POLA DAN PERILAKU PENYEMPROTAN PESTISIDA TERHADAP KELUHAN KESEHATAN PETANI JERUK DI DESA
BERASTEPU KECAMATAN SIMPANG EMPAT KABUPATEN KARO
TAHUN 2011
SKRIPSI
Oleh:
BEDA KRISTIAN SITEPU NIM. 091000212
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
POLA DAN PERILAKU PENYEMPROTAN PESTISIDA TERHADAP KELUHAN KESEHATAN PETANI JERUK DI DESA
BERASTEPU KECAMATAN SIMPANG EMPAT KABUPATEN KARO
TAHUN 2011
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh:
BEDA KRISTIAN SITEPU NIM. 091000212
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi Dengan Judul :
POLA DAN PERILAKU PENYEMPROTAN PESTISIDA TERHADAP KELUHAN KESEHATAN PETANI JERUK DI DESA
BERASTEPU KECAMATAN SIMPANG EMPAT KABUPATEN KARO TAHUN 2011
Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :
BEDA KRISTIAN SITEPU NIM:091000212
Telah Diuji dan Dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 30 Nopember 2011 dan Dinyatakan
Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima
Tim Penguji
Ketua Penguji Penguji I
( Ir. Indra Chahaya S,M.Si ) (dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes) NIP.19681101 199303 2 005 NIP. 19700219 199802 2 001
Penguji II Penguji III
( dr.Taufik Ashar, MKM ) ( Ir. Evi Naria, M.Kes ) NIP.19780331 200312 1 001 NIP.19680320 199303 2 001
Medan, Desember 2011 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Dekan,
ABSTRAK
Pengelolaan pestisida adalah kegiatan yang meliputi pembelian, pengangkutan, penyimpanan, pengenceran, penggunaan dan pembuangan pestisida di Desa Berastepu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo Tahun 2011.
Penelitian ini adalah survei bersifat deskriptif, data diperoleh dengan cara wawancara dan observasi terhadap masyarakat pengguna pestisida (petani jeruk) di Desa Berastepu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo. Jumlah populasi petani jeruk sebanyak 100 KK dengan sampel 50 petani jeruk yang diambil secara acak sederhana, data yang digunakan adalah data primer dengan alat bantu kuesioner dan data sekunder.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pola dan perilaku penyemprotan pestisida terhadap keluhan kesehatan petani jeruk di Desa Berastepu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo Tahun 2011.
Hasil penelitian menunjukkan mulai dari karakteristik responden yang paling banyak adalah berumur antara 31-39 tahun (38%), jam kerja dalam aplikasi pestisida antara 2-3 jam/hari (82%), lama bekerja dalam hal aplikasi pestisida antara 5-10 tahun (50%), tingkat pendidikan SLTA (46%). Perilaku tentang pengelolaan yaitu pengetahuan sedang (94%), sikap sedang (74%), tindakan sedang (80%). Keluhan kesehatan yang dialami responden paling banyak pada mata (32%) dan frekuensi penyemprotan yang dilakukan responden paling banyak 10 hari sekali (42%).
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah petani jeruk pengguna pestisida di Desa Berastepu mempunyai pengetahuan sedang, sikap sedang dan juga tindakan sedang dalam hal pengelolaan pestisida serta frekuensi penyemprotan secara umum baik.
Disarankan kepada petani jeruk di Desa Berastepu harus memperhatikan dan menyikapi pengelolaan pestisida yang baik dan benar terutama petani jeruk yang masih dalam kategori buruk.
ABSTRACT
Pesticide management is in activity including the purchase, transportation, storage, dilution, use and disposal of pesticide in Berastepu village, Simpang Empat sub-district, Karo district in 2011.
This study was a descriptive survey. The data was taken from the interview and observation on the community of pesticide users ( orange fruit farmers) in Berastepu village, Simpang Empat sub-district, Karo regency. The population of orange fruit farmers were 100 families and the sample was taken for 50 orange fruit farmers with simple random sampling. The data used was primary data by distributing the questionnaire and the secondary data.
The objective of this research was to know the pattern and behavior of orange fruit farmers’s pesticide spraying and its impact on the society health in Berastepu village, Simpang Empat sub-district, Karo district in 2011.
The results of the research showed that mostly the characteristics of the respondents were aged between 31-39 years old (38%), working hours in the application of pesticide was between 2-3 hours/day (82%), duration of working in the application of pesticide was between 5-10 years (50%), education level with senior high school (46%). The behavior in the management was with moderate knowledge (94%), moderate attitude (74%), moderate practice (80%). Mostly the complaint were related to eyes health (32%), and mostly the frequency of spraying were once in 10 days ( 42%).
The conclusion from the research can be taken, that is orange fruit farmers had moderate knowledge, moderate attitude, and moderate practice in the management of pesticide and the frequency of spraying was generally good.
It is recommended for orange fruit farmers in Berastepu village to pay attention and to have correct pesticide management, especially for those orange fruit farmers in bad category.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Beda Kristian Sitepu.
Tempat/Tanggal Lahir : Berastepu/20 Desember 1979.
Agama : Kristen Protestan.
Status Perkawinan : Belum Menikah.
Alamat Rumah : Desa Berastepu Kecamatan Simpang
Empat Kabupaten Karo
RIWAYAT PENDIDIKAN
1. SD Negeri No 040475 Tigaserangkai : Tahun 1986-1992.
2. SLTP Negeri I Simpang Empat : Tahun 1992-1995.
3. SPK Herna Medan : Tahun 1995-1998.
4. DIII Keperawatan Imelda Medan : Tahun 1998-2001.
5. Fakultas Kesehatan Masyarakat USU : Tahun 2009-Sekarang.
RIWAYAT PEKERJAAN
1. Bekerja Di Klinik Spesialis Penyakit Dalam Mandala : Tahun 2005-2010.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul : “ Pola Dan Perilaku Penyemprotan Pestisida Terhadap Keluhan Kesehatan Petani Jeruk Di Desa Berastepu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo Tahun 2011 “, guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan
bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada :
1. Dr.Drs.,Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
2. Ir. Evi Naria,M.Kes, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Ir. Indra Chahaya,M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi I dan dr. Devi N Santi,M.Kes, selaku dosen pembimbing skripsi II yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan bimbingan, petunjuk dan saran kepada
penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
4. Dra. Jumirah, Apt, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing Akademis yang selalu
memberikan petunjuk bagi penulis selama mengikuti pendidikan di Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara maupun di dalam penyusunan
5. Kepala Puskesmas Simpang Empat dan Kepala Desa Berastepu yang telah
membantu penulis di dalam penelitian ini.
6. Khusus buat kedua orangtua yang saya sayangi N Sitepu dan S Br. Sembiring
serta adik tercinta Maya Sari Sitepu dan Dianta Evarani Sitepu yang telah mendukung penulis dalam doa.
7. Seluruh dosen dan staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara, khususnya dosen dan staf di Departemen Kesehatan Lingkungan.
8. Teman-teman satu angkatan Ekstensi FKM USU 2009 teristimewa kepada
Hariyanti, Juni, Lely, Nelly, Dulimar, dan seluruh rekan-rekan mahasiswa serta
semua pihak yang tidak disebutkan namanya satu-persatu terima kasih atas
kebersamaan, doa dan motivasi selama ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa membalas semua kebaikan kepada pihak
yang telah membantu penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari
sempurna, untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi penyempurnaan
skripsi ini.
Akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Medan, September 2011
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 3
1.3. Tujuan Penelitian ... 3
1.3.1. Tujuan Umum ... 3
1.3.2. Tujuan Khusus ... 3
1.4. Manfaat Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 5
2.1. Pestisida ... 5
2.1.1. Pengertian Pestisida ... 5
2.1.2. Penggolongan Pestisida ... 6
2.1.4. Karakteristik Pestisida ... 13
2.1.5. Perjalanan Pestisida Setelah Penyemprotan ... 14
2.1.6. Efektivitas Pemakaian Pestisida ... 16
2.1.7. Jenis Alat Semprot ... 18
2.1.8. Pengamanan Penggunaan Pestisida ... 19
2.1.9. Dampak Penggunaan Pestisida ... 26
2.2. Penggunaan Selektif Pestisida ... 34
2.3. Perilaku ... 36
2.3.1. Pengetahuan (Knowledge) ... 37
2.3.2. Sikap (attitude) ... 38
2.3.3. Tindakan atau praktek (practice) ... 40
2.4. Gambaran Umum Tentang Jeruk ... 40
2.5. Manfaat Jeruk Bagi Kesehatan ... 45
2.6. Kerangka Konsep ... 47
BAB III METODE PENELITIAN ... 48
3.1. Jenis Penelitian ... 48
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 48
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 48
3.3.1. Sampel penelitian ... 48
3.4. Metode Pengambilan Data ... 49
3.4.1. Data Primer ... 49
3.4.2. Data Sekunder ... 49
3.5. Defenisi Operasional ... 50
3.6. Aspek Pengukuran ... 51
3.6.1. Pengukuran Pengetahuan ... 51
3.6.2. Pengukuran Sikap ... 51
3.6.3. Pengukuran Tindakan... 52
3.7. Pengolahan Data ... 52
3.8. Analisa Data ... 53
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 54
4.1. Gambaran UmumDaerah Penelitian ... 54
4.1.1. Data Demografi ... 54
4.1.2. Data Pelayanan Kesehatan ... 55
4.1.3. Data Penyuluhan Pertanian ... 56
4.2. Data Karakteristik Responden ... 57
4.2.1. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 57
4.2.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur ... 57
4.2.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lamanya -
bekerja ... 59
4.2.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 59
4.3. Data Tentang Jarak/Frekuensi Penyemprotan ... 60
4.4. Data Prilaku Responden ... 61
4.4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan ... 61
4.4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap ... 63
4.4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan ... 66
4.5. Data Keluhan kesehatan Responden ... 68
4.6. Data Penggunaan Pestisida Sesuai Golongan ... 69
BAB V PEMBAHASAN ... 75
5.1. Karakteristik Responden ... 75
5.2. Perilaku ... 76
5.2.1. Pengetahuan ... 76
5.2.2. Sikap ... 78
5.2.3. Tindakan ... 80
5.3. Waktu Penyemprotan Terakhir ... 82
5.4. Golongan Pestisida yang Dipakai ... 83
5.4.1. Golongan Piretroid ... 83
5.4.3. Golongan Piretroid-Organofosfat (campuran antara keduanya) 84
5.5. Keluhan Kesehatan ... 85
5.5.1. Sistem nafas ... 85
5.5.2. Saluran cerna ... 86
5.5.3. Kulit ... 87
5.5.4. Mata ... 87
5.6. Penanganan Keluhan Kesehatan ... 88
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 90
6.1. Kesimpulan ... 90
6.2. Saran ... 91
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama di Desa Berastepu
Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo Tahun 2011…. 55 TAbel 4.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa di Desa
Berastepu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo
Tahun 2011……….. 55
Tabel 4.3 Distribusi 10 Penyakit Terbesar Di Puskesmas Kecamatan
Simpang Empat Kabupaten Karo Tahun 2011……….. 56 Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis kelamin di Desa
Berastepu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo
Tahun 2011……….. 57
Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Desa Berastepu
Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo Tahun 2011…. 58 Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Jam Kerja di
Desa Berastepu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten
Karo Tahun 2011……… 58
Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Lamanya Bekerja di Desa Berastepu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo
Tahun 2011……….. 59
Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Berastepu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten
Karo Tahun 2011……… 60
Tabel 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Waktu Penyemprotan Terakhir Sebelum Jeruk Dipanen di Desa Berastepu
Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo Tahun 2011…. 60 Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang
Tabel 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan Tentang Pengelolaan Pestisida di Desa Berastepu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo Tahun
2011……….. 63
Tabel 4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Tentang
Pengelolaan Pestisida di Desa Berastepu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo Tahun 2011……….. 65 Tabel 4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap Tentang
Pengelolaan Pestisida di Desa Berastepu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo Tahun 2011……….. 66
Tabel 4.14 Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Tentang
Pengelolaan Pestisida di Desa Berastepu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo Tahun 2011……… 67 Tabel 4.15 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Tindakan
Tentang Pengelolaan Pestisida di Desa Berastepu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo Tahun
2011……… 68
Tabel 4.16 Distribusi Responden Berdasarkan Keluhan Kesehatan di Desa Berastepu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten
Karo Tahun 2011……… 69
Tabel 4.17 Distribusi Responden Berdasarkan Golongan Pestisida Yang Dipakai di Desa Berastepu Kecamatan Simpang Empat
Kabupaten Karo Tahun 2011……… 69 Tabel 4.18 Tabulasi Silang Antara Tingkat Pengetahuan dengan
Keluhan Kesehatan Responden di Desa Berastepu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo Tahun 2011……….. 70 Tabel 4.19 Tabulasi Silang Antara Sikap dengan Keluhan Kesehatan
Responden di Desa Berastepu Kecamatan Simpang Empat
Tabel 4.20 Tabulasi Silang Antara Tindakan dengan Keluhan Kesehatan Responden di Desa Berastepu Kecamatan Simpang Empat
Kabupaten Karo Tahun 2011……….. 71 Tabel 4.21 Tabulasi Silang AntaraFrekuensi Penyemprotan dengan
Keluhan Kesehatan Responden di Desa Berastepu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo Tahun 2011……….. 72 Tabel 4.22 Tabulasi Silang Antara Lama Kerja dengan Keluhan
ABSTRAK
Pengelolaan pestisida adalah kegiatan yang meliputi pembelian, pengangkutan, penyimpanan, pengenceran, penggunaan dan pembuangan pestisida di Desa Berastepu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo Tahun 2011.
Penelitian ini adalah survei bersifat deskriptif, data diperoleh dengan cara wawancara dan observasi terhadap masyarakat pengguna pestisida (petani jeruk) di Desa Berastepu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo. Jumlah populasi petani jeruk sebanyak 100 KK dengan sampel 50 petani jeruk yang diambil secara acak sederhana, data yang digunakan adalah data primer dengan alat bantu kuesioner dan data sekunder.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pola dan perilaku penyemprotan pestisida terhadap keluhan kesehatan petani jeruk di Desa Berastepu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo Tahun 2011.
Hasil penelitian menunjukkan mulai dari karakteristik responden yang paling banyak adalah berumur antara 31-39 tahun (38%), jam kerja dalam aplikasi pestisida antara 2-3 jam/hari (82%), lama bekerja dalam hal aplikasi pestisida antara 5-10 tahun (50%), tingkat pendidikan SLTA (46%). Perilaku tentang pengelolaan yaitu pengetahuan sedang (94%), sikap sedang (74%), tindakan sedang (80%). Keluhan kesehatan yang dialami responden paling banyak pada mata (32%) dan frekuensi penyemprotan yang dilakukan responden paling banyak 10 hari sekali (42%).
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah petani jeruk pengguna pestisida di Desa Berastepu mempunyai pengetahuan sedang, sikap sedang dan juga tindakan sedang dalam hal pengelolaan pestisida serta frekuensi penyemprotan secara umum baik.
Disarankan kepada petani jeruk di Desa Berastepu harus memperhatikan dan menyikapi pengelolaan pestisida yang baik dan benar terutama petani jeruk yang masih dalam kategori buruk.
ABSTRACT
Pesticide management is in activity including the purchase, transportation, storage, dilution, use and disposal of pesticide in Berastepu village, Simpang Empat sub-district, Karo district in 2011.
This study was a descriptive survey. The data was taken from the interview and observation on the community of pesticide users ( orange fruit farmers) in Berastepu village, Simpang Empat sub-district, Karo regency. The population of orange fruit farmers were 100 families and the sample was taken for 50 orange fruit farmers with simple random sampling. The data used was primary data by distributing the questionnaire and the secondary data.
The objective of this research was to know the pattern and behavior of orange fruit farmers’s pesticide spraying and its impact on the society health in Berastepu village, Simpang Empat sub-district, Karo district in 2011.
The results of the research showed that mostly the characteristics of the respondents were aged between 31-39 years old (38%), working hours in the application of pesticide was between 2-3 hours/day (82%), duration of working in the application of pesticide was between 5-10 years (50%), education level with senior high school (46%). The behavior in the management was with moderate knowledge (94%), moderate attitude (74%), moderate practice (80%). Mostly the complaint were related to eyes health (32%), and mostly the frequency of spraying were once in 10 days ( 42%).
The conclusion from the research can be taken, that is orange fruit farmers had moderate knowledge, moderate attitude, and moderate practice in the management of pesticide and the frequency of spraying was generally good.
It is recommended for orange fruit farmers in Berastepu village to pay attention and to have correct pesticide management, especially for those orange fruit farmers in bad category.
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang
Pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun
membutuhkan kebutuhan pangan yang semakin besar. Dalam rangka mencukupi
kebutuhan pangan tersebut, Indonesia mencanangkan beberapa program di bidang
pertanian. Salah satunya adalah program intensifikasi tanaman pangan. Dari program
ini diharapkan produksi pangan meningkat dari luasan lahan yang sudah ada.
Program ini tentu ditunjang dengan perbaikan teknologi pertanian. Penggunaan
varietas tahan, perbaikan teknik budidaya yang meliputi pengairan , pemupukan, dan
pengendalian hama penyakit terus diaktifkan (Wudianto,2010)
Pencapaian produksi pertanian tidak terlepas dari gangguan sistem produksi di
lapangan. Berbagai serangan organisme pengganggu tanaman sering mengakibatkan
kerugian atau penurunan hasil yang cukup besar apalagi di tingkat petani secara
individual. Dengan pengelolaan perlindungan tanaman yang diharapkan gangguan-
gangguan tersebut dapat dihilangkan atau di minimalisasi,sehingga target produksi
tidak terganggu.
Banyak permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan perlindungan
tanaman pertanian, antara lain banyaknya komoditas pertanian yang masing-masing
disertai organisme pengganggu tanaman yang beragam pula. Sementara teknologi
yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya komoditi, pengelolaan dan identifikasi
jenis organisme pengganggu tanaman tersebut sangat terbatas. Selain permasalahan
kemampuan sumber daya manusia yang menangani perlindungan tanaman juga
sangat terbatas, pemahaman petani dan masyarakat terhadap perlindungan tanaman
bahwa perlindungan tanaman adalah persoalan yang rumit dan pengendalian
organisme pengganggu tanaman di pahami secara sederhana yaitu dengan pestisida.
Pengaruh penggunaan pestisida yang benar akan sangat cepat terlihat pada
penurunan populasi organisme pengganggu tanaman. Manfaat pestisida yang sangat
cepat dirasakan membuat petani menggantungkan harapan terlalu besar terhadap
pestisida. Bagi petani hasil panen sangat ditentukan oleh pestisida dan menjadikan
pestisida sebagai satu-satunya andalan dalam mengendalikan organisme pengganggu
tanaman. Sementara itu pengendalian hama dengan cara lain belum mereka kuasai.
Pestisida yang harganya bisa dibilang sangat mahal tetap mereka usahakan untuk
membeli. Kondisi ini semakin diperparah dengan ketidakpedulian mereka tentang
bahaya pestisida yang bisa meracuni petani, keluarga, serta lingkungannya
(Wudianto, 2010).
Karena keterbatasan pengetahuan, sikap dan tindakan yang kurang baik dalam
pengelolaan pestisida menyebabkan terpajannya pekerja pertanian terutama yang
berkecimpung dalam formulasi dan penggunaan (aplikasi) pestisida.
Berdasarkan survei awal yang dilakukan penulis di Puskesmas Simpang
Empat, penulis juga memperolah data 3 penyakit yang berhubungan dengan pestisida
di kecamatan tersebut yaitu : Infeksi akut pada saluran pernafasan bagian atas
(2196 kasus ), Diare (996 kasus ), Penyakit kulit termasuk alergi (660 kasus). Selain
itu penulis juga masih banyak menjumpai petani penyemprot yang tidak
pestisida bahkan ada yang sampai tiga jenis pestisida. Untuk itu perlu dilakukan
penelitian untuk mengetahui pola penyemprotan pestisida dan perilaku petani jeruk
dalam hal peggunaan pestisida di Desa Berastepu karena pada umumnya
pengaplikasian pestisida di Desa Berastepu dilakukan 10 hari sekali, tetapi menurut
petani jeruk masih ditemukan buah jeruk yang berguguran yang disebabkan oleh
organisme pengganggu tanaman (hama).
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini
adalah : Perilaku petani jeruk yang masih kurang baik dari segi pengetahuan, sikap
dan tindakan disertai dengan pola penyemprotan yang belum sesuai dengan peraturan
yang sebenarnya dan tentunya akan berdampak pada status kesehatan petani jeruk itu
sendiri. Peneliti ingin mengetahui bagaimana pola dan perilaku penyemprotan
pestisida dan sejauh mana dampak pestisida tersebut terhadap status kesehatan petani
jeruk di Desa Berastepu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo tahun 2011.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1.Tujuan Umum
Untuk mengetahui pola dan perilaku penyemprotan pestisida terhadap
keluhan kesehatan petani jeruk di Desa Berastepu Kecamatan Simpang Empat
Kabupaten Karo tahun 2011.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui frekuensi penyemprotan pestisida pada buah jeruk.
2. Untuk mengetahui jenis pestisida yang digunakan oleh petani jeruk.
4. Untuk mengetahui pengetahuan petani jeruk dalam penggunaan pestisida.
5. Untuk mengetahui sikap petani jeruk dalam penggunaan pestisida.
6. Untuk mengetahui tindakan petani jeruk dalam penggunaan pestisida.
7. Untuk mengetahui keluhan-keluhan kesehatan yang dialami oleh petani jeruk
setelah menggunakan pestisida.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan dan Dinas Pertanian di
Kabupaten Karo dalam upaya pencegahan, pengurangan dan penanggulangan
pencemaran pestisida khususnya pada petani jeruk di Desa Berastepu
Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo.
2. Sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran bagi para petani pangguna
pestisida.
3. Sebagai bahan masukan bagi penelitian pencemaran pestisida dalam kaitannya
dengan kesehatan.
4. Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman penulis dalam melakukan
kegiatan penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pestisida
2.1.1.Pengertian Pestisida
Pestisida adalah substansi (zat) kimia yang digunakan untuk membunuh
atau mengendalikan berbagai hama. Berdasarkan asal katanya pestisida berasal
dari bahasa inggris yaitu pest berarti hama dan cida berarti pembunuh. Yang
dimaksud hama bagi petani sangat luas yaitu : tungau, tumbuhan pengganggu,
penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus,
nematoda (cacing yang merusak akar), siput, tikus, burung dan hewan lain
yang dianggap merugikan. Menurut peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973
(yang dikutip oleh Djojosumarto, 2008) pestisida adalah semua zat kimia atau
bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk :
1) Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang
merusak tanaman atau hasil-hasil pertanian.
2) Memberantas rerumputan.
3) Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian
tanaman, tidak termasuk pupuk.
4) Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan
peliharaan dan ternak.
5) Memberantas dan mencegah hama-hama air.
6) Memberikan atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam
mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada
manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada
tanaman, tanah dan air.
Pestisida yang digunakan di bidang pertanian secara spesifik sering
disebut produk perlindungan tanaman (crop protection products) untuk
membedakannya dari produk-produk yang digunakan dibidang lain.
(Djojosumarto, 2008).
Pengelolaan pestisida adalah kegiatan meliputi pembuatan,
pengangkutan, penyimpanan, peragaan, penggunaan dan pembuangan /
pemusnahan pestisida.
Selain efektifitasnya yang tinggi, pestisida banyak menimbulkan efek
negatif yang merugikan. Dalam pengendalian pestisida sebaiknya pengguna
mengetahui sifat kimia dan sifat fisik pestisida, biologi dan ekologi organisme
pengganggu tanaman. (Wudianto R, 2010).
2.1.2.Penggolongan Pestisida
A. Penggolongan pestisida berdasarkan sasaran (Wudianto R, 2010) yaitu :
1. Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia yang bisa
mematikan semua jenis serangga.
2. Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan
bisa digunakan untuk memberantas dan mencegah fungsi/cendawan.
3. Bakterisida. Disebut bakterisida karena senyawa ini mengandung bahan
aktif beracun yang bisa membunuh bakteri.
5. Akarisida atau mitisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia
yang digunakan untuk membunuh tungau, caplak dan laba-laba.
6. Rodenstisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun
yang digunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat,
misalnya tikus.
7. Moluskisida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu : siput,
bekicot serta tripisan yang banyak dijumpai di tambak.
8. Herbisida adalah senyawa kimia beracun yang dimanfaatkan untuk
membunuh tumbuhan pengganggu yang disebut gulma.
9. Pestisida lain seperti Pisisida, Algisida, Advisida dan lain-lain.
10.Pestisida berperan ganda yaitu pestisida yang berperan untuk membasmi
2 atau 3 golongan organisme pengganggu tanaman.
B. Berdasarkan Sifat dan Cara Kerja Racun Pestisida (Djojosumarto, 2008)
1. Racun Kontak
Pestisida jenis ini bekerja dengan masuk ke dalam tubuh serangga
sasaran lewat kulit (kutikula) dan di transportasikan ke bagian tubuh
serangga tempat pestisida aktif bekerja.
2. Racun Pernafasan (Fumigan)
Pestisida jenis ini dapat membunuh serangga dengan bekerja lewat
sistem pernapasan.
3. Racun Lambung
Jenis pestisida yang membunuh serangga sasaran jika termakan serta
4. Racun Sistemik
Cara kerja seperti ini dapat memiliki oleh insektisida, fungisida dan
herbisida. Racun sistemik setelah disemprotkan atau ditebarkan pada
bagian tanaman akan terserap ke dalam jaringan tanaman melalui akar
atau daun, sehingga dapat membunuh hama yang berada di dalam
jaringan tanaman seperti jamur dan bakteri. Pada insektisida sistemik,
serangga akan mati setelah memakan atau menghisap cairan tanaman
yang telah disemprot.
5. Racun Metabolisme
Pestisida ini membunuh serangga dengan mengintervensi proses
metabolismenya.
6. Racun Protoplasma
Ini akan mengganggu fungsi sel karena protoplasma sel menjadi rusak.
C. Berdasarkan Bentuk Formulasi Pestisida
Formulasi pestisida yang dipasarkan terdiri atas bahan pokok yang
disebut bahan aktif (active ingredient) yang merupakan bahan utama pembunuh
organisme pengganggu dan bahan ramuan (inert ingredient), (Wudianto R,
2010). Beberapa jenis formulasi pestisida sebagai berikut :
1. Tepung Hembus, debu (dust = D)
Bentuknya tepung kering yang hanya terdiri atas bahan aktif, misalnya
belerang atau dicampur dengan pelarut aktif, kandungan bahan aktifnya
rendah sekitar 2-10%. Dalam penggunaannya pestisida ini harus
2. Butiran (granula = G)
Pestisida ini berbentuk butiran padat yang merupakan campuran bahan aktif
berbentuk cair dengan butiran yang mudah menyerap, bagian luarnya
ditutup dengan suatu lapisan.
3. Tepung yang dapat disuspensikan dalam air (wettable powder = WP)
Pestisida berbentuk tepung kering agak pekat ini belum bisa secara
langsung digunakan untuk memberantas jasad sasaran, harus terlebih
dahulu dibasahi air. Hasil campurannya dengan air disebut suspensi.
Pestisida jenis ini tidak larut dalam air, melainkan hanya tercampur saja.
Oleh karena itu, sewaktu disemprotkan harus sering diaduk atau tangki
penyemprotnya digoyang-goyang.
4. Tepung yang larut dalam air (water-sofable powder = SP)
Pestisida berbentuk SP ini sepintas mirip WP. Penggunaanya pun
ditambahkan air. Perbedaannya terletak pada kelarutannya. Bila WP tidak
bisa terlarut dalam air, SP bisa larut dalam air. Larutan ini jarang sekali
mengendap, maka dalam penggunaannya dengan penyemprotan,
pengadukan hanya dilakukan sekali pada waktu pencampuran.
5. Suspensi (flowable concentrate = F)
Formulasi ini merupakan campuran bahan aktif yang ditambah pelarut
serbuk yang dicampur dengan sejumlah kecil air. Hasilnya adalah seperti
pasta yang disebut campuran basah. Campuran ini dapat tercampur air
dengan baik dan mempunyai sifat yang serupa dengan formulasi WP yang
6. Cairan (emulsifiable concentrare = EC)
Bentuk pestisida ini adalah cairan pekat yang terdiri dari campuran bahan
aktif dengan perantara emulsi (emulsifiet). Dalam penggunaanya, biasanya
dicampur dengan bahan pelarut berupa air. Hasil pengencerannya atau
cairan semprotnya disebut emulsi.
7. Solution (S)
Solution merupakan formulasi yang dibuat dengan melarutkan pestisida ke
dalam pelarut organik dan dapat digunakan dalam pengendalian jasad
pengganggu secara langsung tanpa perlu dicampur dengan bahan lain.
Formulasi ini hampir tidak ditemui.
Merek dagang pestisida biasanya selalu diikuti dengan singkatan
formulasinya dan angka yang menunjukkan besarnya kandungan bahan aktif.
D. Berdasarkan Bahan Aktifnya
Penggunaan pestisida yang paling banyak dan luas berkisar pada satu
diantara empat kelompok besar berikut (Kusnoputranto, 1996) :
1. Organoklorin (Chlorinated hydrocarbon)
Organoklorin merupakan racun terhadap susunan saraf (neuro toxins) yang
merangsang sistem saraf baik pada serangga maupun mamalia,
menyebabkan tremor dan kejang-kejang.
2. Organofosfat (Organo phosphates – Ops)
Ops umumnya adalah racun pembasmi serangga yang paling toksik secara
akut terhadap binatang bertulang belakang seperti ikan, burung, kadal
kelumpuhan. Organofosfat dapat menghambat aktifitas dari cholinesterase,
suatu enzim yang mempunyai peranan penting pada transmisi dari signal
saraf.
3. Karbamat (carbamat)
Sama dengan organofosfat, pestisida jenis karbamat menghambat
enzim-enzim tertentu, terutama cholinesterase dan mungkin dapat memperkuat
efek toksik dari efek bahan racun lain. Karbamat pada dasarnya mengalami
proses penguraian yang sama pada tanaman, serangga dan mamalia. Pada
mamalia karbamat dengan cepat diekskresikan dan tidak terbio konsentrasi
namun bio konsentrasi terjadi pada ikan.
4. Piretroid
Salah satu insektisida tertua di dunia, merupakan campuran dari beberapa
ester yang disebut pyretrin yang diektraksi dari bunga dari genus
Chrysantemum. Jenis pyretroid yang relatif stabil terhadap sinar matahari
adalah : deltametrin, permetrin, fenvlerate. Sedangkan yang tidak stabil
terhadap sinar matahari dan sangat beracun bagi serangga adalah : difetrin,
sipermetrin, fluvalinate, siflutrin, fenpropatrin, tralometrin, sihalometrin,
flusitrinate. Piretrum mempunyai toksisitas rendah pada manusia tetapi
menimbulkan alergi pada orang yang peka, dan mempunyai keunggulan
diantaranya: diaplikasikan dengan takaran yang relatif sedikit, spekrum
pengendaliannya luas, tidak persisten, dan memiliki efek melumpuhkan
5. Kelompok lain
Berhubungan dengan tumbuh-tumbuhan, terdiri dari berbagai urutan
senyawa yang diproduksi secara alami oleh tumbuh-tumbuhan. Produk
tumbuhan yang secara alami merupakan pestisida yang sangat efektif dan
beberapa (seperti nikotin, rotenon ekstrak pyrenthrum, kamper dan
terpentium) sudah dipergunakan oleh manusia untuk tujuan ini sejak
beberapa ratus tahun yang lalu.
2.1.3.Jarak/Frekuensi Penyemprotan Pestisida Sesuai Golongan
1. Golongan Organofosfat
Berdasarkan masa degradasinya dalam lingkungan yaitu sekitar 2 minggu
maka frekuensi/jarak penyemprotan golongan ini adalah 2 minggu sekali.
2. Golongan Karbamat
Golongan ini hampir sama dengan organofosfat, dimana golongan ini juga
tidak persisten, mulai banyak dipasaran. Masa degradasi di lingkungan
hampir sama dengan organofosfat yaitu sekitar 12-14 hari, oleh karena itu
maka frekuensi penyemprotannya berkisar 12-14 hari.
3. Golongan Piretroid
Dibandingkan dua golongan diatas, golongan Piretroid yang paling baru.
Golongan Piretroid memiliki beberapa keunggulan, diantaranya
diaplikasikan dengan takaran relatif sedikit, spektrum pengendaliannya
luas, tidak persisten, dan memiliki efek melumpuhkan (knock down effect)
berkisar antara 10-12 hari, jadi jarak/frekuensi penyemprotan juga berkisar
10-12 hari. ( Djojosumarto,2008).
2.1.4.Karakteristik Pestisida
Dalam menentukan pestisida yang tepat, perlu diketahui karakterisitk
pestisida yang meliputi efektivitas, selektivitas, fitotoksitas, residu, resistensi,
LD 50, dan kompabilitas (Djojosumarto, 2008)
1. Efektivitas
Merupakan daya bunuh pestisida terhadap organisme pengganggu.
Pestisida yang baik seharusnya memiliki daya bunuh yang cukup untuk
mengendalikan organisme pengganggu dengan dosis yang tidak terlalu tinggi,
sehingga memperkecil dampak buruknya terhadap lingkungan.
2. Selektivitas
Selektivitas sering disebut dengan istilah spektrum pengendalian,
merupakan kemampuan pestisida untuk membunuh beberapa jenis organisme.
Pestisida yang disarankan didalam pengendalian hama terpadu adalah pestisida
yang berspektrum sempit.
3. Fitotoksitas
Fitotoksitas merupakan suatu sifat yang menunjukkan potensi pestisida
untuk menimbulkan efek keracunan bagi tanaman yang ditandai dengan
pertumbuhan yang abnormal setelah aplikasi pestisida.
4. Residu
Residu adalah racun yang tinggal pada tanaman setelah penyemprotan
lama pada tanaman akan berbahaya bagi kesehatan manusia tetapi residu yang
cepat hilang efektivitas pestisida tersebut akan menurun.
5. Persistensi
Persistensi adalah kemampuan pestisida bertahan dalam bentuk racun di
dalam tanah. Pestisida yang mempunyai persistensi tinggi akan sangat
berbahaya karena dapat meracuni lingkungan.
6. Resistensi
Resistensi merupakan kekebalan organisme pengganggu terhadap
aplikasi suatu jenis pestisida. Jenis pestisida yang mudah menyebabkan
resistensi organisme pengganggu sebaiknya tidak digunakan.
7. LD 50 atau Lethal Dosage 50%
Berarti besarnya dosis yang mematikan 50% dari jumlah hewan
percobaan.
8. Kompatabilitas
Kompatabilitas adalah kesesuaian suatu jenis pestisida untuk dicampur
dengan pestisida lain tanpa menimbulkan dampak negatif. Informasi tentang
jenis pestisida yang dapat dicampur dengan pestisida tertentu biasanya terdapat
pada label di kemasan pestisida.
2.1.5.Perjalanan Pestisida Setelah Penyemprotan
Penyemprotan merupakan metode aplikasi pestisida yang paling banyak
digunakan. Dalam penyemprotan larutan pestisida dipecah oleh nozzle (cera,
spuyer) menjadi butiran semprot yang selanjutnya didistribusikan ke bidang
Setelah disemprotkan kemungkinan pertama yang akan terjadi adalah
angin akan meniup embun hasil penyemprotan pestisida, sehingga
menyebabkan perpindahan pestisida ke daerah yang tidak di harapkan.
Walaupun butiran pestisida sampai ke daerah sasaran, sebenarnya tidak lagi
merata. Untuk menghindarinya, sebaiknya penyemprotan pestisida dilakukan
pada saat kecepatan angin di bawah 4 MPH (Meter Per Hour) dan tekanan
tangki semprot yang berlebihan harus dihindarkan. Kemungkinan lain yang
terjadi pada pestisida setelah disemprotkan sebagai berikut (Wudianto R, 2010)
1. Run off atau aliran permukaan. Sebagian dari butiran semprot yang
membasahi daun akan mengalir dan menetes jatuh ke tanah, mungkin
karena penyemprotan terlalu lama di satu tempat atau butiran semprot yang
terlalu besar.
2. Penguapan, yaitu perubahan bentuk pestisida setelah disemprotkan dari
bentuk cair menjadi gas dan hilang di atmosfer
3. Fotodekomposisi, penguraian pestisida menjadi bentuk yang tidak aktif
karena pengaruh cahaya
4. Penyerapan oleh partikel tanah. Hal ini menyebabkan tertimbunnya
pestisida di dalam tanah dan menyebabkan pencemaran tanah.
5. Pencucian pestisida oleh hujan dan terbawa kelapisan tanah bagian bawah
dan akhirnya mencemari sumber air tanah dan air sungai.
6. Reaksi kimia, yaitu perubahan molekul pestisida menjadi bentuk yang tidak
7. Perombakan oleh mikro-organisme tanah. Bahan pembentuk pestisida
setelah disemprotkan akan menjadi bagian dari tubuh mikro-organisme.
2.1.6. Efektivitas Pemakaian Pestisida
Efektivitas pemakaian pestisdia ditentukan oleh :
2.1.6.1.Pemilihan Jenis Pestisida Yang Tepat
Pemilihan jenis pestisida yang paling cocok dan efektif digunakan
sangat tergantung dari hal-hal berikut (Sudarmo) :
1. Jenis organisme pengganggu yang sedang berjangkit. Jenis dan cara
organisme pengganggu merusak tanaman sangat menentukan jenis
formulasi dan cara kerja pestisida yang dipilih. Pada label kemasan
pestisida biasanya tercantum jenis organisme pengganggu yang dapat
dikendalikan pestisida tersebut.
2. Jenis tanaman yang terserang. Dalam kemasan pestisida, produsen pestisida
mencantumkan jenis tanaman yang dapat disemprot dengan pestisida
tersebut.
3. Harga komperatif. Harga komperatif adalah perbandingan harga dari
alternatif pestisida yang ada dan anggaran yang tersedia.
4. Karakter-karakter tertentu yang mendukung pengendalian hama terpadu.
Pestisida dengan spektrum sempit, LD 50 yang tinggi dan persistensi
rendah, sangat disaranakan dalam pelaksanaan program pengendalian hama
terpadu.
5. Pencegahan kekebalan. Untuk mencegah terjadinya kekebalan organisme
bahan aktif dalam jangka waktu panjang. Sebaiknya dilakukan pergantian
atau rotasi jenis bahan aktif pestisida yang berbeda setiap kurun waktu
tertentu.
2.1.6.2.Dosis, Konsentrasi, dan Volume Semprot yang Tepat
Dosis konsentrasi dan volume semprot adalah beberapa istilah dalam
aplikasi pestisida yang harus diketahui, sangat disarankan untuk menggunakan
konsentrasi dan dosisi terkecil lebih dahulu (Wudianto R, 2010)
2.1.6.3.Cara dan Waktu Aplikasi yang Tepat
Cara pengendalian organisme pengganggu untuk setiap jenis pestisida
(fungisida, insektisida dan herbisida) sangat bervariasi begitu juga dengan
formulasinya.
Oleh sebab itu sebelum menggunakan pestisida, harus dipilih jenis dan
merek dagang pestisida yang sesuai dengan hama dan penyakit tanaman,
formulasi yang sesuai dengan peralatan yang tersedia dan bagaimana
menggunakan pestisida secara efektif dan efisien (Wudianto R, 2010).
Waktu aplikasi adalah pilihan rentang waktu yang tepat untuk
mengaplikasikan pestisida. Pestisida paling tepat jika diaplikasikan pada saat
organisme pengganggu tanaman berada pada stadium paling peka terhadap
pestisida. Aplikasi pada waktu yang tepat juga seringkali lebih murah dan lebih
2.1.7. Jenis Alat Semprot
Menurut Wudianto jenis alat semprot terbagi atas :
1. Sprayer Tangan
Hand sprayer atau alat semprot tangan adalah jenis alat semprot yang
paling kecil dan sederhana. Kapasitas tangkinya tidak lebih dari 5 liter,
sehingga gampang diangkat dan diarahkan pada bagian-bagian tanaman yang
terkena penyakit.
2. Sprayer Manual
Tekanan yang dihasilkan berasal dari tenaga manusia dengan cara
mengerakkan handel pompa. Golongan sprayer manual ada 2 jenis yaitu :
a. Sprayer knap sack
Tangkinya berbentuk pipih atau segi empat yang disesuaikan dengan
bentuk punggung. Kapasitas tangkinya antara 10-17 liter yang cukup untuk
menyemprot tanaman seluas 100-300 m2. Unit pompa biasanya menyatu
dengan tangki. Di luar tangki terdapat selang semprot, di ujung tangki semprot
terdapat nozel.
b. Sprayer bertekanan udara
Alat ini biasa disebut sprayer otomatis. Bagian sprayer ini hampir sama
dengan knap sack sprayer yang terdiri dari tangki, selang semprot, tangki
semprot dan nozel. Bedanya, tangki sprayer ini berbentuk silinder dari bahan
logam, karena harus dapat menahan tekanan udara didalam tangki hingga 10
-15 kg/cm2. Handel pompa biasanya terdapat di bagian atas tangki dan menyatu
3. Sprayer mesin
Sprayer jenis ini dilengkapi mesin untuk menggerakkan pompa sebagai
pengganti tenaga manusia.Sprayer mesin dibedakan menjadi 2 yaitu :
a. Ultra low volume sprayer (ULV).
Alat ini dipakai dengan cara menggendong dipunggung.
Volume tangkinya sangat kecil hanya sekitar 3 -5 liter, karena alat ini
dirancang untuk menyemprotkan pestisida konsentrat yang tidak dilarutkan
didalam air.
b. Boom sprayer
Alat ini digerakkan oleh unit traktor, operatornya hanya mengemudikan
dan mengontrol hasil penyemprotan. Kapasitas tangki mampu menampung 200
-1000 liter air. Unit penghasil tenaga dapat berupa motor bensin atau PTO
(power of take) traktor.
2.1.8.Pengamanan Penggunaan Pestisida
Pedoman pengamanan penggunaan pestisida yang dikeluarkan oleh
Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan DepKes RI tahun 2003 untuk petani adalah sebagai berikut:
2.1.8.l. Persiapan
A. Pengadaan/pembelian pestisida
1. Pilihlah jenis pestisida yang sesuai dengan hama atau serangga yang
akan dikendalikan .
3. Pilih bentuk formulasi pestisida dan jumlah yang sesuai
dengan kebutuhan.
4. Pilih kemasan yang terkecil yang utuh dari pestisida yang terdaftar
dan isinya dapat habis dalam sekali pakai.
5. Perhatikan gambar (pictogram) yang tertera pada kemasan.
B. Penyediaan alat
1. Alat aplikasi pestisida
a. Pestisida yang berbentuk EC, WP atau SP di dalam
mengaplikasikannya digunakan alat penyemprot.
b. Pestisida yang berbentuk butiran dalam mengaplikasikannya
tidak menggunakan alat.
2. Alat bantu pencampuran pestisida
a. Gelas ukur, digunakan untuk mengukur pestisida dalam bentuk
cair yang akan dicampur atau timbangan untuk pestisida yang
berbentuk tepung.
b. Wadah atau ember kecil dan kayu pengaduk yang bersih.
c. Corong.
3. Alat pelindung diri.
Pakaian alat pelindung diri minimal terdiri dari : sarung tangan,
masker, pelindung mata (kaca mata), topi (pelindung kepala), sepatu
4. Pemahaman arti gambar (piktogram) dalam label kemasan.
Sebelum menggunakan pestisida, perhatikan label kemasan, brosur
atau leaflet. Biasanya dijumpai piktogram atau diagram gambar yang
bermakna sehubungan dengan pestisida yang digunakan. Gambar ini
sangat berguna agar pengguna lebih waspada.
C. Pengangkutan
Perhatikan :
1. Sesuai jenis kemasan, hati-hati dalam pengangkutan
dan perhatikan gambar (piktogram) yang ada pada label.
2. Jangan mengangkut pestisida bersama-sama dalam makanan,
bahan makanan, binatang dan penumpang/orang.
3. Alat angkut harus memiliki ventilasi yang baik.
4. Jangan menempatkan pestisida dekat dengan pengemudi.
Bila mengangkut pestisida dalam jumlah yang banyak,
letakkan/susun pestisida sedemikian rupa sesuai dengan jenisnya.
D. Penyimpanan pestisida
1. Penyimpanan skala kecil.
Pestisida harus disimpan ditempat yang aman dengan cara :
a. Disimpan dalam lemari yang terkunci atau dalam
kotak penyimpanan dan jauh dari jangkauan anak-anak
dan binatang piaraan.
b. Tidak diletakkan dalam ternpat penyimpanan makanan atau
c. Jangan disimpan dalam botol atau tempat
makanan/minuman simpanlah pestisida selalu pada kemasan
aslinya.
d. Simpanlah pestisida dalam ruangan yang tidak terkena
sinar matahari langsung, air dan banjir.
e. Wadah pestisida tertutup rapat selama dalam penyimpanan.
f. Tempat/botol/ wadah pestisida diberi label. Apabila ada
pestisida tanpa label jangan coba-coba menerka isinya.
g. Jangan menyimpan pestisida di suatu tempat bersama-sama
dengan bahan kimia lain yang tidak berbahaya.
h. Herbisida atau defolian (bahan perontok daun) jangan
disatukan dengan bahan pemberantas lainnya.
i. Setiap kali mengeluarkan pestisida dari tempat
penyimpanannya ambillah sebanyak yang diperlukan selama
satu hari.
2. Penyimpanan skala besar.
Pestisida dalam jumlah besar disimpan dalam ruangan atau suatu tempat
yang aman dengan cara :
a. Semua pintu dan jendela harus dikunci.
b. Dipasang papan peringatan pada tempat penyimpanan.
c. Pestisida harus disimpan di rak-rak.
e. Formulasi cair tidak boleh disimpan diatas formulasi tepung atau butiran,
untuk menghindari resiko tumpahan.
f. Tempat penyimpanan harus bebas tikus, pastikan semua lobang-lobang
tertutup atau dilapisi jaring kawat.
g. Tempat penyimpanan harus mempunyai ventilasi yang baik.
h. Tabung pemadam kebakaran harus ditempatkan dekat dengan pintu.
i. Kotak P3K harus diletakkan ditempat yang mudah dijangkau.
j. Bahan-bahan penyerap seperti tanah pasir atau serbuk gergaji harus tersedia
ditempat penyimpanan untuk mengatasi apabila terjadi tumpahan atau
ceceran.
k. Simpanlah pestisida dalam ruangan yang tidak terkena cahaya
langsung matahari, air dan banjir.
2.1.8.2.Pelaksanaan
1. Cara mencampur pestisida.
Langkah-langkah :
a. Pengenceren disesuaikan dengan konsentrasi atau dosis yang
disarankan dalam kemasan.
b. Apabila ingin dicampur dengan bahan lain, perhatikan petunjuk
pada label.
c. Biasanya dalam label dituliskan bisa tidaknya dicampur dengan
bahan lain
d. Pilihlah tempat yang sirkulasi udaranya lancar pada waktu
e. Pakailah alat pelindung yang sesuai.
f. Jauhkan dari anak-anak.
g. Tiap terjadi kontaminasi segera dicuci.
2. Cara aplikasi
a. Pilihlah volume alat semprot sesuai dengan luas areal yang akan
disemprot.
b. Pastikan alat dalam keadaan baik (tidak bocor), nozle diperiksa
agar tidak tersumbat, baik sebagian/seluruhnya.
c. Waktu paling baik penyemprotan dilakukan pada pukul 08.00
-10.00 atau sore hari pukul 15.00 -18.00 WIB.
d. Jangan melakukan penyemprotan disaat angin kencang karena
banyak pestisida yang tidak mengenai sasaran.
e. Jangan menyemprot melawan arah angin, karena cairan semprot
bisa mengenai orang yang menyemprot.
f. Jangan makan dan minum atau merokok pada saat penyemprotan.
g. Gunakanlah alat pengaman berupa penutup kepala, masker
penutup hidung dan mulut, kaos tangan, sepatu boot, dan baju
berlengan panjang.
h. Jangan mengusap bagian tubuh (mata, mulut) dengan
tangan sewaktu melakukan penyemprotan.
i. Ikutilah petunjuk mengenai waktu penggunaan terutama
mengenai jangka waktu antara penyemprotan pestisida terakhir
pestisida pada tanaman yang telah dipanen membahayakan
manusia.
j. Jagalah jangan sampai pestisida yang digunakan mengenai
tanaman lain yang disekitarnya.
2.1.8.3.Pasca pelaksanaan
a. Setiap sisa campuran yang ada pada alat aplikasi dan pada alat
campuran segera dikubur dalam tanah.
b. Cucilah alat aplikasi dan alat campur bagian luar dan dalam alat
aplikasi dan wadah pencampuran, buang air cuciannya secara aman
dan jangan membuang ke saluran pengairan, kolam dan sumber air.
c. Periksa bila ada kerusakan pada sprayer dan perbaiki.
d. Kembalikan pestisida yang tidak digunakan dan sprayer ke tempat
yang aman dan terkunci.
e. Hancurkan bekas wadah pestisida yang kosong dan dikubur.
f. Wadah/ember yang digunakan untuk mencampur bahan pestisida
jangan dipakai untuk keperluan lain.
g. Tanggalkan seluruh pakaian yang digunakan untuk
menyemprot, dan mandilah sampai bersih dengan memberikan
perhatian khusus pada bagian-bagian yang mungkin terkena
pestisida, seperti tangan /lengan dan wajah.
h. Pakaian yang digunakan untuk aplikasi dicuci dengan sabun atau
detergen, terpisah dengan pakaian sehari-hari.
a. Waktu kerja jangan lebih dari 4 -5 jam.
b. Pemeriksaan kesehatan secara berkala oleh petugas kesehatan.
c. Memperhatikan keadaan gizi.
2.1.9.Dampak Penggunaan Pestisida
Berdasarkan sifatnya maka Komisi Pestisida telah mengidentifikasi
berbagai kemungkinan yang timbul akibat penggunaan pestisida. Dampak yang
mungkin timbul adalah :
2.1.9.1.Pengaruh Pestisida Terhadap Lingkungan
Pestisida dapat berpengaruh terhadap lingkungan, pengaruh itu dapat berupa (Sudarmo) :
1. Keracunan terhadap ternak dan hewan piaraan.
Keracunan pada ternak maupun hewan piaraan dapat secara langsung
maupun tidak langsung. Secara langsung mungkin pestisida digunakan untuk
melawan penyakit pada ternak, sedang secara tidak langsung pestisida yang
digunakan untuk melawan serangga atau hama termakan atau terminum oleh
ternak, seperti rumput yang telah terkontaminasi pestisida dimakan oleh ternak
atau air yang sudah tercemar pestisida diminum oleh ternak.
2. Keracunan terhadap biota air (ikan).
Pencucian pestisida oleh air hujan akan menyebabkan terbawanya
pestisida ke aliran tanah bagian bawah atau permukaan air sungai. Hal ini akan
3. Keracunan terhadap satwa liar.
Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana dapat menimbulkan
keracunan yang berakibat kematian pada satwa liar seperti burung, lebah,
serangga penyubur dan satwa liar lainnya. Keracunan tersebut dapat terjadi
secara langsung karena kontak dengan pestisida maupun tidak langsung karena
melalui rantai makanan (Bio Konsentrasi).
4. Keracunan terhadap tanaman.
Beberapa insektisida dan fungisida yang langsung digunakan pada
tanaman dapat mengakibatkan kerusakan pada tanaman yang diperlakukan. Hal
ini disebabkan bahan formulasi tertentu, dosis yang berlebihan atau mungkin
pada saat penyemprotan suhu atau cuaca terlalu panas terutama di siang hari.
5. Kematian musuh alami organisme pengganggu.
Penggunaan pestisida terutama yang berspektrum luas dapat
menyebabkan kematian parasit atau predator (pemangsa) jasad pengganggu.
Kematian musuh alami tersebut dapat terjadi karena kontak langsung dengan
pestisida atau secara tidak langsung karena memakan hama yang mengandung
pestisida.
6. Kenaikan populasi organisme pengganggu.
Sebagai akibat kematian musuh alami maka jasad pengganggu dapat
lebih leluasa untuk berkembang.
7. Resistensi organisme pengganggu.
Penggunaan pestisida terhadap jasad pengganggu tertentu menyebabkan
terhadap jasad pengganggu. Resistensi berarti organisme pengganggu yang
mati sedikit sekali atau tidak ada yang mati, meskipun telah disemprot dengan
pestisida dosis normal atau dosis lebih tinggi sekalipun. Perkembangan hama
resistensi tergantung pada :
- Ada/tidaknya gen untuk resistensi
- Tingkat tekanan seleksi pestisida. Makin tinggi tekanan seleksi pestisida
terhadap populasi hama tersebut makin cepat berkembangnya resistensi.
Penggunaan pestisida yang terus menerus merupakan tekanan seleksi yang
tinggi.
- Sifat-sifat hama seperti penyebaran, jangka penggenerasian, tingkat
kecepatan perkembang biakan dan tingkat isolasi berperan dalam
perkembangan resistensi.
8. Meninggalkan residu.
Penggunaan pestisida khususnya pada tanaman akan meninggalkan
residu pada produk pertanian, bahkan untuk pestisida tertentu masih dapat
ditemukan sampai saat produk pertanian tersebut diproses untuk pemanfaatan
selanjutnya maupun saat dikonsumsi. Besarnya residu pestisida yang tertinggal
pada produk pertanian tersebut tergantung pada dosis, interval aplikasi,
faktor-faktor lingkungan fisik yang mempengaruhi pengurangan residu, jenis tanaman
yang diperlakukan, formulasi pestisida dan cara aplikasinya, jenis bahan
aktifnya dan peresistensinya, serta saat terakhir aplikasi sebelum produk
2.1.9.2.Pengaruh Pestisida Terhadap Kesehatan Manusia
Pestisida masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara sedikit demi sedikit dan mengakibatkan keracunan kronis. Bisa pula berakibat racun akut
bila jumlah pestisida yang masuk ke tubuh manusia dalam jumlah yang cukup
(Wudianto R, 2011).
1. Keracunan Kronis
Pemaparan kadar rendah dalam jangka panjang atau pemaparan dalam
waktu yang singkat dengan akibat kronis. Keracunan kronis dapat ditemukan
dalam bentuk kelainan syaraf dan perilaku (bersifat neuro toksik) atau
mutagenitas. Selain itu ada beberapa dampak kronis keracunan pestisida,
antara lain:
a) Pada syaraf
Gangguan otak dan syaraf yang paling sering terjadi akibat terpapar
pestisida selama bertahun-tahun adalah masalah pada ingatan, sulit
berkonsentrasi, perubahan kepribadian, kelumpuhan, bahkan
kehilangan kesadaran dan koma.
b) Pada Hati (Liver)
Karena hati adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menetralkan
bahan-bahan kimia beracun, maka hati itu sendiri sering kali dirusak
oleh pestisida apabila terpapar selama bertahun-tahun. Hal ini dapat
c) Pada Perut
Muntah-muntah, sakit perut dan diare adalah gejala umum dari
keracunan pestisida. Banyak orang-orang yang dalam pekerjaannya
berhubungan langsung dengan pestisida selama bertahun-tahun,
mengalami masalah sulit makan. Orang yang menelan pestisida ( baik
sengaja atau tidak) efeknya sangat buruk pada perut dan tubuh secara
umum. Pestisida merusak langsung melalui dinding-dinding perut.
d)Pada Sistem Kekebalan
Beberapa jenis pestisida telah diketahui dapat mengganggu sistem
kekebalan tubuh manusia dengan cara yang lebih berbahaya. Beberapa
jenis pestisida dapat melemahkan kemampuan tubuh untuk menahan
dan melawan infeksi. Ini berarti tubuh menjadi lebih mudah terkena
infeksi, atau jika telah terjadi infeksi penyakit ini menjadi lebih serius
dan makin sulit untuk disembuhkan.
e) Pada Sistem Hormon.
Hormon adalah bahan kimia yang diproduksi oleh organ-organ seperti
otak, tiroid, paratiroid, ginjal, adrenalin, testis dan ovarium untuk
mengontrol fungsi-fungsi tubuh yang penting. Beberapa pestisida
mempengaruhi hormon reproduksi yang dapat menyebabkan penurunan
produksi sperma pada pria atau pertumbuhan telur yang tidak normal
pada wanita. Beberapa pestisida dapat menyebabkan pelebaran tiroid
2. Keracunan akut.
Keracunan akut terjadi apabila efek keracunan pestisida langsung pada
saat dilakukan aplikasi atau seketika setelah aplikasi pestisida.
a. Efek akut lokal, yaitu bila efeknya hanya mempengaruhi bagian tubuh yang
terkena kontak langsung dengan pestisida biasanya bersifat iritasi mata,
hidung,tenggorokan dan kulit.
b. Efek akut sistemik, terjadi apabila pestisida masuk kedalam tubuh manusia
dan mengganggu sistem tubuh. Darah akan membawa pestisida keseluruh
bagian tubuh menyebabkan bergeraknya syaraf-syaraf otot secara tidak
sadar dengan gerakan halus maupun kasar dan pengeluaran air mata serta
pengeluaran air ludah secara berlebihan, pernafasan menjadi lemah/cepat
(tidak normal).
Cara pestisida masuk kedalam tubuh :
1. Kulit, apabila pestisida kontak dengan kulit.
2. Pernafasan, bila terhisap
3. Mulut, bila terminum/tertelan.
Karena terdapat berbagai jenis pestisida dan ada berbagai cara
masuk pestisida kedalam tubuh maka keracunan pestisida dapat terjadi dengan
berbagai cara. Keadaan-keadaan yang perlu segera mendapatkan perhatian
pada kemungkinan keracunan pestisida adalah (Djojosumarto, 2008)
Umum Kelelahan dan rasa lelah yang maksimal
Kulit Rasa terbakar, iritasi, keringat berlebihan, bercak pada
penglihatan/kabur, pupil dapat menyempit atau
melebar.
Mata Gatal, rasa terbakar, mata berair, gangguan
penglihatan/kabur, pupil dapat menyempit atau
melebar
Saluran cerna Rasa terbakar pada mulut dan tenggorokan, hiper
salivasi, mual, muntah, nyeri abdomen, diare.
Sistem nafas Batuk, nyeri dada dan sesak, susah bernafas dan nafas
berbunyi
Pertolongan pertama korban keracunan akut pestisida di lapangan
(Djojosumarto, 2008)
1. Sikap dalam menghadapi keracunan akut pestisida.
Segera lakukan pertolongan pertama dan jangan menunggu datangnya
ahli untuk menolong.
a. Bekerja dengan tenang sesuai dengan metode.
b. Hindari kontaminasi diri selama melakukan pengobatan.
c. Tentukan tindakan apa yang harus lebih dahulu dilaksanakan :
mengatasi pernafasan, menghentikan kontak lebih lanjut.
2. Tindakan dekontaminasi
a. Akhiri paparan : Pindahkan penderita, jauhkan dari kontaminasi
selanjutnya. Hindarkan kontak kulit dan/atau inhalasi dari uap atau debu
b. Tanggalkan pakaian yang terkontaminasi seluruhnya dengan cepat,
termasuk sepatu. Kumpulkan pakaian dalam tempat yang terpisah untuk
di cuci sebelum digunakan lagi.
c. Bersihkan pestisida dari kulit, rambut dan mata dengan menggunakan
air yang banyak.
3. Tindakan dalam pertolongan pertama
a. Umum
Penderita perlu dirawat dengan tenang karena penderita dapat kembali
mengalami agitasi. Tempatkan penderita dalam posisi sebaik mungkin
yang akan membantu mencegah penderita dari bahaya komplikasi.
b. Posisi
Tempatkan penderita dalam posisi miring kesamping dengan kepala
lebih rendah dari tubuh dan kepala menoleh kesamping. Bila pasien
tidak sadar jaga agar saluran nafas tetap terbuka dengan menarik dagu
ke depan dan kepala ke belakang.
c. Suhu tubuh
Perawatan harus lebih berhati-hati dengan mengontrol suhu pada
penderita yang tidak sadar. Bila suhu tubuh penderita tinggi sekali dan
keringat berlebihan, dinginkan dengan menggunakan spon air dingin.
Bila penderita merasa kedinginan, dapat ditutupi dengan selimut untuk
d. Pestisida yang tertelan
1. Induksi muntah umumnya tidak dianjurkan sebagai pertolongan
pertama.
2. Baca label produk untuk indikasi apakah induksi muntah boleh atau
tidak dilakukan atau bila produk sangat toksik, seperti tanda
tengkorak dengan tulang bersilang atau tanda "tangan merah".
3. Induksi muntah hanya dilakukan pada penderita yang sadar.
e. Pernafasan
Bila terjadi henti nafas (muka atau lidah pasien dapat diputar) dan
kemudian dagu ditarik ke depan untuk mencegah lidah terdorong
kebelakang yang akan menutup jalan nafas.
f. Kejang-kejang
Tempatkan pengganjal padat diantara gigi-gigi dan cegah agar penderita
jangan sampai terluka.
Perhatian :
Jangan biarkan penderita merokok atau minum alkohol.
2.2. Penggunaan Selektif Pestisida
Keefektifan cara pengendalian merupakan pemikiran pokok dalam pengelolaan hama. Pestisida jenis baru memang banyak yang cepat di
degradasi secara biologis tetapi daya racunnya cukup luas. Tetapi telah
ditemukan pestisida yang cukup selektif seperti mikroba yang bahan aktifnya
bakteri (spora biotoksin dan Bacillus thuringiensis). Dengan adanya
akan berubah, yaitu mengarah ke insektisida yang secara fisiologis selektif,
dari segi ekologis, aplikasi dan perilakunya apabila digunakan.
1. Selektifitas Fisiologis
Senyawa yang mempunyai sifat selektif fisiologis bekerja pada sasaran
yang spesifik yang ada hubungannya dengan pola perkembangan yang spesifik
bagi serangga, atau biotoksin yang secara evolusi memang hanya tertuju pada
serangga.
2. Selektifitas Ekologi
Untuk mengurangi penggunaan insektisida dapat dimulai dengan
menggunakan cara yang selektif dan mengganti cara rutin berjadwal dengan
perlakuan apabila perlu saja, yang berdasarkan pengetahuan ekologi hama,
pengembangan konsep neraca hijau hama memberikan informasi tentang
stadium dan siklus hidup yang mempunyai faktor-faktor utama pertumbuhan
populasi yaitu predatisme, parasitisme, penyakit, makanan, migrasi dan cuaca.
3. Selektifitas Melalui Perbaikan Cara Aplikasi
Sebagian besar pestisida yang disemprotkan jatuh diantara daun dan
selanjutnya sampai diatas tanah atau melayang ke tempat lain, sehingga
menjadi kontaminan yang tidak diharapkan. Hal ini tentu saja merugikan petani
dan masyarakat umum.
Ada beberapa cara sederhana untuk mencegah perlakuan yang berlebihan,
yakni :
1) Pengurangan dosis bahan akif.
3) Menggunakan insektisida sistemik, memanfaatkan sifat non-persistensi
terhadap perlakuan benih dan buah.
4. Selektifitas Perilaku
Dengan cara menentukan waktu dan penempatan insektisida yang tepat
dalam hubungannya dengan serangga hama maka selektifitas pestisida dapat
dipertinggi dan banyaknya aplikasi dapat dikurangi.
Hal ini dapat dicapai dengan cara :
1). Penggunaan waktu aplikasi berdasarkan tangkapan perangkap lampu atau
perangkap feromon.
2). Penggunaan zat pemikat (attractants) termasuk feromon.
2.3. Perilaku
Perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau
rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon
sangat tergantung dari karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang
bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang
berbeda disebut determinan prilaku: Determinan prilaku dapat dibedakan
menjadi 2 yaitu (Notoatmodjo, 2003) ;
1. Determinan atau faktor internal, yaitu karakteristik orang yang
bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya : tingkat
kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya.
2. Determinan atau faktor eksternal, yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik,
Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan seperti yang
dikutip Notoatmodjo (2003) membagi prilaku manusia kedalam 3 domain
(ranah/kawasan) yaitu kognitif (cognitive), afektif (affective), psikomotor
(psychomotor). Di dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi
untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yaitu :
2.3.1.Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk suatu
tindakan seseorang (over behavior).
1. Proses adopsi prilaku
Penilitian Rogers (1974) seperti yang', dikutip Notoatmodjo
((2003) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru
(berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan
yaitu :
a) Awareness (kesadaran), yaitu orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
b) Interest, yaitu orang mulai tertarik pada stimulus.
c) Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya), hal ini sudah berarti lebih baik lagi.
d) Trial, orang telah mencoba perilaku baru.
e) Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
2. Tingkat pengetahuan didalam domain kognitif.
Pengetahuan yang tercakup didalamnya ada 6 tingkatan (Notoatmodjo,
2003) yaitu:
a) Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya.
b) Memahami (comprehentiori) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar objek yang diketahui.
c) Aplikasi (aplication) diartikan sebagai kemampuan untuk mempergunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.
d) Analisis (analysis) diartikan sebagai kemampuan untuk menjabarkan materi
suatu objek terhadap komponen-komponennya.
e) Sintesis (syntesis) menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk yang baru.
f) Evaluasi (evaluation) hal ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek
penelitian atau responden.
2.3.2.Sikap ( attitude )
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Newcomb yang dikutip oleh Notoatmodjo
(2003), menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk
a. Komponen sikap
Menurut Allport (1954) sikap mempunyai 3 komponen yaitu :
1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep