• Tidak ada hasil yang ditemukan

The strategy in handling level differences of Entrepreneurship Group (KUBE) development based on KUBE development typology: A case study at RW 01 Kelurahan Kebon Waru, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung, Propinsi Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The strategy in handling level differences of Entrepreneurship Group (KUBE) development based on KUBE development typology: A case study at RW 01 Kelurahan Kebon Waru, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung, Propinsi Jawa Barat"

Copied!
274
0
0

Teks penuh

(1)

S

S

TR

T

R

AT

A

TE

EG

GI

I

D

D

AL

A

LA

AM

M

M

ME

EN

N

GA

G

AT

T

AS

A

SI

I

P

PE

ER

RB

B

ED

E

D

AA

A

AN

N

T

T

IN

I

N

GK

G

KA

AT

T

P

PE

ER

RK

KE

E

MB

M

B

AN

A

N

GA

G

AN

N

K

KE

E

LO

L

OM

M

PO

P

OK

K

U

US

SA

AH

HA

A

B

BE

E

RS

R

SA

AM

MA

A

(

(K

KU

UB

B

E

E

)

)

M

ME

E

NG

N

GA

AC

C

U

U

P

P

AD

A

D

A

A

T

T

IP

I

PO

OL

LO

OG

GI

I

P

P

ER

E

R

KE

K

EM

MB

B

AN

A

N

GA

G

AN

N

K

KU

UB

BE

E

(STUDI KASUS DI RW 01 KELURAHAN KEBON WARU KECAMATAN BATUNUNGGAL KOTA BANDUNG PROPINSI JAWA BARAT)

Heni Holiah

Komisi Pembimbing :

Dr. Er. I

r. Pudji

S

S

E

E

K

K

O

O

L

L

A

A

H

H

P

P

A

A

S

S

C

C

A

A

S

S

A

A

R

R

J

J

A

A

N

N

A

A

I

IN

N

S

S

TI

T

IT

T

UT

U

T

P

P

ER

E

R

T

T

AN

A

N

IA

I

AN

N

B

BO

OG

GO

OR

R

BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir kajian pengembangan

masyarakat dengan judul “Strategi Dalam Mengatasi Perbedaan Tingkat

Perkembangan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Mengacu Pada Tipologi

Perkembangan KUBE, Studi Kasus di RW 01 Kelurahan Kebon Waru,

Kecamatan Batununggal, Kota Bandung, Propinsi Jawa Barat”, adalah benar

merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk

apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian tugas

akhir ini.

Bogor, Nopember 2006

(3)

HENI HOLIAH, Strategi Dalam Mengatasi Perbedaan Tingkat Perkembangan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Mengacu Pada Tipologi Perkembangan KUBE, Studi Kasus di RW 01 Kelurahan Kebon Waru, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung, Propinsi Jawa Barat, Dibimbing oleh WINATI WIGNA dan NURMALA K. PANDJAITAN.

Kemiskinan merupakan kondisi ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar berdasarkan pada nilai atau norma yang berlaku dalam masyarakat. Strategi pemberdayaan yang dilakukan untuk mengatasi kemiskinan adalah dengan pendekatan kelompok melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Namun demikian, banyak KUBE yang dibentuk dan dikembangkan oleh pemerintah mengalami kegagalan disebabkan oleh penyeragaman tindak lanjut dalam strategi pengembangannya.

Hasil kajian menunjukkan terdapat perbedaan tingkat perkembangan pada KUBE HPMBK-1, KUBE HPMBK-2 dan KUBE HPMBK-3, walaupun pada awal pembentukannya memiliki kondisi dan kualitas relatif sama. Mengacu pada tipologi perkembangan, KUBE HPMBK-1 bertipologi berkembang sedangkan KUBE HPMBK-2 dan KUBE HPMBK-3 bertipologi tumbuh. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan dalam tingkat perkembangan KUBE.

Oleh karena itu, perlu disusun strategi dalam mengatasi perbedaan tingkat perkembangan KUBE mengacu pada tipologi perkembangan KUBE agar tingkat perkembangan KUBE relatif sama sehingga keberhasilan KUBE dapat tercapai baik dari aspek organisasi, ekonomi dan sosial.

Tingkat perkembangan KUBE yang berbeda menimbulkan permasalahan umum dan khusus yang dihadapi masing- masing KUBE. Permasalahan umum adalah permasalahan yang sama-sama dihadapi ketiga KUBE. Pemasalahan khusus hanya dihadapi oleh KUBE HPMBK-2 dan KUBE HPMBK-3. Jadi kedua KUBE tersebut selain menghadapi permasalahan umum juga menghadapi permasalahan khusus. Hal inilah yang menyebabkan KUBE HPMBK-2 dan KUBE HPMBK-3 masih tetap berada pada tipologi tumbuh. .

Permasalahan yang dihadapi KUBE HPMBK-2 dan KUBE HPMBK-3 (tipologi tumbuh): 1) Pengurus tidak menjalankan tugas sesuai dengan pembagian kerja yang telah ditetapkan, 2) Anggota kurang mematuhi aturan kelompok yang telah disepakati bersama, 3) Kurangnya kerjasama antar anggota dalam mengembangkan KUBE, 4) Kurangnya permodalan untuk pengembangan usaha,

5) Kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan KUBE, 6) Kurangnya jaringan kerjasama/kemitraan usaha dengan pihak lain.

Permasalahan yang dihadapi KUBE HPMBK-1 (tipologi berkembang): 1) Kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan KUBE, 2) Kurangnya permodalan untuk pengembangan usaha, 3) Kurangnya jaringan

kerjasama/kemitraan usaha dengan pihak lain.

(4)

anggota terhadap aturan yang menjadi kesepakatan kelompok, 3) Peningkatan kerjasama antar anggota, 4) Peningkatan kemampuan permodalan, 5) Peningkatan pengetahuan dan keterampilan pengurus dan anggota dalam pengelolaan KUBE, 6) Membangun jaringan kerjasama/kemitraan. Program pada KUBE HPMBK-1

bertipologi berkembang adalah peningkatan pengelolaan KUBE melalui: 1) Peningkatan pengetahuan dan keterampilan pengurus dan anggota dalam

(5)

HENI HOLIAH. The strategy in handling level differences of Entrepreneurship Group (KUBE) development based on KUBE development typology: A case study at RW 01 Kelurahan Kebon Waru, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung, Propinsi Jawa Barat. Advised by Winati Wigna and Nurmala K. Pandjaitan.

Poverty is a condition of inability to fulfill the basic needs based on values or norms in the community. The empowerment strategy used is one intended to handle poverty using a group approach through KUBE. Yet, there are a lot of KUBEs organized by the government fail to achieve their goals because of the ir unification in the development strategy.

The study results showed that there were level differences of development in KUBE of “Bhakti Kesuma Organized Community Empowerment-1” (KUBE HPMBK-1), KUBE HPMBK-2, and KUBE HPMBK-3, even when those KUBE began to organize they were in the same condition and quality. Referring to the development typology, the typology of KUBE HPMBK-1 was in the developing one, KUBE HPMBK-2 and 3 were in the growing typology. The differences of KUBE typology indicated the lameness in KUBE development level.

Accordingly, the formulation of strategy in handling the level differences of KUBE development is needed based on KUBE development typology so that there would be a unification of KUBE development. The successful of KUBE could be reached not only in organizational but also in economical and social aspects.

The KUBE differences made the emergence of general and special problems experienced by each KUBE. The general problem was experienced by those three KUBE, while special problem was only faced by KUBE HPMBK-2 and 3. This condition made KUBE HPMBK-2 and 3 were still in a growing position.

Problems faced by KUBE HPMBK-2 and 3 (growing typology) were: 1) The agency officers do not work suitable with their job description, 2) The members of KUBE do not obey the rules appropriately, 3) The lack of

co-operation among the members in developing KUBE, 4) The lack of capitalization for business development, 5) The lack of knowledge and skills in organizing KUBE, 6) The lack of networking or partnership with the other parties. Problems faced by KUBE HPMBK-1 (developing typology) are: 1) The lack of knowledge and skills to organize KUBE, 2) The lack of capitalization to develop the business, 3) The lack of networking or partnership with other parties.

The problems that are faced by the three KUBE need to be overcome in order that there will not be the lameness in KUBE. Therefore, KUBE needs a strategy in the form of a program that is intended to handle the lameness of KUBE development level. The programs on KUBE HPMBK-2 and 3 are increasing the motivation and organization of KUBE through:1) Officers re-organization, 2) Increasing the consciousness of members toward the rules agreed by all members, 3) Increasing the cooperation among the members, 4) Increasing the capitalization, 5) Increasing the knowledge and skills of the officers in organizing KUBE, 6) Developing the networking/partnership. The KUBE HPMBK-1 program is increasing the KUBE organization through: 1) Increasing the

knowledge and skills of the officers and members in organizing KUBE, 2) Increasing the capitalization capacity, 3) Developing networking/partnership. It

(6)

S

S

TR

T

R

AT

A

TE

EG

GI

I

D

D

AL

A

LA

AM

M

M

ME

EN

N

GA

G

AT

T

AS

A

SI

I

P

PE

ER

RB

B

ED

E

D

AA

A

AN

N

T

T

IN

I

N

GK

G

KA

AT

T

P

PE

ER

RK

KE

E

MB

M

B

AN

A

N

GA

G

AN

N

K

KE

E

LO

L

OM

M

PO

P

OK

K

U

US

SA

AH

HA

A

B

BE

E

RS

R

SA

AM

MA

A

(

(K

KU

UB

B

E

E

)

)

M

ME

E

NG

N

GA

AC

C

U

U

P

P

AD

A

D

A

A

T

T

IP

I

PO

OL

LO

OG

GI

I

P

P

ER

E

R

KE

K

EM

MB

B

AN

A

N

GA

G

AN

N

K

KU

UB

BE

E

(Studi Kasus di RW 01 Kelurahan Kebon Waru, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung, Propinsi Jawa Barat)

Komisi Pembimbing :

Dr. Er. Ir. Pudji

Heni Holiah

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat

memperoleh Gelar Magister Profesional pada Program Studi Pengembangan Masyarakat

S

SE

E

KO

K

OL

LA

AH

H

P

PA

AS

SC

C

AS

A

SA

AR

RJ

JA

AN

N

A

A

I

(7)

Perkembangan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Mengacu Pada Tipologi perkembangan KUBE

(Studi Kasus di RW 01 Kelurahan Kebon Waru,

Kecamatan Batununggal, Kota Bandung, Propinsi Jawa Barat)

Nama Mahasiswa : HENI HOLIAH Nomor Pokok : A.154050115

Disetujui, Komisi Pembimbing :

Dra. Winati Wigna, MDS Ketua

Dr. Nurmala K. Pandjaitan, MS, DEA Anggota

Diketahui :

Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(8)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2006 Hak cipta dilindungi

(9)

Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya atas

ijin-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir kajian pengembangan

masyarakat dengan judul Strategi Dalam Mengatasi Perbedaan Tingkat

Perkembangan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Mengacu Pada Tipologi

Perkembangan KUBE, Studi Kasus di RW 01 Kelurahan Kebon Waru,

Kecamatan Batununggal, Kota Bandung, Propinsi Jawa Barat sebagai salah satu

persyaratan menyelesaikan studi pada Program Studi Pengembangan Masyarakat

Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulisan tugas akhir ini dapat diselesaikan karena dukungan berbagai

pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dra. Winati Wigna, MDS selaku Ketua Komisi Pembimbing.

2. Dr. Nurmala K. Pandjaitan, MS, DEA selaku Anggota Komisi Pembimbing.

3. Responden dan informan yang telah memberikan data-data yang diperlukan

dalam kajian.

4. Dr. Marjuki, M.Sc. selaku Kepala Badan Pendidikan dan Penelitian Sosial

Departemen Sosial RI.

5. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S selaku Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).

6. Drs. Nelson Aritonang MSSW, selaku Penguji dari Luar Komisi Pembimbing.

7. Dra. Neni Kusumawardhani, MS selaku Ketua Sekolah Tinggi Kesejahteraan

Sosial (STKS) Bandung.

8. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS selaku Ketua Program Studi Pengembangan

Masyarakat Institut Pertanian Bogor (IPB)

9. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pengembangan Masyarakat Sekolah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogo r (IPB) dan STKS Bandung.

10.Orang tuaku dan seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya.

11.Rekan-rekan dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

yang telah memberikan dukungan bagi penyelesaian tugas akhir ini.

Semoga kajian ini bermanfaat bagi semua.

Bogor, Nopember 2006

(10)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang... 1

Rumusan Masalah... 5

Tujuan Kajian... 6

Manfaat Kajian... 6

TINJAUAN PUSTAKA ... 7

Kemiskinan... 7

Pemberdayaan Masyarakat... 9

Kelompok Sebagai Media Pemberdayaan Masyarakat... 13

Program Asistensi Kesejahteraan Sosial Keluarga (AKSK)... 15

Kelompok Usaha Bersama (KUBE)... 17

Kerangka Pemikiran ... 22

METODE KAJIAN ... 24

Tipe dan Aras Kajian... 24

Strategi Kajian... 24

Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Kajian... 25

Metode Pengumpulan Data... 26

Analisis Data ... 29

Penyusunan Program... 29

PETA SOSIAL KELURAHAN KEBON WARU ... 30

Gambaran Lokasi ... 30

Masalah Kemiskinan Dalam Komunitas... 31

KERAGAAN KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUBE) HIMPUNAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BHAKTI KESUMA (HPMBK) DI KELURAHAN KEBON WARU ... 43

Deskripsi Program ... 43

KUBE sebagai Aspek Pengembangan Sosial dan Ekonomi... 44

Sejarah Pembentukan KUBE... 47

Keanggotaan dan Jenis Usaha serta Permodalan KUBE ... 49

Sumber Daya Manusia dalam KUBE... 54

Sruktur KUBE... 55

(11)

S

S

TR

T

R

AT

A

TE

EG

GI

I

D

D

AL

A

LA

AM

M

M

ME

EN

N

GA

G

AT

T

AS

A

SI

I

P

PE

ER

RB

B

ED

E

D

AA

A

AN

N

T

T

IN

I

N

GK

G

KA

AT

T

P

PE

ER

RK

KE

E

MB

M

B

AN

A

N

GA

G

AN

N

K

KE

E

LO

L

OM

M

PO

P

OK

K

U

US

SA

AH

HA

A

B

BE

E

RS

R

SA

AM

MA

A

(

(K

KU

UB

B

E

E

)

)

M

ME

E

NG

N

GA

AC

C

U

U

P

P

AD

A

D

A

A

T

T

IP

I

PO

OL

LO

OG

GI

I

P

P

ER

E

R

KE

K

EM

MB

B

AN

A

N

GA

G

AN

N

K

KU

UB

BE

E

(STUDI KASUS DI RW 01 KELURAHAN KEBON WARU KECAMATAN BATUNUNGGAL KOTA BANDUNG PROPINSI JAWA BARAT)

Heni Holiah

Komisi Pembimbing :

Dr. Er. I

r. Pudji

S

S

E

E

K

K

O

O

L

L

A

A

H

H

P

P

A

A

S

S

C

C

A

A

S

S

A

A

R

R

J

J

A

A

N

N

A

A

I

IN

N

S

S

TI

T

IT

T

UT

U

T

P

P

ER

E

R

T

T

AN

A

N

IA

I

AN

N

B

BO

OG

GO

OR

R

BOGOR

(12)

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir kajian pengembangan

masyarakat dengan judul “Strategi Dalam Mengatasi Perbedaan Tingkat

Perkembangan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Mengacu Pada Tipologi

Perkembangan KUBE, Studi Kasus di RW 01 Kelurahan Kebon Waru,

Kecamatan Batununggal, Kota Bandung, Propinsi Jawa Barat”, adalah benar

merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk

apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian tugas

akhir ini.

Bogor, Nopember 2006

(13)

HENI HOLIAH, Strategi Dalam Mengatasi Perbedaan Tingkat Perkembangan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Mengacu Pada Tipologi Perkembangan KUBE, Studi Kasus di RW 01 Kelurahan Kebon Waru, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung, Propinsi Jawa Barat, Dibimbing oleh WINATI WIGNA dan NURMALA K. PANDJAITAN.

Kemiskinan merupakan kondisi ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar berdasarkan pada nilai atau norma yang berlaku dalam masyarakat. Strategi pemberdayaan yang dilakukan untuk mengatasi kemiskinan adalah dengan pendekatan kelompok melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Namun demikian, banyak KUBE yang dibentuk dan dikembangkan oleh pemerintah mengalami kegagalan disebabkan oleh penyeragaman tindak lanjut dalam strategi pengembangannya.

Hasil kajian menunjukkan terdapat perbedaan tingkat perkembangan pada KUBE HPMBK-1, KUBE HPMBK-2 dan KUBE HPMBK-3, walaupun pada awal pembentukannya memiliki kondisi dan kualitas relatif sama. Mengacu pada tipologi perkembangan, KUBE HPMBK-1 bertipologi berkembang sedangkan KUBE HPMBK-2 dan KUBE HPMBK-3 bertipologi tumbuh. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan dalam tingkat perkembangan KUBE.

Oleh karena itu, perlu disusun strategi dalam mengatasi perbedaan tingkat perkembangan KUBE mengacu pada tipologi perkembangan KUBE agar tingkat perkembangan KUBE relatif sama sehingga keberhasilan KUBE dapat tercapai baik dari aspek organisasi, ekonomi dan sosial.

Tingkat perkembangan KUBE yang berbeda menimbulkan permasalahan umum dan khusus yang dihadapi masing- masing KUBE. Permasalahan umum adalah permasalahan yang sama-sama dihadapi ketiga KUBE. Pemasalahan khusus hanya dihadapi oleh KUBE HPMBK-2 dan KUBE HPMBK-3. Jadi kedua KUBE tersebut selain menghadapi permasalahan umum juga menghadapi permasalahan khusus. Hal inilah yang menyebabkan KUBE HPMBK-2 dan KUBE HPMBK-3 masih tetap berada pada tipologi tumbuh. .

Permasalahan yang dihadapi KUBE HPMBK-2 dan KUBE HPMBK-3 (tipologi tumbuh): 1) Pengurus tidak menjalankan tugas sesuai dengan pembagian kerja yang telah ditetapkan, 2) Anggota kurang mematuhi aturan kelompok yang telah disepakati bersama, 3) Kurangnya kerjasama antar anggota dalam mengembangkan KUBE, 4) Kurangnya permodalan untuk pengembangan usaha,

5) Kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan KUBE, 6) Kurangnya jaringan kerjasama/kemitraan usaha dengan pihak lain.

Permasalahan yang dihadapi KUBE HPMBK-1 (tipologi berkembang): 1) Kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan KUBE, 2) Kurangnya permodalan untuk pengembangan usaha, 3) Kurangnya jaringan

kerjasama/kemitraan usaha dengan pihak lain.

(14)

anggota terhadap aturan yang menjadi kesepakatan kelompok, 3) Peningkatan kerjasama antar anggota, 4) Peningkatan kemampuan permodalan, 5) Peningkatan pengetahuan dan keterampilan pengurus dan anggota dalam pengelolaan KUBE, 6) Membangun jaringan kerjasama/kemitraan. Program pada KUBE HPMBK-1

bertipologi berkembang adalah peningkatan pengelolaan KUBE melalui: 1) Peningkatan pengetahuan dan keterampilan pengurus dan anggota dalam

(15)

HENI HOLIAH. The strategy in handling level differences of Entrepreneurship Group (KUBE) development based on KUBE development typology: A case study at RW 01 Kelurahan Kebon Waru, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung, Propinsi Jawa Barat. Advised by Winati Wigna and Nurmala K. Pandjaitan.

Poverty is a condition of inability to fulfill the basic needs based on values or norms in the community. The empowerment strategy used is one intended to handle poverty using a group approach through KUBE. Yet, there are a lot of KUBEs organized by the government fail to achieve their goals because of the ir unification in the development strategy.

The study results showed that there were level differences of development in KUBE of “Bhakti Kesuma Organized Community Empowerment-1” (KUBE HPMBK-1), KUBE HPMBK-2, and KUBE HPMBK-3, even when those KUBE began to organize they were in the same condition and quality. Referring to the development typology, the typology of KUBE HPMBK-1 was in the developing one, KUBE HPMBK-2 and 3 were in the growing typology. The differences of KUBE typology indicated the lameness in KUBE development level.

Accordingly, the formulation of strategy in handling the level differences of KUBE development is needed based on KUBE development typology so that there would be a unification of KUBE development. The successful of KUBE could be reached not only in organizational but also in economical and social aspects.

The KUBE differences made the emergence of general and special problems experienced by each KUBE. The general problem was experienced by those three KUBE, while special problem was only faced by KUBE HPMBK-2 and 3. This condition made KUBE HPMBK-2 and 3 were still in a growing position.

Problems faced by KUBE HPMBK-2 and 3 (growing typology) were: 1) The agency officers do not work suitable with their job description, 2) The members of KUBE do not obey the rules appropriately, 3) The lack of

co-operation among the members in developing KUBE, 4) The lack of capitalization for business development, 5) The lack of knowledge and skills in organizing KUBE, 6) The lack of networking or partnership with the other parties. Problems faced by KUBE HPMBK-1 (developing typology) are: 1) The lack of knowledge and skills to organize KUBE, 2) The lack of capitalization to develop the business, 3) The lack of networking or partnership with other parties.

The problems that are faced by the three KUBE need to be overcome in order that there will not be the lameness in KUBE. Therefore, KUBE needs a strategy in the form of a program that is intended to handle the lameness of KUBE development level. The programs on KUBE HPMBK-2 and 3 are increasing the motivation and organization of KUBE through:1) Officers re-organization, 2) Increasing the consciousness of members toward the rules agreed by all members, 3) Increasing the cooperation among the members, 4) Increasing the capitalization, 5) Increasing the knowledge and skills of the officers in organizing KUBE, 6) Developing the networking/partnership. The KUBE HPMBK-1 program is increasing the KUBE organization through: 1) Increasing the

knowledge and skills of the officers and members in organizing KUBE, 2) Increasing the capitalization capacity, 3) Developing networking/partnership. It

(16)

S

S

TR

T

R

AT

A

TE

EG

GI

I

D

D

AL

A

LA

AM

M

M

ME

EN

N

GA

G

AT

T

AS

A

SI

I

P

PE

ER

RB

B

ED

E

D

AA

A

AN

N

T

T

IN

I

N

GK

G

KA

AT

T

P

PE

ER

RK

KE

E

MB

M

B

AN

A

N

GA

G

AN

N

K

KE

E

LO

L

OM

M

PO

P

OK

K

U

US

SA

AH

HA

A

B

BE

E

RS

R

SA

AM

MA

A

(

(K

KU

UB

B

E

E

)

)

M

ME

E

NG

N

GA

AC

C

U

U

P

P

AD

A

D

A

A

T

T

IP

I

PO

OL

LO

OG

GI

I

P

P

ER

E

R

KE

K

EM

MB

B

AN

A

N

GA

G

AN

N

K

KU

UB

BE

E

(Studi Kasus di RW 01 Kelurahan Kebon Waru, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung, Propinsi Jawa Barat)

Komisi Pembimbing :

Dr. Er. Ir. Pudji

Heni Holiah

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat

memperoleh Gelar Magister Profesional pada Program Studi Pengembangan Masyarakat

S

SE

E

KO

K

OL

LA

AH

H

P

PA

AS

SC

C

AS

A

SA

AR

RJ

JA

AN

N

A

A

I

(17)

Perkembangan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Mengacu Pada Tipologi perkembangan KUBE

(Studi Kasus di RW 01 Kelurahan Kebon Waru,

Kecamatan Batununggal, Kota Bandung, Propinsi Jawa Barat)

Nama Mahasiswa : HENI HOLIAH Nomor Pokok : A.154050115

Disetujui, Komisi Pembimbing :

Dra. Winati Wigna, MDS Ketua

Dr. Nurmala K. Pandjaitan, MS, DEA Anggota

Diketahui :

Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(18)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2006 Hak cipta dilindungi

(19)

Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya atas

ijin-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir kajian pengembangan

masyarakat dengan judul Strategi Dalam Mengatasi Perbedaan Tingkat

Perkembangan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Mengacu Pada Tipologi

Perkembangan KUBE, Studi Kasus di RW 01 Kelurahan Kebon Waru,

Kecamatan Batununggal, Kota Bandung, Propinsi Jawa Barat sebagai salah satu

persyaratan menyelesaikan studi pada Program Studi Pengembangan Masyarakat

Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulisan tugas akhir ini dapat diselesaikan karena dukungan berbagai

pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dra. Winati Wigna, MDS selaku Ketua Komisi Pembimbing.

2. Dr. Nurmala K. Pandjaitan, MS, DEA selaku Anggota Komisi Pembimbing.

3. Responden dan informan yang telah memberikan data-data yang diperlukan

dalam kajian.

4. Dr. Marjuki, M.Sc. selaku Kepala Badan Pendidikan dan Penelitian Sosial

Departemen Sosial RI.

5. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S selaku Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).

6. Drs. Nelson Aritonang MSSW, selaku Penguji dari Luar Komisi Pembimbing.

7. Dra. Neni Kusumawardhani, MS selaku Ketua Sekolah Tinggi Kesejahteraan

Sosial (STKS) Bandung.

8. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS selaku Ketua Program Studi Pengembangan

Masyarakat Institut Pertanian Bogor (IPB)

9. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pengembangan Masyarakat Sekolah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogo r (IPB) dan STKS Bandung.

10.Orang tuaku dan seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya.

11.Rekan-rekan dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

yang telah memberikan dukungan bagi penyelesaian tugas akhir ini.

Semoga kajian ini bermanfaat bagi semua.

Bogor, Nopember 2006

(20)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang... 1

Rumusan Masalah... 5

Tujuan Kajian... 6

Manfaat Kajian... 6

TINJAUAN PUSTAKA ... 7

Kemiskinan... 7

Pemberdayaan Masyarakat... 9

Kelompok Sebagai Media Pemberdayaan Masyarakat... 13

Program Asistensi Kesejahteraan Sosial Keluarga (AKSK)... 15

Kelompok Usaha Bersama (KUBE)... 17

Kerangka Pemikiran ... 22

METODE KAJIAN ... 24

Tipe dan Aras Kajian... 24

Strategi Kajian... 24

Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Kajian... 25

Metode Pengumpulan Data... 26

Analisis Data ... 29

Penyusunan Program... 29

PETA SOSIAL KELURAHAN KEBON WARU ... 30

Gambaran Lokasi ... 30

Masalah Kemiskinan Dalam Komunitas... 31

KERAGAAN KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUBE) HIMPUNAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BHAKTI KESUMA (HPMBK) DI KELURAHAN KEBON WARU ... 43

Deskripsi Program ... 43

KUBE sebagai Aspek Pengembangan Sosial dan Ekonomi... 44

Sejarah Pembentukan KUBE... 47

Keanggotaan dan Jenis Usaha serta Permodalan KUBE ... 49

Sumber Daya Manusia dalam KUBE... 54

Sruktur KUBE... 55

(21)

xii

Jaringan Kerjasama dengan Pengusaha Lokal

dan Kelembagaan Ekonomi ... 60

Tingkat Perkembangan KUBE Mengacu pada Tipologi Perkembangan KUBE... 62

Permasalahan yang menyebabkan Terjadinya Tingkat Perkembangan KUBE yang berbeda... 70

PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE ... 78

Analisis Masalah 78 Permasalahan Umum pada KUBE HPMBK-1, KUBE HPMBK-2 dan KUBE HPMBK-3... 79

Permasalahan Khusus pada KUBE HPMBK-2 dan KUBE HPMBK-3... 80

Proses Penyusunan Program... 81

Potensi Lokal dan Penentuan Masalah... 82

Penentuan Masalah pada KUBE HPMBK-2 dan KUBE HPMBK-3 (Tipologi Tumbuh)... 83

Penentuan Masalah pada KUBE HPMBK-1 (Tipologi Berkembang)... 85

Program Peningkatan Motivasi dan Pengelolaan KUBE HPMBK-2 dan KUBE HPMBK-3 (Tipologi Tumbuh)... 87

Program Peningkatan Pengelolaan KUBE HPMBK-1 (Tipologi Berkembang)... 90

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 96

Kesimpulan ... 96

Rekomendasi ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 98

(22)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Jadwal Pelaksanaan Kajian ... 26

2 Masalah, Topik, Sumber data,

Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 28 3 Peruntukan Lahan di Kelurahanan Kebon Waru

Tahun 2005 ... 31 4 Jumlah Penduduk Kelurahan Kebon Waru

Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2005 ... 33

5 Komposisi Penduduk Kelurahan Kebon Waru

Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2005 ... 35

6 Komposisi Penduduk Kelurahan Kebon Waru

Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2005 ... 37

7 Keanggotaan dan Jenis Usaha KUBE HPMBK

di Kelurahan Kebon Waru Tahun 2005 ... 50 8 Perkembangan Modal KUBE HPMBK (dalam ribuan)

Di Kelur ahan Kebon Waru tahun 2005/2006 ... 52 9 Komposisi Anggota KUBE HPMBK Berdasarkan Pendidikan

di Kelurahan Kebon Waru Tahun 2005 ... 54

10 Stuktur Kepengurusan KUBE HPMBK

di Kelurahan Kebon Waru Tahun 2006 ... 56 11 Tahap Perkembangan KUBE HPMBK

di Kelurahan Kebon Waru Tahun 2006 ... 63 12 Pencapaian Tingkat Keberhasilan KUBE HPMBK

di Kelurahan Kebon Waru Tahun 2006 ... 68

13 Masalah Umum dan Khusus pada KUBE HPMBK

Di Kelurahan Kebon Waru Tahun 2006 ... 71 14 Masalah, Sebab-sebab Masalah dan Cara Mengatasi Masalah

pada KUBE HPMBK-2 dan HPMBK-3 (Tipologi Tumbuh) ... 84

15 Masalah, Sebab-sebab Masalah dan Cara Mengatasi Masalah

pada KUBE HPMBK-1 (Tipologi Berkembang) ... 86

16 Rencana Program Peningkatan Motivasi dan Pengelolaan

KUBE HPMBK-2 dan KUBE HPMBK-3 (Tipologi Tumbuh) ... 88

17 Rencana Program Penge lolaan KUBE HPMBK-1

(23)

xiv

Halaman

1 Bagan Kerangka Pemikiran Kajian ... 23

2 Piramida Penduduk Kelurahan Kebon WaruTahun 2005 ... 33

3 Komposisi Keluarga Miskin di Kelurahan

Kebon Waru Berdasarkan Pendidikan Tahun 2005 ... 36

4 Komposisi Keluarga Miskin di Kelurahan Kebon Waru

Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tahun 2005 ... 38

5 Pelapisan Sosial di Kelurahan Kebon Waru ... 40

6 Kondisi dan Kualitas KUBE HPMBK

di Kelurahan Kebon Waru Tahun 2005 ... 49 7 Perkembangan Modal KUBE HPMBK (dalam Ribuan)

(24)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Peta Lokasi Kajian ... 101 2 Pedoman Studi Dokumen ... 102

3 Pedoman Pengamatan Berperanserta ... 103

4 Pedoman Wawancara ... 105

(25)

Latar Belakang

Kegagalan program-program pembangunan di masa lampau berimplikasi

pada bergesernya paradigma baru yang memandang pentingnya masyarakat

sebagai pelaku utama dalam pembangunan. Kesadaran tersebut semakin

meningkat sejalan bangkitnya era reformasi setelah terjadi perubahan besar dalam

sistem pemerintahan dan kenegaraan sejak tahun 1997. Menurut Adi (2001),

pentingnya menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama dalam pembangunan

menunjukkan perubahan paradigma pembangunan dari pendekatan pertumbuhan

(growth approach) kepada pendekatan kemandirian (self-reliance approach). Namun demikian, akibat telah terma rjinalisasi dalam waktu lama, masyarakat

mengalami kesulitan untuk mengartikulasikan otonominya sebagai pelaku utama

pembangunan. Dalam konteks ini, pemberdayaan sangat diperlukan sebagai

strategi dalam pengembangan masyarakat

Pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu pendekatan yang kini

sering digunakan dalam meningkatkan kualitas kehidupan dan mengangkat harkat

martabat keluarga miskin. Konsep ini menjadi sangat penting terutama karena

memberikan perspektif positif terhadap orang miskin. Orang miskin tidak

dipandang sebagai orang yang serba kekurangan (misalnya, kurang makan, kurang

pendapatan, kurang sehat, kurang dinamis) dan objek pasif penerima pelayanan

belaka, melainkan sebagai orang yang memiliki beragam kemampuan yang dapat

diberi kesempatan untuk memperbaiki hidupnya. Konsep pemberdayaan memberi

kerangka acuan mengenai kemampuan yang melingkup aras sosial, ekonomi,

budaya, politik dan kelembagaan. Pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan

untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam

masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan

(26)

2

Salah satu aspek penting dalam pemberdayaan adalah pemberian akses

kepada masyarakat untuk meningkatkan kehidupan ekonomi, sosial dan politik.

Hal ini disandarkan pada kenyataan bahwa salah satu penyebab kemiskinan dalam

masyarakat adalah kurangnya akses terhadap sumberdaya yang disebabkan

kurangnya pengetahuan dan keterampilan dan kurangnya kesediaan pemerintah

atau kelompok kuat untuk membagi sumberdaya kepada kelompok lemah

(Haeruman dan Eriyatno, 2001)

Kemiskinan merupakan kondisi ketidakmampuan memenuhi kebutuhan

yang dialami oleh individu maupun kelompok masyarakat yang didasarkan pada

nilai atau norma yang berlaku dalam masyarakat. Dengan kata lain, seseorang

dikatakan miskin apabila tingkat pendapatan mereka tidak memungkinkan untuk

mentaati tata nilai dan norma masyarakat (Nugroho dan Dahuri , 2004). Lebih

lanjut, Supriatna (1997), mengemukakan bahwa umumnya suatu keadaan disebut

miskin bila ditandai oleh kekurangan atau tidak mampu memenuhi tingkat

kebutuhan dasar manusia. Termasuk dalam kebutuhan dasar ini adalah kebutuhan

akan sandang, pangan dan tempat tinggal.

Pendekatan kelompok melalui kelompok usaha merupakan strategi

pemberdayaan masyarakat yang efektif untuk masyarakat lapisan bawah

(Sumodiningrat, 1997). Keberadaan kelompok akan memberikan manfaat lebih

besar bagi anggotanya karena dapat dipakai untuk meningkatkan kemampuan

berusaha, mengembangkan pengetahuan dan sistem nilai yang mendukung

kehidupan usaha, menyuburkan moralitas usaha yang baik, dan meningkatkan

kualitas kehidupan yang lebih luas seperti usaha, kerumahtanggaan,

kemasyarakatan dan sebagainya (Supriyanto, 1997).

Salah satu program penanggulangan kemiskinan dengan pendekatan

kelompok adalah pembentukan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dalam

program Asistensi Kesejahteraan Sosial Keluarga. Asistensi Kesejahteraan Sosial

Keluarga (AKSK) adalah program penanggulangan kemiskinan dari Departemen

(27)

dan rehabilitasi, serta pemberdayaan dengan melibatkan pendamping sosial pada

KUBE agar program dapat dilaksanakan secara optimal. Pendamping sosial dapat

diartikan sebagai interaksi dinamis antara kelompok miskin dan pengembang

masyarakat untuk secara bersama-sama menghadapi beragam tantangan seperti:

merancang program perbaikan kehidupan sosial ekonomi, memobilisasi sumber

daya setempat, memecahkan masalah sosial, menciptakan atau membuka akses

bagi pemenuhan kebutuhan, dan menjalin kerjasama dengan berbagai pihak.

Pendamping sosial merupakan agen perubahan yang turut terlibat membantu

memecahkan persoalan yang dihadapi keluarga miskin yang disebabkan oleh

lemahnya kondisi sumberdaya manusia untuk mengakses sumberdaya ekonomi

dan sosial (Suharto, 2005).

Bagi keluarga miskin, manfaat KUBE tidak hanya mencakup

pengembangan aspek ekonomi, tetapi juga aspek sosial. KUBE merupakan media

untuk meningkatkan pendapatan, mengembangkan usaha, membangun interaksi

dan kerjasama dalam kelompok, mendayagunakan potensi dan sumber ekonomi

lokal, memperkuat budaya kewirausahaan, mengembangkan akses pasar,

menyelesaikan berbagai masalah serta memenuhi kebutuhan (Departemen Sosial,

2005). Namun demikian, banyak KUBE yang telah dibentuk dan dikembangkan

oleh pemerintah tidak mencapai sasaran bahkan banyak pula yang mengalami

kegagalan. Hal ini disebabkan oleh penyeragaman tindak lanjut dari program,

sedangkan perkembangan KUBE itu tidak sama sehingga permasalahan dan

kebutuhannya pun berbeda.

Menurut Departemen Sosial (2005), tahap perkembangan KUBE

digolongkan kedalam 3 tipologi, yaitu tumbuh, berkembang, dan maju atau

mandiri. KUBE Tumbuh adalah KUBE yang kegiatan kelompok baru berjalan,

telah menerima bantuan UEP dan telah memiliki pendamping sosial. KUBE

berkembang adalah KUBE yang kegiatannya telah didasarkan pada pembagian

(28)

4

terbentuk modal. KUBE Maju atau mandiri adalah KUBE yang telah menjalankan

manajemen dengan baik.

Bila mengacu pada tipologi perkembangan KUBE, maka terdapat KUBE

dengan tahap perkembangan berbeda walaupun pada awal pembentukannya

memiliki kondisi dan kualitas relatif sama, yaitu ada KUBE yang tidak

berkembang dalam arti masih tergolong tipologi tumbuh, ada yang tergolong

tipologi berkembang bahkan maju atau mandiri. Kondisi ini memunculkan

permasalahan sehingga perlu dilakukan tindak lanjut yang efektif untuk

mengatasi tahap perkembangan KUBE yang berbeda tersebut.

Di Kelurahan Kebon Waru Kecamatan Batununggal Kota Bandung,

program AKSK diselenggarakan sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi

kemiskinan mengingat di wilayah ini jumlah keluarga miskin merupakan

mayoritas dibandingkan dengan jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan

Sosial (PMKS) lainnya, yakni 1.780 KK (38, 12%) dari 4.669 KK (Sumber:

Praktek lapangan 1). Program AKSK di wilayah ini dilakukan dalam bentuk

penyerahan bantuan stimulan usaha ekonomi produktif (UEP) selama dua periode,

yaitu periode pertama pada akhir tahun 2003 dan periode kedua pada akhir tahun

2004 yang dilaksanakan melalui Kelompok Usaha Bersama Himpunan

Pemberdayaan Masyarakat Bhakti Kesuma (KUBE HPMBK). Di wilayah ini

terdapat tiga KUBE dengan jumlah anggota masing- masing 10 orang yaitu KUBE

HPMBK-1, KUBE HPBMK-2, dan KUBE HPMBK-3. Ketiga KUBE tersebut

dibentuk dengan kondisi dan kualitas relatif sama, baik dari aspek permodalan,

kepemilikan aset maupun kualitas SDM anggota dan pengurus.

Jenis usaha yang dilakukan anggota KUBE bervariasi. Sebagian besar

anggotanya bergerak dalam bidang usaha dagang dan sebagian lainnya

mempunyai bidang usaha olahan makanan dan konveksi yang dijalankan oleh

masing- masing anggota. Walaupun kegiatan usaha dijalan secara individu, hal ini

tidak melanggar ketentuan KUBE karena berdasarkan acuan KUBE usaha boleh

(29)

Masing-masing anggota menerima bantuan stimulan Usaha Ekonomi Produktif (UEP)

secara bergulir.

Permasalahan yang kemudian muncul adalah dari ketiga KUBE di

Kelurahan Kebon Waru memiliki tingkat perkembangan yang berbeda. Tingkat

perkembangan KUBE HPMBK-1 lebih baik daripada KUBE HPMBK-2 dan

KUBE HPMBK-3 yang ditunjukkan dari perkembangan permodalan lebih besar,

peran pemimpin dan pembagian kerja lebih jelas serta anggota berpartisipasi

dalam berbagai kegiatan kelompok, padahal ketiga KUBE tersebut pada awal

pembentukannya memiliki kondisi dan kualitas relatif sama. Hal ini menunjukkan

adanya ketimpangan dalam tingkat perkembangan KUBE.

Oleh karena itu menarik untuk mengkaji permasalahan yang menyebabkan

terjadinya tingkat perkembangan KUBE yang berbeda tersebut, sehingga dapat

disusun strategi yang tepat untuk mengatasi perbedaan tingkat perkembangan

KUBE dengan mengacu pada tipologi perkembangan KUBE. Tujuannya agar

tingkat perkembangan setiap KUBE relatif sama dan tidak terjadi ketimpangan,

sehingga keberhasilan KUBE baik dari aspek organisasi, ekonomi dan sosial dapat

tercapai.

Rumusan Masalah

Sebagai upaya untuk memecahkan masalah di atas, maka permasalahan

dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana keragaan ketiga KUBE di Kelurahan Kebon Waru?

2. Bagaimana tingkat perkembangan ketiga KUBE mengacu pada tipologi

perkembangan KUBE?

3. Apa saja permasalahan yang menyebabkan terjadinya tingkat perkembangan

KUBE yang berbeda pada ketiga KUBE yang pada awal pembentukannya

memiliki kondisi dan kualitas relatif sama?

4. Bagaimana strategi yang dapat dilakukan agar ketiga KUBE tidak mengalami

(30)

6

Tujuan Kajian

Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan, tujuan kajian secara terperinci

adalah:

1. Mengetahui keragaan ketiga KUBE di Kelurahan Kebon Waru.

2. Mengetahui tingkat perkembangan ketiga KUBE mengacu pada tipologi

perkembangan KUBE.

3. Mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan yang menyebabkan

terjadinya tingkat perkembangan KUBE yang berbeda pada ketiga KUBE

yang pada awal pembentukannya memiliki kondisi dan kualitas relatif sama.

4. Menyusun strategi agar ketiga KUBE tidak mengalami ketimpangan dalam

perkembangannya.

Manfaat Kajian

Manfaat yang diharapkan dari kajian ini adalah:

1. Memberikan masukan tentang model dalam mengatasi perbedaan tingkat

perkembangan KUBE mengacu pada tipologi perkembangan KUBE kepada

pendamping sosial, pengurus dan anggota KUBE.

2. Memberikan masukan kepada Departemen Sosial selaku penyelenggara

program di tingkat pusat dan Dinas Sosial selaku penanggungjawab program

di daerah tentang strategi berupa program untuk mengatasi ketimpangan

tingkat perkembangan KUBE mengacu pada tipologi perkembangan KUBE

agar setiap KUBE mengalami tingkat perkembangan relatif sama, sehingga

keberhasilan KUBE dapat tercapai baik dari aspek organisasi, ekonomi dan

(31)

T

T

IN

I

NJ

J

AU

A

UA

AN

N

P

PU

US

ST

T

AK

A

KA

A

Kemiskinan

Kemiskinan lazimmya dilukiskan sebagai kekurangan pendapatan untuk

memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok. Mereka berada di bawah garis

kemiskinan apabila pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

pokok, seperti sandang, pangan, tempat berteduh dan lain- lain (Salim, 1984).

Selanjutnya Baharsjah dalam Jamasy (2004), menyatakan bahwa kemiskinan

bukan hanya suatu ketidakmampuan penduduk dalam memenuhi kebutuhan dasar

bagi suatu kehidupan yang layak, tetapi juga berkaitan erat dengan keadaan sistem

kelembagaan yang tidak mampu memberikan kesempatan yang adil bagi anggota

masyarakat untuk memanfaatkan dan memperoleh manfaat dari sumberdaya yang

tersedia. Menurut Rusli (1995), kemiskinan dapat merupakan kemiskinan absolut

ataupun kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut dikaitkan dengan kemampuan

pemenuhan kebutuhan minimum, kebutuhan pokok ataupun kebutuhan dasar

sehingga dapat hidup (survive), sedangkan kemiskinan relatif, ditekankan pada kesenjangan antar golongan, lapisan atau kelompok dalam masyarakat.

Suharto (2005) menyatakan bahwa kemiskinan dapat dikategorikan pada

empat kategori, yakni kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, kemiskinan kultural

dan kemiskinan struktural.

1. Kemiskinan absolut adalah keadaan miskin yang diakibatkan oleh

ketidakmampuan seseorang atau kelompok orang dalam memenuhi kebutuhan

pokoknya, seperti untuk makan, pakaian, pendidikan, kesehatan dan

transportasi.

2. Kemiskinan relatif adalah keadaan miskin yang dialami individu atau

kelompok dibandingkan dengan kondisi umum suatu masyarakat. Jika batas

kemiskinan misalnya Rp 100.000,- per kapita per bulan, maka seseorang yang

memiliki pendapatan Rp 125.000,- per bulan secara absolut tidak miskin,

tetapi jika pendapatan rata-rata masyarakat setempat adalah Rp 200.000,- per

(32)

8

3. Kemiskinan kultural mengacu pada sikap, gaya hidup, nilai, orientasi sosial

budaya masyarakat yang tidak sejalan dengan etos kemajuan (masyarakat

modern). Sikap malas, tidak memiliki kebutuhan berprestasi (needs for achievement), fatalis, berorientasi ke masa lalu, tidak memiliki jiwa wirausaha.

4. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh

ketidakberesan atau ketidakadilan struktur, baik strruk tur politik, sosial,

maupun ekonomi yang tidak memungkinkan seseorang atau kelompok orang

menjangkau sumber-sumber penghidupan yang sebenarnya tersedia untuk

mereka.

Kemiskinan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal.

Faktor internal berupa ketidakmampuan dari dalam individu atau kelompok

masyarakat seperti rendahnya kualitas sumberdaya manusia, sikap dan perilaku

miskin, ketidakcakapan bekerja, pasrah terhadap kondisi miskin. Faktor eksternal,

yaitu faktor dari luar yang menyebabkan mereka tidak berdaya untuk memiliki

akses dan sumberdaya. Namun demikian, sangat sulit untuk memisahkan faktor

penyebab kemiskinan karena penyebab kemiskinan sangat kompleks dan saling

berkaitan satu dengan yang lainnya. Kemiskinan yang terjadi di masyarakat dapat

dikatakan karena disebabkan gabungan berbagai faktor yang saling terkait, yaitu:

ekonomi misalnya tidak punya pendapatan tetap, tidak punya modal usaha; politik

misalnya tidak pernah aktif dalam urusan pemerintahan, tidak aktif berpartisipasi

dalam pembangunan di daerahnya/lingkungannya, diskriminasi dan eksploitasi;

dinamika sosial misalnya pasif, kurang pergaulan, tidak mau bergaul, tidak mau

bermasyarakat; dan latar belakang sikap atau budaya misalnya pemalas, gengsi,

tidak kreatif, tidak mau bekerja keras ( Jamasy, 2004).

Terlepas dari faktor- faktor yang menyebabkan miskin, kemiskinan

merupakan kondisi yang menggambarkan ketidakberdayaan. Kemiskinan dalam

masyarakat menunjukkan lemahnya kemandiriaan masyarakat. Oleh karena itu,

upaya untuk mengatasi kemiskinan adalah dengan membuat mereka berdaya, baik

dalam dimensi sosial, ekonomi maupun politik. Strategi untuk membuat

(33)

Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk meningkatkan harkat

dan martabat lapisan masyarakat yang berada dalam kondisi tidak mampu untuk

melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dalam konteks

ini, upaya memberdayakan masyarakat dimulai dengan menciptakan iklim yang

memungkinkan potensi masyarakat berkembang. Di sini titik tolaknya adalah

pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi atau daya

yang dapat dikembangkan. Dalam hal ini, pemberdayaan adalah upaya untuk

membangun daya itu, dengan mendorong, memotivasi, dan membangkitkan

kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk

mengembangkannya (Kartasasmita, 1995). Selanjutnya Hikmat (2004),

menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan strategi pembangunan

yang menitikberatkan pada kepentingan dan kebutuhan rakyat yang mengarah

pada kemandirian masyarakat, partisipasi, jaringan kerja dan keadilan. Dengan

kata lain pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi

yang merangkum nilai-nilai sosial dan mencerminkan paradigma baru

pembangunan yang bersifat people-centred, participatory, empowering, dan

sustainable.

Pemberdayaan masyarakat menyangkut dua kelompok yang saling terkait,

yaitu masyarakat yang belum berkembang sebagai pihak yang harus

diberdayakan, dan pihak yang menaruh kepedulian sebagai pihak yang

memberdayakan. (Sumodiningrat, 1997). Pemberdayaan rakyat mengandung

makna mengembangkan, memandirikan, menswadayakan dan memperkuat posisi

tawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala

bidang dan sektor kehidupan. Hal tersebut mengandung arti melindungi dan

membela dengan berpihak pada yang lemah. (Priyono, 1996).

Menurut Suharto (2005), pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang,

khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau

kemampuan dalam:

(34)

10

melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan.

2. Menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan.

3. Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.

Beragam definisi pemberdayaan menjelaskan bahwa pemberdayaan adalah

sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian

kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam

masyarakat, termasuk individu- individu yang mengalami masalah kemiskinan.

Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang

ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat miskin yang

berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan

dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun

sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi,

mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri

dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Pengertian pemberdayaan

sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan

sebagai sebuah proses.

Menurut Payne dalam Adi (2001), mengemukakan proses pemberdayaan

pada intinya ditujukan untuk membantu masyarakat memperoleh daya untuk

menga mbil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dilakukan yang terkait

dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam

melakukan tindakan yang dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa

percaya diri untuk menggunakan daya yang dimiliki, antara lain dengan

menggunakan daya dari lingkungan.

Modal Sosial

Dalam pemberdayaan masyarakat, tujuan-tujuan organisasi akan tercapai

secara efektif apabila didukung oleh sumberdaya yang memadai (Siswanto, 2005).

(35)

efektif dalam mencapai tujuannya apabila didukung oleh sumberdaya. Salah satu

sumberdaya tersebut adalah modal sosial.

Modal sosial menunjuk pada hubungan sosial, institusi dan struktur sosial

serta berhubungan dengan trust, resiprositas, hak dan kewajiban dan jejaring sosial. Secara umum modal sosial didefinisikan sebagai “informasi, kepercayaan,

dan norma- norma timbal balik yang melekat dalam suatu sistem jaringan sosial“

(Woolcock dalam Nasdian dan Utomo, 2005). Modal sosial merupakan suatu

sistem yang mengacu kepada hasil dari organisasi sosial dan ekono mi, seperti

pandangan umum (world view), kepercayaan (trust), pertukaran (reciprocity), pertukaran ekonomi dan informasi (informational and economic exchange), kelompok-kelompok formal dan informal (formal and informal groups), serta asosiasi-asosiasi yang melengkapi modal- modal lainnya (fisik, manusiawi,

budaya) sehingga memudahkan terjadinya tindakan kolektif, pertumbuhan

ekonomi dan pembangunan (Colletta dan Cullen dalam Nasdian dan Utomo,

2005)

Berbeda dengan modal fisik dan modal manusia yang sifatnya lebih

kongkret, dapat diukur dan dapat diperhitungkan secara eksak untuk suatu proses

produksi, wujud modal sosial tidak sejelas kedua jenis modal tersebut.

Pemahaman tentang modal sosial menekankan pada hubungan timbal balik antara

modal dan sifat sosial yang menjelaskan modal tersebut. Sifat sosial dalam modal

sosial tidak bersifat netral, ditandai dengan adanya hubungan saling

menguntungkan antara dua orang, kelompok, kolektivitas, atau katagori sosial

atau manusia pada umumnya.

Modal sosial menurut Grootaert yang dikutip Marliyantoro (2002), adalah

sebagai kemampuan seseorang untuk memanfaatkan berbagai keunggulan

jaringan sosial atau struktur sosial dimana ia menjadi anggotanya. Selanjutnya

Hanifan dalam Marliyantoro (2002), menyatakan bahwa modal sosial sebagai

kenyataan yang dimiliki warga berupa kehendak baik, simpati, persahabatan,

hubungan antar individu dan antar keluarga yang dapat mengatasi persoalan

warga masyarakat.

Menurut Woolcock yang dikutip Colletta dan Cullen dalam Nasdian dan

(36)

12

1. Integrasi (integration), yaitu ikatan-ikatan berdasarkan kekerabatan, etnik dan agama.

2. Pertalian (linkage), yaitu ikatan dengan komunitas lain di luar komunitas asal berupa jejaring (network) dan asosiasi-asosiasi bersifat kewargaan (civic association) yang menembus perbedaan kekerabatan, etnik dan agama

3. Integritas organisasional (organizational integrity), yaitu keefektifan dan kemampuan institusi negara untuk menjalankan fungsinya, termasuk

menciptakan kepastian hukum dan menegakkan peraturan.

4. Sinergi (sinergy), yaitu relasi antara pemimpin dan institusi pemerintahan dengan komunitas (state-community relations).

Motivasi

Sebagai upaya pemberdayaan keluarga miskin melalui KUBE,

permasalahan yang ada dalam KUBE sebagaimana telah dikemukakan dalam latar

belakang kajian bahwa perkembangan usaha KUBE tidak dapat mencapai tingkat

keberhasilan sesuai dengan yang diharapkan. Meskipun sumberdaya berupa modal

sosial, pasar, institusi pemerintah terdapat disekitar Kelurahan Kebon Waru,

tetapi mereka tidak dapat memanfaatkan sumberdaya tersebut untuk peningkatan

usaha. Hal ini mengindikasikan ada faktor- faktor yang mempengaruhi arah

perilaku anggota KUBE sebagai organisasi. Faktor penting yang mempengaruhi

perilaku selain pengetahuan dan keterampilan juga motivasi, yaitu dorongan untuk

melakukan suatu tindakan. Siagian (2004), mengemukakan bahwa motivasi

adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau

dan rela untuk mengerahkan kemampuan dala m bentuk keahlian atau

keterampilan, tenaga dan waktunya untuk melakukan kegiatan yang menjadi

tanggung jawabnya dan melaksanakan kewajibanya dalam rangka pencapaian

tujuan organisasi. Dalam hal ini motivasi sangat berkaitan dengan kemampuan

seseorang untuk memuaskan berbagai kebutuhannya

Motivasi menurut Gray dan Starke sebagaimana dikutip oleh Pandjaitan

(2005), menunjuk pada proses yang menimbulkan antusiasme dan kemantapan

(37)

bahwa orang akan termotivasi untuk menghasilkan aktivitas yang baik jika

mereka dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan pribadinya.

Sebagaimana dikemukakan Maslow dalam Pandjaitan (2005), Kebutuhan

manusia bersifat hierarkis. Hierarki (jenjang) kebutuhan manus ia tersebut adalah:

1. Basic Physiological Needs/kebutuhan dasar fisik seperti makanan dan minuman atau pangan, sandang dan papan.

2. Safety and security needs, mencakup kebutuhan akan keamanan, kestabilan, ketiadaan penderitaan, ancaman, dan kehidupan yang teratur.

3. Social (affection) needs, mencakup kebutuhan atas kontak personal, afeksi, rasa memiliki, cinta, dan hubungan persahabatan.

4. Esteem needs, mencakup kebutuhan atas kompetisi, kepercayaan diri, penghargaan terhadap diri sendiri, pencapaian prestasi, dan kebutuhan

dihargai (dalam bentuk reputasi, status, kekuasaan).

5. Self-actualisation needs, mencakup kebutuhan untuk tumbuh dan mengembangkan diri dalam rangka menunjukkan jatidiri.

Dalam pemuasan atas kebutuhan-kebutuhan tersebut, manusia akan

melakukannya secara berjenjang, pertama-tama manusia akan berupaya untuk

memuaskan kebutuhan pada jenjang terendah, kemudian beralih pada kebutuhan

yang memiliki jenjang lebih tinggi, dan begitu seterusnya sampai pada jenjang

kebutuhan yang tertinggi. Menurut Sarwono (2000), mengacu pada Hierarki

Kebutuhan Maslow menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan yang berada pada

jenjang yang paling rendah/kebutuhan dasar termasuk di dalamnya sandang,

pangan, dan papan sifatnya mendesak sehingga pemenuhan kebutuhan tersebut

perlu diprioritaskan. Berdasarkan pengertian itu, pemuasan kebutuhan merupakan

dorongan yang menimbulkan antusiasme keluarga miskin sebagai anggota KUBE

untuk melakukan perubahan tindakan dalam mengembangkan KUBE.

Kelompok Sebagai Media Pemberdayaan Masyarakat

Kelompok merupakan media pemberdayaan masyarakat yang paling efektif

sebagai salah satu upaya membangkitkan inisiatif dan partisipasi masyarakat,

(38)

14

mudah untuk dirubah. Hal ini dipertegas oleh Lewin sebagaimana dikutip oleh

Soekanto (2005), yang menyatakan bahwa lebih mudah untuk mengubah pola

tingkah laku individu- individu yang terkait dalam suatu kelompok daripada secara

individual.

Menurut Vitayala (1986), mengemukakan bahwa pendekatan kelompok

mempunyai kelebihan antara lain dapat mempercepat proses adopsi, karena

adanya interaksi sesama anggota kelompok dalam bentuk saling mempengaruhi

satu sama lain. Selanjutnya Soekanto (2005), menyatakan bahwa dalam kelompok

terjadi hubunga n timbal balik yang saling mempengaruhi dan juga suatu

kesadaran untuk saling tolong- menolong berdasarkan kesamaan nasib,

kepentingan, dan tujuan sehingga hubungan antara anggota bertambah erat.

Mengacu pada konsepsi tersebut, maka di dalam kelompok manusia dapat

mengembangkan kemampuannya dan dapat memenuhi kebutuhannya. Hal ini

sesuai dengan yang dikemukakan Garvin (1986), bahwa beberapa kebutuhan

manusia ada yang hanya dapat dipenuhi melalui kelompok dan terdapat

kemampuan-kemampuan manusia hanya dapat dikembangkan melalui kelompok.

Lebih lanjut Haeruman dan Eriyatno (2001), menyatakan bahwa pendekatan

kelompok adalah yang paling tepat dalam pengembangan ekonomi masyarakat.

Dalam kelembagaan yang didasarkan oleh kelompok diharapkan dapat

mendorong kemandirian dan berkembang usaha secara berkelanjutan.

Menurut Darmajanti (2004), menjelaskan bahwa kelompok sebagai

gambaran kehidupan berorganisasi suatu komunitas, merefleksikan dinamika

tindakan kolektif warga dalam mengatasi masalah bersama, termasuk peningkatan

pendapatan rumah tangga (safety net) di komunitas. Dengan demikian maka keluarga miskin sebagai anggota kelompok usaha bersama (KUBE) diharapkan

dapat bertindak secara kolektif dalam pengembangan KUBE agar dapat mencapai

keberhasilan usaha KUBE.

Untuk bertindak secara kolektif dalam mencapai keberhasilan tujuan

kelompok, maka diperlukan kekuatan yang memelihara perasaan kebersamaan

dalam kelompok Terjadinya kekuatan yang mempersatukan anggota yang terlibat

di dalam kelompok menunjukkan adanya kohesivitas kelompok. Menurut

(39)

kelompok adalah kekuatan yang memelihara dan menjaga anggota dalam

kelompok. Mengikuti konsepsi tersebut maka kohesivitas kelompok penting

adanya dalam pengembangan KUBE untuk mencapai tujuan akhir dari KUBE

yaitu kesejahteraan anggota KUBE sebagai upaya pengentasan kemiskinan.

Program Asistensi Kesejahteraan Sosial Keluarga (AKSK)

Asistensi Kesejahteraan Sosial Keluarga merupakan suatu program

penanggulangan kemiskinan dengan menggunakan pendekatan pemberdayaan

masyarakat melalui bantuan stimulan modal usaha ekonomi produktif (UEP)

bergulir dalam kegiatan Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Asistensi

Kesejahteraan Sosial Keluarga (AKSK) adalah bentuk kegiatan yang dilakukan

secara terarah, terencana dan sistematik untuk membantu kehidupan sosial,

ekonomi dan psikologis keluarga agar tetap berkemampuan memelihara fungsi

dan peranan sosialnya yang pada hakekatnya untuk meningkatkan

kesejahteraannya. Sasaran AKSK adalah keluarga yang telah mendapat

pembinaan melalui program/kegiatan lain di luar AKSK dan lintas program baik

pusat, propinsi maupun kabupaten/kota dengan kriteria:

1. Telah menikah sekurang-kurangnya 5 tahun/keluarga dewasa.

2. Mempunyai embrio usaha ekonomi produktif yang dapat dikembangkan.

3. Berkategori rentan, dengan indikator sebagai berikut:

a. Keterbatasan kemampuan sosial ekonomi, sehingga berpotensi

bermasalah.

b. Berada pada ambang batas marginal pemenuhan kebutuhan fisik minimal

(KFM) di daerah yang bersangkutan.

c. Pekerjaan tidak tetap atau punya pekerjaan tetapi tidak memiliki

keterampilan khusus.

d. Tidak mampu mengakses sumber-sumber pelayanan kesejahteraan sosial

terdekat.

Asistensi Kesejahteraan Sosial Keluarga (AKSK) merupakan satu alternatif

yang dapat digunakan sebagai tahapan lanjut bagi eks keluarga binaan sosial dari

(40)

16

rehabilitasi maupun pemberdayaan. Agar pelaksanaan program AKSK lebih

optimal maka program ini melibatkan pendamping sosial pada KUBE sebagai

upaya menggerakkan dan memotivasi keluarga miskin untuk meningkatkan

kesejahteraannya.

Penyelenggara AKSK di tinggkat pusat adalah Departemen Sosial dengan

mekanisme pelaksanaan kegiatan sebagai berikut:

1. Direktorat Pemberdayaan Peran Keluarga sebagai pembina dan regulator

AKSK serta menyediakan pedoman umum pelaksanaan.

2. Dinas/Instansi Sosial Propinsi melakukan persiapan dalam bentuk orientasi

dan observasi serta penyusunan Panduan Teknis AKSK yang dapat diterapkan

di lapangan serta melakukan monitoring.

3. Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota melakukan need assesment keluarga dan jenis program yang diperlukan, serta menyiapkan tenaga pendamping

sosial dengan mekanisme sebagai berikut :

a. Sosialisasi rekruitmen tenaga pendamping sosial AKSK hingga tingkat

kelurahan/desa/komunitas.

b. Pihak kelurahan menghimpun usulan tenaga pendamping sosial yang

diusulkan oleh Rukun Warga (RW), kemudian menyampaikan ke seksi

kesra di kecamatan.

c. Selanjutnya pihak kecamatan melakukan seleksi terhadap usulan tenaga

pendamping sosial yang diajukan oleh tiap- tiap kelurahan.

d. Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota menetapkan tenaga pendamping

sosial, dari hasil seleksi yang dilakukan kecamatan dan menyampaikan ke

Dinas/Instansi Sosial provinsi.

e. Dinas/Instans i Sosial provinsi menghimpun hasil penetapan tenaga

pendamping sosial dari masing- masing kabupaten/kota dan

menyampaikan ke Dit. PPK Departemen Sosial.

4. Seksi kesra kantor kecamatan sebagai mediator dan mengkoordinir para

pendamping sosial dalam melaksanakan perannya.

5. Kelurahan/desa/komunitas membantu pendamping sosial dalam melaksanakan

(41)

6. Pendamping sosial melakukan peran pendamping sosial, yaitu pemberi informasi, perencana, fasilitator, partisipator, mobilisator, edukator dan

advokator.

Kelompok Usaha Bersama (KUBE)

Kelompok Usaha Bersama (KUBE) merupakan pengorganisasian dari

orang-orang yang mempunyai kegiatan usaha tertentu yang dilakukan secara

bersama-sama. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Departemen Sosial

(2005), bahwa Kelompok Usaha Bersama (KUBE) adalah kelompok Keluarga

Binaan Sosial (KBS) yang atas bimbingan dan kesadaran bersama, diberi

tanggung jawab untuk mengelola bantuan stimulan Usaha Ekonomi Produktif

(UEP). Maksud pembentukan KUBE ini adalah meningkatkan motivasi, interaksi

dan kerjasama dalam kelompok, mendayagunakanan potensi dan sumber daya

ekonomi lokal, memperkuat budaya kewirausahaan, mengembangkan akses pasar

dan menjalin kemitraan dengan berbagai pihak terkait. Keberadaan KUBE bagi

warga miskin ditengah-tengah masyarakat diharapkan menjadi sarana untuk

menciptakan keharmonisan hubungan sosial antar warga, wahana untuk

meningkatkan usaha ekonomi produktif, menyelesaikan masalah sosial yang

dirasakan keluarga miskin, menyediakan sebagian kebutuhan yang diperlukan

keluarga miskin, pengembangan diri, dan sebagai wadah berbagi pengalaman

antar anggota. Pada intinya KUBE mempunyai tujuan agar keluarga miskin dapat

mencapai tinggkat kesejahteraannya..

Kelompok Usaha Bersama bagi keluarga miskin merupakan himpunan

keluarga yang tergolong miskin yang dibentuk, tumbuh dan berkembang atas

dasar prakarsanya sendiri, saling berinteraksi antara satu dengan lain, dan tinggal

dalam satuan wilayah tertentu dengan tujuan untuk menciptakan keharmonisan

sosial antar anggota, memenuhi kebutuhan anggota, memecahkan masalah dan

menjadi wadah pengembangan usaha bersama.

Jumlah anggota KUBE didasarkan atas kebutuhan nyata di lapangan, bisa

menjadi kelompok kecil (antara 3-5 orang) atau kelompok besar (lebih dari 5

orang). Banyak anggota KUBE dalam perkembangannya dapat berjumlah menjadi

(42)

18

pendamping sosial dirasakan jumlah anggota KUBE tidak terlampau banyak (5-10

orang), sehingga jumlah anggota KUBE yang banyak dapat dibagi-bagi dalam

kelompok-kelompok yang lebih kecil. Proses pembentukan KUBE dilakukan

berdasarkan: 1) Kedekatan domisili, dengan tujuan untuk memudahkan

berkomunikasi dalam melaksanakan kegiatan maupun dalam mekanisme

pembinaan. 2) Mempunyai tujuan yang sama untuk merubah nasib. 3) Jenis usaha

dapat bervariatif atau satu jenis dan dapat dikelola per individu asalkan terikat

dalam satu kelompok. 4) Saling mengenal dan saling percaya. 5) Pemberian nama

KUBE berdasarkan musyawarah anggota. 6) Terdapat susunan pengurus yang

terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, dan anggota.

Tahap Perkembangan KUBE

Departemen Sosial (2005), menggolongkan KUBE kedalam 3 tipologi

berdasarkan tahap perkembangannya, yaitu:

1. Tumbuh

KUBE dikatakan dalam tahap tumbuh memiliki ciri-ciri:

a. Sudah memiliki pendamping sosial KUBE.

b. Pernah mengikuti pelatihan.

c. Pengurus dan organisasi telah dibentuk sebanyak 10 orang.

d. Telah menerima bantuan UEP.

e. Mempunyai papan nama KUBE.

f. Kegiatan kelompok baru berjalan.

2. Berkembang

KUBE dikatakan dalam tahap berkembang memiliki cari-ciri:

a. Kegiatan kelompok telah dijalankan sesuai dengan kepengurusannya.

b. Keuntungan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) sudah ada untuk modal,

kesejahteraan anggota dan Iuran Kesetiakawanan Sosial (IKS).

c. Kepercayaan dan harga diri anggota KUBE dan keluarga meningkat.

d. Pergaulan antara anggota KUBE dengan masyarakat semakin meningkat.

(43)

3. Maju/Mandiri

KUBE dikatakan dalam tahap maju/mandiri memiliki cari-ciri:

a. Keuntungan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) meningkat dan modal

semakin besar.

b. Mampu menyisihkan dana Iuran Kesetiakawanan Sosial (IKS) untuk

anggota kelompok, keluarga miskin lainnya dan berpartisipasi dalam

pembangunan di lingkungannya.

c. Manajemen Usaha Ekonomi Produktif (UEP) telah dikelola dengan baik.

d. Mempunyai hubungan baik dan saling menguntungkan dengan lembaga

ekonomi dan pengusaha.

e. Hubungan sosial dengan masyarakat dan lembaga- lembaga sosial semakin

baik dan melembaga.

f. Kegiatan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) semakin maju dan

berkembang.

Tahap-tahap perkemabangan KUBE yang lebih baik perlu dicapai oleh

KUBE yang sudah terbentuk. Dari beberapa observasi, ada tindakan khusus/sanksi

dari pihak penyelenggara program yang diberlakukan apabila KUBE tidak bisa

mengembangkan dirinya/bubar disebabkan anggota tidak bisa mengembalikan

pinjaman sehingga mengakibatkan modal dan jumlah anggota tidak

bertambah/berkurang bahkan modal habis. Sebagai sanksi, maka kelurahan

penerima program tersebut tidak akan menerima program-program bantuan

berik utnya dari pihak penyelenggara program. Sanksi yang diterapkan tersebut

penting bagi KUBE-KUBE yang pada awal pembentukannya memiliki kondisi

dan kualitas relatif sama tetapi pada proses perkembangannya mengalami tingkat

perkembangan yang berbeda agar KUBE-KUBE terpacu untuk lebih maju dan hal

ini ada kaitannya dengan tingkat pencapaian keberhasilan KUBE baik dari aspek

organisasi, ekonomi dan sosial.

Indikator Keberh

Gambar

Gambar 1 Bagan Kerangka Pemikiran Kajian
Tabel 1 Jadwal Pelaksanaan Kajian
Tabel 2 Masalah, Topik, Sumber data, Teknik dan Instrumen  Pengumpulan Data
Tabel 3 Peruntukan Lahan di Kelurahan Kebon Waru Tahun 2005
+7

Referensi

Dokumen terkait