• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tarif pada industri penerbangan indonesia untuk rute domestik dengan kota tujuan batam periode 2001-2005

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tarif pada industri penerbangan indonesia untuk rute domestik dengan kota tujuan batam periode 2001-2005"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TARIF

PADA INDUSTRI PENERBANGAN INDONESIA UNTUK RUTE

DOMESTIK DENGAN KOTA TUJUAN BATAM

PERIODE 2001-2005

OLEH: TIKA WULANDARI

H14103106

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)

Periode 2001-2005 (dibimbing oleh ARIEF DARYANTO).

Sektor transportasi merupakan salah satu sektor penting yang menunjang perekonomian Indonesia. Salah satu sub sektornya adalah sektor transportasi udara yaitu industri penerbangan domestik. Adanya UU No. 5 Tahun 1999 dan deregulasi penerbangan telah membuka peluang bagi pengusaha untuk masuk dalam bisnis industri ini. Kebijakan-kebijakan ini membuat maskapai penerbangan bersaing dalam merebut pangsa pasar melalui strategi tarif. Tarif merupakan salah satu unsur yang sangat penting bagi pengguna jasa, karena apabila tarif angkutan udara rendah, masyarakat atau pengguna jasa akan cenderung semakin sering menggunakan jasa transportasi udara. Jumlah maskapai penerbangan yang meningkat dari tahun ke tahun menyebabkan harga tarif pun bervariasi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tarif pada industri penerbangan Indonesia untuk rute domestik dengan kota tujuan Batam periode 2001-2005. Selain itu juga akan dilihat bagaimana perkembangan industri penerbangan di Indonesia.

Pada penelitian ini, untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tarif untuk rute domestik tujuan Batam digunakan Model Paul Bauer dengan teknik estimasi model menggunakan data panel (pooled data). Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data jumlah penumpang, jarak tempuh, pendapatan domestik regional bruto perkapita kota asal, jumlah populasi (penduduk), jumlah transit dalam rute dengan tujuan Batam, harga penjualan rata-rata per tahun dan jumlah maskapai dengan kota tujuan Batam. Periode waktu yang digunakan adalah dari tahun 2001 hingga 2005.

(3)

penerbangan akan menaikkan tarif. Karakteristik bandara penghubung yang berpengaruh terhadap tarif menunjukkan bahwa dengan adanya bandara yang merupakan HUB akan banyak maskapai penerbangan yang transit untuk menuju ke kota lain.

(4)

PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juli 2007

(5)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

TARIF PADA INDUSTRI PENERBANGAN INDONESIA

UNTUK RUTE DOMESTIK DENGAN KOTA TUJUAN

BATAM PERIODE 2001-2005

Oleh TIKA WULANDARI

H14103106

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(6)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : TIKA WULANDARI Nomor Registrasi Pokok : H14103106

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tarif pada Industri Penerbangan Indonesia untuk Rute Domestik dengan Kota Tujuan Batam Periode 2001-2005

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Arief Daryanto M.Ec. NIP. 131 644 945

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tarif pada Industri Penerbangan Indonesia untuk Rute Domestik dengan Kota Tujuan Batam Periode 2001-2005. Industri penerbangan merupakan topik yang sangat menarik karena memiliki peranan yang sangat potensial dalam sektor transportasi di Indonesia. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini, khususnya di daerah Otorita Batam. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama kepada Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec. yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Ir. Idqan Fahmi, M.Ec., yang telah menguji hasil karya ini. Semua saran dan kritik beliau merupakan hal yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Jaenal Effendi, M.A., terutama atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini. Meskipun demikian, segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.

(8)

pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, 25 Juli 2007

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Pekanbaru, 9 April 1985 sebagai anak ketiga dari lima bersaudara pasangan Indra Hardi dan Narti.

Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 003 Pekanbaru pada tahun 1997, sekolah menengah pertama di SLTP Negeri 13 Pekanbaru pada tahun 2000 dan sekolah menengah atas di SMU Negeri 1 Pekanbaru pada tahun 2003. Tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswi Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB.

(10)

penhargaan dan terima kasih yang mendalam kepada:

1. Dr. Ir. Arief Daryanto M.Ec selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa membimbing, memberikan arahan dan semangat yang sangat berarti dalam penyelesaian skripsi ini.

2. ...atas kesediaan menjadi dosen penguji utama pada sidang skripsi, sumbangan pemikiran dan saran yang membangun untuk perbaikan skripsi penulis.

3. ...atas kesediaan menjadi dosen penguji wakil komdi pada sidang skripsi.

4. Papa dan Mama untuk doa, nasehat, bimbingan, semangat, dorongan dan bantuan serta kasih sayang yang selalu diberikan tanpa terputus dan tak ternilai.

5. Keluarga tercinta: Bang Anto dan Kak Lia, Bang Joni dan Kak Tati, Hendri, Putri dan semuanya untuk doa, semangat dan kasih sayang kepada penulis. Keponakanku tersayang Lala, Faathir dan Tasya yang selalu membuat penulis tersenyum.

6. My Love...someone who cares a lot to me and always make me be special.

7. Diastin Family buat semua kebaikan dan kebersamaan selama ini.

8. Seluruh anak Riau di Bogor untuk persahabatan dan kekeluargaan yang telah terjalin.

(11)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TARIF

PADA INDUSTRI PENERBANGAN INDONESIA UNTUK RUTE

DOMESTIK DENGAN KOTA TUJUAN BATAM

PERIODE 2001-2005

OLEH: TIKA WULANDARI

H14103106

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(12)

Periode 2001-2005 (dibimbing oleh ARIEF DARYANTO).

Sektor transportasi merupakan salah satu sektor penting yang menunjang perekonomian Indonesia. Salah satu sub sektornya adalah sektor transportasi udara yaitu industri penerbangan domestik. Adanya UU No. 5 Tahun 1999 dan deregulasi penerbangan telah membuka peluang bagi pengusaha untuk masuk dalam bisnis industri ini. Kebijakan-kebijakan ini membuat maskapai penerbangan bersaing dalam merebut pangsa pasar melalui strategi tarif. Tarif merupakan salah satu unsur yang sangat penting bagi pengguna jasa, karena apabila tarif angkutan udara rendah, masyarakat atau pengguna jasa akan cenderung semakin sering menggunakan jasa transportasi udara. Jumlah maskapai penerbangan yang meningkat dari tahun ke tahun menyebabkan harga tarif pun bervariasi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tarif pada industri penerbangan Indonesia untuk rute domestik dengan kota tujuan Batam periode 2001-2005. Selain itu juga akan dilihat bagaimana perkembangan industri penerbangan di Indonesia.

Pada penelitian ini, untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tarif untuk rute domestik tujuan Batam digunakan Model Paul Bauer dengan teknik estimasi model menggunakan data panel (pooled data). Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data jumlah penumpang, jarak tempuh, pendapatan domestik regional bruto perkapita kota asal, jumlah populasi (penduduk), jumlah transit dalam rute dengan tujuan Batam, harga penjualan rata-rata per tahun dan jumlah maskapai dengan kota tujuan Batam. Periode waktu yang digunakan adalah dari tahun 2001 hingga 2005.

(13)

penerbangan akan menaikkan tarif. Karakteristik bandara penghubung yang berpengaruh terhadap tarif menunjukkan bahwa dengan adanya bandara yang merupakan HUB akan banyak maskapai penerbangan yang transit untuk menuju ke kota lain.

(14)

PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juli 2007

(15)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

TARIF PADA INDUSTRI PENERBANGAN INDONESIA

UNTUK RUTE DOMESTIK DENGAN KOTA TUJUAN

BATAM PERIODE 2001-2005

Oleh TIKA WULANDARI

H14103106

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(16)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : TIKA WULANDARI Nomor Registrasi Pokok : H14103106

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tarif pada Industri Penerbangan Indonesia untuk Rute Domestik dengan Kota Tujuan Batam Periode 2001-2005

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Arief Daryanto M.Ec. NIP. 131 644 945

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

(17)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tarif pada Industri Penerbangan Indonesia untuk Rute Domestik dengan Kota Tujuan Batam Periode 2001-2005. Industri penerbangan merupakan topik yang sangat menarik karena memiliki peranan yang sangat potensial dalam sektor transportasi di Indonesia. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini, khususnya di daerah Otorita Batam. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama kepada Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec. yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Ir. Idqan Fahmi, M.Ec., yang telah menguji hasil karya ini. Semua saran dan kritik beliau merupakan hal yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Jaenal Effendi, M.A., terutama atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini. Meskipun demikian, segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.

(18)

pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, 25 Juli 2007

(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Pekanbaru, 9 April 1985 sebagai anak ketiga dari lima bersaudara pasangan Indra Hardi dan Narti.

Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 003 Pekanbaru pada tahun 1997, sekolah menengah pertama di SLTP Negeri 13 Pekanbaru pada tahun 2000 dan sekolah menengah atas di SMU Negeri 1 Pekanbaru pada tahun 2003. Tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswi Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB.

(20)

penhargaan dan terima kasih yang mendalam kepada:

1. Dr. Ir. Arief Daryanto M.Ec selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa membimbing, memberikan arahan dan semangat yang sangat berarti dalam penyelesaian skripsi ini.

2. ...atas kesediaan menjadi dosen penguji utama pada sidang skripsi, sumbangan pemikiran dan saran yang membangun untuk perbaikan skripsi penulis.

3. ...atas kesediaan menjadi dosen penguji wakil komdi pada sidang skripsi.

4. Papa dan Mama untuk doa, nasehat, bimbingan, semangat, dorongan dan bantuan serta kasih sayang yang selalu diberikan tanpa terputus dan tak ternilai.

5. Keluarga tercinta: Bang Anto dan Kak Lia, Bang Joni dan Kak Tati, Hendri, Putri dan semuanya untuk doa, semangat dan kasih sayang kepada penulis. Keponakanku tersayang Lala, Faathir dan Tasya yang selalu membuat penulis tersenyum.

6. My Love...someone who cares a lot to me and always make me be special.

7. Diastin Family buat semua kebaikan dan kebersamaan selama ini.

8. Seluruh anak Riau di Bogor untuk persahabatan dan kekeluargaan yang telah terjalin.

(21)

i

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

1.5. Ruang Lingkup Penelitian... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN... 10

2.1. Konsep Ekonomi Industri ... 10

2.1.1. Pendekatan Struktur, Perilaku dan Kinerja Pasar ... 10

2.1.2. Pasar Oligopoli... 16

2.2. Teori Persaingan... 17

2.3. Contestable Market... 19

2.4. Kebijakan Persaingan... 20

2.5. Penelitian-penelitian Terdahulu ... 21

2.6. Kerangka Pemikiran... 22

2.7. Hipotesis... 23

III. METODE PENELITIAN ... 27

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 27

3.2. Model Penelitian Umum ... 27

3.3. Metode Analisis Data... 34

3.3.1. Model Data Panel... 35

3.3.2. Uji Kesesuaian Model... 38

3.4 Evaluasi Model ... 41

(22)
(23)

iii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Kerangka Identifikasi Autokorelasi ... 42 2. Daftar Perusahaan Angkutan Udara Niaga Berjadwal

Posisi Desember 2003 ... 46 3. Pengaturan Perusahaan Angkutan Udara Niaga Berjadwal ... ....56 4. Perbedaan Tarif Dasar Km No. 61 Tahun 1996 dan

KM No. 9 Tahun 2002 ... 58 5. Perkembangan Armada Udara Angkutan Udara Berjadwal

(24)

DAFTAR GAMBAR

(25)

v

DAFTAR LAMPIRAN

(26)

Pada tanggal 5 Maret 1999 Pemerintah mengesahkan Undang-Undang Persaingan Usaha di Indonesia yaitu Undang-Undang no.5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Adapun tujuan UU tersebut, seperti dinyatakan dalam pasal 3 adalah:

a. mempertahankan kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai sarana untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat.

b. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha bagi pelaku usaha besar, menengah dan kecil.

c. Mencegah praktek monopolistik dan atau praktek bisnis yang tidak sehat. d. Mendorong keefektifan dan efisiensi kegiatan bisnis.

Bab IV UU ini mengharuskan dibentuknya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai pengawas pelaksanaan UU. Hal ini diefektifkan dengan Keppres yang dikeluarkan pada 7 Juni 2000. Lembaga KPPU bertugas menyusun peraturan pelaksana, memeriksa dan menyelidiki serta mengadili pihak-pihak yang melanggar UU No.5 tahun 1999 tersebut, serta memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan persaingan usaha di Indonesia.

(27)

2

Hal ini dapat dikuatkan dengan adanya asumsi yang menyatakan bahwa gejala dari suatu negara yang maju minimal harus memiliki tiga kriteria pokok yang ada pada negara tersebut, yaitu: memiliki sumber daya alam yang potensial, memiliki sumber daya manusia yang baik dan transportasi yang lancar dan berkembang.

Indonesia merupakan negara kepulauan dan memiliki jumlah penduduk yang sangat besar sehingga peranan transportasi yang dalam hal ini salah satunya sektor transportasi udara dianggap potensial dan strategis. Industri ini berperan dalam lalu lintas dan angkutan orang atau barang dan jasa baik domestik maupun internasional. Sektor transportasi udara memiliki keunggulan tersendiri dibanding transportasi darat dan laut yaitu dalam segi kecepatan perjalanan serta dapat menjangkau tempat terpencil yang sulit dihubungi menggunakan moda lain.

(28)

serendah mungkin. Kondisi ini secara langsung sangat berpengaruh terhadap struktur pasar yang ada.

Dari data yang ada pada Direktorat Jenderal Penerbangan Udara Departemen Perhubungan Republik Indonesia, tercatat bahwa pada tahun 1999 jumlah perusahaan penerbangan niaga tidak berjadwal mencapai 55 buah perusahaan. Namun demikian untuk kategori perusahaan penerbangan niaga berjadwal dari tahun 1996 terus mengalami peningkatan sampai dengan tahun 2004, sehingga jumlahnya mencapai 27 perusahaan. Pada tahun 1998 jumlah perusahaan penerbangan niaga berjadwal sempat mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, yaitu dari 6 perusahaan menjadi 5 perusahaan dan penurunan juga terjadi tahun 2005 menjadi 18 perusahaan. Namun tahun 2006 mengalami peningkatan menjadi 19 perusahaan, seperti yang terlihat pada Gambar 1.

41

1996 1998 2000 2002 2004 2006 Tahun

Niaga Tidak Berjadwal Niaga Berjadwal

Gambar 1. Perkembangan Perusahaan Maskapai Penerbangan Dalam Negeri

Sumber: http://www.dephub.go.id/DJU/angud/AIRLINE.htm.

(29)

4

Strategi perang tarif masih berlangsung sampai saat ini. Berbagai jenis promosi harga dan macam-macam jenis tarif diperkenalkan kepada masyarakat, namun tarif masing-masing perusahaan tidak dapat dipastikan. Tarif angkutan udara cenderung tidak menentu, namun secara umum semakin bervariasi dan memungkinkan memperoleh harga murah.

Semakin banyaknya perusahaan penerbangan yang beroperasi, maka akan memacu dan memotivasi perusahaan ke arah persaingan yang lebih sehat. Misi perusahaan akan lebih fokus ke arah “customer oriented”.

Persaingan yang terjadi secara terus menerus akan mengendalikan usaha perusahaan dan memaksa harga turun mendekati biayanya. Bertambahnya jumlah maskapai penerbangan tersebut telah membuat harga menjadi terjangkau bagi masyarakat. Sejalan dengan teori Ekonomi Industri yang mendukung persaingan, menurut Adam Smith “absennya persaingan yang ketat akan meningkatkan harga dan ketidakefisienan perusahaan”. Seperti yang diketahui bahwa sebelum adanya deregulasi, industri penerbangan jauh dari persaingan yang ketat.

1.2Perumusan Masalah

(30)

Kaum Neo Klasik berasumsi bahwa Persaingan ditentukan oleh struktur pasar. Pada pasar Monopoli, kompetisi berguna yaitu melalui kemampuan produsen dalam mempengaruhi harga sangat besar sehingga produsen (perusahaan) bertindak sebagai penentu harga (price maker) yang tidak hanya disebabkan oleh fungsi produksi tetapi juga mark up. Sebaliknya pada pasar Persaingan Sempurna, produsen sebagai price taker karena mempengaruhi harga sangat kecil.

Pada teori Neo Klasik bahwa Persaingan yang pada akhirnya akan mempengaruhi kemampuan produsen dalam penentuan harga, oleh struktur pasar dan jumlah pemain dalam industri. Jadi perlu adanya peran pemerintah yaitu kebijakan untuk mencegah monopoli dan mengubahnya menjadi Pasar Persaingan Sempurna.

Contestable Market merupakan alternatif dari Neo Klasik. Contestable Market merupakan sebuah pasar dimana perusahaan mudah masuk dan keluar dari sebuah pasar costly. Dalam teori Contestable Market dinyatakan bahwa sebuah pasar monopoli dapat diubah menjadi pasar persaingan dengan syarat bahwa sunk cost dalam industri tersebut dapat diabaikan.

(31)

6

menanggung infrastrukturnya, sehingga perusahaan swasta yang kemudian masuk tidak menanggung biaya sunk cost (Sjahrir, 1995).

Perubahan struktur pasar jasa ini menjadi oligopolistik terjadi sejak adanya deregulasi, dimana entry by new firm menjadi mudah karena:

a. Investasi oleh maskapai baru murah karena menggunakan pesawat yang tidak dibeli tetapi disewa. Sejak terjadinya Serangan 11 September menyebabkan harga sewa pesawat menjadi sangat murah.

b. Regulasi pemerintah tidak memberi perlakuan khusus pada pemain lama.

c. Pemerintah sebagai penyedia infrastruktur bandara seperti landasan pacu, terminal penumpang, hanggar pesawat dan lain-lain.

d. Respon positif dari pasar yang bisa menawarkan harga murah.

Tarif merupakan salah satu unsur yang sangat penting bagi pengguna jasa, karena apabila tarif angkutan udara rendah, masyarakat atau pengguna jasa akan cenderung semakin sering menggunakan jasa transportasi udara. Banyaknya perusahaan penerbangan nasional baru beroperasi, maka salah satu strategi yang diterapkan untuk menarik banyak penumpang atau pengguna jasa adalah dengan cara perang tarif.

(32)

memberikan kenyamanan dan keselamatan bagi pengguna jasa. Kondisi rendahnya tarif akan memberikan keuntungan bagi pengguna jasa, karena harga tiket pesawat udara sama bahkan ada yang lebih murah dibandingkan moda transportasi lainnya, sehingga penumpang yang sudah terbiasa bepergian dengan menggunakan moda transportasi lainnya sekarang dapat merasakan bepergian dengan menggunakan transportasi udara .

Tarif merupakan sumber keuntungan bagi perusahaan penerbangan. Berbagai macam strategi tarif diperkenalkan kepada penumpang. Semakin rendah tarif yang ditetapkan maka semakin banyak penumpang yang memilih menggunakan maskapai penerbangan tersebut sehingga pada akhirnya perusahaan memperoleh keuntungan. Penumpang akan beralih kepada maskapai yang menerapkan tarif murah tersebut tarif. Tetapi yang perlu diingat, tarif merupakan sarana pengendali keseimbangan yang adil antara kepentingan perusahaan penerbangan disatu pihak dan kepentingan pengguna jasa angkutan udara dipihak lain.

Adapun permasalahan-permasalahan yang akan diteliti:

1) Bagaimana perkembangan Industri penerbangan di Indonesia? 2) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tarif untuk rute

(33)

8

1.3Tujuan Penelitian

Perumusan masalah diatas menunjukkan tujuan yang telah penulis laksanakan. Secara ringkas, dapat penulis tegaskan bahwa penelitian yang penulis lakukan bertujuan sebagai berikut:

1) Untuk mengetahui perkembangan industri penerbangan di Indonesia. 2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tarif untuk rute domestik

dengan tujuan Batam periode 2001-2005.

1.4Manfaat Penelitian

Hal-hal yang diperoleh dari penelitian tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tarif (airfares) pada industri penerbangan Indonesia untuk rute domesik dengan kota tujuan Batam diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan yang telah diteliti ini. Secara ringkas, manfaat yang penulis harapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi Pemerintah dan pihak yang terkait lainnya sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan dalam Industri Penerbangan.

2) Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perusahaan penerbangan dalam penentuan harga.

(34)

4) Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi saya khususnya dan mahasiswa Ilmu Ekonomi pada umumnya dalam memahami permasalahan mengenai jumlah maskapai penerbangan terhadap penentuan harga.

1.5Ruang Lingkup Penelitian

1) Penelitian ini di fokuskan pada rute dari kota asal dengan tujuan akhir Batam.

2) Penelitian ini hanya mencakup penerbangan domestik untuk kelas ekonomi.

3) Rute dengan tujuan Batam merupakan rute yang padat penumpang. 4) Bandara Hangnadim merupakan salah satu bandara Internasional.

5) Ketersediaan data dari Angkasa Pura II sebagai pengelola bandara-bandara untuk kawasan Indonesia bagian Barat.

(35)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Ekonomi Industri

Menurut Sheperd (1979) ekonomi industri adalah cabang dari ilmu makroekonomi yang menganalisis perusahaan, pasar dan industri. Menurut Koch (1980) ekonomi industri adalah suatu studi teoritis dan empiris tentang kajian struktur pasar dan perilaku penjual maupun pembeli yang mempengaruhi kinerja dan kesejahteraan ekonomi. Sedangkan menurut Jaya (2001) ekonomi industri merupakan suatu keahlian khusus dalam ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi ini membantu menjelaskan mengapa pasar perlu diorganisir dan bagaimana pengorganisasiannya mempengaruhi cara kerja pasar industri. Ekonomi industri menelaah struktur pasar dan perusahaan secara relatif lebih menekankan pada studi empiris dari faktor-faktor yang mempengaruhi struktur pasar, perilaku dan kinerja pasar.

2.1.1 Pendekatan Struktur, Perilaku dan Kinerja Pasar

Struktur-Perilaku-Kinerja atau biasa disebut Structure,Conduct and Performance (SCP) merupakan tiga kategori utama yang digunakan untuk melihat kondisi struktur pasar dan persaingan yang terjadi dipasar. Struktur sebuah pasar akan mempengaruhi perilaku perusahaan dalam pasar tersebut yang secara bersama-sama menentukan kinerja sistem pasar secara keseluruhan (Martin,1973 dalam Alistair, 2004).

(36)

perilaku dan pada akhirnya juga akan mempengaruhi kinerja pasar tersebut melalui konsumen yang terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Hubungan Struktur, Perilaku dan Kinerja Pasar Sumber: Jaya (1994).

a. Struktur Pasar

Struktur pasar merujuk pada jumlah dan ukuran distribusi perusahaan dalam pasar serta mudah atau sulitnya masuk dan keluar dari pasar. Struktur pasar ini menganalisis struktur pasar yang dipengaruhi berbagai faktor baik internal maupun eksternal dan juga mendeskripsikan karakteristik dan komposisi pasar dalam perekonomian. Pasar dapat diartikan sebagai suatu kelompok penjual dan pembeli yang saling bertransaksi, mempertukarkan barang yang dapat

UKURAN-UKURAN

Kondisi Permintaan Kondisi Penawaran Elastisitas permintaan Skala ekonomi Elastisitas silang dari permintaan Ekonomi vertikal

STRUKTUR Ukuran distribusi perusahaan

Pangsa pasar Kosentrasi Rintangan masuk Elemen-elemen lain

PERILAKU Kerjasama dengan pesaing Strategi melawan pesaing Advertensi

KINERJA

Harga biaya dan pola keuntungan Keseimbangan teknologi Keseimbangan dalam pendistribusian X-efisiensi

(37)

12

disubtitusikan. Melalui struktur pasar inilah, struktur pasar dapat dinilai dan dikaji lebih dalam.

Struktur pasar yang biasa dikenal secara umum dalam ekonomi adalah monopoli dan persaingan sempurna. Ada juga yang menggolongkan struktur pasar menjadi enam kategori, yaitu: monopoli, perusahaan dominan, oligopoli ketat, oligopoli longgar, monopolistik dan persaingan sempurna (Sheperd,1979). Dalam kajian teori yang dilakukan akan lebih dititik beratkan pada struktur pasar monopoli, oligopoli dan persaingan.

Definisi klasik dari struktur pasar Monopoli adalah satu-satunya produsen atau penjual produk atau jasa dalam suatu pasar. Akan tetapi berdasarkan perkembangannya, pengertian monopoli tidak hanya terbatas pada satu-satunya produsen atau penjual, monopoli dapat diartikan sebagai kesatuan tindakan dan keputusan yang diambil, sehingga terjadi pengaturan baik dalam perilaku maupun kinerja (Hasibuan, 1994).

Oligopoli merupakan kondisi dimana gabungan beberapa perusahaan terkemuka yang memiliki pangsa pasar antara 40 persen-60 persen. Mereka juga memiliki permintaan yang inelastis dan bekerja sama dalam penentuan harga.

(38)

1) Pangsa Pasar

Menurut Sheperd (1979), pangsa pasar menggambarkan besarnya tingkat penjualan relatif perusahaan, yaitu rasio antara besarnya penjualan perusahaan dengan total penjualan industri. Setiap perusahaan memiliki pangsa pasarnya sendiri dan besarnya antara 0 hingga 100 persen dari total penjualan seluruh pasar.

Menurut literatur Neo-Klasik landasan posisi pasar perusahaan adalah pangsa pasar yang diraihnya. Pangsa pasar dalam praktek bisnis merupakan tujuan atau motivasi perusahaan. Perusahaan dengan pangsa pasar yang lebih baik akan menikmati keuntungan dan penjualan produk dan kenaikan harga sahamnya.

2) Kosentrasi

Pemusatan merupakan kombinasi pangsa pasar dari perusahaan ”oligopolis” dimana mereka menyadari adanya saling ketergantungan. Kosentrasi sering digunakan sebagai ukuran tingkat persaingan. Kosentrasi juga sering dipakai sebagai alat analisis struktur pasar, perilaku dan kinerja perusahaan yang beroperasi di dalamnya dan secara tidak langsung menjadi indikator perilaku anti persaingan atau kolusi (Satriawan dan Wigati, 2002 dalam Citra, 2006).

3) Hambatan untuk masuk (barrier to entry)

(39)

14

Hambatan masuk seringkali diperlukan sebagai subjek perusahaan monopoli dan oligopoli untuk mengambil strategi dalam menghadapi pendatang baru. Hal ini akan dapat meningkatkan kekuatan pasar perusahaan besar dan menjadi ukuran yang dipakai dalam mengetahui hambatan bagi perusahaan baru untuk masuk ke pasar.

b. Perilaku Pasar

Perilaku pasar terdiri dari kebijakan-kebijakan yang diadopsi oleh para pelaku pasar dan juga pesaingnya terutama dalam hal harga dan karakteristik produk. Perilaku pasar menggambarkan tindakan-tindakan perusahaan sebagai akibat dari struktur pasar yang dihadapinya.

(40)

c. Kinerja Pasar

Hasibuan (1994) mengemukakan bahwa kinerja pasar atau industri adalah hasil kerja yang dipengaruhi oleh struktur dan perilaku industri. Kinerja dalam kaitannya dengan ekonomi memiliki banyak aspek namun biasanya dipusatkan pada tiga aspek pokok, yaitu: efisiensi, kemajuan teknologi dan keseimbangan dalam industri.

1) Efisiensi

Efisiensi adalah menghasilkan suatu nilai output yang maksimum dengan menggunakan sejumlah input tertentu baik secara kuantitas (fisik) maupun nilai ekonomis serta tidak ada sumberdaya yang terbuang. Efisiensi terdiri dari efisiensi internal (efisiensi-X) dan efisiensi alokasi.

Tingkat efisiensi internal menggambarkan perusahaan yang dikelola dengan baik. Efisiensi ini diukur dengan perbandingan nilai tambah dan nilai input setiap perusahaan. Sedangkan efisiensi alokasi menggambarkan alokasi sumberdaya ekonomi sedemikian rupa sehingga tidak ada lagi perbaikan dalam berproduksi yang dapat menaikkan nilai output.

2) Kemajuan Teknologi

(41)

16

produksi-produksi baru ditawarkan, biaya-biaya menurun dan harga-harga akan memperbesar keuntungan konsumen.

3) Keseimbangan dalam Industri

Keseimbangan dalam Industri akan tercapai apabila perusahaan mendistribusikan produk ke pasar sesuai dengan keinginan dan pengharapan yang nyata. Ini sangat erat kaitannya dengan efisiensi dalam pengalokasian.

2.1.2 Pasar Oligopoli

Hasibuan (1994) konsep dasar oligopoli adalah interdependensi (saling ketergantungan) antar pesaing yang satu dengan yang lainnya. Secara teori, oligopoli berarti beberapa perusahaan, dua atau lebih. Perusahaan-perusahaan tersebut mempunyai pangsa pasar yang relatif besar dibandingkan dengan perusahaan pada pasar persaingan sempurna. Oligopoli dibedakan menjadi oligopoli ketat dan oligopoli longgar.

(42)

perusahaan dalam membuat keputusan, maka ada tiga kemungkinan bagi perusahaan untuk menetapkan harganya:

1. Perusahaan-perusahaan yang ada di pasar membuat perjanjian dengan pesaingnya dalam menentukan tingkat harga jual produk yang disepakati bersama dan disetujui semua pihak. Hal tersebut menciptakan lingkungn persaingan yang aman, akan tetapi bagi konsumen itu beresiko tinggi, karena akan menciptakan tingkat harga yang tinggi, bahkan mungkin sangat tinggi.

2. Masing-masing perusahaan menetapkan harga jual pada tingkat yang serendah mungkin agar dapat mengahancurkan pesaingnya. Tindakan tersebut biasa disebut sebagai ”perang harga”. Untuk dapat tetap bertahan di dalam pasar, masing-masing perusahaan harus dapat berproduksi dengan biaya yang serendah dan seefisien mungkin.

3. Apabila terdapat derajat diferensiasi, perusahaan harus memperlambat laju pemunculan produk baru untuk menekan resiko.

2.2 Teori Persaingan

(43)

18

a. Ada dua pihak atau lebih yang terlibat dalam upaya saling mengungguli. b. Ada kehendak di antara mereka untuk mencapai tujuan yang sama.

Meskipun demikian Anderson (1958) berpendapat bahwa persaingan di bidang ekonomi merupakan salah satu bentuk persaingan yang paling utama diantara sekian banyak persaingan antarmanusia, kelompok masyarakat atau bahkan bangsa.Adapun salah satu bentuk persaingan di bidang ekonomi adalah persaingan usaha (business competition) yang secara sederhana bisa didefinisikan sebagai persaingan antara para penjual di dalam merebut pembeli dan pangsa pasar.

Dari sudut pandang ekonomi, persaingan membawa implikasi positif. Pertama, persaingan merupakan sarana untuk melindungi para pelaku ekonomi

terhadap eksploitasi dan penyalahgunaan. Kondisi persaingan menyebabkan kekuatan ekonomi para pelaku ekonomi tidak terpusat pada tangan tertentu. Kedua, persaingan mendorong alokasi dan realokasi sumberdaya ekonomi sesuai keinginan konsumen. Ketiga, persaingan bisa menjadi kekuatan untuk mendorong penggunaan sumberdaya ekonomi dan metode pemanfaatannya secara efisien. Keempat, persaingan bisa merangsang peningkatan mutu produk, pelayanan, proses produksi dan teknologi.

(44)

dalam industri tertentu. Ketiga, persaingan yang dilakukan oleh pelaku ekonomi yang tidak jujur bisa bertentangan dengan kepentingan publik.

2.3 Contestable Market

Sjahrir (1995) menjelaskan bahwa contestable market adalah kondisi pasar persaingan yang terjadi karena dimungkinkannya entry ke dalam pasar monopoli. Akibatnya cost akan didorong turun kebawah. Idealnya kemudian harga yang terbentuk akan sama dengan Long Run Marginal Cost (LRCM). Tetapi tidak semua CM mampu membentuk harga pada saat P=LRMC, karena syarat terbentuknya CM adalah tidak adanya sunk cost. Dengan kata lain bahwa sebuah pasar dapat dideregulasi bila ia tidak mengandung sunk cost. Yang dimaksud dengan sunk cost disini adalah biaya yang dianggap terbuang bila perusahaan berada dalam industri tersebut keluar dari pasar.

Kondisi yang dibutuhkan untuk membuat pasar menjadi Perfectly Contestable antara lain:

1. Semua produsen, baik yang aktual maupun potensial mendapat akses yang sama pada teknologi yang digunakannya dalam berproduksi. 2. Teknologi mungkin terkarakter oleh skala ekonomi, meskipun terdapat

fixed cost namun fixed cost tersebut bukanlah bagian dari sunk cost. 3. Tidak ada entry lag sehingga pemain baru (entrant) bisa masuk dan

langsung dapat berproduksi pada tingkat skala produksi apa pun. 4. Respon yang dimiliki oleh perusahaan yang telah ada (incumbent)

(45)

20

Entrant dapat masuk, membentuk harga yang rendah dari incumbent serta keluar dari industri tanpa resiko mengalami kerugian sebelum incumbent dapat memberikan respon atau tindakan untuk merubah harga. Oleh karena itu perfectly contestable adalah sebuah pasar yang dapat diakses oleh pendatang potensial (entrant) tanpa hambatan masuk (barriers to entry), yang dapat melayani permintaan pasar dengan menggunakan teknik produksi yang sama sebagaimana yang digunakan oleh perusahaan yang telah ada (incumbent). Karena kondisi entry dan exit secara absolute bebas tanpa biaya, dengan adanya informasi yang sempurna, entrant tidak akan mengalami kerugian dalam teknik produksi karena dapat mengacu pada perusahaan yang telah ada dan entrant dapat mengevaluasi keputusannya untuk masuk ke industri dengan tepat dan benar ketika keputusan yang sama diambil oleh perusahaan incumbent (Titie, 2005).

2.4 Kebijakan Persaingan

(46)

2.5 Penelitian-penelitian Terdahulu

Morrison dan Winston (1990), Borenstein (1989) dan Bauer (1989) menganalisa mengenai jumlah maskapai penerbangan dan kaitannya dengan penentuan harga. Boreinstein (1989) memasukkan unsur load factor dari rute-rute penerbangan di AS yang dibagi dalam klasifikasi bandara Hub dan non Hub. Ia mendapatkan bahwa faktor penentu bukanlah jumlah maskapai penerbangan melainkan market share dari maskapai penerbangan dalam rute tertentu.

Morrison dan Winston (1990) menggunakan jarak sebagai variabel lain dalam merumuskan fungsi harga tiket (airfares) tetapi ia mengklasifikasikan number of firm menjadi 3 kategori yaitu jumlah pemain pada bandara dengan sistem slot, jumlah penerbangan dengan bandara non slot dan jumlah penerbangan pada bandara kota tujuan.

(47)

22

2.6 Kerangka Pemikiran

Angkutan udara adalah suatu industri global, dengan kegiatan operasi mencakup antar negara dan antar benua. Dahulunya sistem ekonomi angkutan udara adalah sistem ekonomi tertutup. Perusahaan yang berperan sangat dominan pada saat itu adalah Garuda dan Merpati, kedua-duanya adalah BUMN.

Namun, dengan adanya Undang-Undang Persaingan Usaha di Indonesia yaitu Undang-Undang No.5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan deregulasi di bidang penerbangan menyebabkan perkembangan perubahan pengaturan perusahaan angkutan udara niaga berjadwal menuju sistem ekonomi pasar.

Deregulasi penerbangan memberikan kemudahan bagi pemain atau perusahan baru untuk masuk dalam industri penerbangan. Hal tersebut berdampak pada pesatnya pertumbuhan perusahaan penerbangan di Indonesia. Akibatnya timbul persaingan antar perusahaan penerbangan yang memperebutkan pasar yang ada. Persaingan antar perusahaan penerbangan biasanya terjadi pada rute-rute padat penumpang dalam penelitian ini adalah rute tujuan akhir Batam. Persaingan tersebut membuat sebagian besar maskapai penerbangan di Indonesia menetapkan strategi tarif untuk meraih penumpang.

(48)

Pada akhirnya akan dilihat faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya tarif untuk tujuan Batam.

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Konseptual

2.7 Hipotesis

Berdasarkan permasalahan dan kerangka pemikiran yang telah diuraikan, untuk faktor-faktor yang mempengaruhi tarif pada industri penerbangan Indonesia

Industri Penerbangan

UU No. 5 ahun 1999 Deregulasi Penerbangan

Persaingan Antar Maskapai Penerbangan

Model Paul Bauer

Faktor yang Diduga Mempengaruhi Tarif :

1. Jumlah perusahaan penerbangan 2. Jumlah penumpang per rute 3. Jumlah Penduduk kota asal 4. PDRB per Kapita kota asal 5. Jarak tempuh per rute 6. Jumlah Transit 7. Karakteristik Bandara

Faktor-faktor yang mempengaruhi tarif untuk tujuan Batam Analisis perkembangan

(49)

24

untuk rute domestik dengan kota tujuan Batam pada periode 2001-2005. Penulis mengajukan suatu hipotesis yaitu :

1. Jumlah maskapai penerbangan berpengaruh negatif dalam penentuan tarif (airfares) pada pasar domestik dengan kota tujuan Batam. Semakin banyak jumlah maskapai maka semakin kompetitif rute tersebut sehingga maskapai penerbangan akan bersaing dalam memperebutkan penumpang dengan menetapkan harga yang rendah.

2. Jumlah penumpang berpengaruh positif dalam penentuan tarif (airfares) pada pasar domestik dengan kota tujuan Batam. Berdasarkan teori permintaan, kenaikan jumlah penumpang akan menggeser kurva-kurva permintaan untuk jasa penerbangan ke arah kanan, yang menunjukkan bahwa akan lebih banyak yang menggunakan jasa penerbangan.

3. Jumlah penduduk kabupaten atau kota asal berpengaruh positif dalam penentuan tarif (airfares) pada pasar domestik dengan kota tujuan Batam. Pertumbuhan jumlah penduduk belum menciptakan permintaan baru. Penduduk yang bertambah ini harus mempunyai daya beli sebelum permintaan berubah. Tambahan orang berusia kerja, tentunya akan menciptakan pendapatan baru. Jika ini terjadi, permintaan untuk semua komoditi yang dibeli oleh penghasil pendapatan baru akan meningkat. Jadi, semakin banyak jumlah penduduk maka semakin banyak permintaan akan jasa penerbangan.

(50)

dengan kota tujuan Batam. Jika rumah tangga menerima rata-rata pendapatan yang lebih besar maka mereka dapat diperkirakan akan membeli lebih banyak beberapa komoditi, walaupun harga komoditi-komoditi itu tetap sama. Dengan melihat keseluruhan rumah tangga, kita memperkirakan bahwa harga berapa pun yang kita ambil, jumlah komoditi akan lebih banyak daripada yang diminta sebelumnya pada tingkat harga yang sama. Jadi semakin besar pendapatan domestik regional bruto per kapita maka semakin besar permintaan akan jasa penerbangan.

5. Jarak tempuh per rute berpengaruh positif dalam penentuan tarif (airfares) pada pasar domestik dengan kota tujuan Batam. Semakin jauh jarak tempuh suatu rute maka akan semakin tinggi tarif yang ditetapkan oleh perusahaan maskapai.

6. Jumlah pemberhentian atau transit (inflight stop) sebagai karakteristik penerbangan untuk rute tersebut berpengaruh positif dalam penentuan tarif (airfares) pada pasar domestik dengan kota tujuan Batam. Semakin banyak orang yang transit di Batam maka akan semakin tinggi tarif yang ditetapkan oleh maskapai penerbangan.

(51)

26

(52)

Penelitian mengenai Faktor-faktor yang mempengaruhi Tarif pada Industri

Penerbangan Indonesia untuk Rute Domestik dengan Kota Tujuan Batam

memerlukan data sekunder untuk menjadi informasi dalam menganalisis

permasalahan dalam penelitian tersebut. Data sekunder yang digunakan dalam

penelitian ini adalah data yang telah tersedia pada instansi-instansi yang terkait,

seperti Biro Pusat Statistik, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, P.T Angkasa

Pura II dan INACA (International Air Carrier Assotiation). Data-data sekunder

yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data jumlah penumpang, jarak

tempuh, pendapatan kota asal, jumlah populasi (penduduk), jumlah transit dalam

rute dengan tujuan Batam, harga penjualan rata-rata per tahun dan jumlah

maskapai dengan kota tujuan Batam. Mengenai jangka waktu data yang

digunakan dari tahun 2001 hingga 2005 dan diolah dengan menggunakan software

E-Views 4.1.

3.2. Model Penelitian Umum

Fungsi persamaan yang akan digunakan untuk mengestimasi faktor-faktor

yang mempengaruhi tarif pada industri penerbangan Indonesia untuk rute

domestik dengan tujuan Batam periode 2001-2005 merupakan model Paul Bauer

(1989) yang menggunakan model ini juga untuk mengestimasi faktor determinan

(53)

28

ini mengikuti paradigma Contestable Market, dimana number of firms bukan

merupakan determinan airfares.

Paul Bauer menyebutkan bahwa penetuan harga (airfares) dipengaruhi

oleh beberapa faktor yaitu jumlah maskapai penerbangan (carriers) dalam rute

tersebut, jarak tempuh rute, volume lalu lintas udara (air traffic) yang diwakili

oleh volume penumpang, karakteristik bandara di USA berupa non atau restricted

slot airport, dimana mereka membedakan bandara komersial untuk penerbangan

berjadwal dan non komersial untuk private purposes tanpa penerbangan berjadwal

dan hubs atau non-hubs airport, dimana bandara kota asal merupakan bandara

penghubung (intercity connecting chain) ke berbagai kota dalam wilayah tertentu,

karakteristik dari penerbangan tersebut yaitu number of stops (jumlah transit

dalam rute tersebut), meal (apakah disediakan makanan dalam rute tersebut),

maskapai penerbangan tertentu yang menawarkan rute tersebut dengan

karakteristik yang unik (dalam model Bauer diambil Eastern Airlines yang

memfokuskan diri pada penerbangan lokal dari negara bagian yang sama dengan

Cleveland dan Continental Airlines yang memfokuskan diri pada penerbangan

nasional), serta karakteristik kota asal, misalnya pendapatan perkapita, populasi

dan apakah kota asal merupakan kota bisnis atau kota pariwisata.

Adapun tujuan penelitian yang dilakukan oleh Bauer adalah untuk

mengetahui determinan dari harga atau airfares dengan tujuan Cleveland untuk

first class, economy dan discount pada tujuan-tujuan tertentu.

Paul Bauer menggunakan data yang berasal dari The Official Airline Guide

(54)

karakteristik penerbangan seperti CARRIERS, STOP, SLOT, MEAL, EA, dan CO.

Dalam penelitiannya, Bauer hanya menggunakan data penerbangan langsung ke

Cleveland dan membedakan menjadi tiga jenis berdasarkan kelas-kelasnya yaitu

first class, economy class dan discount fares. Sedangkan data mengenai jumlah

penumpang serta jarak diperoleh dari Departemen Transportasi Amerika Serikat,

mulai periode 1979 sampai dengan 1989, mencakup semua rute umum domestik

dengan tujuan Cleveland. Penelitian tersebut menggunakan 140 observasi dalam

bentuk data panel dan diolah dengan metode Ordinary Least Square (OLS).

Fungsi persamaannya adalah sebagai berikut:

F = α0 + ß1 CARRIERS + ß2 CARRIERS² + ß3 PASS + ß4 MILES + ß5

MILES² + ß6 POP + ß7 INC + ß8 CORP + ß9 SLOT + ß10 STOP + ß11

MEAL + ß12 HUB + ß13 EA + ß14 CO + εt

Keterangan:

CARRIERS = Jumlah maskapai penerbangan (carriers) yang

mempunyai rute domestik dari kota asal ke kota tujuan

Cleveland.

CARRIERS2 = Jumlah maskapai penerbangan (carriers) dikuadratkan

untuk melihat perubahan marginal yang menurun atau

negatif dari setiap pertambahan jumlah maskapai

penerbangan (carriers) dalam rute domestik tersebut.

PASS = Volume penumpang dari seluruh maskapai penerbangan

(airlines) yang memiliki rute domestik dengan tujuan

(55)

30

MILES = Faktor jarak tempuh dari bandara kota asal ke kota tujuan

Cleveland.

MILES2 = Faktor jarak tempuh dikuadratkan untuk melihat

perubahan marginal menurun atau negatif dari

pertambahan setiap unit jarak tempuh terhadap harga.

POP = Jumlah penduduk atau populasi dari kota asal sebagai

karakteristik kota asal.

INC = Pendapatan perkapita dari kota asal sebagai salah satu

karakteristik kota asal.

CORP = Proxy bisnis dan perdagangan kota asal sebagai salah satu

karakteristik dari kota asal.

SLOT = merupakan sebuah variabel dummy untuk karakteristik

bandara kota asal, memiliki nilai 1 bila bandara kota asal

memiliki peraturan yang mengklasifikasikan bandara

sebagai bandara komersial yang memiliki penerbangan

berjadwal dan bandara yang lebih banyak digunakan

untuk private purposes dan penerbangan tidak berjadwal

dan 0 bila bukan.

STOP = Jumlah pemberhentian atau transit (inflight stop) sebagai

karakteristik penerbangan untuk rute tersebut.

MEAL = merupakan sebuah variabel dummy dimana bernilai 1 bila

penerbangan tersebut menyediakan makanan (meal)

(56)

HUB = hub airport adalah pengklasifikasian bandara sebagai

bandara penghubung (intercity connecting chain) ke

berbagai kota dalam wilayah tertentu.

Pengklasifikasian ini dilakukan oleh pemerintah dalam membangun sistem

perhubungan khususnya sistem transportasi udara.

EA = merupakan sebuah variabel dummy, bernilai 1 bila

penerbangan rute tersebut dilayani oleh Eastern Airlines,

0 bila tidak. Variabel ini digunakan untuk mengakomodir

karakteristik maskapai penerbangan (airlines) berupa

penerbangan lokal yang melayani wilayah tertentu.

EA merupakan sebuah maskapai penerbangan lokal yang hanya melayani negara

bagian tertentu.

CO = merupakan sebuah variabel dummy, bernilai 1 bila

penerbangan rute tersebut dilayani oleh Continental

Airlines, 0 bila tidak. Variabel ini digunakan untuk

mengakomodir karakteristik maskapai penerbangan

(airlines) berupa penerbangan nasional.

CA merupakan sebuah maskapai nasional.

t

ε = Error term.

Pada model Paul Bauer ini dilakukan beberapa penyesuaian terhadap pasar

penerbangan di Indonesia yaitu:

a. Menghilangkan variabel CARRIERS2 dan MILES2 karena diduga kedua

(57)

32

dan pada model Paul Bauer ini untuk tujuan Batam juga menyebabkan

banyak variabel yang tidak signifikan, seperti terlihat pada lampiran 2.

b. Menghilangkan variabel data PROXY kota bisnis dan perdagangan karena

adanya keterbatasan penulis dalam mengklasifikasikan kota asal sebagai

PROXY kota bisnis dan perdagangan tersebut.

c. Menghilangkan variabel karakteristik bandara berupa SLOT karena

kondisi bandara di Indonesia tidak memiliki regulasi slot dan semua

penerbangan komersial di Indonesia merupakan penerbangan berjadwal.

d. Menghilangkan variabel MEAL karena adanya perbedaan kebijakan pada

setiap maskapai penerbangan sehingga menimbulkan hambatan bagi

penulis dalam memperoleh data secara kuantitatif. Ada beberapa maskapai

penerbangan untuk kelas ekonomi di Indonesia tidak menyediakan

pelayanan makanan ketika menggunakan maskapai penerbangan tersebut

tetapi masih ada juga beberapa maskapai untuk kelas ekonomi ini yang

menyediakan pelayanan makanan. Perbedaan kebijakan inilah yang

menyebabkan kesulitan dalam memperoleh data kuantitatifnya. Penulis

juga mencoba menjadikannya variabel dummy, dimana jika maskapai

penerbangan tersebut menyediakan makanan bernilai 1 dan bernilai 0

untuk yang tidak menyediakan makanan. Hal ini juga mengalami kesulitan

dengan perbedaan kebijakan yang diterapkan oleh tiap maskapai

penerbangan karena adanya hambatan dalam mengklasifikasikan

(58)

meyediakan makanan berat, tetapi ada juga yang hanya menyediakan

makanan ringan bahkan hanya menyediakan minuman mineral.

e. Menghilangkan variabel EA dan CO karena dalam rute domestik di

Indonesia, seluruh maskapai penerbangan yang melayani rute-rute tersebut

merupakan maskapai penerbangan nasional.

f. Mengkhususkan diri pada pasar domestik dan kelas ekonomi.

Dari penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan terhadap model Paul Bauer

tersebut maka penulis membuat kombinasi model yaitu persamaan regresi

menggunakan kombinasi variabel dummy untuk jumlah pemberhentian atau

transit (inflight stops) yaitu stop dan variabel karakteristik bandara berupa bandara

penghubung yaitu HUB.

F= α0 + ß1 CARRIERS + ß2 PASS + ß3 MILES + ß4 POP + ß5 INC + ß6

STOP + ß7 HUB + t

Keterangan:

CARRIERS = Jumlah maskapai penerbangan (carriers) yang

mempunyai rute domestik dari kota asal ke kota

tujuan Batam.

PASS = Volume penumpang dari seluruh maskapai

penerbangan (airlines) yang memiliki rute

domestik dengan tujuan Batam.

MILES = Faktor jarak tempuh dari bandara kota asal ke

kota tujuan Batam.

(59)

34

sebagai karakteristik kota asal.

INC = Pendapatan Domestik Regional Bruto perkapita

dari kota asal sebagai salah satu karakteristik kota

asal.

STOP = Jumlah pemberhentian atau transit (inflight stop)

sebagai karakteristik penerbangan untuk rute

tersebut.

HUB = Variabel dummy untuk karakteristik Bandar udara

kota asal sebagai bandara penghubung ke wilayah

Timur dan ke wilayah Barat Indonesia.

Yang diklasifikasikan sebagai Hub airport di Indonesia adalah Soekarno-Hatta

untuk wilayah Barat Indonesia dan Surabaya untuk wilayah Timur Indonesia.

Variabel Hub ini akan bernilai 1 bila karakteristik bandara kota asal merupakan

sebuah Hub airport dan 0 bila bukan.

t

ε = Error term.

3.3 Metode Analisis Data

Data yang telah didapat dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif.

Analisis deskriptif untuk menggambarkan perkembangan industri penerbangan di

Indonesia. Sedangkan data kuantitatif untuk melihat variabel-variabel yang saling

berhubungan. Metode pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini

(60)

3.3.1 Model Data Panel

Data panel (pooled data) atau yang disebut juga data longitudinal

merupakan kombinasi antara data time-series dan cross-section. Metode data

panel merupakan suatu metode yang dapat digunakan untuk melakukan analisis

empirik yang tidak mungkin dilakukan jika hanya menggunakan data time-series

maupun data cross-section. Banyak keuntungan yang diperoleh dengan data panel,

yang diantaranya seperi yang dikemukakan (Gujarati, 2003):

1. mampu mengontrol heterogenitas individu.

2. banyak memperoleh informasi yang lebih bervariasi, mengurangi

kolinearitas antar variabel, meningkatkan degree of freedom dan lebih

efisien.

3. lebih banyak untuk studi dynamics of adjustment.

4. mampu lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengatur efek yang secara

sederhana tidak dapat diatasi dalam data cross section murni atau time

series murni.

5. dapat menguji dan mengembangkan model perilaku yang lebih kompleks.

Terdapat tiga metode pada teknik estimasi model menggunakan data

panel, yaitu pooled Ordinary Least Square (OLS), fixed effect dan random effect.

Dari ketiga metode tersebut akan dipilih model yang terbaik menggunakan uji-F,

uji LM dan uji Hausman.

a) Metode Pooled OLS

Metode Pooled OLS merupakan suatu metode pengkombinasian sederhana

(61)

36

model yang mendasar menggunakan kuadrat terkecil sederhana (OLS). Metode

Pooled OLS dapat dispesifikasikan kedalam model berikut:

Ŷit = α + βX it

Dimana i menunjukkan urutan individu yang diobservasi pada data cross-section,

sedangkan t menunjukkan periode pada data time-series. Namun, pada metode ini

asumsi yang digunakan menjadi terbatas karena model tersebut mengasumsikan

bahwa intersep dan koefisien dari setiap variabel sama untuk setiap individu yang

diobservasi. Hal ini menyebabkan variabel-variabel yang diabaikan akan

membawa perubahan pada intersep time-series dan cross-section.

b) Metode Fixed Effect

Masalah yang timbul pada penggunaan metode pooled OLS yaitu adanya

asumsi bahwa intersep dan koefisien dari setiap variabel sama pada setiap

individu yang diobservasi. Untuk memperhitungkan individualitas dari setiap unit

cross-section daripada dilakukan dengan cara menjadikan intersep berbeda pada

tiap unit individu. Pada metode fixed effect ditambahkan variabel dummy untuk

mengubah intersep, tetapi koefisien-koefisien lainnya tetap sama untuk setiap

individu yang diobservasi. Metode ini dapat dispesifikasikan kedalam model

berikut:

Ŷit = α + βiX it + γ2 W3t+ ... + γN WNT + 2 Zi2 + 3 Zi3 + ... + T Zit + it

Dimana Wit = 1 untuk individu ke-i, i = 2,....,N

0 untuk lainnya

Zit = 1 untuk individu ke-t, t = 2,....,T

(62)

Variabel dummy (N-1) + (T-1) ditambahkan kedalam model dan

penambahan tersebut menghasilkan kolinearitas yang sempurna diantara

variabel-variabel penjelas. Koefisien dari variabel-variabel dummy akan mengukur perubahan

intersep cross-section dan time-series.

Terdapat beberapa masalah yang berhubungan dengan penggunaan metode

fixed effect. Yang pertama yaitu bahwa pengguanaan variabel dummy yang tidak

dapat mengidentifikasikan secara langsung penyebab perubahan garis regresi pada

periode dan individu. Yang kedua yaitu teknik variabel dummy akan mengurangi

jumlah derajat bebas (Pyndick, 1998).

c) Metode Random Effect

Penggunaan variabel dummy pada metode fixed effect masih

menghasilkan kekurangan pada informasi mengenai model. Oleh karena itu,

kekurangan informasi tersebut dapat digambarkan melalui komponen galat

(disturbance atau error term).

Pada metode random effect dimasukkan komponen galat (error term) ke

dalam model untuk menjelaskan variabel prediktor (explanatory variable) yang

tidak masuk kedalam model, komponen non linearitas hubungan variabel bebas

dan variabel tidak bebas, kesalahan ukur saat observasi dilakukan serta kejadian

yang sifatnya acak.

Metode random effect dapat dispesifikasikan kedalam model berikut:

Ŷit = α + βX it + it

it = ui + vt + w it

dimana ui ~ N ( 0, 2 μ

(63)

38

vt ~ N ( 0, 2 υ

σ ) = komponen galat time-series

wt ~ N ( 0, 2

w

σ ) = komponen galat time-series dan cross-section

i menunjukkan urutan individu yang diobservasi pada data cross-section,

sedangkan t menunjukkan periode pada data time-series. Formulasi dari metode

random effect diperoleh dari model fixed effect dengan mengasumsikan bahwa

efek rata-rata dari variabel-variabel time-series dan cross-section yang acak

termasuk dalam intersep dan deviasi acak rata-rata tersebut sama dengan

komponen galat, ui dan vt. Pada metode random effect diasumsikan bahwa

komponen galat individual tidak berkorelasi satu sama lain dan tidak ada

autokorelasi antara setiap unit cross-section dan time-series (Pyndick, 1998).

3.3.2 Uji Kesesuaian Model

Untuk menguji kesesuaian atau kebaikan model dari ketiga metode pada

teknik estimasi model dengan data panel digunakan uji-F, uji LM dan uji

Hausman. Uji-F digunakan untuk menguji kesesuaian model antara model yang

diperoleh dari metode pooled OLS dengan model yang diperoleh dari metode fixed

effect. Selanjutnya dilakukan uji Hausman terhadap model terbaik yang diperoleh

dari hasil Fixed effect dengan model yang diperoleh dari metode random effect.

Dan uji LM Test untuk menguji metode random effect dengan pooled least

square.

a) Uji-F (Chow Test)

Untuk menentukan model yang lebih baik antara model yang dihasilkan

(64)

dapat digunakan uji-F. Pengujian ini meliputi perbandingan jumlah kuadrat galat

(error sum of square) dari metode pooled OLS dan fixed effect. Karena ada lebih

banyak pembatasan parameter pada metode pooled OLS dibandingkan pada

metode fixed effect, diharapkan jumlah kuadrat galat dari metode pooled OLS

lebih tinggi. Apabila peningkatan jumlah kuadrat galat tidak signifikan ketika

ditambahkan pembatasan parameter maka dapat disimpulkan bahwa model yang

dihasilkan dari metode pooled OLS layak dan dapat digunakan. Namun, apabila

jumlah kuadrat galat banyak berubah dengan adanya penambahan pembatasan

parameter maka dapat dipilih dari metode fixed effect. Uji-F dapat dirumuskan

sebagai berikut:

RRSS = Restricted Residual Sum Square (merupakan Sum of Square Residual

yang diperoleh dari estimasi data panel dengan metode Pooled Least Square/

Common Intercept).

URSS = Unrectricted Residual Sum Square (merupakan Sum of Square Residual

yang diperoleh dari estimasi data panel dengan metode fixed effect).

N = Jumlah data cross section.

T = Jumlah data time series.

(65)

40

Pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut:

H0123 =...=αi

H1= terdapat satu atau lebih intersep yang berbeda pada setiap unit cross section

statistik F yang mengikuti sebaran F dengan N+T-2 dan NT-N-T derajat bebas.

b) Uji Hausman

Spesifikasi uji galat Hausman dapat digunakan unuk menguji adanya

beberapa kejadian pada waktu yang bersamaan (simultaneity). Adanya beberapa

kejadian dalam waktu yang bersamaan (simultaneity) menyebabkan metode OLS

tidak dapat digunakan . Dengan demikian, pada teknik estimasi menggunakan

data panel, uji Hausman digunakan untuk membandingkan metode fixed effect

dengan metode random effect. H0 pada uji Hausman yaitu asumsi bahwa estimasi

dengan metode fixed effect dan random effect tidak berbeda. Statistik uji yang

dikembangkan Hausman memiliki sebaran X2 secara asimtot dengan derajat

bebas sebesar K (Hsiao, 1986). Apabila H ditolak maka dapat disimpulkan bahwa

metode fixed effect lebih sesuai daripada metode random effect.

c) Uji LM (The Breusch – Pagan LM Test)

Digunakan sebagai pertimbangan statistik dalam memilih metode random

effect versus pooled least square.

H0 : PLS

H1 : Random Effect, maka dasar penolakan terhadap H0 dengan menggunkana

(66)

3.4 Evaluasi Model

Sebagai upaya untuk menghasilkan model yang efisien, fleksibel dan

konsisten, maka perlu dilakukan pendeteksian terhadap pelanggaran atau

gangguan asumsi model, yaitu gangguan antar waktu (time-related disturbance),

gangguan antar individu (cross sectional disturbance) dan gangguan akibat

keduanya. Pengestimasian terhadap model tersebut hasilnya diharapkan

memperoleh konstanta intersep yang berbeda-beda untuk masing-masing bandara

di masing-masing tahun.

a. Multikolinearitas

Indikasi multikolinearitas tercermin dengan melihat hasil t dan F statistik

hasil regresi. Jika banyak koefisien paramater dari t statistik diduga tidak

signifikan sementara hasil dari F hitungnya signifikan, maka patut diduga adanya

multikolinearitas. Multikolinearitas dapat diatasi dengan memberi perlakuan cross

section weight, sehingga baik t statistik maupun F hitung menjadi signifikan.

b. Autokorelasi

Autkorelasi dapat mempengaruhi efisiensi dari estimatornya. Untuk

mendeteksi adanya korelasi serial dalah dengan meliht nilai Durbin Watson (DW)

dalam Eviews. Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi, maka dilakukan

dengan membandingkan DW-statistiknya dengan DW tabel. Adapun kerangka

(67)

42

Tabel 1

Kerangka Identifikasi Autokorelasi

Nilai DW Hasil

4-dl < DW < 4 Tolak H0, Korelasi serial negatif

4-du < DW < 4-dl Hasil tidak dapat ditentukan

2 < DW 4-du Terima H0, tidak ada korelasi serial

du < DW < 2 Terima H0, tidak ada korelasi serial

dl < DW < du Hasil tidak dapat ditentukan

0 < DW < dl Tolak H0, korelasi positif

Korelasi serial ditemukan jika error dari periode waktu yang berbeda

saling berkorelasi. Hal ini bisa dideteksi dengan melihat pola random error dari

hasil regresi. Pada analisis seperti yang dilakukan dalam model, jika ditemukan

korelasi serial, maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan

konsisten. Treatment untuk pelanggaran ini adalah dengan menambahkan AR(1)

atau AR(2) dan seterusnya, tergantung dari banyaknya autokorelasi pada model

regresi yang kita gunakan.

c. Heteroskedastisitas

Dalam regresi linier berganda, salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar

taksiran parameter dalam model tersebut BLUE adalah Var (ui) = σ2 (konstan),

semua sesatan yang mempunyai variasi yang sama. Pada umumnya

heteroskedastisitas diperoleh pada data cross section. Jika pada model dijumpai

heteroskedastisitas, maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan

konsisten. Dengan kata lain, jika regresi tetap dilakukan meskipun ada masalah

(68)

Untuk mendeteksi adanya pelanggaran asumsi heteroskedastisitas,

digunakan uji White Heteroskedasticity yang diperoleh dalam program E-Views.

Dengan uji White, dibandingkan Obs* R-Squared dengan X (Chi-Squared) tabel,

jika nilai Obs* R-Squared lebih kecil daripada X (Chi-Squared) tabel maka tidak

ada heteroskedastisitas pada model. Data panel dalam E-Views 4.1 yang

menggunakan metode General Least Square (Cross Section Weights), maka untuk

mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah dengan membandingkan Sum

Square Residual pada Weighted Statistic dengan Sum Square Resid Unweighted

Statistics. Jika Sum Square Resid pada Weighted Statistic < Sum Square Resid

Unweighted Statistic, maka terjadi heteroskedastisitas. Untuk men –treatment

pelanggaran tersebut, bisa mengestimasi GLS dengan White Heteroskedasticity.

3.5 Batasan Operasional Variabel

1. Fare adalah harga yang harus dibayar oleh penumpang pada harga

keseimbangan per rute. Harga yang dimaksud adalah harga rata-rata dari harga

penjualan seluruh maskapai penerbangan per rute dalam satu tahun. Satuan nilai

fare adalah ribuan rupiah. Fare berasal dari harga penjualan resmi tiap maskapai

penerbangan yang diperoleh dari INACA.

2. Passenger merupakan jumlah total penumpang yang diangkut dari kota

asal menuju kota tujuan tertentu setiap bulan oleh seluruh maskapai penerbangan.

Jumlah penumpang terdata dalam unit orang dan diperoleh dari Angkasa Pura II

(69)

44

3. Income adalah jumlah pendapatan penduduk kota asal, dipakai

Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) dari tiap propinsi. Satuan dari

PDRB adalah jutaan rupiah dan diperoleh dari BPS.

4. Populasi adalah jumlah penduduk yang berada dari bandara kota asal.

Satuan dari populasi adalah dalam ribuan orang dan diperoleh dari BPS.

5. Distance adalah jarak tempuh dari bandara kota asal ke kota tujuan

Batam. Satuan dari distance adalah dalam kilometer (km) dan diperoleh dari

bandara Angkasa Pura II.

6. Carriers adalah jumlah maskapai penerbangan yang terbang dari

bandara kota asal ke kota tujuan Batam dalam satu tahun. Diperoleh dari

Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Departemen Perhubungan.

7. Stop adalah jumlah transit dalam penerbangan tersebut. Diperoleh dari

(70)

Perusahaan Penerbangan Komersial yang beroperasi di Indonesia tumbuh dan berkembang dengan sangat pesatnya. Pada awalnya di Negara Republik Indonesia hanya terdapat beberapa Perusahaan Penerbangan seperti:

• Perusahaan Penerbangan PT. Garuda Indonesia Airways (GIA) yang

merupakan penerbangan tertua di Indonesia. Perusahaan Penerbangan ini didirikan pada tanggal 26 Januari 1949 dengan nama Indonesia Airways dan kemudian tanggal 31 Maret 1950 diubah namanya menjadi Garuda Indonesia Airways.

• PT. Merpati Nusantara Airlines (MNA) didirikan pada tanggal 6

September 1962 berdasarkan Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 1962. • Kemudian beberapa Perusahaan Penerbangan Berjadwal lainnya seperti

PT. Bouraq Indonesia Air, PT. Mandala Air, PT. Dirgantara Air Services (DAS), PT. Sabang Merauke Air (SMAC), PT. Bali Air (untuk penerbangan charter).

Gambar

Gambar 1. Perkembangan Perusahaan Maskapai Penerbangan
Gambar 2. Hubungan Struktur, Perilaku dan Kinerja Pasar Sumber: Jaya (1994).
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Konseptual
Tabel 1 Kerangka Identifikasi Autokorelasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode elektrokinetik pada tanah lempung lunak dapat menurunkan kadar air tanah di sekitar kutub anoda, sehingga

[r]

Aset keuangan dan liabilitas keuangan saling hapus dan jumlah netonya dilaporkan dalam laporan posisi keuangan konsolidasian jika, dan hanya jika, saat ini memiliki

Diperlukan penelitian mengenai jumlah kalori dan kadar gula darah pada penderita DM tipe-2 yang menjalani puasa ramadhan dibandingkan dengan penderita DM tipe-2 yang

Dengan demikian terdapat 9 kombinasi perlakuan dan di ulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 27 satuan percobaan.Hasil penelitian menunjukkan frekuensi Pupuk

Sebagai contoh, radiasi gamma dengan dosis 2 Sv (200 rem) yang diberikan pada seluruh tubuh dalam waktu 30 menit akan menyebabkan pusing dan muntah-muntah pada beberapa persen

Pada aspek konatif dengan jenis soal negatif jumlah jawaban sangat setuju dan setuju terbanyak yang belum berubah setelah diberikan intervensi adalah pada item soal

Efek quercetin pada MRSA yang diteliti oleh Bhone Mint Kyaw tahun 2012 menunjukan bahwa quercetin memiliki daya hambat pertumbuhan bakteri terhadap MRSA, begitu juga