• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keberhasilan Reproduksi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.): Penyerbukan Alami dan Buatan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keberhasilan Reproduksi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.): Penyerbukan Alami dan Buatan."

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

KEBERHASILAN REPRODUKSI JARAK PAGAR

(

Jatropha curcas

L.): PENYERBUKAN ALAMI DAN BUATAN

Oleh: Rofiq Afandi

A34404029

PROGRAM STUDI

PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

ROFIQ AFANDI. Keberhasilan Reproduksi Jarak Pagar (Jatropha curcas

L.): Penyerbukan Alami dan Buatan. (Dibimbing oleh ENDAH RETNO PALUPI dan ABDUL QADIR)

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui keberhasilan reproduksi empat genotipe jarak pagar (genotipe Lampung, Bengkulu, Kediri, Palembang) dan mempelajari pengaruh genotipe dan tipe penyerbukan serta interaksinya terhadap persentase pembentukan buah dan biji serta mutu benih. Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Ilmu dan Teknologi Benih, Lewikopo, Darmaga, Bogor, Jawa Barat pada bulan Maret – Juli 2008.

Penelitian terdiri atas dua percobaan yaitu keberhasilan reproduksi dan penyerbukan alami dan buatan. Percobaan keberhasilan reproduksi menggunakan rancangan acak lengkap satu faktor yaitu genotipe yang terdiri atas genotipe Lampung, Bengkulu, Palembang dan Kediri. Percobaan penyerbukan alami dan buatan menggunakan rancangan petak terbagi dengan genotipe sebagai petak utama dan tipe penyerbukan sebagai anak petak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor genotipe tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat keberhasilan reproduksi. Keberhasilan reproduksi pada genotipe Lampung, Bengkulu, Palembang dan Kediri berkisar 0.56-0.74, yang menunjukkan bahwa sekitar 56–74 % ovul yang berkembang menjadi benih yang viabel. Jumlah bunga betina per malai yang bervariasi tidak diikuti dengan jumlah buah yang terbentuk. Persentase pembentukan buah menjadi salah satu kendala dalam keberhasilan reproduksi sehingga diduga dapat ditingkatkan dengan perbaikan budidaya seperti pemupukan, intensitas cahaya, peningkatan efisiensi penyerbukan dan pengendalian hama dan penyakit.

Genotipe Palembang yang diserbuk silang menghasilkan jumlah buah per malai terbanyak sebesar 8.74. Penyerbukan silang pada genotipe Lampung dan Kediri menghasilkan jumlah biji per buah paling sedikit. Genotipe dan penyerbukan tidak berpengaruh nyata terhadap persentase pembentukan buah yaitu sebesar 62-86 % dan keberhasilan reproduksi yaitu sebesar 0.56–0.78, hampir sama dengan keberhasilan reproduksi dari penyerbukan terbuka (alami), yang menunjukkan bahwa penyerbukan bukan merupakan kendala dalam pembentukan benih.

(3)

KEBERHASILAN REPRODUKSI JARAK PAGAR

(

Jatropha curcas

L.): PENYERBUKAN ALAMI DAN BUATAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh:

Rofiq Afandi

A34404029

PROGRAM STUDI

PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : KEBERHASILAN REPRODUKSI JARAK PAGAR

(Jatropha curcas L.): PENYERBUKAN ALAMI DAN BUATAN

Nama : Rofiq Afandi

NRP : A34404029

Program Studi : Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih

Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr Ir Endah Retno Palupi, M.Sc Ir Abdul Qadir, MS

NIP. 131 842 407 NIP. 131 667 786

Mengetahui:

Dekan Fakultas Pertanian

Prof Dr Ir Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan

sebaik-baiknya.

Skripsi dengan judul “Keberhasilan Reproduksi Jarak Pagar (Jatropha

curcas L): Penyerbukan Alami dan Buatan” ini ditulis untuk memenuhi tugas

akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas

Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini terdorong oleh keinginan untuk

mempelajari tingkat keberhasilan reproduksi dan pengaruh penyerbukan beberapa

genotipe jarak pagar sebagai upaya untuk memberikan informasi keberhasilan

reproduksi beberapa genotipe jarak pagar yang ada di Indonesia.

Pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang

sedalam-dalamnya kepada Bapak dan Ibu yang ada di rumah serta Mba, Kakak

dan Adik yang selalu mendoakan penulis agar selalu dalam keadan sehat wal afiat

tidak kekurangan sesuatu apa pun.

Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr Ir Endah Retno

Palupi, MSc. dan Ir Abdul Qadir, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang

selalu memberikan arahan dan masukan kepada penulis dengan segala kesabaran

dan waktu yang telah disisihkan disela-sela kesibukan sebagai staf pengajar.

Kepada Dr Ir Syarifah Iis Aisyah selaku dosen pembimbing akademik, penulis

mengucapkan banyak terima kasih atas masukan dan saran akademik selama ini.

Kepada Pak Sardju penulis mengucapkan banyak terima kasih atas kerja sama dan

sarannya selama penelitian berlangsung. Kepada Pak Rahmat dan Pak Maman

penulis tak lupa ucapkan terima kasih. Kepada sahabat-sahabatku, Eko, Arpan,

Irwan, Ridho, Pendi, Taufik, Isa, Ana, Irma serta seluruh rekan-rekan Pemuliaan

Tanaman dan Teknologi Benih 41 atas kebersamaan dan bantuannya terhadap

kelancaran penelitian ini. Kepada Warid, Eva, dan Ita penulis mengucapkan

terima kasih atas semangat dan kebersamaan dalam satu bimbingan. Kepada Ust.

Ece dan Ust. Abdurrahman terima kasih atas bimbingannya selama di Al-Ihya.

Kepada rekan-rekan di majlis Al-Ihya, Great, P Cecep, Gus Shofi, Unang serta

(6)

terima kasih atas kebersamaan dan motivasi yang telah diberikan selama ini.

Kepada teman-teman di Villa Al-Boejang Yudha, Galuh, Sandi, Fajar, Haryanto,

terima kasih atas segala bantuan dan kebersamaan. Semoga kebaikan rekan-rekan

semua menjadi buah yang manis di hari akhir nanti.

Bogor, Maret 2009

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Kedungcino, Jepara, Jawa Tengah pada tanggal 29 Juli

1986. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Bapak

Sunardi dan Ibu Sunarwati.

Penulis mengikuti pendidikan pertama kali di TK Pertiwi Kedungcino

pada tahun 1991. Tahun 1992 penulis meneruskan pendidikan di SD 02

Kedungcino dan lulus tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan

pendidikan di SLTP 02 Jepara dan lulus tahun 2001, kemudian melanjutkan

pendidikan di SMA 01 Jepara dan lulus tahun 2004. Pada tahun yang sama

penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Progam Studi Pemuliaan

Tanaman dan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, melalui jalur Undangan

Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama di IPB penulis aktif dalam berbagai kegiatan kampus terutama

bidang kerohanian Islam. Penulis pernah menjadi pengurus Al-Hurriyyah dari

tahun kepengurusan 2005-2007. Pada tahun kepengurusan 2007 penulis juga aktif

(8)

DAFTAR ISI

Halaman PENDAHULUAN

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jarak Pagar ... 4

Pembungaan Jarak Pagar ... 5

Pembentukan Buah dan Biji ... 6

Viabilitas dan Vigor Benih ... 7

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat ... 9

Bahan dan Alat ... 9

Metode Percobaan ... 9

Keberhasilan Reproduksi ... 9

Penyerbukan Alami dan Buatan ... ... 10

Pelaksanaan Penelitian ... 11

Penggantian Polibag ... 11

Pemeliharaan Tanaman ... 11

Keberhasilan Reproduksi ... 12

Penyerbukan Alami dan Buatan ... 12

Pengamatan ... 13

Keberhasilan Reproduksi ... 13

Indeks Inkompatibilitas Sendiri... 14

Daya Berkecambah ... 14

Potensi Tumbuh Maksimum ... 14

Kecepatan Tumbuh ... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum ... 16

Keberhasilan Reproduksi ... 19

Penyerbukan Alami dan Buatan ... 23

KESIMPULAN DAN SARAN ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Proporsi Tipe Protandri dan Protogini pada Empat Genotipe yang

Diamati ... 18

2. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Genotipe terhadap Jumlah Malai per Tanaman (M/T), Jumlah Bunga Jantan per Malai (Bj/M), Bunga Betina per Malai (Bb/M), Buah per Malai (Bh/M), Biji per Buah (B/Bh), Rasio Bh/Bb, Rasio B/O, dan Keberhasilan

Reproduksi (KR) ... 20

3. Nilai Tengah Pengaruh Genotipe terhadap Jumlah Malai/Tanaman (M/T), Jumlah Bunga Jantan per Malai (Bj/M), bunga betina per Malai (Bb/M), Jumlah Buah per Malai (Bh/M), dan Jumlah Biji per Buah

(B/Bh) ………...………...….. 21

4. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Genotipe (A) dan Tipe Penyerbukan serta Interaksinya terhadap Jumlah Buah per malai, Biji per Buah, Persentase Pembentukan buah, Persentase Pembentukan Benih, Keberhasilan Reproduksi, Daya Berkecambah, Potensi Tumbuh Maksimum, dan Kecepatan Tumbuh ... 24

5. Persentase Pembentukan Buah (PBh) dan Benih (PB) Empat Genotipe yang Diuji pada Tiga Macam Penyerbukan (%) dan Nilai IIS-nya ... 25

6. Nilai Tengah Interaksi Pengaruh Genotipe dan Tipe Penyerbukan

terhadap Jumlah Buah/Malai ... 25

7. Nilai Rata-rata Biji/Buah Empat Genotipe yang Diuji pada Tiga

Macam Penyerbukan. ... 26

8. Keberhasilan Reproduksi Empat Genotipe yang Diuji pada Tiga

Macam penyerbukan... 27

9. Daya Berkecambah (DB), Kecepatan Tumbuh (Kct) dan Potensi Tumbuh Maksimum (PTM) pada Genotipe yang Diuji dengan Tiga

Macam Penyerbukan ... 28

Lampiran

1. Analisis Ragam Pengaruh Genotipe terhadap Jumlah Malai per Tanaman

(10)

2. Analisis Ragam Pengaruh Genotipe terhadap Jumlah Bunga Jantan per Malai ... 35

3. Analisis Ragam Pengaruh Genotipe terhadap Jumlah Bunga per Malai.. 35

4. Analisis Ragam Pengaruh Genotipe terhadap Jumlah Buah per malai .... 35

5. Analisis Ragam Pengaruh Genotipe terhadap Jumlah Biji per buah... 36

6. Analisis Ragam Pengaruh Genotipe terhadap Rasio Buah per Bunga

Betina ... 36

7. Analisis Ragam Pengaruh Genotipe terhadap Rasio Biji per Ovul... 36

8. Analisis Ragam Pengaruh Genotipe terhadap Keberhasilan Reproduksi. 36

9. Analisis Ragam Pengaruh Genotipe (A) dan Tipe Penyerbukan (B)

terhadap Jumlah Buah per Malai (Buah) ... 37

10. Analisis Ragam Pengaruh Genotipe (A) dan Tipe Penyerbukan (B)

terhadap Jumlah Biji per Buah (Biji) ... 37

11. Analisis Ragam Pengaruh Genotipe (A) dan Tipe Penyerbukan (B)

terhadap Persentase Pembentukan Buah ... 37

12. Analisis Ragam Pengaruh Genotipe (A) dan Tipe Penyerbukan (B)

terhadap Keberhasilan Reproduksi ... 38

13. Analisis Ragam Pengaruh Genotipe (A) dan Tipe Penyerbukan (B)

terhadap Daya Berkecambah (%) ... 38

14. Analisis Ragam Pengaruh Genotipe (A) dan Tipe Penyerbukan (B)

terhadap Kecepatan Tumbuh (%/etmal)... 38

15. Analisis Ragam Pengaruh Genotipe (A) dan Tipe Penyerbukan (B)

terhadap Potensi Tumbuh Maksimum (%)... 39

16. Analisis Ragam Pengaruh Genotipe (A) dan Tipe Penyerbukan (B)

(11)

KEBERHASILAN REPRODUKSI JARAK PAGAR

(

Jatropha curcas

L.): PENYERBUKAN ALAMI DAN BUATAN

Oleh: Rofiq Afandi

A34404029

PROGRAM STUDI

PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

RINGKASAN

ROFIQ AFANDI. Keberhasilan Reproduksi Jarak Pagar (Jatropha curcas

L.): Penyerbukan Alami dan Buatan. (Dibimbing oleh ENDAH RETNO PALUPI dan ABDUL QADIR)

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui keberhasilan reproduksi empat genotipe jarak pagar (genotipe Lampung, Bengkulu, Kediri, Palembang) dan mempelajari pengaruh genotipe dan tipe penyerbukan serta interaksinya terhadap persentase pembentukan buah dan biji serta mutu benih. Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Ilmu dan Teknologi Benih, Lewikopo, Darmaga, Bogor, Jawa Barat pada bulan Maret – Juli 2008.

Penelitian terdiri atas dua percobaan yaitu keberhasilan reproduksi dan penyerbukan alami dan buatan. Percobaan keberhasilan reproduksi menggunakan rancangan acak lengkap satu faktor yaitu genotipe yang terdiri atas genotipe Lampung, Bengkulu, Palembang dan Kediri. Percobaan penyerbukan alami dan buatan menggunakan rancangan petak terbagi dengan genotipe sebagai petak utama dan tipe penyerbukan sebagai anak petak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor genotipe tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat keberhasilan reproduksi. Keberhasilan reproduksi pada genotipe Lampung, Bengkulu, Palembang dan Kediri berkisar 0.56-0.74, yang menunjukkan bahwa sekitar 56–74 % ovul yang berkembang menjadi benih yang viabel. Jumlah bunga betina per malai yang bervariasi tidak diikuti dengan jumlah buah yang terbentuk. Persentase pembentukan buah menjadi salah satu kendala dalam keberhasilan reproduksi sehingga diduga dapat ditingkatkan dengan perbaikan budidaya seperti pemupukan, intensitas cahaya, peningkatan efisiensi penyerbukan dan pengendalian hama dan penyakit.

Genotipe Palembang yang diserbuk silang menghasilkan jumlah buah per malai terbanyak sebesar 8.74. Penyerbukan silang pada genotipe Lampung dan Kediri menghasilkan jumlah biji per buah paling sedikit. Genotipe dan penyerbukan tidak berpengaruh nyata terhadap persentase pembentukan buah yaitu sebesar 62-86 % dan keberhasilan reproduksi yaitu sebesar 0.56–0.78, hampir sama dengan keberhasilan reproduksi dari penyerbukan terbuka (alami), yang menunjukkan bahwa penyerbukan bukan merupakan kendala dalam pembentukan benih.

(13)

KEBERHASILAN REPRODUKSI JARAK PAGAR

(

Jatropha curcas

L.): PENYERBUKAN ALAMI DAN BUATAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh:

Rofiq Afandi

A34404029

PROGRAM STUDI

PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(14)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : KEBERHASILAN REPRODUKSI JARAK PAGAR

(Jatropha curcas L.): PENYERBUKAN ALAMI DAN BUATAN

Nama : Rofiq Afandi

NRP : A34404029

Program Studi : Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih

Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr Ir Endah Retno Palupi, M.Sc Ir Abdul Qadir, MS

NIP. 131 842 407 NIP. 131 667 786

Mengetahui:

Dekan Fakultas Pertanian

Prof Dr Ir Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

(15)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan

sebaik-baiknya.

Skripsi dengan judul “Keberhasilan Reproduksi Jarak Pagar (Jatropha

curcas L): Penyerbukan Alami dan Buatan” ini ditulis untuk memenuhi tugas

akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas

Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini terdorong oleh keinginan untuk

mempelajari tingkat keberhasilan reproduksi dan pengaruh penyerbukan beberapa

genotipe jarak pagar sebagai upaya untuk memberikan informasi keberhasilan

reproduksi beberapa genotipe jarak pagar yang ada di Indonesia.

Pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang

sedalam-dalamnya kepada Bapak dan Ibu yang ada di rumah serta Mba, Kakak

dan Adik yang selalu mendoakan penulis agar selalu dalam keadan sehat wal afiat

tidak kekurangan sesuatu apa pun.

Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr Ir Endah Retno

Palupi, MSc. dan Ir Abdul Qadir, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang

selalu memberikan arahan dan masukan kepada penulis dengan segala kesabaran

dan waktu yang telah disisihkan disela-sela kesibukan sebagai staf pengajar.

Kepada Dr Ir Syarifah Iis Aisyah selaku dosen pembimbing akademik, penulis

mengucapkan banyak terima kasih atas masukan dan saran akademik selama ini.

Kepada Pak Sardju penulis mengucapkan banyak terima kasih atas kerja sama dan

sarannya selama penelitian berlangsung. Kepada Pak Rahmat dan Pak Maman

penulis tak lupa ucapkan terima kasih. Kepada sahabat-sahabatku, Eko, Arpan,

Irwan, Ridho, Pendi, Taufik, Isa, Ana, Irma serta seluruh rekan-rekan Pemuliaan

Tanaman dan Teknologi Benih 41 atas kebersamaan dan bantuannya terhadap

kelancaran penelitian ini. Kepada Warid, Eva, dan Ita penulis mengucapkan

terima kasih atas semangat dan kebersamaan dalam satu bimbingan. Kepada Ust.

Ece dan Ust. Abdurrahman terima kasih atas bimbingannya selama di Al-Ihya.

Kepada rekan-rekan di majlis Al-Ihya, Great, P Cecep, Gus Shofi, Unang serta

(16)

terima kasih atas kebersamaan dan motivasi yang telah diberikan selama ini.

Kepada teman-teman di Villa Al-Boejang Yudha, Galuh, Sandi, Fajar, Haryanto,

terima kasih atas segala bantuan dan kebersamaan. Semoga kebaikan rekan-rekan

semua menjadi buah yang manis di hari akhir nanti.

Bogor, Maret 2009

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Kedungcino, Jepara, Jawa Tengah pada tanggal 29 Juli

1986. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Bapak

Sunardi dan Ibu Sunarwati.

Penulis mengikuti pendidikan pertama kali di TK Pertiwi Kedungcino

pada tahun 1991. Tahun 1992 penulis meneruskan pendidikan di SD 02

Kedungcino dan lulus tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan

pendidikan di SLTP 02 Jepara dan lulus tahun 2001, kemudian melanjutkan

pendidikan di SMA 01 Jepara dan lulus tahun 2004. Pada tahun yang sama

penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Progam Studi Pemuliaan

Tanaman dan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, melalui jalur Undangan

Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama di IPB penulis aktif dalam berbagai kegiatan kampus terutama

bidang kerohanian Islam. Penulis pernah menjadi pengurus Al-Hurriyyah dari

tahun kepengurusan 2005-2007. Pada tahun kepengurusan 2007 penulis juga aktif

(18)

DAFTAR ISI

Halaman PENDAHULUAN

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jarak Pagar ... 4

Pembungaan Jarak Pagar ... 5

Pembentukan Buah dan Biji ... 6

Viabilitas dan Vigor Benih ... 7

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat ... 9

Bahan dan Alat ... 9

Metode Percobaan ... 9

Keberhasilan Reproduksi ... 9

Penyerbukan Alami dan Buatan ... ... 10

Pelaksanaan Penelitian ... 11

Penggantian Polibag ... 11

Pemeliharaan Tanaman ... 11

Keberhasilan Reproduksi ... 12

Penyerbukan Alami dan Buatan ... 12

Pengamatan ... 13

Keberhasilan Reproduksi ... 13

Indeks Inkompatibilitas Sendiri... 14

Daya Berkecambah ... 14

Potensi Tumbuh Maksimum ... 14

Kecepatan Tumbuh ... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum ... 16

Keberhasilan Reproduksi ... 19

Penyerbukan Alami dan Buatan ... 23

KESIMPULAN DAN SARAN ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31

(19)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Proporsi Tipe Protandri dan Protogini pada Empat Genotipe yang

Diamati ... 18

2. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Genotipe terhadap Jumlah Malai per Tanaman (M/T), Jumlah Bunga Jantan per Malai (Bj/M), Bunga Betina per Malai (Bb/M), Buah per Malai (Bh/M), Biji per Buah (B/Bh), Rasio Bh/Bb, Rasio B/O, dan Keberhasilan

Reproduksi (KR) ... 20

3. Nilai Tengah Pengaruh Genotipe terhadap Jumlah Malai/Tanaman (M/T), Jumlah Bunga Jantan per Malai (Bj/M), bunga betina per Malai (Bb/M), Jumlah Buah per Malai (Bh/M), dan Jumlah Biji per Buah

(B/Bh) ………...………...….. 21

4. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Genotipe (A) dan Tipe Penyerbukan serta Interaksinya terhadap Jumlah Buah per malai, Biji per Buah, Persentase Pembentukan buah, Persentase Pembentukan Benih, Keberhasilan Reproduksi, Daya Berkecambah, Potensi Tumbuh Maksimum, dan Kecepatan Tumbuh ... 24

5. Persentase Pembentukan Buah (PBh) dan Benih (PB) Empat Genotipe yang Diuji pada Tiga Macam Penyerbukan (%) dan Nilai IIS-nya ... 25

6. Nilai Tengah Interaksi Pengaruh Genotipe dan Tipe Penyerbukan

terhadap Jumlah Buah/Malai ... 25

7. Nilai Rata-rata Biji/Buah Empat Genotipe yang Diuji pada Tiga

Macam Penyerbukan. ... 26

8. Keberhasilan Reproduksi Empat Genotipe yang Diuji pada Tiga

Macam penyerbukan... 27

9. Daya Berkecambah (DB), Kecepatan Tumbuh (Kct) dan Potensi Tumbuh Maksimum (PTM) pada Genotipe yang Diuji dengan Tiga

Macam Penyerbukan ... 28

Lampiran

1. Analisis Ragam Pengaruh Genotipe terhadap Jumlah Malai per Tanaman

(20)

2. Analisis Ragam Pengaruh Genotipe terhadap Jumlah Bunga Jantan per Malai ... 35

3. Analisis Ragam Pengaruh Genotipe terhadap Jumlah Bunga per Malai.. 35

4. Analisis Ragam Pengaruh Genotipe terhadap Jumlah Buah per malai .... 35

5. Analisis Ragam Pengaruh Genotipe terhadap Jumlah Biji per buah... 36

6. Analisis Ragam Pengaruh Genotipe terhadap Rasio Buah per Bunga

Betina ... 36

7. Analisis Ragam Pengaruh Genotipe terhadap Rasio Biji per Ovul... 36

8. Analisis Ragam Pengaruh Genotipe terhadap Keberhasilan Reproduksi. 36

9. Analisis Ragam Pengaruh Genotipe (A) dan Tipe Penyerbukan (B)

terhadap Jumlah Buah per Malai (Buah) ... 37

10. Analisis Ragam Pengaruh Genotipe (A) dan Tipe Penyerbukan (B)

terhadap Jumlah Biji per Buah (Biji) ... 37

11. Analisis Ragam Pengaruh Genotipe (A) dan Tipe Penyerbukan (B)

terhadap Persentase Pembentukan Buah ... 37

12. Analisis Ragam Pengaruh Genotipe (A) dan Tipe Penyerbukan (B)

terhadap Keberhasilan Reproduksi ... 38

13. Analisis Ragam Pengaruh Genotipe (A) dan Tipe Penyerbukan (B)

terhadap Daya Berkecambah (%) ... 38

14. Analisis Ragam Pengaruh Genotipe (A) dan Tipe Penyerbukan (B)

terhadap Kecepatan Tumbuh (%/etmal)... 38

15. Analisis Ragam Pengaruh Genotipe (A) dan Tipe Penyerbukan (B)

terhadap Potensi Tumbuh Maksimum (%)... 39

16. Analisis Ragam Pengaruh Genotipe (A) dan Tipe Penyerbukan (B)

(21)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Malai tipe I (A) dan malai tipe II (B)... 16

2. Perbandingan jumlah tipe tanaman pada jarak pagar berdasarkan

waktu mekar ……… 17

3. Kisaran bunga jantan dan betina mekar pada tipe protandri dan

protogini jarak pagar... .. 19

4. (A)Kecambah normal 14 HSP, (B) Kecambah abnormal 14 HSP,

(22)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Seiring dengan kemajuan zaman dan bertambahnya jumlah penduduk,

maka kebutuhan akan sumber energi juga semakin besar. Bahan bakar minyak

yang selama ini menjadi sumber energi utama jumlahnya semakin menipis dan

harganya pun tidak stabil. Harga minyak dunia pernah mencapai lebih dari US$

146 per barel, setelah itu harganya terus menurun menyentuh level US$ 46 per

barel. Disamping itu, energi ini pun tidak dapat diperbaharui karena berasal dari

proses yang sangat lama mencapai jutaan tahun. Dibutuhkan sumber energi baru

yang dapat diperbaharui untuk menjaga ketersediaan energi dimasa yang akan

datang. Jarak pagar merupakan salah satu solusi untuk mengatasi masalah

kebutuhan dan ketersediaan energi tersebut. Hasnam dan Mahmud (2006)

menyatakan jarak pagar (Jatropha curcas) dapat dimanfaatkan sebagai bahan

bakar biodiesel dan bahan bakar rumah tangga. Mahmud et al., (2006)

menambahkan jarak pagar juga dapat digunakan untuk kayu bakar, mereklamasi

lahan-lahan tererosi atau sebagai pagar hidup di pekarangan dan kebun.

Sedangkan Nuryani (2007) menyatakan jarak pagar juga sudah digunakan untuk

pengobatan di beberapa negara, misalnya untuk mengobati kanker, luka bakar,

batuk, penyakit kulit, diare, kudis, bisul dan asam urat.

Di negara-negara yang miskin seperti India, Mali, Tanzania dan Gambia,

jarak pagar telah lama dikembangkan menjadi pengganti solar dan minyak tanah.

Proses pengolahan minyak jarak kasar menjadi bahan bakar sangat sederhana,

sehingga mudah dilakukan hingga ke pelosok, sedangkan pengolahan untuk

pengganti minyak solar juga tidak membutuhkan teknologi tinggi sehingga biaya

investasi lebih rendah (Hasnam dan Mahmud, 2006).

Penggunaan biodiesel dari jarak pagar dalam 10 tahun ke depan

ditargetkan dapat mencapai 2,4 juta kilo liter dengan produktivitas jarak 5 ton biji

kering/ha dengan luas areal produksi mencapai 2,4 juta ha. Pertanaman seluas itu

membutuhkan kurang lebih 840 ton benih jarak (Hasnam dan Mahmud, 2006).

Penggunaan benih dari biji sebagai bahan pertanaman dalam memproduksi

(23)

perbanyakan dari stek dan produksinya lebih tinggi (Mahmud et al., 2006).

Hasnam dan Mahmud (2006) menambahkan penggunaan biji sebagai benih

memiliki kelebihan, yaitu dapat tersedia dalam jumlah yang banyak dalam waktu

tertentu dan biaya transportasi lebih murah.

Saat ini pengembangan jarak pagar mengalami beberapa kendala. Salah

satunya adalah ketersediaan benih yang jumlahnya masih sangat terbatas. Salah

satu penyebabnya adalah produktivitas tanaman yang masih rendah.

Puslitbangbun menyatakan telah mendapatkan populasi komposit yang terbaru

yaitu IP-2P dengan produktivitas mencapai 6-8 ton menggantikan pendahulunya

IP-1P yang mempunyai produktivitas 4-5 ton. Angka ini lebih tinggi daripada

pernyataan organisasi dunia FACT (Fuels from Agriculture in Communal

Technology) yang melaporkan bahwa saat ini jarak pagar dengan produktivitas

tertinggi baru ditemukan di Nicaragua yaitu sebesar 5 ton/ha/tahun dengan kondisi

lahan yang subur (Pohan, 2008).

Hartati (2006) menyatakan produksi benih jarak pagar dipengaruhi faktor

genetik dan lingkungan. Faktor genetik yang berpengaruh diantaranya

kemampuan tanaman dalam membentuk bunga jantan dan bunga betina,

sedangkan faktor lingkungan diantaranya cahaya, ketersediaan air, kesuburan

tanah, curah hujan, dan adanya serangga penyerbuk. Faktor genetik dapat

diperbaiki dengan pemuliaan tanaman, sedangkan faktor lingkungan dapat

diperbaiki dengan mengoptimalkan kondisi lingkungan yang mendukung

pertumbuhan dan perkembangan tanaman, seperti kecukupan air, hara, intensitas

penyinaran, serta perawatan tanaman dengan pemangkasan.

Pengembangan jarak pagar di Indonesia perlu diarahkan pada peningkatan

potensi reproduksi, karena salah satu kendala dalam produksi biji jarak pagar

adalah rendahnya jumlah bunga betina dalam satu malai. Ketersediaan informasi

keberhasilan reproduksi beberapa genotipe yang berpotensi produksi tinggi masih

sedikit. Disamping itu beberapa literatur menyatakan bahwa jarak pagar

merupakan tanaman menyerbuk silang (Heller 1996, Joker and Jepsen 2003),

sehingga rendahnya keberhasilan reproduksi dapat disebabkan oleh rendahnya

penyerbukan dan atau fertilisasi. Hal ini perlu diteliti agar upaya peningkatan

(24)

Tujuan

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keberhasilan reproduksi empat

genotipe jarak pagar (genotipe Lampung, Bengkulu, Palembang dan genotipe

Kediri).

2. Mempelajari pengaruh genotipe dan tipe penyerbukan serta interaksinya

terhadap persentase pembentukan buah dan biji serta mutu benih.

Hipotesis

1. Keberhasilan reproduksi bervariasi antar genotipe

2. Interaksi antara genotipe dengan tipe penyerbukan berpengaruh terhadap

(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Jarak Pagar

Jarak pagar diperkirakan berasal dari Amerika Tengah yang kemudian

diintroduksi ke Afrika dan India oleh Portugis (Vaughan, 1970). Jarak pagar

dikenal dengan berbagai nama daerah, antara lain jarak budeg, jarak gundul, jarak

cina (Jawa); baklawah, nawaih (Aceh); jarak kosta (Sunda); paku kare (Timor);

peleng kaliki (Bugis); jarak pager (Bali); jarak pageh (Nusa Tenggara); jarak

wolanda (Sulawesi); dan kadoto (Maluku) (Hambaliet al., 2006).

Jarak pagar (Jatropha curcas L.) termasuk dalam ordo Euphorbiales,

famili Euphorbiaceae, genus Jatropha, spesies Jatropha curcas (Tjitrosoepomo,

2002). Famili Euphorbiaceae ini memiliki batang yang tegak, halus, silindris,

bercabang. dan tinggi. Buku menjadi lebih pendek seiring dengan bertambahnya

tinggi tanaman. Tanaman ini tingginya mencapai 1-4 meter (Weiss, 1971),

walaupun ada juga yang mencapai 5-10 meter (Hasnam dan Mahmud, 2006).

Jarak pagar memiliki daun yang berlekuk 5-7, dengan susunan membentuk

spiral pada batang dengan posisi berselang-seling, dan warnanya hijau muda

sampai hijau tua. Tandan bunga terbentuk di ujung cabang dan berbentuk cyme

(Hasnam dan Mahmud, 2006).

Tanaman jarak pagar bersifat monosius atau berumah satu, dengan bunga

berkelamin satu walaupun kadang-kadang ditemukan bunga hermaprodit.

Androecium atau bunga jantan memiliki 10 filamen (tangkai sari) yang disusun

dalam dua lingkaran yang masing-masing berisi 5 filamen, sedangkan bunga

betina ataugynoecium memiliki 3 tangkai putik atau stilus tumbuh dan membesar

menjadi putik yang bercabang (Hasnam dan Mahmud, 2006). Hambali et al.,

(2006) menambahkan bunga jantan maupun bunga betina tersusun dalam

rangkaian yang tumbuh di ujung batang maupun ketiak daun dan setiap tandan

terdapat lebih dari 15 bunga. Utomo (2008) menambahkan bahwa jumlah bunga

(jantan dan betina) bervariasi antara 45-155/malai. Hartati (2007) melaporkan dari

KP Pakuwon Balittri Sukabumi, rasio antara bunga jantan dan bunga betina cukup

tinggi yaitu 15-30 : 1. Utomo (2008) melaporkan rasio jumlah bunga jantan

(26)

Jumlah ini lebih banyak dari yang dilaporkan Ahmad (2008) yaitu sebesar 5

bunga betina/malai pada genotipe Lampung, Jateng, Jabar dan Banten.

Buah tanaman jarak pagar berupa buah kotak berbentuk bulat telur dengan

diameter 2-4 cm. Panjang buah 2 cm dengan ketebalan sekitar 1 cm. Buah

berwarna hijau ketika muda serta abu-abu kecoklatan atau kehitaman ketika

masak. Buah jarak terbagi atas tiga ruang, masing-masing ruang berisi satu biji

sehingga dalam setiap buah terdapat tiga biji (Hambali et al., 2006). Hasnam

(2006b) menyatakan bahwa jumlah biji dalam buah dapat bervariasi antara 1-4 biji

per buah tergantung genotipe jarak tersebut.

Biji jarak pagar berbentuk bulat lonjong dan berwarna coklat kehitaman.

Biji inilah yang banyak mengandung minyak dengan rendemen sekitar 30-50 %

dan mengandung racun sehingga tidak dapat dimakan (Hambaliet al., 2006).

Pembungaan Jarak Pagar

Tanaman jarak pagar mulai berbunga setelah berumur 3-4 bulan (Hambali

et al., 2006). Terbentuknya bunga dipengaruhi oleh rangsangan internal maupun

eksternal. Copeland dan McDonald (2001) menyatakan faktor eksternal yang

mempengaruhi terbentuknya bunga adalah suhu, panjang hari, dan senyawa kimia.

Hambali et al. (2006) menyatakan produksi bunga dan biji jarak pagar

dipengaruhi oleh curah hujan dan unsur hara. Purlani (2007) menambahkan

terpenuhinya nutrisi dan air pada jarak pagar akan memacu pembentukan

primordia bunga.

Pembungaan jarak pagar bisa dikatakan cukup unik. Hartati (2007)

menyatakan adakalanya bunga jantan mekar terlebih dahulu dari bunga betina

(protandri), namun pada kondisi lain bunga betina mekar lebih dahulu dari bunga

jantan (protogini), akan tetapi tipe protandri lebih sering dijumpai daripada tipe

protogini. Utomo (2008) menyatakan dalam satu malai secara individu bunga

jantan mekar lebih awal, sekitar pukul 07.00-08.00 WIB, sedangkan bunga betina

sekitar pukul 08.00-09.00 WIB.

Periode mekarnya bunga jantan terjadi selama 4-7 hari, sedangkan bunga

betina 2-5 hari. Ini menandakan selalu tersedia polen segar untuk setiap bunga

(27)

besar meskipun dikatakan bahwa jarak pagar adalah tanaman menyerbuk silang

(Hartati, 2007). Utomo (2008) menyatakan bahwa dalam satu malai periode bunga

jantan mekar sekitar 14-21 hari, sedangkan bunga betina dan hermaprodit hanya 7

hari.

Jarak pagar merupakan tanaman yang menyerbuk silang (Heller 1996,

Joker and Jepsen 2003), yang berarti bunga betina memerlukan polen dari

tanaman lain untuk menghasilkan biji. Ahmad (2008) menyatakan bahwa indeks

self incompatibility jarak pagar adalah 0.98 yang berarti bahwa jarak pagar adalah

tanaman yangself incompatible sebagian yaitu penyerbukan sendiri dapat menghasilkan

biji.

Pembentukan Buah dan Biji

Pembentukan buah dan biji diawali dengan peristiwa penyerbukan dan

fertilisasi. Penyerbukan adalah peristiwa jatuhnya serbuk sari pada kepala putik,

sedangkan fertilisasi adalah peristiwa meleburnya gamet jantan dan gamet betina

yang kemudian akan berkembang menjadi embrio. Rost et al. (2006) menyatakan

ada dua tipe penyerbukan, yaitu penyerbukan sendiri dan penyerbukan silang.

Penyerbukan sendiri terjadi bilamana polen yang menyerbuki putik berasal dari

bunga pada tanaman itu sendiri dan penyerbukan silang terjadi jika polen berasal

dari tanaman lain. Hasnam dan Mahmud (2006) menyatakan jarak pagar bersifat

menyerbuk silang. Hartati (2007) menyatakan bahwa jarak pagar juga terkadang

menyerbuk sendiri. Penyerbukan dilakukan oleh serangga (lebah madu), semut,

dan beberapa tipe kutu karena bunganya manis, harum di malam hari, dan

berwarna putih kehijauan. Pernyataan bahwa jarak pagar bersifat menyerbuk

silang mungkin didasarkan pada tipe tanaman yang monosius, sehingga polen

selalu berasal dari bunga lain, walaupun dalam satu tanaman. Akan tetapi

pernyataan bahwa jarak pagar menyerbuk sendiri didasarkan pada kenyataan

bahwa semut dan kutu dapat berfungsi sebagai vektor polen. Pada kondisi ini,

polen berasal dari malai yang sama dengan bunga betina, maka dikategorikan

sebagai menyerbuk sendiri. Ahmad (2008) melaporkan bahwa persilangan antar

genotipe meningkatkan viabilitas dan vigor benih pada genotipe Banten,

(28)

vigor lebih tinggi bila dilakukan persilangan dalam satu genotipe. Selanjutnya

ditambahkan bahwa pada genotipe Jateng dan Lampung, persilangan antar

genotipe justru menurunkan viabilitas dan vigor benih.

Pada saat serbuk sari jatuh di kepala putik, maka serbuk sari akan

berkecambah dan membentuk tabung sari. Tabung sari akan tumbuh melalui

jaringan tangkai putik (stilus) menuju ke bakal biji (ovul). Di dalam kantong

embrio akan terjadi pembuahan ganda yaitu satu gamet jantan (sperma) dari

tabung sari akan bergabung dengan sel telur membentuk embrio dan satu gamet

jantan lagi akan bergabung dengan dua inti kutub membentuk jaringan endosperm

(Sutopo, 2002).

Bunga jantan sebagai sumber polen dapat diambil antara jam 9-11 pagi.

Sementara itu, putik juga sudah siap diserbuk sejak pukul 8 pagi (Hartati, 2007).

Utomo (2008) menyatakan antera bunga jarak pagar pecah antara jam

07.00-10.00, sedangkan masa reseptif bunga betina terjadi antara jam 08.00-10.00.

Keberhasilan pembuahan jarak pagar menurut Hartati (2007) dapat diketahui

dengan munculnya bakal buah yang ditandai dengan mulai keringnya mahkota

bunga 2-3 hari setelah penyerbukan. Sesudah fertilisasi terbentuk buah (kapsul)

tiga ruang berbentuk lonjong (triocular ellipsoidal). Hasnam dan Mahmud (2006)

menyatakan bahwa tiap rangkaian bunga dapat menghasilkan 10 kapsul atau lebih.

Pembentukan buah memerlukan waktu 90 hari dari pembungaan sampai

biji masak. Utomo (2008) menyatakan buah dapat dipanen pada 52-57 HSA (hari

setelah antesis). Ini sejalan dengan penelitian Ahmad (2008), bahwa panen dapat

dilakukan pada 50-54 hari setelah penyerbukan. Sedangkan menurut Hambali et

al. (2006) tanaman dapat berproduksi pada umur 4-5 bulan. Produktivitas penuh

terjadi pada umur sekitar lima tahun dengan kemampuan menghasilkan 2-4 kg

biji/tanaman/tahun (Hambaliet al., 2006).

Viabilitas dan Vigor Benih

Viabilitas benih merupakan kemampuan benih untuk hidup yang

ditunjukkan dengan gejala pertumbuhan atau metabolismenya (Mugnisjah et al.,

1994). Parameter viabilitas benih yang sesuai dan umum digunakan adalah

(29)

dengan persentase daya kecambah (DB) dan potensi tumbuh maksimum (PTM),

namun potensi tumbuh maksimum sendiri kurang tepat untuk menduga viabilitas

potensial benih. Hal ini mengingat batasan berkecambah dalam bidang teknologi

benih yang mengevaluasi kemampuan pertumbuhan tanaman di lapang dari

kenormalan kecambah dalam pengujian di laboratorium. Potensi tumbuh

maksimum lebih tepat untuk penilaian perkecambahan dalam pengertian

fisiologis, yaitu munculnya radikula pada benih.

Daya berkecambah merupakan kemampuan benih tumbuh normal menjadi

tanaman yang berproduksi wajar dalam keadaan yang optimum (Sadjad, 1993).

Daya berkecambah didapat dari penjumlahan kecambah normal pada hitungan

pertama dan hitungan akhir dibagi dengan jumlah total benih yang

dikecambahkan. Daya berkecambah dinyatakan dalam persen. Mugnisjah et al.

(1994) menyatakan kecambah normal ditandai dengan munculnya struktur penting

kecambah dan harus memenuhi salah satu kategori sebagai berikut: 1) kecambah

utuh atau lengkap, 2) kecambah dengan sedikit kerusakan, dan 3) kecambah

dengan infeksi sekunder.

Benih dikatakan vigor apabila benih mampu berkecambah dan tumbuh

secara normal dan kuat di lapang dalam kondisi yang suboptimum. Vigor benih

dapat ditunjukkan dengan tolok ukur kecepatan tumbuh benih. Kecepatan tumbuh

(KCT) diukur dengan jumlah tambahan perkecambahan setiap hari atau etmal pada

kurun waktu perkecambahan dalam kondisi optimum (Sadjad, 1993). Sadjad

(1993) menambahkan benih yang mempunyai KCT lebih besar dari 30% per etmal

memiliki vigor yang kuat dan KCT 25-30% per etmal memiliki vigor yang kurang

(30)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2008 di

kebun percobaan Ilmu dan Teknologi Benih, Lewikopo, Darmaga, Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan adalah 84 tanaman berumur ± 1 tahun

yang terbagi atas empat genotipe, yaitu genotipe yang berasal dari Lampung,

Bengkulu, Palembang dan Kediri. Bahan tanaman ini diperoleh dari Kebun Induk

Jarak Pagar Pakuwon, Sukabumi. Bahan-bahan lain yang digunakan adalah

polibag ukuran 50x50 cm, tanah dan pupuk kandang, benang dan plastik untuk

pelabelan, dan kantong plastik transparan. Media tumbuh yang digunakan adalah

tanah top soil, pasir dan pupuk kandang dengan perbandingan 3:1:1. Alat-alat

yang digunakan antara lain cangkul, sprayer, gunting, dan lain-lain.

Metode Percobaan

Rancangan Percobaan

Penelitian ini terdiri atas dua percobaan yaitu pengamatan keberhasilan

reproduksi dan penyerbukan alami dan buatan.

1. Keberhasilan Reproduksi

Percobaan ini dilaksanakan dengan melaksanakan pengamatan pada

seluruh tanaman. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan

Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) satu faktor yaitu genotipe yang terdiri atas

empat jenis yaitu Lampung, Bengkulu, Palembang dan Kediri. Setiap perlakuan

diulang sebanyak tiga kali sehingga percobaan ini terdiri atas 12 satuan

percobaan, untuk setiap satuan percobaan digunakan 7 tanaman, sehingga seluruh

tanaman yang digunakan sebanyak 84 tanaman dengan masing-masing genotipe

sebanyak 21 tanaman.

Model rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut:

(31)

dimana, i= 1, 2, 3, 4 dan j= 1, 2, 3

Yij= Pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

µ = Rataan umum

αi= Pengaruh perlakuan ke-i

j= Pengaruh kelompok ke-j

ij= Galat percobaan

Apabila perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap

pengamatan, maka dilakukan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf

5 %. Keberhasilan reproduksi dihitung berdasarkan rasio buah/bunga betina dan

rasio biji/ovul.

2. Penyerbukan alami dan buatan

Percobaan ini dilaksanakan dengan melakukan penyerbukan alami dan

buatan. Penyerbukan alami dilaksanakan dengan membiarkan terjadinya

penyerbukan alami pada tanaman yang diberi perlakuan penyerbukan alami.

Penyerbukan buatan dilaksanakan dengan melakukan penyerbukan buatan pada

tanaman yang terdiri atas penyerbukan silang dan sendiri.

Penelitian ini disusun secara petak terbagi (split plot). Genotipe digunakan

sebagai petak utama yang terdiri atas empat jenis yaitu Lampung, Bengkulu,

Palembang dan Kediri. Tipe penyerbukan digunakan sebagai anak petak yang

terdiri atas tiga jenis perlakuan yaitu penyerbukan alami, penyerbukan silang, dan

penyerbukan sendiri. Dengan demikian, diperoleh 12 kombinasi perlakuan dan

setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak tiga kali, sehingga di dapatkan 36

satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas tiga tanaman untuk

penyerbukan alami dan masing-masing dua tanaman untuk penyerbukan buatan.

Model rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yijk = µ + k + αi + ik + j + (α )ij + ijk

dimana, i = 1, 2, 3, 4 dan j = 1, 2, 3 serta k = 1, 2, 3

Yijk = Nilai pengamatan pada faktor genotipe taraf ke-i, faktor tipe penyerbukan

taraf ke-j, dan ulangan ke-k

µ = rataan umum

(32)

αi = Pengaruh faktor genotipe

j = Pengaruh faktor tipe penyerbukan

ik = Galat faktor genotipe

(α )ij = Pengaruh interaksi faktor genotipe ke-i dengan faktor tipe penyerbukan

ke-j

ijk = Galat percobaan

Pelaksanaan Penelitian

1. Penggantian polibag

Tanah yang digunakan untuk mengisi polybag adalah top soil dengan

campuran pasir dan pupuk kandang 3:1:1. Pasir disaring dengan menggunakan

ayakan berdiameter lubang ± 5 mm untuk membuang kerikil. Bahan tanaman

dipindahkan ke polibag yang berjumlah 84 polybag dengan ukuran 50 x 50 cm

masing-masing diisi ± 20 kg media.

2. Pemeliharaan

a. Pemangkasan daun

Pemangkasan daun dilaksanakan saat pertama kali tanaman

dipindahkan ke polibag besar untuk menyeragamkan pertumbuhan daun

dan mengurangi transpirasi pada daun. Pemangkasan dilaksanakan pada

saat penggantian ke polibag ukuran 50x50 cm dengan menyisakan daun

pucuk.

b. Pemupukan

Pemupukan menggunakan pupuk organik dan anorganik. Pupuk

organik diberikan sewaktu dicampur dengan media tanam pada saat

penggantian polibag. Pupuk anorganik yang diberikan adalah Urea 20 g,

SP-36 50 g, dan KCL 10 g tiap polibag dengan dua kali aplikasi, setengah

diberikan seminggu setelah pemindahan dan setengah lagi dua bulan

setelah pemindahan.

c. Penyiraman

Penyiraman dilakukan apabila tidak ada hujan dengan intensitas

(33)

d. Pengendalian hama dan penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan apabila terdapat

gejala-gejala serangan hama dan penyakit dengan cara menyemprotkan larutan

bubur belerang hasil rekomendasi Puslitbangbun dengan konsentrasi

10ml/l air. Komposisi larutan ini terdiri atas kapur gamping, belerang dan

air. Perbandingan yang digunakan adalah 2:1:2 yaitu dua kg kapur

gamping, 1 kg belerang, dan 2 liter air.

Keberhasilan Reproduksi

Penelitian dilaksanakan dengan melakukan pengamatan yang meliputi

jumlah bunga jantan per malai (Bj/M), jumlah bunga betina per malai (Bb/M),

jumlah buah per malai (Bh/M), jumlah benih per buah (B/Bh), dan jumlah malai

per tanaman (M/T). Pengamatan Bj/M dan Bb/M dilaksanakan setiap hari dengan

menghitung jumlah bunga yang mekar pada hari itu. Pengamatan Bh/M dilakukan

dengan menghitung seluruh buah siap panen yang terbentuk pada setiap malai

pada tanaman. Buah ini dicirikan dengan kulit buah berubah warna menjadi

kuning kecoklatan atau hitam dan mengering. Pengamatan B/Bh dilakukan

dengan menghitung jumlah benih dari tiap buah hasil pengamatan Bh/M.

Keberhasilan reproduksi dapat diketahui dengan menghitung rasio

buah/bunga betina dan rasio biji/ovul.

Penyerbukan Alami dan Buatan

Tanaman jarak pagar diberi perlakuan tiga macam penyerbukan, yaitu:

a. Penyerbukan alami

Pada penyerbukan ini tidak dilakukan perlakuan khusus, malai dibiarkan

terbuka begitu saja agar terjadi penyerbukan secara alami.

b. Penyerbukan silang (buatan)

Semua malai yang memiliki bunga betina siap mekar dibungkus dengan

plastik transparan untuk mencegah terjadinya penyerbukan tidak dikehendaki.

Penyerbukan buatan dilakukan antara pukul 08.00 – 10.00 WIB pada bunga

betina yang telah mekar penuh dengan cara mengusapkan antera yang sudah

(34)

pinset karena morfologi bunga cukup besar. Sumber polen yang digunakan

berasal dari tanaman IP-1P. Tanaman IP-1P dipilih karena tanaman ini

merupakan populasi komposit hasil seleksi Puslitbangbun. Bunga yang telah

diserbuki kemudian diberi label dan dibungkus dengan kertas sampai 1 hari

setelah penyerbukan kemudian dibuka untuk menghindari pembusukan.

c. Penyerbukan sendiri (buatan)

Malai yang akan digunakan untuk menyerbuk sendiri dibungkus dengan

kantong plastik transparan seperti pada penyerbukan silang sebelum bunga

betina mekar penuh. Penyerbukan buatan dilakukan pukul 08.00 – 10.00 WIB

pada bunga betina yang telah mekar penuh dengan cara mengusapkan antera

yang sudah pecah ke kepala putik secara perlahan dengan tangan langsung

tanpa bantuan pinset. Sumber polen yang digunakan berasal dari malai

tanaman itu sendiri. Bunga yang telah diserbuk kemudian diberi label dan

dibungkus lagi dengan kertas sampai 1 hari setelah penyerbukan kemudian

dibuka untuk menghindari pembusukan.

Pengamatan meliputi jumlah buah (Bh/M), jumlah biji/buah (B/Bh), daya

berkecambah (DB), potensi tumbuh maksimum (PTM) dan kecepatan tumbuh

(Kct).

Benih hasil dari ketiga perlakuan dikecambahkan dalam polibag ukuran

10x15 cm untuk selanjutnya dilakukan uji viabilitas dan vigor benih dengan

menghitung daya berkecambah, kecepatan tumbuh dan potensi tumbuh

maksimum.

Pengamatan

1. Keberhasilan Reproduksi

Keberhasilan reproduksi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

KR = rasio buah/bunga betina x rasio biji/ovul

Rasio buah/bunga betina = /

/ buah malai

bunga betina malai

å

å

Rasio biji/ovul = /

/ biji buah

ovul buah

å

(35)

2. Indeks Inkompatibilitas Sendiri (IIS)

IIS = persentase buah yang terbentuk dari penyerbukan sendiri

persentase buah yang terbentuk dari penyerbukan silang

3. Daya Berkecambah

Daya berkecambah (DB) merupakan tolok ukur parameter viabilitas

potensial benih. Pengujian DB dilakukan dengan menghitung persentase

kecambah normal (KN) setelah benih dikecambahkan selama 14 hari. Evaluasi

kecambah normal dilakukan pada hari ke-7 (hitungan pertama) dan 14 (hitungan

akhir) setelah pengecambahan (HSP). Rumus yang digunakan untuk menghitung

DB adalah sebagi berikut:

%

a. Hipokotil berkembang baik tumbuh memanjang, ramping dan lurus tanpa

ada kerusakan pada jaringannya atau ada sedikit kerusakan namun tidak

mengganggu fungsi.

b. Memiliki dua kotiledon atau hanya ada satu tetapi tetap tumbuh bagus

c. Pertumbuhan plumula yang sempurna dengan daun hijau dan tumbuh baik.

Kriteria kecambah abnormal:

a. Kecambah rusak, tanpa kotiledon, dan embrio yang pecah.

b. Kecambah berbentuk cacat, perkembangannya lemah dan bagian-bagian

yang penting (akar primer, hipokotil, epikotil, kotiledon) tumbuh kurang

seimbang.

c. Plumula yang terputar, hipokotil, epikotil, kotiledon yang membengkok.

4. Potensi Tumbuh Maksimum

Potensi tumbuh maksimum merupakan tolok ukur viabilitas total benih

(36)

abnormal sejak 0-14 HSP terhadap total benih yang dikecambahkan. Rumus yang

digunakan untuk menghitung PTM adalah sebagai berikut:

% 100 14

(%)= - ´

å

å

kan dikecambah yang

benih total

ke hari sampai kecambah

ber yang benih PTM

5. Kecepatan Tumbuh

Kecepatan tumbuh (KCT) merupakan tolok ukur vigor kekuatan tumbuh

dengan menghitung kecambah normal per satuan waktu atau etmal. Evaluasi

kecambah normal dilakukan setiap hari mulai 0-14 HSP.

Rumus KCT adalah sebagai berikut:

KCT =

å

tu

0 (N/t)

Keterangan:

KCT = kecepatan tumbuh (%/etmal)

tu = kurun waktu perkecambahan

N = persentase kecambah normal tiap kali pengamatan

t = waktu pengamatan

(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi umum

Pada awal pemindahan tanaman yang berumur ± 1 tahun dilakukan

pemangkasan daun untuk menyeragamkan pertumbuhan dan hanya menyisakan

daun pucuk. Pada minggu-minggu pertama beberapa tanaman terserang penyakit

busuk batangColletotrichumsp. Tanaman yang terserang segera dipindahkan dan

diganti dengan yang baru untuk menghindari penyebaran penyakit. Di lokasi

penelitian juga ditemukan beberapa hama yang menyerang seperti kutu putih,

tungau kuning dan belalang.

Tanaman mulai berbunga dua bulan setelah dipindah. Persentase tanaman

yang berbunga sebanyak 70 tanaman (83,33 %). Genotipe Kediri memiliki

persentase tanaman belum berbunga paling tinggi sebesar 15,48 % dari seluruh

tanaman contoh. Hal ini diduga karena jarak pagar genotipe Kediri tidak cocok

ditanam di Bogor dengan curah hujan tinggi dan intensitas cahaya rendah.

Mahmudet al. (2008) menyatakan pada daerah-daerah basah dengan curah hujan

tinggi, pertumbuhan vegetatif jarak pagar lebat tapi pembentukan bunga dan buah

kurang.

Ahmad (2008) menyatakan terdapat dua jenis malai berdasarkan jenis

bunga yang menyusunnya, yaitu malai yang tersusun atas bunga jantan dan bunga

betina (tipe I) dan malai yang tersusun atas bunga jantan dan bunga hermaprodit

(tipe II) (Gambar 1).

Gambar 1. Malai tipe I (A) dan malai tipe II (B)

Bunga jantan (a), bunga betina (b), bunga hermaprodit (c)

B

a

c

a

A

(38)

Pada penelitian ini ditemukan juga malai yang tersusun atas bunga jantan,

bunga betina dan bunga hermaprodit (tipe III) serta dalam satu malai hanya

terdapat bunga jantan saja atau bunga betina saja. Malai tipe II dan III hanya

terdapat pada 1 pohon dari genotipe Lampung. Kemunculan bunga jantan saja

atau bunga betina saja dalam satu malai hanya terjadi pada saat pertama kali

tanaman mulai berbunga. Kemunculan bunga betina saja terjadi pada genotipe

Bengkulu, sedangkan bunga jantan saja terjadi pada genotipe Lampung dan

Kediri. Malai yang muncul berikutnya merupakan malai tipe I.

Kuncup bunga jantan dan bunga betina tidak semuanya mekar dan

berperan dalam proses reproduksi, sebagian akan layu dan gugur sebelum mekar.

Utomo (2008) melaporkan tingkat kerontokan bunga betina dan hemaprodit

rata-rata sebesar 11,76 % per malai di Pakuwon. Namun, dalam penelitian ini

kerontokan bunga betina relatif rendah karena kerontokan hanya terjadi pada 2

malai yang muncul di akhir pengamatan.

Pengamatan pada ke empat genotipe menunjukkan tanaman dengan tipe

protogini paling banyak dijumpai dibandingkan tipe protandri. Dari 365 malai

yang diamati pada seluruh tanaman contoh, sebanyak 216 malai (59.18 %)

merupakan tipe protogini, 37 malai (10.14 %) tipe protandri dan sisanya

merupakan malai dengan bunga jantan dan betina mekar pada hari yang sama

(Gambar 2).

Perbandingan ketiga tipe penyerbukan tersebut berbeda pada

masing-masing genotipe (Tabel 1). Hasil pengamatan ini berbeda dengan pengamatan

Hartati (2007) yang menyatakan jarak pagar tipe protandri lebih sering dijumpai

Mekar pada hari yang sama

31%

Gambar 2. Perbandingan jumlah tipe tanaman jarak pagar berdasarkan waktu mekar

Protandri 10%

(39)

dibanding tipe protogini. Tipe protandri dan protogini pada jarak pagar

menunjukkan bahwa bunga jantan dan bunga betina tidak masak bersamaan yang

merupakan mekanisme dari tanaman tersebut agar terjadi penyerbukan silang.

Akan tetapi, panjangnya periode mekarnya bunga betina dan bunga jantan juga

memungkinkan tanaman jarak pagar mengadakan penyerbukan sendiri dengan

bantuan polinator seperti semut yang berjalan dari satu bunga ke bunga lain dalam

satu malai atau satu tanaman. Heliyanto (2007) menyatakan bahwa fenomena

protandri menunjukkan adanya mekanisme di dalam tanaman untuk mencegah

atau mengurangi terjadinya penyerbukan sendiri.

Tabel 1. Proporsi Tipe Protandri dan Protogini pada Empat Genotipe yang Diamati

Genotipe Σ Malai Protandri Protogini Mekar Bersamaan Lampung 96 8 (8.33) 65 (67.71) 23 (23.96) Bengkulu 115 30 (26.09) 48 (41.74) 37 (32.17) Palembang 117 9 (7.76) 78 (67.71) 29 (25.00) Kediri 38 4 (10.35) 24 (63.16) 10 (26.32)

Keterangan: Angka dalam kurung adalah persentase

Pada tanaman tipe protandri bunga jantan mekar 1-6 hari lebih dulu

daripada bunga betina. Mahmudet al. (2008) menyatakan bunga jantan membuka

dua hari lebih cepat daripada bunga betina di Pakuwon. Periode mekarnya bunga

pada jarak pagar memiliki variasi yang cukup tinggi antar genotipe maupun antar

pohon dalam satu genotipe. Periode bunga jantan mekar pada genotipe Bengkulu

antara 9-13 hari, genotipe Lampung 6-42 hari, genotipe Palembang 7-26 hari dan

genotipe Kediri 8-14 hari. Periode ini lebih lama dari laporan Hartati (2007)

bahwa periode mekarnya bunga jantan selama 4-7 hari dan Utomo (2008) periode

bunga jantan mekar mencapai 21 hari.

Pada tanaman tipe protogini bunga betina mekar 1-3 hari lebih dulu

daripada bunga jantan pada genotipe Bengkulu, pada genotipe Kediri dan

Lampung 1-4 hari lebih dulu dan genotipe Palembang 1-6 hari lebih dulu. Waktu

ini lebih lama dari laporan Hasnam (2006a) yang menyatakan bunga betina mekar

1-2 hari sebelum bunga jantan mulai mekar. Periode bunga betina mekar pada

(40)

2-8 hari dan genotipe Kediri 2-6 hari. Kisaran bunga jantan dan betina mekar pada

tipe protandri dan protogini ditampilkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Kisaran bunga jantan dan betina mekar pada tipe protandri

dan protogini jarak pagar

Buah dipanen pada 48-52 hari setelah penyerbukan. Waktu panen ini lebih

cepat dari laporan Utomo (2008) buah jarak pagar dapat dipanen pada 52-57 HSA

dan Ahmad (2008) 50-54 hari setelah penyerbukan. Buah yang dipanen kulit

buahnya sudah berwarna kuning, kuning kecoklatan hingga coklat. Pada

penelitian ini, tingkat kemasakan buah dalam satu malai cukup bervariasi, karena

pemunculan bunga betina yang tidak serempak. Dalam penelitian ini, ada tiga pola

masaknya buah jarak pagar pada setiap tandan. Pola I buah masak serempak

(seluruh buah berwarna kuning), pola II sebagian buah sudah masak (kuning)

sebagian lagi belum (hijau), dan pola III sebagian buah lewat masak (buah

berwarna hitam), sebagian masak (kuning) dan sebagian lagi belum masak (hijau).

Mahmud et al. (2008) melaporkan adanya tanaman jarak pagar yang memiliki

bunga, buah muda, buah tua dan buah kering dalam satu cabang di daerah Banten

dengan curah hujan 2500-3000 mm/tahun. Diduga tingginya curah hujan

berpengaruh terhadap periode pemasakan buah.

Keberhasilan Reproduksi

Berdasarkan hasil analisis ragam, genotipe berpengaruh nyata terhadap

peubah jumlah malai per tanaman (M/T), jumlah bunga jantan per malai (Bj/M)

dan jumlah bunga betina per malai (Bb/M), namun tidak berpengaruh nyata

(1-6 hr) (1-5 hr) (4-31 hr)

(1-6 hr) (1-6 hr)

(4-36 hr)

bunga betina bunga jantan A

B

(41)

terhadap jumlah buah per malai (Bh/M), jumlah biji per buah (B/Bh), rasio buah

per bunga betina (Bh/Bb), rasio biji per ovul (B/O), dan keberhasilan reproduksi

(KR) (Tabel Lampiran 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8). Rekapitulasi hasil analis ragam

peubah-peubah tersebut disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Genotipe terhadap Jumlah Malai per Tanaman (M/T), Jumlah Bunga Jantan per Malai(Bj/M), Bunga Betina per Malai (Bb/M), Buah per Malai (Bh/M), Biji per Buah (B/Bh), Rasio Bh/Bb, Rasio B/O, dan Keberhasilan Reproduksi (KR)

Peubah Genotipe Jumlah malai per tanaman (M/T) tn Jumlah bunga jantan per malai (Bj/M) * Jumlah bunga betina per malai (Bb/M) * Jumlah buah per malai (Bh/M) tn Jumlah biji per buah (B/Bh) tn Rasio buah per bunga betina (Bh/Bb) tn Rasio biji per ovul (B/O) tn Keberhasilan reproduksi (KR) tn

Keterangan: * = nyata pada taraf 5 % tn = pengaruh tidak nyata

Jumlah malai per tanaman pada tanaman berumur ± 1 tahun tidak

bervariasi antar genotipe, sekitar 5-6 malai per tanaman (Tabel 3). Ahmad (2008)

melaporkan bahwa jumlah malai pada genotipe Lampung, Banten, Jawa Barat dan

Jawa Tengah bervariasi antara 3-5 malai per tanaman. Tanaman yang digunakan

dalam penelitian ini adalah tanaman koleksi yang berumur ± 1 tahun dengan

pemeliharaan yang minimum. Jumlah malai per tanaman dan jumlah bunga betina

per malai menentukan produksi benih jarak pagar. Gardner et al. (1991)

menyatakan pemupukan N meningkatkan produksi malai pada jenis Graminae.

Henning (2007) menyatakan pemangkasan pada tanaman jarak pagar umur 3-4

bulan setelah dipindah ke lapang dapat menginduksi pembentukan cabang.

Apabila pemangkasan dilakukan secara bertahap setiap setelah panen buah,

cabang yang terbentuk dapat mencapai 25, dan masing-masing akan membentuk

malai, sehingga jumlah malai per tanaman meningkat.

Jumlah bunga jantan per malai pada genotipe Lampung tidak berbeda

nyata dengan genotipe Bengkulu, namun berbeda nyata dengan genotipe

(42)

pada genotipe Lampung dan terendah pada genotipe Kediri sebesar 54.33 (Tabel

3). Semakin banyak jumlah bunga jantan dan semakin lama periode mekarnya

maka selalu tersedia polen yang segar tiap harinya untuk menyerbuki setiap bunga

betina yang mekar, sehingga kemungkinan terjadi penyerbukan sendiri semakin

tinggi.

Tabel 3. Nilai Tengah Pengaruh Genotipe terhadap Jumlah Malai/Tanaman (M/T),

Jumlah Bunga Jantan per Malai(Bj/M), Bunga Betina per Malai (Bb/M), Buah per Malai (Bh), dan Jumlah Biji per Buah (B/Bh), Rasio Buah per Bunga Betina (Bh/Bb), Rasio Biji per Ovul (B/O), dan Keberhasilan Reproduksi

Genotipe M/T Bj/M Bb/M Bh/M B/Bb Bh/Bb B/O KR

Lampung 5.57a 82.34a 8.88a 5.63a 2.74a 0.62 0.88 0.56

Bengkulu 6.02a 76.61ab 7.35ab 5.82a 2.76a 0.80 0.94 0.74

Palembang 6.29a 62.48bc 9.10a 6.46a 2.80a 0.73 0.92 0.68

Kediri 5.02a 54.33c 6.34b 4.75a 2.66a 0.73 0.86 0.66

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT α = 5 %

Jumlah bunga betina per malai pada genotipe Lampung, Bengkulu dan

Palembang tidak berbeda nyata, sedangkan jumlah bunga betina paling sedikit

pada genotipe Kediri namun tidak berbeda nyata dengan genotipe Bengkulu.

Rataan jumlah bunga betina per malai pada genotipe Lampung, Bengkulu dan

Palembang yaitu sebesar 8.88, 7.35 dan 9.10, sedangkan pada genotipe Kediri

sebesar 6.34 (Tabel 3). Bunga betina per malai merupakan salah satu komponen

penentu produksi benih jarak pagar. Semakin banyak jumlah bunga betina per

malai diharapkan jumlah buah yang terbentuk juga semakin banyak. Genotipe

Lampung yang merupakan tetua IP-1 dan IP-2, terbukti mempunyai keunggulan

jumlah bunga betina per malai yang tinggi, dalam penelitian ini sebesar 8.88,

setara dengan hasil pengamatan Utomo (2008) sekitar 9 bunga betina per malai,

akan tetapi lebih tinggi daripada pengamatan Ahmad (2008) yang menyatakan

sekitar 5 bunga betina per malai.

Empat genotipe yang diuji memiliki jumlah bunga betina per malai yang

cukup bervariasi yang menandakan bahwa potensi reproduksi keempat genotipe

tidak sama. Genotipe Kediri memiliki potensi reproduksi paling rendah

dibandingkan genotipe yang lain dengan Bb/M sebesar 6.34. Potensi reproduksi

(43)

per bunga. Dari jumlah bunga betina per malai, genotipe Palembang dan Lampung

berpotensi untuk dikembangkan karena mempunyai potensi reproduksi yang lebih

tinggi daripada genotipe Bengkulu dan Kediri.

Jumlah buah per malai dan jumlah biji per buah yang dihasilkan dari

keempat genotipe tidak berbeda nyata yaitu berkisar 5-6 buah per malai dan

2.66-2.80 (Tabel 3). Data ini menunjukkan bahwa perbedaan jumlah bunga betina per

malai antar genotipe menghasilkan buah per malai yang tidak berbeda, berkisar

antara 4.75 – 6.46.

Analisis ragam (Tabel Lampiran 6, 7, dan 8) menunjukkan bahwa genotipe

tidak berpengaruh nyata terhadap rasio buah per bunga betina, biji per ovul dan

keberhasilan reproduksi (Tabel 3). Rasio buah per bunga betina pada genotipe

Bengkulu sebesar 0.80, Palembang 0.73, Kediri 0.73 dan Lampung 0.62. Rasio

buah per bunga betina ini menunjukkan proporsi bunga yang menjadi buah (fruit

set). Data ini menunjukkan bahwa walaupun jumlah bunga betina per malai

genotipe Lampung dan Palembang cukup tinggi, pembentukan buahnya rendah

sekitar 0.62 – 0.73, sehingga jumlah buah per malai yang terbentuk rendah.

Rasio biji per ovul pada genotipe Bengkulu sebesar 0.94, Palembang 0.92,

Lampung 0.88 dan Kediri 0.86 (Tabel 3). Rasio biji per ovul menunjukkan

proporsi ovul yang berkembang menjadi benih yang viabel. Data ini menunjukkan

rasio biji per ovul tidak berbeda antar genotipe.

Rasio buah per bunga betina menandakan banyaknya buah yang terbentuk

dari seluruh bunga betina yang ada. Rasio Bh/Bb pada genotipe Lampung sebesar

0.62 menunjukkan bahwa hanya 62 % bunga betina yang terbentuk berkembang

menjadi buah yang masak. Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa proporsi

pembentukan buah lebih rendah daripada pembentukan biji. Dari pengamatan

diketahui kerontokan buah umumnya terjadi sekitar 14-21 hari setelah

penyerbukan. Diduga pada saat itu fertilisasi sudah terjadi, karena ovarium sudah

mulai membesar. Penyebab kerontokan buah yang sudah terinisiasi tidak

diketahui dengan pasti. Gardner et al. (1991) menyatakan bahwa gugurnya buah

disebabkan defisiensi nutrisi organik yang diakibatkan persaingan dalam tanaman

(44)

et. al. (1992) menyatakan kerontokan buah muda dapat disebabkan oleh

lingkungan, fisiologi, embrio dan patogen.

Keberhasilan reproduksi pada empat genotipe yang diamati juga tidak

berbeda nyata (Tabel Lampiran 8). Keberhasilan reproduksi genotipe Bengkulu

sebesar 0.74. Palembang 0.68, Kediri 0.66 dan Lampung 0.56 (Tabel 3). Pada

genotipe Lampung, dari seluruh ovul yang dihasilkan tanaman, proporsi ovul yang

berkembang menjadi benih viabel adalah sebesar 0.56 atau 56 % dari potensinya.

Data ini menunjukkan bahwa kendala produksi biji pada ke empat genotipe jarak

pagar yang diamati lebih cenderung pada proses pembentukan buah (berkisar

0.62–0.80) daripada pembentukan biji (berkisar 0.86–0.94). Oleh karena itu upaya

peningkatan keberhasilan reproduksi perlu diarahkan pada peningkatan

pembentukan buah, misalnya dengan perbaikan teknik budidaya seperti

pemupukan, pemangkasan, pengendalian hama dan penyakit serta meningkatkan

penyerbukan dengan meningkatkan jumlah serangga penyerbuk. Lechowicz dan

Blais (1987) menyatakan keberhasilan reproduksi dipengaruhi ketersediaan air

dan hara. Mereka menambahkan bahwa keberhasilan reproduksi dapat

ditingkatkan dengan menambah jumlah hara. Zhang et al. (2005) melaporkan

bahwa intensitas penyinaran yang tinggi meningkatkan keberhasilan reproduksi

padaCypripedium flavum.

Penyerbukan Alami dan Buatan

Berdasarkan hasil analisis ragam pada Tabel Lampiran 9, 10,11,12, 13, 14,

15 dan 16, perlakuan genotipe dan tipe penyerbukan berpengaruh nyata terhadap

peubah jumlah buah per malai dan biji per buah, namun tidak berpengaruh nyata

tehadap persentase pembentukan buah, persentase pembentukan benih,

keberhasilan reproduksi, viabilitas (DB dan PTM) dan vigor (Kct) benih hasil dari

ketiga tipe penyerbukan yang diberikan. Rekapitulasi hasil analisis ragam

(45)

Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Genotipe (A) dan Tipe Penyerbukan serta Interaksinya terhadap Persentase Pembentukan buah, Persentase Pembentukan Benih, Jumlah Buah per Malai, Biji per Buah, Keberhasilan Reproduksi, Daya Berkecambah, Potensi Tumbuh Maksimum, dan Kecepatan Tumbuh.

Peubah Genotipe Tipe Penyerbukan Interaksi Persentase pembentukan buah tn tn tn Persentase pembentukan benih tn tn tn Jumlah buah per malai * tn * Jumlah biji per buah * * tn Keberhasilan reproduksi tn tn tn Daya berkecambah tn tn tn Potensi tumbuh maksimum tn tn tn Kecepatan tumbuh tn tn tn

Keterangan: * = nyata pada taraf 5 %

tn = pengaruh tidak nyata

Tiga macam penyerbukan yang diberikan pada empat genotipe yang diuji

tidak berpengaruh nyata terhadap persentase pembentukan buah dan benih.

Persentase pembentukan buah yang dihasilkan berkisar antara 62-89 % dan

persentase pembentukan benih berkisar 86-94 % (Tabel 5). Meskipun demikian

ada kecenderungan persentase pembentukan buah pada genotipe Lampung yang

menyerbuk alami cenderung lebih rendah dari perlakuan yang lain, meskipun

tidak nyata dalam sidik ragam. Diduga variasi potensi dan kemampuan tanaman

dalam membentuk buah pada genotipe Lampung cukup tinggi. Gardner et al.

(1991) menyatakan kegagalan pembentukan buah dapat disebabkan beberapa hal,

yaitu: 1) kurangnya penyerbukan, 2) kurangnya fertilisasi karena polen kurang

viabel, dan 3) gugurnya bunga dan buah. Thomas et. al. (1992) menyatakan

pembentukan buah dapat ditingkatkan dengan penyerbukan buatan, penggunaan

hormon tumbuh dan aplikasi pupuk.

Pada Tabel 5 memperlihatkan bahwa peningkatan penyerbukan yaitu

dengan penyerbukan sendiri maupun silang tidak meningkatkan persentase

pembentukan buah. Ada kemungkinan bahwa empat genotipe jarak pagar yang

diuji mempunyai ambang batas maksimum pembentukan buah, sehingga

peningkatan melalui penyerbukan buatan tidak terlalu berarti. Schuster et al.

(1993) menyatakan penyerbukan silang dan sendiri padaAsphodelus aestivus Brot

(46)

penyerbukan silang pada A. aestivus. menyebabkan adanya sedikit peningkatan

proporsi bunga betina berkembang menjadi buah dan peningkatan yang tinggi

terhadap proporsi kemasakan buah. Mereka menambahkan bahwa penyerbukan

sendiri pada Asphodelus aestivus B. menurunkan fertilitas tanaman tersebut di

lingkungan alaminya. Peningkatan pembentukan buah pada jarak pagar dapat

diusahakan melalui teknik budidaya yang tepat, seperti pemupukan dan lokasi

penanaman yang tepat terkait dengan suhu, curah hujan dan intensitas cahaya. Di

bawah ini disajikan persentase pembentukan buah empat genotipe yang diamati pada Tabel 5.

Tabel 5. Persentase Pembentukan Buah (PBh) dan Benih (PB) Empat Genotipe yang Diuji pada Tiga Macam Penyerbukan (%) dan Nilai IIS-nya

Penyerbukan Palembang 73 92 72 90 78 86 0.92

Kediri 73 86 75 87 89 86 0.84

Keterangan: IIS = Indeks Inkompatibilitas Sendiri

Pada peubah jumlah buah per malai, genotipe Palembang yang disilangkan

dengan IP-1 menghasilkan jumlah buah per malai tertinggi diantara perlakuan

yang lain, yaitu dengan rataan sebesar 8.74 (Tabel 6). Perhitungan Indeks

inkompatibilitas sendiri (IIS) pada genotipe Palembang adalah sebesar 0.92 (Tabel

5), yang mengindikasikan bahwa pollen dan pistil tanaman jarak pagar genotipe

Palembang inkompatibel sebagian, sehingga penyerbukan silang akan lebih

menguntungkan dan meningkatkan keberhasilan penyerbukan dan pembuahan.

Tabel 6. Nilai Tengah Interaksi Pengaruh Genotipe dan Tipe Penyerbukan terhadap Jumlah Buah/Malai

Genotipe Penyerbukan alami Penyerbukan sendiri Penyerbukan silang Lampung 5.63b 5.75b 5.53b Bengkulu 5.82b 5.71b 5.81b Palembang 6.46b 5.10b 8.74a

Kediri 4.75b 5.43b 4.38b

Gambar

Gambar 1. Malai tipe I (A) dan malai tipe II (B)Bunga jantan (a), bunga betina (b), bunga hermaprodit (c)
Gambar 2. Perbandingan jumlah tipe tanaman jarak pagarberdasarkan waktu mekar
Tabel 1. Proporsi Tipe Protandri dan Protogini pada Empat Genotipe yang Diamati
Gambar 3. Kisaran bunga jantan dan betina mekar pada tipe protandri
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil dari pengujian interaksi antara variabel kepemilikan keluarga dengan variabel corporate governance terhadap tindakan pajak agresif diketahui

harus memberi ruang pengakuan adanya keberagaman kelompok yang menjadi pelaku dan sasaran kebijakan dengan berbagai penilaian mereka atas makna kemanfaatan kebijakan bagi mereka;

Abstract: This study aims to determine the implementation of civil servant mutations. This study uses a method that consists of data collection conducted by interviews,

kecamatan di wilayah Kabupaten Sumba Timur. Data karakteristik wilayah pendayagunaan sumber daya air yang terdiri atas potensi sumber air, IPA, jumlah penduduk, sawah,

Optoosilator biasanya terdiri dari dua macam yaitu optoisolator yang terintegrasi dengan rangkaian zero crossing detector dan optoisolator yang tidak memiliki

Rivai (1983) mengatakan bahwa pada umumnya kandungan oksigen se- besar 5 ppm dengan suhu air berkisar antara 20-30 o C relatif masih baik untuk kehidupan ikan-ikan, bahkan

SMKN 12 Surabaya Jurusan Animasi sendiri adalah sekolahan yang merujuk pada bentuk teknologi untuk membuat karya 2D maupun 3D, maka dari itu konsep yang di gunakan adalah

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut, range skor yang dihasilkan adalah 7, sehingga tingkat kesejahteraan karyawan perbankan dibe- dakan menjadi dua yaitu