Karakteristik Pengetahuan Sikap dan Tindakan
Penjual Gorengan tentang Penggunaan Minyak Goreng
di Kawasan Kampus Universitas Sumatera Utara Medan
pada Tahun 2011
Oleh :
LAU WEI LIN
080100288
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Karakteristik Pengetahuan Sikap dan Tindakan
Penjual Gorengan tentang Penggunaan Minyak Goreng
di Kawasan Kampus Universitas Sumatera Utara Medan
pada Tahun 2011
KARYA TULIS ILMIAH
Oleh :
LAU WEI LIN
080100288
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Karakteristik Pengetahuan Sikap dan Tindakan Penjual Gorengan
tentang Penggunaan Minyak Goreng di Kawasan Kampus
Universitas Sumatera Utara Medan pada Tahun 2011
Nama : Lau Wei Lin NIM : 080100288
Pembimbing Penguji I
(Nenni Dwi A, Lubis, SP, MSi) (dr. Zaimah Z. Tala, MS, Sp.GK)
NIP: 19760410200312 2 002 NIP: 19670505 199203 2 001
Penguji II
(Prof. Dr. dr. Rozaimah Zain Hamid, MS, SpFK )
NIP: 19530417 198003 2 001
Medan, Desember 2011 Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara
ABSTRAK
Minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia dan sebagai sumber utama lemak (fat). Minyak goreng adalah satu kebutuhan pokok masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan digunakan sebagai media penggoreng bahan pangan. Harga minyak goreng yang semakin meningkat setiap tahunnya membuat penjual gorengan untuk kembali mengelola pengeluaran untuk kebutuhannya, salah satu cara yang sering digunakan adalah dengan menggunakan minyak goreng hingga berulang kali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik, pengetahuan, sikap dan tindakan penjual gorengan tentang penggunaan minyak goreng di kawasan Kampus USU Medan pada tahun 2011.
Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah penjual gorengan di kawasan Kampus USU Medan pada tahun 2011. Besar sampel adalah sebanyak 31 orang. Pengambilan data dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada semua responden penelitian, Penyajian data dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 12 orang (38.7%) berumur 30-39 tahun. Sebanyak 20 orang (64.5%) adalah responden perempuan. Pendidikan responden paling banyak adalah tamat SMP yaitu sebanyak 12 orang (38.7%). Penghasilan bersih responden sehari paling banyak adalah antara Rp100.000 – Rp250.000 sebanyak 16 orang (51.6%).Pada kategori pengetahuan responden berada pada tingkatan baik sebanyak 15 orang (68%). Kategori sikap responden yang berada pada tingkatan baik yaitu sebanyak 20 orang (65%). Kategori tindakan responden yang berada pada tingkatan baik yaitu sebanyak 7 orang (22.6%).
ABSTRACT
Oil is a food substance that is important to maintain health of the human body and as a main source of fat. Cooking oil is also one of basic needs that are often used by people and is used as a medium for frying food. Cooking oil prices increased every year make hawker manage expenditures for their needs. One of the ways that are often used is using cooking oil several times without knowing the health impacts caused.
This study was conducted to apprehend the characteristics, knowledge, attitude and practices of hawker regarding the use of cooking oil in Campus USU Medan in 2011.
This research was conducted using descriptive research methode, the approach used in this study design was a cross sectional study and sampling by using total consecutive sampling. Sample size is 31 people. Data is collected by giving questionnaire to all the respondents. Data is presented by using frequency distribution tables.
This studies results showed that as many as 12 respondents (38.7%) are aged between 30-39 years. 20 respondents (64.5%) are female. A total of 12 respondents (38.7%) are graduated from junior high school. The maximum net income for the respondents in a day is between Rp100,000 - Rp250.000 and there are as many as 16 respondents (51.6%). Results also showed that the level of respondent’s knowledge majority are at good category that is 15 people (68%) . Level of attitude at good category is 20 people (65%). Level of practices at good category is 7 people (22.6%).
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini, yang
berjudul “Karakteristik, Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Penjual Gorengan tentang Penggunaan Minyak Goreng di Kawasan Kampus USU Medan pada Tahun 2011”.
Dalam penyelesaian penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis telah banyak
menerima bantuan, dukungan, serta bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan
ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya
kepada:
1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Nenni Dwi Aprianti Lubis, SP, MSi selaku dosen pembimbing penulis yang
telah banyak membantu dan memberikan saran-saran selama penulisan karya
tulis ilmiah, sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.
3. Para staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
4. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan dan nasihat kepada
penulis.
5. Seluruh rekan mahasiswa/ mahasiswi yang telah membantu memberikan saran
dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
Untuk seluruh bantuan baik moral atau materil yang diberikan kepada penulis
selama ini, penulis ucapkan terima kasih dan semoga Tuhan membalas dengan pahala
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna.
Untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis
ilmiah ini dapat berguna bagi semua pihak.
Medan, 21 Desember 2011
---
LAU WEI LIN
DAFTAR ISI
H a l a m a n
Lembar Pengesahan………...…..……….….………….ii
Abstrak………....iii
2.1.1. Pengertian Perilaku……….…..……….6
2.1.2. Pengetahuan..….………..………….……….7
2.1.3. Sikap………...…..……….9
2.1.4. Praktek atau Tindakan………..………..10
2.2. Karakteristik Penjual Gorengan.………...……….11
2.3. Minyak Goreng……….……….……….11
2.3.1. Pengertian Minyak Goreng………..………...………….11
2.3.2. Jenis-Jenis Minyak Goreng…………...………12
2.3.3. Komposisi Minyak Goreng……….……….13
2.3.4. Sifat-Sifat Minyak Goreng……….……….14
2.3.4.1. Sifat Fisik………..………...14
2.3.4.2. Sifat Kimia………..……….15
2.3.5. Proses Penyaringan Minyak Goreng………..….…16
2.3.6. Penggunaan dan Kualitas Minyak Goreng………….…..…...17
2.3.7. Kerusakan Minyak Goreng………...………...19
2.4.1. Pengertian Minyak Jelantah………..….……...21
2.4.2. Dampak Kesehatan………...………...21
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian………..…………..……..………24
3.2. Definisi Operasional……….………...………...………24
3.2.1. Definisi………...………….………24
3.2.2. Cara Ukur………...…..………25
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian……….………..………27 4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian………..………27 4.2.1. Lokasi Penelitian………...………..………27 4.2.2. Waktu Penelitian………..………27 4.3. Populasi dan Sampel……….………..………28 4.3.1. Populasi……….………..……….28 4.3.2. Sampel………...……..………28 4.4. Teknik Pengumpulan Data…………..………..……….28 4.5. Aspek Pengukuran………..…………..………..29
4.5.1. Pengetahuan……….………..………..29
4.5.2. Sikap……….………..……….29
4.5.3. Tindakan………...………...30
4.6. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner………30
4.7. Pengolahan dan Analisis Data………..…………..31
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian 5.1.1. Lokasi Penelitian……….……32
5.1.2. Karakteristik Responden……….………...32
5.1.3. Informasi Penggunaan Minyak Goreng………...35
5.1.3.1. Ketersediaan Informasi………...35
5.1.3.2. Sumber Informasi………...………35
5.1.4. Pengetahuan Responden………..36
5.1.5. Sikap Responden……….37
5.1.6. Tindakan Responden………...37
5.1.7. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pengetahuan………..38
5.1.8. Hubungan Ketersediaan Informasi dengan Pengetahuan……39
5.1.9. Hubungan Sumber Informasi dengan Pengetahuan………….39
5.1.10. Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden...40
5.1.10.1. Hubungan Pengetahuan dengan Sikap………..40
5.1.10.2. Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan…………41
5.1.10.3. Hubungan Sikap dengan Sikap……….42
5.2.2. Sumber Informasi………43
5.2.3. Pengetahuan Responden………..44
5.2.4. Sikap Responden……….45
5.2.5. Tindakan Responden………...46
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan……….……....47
6.2. Saran………...48
DAFTAR PUSTAKA………..………...49
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 2.1. Komposisi Beberapa Asam Lemak dalam Tiga Minyak Nabati……14
Tabel 2.2. Standar Mutu Minyak Goreng berdasarkan SNI 3741-1995. ……...18
Tabel 5.1. Sebaran Pengetahuan Responden Menurut Tingkat Pendidikan…….38
Tabel 5.2. Sebaran Pengetahuan Responden Menurut Ketersediaan Informasi...39
Tabel 5.3. Sebaran Pengetahuan Responden Menurut Sumber Informasi……...40
Tabel 5.4. Sebaran Pengetahuan Responden Menurut Sikap Responden………41
Tabel 5.5. Sebaran Pengetahuan Responden Menurut Tindakan Responden…...41
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian. ………24
Gambar 5.1. Sebaran Karakteristik Responden Menurut Umur………...33
Gambar 5.2. Sebaran Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin…………..33
Gambar 5.3. Sebaran Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan…….34
Gambar 5.4. Sebaran Karakteristik Responden Menurut Penghasilan Bersih Sehari………...34
Gambar 5.5. Sebaran Responden Menurut Ketersediaan Informasi tentang Penggunaan Minyak Goreng………...35
Gambar 5.6. Sebaran Responden Menurut Sumber Informasi……….36
Gambar 5.7. Sebaran Responden Menurut Pengetahuan……….36
Gambar 5.8. Sebaran Responden Menurut Sikap……….37
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup.
Lampiran 2. Lembar Inform Consent.
Lampiran 3. Lembar Pernyataan Persetujuan setelah Penjelasan (Inform Consent)
Kesedian mengikut Penelitian.
Lampiran 4. Kuisioner Penelitian Karakteristik, Pengetahuan, Sikap dan Tindakan
Penjual Gorengan tentang Penggunaan Minyak Goreng di Kawasan
USU Medan pada Tahun 2011.
Lampiran 5. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Lampiran 6. Surat Pernyataan Validitas
Lampiran 7. Data Responden
ABSTRAK
Minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia dan sebagai sumber utama lemak (fat). Minyak goreng adalah satu kebutuhan pokok masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan digunakan sebagai media penggoreng bahan pangan. Harga minyak goreng yang semakin meningkat setiap tahunnya membuat penjual gorengan untuk kembali mengelola pengeluaran untuk kebutuhannya, salah satu cara yang sering digunakan adalah dengan menggunakan minyak goreng hingga berulang kali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik, pengetahuan, sikap dan tindakan penjual gorengan tentang penggunaan minyak goreng di kawasan Kampus USU Medan pada tahun 2011.
Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah penjual gorengan di kawasan Kampus USU Medan pada tahun 2011. Besar sampel adalah sebanyak 31 orang. Pengambilan data dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada semua responden penelitian, Penyajian data dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 12 orang (38.7%) berumur 30-39 tahun. Sebanyak 20 orang (64.5%) adalah responden perempuan. Pendidikan responden paling banyak adalah tamat SMP yaitu sebanyak 12 orang (38.7%). Penghasilan bersih responden sehari paling banyak adalah antara Rp100.000 – Rp250.000 sebanyak 16 orang (51.6%).Pada kategori pengetahuan responden berada pada tingkatan baik sebanyak 15 orang (68%). Kategori sikap responden yang berada pada tingkatan baik yaitu sebanyak 20 orang (65%). Kategori tindakan responden yang berada pada tingkatan baik yaitu sebanyak 7 orang (22.6%).
ABSTRACT
Oil is a food substance that is important to maintain health of the human body and as a main source of fat. Cooking oil is also one of basic needs that are often used by people and is used as a medium for frying food. Cooking oil prices increased every year make hawker manage expenditures for their needs. One of the ways that are often used is using cooking oil several times without knowing the health impacts caused.
This study was conducted to apprehend the characteristics, knowledge, attitude and practices of hawker regarding the use of cooking oil in Campus USU Medan in 2011.
This research was conducted using descriptive research methode, the approach used in this study design was a cross sectional study and sampling by using total consecutive sampling. Sample size is 31 people. Data is collected by giving questionnaire to all the respondents. Data is presented by using frequency distribution tables.
This studies results showed that as many as 12 respondents (38.7%) are aged between 30-39 years. 20 respondents (64.5%) are female. A total of 12 respondents (38.7%) are graduated from junior high school. The maximum net income for the respondents in a day is between Rp100,000 - Rp250.000 and there are as many as 16 respondents (51.6%). Results also showed that the level of respondent’s knowledge majority are at good category that is 15 people (68%) . Level of attitude at good category is 20 people (65%). Level of practices at good category is 7 people (22.6%).
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di negara-negara yang sedang berkembang, minyak goreng adalah satu
kebutuhan pokok masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan ia
sebagai sumber utama lemak (fat). Jenis dan jumlah minyak goreng yang kita konsumsi sehari-hari sangat erat kaitannya dengan kesehatan kita. Minyak goreng
yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah yang berbahan baku minyak sawit
( >70% ), diikuti dengan minyak kelapa (Elisabeth, 2002).
Minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh
manusia, khususnya minyak nabati. Hal ini dikarenakan, selain mengandung
asam-asam lemak essensial, minyak juga berfungsi sebagai pelarut vitamin A, D, E, dan K.
Minyak goreng adalah minyak yang digunakan untuk menggoreng makanan, dapat
bersumber dari tanaman, misalnya minyak zaitun, minyak jagung, minyak kelapa,
dan minyak biji bunga matahari. Minyak juga dapat bersumber dari hewan, misalnya
minyak sapi, kambing, ikan sarden, ikan paus dan lain-lain. Minyak goreng
merupakan salah satu angota dari senyawa lipid netral, yaitu senyawa yang tidak larut
dalam air. Minyak goreng diperoleh dengan cara memurnikan minyak nabati, dengan
tujuan menghilangkan bahan-bahan logam, bau, asam lemak bebas dan zat warna
(SNI 01-3741-1995).
Minyak merupakan medium penggoreng bahan pangan yang banyak
dikonsumsi masyarakat luas. Kurang lebih 290 juta ton minyak dikonsumsi setiap
tahunnya. Ia sering kali ditambahkan ke bahan makanan dengan berbagai tujuan,
salah satunya sebagai media penghantar panas atau untuk menggoreng seperti minyak
goreng. Fungsi minyak goreng selain sebagai media penghantar panas, juga untuk
menambah nilai kalori, memperbaiki tekstur dan cita rasa dari bahan pangan
(Winarno, 1992). Minyak sebagai sumber kalori yang tinggi, di dalam tubuh, minyak
Pengolahan bahan pangan dengan minyak goreng juga dapat membentuk aroma dan
rasa dari bahan pangan tersebut akibat adanya pemanasan protein, karbohidrat, lemak
dan komponen minor lainnya di dalam suatu bahan pangan yang digoreng (Ketaren,
2005).
Masyarakat Indonesia biasanya menggunakan cara deep frying dalam menggoreng bahan makanan, yaitu dengan merendam seluruh bahan makanan dalam
minyak panas. Dengan cara tersebut, akan diperoleh minyak goreng bekas. Minyak
goreng bekas tersebut biasanya akan digunakan kembali untuk menggoreng bahan
makanan yang lain dengan atau tanpa menambahkan sedikit minyak goreng yang
baru pada minyak goreng bekas. Minyak goreng bekas yang digunakan secara
berulang kali tersebut, biasa disebut sebagai minyak jelantah (Fransiska, 2010).
Prosedur pembuatan minyak jelantah akan mengakibatkan terjadinya reaksi
oksidasi pada minyak, minyak tersebut akan mengalami perubahan baik secara fisik
atau kimia yakni dengan adanya perubahan warna dari bening menjadi berwarna
gelap dan berbau tengik, serta secara kimiawi mengalami perubahan reaksi hidrolis,
oksidasi termal dan polimerasi termal kemudian terjadi penghasilan produk degradasi
volatil dan non-volatil (Cuesta et al, 1988; Dobarganes et al, 2000 dalam A.S. Nazrun;
C.M. Chew; M. Norazlina; J. Kamsiah, 2007). Minyak jelantah juga dapat
mengandung senyawa-senyawa radikal seperti hidroperoksida dan peroksida.
Senyawa-senyawa radikal tersebut bersifat karsinogenik, oleh karena itu pemakaian
minyak goreng yang berkelanjutan dapat mengganggu kesehatan manusia dengan
menyebabkan penyakit seperti tumor atau kanker.
Menurut hasil kajian dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan, serta kajian
dari pakar kesehatan terhadap penggunaan minyak berulang kali dapat memberikan
dampak pada gangguan kesehatan. Pemanasan minyak goreng yang berulang kali
(lebih dari 2 kali) pada suhu tinggi (160° derajat C sampai dengan 180° derajat C)
akan mengakibatkan hidrolisis lemak menjadi asam lemak bebas yang mudah
dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, misalnya: kerusakan liver, ginjal, saluran
cerna maupun sel endothelial aorta (Takeoka dkk, 1996 dalam Fransiska, 2010).
Peristiwa oksidasi terbentuk akibat pemakaian minyak goreng secara berulang
kemudian akan terjadi penghasilan senyawa peroksida dan akrolein. Peroksida akan
membentuk persenyawaan lipoperoksida secara nonenzimatis dalam otot usus dan
mitochondria. Lipoperoksida dalam aliran darah dapat mengakibatkan denaturasi
lipoprotein yang mempunyai kerapatan rendah dan jika lipoprotein mengalami
denaturasi, akan mengakibatkan deposisi lemak dalam pembuluh darah sehingga
terbentuk atherosclerosis, akhirnya menyebab penyumbatan pembuluh darah (Ketaren, 2005). Akrolein, yakni sejenis aldehid, jika terkonsumsi dapat
menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan.
Penggunaan minyak goreng secara berulang kali tidak dianjurkan dan
berbagai penelitian telah banyak dilakukan oleh para peneliti, yang membukitkan
dampak negatif dari minyak goreng jelantah. Walaupun demikian, masih banyak
orang yang belum tahu cara menggunakan minyak goreng yang baik dan benar. Tidak
hanya pedagang-pedagang kaki lima yang sering menggunakan minyak goreng
jelantah, bahkan dalam dapur keluarga pun sering tanpa sadar kita menggunakan
minyak goreng secara berulang. Alasan mereka sangat beragam namun umumnya
karena penghematan.
Menurut penelitian dari Sudaryati Etti dan Albiner Siagian (2002)
mengatakan bahwa pengetahuan produsen(penjual gorengan) dan konsumen jajanan
gorengan mengenai pemanfaatan minyak goreng dan akibat samping yang
ditimbulkan terbesar termasuk dalam kategori kurang yaitu 94,4% produsen dan 77,8%
konsumen. Untuk sikap, yang terbanyak pada produsen adalah sedang (77,8%) dan
pada konsumen adalah baik (75%). Untuk tindakan, frekuensi pemakaian minyak
goreng ≥3 kali pada produsen semuanya berpengetahuan kurang(100%), pada
produsen yang memakai minyak goreng 2 kali hanya 12,5% yang berpengetahuan
menggunakan minyak goreng berulang kali, meskipun hal ini tidak dianjurkan. Oleh
karena itu, penelitian ini dicadangkan dan dilakukan untuk melihat bagaimana
karateristik, pengetahuan, sikap dan tindakan penjual gorengan tentang penggunaan
minyak goreng di kawasan Kampus USU Medan pada tahun 2011.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut: bagaimanakah karakteristik, pengetahuan, sikap, dan tindakan
penjual gorengan tentang penggunaan minyak goreng di kawasan Kampus USU
Medan tahun 2011.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umun
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik, pengetahuan,
sikap, dan tindakan penjual gorengan tentang penggunaan minyak goreng di kawasan
Kampus USU Medan pada tahun 2011.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui karakteristik penjual gorengan tentang penggunaan
minyak goreng di kawasan Kampus USU Medan pada tahun 2011.
2. Untuk mengetahui pengetahuan penjual gorengan tentang penggunaan
minyak goreng di kawasan Kampus USU Medan pada tahun 2011.
3. Untuk mengetahui sikap penjual gorengan tentang penggunaan minyak
goreng di kawasan Kampus USU Medan pada tahun 2011.
4. Untuk mengetahui tindakan penjual gorengan tentang penggunaan minyak
goreng di kawasan Kampus USU Medan pada tahun 2011.
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Peneliti
1. Memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian.
1.4.2. Bagi Masyarakat
1. Sebagai bagian dari pengembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang
karakteristik, pengetahuan, sikap dan tindakan penjual gorengan tentang
penggunaan minyak goreng.
2. Sebagai bahan masukan bagi penelitian lain dan bahan referensi bagi
perpustakaan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan.
3. Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan tingkat pengetahuan penjual
gorengan tentang penggunaan minyak goreng.
4. Sebagai bahan masukan bagi penjual gorengan agar tidak melakukan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Perilaku 2.1.1. Pengertian Perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang
bersangkutan. Oleh sebab itu dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup
mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku,
karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang bermaksud
dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari
manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain:
berbicara, berjalan, menangis, tertawa, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya.
Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa perilaku diartikan sebagai semua kegiatan
atau aktivitas, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati
oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007).
Perilaku manusia tidak timbul dengan sendirinya, tetapi akibat adanya
rangsangan (stimulus), baik dalam dirinya (internal) maupun dari luar individu (eksternal) (Sunaryo, 2006 dalam Notoatmodjo, 2007). Sedangkan menurut Skiner (dalam Notoatmodjo, 2007) bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi
seseorang terhadap stimulus dari luar. Oleh karena itu perilaku ini terjadi melalui
proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut
merespons, maka teori Skiner ini disebut teori ”S-O-R” atau Stimulus – Organisme –
Respons.
Perilaku yang sama diantara beberapa orang dapat berbeda-beda penyebab
atau latar belakangnya. Menurut WHO (1984), menganalisis bahwa yang
menyebabkan seseorang itu berperilaku ada empat alasan pokok, yaitu :
1. Pemikiran dan perasaan.
Bentuk pemikiran dan perasaan ini adalah pengetahuan, kepercayaan, sikap
2. Orang penting sebagai referensi.
Apabila seseorang itu penting bagi kita, maka apapun yang ia katakan dan
lakukan cendrung untuk kita contoh. Orang inilah yang dianggap kelompok
referensi seperti : guru, kepala suku dan lain-lain.
3. Sumber-sumber daya.
Yang termasuk adalah fasilitas-fasilitas misalnya : waktu, uang, tenaga kerja,
ketrampilan dan pelayanan. Pengaruh sumber daya terhadap perilaku dapat
bersifat positif maupun negatif.
4. Kebudayaan.
Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan pengadaan sumber daya di dalam
suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang disebut
kebudayaan. Perilaku yang normal adalah salah satu aspek dari kebudayaan
dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh yang dalam terhadap
perilaku.
Menurut Benjamin Bloom, perilaku mencakup tiga domain yaitu pengetahuan
(knowledge), sikap (attitude), tindakan atau praktek (practice).
2.1.2. Pengetahuan
Dalam kamus bahasa Indonesia, disebutkan bahwa pengetahuan atau tahu
adalah mengerti sesudah melihat atau menyaksikan, mengalami atau diajar.
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2003).
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penilaian atau
Menurut Notoatmodjo (1993), pengetahuan mempunyai 6 (enam) tingkatan,
yakni :
1. Tahu (know).
Diartikan sebagai pengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya
(recall), termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bagian yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima.
2. Pemahaman (comprehension).
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi secara benar.
3. Aplikasi (application).
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan buku, rumus, metode, prinsip dlam
konteks atau situasi lain.
4. Analisis (analysis).
Analisis diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu
struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (synthesis).
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam bentuk suatu keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
formulasi yang ada.
6. Evaluasi (evaluation).
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria
2.1.3. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Newcomb dalam Notoatmodjo (2003), salah
seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau
kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap
belum merupakan suatu tindakan akan tetapi merupakan predisposisi tindakan sikap
perilaku.
Ciri-ciri sikap adalah sebagai berikut :
1. Sikap seseorang tidak dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari
sepanjang perkembangan orang tersebut.
2. Sikap tidak berdiri sendiri melainkan senantiasa mengandung relasi terhadap
suatu objek. Dengan kata lain sikap terbentuk, dipelajari atau berubah
senantiasa berkenaan suatu objek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.
3. Sikap dapat berubah-ubah oleh karena itu dipelajari oleh sebagian orangtua
sebaliknya.
4. Objek sikap dapat merupakan satu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan
kumpulan dari hal-hal tersebut. Jadi sikap dapat berkenaan dengan satu objek
saja tetapi juga berkenaan dengan sederetan objek-objek yang serupa.
5. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sifat inilah yang
membedakan sikap dengan kecakapan-kecakapan atau
pengetahuan-pengetahuan yang dimilki seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini juga terdiri dari beberapa
tingkatan, yakni :
1. Menerima (receiving).
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (objek).
2. Merespon (responding).
Merespon diartikan bila seseorang memberikan jawaban/reaksi apabila
3. Menghargai (valuing).
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4. Bertanggungjawab (responsible).
Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Ini merupakan tingkatan sikap
yang paling tinggi.
2.1.4. Praktek atau Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour). Untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan factor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas.
Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak-pihak lain (Notoatmodjo, 2003). Setelah seseorang mengetahui stimulasi atau objek
kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapatan terhadap apa yang
diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan
apa yang diketahuinya.
Selanjutnya tingkat-tingkat tindakan secara teoritas adalah:
1. Persepsi (perception), mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.
2. Respon terpimpin (guided respons), dalam melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar, sesuai dengan contoh adalah merupakan praktik indicator
tingkat dua.
3. Mekanisme (mechanism), apabila seseorng telah dapat melakukan sesuatu dengan benar maka secara otomatis, atau sesutau itu sudah merupakan
kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat ketiga.
4. Adaptasi (adaptation), merupakan suatu tindakan yang sudah berkembang baik, artinya tindakan ini sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan
mewawancarai terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari,
atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakakan atau kegiatan responden
(Notoatmodjo,2003).
2.2. Karakteristik Penjual Gorengan
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, menurut Sunaroyo (2006), perilaku
manusia timbulnya akibat adanya rangsangan (stimulus), baik dalam dirinya (internal)
maupun dari luar individu (eksternal).
Faktor internal mencakup yakni, pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi
motivasi, dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar.
Sedangkan faktor eksternal mencakup lingkungan sekitar, baik fisik maupun non fisik
antara lain iklim, manusia, sosial ekonomi, kebudayaan dan sebagainya.
Dalam penelitian ini yang menjadi faktor internal yang mempengaruhi
pembentukan perilaku penjual gorengan adalah karakteristik penjual gorengan yang
meliputi pendidikan, pendapatan dan pengeluaran. Faktor eksternal yang
mempengaruhi pembentukan perilaku penjual gorengan adalah sumber informasi
yang diperoleh yang meliputi media massa baik dalam bentuk elektronik maupun
tulisan dan teman sesama penjual gorengan.
2.3. Minyak Goreng
2.3.1. Pengertian Minyak Goreng
Minyak goreng terdiri dari asam lemak dan gliserol yang berasal dari lemak
tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan
biasanya digunakan untuk menggoreng bahan makanan. Minyak goreng berfungsi
sebagai penghantar panas, penambah rasa gurih, pembangkit flavor, membentuk
2.3.2. Jenis-jenis Minyak Goreng
Minyak goreng dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan (Ketaren,
2005) yaitu :
Berdasarkan ada atau tidaknya ikatan ganda dalam struktur molekulnya,
yakni :
1. Minyak dengan asam lemak jenuh (saturated fatty acids), minyak ini banyak mengandung asam lemak jenuh. Umumnya minyak jenuh terbuat dari hewani,
kecuali minyak sawit dan minyak kelapa. Minyak jenis ini cenderung
meningkatkan kolesterol dalam darah. Tetapi kelebihannya adalah minyak ini
relatif stabil dan tidak mudah rusak oleh panas. Karena itulah minyak jenis ini
paling dianjurkan sebagai minyak goreng.
2. Minyak dengan asam lemak tak jenuh tunggal (mono-unsaturated fatty acids/MUFA). Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan atom karbon rangkap yang mudah terurai dan bereaksi dengan senyawa lain, sampai mendapatkan
komposisi yang stabil berupa asam lemak jenuh. Minyak jenis ini tidak
meningkatkan kadar kolesterol dalam darah. Yang tergolong dalam minyak
jenis ini adalah minyak zaitun dan minyak kacang.
3. Minyak dengan asam lemak tak jenuh ganda (poly-unsaturated fatty acids). Semua minyak yang tergolong jenis ini berasal dari nabati, sehingga tidak
meningkatkan kadar kolestrol dalam darah, namun justru menurunkan. Jenis
minyak ini antara lain adalah minyak jagung, minyak biji kapas, minyak biji
matahari, minyak kedelai, minyak wijen dan minyak biji rami. Asam lemak
tak jenuh yang terkandung di dalamnya kaya akan asam lemak esensial yang
sangat diperlukan bagi kesehatan tubuh. Tetapi minyak jenis ini sangat tidak
stabil dan mudah rusak oleh panas. Jika asam lemaknya rusak karena panas
manfaatnya sudah tidak ada lagi bagi tubuh, oleh sebab itu tidak dianjurkan
4. Minyak dengan asam lemak trans (trans fatty acid). Asam lemak trans banyak terdapat pada lemak hewan, margarin, mentega, minyak terhidrogenasi, dan
terbentuk dari proses penggorengan. Lemak trans meningkatkan kadar
kolesterol jahat, menurunkan kadar kolesterol baik, dan menyebabkan
bayi-bayi lahir kurang bulan.
Berdasarkan sumbernya, diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Minyak goreng yang berasal dari tumbuhan (minyak nabati):
a. Biji-bijian palawija, yaitu minyak jagung, biji kapas, kacang, rape seed, wijen, kedelai, dan bunga matahari.
b. Kulit buah tanaman tahunan, yaitu minyak zaitun dan kelapa sawit.
c. Biji-bijian dari tanaman tahunan, yaitu kelapa, cokelat, inti sawit, cohume. 2. Minyak goreng yang berasal dari hewan yang terkenal
a. Tallow (minyak atau lemak berasal dari sapi). b. Lard (minyak atau lemak berasal dari babi).
c. Minyak ikan paus, salmon, sarden, menhaden jap, herring, shark, dog fish, ikan lumba-lumba, dan minyak purpoise.
2.3.3. Komposisi Minyak Goreng
Semua minyak tersusun atas unit-unit asam lemak. Jumlah asam lemak alami
yang telah diketahui ada dua puluh jenis asam lemak yang berbeda. Tidak ada satu
pun minyak atau lemak tersusun atas satu jenis asam lemak, jadi selalu dalam bentuk
campuran dari banyak asam lemak. Proporsi campuran perbedaan asam-asam lemak
tersebut menyebabkan lemak dapat berbentuk cair atau padat, bersifat sehat atau
membahayakan kesehatan, tahan simpan, atau mudah tengik. Komponen-komponen
lain yang mungkin terdapat, meliputi fosfolipid, sterol, vitamin dan zat warna yang
larut dalam lemak seperti klorofil dan karotenoid (Buckle dkk, 1987). Kandungan
karoten dalam kelapa sawit dapat mencapai 1000 ppm atau lebih, sedangkan
Rata-rata komposisi asam lemak minyak sawit, minyak kelapa dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 2.1 Komposisi Beberapa Asam Lemak dalam Tiga Minyak Nabati.
Asam Lemak Jumlah
Asam Lemak Tidak Jenuh:
Oleat 18 38-50 10-20 6
Linoleat 18 5-14 1-5 3
Linolenat 18 1 1-5 -
Sumber : Majalah Sasaran No.4, 1996
2.3.4. Sifat-Sifat Minyak Goreng
Minyak goreng meliputi sifat fisik dan kimia. Sifat fisik dan kimia minyak
goreng sangat dipengaruhi oleh komposisi asam lemak di dalamnya.
2.3.4.1. Sifat Fisik
Sifat fisik meliputi warna, bau, kelarutan, titik cair dan polymorphism, titik
didih, titik pelunakan, slipping point, shot melting point, bobot jenis, viskositas, indeks bias, titik kekeruhan, titik asap, titik nyala, dan titik api (Ketaran, 2005).
1. Warna, terdiri dari 2 golongan, golongan pertama yaitu zat warna alamiah,
seperti α dan β karoten (berwarna kuning), xantofil,(berwarna kuning
kecoklatan), klorofil (berwarna kehijauan) dan antosyanin(berwarna
kemerahan). Golongan kedua yaitu zat warna dari hasil degradasi zat warna
alamiah, yaitu warna gelap disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol
yang telah busuk atau rusak, warna kuning umumnya terjadi pada minyak
tidak jenuh.
2. Bau, terdapat secara alami dalam minyak dan juga terjadi karena
pembentukan asam-asam yang berantai sangat pendek.
3. Kelarutan, minyak tidak larut dalam air tetapi sedikit larut dalam alcohol,etil
eter, karbon disulfide dan pelarut-pelarut halogen.
4. Titik cair dan polymorphism, minyak tidak mencair dengan tepat pada suatu nilai temperature tertentu. Polymorphism adalah keadaan dimana terdapat lebih dari satu bentuk Kristal.
5. Titik didih (boiling point), titik didih akan semakin meningkat dengan bertambah panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut.
6. Titik lunak (softening point), dimaksudkan untuk identifikasi minyak tersebut. 7. Sliping point, digunakan untuk pengenalan minyak serta pengaruh kehadiran
komponen-komponenya.
8. Shot melting point, yaitu temperature pada saat terjadi tetesan pertama dari minyak atau lemak.
9. Bobot jenis, biasanya ditentukan pada temperature 25°C , dan juga perlu
dilakukan pengukuran pada temperature 40°C.
10. Viskositas dan indeks bias sangat mempengaruhi mutu minyak goreng.
Minyak goreng yang paling baik adalah minyak goreng yang mempunyai nilai
viskositas dan indeks bias yang besar.
11. Titik kekeruhan (turbidity point), ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran minyak dengan pelarut lemak.
12. Titik asap, titik nyala dan titik api, dapat dilakukan apabila minyak dipanaskan.
Merupakan criteria mutu yang penting dalam hubungannya dengan minyak
2.3.4.2. Sifat Kimia
Minyak adalah substansi dari tumbuhan dan hewan yang terdiri dari ester
gliseril dari asam lemak atau trigliserida yang tidak dapat larut dalam air. Trigliserida
dapat berwujud padat atau cair tergantung dari komposisi asam lemak yang
menyusunnya. Trigliserida yang berbentuk padat atau semi padat pada suhu ruangan
disebut lemak manakala yang berbentuk cair disebut minyak.
Terdapat beberapa proses yang berkaitan dengan sifat kimia minyak goreng
antara lain:
1. Hidrolisa, dalam reaksi hidrolisa, dengan adanya air, lemak dan minyak dapat
terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak. Reaksi ini dipercepat oleh basa,
asam, dan enzim-enzim.
2. Oksidasi, terjadinya kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak.
Terjadinya reaksi oksidasi akan mengakibatkan timbulnya bau dan rasa tengik
pada minyak dan lemak. Oksidasi minyak akan menghasilkan senyawa
aldehida, keton, hidrokarbon, alkohol, lakton serta senyawa aromatis yang
mempunyai bau tengik dan rasa getir
3. Hidrogenasi, proses hidrogenasi bertujuan untuk menumbuhkan ikatan
rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak.
4. Esterifikasi, terjadinya proses pengubahan asam-asam lemak dari trigliserida
dalam bentuk ester.
2.3.5. Proses Penyaringan Minyak Goreng
Minyak goreng yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah yang
berbahan baku minyak sawit (lebih dari 70 persen), diikuti dengan minyak kelapa.
Minyak sawit ada dua macam yaitu minyak sawit dan minyak inti sawit. Minyak
sawit berasal dari hasil pengepresan daging buah sawit yang menghasilkan CPO
logam dan kotoran lain. Oleh karena itu, perlu dilakukan proses penyaringan sehingga
menghasilkan minyak yang tidak berbau dan bebas kotoran lain.
Proses dasar pembuatan minyak goreng dari minyak sawit terdiri dari dua
tahap, yakni pemurnian dan fraksinasi (pemisahan). Proses pemurnian dilakukan
untuk menghilangkan kotoran, air, dan asam lemak bebas pada minyak sawit (proses
refining), dan warna (proses bleaching), serta bau (proses deodorizing) yang tidak diinginkan. Minyak sawit "murni" (refined, bleached, and deodorized palm oil atau RBDPO) kemudian diolah lebih lanjut dengan proses fraksinasi untuk memisahkan
fraksi cair (olein) dan fraksi padat (stearin). Fraksi olein (RBD Olein) inilah yang digunakan sebagai minyak goreng, sedangkan fraksi stearin biasanya digunakan
sebagai bahan baku untuk pembuatan margarin dan mentega putih (shortening) dan banyak digunakan di Industri disamping bahan baku untuk sabun dan detergent.
Pada proses pembuatan minyak goreng dari kelapa sawit terdapat dua fase
yang berbeda, yaitu fase padat (stearin) dan fase cair (olein). Proses penyaringan dua kali adalah sebutan untuk menjelaskan pemisahan minyak fase padat dari fase cair
tadi. Jadi agar stearinnya tidak terbawa, dilakukanlah double fractination atau penyaringan dua kali. Minyak goreng yang dikenal dengan istilah minyak goreng
curah umumnya hanya menggunakan satu kali proses fraksinasi, sehingga masih
mengandung fraksi padat stearin yang relatif lebih banyak dari minyak goreng
bermerek yang menggunakan dua kali proses fraksinasi. Oleh karena itu penampakan
minyak goreng curah tidak sejernih minyak goreng bermerek dan harganya juga jauh
lebih mudah daripada minyak goreng yang bermerek (Elisabeth, 2002).
2.3.6. Penggunaan dan Kualitas Minyak Goreng
Minyak goreng yang berkualitas dikatakan tidak boleh berbau dan sebaiknya
beraroma netral. Berbeda dengan lemak yang padat, dalam bentuk cair minyak
merupakan penghantar panas yang baik. Makanan yang digoreng tidak hanya menjadi
Suhu penggorengan yang dianjurkan biasanya berkisar antara 177°C sampai
201°C (Jonarson, 2004).
Kualitas minyak goreng sangat ditentukan oleh kandungan asam lemak dari
minyak tersebut karena asam lemak menentukan sifat kimia dan stabilitas minyak.
Apakah bersifat jenuh ataukah bersifat tidak jenuh. Pada proses menggoreng pasti
berhadapan dengan panas yang tinggi. Dengan demikian, minyak goreng dikatakan
berkualitas apabila mempunyai stabilitas yang tinggi terhadap panas. Asam lemak
jenuh mempunyai stabilitas yang tinggi terhadap panas. Banyaknya asam lemak tidak
jenuh (ikatan rangkap) dalam minyak goreng dapat dinyatakan dengan bilangan iodin
atau angka iodin. Minyak goreng yang berasal dari kelapa dan sawit memiliki angka
iodin yang lebih kecil dibandingkan angka iodin minyak yang berasal dari kedelai,
jagung, kacang tanah, biji kapas dan bunga matahari. Hal ini menunjukkan
kandungan asam lemak jenuh minyak kelapa dan sawit jauh lebih tinggi daripada
jenis minyak yang lain. Dengan demikian minyak untuk keperluan menggoreng lebih
baik menggunakan minyak yang berasal dari kelapa dan sawit (Aprilio, 2010).
Di samping itu, kualitas minyak goreng juga ditentukan oleh titik asapnya,
yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan
dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Titik asap suatu minyak goreng
tergantung dari kadar gliserol bebas. Makin tinggi titik asap, makin baik mutu minyak
goreng tersebut (Winarno dalam Jonarson, 2004).
Minyak goreng yang baik mempunyai sifat tahan panas, stabil pada cahaya
matahari, tidak merusak flavor hasil gorengan, sedikit gum, menghasilkan produk
dengan tekstur dan rasa yang bagus. Adapun standar mutu minyak goreng di
Tabel 2.2. Standar Mutu Minyak Goreng berdasarkan SNI 3741-1995.
No Kriteria Uji Persyaratan
1 Bau Normal 8 Bidangan peroksida Max 2 meq/Kg 9 Bidangan iodium 45-46
10 Bidangan penyabunan 196-206
11 Titik asap Min 200°c
2.3.7. Kerusakan Minyak Goreng
Kerusakan minyak selama proses menggoreng akan mempengaruhi kualitas
dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng. Minyak yang rusak akibat proses
oksidasi dan polimerisasi dalam proses pemanasan dengan suhu tinngi akan
menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak,
serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam
minyak (Ketaren, 2005).
Oksidasi minyak akan menghasilkan senyawa aldehida, keton, hidrokarbon,
alkohol, lakton, serta senyawa-senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik dan
rasa getir. Kerusakan minyak karena proses oksidasi terdiri dari enam tahap :
2. Proses oksidasi disusul dengan proses hidrolisa trigliserida karena adanya air.
Hal ini terbukti dari kenaikan jumlah asam lemak bebas dalam minyak.
3. Oksidasi asam-asam lemak berantai panjang.
4. Degradasi ester oleh panas.
5. Oksidasi asam lemak yang terikat pada posisi α dalam trigliserida.
6. Auto keton dan aldehida menjadi asam karboksilat.
Reaksi polimerisasi adisi dari asam lemak tidak jenuh akan mengakibatkan
pembentukan polimer selama proses menggoreng. Hal ini terbukti dengan
terbentuknya bahan menyerupai gum yang mengendap di dasar ketel atau wadah
penggorengan.
Kerusakan lemak dan minyak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa
tengik (off-odor atau off flavor) yang disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh proses autooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam minyak. Autooksidasi
dimulai dengan pembentukan faktor-faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti
cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam berat, dan
enzim-enzim lipoksidase. Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak
tidak jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap
tersebut disebabkan oleh pembentukan senyawa-senyawa hasil pemecahan
hidroperoksida. Menurut teori yang sampai kini masih dianut orang, sebuah atom
hidrogen yang terikat pada suatu atom karbon yang letaknya di sebelah atom karbon
lain yang mempunyai ikatan rangkap dapat disingkirkan oleh suatu kuantum energi
sehingga membentuk radikal bebas. Kemudian radikal ini dengan O2 membentuk
peroksida aktif yang dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak
stabil dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek
oleh radiasi energy tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim. Senyawa-senyawa
dengan rantai C lebih pendek ini adalah asam-asam volatil dan menimbulkan bau
Kerusakan minyak tidak dapat dicegah, namun dapat diperlambat dengan
memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhinya. Pertama, oksigen. Semakin
banyak oksigen semakin cepat teroksidasi; Kedua, ikatan rangkap. Semakin banyak
asam lemak tidak jenuhnya semakin mudah teroksidasi; Ketiga, suhu. Suhu
penggorengan dan penyimpanan yang tinggi akan mempercepat reaksi; Keempat,
cahaya serta ion logam tembaga (Cu2+) dan besi (Fe2+) yang merupakan faktor katalis
proses oksidasi; dan kelima, antioksidan. Semakin tinggi antioksidan ditambahkan
semakin tahan terhadap oksidasi. Untuk menghindari penurunan mutu akibat proses
oksidasi dapat menggunakan antioksidan. Antioksidan secara harpiah dapat diartikan
pencegah oksidasi dengan cara menurunkan konsentrasi oksigen (O2). Dengan
memperhatikan faktor penyebab, maka oksidasi ataupun ketengikan dapat
diperlambat. Proses ketengikan sangat dipengaruhi oleh adanya prooksidan dan
antioksidan. Prooksidan akan mempercepat terjadinya oksidasi, sedangkan
antioksidan akan menghambatnya (Winarno, 2002).
2.4. Minyak Jelantah
2.4.1. Pengertian Minyak Jelantah
Minyak jelantah juga disebut minyak goreng bekas ataupun minyak goreng
berulang kali. Jelantah adalah sebutan untuk minyak goreng yang telah berulangkali
digunakan. Selain penampakannya yang tidak menarik, coklat kehitaman, bau tengik,
jelantah sangat mempunyai potensi yang besar dalam membahayakan kesehatan
tubuh. Minyak jelantah kaya akan berbagai radikal bebas dan asam lemak bebas.
Terlalu sering mengkonsumsi minyak jelantah dapat mengganggu kesehatan misalnya,
meningkatkan potensi kanker, penyakit pembuluh darah dan sebagainya. Minyak
goreng paling tidak hanya boleh digunakan dua sampai empat kali menggoreng
2.4.2. Dampak Kesehatan
Minyak jelantah bukan hanya sebagai media transfer panas ke makanan, tetapi
juga sebagai makanan. Selama penggorengan sebagian minyak akan teradsorpsi dan
masuk ke bagian luar bahan yang digoreng dan mengisi ruangan kosong yang semula
diisi oleh air. Hasil penggorengan biasanya mengandung 5-40 % minyak.
Mengkonsumsi minyak yang rusak dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti
kanker, pengendapan lemak dalam pembuluh darah (artherosclerosis) dan penurunan nilai cerna lemak dan lain-lain (Wijana dkk., 2005).
Minyak goreng yang biasa dipakai oleh rumah tangga atau industri makanan
sedunia adalah minyak kelapa sawit dan minyak kedelai (Oil World, 2002 dalam Nazrum AS dkk, 2007). Biasanya, minyak goreng digunakan secara berulang kali
dengan alasan penghematan biaya. Minyak goreng digunakan berulang kali akan
mengubah warna, bau, rasa dan konsistensinya.Menurut Ketaren (2005), tanda awal
dari kerusakan minyak goreng adalah terbentuknya akrolein pada minyak goreng.
Akrolein ini dapat menyebabkan rasa gatal serta tidak nyaman pada bagian
tenggorokan pada saat mengkonsumsi makanan yang digoreng menggunakan minyak
jelantah. Akrolein terbentuk dari hidrasi gliserol yang membentuk aldehida tidak
jenuh atau akrolein.
Selama proses penggorengan terutama pemanasan pada suhu tinggi, lipid
khususnya lemak tak jenuh ganda asam (PUFA) akan mengalami oksidasi, hidrolisis dan polimerisasi kemudian terjadi penghansilan produk degradasi wolatil dan
non-vonlatil (Nazrum AS dkk, 2007). Minyak jelantah juga memiliki kandungan radikal
bebas dan asam lemak bebas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan minyak
yang satu kali pakai (Cuesta, Sanchez-Muniz & Varela, 1998; Dobarganes,
Marquez-Ruiz & Velasco, 2000 dalam Nazrun AS dkk,2007). Sekitar sepertiga dari minyak
goreng tersebut dapat diabsorbsi oleh bahan pangan selama proses penggorengan
(Mekhta & Swinburn, 2001 dalam Nazrun AS dkk, 2007). Produk-produk degradasi
boleh masuk ke sirkulasi sistemik ketika makanan gorengan dikonsumsi. Kemudian
risiko terjadinya hipertensi, endotel disfungsi dan peningkatan lipoprotein oksidasi
(Grootveld et al, 1998 Nazrun AS dkk, 2007).
Tingginya kandungan asam lemak tak jenuh menyebabkan minyak mudah
rusak oleh proses penggorengan, karena selama proses menggoreng minyak akan
dipanaskan secara terus menerus pada suhu tinggi serta terjadinya kontak dengan
oksigen dari udara luar yang memudahkan terjadinya reaksi oksidasi pada minyak
(Ketaren dalam Sartika, 2009).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sartika (2009) tentang pengaruh suhu
dan lama proses menggoreng terhadap pembentukan asam lemak trans. Asam lemak
trans (elaidat) baru terbentuk setelah proses menggoreng setelah penggulangan kali ke-2, dan kadarnya akan semakin meningkat sejalan dengan penggunaan minyak.
Asam lemak trans dapat meningkatkan kolesterol low density lipoprotein (K-LDL)
dan menurunkan kolesterol high density lipoprotein (K-HDL), akibatnya akan
menyebabkan dislipidemia dan arterosklerosis yang ditandai dengan adanya timbunan
atau endapan lemak pada pembuluh darah. Timbunan lemak ini akan menyumbat
aliran darah pada beberapa bagian tubuh seperti jantung dan otak. Bila penyumbatan
terjadi di jantung akan menyebabkan jantung koroner dan bila penyumbatan terjadi di
otak akan menyebabkan stroke (Sartika, 2007).
Penggunaan minyak goreng jelantah secara berulang-ulang dapat
membahayakan kesehatan tubuh karena pada saat pemanasan akan terjadi proses
degradasi, oksidasi dan dehidrasi dari minyak goreng. Proses tersebut dapat
membentuk radikal bebas dan senyawa toksik yang bersifat racun. (Rukmini, 2007).
Konsumsi minyak jelantah telah terbukti dapat menimbulkan dampak negatif
pada struktur tulang dan sel-sel tulang tikus uji. Stres oksidatif akibat konsumsi
minyak goreng jelantah akan mengganggu metabolisme tulang dengan mengaktivasi
osteoclast tulang secara in vivo dan in vitro. Proses tersebut akan meningkatkan resorpsi tulang, akhirnya akan menyebabkan penyakit osteoporosis (Nazrum AS dkk,
Menurut Ketaren (2005), minyak goreng sangat mudah untuk mengalami
oksidasi. Maka, minyak jelantah telah mengalami penguraian molekul-molekul,
sehingga titik asapnya turun drastis, dan bila disimpan dapat menyebabkan minyak
menjadi berbau tengik. Bau tengik dapat terjadi karena penyimpanan yang salah
dalam jangka waktu tertentu menyebabkan pecahnya ikatan trigliserida menjadi
gliserol dan FFA (free fatty acid) atau asam lemak jenuh. Selain itu, minyak goreng ini juga sangat disukai oleh jamur aflatoksin. Jamur ini dapat menghasilkan racun
aflatoksin yang dapat menyebabkan penyakit pada hati (Aprilio, 2010).
Berdasarkan penelitian juga disebutkan adanya senyawa karsinogen dalam
minyak jelantah, dibuktikan dari bahan pangan berlemak teroksidasi yang dapat
mengakibatkan pertumbuhan tumor atau kanker. Kerusakan minyak goreng yang
berlangsung selama penggorengan yang berulang kali akan menurunkan nilai gizi dan
berpengaruh terhadap mutu dan nilai bahan pangan yang digoreng, bahan pangan
yang digoreng dengan menggunakan minyak yang telah rusak akan mempunyai
tekstur dan penampakan yang kurang menarik serta cita rasa dan bau yang kurang
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Berdasarkan pada masalah dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini,
maka kerangka konsep penelitian mengenai Karakteristik, Pengetahuan, Sikap dan
Tindakan Penjual Gorengan tentang Penggunaan Minyak Goreng di Kawasan
Kampus USU Medan pada Tahun 2011, dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik, Pengetahuan, Sikap dan Tindakan
Penjual Gorengan tentang Penggunaan Minyak Goreng.
3.2. Definisi Operasional 3.2.1. Definisi
1. Penjual gorengan adalah orang yang melakukan kegiatan produksi, peredaran
dan perdagangan gorengan yang menjadi responden dalam penelitian ini.
2. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuhi oleh
responden.
3. Penghasilan bersih adalah jumlah seluruh uang yang diperoleh oleh penjual
gorengan dari menjual gorengan dalam satu hari ditolak dengan jumlah
seluruh uang yang dikeluarkan oleh penjual gorengan untuk perniagaannya
dalam satu hari.
Karakteristik Penjual Gorengan
Pendidikan
Penghasilan Bersih Sumber Informasi
Penggunaan Minyak Goreng
Pengetahuan Sikap
4. Minyak goreng adalah berasal dari tumbuhan atau hewan yang berbentuk cair
dalam suhu kamar yang digunakan untuk menggoreng bahan makan.
5. Penggunaan minyak goreng berulang adalah menggunakan minyak goreng
secara berulang kali atau adanya proses pemanasan yang berulang kali.
6. Sumber informasi merupakan faktor-faktor yang dari luar responden,
mencakup media massa, teman, dan petugas kesehatan.
7. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh penjual tentang
penggunaan minyak goreng.
8. Sikap adalah tanggapan dan pandangan penjual gorengan tentang penggunaan
minyak goreng.
9. Tindakan adalah hal-hal yang dilakukan oleh penjual gorengan tentang
penggunaan minyak goreng.
3.2.2. Cara Ukur
1. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh penjual tentang
penggunaan minyak goreng. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner.
Responden ditanyakan dengan 15 pertanyaan setiap pertanyan yang benar
diberi nilai 1 dan salah diberi nilai 0, sehingga nilai tertinggi adalah 15.
Berdasarkan jumlah skor, selanjutnya tingkat pengetahuan responden
dikategorikan sebagai pengetahuan baik, sedang, atau kurang. Skala
pengukuran yang digunakan adalah ordinal.
Untuk semua pertanyaan:
- Pilihan jawaban yang paling benar memiliki nilai 1.
- Pilihan jawaban yang salah memiliki nilai 0.
2. Sikap adalah tanggapan dan pandangan penjual gorengan tentang penggunaan
minyak goreng. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner, diukur dengan 15
Pertanyaan. Penilaian diberikan dengan angka 1 jika responden setuju dan
angka 0 jika tidak setuju, sehingga nilai tertinggi adalah 15 dan yang terendah
Berdasarkan jumlah skor, selanjutnya tingkat pengetahuan responden
dikategorikan sebagai sikap baik, sedang, atau kurang. Skala pengukuran yang
digunakan adalah ordinal.
Untuk semua pertanyaan:
- Pilihan jawaban setuju memiliki nilai 1.
- Pilihan jawaban tidak setuju memiliki nilai 0.
3. Tindakan adalah hal-hal yang dilakukan oleh penjual gorengan tentang
penggunaan minyak goreng. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner,
diukur dengan 15 pertanyaan. Penilaian diberikan dengan angka 1 jika
responden setuju dan angka 0 jika tidak setuju, sehingga nilai tertinggi adalah
15 dan yang terendah adalah 0. Skala pengukuran yang digunakan adalah
ordinal. Berdasarkan jumlah skor, selanjutnya tingkat pengetahuan responden
dikategorikan sebagai tindakan baik, sedang, atau kurang.
Untuk semua pertanyaan:
- Pilihan jawaban benar memiliki nilai 1.
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif, yang
diharapkan untuk dapat memberikan gambaran karakteristik, pengetahuan, sikap dan
tindakan penjual gorengan tentang penggunaan minyak goreng di kawasan kampus
USU, Medan pada tahun 2011. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini
adalah cross sectional study.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di kawasan Kampus USU, Medan. Adapun batasan
lokasi penelitian meliputi: lingkungan dalam kampus, seperti kantin dan warung
makan; lingkungan luar kampus yaitu sepanjang Jalan Dr. Mansyur (pintu 1 – pintu 4)
dan Jalan Jamin Ginting (pintu sumber – simpang USU). Dengan alasan pemilihan
lokasi adalah:
1. Di dalam kawasan dan sekitar Kampus USU, Medan, terdapat cukup banyak
penjual gorengan, dan konsumen makanan gorengan banyak terdiri dari
mahasiswa USU. Oleh karena itu, sangat penting kita mengetahui perilaku
penjual gorengan terhadap penggunaan minyak goreng
2. Belum pernah ada penelitian tentang karakteristik, pengetahuan, sikap dan
tindakan penjual gorengan tentang penggunaan minyak goreng di kawasan
Kampus USU, Medan.
4.2.2. Waktu Penelitian
4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah penjual gorengan yang berada di
kawasan Kampus USU, Medan dan sekitarnya. Berdasarkan data yang diperoleh dari
hasil pengamatan dan penghitungan oleh peneliti pada tanggal 2 Mei 2011, terdapat:
A. Penjual gorengan yang berada di kawasan USU berjumlah 16.
B. Penjual gorengan yang berada di sepanjang Jalan Dr. Mansyur (pintu 1 –
pintu 4) dan Jalan Jamin Ginting (pintu sumber – simpang USU) berjumlah 15.
Total keseluruhan penjual gorengan adalah 31.
4.3.2. Sampel
Sampel adalah semua populasi dari penelitian ini, yaitu penjual gorengan
yang berada di kawasan Kampus USU, Medan dan sekitarnya pada tahun 20011
(total sampling) (Madiyono et al., 2008).
4.4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, pengambilan data telah dilakukan dengan memberikan
self administered questionnaires (kuesioner) kepada responden. Pengisian kuesioner dilakukan saat itu juga ketika peneliti melakukan kunjungan, agar didapat respons
yang cukup baik. Kuesioner dijelaskan secara menyeluruh sampai benar-benar
dimengerti dan dapat diisi secara benar oleh responden sehingga memberikan
kemudahan bagi responden dalam melakukan pengisian kuesioner secara tepat dan
lengkap.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Kuesioner.
2. Alat tulis.
Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai alat penelitian untuk
mendapatkan data dari responden berupa pertanyaan. Pengumpulan data dilakukan
4.5. Aspek Pengukuran
Pengukuran pengetahuan, sikap dan tindakan didasarkan pada jawaban
responden dari semua pertanyaan yang diberikan. Adapun kriteria penilaian adalah
penilaian tiga kategori, “Baik”, “Sedang” dan “Kurang” yang diperoleh dari total skor dibagi tiga sama besar (Arikunto, 2000):
1. Kategori baik adalah apabila responden mendapat nilai > 66% dari total skor.
2. Kategori sedang adalah apabila responden mendapat nilai 33-66% dari total
skor.
3. Kategori buruk adalah apabila responden mendapat nilai < 33% dari total skor.
4.5.1. Pengetahuan
Pengetahuan responden diukur dengan menjumlahkan skor dari tiap-tiap
pertanyaan dalam kuesioner. Pertanyaan berjumlah 15 pertanyaan dengan skor
tertinggi adalah 1 dan skor terendah adalah 0. Maka didapat total skor tertinggi adalah
15 dan skor terendah adalah 0. Berdasarkan jumlah skor, selanjutnya tingkat
pengetahuan responden dikategorikan sebagai berikut:
1. Kategori pengetahuan baik apabila responden dapat menjawab pertanyaan
dengan total skor > 10.
2. Kategori pengetahuan sedang apabila responden dapat menjawab pertanyaan
dengan total skor 5-10.
3. Kategori pengetahuan kurang apabila responden dapat menjawab pertanyaan
dengan total skor < 5.
4.5.2. Sikap
Sikap dari responden diukur dengan menjumlahkan skor dari tiap-tiap
pertanyaan dalam kuesioner. Ada 15 pertanyaan dengan skor tertinggi adalah 1 dan
skor terendah adalah 0. Maka didapat total skor tertinggi adalah 15 dan skor terendah