• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Produksi Enzim Selulase untuk Hidrolisis Jerami Padi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Optimasi Produksi Enzim Selulase untuk Hidrolisis Jerami Padi"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Optimasi Produksi Enzim Selulase

untuk Hidrolisis Jerami Padi

Nadiem Anwar, Arief Widjaja*), Sugeng Winardi

Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri ITS Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111

*) correponding author: e-mail: nadiemanwar@yahoo.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan enzim selulase dengan komposisi eksoglukanase, endoglukanase dan β-glokanase optimal yang dapat diaplikasikan untuk mendegradasi selulosa jerami padi menjadi glukosa. Produksi enzim dilakukan dalam labu Erlenmeyer 250 mL, pH awal substrat 5, berat substrat 5 g dan nutrisi 25 mL. Trichoderma reesei dan Aspergillus niger dicampur dengan perbandingan 0/1, 1/1, 2/1, 1/0. Bahan baku yang digunakan adalah jerami padi dan pohon jagung. Inkubasi dilakukan pada suhu 30 oC selama 4, 6 dan 8 hari. Hasilnya menunjukkan bahwa aktifitas enzim selulase yang dihasilkan oleh Trichoderma reesei relatif sama dengan yang dihasilkan oleh Aspergillus niger tetapi Trichoderma reesei memberikan produktivitas enzim yang lebih tinggi dibandingkan dengan Aspergillus niger. Substrat jerami padi menghasilkan aktifitas dan produktivitas enzim selulase yang lebih tinggi dibandingkan dengan pohon jagung.

Kata kunci: selulase, Trichoderma reesei, Aspergillus niger, jerami padi, pohon jagung

1.

Pendahuluan

Indonesia menghasilkan 180 juta ton jerami padi pertahun (Sabiham dan Mulyanto, 2005) yang mengandung 37,71% selulosa; 21,99% hemiselulosa; 16,62% lignin (Dewi, 2002). Selulosa dalam jerami padi dapat dihidrolisis menghasilkan glukosa yang dapat dikonversi lebih lanjut menghasilkan bahan bakar seperti etanol ataupun hidrogen. Hidrolisis jerami padi dapat dilakukan secara kimiawi (Xiang dkk., 2003), secara enzimatis (Dewi, 2002; de Vrije dkk., 2002) maupun menggunakan mikroorganisme penghasil selulase (Aderemi dkk., 2008). Hidrolisis enzimatik lebih menarik jika dipandang dari penggunaan energi karena dapat dilangsungkan pada temperatur rendah (de Vrije dkk., 2002), sedangkan hidrolisis kimiawi memerlukan temperatur tinggi (Xiang dkk., 2003), akan tetapi reaksi enzimatik memerlukan waktu yang lebih lama. Hidrolisis selulosa terdiri dari dua tahap, yaitu degradasi selulosa menjadi selobiosa oleh endo-β-1,4-glukanase dan ekso-β-1,4 glukanase dilanjutkan dengan pemecahan selobiosa oleh β-1,4 glukosidase. Kebanyakan sistem selulase yang dihasilkan oleh jamur selulotik, jumlah β-glukosidasenya kurang dari yang dibutuhkan untuk hidrolisis selulosa menjadi glukosa secara efisien, sehingga produk utama hidrolisisnya bukan glukosa melainkan selobiosa (Juhasz dkk., 2003; Martins dkk., 2008; Ahamed dan Vermette, 2008), yang merupakan inhibitor kuat terhadap endo-β-1,4-glukanase dan ekso-β-1,4-glukanase mendegradasi selulosa. Trichoderma reesei mampu menghasilkan endo-β-1,4-glukanase dan ekso-β -1,4-glukanase sampai 80% (Muthuvelayudham dan Viruthagiri, 2006), tetapi β-glukosidasenya rendah (Martins dkk., 2008) sedangkan Aspergillus niger dapat menghasilkan β-glukosidanse tinggi tetapi endo-β-1,4-glukanase dan ekso-β-1,4-glukanasenya rendah. Persoalan ini dapat diatasi dengan cara mengkombinasikan mikroorganisme yang kemampuan memproduksi endo dan eksoglukanasenya tinggi dengan mikroorganisme yang kemampuan memproduksi β-glukosidasenya tinggi (Juhasz dkk., 2003).

Selulase dapat diproduksi dari berbagai jenis karbohidrat, baik sereal (Hao dkk., 2006), limbah berlignoselulosa (Muthuvelayudham dan Viruthagiri, 2006; Milala dkk., 2005; Dewi, 2002; Dahot dan Noomrio, 1996). Muthuvelayudham dan Viruthagiri (2006) melaporkan bahwa

Trichoderma reesei QM9414 tumbuh baik pada glukosa, xilosa, laktosa, selulosa, bagas tebu dan

jerami padi, sedangkan Trichoderma reesei 97.177 tidak tumbuh pada jerami padi dan Trichoderma

(2)

pada produksi selulase menggunakan Aspergillus niger dari limbah pertanian (jerami jagung, sekam padi, millet dan guinea corn straw) diperoleh dari jerami pohon jagung yaitu 102 IU/mL.jam.

Komposisi selulase yang dihasilkan dipengaruhi oleh komposisi, konsentrasi , pH awal dan pengolahan awal substrat serta temperatur inkubasi. Milala dkk. (2003) melaporkan bahwa kenaikan konsentrasi substrat sampai 5% menghasilkan kenaikan aktifitas enzim. Liu dan Yang (2007) melaporkan bahwa aktifitas maksimum diperoleh pada pH awal 5,0 dan temperatur inkubasi 30 oC.

Sebuah review tentang selulase yang ditulis oleh Bhat dan Bhat (1977) menjelaskan proses pembentukan selulase dan inducer untuk aktifitas selulase. Semua mikroorganisme penghasil selulase tinggi, memproduksi selulase dengan baik jika ditumbuhkan pada selulosa. Penggunaan sumber karbon yang larut seperti laktosa, selobiosa dan hidrolisat selulosa untuk produksi selulase memungkinkan produktivitas yang tinggi tetapi aktifitas enzimnya kurang, sedangkan sumber karbon yang sukar dirombak, produktivitasnya rendah tetapi aktifitas enzimnya tinggi (Chen dan Wayman, 1992). Busto dkk. (1996) melaporkan bahwa selulosa amorf menginduksi sintesis endoglukanase dalam Trichoderma reesei lebih baik dibandingkan dengan selobiosa, laktosa, sukrosa dan selulosa lainnya. Sebaliknya, kesemua karbohidrat tersebut tidak dapat menginduksi endo-β-1,4-glukanase dalam Aspergillus niger secara signifikan. Pada waktu digunakan substrat CMC, aktifitas maksimum diperoleh pada rentang pH 4,5–5,5 dan temperatur optimum antara 50–70 oC.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari produksi enzim selulase dengan komposisi endo-β-1,4-glukanase, ekso-β-1,4-glukanase dan β-glukosidase optimum yang dapat diaplikasikan untuk menghidrolisis selulosa dalam jerami padi menjadi glukosa, yaitu dengan cara memvariasikan perbandingan Aspergillus niger dengan Trichoderma reesei pada kultur campuran.

2. Eksperimen

Strain yang digunakan pada penelitian adalah Trichoderma reesei yang berasal dari Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi FMIPA UNAIR dan Aspergillus niger ITBCC F74 dari Laboratorium Mikrobiologi Departement Teknik Kimia ITB. Kedua strain dikembangbiakkan pada media potato dextrose agar (PDA) miring, setelah tujuh hari disimpan dalam lemari pendingin sebagai biakan persediaan.

Sumber selulosa yang digunakan adalah jerami padi yang diambil dari sekitar ITS dan pohon jagung dari Jombang. Bagian dalam pohon jagung (gabus) dipisahkan. Kedua bahan tersebut dijemur tiga hari, dipotong kurang lebih 2 mm, dihaluskan menggunakan blender, disaring lolos 100 mesh, dikeringkan pada temperatur 105 °C sampai beratnya konstan kemudian didinginkan dalam desikator sampai temperatur ruangan dan disimpan dalam wadah tertutup.

Media fermentasi didasarkan pada media yang digunakan oleh Ahamed dan Vermette (2008). Kedalam 1 liter larutan buffer pH 5 dilarutkan 1,0 g ekstrak ragi (Oxoid-England); 1,5 g

bacterioogical peptone (Oxoid-England); 1,4 g (NH4)2SO4; 2,0 g KH2PO4; 0,005 g FeSO4·7H2O; 5 mL larutan CMC 1%.

Lima gram serbuk jerami padi ataupun pohon jagung (lolos 100 mesh) dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer 250 mL kemudian ditambahkan 25 mL larutan nutrisi. Campuran tersebut disterilisasi pada temperatur 121 oC selama 15 menit. Bibit Aspergillus niger dan Trichoderma reesei dalam agar miring disuspensikan dalam larutan salin 0,85 % yang mengandung 0,1 % Tween 80. Suspensi spora Aspergillus niger dan Trichoderma reesei dengan perbandingan sesuai rancangan, yang total mengandung ± 1,8 × 108/mL, diinokulasikan secara aseptik ke medium dalam labu Erlenmeyer kemudian diinkubasi selama 4, 6 dan 8 hari. Enzim dipanen menggunakan 100 mL larutan 1% Tween 80 dengan pH 6. Campuran enzim kemudian dicentrifugasi pada 5.000 rpm selama 1 jam dan disaring untuk mendapatkan cairan enzim (supernatan). Aktifitas enzim diuji berdasarkan aktifitas CMCase, satu international unit (IU) dedefinisikan sebagai 1 µmol glukosa yang dihasilkan dari degradari CMC tiap menit pada temperatur pengujian 35 oC. Jumlah glukosa yang dihasilkan ditentukan menggunakan dinitrosalicylic acid (DNS), diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm.

3. Hasil dan Pembahasan

Aktifitas enzim

(3)

0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60 1,80 4 6 8

Waktu inkubasi (hari)

K e a k ti v a n ( IU /m L ) TR/AN = 0/1 TR/AN = 1/1 TR/AN = 2/1 TR/AN = 1/0 0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60 1,80 4 6 8

Waktu inkubasi (hari)

K e a k tiv a n ( IU /m L ) TR/AN = 0/1 TR/AN = 1/1 TR/AN = 2/1 TR/AN = 1/0 (a) (b)

Gambar 1. Aktifitas enzim: a) substrat jerami padi, b) substrat pohon jagung

Trichoderma reesei). Hal ini menunjukkan bahwa Trichoderma reesei lebih cepat menghasilkan

aktifitas enzim yang tinggi dibandingkan dengan Aspergillus niger. Pada hari ke-8, baik dari jerami padi maupun pohon jagung, aktifitas yang dihasilkan oleh T/A = 0/1 masih meningkat sedangkan yang dihasilkan oleh T/A = 1/0 sudah menurun, tetapi aktifitasnya tidak begitu berbeda yaitu 1,69 IU/mL dan 1,66 IU/mL. Hal ini berarti bahwa strain Trichoderma reesei tunggal dan Aspergillus

niger tunggal menghasilkan aktifitas enzim tertinggi yang hampir sama.

Tabel 1. Aktifitas terhadap waktu untuk berbagai perbandingan

T. reesei dengan A. niger dan jenis substrat.

Substrat

A . n i g e r

T . r e e s e i

Aktifitas (IU/mL)

pada waktu inkubasi 4 hari 6 hari 8 hari

Jerami padi 0/1 0,76 0,86 1,69 1/0 1,35 1,66 1,12 1/1 0,92 0,47 0,38 2/1 0,10 0,51 0,48 Jerami jagung 0/1 0,70 0,91 1,15 1/0 1,23 1,30 1,30 1/1 0,28 0,21 0,38 2/1 0,32 0,24 0,51

Aktifitas yang dihasilkan pada T/A = 1/1 dan T/A = 2/1, secara umum lebih rendah dibandingkan untuk T/A = 0/1 dan T/A = 1/0, berbeda dengan hasil Ahamed dan Vermette (2008). Hal ini menunjukkan adanya gangguan metabolisma pada kedua strain yang dicampur, sehingga keduanya tidak dapat menghasilkan enzim seperti pada biakan tunggal.

Produktivitas enzim

Produktivitas enzim didefinisikan sebagai aktifitas enzim per mL per hari. Tabel 2 atau Gambar 2.a dan 2.b, menunjukkan bahwa untuk substrat jerami padi maupun pohon jagung, produktivitas tertinggi dihasilkan pada hari ke-4 dengan komposisi strain T/A = 1/0 (Trichoderma

reesei tanpa Aspergillus niger). Produktivitas dari jerami padi 0,338 IU/mL.hari, lebih besar

(4)

Tabel 2. Produktivitas enzim terhadap waktu untuk berbagai perbandingan Trichoderma. reesei dengan Aspergillus niger dan jenis substrat.

Substrat

A . n i g e r

T . r e e s e i

Produktivitas (IU/mL.hari) pada waktu inkubasi (hari)

4 6 8 Jerami padi 0/1 0,190 0,143 0,211 1/0 0,338 0,277 0,140 1/1 0,230 0,078 0,048 2/1 0,025 0,085 0,060 Jerami jagung 0/1 0,175 0,152 0,144 1/0 0,308 0,217 0,163 1/1 0,070 0,035 0,048 2/1 0,080 0,040 0,064 4. Kesimpulan

4.1 Aktifitas enzim selulase tertinggi yang dihasilkan oleh Trichoderma reesei relatif sama dengan yang dihasilkan oleh Aspergillus niger.

4.2 Trichoderma reesei memberikan produktivitas enzim yang lebih tinggi dibandingkan

dengan Aspergillus niger.

4.3 Substrat jerami padi menghasilkan aktifitas dan produktivitas enzim yang lebih tinggi dibandingkan dengan pohon jagung.

Rencana Penelitian selanjutnya

1. Mengoptimasikan kondisi operasi, pada produksi enzim menggunakan kultur campuran

Trichoderma reesei dengan Aspergillus niger.

2. Mengaplikasikan enzim yang telah diproduksi untuk menghidrolisis selulosa jerami padi menjadi glukosa.

Ucapan Terima Kasih

(a) (b)

Gambar 2. Produktivitas enzim: a) substrat jerami padi, b) substrat pohon jagung 0,000 0,050 0,100 0,150 0,200 0,250 0,300 0,350 0,400 4 6 8

Waktu inkubasi (hari)

K e a k tiv a n ( IU /m L ) TR/AN = 0/1 TR/AN = 1/1 TR/AN = 2/1 TR/AN = 1/0 0,000 0,050 0,100 0,150 0,200 0,250 0,300 0,350 0,400 4 6 8

Waktu inkubasi (hari)

K e a k tiv a n ( IU /m L ) TR/AN = 0/1 TR/AN = 1/1 TR/AN = 2/1 TR/AN = 1/0

(5)

Pustaka

Aderemi, B.O. , E. Abu, B. K. Highina (2008), “The Kinetics of Glucose Production from Rice Straw by Aspergillus niger”, African Journal of Biotechnology, Vol. 7, 3, June, 1745-1752. Ahamed, A. P. Vermette (2008), “Culture-based Strategies to Enhance Cellulase Enzyme Production

from Trichoderma reesei RUT-C30 in Bioreactor Culture Conditions”, Biochemical

Engineering Journal, 40, 399-407.

Bhat, M.K., and Bhat, S. (1997), “Cellulose Degrading Enzymes And Their Potential Industrial Applications”, Biotechnology Advances, Vol. 15, Nos. 3/4, 583-620.

Busto, M.D., N. Ortega & M. P. Mateos (1996), “Location, Kinetic and Stability of Cellulases Induced in Trichoderma reesei Cultures”, Bioresource Technology, 57, 187-192

Chen, S. and M. Wayman (1992), “Novel Inducers Derived from Starch for Cellulase Production by Trichoderma reesei”, Process Biochemistry 27, 327-334

Dahot, M.U., dan M.H. Noomrio (1996), “Microbial Production of Cellulases by Aspergillus Fumigatus Using Wheat Straw as A Carbon Source”, Journal of Islamic Academy of Sciences 9, 4, 119-124.

Dewi (2002), “Hidrolisis Limbah Hasil Pertanian Secara Enzimatik”, Akta Agrosia, Vol. 5, No. 2, 67 – 71.

Hao, X.C., X.B. Yu and Zhong-Li Yan (2006), “Optimization of the Medium for the Production of Cellulase by the Mutant Trichoderma reesei WX-112 using Response Surface Methodology”,

Food Technol. Biotechnol., 44, 89–94.

Juhasz, T., K. Kozma, Z. Szengyel, K. Reczey (2003), “Production of β-Glucosidase in Mixed Culture of Aspergillus niger BKMF 1305 and Trichoderma reesei RUT C30”, Food Technol.

Biotechnol. 41 (1) 49–53.

Liu, J. and J. Yang (2007), “Cellulase Production by Trichoderma koningii AS3.4262 in Solid-State Fermentation Using Lignocellulosic Waste from the Vinegar Industry”, Food Technol. Biotechnol. 45 (4) 420–425.

Martins, L.F., D. Kolling, M. Camassola, A.J.P. Dillon, L.P. Ramos (2008), “Comparison of Penicillium echinulatum and Trichoderma reesei Cellulases in Relation to Their Activity Against Various Cellulosic Substrates”, Bioresource Technology, 99, 1417–1424.

Milala, M.A., A. Shugaba, A. 1 1 1A. Gidado, 2A.C. Ene and 1J.A. Wafar (2005), “Studies on the Use of Agricultural Wastes for Cellulase Enzyme Production by Aspegillus niger”, Research

Journal of Agriculture and Biological Sciences 1(4): 325-328.

Muthuvelayudham, R. and T. Viruthagiri (2006), “Fermentative Production and Kinetics of Cellulase Protein on Trichoderma reesei Using Sugarcane Bagasse and Rice Straw”, African Journal of

Biotechnology Vol. 5 (20), 16 October, pp. 1873-1881.

Reungsang, A., S. Sangyoka, T. Imai, P. Chaiprasert (2004), “Biohydrogen Production from Cassava Starch Manufacturing Wastewater, The Joint International Conference on “Sustainable Energy and Environment (SEE)” 1-3 December 2004, Hua Hin, Thailand.

Sabiham, S. and B. Mulyanto (2005), “Biomass Utilization in Indonesia: Integration of Traditional and Modern Principles of Organic Matter Management”, Paper is presented in APECATC

Workshop on Biomass

de Vrije, T., G.G. de Haas, G.B. Tan, E.R.P. Keijsers, P.A.M. Claassen (2002), “Pretreatment of Miscanthus for hydrogen production by Thermotoga elfii”, International Journal of Hydrogen Energy, Vol. 27, pp. 1381 – 1390.

Xiang, Q., Y. Y. Lee, P.O. Pettersson, R.W. Torget (2003), “Heterogeneous Aspects of Acid Hydrolysis of α-Cellulose”, Applied Biochemistry and Biotechnology, Vol. 105-108, 505-514.

Gambar

Gambar 1. Aktifitas enzim: a) substrat jerami padi, b) substrat pohon jagung
Gambar 2. Produktivitas enzim: a) substrat jerami padi, b) substrat pohon jagung 0,0000,0500,1000,1500,2000,2500,3000,3500,40046 8

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan bahwa keinginan junta militer untuk melakukan demokratisasi ini disebabkan oleh adanya faktor internal dalam lingkup domestik, seperti munculnya

Pemetaan lahan garam di Kabupaten Sampang dengan teknik interpretasi visual citra Worldview-1 bertujuan untuk (1) mengetahui akurasi pengukuran dan akurasi

Berdasarkan hasil yang diperoleh terhadap pertumbuhan misellium bibit F1 jamur tiram dan jamur merang tertinggi pada media kacang hijau yaitu 7,5cm kerapatannya rapat sangat

Hal ini dibuktikan dengan hasil pengujian yang menunjukkan bahwa untuk meningkatkan kinerja, kehadiran variabel motivasi kerja tidak berpengaruh signifikan dalam meningkatkan

Pada pokok bahasan ini, tidak hanya sekedar menyampaikan hasil tetapi bagian yang juga teramat penting adalah bagaimana menuliskan diskusi. Pada bagian ini juga menentukan penggunaan

Berdasarkan pengamatan terhadap kandungan hidrokarbon terendah yang dijumpai menunjukkan bahwa dosis nutrisi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu NP 100+50 mg kg -1

Berdasarkan penjelasan tersebut maka masalah dalam penelitian ini adalah, (1) Bagaimanakah penerapan model pembelajaran group investigation bervisi SETS pada siswa kelas IV SDN 01

Tingginya tingkat pengetahuan petani terhadap teknologi, sejalan dengan tingkat penerapan yang juga tinggi yaitu lebih dari 65% peternak yang mengetahui