2.2. Kontaminasi Logam Berat

Secara umum diketahui bahwa logam berat merupakan unsur yang berbahaya

di permukaan bumi, sehingga kontaminasi logam berat di lingkungan merupakan

masalah besar dunia saat ini. Persoalan spesifik di lingkungan terutama akumulasinya

sampai pada rantai makanan dan keberadaannya di alam, serta meningkatnya

sejumlah logam berat yang menyebabkan keracunan terhadap tanah, udara, dan air

meningkat. Proses industri dan urbanisasi memegang peranan penting terhadap

peningkatan kontaminan tersebut (Onrizal, 2005).

Logam berat di suatu lahan secara umum bisa berasal dari proses alam atau

akibat kegiatan manusia. Proses alam seperti perubahan siklus alamiah

mengakibatkan batuan-batuan dan gunung berapi memberikan kontribusi yang sangat

besar ke lingkungan. Namun apabila proses alam tersebut tidak mengalami perubahan

(34)

yang dapat menyebabkan masuknya logam berat ke lingkungan antara lain adalah

pertambangan (minyak, emas, batubara, dll), pembangkit tenaga listrik, peleburan

logam, pabrik-pabrik pupuk, kegiatan-kegiatan industri lainnya, dan penggunaan

produk sintetik (misalnya pestisida, cat, baterai, limbah industri, dll). Kontaminasi ini

akan terus meningkat sejalan dengan meningkatnya usaha eksploitasi berbagai

sumber alam di mana logam berat terkandung di dalamnya (USDA NRCS, 2000,

Suhendrayatna, 2001). Unsur pencemar utama dari logam berat dan sumbernya

di alam secara lengkap disajikan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Daftar Unsur Utama dari Logam Berat dan Sumbernya di Alam

No. Unsur Sumber Logam di Alam

1. Antimony Stibnite (Sb2S3), geothermal springs, mine drainage

2. Arsenic Metal arsenides and arsenates, sulfide ores (arsenopyrite), arsenite (HasO2), vulcanic gases, geothermal springs

3. Beryllium Beryl (Be3Al2Si6O16), Phenacite (Be2Si)4)

4. Cadmium Zinc carbonate and sulfide ores, copper carbonate and sulfide ores 5. Chromium Chromite (FeCr2O), chromic oxide (Cr2O3)

6. Copper Free metal (Cu0), copper sulfide (CuS2), Chalcopyrite (CuFeS2), mine drainage

7. Lead Galena (PbS)

8. Mercury Free mercury (Hg0), Cinnabar (HgS)

9. Nickel Ferromagnesian minerals, ferrous sulfide ores, nickel oxide (NiO2), Pentladite [(Ni,Fe) 9S8], nickel hydroxide [Ni(OH)3]

10. Selenium Free metal (Ag0), Ferroselite (FeSe2), uranium deposits, black shales, Chalcopyrite-Pantladite-Pyrrhotite deposits

11. Silver Free metal (Ag0), silver chlorite (AgCl2), Argentide (AgS2), copper, lead, zinc ores

12. Thallium Copper, lead, silver residues

13. Zinc Zinc blende (ZnS), Willemite (ZnSiO4), Calamite (ZnCO3), mine drainage

Sumber: Novotny (1995) yang dimodifikasi oleh Suhendrayatna (2001)

Salah satu indikator yang digunakan untuk mendeteksi pencemaran air adalah

(35)

memiliki rapat massa tinggi (5 g/cm3) dan sejumlah konsentrasi kecil dapat bersifat

racun dan berbahaya. Di antara semua unsur logam berat, Hg menduduki urutan

pertama dalam hal sifat racunnya kemudian diikuti oleh logam berat antara lain Cd,

Ag, Ni, Cu, Pb, As, Cr, Sn, dan Zn.

Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat terbagi ke dalam dua

jenis yaitu: pertama logam berat esensial di mana keberadaannya dalam jumlah

tertentu sangat dibutuhkan oleh setiap organisme hidup, seperti antara lain Zn, Cu,

Fe, Co, Mn, dan lain-lain. Kedua logam berat tidak esensial atau beracun, di mana

keberadaan dalam tubuh organisme hidup hingga saat ini masih belum diketahui

manfaatnya bahkan justru dapat bersifat racun, seperti misalnya; Hg, Cd, Pb, Cr, dan

lain-lain.

Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5

gr/cm3, terletak di sudut kanan bawah sistem periodik, mempunyai afinitas yang

tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari perioda 4

sampai 7 (Miettinen, 1977). Sebagian logam berat seperti timbal (Pb), kadmium (Cd),

dan merkuri (Hg) merupakan zat pencemar yang berbahaya. Afinitas yang tinggi

terhadap unsur S menyebabkan logam ini menyerang ikatan belerang dalam enzim,

sehingga enzim bersangkutan menjadi tak aktif. Gugus karboksilat (-COOH) dan

amina (-NH2) juga bereaksi dengan logam berat. Kadmium, timbal, dan tembaga

terikat pada sel-sel membran yang menghambat proses transpormasi melalui dinding

sel. Logam berat juga mengendapkan senyawa fosfat biologis atau mengkatalis

(36)

Berdasarkan sifat kimia dan fisikanya, maka tingkat atau daya racun logam

berat terhadap hewan air dapat diurutkan (dari tinggi ke rendah) sebagai berikut

merkuri (Hg), kadmium (Cd), seng (Zn), timah hitam (Pb), krom (Cr), nikel (Ni), dan

kobalt (Co) (Sutamihardja dkk, 1982). Menurut Darmono (1995) daftar urutan

toksisitas logam paling tinggi ke paling rendah terhadap manusia yang

mengkomsumsi ikan adalah sebagai berikut Hg2+> Cd2+ > Ag2+ > Ni2+ > Pb2+ >As2+

>Cr2+ > Sn2+ > Zn2+. Sedangkan menurut Kementrian Negara Kependudukan dan

Lingkungan Hidup (1990) sifat toksisitas logam berat dapat dikelompokan ke dalam 3

kelompok, yaitu bersifat toksik tinggi yang terdiri dari atas unsur-unsur Hg, Cd, Pb,

Cu, dan Zn. Bersifat toksik sedang terdiri dari unsur-unsur Cr, Ni, dan Co, sedangkan

bersifat tosik rendah terdiri atas unsur Mn dan Fe.

Adanya logam berat di perairan, berbahaya baik secara langsung terhadap

kehidupan organisme, maupun efeknya secara tidak langsung terhadap kesehatan

manusia. Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat logam berat (PPLH-IPB, 1997;

Sutamihardja dkk, 1982) yaitu:

1. Sulit didegradasi, sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan perairan dan

keberadaannya secara alami sulit terurai (dihilangkan).

2. Dapat terakumulasi dalam organisme termasuk kerang dan ikan, dan akan

membahayakan kesehatan manusia yang mengkomsumsi organisme tersebut.

3. Mudah terakumulasi di sedimen, sehingga konsentrasinya selalu lebih tinggi dari

konsentrasi logam dalam air. Di samping itu sedimen mudah tersuspensi karena

(37)

dalam air, sehingga sedimen menjadi sumber pencemar potensial dalam skala

waktu tertentu

2.2.1. Tembaga (Cu)

Tembaga bersifat racun terhadap semua tumbuhan pada konsentrasi larutan

di atas 0,1 ppm. Konsentrasi yang aman bagi air minum manusia tidak lebih dari 1

ppm. Bersifat racun bagi domba pada konsentrasi di atas 20 ppm. Konsentrasi normal

komponen ini di tanah berkisar 20 ppm dengan tingkat mobilitas sangat lambat

karena ikatan yang sangat kuat dengan material organik dan mineral tanah liat.

Kehadiran tembaga pada limbah industri biasanya dalam bentuk ion bivalen Cu(II)

sebagai hydrolytic product. Beberapa industri seperti pewarnaan, kertas, minyak,

industri pelapisan melepaskan sejumlah tembaga yang tidak diharapkan. Tembaga

dalam konsentrasi tinggi (22-750 mg/kg tanah kering) dijumpai pada sedimen di laut

Hongkong dan jumlah yang sama juga ditemui pada sejumlah pelabuhan-pelabuhan

di Inggris (Nora, 1998).

Tembaga merupakan logam yang ditemukan di alam dalam bentuk senyawa

dengan sulfida (CuS). Tembaga sering digunakan pada pabrik-pabrik yang

memproduksi peralatan listrik, gelas, dan alloy. Tembaga masuk keperairan

merupakan faktor alamiah seperti terjadinya pengikisan dari batuan mineral sehingga

terdapat debu, partikel-partikel tembaga yang terdapat dalam lapisan udara akan

terbawa oleh hujan. Tembaga juga berasal dari buangan bahan yang mengandung

tembaga seperti dari industri galangan kapal, industri pengolahan kayu, dan limbah

(38)

Pada konsentrasi 2,3 – 2,5 mg/l dapat mematikan ikan dan akan menimbulkan

efek keracunan, yaitu kerusakan pada selaput lendir (Saeni, 1997). Tembaga dalam

tubuh berfungsi sebagai sintesa hemoglobin dan tidak mudah dieksresikan dalam

urine karena sebagian terikat dengan protein, sebagian dieksresikan melalui empedu

ke dalam usus dan dibuang ke feses, sebagian lagi menumpuk dalam hati dan ginjal,

sehingga menyebabkan penyakit anemia dan tuberkulosis.

2.2.2. Kadmium (Cd)

Penggunaan kadmium yang paling besar (75%) adalah dalam industri batu

baterai (terutama baterai Ni-Cd). Selain itu, logam ini juga dapat digunakan campuran

pigmen, electroplating, pembuatan alloys dengan titik lebur yang rendah, pengontrol

pembelahan reaksi nuklir, dalam pigmen cat dengan membentuk beberapa garamnya

seperti kadmium oksida (yang lebih dikenal sebagai kadmium merah),

semikonduktor, stabilisator PVC, obat-obatan seperti sipilis dan malaria, dan

penambangan timah hitam dan bijih seng, dan sebagainya.

Logam kadmium mempunyai penyebaran sangat luas di alam, hanya ada satu

jenis mineral kadmium di alam yaitu greennockite (CdS) yang selalu ditemukan

bersamaan dengan mineral spalerite (ZnS). Berdasar pada sifat-sifat kimianya, logam

Cd didalam persenyawaan yang dibentuknya pada umumnya mempunyai bilangan

valensi 2+, sangat sedikit yang mempunyai bilangan valensi 1+. Waktu paruh dari

kadmium dalam tubuh 7-30 tahun dan menembus ginjal terutama setelah terjadi

(39)

Kadmium (Cd) merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya

karena unsur ini berisiko tinggi terhadap pembuluh darah. Logam ini memiliki

tendensi untuk bioakumulasi. Keracunan yang disebabkan oleh kadmium dapat

bersifat akut dan keracunan kronis. Logam Cd merupakan logam asing dalam tubuh

dan tidak dibutuhkan dalam proses metabolisme. Logam ini teradsorbsi oleh tubuh

manusia yang akan menggumpal di dalam ginjal, hati dan sebagian dibuang keluar

melalui saluran pencernaan. Keracunan Cd dapat mempengaruhi otot polos pembuluh

darah. Akibatnya tekanan darah menjadi tinggi yang kemudian bisa menyebabkan

terjadinya gagal jantung dan kerusakan ginjal.

Penelitian terkini menyebutkan bahwa logam beracun kadmium dapat dibawa

ke dalam tubuh oleh seng yang terikat dalam protein (dalam hal ini adalah struktur

protein yang mengandung rantai seng). Ikatan kadmium dalam zat organik

mempunyai kekuatan 10 kali lebih besar dibandingkan dengan seng jika terikat dalam

zat organik. Sebagai tambahan, kadmium juga dapat menggantikan magnesium dan

kalsium dalam ikatannya dengan struktur zat organik. Secara prinsip, pada

konsentrasi rendah berefek terhadap gangguan pada paru-paru, emphysemia dan renal

turbular disease yang kronis. Kadmium lebih mudah terakumulasi oleh tanaman jika

dibandingkan dengan timbal (Pb). Logam berat ini tergabung bersama timbal dan

merkuri sebagai “the big three heavy metals” yang memiliki tingkat bahaya tertinggi

pada kesehatan manusia (Saeni, 1997).

Dari evaluasi beberapa teknik pengolahan logam berat dengan

(40)

melimpah, maka diperoleh suatu metode yang lebih representatif dalam mengolah

logam berat timbal dan kadmium. Metode tersebut adalah adsorpsi dengan media

karbon aktif. Karbon aktif memiliki ruang pori sangat banyak dengan ukuran

tertentu. Pori-pori ini dapat menangkap partikel-partikel sangat halus (molekul)

terutama logam berat dan menjebaknya di sana. Penyerapan menggunakan karbon

aktif adalah efektif untuk menghilangkan logam berat. Ion logam berat ditarik oleh

karbon aktif dan melekat pada permukaannya dengan kombinasi dari daya fisik

kompleks dan reaksi kimia. Karbon aktif memiliki jaringan porous (berlubang) yang

sangat luas yang berubah-ubah bentuknya untuk menerima molekul pengotor baik

besar maupun kecil. Efektivitas adsorpsi karbon aktif terhadap logam timbal Pb2+

telah ditunjukkan pada sertifikat NSF (National Sanitation Foundation) yang

merefleksikan isotherm Langmuir di mana adsorbsi logam berat Pb akan berlangsung

sampai mencapai titik keseimbangan di mana proses adsorbsi tidak akan berjalan lagi

atau berhenti meskipun dosis karbon aktif diperbesar. Kecepatan penyerapan ini

tergantung dari sifat adsorbsi, temperatur, pH, dan waktu singgung karbon aktif

dengan Pb. Sedangkan penyerapan Cd relatif merefleksikan isotherm Freundlich.

Proses eliminasi logam berat Pb dan Cd dengan karbon aktif akan semakin

efektif di mana selain sebagai adsorben karbon aktif secara simultan juga bertindak

sebagai pemberat (weighing agent) demikian pula jika berbagai metode pengolahan

digabung misalnya metode adsorbsi karbon aktif dengan metode konvensional

(koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi dan klorinasi). Penyerapan karbon aktif

(41)

pembubuhan. Pembubuhan karbon aktif dapat dilakukan dengan sistem kering

maupun basah. Titik pembubuhan ini tentunya mempunyai kelebihan dan kekurangan

masing-masing. Untuk meningkatkan kecepatan adsorpsi, dianjurkan agar

menggunakan arang aktif yang telah dihaluskan.

2.3. Adsorpsi

Adsorpsi adalah proses pengumpulan subtansi terlarut (soluble) yang ada

dalam larutan oleh permukaan benda penyerap di mana terjadi suatu ikatan kimia

fisika antara subtansi dan penyerapnya. Proses adsorpsi digambarkan sebagai proses

molekul meninggalkan larutan dan menempel pada permukaan zat penyerap akibat

ikatan fisika dan kimia. Adsorpsi dalam air limbah sering mengikuti proses biologis

untuk menyisihkan bahan-bahan yang tidak tersisihkan oleh proses biologis, misalnya

bahan organik non-biodegradabel. Oleh karena itu adsorpsi sering dikelompokkan

sebagai pengolahan tersier (Sawyer et. al., 1994 dalam Masduqi dan Slamet, 2000).

Permukaan padatan yang kontak dengan suatu larutan cenderung untuk

menghimpun lapisan dari molekul-molekul zat terlarut pada permukaannya akibat

ketidakseimbangan gaya-gaya pada permukaan. Adsorpsi kimia menghasilkan

pembentukan lapisan monomolekular adsorbat pada permukaan melalui gaya-gaya

dari valensi sisa dari molekul-molekul pada permukaan. Adsorpsi fisika diakibatkan

kondensasi molekular dalam kapiler-kapiler dari padatan. Secara umum, unsur-unsur

(42)

Terjadi pembentukan yang cepat sebuah kesetimbangan konsentrasi

antar-muka, diikuti dengan difusi lambat ke dalam partikel-partikel karbon. Laju adsorpsi

keseluruhan dikendalikan oleh kecepatan difusi dari molekul-molekul zat terlarut

dalam pori-pori kapiler dari partikel karbon. Kecepatan itu berbanding terbalik

dengan kuadrat diameter partikel, bertambah dengan kenaikan konsentrasi zat

terlarut, bertambah dengan kenaikan temperatur, dan berbanding terbalik dengan

kenaikan berat molekul zat terlarut (Freeman, 1989).

Pada proses adsorpsi dibatasi proses difusi film dan difusi pori yang

tergantung pada lamanya kontak antara partikel adsorben dan fluida dalam sistem.

Bila lamanya kontak relatif sedikit maka lapisan film yang disekeliling partikel akan

tebal sehingga proses adsorpsi berlangsung lambat. Dengan pengadukan yang cukup

maka kecepatan difusi film meningkat.

Morris dan Weber menemukan bahwa laju adsorpsi bervariasi seiring dengan

akar pangkat dua dari waktu kontak dengan adsorben. Kecepatan ini juga meningkat

dengan menurunnya pH sebab perubahan muatan pada permukaan karbon. Kapasitas

adsorpsi dari karbon terhadap suatu zat terlarut tergantung pada dua-duanya, karbon

dan zat terlarutnya. Kebanyakan limbah cair adalah kompleks dan bervariasi dalam

hal kemampuan adsorpsi dari campuran-campuran yang ada. Struktur molekul,

(43)

2.4. Impregnasi Karbon Aktif

Polusi air menjadi masalah serius dengan perkembangan industri dari tahun ke

tahun. Dilihat dari pencegahan bau busuk atau pemeliharaan lingkungan,

pengembangan metode pengolahan kontaminasi atmosfer menjadi sangat dibutuhkan.

Pestisida dan logam berat yang dilepas ke badan air merupakan substansi utama

penyebab penurunan kualitas air bersih.

Upaya penanganan pencemaran logam berat sebenarnya dapat dilakukan

dengan menggunakan proses kimiawi. Seperti penambahan senyawa kimia tertentu

untuk proses pemisahan ion logam berat atau dengan resin penukar ion (exchange

resins), serta beberapa metode lainnya seperti penyerapan menggunakan karbon aktif,

electrodialysis dan reverse osmosis. Namun proses ini relatif mahal dan cenderung

menimbulkan permasalahan baru, yaitu akumulasi senyawa tersebut dalam sedimen

dan organisme akuatik (perairan) (Wijaya, 2006).

Karbon aktif telah banyak digunakan untuk menghilangkan berbagai spesies

bahan kimia dari fase gas ataupun cair. Ukuran porinya terdistribusi luas dan dikenal

sebagai adsorben universal. Namun, untuk meningkatkan kelemahannya diperlukan

perlakuan kimia pada permukaannya. Karena karbon aktif memiliki makropori, maka

dapat dimanfaatkan untuk impregnasi (Yoshida, 2004), salah satu tujuannya untuk

membentuk komposit karbon aktif dan garam logam yang bersifat antibakteri.

Impregnasi karbon aktif dengan berbagai mineral dan senyawa organik telah

dipaparkan oleh penelitian-penelitian terdahulu. Karbon aktif diimpregnasi dengan

(44)

yang lebih efektif dan mengurangi logam berat dari limbah. Tingkat adsorpsi dan

kesempurnaan penghilangan bergantung pada pH larutan, temperatur, konsentrasi,

ukuran molekul, dan berat molekul, kompleksitas struktur molekul adsorben, tipe dan

bentuk fisik karbon aktif yang digunakan. Faktor penting lain yang menentukan sifat

adsorpsi karbon aktif adalah distribusi ukuran pori dan gugus fungsi permukaan.

Karbon aktif tidak hanya memiliki karbon, tapi juga sejumlah kecil ikatan kimia atom

O dan H dalam bentuk berbagai gugus fungsi yang biasanya memberikan sifat asam

pada padatan karbon, ditambah kandungan mineral yang biasanya ditandai dengan

abu atau residu setelah pengarangan (Khalkhali, 2004).

2.5. Uji Kualitas Air

Menurut Soetarto (2008), semua organisme selalu membutuhkan air untuk

kelangsungan hidupnya. Hal ini disebabkan semua reaksi biologis yang berlangsung

di dalam tubuh makhluk hidup berlangsung dalam medium air. Oleh karena itu dapat

dikatakan bahwa tidak mungkin ada kehidupan tanpa adanya air. Tetapi sering sekali

terjadi pengotoran dan pencemaran air dengan kotoran-kotoran dan sampah. Oleh

karena itu air dapat menjadi sumber atau perantara berbagai penyakit.

Logam berat biasanya didefinisikan berdasarkan sifat-sifat fisiknya dalam

keadaan padat dengan menggunakan metode teknologi yang telah maju. Sifat-sifat

fisik tersebut antara lain memiliki:

1. Daya pantul cahaya yang tinggi,

(45)

3. Daya hantar panas, dan

4. Kekuatan dan ketahanan.

Logam berat dalam keadaan padat juga dapat dibedakan berdasarkan: struktur

kristalnya, sifat pengikat kimianya, serta sifat-sifat magnitnya. Kelarutan logam berat

dalam air dan lemak merupakan suatu proses toksikologi yang amat penting, karena

proses ini adalah salah satu faktor utama yang mempengaruhi adanya proses biologi

dan penyerapan logam berat itu sendiri.

Metode analisis untuk penentuan konsentrasi logam berat yang hingga kini

paling populer digunakan adalah Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Adapun

prinsip kerja SSA ini pada dasarnya adalah suatu proses eksitasi, di mana dalam

proses pengatoman ini setiap logam berat memiliki penyinaran dengan panjang

gelombang yang spesifik. Kneip dan Friberg (1986) berpendapat bahwa dalam

penentuan kandungan logam berat, ada tiga hal utama yang harus diperhatikan yaitu

ketepatan, ketelitian, dan batas deteksi. Jenis pelarut kimia yang digunakan dalam

analisis logam dapat mempengaruhi hasil analisis tersebut. Rivai (2000), melaporkan

bahwa ekstraksi sampel dengan menggunakan pelarut HNO3 menghasilkan

(46)

BAB III

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1. Bahan

a. Karbon aktif

b. Na2S (aq)

c. Cu(CH3COO)2 (s)

d. Cd(CH3COO)2 (s)

e. Kertas lakmus

f. HNO3 0,1 N

3.2. Alat

a. Neraca analitik

b. Oven

c. Termometer

d. Alat-alat gelas

e. Ayakan

f. Shaker bath

(47)

3.3. Prosedur

3.3.1. Impregnasi Karbon Aktif

a. Sebanyak 0,5 –1,5 g Na2S ditimbang dan kemudian dilarutkan dalam air bebas

ion hingga volume 100 ml.

b. Larutan di atas diimpregnasikan pada 10 g karbon aktif lolos ayakan 250

mesh yang telah disiapkan di dalam labu (Gambar 3.1) dan direfluks pada

temperatur 70°C dan diteruskan dengan pengadukan menggunakan pengaduk

magnetik dengan variasi waktu 4, 8, dan 12 jam.

c. Setelah itu dilakukan pemisahan dengan sentrifugasi dan endapan yang

diperoleh dicuci dengan air bebas ion hingga bersih.

d. Residu yang diperoleh dikeringkan di dalam oven pada temperatur 110°C

selama 24 jam. Bahan ini dinamakan S-karbon aktif.

Gambar 3.1. Peralatan untuk Impregnasi Karbon Aktif

(48)

3.3.2. Penyediaan Larutan Cu2+/ Cd2+(100 ppm)

A. Penyediaan larutan induk. Cu2+ (1000 ppm)

a. Ditimbang kristal Cu(CH3COO)2.H2O sebanyak 3,1665 g.

b. Dimasukkan ke dalam gelas beker berisi 50 ml akuades kemudian

diaduk hingga larut.

c. Ditambahkan HNO3(p) sebanyak 5 ml.

d. Dipindahkan ke labu takar 1 L.

e. Ditambahkan akuades hingga garis tanda.

f. Dihomogenkan.

B. Penyediaan larutan induk. Cd2+ (1000 ppm)

a. Ditimbang kristal Cd(CH3COO)2.2H2O sebanyak 2,371 g.

b. Dimasukkan ke dalam gelas beker berisi 50 ml akuades kemudian

diaduk hingga larut.

c. Ditambahkan HNO3(p) sebanyak 5 ml.

d. Dipindahkan ke labu takar 1 L.

e. Ditambahkan akuades hingga garis tanda.

(49)

3.3.3. Pengujian Adsorpsi

a. Larutan Cu2+ konsentrasi 100 ppm sebanyak 60 ml ditempatkan dalam labu

Erlenmeyer 250 ml (Gambar 3.2).

b. Tingkat pH dijaga antara 3,5–4,0 di bawah tingkat pH di mana logam

terhidrolisa, dengan cara menambahkan setetes demi tetes HNO3 0,1 N.

c. Ke dalam labu dimasukkan pula 1 g S-karbon aktif.

d. Labu ditempatkan di dalam shaker bath pada suhu kamar dan dilakukan

penggoyangan dengan kecepatan 100 goyangan per menit dengan variasi

waktu kontak 15, 30, 45, dan 60 menit.

e. Setelah tercapai homogen, campuran didekantasi. Filtratnya dianalisis

kandungan logamnya dengan SSA.

f. Perlakuan yang sama diulang untuk pengujian adsorpsi ion Cd2+.

(50)

3.4. Skema Penelitian

3.4.1. Impregnasi Karbon Aktif

ditimbang sebanyak 10 g

disiapkan di dalam labu dengan vakum

diimpregnasi dengan larutan Na2Sdengan variasi konsentrasi 0,5 – 1,5 g/ 100 ml

direfluks pada temperatur 70°C sambil diaduk dengan variasi waktu 4, 8, dan 12 jam

disentrifugasi

endapan dicuci dengan air bebas ion

dikeringkan di dalam oven pada temperatur 110°C selama 24 jam

Karbon Aktif

Canpuran Larutan Na2S

dan Karbon Aktif

Residu

(51)

3.4.2. Adsorpsi Logam

dimasukkan dalam labu Erlenmeyer 250 ml

ditambahkan setetes asam nitrat 0,1 N

dimasukkan 0,1 g S-karbon aktif

ditempatkan di dalam shaker bath pada suhu kamar

digoyang dengan kecepatan 100 goyangan per menit dengan variasi waktu kontak 15, 30, 45, dan 60 menit

didekantasi larutan sebanyak 10 ml

dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, diencerkan dengan akuades

dihomogenkan

dianalisis kandungan logamnya dengan SSA

Catatan: * Perlakuan yang sama diulangi dengan mengganti larutan Cu(CH3COO)2 dengan larutan Cd(CH3COO)2 dalam pelarut air.

60 ml Cu(CH3COO)2 100 ppm*

Campuran Sampel dan S-karbon aktif

Residu Filtrat

(52)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian dan Pengolahan Data

4.1.1. Hasil Penelitian Penetapan Kadar Logam Cu

Data hasil pengukuran dengan menggunakan spektrofotometri serapan atom

(SSA) diperoleh signal berupa absorbansi. Untuk mengetahui konsentrasi dari logam

Tembaga (II) dan Kadmium (II) yang terdapat dalam sampel maka dibuat seri larutan

standar terhadap logam Tembaga dan Kadmium yang akan ditentukan. Data

absorbansi sampel pada penetapan kadar logam Tembaga dan Cadmium sebelum

mendapat perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.13 dan Tabel 4.18, setelah perlakuan

dengan karbon aktif dengan waktu kontak 15, 30, 45 dan 60 menit dapat dilihat dalam

lampiran pada Tabel 4.14 s/d Tabel 4.17 dan Tabel 4.19 s/d Tabel 4.22.

4.1.1.1. Penentuan persamaan garis regresi dengan metode kurva kalibrasi

Data pengukuran absorbansi dari suatu larutan seri standar Cu (II) dapat

dilihat pada Tabel 4.11. Absorbansi dari larutan seri standar diplotkan terhadap

konsentrasi larutan standar sehingga diperoleh kurva kalibrasi berupa garis linear

seperti Gambar 4.5 pada lampiran. Persamaan garis regresi untuk kurva dapat

(53)

Tabel 4.1. Metode Least Square untuk Menentukan Nilai Slope, Intersep dan Koefisien Korelasi pada Penetapan Kadar Cu

No Xi Yi Xi– X Yi– Y (Xi– X)2 (Yi– Y)2 (Xi– X)(Yi– Y)

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis:

Y = aX + b

(54)

Harga intersep (b) diperoleh melalui substitusi harga (a) ke persamaan berikut

Sehingga diperoleh harga intersep (b) = -0,0005

Maka persamaan garis regresi yang diperoleh adalah:

Y = 0,0561X - 0,0005

4.1.1.2. Perhitungan koefisien korelasi

Koefisien korelasi (r) dapat ditentukan sebagai berikut:

Jadi koefisien korelasi pada penetapan kadar Cu dengan Spektrofotometri Serapan

(55)

4.1.2. Data Hasil Pengukuran Daya Serap Logam Cu

Karbon aktif yang telah diimpregnasi dengan Na2S mampu menyerap logam

Cu. Persentase daya serap dapat ditentukan dengan membandingkan konsentrasi Cu

sebelum dan sesudah penambahan karbon aktif terimpregnasi. Untuk memperoleh

kadar Cu dalam sampel maka kadar Cu yang didapat dari kurva hubungan antara

konsentrasi deret standar dengan absorbansi.harus dikoversikan terhadap faktor

pengenceran. Faktor pengenceran untuk sampel sebelum penambahan karbon aktif

adalah 20 kali sehingga konsentrasi Cu sebelum penambahan karbon aktif adalah

108,164 mg/L dan faktor pengenceran setelah penambahan karbon aktif adalah 10

kali.

Kadar Cu dapat ditentukan dengan menggunakan metode kurva kalibrasi

dengan cara mensubstitusikan nilai Y (absorbansi) yang diperoleh dari hasil

pengukuran terhadap persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi Y = 0,0561X -

0,0005 sehingga diperoleh konsentrasi Cu.

Hasil pengukuran antara daya penyerapan oleh karbon aktif tanpa impregnasi

dan karbon aktif terimpregnasi natrium sulfida 0,5%, 1%, dan 1,5% pada waktu

kontak 15 menit terhadap konsentrasi logam Cu dalam sampel diperoleh penyerapan

optimum sebesar 75,48 % dengan impregnasi selama 8 jam oleh Na2S 1,5% dapat

(56)

Tabel 4.2. Data Pengukuran Daya Serap Cu Setelah Perlakuan dengan C-Aktif 15

Label Sample Konsentrasi (mg/L) Daya Penyerapan (%)

C- Aktif 15 45,4367 ± 0,0004 57,99%

15.1 37,5045 ± 0,0004 65,33%

15.3 34,6346 ± 0,0068 67,98%

15.5 34,0285 ± 0,0014 68,54%

15.7 34,3137 ± 0,0018 68,28%

15.9 33,2086 ± 0,0004 69,30%

15.11 26,5241 ± 0,0008 75,48%

15.13 29,5009 ± 0,0008 72,73%

15.15 28,7879 ± 0,0043 73,38%

15.17 32,4955 ± 0,0003 69,96%

Hasil pengukuran antara daya penyerapan oleh karbon aktif tanpa impregnasi dan

karbon aktif terimpregnasi natrium sulfida 0,5%, 1%, dan 1,5% pada waktu kontak 30

(57)

Tabel 4.3. Data Pengukuran Daya Serap Cu Setelah Perlakuan dengan C-Aktif 30

Label Sample Konsentrasi (mg/L) Daya Penyerapan (%)

C- Aktif 30 40,5526 ± 0,0010 62,51%

30.1 36,2389 ± 0,0011 66,50%

30.3 37,3262 ± 0,0004 65,49%

30.5 35,1337 ± 0,0008 67,52%

30.7 39,0018 ± 0,0009 63,94%

30.9 25,8111 ± 0,0056 76,14%

30.11 28,0392 ± 0,0007 74,08%

30.13 27,6471 ± 0,0049 74,44%

30.15 29,3761 ± 0,0008 72,84%

30.17 31,6756 ± 0,0005 70,72%

Hasil pengukuran antara daya penyerapan logam Cu oleh karbon aktif tanpa

impregnasi dan karbon aktif terimpregnasi natrium sulfida 0,5%, 1%, dan 1,5% pada

(58)

Tabel 4.4. Data Pengukuran Daya Serap Cu Setelah Perlakuan dengan C-Aktif 45

Label Sample Konsentrasi (mg/L) Daya Penyerapan (%)

C- Aktif 45 38,7344 ± 0,0089 64,19%

45.1 35,7754 ± 0,0004 66,92%

45.3 34,9376 ± 0,0047 67,70%

30.5 29,8039 ± 0,0041 72,45%

45.7 31,5330 ± 0,0001 70,85%

45.9 29,1979 ± 0,0008 73,01%

45.11 21,0695 ± 0,0000 80,52%

45.13 27,5223 ± 0,0042 74,56%

45.15 14,9198 ± 0,0067 86,21%

45.17 31,4795 ± 0,0006 70,90%

Tabel 4.5. Data Pengukuran Daya Serap Cu Setelah Perlakuan dengan C-Aktif 60

Label Sample Konsentrasi (mg/L) Daya Penyerapan (%)

C- Aktif 60 39,4474 ± 0,0018 63,53%

60.1 38,3779 ± 0,0037 64,52%

60.3 37,7897 ± 0,0035 65,06%

60.5 37,0053 ± 0,0023 65,79%

60.7 37,1301 ± 0,0044 65,67%

60.9 34,8307 ± 0,0125 67,80%

60.11 25,6506 ± 0,0052 76,29%

60.13 33,6542 ± 0,0019 68,89%

60.15 24,9376 ± 0,0004 76,94%

(59)

4.1.2.1. Perhitungan persen penurunan konsentrasi logam Cu dan Cd dalam sampel

Penurunan kadar logam Cu dalam sampel dinyatakan dalam (%) dengan

membandingkan konsentrasi logam Cu yang teradsorpsi terhadap konsentrasi awal

seperti pada persamaan berikut ini:

%

Kadar Cu yang tersisa setelah penambahan karbon aktif tanpa impregnasi serta besar

daya penyerapan karbon aktif yang telah diimpregnasi dengan Natrium sulfida dapat

dilihat pada Tabel 4.13 s/d 4.17.

Hal yang sama juga dilakukan untuk kadar logam Cd yang tersisa setelah

penambahan karbon aktif serta besar daya penyerapan karbon aktif yang telah

diimpregnasi dengan Natrium sulfida dapat dilihat pada Tabel 4.19 s/d 4.22.

4.1.3. Penetapan Kadar Cd

4.1.3.1. Penentuan persamaan garis regresi dengan metode kurva kalibrasi

Data pengukuran absorbansi dari suatu larutan seri standar Cd dapat dilihat

pada Tabel 4.12 pada lampiran. Absorbansi dari larutan seri standar diplotkan

terhadap konsentrasi larutan standar sehingga diperoleh kurva kalibrasi berupa garis

linear seperti Gambar 4.6 pada lampiran. Persamaan garis regresi untuk kurva dapat

(60)

Tabel 4.6. Metode Least Square untuk Menentukan Nilai Slope, Intersep dan Koefisien Korelasi pada Penetapan Kadar Cd

No Xi Yi Xi X Yi Y (Xi X)2 (Yi Y)2 (Xi X)(Yi Y)

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis:

Y = aX + b

Sehingga diperoleh harga slope (a) = 0,0833

(61)

0,0263

Sehingga diperoleh harga intersep (b) = 0,0263

Maka persamaan garis regresi yang diperoleh adalah:

Y = 0,0833X + 0,0263

4.1.3.2. Perhitungan koefisien korelasi

Koefisien korelasi (r) dapat ditentukan sebagai berikut:

Jadi koefisien korelasi pada penetapan kadar Cd dengan Spektrofotometri Serapan

Atom adalah (r) = 0,9993.

Absorbansi dari larutan seri standar diplotkan terhadap konsentrasi larutan

standar sehingga diperoleh kurva kalibrasi berupa garis linear.

Gambar

Tabel 2.2. Daftar Unsur Utama dari Logam Berat dan Sumbernya di Alam
Gambar 3.1. Peralatan untuk Impregnasi Karbon Aktif
Gambar 3.2. Rangkaian Alat Shaker Bath pada Percobaan
Tabel 4.1. Metode Least Square untuk Menentukan Nilai Slope, Intersep dan                     Koefisien Korelasi pada Penetapan Kadar Cu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Banyaknya permasalahan yang dihadapi petani dalam mengembang- kan usahanya, terutama menjalankan usaha tani konservasi pada lahan kering yang

Jarak jari-jari (r) ke titik pusat tidak mempegaruhi tegangan geser yang terjadi pada baut dan besarnya tekanan yang diberikan oleh beban akan mempengaruhi tegangan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah prediksi penjualan tiket pesawat Kalstar pada Perusahaan Daerah Witeltram Kabupaten Kutai Barat dari tahun 2015

Dan beberapa definisi di atas, dapat diambil disimpulkan bahwa jual beli adalah tukar menukar harta dengan tujuan kepemilikan secara suka sama suka, menurut cara

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lembaga keluarga sangat berperanan untuk memberikan.. pengawasan tentang budaya Lampung, karena setiap orang tua pasti mengawasi

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Yusuf dengan judul “Analisis Penerapan Pembiayaan Murabahah Berdasarkan Pesanan Pesanan dan Tanpa Pesanan Serta

kemayyitan ini tidak dipisahkan antara harta suami-istrinya dengan secara ototmatis harta peninggalan tersebut berada dalam penguasaan suami atau istri yang hidupnya lebih lama,