• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MODEL BTL (BETTER TEACHING AND LEARNING) UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN KARAKTER SISWA SMP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN MODEL BTL (BETTER TEACHING AND LEARNING) UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN KARAKTER SISWA SMP"

Copied!
183
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGEMBANGAN MODEL BTL (

BETTER TEACHING

AND LEARNING

) UNTUK MENGEMBANGKAN

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN KARAKTER

SISWA SMP

skripsi

disajikan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

oleh

Rulin Dotama Charista Putri

4201409116

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

ii

Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang Panitia Ujian Skripsi.

Semarang, 23 Agustus 2013

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(3)

iii

PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul

Pengembangan Model BTL (Better Teaching and Learning) untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Karakter Siswa SMP

disusun oleh

Rulin Dotama Charista Putri 4201409116

telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi FMIPA UNNES pada tanggal 23 Agustus 2013.

Panitia :

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Wiyanto, M.Si Dr. Khumaedi, M.Si. 196310121988031001 196306101989011002

Ketua Penguji

Drs. Sukiswo Supeni Edi, M.Si 195610291986011000

Anggota Penguji/ Anggota Penguji/ Pembimbing Utama Penguji Pendamping

Dra. Dwi Yulianti, M.Si. Dra. Langlang Handayani, M.App.Sc.

(4)

iv

Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi adalah benar-benar hasil karya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, 23 Agustus 2013

Penulis,

(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah

selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain). Dan

hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap”.(Al-Insyirah, 6-8)

“Dimana ada kemauan, disitu pasti ada jalan”

Kupersembahkan karya sederhana ini kepada :

1. Bapak Suwoyo dan Ibu Siti Zaenab tercinta yang

selalu memberi do’a, motivasi, cinta & kasih sayang.

2. Adikku tersayang, Meilinda Dotama yang telah

memberikan semangat dan keceriaan.

3. Teman-teman seperbimbingan, Teguh, Dian, Fikri,

Dzafin, Arum, Neni, Luthfia, Hendra, Kiswanto, Lida

jangan lupakan perjuangan dan kebersamaan kita

(6)

vi

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan kekuatan hati sehingga dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengembangan Model BTL (Better Teaching and Learning) untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Karakter Siswa

SMP” dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan

rasa terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan studi S1 di UNNES;

2. Prof. Dr. Wiyanto, M.Si., dekan FMIPA Universitas Negeri Semarang;

3. Dr. Khumaedi, M.Si., ketua jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang;

4. Dra. Dwi Yulianti, M.Si., pembimbing I yang telah meluangkan waktu, memberikan motivasi, bimbingan, dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini; 5. Dra. Langlang Handayani, M.App.Sc., pembimbing II yang telah memberikan

bantuan, bimbingan dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini;

6. Drs. Sukiswo Supeni Edi, M.Si., dosen penguji yang telah memberikan saran dan arahan dalam penyusunan skripsi ini;

(7)

vii

8. Dosen jurusan Fisika yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis selama belajar di jurusan Fisika;

9. Teguh Waluyo, S.Pd., MM., kepala SMP N 3 Semarang yang telah memberikan ijin penelitian;

10.Sugianto, S.Pd., guru pelajaran Fisika kelas VII SMP N 3 Semarang yang telah membantu penulis selama penelitian;

11.Siswa kelas VII H yang telah menjadi subjek penelitian, terima kasih atas kerja samanya;

12.Bapak, ibu serta keluarga besar yang telah memberi dukungan, semangat, dan motivasi hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini;

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis pada khususnya, lembaga, masyarakat dan para pembaca pada umumnya.

Semarang, 23 Agustus 2013

(8)

viii

Putri, Rulin Dotama Charista. 2013. Pengembangan model BTL (Better Teaching and Learning) untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Karakter Siswa SMP. Skripsi. Jurusan Fisika. FMIPA. UNNES. Pembimbing: I. Dra. Dwi Yulianti, M.Si., II. Dra. Langlang Handayani, M.App.Sc.

Kata kunci :BTL, kemampuan berpikir kreatif, karakter

Pemerintah Amerika Serikat melalui United States Agency for International Development (USAID) menjalin kerjasama dengan pemerintah Indonesia di bidang pendidikan dalam rangka mendukung Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama untuk meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan menengah pertama. Program yang dilaksanakan dinamakan Decentralized Basic Education 3

(DBE3). Program ini mengembangkan model pembelajaran bermakna atau BTL

(Better Teaching and Learning). Model BTL atau pembelajaran bermakna ini dikembangkan untuk melatih kecakapan hidup. Salah satu kecakapan yang harus dikuasai siswa adalah kemampuan berpikir kreatif. Salah satu tujuan dari pendidikan nasional adalah mengembangkan karakter siswa. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 3. Tujuan dari penelitian ini adalah menyediakan perangkat BTL untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan karakter serta untuk mengetahui pengembangan kemampuan berpikir kreatif dan karakter siswa SMP pokok bahasan kalor.

Metode yang digunakan adalah penelitian dan pengembangan. Uji coba produk menggunakan Pre Experimental Design dengan jenis Pre-test and Post-test One Group Design. Prosedur penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu studi pendahuluan, perancangan, dan pengembangan. Data kemampuan berpikir kreatif siswa diperoleh dari lembar observasi pre-test dan post-test. Data karakter diperoleh dari lembar observasi pada setiap pertemuan.

(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Pembatasan Masalah ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

1.6 Penegasan Istilah ... 6

1.7 Sistematika Skripsi ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Model BTL (Better Teaching and Learning) ... 9

2.2 Kemampuan Berpikir Kreatif ... 12

(10)

x

2.4.1 Pengertian Kalor... 21

2.4.2 Kalor Dapat mengubah Suhu Benda ... 22

2.4.3 Kalor Dapat Mengubah Wujud Benda ... 23

2.4.4 Faktor-faktor yang Mempercepat Penguapan ... 25

2.4.5 Kalor yang Dibutuhkan pada Waktu Mendidih dan Melebur ... 25

2.4.5.1 Mendidih ... 25

2.4.5.2 Melebur ... 27

2.5 Kerangka Berpikir ... 28

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Subjek Penelitian... 31

3.2 Desain Penelitian ... 31

3.3 Prosedur Penelitian ... 32

3.4 Metode Pengumpulan Data... 34

3.5 Analisis Uji Coba Instrumen ... 34

3.5.1 Validitas ... 35

3.5.2 Reliabilitas ... 35

3.5.3 Tingkat Kesukaran ... 36

3.5.4 Daya Pembeda ... 37

(11)

xi

3.6.1 Analisis Tahap Awal ... 38

3.6.1.1 Uji Normalitas ... 38

3.6.2 Analisis Tahap Akhir ... 39

3.6.2.1 Analisis Pengembangan Nilai Karakter ... 39

3.6.2.2 Analisis Pengembangan Kemampuan Berpikir Kreatif .... 40

3.6.2.3 Uji Gain ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Desain Perangkat BTL untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Karakter Siswa SMP ... 42

4.2 Hasil Analisis Kemampuan Berpikir Kreatif ... 46

4.2.1 Hasil Analisis Lembar Observasi Kemampuan Berpikir Kreatif .. 46

4.2.2 Signifikansi Kemampuan Berpikir Kreatif ... 47

4.3 Hasil Analisis Karakter Siswa ... 48

4.3.1 Hasil Analisis Lembar Observasi Karakter ... 48

4.3.2 Signifikansi Karakter ... 50

4.4 Pembahasan ... 51

4.4.1 Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa ... 51

4.4.2 Karakter Siswa ... 55

BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan ... 60

(12)
(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Klasifikasi Tingkat Kesukaran ... 37

Tabel 3.2 Klasifikasi Daya Pembeda ... 38

Tabel 3.3 Kriteria Besarnya Faktor Gain <g> ... 40

Tabel 4.1 Gain Kemampuan Berpikir Kreatif Uji Skala Terbatas ... 45

Tabel 4.2 Gain Karakter Uji Skala Terbatas ... 45

Tabel 4.3 Hasil Pre-Test dan Post-Test Kemampuan Berpikir Kreatif ... 46

Tabel 4.4 Hasil Analisis Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa ... 47

Tabel 4.5 Hasil Analisis Lembar Observasi Tiap Karakter ... 49

Tabel 4.6 Rekapitulasi Kriteria Tiap Karakter ... 49

Tabel 4.7 Uji Gain Tiap Aspek Karakter ... 50

(14)

xiv

Halaman

Gambar 2.1 Diagram Perubahan Wujud Zat ... 24

Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir ... 30

Gambar 3.1 Prosedur Penelitian ... 32

Gambar 4.1 Kategori Kemampuan Berpikir Kreatif Hasil Pre-Test dan Post-Test... 47

Gambar 4.2 Perkembangan Nilai Karakter Siswa... 48

Gambar 4.3 Uji Gain Tiap Aspek Karakter Siswa ... 50

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Daftar Kode Siswa VII H ... 63

Lampiran 2 Daftar Kode Siswa Uji Skala Terbatas ... 64

Lampiran 3 Daftar Kode Siswa Kelas Uji Coba Soal ... 65

Lampiran 4 Silabus ... 67

Lampiran 5 RPP ... 70

Lampiran 6 LKS ... 89

Lampiran 7 Buku Siswa ... 111

Lampiran 8 Kisi-kisi Soal Uji Coba Tes ... 117

Lampiran 9 Soal Uji Coba... 118

Lampiran 10 Instrumen Soal Uji Coba dan Rubrik Penilaian... 120

Lampiran 11 Tabel Analisis Data Soal Uji Coba ... 128

Lampiran 12 Contoh Perhitungan Validitas Butir Soal ... 130

Lampiran 13 Contoh Perhitungan Reliabilitas Instrumen ... 132

Lampiran 14 Contoh Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal ... 133

Lampiran 15 Contoh Perhitungan Daya Pembeda Soal ... 134

Lampiran 16 Kisi-kisi Lembar Observasi Kemampuan Berpikir Kreatif ... 135

Lampiran 17 Lembar Observasi Kemampuan Berpikir Kreatif ... 136

(16)

xvi

Lampiran 20 Lembar Observasi Karakter ... 141

Lampiran 21 Daftar Nilai Pre-Test dan Pos-Test Kemampuan Berpikir Kreatif Uji Skala Terbatas ... 142

Lampiran 22 Analisis Lembar Observasi Karakter Uji Skala Terbatas ... 143

Lampiran 23 Daftar Nilai Pre-Test dan Pos-Test Kemampuan Berpikir Kreatif Uji Skala Luas ... 146

Lampiran 24 Uji Normalitas ... 147

Lampiran 25 Analisis Lembar Observasi Kemampuan Berpikir Kreatif Uji Skala Luas ... 149

Lampiran 26 Analisis Lembar Observasi Karakter Tiap Pertemuan ... 150

Lampiran 27 Analisis Lembar Observasi Karakter Tiap Aspek ... 150

Lampiran 28 Perhitungan Gain Kemampuan Berpikir Kreatif ... 157

Lampiran 29 Perhitungan Gain Karakter Total ... 158

Lampiran 30 Perhitungan Gain Karakter Tiap Aspek ... 161

Lampiran 31 Dokumentasi Penelitian ... 164

Lampiran 32 Surat Penetapan Pembimbing ... 165

Lampiran 33 Surat Ijin Penelitian dari Fakultas ... 166

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Pemerintah Amerika Serikat melalui United States Agency for International Development (USAID) menjalin kerjasama dengan pemerintah Indonesia di bidang pendidikan dalam rangka mendukung Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama untuk meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan menengah pertama. Program yang dilaksanakan dinamakan

Decentralized Basic Education 3 (DBE3). Program ini mengembangkan model pembelajaran bermakna atau BTL (Better Teaching and Learning) dan bekerjasama dengan Dinas Pendidikan dan Departemen Agama di 44 kabupaten/ kota di enam provinsi, yaitu Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. DBE3 membantu 330 sekolah mitra (SMP dan MTs) untuk mengembangkan pembelajaran yang lebih bervariasi, interaktif, dan praktis sehingga pendidikan menjadi lebih menarik dan relevan bagi siswa

(18)

kemampuan mengingat saja, namun membutuhkan kemampuan lain yang lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir kreatif dan kritis.

Salah satu tujuan pembelajaran IPA di SMP/MTs adalah agar siswa memiliki kemampuan mengembangkan keterampilan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Permendiknas No. 22 Tahun 2006). Johnson, sebagaimana dikutip oleh Liliasari (2001) mengemukakan bahwa keterampilan berpikir dapat dibedakan menjadi berpikir kritis dan berpikir kreatif. Salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi yang digunakan pada pembelajaran fisika untuk menemukan konsep dan prinsip dalam menjelaskan berbagai peristiwa dan masalah di kehidupan sehari-hari adalah kemampuan berpikir kreatif. Menurut Munandar (1992: 45-46) pemikiran kreatif perlu dilatih, karena pemikiran ini membuat anak lancar dan luwes dalam berpikir, mampu melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang, dan mampu melahirkan banyak gagasan.

(19)

3

berpikir kreatif dan membantu mengekspresikan gagasan siswa serta mengkomunikasikannya secara ilmiah.

Salah satu tujuan dari pendidikan nasional adalah mengembangkan karakter siswa. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 3. Pada UU No 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa

pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk

karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi

warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pemerintah telah mencanangkan pendidikan karakter yang diangkat menjadi tema Hardiknas 2010 yaitu “Pendidikan Karakter untuk Membangun Keberadaban Bangsa”. Integrasi pendidikan karakter mulai dilakukan dari jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD) sampai dengan perguruan tinggi. Sewell & College (2003) menyatakan bahwa penanaman karakter dapat diintegrasikan dalam kehidupan sekolah sehingga menjadi kultur dan budaya di sekolah. Pendidikan karakter yang efektif harus disesuaikan dengan karakter siswa yang beragam dan guru harus bisa mengatasi hal tersebut dengan tujuan untuk implementasi karakter dalam kurikulum (Stallions & Yeatts 2003). Hasil penelitian Benninga et al. (2003) menunjukkan bahwa siswa di sekolah yang telah menerapkan pendidikan karakter memiliki skor akademik yang lebih tinggi.

(20)

menuntut sebuah aktivitas lebih dalam mempelajarinya, karena pokok bahasan kalor bukan pokok bahasan yang dapat dipahami hanya melalui kegiatan mendengarkan atau membaca. Pokok bahasan ini memerlukan kegiatan-kegiatan eksperimen sederhana dan diskusi untuk menganalisis dan memahami konsep yang ada secara utuh. Pada pokok bahasan kalor juga diperlukan kemampuan berpikir kreatif, yaitu ketika siswa harus menjabarkan suatu permasalahan yang kompleks ke bagian-bagian yang lebih sederhana. Berdasarkan uraian di atas maka perlu diadakan penelitian dengan judul “Pengembangan Model BTL (Better Teaching and Learning) untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir

Kreatif dan Karakter Siswa SMP”

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya muncul permasalahan yang mendasar sebagai berikut:

(1) Bagaimana desain perangkat BTL untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan karakter siswa?

(2) Bagaimana pengembangan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam mempelajari kalor setelah diterapkan model BTL?

(21)

5

1.3

Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini dapat mencapai sasaran dan tujuan yang diharapkan secara optimal, maka perlu adanya pembatasan masalah sebagai berikut:

(1) Penelitian ini hanya dilaksanakan di SMP Negeri 3 Semarang, karena sekolah ini merupakan sekolah mitra DBE 3 dalam mengembangkan model BTL. (2) Penelitian ini terbatas pada kelas VII dan pokok bahasan kalor, karena selama

ini pada materi kalor siswa hanya cenderung menerima rumus dan hitungan. Siswa cenderung tidak memahami konsep serta bagaimana proses untuk menemukan konsep tersebut sehingga kemampuan berpikir kreatif belum bisa berkembang.

1.4

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(1) Menyediakan perangkat BTL untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan karakter siswa SMP pada pokok bahasan kalor. (2) Mengetahui pengembangan kemampuan berpikir kreatif siswa SMP

kelas VII setelah diterapkan model BTL pada pokok bahasan kalor. (3) Mengetahui pengembangan karakter siswa SMP kelas VII setelah

diterapkan model BTL pada pokok bahasan kalor.

1.5

Manfaat Penelitian

(22)

1. Bagi Siswa

Siswa dapat memperoleh pengalaman belajar menggunakan model BTL sehingga dapat memberikan suasaana baru dalam belajar.

2. Bagi Guru

Guru memperoleh informasi mengenai alternatif model pembelajaran yang bisa diterapkan dalam pembelajaran fisika serta mengembangkan kreatifitas guru dalam melakukan pembelajaran.

3. Bagi Mahasiswa

Mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman baru selama melakukan penelitian di lapangan sehingga dapat digunakan sebagai model jika suatu saat nanti benar-benar terjun di lapangan sebagai seorang pendidik.

1.6

Penegasan Istilah

Berdasarkan pemilihan judul di atas, maka untuk menghindari salah tafsir tentang istilah-istilah yang digunakan, perlu diberi penegasan istilah sebagai berikut.

1. Model BTL

(23)

7

struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa.

2. Kemampuan Berpikir Kreatif

Kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan siswa untuk menemukan berbagai jawaban terhadap suatu masalah. Variasi jawaban yang diberikan ditekankan pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban (Munandar, 1992: 47-50). Kemampuan berpikir kreatif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam atau memberi gagasan secara lancar, lentur, orisinil, mampu mengelaborasi suatu gagasan serta mampu mengevaluasi suatu pernyataan.

3. Pendidikan Karakter

Kementerian Pendidikan Nasional (2011) menjelaskan bahwa pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Pendidikan karakter yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penanaman karakter religius dan disiplin pada aspek moral knowing (pengetahuan yang baik), dan aspek moral feeling

(24)

1.7

Sistematika Skripsi

Penulisan skripsi ini terdiri dari tiga bagian yang dapat dirinci sebagai berikut:

a. Bagian pendahuluan skripsi. Bagian ini berisi halaman judul, pernyataan, pengesahan, persembahan dan motto, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dan daftar lampiran.

b. Bagian isi skripsi. Bagian ini terdiri dari: Bab 1 Pendahuluan

Bagian ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, dan sistematika skripsi.

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka berisi tentang teori yang mendukung penelitian ini yaitu BTL, berpikir kreatif, karakter, kalor, kerangka berpikir.

Bab 3 Metode Penelitian

Bagian ini berisi desain penelitian, subyek penelitian, prosedur penelitian, metode pengumpulan data, analisis uji coba, dan analisis data.

Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bagian ini berisi hasil penelitian dan pembahasan peneitian. Bab 5 Penutup

Bagian ini berisi tentang simpulan dan saran. c. Bagian akhir skripsi.

(25)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Model BTL (

Better Teaching and Learning)

Program DBE-3 mengembangkan model BTL untuk mendapatkan model pembelajaran yang menitikberatkan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar, sehingga pembelajaran tidak lagi didominasi oleh guru (DBE3, 2009). Pada pembelajaran dengan menggunakan model BTL, siswa diberikan kesempatan untuk terlibat aktif dalam berbagai aktivitas dan guru hanya berperan sebagai fasilitator sehingga proses pembelajaran akan menyenangkan dan lebih bermakna.

Model BTL merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (DBE3,2009). Pada penerapan model BTL, siswa aktif mengerjakan tugas yang melatih kecakapan berpikir dan menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar. Galbreath (1999) mengemukakan bahwa, pada abad pengetahuan, modal intelektual, khususnya kecakapan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking), merupakan kebutuhan utama dalam dunia pekerjaan. Berpikir kreatif merupakan salah satu kecakapan berpikir yang dikembangkan dalam proses belajar yang menggunakan model BTL.

(26)

menggunakan langkah-langkah pembelajaran dengan urutan introduction, connection, application, reflection, dan extension (ICARE). Penggunaan tahapan ICARE bertujuan untuk memastikan bahwa peserta didik memiliki kesempatan untuk mengaplikasikan apa yang telah dipelajarinya (DBE3,2009).

Tahapan yang pertama dalam model BTL adalah introduction atau mengenal. Pada tahapan ini guru menyampaikan tujuan yang hendak dicapai oleh peserta didik dan mengenalkan kegiatan yang relevan dan sesuai dengan konteks. Tahap introduction ini disampaikan secara singkat dan sederhana.

Tahapan yang kedua adalah connection atau menghubungkan. Sebagian besar pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan dengan satu kompetensi yang dikembangkan berdasarkan kompetensi sebelumnya. Oleh karena itu, semua pengalaman pembelajaran yang baik perlu dimulai dari apa yang sudah diketahui dan dipraktekkan oleh siswa, kemudian guru mengembangkannya. Pada tahapan ini guru menghubungkan informasi yang telah didapat siswa dengan informasi dan konsep baru. Guru dapat melakukan hal ini dengan mengadakan latihan

brainstorming yang sederhana untuk memahami apa yang telah diketahui para siswa. Guru memotivasi siswa agar tertarik untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar.

(27)

11

lama dari proses pembelajaran. Pada tahap ini siswa bekerja sendiri, tidak dengan instruktur, secara pasangan atau dalam kelompok untuk menyelesaikan kegiatan nyata atau memecahkan masalah nyata menggunakan informasi dan kecakapan baru yang telah mereka peroleh.

Tahapan yang keempat adalah reflection atau merefleksikan. Pada tahap ini siswa memiliki kesempatan untuk merefleksikan apa yang telah mereka pelajari. Tugas guru adalah menilai sejauh mana keberhasilan pembelajaran melalui kegiatan refleksi ini. Kegiatan refleksi dapat melibatkan diskusi kelompok. Guru meminta siswa untuk melakukan presentasi atau menjelaskan apa yang telah mereka pelajari. Siswa juga dapat melakukan kegiatan penulisan mandiri yaitu dengan menulis sebuah ringkasan dari hasil pembelajaran. Refleksi ini juga bisa berbentuk kuis singkat. Guru memberi pertanyaan berdasarkan isi pelajaran. Poin penting untuk diingat dalam refleksi adalah bahwa guru perlu menyediakan kesempatan bagi siswa untuk mengungkapkan apa yang telah mereka pelajari.

Tahap yang kelima adalah extension atau pengembangan. Guru menyediakan kegiatan yang dapat dilakukan siswa setelah proses pembelajaran berakhir untuk memperkuat dan memperluas pembelajaran. Di sekolah, kegiatan

(28)

2.2 Kemampuan Berpikir Kreatif

Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pentingnya pembelajaran fisika di sekolah selain bertujuan untuk memberikan bekal ilmu kepada peserta didik, juga untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Kemampuan berpikir digunakan untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan tujuan pembelajaran fisika, kegiatan belajar mengajar yang baik harus melibatkan kemampuan berpikir siswa, karena berpikir merupakan pokok pangkal untuk memperoleh pengetahuan. Menurut Rugegerio sebagaimana dikutip oleh Yuli (2009), berpikir merupakan suatu aktivitas mental untuk membantu memformulasikan dan memecahkan suatu masalah, membuat suatu keputusan, atau memenuhi hasrat keingintahuan (fulfill a desire to understand). Pendapat ini menunjukkan bahwa ketika seseorang merumuskan suatu masalah, memecahkan masalah ataupun ingin memahami sesuatu, maka ia melakukan suatu aktivitas berpikir.

Pada penelitian ini kemampuan berpikir yang diteliti adalah kemampuan berpikir kreatif. Menurut Ruseffendi sebagaimana dikutip oleh Fatimah (2008: 15), manusia yang berpikir kreatif adalah manusia yang selalu ingin tahu, fleksibel, awas dan sensitif terhadap reaksi dan kekeliruan, mengemukakan pendapat dengan teliti dan penuh keyakinan, tidak tergantung pada orang lain, tidak begitu saja menerima suatu pendapat, dan kadang-kadang susah diperintah.

(29)

13

operasional, kreativitas dapat dirumuskan sebagai kemampuan berpikir atau memberi gagasan secara lancar, lentur, dan orisinil, serta mampu mengelaborasi suatu gagasan (Munandar, 1992: 47-50)

Menurut Munandar (1992: 88-91) ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif yang berhubungan dengan kognisi dan proses berpikir meliputi: (1) fluency atau kemampuan berpikir lancar; (2) flexibility atau keterampilan berpikir luwes; (3)

originality atau kemampuan berpikir orisinal; (4) elaboration atau keterampilan memperinci dan (5) keterampilan mengevaluasi. Kelima ciri-ciri tersebut dapat diperinci sebagai berikut:

1. fluency (keterampilan berpikir lancar)

Ciri-ciri fluency atau keterampilan berpikir lancar yaitu siswa mampu mencetuskan banyak gagasan, jawaban, atau penyelesaian masalah ketika dihadapkan dalam suatu permasalahan. Siswa yang mempunyai keterampilan berpikir lancar mampu memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal, tidak terpaku pada satu cara atau selalu memiliki lebih dari satu jawaban atau penyelesaian.

(30)

2. flexibility (keterampilan berpikir luwes)

Flexibility atau ketrampilan berpikir luwes memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) siswa mampu menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi; (2) siswa dapat melihat masalah dari sudut pandang berbeda sehingga mampu mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda-beda dan (3) siswa mampu mengubah cara pendekatan atau pemikiran.

Indikator dari ciri-ciri keterampilan berpikir luwes dapat terlihat pada perilaku siswa yang memberikan aneka ragam penggunaan dan penafsiran tidak lazim terhadap suatu gambar, cerita atau masalah. Siswa mampu menerapkan suatu konsep dan memberikan pertimbangan terhadap suatu situasi dengan cara yang berbeda dari orang lain. Berpikir luwes juga ditunjukkan siswa dalam membahas atau mendiskusikan suatu situasi: siswa selalu mempunyai posisi yang bertentangan dengan mayoritas kelompok. Jika siswa diberikan suatu masalah, ia memikirkan bermacam-macam cara untuk menyelesaikannya serta mampu mengubah arah berpikir secara spontan. Siswa lebih suka menggolongkan hal-hal menurut pembagian atau kategori yang berbeda-beda

3. originality (kemampuan berpikir orisinal)

(31)

15

Indikator dari ciri-ciri kemampuan berpikir orisinal dapat terlihat pada perilaku siswa yang lebih memilih cara berpikir lain daripada yang lain sehingga mampu memikirkan masalah-masalah unik atau berbeda dari biasanya. Setelah membaca atau mendengar gagasan-gagasan lama, siswa berusaha memikirkan cara-cara baru dan bekerja untuk menyelesaikannya. Siswa yang mempunyai kemampuan berpikir orisinal lebih senang mensintesis daripada menganalisis sesuatu dan mencari pendekatan baru dari yang stereotype

4. elaboration (keterampilan memperinci)

Elaboration atau keterampilan siswa dalam memperinci memiliki ciri-ciri sebagai berikut; (1) siswa mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk dan (2) siswa mampu menambah atau merinci detail-detail dari suatu obyek, gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik.

Indikator dari ciri-ciri elaboration dapat terlihat pada perilaku siswa yang mencari arti lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkah-langkah terperinci. Siswa lebih senang mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain dengan mencoba atau menguji detail-detail untuk melihat arah yang akan ditempuh. Kemampuan mengelaborasi ditunjukkan dari perilaku siswa yang mempunyai rasa kuat terhadap keindahan, sehingga tidak puas dengan penampilan yang kosong atau sederhana dan menambah garis-garis, warna-warna, detail-detail (bagian-bagian) terhadap gambarnya sendiri atau gambar orang lain.

(32)

Ciri-ciri dari keterampilan mengevaluasi atau menilai yaitu siswa mampu menentukan patokan penilaian sendiri dan menentukan apakah suatu pernyataan benar, suatu rencana sehat atau suatu tindakan bijaksana sehingga mampu mengambil keputusan terhadap situasi yang terbuka. Pada ketrampilan mengevaluasi, siswa tidak hanya mencetuskan gagasan tapi juga melaksanakannya.

Indikator dari ciri-ciri keterampilan mengevaluasi dapat terlihat pada perilaku siswa yang memberikan pertimbangan dan pendapat atas dasar sudut pandang sendiri mengenai suatu hal, menganalisis masalah atau penyelesaian secara kritis dengan selalu menanyakan “mengapa” dan mempunyai alasan yang rasional yang

dapat dipertanggungjawabkan untuk mencapai suatu keputusan. Siswa merancang suatu rencana kerja dari gagasan-gagasan yang tercetus sehingga mampu menjadi peneliti atau penialai kritis. Siswa yang mempunyai ketrampilan mengevaluasi dapat menentukan dan mempertahankan pendapatnya

Pada penelitian ini keterampilan berpikir kreatif yang dianalisis meliputi lima indikator perilaku kreatif yang diuraikan sebagai berikut:

1. Fluency (keterampilan berpikir lancar)

(33)

17

2. Flexibility (keterampilan berpikir luwes)

Perilaku siswa yang dikembangkan dan digunakan sebagai indikator keterampilan berpikir luwes yaitu kemampuan siswa dalam memberikan bermacam-macam penafsiran terhadap suatu gambar, cerita atau masalah. 3. Originality (kemampuan berpikir orisinal)

Perilaku siswa yang dikembangkan dan digunakan sebagai indicator keterampilan berpikir orisinal yaitu ketertarikan dan kemampuan siswa dalam menganalisis sesuatu.

4. Elaboration (keterampilan memperinci)

Perilaku siswa yang dikembangkan dan digunakan sebagai indikator keterampilan memperinci yaitu kemampuan siswa untuk mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkah-langkah terperinci.

5. Keterampilan mengevaluasi

Perilaku siswa yang dikembangkan dan digunakan sebagai indikator keterampilan mengevaluasi yaitu kemampuan siswa untuk mengutarakan pendapat sendiri mengenai suatu hal.

2.3 Pendidikan Karakter

(34)

kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai nilai-nilai kebaikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak.

Karakter menunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat. Berdasarkan Kerangka Acuan Pendidikan Karakter (2010) seseorang baru bisa disebut orang yang berkarakter (a person of character)

apabila tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral. Kaidah moral dalam pendidikan karakter harus melibatkan bukan saja aspek pengetahuan yang baik

(moral knowing), tetapi juga merasakan dengan baik (moral feeling) dan perilaku yang baik (moral action).

Bidang pendidikan adalah wadah yang tepat untuk mengembangkan karakter siswa. Kemendiknas (2010: 3) menyatakan bahwa pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik. Potensi yang dikembangkan tidak hanya kognitif tetapi juga karakter. Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional sesuai Pasal 1 UU Sisdiknas tahun 2003.

(35)

19

(spiritual and emotional development); (2) olah pikir (intellectual development);

(3) olah raga dan kinestetik (physical and kinestetic development) dan (4) olah rasa dan karsa (affective and creativity development). Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada rancangan utama tersebut melalui pendidikan nilai.

Pendidikan karakter yang diintregasikan ke dalam pembelajaran dapat memberikan pengaruh terhadap tingkat kognitif siswa. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tatman, dkk (2009). Hasil penelitian tersebut menyatakan jika sekolah melaksanakan pengintregasian pendidikan karakter dalam pembelajaran sehingga siswa mempunyai karakter yang baik dan menjadi suatu kebiasaan, maka sekolah akan memiliki prestasi akademik yang lebih baik. Hasil penelitian Budiastuti (2008) menyatakan bahwa bila pengembangan karakter dilaksanakan secara efektif maka akan meningkatkan prestasi akademik dan perilaku prososial siswa.

Ada 18 nilai utama yang dikembangkan pada pendidikan budaya dan karakter bangsa. Nilai-nilai tersebut adalah: 1) religius; 2) jujur; 3) toleransi; 4) disiplin; 5) kerja keras; 6) kreatif; 7) mandiri; 8) demokratis; 9) rasa ingin tahu; 10) semangat kebangsaan; 11) cinta tanah air; 12) menghargai prestasi; 13) komunikatif; 14) cinta damai; 15) gemar mmbaca; 16) peduli lingkungan; 17) peduli sosial dan 18) tanggungjawab. Penelitian ini akan difokuskan pada 4 nilai yakni disiplin, tanggungjawab, komunikatif dan rasa ingin tahu.

(36)

nilai-nilai karakter dan menjadikannya menjadi suatu kebiasaan. Menurut Kemendiknas (2010: 12) dalam pengembangan pendidikan karakter bangsa ada empat prinsip yang digunakan, yaitu:

1. berkelanjutan

Prinsip ini mengandung makna bahwa pengembangan pendidikan karakter harus dilakukan dengan proses yang panjang dan terus menerus, dimulai dari awal sampai akhir peserta didik berada di satuan pendidikan. Pengembangan pendidikan karakter harus dimulai dari PAUD dilanjutkan ke tingkat SD/ MI, SMP/MTs, SMA/MA dan selanjutnya Perguruan Tinggi.

2. melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah

Pengembangan nilai karakter dilakukan melalui berbagai mata pelajaran yang telah ditetapkan dalam standar isi. Selain itu karakter siswa juga dikembangkan melalui kegiatan ekstrakulikuler atau pengembangan diri.

3. nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan

Prinsip ini mengandung arti bahwa karakter tidak diajarkan seperti mata pelajaran pokok, tetapi dikembangkan melalui praktek langsung. Karakter siswa juga bisa dikembangkan dengan mengintegrasikan nilai-nilai karakter ke dalam pembelajaran.

(37)

21

dilakukan dengan cara yang menyenangkan sehingga membuat siswa nyanan dan senang melaksanakannya.

2.4

Tinjauan Materi Pokok Bahasan Kalor

2.4.1. Pengertian Kalor

Kalor adalah energi yang ditransfer dari satu benda ke benda lain karena kedua benda memiliki selisih temperatur. Energi internal suatu sistem sering dinyatakan sebagai energi termis. Bila sistem yang panas bersinggungan dengan sistem yang lebih dingin, energi internal ditransfer dari sistem yang panas ke sistem yang dingin dalam bentuk panas (Tipler, 2004: 558). Kalor (Q) merupakan energi yang berpindah, sehingga satuan yang digunakan untuk mengukur kalor sama dengan satuan energi, yaitu joule (J). Satuan lain yang sering digunakan untuk mengukur kalor adalah kalori (kal) atau kilokalori (kkal). 1 kkal setara dengan 1000 kal.

(38)

2.4.2. Kalor Dapat Mengubah Suhu Benda

Besarnya kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu suatu benda atau zat adalah sebanding dengan massa zat dan kenaikan suhu zat tersebut (Tipler, 2004: 559).

1) Hubungan kuantitas kalor dengan massa zat

Banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu benda sebanding dengan massa benda. Hubungan antara banyaknya kalor yang diperlukan (Q) dengan massa benda (m) dapat ditulis sebagai berikut:

... (2.1) Hal ini memberi pengertian bahwa semakin besar massa benda, semakin besar pula energi kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhunya.

2) Hubungan kuantitas kalor dengan kenaikan suhu

Banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu benda sebanding dengan kenaikan suhunya. Hubungan antara banyaknya kalor yang diperlukan (Q) dengan kenaikan suhu ( ) dapat ditulis sebagai berikut:

(39)

23

3) Hubungan kuantitas kalor dengan jenis zat

Banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu bergantung pada jenis benda. Hubungan antara banyaknya kalor yang diperlukan (Q) dengan jenis zat ( ) dapat ditulis sebagai berikut:

... (2.3) Pada dua benda yang berbeda dengan massa yang sama, kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1oC tidaklah sama. Hal ini disebabkan oleh kalor jenis masing-masing benda tidak sama. Kalor jenis suatu benda adalah banyaknya kalor yang dibutuhkan oleh suatu benda tertentu yang bermassa 1 kg untuk menaikkan suhu 1oC. Secara matematis, hubungan antara banyaknya kalor, massa benda, kalor jenis benda, dan perubahan suhunya dapat dirumuskan sebagai berikut:

... (2.4) (Tipler, 2004: 559) dengan: Q = banyaknya kalor yang diserap atau dilepas (joule)

m = massa benda (kg)

c = kalor jenis benda (joule/(kgoC)) Δt = perubahan suhu (oC)

2.4.3. Kalor Dapat Mengubah Wujud Benda

(40)
[image:40.595.144.445.144.270.2]

Pada Gambar 2.1 ditunjukkan macam-macam perubahan wujud zat dari padat, cair dan gas.

Gambar 2.1 Diagram Perubahan Wujud Zat Keterangan:

1. Melebur atau mencair 4. Mengembun

2. Membeku 5. Menyublim

3. Menguap 6. Menyublim

Mencair adalah perubahan wujud zat padat menjadi cair, sedangkan membeku adalah perubahan wujud dari cair menjadi padat. Dalam peristiwa melebur diperlukan kalor, sedangkan dalam peristiwa membeku dilepaskan kalor.

Menguap adalah perubahan wujud cair menjadi gas, sedangkan mengembun adalah perubahan wujud dari gas menjadi cair. Dalam peristiwa menguap diperlukan kalor, sedangkan dalam peristiwa mengembun dilepaskan kalor.

Menyublim, ada dua macam yaitu yang memerlukan kalor adalah perubahan wujud dari padat langsung menjadi gas (tanpa melalui wujud cair) dan yang melepaskan kalor adalah perubahan wujud dari gas langsung menjadi padat (tanpa melalui wujud cair).

CAIR

PADAT GAS

1 2

5 6

(41)

25

2.4.4. Faktor - faktor yang Mempercepat Penguapan

Zat cair memerlukan kalor pada saat menguap. Kalor yang diberikan pada zat cair akan mempercepat gerak molekul-molekulnya sehingga banyak molekul zat cair yang meninggalkan zat cair itu menjadi gas. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mempercepat penguapan adalah pemanasan, memperluas permukaaan zat cair, dan meniupkan udara di permukaan zat cair.

2.4.5. Kalor yang Dibutuhkan pada Waktu Mendidih dan Melebur

2.4.5.1. Mendidih

Mendidih merupakan peristiwa perubahan wujud zat cair menjadi uap. Peristiwa mendidih dapat dilihat dengan munculnya gelembung-gelembung yang berisi uap air dan bergerak dari bawah ke atas di dalam zat cair. Pada waktu air mendidih, suhu air tersebut tetap walaupun dipanaskan terus-menerus. Suhu zat cair pada saat mendidih disebut titik didih dan terjadi pada suhu tertentu.

Zat cair yang mendidih jika dipanaskan terus menerus akan berubah menjadi uap. Banyaknya kalor yang diperlukan untuk mengubah 1 kg zat cair menjadi uap air seluruhnya pada titik didih tertentu disebut kalor laten penguapan (lv). Besarnya kalor yang dibutuhkan untuk mengubah air bermassa m menjadi uap tanpa ada perubahan temperatur dapat dirumuskan sebagai berikut:

... (2.5)

(42)

Pada saat uap didinginkan hingga mencapai suhu tertentu, uap tersebut akan berubah bentuk menjadi zat cair. Peristiwa perubahan wujud dari uap menjadi zat cair disebut dengan pengembunan. Pada waktu mengembun zat melepas kalor, dan banyaknya kalor yang dilepaskan pada waktu mengembun sama dengan banyaknya kalor yang diperlukan pada waktu menguap. Dengan demikian air mulai mendidih dan mengembun pada suhu yang sama, sehingga:

Kalor uap = kalor embun dan, titik didih = titik embun

Setiap zat cair memiliki titik didih masing-masing. Titik didih yang dimaksud di sini merupakan titik didih normal. Titik didih normal adalah suhu ketika zat cair mulai mendidih pada tekanan udara 1 atmosfer (76 cmHg). Jadi, titik didih normal untuk air adalah 100°C, artinya pada tekanan udara normal (76 cmHg) air mendidih pada suhu 100oC. Jika tekanan udara luar berubah, maka titik didih zat juga akan mengalami perubahan. Contohnya di daerah pegunungan yang mempunyai tekanan udara luar kurang dari 76 cmHg, air akan mendidih pada suhu kurang dari 100oC. Jadi titik didih suatu zat dapat diubah-ubah dengan cara menaikkan atau menurunkan tekanan udara.

2.4.5.2. Melebur

(43)

27

... (2.6)

(Tipler, 2004: 562) dengan lf = kalor laten peleburan (joule/kg)

Zat cair akan membeku jika didinginkan hingga mencapai suhu tertentu. Pada saat membeku zat tersebut melepas kalor. Banyaknya kalor yang dilepaskan oleh satu satuan massa zat cair menjadi zat padat disebut kalor beku. Pada tekanan udara normal es berubah wujud dari padat menjadi cair pada suhu 0oC. Apabila tekanan udara luar berubah-ubah, maka titik lebur zat juga akan mengalami perubahan. Demikian halnya dengan peristiwa membeku, energi pada saat melepaskan kalor digunakan untuk mengubah wujud zat dari cair menjadi padat. Suhu pada saat zat cair mulai membeku dinamakan titik beku. Titik beku air pada tekanan normal terjadi pada suhu 0oC. Dengan demikian air mulai membeku dan melebur pada suhu yang sama yaitu 0oC, sehingga:

Kalor lebur = kalor beku dan, titik lebur = titik beku

2.5 Kerangka Berpikir

Salah satu tujuan dari pendidikan nasional adalah mengembangkan karakter siswa. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 3. Pada UU No 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa

pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk

karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

(44)

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi

warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pada pelaksanaan fungsi dan tujuan pendidikan karakter, telah diterbitkan Permendiknas No. 23/2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan yang secara formal sudah digariskan untuk masing-masing jenis atau satuan pendidikan. Jika dicermati secara mendalam, sesungguhnya hampir pada setiap rumusan SKL tersebut baik secara implisit atau eksplisit termuat substansi nilai-nilai karakter (Kemendiknas, 2010:38)

Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pentingnya pembelajaran fisika di sekolah selain bertujuan untuk memberikan bekal ilmu kepada peserta didik, juga untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Menurut Johnson sebagaimana dikutip oleh Liliasari (2001), kemampuan berpikir dapat dibedakan menjadi berpikir kritis dan berpikir kreatif. Salah satu kemampuan berpikir yang digunakan dalam pembelajaran fisika adalah kemampuan berpikir kreatif.

(45)

29

pembelajaran yang tidak hanya sekedar menghafal konsep atau fakta tetapi merupakan kegiatan pembelajaran dengan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Guru hanya sebagai fasilitator dan siswa dituntut berperan aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa harus memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kemampuan berpikir tingkat tinggi salah satunya adalah kemampuan berpikir kreatif dan dalam proses pembelajarannya dapat diintregasikan nilai-nilai karakter.

(46)
[image:46.595.126.500.170.424.2]

Bagan kerangka berpikir dapat dilihat seperti pada Gambar 2.2

Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir Pentingnya integrasi karakter

dalam pembelajaran fisika

Pentingnya kemampuan berpikir kreatif dalam

pembelajaran fisika

Mengembangkan model BTL untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan

karakter siswa

Mengetahui pengembangan karakter dan kemampuan berpikir kreatif siswa setelah

diterapkan model BTL

(47)

31

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1

Lokasi dan Subyek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 3 Semarang. Subyek penelitian adalah siswa kelas VII tahun pelajaran 2012/2013 yang berjumlah 31 orang, yaitu 18 putri dan 13 putra. Subyek uji coba skala terbatas adalah 10 siswa dari kelas VII F dan uji coba skala luas adalah 31 siswa dari kelas VII H.

3.2

Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian pengembangan (research and development). Uji coba produk yang digunakan adalah quasi experimental design dengan jenis pre-test and post-test one group. Uji coba produk dilakukan pada skala terbatas yaitu 10 siswa, kemudian dilakukan evaluasi. Setelah dilakukan evaluasi, produk diuji cobakan pada skala besar yaitu 31 siswa. Adapun desain pre-test and post-test one group yaitu :

(Sugiyono, 2010: 110) Keterangan :

O1 = nilai pre-test (sebelum diberi pembelajaran dengan model BTL) X = model BTL

(48)

3.3

Prosedur Penelitian

[image:48.595.125.544.157.536.2]

Secara ringkas prosedur penelitian disajikan pada Gambar 3.1

Gambar 3.1 Prosedur Penelitian Pendahuluan

Pengembangan

Analisis Kurikulum dan Materi Kajian terhadap model BTLdan materi kalor

Pengembangan Model BTL

Pengembangan perangkat pembelajaran menggunakan model BTL berupa silabus, RPP, Lembar Kerja Siwa, Lembar Diskusi Siswa, dan

Lembar penilaian.

Validasi Perangkat Pembelajaran dengan Model BTL oleh pembimbing

Ya Tidak

Uji coba kelompok kecil

Uji coba pada kelas VII SMP Negeri 3 Semarang

Model BTL yang dapat mengembangkan kemapuan berpikir kreatif dan karakter siswa

(49)

33

Prosedur penelitian yang dilakukan ada tiga tahap yaitu: (1) Tahap pendahuluan

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah menganalisis Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pada mata pelajaran fisika kelas VII.

(2) Tahap pengembangan.

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan terdiri dari:

a)penyusunan silabus, RPP dan LKS pada materi kalor untuk tiga kali pertemuan;

b)penyusunan lembar observasi berpikir kreatif dan karakter beserta kisi-kisi, kunci jawaban dan lembar penilaian;

c)konsultasi perangkat pembelajaran menggunakan model BTL ke dosen pembimbing;

d)validasi perangkat pembelajaran dengan model BTL oleh dosen pembimbing;

e)pelaksanaan uji coba skala terbatas di kelas VII SMP N 3 Semarang selain kelas eksperimen dengan 10 responden;

f)analisis hasil uji coba skala terbatas dan mengevaluasinya serta melakukan perbaikan;

(50)

(3) Tahap evaluasi

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah menganalisis hasil uji coba kelas untuk mengetahui perkembangan berpikir kreatif dan karakter siswa kelas VII H SMP N 3 Semarang.

3.4

Metode Pengumpulan Data

1. Metode Dokumentasi

Metode ini digunakan untuk mendapatkan data-data yang menjadi dasar penelitian. Pada penelitian ini metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh daftar nama siswa yang digunakan sebagai subyek penelitian.

2. Metode Non Tes

Metode non tes berupa lembar observasi yang digunakan untuk mengamati kondisi kemampuan berpikir kreatif dan karakter siswa. Lembar observasi kemampuan berpikir kreatif dan karakter diberikan pada kelompok skala terbatas dan skala luas. Lembar observasi kemampuan berpikir kreatif ini dibagi menjadi dua yaitu pre-test dan post-test, sedangkan lembar observasi karakter diberikan pada setiap pertemuan.

3.5

Analisis Uji Coba Instrumen

(51)

35

3.5.1 Validitas

Rumus yang digunakan untuk menghitung validitas soal bentuk objektif adalah sebagai berikut:

...(3.1) Keterangan:

rxy = koefisien korelasi antara X dengan Y X = skor tiap butir soal

Y = skor total

N = jumlah subyek yang diteliti

Kriteria untuk melihat valid atau tidaknya suatu soal yaitu dengan cara membandingkan harga rhitung dengan harga r pada tabel product moment dengan menggunakan taraf signifikansi 5%. Suatu butir dikatakan valid jika harga

> (Arikunto, 2007:75).

Berdasarkan hasil uji coba diperoleh bahwa soal nomor 1, 2, 4, 5, 7, 8, 12, 13, 14, dan 15 merupakan soal valid, dan soal nomor 3, 6, 9, 10, dan 11 merupakan soal tidak valid. Data dan perhitungannya dimuat pada Lampiran 11 dan 12.

3.5.2 Reliabilitas

Rumus yang digunakan untuk menghitung reliabilitas soal bentuk objektif adalah sebagai berikut:

(52)

Keterangan:

r11 = reliabilitas yang dicari

= jumlah varians skor tiap-tiap item = varians total

n = banyaknya butir soal

( Arikunto, 2007 :109 )

Rumus untuk menghitung varians butir soal, yaitu:

( Arikunto, 2007:110 )... (3.3) Keterangan:

= jumlah butir soal

= jumlah kuadrat butir soal N = banyak subyek pengikut tes

Untuk mengetahui reliabel atau tidaknya soal dengan cara membandingkan harga dengan harga r product moment pada tabel. Jika > maka item tes yang di uji cobakan reliabel (Arikunto,2007:112). Berdasarkan hasil uji coba soal, diperoleh rhitung = 0,945 dan rtabel = 0,514, sehingga soal uji coba termasuk dalam kriteria reliabel. Data dan perhitungannya dimuat pada pada Lampiran 11 dan 13.

3.5.3 Tingkat Kesukaran

(53)

37

(Surapranata, 2009)

[image:53.595.183.472.319.385.2]

Klasifikasi tingkat kesukaran disajikan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Klasifikasi Tingkat Kesukaran

Interval P Kriteria

0,00 ≤ P ≤ 0,30 Sukar

0,31 ≤ P ≤ 0,70 Sedang 0,71 ≤ P ≤ 1,00 Mudah

(Arikunto, 2007) Hasil analisis soal uji coba menunjukkan bahwa soal nomor 4, 6, 7, 8, 9, dan 10 berkategori mudah, soal nomor 1, 3, 5, 11, 12, dan 13 berkategori sedang, dan soal dengan nomor 2, 14, dan 15 berkategori sukar. Data dan perhitungannya dimuat pada pada Lampiran 11 dan 14.

3.5.4 Daya Pembeda

Rumus yang digunakan untuk menghitung daya pembeda soal bentuk objektif adalah sebagai berikut:

(54)
[image:54.595.194.498.116.213.2]

Tabel 3.2 Klasifikasi Daya Beda

Interval Daya Beda Kriteria

0,00 ≤ DP ≤ 0,20 Jelek 0,21 ≤DP ≤ 0,40 Cukup 0,41 ≤ DP ≤ 0,70 Baik 0,71 ≤ DP ≥ 1,00 Baik sekali

(Arikunto, 2007:213) Hasil analisis soal uji coba menunjukkan bahwa soal nomor 5 dan 14 memiliki daya beda baik sekali, soal nomor 2, 12, 13, dan 15 memiliki daya beda baik. Soal nomor 1, 4, 7, dan 8 memiliki daya beda cukup. Soal nomor 3, 6, 9,10 dan 11 memiliki daya beda jelek. Data dan perhitungannya dimuat pada pada Lampiran 11 dan 15.

3.6

Metode Analisis Data

3.6.1 Analisis Tahap Awal

3.6.1.1Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui data yang akan dianalisis berdistribusi normal atau tidak dan menentukkan uji selanjutnya. Hipotesis yang digunakan adalah:

= data berdistribusi normal = data tidak berdistribusi normal

Uji statistik yang digunakan adalah uji chi-kuadrat dengan rumus sebagai berikut:

(55)

39

Keterangan: = chi kuadrat

= frekuensi pengamatan = frekuensi yang diharapkan

k = banyaknya kelas

Kriteria pengujian hipotesis adalah sebagai berikut:

(1) diterima jika < dengan taraf signifikan 5%, yang berarti bahwa data berdistribusi normal sehingga uji statistik yang dipakai selanjutnya adalah statistik parametrik.

(2) diterima jika ≥ dengan taraf signifikan 5%, yang berarti bahwa data tidak berdistribusi normal sehingga uji statistik yang dipakai selanjutnya adalah statistik non parametrik.

( Sudjana,

2002:273)

3.6.2 Analisis Tahap Akhir

3.6.2.1Analisis Pengembangan Nilai Karakter

Lembar observasi digunakan untuk mengetahui pengembangan nilai karakter siswa. Lembar observasi dianalisis dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

% = ... (3.5) Keterangan:

% = persentase skor

(56)

N = jumlah skor maksimum

(Sudjana, 2009: 131) Adapun kriteria interpretasi skor pengembangan karakter adalah sebagai berikut: 80 < % ≤ 100 = membudaya

60 < % ≤ 80 = mulai berkembang 40 < % ≤ 60 = mulai terlihat 20 < % ≤ 40 = belum terlihat

(Kemendiknas, 2010: 53)

3.6.2.2Analisis Pengembangan Kemampuan Berpikir Kreatif

Lembar observasi digunakan untuk mengetahui pengembangan kemampuan berpikir kreatif siswa. Lembar observasi dianalisis dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

% = Keterangan:

% = persentase skor

n = jumlah skor yang diperoleh N = jumlah skor maksimum

(Sudjana, 2009: 131) Kriteria kemampuan berpikir kreatif siswa setelah menggunakan pengembangan model BTL adalah sebagai berikut:

(57)

41

26 ≤ x ≤ 50 = cukup kreatif 0 ≤ x ≤ 25 = kurang kreatif

(Kemendiknas, 2010: 53)

3.6.2.3Uji Gain

Untuk melihat kemampuan berpikir kreatif dan perubahan pengembangan nilai karakter siswa digunakan uji gain. Adapun persamaannya adalah sebagai berikut:

<g> = (Hake, 1998:

65)…………(3.6) Keterangan:

<g> = faktor gain

[image:57.595.116.514.556.640.2]

<Spre> = skor rata-rata tes awal (%) <Spost> =skor rata-rata tes akhir (%) Kriteria faktor gain disajikan pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Kriteria Besarnya Faktor Gain

Faktor skala 0-1

Kriteria

0,7 Tinggi

0,3 > 0,7 Sedang

(58)

42

4.1 Desain Perangkat BTL untuk Mengembangkan Kemampuan

Berpikir Kreatif dan Karakter Siswa SMP

Desain perangkat BTL untuk mengembangkan karakter dan kemampuan berpikir kreatif terdiri dari perangkat pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran bermakna dan di dalamnya diintegrasikan nilai-nilai karakter serta aspek-aspek berpikir kreatif. Perangkat pembelajaran ini disusun berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Perangkat BTL yang dikembangkan berupa silabus, RPP, LKS, dan lembar penilaian.

Silabus dan RPP

(59)

43

Tahapan motivasi pada RPP dikembangkan dengan menggunakan tahap BTL yang kedua yaitu connection. Pada tahap ini siswa dibimbing untuk menghubungkan pengetahuan awal mereka dengan konsep yang baru. Aktivitas yang disusun pada tahap ini bertujuan untuk melatih siswa mengemukakan pendapat berdasarkan pengetahuan awal mereka, mengembangkan kemampuan dalam mengemukakan gagasannya secara lancar dan melatih kemampuan untuk melihat suatu permasalahan dari sudut pandang yang berbeda.

Tahapan pada RPP selanjutnya adalah kegiatan inti yang terdiri dari eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Kegiatan inti ini dikembangkan dan disesuaikan dengan tahapan BTL berikutnya yaitu application dan reflection. Tahapan ini bertujuan untuk memberikan kesempatan pada siswa mempraktekkan pengetahuan yang telah didapat serta merefleksikan apa yang telah dipelajari oleh siswa. Pada tahap

application dan reflection, siswa dibiasakan untuk disiplin, tanggungjawab, komunikatif dan mengikuti pembelajaran dengan penuh rasa ingin tahu. Pada tahapan ini siswa mendapatkan LKS dan dikondisikan dalam kelompok-kelompok kecil. Siswa kemudian melakukan eksperimen dengan bantuan LKS. Tahap

application dan reflection membutuhkan kemampuan berpikir kreatif siswa untuk mensintesis serta mengevaluasi.

(60)

LKS (Lembar Kerja Siswa)

LKS merupakan media pemandu siswa dalam mempelajari materi kalor yang di dalamnya diintegrasikan nilai-nilai karakter dan digunakan untuk melatih kemampuan berpikir kreatif. Nilai-nilai karakter yang dikembangkan pada penelitian ini yaitu tanggungjawab, disiplin, rasa ingin tahu dan komunikatif. Nilai-nilai karakter diintegrasikan melalui pemberian kalimat ajakan pada lembar LKS dan petunjuk pelaksanaan kegiatan. Selain mengintegrasikan nilai-nilai karakter, LKS disusun untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif pada rangkaian kegiatan yang meliputi berpikir lancar, berpikir luwes, mengelaborasi, orisinalitas dan mengevaluasi.

LKS digunakan pada tahap application untuk menunjang kegiatan siswa agar mereka dapat terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Pada pelaksanaannya, siswa melakukan kegiatan-kegiatan yang ada dalam LKS secara berkelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 4-5 siswa. Siswa dibimbing untuk menemukan konsep dan terlibat aktif dalam pembelajaran, sehingga guru hanya berperan sebagai fasilitator.

Lembar Penilaian

Lembar penilaian yang disusun adalah lembar observasi kemampuan berpikir kreatif dan karakter siswa. Masing-masing lembar penilaian terdiri dari kisi-kisi dan instrumen penilaian berdasarkan indikator kemampuan berpikir kreatif dan karakter siswa.

(61)

45

10 siswa, 6 putri dan 4 putra. Setelah dilakukan treatment diperoleh hasil pre-test

dan pos-test kemampuan berpikir kreatif serta didapatkan hasil observasi karakter siswa. Observasi karakter dilakukan oleh 1 orang sebagai observer.

Berdasarkan analisis data pada skala terbatas, kemampuan berpikir kreatif siswa dapat berkembang dengan menggunakan pengembangan model BTL. Hal ini dapat dilihat pada hasil peningkatan gain sebesar 0,52 antara skor pre-test dan

[image:61.595.226.395.377.440.2]

post-test yang berkategori sedang. Hasil analisis pengembangan kemampuan berpikir kreatif dapat dilihat pada Tabel 4.1. Perhitungan selengkapnya dimuat pada Lampiran 28.

Tabel 4.1 Gain Kemampuan Berpikir Kreatif Uji Skala Terbatas

Komponen Nilai

rata-rata pre-test 57.67

rata-rata pre-test 79.67

Gain 0.52

Analisis karakter siswa pada skala terbatas menunjukkan adanya peningkatan gain

dari pertemuan 1-3 sebesar 0,62 yang berkategori sedang. Adanya peningkatan

gain menunjukkan bahwa karakter siswa pada uji skala terbatas dapat berkembang dengan menggunakan pengembangan model BTL. Hasil analisis pengembangan karakter disajikan pada Tabel 4.2. Perhitungan selengkapnya dimuat pada Lampiran 28.

Tabel 4.2 Gain Karakter Uji Skala Terbatas

Nilai

Gain Ket

[image:61.595.219.405.648.722.2]
(62)

Hasil analisis kemampuan berpikir kreatif dan karakter sebelum dan setelah diterapkan model BTL, menunjukkan adanya perkembangan gain. Setelah dilakukan evaluasi, desain perangkat BTL untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan karakter diuji cobakan dalam skala yang lebih besar yaitu pada 31 siswa.

4.2 Hasil Analisis Kemampuan Berpikir Kreatif

4.2.1 Hasil Analisis Lembar Observasi Kemampuan Berpikir Kreatif

[image:62.595.171.440.572.655.2]

Kemampuan berpikir kreatif siswa yang meliputi berpikir lancar, berpikir luwes, berpikir orisinal, evaluasi dan kemampuan mengelaborasi diperoleh dari soal evaluasi bentuk uraian. Penilaian aspek tersebut dilakukan untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif siswa selama pembelajaran. Setelah dilakukan penilaian, diperoleh nilai rata-rata pre-test adalah 45,56 dan nilai rata-rata post-test adalah 76,24. Berdasarkan hasil analisis lembar observasi pre-test dan post-test kemampuan berpikir kreatif siswa mengalami peningkatan. Hasil kemampuan berpikir kreatif disajikan pada Tabel 4.3. Perhitungan selengkapnya dimuat pada Lampiran 25.

Tabel 4.3 Hasil Pre-test dan Post-Test Kemampuan Berpikir Kreatif No Komponen Rata-rata Nilai

Pre-test Post-Test

1 Rata-rata 45,56 76,24

2 Nilai Tertinggi 80,00 100,00 3 Nilai Terendah 20,00 50,00

(63)

47

[image:63.595.139.483.182.273.2]

analisis kemampuan berpikir kreatif siswa disajikan pada Tabel 4.4 dan Gambar 4.1. Perhitungan selengkapnya dimuat pada Lampiran 25.

Tabel 4.4 Hasil Analisis Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Sub Pokok

Bahasan Kategori

Jumlah Siswa

Pre-test Post-test

Sangat Kreatif 1 11

Kalor

Kreatif 11 15

Cukup Kreatif 14 5

Kurang Kreatif 5 -

[image:63.595.127.498.333.482.2]

Dari Tabel 4.4 dapat disajikan dalam bentuk grafik diagram batang pada Gambar 4.1

Gambar 4.1 Kategori Kemampuan Berpikir Kreatif Hasil Pre-test dan Post-Test

(64)

4.2.2 Signifikansi Kemampuan Berpikir Kreatif

Data yang diperoleh melalui lembar observasi kemampuan berpikir kreatif, telah dianalisis menggunakan analisis persentase serta disajikan pada Tabel 4.3, 4.4 dan Gambar 4.1. Langkah selanjutnya adalah menghitung besarnya gain kemampuan berpikir kreatif. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai gain kemampuan berpikir kreatif sebesar 0,56 yang termasuk dalam kategori sedang. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 28.

4.4 Hasil Analisis Karakter Siswa

4.4.1 Hasil Analisis Lembar Observasi Karakter

Penelitian ini memfokuskan pengamatan pada karakter disiplin, tanggungjawab, rasa ingin tahu dan komunikatif. Pengamatan dilakukan oleh

observer saat pembelajaran berlangsung dengan menggunakan lembar observasi. Hasil analisis lembar observasi digunakan untuk mengetahui perkembangan nilai karakter siswa setelah mengikuti pembelajaran. Hasil analisis perkembangan nilai karakter siswa disajikan pada Gambar 4.2.

[image:64.595.129.499.529.702.2]

.

(65)

49

[image:65.595.118.562.206.422.2]

Persentase untuk setiap aspek karakter disajikan pada Tabel 4.5. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 27.

Tabel 4.5 Hasil Analisis Lembar Observasi Tiap Aspek Karakter

No Aspek

Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 3

(%) kriteria (%) kriteria (%) Ket 1 Disiplin 68,60 Mulai

berkembang

74,62 Mulai berkembang

79,78 Mulai berkembang 2 Rasa Ingin

Tahu

49,68 Mulai terlihat 60,00 Mulai terlihat

78,71 Mulai berkembang 3 Tanggungjawab 57,42 Mulai terlihat 65,16 Mulai

berkembang

79,35 Mulai berkembang 4 Komunikatif 54,84 Mulai terlihat 69,68 Mulai

berkembang

80,00 Mulai berkembang Rekapitulasi kriteria persentase tiap aspek karakter disajikan pada Tabel 4.6. Data

selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 27.

Tabel 4.6 Rekapitulasi Kriteria Tiap Aspek Karakter

Kriteria Disiplin Rasa Ingin Tahu Tanggungjawab Komunikatif I II III I II III I II III I II III

BM - - - 17 9 - 11 4 - 14 2 -

MT 12 7 1 11 13 5 11 15 7 10 13 6

MB 16 13 16 3 9 22 9 12 18 7 15 19

M 3 11 14 - - 4 - - 6 - 1 6

Rata-rata 68,60 74,62

79,78 49,69 60 78,71 57,42 65,16 79,35 54,84 69,68 80 Kriteria

Skor MB MB MB MT MT MB MT MB M B MT MB M B

[image:65.595.110.557.489.643.2]
(66)

BM : Belum terlihat

4.4.2 Signifikansi Karakter

[image:66.595.131.493.574.746.2]

Data yang diperoleh melalui lembar observasi, telah dianalisis menggunakan analisis persentase serta disajikan pada Tabel 4.5 dan Gambar 4.6. Langkah selanjutnya adalah menghitung besarnya gain tiap aspek karakter. Hasil perhitungan gain dapat dilihat pada Tabel 4.7. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 30.

Tabel 4.7 Uji Gain Tiap Aspek Karakter Siswa

No Aspek Karakter

Gain

Pertemua

n 1-2 Ket

Pertemua

n 2-3 Ket

Pertemua

n 1-3 Ket 1 Disiplin 0,19

sedan

g 0,20

sedan

g 0,36 sedang

2

Rasa Ingin

Tahu 0,21

renda

h 0,47

sedan

g 0,58

Sedan g 3

Tanggungjawa

b 0,18

renda

h 0,41

sedan

g 0,52

Sedan g 4 Komunikatif 0,33

renda

h 0,34

sedan

g 0,56

(67)

51

Gambar 4.3 Uji Gain Tiap Aspek Karakter Siswa

[image:67.595.207.425.266.329.2]

Setelah didapatkan gain untuk setiap aspek karakter, besarnya gain total untuk keempat karakter tersebut dihitung. Hasil perhitungan gain total untuk keempat karakter disajikan pada Tabel 4.8. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 29.

Tabel 4.8 Hasil Analisis Uji Gain Total Keempat Karakter

Nilai Gain Ket

[image:67.595.183.441.380.575.2]

Pertemuan 1-2 0,23 rendah Pertemuan 2-3 0,36 sedang Pertemuan 1-3 0,51 sedang

Tabel 4.8 dapat disajikan dalam bentuk diagram batang seperti pada Gambar 4.4

Gambar 4.4 Uji Gain Karakter Total

4.5 Pembahasan

4.5.1 Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa

(68)

lembar observasi kemampuan berpikir kreatif menunjukkan bahwa pengem

Gambar

Gambar 2.1 Diagram Perubahan Wujud Zat
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir
Gambar 3.1 Prosedur Penelitian
Tabel 3.1 Klasifikasi Tingkat Kesukaran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Statuta FIFA sebagai bagian dari sistem hukum FIFA dengan karakteristik- karakteristiknya tersebut dengan demikian menjadi bagian dari Lex Sportiva dan merupakan

Dalam hal melakukan peninjauan kegitan pentingnya untuk melakukan pembinaan yang menyangkut masalah penata laksanaan atau pengelolaan keuangan tingkat puskesmas,

Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah model pembelajaran kooperatif tipe TAI ( team Assisted Individualization ) dapat meningkatkan prestasi dan motivasi belajar

Dari tiga makna pendidikan yang tercermin dari kata ta‟dib seperti dijelaskan Langgulung di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam yang dimaksud adalah proses

Begitu juga dengan kebiasaan Ibunya di malam hari yang selalu duduk dan merenung di bawah pohon depan rumahnya sambil memohon kepada “Mbah Ibu Bumi Bapa Kuasa” yang diyakini

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang maha Esa, karena atas berkat dan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “ Pengaruh Konten Review

Adapun metode pengujian Internal Combustion Engine yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan cara mengamati kerja yang dihasilkan oleh Internal Combustion

Kontrak/surat perjanjian/SPMK/referensi kerja dan pengalaman kerja pada pekerjaan sejenis sesuai LDK, Berita Acara Serah Terima Pekerjaan serta bukti setor pajak PPN