• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku

2.3. Minyak Goreng

2.3.1. Pengertian Minyak Goreng

Minyak goreng terdiri dari asam lemak dan gliserol yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya digunakan untuk menggoreng bahan makanan. Minyak goreng berfungsi sebagai penghantar panas, penambah rasa gurih, pembangkit flavor, membentuk tekstur dan penambah nilai kalori bahan pangan (Ketaren, 2005).

2.3.2. Jenis-jenis Minyak Goreng

Minyak goreng dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan (Ketaren, 2005) yaitu :

Berdasarkan ada atau tidaknya ikatan ganda dalam struktur molekulnya, yakni :

1. Minyak dengan asam lemak jenuh (saturated fatty acids), minyak ini banyak mengandung asam lemak jenuh. Umumnya minyak jenuh terbuat dari hewani, kecuali minyak sawit dan minyak kelapa. Minyak jenis ini cenderung meningkatkan kolesterol dalam darah. Tetapi kelebihannya adalah minyak ini relatif stabil dan tidak mudah rusak oleh panas. Karena itulah minyak jenis ini paling dianjurkan sebagai minyak goreng.

2. Minyak dengan asam lemak tak jenuh tunggal (mono-unsaturated fatty acids/MUFA). Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan atom karbon rangkap yang mudah terurai dan bereaksi dengan senyawa lain, sampai mendapatkan komposisi yang stabil berupa asam lemak jenuh. Minyak jenis ini tidak meningkatkan kadar kolesterol dalam darah. Yang tergolong dalam minyak jenis ini adalah minyak zaitun dan minyak kacang.

3. Minyak dengan asam lemak tak jenuh ganda (poly-unsaturated fatty acids). Semua minyak yang tergolong jenis ini berasal dari nabati, sehingga tidak meningkatkan kadar kolestrol dalam darah, namun justru menurunkan. Jenis minyak ini antara lain adalah minyak jagung, minyak biji kapas, minyak biji matahari, minyak kedelai, minyak wijen dan minyak biji rami. Asam lemak tak jenuh yang terkandung di dalamnya kaya akan asam lemak esensial yang sangat diperlukan bagi kesehatan tubuh. Tetapi minyak jenis ini sangat tidak stabil dan mudah rusak oleh panas. Jika asam lemaknya rusak karena panas manfaatnya sudah tidak ada lagi bagi tubuh, oleh sebab itu tidak dianjurkan menggunakannya minyak jenis ini sebagai minyak goreng.

4. Minyak dengan asam lemak trans (trans fatty acid). Asam lemak trans banyak terdapat pada lemak hewan, margarin, mentega, minyak terhidrogenasi, dan terbentuk dari proses penggorengan. Lemak trans meningkatkan kadar kolesterol jahat, menurunkan kadar kolesterol baik, dan menyebabkan bayi-bayi lahir kurang bulan.

Berdasarkan sumbernya, diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Minyak goreng yang berasal dari tumbuhan (minyak nabati):

a. Biji-bijian palawija, yaitu minyak jagung, biji kapas, kacang, rape seed, wijen, kedelai, dan bunga matahari.

b. Kulit buah tanaman tahunan, yaitu minyak zaitun dan kelapa sawit.

c. Biji-bijian dari tanaman tahunan, yaitu kelapa, cokelat, inti sawit, cohume. 2. Minyak goreng yang berasal dari hewan yang terkenal

a. Tallow (minyak atau lemak berasal dari sapi). b. Lard (minyak atau lemak berasal dari babi).

c. Minyak ikan paus, salmon, sarden, menhaden jap, herring, shark, dog fish, ikan lumba-lumba, dan minyak purpoise.

2.3.3. Komposisi Minyak Goreng

Semua minyak tersusun atas unit-unit asam lemak. Jumlah asam lemak alami yang telah diketahui ada dua puluh jenis asam lemak yang berbeda. Tidak ada satu pun minyak atau lemak tersusun atas satu jenis asam lemak, jadi selalu dalam bentuk campuran dari banyak asam lemak. Proporsi campuran perbedaan asam-asam lemak tersebut menyebabkan lemak dapat berbentuk cair atau padat, bersifat sehat atau membahayakan kesehatan, tahan simpan, atau mudah tengik. Komponen-komponen lain yang mungkin terdapat, meliputi fosfolipid, sterol, vitamin dan zat warna yang larut dalam lemak seperti klorofil dan karotenoid (Buckle dkk, 1987). Kandungan karoten dalam kelapa sawit dapat mencapai 1000 ppm atau lebih, sedangkan kandungan tokoferol bervariasi dan dipengaruhi oleh penanganan selama produksi.

Rata-rata komposisi asam lemak minyak sawit, minyak kelapa dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.1 Komposisi Beberapa Asam Lemak dalam Tiga Minyak Nabati. Asam Lemak Jumlah

Atom C Minyak Sawit (%) Minyak Inti Sawit (%) Minyak Kelapa (%) Asam Lemak Jenuh:

Oktanoat 8 - 2-4 8 Dekanoat 10 - 3-7 7 Laurat 12 1 41-55 48 Miristat 14 1-2 14-19 17 Palmitat 16 32-47 6-10 9 Stearat 18 4-10 1-4 2

Asam Lemak Tidak Jenuh:

Oleat 18 38-50 10-20 6

Linoleat 18 5-14 1-5 3

Linolenat 18 1 1-5 -

Sumber : Majalah Sasaran No.4, 1996

2.3.4. Sifat-Sifat Minyak Goreng

Minyak goreng meliputi sifat fisik dan kimia. Sifat fisik dan kimia minyak goreng sangat dipengaruhi oleh komposisi asam lemak di dalamnya.

2.3.4.1. Sifat Fisik

Sifat fisik meliputi warna, bau, kelarutan, titik cair dan polymorphism, titik didih, titik pelunakan, slipping point, shot melting point, bobot jenis, viskositas, indeks bias, titik kekeruhan, titik asap, titik nyala, dan titik api (Ketaran, 2005). 1. Warna, terdiri dari 2 golongan, golongan pertama yaitu zat warna alamiah,

seperti α dan β karoten (berwarna kuning), xantofil,(berwarna kuning

kecoklatan), klorofil (berwarna kehijauan) dan antosyanin(berwarna kemerahan). Golongan kedua yaitu zat warna dari hasil degradasi zat warna alamiah, yaitu warna gelap disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E), warna cokelat disebabkan oleh bahan untuk membuat minyak

yang telah busuk atau rusak, warna kuning umumnya terjadi pada minyak tidak jenuh.

2. Bau, terdapat secara alami dalam minyak dan juga terjadi karena pembentukan asam-asam yang berantai sangat pendek.

3. Kelarutan, minyak tidak larut dalam air tetapi sedikit larut dalam alcohol,etil eter, karbon disulfide dan pelarut-pelarut halogen.

4. Titik cair dan polymorphism, minyak tidak mencair dengan tepat pada suatu nilai temperature tertentu. Polymorphism adalah keadaan dimana terdapat lebih dari satu bentuk Kristal.

5. Titik didih (boiling point), titik didih akan semakin meningkat dengan bertambah panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut.

6. Titik lunak (softening point), dimaksudkan untuk identifikasi minyak tersebut. 7. Sliping point, digunakan untuk pengenalan minyak serta pengaruh kehadiran

komponen-komponenya.

8. Shot melting point, yaitu temperature pada saat terjadi tetesan pertama dari minyak atau lemak.

9. Bobot jenis, biasanya ditentukan pada temperature 25°C , dan juga perlu dilakukan pengukuran pada temperature 40°C.

10. Viskositas dan indeks bias sangat mempengaruhi mutu minyak goreng. Minyak goreng yang paling baik adalah minyak goreng yang mempunyai nilai viskositas dan indeks bias yang besar.

11. Titik kekeruhan (turbidity point), ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran minyak dengan pelarut lemak.

12. Titik asap, titik nyala dan titik api, dapat dilakukan apabila minyak dipanaskan. Merupakan criteria mutu yang penting dalam hubungannya dengan minyak yang akan digunakan untuk menggoreng.

2.3.4.2. Sifat Kimia

Minyak adalah substansi dari tumbuhan dan hewan yang terdiri dari ester gliseril dari asam lemak atau trigliserida yang tidak dapat larut dalam air. Trigliserida dapat berwujud padat atau cair tergantung dari komposisi asam lemak yang menyusunnya. Trigliserida yang berbentuk padat atau semi padat pada suhu ruangan disebut lemak manakala yang berbentuk cair disebut minyak.

Terdapat beberapa proses yang berkaitan dengan sifat kimia minyak goreng antara lain:

1. Hidrolisa, dalam reaksi hidrolisa, dengan adanya air, lemak dan minyak dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak. Reaksi ini dipercepat oleh basa, asam, dan enzim-enzim.

2. Oksidasi, terjadinya kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak. Terjadinya reaksi oksidasi akan mengakibatkan timbulnya bau dan rasa tengik pada minyak dan lemak. Oksidasi minyak akan menghasilkan senyawa aldehida, keton, hidrokarbon, alkohol, lakton serta senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik dan rasa getir

3. Hidrogenasi, proses hidrogenasi bertujuan untuk menumbuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak.

4. Esterifikasi, terjadinya proses pengubahan asam-asam lemak dari trigliserida dalam bentuk ester.

2.3.5. Proses Penyaringan Minyak Goreng

Minyak goreng yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah yang berbahan baku minyak sawit (lebih dari 70 persen), diikuti dengan minyak kelapa. Minyak sawit ada dua macam yaitu minyak sawit dan minyak inti sawit. Minyak sawit berasal dari hasil pengepresan daging buah sawit yang menghasilkan CPO (Crude Palm Oil). Minyak sawit kasar (CPO) sangat kaya mikronutrien seperti karotenoid (provitamin A), tokoferol, tokotrienol (vitamin E) dan sitosterol. CPO masih mengandung non gliserida seperti asam lemak bebas, air, beberapa unsur

logam dan kotoran lain. Oleh karena itu, perlu dilakukan proses penyaringan sehingga menghasilkan minyak yang tidak berbau dan bebas kotoran lain.

Proses dasar pembuatan minyak goreng dari minyak sawit terdiri dari dua tahap, yakni pemurnian dan fraksinasi (pemisahan). Proses pemurnian dilakukan untuk menghilangkan kotoran, air, dan asam lemak bebas pada minyak sawit (proses refining), dan warna (proses bleaching), serta bau (proses deodorizing) yang tidak diinginkan. Minyak sawit "murni" (refined, bleached, and deodorized palm oil atau RBDPO) kemudian diolah lebih lanjut dengan proses fraksinasi untuk memisahkan fraksi cair (olein) dan fraksi padat (stearin). Fraksi olein (RBD Olein) inilah yang digunakan sebagai minyak goreng, sedangkan fraksi stearin biasanya digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan margarin dan mentega putih (shortening) dan banyak digunakan di Industri disamping bahan baku untuk sabun dan detergent.

Pada proses pembuatan minyak goreng dari kelapa sawit terdapat dua fase yang berbeda, yaitu fase padat (stearin) dan fase cair (olein). Proses penyaringan dua kali adalah sebutan untuk menjelaskan pemisahan minyak fase padat dari fase cair tadi. Jadi agar stearinnya tidak terbawa, dilakukanlah double fractination atau penyaringan dua kali. Minyak goreng yang dikenal dengan istilah minyak goreng curah umumnya hanya menggunakan satu kali proses fraksinasi, sehingga masih mengandung fraksi padat stearin yang relatif lebih banyak dari minyak goreng bermerek yang menggunakan dua kali proses fraksinasi. Oleh karena itu penampakan minyak goreng curah tidak sejernih minyak goreng bermerek dan harganya juga jauh lebih mudah daripada minyak goreng yang bermerek (Elisabeth, 2002).

2.3.6. Penggunaan dan Kualitas Minyak Goreng

Minyak goreng yang berkualitas dikatakan tidak boleh berbau dan sebaiknya beraroma netral. Berbeda dengan lemak yang padat, dalam bentuk cair minyak merupakan penghantar panas yang baik. Makanan yang digoreng tidak hanya menjadi matang, tetapi menjadi cukup tinggi panasnya sehingga menjadi cokelat.

Suhu penggorengan yang dianjurkan biasanya berkisar antara 177°C sampai 201°C (Jonarson, 2004).

Kualitas minyak goreng sangat ditentukan oleh kandungan asam lemak dari minyak tersebut karena asam lemak menentukan sifat kimia dan stabilitas minyak. Apakah bersifat jenuh ataukah bersifat tidak jenuh. Pada proses menggoreng pasti berhadapan dengan panas yang tinggi. Dengan demikian, minyak goreng dikatakan berkualitas apabila mempunyai stabilitas yang tinggi terhadap panas. Asam lemak jenuh mempunyai stabilitas yang tinggi terhadap panas. Banyaknya asam lemak tidak jenuh (ikatan rangkap) dalam minyak goreng dapat dinyatakan dengan bilangan iodin atau angka iodin. Minyak goreng yang berasal dari kelapa dan sawit memiliki angka iodin yang lebih kecil dibandingkan angka iodin minyak yang berasal dari kedelai, jagung, kacang tanah, biji kapas dan bunga matahari. Hal ini menunjukkan kandungan asam lemak jenuh minyak kelapa dan sawit jauh lebih tinggi daripada jenis minyak yang lain. Dengan demikian minyak untuk keperluan menggoreng lebih baik menggunakan minyak yang berasal dari kelapa dan sawit (Aprilio, 2010).

Di samping itu, kualitas minyak goreng juga ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Titik asap suatu minyak goreng tergantung dari kadar gliserol bebas. Makin tinggi titik asap, makin baik mutu minyak goreng tersebut (Winarno dalam Jonarson, 2004).

Minyak goreng yang baik mempunyai sifat tahan panas, stabil pada cahaya matahari, tidak merusak flavor hasil gorengan, sedikit gum, menghasilkan produk dengan tekstur dan rasa yang bagus. Adapun standar mutu minyak goreng di Indonesia diatur dalam SNI 3741-1995 yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.2. Standar Mutu Minyak Goreng berdasarkan SNI 3741-1995. No Kriteria Uji Persyaratan

1 Bau Normal

2 Rasa Normal

3 Warna Muda jernih

4 Cita rasa Hambar

5 Kadar air Max 0,3%

6 Berat jenis 0,900 g/L

7 Asam lemak bebas Max 0,3% 8 Bidangan peroksida Max 2 meq/Kg 9 Bidangan iodium 45-46

10 Bidangan penyabunan 196-206

11 Titik asap Min 200°c

12 Indeks bias 1,448-1,450 13 Besi Max 0,5 mg/Kg 14 Timbal Max 0,1 mg/Kg 15 Tembaga Max 40mg/Kg 16 Seng Max 0,05 mg/Kg 17 Paksa Max 0,1 mg/Kg 18 Timah Max 0,1 mg/Kg 19 Arsen Max 0,1 mg/Kg Sumber: Wijana dkk (2005).

2.3.7. Kerusakan Minyak Goreng

Kerusakan minyak selama proses menggoreng akan mempengaruhi kualitas dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng. Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi dalam proses pemanasan dengan suhu tinngi akan menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam minyak (Ketaren, 2005).

Oksidasi minyak akan menghasilkan senyawa aldehida, keton, hidrokarbon, alkohol, lakton, serta senyawa-senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik dan rasa getir. Kerusakan minyak karena proses oksidasi terdiri dari enam tahap :

1. Pada permulaan terbentuk volatile decomposition product (VDP) yang dihasilkan dari pemecahan rantai karbon asam lemak.

2. Proses oksidasi disusul dengan proses hidrolisa trigliserida karena adanya air. Hal ini terbukti dari kenaikan jumlah asam lemak bebas dalam minyak.

3. Oksidasi asam-asam lemak berantai panjang. 4. Degradasi ester oleh panas.

5. Oksidasi asam lemak yang terikat pada posisi α dalam trigliserida.

6. Auto keton dan aldehida menjadi asam karboksilat.

Reaksi polimerisasi adisi dari asam lemak tidak jenuh akan mengakibatkan pembentukan polimer selama proses menggoreng. Hal ini terbukti dengan terbentuknya bahan menyerupai gum yang mengendap di dasar ketel atau wadah penggorengan.

Kerusakan lemak dan minyak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik (off-odor atau off flavor) yang disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh proses autooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam minyak. Autooksidasi dimulai dengan pembentukan faktor-faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam berat, dan enzim-enzim lipoksidase. Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap tersebut disebabkan oleh pembentukan senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida. Menurut teori yang sampai kini masih dianut orang, sebuah atom hidrogen yang terikat pada suatu atom karbon yang letaknya di sebelah atom karbon lain yang mempunyai ikatan rangkap dapat disingkirkan oleh suatu kuantum energi sehingga membentuk radikal bebas. Kemudian radikal ini dengan O2 membentuk peroksida aktif yang dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek oleh radiasi energy tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim. Senyawa-senyawa dengan rantai C lebih pendek ini adalah asam-asam volatil dan menimbulkan bau tengik pada lemak (Winarno, 2002).

Kerusakan minyak tidak dapat dicegah, namun dapat diperlambat dengan memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhinya. Pertama, oksigen. Semakin banyak oksigen semakin cepat teroksidasi; Kedua, ikatan rangkap. Semakin banyak asam lemak tidak jenuhnya semakin mudah teroksidasi; Ketiga, suhu. Suhu penggorengan dan penyimpanan yang tinggi akan mempercepat reaksi; Keempat, cahaya serta ion logam tembaga (Cu2+) dan besi (Fe2+) yang merupakan faktor katalis proses oksidasi; dan kelima, antioksidan. Semakin tinggi antioksidan ditambahkan semakin tahan terhadap oksidasi. Untuk menghindari penurunan mutu akibat proses oksidasi dapat menggunakan antioksidan. Antioksidan secara harpiah dapat diartikan pencegah oksidasi dengan cara menurunkan konsentrasi oksigen (O2). Dengan memperhatikan faktor penyebab, maka oksidasi ataupun ketengikan dapat diperlambat. Proses ketengikan sangat dipengaruhi oleh adanya prooksidan dan antioksidan. Prooksidan akan mempercepat terjadinya oksidasi, sedangkan antioksidan akan menghambatnya (Winarno, 2002).

Dokumen terkait