PENGEMBANGAN SUMBERDAYA AIR
BERKELANJUTAN DAS WAY BETUNG
KOTA BANDAR LAMPUNG
Oleh
SLAMET BUDI YUWONO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi
Pengembangan Sumberdaya Air Berkelanjutan DAS Way Betung Kota Bandar Lampung adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.Bogor, Agustus 2011
ABSTRACT
SLAMET BUDI YUWONO. The Development of Sustainable Water Resources
of Way Betung Watershed, Bandar Lampung City. Under supervision by NAIK
SINUKABAN, KUKUH MURTILAKSONO and BUNASOR SANIM.
Way Betung watershed is one of the most potential watersheds as water supplier in Lampung Province and the most potential water resources for Bandar Lampung City particularly for potable water provided by regional water supplier company (PDAM). The ever increasing population and economic activities in Bandar Lampung City resulted in the increasing need of clean water. However, over time, the conditions of Way Betung watershed as water resources supplier have been declined. Therefore, to improve or to restore the conditions of Way Betung watershed, the forest and land rehabilitations programs are necessary. Thus research was aimed: (a) to study the impact of land use change in Way Betung watershed on its potential as water resources supplier of Bandar Lampung City, (b) to study the economic value of Way Betung water resources (c) to formulate sustainable water resources development plan of Way Betung watershed. The impact of land use change on the Way Betung water resources was analyzed by a regression method, and the annual economic value of water resources was analyzed by Willingness to Pay (WTP) method. The development plan of sustainable water resources of Way Betung watershed was arranged in five scenarios. To determine the best scenario, the simulations of the erosion level by the USLE method and the runoff volume by the SCS method were performed. The results showed that the land use change of Way Betung watershed (1991-2006) resulted in the increasing of the annual run off coefficient, the maximum daily discharge (Q max), and the decreasing of the daily minimum discharge (Q min), as well as the increasing of the river discharge fluctuation. The total annual economic value of water resources of Way Betung watershed was Rp101.1 billion/year and the total willingness to pay value for the rehabilitation of Way Betung watershed was Rp1.5 billion/year, which were derived from PDAM sector, tourism, water mineral companies, households and paddy field farmers in the upstream watershed. The best development of sustainable water resources of Way Betung watershed was the scenario-4 (the forest as much as 30% of watershed areas + alley cropping on mixed farms). Scenario-4 will reduce the erosion to lower than the tolerable soil loss (TSL), will decrease the fluctuation of monthly run off from 64.7 to 30.9, and the forest rehabilitation will be achieved in the best time (10 years with a scheme-B). Therefore, economically the water users community are willing to pay the rehabilitation costs (WTP) and socially it is accepted by the society.
RINGKASAN
SLAMET BUDI YUWONO. Pengembangan Sumberdaya Air Berkelanjutan DAS Way Betung Kota Bandar Lampung (dengan komisi pembimbing NAIK SINUKABAN sebagai ketua, KUKUH MURTILAKSONO, dan BUNASOR SANIM sebagai anggota).
DAS Way Betung merupakan sumberdaya air yang penting, dimana sungai Way Betung merupakan pemasok utama air baku bagi perusahaan daerah air minum (PDAM) untuk memenuhi kebutuhan air bersih Kota Bandar Lampung. Luas DAS Way Betung 5.260 ha, sekitar 51% berada dalam kawasan hutan (Tahura) sisanya 49% merupakan kawasan budidaya. Peningkatan jumlah penduduk dan aktivitas perekonomian Kota Bandar Lampung menyebabkan kebutuhan air bersih semakin besar, bahkan diperkirakan sejak tahun 2002 telah terjadi defisit air bersih. Kondisi DAS Way Betung saat ini semakin memprihatinkan, hal ini ditandai dengan menurunnya debit rata-rata minimum
dari 1,1 m3/det (1997) menjadi 0,9 m3/det (2002). Kondisi tersebut menyebabkan
PDAM kekurangan air baku terutama pada musim kemarau. Hal ini disebabkan adanya perubahan penggunaan lahan hutan menjadi penggunaan lain (pertanian, kebun campuran, semak dan permukiman) yang disebabkan oleh tekanan penduduk terhadap lahan, perambahan hutan (23,7%), dan kegiatan hutan kemasyarakatan (HKm). Untuk itu diperlukan perbaikan dan pengembangan DAS Way Betung agar ketersediaan air bagi Kota Bandar Lampung terjamin.
Perbaikan atau rehabilitasi kerusakan sumberdaya air DAS Way Betung membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Alternatif pengembangan berkelanjutan yang dikaji dalam penelitian ini melalui konsep pendekatan rehabilitasi DAS
dengan pembiayaan bersama (cost sharing). Untuk itu, diperlukan pengkajian
potensi dana rehabilitasi hutan (DAS) yang berasal dari para pemanfaat
sumberdaya air DAS Way Betung. Besarnya kesediaan membayar (willingness to
pay) biaya rehabilitasi dari para pemanfaat sumberdaya air akan digunakan untuk
merancang rehabilitasi DAS Way Betung. Pemanfaat utama air DAS Way Betung adalah PDAM, industri air minum dalam kemasan (AMDK), wisata dan rumah tungga hulu serta pertanian sawah di hulu.
Penelitian bertujuan : (a) mengkaji dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologi/sumberdaya DAS Way Betung (b) mengkaji nilai ekonomi sumberdaya air DAS Way Betung (c) menyusun pengembangan perencanaan sumberdaya air berkelanjutan DAS Way Betung. Untuk melihat dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologi/sumberdaya air dilakukan analisis regresi, untuk menduga nilai ekonomi sumberdaya air
digunakan metode Willingness to Pay (WTP). Besarnya erosi setiap
pengembangan (skenario) diduga dengan metode USLE (A=RKLSCP) (Weischmeier dan Smith, 1978) dan besarnya volume aliran permukaan bulanan diduga dengan metode SCS (Arsyad, 2006). Penentuan skenario pengembangan terbaik dengan pertimbangan ekologis, yaitu memiliki nilai erosi < TSL (Tolerable Soil Loss) dan fluktuasi debit aliran permukaan < 30. Indikator
pengembangan dianalisis dari persentase responden yang bersedia membayar biaya rehabilitasi dari setiap sektor pengguna air. Selain pertimbangan ekologis (erosi dan aliran permukaan), pertimbangan ekonomi dan sosial, alternatif pengembangan terpilih adalah yang membutuhkan waktu implementasi yang paling rasional (baik).
Pengembangan (skenario) perencanaan sumberdaya air berkelanjutan disusun sebagai berikut: Skenario-1: kondisi DAS Way Betung saat ini (existing);
Skenario-2 : pengembangan alternatif perencanaan sumberdaya air DAS Way Betung berdasarkan UU Kehutanan No.41 tahun 1999 pasal 18, bagian hulu DAS dengan penggunaan lahan hutan harus dipertahankan minimal 30% (tiga puluh
persen); Skenario-3 : pengembangan alternatif perencanaan sumberdaya air DAS
Way Betung disusun berdasarkan UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yaitu sesuai pasal 5 (2), yang menyatakan penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan, yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya (skenario-3 ini, semua kawasan lindung/hutan harus direhabilitasi/ dihutankan kembali);
Skenario-4: penerapan skenario-2 ditambahkan tindakan konservasi tanah
(agroteknologi/alley cropping) pada penggunaan lahan kebun campuran, dan
Skenario-5: penerapan skenario-3 ditambahkan tindakan konservasi tanah
(agroteknologi/alley cropping) pada penggunaan lahan pertanian lahan kering.
Skema pembiayaan kegiatan rehabilitasi terbagi 2 (dua) yaitu : Model-A dana rehabilitasi hanya bersumber dari pengguna air PDAM dan Model-B dana rehabilitasi bersumber dari semua sektor pengguna air (PDAM, industri AMDK,
wisata, rumah tangga hulu dan pertanian padi sawah hulu). Biaya satuan (unit
cost) rehabilitasi hutan menggunakan acuan Harga Satuan Kegiatan Bidang RLPS
tahun 2007 dari Dirjen RLPS Departemen Kehutanan.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
a) Penggunaan lahan berupa hutan DAS Way Betung dari 979,3 ha (16,7%)
tahun 1991, menjadi 508,1 ha (9,7%) tahun 1999 dan 377,1 ha (7,2%) tahun 2006. Penggunaan lahan berupa kebun campuran meningkat demikian juga dengan permukiman, sedangkan penggunaan lahan berupa lahan kering cenderung tetap, dan penggunaan lahan berupa semak belukar berfluktuasi.
b) Perubahan penggunaan lahan DAS Way Betung 1991-2006 terutama
penurunan luas hutan dan peningkatan luas kebun campuran mengakibatkan peningkatan koefisien aliran permukaan tahunan (C) dari 48,6% (1991-1995) menjadi 61,6% (2002-2006), peningkatan debit maksimum rata-rata harian (Qmax), menurunkan debit minimum rata-rata harian (Qmin), dan peningkatan fluktuasi debit sungai.
c) Nilai ekonomi total tahunan sumberdaya air DAS Way Betung sebesar
Rp.101,1 Milyar/tahun, merupakan kontribusi sektor PDAM (Rp.38,1 Milyar/tahun), sektor wisata (Rp.5,3 Milyar/tahun), sektor AMDK (Rp.55,4 Milyar/tahun), sektor rumah tangga hulu (Rp.2,3 Milyar/tahun) dan sektor pengguna air pertanian padi sawah hulu (Rp.4,2 Juta/tahun).
d) Nilai kesediaan membayar (WTP) biaya rehabilitasi sebesar Rp.1,54
e) Pengembangan sumberdaya air berkelanjutan skenario-4 (30% hulu DAS
berupa hutan + agroteknologi alley cropping pada kebun campuran)
merupakan scenario pengembangan yang terbaik, karena mampu menurunkan erosi hingga lebih rendah dari TSL dan menurunkan aliran fluktuasi permukaan hingga 30,9 serta penerapannya membutuhkan waktu yang terbaik (10 tahun dengan Skema-B), secara ekonomi cukup layak karena tersedia dana rehabilitasi dari masyarakat pengguna air (WTP), serta secara sosial dapat diterima oleh masyarakat pengguna air.
Kata kunci: erosi, fluktuasi aliran permukaan, perubahan penggunaan lahan,
kemauan untuk membayar (willingnes to pay) dan sumberdaya air
@Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah;
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
PENGEMBANGAN SUMBERDAYA AIR
BERKELANJUTAN DAS WAY BETUNG
KOTA BANDAR LAMPUNG
Oleh
SLAMET BUDI YUWONO
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Ilmu Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji Ujian Tertutup : 1. Dr. Ir. Aris Munandar, M.S.
(Staf Pengajar Departemen ARL dan Wakil
Dekan Faperta IPB).
2. Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto, M.S.
(Staf Pengajar Departemen SIL Fateta IPB). Tanggal Ujian Tertutup : 1 Juni 2011
Penguji Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Harry Santoso.
(Direktur Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial, Departemen Kehutanan RI).
2. Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr.
(Staf Pengajar Departemen Manajemen Hutan Fahutan IPB).
Judul Disertasi : Pengembangan Sumberdaya Air Berkelanjutan DAS Way Betung Kota Bandar Lampung
Nama : Slamet Budi Yuwono
NRP : A262030031
Disetujui :
Komisi Pembimbing
Ketua
Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc.
Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.S.
Anggota Anggota
Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, M.Sc.
Diketahui :
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmatNya, sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi dengan judul: Pengembangan Sumberdaya Air Berkelanjutan DAS Way Betung Kota Bandar Lampung.
Pada kesempatan ini saya menghaturkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc., selaku ketua komisi
pembimbing, Bapak Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.S., dan Bapak Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, M.Sc. sebagai anggota komisi pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan, nasihat, saran, dan arahan sejak penyusunan rencana penelitian, pelaksanaan penelitian, sampai dengan penulisan disertasi.
2. Bapak Dr. Ir. Aris Munandar, M.S. dan Bapak Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto,
M.S. sebagai penguji luar komisi pada ujian tertutup yang telah banyak memberikan masukan dan saran perbaikan.
3. Bapak Dr. Ir. Harry Santoso dan Bapak Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr. sebagai
penguji luar komisi pada ujian terbuka yang telah banyak memberikan masukan dan saran perbaikan.
4. Bapak dan Ibu dosen pengajar pada Program Studi Ilmu Pengelolaan DAS
IPB yang telah banyak membekali ilmu pengetahuan kepada penulis.
5. Bapak Rektor Universitas Lampung, Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Lampung, Rektor IPB, dan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB yang telah memberikan kesempatan mengikuti Program Doktor (S3) di SPS IPB Bogor.
6. Pemerintah Republik Indonesia melalui BPPS Departemen Pendidikan
Nasional, yang telah memberikan bantuan beasiswa selama tiga tahun.
7. Rekan-rekan seperjuangan di PS. DAS dan teman-teman dari Universitas
Lampung yang telah banyak memberikan bantuan baik moril maupun materil, yang saya tidak dapat sebutkan satu per satu.
8. Kepada orang tua H.Sudirman dan Hj. Eswati, ayah mertua Denmas Achmad
(Alm) dan ibu mertua Hj. Redawati serta keluarga besar, kepada istri saya Prof. Dr. Dermiyati serta anak-anakku Ficky Tyoga Aditya dan Rizki Tikadewi Noviani atas segala pengorbanan, pengertian, perhatian, dan doanya sehingga saya dapat menyelesaikan disertasi ini.
Semoga disertasi ini bermanfaat bagi masyarakat dan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Agustus 2011
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kebumen, Jawa Tengah, 23 Desember 1964 sebagai anak ketiga dari lima bersaudara buah cinta pasangan H. Sudirman dan Hj. Eswati. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Budidaya Pertanian (PS. Ilmu Tanah) Fakultas Pertanian Universitas Lampung, lulus tahun 1987. Tahun 1993 penulis menyelesaikan pendidikan S2 pada Program Studi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Sekolah Pascasarjana IPB. Tahun 2003 penulis mendapat beasiswa (BPPS) untuk melanjutkan pendidikan S3 pada Program Studi Pengelolaan DAS di Sekolah Pascasarjana IPB.
Sejak tahun 1994 penulis menjadi dosen pada Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Tahun 1997-1999 ditugaskan sebagai Kepala Laboratorium Inventarisasi Hutan pada Program Studi Manajemen Hutan, tahun 2000-2002 ditugaskan sebagai Ketua Program Studi Manajemen Hutan. Selanjutnya penulis diberi tugas tambahan oleh Rektor sebagai Sekretaris Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Lampung sejak tahun 2002-sekarang.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
DAFTAR SINGKATAN/ISTILAH. ... xxi
PENDAHULUAN ... 1
Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian. ... 12
TINJAUAN PUSTAKA ... 14
Strategi Pengelolaan Sumberdaya Air Berkelanjutan... 14
Aliran Permukaan... 17
Erosi ... 19
Penilaian (Valuasi) Ekonomi Sumberdaya Alam... 24
Pembayaran Jasa Lingkungan Atas Pemanfaatan Sumberdaya Air... . 33
Studi Terdahulu Penilaian Ekonomi Sumberdaya Alam... 35
Program Tujuan Ganda... 38
METODE PENELITIAN ... 40
Lokasi Penelitian ... 40
Bahan dan Alat ... 40
Jenis, Sumber dan Kegunaan Data... 42
Teknik Pengumpulan Data ... 44
Analisis Data ... 46
Pengembangan Perencanaan Sumberdaya Air DAS Way Betung ……….. 55
Analisis Pengembangan Perencanaan Sumberdaya Air ……. ... 57
Analisis Optimalisasi Pengembangan Perencanaan Sumberdaya Air. ... 58
Simulasi Pembiayaan Penerapan Pengembangan Perencanaan Sumberdaya Air. ... 69
KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN... .. 62
xiv
HASIL DAN PEMBAHASAN. ... 75
Perubahan Penggunaan Lahan DAS Way Betung ... 75
Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Sumberdaya Air dan Kondisi Hidrologi DAS Way Betung. ... 85
Nilai Ekonomi Total Sumberdaya Air DAS Way Betung... 93
Analisis Permintaan dan Penawaran Harga Air PDAM Kota Bandar Lampung………. 116
Implementasi Pengembangan Sumberdaya Air Berkelanjutan ... 128
KESIMPULAN DAN SARAN ... 134
Kesimpulan ... 134
Saran ... 135
DAFTAR PUSTAKA ... 136
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Studi penilaian ekonomi sumberdaya alam yang pernah dilakukan
di Indonesia ... 37 2. Jenis, sumber dan kegunaan data ... 43
3. Perubahan penggunaan lahan setiap skenario pengembangan………….. 56
4. Biaya satuan rehabilitasi hutan dan lahan DAS Way Betung ... 60
5. Luas lahan berdasarkan kelas lereng DAS Way Betung Th. 2008 (ha). . 63
6. Penggunaan lahan DAS Way Betung Tahun 2006/2007 (ha)... 70
7. Perubahan penggunaan lahan DAS Way Betung Tahun 1990/1991-
2006/2007 (ha) ... 78
8. Koefisien aliran permukaan tahunan (C) DAS Way Betung
tahun 1991-2006 ... 86
9. Koefisien aliran permukaan (C) DAS Way Betung musim hujan
(Jan-Feb-Mar-Okt-Nov-Des) tahun 1991-2006 ... 87 10. Simulasi perubahan penggunaan lahan hutan terhadap nilai koefisien
aliran permukaan (C) dan pendugaan air yang hilang
DAS Way Betung ... 90 11. Nilai ekonomi total sumberdaya air DAS Way Betung
Tahun 2009 (Rp/tahun) ... 94 12. Sumber air baku yang digunakan PDAM Kota Bandar Lampung
tahun 2008 ... 97 13. Jumlah pelanggan dan pendapatan PDAM Kota Bandar Lampung
tahun 2008 ... 97 14. Nilai ekonomi air pelanggan PDAM Kota Bandar Lampung
tahun 2009 (Rp/tahun) ... 99 15. Nilai ekonomi TWBK berdasarkan biaya perjalanan tahun 2008
(Rp/tahun) ... 103 16. Nilai ekonomi air pengguna AMDK Kota Bandar Lampung
tahun 2009 (Rp/tahun)... 104 17. Konsumsi rata-rata AMDK masyarakat Kota Bandar Lampung
(liter/bulan) ... 105 18. Harga produk AMDK di Kota Bandar Lampung yang bahan
bakunya berasal dari DAS Way Betung tahun 2009... 106 19. Persentase produk AMDK yang dikonsumsi masyarakat Kota Bandar
Lampung Tahun 2009 ... 106 20. Nilai ekonomi air untuk rumah tangga hulu DAS Way Betung
xvi
21. Nilai ekonomi pemanfaatan air untuk padi sawah di DAS Way Betung tahun 2009 (Rp/tahun) ... 109 22. Nilai kesediaan membayar (WTP) biaya rehabilitasi hutan
pelanggan PDAM Kota Bandar Lampung tahun 2009 (Rp/tahun) ... 111 23. Nilai kesediaan membayar (WTP) biaya rehabilitasi hutan
pengunjung TWBK yahun 2009 ... 112 24. Nilai kesediaan membayar (WTP) biaya rehabilitasi hutan pengguna air
rumah tangga hulu tahun 2009 (Rp/tahun) ... 115 25. Nilai kesediaan membayar (WTP) biaya rehabilitasi hutan petani padi
sawah tahun 2009 (Rp/tahun) ... 116 26. Pendugaan erosi setiap skenario DAS Way Betung (ton/ha/th) ... 122 27. Nilai faktor CP tertimbang setiap skenario pengembangan DAS Way
Betung tahun 2009 ... 123 28. Fluktuasi aliran permukaan setiap skenario pengembangan
DAS Way Betung tahun 2009 ... 125 29. Nilai bilangan kurva (CN) setiap skenario pengembangan
DAS Way Betung ... 125 30. Kesediaan membayar (WTP) biaya rehabilitasi pengguna air
DAS Way Betung……… . 127 31. Waktu ketercapaian keberlanjutan setiap skenario pengembangan
DAS Way Betung (tahun) ... 128 32. Pendugaan hasil dan nilai air bagi PDAM setiap skenario
Pengembangan DAS Way Betung………. 131 33. Pengambilan keputusan penentuan pengembangan sumberdaya air
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka pemikiran pemecahan masalah ... 11
2. Skema proses terjadinya erosi tanah ... 22
3. Hubungan tiga tujuan pembangunan berkelanjutan ... 27
4. Nilai ekonomi total (NET) sumberdaya alam ... 34
5. Lokasi penelitian DAS Way Betung Provinsi Lampung ... 41
6. Hari hujan dan curah hujan rata-rata bulanan DAS Way Betung tahun 1991-2006……….. 62
7. Penyebaran kelas lereng DAS Way Betung Provinsi Lampung ... 64
8. Peta Geologi DAS Way Betung Provinsi Lampung ... 66
9. Peta jenis tanah DAS Way Betung Provinsi Lampung ... 67
10. Peta jaringan sungai DAS Way Betung Provinsi Lampung ... 72
11. Kondisi penggunaan lahan DAS Way Betung (a) hutan, (b) kebun Campuran, (c) semak belukar, (d) pertanian lahan kering, (e) permukiman……… 76
12. Peta penggunaan lahan DAS Way Betung tahun 1990/1991 ... 82
13. Peta penggunaan lahan DAS Way Betung tahun 1999/2000 ... 83
14. Peta penggunaan lahan DAS Way Betung tahun 2006/2007 ... 84
15. Hidrograf aliran S. Way Betung tahun 1991,1999, dan 2006………….. 85
16. Simulasi perubahan proporsi luas hutan (%) dengan koefisien aliran permukaan (%)………. 89
17. Korelasi antara luas hutan (%) terhadap debit maksimum dan minimum rata-rata harian Sungai Way Betung ... 91
18. Koefisien regim sungai (KRS) S. Way Betung tahun 1991,1999,2006 ... 93
19. Kurva permintaan konsumen PDAM terhadap harga air Kota Bandar Lampung ... 118
20. Kurva penawaran produsen PDAM terhadap harga air Kota Bandar Lampung ... 119
21. Kurva permintaan konsumen PDAM terhadap harga air Kota Bandar Lampung setelah ditambah biaya rehabilitasi... 120
22. Fluktuasi aliran permukaan bulanan sungai Way Betung pada masing-masing skenario (m3/det) ... 126
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Lokasi penelitian DAS Way Betung Kota Bandar Lampung ... 143
2. Curah hujan bulanan rata-rata DAS Way Betung tahun 1987-2006 ... 144
3. Hari hujan bulanan rata-rata DAS Way Betung tahun 1987-2006 ... 145
4. Penilaian struktur tanah dan permeabilitas tanah ... 146
5. Nilai faktor C berbagai penggunaan lahan ... 147
6. Nilai faktor P dan CP ... 148
7. Nilai faktor kedalaman beberapa sub order tanah ... 149
8. Kedalaman tanah minimum untuk berbagai jenis tanaman ... 150
9. Bilangan kurva (CN) ... 151
10. Nilai bilangan kurva untuk kondisi kandungan air tanah I dan III ... 153
11. Hubungan kelompok tanah dengan laju infiltrasi minimum ... 154
12. Batas besar curah hujan untuk kondisi air tanah sebelumnya ... 154
13. Membangun kurva permintaan dan penawaran ... 155
14. Penggunaan lahan DAS Way Betung tahun 1990/1991 ... 158
15. Penggunaan lahan DAS Way Betung tahun 1999/2000 ... 160
16. Penggunaan lahan DAS Way Betung tahun 2006/2007 ... 162
17. Debit rata-rata harian S. Way Betung tahun 1991-2006 ... 164
18. Debit minimum rata-rata bulanan S. Way Betung tahun 1991-2006 ... 165
19. Debit maksimum rata-rata bulanan S. Way Betung tahun 1991-2006 ... 166
20. Debit maksimum dan minimum bulanan S. Way Betung Tahun 1991-2006 ... 167
21. Ratio debit minimum dan maksimum 1991-2006 ... 168
22. Perhitungan koefisien aliran permukaan (C) tahunan DAS Way Betung………. 169
23. Perhitungan koefisien aliran permukaan (C ) musim hujan (Jan,Feb, Mar Okt, Nov, Des) DAS Way Betung ... 169
24. Hasil tabulasi kuesioner responden pelanggan air PDAM Kota Bandar Lampung Tahun 2009 ... 170
25. Hasil tabulasi kuesioner responden pengunjung TWBK Kota Bandar Lampung Tahun 2009 ... 172
26. Hasil tabulasi kuesioner responden pengguna AMDK Kota Bandar Lampung Tahun 2009 ... 174
xix
28. Hasil tabulasi kuesioner pengguna air untuk pertanian padi sawah
DAS Way Betung Tahun 2009 ... 178
29. Kurva permintaan dan penawaran harga air PDAM ... 179
30. Pendugaan erosi DAS Way Betung skenario-1 (eksisting) ... 181
31. Perubahan penggunaan lahan pada skenario 1-5 DAS Way Betung ... 196
32. Pendugaan volume aliran permukaan DAS Way Betung dengan metode SCS pada skenario-1 ... 198
33. Rekapitulasi volume aliran permukaan (mm) setiap skenario DAS Way Betung ……… 210
34. Rekapitulasi volume aliran permukaan (m3/det) dan rasio Qmax/Qmin setiap skenario pengembangan DAS Way Betung ... 210
35. Analisis skenario dengan program tujuan ganda ... 211
36. Simulasi lamanya waktu yang dibutuhkan untuk melakukan rehabilitasi dengan Skema Biaya-A dan Biaya-B ... 215
37. Regresi antara nilai C dengan penggunaan lahan DAS Way Betung… .. 219
38. Analisis regresi penggunaan air pelanggan PDAM……….. 221
39. Analisis regresi biaya perjalanan pengunjung TWBK………. 222
40. Peta kondisi eksisting DAS Way Betung (Skenario-1)…. ... 224
41. Peta pengembangan sumberdaya air DAS Way Betung Skenario-2…… 225
42. Peta pengembangan sumberdaya air DAS Way Betung Skenario-3…… 226
43. Peta pengembangan sumberdaya air DAS Way Betung Skenario-4…… 227
44. Peta pengembangan sumberdaya air DAS Way Betung Skenario-5…… 228
xx
DAFTAR SINGKATAN/ISTILAH
AMDK : Air Minum Dalam Kemasan
BMG : Badan Meteorologi dan Geofisika
BPS : Badan Pusat Statistik
BV : Bequest Value (Nilai warisan).
CN : Curva number (Bilangan Kurva)
CRO : Coefficient Run Off
CVM : Contingensi Valuation Method
DAS : Daerah Aliran Sungai
DUV : Direct Use Value (Nilai Penggunaan Langsung) HKm : Hutan Kemasyarakatan
IKA : Indeks Ketersediaan Air
IUV : Indirect Use Value (Nilai Penggunaan Tidak Langsung) KRS : Koefisien Regim Sungai (Ratio Qmax/Qmin)
KUM : Kesediaan Untuk Membayar
LINDO : Linear Interactive Discreate Optimizer
MPTS : Multi Purpose Trees Species
NUV : Non Use Value (Nilai Non Penggunaan) OV : Option Value (Nilai Pilihan)
PDAM : Perusahaan Daerah Air Minum
PHKA : Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
PLTA : Pembangkit Listrik Tenaga Air
PTG : Program Tujuan Ganda Q max : Debit maksimum Q min : Debit minimum
RLPS : Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial
RO : Run Off (Aliran Permukaan) SCS : Soil Conservation Services SDA : Sumberdaya Air
SDR : Sediment Delivery Ratio
xxi
Tahura WAR : Taman Hutan Raya Wan Abdurrachman
TEV : Total Economic Value (Nilai Ekonomi Total) TSL : Tolerable Soil Loss (Erosi yang dapat ditoleransi) TWBK : Taman Wisata Bumi Kedaton
USLE : Universal Soil Loss Equation
UU : Undang-Undang
UV : Use Value (Nilai Penggunaan) VE : Valuasi Ekonomi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Air merupakan sumber kehidupan dan merupakan salah satu unsur yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia dan mahkluk hidup lainnya di muka bumi. Berdasarkan UU Sumberdaya Air (SDA) No. 7 tahun 2004, (pasal 5) dinyatakan bahwa “Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kebutuhannya yang sehat, bersih dan produktif ”. Hal ini berarti negara wajib menyelenggarakan berbagai upaya untuk menjamin ketersediaan air bagi setiap orang di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan air, kerusakan sumberdaya air juga tidak dapat dihindari. Apabila tidak segera diatasi maka hal
ini berpotensi menyebabkan kelangkaan air (water scarcity) di masa yang akan
datang. Kerusakan tersebut diakibatkan oleh: (a) pertumbuhan penduduk, (b) pertumbuhan sektor industri dan sektor-sektor lainnya, dan (c) peningkatan aktivitas pembangunan yang mengeksploitasi sumberdaya alam secara intensif dan berlebihan. Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan sektor industri maupun sektor lainnya akan meningkatkan permintaan kebutuhan air dalam jumlah yang cukup besar. Peningkatan kebutuhan air ini tidak diimbangi oleh jumlah air yang tersedia, karena sumberdaya air di dunia termasuk di Indonesia jumlahnya relatif tetap. Aktivitas pembangunan yang mengeksploitasi sumberdaya alam secara intensif dan berlebihan mempercepat kerusakan sumberdaya air sehingga berdampak terhadap penurunan ketersediaan air.
Indonesia sebagai negara tropis basah mempunyai curah hujan yang cukup tinggi yaitu 4.000 mm/tahun, namun beberapa daerah memiliki curah hujan yang rendah yaitu 800 mm/tahun. Meskipun potensi curah hujan cukup tinggi, namun
pada kenyataannya aliran dasar (base flow) yang terjadi secara kontinyu setiap
2
Apabila dinyatakan dalam nilai Indeks Ketersediaan Air (IKA) dengan jumlah penduduk sekitar 230 juta jiwa pada tahun 2000, maka IKA Indonesia adalah
sebesar 14.000 m3/orang/tahun. Namun demikian, apabila laju pertumbuhan
penduduk tidak terkendali maka nilai IKA akan turun secara drastis hingga
ambang toleransi sebesar 1.000 m3
Provinsi Lampung memiliki sumberdaya alam cukup besar, antara lain memiliki luas daratan 35.376 km
/orang/tahun (Pawitan et al., 1997).
2
, panjang garis pantai 1.105 km (pulau kecil), serta luas wilayah perairan 16.623,3 km2
Kondisi topografi di Provinsi Lampung sangat beragam berkisar dari dataran sampai pegunungan. Kondisi demikian sangat potensial menyebabkan peningkatan aliran permukaan dan erosi yang tinggi, yang pada gilirannya dapat
menimbulkan dampak negatif baik pada lahan itu sendiri (on site) maupun
wilayah hilirnya (off site). Hal ini dapat terjadi manakala pemerintah daerah dan sektor swasta melakukan kegiatan ekploitasi sumberdaya alam khususnya sumberdaya lahan tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air yang memadai (tidak rasional).
. Sebelah selatan dan barat merupakan daerah yang berbukit-bukit sebagai sambungan dari jalur pegunungan Bukit Barisan Selatan dan merupakan hulu dari sungai-sungai yang mengalir di Provinsi Lampung. Bagian tengah dan timur relatif datar berupa rawa-rawa, dan sebagian lagi merupakan habitat mangrove. Sampai saat ini kondisi sumberdaya alam di Provinsi Lampung sudah sangat menghawatirkan akibat adanya berbagai kegiatan pembangunan yang kurang bijaksana.
3
Selain itu, penerapan agroteknologi yang tidak sesuai atau kurang memadai dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas air yang mengalir di bagian hilir.
Keberadaan Kota Bandar Lampung memiliki peran yang sangat strategis, karena Kota Bandar Lampung merupakan ibukota Provinsi Lampung. Sebagian besar kebutuhan air minum Kota Bandar Lampung dipasok oleh PDAM, dimana sumber air bakunya berasal dari sungai Way Betung. Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dan aktivitas perekonomian Kota Bandar Lampung, maka kebutuhan air juga meningkat. Sementara itu, kondisi biofisik DAS Way Betung semakin menurun, hal ini diindikasikan dengan semakin meningkatnya nilai rasio antara debit maksimum dan debit minimum (Qmax/Qmin). Akibatnya pasokan air bagi masyarakat Kota Bandar Lampung semakin berkurang terutama pada musim kemarau. Berkurangnya pasokan air dapat dilihat dari adanya pergiliran dan pembatasan pengaliran air kepada pelanggan PDAM di beberapa wilayah kecamatan di Kota Bandar Lampung.
Bagian hulu DAS Way Betung merupakan kawasan konservasi, yaitu bagian dari Taman Hutan Raya Wan Abdurrahman (Tahura WAR). Tahura WAR ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.408/KPTS-II/93 tanggal 10 Agustus 1993, yang berisi tentang perubahan fungsi dan penunjukan kawasan hutan lindung Gunung Betung (Register 19) seluas 22.244 ha menjadi Tahura, sebanyak 43 % kawasan Tahura WAR telah mengalami kerusakan (Dinas Kehutanan, 1998).
4
Kondisi DAS Way Betung saat ini (eksisting) sangat komplek, dan secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut :
5
rata-rata S. Way Betung dari 1,1 m3/det tahun 1997 menjadi 0,9 m3
(b) Defisit kebutuhan air bersih. Jumlah penduduk Kota Bandar Lampung tahun 2006 sebesar 809.860 jiwa dengan tingkat pertumbuhan 2,1 - 2,5 % pertahun. Pertumbuhan industri tahun 2004 – 2006 meningkat sebesar 12,6 %, yang ditunjukkan dengan peningkatan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Bandar Lampung sebesar 7,7 % (Bandar Lampung dalam Angka, 2004 dan 2006). Pertumbuhan penduduk dan ekonomi yang demikian menyebabkan permintaan terhadap air bersih semakin meningkat dari tahun ke tahun, di sisi lain pasokan air oleh PDAM hanya mampu melayani 22,2 % dari jumlah penduduk Kota Bandar Lampung. Lembaga Penelitian Unila (2003) melaporkan bahwa kebutuhan air bersih kota Bandar Lampung tahun 2002 sebanyak 36,4 Juta m
/det tahun 2002 (Lembaga Penelitian Unila, 2003).
3
/tahun, sedangkan pasokan dari PDAM 9,9 juta m3/tahun, dan pasokan air tanah sebesar 20,9 Juta m3/tahun, sehingga terjadi defisit sebesar -5,5 Juta m3/tahun. Selanjutnya seiring dengan pertumbuhan penduduk dan industri, maka diperkirakan pada tahun 2010 defisit air bersih mencapai -16,1 Juta m3
(c) Kontribusi pengguna air terhadap biaya rehabilitasi sumberdaya air.
Salah satu manfaat ekonomi dari DAS Way Betung adalah nilai penggunaan langsung berupa nilai uang yang diperoleh dari pelanggan PDAM Kota
Bandar Lampung. Tahun 2004 penerimaan PDAM sebesar
6
Pemanfaatan Hutan, menyatakan bahwa biaya rehabilitasi DAS dapat diambil dari jasa lingkungan yang dihasilkan oleh kawasan konservasi, termasuk didalamnya adalah pemanfaatan air (Dephut, 2007). Pengguna air yang lainnya adalah masyarakat yang ada di bagian hulu, berupa penggunaan air untuk kepentingan rumah tangga dan pertanian padi sawah. Namun yang menjadi permasalahan adalah sampai saat ini belum ada metode/ acuan/referensi kontribusi dana rehabilitasi hutan dan lahan dari pengguna air Way DAS Betung.
Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang menyebabkan kerusakan sumberdaya air di DAS Way Betung adalah sebagai berikut:
1. Terdapat perubahan penggunaan lahan hutan menjadi lahan pertanian, kebun campuran, pertanian lahan kering, semak belukar dan permukiman di hulu DAS Way Betung. Penyebab perubahan penggunaan lahan tersebut antara lain adanya kegiatan perambahan hutan (ilegal) dan kegiatan HKm (legal). Kegiatan pertanian di kawasan hulu DAS pada umumnya tidak menerapkan teknologi konservasi tanah dan air (agroteknologi) yang memadai, sehingga mempengaruhi kondisi biofisik DAS Way Betung. Selain itu, perubahan penutupan lahan diduga menyebabkan peningkatan koefisien aliran permukaan (run off coefficient), yang pada gilirannya menyebabkan penurunan kualitas fungsi hidrologi DAS Way Betung.
2. Terjadi kekurangan pasokan air bersih untuk Kota Bandar Lampung terutama
pada musim kemarau. Hal ini disebabkan adanya perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi kebun campuran, pertanian lahan kering, semak belukar dan permukiman di kawasan hulu DAS Way Betung. Perubahan penggunaan lahan tersebut menyebabkan penurunan kapasitas infiltrasi dan peningkatkan aliran permukaan. Akibat selanjutnya akan menurunkan debit rata-rata minimum sungai Way Betung, yang pada gilirannya menurunkan pasokan air baku bagi PDAM Kota Bandar Lampung.
3. Manfaat ekonomi sumberdaya air DAS Way Betung yang digunakan oleh
PDAM, Wisata, AMDK, rumah tangga hulu dan pertanian padi sawah sampai
7
kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan. Hal ini disebabkan karena belum adanya metode/acuan/referensi kontribusi dana rehabilitasi hutan dan lahan dari pengguna air DAS Way Betung.
Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran pemecahan masalah DAS Way Betung disajikan pada Gambar 1. Keberadaan DAS Way Betung sangat penting bagi Kota Bandar Lampung, dimana sungai Way Betung merupakan sumber utama air baku PDAM Kota Bandar Lampung. Namun saat ini kondisi hidrologi DAS Way Betung sudah mengalami degradasi, hal ini diindikasikan dengan penurunan debit minimum rata-rata, dan peningkatan fluktuasi debit (Lembaga Penelitian Unila, 2003). Kerusakan DAS Way Betung antara lain disebabkan oleh perubahan penggunaan lahan, dari lahan hutan menjadi lahan kebun campuran, pertanian lahan kering, semak belukar dan permukiman. Perubahan penggunaan lahan ini, antara lain disebabkan adanya tekanan penduduk terhadap lahan dan adanya kegiatan HKm di bagian hulu DAS tersebut. Aktivitas tersebut menyebabkan penurunan debit rata-rata minimal sungai Way Betung, sehingga pada gilirannya menurunkan pasokan air baku bagi PDAM Kota Bandar Lampung terutama pada musim kemarau. Di lain pihak, pertumbuhan penduduk dan industri di bagian hilir menyebabkan pertambahan kebutuhan air bersih, sehingga PDAM pada saat ini hanya mampu melayani 22,2 % kebutuhan air bersih Kota Bandar Lampung.
Adanya peningkatan kebutuhan penduduk terhadap lahan baik untuk kegiatan pertanian, perumahan, industri, rekreasi, maupun kegiatan lain akan menyebabkan perubahan penggunaan lahan. Sesungguhnya perubahan penggunaan lahan yang paling besar pengaruhnya terhadap kelestarian sumberdaya air adalah perubahan hutan menjadi penggunaan lainnya seperti, pertanian, kebun campuran, permukiman dan industri. Penggunaan lahan yang tidak bijaksana/rasional akan menyebabkan curah hujan yang jatuh sebagian besar
akan menjadi aliran permukaan (Run-Off) yang terus hilang ke laut. Selain itu,
8
Lembaga Penelitian Unila (2003) melaporkan bahwa total kebutuhan air
Kota Bandar Lampung tahun 2002 sebesar 36,4 Juta m3/tahun terdiri dari
kebutuhan rumah tangga 32,5 Juta m3/tahun, fasilitas umum 0,05 juta m3/tahun
dan kebutuhan industri/jasa 3,8 Juta m3/tahun. Bandar Lampung memiliki curah
hujan rata-rata 1.918,3 mm/tahun, dengan asumsi curah hujan merata pada DAS
Betung, maka potensi air tersedia adalah sebesar 90,5 Juta m3/tahun. Apabila
koefisien aliran permukaan diasumsikan sebesar 25 %, maka potensi air yang dapat digunakan sebesar 67,9 Juta m3/tahun, sehingga jumlah air tersebut dapat memenuhi kebutuhan air bersih Kota Bandar Lampung. Namun pada kenyataaanya telah terjadi defisit air sebesar -5,5 Juta m3
Pengelolaan DASWay Betung sebagai sumberdaya air tidak dapat terlepas
dari sistem pengelolaan DAS yang berkelanjutan. Hal ini selaras dengan pernyataan Sinukaban (2006), bahwa pengelolaan sumberdaya air adalah upaya pengelolaan yang diarahkan untuk menyediakan air guna memenuhi kebutuhan yang beragam secara memadai baik dari segi kualitas, kuantitas, tempat, waktu maupun harga. Strategi pengelolaan DAS bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan air guna memenuhi kebutuhan air yang terus meningkat sekaligus mengurangi banjir pada musim hujan, serta meningkatkan produktivitas pertanian /tahun, yang berarti telah terjadi degradasi fungsi hidrologi DAS Way Betung. Terjadinya defisit air diakibatkan oleh adanya perubahan penggunaan lahan yang menyebabkan
penurunan kapasitas infiltrasi tanah sehingga menurunkan pengisian (recharge)
air bawah tanah (ground water) yang menjadi sumber air pada musim kemarau.
Akibat selanjutnya adalah terjadinya peningkatan aliran permukaan, sehingga sebagian besar air hujan yang jatuh akan mengalir dan langsung terbuang ke laut dalam waktu yang relatif pendek. Hal ini menimbulkan potensi banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Hal ini sesuai dengan pendapat Sinukaban (2007), bahwa berkurangnya infiltrasi ke dalam tanah yang mengalami
erosi di bagian hulu DAS menyebabkan pengisian kembali (recharge) air bawah
tanah (ground water) juga berkurang yang mengakibatkan kekeringan dimusim
9
dan pendapatan petani, yang pada gilirannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Berkaitan dengan penataan penggunaan lahan untuk pengembangan sumberdaya air yang berkelanjutan, maka diperlukan penerapan teknologi konservasi/agroteknologi pada setiap bidang lahan yang mampu meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah dan menurunkan aliran permukaan. Beberapa bentuk agroteknologi yang dapat diterapkan antara lain: pembuatan terras, check dam,
guludan, rorak, pemberian mulsa, pertanian lororng (alley cropping), dan
penanaman menurut kontur. Alternatif teknologi konservasi yang terpilih disamping mampu meningkatkan infiltrasi juga dapat menekan erosi dan mampu mengurangi aliran permukaan. Penerapan agroteknologi akan mampu mengurangi fluktuasi debit aliran dan meningkatkan ketersediaan (distribusi) air DAS Way Betung.
Keberhasilan penerapan teknologi konservasi/agroteknologi pada suatu bidang lahan dapat dievaluasi dari besarnya erosi yang terjadi. Erosi aktual yang terjadi harus lebih kecil atau sama dengan erosi yang dapat ditoleransi (E tol). Agar pemilihan alternatif teknologi konservasi tanah dapat memenuhi persyaratan di atas, yaitu efektif dalam mengurangi erosi dan menurunkan fluktuasi aliran
permukaan, maka pemilihan teknologi konservasi dapat dilakukan dengan
menggunakan model prediksi erosi Universal of Soil Loss Equation (USLE),
karena model USLE ini berfungsi baik untuk skala plot atau usahatani (Tarigan dan Sinukaban, 2000).
Selanjutnya dalam upaya memadukan kepentingan konservasi tanah dan air dengan ketersediaan dana rehabilitasi, maka perlu dilakukan optimalisasi penggunaan lahan yang dapat mengkompromikan berbagai kepentingan (beberapa tujuan) tersebut. Salah satu metode optimalisasi yang dapat digunakan untuk
mengakomodasi berbagai tujuan tersebut adalah model Multiple Goal
Programming (Program Tujuan Ganda), model ini dapat mengakomodasi berbagai tujuan tersebut (Nasendi dan Anwar, 1985; Mulyono, 1991).
10
Way Betung, maka penelitian ini dirancang dengan tolok ukur layak erosi, layak aliran permukaan, dan penerapan teknologi konservasi sesuai dengan potensi dana rehabilitasi yang bersedia dibayarkan oleh pengguna air (WTP).
Salah satu metode pendekatan yang dapat digunakan untuk menetapkan alokasi dana rehabilitasi yang berasal dari pemanfaatan sumberdaya air adalah
dengan analisis permintaan dan penawaran (Sugiarto et al., 2002). Analisis
permintaan dan penawaran suatu atas barang atau jasa (air) berkaitan dengan interaksi antara pembeli dan penjual sehingga akan mempengaruhi tingkat harga.
Penggabungan permintaan pembeli dan penawaran penjual dapat
menunjukkan bagaimana interaksi antara pembeli dan penjual menentukan harga
keseimbangan atau harga pasar untuk suatu komoditas tertentu. Dalam hal ini harga air yang akan dijual sudah memasukkan komponen biaya rehabilitasi didalamnya.
Rancangan pengembangan alternatif perencanaan sumberdaya air terdiri dari sub model erosi, sub model aliran permukaan, dan penghitungan potensi
biaya rehabilitasi dengan pendekatan penilaian (valuasi) manfaat ekonomi
sumberdaya air. Sub model erosi dirancang menurut struktur model USLE (Universal of Soil Loss Equation) (Wischmeier dan Smith, 1978). Model ini digunakan untuk menduga besarnya erosi yang terjadi pada satuan lahan setiap skenario pengembangan. Tolok ukur sub model ini adalah laju kehilangan tanah yang masih dapat dibiarkan (Tolerable Soil Loss : Etol
Penerapan teknik konservasi/agroteknolgi yang mampu menurunkan erosi hingga lebih kecil atau sama dengan E
) menurut konsep Wood dan Dent (1983).
tol dinilai layak erosi. Sub model aliran
permukaan menggunakan metode Soil Conservation Services (SCS), model ini
digunakan untuk menduga volume aliran permukaan bulanan yang dihasilkan oleh setiap skenario pengembangan. Untuk menilai manfaat air (valuasi ekonomi)
pendekatan yang akan digunakan yaitu dengan metode Willingnes to Pay/Accept
11
Gambar 1. Kerangka pemikiran pemecahan masalah DAS Way Betung
Kondisi Biofisik
1. Peningkatan fluktuasi debit (1:48) 2. Penurunan debit minimum rata-rata
1,1m3 /det (‘97) mjd 0,92 m3/det (‘02) 3. PDAM kekurangan pasokan air baku,
terutama pada saat musim kemarau
Penyusunan pengembangan alternatif perencana-an SDA untuk menjamin ketersediaperencana-an air
Penggalian dana rehabilitasi hutan dari pemanfaat air dengan metode
WTP (Willingnes To Pay)
Kondisi Sosekbud
1. Pemanfaat Ekonomi Air : PDAM, AMDK, Wisata, RT. Hulu, Pertanian Sawah Hulu
2. Belum ada kontribusi pemanfaat air untuk biaya rehabiltasi hutan (Cost sharing)
Tidak tersedia biaya rehabilitasi hutan dan lahan Degradsi DAS Way Betung
Erosi < E tol (USLE) Ketersediaan
Biaya Reha-bilitasi lahan
Pengembangan Alternatif Perencanaan SDA Terbaik (Pendekatan Program Tujuan Ganda)
Diperlukan biaya Diperlukan pengembangan SDA untuk menjamin ketersediaan air
Qmax/ Qmin < 30 (SCS) 1. Tekanan penduduk thd lahan 2. Perambahan hutan dan HKm
12
Analisis optimalisasi dengan program tujuan ganda, fungsi tujuannya adalah meminimumkan simpangan atau deviasi dari kendala tujuan yang ada, dalam hal ini adalah erosi dan fluktuasi aliran permukaan. Output program tujuan ganda menghasilkan skenario pengembangan yang paling optimal apabila deviasi pada tolok ukur erosi dan tolok ukur fluktuasi aliran permukaan minimal dengan penerapan agroteknologi yang implementasinya disesuaikan dengan biaya rehabilitasi yang tersedia.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini antara lain:
1. Mengkaji dampak perubahan penggunaan lahan DAS Way Betung terhadap
kondisi hidrologi/sumberdaya air.
2. Mengkaji nilai ekonomi sumberdaya air DAS Way Betung.
3. Menyusun pengembangan perencanaan sumberdaya air berkelanjutan DAS
Way Betung.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan bermanfaat bagi berbagai pihak, antara lain :
1. Sebagai bahan masukan kepada pembuat kebijakan (Policy Maker) dan
stakeholsders lainnya, terutama yang berkaitan dengan kebijakan pengelolaan DAS Way Betung untuk kelestarian sumberdaya air.
2. Sebagai sumber informasi bagi stakehoders, terutama yang berkaitan dengan
pelestarian sumberdaya air khususnya Provinsi Lampung dan Indonesia pada umumnya.
3. Pengembangan ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan konsep
pengembangan sumberdaya air yang mempertimbangkan penerapan agroteknologi dan nilai ekonomi pemanfaatan air.
Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian
Batasan dan ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Lokasi penelitian adalah DAS Way Betung, yang berada di Provinsi Lampung.
13
Taman Hutan Raya Wan Abdurrachman (Tahura WAR) sedangkan bagian hilir termasuk kawasan budidaya/areal penggunaan lain (APL).
2. Aspek biofisik yang diteliti antara lain kondisi penggunaan lahan, kelas
kemiringan lereng, dan jenis tanah.
3. Aspek hidrologi yang diteliti adalah curah hujan, debit sungai Way Betung
yang meliputi: debit rata-rata, debit maksimum, debit minimum, fluktuasi debit dan koefisien aliran permukaan tahunan.
4. Manfaat ekonomi sumberdaya air yang diteliti adalah manfaat ekonomi secara
langsung meliputi : pemanfaatan air oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), pemanfaatan air oleh industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), pemanfaatan air oleh tempat wisata, pemanfaatan air untuk kepentingan rumah tangga di hulu DAS Way Betung, serta pemanfaatan air untuk kepentingan pertanian padi sawah hulu.
5. Penyususunan pengembangan alternatif perencanaan sumberdaya air DAS
Way Betung antara lain didasarkan pada UU No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Selain itu, disusun skenario pengembangan sumberdaya air dengan kombinasi antara rehabilitasi hutan dengan agroteknologi (alley cropping).
6. Agroteknologi adalah teknologi konservasi tanah dan air yang dapat
TINJAUAN PUSTAKA
Strategi Pengelolaan Sumberdaya Air Berkelanjutan
Sumberdaya air adalah bagian dari sistem daerah aliran sungai (DAS)
yang antara lain terdiri dari sub sistem sumberdaya lahan, sumberdaya hutan,
sumberdaya sosekbud, dan sumberdaya air itu sendiri. Pengelolaan sumberdaya
air tidak terlepas dari pengelolaan DAS, dengan demikian strategi pengelolaan
DAS yang baik akan menghasilkan sumberdaya air yang baik pula.
DAS adalah suatu wilayah atau kawasan yang menampung, menyimpan
dan mengalirkan air hujan ke sungai, baik dalam bentuk aliran permukaan, aliran
bawah permukaan dan aliran air di bawah tanah. Wilayah ini dipisahkan dengan
wilayah lainnya oleh pemisah topografi, yaitu punggung bukit dan keadaan
geologi terutama formasi batuan (Linsley et al., 1982). Arsyad et al. (1985), menyebutkan bahwa secara operasional DAS didefinisikan sebagai wilayah yang
terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh batas-batas topografi
mengalirkan air yang jatuh diatasnya ke dalam sungai yang sama pada sungai
tersebut. UU No.7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, menyatakan bahwa DAS
adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan
anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan
air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di
darat merupakan pemisah topografi dan batas di laut sampai dengan daerah
perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Kartodihardjo et al., (2004) menyatakan DAS dapat dipandang sebagai sumberdaya alam yang berupa stock dengan ragam pemilikan (private, common, state property) dan berfungsi sebagai penghasil barang dan jasa, baik bagi individu dan atau kelompok masyarakat
maupun bagi publik secara luas serta menyebabkan interdependensi antar pihak, individu dan atau kelompok masyarakat.
Pengelolaan DAS adalah upaya penggunaan sumberdaya alam di dalam
DAS secara rasional untuk mendapatkan produksi maksimum dalam waktu yang
15
Di dalam pengelolaan DAS, DAS harus dipandang sebagai satu kesatuan
antara wilayah hulu dan hilir, karena adanya interdependensi. Pada umunya bagian hulu DAS merupakan daerah tangkapan dan pengisian (recharge) dan merupakan sumber air bagi daerah hilirnya, maka perhatian yang lebih serius
terhadap wilayah hulu sangat diperlukan. Penutupan lahan di bagian hulu DAS
umumnya berupa kawasan hutan, sehingga apabila hutan rusak maka fungsi
hidrologis DAS juga akan mengalami kerusakan. Berkaitan dengan fungsi dan
karakteristik DAS bagian hulu tersebut, maka pengelolaan bagian hulu DAS lebih
dimanifestasikan dengan pengelolaan hutan.
Pengelolaan DAS sebagai bagian integral dari pembangunan wilayah, saat
ini masih menghadapi berbagai masalah yang kompleks dan saling terkait.
Masalah-masalah tersebut antara lain : erosi dan sedimentasi, banjir dan
kekeringan, pencemaran air sungai, pengelolaan tidak terpadu, koordinasi yang
lemah, institusi belum mantap, konflik antar sektor/kegiatan dan peraturan yang
tumpang tindih (Dephut, 2001; Brooks et al., 1990; Easter et al., 1986). Kondisi ini menyebabkan kerusakan DAS semakin meningkat setiap tahunnya, meskipun
pengelolaan DAS terus dilakukan.
Prayogo et al. (2008), menyatakan bahwa perubahan penggunaan lahan dari lahan hutan menjadi lahan pertanian di bagian hulu DAS Brantas
menyebabkan penurunan fungsi resapan air, peningkatan aliran permukaan, erosi,
penurunan debit sungai. Akibat selanjutnya adalah penurunan kualitas lahan yang
dapat menyebabkan penurunan produktivitas pertanian. Selain itu, akan
menyebabkan kekurangan air pada musim hujan dan banjir dimusim hujan.
Kompleksnya permasalahan dalam pengelolaan DAS tersebut di atas
mengharuskan berbagai pihak yang terlibat (stakeholders) untuk melakukan langkah-langkah strategis dalam pengelolaan DAS secara utuh, menyeluruh dan
terpadu dengan pendekatan one river one plan one management.
Sinukaban (1994), menyatakan bahwa tujuan pengelolaan DAS adalah adanya
keberlanjutan (sustainability) yang diukur dari pendapatan, produksi, teknologi, dan erosi. Teknologi yang dimaksud adalah teknologi yang dapat diterima (acceptable) dan dapat dilakukan oleh petani dengan pengetahuan yang dimilikinya tanpa intervensi
16
faktor-faktor sosial budaya itu sendiri. Salah satu upaya agar penggunaan sumberdaya
lahan dapat dilakukan secara berkelanjutan adalah menerapkan sistem pertanian
konservasi. Sistem pertanian konservasi dimaksud adalah sistem pertanian yang
mengintegrasikan teknik konservasi tanah dan air ke dalam sistem usahatani yang
sedang dilakukan dengan tujuan utama untuk meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan petani sekaligus menekan bahaya erosi. Erosi yang terjadi harus lebih
kecil atau sama dengan erosi yang dapat ditoleransikan (tolerable soil loss), sehingga sistem pertanian tersebut dapat dilakukan secara berkesinambungan tanpa batas waktu.
Selanjutnya Sinukaban (1994) menyatakan bahwa sistem pertanian konservasi
dicirikan oleh :
1) Produksi pertanian tinggi sehingga petani tetap bergairah melanjutkan usahanya.
2) Pendapatan petani cukup tinggi sehingga petani dapat merancang/mendisain masa
depan keluarganya dari hasil pendapatan usahatani yang dilakukan.
3) Teknologi yang diterapkan sesuai dengan kemampuan petani setempat (acceptable dan replicable).
4) Komoditas pertanian yang diusahakan beragam dan sesuai dengan kondisi biofisik
daerah, dapat diterima petani, dan laku di pasar.
5) Laju erosi lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan, sehingga produksi yang
cukup tinggi tetap dapat dipertahankan/ditingkatkan secara lestari, dan fungsi
hidrologis terpelihara dengan baik.
6) Sistem penguasaan dan pemilikan lahan dapat menjamin keamanan investasi
jangka panjang (longterm investment security) dan menggairahkan petani untuk terus berusahatani.
Sistem pertanian konservasi merupakan sistem pertanian yang bersifat
spesifik lokasi sehingga tidak dapat dipaksakan untuk diterapkan di tempat lain
jika tidak sesuai.
Penentuan alternatif pengelolaan lahan dirancang berdasarkan pada data
tanah, data iklim, bentuk lahan, dan kondisi fisik lingkungan lainnya. Persyaratan
penggunaan lahan dan persyaratan tumbuh tanaman menjadi penting, karena
penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya lahan harus sesuai dengan daya
dukungnya agar dapat tercipta suatu pengelolaan lahan yang lestari. Menurut
17
meningkatkan produktivitas lahan di suatu DAS yang tidak mengabaikan
keberlanjutan daya dukung dan kualitas lingkungan serta memanfaatkan dan
mengembangkan sumberdaya yang ada sesuai karakteristik DAS yang dikelola.
Dalam praktiknya, pengelolaan suatu DAS harus berorientasi pada
kaidah-kaidah konservasi tanah dan air dengan mengembangkan pola usahatani yang
sudah ada sambil mengintroduksi teknologi secara perlahan-lahan yang sesuai
dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat, agar diperoleh suatu
model usahatani yang spesifik lokasi. Model usahatani konservasi yang dilakukan
diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, selain itu
erosi yang terjadi harus lebih kecil atau sama dengan erosi yang dapat
ditoleransikan (tolerable soil loss), sehingga sistem pertanian tersebut dapat dilakukan secara berkesinambungan tanpa batas waktu (sustainable).
Untuk merancang atau mengembangkan kegiatan pemanfaatan
sumberdaya alam di dalam DAS yang mempunyai tujuan keberlanjutan, maka diperlukan informasi berikut: (1) kondisi biofisik DAS, (2) evaluasi kemampuan
dan kesesuaian lahan, (3) ekonomi (pasar), (4) agroteknologi yang menjamin erosi
rendah, dan (5) pengetahuan orang di dalam DAS dan sumberdaya lokal
(Sinukaban, 1995).
Aliran Permukaan
Aliran permukaan adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di
permukaan tanah atau bawah permukaan tanah, yang mengalir ke tempat yang
lebih rendah seperti sungai, danau atau laut (Schwab et al., 1981). Berdasarkan UU No.7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air dikatakan bahwa air permukan
adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah.
Sedangkan menurut Arsyad (2006), aliran permukaaan (run off) adalah air yang mengalir diatas permukaan tanah. Aliran permukaan inilah yang dapat
menyebabkan erosi tanah, karena mampu mengangkut bagian-bagian tanah yang
terdispersi oleh butir hujan. Dalam pengertian ini run-off adalah aliran di atas permukaan tanah sebelum air itu sampai ke dalam saluran atau sungai.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat-sifat aliran permukaan (Arsyad, 2006) sebagai
18
1) Curah hujan : jumlah, laju dan distribusi
2) Temperatur
3) Tanah : jenis/tipe, substratum, dan topografi
4) Luas daerah aliran
5) Vegetasi penutup tanah : jenis/tipe, jumlah dan kerapatan
6) Sistem pengelolaan tanah
Pengendalian aliran permukaan akan berdampak secara langsung terhadap
terjadinya erosi lahan, dimana pada gilirannya akan dapat mempengaruhi
ketersediaan air pada musim kemarau dan pencegahan banjir pada musim hujan.
Pendugaanvolume aliran permukaan pada suatu DAS dapat menggunakan
model hubungan hujan-limpasan yaitu metode U.S. Soil Conservation Services. Besarnya volume aliran permukaan (Q) tergantung pada curah hujan (P) dan
volume simpanan yang tersedia untuk menahan air (S). Persamaan yang
digunakan adalah :
(P – 0,2S)
Q = --- ………... (1) P + 0,8S
2
Q = Jumlah aliran permukaan (mm) P = Curah hujan (mm)
S = Retensi air potensial maksimum (mm)
Berdasarkan persamaan empirik nilai S diduga dengan menggunakan persamaan :
25400
S = --- - 254 ………(2) CN
S = Retensi air potensial maksimum (mm) CN = bilangan kurva (runoffcurve number)
Besaran nilai bilangan kurva (runoff curve number) tergantung dari sifat-sifat tanah, penggunaan tanah dan kondisi hidrologi serta keadaan air sebelumnya.
Nilai CN ditentukan berdasarkan pada jenis tanah, penggunaan lahan, infiltrasi,
dan kondisi hidrologi tanah (kondisi kandungan air tanah sebelumnya).
Volume aliran permukaan yang berlebihan dapat berpotensi menimbulkan
banjir di bagian hilir. Hal ini sesuai dengan pendapat Irianto (2003), bahwa curah
19
menyebabkan tanah tidak mampu menampung semua volume air hujan.
Akibatnya sebagian besar air hujan menjadi aliran permukaan, hal ini diperburuk
dengan meningkatnya alih fungsi hutan menjadi pengunaan lain seperti pertanian,
permukiman, industri dan sawah. Hal ini berpotensi menimbulkan banjir yang
cukup besar di wilayah hilir. Selanjutnya dikatakan bahwa besarnya aliran
permukaan juga akan menimbulkan erosi yang berlebihan, sehingga secara
langsung akan menurunkan kesuburan tanah. Penurunan kesuburan tanah akan
menyebabkan makin berkurangnya vegetasi yang mampu tumbuh dengan baik,
sehingga tutupan lahan semakin berkurang. Hal ini akan menyebabkan
berkurangnya pengisian (recharging) cadangan air di bagian hulu yang berakibat timbulnya kekeringan pada saat musim kemarau.
Erosi
Erosi adalah proses berpindahnya atau terangkutnya tanah atau
bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa
erosi, tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat/lokasi terkikis dan
terangkut kemudian diendapkan di suatu tempat lain.
Beasley (1972) dan Hudson (1976) berpendapat, bahwa erosi adalah
proses kerja fisika yang keseluruhan prosesnya menggunakan energi. Energi ini
digunakan untuk menghancurkan agregat tanah (detachment), memercikan partikel tanah (splash), menyebabkan gejolak (turbulence) pada limpasan permukaan, serta menghanyutkan partikel tanah. Proses erosi terjadi melalui
penghancuran, pengangkutan, dan pengendapan (Meyer et al., 1991; Utomo, 1987; Foth, 1978). Di alam terdapat dua penyebab utama yang aktif dalam proses
ini yakni angin dan air. Pada daerah iklim tropika basah seperti Indonesia, air
merupakan penyebab utama terjadinya erosi, sedangkan angin tidak mempunyai
pengaruh berarti (Arsyad, 2006)
Erosi tanah (soil erosion) terjadi melalui dua proses yakni proses penghancuran partikel-partikel tanah (detachment) dan proses pengangkutan (transport) partikel-partikel tanah yang sudah dihancurkan. Kedua proses ini terjadi akibat hujan (rain) dan aliran permukaan (run off) yang dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain curah hujan (intensitas, diameter, lama dan jumlah
20
lereng, panjang lereng dan sebagainya (Wischmeier dan Smith, 1978).
Faktor-faktor tersebut satu sama lain bekerja secara simultan dalam mempengaruhi erosi.
Kehilangan tanah hanya akan terjadi jika kedua proses tersebut di atas
berjalan. Tanpa proses penghancuran partikel-partikel tanah, maka erosi tidak
akan terjadi, tanpa proses pengangkutan, maka erosi akan sangat terbatas.
Kedua proses tersebut di atas dibedakan menjadi empat sub proses yakni:
(1) penghancuran oleh curah hujan; (2) pengangkutan oleh curah hujan; (3)
penghancuran (scour) oleh aliran permukaan; dan (4) pengangkutan oleh aliran permukaan. Jika butir hujan mencapai permukaan tanah, maka partikel-partikel
tanah dengan berbagai ukuran akan terpercik (splashed) ke segala arah, menyebabkan terjadinya penghancuran dan pengangkutan partikel-partikel tanah.
Jika aliran permukaan tidak terjadi (seluruh curah hujan terinfiltrasi), maka
seluruh partikel-partikel yang terpercik akibat curah hujan akan terdeposisi di
permukaan tanah. Selanjutnya jika aliran permukaan terjadi, maka
partikel-partikel yang terdeposisi tersebut akan diangkut ke lereng bagian bawah.
Beberapa kemungkinan yang dapat terjadi sehubungan dengan empat sub
proses di atas, yakni : (1) penghancuran oleh curah hujan dan aliran permukaan
lebih kecil dari proses pengangkutan oleh curah hujan dan aliran permukaan; (2)
penghancuran oleh curah hujan dan aliran permukaan lebih besar dari proses
pengangkutan oleh curah hujan dan aliran permukaan; dan (3) penghancuran oleh
curah hujan dan aliran permukaan sama dengan proses pengangkutan oleh curah
hujan dan aliran permukaan.
Morgan dan Rickson (1995) menjelaskan bahwa
kemungkinan-kemungkinan tersebut dapat terjadi sebagai berikut: kemungkinan-kemungkinan pertama;
penghancuran oleh curah hujan dan aliran permukaan lebih kecil dari proses
pengangkutan oleh curah hujan dan aliran permukaan (proses 1 + 3 < proses 2 +
4). Kemungkinan ini berarti bahwa jumlah material yang tererosi lebih rendah
dari kapasitas angkut (carrying capacity) hujan dan aliran permukaan, akibatnya semua material yang tererosi akan terangkut ke tempat lain. Kemungkinan ini
terjadi karena beberapa faktor : (1) kepekaan tanah terhadap erosi (KE) tinggi; (2)
permukaan tanah miring (berlereng), (3) kapasitas infiltrasi tanah rendah sehingga
21
sehingga walaupun aliran permukaan besar, tetapi kemampuannya untuk
menggerus (scour) rendah.
Kemungkinan kedua; penghancuran oleh curah hujan dan aliran
permukaan lebih besar dari proses pengangkutan oleh curah hujan dan aliran
permukaan (proses 1 + 3 > proses 2 + 4). Kemungkinan ini berarti bahwa jumlah
material yang tererosi melebihi kapasitas angkut (carrying capacity) hujan dan aliran permukaan, akibatnya sebagian dari material yang tererosi akan terangkut
ke tempat lain sebagian lagi akan terdeposisi di permukaan tanah. Kemungkinan
ini terjadi karena beberapa faktor : (1) kepekaan tanah terhadap erosi (KE) rendah,
(2) permukaan tanah datar, (3) kapasitas infiltrasi tanah besar sehingga aliran
permukaan kecil; (4) partikel tanah yang dihancurkan berukuran besar sehingga
kemampuan aliran permukaan untuk melakukan proses penggerusan juga besar.
Kemungkinan ketiga; penghancuran oleh curah hujan dan aliran
permukaan sama dengan proses pengangkutan oleh curah hujan dan aliran
permukaan (proses 1 + 3 = proses 2 + 4). Kemungkinan ini berarti bahwa jumlah
material yang dihancurkan sama dengan kapasitas angkut (carrying capacity) hujan dan aliran permukaan, sehingga material tersebut semuanya akan terangkut
walaupun proses pengangkutannya akan berjalan relatif lebih lambat jika
dibandingkan dengan kemungkinan pertama. Kemungkinan ketiga ini secara
alamiah mencerminkan suatu kondisi keseimbangan (equilibrium) antara proses penghancuran dan proses pengangkutan baik oleh curah hujan maupun aliran
permukaan.
Selanjutnya Arsyad (2006) menjelaskan bahwa di daerah beriklim tropika
basah, air merupakan penyebab utama terjadinya erosi tanah. Proses erosi oleh air
merupakan kombinasi dua sub proses yaitu : (1) menghancuran struktur tanah
menjadi butir-butir primer oleh energi tumbuk butir-butir hujan yang menimpa
tanah (Dh) dan perendaman oleh air yang tergenang (proses dispersi), dan
pemindahan (pengangkutan) butir-butir tanah oleh percikan hujan (Th); dan (2)
penghancuran struktur tanah (Di) diikuti pengangkutan butir-butir tanah tersebut
(Ti) oleh air yang mengalir di permukaan tanah. Secara skematis proses
22
Air hujan yang menimpa tanah-tanah terbuka akan menyebabkan tanah
terdispersi. Sebagian dari air hujan tersebut akan mengalir di atas permukaan
tanah. Banyaknya air yang mengalir di atas permukaan tanah tergantung dari
hubungan antara jumlah dan intensitas hujan dengan kapasitas infiltrasi tanah dan
kapasitas tanah menyimpan air. Kekuatan perusak air yang mengalir di atas
permukaan tanah akan semakin besar dengan semakin curam dan makin
panjangnya lereng permukaan tanah.
Pada tanah-tanah berlereng, lebih dari separuh partikel tanah yang
mengalami proses penghancuran oleh butir-butir hujan akan terangkut ke bawah
bukit (downhill). Pada sebagian besar daerah, erosi percikan (splash) dan erosi lembar merupakan bentuk erosi yang dominan. Jika terjadi curah hujan tinggi dan
aliran permukaan besar, maka bentuk erosi yang dominan adalah erosi parit
(gully) dengan kedalaman berkisar antara 1–100 m. Pada kondisi seperti ini maka air dan tanah dalam jumlah yang banyak akan hilang.
Tumbuh-tumbuhan di atas permukaan tanah dapat memperbaiki
kemampuan tanah menyerap air dan memperkecil kekuatan perusak butir-butir
hujan yang jatuh, dan daya dispersi serta daya angkut aliran air di atas permukaan
tanah. Perlakuan atau tindakan yang diberikan manusia terhadap tanah dan
tumbuh-tumbuhan diatasnya akan menentukan apakah tanah akan menjadi baik
dan produktif atau menjadi rusak.
l
Gambar 2. Skema proses terjadinya erosi tanah (Arsyad, 2006)
Meningkatnya aliran permukaan, karena berkurangnya kapasitas infiltrasi
tanah. Jumlah aliran permukaan yang meningkat akan mengurangi kandungan air
Tanah Tererosi
Kapasitas Angkut Air
Th Ti
Butir-Butir Tanah yg terlepas
Dh Di