• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gizi Ibu Hamil Dan Pertumbuhan Janin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gizi Ibu Hamil Dan Pertumbuhan Janin"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

GI Z I I BU H AM I L

DAN PERT U M BU H AN J AN I N

Oleh :

Zulhaida Lubis

DEPARTEMEN GIZI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

(2)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI. ... i

DAFTAR TABEL... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

I. PENDAHULUAN ... 1

II. PERTUMBUHAN FISIK MASA PRENATAL ... 4

2.1 Pertumbuhan Janin ... 4

2.1.1 Kurva Pertumbuhan Janin ... 8

2.1.2 Mekanisme Pertumbuhan Janin ... 9

2.2 Komposisi Tubuh Janin ... 11

2.3 Kebutuhan Gizi untuk janin ... 12

2.3.1 Kebutuhan Zat Gizi Makro ... 12

2.3.2 Kebutuhab Zat Gizi Mikro ... 13

2.3.3 Peranan Plasenta ... 14

III. GIZI IBU HAMIL... 16

3.1 Kebutuhan Gizi Ibu hamil... 16

3.1.1 Kebutuhan Energi ... 16

3.1.2 Kebutuhan protein... 18

3.1.3 Kebutuhan Vitamin dan Mineral... 18

3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intik Gizi Ibu Hamil ... 19

3.3 Status Gizi Ibu Hamil... 20

3.3.1 Pertambahan Berat Badan Selama Hamil ... 20

3.3.2 Perubahan Komposisi Tubuh Ibu Hamil... 23

3.3.3 Penilaian Status Gizi Ibu Hamil... 24

3.4 Masalah Gizi Ibu Hamil dan Dampaknya pada Pertumbuhan Janin 26 IV PENUTUP ... 29

(3)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Komposisi Tubuh Janin dari minggu ke 24-40 kehamilan ... 12 Tabel 3.1 Kecukupan Gizi Pada Wanita Dewasa dan Ibu Hamil ... 17

Tabel 3.2 Pertambahan Berat Badan Ibu Hamil menurut BMI... 21 Tabel 3.3 Komposisi Pertambahan Berat Badan Total Ibu Selama Hamil 23 Tabel 3.4 Pengaruh Status Besi Ibu Hamil terhadap Bayi Baru Lahir dan

(4)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Angka Kematian Ibu di berbagai negara Tahun 1990-1998 .. 1 Gambar 1.2 Siklus Malnutrisi Intergenerasi ... 2

Gambar 2.1 Representase diagramatis Siklus Ovarium; mulai dari pembu

(5)

I. PENDAHULUAN

Sesuai dengan tujuan pembangunan nasional untuk memperoleh kesejahteraan bagi seluruh penduduk, maka upaya yang harus dilakukan adalah meningkatkan semua sektor pembangunan terutama yang berkaitan dengan peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Peningkatan derajat kesehatan dan gizi masyarakat merupakan salah satu aspek penting dalam upaya tersebut.

Kualitas sumberdaya manusia sangat ditentuan oleh keadaan gizi dan kesehatan sejak usia dini bahkan sejak masih dalam kandungan. Penyebab terjadinya gangguan gizi dan pertumbuhan umumnya disebabkan gangguan gizi ibu pada masa kehamilan, disamping praktek pemberian makan (termasuk ASI) dan penyakit infeksi. Oleh karena itu perhatian terhadap keadaan kesehatan dan gizi ibu hamil merupakan kunci keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak sampai mencapai usia dewasa.

Sampai saat ini masalah gizi dan kesehatan pada ibu hamil masih memerlukan perhatian yang lebih serius. Hal ini dapat dilihat dari masih tingginya Angka Kematian Ibu hamil dan melahirkan (AKI), yaitu sebesar 373 per 100.000 kelahiran hidup (SKRT, 1995). Bila dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN selama tahun 1990-1998, Indonesia mempunyai rata-rata angka

kematian ibu tertinggi (Gambar 1.1).

(6)

Tingginya angka kematian ibu menunjukkan masih besarnya masalah kesehatan dan gizi pada ibu hamil. Prevalensi anemia pada ibu hamil masih cukup tinggi yaitu 50,9 %, dan angka BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) sekitar 2-17 % selama tahun 1990 – 2000 (Depkes, 2003). Dari data Susenas 1999, risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil sebesar 27,6 % (www:gizi.net/kebijakan gizi). Menurut laporan World Bank (1994) dalam Jalal,F. dan Atmojo, S (1998), salah satu persoalan yang cukup serius adalah bahwa anemia gizi pada ibu hamil bertamnggungjawab terhadap 20 % kematian ibu sewaktu melahirkan.

Keadaan kesehatan dan gizi ibu hamil sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak dan remaja, bahkan sampai mereka kemudian menjadi seorang ibu dan melahirkan bayi, yang dikenal sebagai “siklus malnutrisi intergenerasi” digambarkan oleh ACC/SCN (1999). Siklus tersebut dapat dijelaskan pada Gambar 1.2, bila seorang wanita dewasa bertubuh kecil, kemungkinan akan melahirkan bayi BBLR. Bayi yang lahir dengan ukuran kecil akan mengalami risiko hambatan pertumbuhan dan perkembangan. Bahkan dapat mempengaruhi kecerdasan anak yang digambarkan dengan penurunan IQ sebesar 10-13 poin bila anak menderita gizi buruk (Depkes, 2003). Selanjutnya anak yang mengalami hambatan pertumbuhan, pada masa remaja menjadi kecil (berat badan

dan tinggi badan rendah), ahkirnya menjadi dewasa juga bertubuh kecil. Demikian siklus tersebut terus berjalan, dan bila tidak diperbaiki akan menyebabkan penurunan kualitas sumberdaya manusia di masa yang akan datang.

Sumber: Dimodifikasi dari ACC/SCN, 1992 dalam Tontisirin, K and Gillespie (1999)

Gagal tumbuh kembang anak

BB dan TB rendah pada masa remaja

BBLR

(7)
(8)

II. PERTUMBUHAN FISIK MASA PRENATAL

2.1 Pertumbuhan Janin

Kehidupan janin di dalam rahim ibu (intrauterus) dibagi menjadi tiga fase pertumbuhan yaitu fase germinal, embrional dan fetus (janin) :

1. Fase Germinal

Berlangsung pada waktu 10 -14 hari setelah pembuahan. Zigot (hasil pembuahan) berkembang cepat 72 jam setelah pembuahan, membelah diri menjadi 32 sel dan sehari kemudian sudah 72 sel. Pembelahan ini berlangsung terus sampai menjadi 800 milyar sel atau lebih, dan dari sinilah manusia tumbuh berkembang.

Dalam fase germinal ini terbentuklah saluran yang menempel pada uterus yang dicapai selama 3-4 hari yang kemudian berubah bentuk menjadi “blastocyst“ yang terapung bebas dalam uterus selama satu atau dua hari.

Beberapa sel sekitar pinggiran blastocyst membentuk piringan embrionik (embryonic disk) merupakan massa sel yang tebal dan dari sinilah bayi akan tumbuh. Massa ini mengalami deferensiasi menjadi tiga lapisan, bagian atas yaitu ektoderm, bagian bawah endoderm dan lapisan tengah mesoderm.

a. Ektoderm

Lapisan ini nantinya akan membentuk lapisan kulit luar, kuku, rambut gigi, organ perasa dan system syaraf termasuk otak dan sumsum tulang belakang. b. Endoderm

Lapisan bagian bawah ini akan membentuk system pencernaan, hati, pancreas, kelenjar ludah, system pernafasan.

c. Mesoderm

Lapisan tengah (mesoderm) merupakan lapisan yang akan berkembang dan

berdeferensiasi menjadi lapisan kulit bagian dalam, urat daging, kerangka, sistem ekskresi dan system sirkulasi.

Gambar 2.1 berikut menunjukkan proses pembuahan sampai terjadi impalantasi di dalam rahim ibu.

(9)

Sumber: Fox, SI (1984)

Gambar 2.1 Representase diagramatis siklus ovarium; mulai dari pembuahan sampai implantasi

Bagian lain dari blastocyst tumbuh menjadi plasenta, tali pusat dan kantong empedu. Pada masa ini pula yaitu pada usia embrio 4 minggu, embrio mengeluarkan hormone yang menyebabkan berhentinya siklus haid ibu.

2. Fase Embrional

Berkembang mulai pada 2 – 8 minggu setelah pembuahan. Selama fase ini system pernafasan, pencernaan, system syaraf dan tubuh tumbuh dan berkembang cepat. Pada periode pertumbuhan embrional ini sangatlah peka terhadap pengaruh lingkungannya. Keadaan tidak normal atau cacat pada waktu

lahir dapat terjadi karena adanya gangguan pada masa kandungan tiga bulan pertama.

(10)

3. Fase Fetus (Janin)

Berkembang delapan minggu setelah pembuahan. Sel tulang pertama mulai tumbuh dan embrio menjadi janin. Dari periode ini sampai saat kelahiran bentuk tubuh makin sempurna, bagian-bagian tubuh tumbuh dengan laju yang berbeda-beda dan janin sendiri tumbuh memanjang sampai kira-kira 20 kalinya. Selama janin tumbuh dan berkembang, total cairan tubuh menurun dari 92

menjadi 72 persen. Perubahan ini diikuti oleh peningkatan protein dan lemak terutama selama dua bulan terkahir kehamilan, dimana peningkatan protein lebih banyak dari pada lemak. Selain itu pada janin terjadi pula pertambahan yang nyata pada natrium, kalsium dan besi. Natrium terutama terdapat dalam cairan ekstraseluler dan dalam tulang, sedang kalium terdapat dalam cairan intraseluler berkaitan dengan massa sel.

Kegiatan janin selama dalam kandungan selain menghisap zat gizi dan bernafas, janin juga bergerak aktif seperti menyepak, berputar, melengkung dan menggenggam. Selain itu janin mampu melakukan respon terhadap rangsangan suara atau getaran. Janin juga peka terhadap kondisi kejiwaan ibunya, misalnya ibu yang mengandung merasa takut, sedih atau cemas maka janin akan melakukan gerakan-gerakan yang lebih cepat. Demikian pula apabila si ibu kelelahan. Respon tersebut diduga karena adanya perubahan sekresi kelenjar

yang terjadi dalam tubuh ibunya.

Pertumbuhan dan perkembangan janin dapat dibagi berdasarkan trimester : 1. Trimester pertama

Pada trimester pertama atau tiga bulan pertama masa kehamilan merupakan masa dimana system organ prenatal dibentuk dan mulai berfungsi. Pada minggu ke 3 sel-sel mulai membentuk organ-organ spesifik dan bagian-bagian tubuh. Minggu ke 13, jantung telah lengkap dibentuk dan mulai berdenyut, sebagian besar organ telah dibentuk,dan janin mulai dapat bergerak (Gambar 2.2)

(11)

sickness”, yang dapat menyebabkan berkurangnya intik makanan ibu (Michio and Kushi, A, 1985).

Defisiensi gizi dan pengaruh-pengaruh lain yang membahayakan janin seperti penggunaan obat, vitamin A dosisi tinggi, radiasi atautrauma dapat merusak atau menghambat perkembangan janin selanjutnya. Sebagain besar keguguran terjadi pada masa ini, bahkan sekitar sepertiga dari kejadian keguguran terjadi karena wanita tidak menyadari bahwa dia sedang benar-benar hamil. Masa trimester pertama merupakan masa yang kritis, sehingga harus dihindari hal-hal yang memungkinkan kegagalan pertumbuhan dan perkembanganjanin (Wardlaw, G.M., et al, 1992).

Sumber: http://www.w-cpc.org/pictures/adam/mo8.jpg. Time Life Fetus.

Gambar 2.2 Periode kritis perkembangan janin selama kehamilan

2. Trimester kedua

Pada awal trimester kedua, berat janin sudah sekitar 100 g. Gerakan-gerakan janin sudah mulai dapat dirasakan ibu. Tangan, jari, kaki dan jari kaki

(12)

dan pada saat ini denyut jantung janin sudah dapat dideteksi dengan stetoskop. Bentuk tubuh janin saat ini sudah menyerupai bayi (Gambar 2.2).

3. Trimester ketiga

Memasuki trimester ketiga, berat janin sekitar 1-1,5 kg. Pada periode ini uterus semakin membesar sampai berada di bawah tulang susu. Uterus menekan keatas kearah diafragma dan tulang panggul. Hal ini sering membuat ibu hamil merasa jantung sesak dan kesulitan pencernaan. Seringkali ibu juga mengalami varises pada pembuluh darah sekitar kaki, wasir, dan lutut keram karena meningkatnya tekanan kepada perut, rendahnya laju darah balik dari limbs, dan efek dari progesterone, yang menyebabkan kendurnya saluran darah.

Setelah usia kehamilan mencapai sekitar 28 –30 minggu, bayi yang lahir disebut prematur (sebelum minggu ke 37 kehamilan), mempunyai kesempatan untuk hidup baik bila dirawat dalam suatu perawatan “bayi baru lahir risiko tinggi”. Namun, mineral dan cadangan lemak pada bayi tidak normal, yang seharusnya dibentu pada bulan terakhir kehamilan. Masalah medis lain pada bayi prematur adalah masih belum mampu mengisap dan menelan dengan baik, sehingga perawatan bayi ini sangat sulit (Wardlaw, G.M., et al, 1992).

2.1.1 Kurva Pertumbuhan janin

Beberapa kurva pertumbuhan janin mempunyai bentuk yang sama. Ketika data berat janin sebelum dan sesudah minggu ke 24 kehamilan dikombinasikan, pola pertumbuhan janin menjadi bentuk baku mengikuti bentuk “kurva elongated sigmoid”. (Gambar 2.3). Sampai 14-16 minggu kehamilan kenaikan absolut berat janin relatif kecil. Priode selanjutnya terjadi peningkatan yang lebih besar, sampai usia 33-34 minggu kehamilan. Pada minggu menjelang kelahiran kenaikan kembali melambat (Rosso, 1990).

(13)

dari pada pertambahan panjang. Hal ini menggambarkan bahwa pada masa tersebut terjadi akumulasi/penimbunan lemak tubuh yang sangat cepat.

Gambar 2.2 Pertambahan berat janin selama kehamilan (Rosso, 1990)

Sumber: Rosso (1990)

Gambar 2.3 Rata-rata Pertumbuhan Janin menurut Usia Kehamilan

Kurva perubahan lingkar kepala mengikuti pola yang sama dengan pertumbuhan linier (panjang badan). Hasil scanning ultrasound menunjukkasn bentuk kemiringan yang sama antara pertumbuhan linier dengan kurva diameter biparietal. Kurva ini sangat penting memberi kontribusi untuk kepentingan

perawatan neonatal dan untuk mengenali kemungkinan terjadinya retardasi pertumbuhan janin (Rosso, 1990).

2.1. 2 Mekanisme Pertumbuhan Janin

(14)

organ dan jaringan kandungan DNA meningkat secara linier hingga mencapai kondisi stabil. Untuk beberapa jaringan yang tidak berkembang lagi ditandai dengan berhentinya pertambahan sel; atau di bagian lain digambarkan bahwa populasi sel, walaupun masih terjadi pembelahan sel, telah dicapai suatu keseimbangan diantara pembentukan sel dan kehilangan sel. Pada titik pertumbuhan ini dikuti secara kontinu peningkatan/pertambahan ukuran sel digambarkan pada rasio berat/DNA atau protein/DNA yang lebih besar.

Studi terhadap mekanisme pertumbuhan janin telah ditunjukkan bahwa diperkirakan usia 25 minggu kehamilan menggambarkan pertumbuhan janin yang cepat dalam pembelahan sel. Pada 10 minggu terakhir terjadi peningkatan yang sangat cepat pada ukuran sel atau pertumbuhan “hyper-trophic”. Pada saat ini pembelahan sel terus terjadi tetapi sangat lambat.

Organ yang dalam pertumbuhan prenatal telah banyak dan secara luas dipelajari adalah otak. Hasil studi menunjukkan bahwa kandungan DNA otak secara keseluruhan meningkat secara linier sampai lahir dan berlanjut terus meningkat lebih lambat sampai usia 18-24 bulan (Gambar 2.4).

Beberapa organ mempunyai ciri pola pertumbuhan selluler. Sebagai contoh, ginjal dan jantung rasio protein/DNA meningkat lambat sampai minggu ke 30 kehamilan, setelah itu meningkat lebih cepat. Rasio protein/DNA pada

jantung meningkat secara linier selama kehamilan.

Sumber: Rosso (1990)

(15)

Karena peran pertambahan sel yang sangat penting pada pertumbuhan janin, periode perkembangan intrauterin disebut sebagai “critical period” (periode kritis). Otak adalah organ yang lebih berisiko, sejak awal sampai akhir pertumbuhan hyperplasia. Secara teoritis, bila terjadi retardasi pertumbuhan janin dapat menyebabkan penurunan jumlah sel otak secara irreversibel (tidak dapat diperbaiki). Studi lain juga menunjukkan bahwa ada korelasi yang erat antara lingkar kepala saat baru lahir dengan kandungan DNA otak. Ukuran kandungan DNA organ lain pada janin ditunjukkan lebih rendah pada janin yang pertumbuhannya terhambat (growth-retarded fetuses) (Rosso, 1990)

2.2 Komposisi Tubuh Janin

Beberapa studi tentang komposisi tubuh janin, ditentukan secara langsung dengan analisis kimia, dan telah dipublikasikan (Camerer, 1902; Givens and Mary, 1933; Iob and swanson, 1934; Widdowson and Spray, 1951; Widdowson. 1981, dalam Rosso, 1990) Beberapa informasi tersebut digunakan untuk mengembangkan “referensi” model komposisi janin oleh Ziegler et.al, 1976. Persamaan regresi digunakan untuk menghitung jumlah absolut dari setiap unsur yang dihubungkan dengan umur. Dari perkiraan komposisi tubuh dan peningkatan berat badan pada berbagai usia kehamilan, komposisi pertambahan

berat dan peningkatan komponen tubuh setiap hari dapat ditentukan.

(16)

Tabel 2.1 Komposisi Tubuh Janin dari minggu ke 24 – 40 kehamilan

2.3 Kebutuhan Gizi untuk Janin

Untuk pertumbuhan janin yang memadai diperlukan zat-zat makanan yang cukup, dimana peranan plasenta besar artinya dalam transfer zat-zat makanan tersebut. Pertumbuhan janin yang paling pesat terutama terjadi pada stadium akhir kehamilan. Misalnya pada akhir bulan ketiga kehamilan berat janin hanya sekitar 30 gram dan kecepatan maksimum pertumbuhan janin terjadi pada minggu ke 32-38. sehingga dibutuhkan lebih banyak zat-zat makanan pada stadium akhir tersebut (Suryani, 2002).

Kebutuhan gizi janin diperkirakan dengan berbagai cara antara lain : 1) perkiraan konsumsi oksigen dan produksi karbondioksida; 2) transfer zat gizi dari ibu ke janin; 3) perubahan perkembangan komposisi tubuh janin (Rosso, 1990)

2.3.1 Kebutuhan Zat Gizi Makro a. Kebutuhan energi

(17)

suhu lingkungan 37 oC. Energi yang dibutuhkan janin menjelang kelahiran diperkirakan sekitar 96kkal/kg/hr atau 336 kkal/hr dengan berat janin 3,5 kg. b. Protein

Transpor protein melalui plasenta terutama asam amino yang kemudian disintesis oleh fetus menjadi protein jaringan. Pada akhir kehamilan, diperkirakan kebutuhan protein sekitar 1,8 g/kg/hr.

c. Lemak

Sebagian besar dari 500 gram lemak tubuh janin ditimbun antara minggu ke 35-40 kehamilan. Pada stadium awal kehamilan tidak ada lemak yang ditimbun kecuali lipid esensial dan fosfolipid untuk pertumbuhan susunan syaraf pusat dan dinding sel syaraf. Sampai pertengahan kehamilan hanya sekitar 0,5 % lemak dalam tubuh janin, setelah itu jumlahnya meningkat mencapai 7,8 % pada minggu ke 34 dan 16 % pada saat sebelum lahir. Pada bulan terakhir kehamilan sekitar 14 gram lemak perhari ditimbun. Transpor asam lemak melalui plasenta sekitar 40 % dari lemak ibu, sisanya disintesa oleh janin.

Baik lemak maupun protein meningkat dengan cepat pada bulan terakhir kehamilan bersamaan dengan meningkatnya berat janin. Sebagian besar lemak ditimbun pada daerah subkutan, oleh karna itu pada bayi “aterm” 80 %

jaringan lemak tubuh terdapat pada jaringan subkutan. d. Karbohidrat

Janin mempunyai sekitar 9 gram karbohidrat pada minggu ke 33, dan pada waktu lahir meningkat menjadi 34 gram. Konsentrasi glukogen pada hati dan otot-otot skelet meningkat pada akhir kehamilan.

2.3.2 Kebutuhan Zat Gizi Mikro a. Vitamin

(18)

energi janin. Selain itu kebutuhan vitamin dapat juga diperkirakan berdasarkan konsumsi energi pada janin, misalnya thiamin diperlukan sekitar 0,04 mg, niasin 1,2 mg, dan riboflavin 0,075 mg.

b. Mineral

Kebutuhan mineral juga diperkirakan melalui informasi kandungan mineral pada janin. Selama 2 minggu terakhir kehamilan, rata-rata janin memerlukan 3,1 mg/hr, angka ini lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan bayi pada tahun pertama kehidupan yang hanya sekitar 0,6 mg/hr. Rata-rata kandungan zinc dalam tubuh janin sekitar 2,0 mg/hr atau 0,6 mg/kg/hr. Sedangkan kalsium sekitar 300 mg/hr (Rosso, 1990)

2.3.3 Peranan Plasenta

Plasenta bukan sekedar organ untuk transport makanan, tetapi juga mampu menyeleksi zat-zat makanan yang masuk dan proses lain (resintesis) sebelum mencapai janin. Suplai zat-zat makanan ke janin yang sedang tumbuh tergantung pada jumlah darah ibu yang mengalir melalui plasenta dan zat-zat makanan yang diangkutnya. Efisiensi plasenta dalam mengkonsentrasikan, mensintesis dan transport zat-zat makanan yang menentukan suplai makanan ke janin.

Janin yang malnutrisi pada umumnya disebabkan oleh gangguan suplai makan dari ibu, misalnya pada kelainan pembuluh darah plasenta, ibu dengan KEP (Kurang Energi Protein) atau akibat berkurangnya transport zat-zat makanan melalui plasenta. Diperkirakan 1/3 – ½ bayi yang BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) dilahirkan pada usia kehamilan diatas 37 minggu, yang berarti kejadian BBLR tersebut disebabkan gangguan pertumbuhan sejak dalam kandungan, bukan karena usia kehamilan yang kurang.

(19)

enzim dan asam nukleat disintesis. Konversi dan sintesis selanjutnya terjadi pada plasenta di sisi janin.

Karbohidrat merupakan sumber utama bagi janin dan ini diperoleh secara kontinu dari transfer glukosa darah ibu melalui plasenta. Sedangkan lemak bukan sumber energi utama, hanya ditransfer secara terbatas dalam bentuk asam lemak melalui plasenta. Pertumbuhan sel janin adalah hasil dari sintesis protein yang berasal dari asam amino yang ditransfer melalui plasenta.

(20)

III. GIZI IBU HAMIL

3.1 Kebutuhan Gizi Ibu Hamil 3.1.1 Kebutuhan Energi

Besaran energi yang dikonsumsi merupakan faktor gizi yang paling penting bila dikaitkan dengan berat badan lahir bayi. Jumlah energi yang harus disiapkan hingga kehamilan berakhir sekitar 80.000 Kkal (National Academy of Sciences, 1990), atau kira-kira 300 Kkal per hari di atas kebutuhan wanita tidak hamil. Angka ini dihitung berdasarkan kesetaraan dengan protein dan lemak yang tertimbun untuk pertumbuhan janin dan keperluan ibu.

Energi yang tersembunyi dalam protein ditaksir sebanyak 5180 kkal, dan lemak 36.337 Kkal. Agar energi ini bisa ditabung masih dibutuhkan tambahan energi sebanyak 26.244 Kkal, yang digunakan untuk mengubah energi yang terikat dalam makanan menjadi energi yang bisa dimetabolisir. Dengan demikian jumlah total energi yang harus tersedia selama kehamilan adalah 74.537 Kkal, dibulatkan menjadi 80.000 Kkal. Sementara Durin, dkk. membulatkan ke bawah menjadi 70.000 Kkal, bahkan menganjurkan kisaran 69.000 – 70.000 Kkal (National Academy of Sciences, 1990).

Untuk memperoleh besaran energi per hari, hasil penjumlahan ini

kemudian dibagi dengan angka 250 (perkiraaan lamanya kehamilan dalam hari) sehingga diperoleh angka 300 Kkal, sedangkan Durin, dkk memperoleh hasil 100-150 Kkal per hari. Perbedaan angka perkiraabn ini berawal dari perbedaan menaksir cadangan lemak ibu, perubahan derajat kegiatan fisik dan keefisienan energi selama hamil disamping lamanya kehamilan.

Kebutuhan energi pada trimester I meningkat secara minimal. Kemudian sepanjang trimester II dan III kebutuhan energi terus meningkat sampai akhir kehamilan. Energi tambahan selama trimester II diperlukan untuk pemekaran jaringan ibu seperti penambahan volume darah, pertumbuhan uterus, dan payudara, serta penumpukan lemak. Selama trimester III energi tambahan digunakan untuk pertumbuhan janin dan plasenta.

(21)

sehari pada trimester I, 350 Kkal sehari pada trimester II dan III. Sedangkan di Kanada, penambahan untuk trimester I sebesar 100 Kkal dan 300 Kkal untuk trimester II dan III. Sementara di Indonesia, berdasarkan hasil Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VII tahun 1998 ditentukan angka 285 Kkal perhari selama kehamilan, dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Kecukupan gizi pada wanita dewasa dan ibu hamil

Zat gizi Satuan Wanita dewasa Ibu hamil Tambahan

Energi Kalori 2200 2485 285 (13 %)

Protein g 48 60 12 (25 %)

Viamin A RE 500 700 200 (40 %)

Vitamin D mg 5 15 10 (200 %)

Vitamin E mg 8 18 10 (125 %)

Vitamin K mg 65 130 65 (100 %)

Thiamin mg 1,0 1,2 0,2 (20 %)

Riboflavin mg 1,2 1,4 0,2 (16,7 %)

Niacin mg 9 9,1 0,1 (1,1 %)

Vitamin B12

mg 1,0 1,3 0,3 (30 %)

Asam folat μg 150 300 150 (100 %)

Piridoksin mg 1,6 3,8 2,2 (137,5 %)

Vitamin C mg 60 70 10 (16,7 %)

Kalsium mg 500 900 400 (80 %)

Fosfor mg 450 650 200 (44,4 %)

Besi mg 26 46 20 (76,9 %)

Seng mg 15 20 5 (33,3%)

Yodium μg 150 175 25 (16,7 %)

Selenium μg 55 70 15 (27,3 %)

(22)

Dalam Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VIII tahun 2004 (belum dipublikasi), angka tersebut telah disesuaikan dengan hasil-hasil kajian yang relevan. Angka kecukupan Energi (AKE) bagi ibu hamil ditetapkan 180 kkal/hari untuk trimester I, dan 300 kkal/hari untuk trimester II dan III.

3.1.2 Kebutuhan Protein

Sama halnya dengan energi, kebutuhan wanita hamil akan protein juga meningkat, bahkan mencapai 68 % dari sebelum hamil. Jumlah protein yang harus tersedia sampai akhir kehamilan diperkirakan sebanyak 925 g yang tertimbun dalam jaringan ibu, plasenta, serta janin. Bila PER dianggap 70 % maka rataan tambahan protein sebesar 8,5 g/hari. Jika koefisien variabilitas sebesar 15 % maka tambahan ini menjadi 10 g/hari. National Academy of Sciences (1990) mematok angka sekitar 30 g/hari.

Banyak anggapan bahwa angka ini terlalu tinggi bagi wanita normal pada trimester I. Di Kanada tambahan yang dianjurkan adalah 5 g pada trimester I, 15 g trimester II dan 24 g pada trimester III. Sementara di Indonesia melalui Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VII tahun 1998 menganjurkan penambahan protein 12 g/hari selama kehamilan (Tabel 3.1). Kemudian angka kecukupan protein ini juga direvisi pada Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VII tahun

2004, yang menganjurkan tambahan protein untuk ibu hamil sebesar 17 gram/hari. Bahan pangan yang dijadikan sumber protein sebaiknya (2/3 bagian) pangan yang bernilai biologi tinggi, seperti daging tak berlemak, ikan, telur, susu dan hasil olahannya. Protein yang berasal dari tumbuhan (nilai biologinya rendah) cukup 1/3 bagian (Arisman, 2002).

3.1.3 Kebutuhan Vitamin dan Mineral

(23)

seorang ibu hamil harus memperoleh sinar matahari secara reguler. Bila sinar matahari tidak dapat diperoleh ibu hamil dapat meminum susu yang diperkaya dengan vitamin D, atau mengkonsumsi suplemen vitamin D yang mengandung 5-10 µg atau sekitar 200-400 IU (Wardlaw, G.M., et al, 1992).

Asam folat dibutuhan untuk pembentukan DNA, yang berarti pertumbuhan janin maupun komponen ibu sangat tergantung pada ketersediaan asam folat. Selain itu asam folat dibutuhkan untuk pembentukan sel-sel darah merah yang juga meningkat selama hamil. Bila intik asam folat tidak cukup dapat menyebabkan anemia yang cukup serius pada ibu selama hamil.

Secara umum kebutuhan mineral juga meningkat selama hamil, terutama, kalsium, zat besi, fosfor dan seng (Tabel 3.1). Tambahan zat besi hampir dua kali kebutuhan sebelum hamil, diperlukan untuk pembentukan hemoglobin bagi ibu dan janin. Kebutuhan besi paling besar pada masa timester dua dan tiga. Pada saat ini suplemen besi sangat diperlukan, terutama bila ibu hanya sedikit mengkonsumsi makanan kaya zat besi atau yang difortifikasi zat besi (Wardlaw, G.M., et al, 1992).

3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intik Gizi Ibu Hamil

Selama 12 minggu pertama kehamilan (trimester pertama), intik makanan

ibu biasanya kurang dari yang seharusnya, hal ini mungkin disebabkan perasaan nek dan mual dan muntah (nausea dan vomit) yang dialami hampir semua ibu hamil. Namun pada minggu-minggu berikutnya selera makan akan meningkat kembali dan ibu biasanya merasa bahwa mereka makan lebih banyak dari sebelum hamil.

Beberapa faktor yang mempengaruhi intik makanan selama hamil, antara lain : hormon-hormon plasenta; zat gizi yang masuk ke janin; pengeluaran energi untuk mobilisasi pertambahan berat badan ibu, serta pengurangan aktifitas fisik Pengaruh setiap faktor mungkin berbeda selama periode kehamilan.

(24)

Pada percobaan terhadap tikus, menunjukkan bahwa estradiol menurunkan sensitifitas naloxone, yang menyebabkan penurunan makanan yang dikonsumsi (Rosso, 1990).

Penurunan intik makanan pada periode akhir kehamilan merupakan refleksi dari penurunan aktivitasfisik ibu. Pengeluaran energi untuk aktivitas fisik berpengaruh cukup besar terhadap pengeluaran total energi sehari. Jadi pengurangan aktifitas fisik dapat mengimbangi kebutuhan energi yang lebih besar untuk janin atau untuk metabolisme ibu.

Wanita hamil juga mengalami perubahan kualitas dalam makanan mereka, kesukaan terhadap makanan tertentu dan menghindari makanan yang lainnya. Alasan perubahan ini tidak diketahui dengan jelas. Makanan tertentu dipilih karena dapat mengurangi “heartburn” (rasa panas di perut), alasan lain karena mereka tahu bahwa dalam makanan tersebut ada zat gizi yang penting bagi ibu hamil. Pada budaya tertentu bisa karena alasan “taboo” (tabu/pantang). Sejumlah makanan yang disukai, terutama berkaitan dengan “craving” (mengidam) terdiri dari makanan yang lebih asin dan lebih lezat/sedap dari biasanya. Suatu studi di New York (Hook, 1979, dalam Rosso,1990), pada wanita yang berpenghasilan rendah dan menengah, menunjukkan bahwa makanan yang sering dikonsumsi saat mengidam adalah es krim, coklat, buah-buahan, dan ikan. Sedangkan makanan

yang tidak disukai antara lain daging merah, unggas, dan bumbu masak.

Selain itu wanita hamil sering mempunyai kebiasaan ngidam terhadap beberapa bahan lain yang yang tidak mngandung zat gizi atau bahkan bukan makanan, misalnya pasir, arang, debu dan lain-lain, kebiasaan ini disebut “pica”. Kebiasaan ini dilakukan dengan berbagai alasan, misalnya untuk mengurangi ketegangan dan nyeri karena lapar, perangsang napsu makan dan ada juga karena kepercayaan tentang kelahiran bayi (mempermudah proses kelahiran, warna kulit bayi putih, dan mencegah terjadinya tanda lahir).

3.3 Status Gizi Ibu hamil

3.3.1 Pertambahan Berat Badan Selama Hamil

(25)

tubuh ibu untuk pertumbuhan janin. Pertambahan berat badan yang normal merupakan gejala yang baik bahwa kehamilan tumbuh dengan normal.

Sebelum dekade tujuh puluhan, banyak paramedis (termasuk dokter) yang menganut konsep semi starvasi, yaitu pembatasan pertambahan berat badan akan membantu mencegah terjadinya toxaemia. Mereka menganjurkan agar pertambahan berat hingga kehamilan berakhir tidak lebih dari 8,2 kg. National Academy of Scienses (1970) menganjurkan pertambahan berat sekitar 9-11,3 kg.

Pada tahun 1983 usulan ini diubah menjadi 10-12,2 kg, dan tahun 1990 bersama-sama dengan Instutut of Medicine, angka tersebut diperbaiki menjadi 11,3-15,9 kg (bagi wanita yang berat terhadap tinggi badannya normal).

Rata-rata pertambahan berat badan wanita Amerika pada tahu 1980 sebesar 13 kg, yang kemudian bergerak sampai 14,4 kg pada tahun 1988. Seberapa besar sebenarnya jumlah pertambahan yang pasti masih kontroooversi. Namun demikian, American College of Obstetrics and Gineaecology, yang dikutip Arisman (2002), menganjurkan pertambahan berat badan sebesar 10-12,3 kg sampai akhir kehamilan.

Pertambahan berat badan selama hamil bervariasi tergantung pada berat ibu sebelum hamil dan proporsi tubuh yang digambarkan dengan Body Mass Index (BMI = BB/TB2) ibu. Menurut Zeman et.al (1988) yang dikutip Arisman

(2002), berat badan wanita yang kurus (underweight) cenderung bertambah lebih besar dari rata-rata, sebaliknya wanita yang gemuk (overweight) pertambahan berat badan biasanya kurang dari rata-rata (Tabel 3.2).

Tabel 3.2 Pertambahan berat badan ibu hamil menurut BMI

BMI Tambahan BB (kg)

Rendah : < 19,8 12,5 – 18,0

Normal : 19,8 –26,0 11,5 – 16,0

Tinggi : 26,1 – 29,0 7,0 – 11,5

(26)

Menurut Hytten and Leitch (1971) dalam Rosso (1990), hasil penelitiannya menunjukkan rata-rata wanita mengalami pertambahan berat badan sekitar 12,5 kg selama kehamilan, dan pertambahan tersebut hanya sekitar 1 kg pada trimester pertama. Rata-rata pertambahan berat badan menurut usia kehamilan dapat dilihat pada Gambar 3.1. Pada usia kehamilan 16-18 minggu, rata-rata pertambahan berat badan 0,36 kg/minggu; selanjutnya sampai usia kehamilan 26-28 minggu berat badan bertambah paling cepat yaitu 0,45 kg/minggu. Selama 12-14 minggu terakhir kehamilan pertambahan berat badan menurun yaitu sekitar 0,35-0,40 kg/minggu.

Sumber: Hytten and Leitch, 1971 dalam Rosso (1990)

Gambar 3.1 Rata-rata pertambahan BB ibu selama kehamilan

(27)

penyulit Disproporsi Kepala-Panggul (DKP). Retensi berlebihan juga merupakan tanda awal preeklampsi. Sebaliknya, pertambahan berat <1 kg selama trimester II apalagi trimester III jelas tidak cukup dan sekaligus meningkatkan resiko kelahiran berat badan rendah, pemunduran pertumbuhan dalam rahim, serta kematian perinatal (Arisman, 2000).

3.3.2 Perubahan Komposisi Tubuh Ibu hamil

Komponen pertambahan berat badan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu produk konsepsi dan pertumbuhan jaringan maternal (National Academy Sciences, 1990). Produk konsepsi mencakup fetus (janin), plasenta, dan cairan amniotik. Rata-rata pertambahan untuk janin sekitar 25 % dari total pertambahan berat badan ibu, plasenta 5 %, dan cairan amniotik 6 %. Sedangkan jaringan maternal (ibu) mencakup uterus, jaringan mammae, darah, cairan ekstraseluler, dan cadangan (simpanan) lemak. Pertambahan untuk jaringan maternal mencapai 2/3 dari total pertambahan berat badan ibu. Pertambahan uterus dan jaringan mammae sekitar 10 %, volume darah 10 %, cairan ekstraseluler 10,4 % dan jaringan lemak 32 % (Tabel 3.3).

Tabel 3. 3 Komposisi Pertambahan Berat Badan Total Ibu Selama Hamil

Pertambahan berat (gram) Komponen

pertambahan BB Minggu ke-10

(28)

Namun demikian masih ada pengecualian dalam penggunaan patokan di atas, karena pada hakekatnya tujuan pertambahan berat kumulatif itu didasarkan pada berat dan tinggi badan sebelum hamil. Pertambahan berat kumulatif wanita pendek (< 150 cm) cukup sekitar 8,8-13,6 kg. Mereka yang hamil kembar dibatasi sekitar 15,4 - 20,4 kg. Bagi mereka dengan berat badan berlebih pertambahan berat diperlambat sampai 0,3 kg/minggu (Arisman, 2002).

Meskipun laju pertambahan berat ibu pada trimester II dan III pada dasarnya sama, penimbunan porsi ibu dan pertambahan jaringan janin tidak berlangsung serentak. Pertambahan komponen dalam tubuh ibu terjadi sepanjang trimester II, sementara pertumbuhan janin dan plasenta serta penambahan jumlah cairan amnion berlangsung sangat cepat selama trimester III (Tabel 3.3). Untuk lebih jelasnya komponen pertambahan berat badan ibu dapat dilihat pada Gambar 3.2 di bawah ini.

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Mgg ke 10 Mgg ke 20 Mgg ke 30 Mgg ke 40 Komposisi Pertambahan BB I bu Selama Kehamilan

Lemak Cairan interstitial

Darah Uterus dan kel.mamae

Fetus Plasenta dan Cairan amniotik

Sumber: Hytten and Leitch (1971) dalam Rosso (1990)

Gambar 3.2 Komposisi pertambahan BB ibu selama kehamilan

3.3.3 Penilaian Status Gizi Ibu Hamil

(29)

dapat diperoleh antara lain dengan metode ”food recall” (tanya ulang), atau ”food record” (pencatatan).

Faktor resiko diet dapat dikelompokkan berdasarkan waktu yaitu resiko selama hamil dan resiko selama perawatan antenatal. Faktor resiko ini meliputi usia di bawah 18 tahun, keluarga prasejahtera, ”food fadism”, perokok, pecandu obat dan alkohol, berat badan < 80 % atau >120 % berat baku, terlalu sering hamil dengan jarak < 1 tahun, riwayat obstetrik jelek, pernah melahirkan anak mati, sedang menjalani terapi gizi untuk penyakit sistemik (Arisman, 2002).

Pengukuran antropometri dapat dilakukan dengan menggunakan indikator pertambahan berat badan, sebagaimana telah dibahas sebelumnya pada topik pertambahan berat badan ibu hamil (sub bab 3.3.1). Pertambahan berat badan ini juga sekaligus bertujuan memantau pertumbuhan janin. Memantau pertambahan berat badan ibu selama hamil merupakan upaya mengetahui dan mempertahankan status gizi ibu agar tetap pada kondisi yang baik selama kehamilan.

Untuk memantau pertambahan berat badan ibu hamil, di Indonesia dikembangkan Kartu Menuju Sehat (KMS) melalui penelitian Husaini di wilayah kabupaten dan kotamadya Bogor selama 2 tahun (1983-1985). Dalam KMS tercantum data tinggi badan, berat badan dan usia kehamilan. Namun penggunaan KMS beberapa tahun terakhir banyak dikritik, karena tidak sesuai dengan kondisi

yang ditemukan pada gambaran klinik. Hal ini menurut Husaini (1986) diduga karena pada umumnya tidak ada data berat badan ibu sebelum hamil atau saat memulai kehamilan, sehingga KMS tersebut memang dirancang menggunakan BB ideal (menurut tinggi ibu), sehingga sulit digunakan untuk memperkirakan berat bayi yang akan dilahirkan. Bgaimanapun, KMS bukan berarti tidak berguna lagi, tepat masih dapat digunakan untuk memantau keadaan gizi ibu hamil, sebagai alat pendidikan gizi dan memotivasi ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya. Selain itu menurut WHO (1996), KMS di Indonesia lebih komplek karena kurva berat badan berbeda untuk setiap tinggi badan yang berbeda, sehingga memerlukan pencatatan yang teliti dan interpretasi grafik lebih rumit.

(30)

menderita Kurang Energi Kronis (KEK). Di Indonesia batas ambang LILA dengan resiko KEK adalah 23,5 cm. Hal ini berarti ibu hamil yang mempunyai LILA < 23,5 cm termasuk dalam kategori KEK, yang diduga mempunyai risiko melahirkan bayi BBLR.

Secara biokimia, status gizi ibu hamil dapat ditentukan berdasarkan kadar Hb dan kadar hematokrit dalam darah, yang bertujuan untuk mengetahui kondisi ibu apakah menderita anemia gizi. Kadar Hb < 11 g/100 dl dan Hematokrit (Ht) < 33 (terendah 30) merupakan faktor resiko untuk ibu hamil. Cara menentukan kadar Hb yang dianggap akurat dan dianjurkan oleh International Committee for Standardization in Hematology (ICSH) adalah dengan Cianmethemoglobin

(WHO, 1986).

Indikator atau risiko lain yang dapat digunakan walaupun tidak berkaitan langsung dengan gizi adalah tinggi badan < 150 cm, tungkai terkena polio, hemoglobin < 8,5 g %, tekanan darah >140/90 mm Hg, odem dan albuminuria >2, presentase bokong, janin kembar, pendarahan vagina, dan malaria endemik.

3.4 Masalah Gizi Ibu Hamil dan Dampaknya pada Pertumbuhan Janin Kurang Energi Kronik (KEK) merupakan salah satu dari masalah gizi yang sering ditemukan pada ibu hamil dan ibu menyusui di Indonesia. Ibu hamil

yang menderita KEK mempunyai risiko kematian mendadak pada masa perinatal atau risiko melahirkan bayi dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR).

(31)

itu prevalensi BBLR pada saat ini diperkirakan 7 – 14 % (sekitar 459.200 – 900.000 bayi) (www:gizi.net/kebijakan gizi).

Masalah KEK ditambah dengan kekurangan zat gizi mikro seperti besi (anemia) merupakan faktor yang memberikan kontribusi yang besar terhadap tingginya angka BBLR di Indonesia. Untuk mencegah risiko KEK pada ibu hamil, sebelum kehamilan wanita usia subur sudah harus mempunyai gizi yang baik, misalnya dengan LILA tidak kurang dari 23,5 cm. Apabila LILA ibu sebelum hamil kurang dari angka tersebut, sebaiknya kehamilan ditunda hingga keadaan gizi ibu berada pada kondisi normal.

Sebagaimana disebutkan di atas, berat bayi yang dilahirkan dapat dipengaruhi oleh status gizi ibu baik sebelum hamil maupun saat hamil. Status gizi ibu sebelum hamil juga cukup berperan dalam pencapaian gizi ibu saat hamil. Penelitian Rosmeri (2000) menunjukkan bahwa status gizi ibu sebelum hamil mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap kejadian BBLR. Ibu dengan status gizi kurang (kurus) sebelum hamil mempunyai resiko 4,27 kali untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan dengan ibu yang mempunyai status gizi baik (normal).

Permasalahan anemia bukan saja milik negara sedang berkembang, namun merupakan permasalahan gizi di hampir seluruh dunia. Soekirman (1999/2000)

melaporkan bahwa para pakar gizi internasional sepakat untuk menyatakan bahwa masalah anemia gizi besi merupakan masalah gizi terbesar di dunia, karena kurang lebih 2.1 milyar orang di dunia diduga menderita kurang gizi besi termasuk anemia.

Di Indonesia anemia gizi besi merupakan salah satu masalah gizi mikro yang paling luas cakupannya, dimana kejadian AGB ini menimpa hampir semua kelompok umur, baik pria maupun wanita. Angka prevalensi anemia ibu hamil untuk rata-rata nasional yang dilaporkan Depkes (2-003) sebesar 50,9 % yang didasarkan pada hasil SKRT 1995.

(32)

menghambat produksi dan pemecahan zat senyawa transmiter yang diperlukan untuk mengantar rangsangan pesan dari satu sel neuron ke neuron lainnya yang akhirnya mempengarhi kinerja otak (Soekirman, 1999/2000).

Soekirman (1999/2000) mengutip laporan WHO menyebutkan bahwa beberapa penelitian epidemiologis telah menunjukkan adanya hubungan antara anemi pada trimester terakhir dengan bayi lahir prematur, bayi lahir dengan berat badan bayi lahir rendah (BBLR), dan kematian bayi.

Beberapa hasil penelitian tentang status besi, dikutip oleh Rosso (1990)

memperlihatkan adanya hubungan nyata dan langsung antara kadar feritin ibu dan bayi yang dilahirkannya. Bahkan bayi yang dilahirkan dalam kondiri kadar feritin rendah juga memiliki kadar feritin yang nyata rendah pada saat usianya mencapai 6 bulan (Tabel 3.4).

Tabel 3.4. Pengaruh Status Besi Ibu Hamil terhadap Bayi Baru Lahir dan Bayi usia 6 Bulan

Newborn Infant

Ferritin Hb Transferin Ferritin Hb Transferin

Maternal Iron Status at Delivery

( µg/L) (g/L) (g/L) (µg/L) (g/L) (g/L)

Low Iron

Stores 222 147 2.1 99 119 2.3

Normal

Iron Store 324 157 2.3 150 118 2.5

(33)

IV. PENUTUP

Masa prenatal (janin) merupakan masa ktritis yang sangat menentukan proses tumbuh kembang bayi dan anak, yang selanjutnya akan berpengaruh pada kualitas sumberdaya manusia di masa mendatang.

Status gizi dan kesehatan ibu hamil berperan penting dalam pertumbuhan dan pekembangan janin. Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak mengalami hambatan, sehingga dapat melahirkan bayi dengan berat normal. Dengan kondisi kesehatan yang baik, sistem reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi yang sehat dan ibu juga sehat Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis dan anemia pada masa hamil sering melahirkan bayi BBLR, bayi lahir mati serta dapat menimbulkan kematian ibu. Selain itu kekurangan gizi masa prenatal (janin) juga dapat menyebabkan pertumbuhan otak terhambat serta pada masa anak-anak berpengaruh pada perkembangan kecerdasan yang ditandai dengan penurunan IQ poin.

Masalah gizi yang terjadi pada ibu hamil antara lain kurang energi kronis dan anemia gizi, dan kedua masalah tersebut termasuk penyebab tingginya BBLR, gagal tumbuh pada usia anak-anak dan kematian ibu saat melahirkan.

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Arisman. 2002. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Bagian Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Palembang.

Depkes RI. 1997. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta.

Depkes RI. 2000. Profil Kesehatan Indonesia 2000. Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI. Jakarta.

Depkes RI. 2003. Gizi Dalam Angka. Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Depkes RI. Jakarta.

Fox. SI. 1984. Human Physiology. WM.C Brown Publisher. Iowa.

Husaini, Y.K. Husaini, M. Sulaiman, Jahari, Sandjaya, Herman, Barizi, Hudono, Karyadi, D. Kartu Menuju Sehat (KMS) Ibu Hamil: Teknologi Tepat

Guna Untuk Menunjang Program Kesehatan . seminar IPTEK Gizi dan Kesehatan Ibu Hamil.Cipanas-Cianjur 14-15 Oktober 1986.

Ikram. 1996. Kartu Menuju Sehat (KMS) Ibu Hamil Sebagai Sarana Intervensi Dini. Tesis Program Pasca Sarjana IPB. Bogor.

Jalal, F. dan Atmojo, S. 1998. Gizi dan Kualitas Hidup: Agenda perumusan Program Gizi Repelita VII Untuk Mendukung Pengembangan Sumberdaya Manusia yang Berkualitas. Widya Karya Nasional Pangan danGizi VI. LIPI. Jakarta

Kartono, Dj. KMS Ibu Hamil: Alat untuk memantau kehamilan danmengamankan bayi yang dilahirkan. Buletin Gizi no.2 vol.11: 1987.

Lawton, J.T. 1985. Introduction to Child Development. Wm.C.Brown Company Publishers. Dubuque, Iowa.

Michio and Kushi, A. 1985. Macrobiotic Pregnancy: and Care of the Newborn. Japan Publication, Inc. Tokyo and New York.

Muhilal, F. Jalal dan Hardinsyah. 1998. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Widya Karya Nasional Pangandan Gizi Indonesia ke VII. LIPI. Jakarta.

Nasution, A.H., dkk. 1988. Gizi untuk Kebutuhan Fisiologis Khusus. Terjemahan. PT Gramedia. Jakarta

National Academy Sciences. 1990. Nutrition During Pregnancy. Institut of Medicine, Food and Nutrition Board. Committee of Nutritional Status During Pregnancy and Lactation. Washington

Rosmeri Manik. 2000. Pengaruh Sosio Demografi, Riwayat Persalinan dan Status Gizi Ibu terhadap Kejadian BBLR, Studi Kasus di RSIA Sri

(35)

Rosso, P. 1985. A New Chart to Monitor Weight Gain During Pregnancy. Am.J.Clin.Nutr.41: 644-652.

Rosso, P. 1990. Nutrition Metbolism in Pregnancy, Oxford University Press. New York.

SCN. 2004. 5TH Report on the World Nutrition Situation. Nutrition for Improved Development Outcomes: Nutrition Trends and Implications for Attaining the MDGs.

Saraswati, E. 1998. Resiko Ibu Hamil Kurang Energi Kronis (KEK) dan Anemia untuk melahirkan Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Penelitian Gizi dan Makanan jilid 21.

Sukirman. 1999/2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Dirjen Dikti. Depdiknas. Jakarta.

Suryani. 2002. Gizi – Kesehatan Ibu dan Anak. Dirjen Dikti. Depdiknas. Jakarta.

Tontisirin, K and Gillespie, S. 1999. Linking Community-based Program and Service Delivery for Improping Maternal and Child Nutrition. ADB: Asian Development Review, Volume 17 numbers 1,2 p:33.

Wardlaw, G., Insel, P.M. and Seyler, M.F. 1992. Contemporary Nutrition. Mosby Year Book. St.Louis – Baltomore – Boston – Chicago – London - Philadelpia – Sydney - Toronto.

WHO. 1986. Maternal Mortality: Helping Women off The Road to Death. WHO Chronicle 40 (5), 175-183.

WHO. 1996. Kartu Menuju Sehat Ibu Hamil. Penuntun untuk Pengembangan, adaptasi dan Evaluasi (terjemahan oleh Agnes Kartini). Penerbit Buku kedokteran EGC. Jakarta.

http://www:gizi.net/kebijakangizi Masalah Gizi pda Ibu Hamil dan Menyusui dan Penanggulangannya. Dikunjungi 14 Oktober 2003.

Gambar

Gambar 1.1  Angka Kematian Ibu (AKI) di beberapa negara  Tahun 1990-1998
Gambar 1.2  Siklus malnutrisi intergenerasi
Gambar 2.1  Representase diagramatis siklus ovarium;
Gambar 2.2  Periode kritis perkembangan janin selama kehamilan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Status gizi ibu sebelum dan selama hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung Bila status gizi ibu normal pada masa sebelum dan selama hamil kemungkinan

Ibu hamil dengan asupan zat gizi makro kurang dan kenaikan berat badan selama hamil tidak sesuai rekomendasi, berisiko lebih besar untuk melahirkan bayi BBLR.. Ibu hamil

Ibu hamil dapat melahirkan bayi dengan potensi fisik dan mental yang baik, serta memperoleh energi yang cukup untuk menyusui bayinya (Arisman, 2007). Masa hamil merupakan

Masalah gizi yang sering terjadi pada ibu hamil adalah Kurang Energi Kronis (KEK), Anemia, dan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium.Masalah gizipada ibu hamil berdampak pada

Ibu hamil dengan status gizi buruk atau mengalami KEK (Kurang Energi Kronis) cenderung melahirkan bayi BBLR dan dihadapkan pada risiko kematian yang lebih besar

Pada ibu hamil dengan kadar hb tidak normal dan melahirkan bayi dengan berat bayi lahir normal bisa disebabkan karena kekurangan hbnya tidak terlalu banyak

SASARAN Ibu Hamil MATERI  Pengertian gizi seimbang pada ibu hamil  Zat gizi yang di butuhkan ibu hamil dan sumbernya  Manfaat gizi pada ibu hamil  Tanda tanda gizi kurang pada

Kesimpulan u Stunting dapat dimulai sejak… u Janin dalam kandungan bila ibu hamil memiliki status gizi kurang dan kenaikan berat badan selama hamil tidak memadai u Bayi mendapatkan