PENDUGAAN KEBUTUHAN NUTRIEN DAN KECERNAAN
PAKAN PADA LUTUNG KELABU (
Trachypithecus cristatus
Raffles
1812) DI PUSAT PENYELAMATAN
SATWA GADOG CIAWI, BOGOR
SKRIPSI
NIA DINY KURNIAWATY
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
NIA DINY KURNIAWATY. D24104057. 2009.Pendugaan Kebutuhan Nutrien dan Kecernaan Pakan pada Lutung Kelabu (Trachypithecus cristatus Raffles 1812) di Pusat Penyelamatan Satwa Gadog-Ciawi Bogor. Skripsi. Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Anita Sardiana Tjakradidjaja, M. Rur, Sc Pembimbing Anggota 1 : Dr. Wartika Rosa Farida
Pembimbing Anggota 2 : Dr. Ir. Didid Diapari, M
Lutung kelabu merupakan salah satu satwa liar khas Indonesia yang keberadaannya semakin berkurang akibat perburuan liar dan pengurangan habitat tempat hewan ini hidup. Oleh karena itu perlu adanya penanganan khusus dari Pemerintah dan masyarakat untuk melestarikannya. Pusat Penyelamatan Satwa Gadog (PPSG) merupakan salah satu tempat penyelamatan satwa liar secara ex situ
yang memerlukan manajemen tertata baik dalam pemeliharaannya. Salah satu manajemen yang perlu diperhatikan adalah pemberian pakan dalam memenuhi kebutuhan nutrien lutung perak untuk kelangsungan hidup selama di penangkaran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kebutuhan nutrien dan kecernaan pakan selama di penangkaran.
Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah lutung kelabu betina berjumlah empat ekor dengan usia 3-4 tahun. Pakan yang diberikan adalah bayam
(Amaranthus tricolor, L), pohpohan (Pilea trinervia), kangkung (Ipomea reptans), sawi hijau (Brassica juncea, L), daun melinjo (Gnetum gnemon) dan ubi jalar (Ipomoea batatas). Pemberian pakan dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pada pagi hari antara pukul 08.00-08.30 WIB dan pada siang hari antara pukul 13.00-14.00 WIB. Pakan yang diberikan secararestricted feeding dan air yang diberikanad libitum. Peubah yang diamati adalah konsumsi pakan (gram/ekor/hari), jumlah zat-zat makanan yang dikonsumsi setiap hari (gram/ekor/hari), kecernaaan semu nutrien (%),Total Digestible Nutrient (TDN) (%), danDigestible Energy(DE) (Mkal/kgBk). Urutan hasil pengamatan palatabilitas pakan pada lutung kelabu adalah ubi jalar, pohpohan, kangkung, bayam, sawi hijau dan daun melinjo. Konsumsi pakan segar sebanyak 626 gram/ekor/hari atau dalam bahan kering 68,39 gram/ekor/hari. Rata-rata konsumsi zat-zat makanan pada lutung kelabu adalah abu = 13,05 gram/ekor/hari, protein kasar (PK) = 15,97 gram/ekor/hari, lemak kasar (LK) = 1,65 gram/ekor/hari, serat kasar (SK) = 9,11 gram/ekor/hari, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) = 29,45 gram/ekor/hari dan gross energi (GE) = 2939,95 kal/ekor/hari. Dari hasil konsumsi dapat diduga kebutuhan nutrien lutung kelabu berdasarkan bahan kering yaitu abu = 19,05%, PK = 23,03%, LK = 2,36%, SK = 13,20% dan BETN = 44,09%. Nilai koefisien cerna pada lutung kelabu relatif tinggi yaitu abu = 81,66 %, PK = 79,95%, LK = 54,35%, SK= 75,21% dan BETN = 94,40%. Nilai TDN = 75,01 % dan nilai DE = 3,31 Mkal/kg BK.
Hasil penelitian ini menunjukkan lutung kelabu termasuk primata folivorus
ABSTRACT
Nutrient Requirement and Digestibility for Grey Leaf Monkey(Trachypithecus cristatus Raffles1812)in Gadog Wildlife Rescue Centre Ciawi, Bogor
Nia D. K, A.S. Tjakradidjaja, W. R. Farida dan D. Diapari
This experiment was aimed at studying nutrient requirement and digestibility of grey leaf monkey(Trachypithecus cristatus Raffles 1812) in Gadog Wildlife rescue Centre Ciawi, Bogor. This experiment used four female grey leaf monkeys to measure their feed consumption and digestibility. Feeds that were given were
pohpohan, spinach, a fruit tree leaf (melinjo), green Chinese cabbage,kangkung and boiled sweet potato. Feed were given twice a day at 08.00 and 14.00. The variables measured in this study were temperature and relative humidity, feed consumption, nutrient digestibility, total digestible nutrient (TDN) and digestible nutrient (DE). The results of this study show that the most palatable feed for all grey leaf monkey is sweet patato and pohpohan. Feed that were consumed from the highest to the lowest amount are boiled sweet potato, pohpohan, green Chinese cabbage, kangkung, spinach, a fruit tree leaf (melinjo). The average for fresh intake were 624.6 ± 19.85 g/head/day. The average for nutrient consumption are 19.05 ± 1.23 ash/head/day, 23.03 ± 0.64 crude protein head/day, 13.20 ± 0.18 crude fiber/head/day, 2.36 ± 0.64 ether extract/head/day, 44.09 ± 1.71 N-free extract/head/day and 73.94 % Total Digestible Nutrient. Digestibility coefficient of grey leaf monkey 12.77 ± 0.61% are crude protein, 6.85 ± 0.45% crude fiber, 0.90 ± 0.15% ether extract, 27.85 ± 2.64% N-freextractives and DE 3.31 ± 0.23 Mcal DE/kg DM.
PENDUGAAN KEBUTUHAN NUTRIEN DAN KECERNAAN
PAKAN PADA LUTUNG KELABU (
Trachypithecus cristatus
Raffles
1812) DI PUSAT PENYELAMATAN
SATWA GADOG CIAWI, BOGOR
NIA DINY KURNIAWATY D24104057
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
PENDUGAAN KEBUTUHAN NUTRIEN DAN KECERNAAN
PAKAN PADA LUTUNG KELABU (
Trachypithecus cristatus
Raffles
1812) DI PUSAT PENYELAMATAN
SATWA GADOG CIAWI, BOGOR
Oleh
NIA DINY KURNIAWATY D24104057
Sripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada Tanggal 29 Mei 2009
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Pembimbing Anggota
Ir. Anita S.T, Mrur. Sc Dr. Wartika Rosa Farida Dr. Ir. Didid Diapari, MS NIP.196109301986032003 NIP. 195901311984032001 NIP. 196206171990021001
Dekan Fakultas Peternakan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 6 Juni 1985 di Kuningan Jawa Barat. Penulis adalah anak ketujuh dari tujuh bersaudara dari pasangan Bapak Samsuni dan Ibu Waryi. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998 di SDN Dukuh Tengah, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SMPN 1 Lebakwangi dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2004 di SMAN 1 Gawarangi, Kuningan, Jawa Barat.
Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2004.
Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) HIMARIKA (2004-2007) sebagai bendahara, Himpunan Profesi Mahasiswa Nutrisi Peternakan (HIMASITER) (2004-2005) sebagai staff, DKM Al–
Hurriyyah (2004-2006) sebagai staff, Rohis Fakultas Peternakan FAMM Al- An’am
KATA PENGANTAR
Skripsi ini disusun dengan latar belakang bahwa lutung kelabu (Trachypithecus cristatus Raffles1812) merupakan salah satu satwa khas Indonesia yang terancam keberadaannya. Salah satu upaya penyelamatan satwa liar adalah melalui konservasi ex situ (penangkaran). Hal yang perlu diperhatikan dalam penangkaran satwa liar adalah pemberian pakan dan kandungan nutriennya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup satwa liar tersebut. Di habitat aslinya, lutung kelabu lebih banyak mengkonsumsi dedaunan sehingga pakan yang diberikan selama penelitian ini didominasi pemberian dedaunan. Penelitian ini dilaksanakan selama 30 hari yang terdiri dari enam hari masa preliminary dan 24 hari masa perlakuan. Data yang diambil selama perlakuan adalah data yang berisi jumlah konsumsi pakan dan produksi feses.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu bagi para pengelola habitat konservasi ex situ khususnya habitat konservasi lutung kelabu. Hasil dari penelitian ini kiranya dapat dijadikan referensi atau rujukan dalam mengatur pemberian pakan bagi lutung kelabu yang berada di luar habitat aslinya
Semoga hasil penelitian dapat menyumbangkan ilmu dalam mengembangkan usaha pelestarian lutung kelabu agar di masa yang akan datang populasinya dapat dipertahankan bahkan lebih meningkat.
Bogor, Mei 2009
DAFTAR ISI
Lutung Kelabu (Trachypithecus cristatus Raffles1812)... 3
Taksonomi ... 3
Kangkung (Ipomoea aquatica Forsk) ... 7
Ubi Jalar Merah (Ipomoea batatasPoir)... 7
Melinjo (Gnetum gnemon Linn) ... 8
Sawi (Brassica juncea, L) ... 8
Pohpohan (Pilea trinervia) ... 8
Konsumsi Pakan... 9
Kecernaan Pakan ... 9
Kecernaan Bahan Kering ... 10
Pusat Penyelamatan Satwa Gadog Ciawi ... 10
Bahan Pakan... 19
Konsumsi Air ... 21
Tingkat Palatabilitas Pakan... 22
Konsumsi Pakan... 24
Konsumsi Nutrien Pakan ... 27
Pendugaan Kebutuhan Nutrien ... 28
Nutrien Dapat Dicerna dan Koefisien Cerna Nutrien Pakan ... 29
Total Digestible Nutrient (TDN) dan Digestible Energy (DE) ... 32
KESIMPULAN DAN SARAN ... 34
Kesimpulan ... 34
Saran ... 34
UCAPAN TERIMA KASIH ... 35
DAFTAR PUSTAKA ... 36
PENDUGAAN KEBUTUHAN NUTRIEN DAN KECERNAAN
PAKAN PADA LUTUNG KELABU (
Trachypithecus cristatus
Raffles
1812) DI PUSAT PENYELAMATAN
SATWA GADOG CIAWI, BOGOR
SKRIPSI
NIA DINY KURNIAWATY
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
NIA DINY KURNIAWATY. D24104057. 2009.Pendugaan Kebutuhan Nutrien dan Kecernaan Pakan pada Lutung Kelabu (Trachypithecus cristatus Raffles 1812) di Pusat Penyelamatan Satwa Gadog-Ciawi Bogor. Skripsi. Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Anita Sardiana Tjakradidjaja, M. Rur, Sc Pembimbing Anggota 1 : Dr. Wartika Rosa Farida
Pembimbing Anggota 2 : Dr. Ir. Didid Diapari, M
Lutung kelabu merupakan salah satu satwa liar khas Indonesia yang keberadaannya semakin berkurang akibat perburuan liar dan pengurangan habitat tempat hewan ini hidup. Oleh karena itu perlu adanya penanganan khusus dari Pemerintah dan masyarakat untuk melestarikannya. Pusat Penyelamatan Satwa Gadog (PPSG) merupakan salah satu tempat penyelamatan satwa liar secara ex situ
yang memerlukan manajemen tertata baik dalam pemeliharaannya. Salah satu manajemen yang perlu diperhatikan adalah pemberian pakan dalam memenuhi kebutuhan nutrien lutung perak untuk kelangsungan hidup selama di penangkaran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kebutuhan nutrien dan kecernaan pakan selama di penangkaran.
Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah lutung kelabu betina berjumlah empat ekor dengan usia 3-4 tahun. Pakan yang diberikan adalah bayam
(Amaranthus tricolor, L), pohpohan (Pilea trinervia), kangkung (Ipomea reptans), sawi hijau (Brassica juncea, L), daun melinjo (Gnetum gnemon) dan ubi jalar (Ipomoea batatas). Pemberian pakan dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pada pagi hari antara pukul 08.00-08.30 WIB dan pada siang hari antara pukul 13.00-14.00 WIB. Pakan yang diberikan secararestricted feeding dan air yang diberikanad libitum. Peubah yang diamati adalah konsumsi pakan (gram/ekor/hari), jumlah zat-zat makanan yang dikonsumsi setiap hari (gram/ekor/hari), kecernaaan semu nutrien (%),Total Digestible Nutrient (TDN) (%), danDigestible Energy(DE) (Mkal/kgBk). Urutan hasil pengamatan palatabilitas pakan pada lutung kelabu adalah ubi jalar, pohpohan, kangkung, bayam, sawi hijau dan daun melinjo. Konsumsi pakan segar sebanyak 626 gram/ekor/hari atau dalam bahan kering 68,39 gram/ekor/hari. Rata-rata konsumsi zat-zat makanan pada lutung kelabu adalah abu = 13,05 gram/ekor/hari, protein kasar (PK) = 15,97 gram/ekor/hari, lemak kasar (LK) = 1,65 gram/ekor/hari, serat kasar (SK) = 9,11 gram/ekor/hari, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) = 29,45 gram/ekor/hari dan gross energi (GE) = 2939,95 kal/ekor/hari. Dari hasil konsumsi dapat diduga kebutuhan nutrien lutung kelabu berdasarkan bahan kering yaitu abu = 19,05%, PK = 23,03%, LK = 2,36%, SK = 13,20% dan BETN = 44,09%. Nilai koefisien cerna pada lutung kelabu relatif tinggi yaitu abu = 81,66 %, PK = 79,95%, LK = 54,35%, SK= 75,21% dan BETN = 94,40%. Nilai TDN = 75,01 % dan nilai DE = 3,31 Mkal/kg BK.
Hasil penelitian ini menunjukkan lutung kelabu termasuk primata folivorus
ABSTRACT
Nutrient Requirement and Digestibility for Grey Leaf Monkey(Trachypithecus cristatus Raffles1812)in Gadog Wildlife Rescue Centre Ciawi, Bogor
Nia D. K, A.S. Tjakradidjaja, W. R. Farida dan D. Diapari
This experiment was aimed at studying nutrient requirement and digestibility of grey leaf monkey(Trachypithecus cristatus Raffles 1812) in Gadog Wildlife rescue Centre Ciawi, Bogor. This experiment used four female grey leaf monkeys to measure their feed consumption and digestibility. Feeds that were given were
pohpohan, spinach, a fruit tree leaf (melinjo), green Chinese cabbage,kangkung and boiled sweet potato. Feed were given twice a day at 08.00 and 14.00. The variables measured in this study were temperature and relative humidity, feed consumption, nutrient digestibility, total digestible nutrient (TDN) and digestible nutrient (DE). The results of this study show that the most palatable feed for all grey leaf monkey is sweet patato and pohpohan. Feed that were consumed from the highest to the lowest amount are boiled sweet potato, pohpohan, green Chinese cabbage, kangkung, spinach, a fruit tree leaf (melinjo). The average for fresh intake were 624.6 ± 19.85 g/head/day. The average for nutrient consumption are 19.05 ± 1.23 ash/head/day, 23.03 ± 0.64 crude protein head/day, 13.20 ± 0.18 crude fiber/head/day, 2.36 ± 0.64 ether extract/head/day, 44.09 ± 1.71 N-free extract/head/day and 73.94 % Total Digestible Nutrient. Digestibility coefficient of grey leaf monkey 12.77 ± 0.61% are crude protein, 6.85 ± 0.45% crude fiber, 0.90 ± 0.15% ether extract, 27.85 ± 2.64% N-freextractives and DE 3.31 ± 0.23 Mcal DE/kg DM.
PENDUGAAN KEBUTUHAN NUTRIEN DAN KECERNAAN
PAKAN PADA LUTUNG KELABU (
Trachypithecus cristatus
Raffles
1812) DI PUSAT PENYELAMATAN
SATWA GADOG CIAWI, BOGOR
NIA DINY KURNIAWATY D24104057
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
PENDUGAAN KEBUTUHAN NUTRIEN DAN KECERNAAN
PAKAN PADA LUTUNG KELABU (
Trachypithecus cristatus
Raffles
1812) DI PUSAT PENYELAMATAN
SATWA GADOG CIAWI, BOGOR
Oleh
NIA DINY KURNIAWATY D24104057
Sripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada Tanggal 29 Mei 2009
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Pembimbing Anggota
Ir. Anita S.T, Mrur. Sc Dr. Wartika Rosa Farida Dr. Ir. Didid Diapari, MS NIP.196109301986032003 NIP. 195901311984032001 NIP. 196206171990021001
Dekan Fakultas Peternakan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 6 Juni 1985 di Kuningan Jawa Barat. Penulis adalah anak ketujuh dari tujuh bersaudara dari pasangan Bapak Samsuni dan Ibu Waryi. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998 di SDN Dukuh Tengah, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SMPN 1 Lebakwangi dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2004 di SMAN 1 Gawarangi, Kuningan, Jawa Barat.
Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2004.
Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) HIMARIKA (2004-2007) sebagai bendahara, Himpunan Profesi Mahasiswa Nutrisi Peternakan (HIMASITER) (2004-2005) sebagai staff, DKM Al–
Hurriyyah (2004-2006) sebagai staff, Rohis Fakultas Peternakan FAMM Al- An’am
KATA PENGANTAR
Skripsi ini disusun dengan latar belakang bahwa lutung kelabu (Trachypithecus cristatus Raffles1812) merupakan salah satu satwa khas Indonesia yang terancam keberadaannya. Salah satu upaya penyelamatan satwa liar adalah melalui konservasi ex situ (penangkaran). Hal yang perlu diperhatikan dalam penangkaran satwa liar adalah pemberian pakan dan kandungan nutriennya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup satwa liar tersebut. Di habitat aslinya, lutung kelabu lebih banyak mengkonsumsi dedaunan sehingga pakan yang diberikan selama penelitian ini didominasi pemberian dedaunan. Penelitian ini dilaksanakan selama 30 hari yang terdiri dari enam hari masa preliminary dan 24 hari masa perlakuan. Data yang diambil selama perlakuan adalah data yang berisi jumlah konsumsi pakan dan produksi feses.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu bagi para pengelola habitat konservasi ex situ khususnya habitat konservasi lutung kelabu. Hasil dari penelitian ini kiranya dapat dijadikan referensi atau rujukan dalam mengatur pemberian pakan bagi lutung kelabu yang berada di luar habitat aslinya
Semoga hasil penelitian dapat menyumbangkan ilmu dalam mengembangkan usaha pelestarian lutung kelabu agar di masa yang akan datang populasinya dapat dipertahankan bahkan lebih meningkat.
Bogor, Mei 2009
DAFTAR ISI
Lutung Kelabu (Trachypithecus cristatus Raffles1812)... 3
Taksonomi ... 3
Kangkung (Ipomoea aquatica Forsk) ... 7
Ubi Jalar Merah (Ipomoea batatasPoir)... 7
Melinjo (Gnetum gnemon Linn) ... 8
Sawi (Brassica juncea, L) ... 8
Pohpohan (Pilea trinervia) ... 8
Konsumsi Pakan... 9
Kecernaan Pakan ... 9
Kecernaan Bahan Kering ... 10
Pusat Penyelamatan Satwa Gadog Ciawi ... 10
Bahan Pakan... 19
Konsumsi Air ... 21
Tingkat Palatabilitas Pakan... 22
Konsumsi Pakan... 24
Konsumsi Nutrien Pakan ... 27
Pendugaan Kebutuhan Nutrien ... 28
Nutrien Dapat Dicerna dan Koefisien Cerna Nutrien Pakan ... 29
Total Digestible Nutrient (TDN) dan Digestible Energy (DE) ... 32
KESIMPULAN DAN SARAN ... 34
Kesimpulan ... 34
Saran ... 34
UCAPAN TERIMA KASIH ... 35
DAFTAR PUSTAKA ... 36
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Komposisi Zat Nutrien Bahan Pakan... 7
2. Jenis Bahan Pakan Segar... 14
3. Suhu dan Kelembaban Lingkungan ... 18
4. Komposisi Nutrien Pakan... 20
5. Konsumsi Air... 21
6. Konsumsi Pakan Segar Lutung Kelabu ... 24
7. Konsumsi Bahan Kering Pakan Lutung Kelabu... 26
8. Konsumsi Nutrien Pakan dan Energi Bruto ... 27
9. Pendugaan Nutrien Pakan Lutung Kelabu ... 29
10. Konsumsi, Produksi Feses, dan Koefisien Cerna Bahan Kering Lutung Kelabu ... 30
11. Nutrien yang dapat Dicerna dan Koefisien Cerna Nutrien PakanLutung Kelabu ... 31
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Saluran Pencernaan Colobin ... 5 2. Lutung Kelabu ... 12 3. Kandang Lutung Kelabu di PPSG ... 13 4. Ubi Jalar Rebus... 14 5. Sayuran... 14 6. Tingkat Palatabilitas Konsumsi Pagi dan Sore
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Suhu dan Kelembaban... 41
2. Konsumsi Segar Lutung Kelabu ... 42
3. Konsumsi Nutrien Bahan Pakan Lutung Kelabu 1 ... 43
4. Konsumsi Nutrien Bahan Pakan Lutung Kelabu 2 ... 44
5. Konsumsi Nutrien Bahan Pakan Lutung Kelabu 3 ... 45
6. Konsumsi Nutrien Bahan Pakan Lutung Kelabu 4 ... 46
PENDAHULUAN Latar belakang
Indonesia mempunyai banyak aneka satwa primata, salah satu diantaranya adalah jenis lutung yang termasuk genusTrachypithecus.Satwa ini merupakan satwa yang penyebarannya cukup luas di Indonesia antara lain di Pulau Jawa, Kalimantan dan Sumatra. Seperti satwa lainnya, keberadaan lutung mulai punah akibat adanya perburuan dan pengalihan fungsi hutan. Kondisi ini dapat menyebabkan lutung menjadi satwa langka yang harus dilindungi. Lutung kelabu (Trachypithecus cristatus,Raffles 1812) adalah salah satu satwa liar yang dilindungi berdasarkan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 733/kpts-II/1999. IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resource) menyatakan status konservasi lutung kelabu adalah vulnerable, artinya rentan terhadap gangguan dan dikhawatirkan akan punah apabila tidak dilakukan perlindungan dan pelestarian habitatnya (Supriatna dan Wahyono, 2000).
Untuk menjaga kelestarian lutung kelabu maka perlu dilakukan tindakan konservasi baik secara in situ maupun ex situ. in situ merupakan usaha pelestarian dilakukan dengan cara menetapkan beberapa kawasan hutan menjadi kawasan konservasi dan dijadikan cagar alam atau suaka margasatwa. Penangkaran merupakan salah satu usaha pelestarian yang dilakukan secaraex situ. Penangkaran artinya memelihara satwa liar yang ditempatkan bukan di habitat aslinya. Tempat yang baru ini merupakan tempat yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa yang menyerupai habitat aslinya dan dalam pengelolaanya ada campur tangan manusia.
Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam usaha penangkaran adalah pemberian pakan. Pakan yang diberikan adalah sebagai pemenuhan kebutuhan hidup pokok dan reproduksi. Pemberian pakan yang kualitas dan kuantitasnya memadai akan menunjang kelangsungan hidup, penampilan, kesejahteraan, produksi dan kesehatan satwa liar di penangkaran
Perumusan Masalah
2 di penangkaran kebutuhan nutrisinya berbeda dengan kebutuhan di habitat aslinya.
Selama di penangkaran managemen pakan merupakan faktor penting yang perlu
diperhatikan. Standar kebutuhan nutrien lutung kelabu belum tersedia sehingga perlu
dilakukan penelitian untuk mengetahui konsumsi dan kecernaan lutung kelabu selama di
penangkaran. Informasi dari hasil penelitian dapat digunakan untuk menduga kebutuhan
nutrien lutung kelabu dari pakan yang diberikan di penangkaran.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat palatabilitas jenis
pakan, menduga kebutuhan zat nutrien berdasarkan konsumsi dan kecernaan pada lutung
TINJAUAN PUSTAKA
Lutung Kelabu (Trachypithecus cristatus Raffles1812)
Taksonomi
Taksonomi lutung kelabu menurut Rowe (1996), adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia
Spesies :Trachypithecus cristatus Raffles 1812
Lutung kelabu dikelompokkan bersama-sama denganPresbytis danColobus
dalam subfamili yang sama karena sama-sama pemakan daun (leaf eater) atau
folivorus, walaupun demikian lutung kelabu juga makan buah dan biji-bijian (Napier dan Napier 1967).
Morfologi
Di habitat aslinya lutung kelabu dapat diketahui dari warna bulu tubuhnya yang hitam keperak-perakan, bagian vertikal berwarna kelabu pucat dan kepala mempunyai jambul. Lutung kelabu yang baru lahir berwarna kuning jingga dan tidak berjambul, setelah dewasa warna bulunya menjadi hitam kelabu. Panjang tubuh lutung kelabu jantan dewasa rata-rata 517 mm dan panjang ekornya rata-rata 742 mm dengan berat tubuhnya rata-rata 6,3 kg (Supriatna dan Wahyono, 2000).
4 Jika dibandingkan dengan kakinya, tangan lutung kelabu terbilang pendek, dengan telapak yang tidak berbulu. Ukuran tubuh lutung kelabu berkisar antara 40-80 cm, dengan berat 5-15 kg. Tonjolan di atas matanya membedakan lutung dari saudara dekatnya yaitu surili(Pesbytis comata).
Interval beranak lutung kelabu adalah satu kali setiap tahun. Lutung kelabu tidak ada batasan yang jelas mengenai musim kawin. Rata-rata memiliki keturunan satu ekor setiap kelahiran dengan masa kebuntingan rata-rata enam bulan. Matang kelamin dicapai pada usia empat tahun dan empat sampai lima tahun untuk lutung jantan. Napier dan Napier (1967) menambahkan masa bunting lutung pada umumnya sekitar 5-6 bulan dan induk menyusui bayi sampai mencapai umur 2 tahun atau lebih. Salah satu hal yang menarik dari monyet ini adalah anaknya yang berbulu keemasan akan dipelihara oleh seluruh betina dalam kelompok. Seiring dengan bertambahnya umur, warna keemasan pada rambutnya ini akan semakin pudar berganti gelap hingga akhirnya mencapai dewasa pada umur 4-5 tahun. Masa menstruasi lutung pada umur 3,5 tahun selama 6–7 hari dan masa bunting 168 hari.
Tahapan usia lutung kelabu menurut Rowe (1996), adalah:
Bayi : 18 bulan
Anak : 18-36 bulan
Remaja : 36-48 bulan
Interval kelahiran : 18 bulan
Usia lutung kelabu di alam rata - rata 20 tahun. Di penangkaran usia tertua yang pernah dicapai 29 tahun (Bedore, 2005dalamPrayogo, 2006).
Morfologi Saluran Pencernaan
Ada dua tipe pencernaan pada primata yaitu monogastrik dan poligastrik. Perbedaan keduanya adalah dalam memenuhi kebutuhan nutrisi tertentu. Primata monogastric memakan pakan berkadar nutrisi rendah dalam jumlah besar karena laju pengolahan makanan lebih cepat. Primata poligastrik akan memakan tumbuhan yang mengandung kadar nutrisi yang tinggi (NRC, 2003).
5 dan mengurai toksin (de Graff et al., 2004 dalam Prayogo, 2006; Nadler et al., 2003). Lutung kelabu termasuk herbivora pakannya berupa dedaunan, buah-buahan, dan kuncup bunga. Bahan makanan yang cenderung keras ini dapat dicerna, karena lutung memiliki empat kamar pada lambungnya (Gambar 1). Fermentasi mikroba terjadi di lambung depan yang besar pada colobin. Perut colobin terbagi menjadi empat bagian yaitu : dua bagian besar diikuti oleh bagian gastric yang berbentuk pipa memanjang dan bagian pylorica. Usus belakang meliputi kantung kolon dan cecum yang besar dan panjang. Keberadaan organisme mikroba pencernaan serupa dengan ruminansia. pH usus colobin adalah antara 5-6,7 pada layar dan sekitar 7 pada colobus (Edwardset al., 1997).
Gambar 1. Saluran Pencernaan Colobin (Prayogo, 2006)
Habitat
Di Indonesia terdapat tiga sub spesies Trachypithecus, yaitu T. auratus auratus penyebarannya di Jawa Barat bagian barat, T.a. mauritius terdapat di Jawa Barat bagian tenggara, dan T.a cristatus tersebar di P. Bangka, P. Belitung, Kepulauan Riau, Kalimantan Timur dan Selatan, Sumatera bagian selatan temasuk juga Jawa Timur, Bali dan Lombok (Iskandar, 2003). Lutung kelabu hidup di hutan terutama hutan hujan. Lutung kelabu termasuk hewan siang (diurnal) dan sangat aktif pada pagi dan sore hari. Sehari-hari bergelantungan dan melompat dari satu pohon ke pohon lainnya. Hewan ini hidup bergerombol antara 5-20 ekor dan dipimpin oleh seekor jantan. Suara pejantan sangat nyaring untuk mengingatkan agar kelompok
6 lain tidak memasuki wilayahnya. Hewan ini dapat hidup hingga 20 tahun di habitat aslinya (Iskandar, 2003).
Pakan Lutung Kelabu
Pola makan primata umumnya dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan kuantitas jenis pakan yang dikonsumsi yaitu frugivorus (banyak makan buah), folivorus (banyak makan daun) dan insectivorus (banyak makan serangga). Pemilihan jenis pakan berdasarkan karakteristik gigi dan sistem pencernaan yang dimiliki oleh masing-masing jenis primata (NRC, 2003; Rowe 1996).
Lutung kelabu termasuk primata folivorus atau leaf eater artinya banyak makan dedaunan (Rowe, 1996). Secara umum pakan dari Genus Trachypithcus
adalah daun muda dan pucuk 32% (9-52%), daun tua dan tangkai daun 26% (1-61%), buahbuahan 32% (155%), bijibijian 7% (0 40%), bunga dan tunas 10% (0 -43%), insekta 1% dan lainya 0,5% (NRC, 2005). Sementara menurut Supriatna dan Wahyono (2000), jenis pakan lutung lebih dari 66 jenis tumbuhan yang berbeda. Komposisi pakan lutung kelabu terdiri dari 50% berupa daun yang berbeda, 32% buah, 13% bunga-bungaan dan sisanya bagian dari tumbuhan dan serangga
Berdasarkan hasil penelitian Prayogo (2006), pada spesies lutung kelabu yang diberikan pakan seperti terung, jagung, ubi jalar, daun salad, lamtoro dan kangkung diketahui kebutuhan akan konsumsi air rata-rata 80,34%, lemak 17%, protein 16,8%, serat kasar 19,74%, Ca 0,73-1,1% dan P 0,37-0,18% per hari dari pakan yang diberikan. Untuk golongan Old World Monkey yang sudah dewasa memerlukan makanan yang mengandung 15 % protein untuk betina bunting dan menyusui sebesar 25 % protein (Sajuthi, 1984).
Jenis Pakan
Bayam (Amaranthusspp. L)
Tanaman bayam cukup banyak mengandung protein, mineral, kalsium, zat besi, dan vitamin. Hardinsyah dan Briawan (1994) menyatakan bayam mengandung 2,1% protein (Tabel 1). Kandungan protein bayam tinggi akan asam amino lisina yang biasanya rendah pada protein nabati lainnya. Kadar protein biji bayam sekitar 16 %, sedangkan pada gandum antara 12– 14 %, beras 7– 19 % dan pada jagung 9–
7 2007) setara dengan lisina yang terkandung dalam susu (Hadisoeganda, 1996). Kandungan vitamin dan mineral pada bayam juga cukup tinggi. Zat hijau daun terdapat dalam bayam memiliki karoten yang merupakan provitamin A yang akan diubah dalam tubuh menjadi vitamin A. Kandungan vitamin A ini berguna untuk ketahanan tubuh dalam menanggulangi penyakit mata, sakit pernafasan, kesehatan kulit dan selaput lendir (Bandini dan Azis, 1995).
Tabel 1. Komposisi Nutrien pada Berbagai Jenis Bahan Pakan (dalam 100 g Bahan Segar)
Bagian tanaman kangkung yang paling penting adalah bagian batang muda dan pucuk-pucuknya sebagai sayuran. Selain untuk sayuran, kangkung juga untuk tubuh yang berfungsi untuk menenangkan syaraf atau berkhasiat sebagai obat tidur (Rukmana, 1994). Efek farmakologis tanaman ini sebagai antiracun (antitoksik), anti radang, peluruh kencing (diuretik), menghentikan perdarahan (hemostatik), sedatif (obat tidur) (Sunaryo, 2003).
Ubi Jalar Merah(Ipomoea batatasPoir)
8 betakaroten sekitar 5400 mikrogram atau setara dengan 900 retinol ekivalen (RE) (Harli, 2000).
Melinjo(Gnetum gnemon Linn)
Melinjo (Gnetum gnemon L.) atau dalam bahasa Sunda disebut tangkil. Melinjo adalah suatu spesies tanaman berbiji terbuka (Gymnospermae) berbentuk pohon yang berasal dari Asia tropik dan Pasifik Barat. Melinjo merupakan tumbuhan tahunan berbentuk pohon yang berbiji dua (dikotil). Batangnya kokoh dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan (Wikipedia, 2007). Daunnya berbentuk elips memanjang dengan ujung runcing, bewarna hijau dan tulang daunnya menyirip (Susilowati, 2003). Panjang daunnya rata-rata 7,5– 20 cm dan lebarnya 2– 10 cm.
Setiap 100 gram daun melinjo mengandung vitamin A sebesar 3000 RE (Yunita, 2002). Coronel (1999) menyatakan kadar protein melinjo sekitar 10,5 gram per 100 gram bahan segar (Tabel 1).
Sawi (Brassica juncea, L)
Sawi mempunyai bentuk daun yang lonjong, halus dan tidak berbulu, serta urat daun utama lebih sempit dari petsai. Akar berbentuk tunggang dengan penyebaran akar-akar yang banyak pada setiap samping tanaman sawi. Sawi hijau banyak mengandung vitamin A dan B yang cukup banyak dan sedikit kandungan vitamin C (Sunarjono, 2002). Kandungan zat nutrisi sawi dapat dilihat pada Tabel 1. Sawi mengandung sekitar 7% protein kasar dan energi sekitar 73% (Tabel 1).
Pohpohan (Pilea trinervia)
Kandungan zat nutrisi daun pohpohan dapat dilihat pada Tabel 1. Pohpohan adalah sejenis tumbuhan bawah, tumbuh baik di bawah naungan tajuk pohon hutan pada ketinggian 500 – 1300 mdpl (Priana, 2004). Daunnya berbentuk elips
memanjang dengan tulang daun menyirip, selain itu daunnya ditutupi oleh bulu-bulu halus dan ujung-ujung daunnya sedikit bergerigi, ukurannya bervariasi dengan panjang 6– 15 cm dan lebar 2,5– 7 cm. Batangnya tidak berkayu dan berwarna
9 Konsumsi Pakan
Tingkat konsumsi atauVoluntary Feed Intake (VFI) diartikan sebagai jumlah makanan yang dikonsumsi oleh hewan apabila bahan makanan tersebut diberikanad libitum (Parakkasi, 1995). Konsumsi zat makanan sangat diperlukan untuk membantu metabolisme dalam tubuh (Sutardi, 1981). Konsumsi pakan pada umumnya sangat dipengaruhi oleh tingkat palatabilitas terhadap suatu bahan pakan. Menurut Scottet al.(1982) palatabilitas adalah rasa pakan itu sendiri. Secara umum palatabilitas dipengaruhi terutama oleh rasa, bau, dan warna makanan.
Aktivitas konsumsi meliputi proses mencari makan, mengenal dan mendekati pakan, proses bekerjanya indra hewan terhadap pakan, proses memilih pakan dan proses menghentikan pakan. Produktivitas hewan salah satunya dapat dilihat dari jumlah konsumsi. Konsumsi pakan akan bertambah jika diberikan pakan yang berdaya cerna lebih tinggi daripada pakan yang berdaya cerna rendah. Iklim yang sangat ekstrim berpengaruh terhadap konsumsi hewan. Apabila iklim panas maka konsumsinya akan menurun, sebaliknya apabila iklim dingin maka jumlah konsumsi akan meningkat (Tomaszewskaet al., 1991).
Kecernaan Pakan
Pencernaan adalah proses perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan pakan dalam alat pencernaan. Proses tersebut meliputi, pencernaan mekanik, pencernaan hidrolitik, dan pencernaan fermentatif. Proses pencernaan mekanik terjadi di mulut oleh gigi sehingga bahan pakan yang dikunyah menjadi berukuran kecil di dalam perut dan dicerna oleh usus. Bahan makanan diuraikan menjadi molekul yang sangat sederhana oleh enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh tubuh hewan tersebut dan hal ini merupakan proses pencernaan hidrolitik (Sutardi, 1981).
10 Analisa zat makanan dapat dilakukan dengan analisa proksimat (Maynard et al., 1979).
Kecernaan Bahan Kering
Jumlah bahan kering yang dapat dimakan oleh hewan selama satu hari perlu diketahui untuk dapat mengetahui kebutuhan hewan akan zat makanan yang dikonsumsi untuk petumbuhan, hidup pokok, dan reproduksi. Kecernaan dinyatakan dalam bahan kering dan dalam persen adalah koefisien cerna (Tillmanet al., 1986). Tingkat kecernaan adalah usaha untuk mengetahui banyaknya zat makanan yang diserap oleh saluran pencernaan (Anggrodi, 1990). Bagian yang dapat dicerna adalah selisih antara zat – zat makanan yang dikonsumsi dengan zat – zat makanan
yang dibuang bersama feses. Pengukuran daya cerna adalah suatu usaha untuk meningkatkan jumlah zat makanan dari bahan pakan yang diserap dalam saluran pencernaan. Nilai koefisien cerna tidaklah tetap untuk setiap makanan yang dipengaruhi oleh komposisi kimiawi, pengolahan bahan makanan, jumlah pakan, dan jenis hewan (Maynardet al., 1979).
Pusat Penyelamatan Satwa Gadog Ciawi
Pusat Penyelamatan Satwa Gadog (PPSG) terletak di jalan Raya Gadog Rt. 01 Rw. 01 Desa Sukakarya Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Dari Kota Bogor yaitu sekitar 10 Km. Ketinggian lokasi sekitar 650 m dpl dengan suhu rata-rata 22,89 0C dan kelembaban udara 59,7%. PPSG telah berdiri sejak tanggal 25 September 2003 yang merupakan sebuah organisasi non pemerintah dan bersifat nirlaba. PPSG bergerak dalam penanganan masalah satwa liar dan habitatnya dan dijadikan sebagai salah satu tempat transit satwa sebelum dilepaskan ke habitat aslinya.
Kegiatan di PPSG meliputi penyediaan fasilitas (sarana dan prasarana) tempat transit, pengolahan, penanganan satwa liar, dan sosialisasi program kepada masyarakat. PPSG berkonsentrasi pada program: (a) Pemberian dukungan teknis kepada pihak yang berwenang dalam melakukan operasi penyitaan satwa– satwa liar
METODE Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus hingga bulan September 2007 di Pusat Penyelamatan Satwa Gadog (PPSG) Ciawi-Bogor, Analisa pakan dan feses dilakukan di Laboratorium Pengujian Nutrisi, Pusat Penelitian Biologi-LIPI, Cibinong.
Materi Satwa
Penelitian ini menggunakan empat ekor lutung kelabu betina (Gambar 2) berusia sekitar 3-5 tahun dan telah dipelihara PPSG sekitar satu tahun lebih. Lutung kelabu tersebut hasil sitaan dari masyarakat di Bogor dan berasal dari operasi hutan di Lampung.
13 Kandang dan Peralatan
Kandang yang digunakan adalah kandang panggung individu, yang masing-masing dilengkapi dengan tempat pakan permanen berbentuk segi empat dengan volume 30 cm3, tempat tidur terbuat dari kayu segi empat, beberapa alat main dan tempat minum berbentuk bulat yang berukuran panjang diameter 7,5 cm. Kandang berukuran 1 x 1,5 x 2,5 m dengan lantai keramik dan dinding beton (Gambar 5). Alat-alat dan bahan yang digunakan antara lain : timbangan, label, pisau, termohigrometer, kantung plastik, oven, baki plastik/keranjang dan instrument untuk uji proksimat.
Gambar 3. Kandang Lutung Kelabu di PPSG (Gambar: Pratiwi, 2007)
Jadwal pemberian pakan
14 Bahan Pakan
Bahan pakan yang diberikan terdiri dari sayuran segar dan umbi-umbian sesuai dengan ketersediaan pakan yang ada di PPSG. Pakan yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jenis Bahan Pakan yang Diberikan pada Lutung Kelabu
Bahan Pakan Jumlah Pemberian Segar (gram/hari/ekor) Pohpohan(Pilea trinervia)
Kangkung(Ipomea reptans) Sawi hijau(Brassica juncea, L) Bayam(Amaranthus tricolor, L) Melinjo (Gnetum gnemon)
Ubi jalar rebus(Ipomoea batatas )
100 100 100 100 100 200
Jumlah 700
15 Prosedur
1. Pengukuran suhu dan kelembaban lingkungan
Pengukuran suhu dan kelembaban lingkungan dilakukan tiga kali sehari pada pagi, siang dan sore hari yaitu pada pukul 06.00, 12.00, dan 15.00 WIB. Alat yang digunakan untuk pengukuran suhu dan kelambaban lingkungan adalah higrothermometer.
2. Persiapan kandang
Setiap pagi dan siang hari (07.00 dan 13.00 WIB), kandang dibersihkan untuk mengeluarkan sisa pakan dan kotoran hewan dengan menggunakan air. Pembersihan kandang dengan menggunakan desinfektan dilakukan seminggu sekali. Pembersihan juga dilakukan pada tempat air minum dan tempat pakannya.
3. Penimbangan pakan dan sisa pakan
Penimbangan setiap jenis pakan dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pada pukul 06.00 dan 12.00 WIB. Pakan yang sudah ditimbang dimasukkan ke baki plastik (Gambar 4), kemudian dibawa ke kandang dan dimasukkan ke dalam tempat pakan permanen secara bersamaan. Pakan terlebih dahulu dibersihkan sebelum ditimbang. Jenis sayuran, seperti sawi dan kangkung, dipotong-potong dengan bagian akar dibuang, sedangkan pohpohan dan daun melinjo yang diberikan berupa bagian pucuknya. Ubi jalar direbus terlebih dahulu, ditiriskan kemudian dipotong-potong. Penimbangan sisa pakan pagi hari dilakukan pada siang hari dan sisa pakan pada sore hari dilakukan pada esok paginya.
4. Pengumpulan Feses
Pengumpulan feses dilakukan pada pagi hari sebelum kandang dibersihkan. Feses basah ditimbang setiap hari yang merupakan produksi feses selama 24 jam. Feses dijemur di panas matahari selama 2-3 hari, kemudian ditimbang dan dimasukkan ke kantung plastik yang sudah diberi label. Feses disimpan di dalam
freezer hingga saat dianalisis.
16 Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan zat– zat makanan dari masing–masing bahan pakan, berupa analisis kadar air, abu, protein kasar, serat kasar, lemak kasar dan energi bruto.
6. Pendugaan kebutuhan nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan menghitung rataan konsumsi zat makanan dibandingkan terhadap rataan konsumsi bahan kering per ekor per hari.
Peubah
Beberapa peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah: 1. Konsumsi segar pakan (gram/ekor/hari)
Konsumsi segar pakan didapat dengan mengukur jumlah pakan yang diberikan dikurangi sisa pakan.
2. Konsumsi bahan kering (gram/ekor/hari)
Konsumsi bahan kering (BK) dihitung setelah mengalikan konsumsi pakan segar dengan persentase bahan kering pakan.
3. Tingkat palatabilitas
Tingkat palatabilitas diperoleh berdasarkan jumlah pakan yang dikonsumsi berdasarkan tingkat kesukaan.
4. Konsumsi zat-zat makanan
Perhitungan konsumsi zat makanan adalah dengan mengalikan jumlah konsumsi bahan kering pakan dengan kadar nutrien dalam bahan kering pakan.
5. Kebutuhan nutrien
Kebutuhan nutrien (g/ekor/hari) dihitung dengan cara membagi konsumsi zat-zat makanan dengan konsumsi bahan kering.
6. Kecernaan semu zat-zat makanan
17 7.Total Digestible Nutrient (TDN)
Nilai TDN zat makanan yang dapat dicerna dihitung berdasarkan rumus : % TDN = % Protein kasar dapat dicerna + % 2,25 Lemak kasar dapat dicerna + % Serat Kasar dapat dicerna + beta– N dapat dicerna.
8.Digestible Energy (DE)
Nilai DE untuk mengatahui beberapa banyak energi bahan makanan yang dicerna dihitung berdasarkan rumus :
% DE = Konsumsi GE– Ekskresi GE dalam feses x 100%
Konsumsi GE
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan umum
Kondisi lingkungan yang diamati di Pusat Penyelamatan Satwa Gadog (PPSG) diantaranya keadaan suhu dan kelembaban, lokasi kandang dan sumber kebisingan untuk kelangsungan hidup lutung kelabu. Suhu udara adalah faktor eksternal yang turut mempengaruhi jumlah konsumsi pakan (Parakkasi, 1999).
Tabel 3. Suhu dan Kelembaban Lingkugan
Waktu Peubah
Pagi Siang Sore
Suhu Udara (0C) 19,50 ± 1,20 31,92 ± 1,80 30,30 ± 3,10 Kelembaban Udara (%) 94,10 ± 4,10 56,10 ± 5,20 54,80 ± 6,70
Dari Tabel 3 diketahui bahwa, pada pagi hari sekitar pukul 06.00 sampai 07.00 WIB suhu di PPSG sangat dingin (19,500C) dengan kelembaban yang sangat tinggi (94,10 %) sehingga lutung kelabu lebih banyak melakukan lokomosi mengambil makanan sisa pakan sore (Pratiwi, 2008). Hal ini dilakukan sebagai cara mengatasi kestabilan suhu tubuh dari udara lingkungan yang dingin. Siang harinya saat udara lingkungan cukup panas dengan kelembaban tinggi, lutung kelabu lebih banyak meminum air. Aktivitas ini dilakukan dengab bertujuan yang sama yaitu untuk menstabilkan suhu tubuhnya dari udara lingkungan yang tinggi. Pada sore hari dengan kondisi suhu mulai stabil, lutung kelabu kembali banyak melakukan aktivitas makan, kemudian setelah merasa tercukupi lutung kelabu berdiam di pinggir kandang. Saat sore setelah hari gelap, lutung kelabu masuk ke dalam kotak tempat tidurnya dan ada juga yang tidur di bagian samping kandang sampai besok pagi.
sehingga keadaan tubuhnya menjadi lebih stabil dan untuk menghindari kondisi keriput
pada kulit.
Kondisi suhu dan kelembaban di PPSG berdasarkan hasil pengamatan dalam
keadaan optimum sesuai dengan suhu dan kelembaban habitat aslinya. Ini seperti
dinyatakan oleh Sukandar (2004) bahwa kondisi suhu lingkungan di habitat alami lutung
adalah 200C-300C dan kelembaban 80 %.
Lokasi kandang lutung kelabu berdekatan dengan kandang satwa lainnya seperti
siamang, owa Jawa dan burung elang. Lokasi kandang juga berdekatan dengan rumah
penduduk dan jalan raya yaitu hanya sekitar kurang lebih 11 meter. Kondisi seperti ini
dapat menimbulkan tingkat kebisingan yang tinggi yang terjadi setiap hari. Penyebab
utama kebisingan adalah suara siamang dan elang yang jumlahnya cukup banyak dan
dengan intensitas suara yang cukup tinggi setiap harinya yaitu sekitar satu jam sekali.
Umumnya satwa-satwa tersebut bersuara karena ada rangsangan dari lingkungan sekitar,
seperti adanya orang asing yang lewat di sekitar kandang, suara kendaraan bermotor dari
jalan raya terutama menjelang dan sesudah hari libur dengan frekuensi yang sering dan
aktivitas penjaga kandang pada saat akan memberikan pakan untuk satwa lain yang
berdekatan dengan kandang lutung kelabu. Kehadiran orang asing juga merupakan hal
yang mengganggu dari lingkungan sekitar kandang dan akan mempengaruhi aktivitas
lutung. Kebisingan yang sering terjadi setiap hari membuat lutung kelabu ketakutan dan
tercekam. Keadaan tercekam yang dialami oleh lutung ditunjukkan dengan sikap atau
gerakan yang tiba-tiba menjadi agresif.
Bahan Pakan
Pakan merupakan salah satu faktor penting untuk kelangsungan hidup dan
reproduksi hewan (Parakkasi, 1999). Pemilihan bahan pakan yang diberikan di PPSG
tergantung pada ketersediaan di pasar, musim, dan kesukaan hewan terhadap setiap jenis
bahan pakan. Pakan yang diberikan di PPSG disesuaikan dengan pakan yang biasa
diberikan saat lutung kelabu dalam pemeliharaan sebelumnya di masyarakat dan
disesuaikan pada saat awal lutung kelabu masuk ke penangkaran. Bahan pakan yang
jalar merah yang terlebih dahulu direbus, sedangkan untuk pakan yang berupa dedaunan
yang diberikan sebagian besar berupa pucuk dan dalam keadaan utuh. Bahan pakan
yang dimaksud adalah ubi jalar, pohpohan, kangkung, sawi hijau, bayam, dan daun
melinjo.
Tabel 4. Komposisi Nutrien Masing-masing Bahan Pakan
Abu LK PK SK BETN
Bahan Pakan BK
(%) --- (BK%)
---GE (kal/g)
Pohpohan 9,46 19,45 2,08 23,11 28,96 26,40 3526,58
Kangkung 26,63 11,19 3,39 30,30 14,65 40,48 4504,94
Sawi Hijau 6,59 16,31 1,29 32,78 14,01 35,61 4103,85
Bayam 8,41 23,04 1,36 27,69 12,14 35,76 3823,38
Daun Melinjo 15,38 10,86 3,28 19,95 14,21 51,70 4369,69
Ubi Jalar 6,47 2,79 1,00 3,57 9,37 83,27 4137,20
Keterangan: BK = Bahan Kering; PK = Protein kasar; LK = Lemak Kasar; BETN = Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen; GE = Gross Energy Hasil analisis di Laboratorium Pengujian
Nutrisi, Puslit Biologi-LIPI
Pakan yang baik sangat diperlukan untuk menunjang kelangsungan hidup lutung
kelabu selama di penangkaran. Komposisi nutrien pakan pada Tabel 4 menunjukkan
bahwa kandungan bahan kering setiap bahan pakan yang diberikan selama penelitian
relatif rendah, namun daun melinjo dan kangkung memiliki kandungan bahan kering
yang relatif tinggi di antara bahan pakan yang lainnya. Rendahnya bahan kering pakan
yang diberikan pada lutung kelabu dikarenakan bahan pakan berupa bahan segar
sehingga kadar air yang terkandung pada setiap bahan pakan tinggi. Secara keseluruhan
dari kandungan nutrien bahan pakan, kandungan nutrien yang paling tinggi adalah
protein dan BETN. Protein dan BETN yang tinggi dikarenakan bahan pakan yang
diberikan berupa bagian pucuk sehingga memiliki kandungan nutrien yang lebih banyak
dibandingkan bagian tanaman yang lainnya (de Graff et al., 2004dalam Prayogo, 2006)
dan menurut Kappeler (1981), dedaunan merupakan sumber protein yang tinggi. Pakan
yang banyak mengandung protein yang paling tinggi adalah sawi hijau sebesar 32,78 %,
nutrisi bahan pakan juga memiliki serat kasar tinggi, hal ini dikarenakan bahan pakan
yang diberikan berupa sayuran yang merupakan bahan pakan sumber serat kasar yang
tinggi (Yulianti et al., 2006). Bahan pakan yang memiliki serat kasar paling tinggi
adalah pohpohan sebesar 28,96%.
Kandungan serat kasar tinggi dapat dimanfaatkan oleh lutung kelabu sebagai
sumber energi karena lutung kelabu memiliki mikroorganisme yang mampu mengurai
dan mencerna serat kasar dalam saluran pencernaannya (de Graff et al., 2004 dalam
Prayogo, 2006; Nadleret al. 2003 dan NRC, 2003).
Konsumsi Air
Hewan mendapatkan air dari kandungan air yang yang terkandung pada pakan,
air metabolik, air minum dan air hasil katabolisme tubuh. Kebutuhan air pada hewan
dipengaruhi oleh faktor makanan, faktor lingkungan, kondisi fisiologi, kemampuan
menahan air dan aktivitas ternak (Crurch and Pond, 1988). Konsumsi air pada lutung
kelabu diperoleh dari konsumsi pakan segar dikalikan dengan kadar air dari
masing-masing pakan yang diberikan.
Tabel 5. Konsumsi Air Lutung Kelabu
Pakan Hewan
(gram/ekor/hari) L1 L2 L3 L4 Rataan
Pagi Sore Pagi Sore Pagi Sore Pagi Sore Pagi Sore
Pohpohan 42,9 42,1 44,2 44,5 40,6 42,1 40,0 43,4 41,9±1,9 43,0±1,1 Bayam 40,1 39,4 42,6 41,1 39,1 40,9 37,9 40,8 39,9±20 40,6±0,8 Kangkung 34,3 33,2 35,0 35,2 32,8 33,8 32,8 34,9 33,7±1,1 34,3±0,9 Sawi 43,3 42,8 44,5 44,8 41,3 44,5 42,9 45,5 43,0±1,3 91,0±1,2 Ubi Jalar 89,1 90,5 91,8 92,1 88,9 90,8 88,4 90,7 89,5±1,5 91,0±0,7
Melinjo 20,0 23,5 26,6 30,8 20,3 23,1 17,7 23,3 21,2±3,8 25,2±3,7
Total 269,6 271,5 284,6 288,6 263,0 275,2 259,7 278,7 269,2±11 278,5±7,3
Konsumsi air pada masing-masing lutung kelabu sebagian besar berasal dari
konsumsi pakan yang diberikan. Konsumsi air rataan yang paling tinggi pada
gram/ekor/hari. Konsumsi air yang tinggi berasal dari konsumsi pakan pada sore hari
yang jumlahnya tinggi (Tabel 4). Selain itu dikarenakan faktor suhu pada siang
menjelang sore suhu dan kelembaban yang sangat tinggi sehingga konsumsi air akan
tinggi (Church and Pond, 1988).
Tingkat Palatabilitas Pakan
Palatabilitas pakan merupakan tingkat kesukaan satwa terhadap bahan pakan
yang diberikan tergantung warna, bau, rasa dan tekstur (Parakkasi, 1999). Tingkat
palatabilitas pakan yang diberikan kepada lutung kelabu pada waktu pemberian selama
pengamatan dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Tingkat Palatabilitas Konsumsi Pakan Pagi (a) dan Sore (b) Keterangan : L1:lutung kelabu 1, L2: lutung kelabu 2, L3: lutung kelabu 3, L4: lutung kelabu
Gambar 6 menunjukkan tingkat palatabilitas bahan pakan berdasarkan waktu
pemberian selama pengamatan. Palatabilitas bahan pakan pada pagi hari berturut-turut
pada pagi hari yang paling tinggi, karena lutung kelabu sudah beradaptasi dengan ubi
jalar. Sebelum dimasukkan ke penangkaran, ubi jalar merupakan pakan yang biasa
diberikan selama lutung kelabu berada dalam pemeliharaan di masyarakat dibandingkan
dengan pakan yang lainnya. Ubi jalar merupakan pakan sumber energi yang digunakan
lutung kelabu untuk aktivitas di siang hari. Selain itu, ubi jalar rebus memiliki
kandungan gula yang lebih tinggi dibandingkan dengan ubi jalar mentah dengan total
gula 123 kal (Harli, 2000) yang digunakan lutung kelabu untuk memenuhi kebutuhan
energi. Ubi jalar yang diberikan direbus dahulu dengan tujuan untuk menghilangkan
trypsin inhibitor yang dapat menghambat kerja trypsin yang berperan sebagai pemecah
protein dalam usus sehingga penyerapan produk pemecahan protein menjadi lebih
maksimal dan juga mengurangi timbulnya gejala perut kembung (flatulensi) dan diare
(Pusat Pengembangan Teknologi Pangan, 1999). Tingkat palatabilitas yang tinggi dari
jenis sayuran adalah pohpohan. Pohpohan merupakan jenis dedaunan yang memiliki bau
wangi yang khas, tekstur yang lembut dan rasanya lebih manis dibandingkan jenis pakan
yang lainnya sehingga lutung kelabu lebih menyukainnya. Tingkat palatabilitas pada
sore hari secara berturut-turut tidak jauh berbeda dengan pagi hari yaitu pada pakan ubi,
pohpohan, sawi, kangkung, bayam dan daun melinjo. Ubi jalar dan pohpohan juga
merupakan pakan yang memiliki tingkat palatabilitas yang tinggi dengan jumlah
konsumsi terbesar pada sore hari.
Dengan melihat tingkat palatabilitas pakan pagi dan sore hari, pakan yang paling
palatable adalah ubi jalar dan pohpohan. Ubi jalar merupakan pakan yang memiliki rasa
manis, kadar air tinggi, warna yang mencolok dan tekstur yang lembut dibandingkan
dengan pakan yang lainnya. Hal ini dapat meningkatkan nilai indera penglihatan
dibandingkan indera penciumannya (Yasuma dan Alikodra, 1992). Tingkat palatabilitas
yang paling rendah pada pagi dan sore hari adalah daun melinjo karena daun melinjo
memiliki rasa yang kurang enak (pahit), rasa pahit karena adanya purin yang tinggi
sehingga lutung kelabu kurang menyukainya (Coronel, 1999). Lutung kelabu 1, 3, dan 4
memiliki tingkat palatabilitas yang hampir sama jumlahnya, sedangkan lutung kelabu 2
memiliki palatabilitas paling tinggi untuk semua jenis pakan yang diberikan. Lutung
yang kurang disukai oleh lutung kelabu yang lainnya. Tingginya tingkat palatabilitas
lutung kelabu 2 diduga lutung kelabu tersebut masih dalam masa pertumbuhan sehingga
memerlukan asupan nutrisi yang tinggi dan pada masa pertumbuhan biasanya keinginan
untuk makan sangat tinggi.
Konsumsi Pakan
Konsumsi merupakan jumlah makanan yang dapat dimakan oleh setiap hewan
dan merupakan faktor esensial yang menjadi dasar untuk menentukan kebutuhan hidup
pokok dan produksi (Parakkasi, 1999). Iklim yang sangat ekstrim berpengaruh terhadap
konsumsi pakan pada hewan. Apabila iklim panas maka konsumsinya akan menurun,
sebaliknya apabila iklim dingin maka jumlah konsumsi akan meningkat. Faktor
palatabilitas pakan merupakan hal penting dalam mengukur konsumsi pakan pada hewan
(Tomaszewskaet al., 1991).
Tabel 6. Konsumsi pakan segar lutung kelabu
Lutung Kelabu Konsumsi Pakan Segar
(gram/ekor/hari) 1 2 3 4 Rataan±Sd
Pohpohan 94 98 92 92 94 ± 2,83
Total 615 654 613 616 626 ± 21,37
Urutan rataan konsumsi pakan segar pada lutung kelabu yang paling tinggi
adalah ubi jalar, pohpohan, sawi, kangkung, bayam dan daun melinjo. Konsumsi pakan
segar yang paling tinggi adalah ubi jalar. Ubi jalar lebih tinggi dikonsumsi karena ubi
jalar merupakan pakan yang bersumber energi yang tinggi. Hal ini dinyatakan oleh
Muhilal (1991) bahwa ubi jalar mengandung 75-90% karbohidrat yang digunakan oleh
tubuh sebagai sumber energi. Kebutuhan energi lutung kelabu yang tinggi digunakan
banyak mengkonsumsi pakan pada pagi dan sore hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Bismark (1986) bahwa aktivitas konsumsi lutung kelabu dilakukan pada pagi dan sore
hari. Siang hari lutung kelabu lebih banyak diam atau beristirahat, dan pada saat ini
terjadi proses pencernaan pakan yang telah dikonsumsi di dalam perut lutung kelabu.
Pada sore harinya lutung kelabu kembali makan untuk digunakan sebagai cadangan
energi di malam hari (Prayogo, 2006). Pada siang hari berdasarkan hasil pengamatan,
lutung kelabu lebih banyak melakukan aktivitas minum. Namun secara jumlah total
rataan konsumsi lutung kelabu banyak mengkosumsi sayuran sebanyak 433
gram/ekor/hari karena lutung kelabu merupakan satwa yang konsumsi pakan utamanya
adalah daun muda dan pucuk 58%. Lutung kelabu merupakan jenis primata folivorus
yang banyak mengkonsumsi pakan dedaunan (NRC, 2005). Konsumsi pakan sangat
tergantung dari aktivitas, jenis kelamin, umur, kondisi lingkungan dan perubahan suhu
(Moen, 1973). Ditambahkan oleh Parakkasi (1999), faktor yang mempengaruhi tingkat
konsumsi adalah hewan itu sendiri, pakan yang diberikan dan lingkungan sekitar.
Konsumsi pakan pada lutung kelabu dipengaruhi oleh faktor internal yaitu kondisi
fisiologi lutung kelabu yang masih dalam fase pertumbuhan sehingga konsumsi pakan
tinggi dari jumlah pakan yang diberikan. Berdasarkan pengamatan di lapangan, aktivitas
pakan pada pagi hari cenderung langsung banyak dan langsung habis. Hal ini karena
pada pagi hari suhu kandang yang dingin dan kelembaban yang tinggi menyebabkan
lutung kelabu membutuhkan banyak energi yang tinggi untuk pertahanan tubuhnya dari
suhu lingkungan yang tinggi. Sedangkan pada sore hari, konsumsi lutung kelabu
cenderung mengambil pakannya sedikit-sedikit dan tidak langsung habis, hal ini
disebabkan suhu lingkungan masih panas dengan kelembaban yang rendah.
Selama penelitian konsumsi pakan segar lutung kelabu 2 paling tinggi sebesar
654 gram/ekor/hari. Hal ini dikarenakan lutung kelabu 2 sedang mengalami masa
pertumbuhan sehingga tingkat konsumsinya pun tinggi dan selama pengamatan lutung
kelabu 2 lebih sering menghabiskan pakan. Sedangkan, lutung kelabu 3 lebih rendah
dibandingkan ketiga lutung lainnya. Hal ini karena pada saat makan lutung kelabu 3
makan tidak di tempat pakan, tetapi dibawa ke bagian pinggir kandang sehingga
feses sehingga tidak diberikan lagi.
Jumlah bahan kering yang dikonsumsi oleh hewan selama satu hari perlu
diketahui untuk dapat mengetahui kebutuhan hewan akan zat makanan yang dikonsumsi
untuk petumbuhan, hidup pokok, dan reproduksi (Tillmanet al., 1986).
Tabel 7. Konsumsi Bahan Kering Pakan Lutung Kelabu
Lutung Kelabu Konsumsi Pakan Bahan
Kering (gram/ekor/hari) 1 2 3 4 Rataan±Sd
Pohpohan 8,76 9,15 8,08 8,59 8,64 ± 0,44
Kangkung 24,50 25,47 22,89 24,58 24,35 ± 1,07
Sawi 6,08 6,37 5,69 6,03 6,04 ± 0,27
Bayam 7,30 7,69 7,22 7,23 7,36 ± 0,22
D.Melinjo 9,13 12,03 13,93 8,61 10,92 ± 2,05
Ubi Jalar 12,42 12,65 6,65 12,60 11,08 ± 2,95
Total 68,19 73,35 64,46 67,63 68,41 ± 3,68
Konsumsi pakan segar dan bahan kering lutung kelabu 1 adalah 615
gram/ekor/hari dan 68 gram/ekor/hari, lutung kelabu 2 adalah 654 gram/ekor/hari dan 73
gram/ekor/hari, lutung kelabu 3 adalah 613 gram/ekor/hari dan 64 gram/ekor/hari,
sedangkan lutung kelabu 4 adalah 616 gram/ekor/hari dan 68 gram/ekor/hari. Rataan
konsumsi pakan segar dan bahan kering lutung kelabu 1, 2, 3, dan 4 adalah 624,5 ±
19,71 gram/ekor/hari dan 68,35 ± 3,69 gram/ekor/hari. Konsumsi pakan segar lutung
kelabu setiap hari tinggi dari total yang diberikan 700 gram/hari/ekor ini ditunjukan
pakan yang diberikan setiap hari selalu habis dikonsumsi terutama pakan yang berasal
dari umbi-umbian.
Nilai konsumsi pakan berdasarkan bahan kering lutung kelabu 1, 2, 3 dan 4
relatif lebih rendah, hal ini menunjukan bahwa kadar air bahan pakan sangat tinggi.
Kadar air bahan pakan yang tinggi dikarenakan bahan pakan yang diberikan dalam
keadaan segar. Konsumsi pakan berdasarkan bahan kering rendah maka juga
berpengaruh kepada tingkat konsumsi air. Semakin rendah tingkat pakan berdasarkan
bahan kering maka semakin rendah tingkat konsumsi air karena kebutuhan air lutung
Konsumsi Nutrien Pakan
Jumlah konsumsi nutrien pakan lutung kelabu setiap hari, diperoleh dengan cara
menghitung jumlah setiap jumlah bahan pakan yang dikonsumsi per hari dikalikan
dengan persentase kandungan zat makanan masing-masing bahan pakan. Kebutuhan
nutrisi pakan lutung kelabu perlu diperhatikan untuk aktivitas dan pertumbuhan.
Semakin baik kandungan nutrisi dalam pakan maka konsumsi akan meningkat dan
semakin baik pula kesejahteraan dan daya hidup satwa selama dipenagkaran. Dengan
mengetahui kondisi zat makanan lutung kelabu setiap hari, maka dapat diduga
kebutuhan nutrisi pakan selama di PPSG. Konsumsi zat - zat makanan dan energi bruto
pada masing-masing lutung kelabu dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Konsumsi Nutrien Pakan dan Energi Bruto
Lutung Kelabu Konsumsi
1 2 3 4 Rataan ± SD
BK (g/ekor/hari) 68,18 73,35 64,46 67,63 68,41 ± 3,68
ABU (g/ekor/hari) 13,46 14,20 11,10 13,44 13,05 ± 1,34
PK (g/ekor/hari) 15,73 16,90 15,68 15,58 15,97 ± 0,62
LK (g/ekor/hari) 1,61 1,76 1,64 1,60 1,65 ± 0,07
SK (g/ekor/hari) 9,01 9,73 8,76 8,93 9,11 ± 0,42
BETN (g/ekor/hari) 29,93 31,97 26,07 29,82 29,45 ± 2,46
GE (kal/ekor/hari) 2927,52 3151,33 2777,49 2903,49 2939,95 ± 155,52 Keterangan : BK = bahan kering; PK = protein kasar; LK = lemak kasar; SK = serat kasar; BETN = bahan ekstrak tanpa nitrogen; GE = gross energi
Konsumsi nutrien pakan lutung kelabu dipengaruhi oleh jumlah konsumsi bahan
kering dan kandungan zat makanan pada setiap bahan pakan. Dari ke empat lutung
kelabu ini, konsumsi bahan kering tertinggi (Tabel 7) adalah pada lutung kelabu 2 yang
menyebabkan konsumsi terhadap zat nutrisi yang lainnya pun menjadi lebih tinggi. Hal
ini disebabkan lutung kelabu 2 merupakan lutung kelabu yang sedang mengalami masa
pertumbuhan dan berdasarkan hasil pengamatan lutung kelabu 2 ini memiliki aktivitas
yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Berdasarkan informasi dari
petugas kandang bahwa lutung kelabu 2 ini berusia 3 tahun sehingga kebutuhan
konsumsi bahan kering yang lebih kecil daripada yang lainnya karena konsumsi pakan
segarnya yang rendah (Tabel 7). Hal ini mengakibatkan konsumsi terhadap kandungan
nutrien pakan lainnya pun menjadi lebih rendah dibandingkan dengan konsumsi nutrien
pakan lutung kelabu yang lainnya. Konsumsi nutrien tinggi terdapat pada protein, abu
dan serat kasar. Konsumsi protein tinggi dikarenakan pakan yang diberikan berupa
bagian pucuk dari bagian sayuran sehingga kadar proteinnya tinggi. Konsumsi abu
pada lutung kelabu pun cukup tinggi yaitu dengan rataan 13,05 %. Hal ini disebabkan
pakan yang diberikan sebagian besar merupakan sayuran atau hijauan sehingga
kandungan abunya pun tinggi (Tabel 5). Konsumsi serat kasar juga tinggi dikarenakan
pakan yang diberikan berupa dedaunan yang banyak mengandung serat kasar yang
tinggi terutama berasal dari pohpohan dan kangkung sebesar 28,93% dan 14,65%.
Tingginya serat kasar berasal dari buah-buahan dan sayuran (Yulianti et al., 2006).
Walaupun serat kasar tinggi pada pakan yang diberikan, konsumsi serat kasar tersebut
tidak berpengaruh kepada pencernaan lutung kelabu. Konsumsi serat kasar tinggi justu
menguntungkan karena lutung kelabu merupakan hewan yang memiliki mikroorganisme
yang mampu mengurai serat kasar dalam saluran pencernaan sebagai sumber energi
(Edwardset al., 1997).
Pendugaan Kebutuhan Nutrien
Kebutuhan nutrien pada suku Colobin belum ditemukan (NRC, 2003). Hal ini
menyebabkan kebutuhan nutrien lutung kelabu dihitung berdasarkan konsumsi nutrien
per hari dibagi konsumsi bahan kering kemudian dinyatakan dalam persen. Konsumsi
nutrien dan produksi nutrien yang diekskresikan dalam feses digunakan untuk
mengetahui nilai protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan BETN dapat cerna.
Kebutuhan nutrien pakan pada lutung kelabu dapat diketahui dengan menghitung
konsumsi zat makanan per hari dari konsumsi bahan kering dan dinyatakan dalam
Tabel 9. Pendugaan Nutrien Pakan Lutung Kelabu
Lutung Kelabu Nutrien (% BK)
1 2 3 4 Rataan±SD
ABU 19,75 19,36 17,23 19,86 19,05 ± 1,23
PK 23,06 23,04 24,33 23,03 23,03 ± 0,64
LK 2,37 2,40 2,54 2,36 2,36 ± 0,08
SK 13,22 13,27 13,59 13,20 13,20 ± 0,18
BETN 43,89 43,58 40,45 44,09 44,09 ± 1,71
Keterangan : BK = bahan kering; PK = protein kasar; LK = lemak kasar; SK = serat kasar; BETN = bahan ekstrak tanpa nitrogen;
Pendugaan kebutuhan nutrien pakan lutung kelabu pada Tabel 9 mempunyai
nilai yang tidak jauh berbeda. Hal ini disebabkan setiap satwa sudah mampu
beradaptasi terhadap pakan yang diberikan dan tingkat palatabilitas yang sama.
Berdasarkan hasil análisis kebutuhan protein kasar pada lutung kelabu lebih tinggi dan
serat kasar justru lebih rendah dari analisis NRC (2003), yaitu masing-masing sebesar
16,80% dan 19,74%. Konsumsi protein yang tinggi lutung kelabu akan digunakan untuk
perkembangan organ reproduksi karena lutung kelabu akan memasuki masa reproduksi
pada umur 3-5 tahun (Napier dan Napier, 1967). Pada masa ini banyak nutrisi yang
diperlukan untuk kematangan organ reproduksi dan untuk meningkatkan daya imun
atau penyempurnaan kondisi organ tubuh lutung kelabu sehingga ketika dilepaskan di
habitat aslinya lutung dapat bertahan hidup.
Nutrien Dapat Dicerna dan Koefisien Cerna Nutrien Pakan
Kecernaan nutrien pakan adalah gambaran dari kualitas pakan yang dikonsumsi
oleh satwa. Di dalam alat pencernaan, pakan dirombak menjadi senyawa yang lebih
sederhana sehingga dapat diserap oleh tubuh yang digunakan untuk kelangsungan proses
kegiatan dalam tubuh. Secara fisiologis zat makanan dicerna dan diserap terlebih dahulu
oleh dinding usus dan disalurkan melalui saluran darah kemudian digunakan oleh tubuh
satwa. Pakan yang tidak dapat dicerna di dalam usus dibuang melalui feses. Feses
adalah hasil sisa pencernaan yang dikeluarkan dari saluran pencernaan melalui usus. Di
organik dan hasil-hasil dekomposisi (Tillman et al., 1986). Nilai kecernaan zat-zat
makanan lutung kelabu mencerminkan kemampuan lutung kelabu dalam mencerna
pakan yang dikonsumsi.
Tillman et al, (1986) menyatakan bahwa ada dua metode untuk menentukan
koefisien cerna yaitu dengan metode koleksi total dan metode indikator. Pada penelitian
ini digunakan metode koleksi total dan pengukuran dilakukan secara perhitungan
berdasarkan analisa zat makanan. Metode koleksi total ini bermaksud untuk mengetahui
jumlah pakan yang dapat dicerna dan jumlah zat-zat makanan dapat dicerna berdasarkan
konsumsinya.
Tabel 10. Konsumsi, Produksi Feses, dan Koefisien Cerna Bahan Kering Lutung Kelabu
Lutung Kelabu
Peubah 1 2 3 4 Rataan ± SD
Konsumsi BK (g/ekor/hari) 68,19 73,35 64,46 67,63 68,39 ± 3,69
Produksi BK feses (g/ekor/hari) 8,8 10,99 10,76 10,12 10,17 ± 0,98
Koefisien Cerna BK (%) 86,71 84,87 83,38 85,92 85,22 ± 1,25
Produksi feses pada lutung kelabu 2 lebih besar dibandingkan dengan produksi
feses yang lainnya. Hal ini disebabkan konsumsi serat kasar yang lebih tinggi (Tabel 8)
sehingga memperlancar pengeluaran feses. Rataan koefisien cerna bahan kering lutung
kelabu 1 paling tinggi diantara lutung kelabu yang lainnya dikarenakan produksi feses
yang paling rendah. Koefisien cerna lutung kelabu 2 lebih rendah daripada lutung 1 dan
4; hal ini dikarenakan konsumsi bahan kering yang tinggi. Konsumsi bahan kering yang
tinggi akan mengakibatkan pergerakan makanan semakin cepat dalam saluran
pencernaan sehingga dinding saluran pencernaan tidak mempunyai kesempatan untuk
mencerna lebih banyak. Sulistyowati (2002) menambahkan bahwa semakin tinggi
konsumsi akan meningkatkan laju pergerakan zat makanan di dalam saluran pencernaan
sehingga mengurangi kerja enzim pencernaan dalam hal mencerna makanan dan
menyebabkan koefisien cerna bahan kering menjadi lebih rendah. Nutrien yang dapat
dicerna oleh lutung kelabu dapat diperoleh dari konsumsi nutrien (Tabel 6) dan produksi