I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tomat (Lycopersicon esculentum Mill) merupakan sayuran buah yang
tergolong tanaman semusim berbentuk perdu dan termasuk ke dalam famili
Solanaceae. Buahnya merupakan sumber vitamin dan mineral. Penggunaannya
semakin luas, karena selain dikonsumsi sebagai tomat segar dan untuk bumbu
masakan, juga dapat diolah lebih lanjut sebagai bahan baku industri makanan
seperti sari buah dan saus tomat. Buah tomat saat ini merupakan salah satu
komoditas hortikultura yang bernilai ekonomi tinggi dan masih memerlukan
penanganan serius, terutama dalam hal peningkatan hasil dan kualitas buahnya.
Apabila dilihat dari rata-rata produksi, ternyata produksi tomat di Indonesia
masih rendah, yaitu 6.3 ton/ha jika dibandingkan dengan negara Taiwan, Saudi
Arabia dan India yang berturut-turut 21 ton/ha, 13.4 ton/ha dan 9.5 ton/ha
(Kartapradja dan Djuariah, 1992). Rendahnya produksi tomat di Indonesia
kemungkinan disebabkan varietas yang ditanam tidak cocok, kultur teknis yang
kurang baik atau pemberantasan hama/penyakit yang kurang efisien.
Kebanyakan varietas tomat hanya cocok ditanam di dataran tinggi, tetapi oleh
Badan Penelitian dan Pengambangan Pertanian telah dilepas varietas tomat
untuk dataran rendah, yaitu Ratna, Berlian, Mutiara serta beberapa varietas
lainnya (Purwati dan Asga, 1990). Tetapi seringkali terjadi penanaman tomat
tanpa memperhatikan kualitasnya, sehingga hasil dan kualitas buahnya sangat
rendah. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan tomat yang semakin tinggi
maka penelitian perlu diarahkan untuk meningkatkan hasil dan kualitas buah
tomat dengan menanam varietas-varietas unggul. Tomat dapat dikategorikan
sebagai tanaman sayuran utama yang semakin populer keberadaannya sejak abad
terakhir. Bagian yang dikonsumsi dari tanaman tersebut adalah bagian buahnya.
Selain memiliki rasa yang enak, buah tomat juga merupakan sumber vitamin A
dan C yang sangat baik. Tomat baik dalam bentuk segar maupun olahan,
memiliki komposisi zat gizi yang cukup lengkap dan baik. Buah tomat terdiri
dari 5-10% berat kering tanpa air dan 1% kulit dan biji. Jika buah tomat
(terutama glukosa dan fruktosa), sisanya asam-asam organik, mineral, pigmen,
vitamin dan lipid.
Tomat dapat digolongkan sebagai sumber vitamin C yang sangat baik karena
100 gram tomat memenuhi 20% atau lebih dari kebutuhan vitamin C sehari.
Vitamin C memelihara kesehatan gigi dan gusi, mempercepat sembuhnya
luka-luka, mencegah penyakit scurvy (skorbut), serta menghindarkan terjadinya
perdarahan pembuluh darah halus. Selain itu, tomat juga merupakan sumber
vitamin A yang baik karena 100 gram tomat dapat menyumbangkan sekitar
10-20% dari kebutuhan vitamin A sehari. Vitamin A sangat diperlukan bagi
kesehatan organ penglihatan, sistem kekebalan tubuh, pertumbuhan, dan
reproduksi. Vitamin A dan C pada tomat juga berkhasiat sebagai antioksidan.
Sari buah tomat mengandung vitamin dan mineral yang cukup lengkap. Dari 100
gram jus tomat akan diperoleh kalsium 7 mg, fosfor 15 mg, zat besi 0.9 mg,
natrium 230 mg, dan kalium 230 mg. Vitamin yang terdapat dalam 100 gram
sari buah tomat adalah vitamin A (1.050 IU), vitamin B1 (0.05 mg), vitamin B2
(0.03 mg) dan vitamin C (16 mg). Disamping itu, kandungan lycopenenya sangat
berguna sebagai antioksidan yang dapat mencegah perkembangan penyakit
kanker (Wener, 2000). Kebutuhan manusia akan hasil pertanian bermutu tinggi
semakin meningkat. Akhir-akhir ini konsumsi tomat di negara-negara maju
semakin meningkat dan sering diasosiasikan sebagai luxurious crop. Contohnya,
di Israel buah tomat merupakan komoditas yang sangat penting bagi konsumen,
sehingga seringkali digunakan sebagai acuan dalam menghitung indeks harga
konsumen. Di negara-negara sedang berkembang tomat sudah mulai menjadi
sayuran yang penting, namun orientasi petani dalam mengusahakannya masih
lebih mengacu pada peningkatan produksi dibandingkan dengan peningkatan
kualitas. Bila berorientasi kualitas, maka efisiensi harus dilakukan di segala
bidang terutama biaya yang harus dikeluarkan dalam budidaya pertanian yang
salah satunya adalah pemberian nutrisi. Oleh karena itulah mengapa penelitian
mengenai pemanfaatan teknologi modern dalam pertanian masa kini harus
B. Rumusan Permasalahan
Budidaya tanaman di bawah proteksi atau naungan berkembang relatif cepat
di berbagai negara, sebagai akibat dari adanya peningkatan permintaan terhadap
produk segar berkualitas tinggi. Perkembangan ini dipengaruhi banyak faktor,
namun observasi lebih jauh menunjukkan bahwa perkembangan tersebut
terutama didorong oleh introduksi teknologi plastik. Penggunaan rumah kaca,
misalnya di Eropa Barat Laut, sebenarnya cukup dominan, namun perbaikan
teknologinya berjalan relatif lambat. Kaca tetap merupakan material
pelindung/naungan yang tidak fleksibel, berat dan mahal. Sebagai
konsekuensinya, luasan rumah kaca di dunia dalam 25 tahun terakhir relatif
tidak berubah (Garnaud 1988). Sementara itu, penggunaan plastik, baik untuk
rumah plastik maupun mulsa meningkat secara cepat, terutama untuk memenuhi
permintaan konsumen yang semakin meningkat terhadap produk segar
berkualitas berasal dari sistem produksi bebas atau minimal pestisida. Areal
rumah plastik yang luasnya berkisar antara 55 000-60 000 hektar pada tahun
1976, bertambah menjadi 200 000 hektar pada tahun 1987 dan masih terus
menunjukkan perkembangan area, bahkan di negara-negara berkembang
sekalipun (Von Abeltitz, 1989). Budidaya tanaman di rumah plastik pada saat ini
mulai diposisikan sebagai sistem produksi utama sayuran segar. Berbagai
perbaikan teknologi, terutama berkaitan dengan efisiensi penggunaan
sumberdaya pada sistem budidaya ini telah banyak dilakukan. Tingkat
produktivitas yang tinggi serta relatif rendahnya penggunaan air menyebabkan
sistem ini direkomendasikan sebagai cara budidaya utama sayuran di Uni Emirat
Arab (Wittwer and Castilla, 1995). Beberapa keunggulan dari sistem budidaya
ini, yang pertama adalah tingkat produktivitas yang tinggi per unit lahan atau
volume air, kedua kegiatan produksi dapat dilakukan di luar musim, ketiga
panen dapat dilakukan relatif lebih dini dibandingkan dengan budidaya di
lapangan, dan keempat produk berkualitas tinggi dan higienis dapat dihasilkan,
terutama jika mengaplikasikan konsep pengelolaan hama terpadu serta
menggunakan pestisida organik (Allen, 1981; Rault, 1990). Budidaya sayuran
dalam rumah plastik di Indonesia telah menunjukkan perkembangan yang pesat,
ini masih belum terdokumentasi dengan baik dan kontrol pemberian nutrisi
masih belum baik dan cenderung boros karena belum adanya identifikasi
kebutuhan dan kendala produksi sayuran di rumah plastik. Selain itu, untuk
tujuan ekspor dimana kualitas produk adalah hal yang utama dapat kita ketahui
bahwa tanaman tomat cocok untuk produksi pertanian presisi dengan kontrol di
dalam greenhouse karena mampu dibudidayakan secara hidroponik. Penelitian
yang berorientasi pada kebutuhan tanaman secara real time belum banyak
dilakukan. Kenyataan bahwa kualitas buah tomat Indonesia masih rendah
mutunya sangat menarik untuk dikaji lebih jauh. Pengkajian berupa bagaimana
meningkatkan kualitas buah tomat dengan menggunakan varietas unggul hibrida
serta kontrol pertumbuhan dan kebutuhan nutrisinya secara real time. Dengan
semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, maka perlu
dikembangkan teknologi pertanian yang presisi dimana produksi tomat dapat
dikontrol dan dimonitoring secara real time, sehingga output dari usahatani
mampu memenuhi persyaratan ekspor ke negara-negara maju.
C. Tujuan
Tujuan kegiatan penelitian ini adalah untuk :
1. Mempelajari pertumbuhan dari tanaman tomat yang ditanam dalam media
arang sekam terhadap pemberian nutrisi melalui air irigasi menggunakan
teknologi pengolahan citra.
2. Merancang sistem monitoring secara real time tanaman tomat yang ditanam
dalam media arang sekam menggunakan kamera CCD dan
menginterpretasikan citra yang ditangkap secara berkala sebagai respon
terhadap pemberian nutrisi melalui air irigasi.
3. Mengintegrasikan sistem monitoring yang dikembangkan pada butir 2 dengan
sistem irigasi tetes yang dihubungkan ke pompa sehingga tercipta sistem
D. Kegunaan Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan akan terbentuk suatu sistem integrasi dalam hal
pemberian nutrisi atau fertigasi tanaman yang dilakukan secara otomatis dan real
time. Artinya, monitoring pertumbuhan tanaman dilakukan sepanjang hari, ketika
diketahui terdapat respon tanaman terhadap kebutuhan nutrisi yang berupa
kelayuan, maka sistem akan bekerja dengan memompa larutan nutrisi sesuai
kebutuhan tanaman. Kebutuhan nutrisi tanaman diperoleh dari literatur atau
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Pengambilan citra yang dilakukan
setiap hari diharapkan dapat mendokumentasikan pertumbuhan tanaman untuk
kemudian diolah menjadi data pertumbuhan tanaman tomat. Informasi dari hasil
penelitian ini akan sangat berguna di kemudian hari untuk mengembangkan suatu
sistem pertanian monokultur yang dilakukan secara akurat. Hasilnya akan tercipta
suatu sistem usahatani di dalam rumah tanaman yang mengefisienkan pemberian
nutrisi sesuai respon tanaman. Artinya pada masa yang akan datang, petani dapat
menurunkan tingkat pemborosan nutrisi tanaman sehingga nilai jual produk
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Botani Tomat
Pudjiatmoko (2008), menyatakan bahwa budidaya tomat dapat dilakukan
dari ketinggian 0 mdpl-1250 mdpl, dan tumbuh optimal di dataran tinggi >750
mdpl, sesuai dengan jenis atau varietas yang diusahakan dengan suhu siang hari
24°C dan malam hari antara 15°C-20°C. Pada temperatur tinggi (diatas 32°C)
warna buah tomat cenderung kuning, sedangkan pada temperatur yang tidak
tetap (tidak stabil) warna buah tidak merata. Temperatur ideal antara 24°C-28°C,
curah hujan antara 750 mm/tahun-125 mm/tahun, dengan irigasi yang baik,
kemasaman tanah sekitar 5.5-6.5. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim
yang berumur sekitar empat bulan (Susila, 2006).
Dalam penelitian ini, dipakai varietas tomat hibrida cap Menara, dimana
secara umum klasifikasi tanaman tomat adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Lycopersicon (Lycopersicum)
Species : Lycopersicon esculentum Mill
Untuk memenuhi kebutuhan tanaman tomat yang berkualitas, maka saat
ini banyak dikembangkan teknik budidaya di dalam rumah kaca atau rumah
jaring untuk memudahkan pemeliharaan dan pengawasan terhadap tanaman.
Bahkan, beberapa jenis plastik khusus digunakan untuk menahan gelombang
cahaya dengan panjang tertentu dan meneruskan panjang gelombang yang
lainnya. Teknologi dan konstruksi rumah kaca telah sangat berkembang untuk
memaksimalkan hasil dari budidaya tanaman (Wilson dan Rajapakse, 2001).
Permasalahan usahatani di tingkat petani adalah produksi masih sangat rendah
dibandingkan dengan potensi produksinya. Data Biro Pusat Statistik tahun 2006
produktivitas baru mencapai rata-rata 6.3 ton/ha dimana hal ini adalah
penurunan apabila dibandingkan dengan produktifitas tahun 2002 pada Tabel 1.
Produktivitas tersebut masih sangat rendah dibandingkan dengan potensi
produksi varietas unggul yang dapat mencapai 20 ton/ha-30 ton/ha (Duriat,
1999). Menurut data BPS tahun 2005, produksi tomat di Indonesia mencapai
647020 ton dan mengalami penurunan sebesar 2.67% pada tahun 2006 menjadi
sebesar 629774 ton. Hal ini berarti produksi tomat mengalami kenaikan
sebanyak dua kali lipat sejak tahun 2002.
Tabel 1. Produksi tomat selama 1998-2002
Tahun
Luas Panen
(ha)
Produksi (ton)
Produktivitas (ton/ha)
Persentase Perubahan (%) Luas
Panen Produksi Produktifitas
1998 46845 333729 7.1 - -
-1999 46259 330338 7.1 -1.25 -1.02 0
2000 45215 346081 7.7 -2.25 4.76 8.45
2001 43118 289198 6.7 -4.64 -16.4 -12.98
2002 49457 396208 8.0 14.7 37 19.4
Sumber : Survey Pertanian BPS (Berbagai Tahun)
Menurut Purwati (1997), salah satu penyebab rendahnya produktivitas
yang dicapai di tingkat petani disebabkan petani belum menggunakan kontrol
yang disesuaikan sehingga tanaman dapat beradaptasi dengan baik terhadap
keadaan lingkungan terutama iklim di daerah Bogor yang cukup berbeda.
Kawasan dataran tinggi di Puncak-Ciawi memiliki perbedaan iklim bila
dibandingkan dengan daerah dataran rendah di sekitar Dramaga. Selain itu,
masalah yang menyebabkan rendahnya produktivitas adalah penggunaan pupuk
yang belum sesuai dengan kebutuhan dan kebiasaan petani hanya menggunakan
satu jenis pupuk saja yaitu pupuk urea dan diberikan tidak sesuai dengan
kebutuhan tanaman. Penanggulangan hama dan penyakit juga belum efektif dan
ramah lingkungan karena kebiasaan petani menggunakan pestisida secara
berlebihan tanpa memperhatikan keseimbangan lingkungan. Untuk
meningkatkan produksi tomat dalam bidang agronomi terdapat berbagai cara
perbaikan varietas, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, serta
perbaikan pascapanen. Kemampuan tomat untuk dapat menghasilkan buah
sangat tergantung pada interaksi antara pertumbuhan tanaman dan kondisi
lingkungannya.
Faktor lain yang menyebabkan produksi tomat rendah adalah
penggunaan pupuk yang belum optimal serta pola tanam yang belum tepat.
Upaya untuk menanggulangi kendala tersebut adalah dengan perbaikan teknik
budidaya. Salah satu teknik budidaya tanaman yang diharapkan dapat
meningkatkan hasil dan kualitas tomat adalah hidroponik (Agromedia, 2007).
Pada penelitian ini digunakan benih dari varietas tomat hibrida dengan
brand Menara dimana varietas ini adalah hibrida F1 dari NC 1Y x NC 2Y.
Keduanya adalah galur murni generasi F6. Varietas ini diperoleh melalui galur
murni yang dapat dilihat pada Gambar 1.
NC 1Y dihasilkan dari persilangan antara Mountain Gold PVP dengan
galur NC 82162(X)-1-IR-8 yang membentuk buah pada temperatur tinggi. NC
2Y dihasilkan dari persilangan antara galur saudara dari keluarga buah oranye (t)
NC 922 dengan Suncoast dan FLA 7060 PVP yang dilepas dari Universitas
Florida. Segreagasi buah oranye pada populasi F2 hasil kedua persilangan
tersebut disilangkan kembali, dilakukan selfing dan diseleksi untuk
menghasilkan NC 2Y.
Untuk NC 1Y, tanaman determinate (sp) dengan daun yang tidak keriting
yang dapat melindungi buah dari pengaruh cuaca. Buah NC 1Y berbentuk oblate
hingga bulat. Buah yang belum masak berwarna hijau. Tangkai buahnya
bersambung. Buah yang sudah masak berwarna oranye-merah pada bagian luar
dan bagian dalam. Buahnya keras dan rasanya hampir sama dengan varietas
Mountain Gold. Hasil NC 1Y lebih tinggi dari Mountain Gold pada tujuh
percobaan dengan ulangan selama 4 tahun lebih. NC 1Y memiliki ketahanan
(gen I dan I-2) terhadap ras 1 dan 2 Fusarium oxysporum f. sp. lycopsersici
(Sacc.) Synd. and Hans. yang menyebabkan penyakit layu fusarium. Genotipe
ini juga memiliki ketahanan (gen Ve) terhadap ras 1 Verticillum dahliae Kleb
penyebab penyakit layu verticillium. Selain tahan terhadap buah masak kelabu
konsentrik serta keretakan kutikula. Pemilihan varietas yang spesifik lokasi
sangat dianjurkan agar hasil panen dapat optimal. Ada baiknya sebelum memulai
kegiatan budidaya, petani setempat atau siapa saja yang akan menanam tanaman
tomat ini memperhatikan kondisi iklim mikro ataupun makro, terlebih lagi jika
menggunakan teknologi tambahan seperti kontrol irigasi otomatis.
Gambar 1. Silsilah varietas Tomat Menara
NC 2Y, tanamannya indeterminate (sp) dengan penutupan daun sedang.
NC 2Y menghasilkan buah yang sangat besar yang bentuknya bulat hingga
sedikit lonjong. Buah yang belum masak berwarna hijau muda (u). Buah yang
sudah masak berwarna oranye-kuning terang pada bagian luar dan dalam serta
(Suwarno, 2008). Dengan dasar inilah, maka varietas ini dipakai dalam
penelitian kali ini.
B. Greenhouse
Menurut Morita (2003), greenhouse didefinisikan sebagai rumah
tanaman. Pada perkembangannya, penggunaan kaca sebagai bahan penutup
greenhouse di Indonesia sudah jauh tertinggal dibandingkan dengan penggunaan
plastik. Pada akhirnya, istilah rumah kaca sebagai terjemahan greenhouse sudah
kurang tepat lagi. Agar lebih mencerminkan fungsi greenhouse sebagai
bangunan perlindungan tanaman dibandingkan dengan penggunaan bahan
material penutup greenhouse yang terus berkembang, maka diperkenalkan istilah
rumah tanaman sebagai terjemahan greenhouse. Pada dasarnya ada perbedaan
konstruksi rumah tanaman antara di daerah subtropis dengan di daerah tropis.
Sesuai fungsi dan tujuannya, di daerah subtropika, rumah tanaman didesain
kedap panas untuk mendapatkan suhu hangat sepanjang hari bahkan dilengkapi
dengan pemanas tambahan untuk meningkatkan stabilitas suhu rumah tanaman.
Selain itu ditemukan juga lapisan isolator agar panas tidak terbuang, dan optimal
digunakan pada musim semi, musim gugur dan musim dingin. Berbeda dengan
di Indonesia, umumnya rumah kaca didesain agar tanaman dapat terlindung dari
kondisi lingkungan luar yang buruk. Salah pertimbangan konstruksi rumah
tanaman di Indonesia adalah kombinasi antara ventilasi dan proteksi air hujan
yang harus sesuai. Kemudian bahan konstruksi dan jenis konstruksi harus kokoh
menahan terpaan angin kencang, serta cukup terjangkau untuk dibangun. Jenis
atap greenhouse ada bermacam-macam, salah satunya adalah konstruksi piggy
back yang diaplikasikan pada penelitian ini, dimana jenis atap ini dapat dilihat
Gambar 2. Contoh konstruksi atap piggy back
C. Hidroponik
Pada sistem hidroponik pada penelitian ini digunakan media arang sekam,
karena sudah disterilkan, biodegradable, mudah didapatkan serta terjangkau dari
sisi harganya. Arang sekam berasal dari kulit padi sisa mesin penggilingan yang
sudah dibakar menjadi arang. Tetapi kelemahan media ini adalah fungsinya hanya
dapat dipakai dua kali saja untuk menjadi media tanam. Apabila ingin membuat
sendiri, caranya kumpulkan arang sekam dan dibakar di dalam drum atau tungku.
Selama proses pembakaran berlangsung, sekam yang sudah menghitam atau
sudah menjadi arang diangkat, kemudian disiram agar tidak menjadi abu. Menurut
Redaksi Agromedia (2007), pada umumnya syarat pemilihan media tumbuh di
dalam greenhouse harus bebas dari bibit penyakit, mudah dilalui air (porous),
mampu menyerap dan menghantarkan air, tidak mudah busuk, tidak
mempengaruhi pH, tidak mengandung racun, ringan, dan harganya murah. Dalam
budidaya hidroponik, media tanam hanya berfungsi untuk pegangan akar dan
perantara larutan nutrisi. Sundstrom (1982) menyatakan bahwa sistem hidroponik
adalah sistem budidaya tanpa menggunakan tanah. Pelaksanaan sistem hidroponik
dapat dilakukan dengan kondisi lingkungannya seperti suhu, kelembaban relatif
dan intensitas cahaya, bahkan faktor curah hujan dapat dihilangkan sama sekali
dan serangan hama penyakit dapat diperkecil.
Pada teknik ini hara disediakan dalam bentuk larutan hara, mengandung
semua unsur hara esensial yang dibutuhkan oleh tanaman agar tercapai
pertumbuhan normal. Nutrisi yang diperlukan tanaman dapat dipenuhi dengan
meramu sendiri berbagai garam kimia, cara ini memerlukan ketrampilan dan
pengetahuan khusus. Memang cara inilah yang banyak dipakai di
mengingat mahalnya harga bahan-bahan kimia saat ini. Menurut Nurtika (1997),
pencarian komposisi yang paling baik untuk tiap jenis tanaman khususnya tomat
masih terus dilakukan, mengingat tiap jenis tanaman membutuhkan nutrisi dengan
komposisi berbeda.
Dengan menggunakan formula yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi
tanaman tomat, maka digunakan fertimix dengan komposisi pabrik seperti pada
tabel 2, 3, 4 dan 5 sebagai berikut :
Tabel 2. Kebutuhan unsur hara makro pada tanaman tomat
Nutrien Kebutuhan (ppm)
Kalsium 8.85
Magnesium 2.00
Kalium 5.385
Amonium 1.389
Nitrat 3.758
Sulfat 2.354
Phosphat 0.619
Sumber : Ari Wijayani dan Wahyu Widodo, 2005
Tabel 3. Kebutuhan unsur hara mikro pada tanaman tomat
Nutrien Kebutuhan (ppm)
Fe 2.14
B 1.2
Zn 0.6
Cu 0.048
Mn 0.18
Mo 0.046
Tabel 4. Kebutuhan nutrisi tiap tahap pertumbuhan tanaman
Umur Tanaman Kebutuhan
Irigasi (ml/aplikasi)
1-3 minggu 50-70
3-6 minggu 70-90
6-9 minggu 90-120
9-12 minggu 120-150
Sumber : Ari Wijayani dan Wahyu Widodo, 2005
Tabel 5. Komposisi nutrisi stok A
Nutrien Formula Konsentrasi
(gr/20l)
Konsentrasi (gr/45l) Kalsium
nitrat
CaNO3 4457 10030
Besi (Fe) FeEDTA 351 790
Sumber : Ari Wijayani dan Wahyu Widodo, 2005
Tabel 6. Komposisi nutrisi stok B
Nutrien Formula Konsentrasi
(gr/20l)
Konsentrasi
(gr/45l)
Monopotasium Phospat
KH2PO4 1168 2630
Potasium Nitrat
KNO3 2491 5830
Magnesium Sulfat
MgSO4 2280 5130
Mangan Sulfat MnSO4 27 61
Asam Borat H3SO4 7.5 17
Amonium Molibtate
(NH4)MO7O24 0.164 3.7
Tembaga Sulfat
CuSO4 0.173 3.9
Zinc Sulfat ZnSO4 0.196 4.4
Sumber : Ari Wijayani dan Wahyu Widodo, 2005
Kekurangan salah satu unsur hara akan menyebabkan defisiensi
C.1. Kekurangan Unsur Besi (Fe)
Defisiensi zat besi sesungguhnya jarang sekali terjadi. Terjadinya
gejala-gejala pada bagian tanaman terutama daun yang kemudian dinyatakan sebagai
kekurangan tersedianya zat Fe (besi). Terjadi ketidakseimbangan antara zat
Fe dengan zat kapur pada tanah yang berkelebihan kapur dan yang bersifat
alkalis. Jadi masalah ini merupakan masalah pada daerah-daerah yang
tanahnya banyak mengandung kapur. Gejala-gejala yang tampak pada daun
muda, mula-mula secara setempat-tempat berwarna hijau pucat atau hijau
kekuningan-kuningan, sedangkan tulang-tulang daun tetap berwarna hijau
serta jaringan-jaringannya tidak mati. Selanjutnya, pada tulang-tulang daun
terjadi klorosis yang tadinya berwarna hijau berubah menjadi warna kuning
dan ada pula yang menjadi putih. Gejala selanjutnya yang paling hebat terjadi
pada musim kemarau, daun-daun muda banyak yang menjadi kering dan
berjatuhan. Tanaman kopi yang ditanam didaerah-daerah yang tanahnya
banyak mengandung kapur, sering tampak gejala-gejala demikian.
C. 2. Kekurangan Unsur Mangan (Mn)
Gejala-gejala dari defisiensi Mn pada tanaman adalah hampir sama
dengan gejala defisiensi Fe pada tanaman. Pada daun-daun muda diantara
tulang-tulang daun secara setempat-setempat terjadi klorosis, dari warna hijau
menjadi warna kuning yang selanjutnya menjadi putih. Akan tetapi
tulang-tulang daunnya tetap berwarna hijau, ada yang sampai ke bagian sisi-sisi dari
tulang. Jaringan-jaringan pada bagian daun yang klorosis mati sehingga
praktis bagian-bagian tersebut mati dan mengering. Ada kalanya terus
mengeriput dan ada pula yang jatuh sehingga daun tampak menggerigi.
Defisiensi Mn berakibat pada pembentukan biji-bijian yang kurang baik.
C.3. Kekurangan Unsur Borium (B)
Walaupun unsur borium sedikit saja diperlukan tanaman bagi
pertumbuhannya, tetapi kalau unsur ini tidak tersedia bagi tanaman gejalanya
cukup serius. Seperti yang terlihat pada bagian daun, terutama daun-daun
bawah yang selanjutnya menjalar ke bagian tepi-tepinya sehingga
jaringan-jaringan daun mati. Daun-daun baru yang masih kecil-kecil tidak dapat
berkembang, sehingga pertumbuhan selanjutnya kerdil. Kuncup-kuncup yang
mati berwarna hitam atau coklat. Selain itu juga terlihat pada bagian buah
yang mengalami penggabusan. Pada tanaman yang menghasilkan umbi, umbi
mengecil dan terkadang penuh dengan lubang-lubang kecil berwarna hitam,
demikian pula pada bagian akarnya.
C.4. Kekurangan Unsur Tembaga (Cu)
Defisiensi unsur tembaga akan menimbulkan gejala-gejala seperti yang
terlihat pada bagian daun, terutama daun-daun yang masih muda yang tampak
layu dan kemudian mati (die back). Sedangkan ranting-rantingnya berubah
warna menjadi coklat dan akhirnya mati. Pada bagian buah, umumnya
menjadi kecil dan berwarna coklat serta pada bagian dalamnya sering terdapat
sejenis perekat (gum). Gejala-gejala ini seperti terdapat pada tanaman
penghasil buah-buahan seperti tanaman jeruk, apel, pir dan lain-lain.
C.5. Kekurangan Unsur Seng atau Zinkum ( Zn)
Tidak tersediannya unsur Zn bagi pertumbuhan tanaman menyebabkan
tanaman tersebut mengalami beberapa penyimpangan dalam
pertumbuhannya. Penyimpangan ini menimbulkan gejala-gejala yang dapat
kita lihat pada bagian daun yang tua seperti bentuk yang lebih kecil dan
sempit dari pada bentuk umumnya. Selain itu terjadi klorosis di antara
tulang-tulang daun.
C.6. Kekurangan Unsur Molibdenum (Mo)
Molibdenum atau sering pula disebut molibdin tersedianya dalam tanah
dalam bentuk MoS2 dan sangat dipengaruhi oleh pH. Biasanya pada pH
rendah ketersediaannya bagi tanaman akan kurang. Defisiensi unsur ini
menyebabkan beberapa gejala pada tanaman, antara lain pertumbuhannya
tidak normal, terutama pada sayur-sayuran. Secara umum daunnya
terlebih dahulu sebelum mengering dan mati. Mati pucuk (die back) bisa pula
terjadi pada tanaman yang mengalami kekurangan unsur hara ini.
C.7 Kekurangan Unsur Si, Cl Dan Na
Unsur Si atau silisium hanya diperlukan oleh tanaman serelia misalnya
padi-padian. Akan tetapi, kekurangan unsur ini belum diketahui dengan jelas
akibatnya bagi tanaman. Defisiensi unsur Cl atau klorida dapat menimbulkan
gejala pertumbuhan daun yang kurang abnormal (terutama pada tanaman
sayur-sayuran), daun tampak kurang sehat dan berwarna tembaga.
Kadang-kadang pertumbuhan tanaman tomat, gandum dan kapas menunjukkan gejala
seperti itu. Defisiensi unsur Na atau natrium bagi pertumbuhan tanaman yang
baru diketahui pengaruhnya yaitu mengakibatkan resistensi tanaman akan
merosot terutama pada musim kering. Tanpa unsur Na, tanaman dalam
pertumbuhannya tidak dapat meningkatkan kandungan air.
D. Drip Irrigation Technique (DIT)
Teknik budidaya menggunakan fertigasi Drip Irrigation Technique atau
irigasi tetes ini adalah cara yang paling umum digunakan di dalam greenhouse.
Satu set sistem ini terdiri dari pipa PVC sebagai pipa utama, kemudian pipa
cabang atau lateral dengan diameter 1 cm dari bahan PE (polyetilen) berwarna
hitam untuk mencegah tumbuhnya jamur dan lumut, selang penetes (drip tube)
yang berukuran 5 mm, dan terakhir adalah emiter yaitu alat berupa regulating
stick atau dripper yang berfungsi untuk menyumbat bagian ujung selang penetes.
Cara kerjanya adalah air yang sudah dicampur nuitrisi AB Mix dalam tangki
dialirkan menuju screen filter untuk disaring, lalu aliran pupuk akan menuju
dripper untuk menalirkan nutrisi ke tanaman. Tanaman ditanam dengan media
substrat seperti arang sekam dan larutan nutrisi diteteskan di sekitar daerah
perakaran. Beberapa kali dalam sehari dilakukan penyiraman tergantung dari
kebutuhan tanaman yang berkorelasi positif terhadap umur dan besar tanaman
selain jenis media dan faktor cuaca (Chadirin, 2007). Dari sumber yang sama
1. Irigasi tetes dapat digunakan untuk berbagai tipe permukaan lahan. Irigasi
tetes dapat berfungsi lebih baik dari sistem irigasi lainnya pada keadaan
lahan yang memiliki laju infiltrasi tinggi.
2. Penggunaan air yang efisien. Apabila nilai guna air di suatu daerah sangat
mahal dan air juga relatif sulit untuk diperoleh, maka irigasi tetes
merupakan pilihan terbaik. Dengan aplikasi sistem irigasi tetes,
kehilangan air akibat evaporasi, perkolasi, runoff, dapat dikurangi
sehingga tanaman dapat memperoleh air secara optimal.
3. Dapat menghemat biaya tenaga kerja karena nutrisi diberikan
bersama-sama dengan larutan nutrisi dalam bentuk air irigasi. Pemberian nutrisi
inipun dapat dilakukan dengan bantuan timer digital untuk mengurangi
jumlah tenaga kerja.
Beberapa kendala berhubungan dengan faktor lingkungan serta hama dan
penyakit tanaman yang menyerang pada sistem drip irrigation technique. Hal ini
sangat mengganggu karena mengurangi kemampuan tanaman dalam menyerap
unsur hara yang telah diberikan melalui emiter. Dalam prosesnya, serangan terjadi
relatif cepat. Upaya penanggulangan hanya berupa usaha preventif dengan bahan
kimia sesuai dosis anjuran. Walaupun belum ada data secara rinci dan lengkap
mengenai kehilangan hasil tomat akibat serangan hama dan penyakit, tetapi
kehilangan hasil tersebut ternyata cukup besar. Sebagai contoh, kehilangan hasil
akibat serangan ulat buah (Helicoverpa armigera Hubn.) diperkirakan dapat
mencapai 56% (Setiawati, 1990). Keadaan tersebut mendorong para petani tomat
melakukan upaya pengendalian secara preventif dengan menggunakan pestisida
secara intensif. Hasil penelitian Gunawan (1997) menunjukkan, bahwa petani
tomat di Lembang dan Pangalengan melakukan aplikasi penyemprotan pestisida
sebanyak 21 25 kali per musim tanam, dengan konsentrasi di atas anjuran. Hal tersebut disebabkan karena menurut petani kegagalan panen yang diakibatkan
serangan hama dan penyakit mempunyai probabilitas yang cukup tinggi. Beberapa
gejala kelayuan menurut Setiawati (1997) termasuk serangan hama dan penyakit
tanaman yang ditemukan selama melakukan penelitian yang banyak menyerang
D.1. Proses Pelayuan Pada Tanaman
Kebutuhan nutrisi serta air pada pertumbuhan tanaman akan
berkorelasi positif terhadap proses kelayuan pada tanaman. Dengan
cukupnya ketersediaan air dalam media tanam akan memelihara tekanan
turgor yang menyebabkan daun tumbuh tegak atau tidak layu. Kebutuhan air
tanaman tiap harinya bergantung pada tingkat evaporasi dan transpirasi dari
tanaman itu sendiri. Pada dasarnya evaporasi ditentukan oleh besarnya
radiasi matahari yang sampai pada permukaan tanah yang menguapkan air
yang disimpan dalam media tanam. Proses ini akan terus berkurang seiring
dengan tahap pertumbuhan tanaman dimana daun yang melebar akan
membentuk kanopi yang mengurangi radiasi yang sampai di permukaan
tanah. Oleh karena itu, saat tanaman tumbuh besar, transpirasi dari tanaman
yang lebih berpengaruh. Dengan adanya gejala evaporasi dan transpirasi ini
maka pemberian nutrisi harus dilakukan untuk menjaga keseimbangan
neraca air dalam media tanam. Laju evapotranspirasi ini dilambangkan
dengan satuan milimeter (mm) per satuan waktu. Satuan waktu dapat berupa
jam, hari, bulan, atau periode pertumbuhan tanaman dalam setahun. Dari
hasil penelitian sebelumnya diketahui bahwa kebutuhan air tanaman harus
memenuhi keseimbangan evapotraspirasi tanaman yaitu sebesar 0-22.5 mm
per hari atau ekuivalen dengan 0-1200 ml per tanaman per hari. Dengan
demikian, pemberian nutrisi yang sesuai kebutuhan tanaman dilakukan
dengan takaran yang sudah ditentukan tidak sekaligus, melainkan bertahap
sampai mencapai batas keseimbangan evapotranspirasi tanaman. Pemberian
air dan nutrisi yang berlebih akan menyebabkan terjadinya penguapan dan
pemborosan.
D.2.Layu Bakteri
Penyebab : Bakteri (Ralstonia solanacearum)
Gejala antara lain adalah sebagai berikut :
1. Daun layu disertai dengan warna menguning, diawali dari salah satu
berumur sekitar enam minggu.
2. Gejala lanjut berupa daun layu secara menyeluruh dan berwarna coklat
diikuti dengan matinya tanaman.
3. Bila batang tanaman terserang, bila dipotong akan tampak garis
vaskuler berwarna gelap. Saat potongan batang tersebut dimasukkan ke
dalam air bening, akan keluar eksudat berupa lendir berwarna putih
keabu-abuan. Pada fase serangan ringan keadaan tersebut tidak tampak.
4. Eksudat dapat ditemukan pada akar ditandai dengan menempelnya
tanah pada bagian akar tersebut.
5. Kondisi yang menguntungkan bagi perkembangan patogen adalah suhu
27°C, cuaca kering dan curah hujan yang banyak.
Pengamatan dilakukan pada 5% populasi tanaman. Jika pada
tanaman terdapat gejala serangan, pengendalian dapat dilakukan dengan
biologis yaitu memanfaatkan musuh alami patogen antagonis, seperti
Pseudomonas flurescens yang diaplikasikan pada permukaan bedengan
secara merata saat tanaman berumur 15 hari setelah tanam. Atau dengan
memanfaatkan aneka tanaman biopestisida selektif. Pada penelitian ini
dilakukan pengendalian dengan cara kimia yaitu dengan memberi perlakuan
benih sebelum ditanam dengan bakterisida selektif dan efektif. Apabila cara
pengendalian lainnya tidak mampu menekan serangan layu bakteri sampai
mencapai 5%, aplikasi bakterisida selektif dan efektif dilakukan sesuai
dosis/konsentrasi yang direkomendasi, contohnya menggunakan bakterisida
merk Agrept. Contoh tanaman yang terserang penyakit ini dapat dilihat pada
Gambar 3.
D.3. Layu Fusarium
Penyebabnya adalah cendawan (Fusarium solani) dan gejala yang
ditemukan selama penelitian berlangsung antara lain :
1. Daun tampak layu dimulai dari daun bawah berkembang ke daun atas.
Kemudian menguning dan akhirnya mengering kecuali pucuk yang
tetap berwarna hijau dan pertumbuhan tanaman tidak normal.
2. Batang tanaman yang terserang bila dipotong akan tampak kambiumnya
berwarna coklat. Warna coklat serupa kadang dijumpai juga pada
pembuluh tangkai daun.
3. Pada tanah basah atau dingin, batang di bawah permukaan tanah
menjadi busuk, tanaman layu dan mati.
Pengendalian dilakukan dengan cara biologis antara lain dengan
memanfaatkan musuh alami patogen antagonis, seperti Trichoderma sp.
atau memanfaatkan aneka tanaman biopestisida selektif. Dalam penelitian
ini dilakukan dengan cara kimia yaitu dengan memberi perlakuan benih
sebelum ditanam dengan fungisida selektif dan efektif. Apabila cara
pengendalian lainnya tidak mampu menekan serangan layu fusarium sampai
mencapai 5%, aplikasi fungisida selektif dan efektif dilakukan sesuai
dengan dosis/konsentrasi yang direkomendasi. Gejala serangan seperti
telihat pada Gambar 4.
D.4. Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)
Gejala yang timbul dari serangan ulat grayak dimana hama ini
menyerang epidermis yaitu dengan meninggalkan bagian atas daun hingga
berupa bercak-bercak putih transparan. Serangan larva dewasa
menyebabkan daun sampai berlubang, bahkan sampai tulang daun.
Pengendalian dapat dilakukan dengan cara biologis yaitu memanfaatkan
musuh alami parasitoid, seperti Telenomus spodopterae Dodd (Sceliomidae)
dan Peribaea sp. (Tachinidae). Atau dapat pula dengan memanfaatkan
aneka tanaman biopestisida selektif. Aplikasi insektisida secara efektif
sesuai konsentrasi yang direkomendasikan.
D.5. Kutu DaunMyzus persicae (Sulz.)
Secara umum, hama kutu daun berbentuk nimfa dan imago dan
hidup bergerombol, pada permukaan bawah daun atau pada pucuk tanaman
tomat. Bentuknya ada yang tidak bersayap, dan ada yang bersayap.
Warnanya umumnya hijau atau hijau kehitaman, kadang-kadang coklat.
Hama terkadang memiliki populasi tinggi, tetapi biasanya dapat
dikendalikan oleh musuh alaminya. Hama ini dapat menjadi vektor penyakit
virus tanaman. Musuh alami hama ini adalah Kumbang predator
(Coccinelidae), Lalat predator (Syrphidae, Chamaemyiidae). Dalam
penelitian ini tidak terjadi serangan masif, karena begitu ada gejala, maka
tanaman yang terkena langsung dikarantina dan dibakar. Contohnya seperti
Gambar 5. Hama kutu daun, Myzus persicae (Sulz.)
E. Citra Digital
Menurut Esther (2008), citra digital didefinisikan sebagai citra
f(x,y) yang telah didigitalisasi baik koordinat area maupun brightness level.
Dalam pengertian lain pengolahan citra dapat dideskripsikan sebagai proses
pengolahan dan analisis citra yang banyak melibatkan persepsi visual. Dalam
bagan kartesius untuk menyamakan persepsi dalam melihat suatu objek citra, nilai
f di koordinat (x,y) dinyatakan sebagai brightness/grayness level dari citra pada
titik tersebut. Citra digital tersusun dalam bentuk raster (grid atau kisi). Setiap
kotak (tile) yang terbentuk disebut piksel (picture element) dan memiliki
koordinat (x,y). Sumbu x (horisontal) adalah kolom (column) dari sampel
(sample). Sumbu y (vertikal) adalah baris (row, line). Setiap piksel memiliki nilai
(value atau number) yang menunjukkan intensitas keabuan pada piksel tersebut
sehingga citra juga dapat berarti kumpulan piksel-piksel yang disusun dalam larik
dua dimensi. Indeks baris dan kolom (x,y) dari sebuah piksel dinyatakan dalam
bilangan bulat.
Menurut Ahmad (2005), piksel (0,0) terletak pada sudut kiri atas pada
citra, indeks x bergerak ke kanan dan indeks y bergerak ke bawah. Konvensi ini
dipakai merujuk pada cara penulisan larik yang digunakan dalam pemrograman
sistem perangkat citra digital yang melakukan penjelajahan citra sehingga
membentuk suatu matriks dimana elemen-elemennya menyatakan nilai intensitas
cahaya pada suatu himpunan diskrit dari titik. Ada beberapa perangkat keras yang
diperlukan terutama untuk melakukan proses digitasi, bukan untuk melakukan
pengolahan citra. Perangkat keras pertama adalah sensor citra (image sensor),
untuk menangkap pantulan cahaya oleh obyek yang kemudian disimpan dalam
bentuk nilai intensitas di memori komputer. Banyak macam dari sensor citra ini
yang digunakan untuk menangkap citra seperti yang kita lihat pada TV yaitu
vidicon tube, image orthicon tube, image dissector tube dan solidstate image
sensor. Saat ini solid-state image sensor banyak digunakan karena mempunyai
banyak kelebihan seperti konsumsi daya listrik yang kecil, ukurannya kecil dan
kompak, tahan guncangan dan sebagainya. Ini sangat diperlukan bila
diintegrasikan kedalam suatu mesin atau sistem robotik agar bentuknya kompak
dan padat. Solid-state image sensor punya sebuah larik elemen fotoelectric yang
dapat membangkitkan tegangan listrik dari photon ketika menerima sejumlah
energi cahaya. Sensor jenis ini dapat diklasifikasikan berdasarkan caranya
melakukan scanning, yang umumnya dibedakan menjadi dua yaitu
charge-coupled device (CCD) dan complementary metal-oxide semi -conductor (CMOS).
Jenis CCD memiliki kelebihan pada resolusi yang tinggi dan kompensasi dari
ketersediaan cahaya yang lemah, sedangkan jenis CMOS mempunyai kelebihan
pada bentuk yang kecil dan ringan dengan tetap memberikan hasil citra yang
tajam. Tetapi seiring kemajuan teknologi, batas antara kedua macam sensor ini
akan semakin kabur kecuali bila kita memerlukan sensor dengan karakteristik
ekstrim dari kedua macam sensor yang sudah dijelaskan. Sebuah kamera warna
mempunyai tiga sensor citra masing-masing untuk warna merah, hijau, dan warna
biru, atau mempunyai satu sensor yang dilengkapi dengan filter RGB. Untuk
pengoperasian di luar ruangan dimana tingkat pencahayaan sangat bervariasi dan
tergantung pada keadaan lingkungan, sebuah kontrol otomatis untuk diafragma
pembukaan lensa mungkin menjadi satu kelengkapan yang diperlukan, agar citra
yang dihasilkan tidak terlalu tinggi variasinya bila terjadi perubahan tingkat
Sinyal yang dihasilkan kamera TV adalah sebuah sinyal citra yang dapat
digambarkan sebagai sinyal analog dari bentuk gelombang listrik, yang tidak
dapat langsung dipetakan ke dalam memori komputer untuk membentuk suatu
citra. Sinyal analog ini kemudian dikonversi menjadi sinyal digital oleh ADC.
Karena konversi ini, bentuk sinyal analog yang kontinyu berubah menjadi sinyal
digital yang diskret atau putus-putus. Selanjutnya sinyal digital keluaran ADC
ditransmisikan kepada memori komputer melalui konektivitas firewire untuk
membentuk citra digital. Rangkaian perangkat keras yang dilengkapi dengan ADC
III. METODOLOGI
A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung dari
minggu kedua April 2009 sampai minggu awal Juli 2009 di Laboratorium Teknik
Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Percobaan dan perancangan sistem kontrol
dan monitoring akan dilakukan di rumah kaca yang terdapat di Laboratorium
Lapangan Departemen Teknik Pertanian IPB. Rencana kegiatan penelitian dapat
dilihat pada Lampiran 1.
B. Bahan Dan Peralatan
Bahan untuk penelitian ini adalah tanaman tomat hibrida varietas Menara,
media tanam arang sekam yang sudah disterilkan, polibag, dan unsur hara atau
nutrisi AB Mix yang dikhususkan untuk pertumbuhan tanaman tomat. Tripod
digunakan untuk membangun dudukan kamera CCD dalam sistem penangkap
citra digital. Selain itu diperlukan juga sistem drip irrigation yang sudah
terpasang di rumah kaca laboratorium Lapangan Teknik Pertanian di Leuwikopo.
Peralatan yang digunakan adalah satu unit rumah kaca, kamera CCD, satu set
komputer dengan bingkai penangkap citra (image frame grabber), dan sebuah
program pengolah citra, serta kartu interfacing rangkaian relay untuk
menghubungkan sistem irigasi pompa dengan komputer pengendali.
C. Metodologi
Dalam penelitian ini ada serangkaian tahapan yang dilalui sebelum
dilakukan pengolahan citra untuk mengamati pertumbuhan tanaman tomat.
Tahapan ini berupa kegiatan penumbuhan bibit tomat sampai tahap pindah
tanaman ke polibag. Dari kegiatan pra penelitian ini nantinya akan berpengaruh
pada hasil penelitian, sebab pertumbuhan optimum tanaman tomat dimulai dari
kualitas benih dan bibit yang bagus pula. Setelah tanaman tumbuh normal di
polibag, maka dilakukan pengambilan citra secara manual dan otomatis seperti
penelitian mengenai pertumbuhan dan kebutuhan nutrisi tanaman tomat
menggunakan objek berupa sekelompok tanaman tomat. Tanaman-tanaman
tomat diamati pertumbuhannya setiap hari dengan satu tanaman digunakan
sebagai sampel contoh. Tanaman sampel contoh digunakan dalam menganalisis
kebutuhan nutrisi berdasarkan respon tanaman terhadap faktor pertumbuhan,
yang dalam hal ini adalah air dan nutrisi.
Adapun proses pra pengamatan dapat dijelaskan melalui beberapat
tahapan sebagai berikut :
C.1. Persiapan Awal
Untuk media semai yang digunakan adalah arang sekam. Setelah
dikeluarkan dari karung, maka arang sekam dipindahkan ke dalam pot tray
dengan diameter kurang lebih 10 cm. Tahap selanjutnya adalah sterilisasi
media semai. Sterilisasi media semai dilakukan dengan menggunakan uap
panas dari air yang mendidih, yang dialirkan ke lemari sterilisasi atau pipa
yang berlubang-lubang. Setelah mencapai suhu 80oC, waktu sterilisasi ditambah dua jam lagi dan biasanya agar media tanam mencapai suhu
80oC dibutuhkan waktu empat jam, sehingga total waktu sterilisasi adalah Gambar 6. Diagram fertigasi otomatis berdasarkan analisis citra digital
Analisis Program Pengolah Citra
Digital
Via Firewire
Sampel
Tanaman Kamera CCD
Tampilan di Layar Komputer
Output Program Pompa
Fertigasi
Disimpan dalam format bitmap
enam jam. Lama waktu sterilisasi tergantung dari keadaan cuaca saat
berlangsungnya kegiatan tersebut. Setelah media semai selesai disterilkan,
maka biarkan sampai dingin.
C.2. Persemaian
Wadah semai yang digunakan biasanya adalah pot-pot kecil,
wadah plastik (tray), atau disebarkan di lahan dengan kontrol tertentu.
Pada penelitian ini digunakan wadah khusus yaitu tray. Wadah ini
digunakan pada awal menyemai saja, setelah benih berkecambah (berumur
tiga minggu) maka semaian dipindahkan ke wadah polibag ukuran 30
cm×30 cm. Sebelum kegiatan semai dimulai, terlebih dahulu media sekam
dijenuhkan dengan menyiram air secukupnya ke dalam media tanam.
Benih diambil dengan menggunakan pinset, lalu ditanam sedikit di bawah
permukaan supaya ketika kecambah muncul akan relatif mudah untuk
dipindahkan. Selanjutnya tray ditutup dengan kertas agar terjaga
kelembabannya. Pada Gambar 3 dapat dilihat proses tanaman tomat saat
masuk di dalam tray. Pemeliharaan yang dilakukan sebelum benih
berkecambah hanya disiram air saja, tidak ditambahkan hara karena
cadangan makanan benih dianggap cukup untuk masa pertumbuhannya.
Selain itu, penempatan benih di dalam rumah kaca harus terkena sinar
matahari dan naungan segera dibuka ketika benih sudah berkecambah.
Apabila terlambat akan menyebabkan benih tidak tumbuh secara
proporsional. Dalam arti kata, batang tumbuh panjang tapi terlalu kurus
karena kekurangan sinar matahari. Keterlambatan penyinaran akan
menyebabkan tanaman mengalami kemunduran daya tahan tumbuh,
karena dengan batang yang terlalu panjang akan menyebabkan akar tidak
dapat menyangga dengan baik. Ada baiknya tanaman pada periode ini
dijemur pada pagi hari sekitar pukul 09.00 WIB sampai 11.00 WIB, lalu
dimasukkan ke tempat terlindung setelah pukul 12.00 WIB sehingga benih
Gambar 7. Benih tomat di dalam wadah (tray) yang baik mutunya
C.3. Pembibitan
Pada budidaya dengan menggunakan polibag, maka benih cukup
dibesarkan dalam tray saja agar dapat mengefisiensikan biaya produksi.
Setelah tiga minggu saat benih sudah kuat menopang dirinya sendiri, maka
siap dipindahkan ke polibag ukuran 30 cm×30 cm. Umumnya benih yang
sudah siap dipindahkan memiliki jumlah daun lebih dari enam helai
dengan catatan, benih yang baik adalah proporsional tinggi dan diameter
batangnya. Pada Gambar 8 adalah contoh benih yang kurang baik
mutunya. Bibit yang seperti ini, kemungkinan tumbuh relatif sangat kecil,
sehingga apabila digunakan untuk tanaman produksi sangatlah tidak
dianjurkan dan lebih baik mengganti dengan bibit yang lebih baik
mutunya.
C.4. Persiapan Infrastruktur
Sebelum greenhouse digunakan sebagai tempat budidaya, terlebih
dahulu disterilkan, terutama dari vektor-vektor pembawa penyakit dan hama
tanaman. Sebelum dibersihkan, pastikan plastik yang menutupi greenhouse
tidak berlubang atau koyak supaya dapat meminimalkan masuknya hama
tanaman. Gunkan sarung tangan, masker dan baju panjang seperti peralatan
yang terlihat pada Gambar 9. Terlebih dahulu greenhouse disapu dan dipel,
selanjutnya disemprot menggunakan air hangat untuk membilas
kotoran-kotoran yang masih menempel lalu disemprotkan cairan desinfektan selama
tiga hari berturut-turut untuk memastikan kebersihan ruangan dari kontaminan.
Upaya ini harus dilakukan minimal dua minggu sebelum pindah tanam
sekaligus menunggu benih cukup umur untuk dipindahkan. Penyemprotan
dengan larutan lysol dilakukan sekitar 15 cm diatas permukaan lantai tanaman
agar larutan dari knapsack sprayer dapat tersebar merata. Langkah selanjutnya
adalah pembersihan pipa-pipa irigasi tetes agar tidak terjadi penyumbatan
akibat pengendapan. Caranya dengan mengalirkan deterjen ke dalam pipa dan
dibilas dengan air bersih. Sterilisasi pipa dapat dilakukan dengan mengalirkan
asam nitrat dengan konsentrasi 31 liter asam nitrat per 97 liter air, lalu
dibiarkan di dalam pipa selama tiga jam. Kemudian alirkan larutan keluar pipa
dan bilas dengan air bersih. Larutan asam nitrat ini mampu membersihkan
endapan-endapan garam mineral dalam pipa lateral, manifold dan emiter
sehingga distribusi hara akan lancar. Setelah itu, dilakukan kalibrasi emiter
untuk memperoleh waktu yang tepat dalam mengalirkan sejumlah tertentu
larutan nutrisi ke polibag. Hal ini penting dilakukan agar tidak terjadi
pemborosan nutrisi. Salah satu hal yang penting adalah pengecekan terhadap
sambungan pipa-pipa agar tidak ada kebocoran. Bila terjadi kebocoran, selain
tekanan aliran berkurang, kerja pompa semakin berat, juga menyebabkan
nutrisi yang harganya relatif mahal akan terbuang percuma, akibatnya efisiensi
biaya tidak dapat dilakukan. Untuk itulah tahapan ini haruslah dikerjakan
[image:30.595.167.448.102.281.2]
Gambar 9. Peralatan sterilisasi greenhouse
C.5. Persiapan dan Peletakan Media Tanam
Arang sekam dan polibag dipersiapkan, pengisian media dilakukan di
dalam greenhouse agar terjaga kebersihannya. Selain kebersihan media tanam,
operator harus dalam keadaan steril. Jangan sampai hama tanaman yang ada di
tapak kaki atau sol sepatu sehingga ikut mengkontaminasi rumah kaca. Polibag
yang digunakan adalah ukuran 30 cm×30 cm dan polibag ini dapat dipakai
berulang kali selama tidak rusak. Polibag diatur jaraknya sejauh 60 cm per
unit. Selanjutnya dripper stick ditancapkan ke dalam media tanam. Sebelum
benih ditanam, maka media tanam disiram dengan hara AB Mix dengan nilai
EC 2.5 dan dibiarkan selama 12 jam. Untuk polibag biasanya disiram 1.5
liter-2.0 liter, selain itu juga diberi furadan tiga gram per polibag. Selanjutnya
dripper stick diarahkan dengan ditusuk dari jarak sekitar 3 cm-5 cm langsung
ke daerah perakaran.
C.6. Pemeliharan
Pemeliharaan tanaman dilakukan setiap hari dengan menyiram air ke
polibag tanaman. Setelah tanaman mulai tumbuh besar sehingga tidak sanggup
menopang dirinya sendiri, maka dilakukan pengajiran. Pengajiran dilakukan
untuk menopang tanaman dengan tali rami agar tanaman dapat berdiri tegak
sesuai jalur polibag. Tali rami dipakai karena sifatnya yang mudah kering,
mulai membentuk banyak cabang baru, maka dilakukan pembuangan
tunas-tunas yang tidak berguna atau pewiwilan, kegiatan ini dilakukan dua hari
sekali. Untuk membantu penyerbukan, tanaman tomat digoyang-goyang.
Kegiatan ini dilakukan dua kali seminggu sejak bunga mekar. Kegiatan tadi
secara rutin dilakukan disamping pemberian hara yang dikontrol berbasis
monitoring dengan kamera CCD. Selain itu dilakukan juga pengendalian hama
dan penyakit dimana dosis perawatan disesuaikan dengan literatur yang
tersedia. Gejala kekurangan air tanaman tomat dapat dilihat pada Gambar 10.
Setelah melalui tahap pindah tanam, maka tahapan selanjutnya adalah
pengambilan citra tanaman tomat secara manual untuk dianalisis
pertumbuhannya. Kemudian dilaksanakan monitoring secara real time untuk
dianalisis kebutuhan nutrisinya.
C.7. Pengambilan Citra Tomat Menggunakan Kamera Digital
Pengambilan citra tomat menggunakan kamera digital dilakukan
untuk mengamati pertumbuhan tomat yang dilakukan secara manual,
pengambilan gambar dilakukan setiap hari dimana jarak pengambilan citra
tomat adalah 20 cm, 25 cm, 30 cm, 35 cm, 40 cm, 45 cm, 50 cm, dan 55 cm.
Tujuannya agar ketika tanaman tumbuh besar, semua bagian depan tanaman
dapat terekam di kamera digital. Sebelum dilakukan pengambilan gambar,
bentangkan kain merah yang digunakan sebagai latar belakang untuk
[image:31.595.221.438.256.419.2]pembentangan kain merah ini adalah untuk memudahkan pengambilan citra
biner atau dengan kata lain, pada program yang akan dibuat akan dilakukan
menghapusan warna merah, sehingga citra yang terekam adalah murni citra
tanaman tomat. Dari hasil pengambilan citra tanaman setiap harinya, maka
akan dilakukan analisis sehingga diperoleh ukuran area tanaman, tinggi dan
lebarnya dalam satuan piksel. Gambar disimpan dalam format bitmap agar
dapat dilihat dalam ukuran sebenarnya atau tidak dikompres.setelah dilakukan
perhitungan, maka dilakukan kalibrasi terhadap jarak-jarak yang sudah
ditentukan tadi, tujuannya agar dapat output program komputer yang
menganalisis ukuran tanaman dapat memberikan hasil yang baik.
C.8. Monitoring Berbasis Kamera CCD
Untuk mengoptimalkan pertumbuhan tanaman tomat, maka pemberian
air dan unsur hara harus dikontrol sesuai dengan kebutuhannya. Pada
penelitian ini, pemberian air dan unsur hara terhadap tanaman tomat selama
pertumbuhan dikontrol berdasarkan pendekatan citra tanaman yang diperoleh
dan selanjutnya diproses dengan program pengolahan citra yang telah dibuat.
Hasil dari program ini adalah parameter keadaan tanaman (sifat elektro-optik)
yaitu warna rata-rata RGB, tinggi, lebar, luas dan perimeter citra. Dalam
merancang sistem monitoring keadaan tanaman secara real time berkala,
maka citra tanaman perlu diambil secara berkala pula. Untuk itu perlu dibuat
sistem penangkap citra yang terdiri dari kamera CCD, rel untuk pergerakan
kamera, motor penggerak kamera, dan komputer yang dilengkapi dengan
kartu penangkap citra. Kamera CCD akan bergerak untuk menangkap citra
tanaman dari samping dan dari atas tanaman. Setelah sistem penangkap citra
telah dibangun, maka selanjutnya adalah membangun program komputer
untuk mengendalikan sistem. Program ini bertanggung jawab dalam
pengambilan dan pengolahan citra yang akan dibangun. Program akan
mengatur pergerakan kamera CCD, lalu menangkap citra tanaman tomat dan
mengolahnya. Hasil pengolahan citra tanaman akan diinterpretasikan sesuai
respon tanaman terhadap lingkungannya, lalu output dari program adalah
perlunya menjalankan pompa untuk irigasi atau tidak. Pengambilan citra ini
frekuensi dua hari sekali yaitu pada pagi dan petang hari. Saat program sudah
berjalan, pada pagi dan petang kamera CCD akan menangkap citra tanaman
dan mengolahnya di komputer. Hasilnya berupa informasi akan kebutuhan air
saat itu. Dengan debit pompa yang sudah diketahui, maka jumlah air irigasi
yang dialirkan akan sebanding dengan lamanya waktu untuk mengaktifkan
pompa. Secara keseluruhan, komputer sebagai pusat pengolah citra dan pusat
dari peralatan yang terhubung dengan dikendalikan oleh sebuah program
yang akan dibangun, kamera CCD digunakan untuk menangkap citra, pompa
dan saluran irigasi yang berfungsi mengalirkan air irigasi dari tangki
penampung ke setiap tanaman berdasarkan perintah yang diberikan oleh
program komputer. Gambar 11 di bawah ini memperlihatkan skema sistem
irigasi otomatis berdasarkan respon tanaman tomat yang ditangkap oleh
kamera CCD. Pada saat monitoring, kamera diletakkan sejajar dengan
tanaman untuk menangkap citra tanaman tomat. Sedangkan selang waktu
pemberian air, jumlah pemberian pupuk dan air juga diatur menggunakan
program. Aplikasi nutrisi pada tanaman tomat bergantung pada umur
tanaman, sehingga tiap perkembangan tanaman, program harus disusun untuk
menyesuaikan waktu nyala pompa.
[image:33.595.149.511.444.645.2]
Gambar 11. Skema fertigasi otomatis berdasarkan citra kamera CCD
Komputer Pengendali
Pompa Air Kamera
CCD
x
Polibag
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pelaksanaan penelitian dimulai dari proses persemaian benih, dimana benih
ditumbuhkan dalam tray dan dipindahtanamkan kedalam wadah polybag pada umur
2 minggu agar tanaman dapat menopang dirinya dengan baik. Setelah bibit yang
sehat dan baik mutunya lulus sortasi, maka dilakukan pindah tanam pada waktu pagi
hari dimana suasana cukup mendukung agar tidak terjadi stress tanaman yang
disebabkan karena adaptasi fisiologis yang terlalu ekstrim perubahannya. Bibit yang
baik dapat dilihat dari keragaannya yang relatif baik kondisinya dibanding bibit yang
lain antara lain. Setelah pindah tanam ke wadah yang lebih besar, maka arang sekam
dibasahi secukupnya agar tanaman tidak kekeringan. Setelah pindah tanam, barulah
dihitung umur tanam dan dilakukan pengambilan citra. Selama proses pemeliharaan,
harus diperhatikan kondisi masing-masing tanaman uji. Apabila terjadi suatu
serangan penyakit atau hama, maka tanaman yang bersangkutan harus segera
dikarantina atau dibakar agar tidak menulari tanaman disebelahnya. Pemberian
nutrisi dilakukan melalui irigasi tetes yang lamanya penyalaan pompa disesuaikan
dengan umur dan pertumbuhan tanaman. Umumnya pada tanaman yang berumur
sebulan diberi nutrisi dengan kapasitas 50-70 ml dan maksimum 1200 ml tiap
harinya dan diberikan tiga kali sehari pada pagi siang dan sore hari dengan waktu
yang sama.
Dari hasil pengamatan di lapangan, terlihat beberapa tahapan perkembangan
tanaman tomat, antara lain dari fisiologi tanaman. Tahap pertumbuhan tanaman
tomat yang terbagi secara umum dalam empat periode yaitu periode vegetatif,
periode pembungaan, periode periode generatif pemasakan buah seperti yang terlihat
Gambar 12 dibawah ini. Dari hasil pengamatan di greenhouse, dapat diketahui
bahwa ternyata tanaman yang berada di jalur tengah memiliki daya tumbuh paling
tinggi. Dari hasil pengamatan diketahui ternyata pada bagian tengah tanaman asupan
dan persaingan dalam mendapatkan sinar matahari relatif sedikit. Sebab ketika
matahari bergerak dari timur ke barat, maka tanaman bagian tengah akan mendapat
penuh sinar matahari, sedangkan tanaman di sebelah kanan atau kirinya akan
kekurangan sinar matahari akibat terhalang oleh tanaman di barisan tengah. Hal ini
mendapat sinar matahari didominasi oleh tanaman pada barisan tengah. Dari hasil
pengukuran diatas, terlihat bahwa perkembangan tanaman tomat terus menanjak
seiring pertambahan umurnya dan hal ini berarti tanaman dalam kondisi yang ideal.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 13. Susunan tanaman tomat di dalam greenhouse
Pada penelitian ini dilakukan dua jenis pengambilan data, yang pertama
pengambilan data manual dengan menggunakan kamera digital dengan resolusi TV Gambar 12. Tahap perkembangan tanaman tomat (a) fase
[image:35.595.107.492.130.785.2]dengan besar ukuran gambar adalah 640 x 480 piksel seperti pada Gambar 14. Yang
kedua adalah dengan monitoring secara real time menggunakan kamera CCD yang
dihubungkan ke komputer manggunakan koneksi firewire.
Gambar 14. Citra tanaman tomat sebelum dibersihkan.
Adapun pelaksanaan analisis data pertama adalah melalui prosedur antara lain
sebagai berikut :
1. Data yang telah diambil dikelompokkan ke dalam folder berupa nomor
tanaman dan disesuaikan dengan hari dan waktu pemotretan.
2. Data yang ada tadi dibersihkan latar belakangnya dari faktor lingkungan lain,
sehingga yang terlihat hanyalah morfologi tanaman saja seperti yang terlihat
pada gambar. Perangkat lunak yang digunakan untuk proses pembersihan
gambar adalah Paint Shop Pro v.6 dimana hasil dari program ini dapat dilihat
seperti pada Gambar 15.
3. Setelah data mentah tanaman dikelompokkan, dan dibersihkan, maka masuk
ke program analisis tanaman dimana interfacing program dapat dilihat seperti
pada Gambar 16.
Tampilan citra biner pada Gambar 15 dapat disempurnakan dengan
menggunakan fasilitas Erosion, Dilation, Opening, Closing dan size Filtering yang
terdapat pada menu Analisis Citra Biner. Morfology operation bertujuan
memperbaiki bentuk objek dalam citra biner yang didapatkan melalui proses
binerisasi. Erosion, Dilation, Opening, dan Closing digunakan untuk menghapus
bagian objek yang berlebih dan menutup yang kurang dalam ukuran kecil, sedangkan
[image:37.595.126.474.240.433.2]size Filtering digunakan untuk menyaring noise yang relatif besar.
Gambar 16. Citra tanaman tomat setelah dianalisis menggunakan program pengolah citra
Setelah gambar yang didapatkan relatif baik secara morfologi tanaman tomat,
maka baru dapat memasuki tahap analsis citra biner. Hasil analisis disimpan dalam
format bitmap dan nilainya disimpan dalam bentuk teks. Citra digital disimpan di
dalam hardisk komputer dalam format bitmap (.bmp) karena format ini memiliki
kelebihan dimana setiap elemen penyusun warna dari suatu citra, disimpan secara
lengkap atau tidak dikompres sebagaimana format dalam bentuk .jpeg tetapi format
bitmap juga memiliki kekurangan dalam hal memakan kapasitas ruang penyimpanan
hardisk yang relatif tinggi.
D. Pengolahan Citra dan Data Hasil Analisis Citra
Pengukuran luas dilakukan dengan cara citra yang sudah diambil diubah
menjadi gambar biner dengan format gambar adalah bitmap (.bmp) dengan tujuan
untuk membedakan objek sesungguhnya dengan latar belakang. Kemudian dapat
adalah objek asli yang berwarna putih dan objek latar belakan berwarna hitam.
Setelah objek sudah malalui proses binerisasi, selanjutnya dihitung luas area dari
objek tersebut dengan memilih Analisis citra biner, dilanjutkan dengan memilih
ukuran objek.
Ukuran objek hasil analisis dari tanaman melalui software analisis tinggi
tanaman belum dapat menunjukkan hasil yang baik karena nilai ukuran real dari
tanaman belum dikalibrasi. Untuk itulah perlu dihitung faktor kalibrasi tanaman
yang menentukan nilai real dari ukuran asli tanaman pada jarak pengambilan citra
yang sudah ditetapkan. Faktor pengali kalibrasi jarak terdapat pada Tabel 7. Dari
hasil pengukuran program pada Gambar 16, dapat diketahui bahwa area luas
objek dimana warnanya adalah putih adalah sebesar 13572 piksel dengan ukuran
tinggi 272 piksel dan lebar 315 piksel. Selanjutnya dengan cara yang sama
dilakukan terus menerus terhadap gambar tanaman yang sudah dibersihkan
kemudian hasil pengukuran disimpan dalam format text file (.txt) dan kemudian
diinterprestasikan dalam bentuk grafik rata-rata pertumbuhan seperti pada Gambar
17 dan 18.
Tabel 7. Faktor pengali untuk kalibrasi jarak tanaman.
Jarak
(cm) Area Tinggi Lebar
Faktor Kalibrasi Tinggi dan Lebar
Faktor Kalibrasi Area
20 22854 336 456 1 1
25 25673 307 397 1.239 1.535
30 30639 316 320 1.477 2.181
35 35458 290 275 1.713 2.934
40 53197 228 244 1.948 3.794
45 71664 200 209 2.181 4.756
50 110053 132 193 2.414 5.827
55 147581 135 181 2.646 7.001
Setelah pengambilan data citra tanaman, maka selanjutnya adalah menghitung
rata-rata pertumbuhan tanaman dimana rata-rata hasil kalibrasi dapat dilihat pada
Tabel 8. Dapat terlihat bahwa data asli dari pengambilan citra tanaman harus
dikali dengan faktor kalibrasi terlebih dahulu, karena jarak kamera saat
pengambilan citra selalu berubah-ubah disesuaikan dengan pertumbuhan dari
tanaman. Setelah dikalibrasikan, maka nilai rata-rata pertumbuhan tanaman tomat
dikalibrasikan, maka slope dari grafik menunjukkan nilai pertumbuhan yang
[image:39.595.108.510.159.736.2]positif.
Tabel 8. Rata rata pertumbuhan tanaman (piksel)
Hari Ke- Jumlah area
Jumlah Tinggi Jumlah Lebar Rata-rata area Rata-rata Tinggi Rata-rata Lebar
1 102761 3071 3537 3806 114 131
2 137401 3773 4148 5089 140 154
3 171221 4436 4790 6342 164 177
4 209449 5449 5629 7757 202 208
5 344172 6404 6642 12747 237 246
6 398994 7270 7427 14778 269 275
7 466299 8124 7801 17270 301 289
8 505001 9117 8340 18704 338 309
9 559503 9691 8936 20722 359 331
10 812119 11029 10190 30078 408 377
11 904838 12088 11072 33513 448 410
12 965045 12952 12048 35742 480 446
13 1337015 14703 13519 49519 545 501
14 1439080 15883 14357 53299 588 532
15 1537956 17060 15535 56961 632 575
16 2025829 19229 17123 75031 712 634
17 2163134 20129 17850 80116 746 661
18 2298709 20906 18699 85137 774 693
19 2451330 21588 19688 90790 800 729
20 3089883 23280 21182 114440 862 785
21 3293834 24124 22292 121994 893 826
22 3552884 25034 23297 131588 927 863
23 4443845 2