• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik, Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Penjual Gorengan tentang Penggunaan Minyak Goreng di Kawasan Kampus USU Medan pada Tahun 2011.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karakteristik, Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Penjual Gorengan tentang Penggunaan Minyak Goreng di Kawasan Kampus USU Medan pada Tahun 2011."

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

Karakteristik Pengetahuan Sikap dan Tindakan

Penjual Gorengan tentang Penggunaan Minyak Goreng

di Kawasan Kampus Universitas Sumatera Utara Medan

pada Tahun 2011

Oleh :

LAU WEI LIN

080100288

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Karakteristik Pengetahuan Sikap dan Tindakan

Penjual Gorengan tentang Penggunaan Minyak Goreng

di Kawasan Kampus Universitas Sumatera Utara Medan

pada Tahun 2011

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

LAU WEI LIN

080100288

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Karakteristik Pengetahuan Sikap dan Tindakan Penjual Gorengan

tentang Penggunaan Minyak Goreng di Kawasan Kampus

Universitas Sumatera Utara Medan pada Tahun 2011

Nama : Lau Wei Lin NIM : 080100288

Pembimbing Penguji I

(Nenni Dwi A, Lubis, SP, MSi) (dr. Zaimah Z. Tala, MS, Sp.GK)

NIP: 19760410200312 2 002 NIP: 19670505 199203 2 001

Penguji II

(Prof. Dr. dr. Rozaimah Zain Hamid, MS, SpFK )

NIP: 19530417 198003 2 001

Medan, Desember 2011 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara

(4)

ABSTRAK

Minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia dan sebagai sumber utama lemak (fat). Minyak goreng adalah satu kebutuhan pokok masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan digunakan sebagai media penggoreng bahan pangan. Harga minyak goreng yang semakin meningkat setiap tahunnya membuat penjual gorengan untuk kembali mengelola pengeluaran untuk kebutuhannya, salah satu cara yang sering digunakan adalah dengan menggunakan minyak goreng hingga berulang kali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik, pengetahuan, sikap dan tindakan penjual gorengan tentang penggunaan minyak goreng di kawasan Kampus USU Medan pada tahun 2011.

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah penjual gorengan di kawasan Kampus USU Medan pada tahun 2011. Besar sampel adalah sebanyak 31 orang. Pengambilan data dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada semua responden penelitian, Penyajian data dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 12 orang (38.7%) berumur 30-39 tahun. Sebanyak 20 orang (64.5%) adalah responden perempuan. Pendidikan responden paling banyak adalah tamat SMP yaitu sebanyak 12 orang (38.7%). Penghasilan bersih responden sehari paling banyak adalah antara Rp100.000 – Rp250.000 sebanyak 16 orang (51.6%).Pada kategori pengetahuan responden berada pada tingkatan baik sebanyak 15 orang (68%). Kategori sikap responden yang berada pada tingkatan baik yaitu sebanyak 20 orang (65%). Kategori tindakan responden yang berada pada tingkatan baik yaitu sebanyak 7 orang (22.6%).

(5)

ABSTRACT

Oil is a food substance that is important to maintain health of the human body and as a main source of fat. Cooking oil is also one of basic needs that are often used by people and is used as a medium for frying food. Cooking oil prices increased every year make hawker manage expenditures for their needs. One of the ways that are often used is using cooking oil several times without knowing the health impacts caused.

This study was conducted to apprehend the characteristics, knowledge, attitude and practices of hawker regarding the use of cooking oil in Campus USU Medan in 2011.

This research was conducted using descriptive research methode, the approach used in this study design was a cross sectional study and sampling by using total consecutive sampling. Sample size is 31 people. Data is collected by giving questionnaire to all the respondents. Data is presented by using frequency distribution tables.

This studies results showed that as many as 12 respondents (38.7%) are aged between 30-39 years. 20 respondents (64.5%) are female. A total of 12 respondents (38.7%) are graduated from junior high school. The maximum net income for the respondents in a day is between Rp100,000 - Rp250.000 and there are as many as 16 respondents (51.6%). Results also showed that the level of respondent’s knowledge majority are at good category that is 15 people (68%) . Level of attitude at good category is 20 people (65%). Level of practices at good category is 7 people (22.6%).

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat

dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini, yang

berjudul “Karakteristik, Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Penjual Gorengan tentang Penggunaan Minyak Goreng di Kawasan Kampus USU Medan pada Tahun 2011”.

Dalam penyelesaian penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis telah banyak

menerima bantuan, dukungan, serta bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan

ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya

kepada:

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Nenni Dwi Aprianti Lubis, SP, MSi selaku dosen pembimbing penulis yang

telah banyak membantu dan memberikan saran-saran selama penulisan karya

tulis ilmiah, sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Para staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara.

4. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan dan nasihat kepada

penulis.

5. Seluruh rekan mahasiswa/ mahasiswi yang telah membantu memberikan saran

dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Untuk seluruh bantuan baik moral atau materil yang diberikan kepada penulis

selama ini, penulis ucapkan terima kasih dan semoga Tuhan membalas dengan pahala

(7)

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna.

Untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun

dari semua pihak demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis

ilmiah ini dapat berguna bagi semua pihak.

Medan, 21 Desember 2011

---

LAU WEI LIN

(8)

DAFTAR ISI

H a l a m a n

Lembar Pengesahan………...…..……….….………….ii

Abstrak………....iii

2.1.1. Pengertian Perilaku……….…..……….6

2.1.2. Pengetahuan..….………..………….……….7

2.1.3. Sikap………...…..……….9

2.1.4. Praktek atau Tindakan………..………..10

2.2. Karakteristik Penjual Gorengan.………...……….11

2.3. Minyak Goreng……….……….……….11

2.3.1. Pengertian Minyak Goreng………..………...………….11

2.3.2. Jenis-Jenis Minyak Goreng…………...………12

2.3.3. Komposisi Minyak Goreng……….……….13

2.3.4. Sifat-Sifat Minyak Goreng……….……….14

2.3.4.1. Sifat Fisik………..………...14

2.3.4.2. Sifat Kimia………..……….15

2.3.5. Proses Penyaringan Minyak Goreng………..….…16

2.3.6. Penggunaan dan Kualitas Minyak Goreng………….…..…...17

2.3.7. Kerusakan Minyak Goreng………...………...19

(9)

2.4.1. Pengertian Minyak Jelantah………..….……...21

2.4.2. Dampak Kesehatan………...………...21

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian………..…………..……..………24

3.2. Definisi Operasional……….………...………...………24

3.2.1. Definisi………...………….………24

3.2.2. Cara Ukur………...…..………25

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian……….………..………27 4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian………..………27 4.2.1. Lokasi Penelitian………...………..………27 4.2.2. Waktu Penelitian………..………27 4.3. Populasi dan Sampel……….………..………28 4.3.1. Populasi……….………..……….28 4.3.2. Sampel………...……..………28 4.4. Teknik Pengumpulan Data…………..………..……….28 4.5. Aspek Pengukuran………..…………..………..29

4.5.1. Pengetahuan……….………..………..29

4.5.2. Sikap……….………..……….29

4.5.3. Tindakan………...………...30

4.6. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner………30

4.7. Pengolahan dan Analisis Data………..…………..31

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian 5.1.1. Lokasi Penelitian……….……32

5.1.2. Karakteristik Responden……….………...32

5.1.3. Informasi Penggunaan Minyak Goreng………...35

5.1.3.1. Ketersediaan Informasi………...35

5.1.3.2. Sumber Informasi………...………35

5.1.4. Pengetahuan Responden………..36

5.1.5. Sikap Responden……….37

5.1.6. Tindakan Responden………...37

5.1.7. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pengetahuan………..38

5.1.8. Hubungan Ketersediaan Informasi dengan Pengetahuan……39

5.1.9. Hubungan Sumber Informasi dengan Pengetahuan………….39

5.1.10. Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden...40

5.1.10.1. Hubungan Pengetahuan dengan Sikap………..40

5.1.10.2. Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan…………41

5.1.10.3. Hubungan Sikap dengan Sikap……….42

(10)

5.2.2. Sumber Informasi………43

5.2.3. Pengetahuan Responden………..44

5.2.4. Sikap Responden……….45

5.2.5. Tindakan Responden………...46

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan……….……....47

6.2. Saran………...48

DAFTAR PUSTAKA………..………...49

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1. Komposisi Beberapa Asam Lemak dalam Tiga Minyak Nabati……14

Tabel 2.2. Standar Mutu Minyak Goreng berdasarkan SNI 3741-1995. ……...18

Tabel 5.1. Sebaran Pengetahuan Responden Menurut Tingkat Pendidikan…….38

Tabel 5.2. Sebaran Pengetahuan Responden Menurut Ketersediaan Informasi...39

Tabel 5.3. Sebaran Pengetahuan Responden Menurut Sumber Informasi……...40

Tabel 5.4. Sebaran Pengetahuan Responden Menurut Sikap Responden………41

Tabel 5.5. Sebaran Pengetahuan Responden Menurut Tindakan Responden…...41

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian. ………24

Gambar 5.1. Sebaran Karakteristik Responden Menurut Umur………...33

Gambar 5.2. Sebaran Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin…………..33

Gambar 5.3. Sebaran Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan…….34

Gambar 5.4. Sebaran Karakteristik Responden Menurut Penghasilan Bersih Sehari………...34

Gambar 5.5. Sebaran Responden Menurut Ketersediaan Informasi tentang Penggunaan Minyak Goreng………...35

Gambar 5.6. Sebaran Responden Menurut Sumber Informasi……….36

Gambar 5.7. Sebaran Responden Menurut Pengetahuan……….36

Gambar 5.8. Sebaran Responden Menurut Sikap……….37

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup.

Lampiran 2. Lembar Inform Consent.

Lampiran 3. Lembar Pernyataan Persetujuan setelah Penjelasan (Inform Consent)

Kesedian mengikut Penelitian.

Lampiran 4. Kuisioner Penelitian Karakteristik, Pengetahuan, Sikap dan Tindakan

Penjual Gorengan tentang Penggunaan Minyak Goreng di Kawasan

USU Medan pada Tahun 2011.

Lampiran 5. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Lampiran 6. Surat Pernyataan Validitas

Lampiran 7. Data Responden

(14)

ABSTRAK

Minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia dan sebagai sumber utama lemak (fat). Minyak goreng adalah satu kebutuhan pokok masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan digunakan sebagai media penggoreng bahan pangan. Harga minyak goreng yang semakin meningkat setiap tahunnya membuat penjual gorengan untuk kembali mengelola pengeluaran untuk kebutuhannya, salah satu cara yang sering digunakan adalah dengan menggunakan minyak goreng hingga berulang kali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik, pengetahuan, sikap dan tindakan penjual gorengan tentang penggunaan minyak goreng di kawasan Kampus USU Medan pada tahun 2011.

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah penjual gorengan di kawasan Kampus USU Medan pada tahun 2011. Besar sampel adalah sebanyak 31 orang. Pengambilan data dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada semua responden penelitian, Penyajian data dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 12 orang (38.7%) berumur 30-39 tahun. Sebanyak 20 orang (64.5%) adalah responden perempuan. Pendidikan responden paling banyak adalah tamat SMP yaitu sebanyak 12 orang (38.7%). Penghasilan bersih responden sehari paling banyak adalah antara Rp100.000 – Rp250.000 sebanyak 16 orang (51.6%).Pada kategori pengetahuan responden berada pada tingkatan baik sebanyak 15 orang (68%). Kategori sikap responden yang berada pada tingkatan baik yaitu sebanyak 20 orang (65%). Kategori tindakan responden yang berada pada tingkatan baik yaitu sebanyak 7 orang (22.6%).

(15)

ABSTRACT

Oil is a food substance that is important to maintain health of the human body and as a main source of fat. Cooking oil is also one of basic needs that are often used by people and is used as a medium for frying food. Cooking oil prices increased every year make hawker manage expenditures for their needs. One of the ways that are often used is using cooking oil several times without knowing the health impacts caused.

This study was conducted to apprehend the characteristics, knowledge, attitude and practices of hawker regarding the use of cooking oil in Campus USU Medan in 2011.

This research was conducted using descriptive research methode, the approach used in this study design was a cross sectional study and sampling by using total consecutive sampling. Sample size is 31 people. Data is collected by giving questionnaire to all the respondents. Data is presented by using frequency distribution tables.

This studies results showed that as many as 12 respondents (38.7%) are aged between 30-39 years. 20 respondents (64.5%) are female. A total of 12 respondents (38.7%) are graduated from junior high school. The maximum net income for the respondents in a day is between Rp100,000 - Rp250.000 and there are as many as 16 respondents (51.6%). Results also showed that the level of respondent’s knowledge majority are at good category that is 15 people (68%) . Level of attitude at good category is 20 people (65%). Level of practices at good category is 7 people (22.6%).

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di negara-negara yang sedang berkembang, minyak goreng adalah satu

kebutuhan pokok masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan ia

sebagai sumber utama lemak (fat). Jenis dan jumlah minyak goreng yang kita konsumsi sehari-hari sangat erat kaitannya dengan kesehatan kita. Minyak goreng

yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah yang berbahan baku minyak sawit

( >70% ), diikuti dengan minyak kelapa (Elisabeth, 2002).

Minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh

manusia, khususnya minyak nabati. Hal ini dikarenakan, selain mengandung

asam-asam lemak essensial, minyak juga berfungsi sebagai pelarut vitamin A, D, E, dan K.

Minyak goreng adalah minyak yang digunakan untuk menggoreng makanan, dapat

bersumber dari tanaman, misalnya minyak zaitun, minyak jagung, minyak kelapa,

dan minyak biji bunga matahari. Minyak juga dapat bersumber dari hewan, misalnya

minyak sapi, kambing, ikan sarden, ikan paus dan lain-lain. Minyak goreng

merupakan salah satu angota dari senyawa lipid netral, yaitu senyawa yang tidak larut

dalam air. Minyak goreng diperoleh dengan cara memurnikan minyak nabati, dengan

tujuan menghilangkan bahan-bahan logam, bau, asam lemak bebas dan zat warna

(SNI 01-3741-1995).

Minyak merupakan medium penggoreng bahan pangan yang banyak

dikonsumsi masyarakat luas. Kurang lebih 290 juta ton minyak dikonsumsi setiap

tahunnya. Ia sering kali ditambahkan ke bahan makanan dengan berbagai tujuan,

salah satunya sebagai media penghantar panas atau untuk menggoreng seperti minyak

goreng. Fungsi minyak goreng selain sebagai media penghantar panas, juga untuk

menambah nilai kalori, memperbaiki tekstur dan cita rasa dari bahan pangan

(Winarno, 1992). Minyak sebagai sumber kalori yang tinggi, di dalam tubuh, minyak

(17)

Pengolahan bahan pangan dengan minyak goreng juga dapat membentuk aroma dan

rasa dari bahan pangan tersebut akibat adanya pemanasan protein, karbohidrat, lemak

dan komponen minor lainnya di dalam suatu bahan pangan yang digoreng (Ketaren,

2005).

Masyarakat Indonesia biasanya menggunakan cara deep frying dalam menggoreng bahan makanan, yaitu dengan merendam seluruh bahan makanan dalam

minyak panas. Dengan cara tersebut, akan diperoleh minyak goreng bekas. Minyak

goreng bekas tersebut biasanya akan digunakan kembali untuk menggoreng bahan

makanan yang lain dengan atau tanpa menambahkan sedikit minyak goreng yang

baru pada minyak goreng bekas. Minyak goreng bekas yang digunakan secara

berulang kali tersebut, biasa disebut sebagai minyak jelantah (Fransiska, 2010).

Prosedur pembuatan minyak jelantah akan mengakibatkan terjadinya reaksi

oksidasi pada minyak, minyak tersebut akan mengalami perubahan baik secara fisik

atau kimia yakni dengan adanya perubahan warna dari bening menjadi berwarna

gelap dan berbau tengik, serta secara kimiawi mengalami perubahan reaksi hidrolis,

oksidasi termal dan polimerasi termal kemudian terjadi penghasilan produk degradasi

volatil dan non-volatil (Cuesta et al, 1988; Dobarganes et al, 2000 dalam A.S. Nazrun;

C.M. Chew; M. Norazlina; J. Kamsiah, 2007). Minyak jelantah juga dapat

mengandung senyawa-senyawa radikal seperti hidroperoksida dan peroksida.

Senyawa-senyawa radikal tersebut bersifat karsinogenik, oleh karena itu pemakaian

minyak goreng yang berkelanjutan dapat mengganggu kesehatan manusia dengan

menyebabkan penyakit seperti tumor atau kanker.

Menurut hasil kajian dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan, serta kajian

dari pakar kesehatan terhadap penggunaan minyak berulang kali dapat memberikan

dampak pada gangguan kesehatan. Pemanasan minyak goreng yang berulang kali

(lebih dari 2 kali) pada suhu tinggi (160° derajat C sampai dengan 180° derajat C)

akan mengakibatkan hidrolisis lemak menjadi asam lemak bebas yang mudah

(18)

dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, misalnya: kerusakan liver, ginjal, saluran

cerna maupun sel endothelial aorta (Takeoka dkk, 1996 dalam Fransiska, 2010).

Peristiwa oksidasi terbentuk akibat pemakaian minyak goreng secara berulang

kemudian akan terjadi penghasilan senyawa peroksida dan akrolein. Peroksida akan

membentuk persenyawaan lipoperoksida secara nonenzimatis dalam otot usus dan

mitochondria. Lipoperoksida dalam aliran darah dapat mengakibatkan denaturasi

lipoprotein yang mempunyai kerapatan rendah dan jika lipoprotein mengalami

denaturasi, akan mengakibatkan deposisi lemak dalam pembuluh darah sehingga

terbentuk atherosclerosis, akhirnya menyebab penyumbatan pembuluh darah (Ketaren, 2005). Akrolein, yakni sejenis aldehid, jika terkonsumsi dapat

menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan.

Penggunaan minyak goreng secara berulang kali tidak dianjurkan dan

berbagai penelitian telah banyak dilakukan oleh para peneliti, yang membukitkan

dampak negatif dari minyak goreng jelantah. Walaupun demikian, masih banyak

orang yang belum tahu cara menggunakan minyak goreng yang baik dan benar. Tidak

hanya pedagang-pedagang kaki lima yang sering menggunakan minyak goreng

jelantah, bahkan dalam dapur keluarga pun sering tanpa sadar kita menggunakan

minyak goreng secara berulang. Alasan mereka sangat beragam namun umumnya

karena penghematan.

Menurut penelitian dari Sudaryati Etti dan Albiner Siagian (2002)

mengatakan bahwa pengetahuan produsen(penjual gorengan) dan konsumen jajanan

gorengan mengenai pemanfaatan minyak goreng dan akibat samping yang

ditimbulkan terbesar termasuk dalam kategori kurang yaitu 94,4% produsen dan 77,8%

konsumen. Untuk sikap, yang terbanyak pada produsen adalah sedang (77,8%) dan

pada konsumen adalah baik (75%). Untuk tindakan, frekuensi pemakaian minyak

goreng ≥3 kali pada produsen semuanya berpengetahuan kurang(100%), pada

produsen yang memakai minyak goreng 2 kali hanya 12,5% yang berpengetahuan

(19)

menggunakan minyak goreng berulang kali, meskipun hal ini tidak dianjurkan. Oleh

karena itu, penelitian ini dicadangkan dan dilakukan untuk melihat bagaimana

karateristik, pengetahuan, sikap dan tindakan penjual gorengan tentang penggunaan

minyak goreng di kawasan Kampus USU Medan pada tahun 2011.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut: bagaimanakah karakteristik, pengetahuan, sikap, dan tindakan

penjual gorengan tentang penggunaan minyak goreng di kawasan Kampus USU

Medan tahun 2011.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umun

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik, pengetahuan,

sikap, dan tindakan penjual gorengan tentang penggunaan minyak goreng di kawasan

Kampus USU Medan pada tahun 2011.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik penjual gorengan tentang penggunaan

minyak goreng di kawasan Kampus USU Medan pada tahun 2011.

2. Untuk mengetahui pengetahuan penjual gorengan tentang penggunaan

minyak goreng di kawasan Kampus USU Medan pada tahun 2011.

3. Untuk mengetahui sikap penjual gorengan tentang penggunaan minyak

goreng di kawasan Kampus USU Medan pada tahun 2011.

4. Untuk mengetahui tindakan penjual gorengan tentang penggunaan minyak

goreng di kawasan Kampus USU Medan pada tahun 2011.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Peneliti

1. Memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian.

(20)

1.4.2. Bagi Masyarakat

1. Sebagai bagian dari pengembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang

karakteristik, pengetahuan, sikap dan tindakan penjual gorengan tentang

penggunaan minyak goreng.

2. Sebagai bahan masukan bagi penelitian lain dan bahan referensi bagi

perpustakaan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan.

3. Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan tingkat pengetahuan penjual

gorengan tentang penggunaan minyak goreng.

4. Sebagai bahan masukan bagi penjual gorengan agar tidak melakukan

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Perilaku 2.1.1. Pengertian Perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang

bersangkutan. Oleh sebab itu dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup

mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku,

karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang bermaksud

dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari

manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain:

berbicara, berjalan, menangis, tertawa, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya.

Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa perilaku diartikan sebagai semua kegiatan

atau aktivitas, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati

oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007).

Perilaku manusia tidak timbul dengan sendirinya, tetapi akibat adanya

rangsangan (stimulus), baik dalam dirinya (internal) maupun dari luar individu (eksternal) (Sunaryo, 2006 dalam Notoatmodjo, 2007). Sedangkan menurut Skiner (dalam Notoatmodjo, 2007) bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi

seseorang terhadap stimulus dari luar. Oleh karena itu perilaku ini terjadi melalui

proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut

merespons, maka teori Skiner ini disebut teori ”S-O-R” atau Stimulus – Organisme –

Respons.

Perilaku yang sama diantara beberapa orang dapat berbeda-beda penyebab

atau latar belakangnya. Menurut WHO (1984), menganalisis bahwa yang

menyebabkan seseorang itu berperilaku ada empat alasan pokok, yaitu :

1. Pemikiran dan perasaan.

Bentuk pemikiran dan perasaan ini adalah pengetahuan, kepercayaan, sikap

(22)

2. Orang penting sebagai referensi.

Apabila seseorang itu penting bagi kita, maka apapun yang ia katakan dan

lakukan cendrung untuk kita contoh. Orang inilah yang dianggap kelompok

referensi seperti : guru, kepala suku dan lain-lain.

3. Sumber-sumber daya.

Yang termasuk adalah fasilitas-fasilitas misalnya : waktu, uang, tenaga kerja,

ketrampilan dan pelayanan. Pengaruh sumber daya terhadap perilaku dapat

bersifat positif maupun negatif.

4. Kebudayaan.

Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan pengadaan sumber daya di dalam

suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang disebut

kebudayaan. Perilaku yang normal adalah salah satu aspek dari kebudayaan

dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh yang dalam terhadap

perilaku.

Menurut Benjamin Bloom, perilaku mencakup tiga domain yaitu pengetahuan

(knowledge), sikap (attitude), tindakan atau praktek (practice).

2.1.2. Pengetahuan

Dalam kamus bahasa Indonesia, disebutkan bahwa pengetahuan atau tahu

adalah mengerti sesudah melihat atau menyaksikan, mengalami atau diajar.

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

(Notoatmodjo, 2003).

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penilaian atau

(23)

Menurut Notoatmodjo (1993), pengetahuan mempunyai 6 (enam) tingkatan,

yakni :

1. Tahu (know).

Diartikan sebagai pengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya

(recall), termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bagian yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima.

2. Pemahaman (comprehension).

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang

objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi secara benar.

3. Aplikasi (application).

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat

diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan buku, rumus, metode, prinsip dlam

konteks atau situasi lain.

4. Analisis (analysis).

Analisis diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu

struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis).

Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam bentuk suatu keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

formulasi yang ada.

6. Evaluasi (evaluation).

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan

pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria

(24)

2.1.3. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Newcomb dalam Notoatmodjo (2003), salah

seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau

kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap

belum merupakan suatu tindakan akan tetapi merupakan predisposisi tindakan sikap

perilaku.

Ciri-ciri sikap adalah sebagai berikut :

1. Sikap seseorang tidak dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari

sepanjang perkembangan orang tersebut.

2. Sikap tidak berdiri sendiri melainkan senantiasa mengandung relasi terhadap

suatu objek. Dengan kata lain sikap terbentuk, dipelajari atau berubah

senantiasa berkenaan suatu objek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.

3. Sikap dapat berubah-ubah oleh karena itu dipelajari oleh sebagian orangtua

sebaliknya.

4. Objek sikap dapat merupakan satu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan

kumpulan dari hal-hal tersebut. Jadi sikap dapat berkenaan dengan satu objek

saja tetapi juga berkenaan dengan sederetan objek-objek yang serupa.

5. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sifat inilah yang

membedakan sikap dengan kecakapan-kecakapan atau

pengetahuan-pengetahuan yang dimilki seseorang (Notoatmodjo, 2003).

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini juga terdiri dari beberapa

tingkatan, yakni :

1. Menerima (receiving).

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus

yang diberikan (objek).

2. Merespon (responding).

Merespon diartikan bila seseorang memberikan jawaban/reaksi apabila

(25)

3. Menghargai (valuing).

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah

adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggungjawab (responsible).

Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala

resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Ini merupakan tingkatan sikap

yang paling tinggi.

2.1.4. Praktek atau Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour). Untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan factor

pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas.

Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak-pihak lain (Notoatmodjo, 2003). Setelah seseorang mengetahui stimulasi atau objek

kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapatan terhadap apa yang

diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan

apa yang diketahuinya.

Selanjutnya tingkat-tingkat tindakan secara teoritas adalah:

1. Persepsi (perception), mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.

2. Respon terpimpin (guided respons), dalam melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar, sesuai dengan contoh adalah merupakan praktik indicator

tingkat dua.

3. Mekanisme (mechanism), apabila seseorng telah dapat melakukan sesuatu dengan benar maka secara otomatis, atau sesutau itu sudah merupakan

kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat ketiga.

4. Adaptasi (adaptation), merupakan suatu tindakan yang sudah berkembang baik, artinya tindakan ini sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran

(26)

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan

mewawancarai terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari,

atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakakan atau kegiatan responden

(Notoatmodjo,2003).

2.2. Karakteristik Penjual Gorengan

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, menurut Sunaroyo (2006), perilaku

manusia timbulnya akibat adanya rangsangan (stimulus), baik dalam dirinya (internal)

maupun dari luar individu (eksternal).

Faktor internal mencakup yakni, pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi

motivasi, dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar.

Sedangkan faktor eksternal mencakup lingkungan sekitar, baik fisik maupun non fisik

antara lain iklim, manusia, sosial ekonomi, kebudayaan dan sebagainya.

Dalam penelitian ini yang menjadi faktor internal yang mempengaruhi

pembentukan perilaku penjual gorengan adalah karakteristik penjual gorengan yang

meliputi pendidikan, pendapatan dan pengeluaran. Faktor eksternal yang

mempengaruhi pembentukan perilaku penjual gorengan adalah sumber informasi

yang diperoleh yang meliputi media massa baik dalam bentuk elektronik maupun

tulisan dan teman sesama penjual gorengan.

2.3. Minyak Goreng

2.3.1. Pengertian Minyak Goreng

Minyak goreng terdiri dari asam lemak dan gliserol yang berasal dari lemak

tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan

biasanya digunakan untuk menggoreng bahan makanan. Minyak goreng berfungsi

sebagai penghantar panas, penambah rasa gurih, pembangkit flavor, membentuk

(27)

2.3.2. Jenis-jenis Minyak Goreng

Minyak goreng dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan (Ketaren,

2005) yaitu :

Berdasarkan ada atau tidaknya ikatan ganda dalam struktur molekulnya,

yakni :

1. Minyak dengan asam lemak jenuh (saturated fatty acids), minyak ini banyak mengandung asam lemak jenuh. Umumnya minyak jenuh terbuat dari hewani,

kecuali minyak sawit dan minyak kelapa. Minyak jenis ini cenderung

meningkatkan kolesterol dalam darah. Tetapi kelebihannya adalah minyak ini

relatif stabil dan tidak mudah rusak oleh panas. Karena itulah minyak jenis ini

paling dianjurkan sebagai minyak goreng.

2. Minyak dengan asam lemak tak jenuh tunggal (mono-unsaturated fatty acids/MUFA). Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan atom karbon rangkap yang mudah terurai dan bereaksi dengan senyawa lain, sampai mendapatkan

komposisi yang stabil berupa asam lemak jenuh. Minyak jenis ini tidak

meningkatkan kadar kolesterol dalam darah. Yang tergolong dalam minyak

jenis ini adalah minyak zaitun dan minyak kacang.

3. Minyak dengan asam lemak tak jenuh ganda (poly-unsaturated fatty acids). Semua minyak yang tergolong jenis ini berasal dari nabati, sehingga tidak

meningkatkan kadar kolestrol dalam darah, namun justru menurunkan. Jenis

minyak ini antara lain adalah minyak jagung, minyak biji kapas, minyak biji

matahari, minyak kedelai, minyak wijen dan minyak biji rami. Asam lemak

tak jenuh yang terkandung di dalamnya kaya akan asam lemak esensial yang

sangat diperlukan bagi kesehatan tubuh. Tetapi minyak jenis ini sangat tidak

stabil dan mudah rusak oleh panas. Jika asam lemaknya rusak karena panas

manfaatnya sudah tidak ada lagi bagi tubuh, oleh sebab itu tidak dianjurkan

(28)

4. Minyak dengan asam lemak trans (trans fatty acid). Asam lemak trans banyak terdapat pada lemak hewan, margarin, mentega, minyak terhidrogenasi, dan

terbentuk dari proses penggorengan. Lemak trans meningkatkan kadar

kolesterol jahat, menurunkan kadar kolesterol baik, dan menyebabkan

bayi-bayi lahir kurang bulan.

Berdasarkan sumbernya, diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Minyak goreng yang berasal dari tumbuhan (minyak nabati):

a. Biji-bijian palawija, yaitu minyak jagung, biji kapas, kacang, rape seed, wijen, kedelai, dan bunga matahari.

b. Kulit buah tanaman tahunan, yaitu minyak zaitun dan kelapa sawit.

c. Biji-bijian dari tanaman tahunan, yaitu kelapa, cokelat, inti sawit, cohume. 2. Minyak goreng yang berasal dari hewan yang terkenal

a. Tallow (minyak atau lemak berasal dari sapi). b. Lard (minyak atau lemak berasal dari babi).

c. Minyak ikan paus, salmon, sarden, menhaden jap, herring, shark, dog fish, ikan lumba-lumba, dan minyak purpoise.

2.3.3. Komposisi Minyak Goreng

Semua minyak tersusun atas unit-unit asam lemak. Jumlah asam lemak alami

yang telah diketahui ada dua puluh jenis asam lemak yang berbeda. Tidak ada satu

pun minyak atau lemak tersusun atas satu jenis asam lemak, jadi selalu dalam bentuk

campuran dari banyak asam lemak. Proporsi campuran perbedaan asam-asam lemak

tersebut menyebabkan lemak dapat berbentuk cair atau padat, bersifat sehat atau

membahayakan kesehatan, tahan simpan, atau mudah tengik. Komponen-komponen

lain yang mungkin terdapat, meliputi fosfolipid, sterol, vitamin dan zat warna yang

larut dalam lemak seperti klorofil dan karotenoid (Buckle dkk, 1987). Kandungan

karoten dalam kelapa sawit dapat mencapai 1000 ppm atau lebih, sedangkan

(29)

Rata-rata komposisi asam lemak minyak sawit, minyak kelapa dapat dilihat pada

tabel berikut.

Tabel 2.1 Komposisi Beberapa Asam Lemak dalam Tiga Minyak Nabati.

Asam Lemak Jumlah

Asam Lemak Tidak Jenuh:

Oleat 18 38-50 10-20 6

Linoleat 18 5-14 1-5 3

Linolenat 18 1 1-5 -

Sumber : Majalah Sasaran No.4, 1996

2.3.4. Sifat-Sifat Minyak Goreng

Minyak goreng meliputi sifat fisik dan kimia. Sifat fisik dan kimia minyak

goreng sangat dipengaruhi oleh komposisi asam lemak di dalamnya.

2.3.4.1. Sifat Fisik

Sifat fisik meliputi warna, bau, kelarutan, titik cair dan polymorphism, titik

didih, titik pelunakan, slipping point, shot melting point, bobot jenis, viskositas, indeks bias, titik kekeruhan, titik asap, titik nyala, dan titik api (Ketaran, 2005).

1. Warna, terdiri dari 2 golongan, golongan pertama yaitu zat warna alamiah,

seperti α dan β karoten (berwarna kuning), xantofil,(berwarna kuning

kecoklatan), klorofil (berwarna kehijauan) dan antosyanin(berwarna

kemerahan). Golongan kedua yaitu zat warna dari hasil degradasi zat warna

alamiah, yaitu warna gelap disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol

(30)

yang telah busuk atau rusak, warna kuning umumnya terjadi pada minyak

tidak jenuh.

2. Bau, terdapat secara alami dalam minyak dan juga terjadi karena

pembentukan asam-asam yang berantai sangat pendek.

3. Kelarutan, minyak tidak larut dalam air tetapi sedikit larut dalam alcohol,etil

eter, karbon disulfide dan pelarut-pelarut halogen.

4. Titik cair dan polymorphism, minyak tidak mencair dengan tepat pada suatu nilai temperature tertentu. Polymorphism adalah keadaan dimana terdapat lebih dari satu bentuk Kristal.

5. Titik didih (boiling point), titik didih akan semakin meningkat dengan bertambah panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut.

6. Titik lunak (softening point), dimaksudkan untuk identifikasi minyak tersebut. 7. Sliping point, digunakan untuk pengenalan minyak serta pengaruh kehadiran

komponen-komponenya.

8. Shot melting point, yaitu temperature pada saat terjadi tetesan pertama dari minyak atau lemak.

9. Bobot jenis, biasanya ditentukan pada temperature 25°C , dan juga perlu

dilakukan pengukuran pada temperature 40°C.

10. Viskositas dan indeks bias sangat mempengaruhi mutu minyak goreng.

Minyak goreng yang paling baik adalah minyak goreng yang mempunyai nilai

viskositas dan indeks bias yang besar.

11. Titik kekeruhan (turbidity point), ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran minyak dengan pelarut lemak.

12. Titik asap, titik nyala dan titik api, dapat dilakukan apabila minyak dipanaskan.

Merupakan criteria mutu yang penting dalam hubungannya dengan minyak

(31)

2.3.4.2. Sifat Kimia

Minyak adalah substansi dari tumbuhan dan hewan yang terdiri dari ester

gliseril dari asam lemak atau trigliserida yang tidak dapat larut dalam air. Trigliserida

dapat berwujud padat atau cair tergantung dari komposisi asam lemak yang

menyusunnya. Trigliserida yang berbentuk padat atau semi padat pada suhu ruangan

disebut lemak manakala yang berbentuk cair disebut minyak.

Terdapat beberapa proses yang berkaitan dengan sifat kimia minyak goreng

antara lain:

1. Hidrolisa, dalam reaksi hidrolisa, dengan adanya air, lemak dan minyak dapat

terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak. Reaksi ini dipercepat oleh basa,

asam, dan enzim-enzim.

2. Oksidasi, terjadinya kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak.

Terjadinya reaksi oksidasi akan mengakibatkan timbulnya bau dan rasa tengik

pada minyak dan lemak. Oksidasi minyak akan menghasilkan senyawa

aldehida, keton, hidrokarbon, alkohol, lakton serta senyawa aromatis yang

mempunyai bau tengik dan rasa getir

3. Hidrogenasi, proses hidrogenasi bertujuan untuk menumbuhkan ikatan

rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak.

4. Esterifikasi, terjadinya proses pengubahan asam-asam lemak dari trigliserida

dalam bentuk ester.

2.3.5. Proses Penyaringan Minyak Goreng

Minyak goreng yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah yang

berbahan baku minyak sawit (lebih dari 70 persen), diikuti dengan minyak kelapa.

Minyak sawit ada dua macam yaitu minyak sawit dan minyak inti sawit. Minyak

sawit berasal dari hasil pengepresan daging buah sawit yang menghasilkan CPO

(32)

logam dan kotoran lain. Oleh karena itu, perlu dilakukan proses penyaringan sehingga

menghasilkan minyak yang tidak berbau dan bebas kotoran lain.

Proses dasar pembuatan minyak goreng dari minyak sawit terdiri dari dua

tahap, yakni pemurnian dan fraksinasi (pemisahan). Proses pemurnian dilakukan

untuk menghilangkan kotoran, air, dan asam lemak bebas pada minyak sawit (proses

refining), dan warna (proses bleaching), serta bau (proses deodorizing) yang tidak diinginkan. Minyak sawit "murni" (refined, bleached, and deodorized palm oil atau RBDPO) kemudian diolah lebih lanjut dengan proses fraksinasi untuk memisahkan

fraksi cair (olein) dan fraksi padat (stearin). Fraksi olein (RBD Olein) inilah yang digunakan sebagai minyak goreng, sedangkan fraksi stearin biasanya digunakan

sebagai bahan baku untuk pembuatan margarin dan mentega putih (shortening) dan banyak digunakan di Industri disamping bahan baku untuk sabun dan detergent.

Pada proses pembuatan minyak goreng dari kelapa sawit terdapat dua fase

yang berbeda, yaitu fase padat (stearin) dan fase cair (olein). Proses penyaringan dua kali adalah sebutan untuk menjelaskan pemisahan minyak fase padat dari fase cair

tadi. Jadi agar stearinnya tidak terbawa, dilakukanlah double fractination atau penyaringan dua kali. Minyak goreng yang dikenal dengan istilah minyak goreng

curah umumnya hanya menggunakan satu kali proses fraksinasi, sehingga masih

mengandung fraksi padat stearin yang relatif lebih banyak dari minyak goreng

bermerek yang menggunakan dua kali proses fraksinasi. Oleh karena itu penampakan

minyak goreng curah tidak sejernih minyak goreng bermerek dan harganya juga jauh

lebih mudah daripada minyak goreng yang bermerek (Elisabeth, 2002).

2.3.6. Penggunaan dan Kualitas Minyak Goreng

Minyak goreng yang berkualitas dikatakan tidak boleh berbau dan sebaiknya

beraroma netral. Berbeda dengan lemak yang padat, dalam bentuk cair minyak

merupakan penghantar panas yang baik. Makanan yang digoreng tidak hanya menjadi

(33)

Suhu penggorengan yang dianjurkan biasanya berkisar antara 177°C sampai

201°C (Jonarson, 2004).

Kualitas minyak goreng sangat ditentukan oleh kandungan asam lemak dari

minyak tersebut karena asam lemak menentukan sifat kimia dan stabilitas minyak.

Apakah bersifat jenuh ataukah bersifat tidak jenuh. Pada proses menggoreng pasti

berhadapan dengan panas yang tinggi. Dengan demikian, minyak goreng dikatakan

berkualitas apabila mempunyai stabilitas yang tinggi terhadap panas. Asam lemak

jenuh mempunyai stabilitas yang tinggi terhadap panas. Banyaknya asam lemak tidak

jenuh (ikatan rangkap) dalam minyak goreng dapat dinyatakan dengan bilangan iodin

atau angka iodin. Minyak goreng yang berasal dari kelapa dan sawit memiliki angka

iodin yang lebih kecil dibandingkan angka iodin minyak yang berasal dari kedelai,

jagung, kacang tanah, biji kapas dan bunga matahari. Hal ini menunjukkan

kandungan asam lemak jenuh minyak kelapa dan sawit jauh lebih tinggi daripada

jenis minyak yang lain. Dengan demikian minyak untuk keperluan menggoreng lebih

baik menggunakan minyak yang berasal dari kelapa dan sawit (Aprilio, 2010).

Di samping itu, kualitas minyak goreng juga ditentukan oleh titik asapnya,

yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan

dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Titik asap suatu minyak goreng

tergantung dari kadar gliserol bebas. Makin tinggi titik asap, makin baik mutu minyak

goreng tersebut (Winarno dalam Jonarson, 2004).

Minyak goreng yang baik mempunyai sifat tahan panas, stabil pada cahaya

matahari, tidak merusak flavor hasil gorengan, sedikit gum, menghasilkan produk

dengan tekstur dan rasa yang bagus. Adapun standar mutu minyak goreng di

(34)

Tabel 2.2. Standar Mutu Minyak Goreng berdasarkan SNI 3741-1995.

No Kriteria Uji Persyaratan

1 Bau Normal 8 Bidangan peroksida Max 2 meq/Kg 9 Bidangan iodium 45-46

10 Bidangan penyabunan 196-206

11 Titik asap Min 200°c

2.3.7. Kerusakan Minyak Goreng

Kerusakan minyak selama proses menggoreng akan mempengaruhi kualitas

dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng. Minyak yang rusak akibat proses

oksidasi dan polimerisasi dalam proses pemanasan dengan suhu tinngi akan

menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak,

serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam

minyak (Ketaren, 2005).

Oksidasi minyak akan menghasilkan senyawa aldehida, keton, hidrokarbon,

alkohol, lakton, serta senyawa-senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik dan

rasa getir. Kerusakan minyak karena proses oksidasi terdiri dari enam tahap :

(35)

2. Proses oksidasi disusul dengan proses hidrolisa trigliserida karena adanya air.

Hal ini terbukti dari kenaikan jumlah asam lemak bebas dalam minyak.

3. Oksidasi asam-asam lemak berantai panjang.

4. Degradasi ester oleh panas.

5. Oksidasi asam lemak yang terikat pada posisi α dalam trigliserida.

6. Auto keton dan aldehida menjadi asam karboksilat.

Reaksi polimerisasi adisi dari asam lemak tidak jenuh akan mengakibatkan

pembentukan polimer selama proses menggoreng. Hal ini terbukti dengan

terbentuknya bahan menyerupai gum yang mengendap di dasar ketel atau wadah

penggorengan.

Kerusakan lemak dan minyak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa

tengik (off-odor atau off flavor) yang disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh proses autooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam minyak. Autooksidasi

dimulai dengan pembentukan faktor-faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti

cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam berat, dan

enzim-enzim lipoksidase. Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak

tidak jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap

tersebut disebabkan oleh pembentukan senyawa-senyawa hasil pemecahan

hidroperoksida. Menurut teori yang sampai kini masih dianut orang, sebuah atom

hidrogen yang terikat pada suatu atom karbon yang letaknya di sebelah atom karbon

lain yang mempunyai ikatan rangkap dapat disingkirkan oleh suatu kuantum energi

sehingga membentuk radikal bebas. Kemudian radikal ini dengan O2 membentuk

peroksida aktif yang dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak

stabil dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek

oleh radiasi energy tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim. Senyawa-senyawa

dengan rantai C lebih pendek ini adalah asam-asam volatil dan menimbulkan bau

(36)

Kerusakan minyak tidak dapat dicegah, namun dapat diperlambat dengan

memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhinya. Pertama, oksigen. Semakin

banyak oksigen semakin cepat teroksidasi; Kedua, ikatan rangkap. Semakin banyak

asam lemak tidak jenuhnya semakin mudah teroksidasi; Ketiga, suhu. Suhu

penggorengan dan penyimpanan yang tinggi akan mempercepat reaksi; Keempat,

cahaya serta ion logam tembaga (Cu2+) dan besi (Fe2+) yang merupakan faktor katalis

proses oksidasi; dan kelima, antioksidan. Semakin tinggi antioksidan ditambahkan

semakin tahan terhadap oksidasi. Untuk menghindari penurunan mutu akibat proses

oksidasi dapat menggunakan antioksidan. Antioksidan secara harpiah dapat diartikan

pencegah oksidasi dengan cara menurunkan konsentrasi oksigen (O2). Dengan

memperhatikan faktor penyebab, maka oksidasi ataupun ketengikan dapat

diperlambat. Proses ketengikan sangat dipengaruhi oleh adanya prooksidan dan

antioksidan. Prooksidan akan mempercepat terjadinya oksidasi, sedangkan

antioksidan akan menghambatnya (Winarno, 2002).

2.4. Minyak Jelantah

2.4.1. Pengertian Minyak Jelantah

Minyak jelantah juga disebut minyak goreng bekas ataupun minyak goreng

berulang kali. Jelantah adalah sebutan untuk minyak goreng yang telah berulangkali

digunakan. Selain penampakannya yang tidak menarik, coklat kehitaman, bau tengik,

jelantah sangat mempunyai potensi yang besar dalam membahayakan kesehatan

tubuh. Minyak jelantah kaya akan berbagai radikal bebas dan asam lemak bebas.

Terlalu sering mengkonsumsi minyak jelantah dapat mengganggu kesehatan misalnya,

meningkatkan potensi kanker, penyakit pembuluh darah dan sebagainya. Minyak

goreng paling tidak hanya boleh digunakan dua sampai empat kali menggoreng

(37)

2.4.2. Dampak Kesehatan

Minyak jelantah bukan hanya sebagai media transfer panas ke makanan, tetapi

juga sebagai makanan. Selama penggorengan sebagian minyak akan teradsorpsi dan

masuk ke bagian luar bahan yang digoreng dan mengisi ruangan kosong yang semula

diisi oleh air. Hasil penggorengan biasanya mengandung 5-40 % minyak.

Mengkonsumsi minyak yang rusak dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti

kanker, pengendapan lemak dalam pembuluh darah (artherosclerosis) dan penurunan nilai cerna lemak dan lain-lain (Wijana dkk., 2005).

Minyak goreng yang biasa dipakai oleh rumah tangga atau industri makanan

sedunia adalah minyak kelapa sawit dan minyak kedelai (Oil World, 2002 dalam Nazrum AS dkk, 2007). Biasanya, minyak goreng digunakan secara berulang kali

dengan alasan penghematan biaya. Minyak goreng digunakan berulang kali akan

mengubah warna, bau, rasa dan konsistensinya.Menurut Ketaren (2005), tanda awal

dari kerusakan minyak goreng adalah terbentuknya akrolein pada minyak goreng.

Akrolein ini dapat menyebabkan rasa gatal serta tidak nyaman pada bagian

tenggorokan pada saat mengkonsumsi makanan yang digoreng menggunakan minyak

jelantah. Akrolein terbentuk dari hidrasi gliserol yang membentuk aldehida tidak

jenuh atau akrolein.

Selama proses penggorengan terutama pemanasan pada suhu tinggi, lipid

khususnya lemak tak jenuh ganda asam (PUFA) akan mengalami oksidasi, hidrolisis dan polimerisasi kemudian terjadi penghansilan produk degradasi wolatil dan

non-vonlatil (Nazrum AS dkk, 2007). Minyak jelantah juga memiliki kandungan radikal

bebas dan asam lemak bebas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan minyak

yang satu kali pakai (Cuesta, Sanchez-Muniz & Varela, 1998; Dobarganes,

Marquez-Ruiz & Velasco, 2000 dalam Nazrun AS dkk,2007). Sekitar sepertiga dari minyak

goreng tersebut dapat diabsorbsi oleh bahan pangan selama proses penggorengan

(Mekhta & Swinburn, 2001 dalam Nazrun AS dkk, 2007). Produk-produk degradasi

boleh masuk ke sirkulasi sistemik ketika makanan gorengan dikonsumsi. Kemudian

(38)

risiko terjadinya hipertensi, endotel disfungsi dan peningkatan lipoprotein oksidasi

(Grootveld et al, 1998 Nazrun AS dkk, 2007).

Tingginya kandungan asam lemak tak jenuh menyebabkan minyak mudah

rusak oleh proses penggorengan, karena selama proses menggoreng minyak akan

dipanaskan secara terus menerus pada suhu tinggi serta terjadinya kontak dengan

oksigen dari udara luar yang memudahkan terjadinya reaksi oksidasi pada minyak

(Ketaren dalam Sartika, 2009).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sartika (2009) tentang pengaruh suhu

dan lama proses menggoreng terhadap pembentukan asam lemak trans. Asam lemak

trans (elaidat) baru terbentuk setelah proses menggoreng setelah penggulangan kali ke-2, dan kadarnya akan semakin meningkat sejalan dengan penggunaan minyak.

Asam lemak trans dapat meningkatkan kolesterol low density lipoprotein (K-LDL)

dan menurunkan kolesterol high density lipoprotein (K-HDL), akibatnya akan

menyebabkan dislipidemia dan arterosklerosis yang ditandai dengan adanya timbunan

atau endapan lemak pada pembuluh darah. Timbunan lemak ini akan menyumbat

aliran darah pada beberapa bagian tubuh seperti jantung dan otak. Bila penyumbatan

terjadi di jantung akan menyebabkan jantung koroner dan bila penyumbatan terjadi di

otak akan menyebabkan stroke (Sartika, 2007).

Penggunaan minyak goreng jelantah secara berulang-ulang dapat

membahayakan kesehatan tubuh karena pada saat pemanasan akan terjadi proses

degradasi, oksidasi dan dehidrasi dari minyak goreng. Proses tersebut dapat

membentuk radikal bebas dan senyawa toksik yang bersifat racun. (Rukmini, 2007).

Konsumsi minyak jelantah telah terbukti dapat menimbulkan dampak negatif

pada struktur tulang dan sel-sel tulang tikus uji. Stres oksidatif akibat konsumsi

minyak goreng jelantah akan mengganggu metabolisme tulang dengan mengaktivasi

osteoclast tulang secara in vivo dan in vitro. Proses tersebut akan meningkatkan resorpsi tulang, akhirnya akan menyebabkan penyakit osteoporosis (Nazrum AS dkk,

(39)

Menurut Ketaren (2005), minyak goreng sangat mudah untuk mengalami

oksidasi. Maka, minyak jelantah telah mengalami penguraian molekul-molekul,

sehingga titik asapnya turun drastis, dan bila disimpan dapat menyebabkan minyak

menjadi berbau tengik. Bau tengik dapat terjadi karena penyimpanan yang salah

dalam jangka waktu tertentu menyebabkan pecahnya ikatan trigliserida menjadi

gliserol dan FFA (free fatty acid) atau asam lemak jenuh. Selain itu, minyak goreng ini juga sangat disukai oleh jamur aflatoksin. Jamur ini dapat menghasilkan racun

aflatoksin yang dapat menyebabkan penyakit pada hati (Aprilio, 2010).

Berdasarkan penelitian juga disebutkan adanya senyawa karsinogen dalam

minyak jelantah, dibuktikan dari bahan pangan berlemak teroksidasi yang dapat

mengakibatkan pertumbuhan tumor atau kanker. Kerusakan minyak goreng yang

berlangsung selama penggorengan yang berulang kali akan menurunkan nilai gizi dan

berpengaruh terhadap mutu dan nilai bahan pangan yang digoreng, bahan pangan

yang digoreng dengan menggunakan minyak yang telah rusak akan mempunyai

tekstur dan penampakan yang kurang menarik serta cita rasa dan bau yang kurang

(40)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan pada masalah dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini,

maka kerangka konsep penelitian mengenai Karakteristik, Pengetahuan, Sikap dan

Tindakan Penjual Gorengan tentang Penggunaan Minyak Goreng di Kawasan

Kampus USU Medan pada Tahun 2011, dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik, Pengetahuan, Sikap dan Tindakan

Penjual Gorengan tentang Penggunaan Minyak Goreng.

3.2. Definisi Operasional 3.2.1. Definisi

1. Penjual gorengan adalah orang yang melakukan kegiatan produksi, peredaran

dan perdagangan gorengan yang menjadi responden dalam penelitian ini.

2. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuhi oleh

responden.

3. Penghasilan bersih adalah jumlah seluruh uang yang diperoleh oleh penjual

gorengan dari menjual gorengan dalam satu hari ditolak dengan jumlah

seluruh uang yang dikeluarkan oleh penjual gorengan untuk perniagaannya

dalam satu hari.

Karakteristik Penjual Gorengan

 Pendidikan

 Penghasilan Bersih  Sumber Informasi

Penggunaan Minyak Goreng

 Pengetahuan  Sikap

(41)

4. Minyak goreng adalah berasal dari tumbuhan atau hewan yang berbentuk cair

dalam suhu kamar yang digunakan untuk menggoreng bahan makan.

5. Penggunaan minyak goreng berulang adalah menggunakan minyak goreng

secara berulang kali atau adanya proses pemanasan yang berulang kali.

6. Sumber informasi merupakan faktor-faktor yang dari luar responden,

mencakup media massa, teman, dan petugas kesehatan.

7. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh penjual tentang

penggunaan minyak goreng.

8. Sikap adalah tanggapan dan pandangan penjual gorengan tentang penggunaan

minyak goreng.

9. Tindakan adalah hal-hal yang dilakukan oleh penjual gorengan tentang

penggunaan minyak goreng.

3.2.2. Cara Ukur

1. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh penjual tentang

penggunaan minyak goreng. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner.

Responden ditanyakan dengan 15 pertanyaan setiap pertanyan yang benar

diberi nilai 1 dan salah diberi nilai 0, sehingga nilai tertinggi adalah 15.

Berdasarkan jumlah skor, selanjutnya tingkat pengetahuan responden

dikategorikan sebagai pengetahuan baik, sedang, atau kurang. Skala

pengukuran yang digunakan adalah ordinal.

Untuk semua pertanyaan:

- Pilihan jawaban yang paling benar memiliki nilai 1.

- Pilihan jawaban yang salah memiliki nilai 0.

2. Sikap adalah tanggapan dan pandangan penjual gorengan tentang penggunaan

minyak goreng. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner, diukur dengan 15

Pertanyaan. Penilaian diberikan dengan angka 1 jika responden setuju dan

angka 0 jika tidak setuju, sehingga nilai tertinggi adalah 15 dan yang terendah

(42)

Berdasarkan jumlah skor, selanjutnya tingkat pengetahuan responden

dikategorikan sebagai sikap baik, sedang, atau kurang. Skala pengukuran yang

digunakan adalah ordinal.

Untuk semua pertanyaan:

- Pilihan jawaban setuju memiliki nilai 1.

- Pilihan jawaban tidak setuju memiliki nilai 0.

3. Tindakan adalah hal-hal yang dilakukan oleh penjual gorengan tentang

penggunaan minyak goreng. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner,

diukur dengan 15 pertanyaan. Penilaian diberikan dengan angka 1 jika

responden setuju dan angka 0 jika tidak setuju, sehingga nilai tertinggi adalah

15 dan yang terendah adalah 0. Skala pengukuran yang digunakan adalah

ordinal. Berdasarkan jumlah skor, selanjutnya tingkat pengetahuan responden

dikategorikan sebagai tindakan baik, sedang, atau kurang.

Untuk semua pertanyaan:

- Pilihan jawaban benar memiliki nilai 1.

(43)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif, yang

diharapkan untuk dapat memberikan gambaran karakteristik, pengetahuan, sikap dan

tindakan penjual gorengan tentang penggunaan minyak goreng di kawasan kampus

USU, Medan pada tahun 2011. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini

adalah cross sectional study.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di kawasan Kampus USU, Medan. Adapun batasan

lokasi penelitian meliputi: lingkungan dalam kampus, seperti kantin dan warung

makan; lingkungan luar kampus yaitu sepanjang Jalan Dr. Mansyur (pintu 1 – pintu 4)

dan Jalan Jamin Ginting (pintu sumber – simpang USU). Dengan alasan pemilihan

lokasi adalah:

1. Di dalam kawasan dan sekitar Kampus USU, Medan, terdapat cukup banyak

penjual gorengan, dan konsumen makanan gorengan banyak terdiri dari

mahasiswa USU. Oleh karena itu, sangat penting kita mengetahui perilaku

penjual gorengan terhadap penggunaan minyak goreng

2. Belum pernah ada penelitian tentang karakteristik, pengetahuan, sikap dan

tindakan penjual gorengan tentang penggunaan minyak goreng di kawasan

Kampus USU, Medan.

4.2.2. Waktu Penelitian

(44)

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah penjual gorengan yang berada di

kawasan Kampus USU, Medan dan sekitarnya. Berdasarkan data yang diperoleh dari

hasil pengamatan dan penghitungan oleh peneliti pada tanggal 2 Mei 2011, terdapat:

A. Penjual gorengan yang berada di kawasan USU berjumlah 16.

B. Penjual gorengan yang berada di sepanjang Jalan Dr. Mansyur (pintu 1 –

pintu 4) dan Jalan Jamin Ginting (pintu sumber – simpang USU) berjumlah 15.

Total keseluruhan penjual gorengan adalah 31.

4.3.2. Sampel

Sampel adalah semua populasi dari penelitian ini, yaitu penjual gorengan

yang berada di kawasan Kampus USU, Medan dan sekitarnya pada tahun 20011

(total sampling) (Madiyono et al., 2008).

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, pengambilan data telah dilakukan dengan memberikan

self administered questionnaires (kuesioner) kepada responden. Pengisian kuesioner dilakukan saat itu juga ketika peneliti melakukan kunjungan, agar didapat respons

yang cukup baik. Kuesioner dijelaskan secara menyeluruh sampai benar-benar

dimengerti dan dapat diisi secara benar oleh responden sehingga memberikan

kemudahan bagi responden dalam melakukan pengisian kuesioner secara tepat dan

lengkap.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Kuesioner.

2. Alat tulis.

Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai alat penelitian untuk

mendapatkan data dari responden berupa pertanyaan. Pengumpulan data dilakukan

(45)

4.5. Aspek Pengukuran

Pengukuran pengetahuan, sikap dan tindakan didasarkan pada jawaban

responden dari semua pertanyaan yang diberikan. Adapun kriteria penilaian adalah

penilaian tiga kategori, “Baik”, “Sedang” dan “Kurang” yang diperoleh dari total skor dibagi tiga sama besar (Arikunto, 2000):

1. Kategori baik adalah apabila responden mendapat nilai > 66% dari total skor.

2. Kategori sedang adalah apabila responden mendapat nilai 33-66% dari total

skor.

3. Kategori buruk adalah apabila responden mendapat nilai < 33% dari total skor.

4.5.1. Pengetahuan

Pengetahuan responden diukur dengan menjumlahkan skor dari tiap-tiap

pertanyaan dalam kuesioner. Pertanyaan berjumlah 15 pertanyaan dengan skor

tertinggi adalah 1 dan skor terendah adalah 0. Maka didapat total skor tertinggi adalah

15 dan skor terendah adalah 0. Berdasarkan jumlah skor, selanjutnya tingkat

pengetahuan responden dikategorikan sebagai berikut:

1. Kategori pengetahuan baik apabila responden dapat menjawab pertanyaan

dengan total skor > 10.

2. Kategori pengetahuan sedang apabila responden dapat menjawab pertanyaan

dengan total skor 5-10.

3. Kategori pengetahuan kurang apabila responden dapat menjawab pertanyaan

dengan total skor < 5.

4.5.2. Sikap

Sikap dari responden diukur dengan menjumlahkan skor dari tiap-tiap

pertanyaan dalam kuesioner. Ada 15 pertanyaan dengan skor tertinggi adalah 1 dan

skor terendah adalah 0. Maka didapat total skor tertinggi adalah 15 dan skor terendah

Gambar

Tabel 2.1 Komposisi Beberapa Asam Lemak dalam Tiga Minyak Nabati.
Tabel 2.2. Standar Mutu Minyak Goreng berdasarkan SNI 3741-1995.
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik, Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Penjual Gorengan tentang Penggunaan Minyak Goreng
Gambar 5.1. Sebaran Karakteristik Responden Menurut Umur
+7

Referensi

Dokumen terkait