LAPORAN PENELITIAN
PERKEMBANGAN DIKIA RABANO DI DESA SIALANG
PROVINSI SUMATERA BARAT
Oleh
1. Arifninetrirosa, SST, M.A 2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd 3. Siti Nurbaiti Rohmah, S.Sn
DANA MANDIRI
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan karuniaNya penelitian ini dapat
diselesaikan dalam bentuk deskripsi yang dapat dipahami dan dimanfaatkan oleh
pembaca. Peneliti menyadari bahwa karya ilmiah ini masih memiliki kekurangan karena
keterbatasan yang peneliti miliki, tetapi berkat pertolonganNya penelitian ini dapat
diselesaikan sebagaimana mestinya.
Penelitian ini terlaksana berkat kerjasama dan bantuan dari berbagai pihak yang
berkaitan dengan objek penilitian ini. Atas bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak
tersebut kami mengucapkan terima kasih kepada para informan kunci dan informan
pokok, para pemain musik, masyarakat penikmat seni dan tokoh masyarakat adat yang
ada di desa Sialang Limo Puluah Kota Provinsi Sumatera Barat.
Kepada civitas akademica Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Sastra
dan rekan-rekan dosen di Departemen Etnomusikologi serta para mahasiswa di
Departemen Etnomusikologi kami ucapkan terima kasih atas kerjasamanya selama
penelitian ini berjalan.
Selanjutnya kami mengharapkan kepada semua pihak sumbangan pemikiran
untuk penyempurnaan penelitian ini melalui kritik dan saran dari para pembaca tulisan
ini. Atas semua sumbang sarannya kami sangat menghargai dan harapan kami semoga
penelitian ini akhirnya dapat menghasilkan tulisan ilmiah yang dapat memberikan
bidang seni musik. Kepada peneliti-peneliti lain kami berharap tulisan ini dapat menjadi
salah satu rujukan yang dapat membantu peneliti dalam meneliti lebih lanjut tentang
Dikia Rabano dari sudut yang berbeda dan juga dapat menjadi panduan bagi para
mahasiswa yang ingin mengetahui kesenian dari daerah Sumatera Barat khususnya.
Medan
Hormat kami, Peneliti.
RINGKASAN
PERKEMBANGAN DIKIA RABANO DI DESA SIALANG PROVINSI SUMATERA BARAT
(Arifninetrirosa, SST,M.A, Dra. Heristina Dewi, M.Pd, Siti Nurbaiti R, S.Sn)
Dikia Rabano adalah salah satu seni pertunjukan tradisional Minangkabau yang
menggunakan rabano sebagai instrumen pengiringnya. Dalam penelitian ini dikaji
perkembangan Dikia Rabano dengan mendasarinya kepada teori yang dikemukakan oleh
Maurice Davengen, dengan tujuan untuk melihat bahawa tidak ada generasi yang puas
mewarisi pusaka yang diterimanya dari masa lalu, sehingga mereka selalu membuat
pengembangan untuk menciptakan ciri khas dari generasi masa sekarang. Selanjutnya
juga dilihat dari segi fungsi yang dikemukakan oleh I Wayan Dibia bahwa secara umum
seni pertunjukan memiliki satu atau beberapa fungsi.
Pada awal perkembangannya kesenian Dikai Rabano hanya berfungsi sebagai
media dakwah untuk menyebarkan ajaran agama Islam. Kemudian fungsi tersebut
berkembang terus sehingga Dikia Rabano menjadi seni hiburan yang bernuasa Islam.
Perkembangan Dikia Rabano di desa Sialang sangat berhubungan dengan pertumbuhan
dan perkembangan agama Islam di wilayah Minangkabau umumnya dan khususnya di
desa Sialang. Secara historis pertunjukan Dikia Rabano di desa Sialang digunakan dan
difungsikan dalam berbagai acara adat dan agama. Oleh karena itu untuk melihat sejauh
mana perkembangan yang terjadi dan fungsinya maka dapat dikemukakan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana Dikia Rabano terus bisa hidup dan berkembang pada masyarakat di desa
2. Bagaimana penggunaan dan fungsi Dikia Rabano dalam masyarakat pendukungnya.
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan pokok
dari penelitian ini adalah untuk membahas perkembangan dan fungsi Dikia Rabano di
desa Sialang. Selanjutnya adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menambah wawasan dan pemahaman tentang seni budaya Minangkabau.
2. Hasil penelitian ini dapat menjadi iventarisasi dan dokumentasi di bindang seni dan
budaya.
3. Hasil kajian ini dapat menjadi bahan rujukan bagi peneliti-peneliti lain dan untuk
pengembangan disiplin ilmu pada departemen Etnomusikologi.
4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu berbagai pihak dalam usaha membina
dan memelihara kesenian tradisional salah satu aset budaya yang bernilai tinggi.
Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut peneliti menggunakan pendekatan
dan metode dengan mengkaji perkembangan dan fungsi Dikia Rabano pada masyarakat
Minangkabau di desa Sialang yang dilakukan dengan dua metode yaitu:
1. Penelitian dengan metode kwalitatif dengan tehnik-tehnik seperti pengamatan terlibat
dan wawancara mendalam. Untuk itu diperlukan waktu yang relatif lama (sekitar 4
bulan) berada di lapangan dengan menempatkan dua orang peneliti tetap dengan cara
bergantian.
2. Mengamati dan menyaksikan beberapa pertunjukan dalam beberapa acara pada
masyarakat desa Sialang, seperti upacara perkawinan, upacara Batagak Panghulu,
pada perayaan Maulid Nabi Muhammad S.A.W. dan lain-lain. Pada acara tersebut
dibuat rekaman melalui alat bantu audio dan video sebagai bahan untuk dokumentasi
yang dapat membantu pemahaman dari penelitian ini.
DAFTAR ISI
BAB II TINJAUAN LITERATUR ……….. 11
2.1 Beberapa Rujukan ……….. 11
2.2 Konsep ……… 13
2.3 Teori ………... 14
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT ………. 16
3.1 Tujuan ……… 16
3.2 Manfaat Penelitian ………. 16
BAB IV METODE PENELITIAN ………. 18
4.1 Metode Kualitatif ………. 18
4.2 Studi Kepustakaan ……… 19
4.3 Jadwal Penelitian ………. 19
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 21
5.1 Gambaran Umum Masyarakat Desa Sialang ……… 21
5.1.1 Sistem Kekerabatan ……… 22
5.1.2 Mata Pencaharian ……… 23
5.1.3 Agama Dan Kepercayaan ……… 24
5.1.4 Kesenian ……….. 25
5.2 Keberadaan Dikia Rabano ……… 25
5.2.1 Perkembangan Dikia Rabano ………. 25
5.2.2 Perkembangan Dikia Rabano Di Desa Sialang ……….. 28
5.3 Penggunaan Dan Fungsi Dikia Rabano ……… 29
5.3.1 Penggunaan Dikia Rabano ……….. 29
5.3.2 Fungsi Dikia Rabano ………... 32
5.4 Pertunjukan Dikia Rabano ……….. 34
5.4.1 Pemain Dikia Rabano ………. 34
5.4.2 Waktu Dan Tempat ………. 35
5.4.3 Tehnik Memainkan Rabano ……… 36
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 40
6.1 Kesimpulan ……… 40
6.2 Saran ……….. 41
DAFTAR PUSTAKA ……….. 42
LAMPIRAN……….. 44
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dikia Rabano yang dibawa oleh seorang yang bernama Pokia Bosa adalah
merupakan nyanyian vokal yang diiringi rabano sebagai istrumen musiknya. Rabano
adalah sebuah alat musik pukul yang termasuk dalam klasifikasi membranofon, jenis
frame drum bersisi satu. Teks Dikia Rabano berisikan tentang kisah Nabi Muhammad
S.A.W. Awal pertumbuhannya Dikia Rabano difungsikan hanya untuk berdakwah,
mengembangkan agama Islam. Selanjutnya sesuai dengan kebutuhan sosial
masyarakatnya Dikia Rabano digunakan juga untuk kebutuhan hiburan. Dikia Rabano
sering disajikan dalam upacara perkawinan, acara Khatam Qur’an (apabila seseorang
sudah tamat membaca kitab suci Al-qur’an), upacara Batagak Penghulu, Khitanan, hari
besar agama Islam dan lain-lain. Lazimnya Dikia Rabano dimainkan oleh laki-laki
dewasa antara 18-50 tahun. Dikia Rabano dimain secara berkelompok terdiri dari 6-10
orang atau bisa juga lebih. Karena awalnya Dikia Rabano selalu diajarkan pada anak
laki-laki yang tidur di Surau (langgar tempat ibadah) dengan proses belajar dari selesai
sholat Isya’ sampai menjelang pagi, sehingga tidak lazim bagi anak-anak perempuan
maka sampai sekarang tidak pernah dimainkan oleh anak perempuan. Dikia Rabano
biasanya dipertunjukan pada malam hari.
Pemain Dikia Rabano yang terdapat di desa Sialang berjumlah empat belas orang
pemain, tetapi dalam setiap pertunjukannya tidak selalu lengkap empat belas orang
membaca Al-Qur’an dan tulisan Arab lainnya, karena teks Dikia Rabano bertulisan Arab
Melayu yang berasal dari kitab Sibaratul Ihsan (berupa aksara Arab berbahasa Melayu).
Pertunjukan Dikia Rabano terdiri dari pemain yang bertugas sebagai penyanyi
dan juga sebagai pemain musik. Pemain menyanyikan teks Dikia sambil menabuh
Rabano sebagai iringan musiknya, dan setiap masing-masing pemain memainkan satu
buah Rabano. Pertunjukan Dikia Rabano biasanya dimainkan di dua tempat yaitu di
Medan Nan Bapaneh (tempat pertunjukan terbuka seperti dilapangan bola di halaman
rumah) dan di Medan Nan Bapalinduang (tempat pertunjukan yang tertutup atau
mempunyai atap). Pertunjukan bisa dilakukan dengan menggunakan panggung maupun
tanpa panggung.
Pada masa sekarang pertunjukan Dikia Rabano bisa dimainkan siang hari
ataupun malam hari sesuai dengan permintaan tuan rumah, seperti dalam acara
mengiringi pengantin dari rumah mempelai laki-laki ketempat mempelai wanita atau
sebaliknya yang berfungsi sebagai simbol pemberitahuan bahwa ditempat tersebut
sedang berlangsung upacara pernikahan. Dalam perayaan hari besar agama Islam Dikia
Rabano disajikan sebagai hiburan utama yang dapat menarik perhatian warga di desa
Sialang untuk menyaksikan pertunjukannya.
Teks Dikia Rabano terdiri dari delapan pasal yang masing-masingnya diakhiri
dengan rowi (rowi adalah ringkasan dari isi masing-masing pasal). Dalam penyajiannya,
setiap selesai satu pasal dilanjutkan dengan membaca rowi tanpa diiringi Rabano. Rowi
dibaca oleh satu orang pemain yang biasanya orang yang sudah sangat hafal semua teks
Dikia Rabano.
Kedelapan pasal teks Dikia Rabano selalu dinyanyikan berurutan dari awal
sebelum lahir sampai beliau diangkat oleh Allah S.W.T. menjadi Rasul Allah sebagai
pemimpin umat Islam. Bahasa yang digunakan dalam penyajian Dikia Rabano antara
lain adalah bahasa Indonesia, bahasa Minang, dan bahasa Arab. Kedelapan pasal teks
Dikia masing-masing mempunyai judul yang disesuaikan dengan isinya dan urutannya
seperti: pasal 1. Kelebihan Maulid, pasal 2. Asal mahluk, pasal 3. Nur berpindah ke
punggung Adam, pasal 4. Aminah kawin dengan Abdullah, pasal 5. Mimpi Aminah
sembilan bulan, pasal 6. Kabar Abdullah, pasal 7. Kabar Aisyah dengan Maryam, dan
pasal 8. Ajaib Nabi Zhohir.
Mengenai Kitab Sibaratul Ihsan saat ini sudah tidak pernah dijumpai lagi bahkan
kelompok yang jadi objek penelitian di desa Sialang ini juga belum pernah melihat kitab
tersebut. Jadi yang dipelajari saat ini adalah berdasarkan pengetahuan yang diperoleh
secara turun temurun dari generasi kegenerasi.
Unsur musik yang terkandung didalamnya menurut Malm (1976:4) merupakan
kejadian suara yang dapat dipandang dan dipelajari sebagai suatu musik, jika suara
tersebut merupakan kombinasi antara unsur nada, ritem, dan dinamik juga sebagai
kombinasi secara emosi, estetika, atau fungsional dalam suatu kebiasaan, atau tidak
berhubungan dengan kombinasi bahasa.
Sebagai suatu budaya musikal Dikia Rabano bagi masyarakat Minangkabau
khususnya masyarakat desa Sialang, pada penyajiannya dinyanyikan dengan suara-suara
yang terdiri dari bermacam nada dan ritem dari nyanyiannya dan iringannya.
Nyanyiannya mengandung nilai-nilai estetika keagamaan dan norma-norma ajaran
1.2 Rumusan Masalah
Dikia Rabano sebagai salah satu kesenian yang bernuansa Islami, Dikia Rabano
merupakan kesenian yang sangat disukai masyarakat desa Sialang, dari pada jenis
kesenian lainnya yang ada di desa Silang. Ditinjau dari segi isi nyanyiannya yang
mengadung nilai-nilai dan ajaran Islam, kemudian penyajiannya yang sederhana serta
ikatan persaudaraan yang terjadi tanpa disadari maka dia menjadi sesuatu yang istimewa
di hati masyarakat pendukungnya.
Walaupun keberadaan Dikia Rabano beriringan tumbuhnya dengan jenis
kesenian lain, tetapi dia tetap bisa hidup dan terus dilestarikan penggunaan dan
fungsinya oleh masyarakat sampai sekarang dan bahkan lebih berkembang lagi. Dikia
Rabano merupakan pertunjukan yang diutamakan pada setiap perayaan. Dikia Rabano
dan pemainnya mempunyai nilai tersendiri dikalangan masyarakatnya. Mereka
orang-orang yang disegani dan dihormati dan selalu diperlakukan dengan sangat sopan sebagai
orang-orang yang berilmu tinggi dalam agama. Untuk lebih jelas melihat
perkembangan, penggunaan dan fungsinya, maka dapat dikemukakan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan Dikia Rabano di desa Sialang.
2. Sejauh manakah penggunaan dan fungsi Dikia Rabano di masyarakat pendukungnya.
3. Bagaimana pandangan masyarakat terhadap perkembangan Dikia Rabano di desa
Silang.
BAB II
TINJAUAN LITERATUR
2.1 Beberapa Rujukan
Dalam penelitian penulis mengumpulkan beberapa literatur pendukung berupa
buku, jurnal, majalah dan koran dengan cara membaca dan menganalisa bahan-bahan
tersebut. Seperti buku A. Damhoeri (1976:15), “Tambo Alam Minangkabau” yang
menjelaskan secara menyeluruh dan menyentuh berbagai aspek struktur sosial
masyarakat Minangkabau. Azyumardi Azra (2003), “Surau : Pendidikan Islam
Tradisional Dalam Transisi dan Modernisasi”, menjelaskan nilai-nilai tradisional yang
diekspresikan dalam pepatah-petitih adat yang diilustrasikan melalui sejarah.
Boedhisantoso, S. (1982: 17), “Kesenian dan Nilai-Nilai Budaya” menjelaskan dalam
kesenian mengandung nilai-nilai budaya daerah tertentu).
Menurut Koentjaraningrat beberapa cabang dari kesenian adalah seni vokal, dan
seni instrumental (Koentjaraningrat, 1994:115). Jadi dengan demikian Dikia Rabano
juga ada salah satu gejala kesenian dalam masyarakat Minangkabau, karena di dalamnya
terdapat seni vokal dan seni instrumental dan selalu menjadi pertunjukan utama.
Selanjutnya menurut Merriam, musik (vokal dan instrumen) adalah suatu lambang dari
hal-hal yang berkaitan dengan ide-ide maupun prilaku suatu masyarakat, (Merriam,
1964:32-33).
Menurut Merriam, (1964:210), sebagai upaya untuk mengenal makna musik
tersebut, penelitian ini mengkaji penggunaan dan fungsi musik. Penggunaan maksudnya
berdiri sendiri maupun sebagai iringan aktifitas lain. Selanjutnya fungsi musik adalah
menyakut akan tujuan dari memainkan musik tersebut.
William R. Bascom dalam Danandjaja, (1991:19), menjelaskan fungsi musik
adalah sebagai sistem proyeksi, yatu sebagai alat pencerminan angan-angan suatu
kolektif, sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan,
sebagai alat pendidikan, sebagai alat pengawas agar norma-norma masyarakat selalu
dipatuhi masyarakat pendukungnya.
Menurut Mursal Esten dalam Zulkifli, (1993:129) “Randai Sebagai Teater
Rakyat Minangkabau Di Sumatera Barat Dalam Dimensi Sosial Budaya”, menjelaskan
kehidupan dan perkembangan kesenian berkaitan dengan kehidupan dan perkembangan
sosial budaya masyarakat. Perubahan dan perkembangan tidak boleh dielakkan apabila
kesenian tersebut tetap mau hidup dalam masyarakat yang berkembang. Morrin E.
Olsen, (1968:136) “The Process Of Social Organization”, menjelaskan apabila ditinjau
dari sosial budaya, maka setiap masyarakat mempunyai unsur-unsur potensi maupun
motivasi yang pontensial untuk menghasilkan perubahan dan dinamika.
Selanjutnya Desmawardi (1997), menjelaskan Dikia Rabano merupakan salah
satu kesenian tradisional Minangkabau yang lahir dikalangan masyarakat pedesaan dan
tidak diketahui dengan pasti kapan munculnya pertama kali. Untuk lebih menjelaskan
masalah ini Umar Kayam (1995), mengatakan bahwa kesenian tradisional pada
umumnya tidak dapat diketahui dengan pasti kapan lahir dan siapa penciptanya. Karena
seni tradisional bukan merupakan hasil kreatifitas individu, tetapi tercipta secara anonim
2.2 Konsep
Menurut konsep masyarakat Minangkabau Dikia Rabano adalah merupakan
nyanyian puji-pujian kepada Allah S.W.T. dan Rasul-Nya dengan diiringi tabuhan
Rabano yang bernuansa Islami.
Dari hasil beberapa penelitian tentang Dikia Rabano yang menjelaskan asal
katanya terdiri dari dua kata yaitu Dikia dan Rabano. Dikia berasal dari kata zikir yang
berarti puji-pujian kepada Allah dan Rasul-Nya yang diucapkan berulang-ulang, dan ada
juga yang mengatakan mendekatkan diri kepada Allah S.W.T. Rabano adalah bahasa
Minangkabau yang berarti rebana (sebuah alat musik pukul). Maka gabungan dari dua
alat musik tersebut mengandung arti puji-pujian kepada Allah dan Rasul-Nya yang
dinyanyikan dengan iringan rebana. Tetapi dalam konsep Islam kata zikir tidak sama
pengertianya dengan kata Dikia dalam bahasa Minang. Zikir dalam ajaran Islam
merupakan perbuatan ibadah yang khusuk kapada Allah dengan mengucapkan
puji-pujian tanpa diiringi alat musik instrumen.
Minangkabau adalah suatu daerah yang ada di Indonesia yang di akui sebagai
wilayah Provinsi Sumatera Barat. Walupun diketahui bahwa tidak semua yang masuk
provinsi Sumatera Barat memiliki budaya Minangkabau, seperti daerah Mentawai dan
sekitarnya.
Penggunaan yang dimaksud adalah bagaimana suatu musik itu digunakan,
diperlakukan dalam sekelompok masyarakat, dari segi prilaku praktis atau
kebiasaa-kebiasaan dari bagaimana musik itu dimainkan. Fungsi yang dimaksud adalah
tergantung bagaimana melihat musik melalui makna yang lebih dalam, sampai sejauh
Perkembangan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana sejarah
perjalanan musik atau kesenian itu muncul sampai pada masa sekarang, yang mana juga
berkaitan dengan fungsi awal dari kesenian tersebut dan bagaimana pula dimasa
sekarang.
2.3 Teori
Suatu teori di dalam ilmu sosial bertujuan untuk menyajikan pola-pola yang
terjadi dalam kehidupan manusia. Umum bersifat konsisiten dan tidak menghasilkan
hukum-hukum yang bersifat universal (Soerjono Sukanto, 1986:22).
Dikia Rabano merupakan salah satu budaya Minangkabau yang termasuk dalam
kategori seni musik Islam. Menurut Nettl, (1964:7), mengatakan bahwa musik
kelihatannya suatu hal yang bagus, bisa bagus untuk suara, atau bahkan tak bersuara
(diam), dan juga untuk suara-suara yang bagus dapat digolongkan sebagai musik. Seperti
suara koin pembayaran, suara orang yang mendayu-dayu dikatakan memiliki suara
musikal, dan bahasa yang tidak disukai orang dikatakan suara yang tidak musikal.
Sesuai dengan teori tersebut, Dikia Rabano dapat digolongkan sebagai musik
karena berasal dari suara-suara orang yang menyanyikan teks Dikia dan suara tabuhan
Rabano sebagai Instrumennya. Kemudian Nettl menjelaskan juga bagaimana ahli
etnomusikologi memiliki dua asumsi mengenai definisi musik yaitu: 1). semua
masyarakat mengenal musik dan 2). Semua manusia dapat mengenal musik, walaupun
tidak harus mengerti musik jika mereka mendengarkannya.
Tentang penggunaan dan fungsi musik, hal ini penting dalam etnomusikologi,
dimana dalam studi prilaku manusia yang diteliti bukan hanya berbagai fakta deskriptif
tentang penggunaan musik, maka kita mulai melihat pada cara-cara musik digunakan
dalam lingkungan masyarakat, hingga adat dan kebiasaan memainkannya secara tunggal
maupun dirangkaikan dengan aktifitas lain (Merriam, 1964:209-210). Gagasan untuk
membedakan antara kegunaan dan fungsi hampir sama dengan gagasan mempelajari
musik dalam konteks budayanya.
Fungsi musik menurut Merriam, (1964:218-227), menawarkan sepuluh fungsi
musik yaitu: fungsi sebagai ekspresi emosional, pemuasan rasa estetik, hiburan, alat
komunikasi, simbol, respon fisik, menyesuaikan dengan norma sosial, institusi sosial,
kesinambungan dan stabilitas budaya, dan kontribusi pada suatu integrasi dari kelompok
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT
3.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan beberapa permasalahan yang telah diuraikan
sebelumnya, maka dapat dikemukakan tujuan pokok dari penelitian ini adalah
membahas perkembangan Dikia Rabano di desa Sialang dengan melihat sejarah lahirnya
Dikia Rabano di desa Sialang, membahas bagaimana penggunaan dan fungsi Dikia
Rabano dalam beberapa upacara adat dan agama,dan membahas bagaimana pandangan
dari masyarakat pendukungnya terhadap kesenian Dikia Rabano.
3.2 Manfaat Hasil Penelitian
Diharapkan dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dalam bidang kesenian dan
budaya penelitian ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan pemahaman secara
ilmiah bagi masyarakat umum tentang Dikia Rabano.
Dari hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan menjadi bahan rujukan bagi peneliti
lain dan juga menjadi dokumen yang berharga dalam bidang kesenian tradisional
Minangkabau bagi masyarakat umum, maupun bagi departemen Etnomusikologi
khususnya.
Hasil kajian ini bisa memberikan sumbangan yang positif kepada grup-grup
kesenian lain untuk lebih aktif dan kreatif dalam menghidupkan bentuk-bentuk kesenian
lainnya sehingga mendapat tempat yang sama dengan Dikia Rabano di dalam hati
Selanjutnya hasil penelitian ini dapat membantu pelestarian atau pemeliharaan
seni tradisional Minangkabau sebagai salah satu aset budaya yang bernilai tinggi bagi
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Metode Kualitatif
Penelitian ini secara umum menggunakan metode kualitatif, Bogdan dan Taylor
(1955) mendevinisikan penelitian dengan metode kualitatif, sebagai suatu penelitian
untuk menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari orang-orang dan
prilaku yang diamati, sehingga pendekatannya diarahkan pada latar individu secara utuh.
Dengan metode penelitian kualitatif membuat penelitian ini membutuhkan waktu
yang cukup panjang atau lama (lebih kurang empat bulan). Peneliti berada dilapangan
bersama dua peneliti lain yang tetap berada dilapangan dengan cara bergantian sambil
mengumpulkan data-data yang diperlukan. Penyajian dalam laporan penelitian ini
menggunakan tehnik deskriptif analistik. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan
tehnik ini dideskripsikan dan dianalisis.
Lokasi penelitian adalah desa Sialang Kecamatan Perwakilan Situjuh Kabupaten
Limapuluh Kota, Sumatera Barat. Lokasi ini dipilih karena di desa tersebut pertunjukan
Dikia Rabano yang masih aktif dan menjadi primadona diantara jenis kesenian lainnya.
Untuk lebih jelasnya langkah-langkah yang dilakukan adalah:
a. Kerja lapangan
- Wawancara mendalam, dilakukan memperoleh pemahaman yang mendalam
bagaimana pandangan informan terhadap Dikia Rabano.
- Observasi budaya, pengamatan terhadap objek penelitian dengan pendoku
mentasian dengan kamera foto dan video (menyaksikan pertunjukannya).
dapatkan kepercayaan penuh dari masyarakat setempat, sehinggan bisa men
dapatkan data yang lengkap dan akurat.
b. Kerja analisis
Semua data yang diperoleh kemudian dianalisis dalam bentuk catatan atau tu
lisan lapangan, termasuk deskripsi lokasi penelitian, prilaku masyarakat, dan
aktifitas dalam berkesenian khususnya Dikia Rabano. Selanjutnya catatan ter
sebut disusun secara sistematis dengan cara menambah kalau ada kekurangan
data-data yang diperoleh.
4.2 Studi Kepustakaan
Untuk menunjang hasil penelitian lapangan analisis data dan
mendokumentasikan Dikia Rabano dilakukan dengan studi kepustakaan yaitu
berdasarkan teori-teori dan konsep yang sudah ada. Literatur yang berhubungan dicari
sebanyak mungkin untuk melengkapi data-data dalam penelitian, tetapi dalam studi
pustaka ini tidak hanya buku-buku atau yang berbentuk tulisan saja yang menjadi
sumber informasi tetapi juga berbagai informasi dari para seniman ahli, dan praktisi
Dikia Rabano.
4.3 Jadwal Penelitian
Penelitian dilaksanakan kurang lebih empat bulan, tetapi jauh sebelum penelitian
ini dijalankan peneliti sudah beberapa kali survei kedaerah tersebut. Dalam masa
penjajakan tersebut penulis sudah dapat mengenal atau mendapat info tentang
Tabel Kegiatan
No Jenis Kegiatan Bulan I
Bulan II Bulan III Bulan IV
1. Persiapan xx
2. Penetapan Materi xx
3. Penentuan Data Informan xx
4. Pengumpulan Data xx xx
5. Pengolahan Data xx
6. Penyusunan Laporan xx
7. Disdusi dan Revisi x
8. Penggandaan Hasil Penelitian x
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Masyarakat Desa Sialang
Desa Sialang termasuk dalam Luhak Limapuluh Kota (Kabupaten Limapuluh
Kota), Kecamatan Perwakilan Situjuh, Sumatera Barat. Luas wilayah Desa Sialang 580
Ha, yang terdiri dari persawahan, perumahan, ladang, kolam dan lain-lain. Keadaan
alamnya terdiri dari perbukitan dan berhutan tropis. Jarak desa Sialang ke ibu kota
Kecamatan Situjuh Batur kurang lebih 7 kilometer, dan jarak ke Kotamadya
Payakumbuh kurang lebih 15 kilometer, selanjutnya jarak ke ibu kota Privinsi Sumatera
Barat (Padang) kurang lebih 120 kilometer.
Menurut informasi seorang informan desa Sialang sudah ada sejak tahun 1920,
yang berada dibawah kecamatan Silimpaung, Kabupaten Tanah datar. Dan menurut
informan desa tersebut diberi nama Sialang karena dahulunya disana banyak dijumpai
pohon Sialang yang berukuran besar dan tinggi. Pada masa dahulu karena penduduknya
masih sedikit maka desa Sialang tersebut masih dikenali sebagai dusun Sialang.
Kemudian penduduknya terus berkembang berkat seorang ulama dari negeri Sebayang
yang bernama Tuanku Sialang. Beliau mengembangkan dusun tersebut dengan
mengadakan sholat jumat di mesjid pertama yang ada di daerah tersebut. Beliau
menghimbau orang-orang pendatang untuk sama-sama membangun dusun tersebut
menjadi sebuah desa dengan rasa persaudaraan, gotong royong dan menjalin rasa
Setelah satu persatu orang berdatangan dan menetap di dusun tersebut dan dusun
menjadi ramai penduduknya, maka pada tahun 1979 menetapkan dusun Sialang resmi
menjadi desa Sialang dan diangkatlah salah satu dari masyarakatnya untuk menjadi
kepala desa, dan jumlah penduduk desa Sialang saat ini kurang lebih 1626 jiwa. Desa
Sialang memiliki tiga dusun yaitu, dusun Lakuang, dusun Katapiang, dan dusun Taratak.
5.1.1 Sistem Kekerabatan
Masyarakat Minangkabau di desa Sialang memiliki sistem kekerabatan yang
merupakan pola hubungan pertalian darah menurut garis keturunan ibu (matrilineal).
Dengan sistem kekerabatan matrilineal masyarakat desa Sialang hidup berpedoman pada
norma-norma adat dan agama Islam. Okatan perkawinan yang terjadi menggunakan pola
menetap di rumah orang tua istri (mertua).
Kekerabatan yang merupakan satu keturunan disebut saudara saparuik (satu
nenek), ikatan darah satu ibu disebut saudara sakanduang menempati sebuah rumah
(masa dahulu dikenali sebagai Rumah Gadang). Yang tinggal dan termasuk anggota di
Rumah Gadang terdiri dari ibu, anak laki-laki dan anak perempuan, saudara laki-laki dan
saudara perempuan dari ibu, serta anak dan cucu dari anak perempuan si ibu. Ayah atau
suami ibu tidak termasuk anggota Rumah Gadang, tetapi ayah adalah anggota Rumah
Gadang dari ibu yang melahirkannya. Jadi setiap orang tetap menjadi warga kaum di
satu Rumah Gadang, meskipun dia telah menikah dan mempunyai anak atau keturunan.
Dan anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut akan tetap menjadi anggota kaum
5.1.2 Mata Pencaharian
Masyarakat di desa Sialang pada umumnya ialah bercocok tanam seperti areal
persawah, ladang, dan peternakan. Mereka mengerjakan sawah dan kebun dengan
berbagai sistem seperti: mangarajoan sorang, basaduoi, baupahan, atau julo-julo.
Sistem mangarajoan sorang adalah pengerjaan sawah atau kebun yang langsung
dikerjakan oleh orang yang punya lahan pertanian tanpa bantuan orang lain. Sistem
basaduoi adalah mengerjakan sawah atau kebun dengan cara menyuruh orang lain untuk
mengerjakannya atau mengolahnya. Kemudian hasil panen dari sawah atau kebun
tersebut akan dibagi dua antara yang punya lahan pertanian dan yang mengerjakan.
Sistem baupahan adalah sistem dengan jalan mengerjakan sawah maupun ladang
dengan cara menyuruh orang lain, kemudian orang yang mengerjakan tersebut diberi
upah sesuai kesepakatan dan hasil panennya untuk yang punya lahan pertanian.
Selanjutnya sistem julo-julo adalah salah satu bentuk kelompok kerja yang terdiri dari
beberapa orang yang punya lahan pertanian. Anggota kelompok tersebut secara
bergantian akan membantu mengerjakan sawah atau kebun dari setiap anggotanya tanpa
dibayar atau berbagi hasil panen. Sesuai dengan kesepakatan anggota kelompok mereka
akan membuat jadwal pembagian kerja dari lahan yang satu kelahan berikutnya, dan ini
merupakan suatu kerja gotong-royong yang juga dapat mempererat tali siraturahmi
sesama anggota kelompok.
Jenis tanaman yang ditanam di kebun sangat beragam seperti: tomat, cabe,
jagung, ubi jalar, ubi kayu, kopi, cengkeh, kayu manis, dan coklat. Kemudian untuk
peternakan mereka biasanya memelihara ayam, bebek, itik, kambing, kerbau dan lembu.
Tetapi sebahagian kecil lagi masyarakat desa Sialang bekerja sebagai tukang kayu,
5.1.3 Agama dan Kepercayaan
Pada umumnya masyarakat Minangkabau adalah pemeluk agama Islam bahkan
bisa dikatakan tidak ada orang Minangkabau yang bukan Islam. Keadaan seperti tersebut
juga berlaku di desa Sialang bahwa semua masyarakatnya adalah pemeluk agama Islam.
Masyarakat desa Sialang percaya dan beriman kapada Allah SWT sebagai pencipta alam
semesta. Mereka percaya kepada nabi Muhammad SAW, dan mereka yakini rasul utusan
Allah yang membawa ajaran untuk umatnya. Jadi segala aktifitas masyarakat
Minangkabau umumnya dan masyarakat desa Sialang khususnya selalu berpedoman
pada kitab suci Al’quran dan hadis (segala perbuatan dan tingkah laku nabi). Agama dan
adat di Minangkabau bisa dikatakan sejalan karena apabila adat tercemar maka
agamapun akan ikut tercemar. Adat Minangkabau lebih sempurna dengan adanya aturan
dari agama Islam yang dapat membentengi segala perbuatan dan tingkah laku
masyarakatnya, seperti pepatah Minangkabau “adaik basandi syarak, syarak basandi
kitabullah”. Maksud pepatah tersebut adalah bahwa adat Minangkabau berlandaskan
kepada Al’quran, yang merupakan gambaran yang jelas dan tidak akan pernah mati.
Dalam kehidupan sehari-hari di desa Sialang adat dan agama selalu menjadi
pedoman yang mendasar. Mereka juga menjadikan segala konsep berbagai kesenian
yang selalu mengacu pada nilai-nilai moral yang ada didalam adat dan agama. Seperti
Dikia Rabano sampai saat ini menjadi salah satu hiburan yang bernuansa Islam yang
menyenangkan dan sangat disukai masyarakatnya. Dikia Rabano dari segi teks
nyanyianya maupun alat musik yang digunakan yang bernuansa Islam selalu menjadi
5.1.4 Kesenian
Masyarakat desa Sialang sudah lama mengenal musik, dan biasanya musik
tersebut dikenal dengan istilah bunyi-bunyian. Jenis musik vokal masyarakat desa
Sialang mengenal beberapa jenis kesenian seperti: dendang, randai, saluang dendang,
dikia rabano dan qasidah. Khusus untuk Dikia Rabano mendapat tempat yang istimewa
dihati masyarakat desa Sialang dan dalam berbagai acara adat maupun agama selalu
menyertakan kesenian Dikia Rabano untuk memeriahkan acara tersebut.
Untuk jenis musik instrumen, masyarakat desa Sialang mengenal saluang (alat
musik tiup), rabano (alat musik pukul), bansi (alat musik tiup), sarunai (alat musik tiup),
pupuik (alat musik tiup), gandang (alat musik pukul), dan talempong (alat musik pukul).
5.2 Keberadaan Dikia Rabano
Dikia Rabano adalah salah satu bentuk media dakwah untuk menyiarkan agama
Islam yang ada di Minangkabau. Dikia rabano selalu dimainkan oleh kaum laki-laki
yang biasanya sering berkumpul dan belajar agama di surau. Tetapi keberadaan Dikia
rabano tidak merata keseluruh wilayah Minangkabau hanya dijumpai disebagian kecil
wilayah Minangkabau saja.
5.2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Dikia Rabano
Awal mulanya pertumbuhan Dikia Rabano adalah sebagai dakwah atau
mensyi’arkan agama Islam. Kemudian fungsi tersebut berkembang menjadi hiburan
yang bernafaskan Islam. Pertumbuhan dan perkembangan Dikia Rabano di desa Sialang
sedikit banyaknya berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan agama Islam di
Banyak pendapat yang mengatakan agama Islam masuk ke Minangkabau
diperkirakan pertengahan abad ke-14 dan mengalami perkembangan yang sangat pesat
ketika kembalinya seorang ulama besar yang bernama Syekh Burhanuddin. Beliu adalah
seorang putra Minangkabau yang lahir di desa Sintuak Pariaman pada tahun 1646 M.
Beliau menuntut ilmu ke agamaan di Aceh selama beberapa tahun sehingga menjadi
seorang ulama besar. Setelah 13 tahun belajar di Aceh pada tahun 1680 beliau kembali
kekampung halaman Pariaman dan meyebarkan agama Islam keseluruh pelosok
Minangkabau.
Di Minangkabau agama Islam dengan mudah berkembang, karena didukung oleh
sistem pendidikan tradisional yang bertempat di surau (langgar). Biasanya anak laki-laki
yang beranjak remaja mereka sudah mulai dipisahkan dari orang tua dan tidur disurau
bersama teman-teman sebayanya. Disurau mereka diajari ilmu agama, adat-istiadat dan
berkesenian.
Sejalan dengan perkembangan agam tersebut, maka munculah Dikia Rabano.
Istilah Dikia Rabano berasal dari dua kata yaitu Dikia dan Rabano. Secara harafiah
Dikia Rabano artinya adalah berzikir yang diiringi dengan alat musik rabano. Dikia
adalah berasal dari kata zikir dalam bahasa Arab, yang berarti puji-pujian kepada Allah
dan Rasul’Nya. Sebagai media dakwah bacaan zikir dibaca dengan cara dilagukan
bersama-sama pada waktu-waktu tertentu. Sementara Rabano adalah alat musik pukul
yang termasuk dalam klasifikasi alat musik membranofon bersisi satu.
Pada masa perkembangan Islam di berbagai daerah di Minangkabau muncul
kegiatan ibadah yang beraliran kebatinan dan sebahagian masyarakatnya menganut
aliran tersebut. Mereka dikenal dengan golongan kaum sufi yang lebih mendalami ajaran
Mereka meyakini nyanyian dan musik yang dapat melembutkan hati, membangkitkan
rasa sedih dan penyesalan dari dosa yang telah diperbuat dan membangkitkan rasa rindu
kepada Allah SWT.
Akhirnya dengan demikian bacaan zikir tersebut menjadi sebuah seni vokal di
kalangan umat Islam. Ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Kuntowijoyo
(1987:54), bahwa agama dan seni mempunyai hubungan yang erat. Agama mempunyai
unsur ritual, emosional, kepercayaan dan rasionalisasi, maka dengan ritual dan
emosional itulah agama dan seni saling berkaitan.
Bacaan zikir yang telah menjadi seni vokal berkembang cepat di daerah
Minangkabau, dan dikenal dengan mana Dikia Rabano. Sebagai media dakwah Islam
Dikia Rabano dimodifikasi sedemikian rupa sehingga dalam perkembanganya lahirlah
bentuk-bentuk kesenian baru yang bernuansa Islam seperti seni vokal barjanzi,
salawaik dulang, qasidah, nasyid dan lain-lain.
Satu cara yang menarik bagi ulama di Minangkabau untuk menyiarkan agama
Islam adalah berdakwah dengan memainkan dikia rabano yang teksnya berisikan doa’
cerita Nabi Muhammad SAW dan Nabi lainnya. Kegiatan ini dilakukan pada hari-hari
besar agama seperti Maulid Nabi yang dilaksanakan di surau tempat anak-anak muda
dan kaum laki-laki dewasa berkumpul. Dengan perjalanan waktu Dikia Rabano
mengalami perkembangan disamping sebagai media dakwah juga sebagai acara hiburan
pada acara perkawinan, khitanan dan lain-lain. Akhirnya tradisi permainan Dikia
Rabano oleh para ulama dan masyarakat menjadi populer sebagai suatu bentuk seni
5.2.2 Perkembangan Dikia Rabano di Desa Sialang
Sejalan dengan perkembagan zaman Dikia Rabano juga berkembang dengan
pesat sesuai dengan perkembangan agama Islam di Minangkabau khususnya di desa
Sialang, Kecamatan Perwakilan Situjuh, Kabupaten Lima Puluh Kota. Menurut
masyarakat desa Sialang Dikia Rabano yang ada di desa Sialang berasal dari desa
sebelah yaitu Desa Sungai Lansek, yang mana dibawa oleh seorang ulama dari Nagari
Simerosok, Kabupaten Agam Bukittinggi. Dalam menyiarkan agama Islam ulama
tersebut mengenalkan kesenian Dikia Rabano dan masyarakat menerimanya dengan
senang dan antusias. Masyarakat sangat senang menyaksikan Dikia Rabano yang
biasanya disajikan di Surau atau di Mesjid. Dikia Rabano diajarkan kepada siapa saja
yang mau belajar mamainkannya, terutama pada pemuda-pemuda yang biasanya setiap
malam tidur di Surau. Proses pembelajaran berlangsung terus menerus sampai menyebar
keseluruh desa yang ada di daerah Tungkar sampai ke desa Sialang.
Teks Dikia Rabano yang berkembang di desa Sialang adalah yang berisiskan
tentang kisah Nabi-nabi khususnya Nabi Muhammad SAW semenjak dari kandungan
sampai menjadi Rasul Allah. Tahun pasti tentang munculnya Dikia Rabano tidak bisa
diketahui, karena jenis kesenian rakyat tidak bisa diketahui dengan pasti angka tahun
lahirnya.
Pemain Dikia Rabano adalah laki-laki dewasa yang berumur antara 18-50 tahun
atau selagi dia masih mampun memainkan atau menghafalkan teks Dikia Rabano.
Pemain Dikia Rabano harus pandai mangaji atau membaca Al-Quran karena teksnya
berbentuk tulisan Arab. Jenis kesenian ini tidak pernah dibawakan oleh kaum
perempuan karena biasanya kesenian ini selalu berlatih pada malam hari sementara
atau walinya. Tetapi untuk sekedar menyaksikan permainan Dikia Rabano pada malam
hari kaum perempuan dibolehkan apalagi kalau permainannya dirumah penduduk yang
sedang membuat hajatan. Hal seperti itu dibolehkan untuk semua orang seperti
anak-anak, pemuda-pemudi dan orang tua.
5.3 Penggunaan Dan Fungsi Dikia Rabano
Penggunaan dan fungsi Dikia Rabano merupakan dua pengertian yang berbeda
yaitu: penggunaan berarti faedah atau manfaat yang merupakan suatu proses atau
perbuatan bagaimana cara menggunakan (memakai) sesuatu. Sedangkan fungsi lebih
menekankan pada alasan untuk apa digunakan kesenian tersebut.
Penggunaan dan fungsi musik merupakan hal penting dalam kajian
etnomusikologi, dimana dalam studi prilaku manusia diteliti bukan hanya berbagai fakta
deskriptif tentang musik, tetapi yang lebih penting lagi makna musik itu sendiri dalam
kehidupan manusia itu sendiri. Menurut Nettl (1983:147-148), musik merupakan hasil
kecerdasan manusia semata, paling jauh dari alam, tidak dapat mengungkapkan sustu hal
secara langsung dan menggambarkannya secara gamblang apa yang dibayangkan oleh
senimannya.
5.3.1 Penggunaan Dikia Rabano
Kesenian Dikia Rabano kegunaannya sudah jauh berkembang di masyarakat
Minangkabau seperti: pada upacara perkawinan, uapacara upacara batagak penghulu,
perayaan Khatam Qur’an/tamat baca kitab Al-Quran, upacara turun mandi anak,
perayaan Maulid Nabi dan hari-hari besar agama Islam lainnya dan acara penyambutan
Pertama, pada upacara perkawinan Dikia Rabano digunakan untuk melengkapi jalannya upacara perkawinan. Dikia Rabano digunakan untuk mengarak (mengiringi)
pengantin laki-laki menuju kerumah pengantin perempuan dan juga digunakan untuk
menjemput pengantin perempuan dari rumah keluarga ayahnya setelah selesai dirias.
Dalam konteks perkawinan Dikia Rabano disajikan dengan dua cara yaitu: pertama
disajikan dengan posisi sambil berjalan untuk mengiringi pengantin. Kedua disajikan
dengan cara duduk ditempat yang sudah disediakan oleh tuan rumah pada pertunjukan
hiburan di malam hari sampai menjelang pagi. Dikia Rabano pada malam itu disajikan
sebagai hiburan untuk malam pertama mempelai laki-laki berada dirumah mempelai
perempuan.
Kedua, upacara batagak Penghulu adalah upacara pengangkatan pimpinan adat yang dihadiri oleh pemuka adat, alim ulama, tokoh masyarakat dan semua lapisan
masyarakat. Upacara ini biasanya dilaksanakan di balai adat suatu nagari seperti di
Nagari Tungkar kira-kira 4 kilo meter jaraknya dari desa Sialang. Penghulu yang sudah
diangkat/dilantik secara adat kemudian diarak dengan iringan Dikia Rabano keliling
kampung. Selanjutnya Dikia Rabano juga disajikan di dalam balai adat untuk menghibur
tamu-tamu yang datang.
Ketiga, Khatam Qur’an/tamat baca Al-Quran bagi masyarakat desa Sialang merupakan suatu perayaan yang dilaksanakan secara serentak oleh beberapa orang anak
secara bersama-sama. Perayaan ini dilaksanakan di dalam mesjid dan biasanya juga
disajikan makanan dengan gulai kambing (dibiayai secara bersama-sama oleh keluarga
yang Khatam Qur’an) untuk menjamu semua orang yang hadir pada acara tersebut.
diarak keliling kampung, selanjutnya baru ditutup dengan acara makan bersama di
mesjid.
Keempat, upacara turun mandi anak ialah sebuah ucara yang dilaksanakan oleh orang tua yang baru memiliki anak sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT
karena sudah dikarunia anak yang sehat. Konteks upacara ini adalah untuk menabalkan
nama bagi anak yang baru lahir dengan dimeriahkan oleh pertunjukan Dikia Rabano
yang teksnya puji-pujian bagi Allah SWT. Biasanya permainan Dikia Rabano ini
dimainkan di rumah yang punya hajat dengan posisi duduk bersila ditempat yang sudah
disediakan tuan rumah.
Kelima, perayaan Maulid Nabi dilaksanakan dalam rangka memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW setiap tanggal 12 Rabiul-awal (bulan Arab).
Pertunjukan Dikia Rabano digunakan untuk memeriahkan acara tersebut dan biasanya
dilaksanakan di dalam mesjid. Para pemain Dikia Rabano memainkan dengan posisi
duduk bersila ditempat yang sudah ditentukan panitia di dalam mesjid. Selanjutnya pada
perayaan hari-hari besar agama lainnya seperti: Isra’Miraj, Nuzul Qur’an dan perayaan
hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Dikia Rabano digunakan untuk memeriahkan atau
menghibur masyarakat sambil mengenang peristiwa hari besar tersebut. Semua perayaan
ini biasanya dilaksanakan di dalam mesjid dengan posisi duduk.
Keenam, acara penyambutan tamu biasanya dilakukan untuk menyambut tamu secara adat, tamu pemerintahan dan lain-lain. Dalam konteks ini Dikia Rabano
dipertunjukan di atas panggung yang sudah disediakan oleh panitia sebagai tempat
5.3.2 Fungsi Dikia Rabano
Fungsi kesenian Dikia Rabano sebagai salah satu aktifitas budaya awalnya
adalah sebagai sarana dakwah di surau dan mesjid, gunanya untuk mensyiarkan ajaran
agama Islam kepada masyarakat. Pada perkembangan selanjutnya masyarakat
pendukung Dikia Rabano juga mengembangkan fungsinya, sehingga dalam
pertunjukannya fungsi tersebut akan menyatu dengan yang lainnya.
Pertama, fungsi sebagai identitas adat Minangkabau yang barlandaskan Islam, dengan masuknya agama Islam di Minangkabau yang membawa ajaran dan aturan Islam
maka menjadikan aturan yang berlaku di dalam adat sejalan atau disesuaikan dengan
ajaran Agama Islam. Kedua ajaran tersebut disepakati menjadi pijakan kuat yang sesuai
dengan norma-norma Islam dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat
Minangkabau secara umum dan masyarakat desa Sialang khususnya. Maka fungsi Dikia
Rabano dalam rangka mengembangkan aturan adat sangatlah penting. Dengan demikian
Dikia Rabano memberikan sumbangan sebagai penguat identitas budaya Minangkabau
yang berlandaskan agama Islam.
Kedua, fungsi hiburan dalam hal ini sejalan dengan perkembangan zaman Dikia Rabano yang semula hanya berfungsi sebagai syiar agama Islam maka zaman sekarang
fungsinya juga sebagai hiburan. Dikia Rabano selain mensyiarkan agama juga menjadi
tontonan yang menghibur dan disukai masyarakat Minangkabau secara umum dan
masyarakat desa Sialang khususnya. Aspek hiburan dalam tontonan ini mencakup
kepada aspek rohani manusia yang menontonnya. Penontonnya biasanya kaum laki-laki
dan perempuan dari berbagai usia seperti: anak-anak, dewasa dan orang tua. Jadi
kesenian Dikia Rabano bisa menjadi kesenian yang menghibur disemua lapisan
Ketiga, fungsi pengungkapan emosional ialah merupakan istilah ekspresi yang diterapkan pada unsur-unsur pertunjukan musik yang tergantung pada reaksi pribadi
yang berbeda-beda dalam menafsirkannya. Musik dapat memancing emosi karena ia
bisa mengungkapkan emosi yang diekspresikan oleh pemusik. Melodi yang bagus dapat
menyentuh emosi penikmatnya, sehingga menggerakkan hati untuk mendengarkan dan
menghayati musik itu dengan lebih fokus dan kosentrasi. Dikia Rabano dengan teks
yang terkandung didalamnya berupa ajaran agama dapat meningkatkan emosi orang
yang mendengarkannya untuk lebih meningkatkan rasa keimanannya dan ketakwaannya
kepada Allah SWT.
Keempat, fungsi penyesuaian dengan norma sosial, di dalam teks Dikia Rabano selalu mengandung ajaran-ajaran yang menceritakan tentang kisah Nabi-nabi khususnya
Nabi Muhammad SAW, yang semuanya mengajak manusia kepada perbuatan
terpuji/kebaikan. Hal ini juga mengingatkan kepada masyarakat untuk selalu bersyukur
kepada Allah dan selalu mementingkan norma-norma yang berlaku dalam ajaran agama
Islam dan norma-norma adat yang dipakai.
Keenam, fungsi pengintegrasian masyarakat, pertunjukan Dikia Rabano merupakan suatu tradisi yang menimbulkan rasa kebersamaan dalam hati pemain Dikia
Rabano dan masyarakat desa Sialang, yang dapat menjalin suatu sistem nilai, gaya
hidup, bentuk kesenian secara umum di Minangkabau dan khususnya di desa Sialang.
Jadi Dikia Rabano dapat membangkitkan solodaritas dan mengintegrasikan masyarakat.
Ketujuh, fungsi kesinambungan budaya ialah jika suatu musik dapat mengekspresikan emosi, menghibur, menyesuaikan dengan norma sosial yang ada,
pengitegrasian masyarakat, maka dapat disimpulkan bahwa semuanya itu berkaitan
pada penyajian teks Dikia Rabano yang menceritakan riwayat Nabi Muhammad SAW,
maka dalam hal ini Dikia Rabano sudah dapat dikatakan melakukan kesinambungan
budaya sampai generasi penerus berikutnya. Melalui teksnya masyarakat yang
mendengarkan isinya dapat belajar dan mengetahui bagaimana cerit tentang kisah Nabi
Muhammad SAW.
5.4 Pertunjukan Dikia Rabano
Secara umum pertunjukan Dikia Rabano memiliki kesamaan dengan pertunjukan
kesenian lainnya yang ada di Minangkabau walaupun ada perbedaannya dalam beberapa
hal. Dilihat dari segi pemain, penonton maupun dari segi fungsinya dan lain-lain
sebagainya juga ada memiliki kesamaan. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan dibawah
ini:
5.4.1 Pemain Dikia Rabano
Dalam pertunjukan Dikia Rabano masing-masing pemain memegang dan
manabuh Rabano sambil menyanyikan teks lagu Dikia. Pemain Dikia Rabano harus
memakai pakaian yang bersih dan sopan sesuai dengan norma adat dan
norma-noarma agama Islam. Pakaian juga harus bersih dari kotoran hadas atau najis dan
menutup aurat. Kelompok pemain Dikia Rabano di desa Sialang tidak memiliki pakaian
seragam untuk setiap penampilannya. Biasanya mereka memakai pakaian kemeja putih
berlegan panjang dan celana panjang dengan warna apa saja. Tetapi khusus pada upacara
Batagak Penghulu para pemain Dikia Rabano memakai kemeja putih dengan celana
panjang batik yang berukuran longgar dan dipadukan dengan sarung yang dipakai
5.4.2 Waktu dan Tempat
Pada zaman dahulu Dikia Rabano di pertunjukan pada malam hari tetapi sesuai
dengan perkembangan zaman dan kebutuhannya maka Dikia Rabano saat ini juga sering
ditampilkan pada siang hari. Pertujukan pada malam hari biasanya dimulai pada jam
20-00 WIB atau setelah sholat Isya’ hingga mejelang waktu sholat Shubuh (jam 04.20-00
WIB). Pertunjukan pada siang hari dimulai pada jam 10-00 WIB atau jam 11-00
menjelang siang.
Dalam upacara perkawinan untuk mengarak pengantin dan khatam Qur’an Dikia
Rabano disajikan pada siang hari antara jam 11-00 WIB sampai dengan jam 15-00 WIB.
Pada acara perayaan hari-hari besar agama waktu pertunjukan Dikia Rabano hampir
sama dengan waktu pelaksanaan pada acara Khatam Qur’an. Tetapi pada acara
penyambutan tamu pertunjukan Dikia Rabano relatif singkat sekitar 10-20 menit saja.
Selanjutnya tempat pertunjukan Dikia Rabano dapat disajikan dengan
menggunakan panggung atau tanpa panggung seperti di Medan Nan Balinduang dan di
Medan Nan Bapaneh. Medan Nan Bapaneh ialah ruang terbuka dan biasanya
menggunakan panggung seperti: di lapangan bola, di halaman rumah, atau di alun-alun.
Sedangkan Medan Nan Balinduang ialah tempat yang ada di dalam rungan seperti: di
dalam rumah, di dalam Surau, di Mesjid, di balai adat, atau di aula (ruangan besar). Di
tempat ini penyajian tidak menggunakan panggung, tetapi hanya tempat yang beralaskan
tikar yang disediakan oleh tuan rumah atau panitia. Di tempat ini pemain Dikia Rabano
5.4.3 Teknik dan Posisi Menabuh Rabano
Teknik memainkan Rabano tidak ada ketentuan khusus yang mengikat
pemainnya bagaimana menabuh Rabano agar dapat menghasilkan bunyi yang baik.
Sumber bunyi yang dihasilkan tabuhan Rabano ada dua macam, yaitu di pinggir
permukaan rabano dan tabuhan di tengah permukaan Rabano. Tabuhan di pinggir
permukaan Rabano menghasilkan bunyi “tak” dan tabuhan di tengah permukaan Rabano
menghasilkan bunyi “tum”. Bunyi “tak” berjarak kira-kira dua sentimeter dari pinggir
permukaan Rabano yang dipukul dengan ujung jari manis dan jari tengah. Sedangkan
untuk bunyi “tum” dipukul dengan menggunakan dua ruas dari empat jari (telunjuk, jari
tengah, jari manis, dan jari kelingking). Jarak antara jari-jari tersebut boleh rapat dan
boleh renggang dan untuk memukulnya jarak ke tengah permukaan Rabano ialah
kira-kira tujuh sentimeter.
Kekuatan dalam menabuh Rabano berasal dari sumber gerakan tangan pada
pergelangan tangan. Untuk memudahkan bergerak atau untuk kelincahan sebaiknya
jarak tangan dengan Rabano saat menabuh Rabano tidak boleh terlalu jauh agar bunyi
yang dihasilkan bisa tercapai, yaitu berkisar antara lima sampai tujuh sentimeter.
Rabano yang dipamainkan dengan posisi berdiri dan posisi berjalan, Rabanonya
dipegang dengan tangan kiri sambil diangkat sampai setinggi dada, posisi ibu jari berada
di ruang dalam sebelah belakang Rabano dan empat jari lainnya berada pada permukaan
Rabano. Pergelangan tangan sampai pada pangkal lengan menahan Rabano yang sedang
di tabuh. Pada posisi duduk ada dua bentuk penyajian Dikia Rabano, pertama para
pemain duduk sejajar atau bersyaf sejajar arah kesamping. Kedua posisi duduk
melingkar, para pemain duduk sambil membentuk lingkaran. Rabano diletakkan di atas
menghasilkan bunyi yang baik dan para pemain dapat bertahan pada posisi duduknya
selama pertunjukan berlangsung.
5.4.4 Teks Yang Disajikan
Teks nyanyian Dikia Rabano pada masa daulu ialah vokal yang disampaikan
dengan menggunakan bahasa Arab tetapi sesuai dengan perkembangan zaman teksnya
sudah ada yang berbahasa Minang dan bahasa Indonesia seperti pengucapan do’a atau
puji-pujian. Teks nyanyiannya berpedoman pada kitab Sibaratul Ihsan yang sudah tidak
dijumpai lagi pada saat ini. Sejak masa dahulu sampai sekarang di desa Sialang tradisi
penyampaian teks Dikia Rabano kegenerasi berikutnya yaitu dengan cara disalin oleh
masing-masing pemain untuk dihafalkannya.
Nyanyian Dikia Rabano itu terdiri atas delapan buah pasal lagu yang
masing-masing pasalnya terdapat rowi. Berdasarkan kesepakatan bersama pada tiap-tiap pasal
mereka memberi judul sendiri sesuai dengan isi yang terkandung di dalam teksnya. Teks
nyanyian adalah berupa Syair yang termasuk pada syair ajaran Islam. Jakop Sumardjo
(1980), mengatakan bahwa istilah syair berasal dari bahasa Arab syi’ir yang berarti
perasaan yang menyadari. Contoh pasal-pasalnya dapat dilihat dibawah ini:
Pasal I: Kelebihan Maulid Kata junjungan lekaslah raba Siapa kasih kepada hamba
Membesarkan aku (Muhammad) lekaslah tiba Aku berperang sangatlah hiba
Dalam surga kami bersama Dalam nikmat bulan purnama Kekal di situ selama-lamanya Berlezat-lezat makan delima
Pasal II: Asal Makluk Satu mahluk tuhan jadikan Namanya nur ka’ba dkabarkan Asal mahluk tuhan terangkan Namanya nur belum ditentukan
Nurpun jadi tuhan berkata
Jadilah engkau Muhammad semata Menjadi tiang nurpun nyata
Nur Muhammad nama semata.
Sebagian teks tidak dicantumkan.
Pasal III: Nur Berpindah ke Punggung Adam Wahai saudara dengarlah madah
Menjadikan Adam situlah sudah Disuruh Allah tuhan yang satu Masuk kesurga itu waktu
Sebagian teks tidak dicantumkan.
Pasal IV: Aminah Kawin Dengan Abdullah Pada masa itu dengar kabarnya
Abdullah tidak dapat akan jodohnya Aminah tidak ada akan suaminya Takdir Allah kawin keduanya
Wahai sahabat taulan sahabi Tatkala berkehendak tuhanku rabbi Hendak menzohirkan seorang nabi Nama Muhammad rasul habibi
Sebagian teks tidak dicantumkan.
Pasal V: Mimpi Aminah Sembilan Bulan Waktu itu malam itsnain
Dahulu dari kini datang kasihan Pada petang kamis sudahlah bayan Menggambarkan hasil mimpi sekalian
Datang ninik kita tidak bersama Nabi Allah itulah nama
Sebagian teks tidak dicantumkan.
Pasal VI: Kabar Abdullah
Wahai saudara segala orang Kabar beralih pula sekarang Kepada Abdullah kabarnya terang Tatkala waktu badan seorang
Adapun asal begini peri Aminah hamil berbilang hari Abdul Mutholib hendak kenduri Disuruh Abdullah anak sendiri
Sebagian teks tidak dicantumkan.
Pasal VII: Kabar Aisyah dengan Maryam Cukuplah hamil sembilan bulan
Datang Aisyah dua sejalan Dengan Maryam dua betulan Kabarnya betul tidak gembulan
Maryam Aisyah datang keduanya Ke rumah Aminah maksud hatinya Muhammad kezohir sangat sukanya Tambahan suruh dari tuhannya
Sebagian teks tidak dicantumkan.
Pasal VIII: Ajaib Nabi Zohir Sallallah ‘ala Muhammad Sallallah ‘alaihi wassalam Sallallah ‘ala Muhammad Sallallah ‘alaihi wassalam
Nabilah zohir pada itu masa Menyilau adat yang telah biasa Sakit pedih tidak dirasa
Begitu takdir Tuhan Yang Esa
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Setelah melalui pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat diketahui Dikia
Rabano adalah salah satu seni pertunjukan tradisional Minangkabau yang bernafaskan
Islam dengan menggunakan Rabano sebagai instrumen pengiringnya. Dikia Rabano
diperkirakan masuk ke Minangkabau bersamaan dengan masuknya agama Islam ke
Minangkabau pada abad ke-19 dan akhirnya sampai di desa Sialang.
Awal perkembangan Dikia Rabano hanya digunakan dan difungsikan untuk
media dakwah dalam ajaran agama Islam. Kemudian fungsinya berkembang keberbagai
konteks sosial sesuai dengan kebutuhan masyarakat pendukungnya. Secara historis
keberadaan Dikia Rabano di desa Sialang digunakan dan difungsikan dalam berbagai
acara adat dan agama seperti: digunakan untuk upacara perkawinan, upacara batagak
Penghulu, perayaan Khatam Qur’an, upacara turun mandi anak, perayaan Maulid Nabi,
perayaan Isra’ mi’raj, perayaan Nuzul Qur’an dan acara penyambutan tamu. Kemudian
fungsinya sekarang ini adalah untuk: hiburan, ekspresi emosional, penyesuaian norma
sosial, pengintegrasian masyarakat dan kesinambungan budaya.
Dikia Rabano sebagai sebuah seni tradisional merupakan suatu kegiatan musikal
yang dapat diterima dalam konsep Islam karena dalam konteks pertunjukannya tidak
pernah bertentangan dengan norma-norma adat dan agama. Struktur teksnya ialah
berbentuk syair yang bertema tentang kisah Nabi Muhammad SAW yang selalu diiringgi
frame drum bersisi satu. Bentuk musik Dikia Rabano adalah stropik, yang mana
pengulangan melodinya sama, tetapi teksnya berbeda.
6.2 Saran
Hasil dan laporan penelitian ini hendaknya dilanjutkan lebih mendalam lagi oleh
peneliti lainnya, karena penelitian ini bisa dikatakan sebagai tahap awal dalam
menggambarkan budaya Minangkabau yang ada pada masyarakat di desa Sialang.
Dikia Rabano sebagai salah satu budaya Minangkabau harus mendapat perhatian
lebih oleh masyarakat pendukungnya agar kesenian ini tidak hilang dikemudian hari.
Selanjutnya sebagaimana yang telah diuraikan dalam tulisan ini maka diharapkan para
etnomusikologi dapat membantu mengkaji dari bidang kajian yang lain secara
mendalam agar keberadaan dan pengetahuan tentang Dikia Rabano ini dapat bermakna
lebih luas lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Siradjudin
1985 Empat Puluh Masalah Agama. Jilid III. Jakarta: Pustaka Tarbiyah.
Abbas, Zainal Arifin
1964 Peri kehidupan Muhammad Rasulullah SAW. Edisi Pertama. Medan: Percetakan Luhur.
Abdullah, Taufik
1981 “Adat dan Islam: Suatu Tinjauan Tentang Konflik Sejarah dan
Masyarakat lintasan Historis Islam di Indonesia.ed. Taufik
Abdullah. Edisi Revisi. Jakarta: Yayasan Obor Indanesia.
Al-Baghdadi, abdurahman
1992 Seni Dalam Pandangan Islam, Seni Vokal, Seni Musik dan Seni
Tari. Jakarta: Gema Insani Press.
Azmi, Ahmad
1990 Panduan Bermain Seni Hadrah dan Kompang. Singapura: Persatuan Hadrah dan Kompang Singapura.
Bogdan, Robert
1975 Introduction to Qualitative Research Methods. New York: Jhon Willey and Sons. Ins.
Desmawardi, dkk
1997 Dikia Rabano di Desa Induring Kecamatan Tilatang Kabupaten
Agam. Laporan Penelitian. Padang Panjang: ASKI.
Gazalba, Sidi
1989 Mesjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Percetakan
Al Husna.
Idrus, Hakimy
1991 Rangkaian Adat Basandi Syarak di Minangkabau. Edisi kedua. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Irwansyah
1989 Syair Putri Hijau: Telaah Sejarah Teks dan Resepsi. Tesis. Yogyakarta: UGM.
Koentjaraningrat
Kuntowijoyo
1986 Tema Islam Dalam Pertunjukan Rakyat Jawa: Kajian Aspek
Sosial, Keagamaan, dan Kesenian. Yogyakarta: Depdikbud.
Merriam, Allan P
1980 The Anthropology of Music. Chicago: Northwestern University Press.
Navis, AA
1984 AlamTakambang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau Jakarta: PT Grafiti Press.
Nettl, Bruno
1964 Theory and Method in Ethnomusicology. New York: Mcmillan Publishing. Co. Inc.
Sedyawati, Edi
1981 Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar harapan.
Sriwulan, Wilma
1999 Salawaik Dulang Seni Bernafaskan Islam Salah Satu Ekspresi
Budaya Masyarakat Minangkabau (kontinuitas dan perubahan).
LAMPIRAN 1. Ketua Peneliti:
Nama : Arifninetrirosa, SST. N I P : 196502191994032002 Pangkat/Golongan : Pembina Tk.I/IVa Fak/Departemen : Sastra/Etnomusikologi Universitas : Sumatera Utara
2. Anggota Peneliti:
Nama : Dra. Heristina Dewi, M. Pd N I P : 196605271994032010 Pangkat/Golongan : Lektor Kepala/IIId Fak/Departemen : Sastra/Etnomusikologi Universitas : Sumatera Utara
3. Anggota Peneliti: