Pengaruh Biokonversi Biomassa Jagung oleh Mikroba
Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae, dan
Aspergillus oryzae terhadap Produksi NH
3dan VFA (in vitro)
Satriviera Indirani*, U. Hidayat Tanuwiria**, Iman Hernaman** Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
Jalan Raya Bandung - Sumedang KM 21 Sumedang 45363 *Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran **Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
email : [email protected] ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh penambahan konsorsium mikroba Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae, dan Aspergillus
oryzae pada silase biomassa jagung terhadap produksi NH3 dan VFA (in vitro) dan
mengetahui penggunaan konsorsium mikroba Lactobacillus plantarum, Saccharomyces
cereviseae, dan Aspergillus oryzae yang mana yang menghasilkan konsentrasi NH3 dan VFA
(in vitro) paling optimal. Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental menggunakan rancangan acak lengkap. Perlakuan yang diuji adalah ensilase biomassa jagung dengan penambahan variasi jenis mikroba (P0=kontrol, P1=Lactobacillus plantarum,
P2=Lactobacillus plantarum dan Saccharomyces cereviseae, P3=Lactobacillus plantarum dan Aspergillus oryzae, P4=Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae, dan
Aspergillus oryzae). Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh penambahan mikroba
pada ensilase biomassa jagung sehingga penambahan jenis mikroba yang semakin banyak menghasilkan konsentrasi NH3 dan VFA yang semakin tinggi. Kesimpulan dari penelitian
ini adalah penambahan mikroba Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae, dan
Aspergillus oryzae pada silase biomassa jagung berpengaruh nyata terhadap konsentrasi NH3
dan VFA secara in vitro dan penambahan ketiga mikroba Lactobacillus plantarum,
Saccharomyces cereviseae, dan Aspergillus oryzae menghasilkan konsentrasi NH3 dan VFA
paling optimal.
Kata kunci: Silase, NH3, VFA , Biomassa Jagung.
ABSTRACT
The aim of study is to determine the effect of the addition of a consortium of microbes
Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae, and Aspergillus oryzae on corn silage
biomass production to NH3 and VFA a liquid rumen of dairy cattle (in vitro) and find out
how the use of a consortium of microbes Lactobacillus plantarum, Saccharomyces
cereviseae, and Aspergillus oryzae which that produces concentration NH3 and VFA a liquid
rumen of dairy cattle (in vitro) most optimal. The research was done with the experimental methods use completely randomize design. Those who tested is ensilase biomass corn by adding more variation the kinds of microbes (P0=control, P1=Lactobacillus plantarum, P2=Lactobacillus plantarum and Saccharomyces cereviseae, P3=Lactobacillus plantarum and Aspergillus oryzae, P4=Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae, and
Aspergillus oryzae). The result showed the presence of the effect of the addition of microbes
on biomass ensilage corn so that additional types of microbes that are producing more and more concentration NH3 and VFA high intensity. The conclusion of this research is the
oryzae in silage biomass corn had have real impact on concentration NH3 and VFA (in vitro)
and the addition of third microbes Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae, and
Aspergillus oryzae produce concentration NH3 and VFA most optimal.
Keywords: Silage, NH3, VFA, Biomass Corn.
PENDAHULUAN
Salah satu faktor penting dalam keberhasilan suatu usaha peternakan adalah pakan. Hijauan merupakan pakan utama bagi ternak ruminansia, sehingga pemenuhan hijauan pada ternak ruminansia dibutuhkan dalam jumlah banyak. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis hijauan yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Luas tanaman jagung di Indonesia 3.957.595 ha (Statistik Pertanian, 2012), hasil produksi tanaman jagung setiap kali pemanenan yaitu 60-70 ton/ha (Kushartono dan Iriani, 2003), sehingga tanaman jagung dapat menjadi salah satu komoditas pertanian yang berpotensi sebagai sumber pakan ternak. Biomassa jagung adalah seluruh bagian tanaman jagung yang terdiri atas batang, daun, biji, tongkol, dan kulit jagung (klobot). Biomassa jagung pada pemanenan 60-70 hari mengandung nutrien yang tidak kalah dengan rumput raja (Kushartono dan Iriani, 2003), namun karena daya awet pada penyimpanan tanaman jagung setelah dipanen rendah, maka perlu dilakukan pengolahan. Pembuatan silase tanaman jagung merupakan salah satu cara pemanfaatan tanaman jagung sebagai pakan ternak ruminansia.
Teknologi silase dengan menggunakan proses ensilase bukan hanya menjadi alternatif untuk penyimpanan pakan saja, namun dapat meningkatkan kualitas silase. Rekayasa bioproses anaerob dengan menggunakan konsorsium mikroba Lactobacillus
plantarum, Saccharomyces cereviseae, dan Aspergillus oryzae mampu meningkatkan mutu
pakan. Lactobacillus plantarum potensial untuk meningkatkan produktivitas silase dengan meningkatkan kandungan asam laktat, mengurangi kehilangan bahan kering, dan menurunkan pH (Aquilina, dkk., 2012). Saccharomyces cereviseae sebagai agen pengguna oksigen dapat memperpendek fase aerob sehingga dapat mendukung pertumbuhan bakteri asam laktat (Hippen, dkk., 2010). Aspergillus oryzae sebagai fungi yang tumbuh pada kondisi aerob juga dapat mengurangi kandungan oksigen yang terdapat dalam silase agar tercapai kondisi anaerob. Gabungan mikroba Lactobacillus plantarum, Saccharomyces
cereviseae, dan Aspergillus oryzae diharapkan dapat saling sinergi dalam proses fermentasi
anaerob dalam pembuatan silase biomassa jagung, sehingga terjadi peningkatan kualitas yang berdampak pada degradasi dalam rumen yang maksimal.
Berdasarkan uraian di atas Penulis melakukan penelitian tentang pengaruh biokonversi biomassa jagung oleh mikroba Lactobacillus plantarum, Saccharomyces
cereviseae, dan Aspergillus oryzae terhadap produksi NH3 dan VFA (in vitro).
BAHAN DAN METODE
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah biomassa jagung berumur 60-70 hari diperoleh dari Kiarapayung, Jatinangor, mikroba Lactobacillus plantarum,
Saccharomyces cereviseae, dan Aspergillus oryzae dari Institut Teknologi Bandung (ITB)
yang dibiakan di Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran, dan molases.
Metode penelitian dilakukan secara eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL), lima perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan adalah sebagai berikut:
P0 = Biomassa jagung + molases (kontrol)
P1 = Biomassa jagung + inokulum Lactobacillus plantarum
P2 = Biomassa jagung + inokulum Lactobacillus plantarum + Saccharomyces cereviseae P3 = Biomassa jagung + inokulum Lactobacillus plantarum + Aspergillus oryzae
P4 = Biomassa jagung + inokulum Lactobacillus plantarum + Saccharomyces cereviseae +
Aspergillus oryzae
Pembuatan silase biomassa jagung dilakukan dengan mencampur biomassa jagung dan mikroba sesuai perlakuan dan difermentasi anaerob selama 21 hari, kemudian silase biomassa jagung diambil sampel untuk dilakukan analisis in vitro. Analisis in vitro dengan lama inkubasi 24 jam dan dilakukan pengosokan secara kontinyu setiap 3 jam sekali. Setelah 24 jam, tabung fermentor dibuka dan ditetesi HgCl2. Tabung kemudian disentrifugasi selama
20 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Bagian yang cair diambil untuk analisis NH3 dan
VFA.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3
Konsentrasi NH3 yang dihasilkan selama 24 jam inkubasi in vitro pada biokonversi
biomassa jagung oleh berbagai mikroba disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Konsentrasi NH3 Cairan Rumen pada Berbagai Perlakuan
Ulangan Perlakuan P0 P1 P2 P3 P4 …...mM... 1 2,30 2,55 2,75 2,95 3,05 2 2,35 2,60 2,80 2,90 3,00 3 2,25 2,55 2,75 2,85 3,00 4 2,35 2,60 2,65 2,95 3,20 Rata-rata 2,31 2,58 2,74 2,91 3,06
Berdasarkan Tabel 1, konsentrasi NH3 hasil degradasi silase biomassa jagung oleh
mikroba rumen bervariasi dengan kisaran 2,31 dan 3,06 mM. Guna melihat sampai berapa jauh jenis inokulum berpengaruh terhadap produksi NH3 dilakukan analisis ragam. Hasil
analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh (P<0,05) terhadap konsentrasi NH3. Lebih lanjut untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan uji jarak berganda
Duncan yang hasilnya disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Analisis Jarak Berganda Duncan Konsentrasi NH3
Perlakuan Rata-rata Signifikasi (0,05)**
mM P0 2,31 a P1 2,57 b P2 2,73 c P3 2,91 d P4 3,06 e
Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom signifikasi menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).
Konsentrasi NH3 paling tinggi (P<0,05) diperoleh pada perlakuan P4, yaitu pada
biokonvesi biomasa jagung menggunakan inokulum konsorsium mikroba Lactobacillus
plantarum, Saccharomyces cereviseae, dan Aspergillus oryzae, sedangkan konsentrasi NH3
paling rendah (P<0,05) diperoleh pada P0 yaitu biokonversi biomasa jagung tanpa penambahan inokulum.
Penggunaan konsorsium ketiga mikroba tersebut menyebabkan bakteri asam laktat berkembang dengan baik, sehingga menyebabkan pH menjadi rendah. Nilai pH yang rendah menyebabkan bakteri pengurai protein akan ditekan perkembangannya, sehingga diduga protein substrat relatif tidak mengalami perubahan. Dengan demikian suplai protein dari substrat akan lebih banyak didegradasi oleh bakteri rumen menjadi NH3.
McDonald, dkk. (2002) menjelaskan bahwa konsentrasi NH3 yang tinggi dapat
menunjukkan proses degradasi protein pakan lebih cepat daripada proses pembentukan protein mikroba, sehingga NH3 yang dihasilkan terakumulasi dalam rumen. Inokulum
Lactobacillus plantarum merupakan bakteri asam laktat yang juga dapat mengurangi
proteolisis, sehingga dapat mempertahankan protein silase (Barnes, dkk., 2007). Penambahan inokulum Saccharomyces cereviseae dapat mendukung pertumbuhan bakteri asam laktat, karena Saccharomyces cereviseae sebagai agen pengguna oksigen dapat memperpendek fase aerob (Hippen, dkk., 2010). Hal ini akan sangat membantu mempertahankan kondisi anaerob dan secara tidak langsung memberi kondisi yang baik untuk bakteri asam laktat untuk memperbanyak diri. Crus dan Park (1982) menyatakan bahwa Aspergillus oryzae sebagai fungi yang tumbuh pada kondisi aerob juga dapat mengurangi kandungan oksigen yang terdapat dalam silase agar tercapai kondisi anaerob sehingga dapat mendukung perkembangan bakteri asam laktat.
Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi VFA
Konsentrasi VFA yang dihasilkan selama 24 jam inkubasi in vitro pada biokonversi biomassa jagung oleh berbagai konsorsium mikroba disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Konsentrasi VFA Hasil Degradasi Silase Biomassa Jagung di Rumen
Ulangan Perlakuan P0 P1 P2 P3 P4 …...mM... 1 117 130 142 146 168 2 103 125 141 142 165 3 105 132 142 150 177 4 110 127 144 144 166 Rata-rata 108,75 128,50 142,25 145,50 169,00
Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa rata-rata konsentrasi VFA yang dihasilkan berkisar antara 108,75-169,00 mM. Hasil analisis statistik menggunakan analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh (P<0,05) terhadap konsentrasi VFA. Uji lanjut untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dengan uji jarak berganda Duncan yang hasilnya disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Analisis Jarak Berganda Duncan Konsentrasi VFA
Perlakuan Rata-rata Signifikasi (0,05)**
mM P0 108,75 a P1 128,50 b P2 142,25 c P3 145,50 c P4 169,00 d
Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom signifikasi menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). Huruf yang sama pada P3 dan P2 menunjukkan bahwa P3 tidak berbeda nyata dengan P2.
Tabel 4 menunjukkan bahwa penambahan mikroba pada silase biomassa jagung menghasilkan konsentrasi VFA tertinggi pada perlakuan P4 dengan penambahan ketiga mikroba Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae, dan Aspergillus oryzae. Berdasarkan konsentrasi VFA pada perlakuan penambahan Lactobacillus plantarum dan
Aspergillus oryzae (P3) diketahui tidak berbeda nyata dibandingkan dengan penambahan Lactobacillus plantarum dan Saccharomyces cereviseae (P2).
Penambahan mikroba pada silase biomassa jagung ini menunjukkan peningkatan konsentrasi VFA dalam rumen, hal ini dikarenakan pada saat proses silase berlangsung terjadi perombakan gula dan pati, peningkatan gula dalam pakan ini dipengaruhi pula dengan perbedaan penambahan mikroba. Semakin banyak jenis mikroba yang ditambahkan semakin meningkat pula perombakan makanan oleh mikroba menjadi gula sederhana, sehingga dapat menghasilkan VFA yang tinggi.
Lactobacillus plantarum yang ditambahkan dalam pembuatan silase menghasilkan
asam laktat yang dapat mengubah karbohidrat dalam bentuk kompleks menjadi gula sederhana, sehingga produksi VFA meningkat karena gula sederhana lebih mudah didegradasi oleh mikroba rumen (Ensminger, dkk., 1990).
Aspergillus oryzae dan Saccharomyces cereviseae merupakan mikroba yang dapat
menyerap oksigen yang terdapat pada silase. Sesuai dengan pernyataan Hippen, dkk. (2010) bahwa Saccharomyces cereviseae sebagai agen pengguna oksigen dapat memperpendek fase aerob sehingga suasana anaerob pada silase cepat tercapai, sedangkan Aspergillus oryzae sebagai fungi yang tumbuh pada kondisi aerob juga dapat mengurangi kandungan oksigen yang terdapat dalam silase (Crus dan Park, 1982). Suasana anaerob itulah yang dibutuhkan oleh bakteri asam laktat untuk berkembangbiak sehingga pemanfaatan bakteri asam laktat dalam merombak karbohidrat menjadi gula sederhana lebih maksimal.
Kultur ragi Saccharomyces cereviseae selain membantu mengurangi oksigen untuk meningkatkan perkembangan bakteri asam laktat, juga memiliki aktivitas mencerna serat pada fase oksigen tinggi (pada awal proses ensilase). Dawson (1994) menyatakan bahwa dengan penambahan Saccharomyces cereviseae kecepatan awal dalam mencerna serat menjadi lebih cepat atau time lag untuk mencerna serat berkurang sampai 30% pada awal proses ensilase.
Penggunaan Aspergillus oryzae sebagai inokulum dalam fermentasi hijauan ternyata juga dapat meningkatkan kecernaan serat yang disebabkan oleh adanya proses pemecahan senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang lebih mudah dicerna oleh enzim pencernaan (Mohan, dkk., 1996). Munier (2013) melaporkan bahwa fermentasi menggunakan Aspergillus oryzae dapat melunakkan dan memecah dinding sel sehingga isi
sel seperti lemak, gula, asam organik, NPN, pektin, protein terlarut dan bahan terlarut air lainnya dapat dimanfaatkan oleh mikroba.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :
1. Penambahan konsorsium mikroba Lactobacillus plantarum, Saccharomyces
cereviseae, dan Aspergillus oryzae pada silase biomassa jagung berpengaruh
meningkatkan produksi NH3 dan VFA cairan rumen sapi perah (in vitro).
2. Penambahan mikroba Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae, dan
Aspergillus oryzae pada silase biomassa jagung menghasilkan konsentrasi NH3 dan
VFA in vitro yang paling optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Aquilina, G., G. A. Chesson, P. S. Cocconcelli, J. D. Knecht, N. A. Dierick, M. A. Gralak, J. Gropp, I. Hale, C. Hogstrad, R. Krocker, L. Leng, S. L. Puente, A. L. Haldorsen, A. Mantovani, G. Martelli, M. Mezes, D. Renshaw, M. Saarela, K. Sejrsen, dan J. Westendorf. 2012. Scientific Opinion on The Safety and Efficacy of Lactobacillus
plantarum (NCIMB 41028) and Lactobacillus plantarum (NCIMB 30148) as Silage Additives for All Animal Species EFSA Journal 10: 1-11.
Barnes, R. F., C. J. Nelson, K. J. Moore and M. Collins. 2007. Forages The Science of
Grassland Agriculture. Blackwell Publishing, Lowa.
Crus, R. and Park, Y. K. 1982. Production of Fungal α-Galactosidase and Its Application
to The Hydrolysis of Galactoligosacharides in Soy Bean Milk. J. Food Sci.
47:1973-1975.
Dawson, K. A. 1994. Successful application of defined yeast culture preparations in animal
production. Alltech’s Asia Pacific Lecture Tour. 1-20.
Ensminger, M. E., J. E. Oldfield, and W. W. Hineman. 1990. Feed and Nutrition. 2nded. The Ensminger Publishing Company, California.
Hippen, A. R., D. J. Linke, D. R. Rennich, M. M. Abdelqader and I. Yoon. 2010.
Saccharomyces cereviseae Fermentation Product in Dairy Cow Diets Containing Dried Distillers Grains Plus Solubles. J. Dairy Sci. 93: 2661-2669.
Kushartono, B., dan N. Iriani. 2003. Prospek Pengembangan Tanaman Jagung sebagai
Sumber Hijauan Pakan Ternak. Balai Penelitian Ternak, Po Box 221 Bogor 16002.
McDonald, P., R. A. Edward, and J. F. D. Greenhalgh. 2002. Animal Nutrition. 6th ed.
Longman Scientific and Technical, New York.
Munier, F. F. 2013. Komposisi kimia pada kulit buah kakao (Theobroma cacao L) yang
difermentasi dengan Aspergillus oryzae. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Sulawesi Tengah.
Statistik Pertanian. 2012. Statistik Pertanian. Pusat Data dan Informasi Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.