• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Pembangunan Sarana Sanitasi Gratis Kajian Antropologi Pembangunan (Studi Kasus di Kelurahan Belawan Bahagia, Kecamatan Medan Belawan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi Pembangunan Sarana Sanitasi Gratis Kajian Antropologi Pembangunan (Studi Kasus di Kelurahan Belawan Bahagia, Kecamatan Medan Belawan)"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Chambers, Robert

1988 Pembangunan Desa Mulai dari Belakang, Jakarta: LP3ES Fedyani, Achmad

2005 Antropologi Kontemporer, Jakarta:Kencana Pasaribu dan B.Simanjuntak

2003 Sosiologi Pembangunan, Jakarta:Tarsito Lubis, Mochtar

2012 Manusia Indonesia (Sebuah Pertanggungjawaban), Jakarta:Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Marzali, Amri

2012 Antropologi dan Kebijakan Publik, Jakarta: Kencana Marzali, Amri

2005 Antropologi & Pembangunan Indonesia, Jakarta: Kencana Mudji Sutrisno & Hendar Putranto

2005 Teori-Teori Kebudayaan, Yogyakarta: Kanisius M.Cerrea, Michael

1988 Mengutamakan Manusia di dalam Pembangunan, Jakarta: UI Press Murray, Tania

2002 Proses Transformasi Daerah Pedalaman Indonesia, Jakarta: YayasanObor Indonesia

Musadad, Anwar

2003 Sanitasi Rumah Sakit sebagai Investasi, Jakarta: Kencana Mutis Thoby, Trubus dan H.A.Prayitno

(2)

Poerwanto, Hari

2005 Kebudayaan dan Lingkungan, Dalam Perspektif Antropologi, Yogyakarta:Pustaka Pelajar Offset

S. Notoatmojo

2003 Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta: Rineka Cipta Soetrisno, Loekman

2000 Menuju Masyarakat Partisipatif. Yogyakarta: Kansius Spradley, James P

1997 Metode Etnografi, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya Suharto, Edi

2009 Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat, Bandung:PT. Refika Aditama

Syam,Nur

2007 Madzhab-Madzhab Antropologi,(Jakarta: LKIS) Syamsudin, Agus Ahmad Safe‟i dan Wardi Bachtiar

2002 Sosiologi Pembangunan Gerbang Masyarakat Baru, Jakarta:UI Press Yustina, Ida

2003 Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan, Bogor: IPB Press Zubaedi

(3)

JURNAL

Abdullah, Irwan. 2003. Tantangan Pembangunan Ekonomi dan Transformasi Sosial : Suatu Pendekatan Budaya . Jurnal Humaniora UGM

Rsyahra. 2003. Modal Sosial: Konsep dan Aplikasi. Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 5 No.1 Tahun 2003.

Jurnal IPB. 2009. Analisis Komunikasi Partisipatif dalam Implementasi PNPM Mandiri Perdesaan.

Jurnal Institut Pertanian Bogor. 2009. Peran Fasilitator dalam Implementasi PNPM.

Jurnal IPB. 2009. Tinjauan Teori Komunikasi Pembangunan dan Pemberdayaan.

Widiyanarti, Tanty. 2005. Coorporate Social Responsibility: Model Community Development oleh Koorporat. Jurnal Antropologi Sosial Budaya Etnovisi Vol.1

TESIS

Gunawan, Indra. 2012. Pengetahuan Masyarakat tentang Pengelolaan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Tesis Program Magister Teknik Universitas Diponegoro).

(4)

Karya Ilmiah .

Amanah, Siti. 2007. Makna Penyuluhan dan Transformasi Perilaku Manusia.

F.Huzea. 2013. Analisis Efektivitas Program Pemberdayaan.

Kasniyah, Naniek. 2005. Antropologi Pasca Pembangunan Dimensi Antropologi Terapan.

Marzali, Amri. 2005. Memajukan Kebudayaan Nasional Indonesia

Noor, Muhammad. 2012. Kajian Teoritis Tentang Pola Kerjasama Birokrasi Pemerintah dan Lembaga Adat dalam Pelaksanaan Pembangunan Daerah.

Prasojo,Eko. 2002. People and Society Empowerment: Perspektif Membangun Partisipasi Publik.

Rahim, Erman. 2004. Partisipasi dalam Perspektif Kebijakan Publik.

Rozaqi. 2009. Model Komunikasi Pembangunan.

Sudayasa. 2009. Pentingnya Menerpakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.

Susanto. 2010. Strategi Peningkatan Kapasitas Modal Sosial dan Kualitas Sumber Daya Manusia Pendamping Pengembangan Masyarakat.

(5)

BAB III

Gambaran Umum Program

3.1. Gambaran Umum Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Sejak tahun 2001 program sanitasi total berbasis masyarakat sudah mulai disosialisasikan kepada masyarakat Indonesia. Secara umum, program sanitasi berbasis masyarakat bertujuan untuk meningkatkan akses jumlah warga miskin dapat terlayani pelayanan fasilitas air minum dan sanitasi serta meningkatkan nilai dan perilaku hidup bersih dan sehat.42 Pemerintah telah berusaha melakukan kerjasama dengan lembaga pemberi hibah selain USAID dan lembaga kemasyarakatan lainnya dengan harapan dapat terus membantu masyarakat mencegah dampak sanitasi buruk yang berpotensi menimbulkan penyakit seperti diare,dll. Namun sampai saat ini masih banyak masyarakat yang membuang hajat sembarangan. Berbagai program telah dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut, tetapi belum menunjukkan perubahan maksimal pada perubahan sanitasi lingkungan di masyarakat.

Permasalahan lingkungan disebabkan oleh dua hal, yaitu prasarana yang ada memang tidak sesuai dengan standar kebutuhan penghuni dan adanya pendapat masyarakat yang menilai bahwa prasarana yang ada di lingkungannya kurang dapat memenuhi kebutuhannya.43 Pada dasarnya, sarana dan prasarana lingkungan seperti sistem air bersih dan sistem sanitasi adalah kebutuhan primer masyarakat Kelurahan

42

www.stbm-indonesia.org, diakses pada tangga 10 November 2015, pukul 17.00WIB

(6)

Belawan Bahagia yang tidak memiliki pilihan lain membuang hajatnya langsung ke laut karena tiap rumah tangga tidak memiliki bidang resapan yang cukup baik, belum lagi ketersediaan air yang terbatas memaksa mereka harus kembali lagi menggunakan WC cubluk walaupun WC/septictank sudah terpasang dirumah. Masyarakat juga terpaksa harus menggunakan kembali air sungai yang telah tercemar.

Masyarakat di Kelurahan Belawan Bahagia dikatakan miskin bukan hanya dari segi ekonomi melainkan juga tidak memiliki daya untuk membangun desanya secara berkelompok/organisasi tanpa sumber program pemicuan dan dampingan dari kontak luar untuk merangsang kesadaran kognitif, motivasi dan tindakan untuk mengubah perilaku hidup sehat stop buang air besar sembarangan. Ini menunjukkan bahwa masyarakat mengalami perubahan kontak selektif dan terarah dimana sistem sosial bersifat terbuka terhadap pengaruh/ide yang datang dari luar atas dasar kebutuhan yang dirasakannya sendiri.44

Sanitasi total berbasis masyarakat adalah pendekatan untuk mengubah perilaku hygiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) terdiri dari 5 pilar yaitu stop buang air besar sembarangan, cuci tangan pakai sabun, pengelolaan air minum/makanan, pengelolaan sampah rumah tangga, dan pengelolaan limbah cair rumah tangga. Program nasional STBM dikhususkan untuk skala rumah tangga, sehingga program ini adalah program berbasis masyarakat dan tanpa memberikan

(7)

subsidi sama sekali bagi rumah tangga.45 Pemberian bantuan pembangunan sarana sanitasi berupa pembangunan wc gratis bagi skala rumah tangga berpenghasilan rendah untuk mendukung pilar sanitasi total berbasis masyarakat yaitu stop buang air besar menghabiskan biaya subsidi Rp.3000.000,-/rumah. Tentunya dengan biaya yang terbilang cukup besar tersebut, pembangunan sarana sanitasi gratis ini menghasilkan perubahan yang positif setelah pembangunan. Kegiatan gerakan cuci tangan pakai sabun yang juga merupakan pilar progaram sanitasi total berbasis masyarakat merupakan suatu bentuk pendekatan pertama yang dilakukan oleh pihak pembawa program (provider) untuk memicu masyarakat agar dapat menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Kegiatan seperti ini bertujuan untuk mengintervensi sekaligus menyamakan persepsi antara pembawa program (provider) dan masyarakat bahwa perilaku hidup bersih dan sehat dapat dimulai dengan melakukan tindakan yang sederhana seperti membiasakan diri mencuci tangan sebelum/sesudah melakukan aktivitas sehari-hari.

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah suatu pendekatan untuk merubah prilaku hygiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan (Depkes RI, 2008).46 STBM adalah pendekatan dengan proses fasilitasi yang sedehana yang dapat merubah sikap lama, kewajiban sanitasi menjadi tanggung jawab masyarakat. Dengan satu kepercayaan bahwa kondisi bersih, nyaman dan sehat adalah kebutuhan alami manusia.

(8)
(9)

menggunakan jamban. Bagi masyarakat penerima program menganggap bahwa membuang air besar di tempat terbuka adalah hal yang biasa. Kebiasaan perilaku masyarakat yang dianggap tidak sehat tersebut merupakan suatu tantangan bagi pembawa program (provider) untuk mengubah perilaku masyarakat tersebut.

Antropologi kognitif dalam konsepsi Geertz disebut sebagai model for dan pattern for yaitu pola bagi tindakan. Pengetahuan digunakan untuk memahami dan menginterpretasi pengalamannya, serta landasan untuk mendorong terwujudnya kelakuan. Dengan demikian menurut Spradley, kebudayaan merupakan serangkaian aturan, petunjuk, dan strategi yang terdiri atas model kognitif yang digunakan oleh manusia sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.48 Manusia menerapkan aturan perilaku yang bisa dipengaruhi oleh faktor fisik, lingkungan, kebutuhan, dan keinginan. Mewujudkan budaya perilaku hidup sehat bagi masyarakat Kelurahan Belawan Bahagia dapat dilakukan dengan intervensi termasuk pengetahuan untuk mengubah pemikiran sebelumnya yang tidak mementingkan kebutuhan sarana sanitasi. Kesulitan mengubah perilaku masyarakat ada pada tahap penyadaran masyarakat bahwa perilaku buang air besar sembarangan seperti menggambarkan proses mencemari diri sendiri. Pencemaran air sungai akibat pembuangan tinja langsung dipakai ulang oleh masyarakat untuk keperluan mandi atau lainnya. Rasa jijik seperti itulah yang coba ditransfer ke masyarakat bahwa mereka pada kondisi yang tidak sehat.49

48Nur Syam. Madzhab-Madzhab Antropologi.(Jakarta: LKIS,2007)hal.52-53 49

(10)

Menurut Spradley (dalam Hari,2005) suatu kebudayaan yang merupakan serangkaian aturan, strategi, maupun petunjuk adalah perwujudan model-model kognitif yang dipakai oleh manusia yang memilikinya guna menghadapi lingkungannya. Pengoptimalan MCK di Kelurahan Belawan Bahagia melalui program Sanitasi Berbasis Masyarakat merupakan proses mengarahkan masyarakat pada perubahan perilaku kearah yang lebih baik untuk tidak membuang air besar sembarangan, dengan upaya melakukan pendekatan secara kognitif kepada

masyarakat sehingga menimbulkan reaksi rasa “jijik dan malu” agar masyarakat

paham pentingnya perbaikan sistem sanitasi dengan menggunakan MCK. Masyarakat sadar bahwa selama ini mereka hidup dengan cara perilaku tidak sehat, bahwa mereka akan selamanya saling memakan kotorannya masing-masing apabila buang air besar di tempat terbuka masih berlangsung.

Persepsi yang terbentuk pada masyarakat miskin saat ini adalah bahwa keterbatasan ekonomi dan tidak adanya ruang komunikasi aktif untuk menyalurkan aspirasi membentuk mereka sebagai kelompok masyarakat yang tidak mampu melakukan perubahan. Maka para fasilitator harus bekerja lebih keras untuk meyakinkan, menyemangati, serta membangkitkan kesadaran masyarakat bahwa pemecahan masalah sanitasi yang buruk dapat diselesaikan oleh masyarakat itu sendiri. Faktor yang menyebabkan kegagalan beberapa program sanitasi diantaranya adalah budaya masyarakat yang menganggap segala bentuk program pemberdayaan

(11)
(12)

BAB IV

Proses Sosialisasi Program Pembangunan Sarana Sanitasi Gratis

4.1. Proses Pelaksanaan Pembangunan Sarana Sanitasi Gratis

Dalam konteks pembangunan, proses pendekatan kepada masyarakat merupakan faktor keberhasilan agar suatu pembangunan dapat berjalan sesuai rencana dan tujuan. Strategi pemberdayaan masyarakat tidak dapat diimplementasikan jika tidak memilki koordinasi yang saling memberikan umpan balik untuk menjalin kerjasama. Perlu adanya komunikasi dengan seluruh pihak terkait untuk menentukan suatu kebijakan. Pemberdayaan (empowerment) dapat

didefinisikan sebagai “proses” maupun sebagai “hasil”. Sebagai proses,

pemberdayaan adalah serangkaian aktivitas yang terorganisir dan ditujukan untuk meningkatkan kekuasaan, kapasitas atau kemampuan personal atau interpesonal, sehingga individu, keluarga atau masyarakat mampu melakukan tindakan guna memperbaiki situasi-situasi yang mempengaruhi kehidupannya. Sebagai sebuah hasil, pemberdayaan menunjuk pada tercapainya sebuah keadaan, yakni keberdayaan atau keberkuasaan (Dubois dan Miley 2005).50 Proses yang dilalui pada tahap pembangunan sarana sanitasi gratis di Sumatera Utara dimulai dari proses komunikasi pendekatan gabungan kepada SKPD & masyarakat. Pihak-pihak SKPD yang terkait yaitu PDAM, Dinas Kesehatan, Perkim, dan Pemko Medan lainnya.

(13)

Pendekatan ini dimaksudkan dengan tujuan untuk mensosialisasikan program sanitasi di kota Medan dan mengorganisir rencana kerja mendatang yang akan dilakukan. Setiap SKPD tersebut memiliki tugas untuk mengusahakan program-program pemberdayaan masyarakat berjalan sesuai prosedur. Sementara itu, perencanaan kerja yang telah disepakati bersama diharapkan mengarah pada sebuah hasil pemberdayaan masyarakat bukan hanya sekedar mau menerima produk pembangunan yang ditawarkan tetapi juga benar-benar memahami esensi terlaksananya pembangunan sarana sanitasi gratis. Tercapainya sebuah keadaan berdaya suatu kelompok masyarakat tergantung bagaimana setiap stakeholder memainkan perannya dalam pembangunan. Bukan dilihat dari seberapa besar kekuasaan yang dimiliki untuk menekan gagasan yang dipaksa kepada masyarakat, tetapi seberapa besar pengaruh kekuasaan yang dimiliki tersebut dapat mengubah masyarakat dari ketidakberdayaan sosial maupun ekonomi. Teori struktural-fungsionalisme berangkat dari suatu landasan bahwa suatu sistem terdiri atas berbagai komponen. Komponen-komponen itu berjalinan secara erat dan terpadu membentuk sebuah makna sistem totalitas. Setiap komponen memiliki fungsi dan perannya masing-masing, dan secara bersama-sama membentuk satu kesatuan sistem.51 Penggabungan pendekatan tim satuan kerja seperti SKPD, PNPM, sanitarian dari puskesmas, dan tokoh masyarakat selama melaksanakan tugas pemberdayaan masyarakat melalui program sanitasi ini berusaha agar tepat sasaran menyampaikan pesan sehat, bersih, rasa jijik membuang air besar sembarangan dan mengubah

51

(14)

perilaku mereka dengan beralih menggunakan MCK yang dibangun sehingga memicu masyarakat merasa bangga memiliki produk tersebut.

(15)
(16)

SURAT PERNYATAAN

KESEDIAAN MENERIMA PEMBANGUNAN DAN MEMELIHARA TANGKI SEPTIC BIOFILTER

Pada hari ini…., tanggal……., bulan….. tahun 2014, saya yang bertandatangan dibawah ini

Nama : ………

1. Bersedia menerima pembangunan tangki septic biofilter dari Pemerintah Kota Medan.

2. Bersedia menggunakan tangki septic biofilter sebagai tempatbuang air besar (WC) bagi seluruh anggota keluarga.

3. Menerima bahwa WC-tangki septic biofilter akan dibangun didalam rumah (di dalam kamar mandi atau tersendiri).

4. Bersedia menggunakan WC-tangki septic biofilter tersebut dengan baik dan benar demi terciptanya kesehatan yang baik di rumah dan lingkungan.

5. Bersedia memelihara WC-tangki septic biofilter tersebut, termasuk memperbaiki sendiri apabila dikemudian hari mengalami kebocoran atau kerusakan.

6. Bersedia menjadikan WC-tangki septictank biofilter tersebut aman dan nyaman pada saat digunakan bagi seluruh anggota keluarga, diantaranya :

a. Tidak terbuka b. Memiliki kunci

c. Mudah dan nyaman digunakan bagi Ibu-ibu dan anak-anak.

7. Bersedia menyediakan air bersih dan sabun untuk kesehatan keluarga pada saat menggunakan WC - tangki septic tersebut.

8. Bersedia disedot secaraberkala (setiap 1,5 – 2 tahun) oleh petugas UKM/Koperasi penyedotan lumpurtinja, dengan besar iuran yang akan ditentukan kemudian berdasarkan hasil musyawarah.

(……….) (……..) (………..)

Penerima Manfaat, Petugas Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Medan,

(17)

Dari hasil pendataan ada sebanyak 271 KK di Kelurahan Belawan Bahagia yang bersedia menerima bantuan sarana sanitasi ini. Calon penerima manfaat sarana sanitasi ini adalah masyarakat yang berada di kawasan pesisir dan belum memiliki WC berstandar SNI. Subsidi pembangunan yang harus dikeluarkan dari lembaga pendonor untuk satu septictank sebesar Rp.300.000,-/rumah tangga. Sosialisasi pembangunan sarana sanitasi gratis bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Kelurahan Belawan Bahagia tidak seluruhnya diketahui oleh masyarakat secara pasti. Cerita dari beberapa responden yang saya temukan di lapangan bahwa diantara mereka ada yang tidak tahu menahu soal proyek pembangunan septictank gratis ini. Mereka hanya sekedar tau ketika para tukang menawarkan pembangunan septictank gratis dari rumah ke rumah. Masyarakat tidak mengetahui bagaimana konstruksi WC septictank biofilter yang akan dibangun, tujuan pembangunan, serta perawatan yang tepat untuk septictank tersebut. Seperti cerita bu Minah yang berusia 65 tahun, dia tidak mengetahui apa-apa soal pembangunan septictank ini. Beliau hanya menerima bantuan tersebut dengan cuma-cuma (gratis). Pada akhirnya, WC yang baru dibangun tidak terpakai.

Dari proses pelaksaanan pembangunan sarana sanitasi di Kelurahan Belawan Bahagia terdapat 4 aktor pembangunan yang menangani program ini yaitu instansi Perkim dari instansi pemerintahan, kepala lingkungan, fasilitator IUWASH, dan tukang. Dalam analisis kebijakan publik, setiap individu memperoleh kemampuan dan kesempatan berperan dalam proses kemasyarakatan dan kehidupan.

(18)

menjalankan perannya untuk membentuk konsep partisipasi. Instansi Perkim bertugas untuk menggambar, memetakan tata letak lokasi pembangunan WC di rumah panggung agar posisi sarana WC yang dibangun tidak sembarangan dikerjakan oleh tukang. Tukang yang bekerja untuk membangun WC sebelumnya difasilitasi oleh PNPM dan IUWASH untuk dilatih secara teknis agar pekerjaan mereka di lapangan tidak terkesan asal-asalan. Selanjutnya kepala lingkungan dan kader masyarakat bukan hanya sekedar memberikan izin pembangunan di Kelurahan Belawan Bahagia tetapi juga diharapkan dapat menyampikan informasi kepada warganya mengenai sosialisasi program pembangunan. Terlebih lagi kepada kader masyarakat harus bertanggung jawab untuk memastikan bahwa program pembangunan sarana sanitasi di kampungnya berjalan lancar dan merupakan perantara yang mampu menyampaikan respon masyarakat baik sebelum dan sesudah pelaksanaan pembangunan kepada stakeholders yang berwenang atas pembangunan tersebut. Keempat fungsi dari setiap aktor tersebut memerlukan komunikasi yang efektif dengan seluruh struktur agar masyarakat dapat memahami konsep dan tujuan dari pelaksanaan pembangunan.

(19)

Sering kali di temui hambatan dalam sebuah program adalah pada permasalahan sosialisasi program yang kadangkala kurang dalam memberikan informasi pada masyarakat ataupun sebaliknya masyarakat kurang merespons atau ikut berpartisipasi dalam program yang digalakkan oleh pemerintah. Pada bab ini akan dibahas mengenai implementasi sosialisasi dalam program pembangunan sarana sanitasi di Kelurahan Belawan Bahagia. Apakah pendekatan sosialisasi yang digunakan berhasil merangsang kepedulian masyarakat untuk dapat mengubah perilaku hidup bersih dan sehat.

4.2. Masyarakat Tidak Mengetahui Sosialisasi Pembangunan Sarana Sanitasi Gratis

Sosialisasi adalah penyebarluasan informasi (progam, peraturan, kebijakan) dari satu pihak (pemilik progam) ke pihak lain (masyarakat umum) dan proses pemberdayaan, dimana diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran kritis, menumbuhkan perubahan sikap, dan perilaku masyarakat52 Dari hasil wawancara peneliti dengan informan (masyarakat penerima manfaat) mengatakan bahwa masyarakat mengetahui sosialisasi pembangunan ini dari antar tetangga, kebanyakan dari informan saya juga mengaku sama sekali tidak tahu apa-apa soal sosialisasi yang ada di Kelurahan nya. Beberapa dari informan mengatakan bahwa mereka

52

(20)

mengetahui ada pembangunan WC gratis saat ada tukang yang langsung membujuk masyarakat agar mau menerima bantuan pembangunan WC gratis.

Sebelumnya anggota keluarga Pak Suheri menggunakan WC cubluk/WC cemplung yang pembuangannya langsung ke aliran sungai. Saat ia mengetahui akan ada pembangunan WC gratis dari tetangganya yang bernama Pak Rozi, Pak Suheri tertarik karena ia merasa perlu mengganti material MCK dirumah dengan yang baru. Disini saya ingin menceritakan sedikit mengenai cara pendataan data penduduk yang berminat untuk menerima bantuan pembangunan septictank gratis, sebelumnya Bu Asnah (adik pak junaidi) bercerita mengenai cara penawaran bantuan septictank ini bersifat memaksa. Tetap Bu Asnah menolak bantuan tersebut karena ia tidak merasa butuh dan sudah memiliki satu WC yang bagus dirumah menurutnya. Kebetulan rumah Bu Asnah berada di kawasan daratan dan bangunan rumahnya pun permanen, serta kondisi kamar mandinya layak untuk digunakan. Ketika Bu Asnah menolak ia mendapatkan perlakuan tidak senang dari orag yang bertugas saat itu, “katanya saya

sombong dan sok kaya karena tidak mau menerima bantuan”. Keesokan harinya Pak

Junaidi yang menjadi orang kepercayaan yang bertanggung jawab atas koordinator lapangan di kampung tersebut mendatangi Bu Asnah kembali agar mau menerima bantuan pembangunan WC itu, tetapi Bu Asnah tidak mau dan hingga pada akhirnya terus berselisih dan hubungan mereka menjadi kurang baik karena proyek ini.

(21)

meninggal dunia 2 tahun yang lalu. Bu minah berumur 65 tahun, ia tinggal sendiri di rumah yang sangat tidak terawat. Hanya ada satu lampu penerang di ruang tengahnya. Untung saja beliau masih sedikit nyambung ketika saya ajak berbicara. Ia tidak banyak tau tentang pembangunan sarana sanitasi gratis bagi masyarakat miskin. Sekedar mengetahui ada orang datang ke rumah dan pasang WC katanya. Itu juga tidak terpakai oleh Ibu Minah karena ia tidak bisa menggunakan WC jongkok di usia lansia karena konstruksi bangunan terlalu rendah.

Cerita yang sama datang dari Pak Imul

“Saya tidak tahu apa-apa soal program sanitasi ini dek, taunya dari tetangga.” Begitulah jawaban yang saya terima ketika menanyakan perihal program pembangunan sarana sanitasi gratis ini. Berdasarkan definisi sosialisasi yang sudah disebutkan bahwa proses sosialisasi bertujuan agar masyarakat benar-benar memahami secara jelas informasi mengenai program yang sedang berjalan untuk membangun kesadaran kritis mereka dalam mengambil keputusan apakah mereka akan menerima atau menolak bantuan tersebut. Dari hasil wawancara saya dengan informan, ada indikasi bahwa masyarakat menerima bantuan pembangunan WC itu karena bersifat gratis saja. Tidak mementingan kelayakan model WC yang akan dibangun untuk rumah panggung mereka.

Masyarakat miskin sudah sepantasnya dibantu bukan hanya dari aspek ekonomi saja, melainkan mereka juga perlu dibantu untuk membangun kesadaran secara kognitif agar tidak lagi terbelenggu dalam ketidakberdayaan.53

53

(22)

Umumnya bentuk bantuan apapun dari pemerintah dengan mudah diterima oleh masyarakat apalagi jika bersifat gratis. Masyarakat tidak perlu berfikir panjang atau mencari tahu kepastiannya secara mendalam mengenai informasi program bantuan

pemerintah yang diterima. Buaian kata “gratis” sangat mudah membius masyarakat

menerima bantuan secara cuma-cuma. Kesalahpahaman yang diterima masyarakat dalam hal ini bahwa bantuan merupakan sepenuhnya tanggung jawab pemerintah tanpa harus membebani masyarakat lokal untuk berfikir agar bantuan yang diberikan dapat berkelanjutan.

Temuan yang saya dapatkan dilapangan, rata-rata masyarakat mau menerima bantuan sarana sanitasi ini hanya karena gratis saja. Padahal seharusnya masyarakat menerima pembangunan sarana sanitasi gratis ini dengan alasan kebutuhan karena selama ini mereka masih buang air besar sembarangan di sungai. Produk WC gratis inilah yang merupakan konsep sanitasi berbasis masyarakat yang dimaksudkan tidak membebani masyarakat dengan biaya pembangunan. Namun hal tersebut menjadi salah kaprah bagi masyarakat. Masyarakat dengan mudah menerima barang gratis tanpa terlebih dahulu mengetahui dengan pasti konstruksi WC yang akan dibangun.

(23)

mengatakan bahwa alasannya mau menerima bantuan ini “Yaa, diterima saja

mumpung gratis” katanya.

Masyarakat paling senang menerima bantuan gratis dari pemerintah apalagi jika diberikan bantuan tunai/sembako yang lebih bermanfaat, “Lain kali jangan kasi kami bantuan WC dek, buat apa. Kami perlunya buat makan”. Perkataan ibu-ibu yang saat itu sedang berkumpul mengupas udang menyimpulkan bahwa kehidupan penduduk disana masih lebih mengutamakan kebutuhan perut dari pada sarana penunjang kesehatan seperti MCK.

Pada sisi aktifitas fisiknya, sosialisasi diharapkan menerapkan beberapa pendekatan yang didasarkan atas perbedaan khalayak sasaran, pendekatan yang dilakukan, diharapkan bisa membangun keterlibatan masyarakat (sebagai subjek pelaksana progam) melalui pertukaran pengalaman, pengetahuan, dan pemahaman untuk menemukan kesepakatan–kesepakatan bersama yang berpijak pada kesetaraan, kesadaran kritis dan akal sehat.54

Namun, dalam penelitian ini implementasi sosialisasi program pembangunan masyarakat hanya sampai pada tahap pertemuan antara kepala lingkungan dan stakeholders. Sosialisasi dan perencanaan pembangunan sarana sanitasi gratis di Kelurahan Belawan Bahagia hanya diketahui sampai tingkat Kelurahan saja. Sementara masyarakat tidak mengetahui secara pasti mengenai sosialisasi program tersebut. Padahal jika dilihat dari sisi aktivitasnya, tujuan dari sosialisasi adalah untuk membangun partisipasi masyarakat. Proses penyebaran informasi adanya

(24)

pembangunan WC gratis diketahui masyarakat hanya dari tukang yang tiba-tiba datang kerumah menawarkan bantuan pembangunan WC itu. Hal ini justru tidak membentuk pola kognitif masyarakat tentang arti pentingnya sanitasi dan teknologi WC septictank biofilter yang digunakan. Seharusnya ada pendekatan/komunikasi secara langsung dengan masyarakat agar mereka mengetahui seluk-beluk dari program pembangunan, agar masyarakat sebagai penerima manfaat tidak memandang bantuan pembangunan WC yang diberikan secara gratis seolah-olah benda mati yang tidak perlu diketahui asal usulnya dan tidak dirawat sesuai fungsinya.

Kepala lingkungan yang mengetahui program pembangunan ini mensosialisasikan informasi yang di dapatnya hanya kepada rekan/tetangga terdekat saja. Misalnya, bapak kepala lingkungan XIV yang memberitahukan informasinya kepada tetangga terdekatnya saja seperti Pak Muksin dan Pak Sarifudin. Informasi tidak disebarluaskan menyeluruh ke warga sekitarnya. Jika pun benar adanya penyebaran informasi pembangunan, pesan yang disampaikan dari mulut ke mulut hanya sebatas infomasi kulit luarnya saja. Dalam hal ini sosialisasi butuh peran dan pendekatan dari stakeholders yang benar-benar memahami proyek pembagunan WC tersebut dan mampu menjelaskan keseluruhan konsep pembangunan dan mempromosikan produk yang akan diberikan ke masyarakat secara edukatif.

(25)

permasalahan yang dihadapi. Penyuluhan sering diartikan sebagai suatu aktivitas sesaat dari aktivitas petugas dari lembaga tertentu yang datang ke sebuah pertemuan, berceramah, lalu tanya jawab, dan akhirnya pergi.

Pada hakekatnya, berbicara tentang penyuluhan setidaknya menyangkut lima unsur yaitu: proses pembelajaran, ada subyek yang belajar, pengembangan kesadaran dan kapasitas diri dan kelompok, pengelolaan sumber daya untuk perbaikan kehidupan, dan diterapkan prinsip berkelanjutan dari sisi sosial, ekonomi, dan menerapkan fungsi kelestarian lingkungannya.55

Kurangnya sosialisasi program pembangunan sarana sanitasi di Kelurahan Bahagia mengakibatkan masyarakat tidak mendapatkan informasi tentang sanitasi secara edukatif, tidak menumbuhkan rasa kebutuhan terhadap WC karena masyarakat secara spontan menerima bantuan pembangunan WC gratis tanpa mempertimbangkan kelayakan bentuk bangunan WC yang akan dibangun.

4.3. Pilihan Kader Masyarakat

Rozaqi (2009), persoalan pembangunan pada prinsipnya adalah menyangkut nasib kehidupan seluruh lapisan masyarakat, maka idealnya kebijakan yang telah ditetapkan perlu diketahui oleh publik agar tidak terjadi kesalahpahaman (miiscommunication) antara pihak yang memerintah dan diperintah.

Perlu dipahami, bahwa esensi dari pada pembangunan merupakan suatu proses. Jadi selama proses itu berlangsung, maka akan terjadi interaksi yang

55

(26)

melibatkan beberapa elemen – elemen sistem sosial yang dapat mempengaruhi bagaimana jalannya proses pembangunan tersebut. Perlibatan seperti tokoh masyarakat atau kader masyarakat dalam elemen sistem sosial pembangunan bersifat mempermudah mobilisasi pembangunan kepada seluruh sistem lapisan masyarakat. Peran tokoh masyarakat dalam sosialisasi pembangunan bertfungsi untuk meningkatkan pengetahuan dan partisipasi masyarakat dalam hal perencanaan pembangunan. Menurut Erich (2007), peran kader/tokoh masyarakat dalam pembangunan diartikan juga dengan elit masyarakat dimana, ia bertindak mewakili masyarakat atas mengatasnamakannya sebagai perwakilan masyarakat dari elit non-formal.

(27)

untuk hadir dalam pertemuan tersebut. Pada kesempatan program sosialisasi dan pembentukan kepengurusan pelayanan air bersih, Pak Junaidijuga diminta oleh tim pelaksana untuk membantu koordinasi dengan pihak Kelurahan , mengundang kepala lingkungan setempat dan mengundang beberapa masyarakat untuk hadir di acara tersebut. Begitu juga pada saat Pak Junaidi ikut membantu mendampingi para enumerator evaluasi pembangunan sarana sanitasi di Kelurahan Belawan Bahagia untuk menjumpai kerumah-rumah responden di setiap lingkungan. Dari setiap kegiatan-kegiatan tersebut, Pak Junaidi sering mendapatkan imbalan uang saku sebagai ucapan terimakasih karena sudah membantu pekerjaan fasilitator yang saat itu bertanggung jawab sebagai pelaksana kegiatan. Hal tersebut wajar saja jika sebagai “biaya entertain” untuk Pak Junaidi karena sudah ikut membantu setiap kegiatan-kegiatan yang membtuhkan partisipasi masyarakat. Tetapi apakah iasebagai perwakilan dari masyarakat yang lebih dominan berpartisipasi, dapat dengan sukarela melakukan pendekatan dengan masyarakat untuk melibatkan diri pada proses pembangunan.

Masyarakat setempat tidak mengenali karakter Pak Junaidi yang berjiwa relawan, ketika peneliti menanyakan tentang pribadi beliau mereka menjawabnya

(28)

IUWASH Medan, ia bercerita bahwa tetangganya mulai menganggap dirinya sombong.

(29)

2003)56. Modal sosial tercipta ketika relasi antara orang-orang mengalami perubahan sesuai dengan cara-cara yang memudahkan tindakan. Modal sosial berwujud keterampilan dan pengetahuan yang ditunjukkan seseorang atau sekelompok orang.

57

Modal sosial sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma yang diwujudkan dalam perilaku yang dapat mendorong kemampuan dan kapabilitas untuk bekerjasama dan berkontribusi besar terhadap keberlanjutan produktivitas (Solow, dalam Rsyahra,2003).

Perihal sosialisasi dan perencanaan pembangunan yang saya teliti dengan hasil wawancara di masyarakat, ketika ditanya tentang kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh kader masyarakat mereka cenderung menjawab kurang tahu. “saya gak pernah tau sosialisasi apa-apa, yang saya tahu Pak Junaidiikut ngurus bangun

WC saja” kata pak sabar. Kekurangtahuan masyarakat pada rencana pembangunan yang diusulkan berdampak pada kekurangtahuan masyarakat tentang substansi pembangunan sarana sanitasi gratis di Kelurahan Belawan Bahagia.

56 Rsyahra,Modal Sosial: Konsep dan Aplikasi. 2003 57

(30)

BAB V

Teknologi Tidak Tepat Guna 5.1. Bangunan WC Tidak Terpakai.

Pelaksanaan pembangunan prasarana sanitasi berbasis masyarakat merupakan hal yang baru bagi masyarakat Kelurahan Belawan Bahagia. Pembangunan yang telah terlaksana sejak tahun 2014 ini diharapkan tidak hanya mengejar target proyek pembangunan saja tetapi dengan adanya pembangunan sarana sanitasi kali ini juga dapat mengubah kebiasaan buruk perilaku masyarakat membuang air besar sembarangan. Sampai saat ini masih banyak masyarakat yang terbiasa untuk buang air besar sembarangan. Usaha yang dilakukan melalui program pembangunan sanitasi gratis pun hasilnya masih belum menunjukkan perubahan yang positif.

(31)

air sungai. Tetapi apakah model WC tersebut sudah tepat dan memberikan kemudahan bagi masyarakat yang tinggal di rumah panggung.

Dibawah ini adalah gambar septictanck biofilter yang dibangun khusus untuk rumah panggung :

Sumber: concept system sanitasi file presentation (iuwash-medan)

(32)

Kelurahan Belawan Bahagia. Pada gambar tersebut terlihat penggunaan kayu sebagai penyangga septictank di atas air.

Dari hasil wawancara peneliti dengan responden (penerima manfaat) pasca pembangunan, terdapat beberapa keluhan dari masyarakat yang masih merasa kurang nyaman menggunakan WC tersebut. Diantaranya, pak sopian yang mengeluh dengan bangunan WC yang sudah rusak karena penyangganya kurang kokoh. Akhirnya beliau memutuskan untuk menjual fiber ke tukang loak seharga Rp.20.000,-. Lebih mengagetkan lagi ketika saya melakukan pemantauan sarana sanitasi dirumah Bu Mariam ,WC yang dibangun sama sekali tidak terpakai dan kamar mandinya dijadikan sebagai tempat kandang ayam.

Dari beberapa responden yang saya temui di lapangan banyak dari mereka mengalami keluhan yang sama dengan bangunan WC. Mereka mengeluh WC sering mengeluarkan bau tidak sedap setiap kali selesai digunakan. Seorang ibu bernama

rodiah mengatakan “Sebetulnya kami terbantu dengan adanya WC ini, tapi gak

(33)

Jika diamati dari segi teknis pembangunan, penyangga kayu yang menahan sistem septictank diatas air tidak cocok untuk digunakan. Material kayu lama-kelamaan akan mengalami pengikisan oleh air dan diragukan bisa bertahan lama menopang WC yang dibangun diatas air tersebut.

Setelah beberapa hari menggunakan WC yang dibangun, mereka mengaku cukup terbantu tetapi di kemudian hari mereka beralih kembali ke WC cemplung. Sebenarnya sulit untuk membangun sarana sanitasi di pemukiman padat Kelurahan Belawan Bahagia, jika dilihat dari kondisi lingkungan yang setiap jengkal lahan kosong dimanfaatkan untuk membangun rumah panggung yang semakin padat dan berdempetan. Sehingga pekerjaan para tukang menjadi asal-asalan membangun WC untuk rumah panggung. Pak imul mengaku tidak lagi menggunakan sarana sanitasi dirumahnya, karena WCnya sering mampet dan sesekali muncul bau tidak sedap dari septictank tersebut. Parahnya lagi ia membongkar WC itu dan menjual fiber tangki septik seharga Rp.20.000,- daripada dibiarkan tidak terpakai.

(34)

Belawan untuk layanan sedot tangki septic sebesar Rp 5.000 (atau Rp 60.000 per tahun).

Pandangan Steward (dalam Poerwanto,2005) dalam konsep culture type (tipe kebudayaan), yaitu yang didasarkan atas jenis teknologi tertentu dan mengaitkannya dengan sifat-sifat suatu lingkungan dan jenis teknologi yang dipergunakannya. Masyarakat di belawan tidak menggunakan bantuan sarana MCK gratis bukan karena mereka tidak paham cara menggunakan sarana tersebut melainkan karena teknologi septictank yang dibangun tidak bersifat sederhana dari cara perawatannya.

Gambar 1.5. Contoh bangunan WC tidak terpakai

(35)

ketidaknyamanan mereka menggunakan WC yang baru dibangun. Masyarakat tidak diajak berdiskusi untuk menentukan keputusan model WC yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

(36)

BAB VI Non-Partisipatif 6.1. Budaya Diam

Pada dasarnya pemberdayaan merupakan suatu proses perubahan yang menempatkan masyarakat dalam mengambil keputusan. Partisipasi merupakan proses aktif yang diambil oleh masyarakat dengan menggunakan sarana dan proses yang di dampingi oleh fasilitator. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap, secara damai, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif (Samuel P. Huntington dan Joan Nelson, dalam Thoby 2007). Penting bagi pelaksana pembangunan untuk mendengar argumentasi dari masyarakat berdasarkan apa yang mereka ketahui dan apa yang mereka rasakan terkait kebutuhan terkini masyarakat. Belajar mendengar dari masyarakat dapat menjadi acuan bagi pelaksana kebijakan publik dalam mengeksekusi perencanaan pembangunan untuk masyarakat.

(37)

Adanya bentuk partisipasi masyarakat yang bersifat hanya “diikutsertakan” saja di beberapa forum yang diselenggarakan oleh tim IUWASH dan SKPD Medan beserta bapak/ibu perangkat Kelurahan di hotel tidak menimbulkan sikap keterbukaan masyarakat dalam menanggapi isu-isu pembangunan sarana sanitasi. Misalnya pada salah satu acara yang diselenggarakan di hotel mewah dengan melibatkan kehadiran para penerima manfaat pembangunan sanitasi dari seluruh kecamatan Kota Medan yang menjadi target sasaran pembangunan. Pelaksanaan workshop ini bertujuan untuk membahas implementasi program pembangunan sarana sanitasi pasca pembangunan dengan harapan program ini dapat berkelanjutan dengan dibantu oleh pemerintah setelah masa program IUWASH berakhir. Pada acara ini sebenarnya masyarakat diberi kesempatan untuk tanya jawab dengan fasilitator dari LSM YAKMI yang selama ini menangani program sanitasi.

(38)
(39)

Berikut adalah pertanyaan-pertanyaan dari bapak-bapak kepala lingkungan dan masyarakat lokal yang menghadiri forum pada saat itu :

Pertanyaan 1: “Saya meminta dinas perkim untuk mengalokasikan dana pembangunan program pelayanan air bersih secara transparan. Karena pengalaman yang pernah terjadi di

lingkungan saya sempat mengalami kemacetan air pdam dari program pemerintah

sebelumnya. Jadi saya mau untuk program kali ini dana yang digunakan benar-benar

bermanfaat untuk kami, tidak seperti progra se elu ya

Pertanyaan 2: Saya e i ta apak-bapak sekalian untuk menjelaskan masyarakat mana

yang sebenarnya menjadi sasaran program layanan air bersih, karena tadi bapak

mengatakan hanya sebatas jumlah KK. Apakah masyarakat pinggiran di palu sana yang

lebih kesulitan air juga mendapatkan bantuan ini? Jadi saya harap ini jangan sampai

e i ulka ke e urua a tar warga ya g tidak e dapataka laya a air ersih

Pertanyaan 3: Bagai a a ara kerja pihak perki da iuwash agar tidak ha ya

melaksanakan program? Karena sebelumnya dilingkngan kami pernah dibangun jaringan

pipa yang tidak berkesinambungan untuk masyarakat. Dan kami tidak mau hal ini terulang

lagi seperti proyek pe eri tah ya g sudah terlaksa a

Pertanyaan 4: Saya e yara ka adanya musyawarah rutin kalau program ini sudah

benar-benar terlaksana. Karena sebelumnaya saya kocar-kocar dengan pak kepling

mengurusi jaringan pipa yang gagal itu tanpa dibantu atau didampingi pihak luar dan

asyarakat lai

(40)

lingkungan mereka. Tidak ada salahnya jika masyarakat mengungkapakan kekecewaan mereka terhaadap program pemerintah yang sebelumnya gagal mengatasi kebutuhan air bersih di lingkungan mereka untuk mengingatkan stakeholder untuk dapat bekerja melaksanakan program pembangunan yang berkelanjutan.

Gambar 1.6. Kegiatan sosialisasi dan Pembentukan Kepengurusan Sanitasi dan Air Bersih di

Kelurahan Belawan Bahagia

Sama halnya ketika saya juga ikut serta menghadiri FGD Pemutaran Video Sanitasi di Kelurahan Bahari di rumah salah satu warga. Selain berani berkomentar tentang tayangan video sanitasi yang diputar, mereka juga berani berbicara tentang keluhan-keluhan mereka pasca pembangunan dan menyampaikan kebutuhan mendesak yang diinginkan oleh masyarakat. Padahal tanggapan-tanggapan mereka tersebut diluar dari pertanyaan yang di ajukan kepada masyarakat. Mereka lebih banyak bercerita seperti curhat dengan fasilitator, salah satunya seperti dialog bu rani

(41)

ada air pak. Karena kemana-mana kalau buang air besar gak cari jamban dulu tapi

cari air bersih”. Lalu diikuti oleh Bu Sarifah yang mengeluh “Kalau bisa WC itu ada

solusi supaya tidak berbau lagi kalau sehabis dipakai. Biar kami bisa pakainya lebih

lama”.

Dari atensi masyarakat yang menghadiri forum diskusi atau acara sosialisasi di ketiga tempat tersebut memiliki perbedaan respon di masing-masing tempat dimana acara tersebut dilaksanakan. Mereka bisa lebih bersikap terbuka dan bercerita apa adanya tentang kondisi yang dialami jika pelaksanaan diskusi forum tidak bersifat terlalu formal yang pada kahirnya membuat mereka canggung untuk berbicara. Sedangkan jika acara-acara yang mengikutsertakan masyarakat dilaksanakan dekat dengan lingkungan tempat tinggal masyarakat (fasilitas umum masyarakat lokal) atau dirumah salah satu penduduk mereka lebih merasa nyaman untuk berbicara tanpa harus takut dihakimi jika menyampaikan argumentasi. Menurut Chambers, sopan

santun dan kekecutan hati, merupakan pemisah antara “orang luar” dengan rakyat

miskin. Faktor budaya diam tidak memberikan nilai partisipasi masyarakat dalam mengambil keputusan kebijakan publik. Orang kota sering dihinggapi rasa rikuh dalam menghadapi masyarakat miskin, karena dihambat rasa sopan dan malu, mereka takut mendekati, menemui, dan mendengarkan masyarakat.58 Jadi, disarankan jika program-program penyuluhan dilakukan lebih dekat dengan masyarakat dan tidak membuat jarak anatara masyarakat dengan pelaksana pembangunan.

58

(42)

6.2. Budaya Aji Mumpung

Tak jarang kita mendengar istilah “setoran bos”, “uang rokok”, atau “uang

jajan” menjadi hal yang tidak perlu disembunyikan lagi jika ada proyek-proyek pembangunan dari pemerintah untuk memperlancar urusan melobi ke masyarakat. Terdapat praktik yang berkembang di masyarakat jika uang mengatur segalanya. Praktek ini tidak hanya terjadi di kalangan instansi pemerintah saja, tetapi masyarakat

pun bisa merasakan “mumpung lagi dapat rejeki” seperti biasanya yang dialami

kalangan para pejabat, namun hal semacam itu juga bisa terjadi di masyarakat lokal. Budaya aji mumpung ini berakar dari budaya feodal yang dalam prakteknya rakyat harus “ngemongi pamong”, artinya masyarakat kelas bawah yang bukan berasal dari kalangan elite harus tunduk dan patuh terhadap perintah dari atasannya. Rakyat miskin yang selama ini dianggap tidak memiliki kualitas SDM untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan seakan dikelabui oleh pemerintah bisa berbentuk

uang, barang bahkan fasilitas. 59 Pemerintah yang

makin percaya diri, lalu merumuskan berbagai program dan proyek untuk dikerjakan. Feasibility studies (baca: penelitian pesanan) lalu dikerjakan oleh para ”intelektual

tukang” maupun konsultan asing, untuk mengkreasi dan menjustifikasi urgensi

adanya berbagai proyek (Rosnida,2012). Sehingga pembangunan lebih cenderung mengandalkan proses mobilisasi daripada partisipasi. Dampak yang dikhawatirkan ialah uang menjadi tolak ukur atau daya dorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan.

(43)

Ada dua sisi keuntungan dari “aji mumpung” perihal pembangunan sarana

sanitasi gratis di Kelurahan Belawan Bahagia diantara kelompok masyarakat. Pertama dari sisi masyarakat sebagai penerima manfaat yang kebanyakan mau menerima bantuan tersebut karena gratis (seperti yang sudah dijelaskan pada bab

sebelumnya). “Mending saya terima saja mumpung gratis” atau “saya mau terima

bantuan ini karna gratis” pernyataan dari masyarakat tersebut menyiratkan makna mereka senang dan dengan mudah menerima sarana WC gratis tanpa mengetahui dengan pasti apakah model WC yang akan dibangun nanti sesuai dengan kondisi rumah panggung mereka. Pada akhirnya masyarakat menegeluh merasa kurang puas dengan hasil pekerjaan tukang.

(44)

bulan, pekerjaan mereka yang tanpa pengawasan oleh koordinantor menjadi tidak beres. WC individual tidak dibangun dekat dengan sarana sanitasi air, ada juga MCK yang dibangun tanpa penutup pintu. Masalah yang sering saya jumpai di lapangan ialah kayu sebagai material penyangga WC untuk rumah panggung tidak dibangun dengan kokoh sehingga masyarakat enggan menggunakannya karena takut jatuh. Praktek budaya aji mumpung yang menjadi proyek kecil-kecilan buat si tukang sedikit bersinggungan dengan budaya kerja ABS. Pada kasus ini yang meng-ABS-kan adalah pekerja tumeng-ABS-kang dan yang di-ABS-meng-ABS-kan adalah koordinator lapangan. Asalkan semua pekerjaan bangunan WC sesuai target dan tepat waktu, pekerjaan mereka dibayar sesuai upah dan berharap tenaga mereka akan dipakai lagi pada kesempatan proyek-proyek selanjutnya.

(45)

6.3. Pentingnya Partisipasi

Pemberdayaan adalah sebuah proses menjadi, bukan sebuah proses instan. Sebagai proses, pemberdayaan mempunyai tiga tahapan yaitu: penyadaran, pengkapasitasan, dan pendayaan Wrihatnolo, (dalam F.Huzein, 2013).60 Pembangunan sarana gratis bagi masayarakat di Kelurahan Belawan Bahagia akan menjadi suatu hal yang percuma jika masyarakat itu sendiri tdak menyadari pentingnya WC untuk menjamin kesehatan mereka. Tahap penyadaran, target diberi pencerahan dalam bentuk pemberian penyadaran bahwa mereka mempunyai hak

untuk mempunyai “sesuatu”. Dalam proses pembangunan, seharusnya tahap ini tidak

dilewatkan begitu saja. Dari hasil wawancara dengan responden menyatakan bahwa minat mereka membangun WC tidak dilandasi atas dasar kebutuhan tetapi karena benda gratis. Kesadaran mereka tentang sanitasi tidak didukung oleh pemicuan membiasakan perilaku hidup bersih. Padahal konsep sanitasi bukan sekedar urusan membangun WC saja. Justru untuk mendayakguanakan WC tersebut perlu dengan cermat untuk mengubah perilaku hidup bersih agar mereka dapat menghargai kebersihan lingkungan pesisir, sehingga mengarahkan mereka pada perilaku berhenti membuang air besar sembarangan.

Proses partisipasi masyarakat adalah harapan dari setiap kebijakan pembangunan agar masyarakat dapat berpartisipasi atas keinginan mereka sendiri bukan karena mobilisasi dari stakeholders. Setiap kegiatan-kegiatan penyuluhan yang didampingi oleh pihak IUWASH-Medan biasanya memberikan souvenir atau uang

60

(46)

sebagai (perangkat entertain) bagi masyarakat yang sudah bersedia hadir. Misalnya seperti memberikan uang sebesar Rp.50.000,- kepada masyarakat yang hadir pada agenda sosialisasi dan pembentukan kepengurusan sanitasi dan air bersih di Kelurahan belawan bahagia. Biaya tersebut sebenarnya merupakan biaya local transport untuk tamu undangan yang hadir dan dana itu sudah ditetapkan dalam anggaran dana yang disediakan oleh pihak IUWASH. Tetapi menurut saya, lebih baik masyarakat diberikan souvenir hygiene kit (alat kebersihan) saja yang biasanya juga diberikan dalam beberapa agenda tertentu saat melakukan kegiatan pendampingan/penyuluhan dengan masyarakat. Karena alat kebersihan lebih bermanfaat dan sesuai dengan tujuan program sanitasi untuk mengubah perilaku hidup bersih dan sehat. Hal yang dikhawatirkan dari praktek mobilisasi tersebut ialah akan timbul kecemburuan sosial antar tetangga yang tidak ikut hadir dalam suatu agenda tertentu. Pada setiap kesempatan kegiatan penyuluhan/pendapimpangan yang dihadiri oleh perwakilan dari masyarakat lokal adalah mereka dapat menyampaikan esensi kegiatan dan menyebarluaskan informasi yang didapatkannaya kepada tetangga lain agar mereka juga berinisiatif ikut berpartisipasi dalam mengubah perilaku hidup bersih dan sehat.

(47)

Inisiatif masyarakat membangun sumur bor untuk mengatasi krisis air adalah suatu bentuk kemandirian yang dapat menjadi suatu modal sosial pemberdayaan. Dari aktivitas tersebut mencerminkan bahwa sebenarnya masyarakat lebih mengetahui apa yang menjadi kebutuhan saat ini dan mampu mengambil keputusan dengan membentuk bangunan material sederhana sesuai kapasitas mereka. Selanjutnya pada tahap pendayaan masyarakat diberikan daya dan peluang untuk membuat “aturan

main” sendiri karena masyarakat bukan lagi sebagai “orang pasif” yang menonton

proses pembangunan. Menurut Nasdian (2003) Harus diakui bahwa selama ini peran masyarakat hanya dilihat dalam konteks yang sempit, artinya manusia cukup dipandang sebagai tenaga kasar untuk mengurangi biaya pembangunan. Dengan kondisi ini, partisipasi masyarakat terbatas pada implementasi atau penerapan program, masayarakat tidak dikembangkan dayanya menjadi kreatif dari dalam dirinya dan harus menerima keputusan yang diambil “pihak luar” . Buruh tenaga kasar yang dipekerjakan untuk membangun WC di rumah-rumah penduduk tidak cukup mengartikan bentuk partisipasi yang sebenarnya. Budaya diam yang membuat masyarakat cenderung enggan berpartisipasi tidak mampu memastikan apakah septictank biofilter merupakan teknologi yang tepat untuk rumah panggung mereka.

(48)

Terakhir, pembangunan dari atas (top-down approach) ternyata telah menciptakan ketergantungan (dependence) penduduk desa pemerintah pusat. Penduduk menganggap pemerintah sebagai badan amal (charity agency) yang setiap tahun datang membantu mereka secara cuma-cuma.61

Hasil teknologi tidak bisa dikatakan “secara inheren baik atau buruk”, namun

semuanya tergantung pada bagaimana menggunakannya. Teknologi tidak hanya hadiah dari pembangunan, namun ia sebagai alat untuk pengembangan manusia yang memungkinkannya dapat meningkatkan pendapatan, hidup lebih lama, sehat menikmati standar hidup lebih baik, berpartisipasi lebih banyak dalam masyarakatnya dan mengarahkan hidupnya lebih kreatif. Ia tidak dapat ditransfer dari satu tempat ke tempat lain secara sembarangan.62 Pada dasarnya sistem teknologi septictank biofilter merupakan teknologi ramah lingkungan yang berfungsi membantu mengurangi pencemaran lingkungan air laut akibat pembuangan air besar masyarakat. Proyek-proyek pembangunan membawa kemudahan baru bagi masyarakat miskin, tetapi apakah kemudahan ini merupakan teknologi tepat guna bagi masyarakat.

Masyarakat dalam menerima kehadiran inovasi teknologi akan mengalami cultural lag63 dan produk dari inovasi teknologi itu bergulir dengan cepatnya tetapi disisi lain kemampuan masyarakat jauh tertinggal. Dengan demikian dapat diprediksikan masyarakat akan mengalami culture shock kondisi seperti ini

61

Amri Marzali. Antropologi & Kebijakan Publik, (Kencana:Jakarta,2012) hal.95 62

Brown, Marck, Malloch (dalam Zubaedi,2013)

(49)

sering kita lihat dalam kehidupan masyarakat. Kondisi ini akan berdampak pada tidak puasnya masyarakat dalam menikmati hasil inovasi teknologi karena setiap saat masyarakat merasa cemas dan gagap teknologi.64

Bahan material septictank biofilter umumnya lebih mudah didapati di toko bahan material yang ada di kota. Sementara itu kondisi geografis Kelurahan Belawan Bahagia yang lebih dominan kawasan industri dan jauh dari kota, tidak mampu dijangkau oleh masyarakat lokal untuk menggantikan bahan material yang rusak. Ketidakmampuan masyarakat menjangkau harga bahan material dan biaya transportasi yang harus dikeluarkan untuk mengganti WC yang rusak berakibat masyarakat kembali beralih menggunakan WC cemplung. Hal ini menunjukkan bahwa smasyarakat membutuhkan teknologi yang lebih sederhana dan tidak merepotkan. Ada tiga alasan utama mengapa partisipasi masyarakat mempunyai sifat sangat penting. Pertama, partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal. Kedua, masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut. Ketiga, merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri (Conyers, dalam

(50)

M.Noor,2012).65 Satu-satunya akses masyarakat untuk mengetahui tentang sanitasi dan sistem septictank biofilter berasal dari stakeholder yang terlibat. Karena masyarakat sendiri tidak memiliki daya untuk mengakses/mencari pengetahuan baru terkait sanitasi melalui media elektronik seperti internet.

Ketika saya mewawancarai seorang bapak bernama ridwan mengatakan “kami

kalau mau buang air besar, yang pertama kali dicari itu air bersih. Gak masalah kalau gak punya WC bagus, bisa cemplung. Yang penting dapat air bersih buat mandi, buat buang air besar”. Masyarakat yang tinggal di pinggir sungai sengaja membuat tempat pembuangan hajat bentuk WC cemplung yang pembuangannya langsung ke sungai. WC cemplung mempermudah mereka membuang hajat saat tidak air bersih di rumah

mereka. “MCK-nya sengaja dibuat dekat dengan sungai dek, biar gampang ambilnya

airnya dari sungai. Disini air sering mati.” kata pak buyung. Selain karena rasa

kurang nyaman menggunakan WC yang baru dibangun, alasan kesulitan air membuat mereka enggan membuang air besar di WC. Seharusnya keluhan seperti keterbatasan air bersih di lingkungan mereka terjadi dalam ruang diskusi antara masyarakat dengan stakeholders. Maka dadalam hal ini disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat, dialog dengan masyarakat, dan pendekatan dengan masyarakat sangat diperlukan untuk mengetahui apa yang menjadi kebutuhan mereka.

Ada baiknya untuk mengatasi ketidaktahuan tersebut perlu adanya dampingan fasilitator untuk mentransfer pengetahuan kepada masyarakat. Masyarakat juga perlu

(51)
(52)

BAB VII

Bekerja Untuk Siapa ? 7.1. Asal Bapak Senang (ABS)

Pengertian pembangunan beberapa dekade lalu banyak menyiratkan pada arah

”penduduk untuk pembangunan”, bukan ”pembangunan untuk penduduk”.

Pembangunan di Indonesia pada 3-4 dekade terakhir masih terbawa arus penerapan pertumbuhan aspek fisik (budaya material). Jika berbicara mengenai pembangunan untuk penduduk, maka acuannya adalah mengarah pada prinsip kerja suatu organisasi. Korten mengemukakan bahwa untuk masa kini program pengembangan masyarakat dibantu oleh pengembangan NGOs generasi kelima yaitu pemberdayaan masyarakat (empowering society). Untuk kepentingan pemberdayaan masyarakat diperlukan kerja sama melalui jaringan kerja baik pada tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional.66 Pembangunan untuk masyarakat bukanlah suatu pekerjaan yang mudah jika dilihat dari sisi tantangan yang ada dalam kelompok masyarakat. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya pada BAB V bahwa mentalitas masyarakat saat ini juga merupakan tantangan bagi para pelaksana pembangunan untuk mendukung program pembangunan berkelanjutan.

(53)

Program sanitasi berbasis masyarakat yang difasilitasi oleh IUWASH atas dana bantuan dari USAID berinisiatif untuk membantu perbaikan sanitasi di Indonesia dengan membentuk kerja sama SKPD Sumut menjalankan program sanitasi ini, salah satunya yaitu di Belawan. IUWASH sebagai lembaga non-pemerintahan bersifat memfasilitasi sekaligus mendanai setiap kegiatan-kegiatan pelayanan ke masyarakat dan juga memfasilitasi pelatihan (training capacity building) untuk para pelaksana proyek agar dapat menjalankan tugas mereka sesuai tujuan. Misalnya, Public Speaking training TIM POKJA Promosi IPAL Terpadu Kota Medan diselenggarakan dengan tujuan untuk melatih keuletan public speaking tim pokja dalam melakukan penyuluhan ke masyarakat guna mecapai tujuan promosi. Selain untuk peningkatan capacity building tim pokja, penyelenggaraan agenda seperti ini membantu kemandirian para pekerja dalam menjalankan proyek tanpa dampingan tim IUWASH jika masa program IUWASH telah selesai. Sementara itu Pemko Medan yang terlibat dalam program ini memiliki rencana kerja masing-masing dalam mendukung program sanitasi berbasis masyarakat. Dalam hal ini ada pembagian kerja yang terencana berdasarkan ranah kerja masing-masing sebagai tim pelaksana. Berdasarkan perspektif struktural-fungsionalis menurut Parsons (1953), setiap individu menempati suatu status dalam berbagai struktur masyarakat. Status dalam hal ini bukanlah posisi individual. Individu yang menempati suatu status juga memiliki hak-hak dan kewajiban tertentu, yang merupakan peranan dalam status tersebut.67

67

(54)

Sistem pembagian kerja seperti ini dapat dikategorikan sebagai bentuk gotong royong68 yang berarti kegiatan kerja sama untuk menyelesaikan suatu proyek tertentu yang dianggap berguna bagi kepentingan umum. Konsep kerjasama dalam gotong royong untuk menyelesaikan suatu proyek adalah suatu paham yang sebenarnya pekerjaan tersebut dilakukan untuk kepentingan bersama. Namun, apakah praktek di lapangan dapat menjelaskan konsep gotong royong yang mampu melibatkan

partisipasi masyarakat? Menurut Tanty

Widiyanarti (2005), Konsep kedermawanan perusahaan (coorporate philantropy) yang selama ini dikenal dan dipakai pada beberapa perusahaan tidak lagi memadai, karena konsep tersebut tidak melibatkan kemitraan dan tanggung jawab perusahaan secara sosial dengan stakeholders yang lain. Selama ini perusahaan lebih memperhatikan stakeholdernya saja dalam rangka pengembangan dan kemajuan bisnis yang dijalankannya. Hal ini berkaitan dengan anggapan perusahaan bahwa urusan meningkatkan kualitas hidup komunitas lokal adalah urusan pemerintah. Bahkan terkadang perusahaan dituntut juga oleh pihak lain untuk menyumbangkan modal bagi terselenggaranya kegiatan-kegiatan skala nasional dengan mengesampingkan kebutuhan komunitas lokal sekitar perusahaan.

Permasalahan pembangunan saat ini yang sering terjadi ialah adanya diskontinuitas dan diskoordinasi, yaitu keseluruhan program pemberdayaan masyarakat dilaksanakan tidak dikoordinasikan dengan baik dan

68

(55)

dilaksanakan secara sporadis. Kebijakan pemerintah kadang malah berseberangan dengan pendampingan yang dilaksanakan oleh suatu organisasi atau LSM. Orientasi progam yang dilaksanakan oleh pemerintah, pada satu sisi menampakkan hasil yang nyata, namun pada sisi yang lain terkadang tidak menyentuh akar permasalahan yang ada (Eko, 2002).

Pembangunan sarana sanitasi bukan hanya sekedar bagaimana membangun jamban tetapi juga mengajak masyarakat untuk mengubah persepsi mereka bahwa membuang air besar harus di jamban, tidak lagi sembarangan di sungai atau menggunakan WC cemplung. Terkait dengan teknologi jamban yang digunakan seharusnya juga bersifat praktis, dan mudah dijangkau masyarakat dari perspektif pengetahuan. Masalah yang terjadi di lapangan yaitu jamban yang dibangun terbengkalai dan tidak digunakan lagi sebagaimana fungsinya. Dengan berbagai alasan kebutuhan air, kerusakan material, dan posisi bangunan jamban yang tidak nyaman dipakai berdampak pada keputusan masyarakat beralih ke WC cemplung. Pekerjaan tukang yang dianggap telah selesai membangun septictank biofilter untuk rumah tangga individu ternyata menuai pekerjaan yang kurang beres di lapangan. Kurang adanya sistem pengawasan pekerjaan tukang di lapangan seperti

(56)

Berikut adalah lampiran sumber berita dari Harian Andalas mengenai proyek bangunan WC di Belawan sebagai data pendukung :

Pengerjaan Proyek MCK Di Belawan Asal Jadi Kamis, 04 Desember 2014

Belawan-andalas Proyek pembangunan sarana mandi cuci kakus (MCK) di tiga Kelurahan di Kecamatan Medan Belawan dari APBD 2014 Dinas Perkim Kota Medan sebesar Rp5 miliar realisasinya diduga tidak sesuai dengan komponen volume fisik dan gambar.

Data yang dihimpun dari Dinas Perkim Kota Medan, tiga Kelurahan yang dibangun MCK tersebut yaitu Kelurahan Belawan Bahari (Jalan Sinabang Lingkungan 8 sebanyak 139 unit dan Jalan Pulau Ambon Lingkungan 7 sebanyak 98 unit), Kelurahan Belawan II (Jalan Selebes Gang 2 Paluh Lingkungan 35 sebanyak 37 unit), dan Kelurahan Belawan Bahagia (Jalan Bandeng, Jalan Selar, Jalan Belanak, Jalan Sepat Lingkungan 16 sebanyak 271 unit).

Dari 545 unit MCK yang dibangun di tiga Kelurahan itu tidak ada yang selesai sesuai gambar dan volume fisik. Sebab di lapangan ditemukan pintu MCK tidak ada, lantai sudah rusak parah, closed terbuat dari fiber bermutu rendah, kondisi tiang semua miring, dan lokasinya terendam air ketika air pasang laut naik.

"Diduga material bangunan untuk pembuatan MCK itu dimanipulasi dan pembangunannya asal jadi saja sehingga ketika selesai dibangun tidak dapat digunakan masyarakat," kata Sekretaris LSM Berani Sumut Kasdi Sijabat, Rabu (3/12).

Kasdi yang mengaku telah melihat langsung ke lokasi proyek MCK di tiga Kelurahan tersebut menilai kualitas pengerjaan fisik MCK tersebut sangat jelek. Menurutnya hal ini terjadi karena tidak adanya pengawasan saat pembangunan proyek sanitasi MCK itu dari pihak Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) Kota Medan sehingga pekerja proyek membangunnya asal jadi saja. Untuk itu Kasdi meminta kepada Kejari Belawan, Kejati Sumut, dan kepolisian mengusut dugaan manipulasi dalam pelaksanaan proyek sanitasi MCK di Belawan itu. (DP)

(57)

kuantitas. Tetapi bagaimana kualitas fisik pembangunan tersebut dapat membawa perubahan yang positif untuk masyarakat menengah kebawah. Pekerjaan tukang merupakan perintah atasan mereka untuk dapat menyelesaikan bangunan WC sesuai target. Sementara itu atasan tidak bertanggung jawab atas hasil pekerjaan anak buahnya. Dari kasus tersebut disimpulkan bahwa praktek ABS antara tukang dan atasan memiliki keuntungan bagi keduanya. Tukang mendapat keuntungan upah yang dijanjikan dan atasan mereka pun mendapatkan pujian karena berhasil menyelesaiakan proyek sesuai target.

Sementara itu masyarakat sebagai penerima manfaat sarana sanitasi menikmati hasil pembangunan yang asal jadi. Ketimpangan seperti ini seharusnya tidak terjadi dalam proyek pembangunan karena pekerjaan yang menyangkut untuk pemberdayaan masyarakat seharusnya mengutamakan kepentingan masyarakat tersebut. Pembangunan seperti ini bisa melahirkan sikap “distrust” masyarakat terhadap program-program pembangunan pemerintah selanjutnya.

(58)

tersebut tidak berkelanjutan. Sehingga dampak dari distrust tersebut membuat masyarakat enggan berpartisipasi. Masyarakat low social trust terindikasi dari kerjasama dalam bentuk-bentuk kebijakan formal yang dilaksanakan dengan cara wajib bahkan koersif. Filosofi pembangunan sebenarnya menyangkut pertanyaan

yang mendasar bukan hanya tentang „untuk apa‟ dan „untuk siapa‟ pembangunan itu

dilakukan tetapi juga „dari siapa‟ pembangunan itu berasal. Kepentingan manusia harus pula, selain dipahami sungguh-sungguh, diperhatikan di dalam „pelaksanaan‟ pembangunan itu.

(59)

kebutuhan pemerintah semata. Sementara itu, berdasakan tujuan pembangunannya Sanitasi Total Berbasis Masyarakat dimaknai sebagai sebuah program pemberdayaan masyarakat.

(60)

BAB VIII PENUTUP 9.1. Kesimpulan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk program-program pembangunan selanjutnya agar tidak membiasakan budaya ABS (Asal Bapak Senang) dalam proyek-proyek pembangunan selanjutnya. Berikut adalah kesimpulan dari hasil penelitian Budaya ABS Program Pembangunan Sarana Sanitasi Gratis di Kelurahan Belawan Bahagia:

1. Kurangnya sosialisasi program pembangunan sarana sanitasi menimbulkan ketidaktahuan masyarakat pada perencanaan, tingkat kognitif tentang sanitasi, dan secara spontan menerima bantuan bersifat gratis tanpa mempertimbangkan kelayakan model WC yang akan dibangun.

2. Kader masyarakat yang dipilih tidak memiliki modal sosial/kecakapan dalam mensosialisasikan program pembangunan.

3. Sarana WC yang dibangun dengan sistem septictank biofilter tidak cocok dengan kondisi budaya masyarakat Belawan yang memerlukan perawatan khusus.

4. Program pembangunan sarana sanitasi tidak melibatkan partisipasi warga dalam memutuskan model WC yang akan dibangun di rumah panggung. 5. Stakeholders kurang bertanggung jawab dalam pengawasan pekerjaan tukang

(61)

9.2. Saran

Berdasarkan hasil uraian studi kasus Implementasi Pembangunan Sarana Sanitasi Gratis di Kelurahan Belawan Bahagia, peneliti memberikan saran atas permasalahan yang terjadi dalam kasus ini dari sudut pandang ilmu antropologi agar dapat menjadi suatu referensi atau kebijakan untuk merancang program pemberdayaan keberlanjutan selanjutnya. Adapun beberapa saran yang diajukan peneliti, yaitu :

1. Pada dasarnya perilaku tidak sehat masyarakat di Kelurahan Belawan Bahagia yang terbiasa membuang air besar semabarangan dapat diubah menjadi perilaku hidup sehat dan bersih dengan melakukan pendekatan secara berulang-ulang. Sehingga, stakeholders yang bertanggung jawab atas keberlanjutan program tersebut dapat merancang program pemberdayaan masyarakat sesuai dengan kondisi lingkungan, sosial dan budaya masyarakat. Dalam hal ini teknologi wc yang dibangun khusus untuk masyarakat yang tinggal di rumah panggung tidak sesuai dengan mereka. Teknologi wc tersebut seharusnya dirancang lebih sederhana dan tidak merepotkan pemakainya saat digunakan.

(62)

BAB II

Deskripsi Lokasi Penelitian

2.1. Kondisi Lingkungan Kelurahan Belawan Bahagia

Belawan dikenal sebagai kota pelabuhan dimana aktivitas masyarakat lebih dominan pada sektor pelabuhan. Daerah pelabuhan Belawan merupakan daerah yang strategis untuk perdagangan dunia pelabuhan Belawan berada di Selat Malaka yang merupakan pusat perdagangan dunia sejak zaman penjajahan dulu. Mayoritas masyarakatnya mencari penghasilan di pelabuhan Belawan baik sebagai karyawan di usaha bongkar muat Belawan, sebagai nelayan, sebagai operator peralatan untuk jasa bongkar muat dan lain-lain.

(63)

Masyarakat Kecamatan Medan Belawan merupakan masyarakat pesisir yang secara geografis memiliki tata letak dekat dengan laut. Bagi masyarakat pesisir di Belawan, laut adalah sumber kehidupan mereka dan masih sangat bergantung pada sumber daya alamnya. Namun sangat disayangkan jika melihat kondisi laut saat ini sudah tercemar akibat aktivitas manusia. Sampah rumah tangga, limbah pabrik, dan kotoran tinja dibuang ke laut tanpa ada rasa bertanggung jawab memelihara kesehatan

lingkungan. Ketika melakukan penelitian di

Gambar

Gambar diatas menunjukkan konsep sistem sanitasi rumah panggung di atas
Gambar 1.5. Contoh bangunan WC  tidak terpakai
Gambar 1.6. Kegiatan sosialisasi dan Pembentukan Kepengurusan Sanitasi dan Air Bersih di
Gambar 1.1.Kondisi rumah di Kelurahan  Belawan       Bahagia Gambar1.2.Kondisi Mck di rumah panggung
+2

Referensi

Dokumen terkait

In this research paper the creation of 3D city model was carried out using aerial photos, oblique imagery with different GSD, in order to check the

Wajib Pajak berstatus pusat (kode cabang 000) yang dipindah dan ditetapkan terdaftar pada KPP Badan Usaha Milik Negara termasuk seluruh cabang Wajib Pajak yang berdomisili di

[r]

The proposed procedure can be summarized for each building as follows: (1) an initial building outline is created from a given set of building points with the

The method was validated by a case study to estimate reliability of disturbance regions caused by severe flooding using MODIS NDVI image time series.. By analysing

Pada tabel model summary diatas, terlihat nilai besaran koefisien korelasi yang ditunjukan dari nilai R sebesar 0,962 yang artinya pada penelitian ini varibel Pertumbuhan

Berdasarkan penjelasan di atas sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan kerjasama dan menarik minat belajar siswa kelas IV, tidak hanya dengan menghafal namun

Media Nusantara Citra (MNC), for a strategic partnership in supplying satellite, network, telecommunication services, infrastructure, multimedia content, TV