• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produksi dan Karakterisasi Sohun dari Pati Ganyong (Canna Edulis Ker)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Produksi dan Karakterisasi Sohun dari Pati Ganyong (Canna Edulis Ker)"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI SOHUN

DARI PATI GANYONG (Canna edulis Ker)

Oleh

ROISAH

F34051675

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Roisah. F34051675.Produksi dan Karakterisasi Sohun dari Pati Ganyong (Canna

edulis Ker). Di bawah bimbingan : Titi Candra Sunarti dan Nur Richana. 2009.

RINGKASAN

Pati ganyong (Canna edulis Ker) memiliki kandungan amilosa tinggi, rentang suhu gelatinisasi yang luas, viskositas pasta rendah tapi stabil dalam keadaan panas sedangkan viskositas pasta dinginnya tinggi serta mudah terretrogradasi. Semua sifat-sifat ini sangat mendukung dalam pembuatan sohun.

Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan pati ganyong sebagai salah satu bahan baku subtitusi dalam pembuatan sohun serta mengkaji karakteristik sohun yang dihasilkan. Pati ganyong yang digunakan dalam penelitian ini, diperoleh dari dua jenis umbi yaitu umbi ganyong merah dan umbi ganyong putih dengan perlakuan penambahan natrium bisulfit (NaHSO3) sebesar 0 – 10000 ppm selama proses ekstraksi.

Semua pati yang digunakan dalam penelitian ini memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia Tepung Garut (SNI No. 01-6057-1999). Hasil ujinya menunjukkan bahwa varietas umbi ganyong dan penambahan bahan pemucat tidak berpengaruh nyata terhadap parameter mutu (kadar abu, residu SO2, dan lolos saring 100 mesh pati) dan komposisi kimia (protein, karbohidrat, dan kandungan amilosa). Pati ganyong putih memiliki derajat asam dan kandungan lemak yang lebih tinggi; tetapi rendah pada kadar serat kasar dan kandungan air patinya, dibandingkan dengan pati ganyong merah. Konsentrasi penambahan bahan pemucat berpengaruh terhadap derajat putih dan kadar patinya.

Proses produksi sohun dari pati ganyong melibatkan pencampuran antara pati kering dan sebagian kecil pati tergelatinisasi menjadi bentuk adonan, pengekstruksian langsung ke dalam air mendidih, perendaman pada air, dan pengeringan. Sohun basah dikeringkan dalam oven dengan suhu 50°C selama 3 jam. Karakterisasi mutu sohun mengacu pada Standar Nasional Indonesia Sohun (SNI No. 01-3723-1995); morfologi dan dimensi dianalisis dengan mikroskop stereo, karakterisasi sifat pemasakan sohun (residu kehilangan padatan selama pemasakan dan daya serap air), dan sifat fisik-mekanik sohun termasak (elongasi dan kekuatan tarik) menggunakan Texture Analyzer.

Semua sohun yang diproduksi memenuhi mutu yaitu kadar air, kadar abu, dan ketahanan bentuk. Hasil ujinya menunjukkan bahwa varietas dan penambahan bahan pemucat tidak berpengaruh nyata terhadap dimensi dan sifat pemasakan, tetapi berpengaruh nyata terhadap sifat fisik-mekanik sohun.

(3)

Roisah. F34051675. Production and Characterization of Transparent Starch Noodles from Canna (Canna edulis Ker) Starch. Supervised by : Titi Candra Sunarti and Nur Richana. 2009.

SUMMARY

Canna (Canna edulis Ker) starch has high amylose content, widely range of gelatinization temperatures, low but stable in hot paste viscosity, high cold viscosity, and easy to be retrogradated. All natures give some advantages in producing transparent starch noodles.

The aim of this research is to explore the utilization of canna starch as a substitute raw material for the production of transparent starch noodles, and to characterize its product. The canna starches used in this experiment, were obtained from two varieties of canna tubers that were red and green canna tubers, and with addition of 0 - 10000 ppm of bleaching agent (sodium bisulphite) during extraction process.

All starches used in this experiments were fullfilled the quality requirement according to Indonesia National Standard of Arrowroot Starch (SNI No. 01-6057-1999). The results showed that canna variety and addition of bleaching agent were not significantly influenced to quality requirements (ash content, SO2 residue, passed 100 mesh of sieve) and chemical composition (protein, carbohydrate, an amylose contents). Starch from green tubers has higher acidity and lipid contents; but lower crude fiber and moisture contents, compared to red ones. The concentration of bleaching agents affected to the whiteness degree and starch contents of starch flours.

The process for transparent starch noodles from canna starch consisted of mixing of dry materials with small part of gelatinized starch to produce dough, extruded and directly boiled into boiling water, and the soaked into water and drained. The wet noodles were dried in 50°C oven for 3 hours. Characterization of noodles quality was conducted according to Indonesian Standard of Vermicelli (SNI No. 01-3723-1995); dimension and surface morphology were analyzed using stereo-microscope, cooking properties of noodles (cooking loss and rehydration ratio) were evaluated and the physico-mechanical properties (elongation ratio and tensile strength) of cooked noodles were determined using Texture Analyzer.

All the noodles produced in this experiments were fulfilled the quality requirement as moisture and ash contents, and consistenly appearance. The results showed that canna variety an addition of bleaching agent were not influenced to the noodle dimension and cooking properties, but significantly affected to the physico-mechanical properties.

(4)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul:

Produksi dan Karakterisasi Sohun dari Pati Ganyong (Canna edulis Ker)” adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, Agustus 2009

(5)

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI SOHUN

DARI PATI GANYONG (Canna edulis Ker)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

ROISAH

F34051675

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI SOHUN

DARI PATI GANYONG (Canna edulis Ker)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh ROISAH

F34051675

Dilahirkan pada tanggal 17 Agustus 1987 di Cirebon

Tanggal lulus : 7 September 2009

Menyetujui,

Bogor, September 2009

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 17 Agustus 1987. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Sanari dan Masroni. Pada tahun 1999, penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN III Tegalwangi. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah di SLTPN 1 Plumbon pada tahun 2002. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Cirebon dan lulus pada tahun 2005. Penulis melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri, Institut Pertanian Bogor tahun 2005 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama kuliah di IPB, penulis pernah menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Kimia Umum periode 2006/2007, Analisis Bahan dan Produk Agroindustri periode 2007/2008, serta Teknologi Pati, Gula, dan Sukrokimia periode 2008/2009. Penulis juga aktif dalam organisasi kemahasiswaan dengan menjadi Anggota HIMALOGIN pada tahun 2006-2009 dan menjadi panitia dalam beberapa acara.

Penulis melaksanakan praktek lapang pada tahun 2008 dengan topik “Mempelajari Aspek Proses Produksi dan Penerapan GMP (Good Manufacturing Practices) di PT PG Rajawali II Unit PG Sindanglaut”. Untuk menyelesaikan tugas akhir ini, penulis melakukan penelitian yang dituangkan dalam skripsi berjudul ”Produksi dan Karakterisasi Sohun dari Pati Ganyong (Canna edulis

(8)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkat, rahmat, dan hidayah serta kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M.Si. selaku dosen pembimbing I yang telah

banyak memberikan arahan, bimbingan, serta dukungan selama masa studi di TIN IPB, pada saat penelitian serta dalam penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Nur Richana, M.Si. selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan, dan dukungan pada saat penelitian dan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Keluargaku tercinta, Papa, Mama, kakakku (Rosidin, S.E. dan Nuryunus), dan adikku Roaeni atas segala dukungan, kasih sayang, doa, dan keteladanan hidup bagi penulis.

4. Laboran Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian (Ibu Pia, Ibu Wida, Bapak Bambang, dan Mbak Ika) dan Laboran TIN (Bapak Edi, Bapak Sugiardi, Ibu Rini, Bapak Diki, Ibu Ega, Ibu Sri, Bapak Gunawan) atas kesediaannya membantu penulis selama penelitian.

5. Teman sepenelitian (Putri Yudi Utami) dan Teman sebimbingan (Indra Prahasta dan Michael Lee), perjuangan kita selama ini sungguh mengesankan. 6. Sahabatku : Teni Oktavia dan Apriyani Arbie.

7. Keluarga besar Harmony 1 dan Wisma La Sapienza, terima kasih atas kebersamaan, keakraban, dan dukungan kalian selama ini.

(9)

ii 9. Teman-teman TIN 42 terima kasih untuk kebersamaan kita serta semua pihak

yang telah memberikan bantuan dan semangat kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun serta bermanfaat demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pembaca serta mampu memberikan kontribusi untuk perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang teknologi pertanian.

Terima kasih.

Bogor, Agustus 2009

(10)

iii

1. Karakterisasi Komposisi Kimia dan Mutu Pati Ganyong ... 12

2. Produksi Sohun... ... 12

3. Karakterisasi Sohun ... 13

4. Rancangan Percobaan ... 14

5. Uji Organoleptik ... 14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

(11)

iv

8. Amilosa ... 24

9. Derajat Asam ... 25

10. Residu SO2 ... 26

11. Kehalusan (Lolos Saring 100 mesh)... 26

12. Derajat Putih ... 27

B. PRODUKSI SOHUN ... 28

C. KARAKTERISTIK SOHUN... 31

1. Karakteristik Mutu Sohun... 31

a. Air ... 31

b. Abu ... 33

c. Ketahanan Bentuk ... 34

2. Karakteristik Morfologi dan Dimensi Sohun Kering ... 35

3. Karakteristik Pemasakan Sohun ... 36

4. Karakteristik Fisik-Mekanik Sohun ... 38

D. UJI ORGANOLEPTIK ... 40

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

A. KESIMPULAN ... 42

B. SARAN ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

(12)

v

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Perbedaan ganyong merah dan ganyong putih ... 4

Tabel 2. Kandungan gizi dalam 100 g umbi ganyong ... 4

Tabel 3. Persyaratan mutu Tepung Garut (SNI 01-6057-1999) ... 6

Tabel 4. Persyaratan mutu Sohun (SNI 01-3723-1995) ... 10

Tabel 5. Karakteristik komposisi kimia pati ganyong ... 17

Tabel 6. Karakteristik mutu pati ganyong ... 18

Tabel 7. Karakteristik sohun ... 32

(13)

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Umbi ganyong merah (a) dan umbi ganyong putih (b) ... 4 Gambar 2. Diagram alir tahapan penelitian... 12 Gambar 3. Diagram alir proses pembuatan sohun (Modifikasi metode Chansri

et al. (2005)) ... 13 Gambar 4. Visualisasi sohun kering yang berasal dari variasi jenis pati

ganyong dan konsentrasi penambahan NaHSO3 selama ekstraksi ... 30 Gambar 5. Visualisasi sohun hasil rehidrasi yang berasal dari variasi jenis pati

ganyong dan konsentrasi penambahan NaHSO3 selama ekstraksi.…..30 Gambar 6. Visualisasi hasil uji tahan bentuk sohun ... 34 Gambar 7. Penampakan morfologi sohun akibat pengaruh jenis umbi ganyong

(14)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Foto alat-alat proses dan analisa pembuatan sohun ... 50

Lampiran 2. Karakterisasi komposisi kimia dan mutu pati ganyong... 51

Lampiran 3. Visualisasi tahapan proses pembuatan sohun ... 56

Lampiran 4. Karakterisasi sohun ... 57

Lampiran 5. Data karakteristik komposisi kimia dan mutu pati ganyong serta karakteristik sohun ... 59

Lampiran 6. Hasil analisis sidik ragam (Rancangan Acak Kelompok) dan Uji Duncan ... 72

(15)

1

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Umbi-umbian di Indonesia merupakan sumber karbohidrat yang penting setelah beras dan jagung. Tanaman umbi-umbian yang sudah biasa dijadikan sebagai sumber pangan dan bahan baku industri adalah ubi kayu (singkong) dan ubi jalar. Penguasaan kedua jenis umbi tersebut relatif lebih luas dibandingkan umbi-umbian lain (umbi minor). Padahal potensi umbi minor cukup baik untuk dikembangkan.

Ganyong (Canna edulis Ker) merupakan salah satu tanaman umbi minor yang telah lama dikenal dan dimanfaatkan di Indonesia sebagai sumber karbohidrat, tetapi pemanfaatan umbi ganyong hanya terbatas yaitu direbus dan dijadikan sebagai kerupuk. Padahal pati ganyong telah diperdagangkan di dunia sebagai Queensland Arrowroot Starch.

Tanaman ganyong merupakan tanaman asli dari Pegunungan Andes, Amerika. Namun, kini tanaman ganyong popular dibudidayakan di Vietnam dan Cina (Hermann, 1996). Tanaman ganyong juga potensial digunakan sebagai komoditas sumber pati komplementer terhadap ubi kayu untuk industri pati di Thailand. Dari varietas yang ada di Thailand, Jepang, dan Cina dengan produksi 30,4-38,4 ton/ha umbi dengan kandungan pati sekitar 13% (basis basah) maka dihasilkan rendemen pati ganyong 4,1-4,9 ton pati/ha yang lebih rendah dibandingkan dengan ubi kayu (6,5 ton pati/ha) (Piyachomkwan, 2002).

Beberapa hasil penelitian telah membuktikan keunggulan pati ganyong sebagai bahan baku produk pangan (Widowati et al., 2001), sohun (Suryani, 2001), tepung substitusi untuk biskuit (Rufaidah dan Dwiyitno, 2000), dan starch noodle (Hermann, 1996). Di beberapa negara Asia Tenggara terutama Vietnam, pati ganyong digunakan untuk bahan baku cellophane noodle (transparent starch noodle) yang secara tradisional sebenarnya diproduksi dari pati kacang hijau yang cukup mahal harganya.

(16)

2 mempunyai mutu yang rendah. Untuk memperbaiki mutu sohun, masih diperlukan modifikasi kimiawi pati agar kualitas sohun dari pati ubi kayu dan ubi jalar dapat ditingkatkan. Hung dan Morita (2005) membuktikan keunggulan sifat fisiko-kimia dari pati ganyong alami terhadap pati kentang, ubi kayu, dan ubi jalar jika digunakan sebagai bahan baku pembuatan sohun. Pati ganyong memiliki kandungan amilosa yang tinggi, kisaran suhu gelatinisasi yang luas, viskositas pasta yang rendah dan stabil dalam keadaan panas sedangkan viskositas pasta dingin tinggi, serta mudah terretrogradasi. Semua sifat ini sangat menguntungkan dalam pembuatan sohun.

Saat ini, meskipun pati ganyong telah diperdagangkan secara internasional, namun pati ganyong di Indonesia memiliki mutu yang masih harus ditingkatkan. Umbi ganyong mengandung polifenol yang mudah sekali mengalami pencokelatan jika terjadi kerusakan jaringan umbi. Hasil penelitian Richana dan Sunarti (2004) telah membuktikan peran penambahan bahan pemucat terhadap mutu derajat putih pati umbi, namun bahan pemucat mempunyai efek terhadap sifat fungsional pati ganyong yang dihasilkan. Oleh karena itu, pentingnya mengetahui komposisi kimia dan mutu dari pati ganyong yang berkaitan dengan faktor karakteristik sohun yang dihasilkan baik dari karakteristik mutu, karakteristik morfologi dan dimensi, karakteristik pemasakan, serta karakteristik fisik-mekanik sohun tersebut.

B. TUJUAN

(17)

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. UMBI GANYONG

Menurut Lingga et al. (1986), umbi ganyong merupakan batang yang tinggal di dalam tanah. Umbi ganyong tumbuh dalam satu rumpun dan pada rhizomanya terdapat buku-buku yang jelas. Panjang rumpun umbi dapat mencapai 60 cm (Kay, 1973), biasanya panjang umbi 10-15 cm dengan diameternya 5-8,75 cm (Kay, 1973 dan Lingga et al., 1986). Bagian tengah umbi biasanya tebal dengan kedua ujung dan pangkalnya menyempit serta di bagian permukaan luar umbi tumbuh berkas-berkas sisik dan akar-akar serabut yang tebal. Tidak disebutkan jumlah serabut yang terdapat di antara ruas-ruas umbi. Bentuk umbi tidak selalu sama, demikian pula komposisi kimianya (Lingga et al., 1986).

Umbi ganyong mempunyai peranan cukup luas, baik sebagai bahan pangan maupun non-pangan. Sebagai bahan pangan, umbi ganyong digunakan sebagai makanan selingan, atau dibuat pati. Sisa umbinya setelah diambil pati digunakan sebagai kompos (Anonim, 1977). Kegunaan utama dari ganyong adalah untuk diambil patinya. Umbi yang masih muda bisa dimakan dengan cara dibakar atau direbus dan terkadang juga disayur, sedangkan kegunaan lainnya adalah kegunaan sampingan misalnya diambil daun atau batangnya untuk makanan ternak.

Menurut Kay (1973), biasanya umbi ganyong dipanen pada umur 6-8 bulan. Di Queensland, umbi ganyong dipanen pada umur 6-10 bulan, sedangkan di Hawaii pemanenan dilakukan pada umbi berumur 8 bulan. Pemanenan dapat dilakukan di segala musim karena tanaman ganyong merupakan tanaman yang tidak mengenal musim.

(18)

4 Tabel 1 . Perbedaan ganyong merah dan ganyong putih

Perbedaan Ganyong Merah Ganyong Putih Warna batang, daun,

dan pelepah

Merah atau ungu Hijau

Ukuran batang Lebih besar dan tinggi Lebih kecil dan pendek Ketahanan Tidak tahan terhadap

kekeringan

Lebih tahan terhadap kekeringan

Menghasilkan biji Sulit Selalu

Kegunaan umbi Dimakan (rebus) Diambil patinya Sumber : Lingga et al. (1996)

(a) (b)

Gambar 1. Umbi ganyong merah (a) dan umbi ganyong putih (b)

Umbi ganyong sangat baik digunakan sebagai sumber karbohidrat untuk penyediaan energi. Hal ini dapat dilihat dari komposisi kimia umbi ganyong pada Tabel 2 berikut ini:

Tabel 2. Kandungan gizi dalam 100 g umbi ganyong

Komponen Satuan Jumlah

(19)

5 B. PATI

Pati adalah cadangan makanan yang terdapat dalam biji-bijian atau umbi-umbian. Pati merupakan bahan organik polisakarida pertama yang diproduksi dari reaksi antara karbondioksida dari udara dan air dari dalam tanah, pada suatu proses fotosintesis dengan menggunakan energi radiasi sinar matahari (Hodge dan Osman, 1976 di dalam Muchtadi et al., 1987). Sebanyak 60% dari rata-rata kebutuhan kalori penduduk Indonesia per orang per hari diperoleh dari pati (Tjiptadi dan Nasution, 1976).

Pati adalah karbohidrat yang paling banyak terdapat dalam makanan. Dalam bentuk aslinya, secara alamiah merupakan butiran-butiran kecil yang disebut granula. Bentuk dan ukuran granula merupakan karakteristik setiap jenis pati, oleh karena itu dapat digunakan untuk identifikasi. Pati secara umum tersusun oleh komponen utama, yaitu amilosa dan amilopektin, serta komponen minor seperti lipid dan protein. Umumnya pati mengandung sekitar 15-30% amilosa, 70-85% amilopektin, dan 5-10% komponen minor. Struktur dan jenis komponen minor untuk setiap sumber pati berbeda tergantung sifat-sifat botani sumber pati tersebut.

Amilosa merupakan homoglikan D-glukosa berantai lurus yang memiliki ikatan α-1,4-glikosidik dengan struktur cincin piranosa (Hoseney, 1998). Panjang rantai lurus tersebut berkisar antara 250-2000 unit glukosa. Dalam rantai amilosa mengandung sangat sedikit cabang, jika ada hanya terdapat satu rantai cabang dari beberapa ribu unit glukosa. Panjang rantai polimer akan mempengaruhi berat molekul amilosa, sedangkan panjang rantai polimer dipengaruhi oleh sumber pati (Fennema, 1976). Secara umum amilosa yang diperoleh dari umbi-umbian dan pati batang mempunyai berat molekul yang lebih tinggi dibandingkan amilosa dari pati biji-bijian. Kemampuan amilosa untuk berinteraksi dengan iod membentuk kompleks berwarna biru merupakan cara untuk mendeteksi adanya pati (Hoseney, 1998).

(20)

6 molekul yang besar dengan ikatan α-1,6-glikosidik, setiap cabang mengandung 20-25 unit glukosa. Titik percabangan amilopektin lebih banyak dibandingkan dengan amilosa. Begitu pula dengan kemampuan untuk membentuk kompleks lebih terbatas. Amilopektin dapat dipisahkan dengan amilosa dengan cara melarutkannya dalam air panas di bawah suhu gelatinisasi. Menurut Foster (1965) di dalam Paul dan Palmer (1972), amilopektin mempunyai ukuran yang lebih besar daripada amilosa, tetapi mempunyai kekentalan yang lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa struktur amilopektin lebih kompak bila terdapat dalam larutan.

Standar mutu SNI Pati Ganyong sampai saat ini belum ada. Oleh karena itu, karakterisasi mutu pati ganyong disesuaikan dengan syarat mutu Tepung Garut (SNI 01-6057-1999) karena umbi garut memiliki kekerabatan dekat dengan umbi ganyong. Persyaratan mutu Tepung Garut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Persyaratan mutu tepung garut (SNI 01-6057-1999)

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1 Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1999)

Pati memiliki komponen mayor berupa amilosa dan amilopektin sebagai salah satu komponen karbohidrat yang dapat terhidrolisis serta komponen minor berupa protein, memiliki peluang terjadinya reaksi browning atau pencokelatan. Selain itu, dapat pula terjadi secara enzimatis.

(21)

senyawa-7 senyawa yang mempunyai gugus NH2, seperti protein, asam amino, peptida, dan ammonium (Meyer, 1973).

Natrium bisulfit (NaHSO3) merupakan salah satu jenis bahan tambahan makanan yang termasuk ke dalam kategori pengawet (antimikroba), antioksidan, penghambat kerja enzim polifenolase yaitu bereaksi dengan logam Cu pada enzim serta mereduksi oksigen sehingga sulfit bereaksi dengan quinon menjadi difenol (Eskin et al., 1971), penghambat reaksi maillard yaitu bereaksi dengan gugus karbonil, aldehid, keton, dan gula pereduksi membentuk asam hidrosulfonat (Braverman, 1963), dan agen pereduksi protein (Gould dan Russel, 1991). Menurut WHO, jumlah sulfit yang dapat diterima per orang per hari adalah sebesar 0-0,7 mg per kg bobot badan.

Salah satu parameter penting lainnya dari pati-patian yaitu gelatinisasi. Pembengkakan granula pati mulanya bersifat reversible artinya granula pati yang telah mengalami pembengkakan dapat kembali pada kondisi semula. Sifat pembengkakan yang reversible masih dapat bertahan walaupun suspensi air-pati dipanaskan sampai mencapai suhu 55°C sampai 65°C (Winarno, 1984). Atau sekitar 60°C (Osman, 1972 di dalam Paul dan Palmer, 1972). Jika pemanasan suspensi air-pati diteruskan maka setelah mencapai suhu tertentu sifat pembengkakan granula menjadi irreversible. Proses ini disebut gelatinisasi, sedangkan suhu pada saat gelatinisasi berlangsung disebut suhu gelatinisasi. Pati tidak dapat larut dalam air dingin (Collinson, 1968). Akan tetapi bagian

amorphous granula pati dapat menyerap air sampai 30% (Hodge dan Osman,

1976 di dalam Muchtadi et al., 1987). Pembengkakan pati pada air dingin bersifat terbatas karena penetrasi air ke dalam granula dihambat oleh ikatan intermolekuler kristal yang kuat (Paul dan Palmer, 1972).

(22)

8 bervariasi untuk setiap jenis pati. Perubahan tersebut ialah larutan yang mula-mula keruh akan menjadi bening, terjadinya perubahan atau pengembangan butir pati bersamaan dengan berubahnya kekeruhan tersebut, berubahnya ukuran granula di dalam air panas mula-mula terjadi dengan tiba-tiba dan pada awalnya sangat cepat, dan terjadi peningkatan kekentalan larutan. Hal ini dapat dipergunakan untuk mengetahui suhu gelatinisasi pati.

C. SOHUN

Sohun adalah suatu produk makanan kering yang dibuat dengan bentuk khas. Sohun ini memiliki banyak nama lain yaitu mi transparan, mi pati, mi non-terigu, dan “Mi Asia”. Mi non-protein ini terbuat dari berbagai macam sumber pati. Sohun berwarna bening, bertekstur kenyal, dan memiliki permukaan yang licin setelah mengalami perebusan. Sohun hampir tidak memiliki rasa, namun menyerap kaldu dan rasa bahan-bahan lain yang dimasak bersamanya. Tanpa direndam air lebih dulu, sohun bisa langsung digoreng hingga garing, dan dipakai sebagai alas atau penghias makanan (Bank Indonesia, 2008 ).

Pati beras, pati umbi, dan pati kacang-kacangan sampai sekarang masih digunakan sebagai bahan baku pembuatan mi non-terigu ini. Pati kacang hijau menjadi salah satu bahan baku pembuatan sohun dengan kualitas terbaik karena kandungan amilosa yang cukup tinggi dan memiliki C-Type Brabender

amylograph yaitu kemampuan swelling yang terbatas, kestabilan gel yang tinggi,

dan setback yang tinggi pula. Karena beberapa karakteristik tersebut, pati kacang hijau memiliki kecocokan sebagai bahan baku sohun. Namun, harga dari pati kacang hijau yang relatif lebih mahal mendorong potensi pengembangan bahan baku pensubstitusi dari pati kacang hijau tersebut (Chansri et al., 2005).

Sohun yang terbuat dari pati kacang merah hampir memiliki kualitas yang sama tapi tidak sebaik produk sohun yang terbuat dari pati kacang hijau (Chansri

et al., 2005). Pembuatan sohun juga pernah dilakukan dari tapioka alami dan pati

tapioka termodifikasi secara terpisah, namun produk yang dihasilkan terlalu lunak dan tidak dapat dipisahkan menjadi helaian sohun yang terpisah atau lengket (Kasemsuwan et al., 1998).

(23)

9 (2005), pati ganyong tidak dapat diklasifikasikan ke dalam pati tipe B (Moderate swelling) atau C (Restricted swelling), tetapi pola pati tersebut berada di antara tipe B dan C. Pati ganyong memiliki viskositas yang lebih tinggi dari pati kacang hijau. Pasta pati menunjukkan sifat transparan dan elastis sama halnya dengan pati kacang hijau. Hasil ini menunjukkan kecocokan yang tepat bagi karakteristik pembuatan sohun (Thitipraphunkul et al., 2003a). Sohun dari pati ganyong mempunyai kualitas yang sangat istimewa karena dengan ketebalan 1 mm mempunyai kekuatan tarik (tensile strength) dan kejernihan (transparency) yang tinggi, serta kehilangan selama pemasakan yang rendah kurang dari 10% (Hermann, 1996).

Berdasarkan bahan bakunya, mi dapat dibagi menjadi 2 jenis mi yaitu mi terigu dan mi non-terigu. Mi terigu yaitu mi yang bahan baku utamanya menggunakan terigu atau campuran dengan tepung yang lain. Mi non-terigu terkadang disebut juga dengan mi berbasis pati. Yang tergolong ke dalam mi non-terigu antara lain bihun, sohun, dan mi gleser (Bogor). Bihun merupakan makanan yang terbuat dari beras, sedangkan sohun terbuat dari kacang hijau atau kentang dan terkadang juga terbuat dari pati ubi jalar (di Korea disebut Dangmyun atau

Tangmyon). Mi gleser secara umum terbuat dari pati sagu (Virtucino, 2004).

Proses produksi sohun secara tradisional melibatkan pencampuran pati kering dan pati tergelatinisasi sebanyak 5-10% dengan 90-95% pati kering dilumatkan sebagai adonan pasta yang akan memiliki kadar air 55%, dalam bentuk adonan. Adonan tersebut diekstruksikan ke dalam air mendidih untuk pemasakan, pendinginan pada air, pembekuan pada freezer, thawing pada air dingin, dan keringkan (Chansri et al., 2005). Pemasakan ekstrusi menjadi salah satu metode proses yang cukup terkenal untuk makanan yang berbasis pati (Vasanthan dan Li, 2003).

(24)

10 2005). Studi tersebut ditunjukan untuk menghubungkan kaitan antara evaluasi objektif dan subjektivitas tekstur (Vasanthan dan Li, 2003).

Syarat mutu SNI Sohun sebagai acuan standar mutu sohun yang dibuat dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Persyaratan mutu sohun (SNI 01-3723-1995) No Kriteria uji Satuan Persyaratan

1 Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1995)

Penampakan dari sohun kering diharapkan halus, seragam, transparan, dan tidak ada gelembung udara. Sohun yang diekstrusikan pada suhu 80°C dimana ada gelembung dapat diatasi dengan pengadukan mixer vakum untuk meminimalisasi dan menghilangkan gelembung udara yang terjerab ke dalam adonan. Setelah diekstruksi, sohun didiamkan pada suhu 4°C untuk mempercepat retrorgradasi pati, yang berkontribusi juga terhadap tekstur (Vasanthan dan Li, 2003).

Cooking loss dan tekstur adalah dua kualitas utama dari sohun masak yang

(25)

11

III. METODOLOGI

A. BAHAN DAN ALAT

1.Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati ganyong merah dan pati ganyong putih yang berasal dari umbi ganyong yang tumbuh di kawasan daerah Bogor (Leuwiliang, Bubulak, dan Cimanggu) yang telah ditingkatkan mutunya dengan penambahan natrium bisulfit dengan konsentrasi 0 – 10000 ppm selama proses ekstraksi. Bahan kimia untuk analisis yaitu MgO, natrium tiosulfat, asam oksalat, akuades, NaOH, indikator pati, indikator mengsel, larutan iod, indikator phenolphthalein, H2SO4, air panas, HClO4, pereaksi Cu, pereaksi Nelson, amilosa murni, CH3COOH, dan alkohol.

2.Alat

Peralatan dalam pembuatan sohun yaitu wadah plastik, mixer, sarung tangan karet, saringan, panci, kompor gas, ekstruder di Bangsal Proses Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Cimanggu, loyang, dan oven blower. Peralatan yang digunakan untuk analisis yaitu jangka sorong,

Texture Analyzer (TA-XT2) di Laboratorium Pengolahan ITP IPB, Mikroskop

stereo di Laboratorium Terpadu Biologi IPB, whitenessmeter merk Kett Tipe C-100-3 di Laboratorium Pengolahan ITP IPB, hot plate, otoklaf, tanur, timbangan analitik, oven, saringan 100 mesh, stopwatch, labu Kjeldahl, alat destilasi, kondensor, alat Soxhlet, spektrofotometer, serta peralatan gelas lainnya. Beberapa peralatan dan instrumen yang digunakan pada penelitian disajikan pada Lampiran 1.

B. METODE PENELITIAN

(26)

fisik-12 mekanik, serta (4) uji organoleptik untuk menyimpulkan tingkat kesukaan konsumen.

Adapun diagram alir proses tahapan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.

1. Karakterisasi komposisi kimia dan mutu pati ganyong

Karakterisasi komposisi kimia pati ganyong meliputi kadar air, kadar abu, kadar serat kasar, kadar protein, kadar lemak, kadar kabohidrat (by difference), kadar pati, dan kadar amilosa dalam basis kering. Karakterisasi mutu pati ganyong mengacu pada SNI 01-6057-1999. Karakterisasi tersebut meliputi kadar air, kadar abu, kadar serat kasar, derajat asam, residu SO2, uji kehalusan (lolos saring 100 mesh), dan derajat putih dalam basis basah. Prosedur karakterisasi komposisi kimia dan mutu pati ganyong dapat dilihat pada Lampiran 2.

2. Produksi Sohun

Pembuatan sohun diawali dengan pembuatan sebagian pati tergelatinisasi sebagai pengikat pati kering. Pencampuran tersebut dilakukan hingga adonan homogen serta tidak lengket. Adonan dicetak dengan alat ekstrusi menjadi helaian sohun yang ditampung pada air mendidih. Sohun cetak mentah direbus hingga mengambang. Sohun yang telah direbus, direndam pada air bersuhu

Gambar 2. Diagram alir tahapan penelitian Pati Ganyong

Karakterisasi komposisi kimia dan mutu pati ganyong

Produksi Sohun

Karakterisasi Sohun

(27)

13 25°C. Sohun ditiriskan dan ditempatkan pada wadah, lalu dioven hingga kering. Adapun diagram alir pembuatan sohun selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 3. Visualisasi tahapan produksi sohun dapat dapat dilihat pada Lampiran 3.

Gambar 3. Diagram alir proses pembuatan sohun (Modifikasi metode Chansri et al., 2005)

3. Karakterisasi Sohun

Karakterisasi pada sohun ini meliputi karakterisasi mutu sesuai dengan SNI 01-3723-1995 yaitu kadar air, kadar abu, dan uji tahan bentuk, karakterisasi morfologi dan dimensi sohun kering, karakterisasi sifat pemasakannya yaitu uji residu pemasakan (cooking loss) dan uji daya serap air (rehydration ratio), serta karakteristik sifat fisik-mekanik yaitu elongasi dan kekuatan tarik sohun. Prosedur karakterisasi sohun dapat dilihat pada Lampiran 4.

27 g pati + 216 ml air

(1:8 (b/v)) 223 g pati

Gelatinisasi T = 61-75°C

Pencampuran (t=5 menit) Kadar air 55%

Perebusan (t=5 menit)

Perendaman air 25°C (t=1 menit)

Pengeringan T=50°C t=3 jam jam

Sohun Kering Pencetakan (Ekstrusi)

(28)

14 4. Rancangan Percobaan

Pada karakterisasi kimia dan mutu pati ganyong serta karakterisasi sohun akibat pengaruh dari perlakuan jenis umbi ganyong dan penambahan variasi konsentrasi natrium bisulfit digunakan desain eksperimen berupa rancangan percobaan acak blok (kelompok). Jenis umbi ganyong sebagai faktor kelompok dan variasi konsentrasi penambahan natrium bisulfit sebagai faktor perlakuan.

Model persamaan untuk 2 kelompok dengan 3 perlakuan adalah sebagai berikut :

Yij = µ + τi +βj + εij

Yij = nilai pengamatan untuk taraf ke-i (i = Ganyong Merah dan Ganyong Putih) kelompok G dan taraf ke-j (j = 0 ppm, 5000 ppm, dan 10000 ppm) perlakuan K.

µ = rata-rata umum

τi = efek taraf ke-i untuk kelompok G βj = efek taraf ke-j untuk perlakuan K

εij = kekeliruan, berupa efek acak dalam pengamatan untuk taraf ke-i kelompok G dan taraf ke-j perlakuan K.

Keterangan faktor kelompok (i=1 dan 2): G1 : Ganyong Merah

G2 : Ganyong Putih

Keterangan faktor perlakuan ( j=1, 2, dan 3):

K1 : Konsentrasi penambahan natrium bisulfit sebanyak 0 ppm K2 : Konsentrasi penambahan natrium bisulfit sebanyak 5000 ppm K3 : Konsentrasi penambahan natrium bisulfit sebanyak 10000 ppm

5. Uji Organoleptik (Soekarto, 1990)

(29)

15 Panelis yang dipilih adalah mahasiswa. Sampel diujikan kepada dua puluh lima orang panelis. Panelis tersebut merupakan panelis agak terlatih.

(30)

16

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKTERISTIK KOMPOSISI KIMIA DAN MUTU PATI GANYONG

Saat ini, pati ganyong telah diperdagangkan secara internasional sebagai

Queensland Arrowroot Starch, namun pati ganyong di Indonesia masih dihasilkan

dalam skala kecil dan rumah tangga yang memiliki mutu rendah. Tingkat permintaan tinggi dengan penyediaan bahan terbatas, maka pati ganyong yang ada saat ini telah banyak diserap oleh pasar terutama pasar lokal. Untuk memperluas pasar, mutu dari pati ganyong harus ditingkatkan. Hasil pengkajian Tim Fateta IPB (2008), memperlihatkan rendahnya mutu pati ganyong terutama kadar air, kadar asam, kadar abu yang melebihi Standar Nasional Indonesia, dan derajat putih pati yang rendah.

Pemanfaatan pati ganyong dalam penelitian ini diarahkan menjadi produk olahan yaitu sohun. Oleh karena itu, perlunya karakterisasi komposisi kimia serta mutu pati ganyong yang berasal dari pati hasil perbaikan proses dua jenis umbi ganyong yaitu ganyong merah dan ganyong putih dengan tiga tingkat penambahan konsentrasi natrium bisulfit yaitu 0 ppm, 5000 ppm. dan 10000 ppm. Hasil karakterisasi komposisi kimia dan mutu pati ganyong dapat dilihat pada Tabel 5, Tabel 6, dan Lampiran 5.

1. Air

(31)

17 Tabel 5. Karakteristik komposisi kimia pati ganyong

Karakteritik Komposisi Kimia Pati Ganyong

Pati Ganyong Merah

Pati Ganyong Putih

0 ppm 5000 ppm 10000 ppm 0 ppm 5000 ppm 10000 ppm

G1K1 G1K2 G1K3 G2K1 G2K2 G2K3

Air (%) (bb) 13,76±1,98 13,19±1,99 11,81±1,70 9,21±3,00 10,26±3,56 8,98±2,64

Abu (%) (bk) 0,17±0,02 0,29±0,03 0,33±0,03 0,33±0,13 0,22±0,02 0,18±0,05

Serat Kasar (%) (bk) 1,02±0,41 0,90±0,31 0,67±0,19 0,44±0,13 0,30±0,15 0,31±0,17 Protein (%) (bk) 0,05±0,01 0,06±0,01 0,06±0,02 0,05±0,01 0,07±0,02 0,05±0,01 Lemak (%) (bk) 1,93±0,17 1,35±0,64 1,32±0,19 2,67±0,24 2,39±0,58 2,52±0,39 Karbohidrat (by difference) % (bk) 96,83±0,59 97,40±0,88 97,63±0,03 96,49±0,22 97,02±0,71 96,94±0,34 Pati (%) (bk) 89,65±2,72 89,81±2,88 82,46±1,06 81,89±0,82 86,60±3,83 80,99±2,26 Amilosa (%) 33,22±0,73 31,42±0,79 29,16±0,60 30,28±1,31 33,74±1,04 33,54±1,25 Keterangan : G (Jenis umbi ganyong yaitu G1 : Ganyong merah dan G2 : Ganyong putih)

K (Konsentrasi NaHSO3 yaitu K1 : 0 ppm, K2 : 5000 ppm, dan K3 : 10000 ppm)

(32)

18 Tabel 6. Karakteristik mutu pati ganyong

Karakteristik Mutu Keterangan : G (Jenis umbi ganyong yaitu G1 : Ganyong merah dan G2 : Ganyong putih)

K (Konsentrasi NaHSO3 yaitu K1 : 0 ppm, K2 : 5000 ppm, dan K3 : 10000 ppm) 1)

Pati Ganyong Komersial Kualitas I 2)

SNI Tapioka kualitas III (SNI 01-3451-1994) *)

Berdasarkan BaSO4 100%

(33)

19 Kadar air pati ganyong selain dipengaruhi oleh jenis bahan dan komponen yang terkandung di dalamnya juga dipengaruhi oleh suhu, alat, ketebalan bahan, dan lama pengeringan. Pengeringan mempunyai tujuan untuk mengurangi kadar air sampai pada batas tertentu sehingga pertumbuhan mikroba dan aktifitas enzim penyebab kerusakan bahan dapat dihambat. Batas kadar air minimum dimana mikroba masih dapat tumbuh adalah 14-15% (Fardiaz, 1989). Kadar air pati ganyong hasil ekstraksi dalam penelitian ini telah sesuai dengan syarat mutu SNI 01-6057-1999 yaitu kadar air maksimal 16 % (bb) dimana hasil kadar air pati ganyong hasi penelitian adalah 8,98-13,76 % (bb).

2. Abu

Abu secara umum didefinisikan sebagai residu anorganik dari pembakaran bahan-bahan organik. Kadar abu pati hasil ekstraksi yang berasal dari dua jenis umbi ganyong yaitu ganyong merah dan ganyong putih dengan perlakuan penambahan natrium bisulfit sebanyak 0 – 10000 ppm berdasarkan analisis ragam (Lampiran 6) dapat diketahui bahwa masing-masing jenis umbi dengan penambahan konsentrasi natrium bisulfit ternyata tidak memiliki pengaruh nyata dalam persentase kadar abu pati ganyong tersebut, dimana pati ganyong merah memiliki nilai kadar abu sekitar 0,17-0,33% (bk) sedangkan kadar abu pati ganyong putih sekitar 0,18-0,33% (bk). Nilai kadar abu yang terukur masih berada dalam jumlah di bawah batas maksimum SNI 01-6057-1999 yaitu maksimal 0,5% (bb) dengan nilai kadar abu pati ganyong berkisar antara 0,15-0,30% (bb).

(34)

20 atau bahkan menguap pada suhu pengabuan, maka kadar abu pada tiap bahan dapat berbeda-beda (Sudarmadji, 1989).

3. Serat Kasar

Serat terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin, dan pektin. Beberapa sifat umum serat yaitu sukar diuraikan, memberi bentuk dan struktur pada tanaman, tidak larut dalam air dingin maupun air panas, tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia sehingga tidak menghasilkan energi tetapi dapat membantu melancarkan pencernaan makanan. Umumnya bahan nabati memiliki kadar serat tinggi karena sel dari tumbuhan memiliki dinding sel.

Kadar serat kasar pati hasil ekstraksi yang berasal dari dua jenis umbi ganyong yaitu ganyong merah dan ganyong putih dengan perlakuan penambahan natrium bisulfit sebanyak 0 – 10000 ppm berdasarkan analisis ragam (Lampiran 6) dapat diketahui bahwa jenis umbi ganyong sebagai faktor kelompok memiliki pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar serat kasar patinya. Pati ganyong merah memiliki kadar serat kasar lebih tinggi yaitu sebesar 0,86% (bk) dibandingkan dengan pati ganyong putih yaitu hanya sebesar 0,35% (bk). Faktor perlakuan penambahan natrium bisulfit tidak memiliki pengaruh nyata terhadap persentase kadar serat kasar pati ganyongnya. Hal ini disebabkan oleh faktor biologis dan umur tanaman. Jika kandungan pati pada bahan mencapai optimum, maka pati dalam bahan akan turun secara perlahan-lahan dan mulai terjadi perubahan pati menjadi serat. Selain itu, kadar serat pati ganyong pada proses ekstraksi, sebagian serat yang berukuran besar terbuang bersama ampas, sedangkan serat yang berukuran kecil terbawa dalam air bersama-sama protein larut air dan gula-gula sederhana.

(35)

21 0,27-0,89% (bb), dimana nilai tersebut masih masuk ke dalam persyaratan mutu SNI 01-6057-1999 maksimal sebesar 1% (bb).

4. Protein

Protein dalam bahan biologis biasanya terdapat dalam bentuk ikatan fisis yang renggang maupun ikatan kimiawi yang lebih erat dengan karbohidrat atau lemak. Kadar protein pati hasil ekstraksi yang berasal dari dua jenis umbi ganyong yaitu ganyong merah dan ganyong putih dengan perlakuan penambahan natrium bisulfit sebanyak 0 – 10000 ppm berdasarkan analisis ragam (Lampiran 6) dapat diketahui bahwa jenis umbi ganyong dan konsentrasi penambahan bahan pemucat tidak memiliki pengaruh nyata terhadap kadar protein pada pati ganyong tersebut. Nilai kadar protein pati ganyong merah berkisar antara 0,05-0,06% (bk) sedangkan pada pati ganyong putih 0,05-0,07% (bk). Kadar protein dalam pati ganyong bukan merupakan syarat mutu menurut SNI 01-6057-.1999. Akan tetapi keberadaannya dapat menentukan karakteristik produk yang dibuat dari pati ganyong.

Kadar protein pati ganyong tergolong rendah, hal ini menandakan bahwa komponen protein di dalam umbi-umbian adalah sebagai komponen minor serta dapat disebabkan oleh protein yang larut dalam air pencucian misalnya albumin, adanya interaksi antara larutan alkali sebagai pelarut protein seperti glutelin, serta sebagian protein terbuang bersama ampas.

(36)

22 5. Lemak

Lemak dan minyak adalah bahan-bahan yang tidak larut dalam air, berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Sebagian besar lemak dan minyak merupakan trigliserida dan berbagai jenis asam lemak (Buckle et al., 1985).

Kadar lemak pati hasil ekstraksi yang berasal dari dua jenis umbi ganyong yaitu ganyong merah dan ganyong putih dengan perlakuan penambahan natrium bisulfit sebanyak 0 – 10000 ppm berdasarkan analisis ragam (Lampiran 6) dapat diketahui bahwa jenis umbi ganyong sebagai faktor kelompok memiliki pengaruh berbeda nyata terhadap kadar lemak patinya. Pati ganyong putih memiliki kadar lemak lebih tinggi yaitu sebesar 2,53% (bk) dibandingkan dengan pati ganyong merah yaitu hanya sebesar 1,53% (bk), sedangkan faktor perlakuan penambahan natrium bisulfit tidak memiliki pengaruh nyata terhadap persentase kadar lemak pati ganyongnya. Kadar lemak dalam pati ganyong bukan merupakan syarat mutu menurut SNI 01-6057-1999. Akan tetapi keberadaannya dapat menentukan karakteristik penentuan produk dari pati ganyong tersebut. Bila dibandingkan dengan nilai kadar lemak pati ganyong menurut Chansri et al. (2005), Richana dan Sunarti (2004), serta Damayanti (2002) memiliki nilai dibawah 1%. Tingginya kadar lemak pada pati ganyong disebabkan tidak dilakukannya pemurnian pati dari lemak (de-fatting), sehingga masih banyak terdapat lemak di dalam pati dan terutama tergantung pada komposisi kimia umbi ganyong itu sendiri.

(37)

23 6. Karbohidrat (by difference)

Karbohidrat pada pati terdiri dari karbohidrat dalam bentuk gula-gula sederhana, dekstrin, dan pati. Karbohidrat secara umum merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh penduduk dunia dan khususnya negara sedang berkembang.

Kadar karbohidrat pati hasil ekstraksi yang berasal dari dua jenis umbi ganyong yaitu ganyong merah dan ganyong putih dengan perlakuan penambahan natrium bisulfit sebanyak 0 – 10000 ppm berdasarkan analisis ragam (Lampiran 6) dapat diketahui bahwa jenis umbi ganyong dan penambahan natrium bisulfit tidak memiliki pengaruh nyata terhadap kadar karbohidrat pada pati ganyong tersebut. Nilai kadar karbohidrat pati ganyong putih adalah 96,83-97,60% (bk) sedangkan pada pati ganyong putih 96,62-97,04% (bk). Kadar karbohidrat ditentukan dari perhitungan kadar karbohidrat by difference dan bukan merupakan syarat mutu menurut SNI 01-6057-1999. Akan tetapi keberadaannya dapat melengkapi nilai gizi pati ganyong tersebut dan menentukan aplikasi pengolahan produknya.

7. Pati

Pati merupakan komponen utama dalam tepung. Kadar pati merupakan salah satu kriteria penting dalam bahan pangan maupun non-pangan. Pati secara khusus merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh penduduk dunia dan khususnya negara sedang berkembang.

Kadar pati hasil ekstraksi pati yang berasal dari dua jenis umbi ganyong yaitu ganyong merah dan ganyong putih dengan perlakuan penambahan natrium bisulfit sebanyak 0 – 10000 ppm berdasarkan analisis ragam (Lampiran 6) dapat diketahui bahwa jenis umbi ganyong tidak memiliki pengaruh nyata terhadap kadar pati pada pati ganyong sedangkan konsentrasi penambahan natrium bisulfit berpengaruh nyata. Pengaruh konsentrasi NaHSO3 terhadap kadar pati yaitu

(38)

24 Akan tetapi keberadaannya dapat melengkapi nilai gizi pati ganyong dan menentukan pemanfaatan produk olahannya.

Kadar pati menunjukkan kualitas pati murni yang dihasilkan. Menurut Damayanti (2002), kadar pati untuk pati ganyong tanpa perlakuan adalah sebesar 85,60-85,94% (bk) serta kadar pati ganyong dengan penambahan NaHSO3 sebesar 3000 ppm sebesar 92,62-92,93% (bk). Perbedaan varietas dan umur umbi ganyong yang digunakan akan menghasilkan kadar pati yang berbeda pula. Pada pembuatan pati, pengaruh air dalam proses ekstraksi juga merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap jumlah pati yang dihasilkan. Oleh karena itu, peningkatan kadar pati perlu dilakukan proses ekstraksi berulang-ulang untuk menurunkan komponen minornya.

8. Amilosa

Amilosa dan amilopektin merupakan komponen utama penyusun pati. Secara umum pati ganyong termasuk pati yang memiliki kandungan amilosa sebesar 25-30% (Marchylo et al., 2004). Kandungan amilosa diukur berdasarkan kemampuan amilosa untuk luruh dalam air panas dan kemampuan dalam mengikat iod.

Kandungan amilosa berpengaruh sangat kuat terhadap karakteristik produk. Semakin tinggi kandungan amilosa maka akan semakin mudah produk mengalami retrogradasi. Pati dengan kandungan amilosa yang tinggi sangat cocok untuk pembuatan starch noodle (Hermann, 1996).

(39)

25 yang lebih tinggi. Kadar amilosa dalam pati ganyong bukan merupakan syarat mutu menurut SNI 01-6057-1999. Akan tetapi keberadaannya dapat menentukan karakteristik produk turunan dari pati ganyong tersebut.

9. Derajat Asam

Derajat asam tepung merupakan salah satu parameter mutu yang menyatakan tingkat keasamaan dari tepung yang disebabkan oleh asam-asam dalam komponen pati, SO2 dari natrium bisulfit, maupun asam-asam organik lainnya. Angka asam yang besar menunjukkan terdapat banyak asam dalam bahan makanan atau juga karena proses pengolahan yang kurang baik. Nilai derajat asam yang tinggi dapat menyebabkan perubahan sifat fungsional pati yaitu pembentukan gel yang kurang optimum karena pembentukan gel makin cepat tercapai tapi tidak stabil. Williams (1986) dan Brautlecht (1953) berpendapat bahwa nilai derajat asam yang tinggi akan mengakibatkan terputusnya ikatan hidrogen dalam molekul amilosa sehingga mengakibatkan berkurangnya kestabilan struktur heliks dalam molekul amilosa yang menyebabkan amilosa kurang dapat membuat kompleks dengan iodium.

(40)

26 10.Residu SO2

Untuk mengetahui kandungan komponen SO2 akibat penambahan dari natrium bisulfit yang tersisa pada pati akibat perendaman umbi ganyong dalam larutan natrium bisulfit, maka dilakukan analisis residu SO2. Analisis terhadap sisa SO2 pada pati penting dilakukan sebab kadarnya dapat berpengaruh terhadap kesehatan manusia.

Residu SO2 pati hasil ekstraksi yang berasal dari dua jenis umbi ganyong yaitu ganyong merah dan ganyong putih dengan perlakuan penambahan natrium bisulfit sebanyak 0 – 10000 ppm berdasarkan analisis ragam (Lampiran 6) dapat diketahui bahwa jenis umbi ganyong dan konsentrasi penambahan bahan pemucat tidak memiliki pengaruh nyata terhadap jumlah residu SO2 pada pati ganyong tersebut. Nilai residu SO2 pati ganyong merah berkisar antara 5,33-5,97 ppm sedangkan pada pati ganyong putih 2,56-5,97 ppm. Nilai tersebut masih berada di dalam batasan standar mutu SNI 01-6057-1999 yaitu maksimal 30 mg/g (30000 ppm). Menurut Buckle et al. (1985) dalam konsentrasi tinggi sulfit akan ditolak karena rasanya. Gas SO2 berfungsi sebagai penangkal jamur dan bakteri (Desrosier,1959). Kehadiran sulfur oksida yang digunakan sebagai bahan tambahan (tidak boleh lebih dari 100 ppm atau 0,1 mg/g) di dalam pati yang ditujukan pemanfaatannya sebagai makanan (Radley, 1976).

Perbedaan nilai residu SO2 ini disebabkan oleh banyak sedikitnya air yang digunakan selama pencucian dan juga oleh struktur umbi ganyong selama perendaman sehingga menyebabkan perbedaan kemampuan penyerapan larutan natrium bisulfit. Disamping itu, selama proses pengeringan pati, natrium bisulfit dapat terbebaskan dalam bentuk gas SO2. Adanya residu SO2 pada umbi tanpa perlakuan penambahan bahan pemucat disebabkan juga oleh komposisi kimiawi dari umbi tersebut.

11.Kehalusan (Lolos Saring 100 mesh)

(41)

27 penambahan natrium bisulfit sebanyak 0 – 10000 ppm berdasarkan analisis ragam (Lampiran 6) dapat diketahui bahwa faktor jenis umbi ganyong dan konsentrasi bahan pemucat tidak memiliki pengaruh berbeda nyata terhadap persentase lolos saring 100 mesh patinya karena nilai lolos saring lebih terpengaruh oleh faktor fisik dari proses pembuatannya yaitu perlakuan pengecilan ukuran atau penghalusan dan pengayakan pati. Nilai rata-rata lolos saring pati ganyong merah adalah sekitar 98,92-99,11% dan lolos saring pati ganyong putih adalah sekitar 98,56-99,45%. Nilai tersebut ternyata lebih tinggi dari batasan standar mutu kehalusan menurut SNI 01-6057-1999 yaitu minimal 95% sehingga dapat dikatakan sangat baik pada tingkat kehalusan patinya.

12.Derajat Putih

Warna merupakan salah satu parameter yang penting dalam menentukan mutu bahan pangan. Warna dapat ditentukan dengan cara mengukur rasio sinar yang dipantulkan oleh permukaan pati dengan sinar yang dipantulkan oleh permukaan bahan berwarna putih sebagai standar (MgO atau BaSO4). Setiap tanaman penghasil pati memiliki derajat putih yang berbeda-beda. Perbedaan ini terutama dipengaruhi oleh faktor genetik.

(42)

28 derajat putih sampel pati tentunya lebih besar. Oleh karena itu, kualitas derajat putih pati ganyong yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan sohun adalah cukup baik.

Tinggi rendahnya derajat putih dapat juga disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor alat pencuci, tingkat kebersihan awal umbi ganyong, serta penggunaan banyak sedikitnya jumlah air selama ekstraksi. Protein dapat menyebabkan granula pati berubah dari warna putih menjadi lebih gelap (pencokelatan non-enzimatik). Kecepatan pencokelatan non-enzimatik tergantung pada suhu dan waktu pengeringan. Umumnya meningkatnya suhu pengeringan akan mempercepat kecepatan terjadinya proses pencokelatan non-enzimatik (Arsdel et al., 1964). Selain itu, zat fenol yang ada pada umbi ganyong bila berinteraksi dengan oksigen akan menjadi berwarna kecokelatan sehingga akan menyebabkan off-colour.

B. PRODUKSI SOHUN

Pati ganyong memiliki kandungan amilosa yang tinggi, rentang suhu gelatinisasi yang luas, viskositas pasta yang rendah dan stabil dalam keadaan panas sedangkan viskositas pasta dinginnya tinggi, serta mudah terretrogradasi. Semua sifat-sifat ini sangat menguntungkan dalam pembuatan sohun (Hung dan Morita, 2005).

Sohun secara tradisional dibuat dengan mencetak pati dalam air panas menjadi untaian sohun. Proses produksi sohun secara tradisional melibatkan pencampuran pati kering dan pati tergelatinisasi sebanyak 5-10% dengan 90-95% pati kering dilumatkan sebagai adonan pasta sehingga memiliki kadar air sekitar 55%.

(43)

29 mula-mula terjadi dengan tiba-tiba dan pada awalnya sangat cepat, dan terjadi peningkatan kekentalan larutan (Harper, 1981). Panas dan air yang diberikan terus menerus tersebut akan membuat amilosa mulai keluar dari granula akibat perusakan ikatan hidrogen intramolekuler amilosa.

Proses selanjutnya adalah pencampuran pati tergelatinisasi dengan pati kering, dimana pati tergelatinisasi sebagai agen pengikat (binder) pasta sehingga dapat terbentuk konsistensi helaian sohun yang tidak mudah terputus. Begitu pula dengan faktor kadar air melebihi 55% akan membuat konsistensi pembentukan sohun menjadi pendek-pendek serta memiliki ukuran yang tidak seragam (Chansri

et al., 2005).

Setelah terbentuk adonan pasta yang tidak lengket, adonan tersebut diekstruksikan melalui lubang alat pencetak (dimeter lubang 2 mm) ke dalam air mendidih untuk pemasakan selama 5 menit (sohun mengambang) untuk proses penggelatinisasian lanjut, lalu dilakukan perendaman pada air (25°C) selama 1 menit untuk mempercepat proses retrogradasi. Retrogradasi merupakan kecenderungan amilosa-amilosa pada pasta pati untuk berikatan kembali satu sama lain melalui ikatan hidrogen di antara gugus hidroksilnya menjadi kristal yang tidak larut (Richana dan Sunarti, 2004). Retrogradasi ini mengakibatkan peningkatan viskositas, pembentukan kekeruhan, dan pembentukan gel.

Setelah perendaman dalam air dengan suhu 25°C, tidak dilakukan pembekuan pada freezer karena menjadikan sohun bersifat porous dan berwarna

opaque (Kusnandar et al., 1998). Selain itu, proses non-freezing ini lebih sederhana dan efektif dalam hal biaya produksi, serta lebih banyak untaian sohun yang lurus daripada menggunakan metode freezing. Namun, seringkali kualitas sohun menjadi inferior dalam hal tekstur dan kualitas pemasakan.

Proses selanjutnya adalah pengeringan (Vashanthan dan Li, 2003; Chansri

(44)

30 Gambar 4. Visualisasi sohun kering yang berasal dari variasi jenis pati ganyong

dan konsentrasi penambahan NaHSO3 selama ekstraksi

Gambar 5. Visualisasi sohun hasil rehidrasi yang berasal dari variasi jenis pati ganyong dan konsentrasi penambahan NaHSO3 selama ekstraksi Keterangan :

G (Jenis umbi ganyong yaitu G1 : Ganyong merah dan G2 : Ganyong putih) K (Konsentrasi NaHSO3 yaitu K1 : 0 ppm, K2 : 5000 ppm, dan K3 : 10000 ppm)

G2K1 G2K2 G2K3

G1K3 G1K2

G1K1

G1K2 G1K3

G1K1

(45)

31 C. KARAKTERISTIK SOHUN

Karakterisasi sohun ini dibagi menjadi empat bagian yaitu karakterisasi mutu (kadar air, kadar abu, dan uji tahan bentuk), karakterisasi morfologi dan dimensi sohun kering, karakterisasi sifat pengolahan (kehilangan padatan selama pemasakan dan rasio daya serap air), serta karakterisasi sifat fisik-mekanik (elongasi dan kekuatan tarik). Karakterisasi sohun ini berpengaruh terhadap kualitas dari produk sohun yang dihasilkan. Data hasil pengamatan karakterisasi sohun dapat dilihat pada Tabel 7 dan Lampiran 5.

A. Karakteristik Mutu Sohun

1. Air

Kadar air perlu ditetapkan karena sangat berpengaruh terhadap daya simpan suatu bahan. Semakin tinggi kadar air suatu bahan maka semakin besar pula tingkat kerusakan bahan serta menjadi tidak tahan lama dalam hal penyimpanan.

(46)

32 Tabel 7. Karakteristik sohun

No Karakteristik Sohun Sohun dari Pati Ganyong Merah Sohun dari Pati Ganyong Putih SNI Sohun

0% 0,5% 1% 0% 0,5% 1%

2 Karakteristik Morfologi dan Dimensi Sohun Kering

2.1 Morfologi

4.1 Elongasi (%) 265,00±19,28 225,60±36,23 216,50±108,34 184,90±48,15 153,60±77,47 182,20±45,92 80,11±7,77 4)

4.2 Kekuatan Tarik (N) 0,44±0,01 0,30±0,02 0,59±0,26 0,38±0,04 0,34±0,09 0,53±0,15 0,08-0,18 3)

(47)

33 2. Abu

Abu merupakan unsur-unsur mineral sebagai sisa yang tertinggal setelah bahan dibakar sampai bebas karbon. Abu adalah komponen yang tidak mudah menguap (anorganik), tetap tinggal dalam pembakaran senyawa organik. Penentuan kadar abu total ini bertujuan untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan dan berguna sebagai parameter nilai gizi makanan. Elemen mineral hadir dalam jumlah yang sedikit dalam makanan tetapi memiliki peranan penting di dalam sistem kehidupan manusia.

Kadar abu sohun dari pati hasil ekstraksi yang berasal dari dua jenis umbi ganyong yaitu ganyong merah dan ganyong putih dengan perlakuan penambahan natrium bisulfit sebanyak 0 – 10000 ppm berdasarkan analisis ragam (Lampiran 6) dapat diketahui bahwa jenis umbi ganyong dan penambahan konsentrasi natrium bisulfit yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan sohun tidak memiliki pengaruh nyata terhadap persentase kadar abu sohun yang dibuat. Kadar abu sohun dari pati ganyong merah memiliki nilai antara 0,17-0,28% (bb) dan sohun yang berasal dari pati ganyong putih memiliki nilai kadar abu sekitar 0,27-0,31% (bb). Nilai kadar abu sohun yang terukur masih berada dalam jumlah di bawah batas maksimum SNI 01-3723-1995 yaitu maksimal 0,5% (bb).

(48)

34 3. Uji Tahan Bentuk

Ketahanan bentuk adalah salah satu parameter penentuan mutu sohun. Ketahanan bentuk sohun berkaitan dengan tekstur dari produk tersebut. Berdasarkan Gambar 6, dapat disimpulkan bahwa ketahanan bentuk dari sohun yang terbuat dari dua jenis pati ganyong (ganyong merah dan ganyong putih) dengan perlakuan penambahan bahan pemucat yaitu 0 – 10000 ppm selama ekstraksi adalah tidak hancur.

Gambar 6. Visualisasi hasil uji tahan bentuk sohun

G1K3 G1K2

G1K1

Setelah Sebelum

Sebelum

Setelah

G2K3 G2K2

G2K1

Keterangan :

(49)

35 Perendaman pada air bersuhu 25°C selama 10 menit tidak mempengaruhi bentuk sohun akan tetapi membuat strukturnya lebih lunak karena terjadi penyerapan air namun terbatas akibat adanya ketahanan kompleks kristalinitas amilosa yang masih cukup kuat dalam air dingin (Harper, 1981).

Maka dapat dikatakan sohun yang dibuat bermutu cukup baik. Hal ini disebabkan oleh adanya campuran pati kering dan pati tergelatinisasi yang memiliki kekuatan ikatan komponen matriks amilosa yang saling mengikat, terutama bila proses retrogradasi telah terjadi. Hal ini berarti amilosa-amilosa pada pasta pati untuk berikatan kembali satu sama lain melalui ikatan hidrogen yang cukup kuat di antara gugus hidroksilnya menjadi kristal yang tidak larut (Singh et al., 1989).

.

B. Karakteristik Morfologi dan Dimensi Sohun Kering

Pengukuran mikroskopik cukup penting untuk uji tekstur karena fotografi makrostruktur tersebut berkaitan terhadap properti fisik dari sistem total seperti kekompakan. Penggunaan mikroskop stereo dengan perbesaran 50 kali memperlihatkan penampakan kehalusan permukaan, transparansi, serta keberadaan gelembung udara (CO2) yang terperangkap selama pengadonan di dalam sohun kering (Pyler, 1973). Gambar 7 adalah gambar penampakan sohun dengan alat bantu mikroskop stereo.

Dari Gambar 7, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan jenis umbi, kualitas morfologi tingkat kecerahan sohun yang paling baik ada pada bahan baku pati

G1K1 G1K2 G1K3

G2K3

G2K1 G2K2

Gambar 7. Penampakan morfologi sohun akibat pengaruh jenis umbi ganyong dan konsentrasi bahan pemucat dengan perbesaran 50 kali

Keterangan :

G (Jenis umbi ganyong yaitu G1 : Ganyong merah dan G2 : Ganyong putih) K (Konsentrasi NaHSO3 yaitu K1 : 0 ppm, K2 : 5000 ppm, dan K3 : 10000 ppm)

(50)

36 ganyong merah sedangkan berdasarkan konsentrasi penambahan natrium bisulfit, maka penambahan sebanyak 5000 ppm memiliki morfologi sohun yang baik dalam hal kehalusan permukaan namun tidak dari segi transparansi sedangkan penambahan NaHSO3 sebanyak 10000 ppm memiliki morfologi sohun yang baik dari tingkat transparansi, namun tidak dalam hal kehalusan permukaan. Kedua konsentrasi tersebut memiliki sedikit gelembung udara pada teksturnya, berbeda dengan sohun dari pati tanpa penambahan NaHSO3. Penampakan morfologi ini dipengaruhi oleh kualitas adonan, tekanan pada alat, komponen minor pati, pengaruh penambahan bahan pemucat selama ekstraksi, dan faktor perebusan (Stanley, 1983).

Pada Gambar 7 juga dapat disimpulkan bahwa diameter sohun masih termasuk variatif. Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 6) dapat diketahui bahwa jenis umbi ganyong dan konsentrasi natrium bisulfit tidak memiliki pengaruh nyata terhadap ukuran diameter sohun yang dibentuk. Nilai kisaran dimeter sohun dari pati ganyong merah berkisar antara 1,07-1,17 mm dan sohun yang terbuat dari pati ganyong merah memiliki diameter antara 1,13-1,19 mm. Besar kecilnya ukuran diameter sohun dipengaruhi oleh faktor ukuran lubang pada alat pencetak sohun. Diameter lubang alat ekstrusi yang digunakan adalah 2 mm. Bila dibandingkan dengan standar komersial untuk vermicelli atau sohun komersial adalah sebesar 0,5-1,5 mm, maka sohun hasil penelitian yang telah dibuat masih masuk ke dalam standar komersial yang ada. Diameter sohun berpengaruh terhadap banyaknya penyerapan air. Semakin besar diameternya maka penyerapan air semakin banyak (Pyler, 1973).

C. Karakteristik Pemasakan Sohun

1. Residu Kehilangan Padatan Selama Pemasakan (Cooking Loss)

(51)

37 menunjukkan kualitas pemasakan setiap jenis sampel yang dibuat adalah sama. Nilai residu kehilangan padatan selama pemasakan sohun dari pati ganyong merah adalah sekitar 0,75-1,42% (bk) dan sohun dari pati ganyong putih adalah sekitar 0,92-1,55% (bk).

Kehilangan padatan selama proses pemasakan untuk sohun yang berasal dari pati ganyong adalah lebih rendah dari sohun komersial yang terbuat dari pati kacang hijau yaitu 1,86-3,61% (bk) (Chansri et al., 2005). Hal ini disebabkan oleh beberapa variasi di dalam proses pembuatan masing-masing sohun dari pati yaitu terutama proses persiapan sohun. Kehilangan padatan selama pemasakan biasanya disebabkan oleh longgarnya ikatan pati tergelatinisasi pada permukaan sohun. Faktor lainnya adalah dari rasio amilopektin dan amilosa. Pati ganyong dilaporkan memiliki jumlah rata-rata rantai percabangan amilosa yang lebih rendah daripada pati kacang hijau (Thitipraphunkul et al., 2003b) serta kandungan amilosa pati ganyong pada penelitian ini termasuk tinggi yaitu sekitar 29-34%. Karakteristik amilosa tersebut menunjukkan bahwa pati ganyong tergelatinisasi memiliki daya rekat yang kuat. Oleh karena itu, sohun dari pati ganyong memiliki cooking loss

yang sangat rendah.

2. Daya Serap Air (Rehydration Ratio)

(52)

38 gugus hidroksil dan amorphous komponen pati, dimana gugus OH bersifat hidrofilik (Pyler, 1973).

D. Karakteristik Fisik-Mekanik Sohun

1. Elongasi

Elongasi adalah persentase mulur hingga putus akibat gaya tarik yaitu gaya yang bekerja pada arah putusnya produk. Gaya tarik itu mula-mula menyebabkan deformasi produk yang menyebabkan produk meregang dan memanjang, kemudian gaya tarik itu menyebabkan putusnya produk ke arah memanjang.

Elongasi sohun dari pati hasil ekstraksi yang berasal dari dua jenis umbi ganyong yaitu ganyong merah dan ganyong putih dengan perlakuan penambahan natrium bisulfit sebanyak 0 – 10000 ppm berdasarkan analisis ragam (Lampiran 6) dapat diketahui bahwa jenis umbi ganyong dan penambahan konsentrasi natrium bisulfit ternyata tidak memiliki pengaruh nyata terhadap elongasi sohun. Nilai persentase elongasi untuk sohun yang berasal dari pati ganyong merah adalah 216-265% dan nilai elongasi untuk sohun yang terbuat dari pati ganyong putih adalah 154-185%, sebagai pembanding adalah nilai elongasi mi basah jagung dengan elongasi sebesar 80-90% (Pratama, 2008).

(53)

39 2. Kekuatan Tarik

Besarnya kekuatan tarik adalah gaya maksimum yang diperlukan untuk menarik bahan hingga putus. Gaya tarik itu mula-mula menyebabkan deformasi produk yang menyebabkan produk meregang dan memanjang, kemudian gaya tarik itu menyebabkan putusnya produk ke arah memanjang.

Kekuatan tarik sohun dari pati hasil ekstraksi yang berasal dari dua jenis umbi ganyong yaitu ganyong merah dan ganyong putih dengan perlakuan penambahan natrium bisulfit sebanyak 0 – 10000 ppm berdasarkan analisis ragam (Lampiran 6) dapat diketahui bahwa faktor jenis umbi ganyong sebagai kelompok tidak memiliki pengaruh nyata, sedangkan faktor perlakuan penambahan konsentrasi natrium bisulfit yang digunakan dalam pembuatan sohun, ternyata memiliki pengaruh berbeda nyata dalam hal kekuatan tariknya. Konsentrasi penambahan bahan pemucat sebanyak 10000 ppm memiliki kekuatan tarik lebih tinggi (0,56 N) dibandingkan dengan konsentrasi 0 ppm (0,41 N) dan 5000 ppm (0,32 N), secara berurutan. Semakin tinggi nilai kekuatan tarik, daya serap air semakin rendah dan hal ini berarti tekstur sohun terlalu rigid (mutu kurang baik), sebaliknya semakin rendah nilai kekuatan tarik, daya serap air semakin tinggi sehingga sohun matang menjadi sangat lunak dan hal ini kurang baik terhadap mutu. Bila hasil kekuatan tarik sohun dibandingkan dengan kekuatan tarik sohun komersial yaitu sebesar 0,08-0,18 N (Chansri et al., 2005). Nilai kekuatan tarik yang jauh berbeda ini disebabkan karena faktor diameter produk yang berbeda dimana diameter sohun komersial yang dibandingkan adalah sebesar 0,64-0,70 mm sedangkan diameter sohun yang dibuat adalah lebih dari 1,00 mm.

Gambar

Tabel 2. Kandungan gizi dalam 100 g umbi ganyong
Tabel 3. Persyaratan mutu tepung garut (SNI 01-6057-1999)
Tabel 4. Persyaratan mutu sohun  (SNI 01-3723-1995)
Gambar 2.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ganyong putih yang ditanam pada lahan ternaungi sengon (intensitas naungan 42%) lebih tinggi pertumbuhannya dibandingkan dengan ganyong putih yang tidak ternaungi

Hidayat (2008) dalam seminarnya menyatakan, bahwa dari pati ubi kayu dengan penambahan terigu 40% dapat dihasilkan produk mie dengan karakteristik yang optimal

Tujuan dari penulisan ilmiah ini adalah untuk meningkatkan pengembangan dan pemanfaatan potensi umbi ganyong di seluruh daerah sentra produksi umbi ganyong

Ganyong merupakan salah satu jenis umbi-umbian lokal yang dapat diolah sebagai sumber karbohidrat dalam bentuk pati. Akan tetapi karakteristik dan pemanfaatannya belum

Edible coating pati ganyong dengan variasi konsentrasi bubuk kunyit putih (1, 2, dan 3 %) memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap masa simpan pada susut bobot,

Kadar pati umbi ganyong yang cukup tinggi juga berpotensi sebagai sumber pati alami atau pati termodifikasi untuk kebutuhan industri pangan seperti bahan

Ganyong putih yang ditanam pada lahan ternaungi sengon (intensitas naungan 42%) lebih tinggi pertumbuhannya dibandingkan dengan ganyong putih yang tidak ternaungi

Ganyong putih yang ditanam pada lahan ternaungi sengon (intensitas naungan 42%) lebih tinggi pertumbuhannya dibandingkan dengan ganyong putih yang tidak ternaungi