• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancangan Analisis Tanaman Tomat Dengan Pengolahan Citra Untuk Sistem Fertigasi Otomatis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rancangan Analisis Tanaman Tomat Dengan Pengolahan Citra Untuk Sistem Fertigasi Otomatis"

Copied!
164
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tomat (Lycopersicon esculentum Mill) merupakan sayuran buah yang

tergolong tanaman semusim berbentuk perdu dan termasuk ke dalam famili

Solanaceae. Buahnya merupakan sumber vitamin dan mineral. Penggunaannya

semakin luas, karena selain dikonsumsi sebagai tomat segar dan untuk bumbu

masakan, juga dapat diolah lebih lanjut sebagai bahan baku industri makanan

seperti sari buah dan saus tomat. Buah tomat saat ini merupakan salah satu

komoditas hortikultura yang bernilai ekonomi tinggi dan masih memerlukan

penanganan serius, terutama dalam hal peningkatan hasil dan kualitas buahnya.

Apabila dilihat dari rata-rata produksi, ternyata produksi tomat di Indonesia

masih rendah, yaitu 6.3 ton/ha jika dibandingkan dengan negara Taiwan, Saudi

Arabia dan India yang berturut-turut 21 ton/ha, 13.4 ton/ha dan 9.5 ton/ha

(Kartapradja dan Djuariah, 1992). Rendahnya produksi tomat di Indonesia

kemungkinan disebabkan varietas yang ditanam tidak cocok, kultur teknis yang

kurang baik atau pemberantasan hama/penyakit yang kurang efisien.

Kebanyakan varietas tomat hanya cocok ditanam di dataran tinggi, tetapi oleh

Badan Penelitian dan Pengambangan Pertanian telah dilepas varietas tomat

untuk dataran rendah, yaitu Ratna, Berlian, Mutiara serta beberapa varietas

lainnya (Purwati dan Asga, 1990). Tetapi seringkali terjadi penanaman tomat

tanpa memperhatikan kualitasnya, sehingga hasil dan kualitas buahnya sangat

rendah. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan tomat yang semakin tinggi

maka penelitian perlu diarahkan untuk meningkatkan hasil dan kualitas buah

tomat dengan menanam varietas-varietas unggul. Tomat dapat dikategorikan

sebagai tanaman sayuran utama yang semakin populer keberadaannya sejak abad

terakhir. Bagian yang dikonsumsi dari tanaman tersebut adalah bagian buahnya.

Selain memiliki rasa yang enak, buah tomat juga merupakan sumber vitamin A

dan C yang sangat baik. Tomat baik dalam bentuk segar maupun olahan,

memiliki komposisi zat gizi yang cukup lengkap dan baik. Buah tomat terdiri

dari 5-10% berat kering tanpa air dan 1% kulit dan biji. Jika buah tomat

(2)

(terutama glukosa dan fruktosa), sisanya asam-asam organik, mineral, pigmen,

vitamin dan lipid.

Tomat dapat digolongkan sebagai sumber vitamin C yang sangat baik karena

100 gram tomat memenuhi 20% atau lebih dari kebutuhan vitamin C sehari.

Vitamin C memelihara kesehatan gigi dan gusi, mempercepat sembuhnya

luka-luka, mencegah penyakit scurvy (skorbut), serta menghindarkan terjadinya

perdarahan pembuluh darah halus. Selain itu, tomat juga merupakan sumber

vitamin A yang baik karena 100 gram tomat dapat menyumbangkan sekitar

10-20% dari kebutuhan vitamin A sehari. Vitamin A sangat diperlukan bagi

kesehatan organ penglihatan, sistem kekebalan tubuh, pertumbuhan, dan

reproduksi. Vitamin A dan C pada tomat juga berkhasiat sebagai antioksidan.

Sari buah tomat mengandung vitamin dan mineral yang cukup lengkap. Dari 100

gram jus tomat akan diperoleh kalsium 7 mg, fosfor 15 mg, zat besi 0.9 mg,

natrium 230 mg, dan kalium 230 mg. Vitamin yang terdapat dalam 100 gram

sari buah tomat adalah vitamin A (1.050 IU), vitamin B1 (0.05 mg), vitamin B2

(0.03 mg) dan vitamin C (16 mg). Disamping itu, kandungan lycopenenya sangat

berguna sebagai antioksidan yang dapat mencegah perkembangan penyakit

kanker (Wener, 2000). Kebutuhan manusia akan hasil pertanian bermutu tinggi

semakin meningkat. Akhir-akhir ini konsumsi tomat di negara-negara maju

semakin meningkat dan sering diasosiasikan sebagai luxurious crop. Contohnya,

di Israel buah tomat merupakan komoditas yang sangat penting bagi konsumen,

sehingga seringkali digunakan sebagai acuan dalam menghitung indeks harga

konsumen. Di negara-negara sedang berkembang tomat sudah mulai menjadi

sayuran yang penting, namun orientasi petani dalam mengusahakannya masih

lebih mengacu pada peningkatan produksi dibandingkan dengan peningkatan

kualitas. Bila berorientasi kualitas, maka efisiensi harus dilakukan di segala

bidang terutama biaya yang harus dikeluarkan dalam budidaya pertanian yang

salah satunya adalah pemberian nutrisi. Oleh karena itulah mengapa penelitian

mengenai pemanfaatan teknologi modern dalam pertanian masa kini harus

(3)

B. Rumusan Permasalahan

Budidaya tanaman di bawah proteksi atau naungan berkembang relatif cepat

di berbagai negara, sebagai akibat dari adanya peningkatan permintaan terhadap

produk segar berkualitas tinggi. Perkembangan ini dipengaruhi banyak faktor,

namun observasi lebih jauh menunjukkan bahwa perkembangan tersebut

terutama didorong oleh introduksi teknologi plastik. Penggunaan rumah kaca,

misalnya di Eropa Barat Laut, sebenarnya cukup dominan, namun perbaikan

teknologinya berjalan relatif lambat. Kaca tetap merupakan material

pelindung/naungan yang tidak fleksibel, berat dan mahal. Sebagai

konsekuensinya, luasan rumah kaca di dunia dalam 25 tahun terakhir relatif

tidak berubah (Garnaud 1988). Sementara itu, penggunaan plastik, baik untuk

rumah plastik maupun mulsa meningkat secara cepat, terutama untuk memenuhi

permintaan konsumen yang semakin meningkat terhadap produk segar

berkualitas berasal dari sistem produksi bebas atau minimal pestisida. Areal

rumah plastik yang luasnya berkisar antara 55 000-60 000 hektar pada tahun

1976, bertambah menjadi 200 000 hektar pada tahun 1987 dan masih terus

menunjukkan perkembangan area, bahkan di negara-negara berkembang

sekalipun (Von Abeltitz, 1989). Budidaya tanaman di rumah plastik pada saat ini

mulai diposisikan sebagai sistem produksi utama sayuran segar. Berbagai

perbaikan teknologi, terutama berkaitan dengan efisiensi penggunaan

sumberdaya pada sistem budidaya ini telah banyak dilakukan. Tingkat

produktivitas yang tinggi serta relatif rendahnya penggunaan air menyebabkan

sistem ini direkomendasikan sebagai cara budidaya utama sayuran di Uni Emirat

Arab (Wittwer and Castilla, 1995). Beberapa keunggulan dari sistem budidaya

ini, yang pertama adalah tingkat produktivitas yang tinggi per unit lahan atau

volume air, kedua kegiatan produksi dapat dilakukan di luar musim, ketiga

panen dapat dilakukan relatif lebih dini dibandingkan dengan budidaya di

lapangan, dan keempat produk berkualitas tinggi dan higienis dapat dihasilkan,

terutama jika mengaplikasikan konsep pengelolaan hama terpadu serta

menggunakan pestisida organik (Allen, 1981; Rault, 1990). Budidaya sayuran

dalam rumah plastik di Indonesia telah menunjukkan perkembangan yang pesat,

(4)

ini masih belum terdokumentasi dengan baik dan kontrol pemberian nutrisi

masih belum baik dan cenderung boros karena belum adanya identifikasi

kebutuhan dan kendala produksi sayuran di rumah plastik. Selain itu, untuk

tujuan ekspor dimana kualitas produk adalah hal yang utama dapat kita ketahui

bahwa tanaman tomat cocok untuk produksi pertanian presisi dengan kontrol di

dalam greenhouse karena mampu dibudidayakan secara hidroponik. Penelitian

yang berorientasi pada kebutuhan tanaman secara real time belum banyak

dilakukan. Kenyataan bahwa kualitas buah tomat Indonesia masih rendah

mutunya sangat menarik untuk dikaji lebih jauh. Pengkajian berupa bagaimana

meningkatkan kualitas buah tomat dengan menggunakan varietas unggul hibrida

serta kontrol pertumbuhan dan kebutuhan nutrisinya secara real time. Dengan

semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, maka perlu

dikembangkan teknologi pertanian yang presisi dimana produksi tomat dapat

dikontrol dan dimonitoring secara real time, sehingga output dari usahatani

mampu memenuhi persyaratan ekspor ke negara-negara maju.

C. Tujuan

Tujuan kegiatan penelitian ini adalah untuk :

1. Mempelajari pertumbuhan dari tanaman tomat yang ditanam dalam media

arang sekam terhadap pemberian nutrisi melalui air irigasi menggunakan

teknologi pengolahan citra.

2. Merancang sistem monitoring secara real time tanaman tomat yang ditanam

dalam media arang sekam menggunakan kamera CCD dan

menginterpretasikan citra yang ditangkap secara berkala sebagai respon

terhadap pemberian nutrisi melalui air irigasi.

3. Mengintegrasikan sistem monitoring yang dikembangkan pada butir 2 dengan

sistem irigasi tetes yang dihubungkan ke pompa sehingga tercipta sistem

(5)

D. Kegunaan Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan akan terbentuk suatu sistem integrasi dalam hal

pemberian nutrisi atau fertigasi tanaman yang dilakukan secara otomatis dan real

time. Artinya, monitoring pertumbuhan tanaman dilakukan sepanjang hari, ketika

diketahui terdapat respon tanaman terhadap kebutuhan nutrisi yang berupa

kelayuan, maka sistem akan bekerja dengan memompa larutan nutrisi sesuai

kebutuhan tanaman. Kebutuhan nutrisi tanaman diperoleh dari literatur atau

penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Pengambilan citra yang dilakukan

setiap hari diharapkan dapat mendokumentasikan pertumbuhan tanaman untuk

kemudian diolah menjadi data pertumbuhan tanaman tomat. Informasi dari hasil

penelitian ini akan sangat berguna di kemudian hari untuk mengembangkan suatu

sistem pertanian monokultur yang dilakukan secara akurat. Hasilnya akan tercipta

suatu sistem usahatani di dalam rumah tanaman yang mengefisienkan pemberian

nutrisi sesuai respon tanaman. Artinya pada masa yang akan datang, petani dapat

menurunkan tingkat pemborosan nutrisi tanaman sehingga nilai jual produk

(6)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Botani Tomat

Pudjiatmoko (2008), menyatakan bahwa budidaya tomat dapat dilakukan

dari ketinggian 0 mdpl-1250 mdpl, dan tumbuh optimal di dataran tinggi >750

mdpl, sesuai dengan jenis atau varietas yang diusahakan dengan suhu siang hari

24°C dan malam hari antara 15°C-20°C. Pada temperatur tinggi (diatas 32°C)

warna buah tomat cenderung kuning, sedangkan pada temperatur yang tidak

tetap (tidak stabil) warna buah tidak merata. Temperatur ideal antara 24°C-28°C,

curah hujan antara 750 mm/tahun-125 mm/tahun, dengan irigasi yang baik,

kemasaman tanah sekitar 5.5-6.5. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim

yang berumur sekitar empat bulan (Susila, 2006).

Dalam penelitian ini, dipakai varietas tomat hibrida cap Menara, dimana

secara umum klasifikasi tanaman tomat adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Anak divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Solanales

Famili : Solanaceae

Genus : Lycopersicon (Lycopersicum)

Species : Lycopersicon esculentum Mill

Untuk memenuhi kebutuhan tanaman tomat yang berkualitas, maka saat

ini banyak dikembangkan teknik budidaya di dalam rumah kaca atau rumah

jaring untuk memudahkan pemeliharaan dan pengawasan terhadap tanaman.

Bahkan, beberapa jenis plastik khusus digunakan untuk menahan gelombang

cahaya dengan panjang tertentu dan meneruskan panjang gelombang yang

lainnya. Teknologi dan konstruksi rumah kaca telah sangat berkembang untuk

memaksimalkan hasil dari budidaya tanaman (Wilson dan Rajapakse, 2001).

Permasalahan usahatani di tingkat petani adalah produksi masih sangat rendah

dibandingkan dengan potensi produksinya. Data Biro Pusat Statistik tahun 2006

(7)

produktivitas baru mencapai rata-rata 6.3 ton/ha dimana hal ini adalah

penurunan apabila dibandingkan dengan produktifitas tahun 2002 pada Tabel 1.

Produktivitas tersebut masih sangat rendah dibandingkan dengan potensi

produksi varietas unggul yang dapat mencapai 20 ton/ha-30 ton/ha (Duriat,

1999). Menurut data BPS tahun 2005, produksi tomat di Indonesia mencapai

647020 ton dan mengalami penurunan sebesar 2.67% pada tahun 2006 menjadi

sebesar 629774 ton. Hal ini berarti produksi tomat mengalami kenaikan

sebanyak dua kali lipat sejak tahun 2002.

Tabel 1. Produksi tomat selama 1998-2002

Tahun

Luas Panen

(ha)

Produksi (ton)

Produktivitas (ton/ha)

Persentase Perubahan (%) Luas

Panen Produksi Produktifitas

1998 46845 333729 7.1 - -

-1999 46259 330338 7.1 -1.25 -1.02 0

2000 45215 346081 7.7 -2.25 4.76 8.45

2001 43118 289198 6.7 -4.64 -16.4 -12.98

2002 49457 396208 8.0 14.7 37 19.4

Sumber : Survey Pertanian BPS (Berbagai Tahun)

Menurut Purwati (1997), salah satu penyebab rendahnya produktivitas

yang dicapai di tingkat petani disebabkan petani belum menggunakan kontrol

yang disesuaikan sehingga tanaman dapat beradaptasi dengan baik terhadap

keadaan lingkungan terutama iklim di daerah Bogor yang cukup berbeda.

Kawasan dataran tinggi di Puncak-Ciawi memiliki perbedaan iklim bila

dibandingkan dengan daerah dataran rendah di sekitar Dramaga. Selain itu,

masalah yang menyebabkan rendahnya produktivitas adalah penggunaan pupuk

yang belum sesuai dengan kebutuhan dan kebiasaan petani hanya menggunakan

satu jenis pupuk saja yaitu pupuk urea dan diberikan tidak sesuai dengan

kebutuhan tanaman. Penanggulangan hama dan penyakit juga belum efektif dan

ramah lingkungan karena kebiasaan petani menggunakan pestisida secara

berlebihan tanpa memperhatikan keseimbangan lingkungan. Untuk

meningkatkan produksi tomat dalam bidang agronomi terdapat berbagai cara

(8)

perbaikan varietas, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, serta

perbaikan pascapanen. Kemampuan tomat untuk dapat menghasilkan buah

sangat tergantung pada interaksi antara pertumbuhan tanaman dan kondisi

lingkungannya.

Faktor lain yang menyebabkan produksi tomat rendah adalah

penggunaan pupuk yang belum optimal serta pola tanam yang belum tepat.

Upaya untuk menanggulangi kendala tersebut adalah dengan perbaikan teknik

budidaya. Salah satu teknik budidaya tanaman yang diharapkan dapat

meningkatkan hasil dan kualitas tomat adalah hidroponik (Agromedia, 2007).

Pada penelitian ini digunakan benih dari varietas tomat hibrida dengan

brand Menara dimana varietas ini adalah hibrida F1 dari NC 1Y x NC 2Y.

Keduanya adalah galur murni generasi F6. Varietas ini diperoleh melalui galur

murni yang dapat dilihat pada Gambar 1.

NC 1Y dihasilkan dari persilangan antara Mountain Gold PVP dengan

galur NC 82162(X)-1-IR-8 yang membentuk buah pada temperatur tinggi. NC

2Y dihasilkan dari persilangan antara galur saudara dari keluarga buah oranye (t)

NC 922 dengan Suncoast dan FLA 7060 PVP yang dilepas dari Universitas

Florida. Segreagasi buah oranye pada populasi F2 hasil kedua persilangan

tersebut disilangkan kembali, dilakukan selfing dan diseleksi untuk

menghasilkan NC 2Y.

Untuk NC 1Y, tanaman determinate (sp) dengan daun yang tidak keriting

yang dapat melindungi buah dari pengaruh cuaca. Buah NC 1Y berbentuk oblate

hingga bulat. Buah yang belum masak berwarna hijau. Tangkai buahnya

bersambung. Buah yang sudah masak berwarna oranye-merah pada bagian luar

dan bagian dalam. Buahnya keras dan rasanya hampir sama dengan varietas

Mountain Gold. Hasil NC 1Y lebih tinggi dari Mountain Gold pada tujuh

percobaan dengan ulangan selama 4 tahun lebih. NC 1Y memiliki ketahanan

(gen I dan I-2) terhadap ras 1 dan 2 Fusarium oxysporum f. sp. lycopsersici

(Sacc.) Synd. and Hans. yang menyebabkan penyakit layu fusarium. Genotipe

ini juga memiliki ketahanan (gen Ve) terhadap ras 1 Verticillum dahliae Kleb

penyebab penyakit layu verticillium. Selain tahan terhadap buah masak kelabu

(9)

konsentrik serta keretakan kutikula. Pemilihan varietas yang spesifik lokasi

sangat dianjurkan agar hasil panen dapat optimal. Ada baiknya sebelum memulai

kegiatan budidaya, petani setempat atau siapa saja yang akan menanam tanaman

tomat ini memperhatikan kondisi iklim mikro ataupun makro, terlebih lagi jika

menggunakan teknologi tambahan seperti kontrol irigasi otomatis.

Gambar 1. Silsilah varietas Tomat Menara

NC 2Y, tanamannya indeterminate (sp) dengan penutupan daun sedang.

NC 2Y menghasilkan buah yang sangat besar yang bentuknya bulat hingga

sedikit lonjong. Buah yang belum masak berwarna hijau muda (u). Buah yang

sudah masak berwarna oranye-kuning terang pada bagian luar dan dalam serta

(10)

(Suwarno, 2008). Dengan dasar inilah, maka varietas ini dipakai dalam

penelitian kali ini.

B. Greenhouse

Menurut Morita (2003), greenhouse didefinisikan sebagai rumah

tanaman. Pada perkembangannya, penggunaan kaca sebagai bahan penutup

greenhouse di Indonesia sudah jauh tertinggal dibandingkan dengan penggunaan

plastik. Pada akhirnya, istilah rumah kaca sebagai terjemahan greenhouse sudah

kurang tepat lagi. Agar lebih mencerminkan fungsi greenhouse sebagai

bangunan perlindungan tanaman dibandingkan dengan penggunaan bahan

material penutup greenhouse yang terus berkembang, maka diperkenalkan istilah

rumah tanaman sebagai terjemahan greenhouse. Pada dasarnya ada perbedaan

konstruksi rumah tanaman antara di daerah subtropis dengan di daerah tropis.

Sesuai fungsi dan tujuannya, di daerah subtropika, rumah tanaman didesain

kedap panas untuk mendapatkan suhu hangat sepanjang hari bahkan dilengkapi

dengan pemanas tambahan untuk meningkatkan stabilitas suhu rumah tanaman.

Selain itu ditemukan juga lapisan isolator agar panas tidak terbuang, dan optimal

digunakan pada musim semi, musim gugur dan musim dingin. Berbeda dengan

di Indonesia, umumnya rumah kaca didesain agar tanaman dapat terlindung dari

kondisi lingkungan luar yang buruk. Salah pertimbangan konstruksi rumah

tanaman di Indonesia adalah kombinasi antara ventilasi dan proteksi air hujan

yang harus sesuai. Kemudian bahan konstruksi dan jenis konstruksi harus kokoh

menahan terpaan angin kencang, serta cukup terjangkau untuk dibangun. Jenis

atap greenhouse ada bermacam-macam, salah satunya adalah konstruksi piggy

back yang diaplikasikan pada penelitian ini, dimana jenis atap ini dapat dilihat

(11)

Gambar 2. Contoh konstruksi atap piggy back

C. Hidroponik

Pada sistem hidroponik pada penelitian ini digunakan media arang sekam,

karena sudah disterilkan, biodegradable, mudah didapatkan serta terjangkau dari

sisi harganya. Arang sekam berasal dari kulit padi sisa mesin penggilingan yang

sudah dibakar menjadi arang. Tetapi kelemahan media ini adalah fungsinya hanya

dapat dipakai dua kali saja untuk menjadi media tanam. Apabila ingin membuat

sendiri, caranya kumpulkan arang sekam dan dibakar di dalam drum atau tungku.

Selama proses pembakaran berlangsung, sekam yang sudah menghitam atau

sudah menjadi arang diangkat, kemudian disiram agar tidak menjadi abu. Menurut

Redaksi Agromedia (2007), pada umumnya syarat pemilihan media tumbuh di

dalam greenhouse harus bebas dari bibit penyakit, mudah dilalui air (porous),

mampu menyerap dan menghantarkan air, tidak mudah busuk, tidak

mempengaruhi pH, tidak mengandung racun, ringan, dan harganya murah. Dalam

budidaya hidroponik, media tanam hanya berfungsi untuk pegangan akar dan

perantara larutan nutrisi. Sundstrom (1982) menyatakan bahwa sistem hidroponik

adalah sistem budidaya tanpa menggunakan tanah. Pelaksanaan sistem hidroponik

dapat dilakukan dengan kondisi lingkungannya seperti suhu, kelembaban relatif

dan intensitas cahaya, bahkan faktor curah hujan dapat dihilangkan sama sekali

dan serangan hama penyakit dapat diperkecil.

Pada teknik ini hara disediakan dalam bentuk larutan hara, mengandung

semua unsur hara esensial yang dibutuhkan oleh tanaman agar tercapai

pertumbuhan normal. Nutrisi yang diperlukan tanaman dapat dipenuhi dengan

meramu sendiri berbagai garam kimia, cara ini memerlukan ketrampilan dan

pengetahuan khusus. Memang cara inilah yang banyak dipakai di

(12)

mengingat mahalnya harga bahan-bahan kimia saat ini. Menurut Nurtika (1997),

pencarian komposisi yang paling baik untuk tiap jenis tanaman khususnya tomat

masih terus dilakukan, mengingat tiap jenis tanaman membutuhkan nutrisi dengan

komposisi berbeda.

Dengan menggunakan formula yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi

tanaman tomat, maka digunakan fertimix dengan komposisi pabrik seperti pada

tabel 2, 3, 4 dan 5 sebagai berikut :

Tabel 2. Kebutuhan unsur hara makro pada tanaman tomat

Nutrien Kebutuhan (ppm)

Kalsium 8.85

Magnesium 2.00

Kalium 5.385

Amonium 1.389

Nitrat 3.758

Sulfat 2.354

Phosphat 0.619

Sumber : Ari Wijayani dan Wahyu Widodo, 2005

Tabel 3. Kebutuhan unsur hara mikro pada tanaman tomat

Nutrien Kebutuhan (ppm)

Fe 2.14

B 1.2

Zn 0.6

Cu 0.048

Mn 0.18

Mo 0.046

(13)

Tabel 4. Kebutuhan nutrisi tiap tahap pertumbuhan tanaman

Umur Tanaman Kebutuhan

Irigasi (ml/aplikasi)

1-3 minggu 50-70

3-6 minggu 70-90

6-9 minggu 90-120

9-12 minggu 120-150

Sumber : Ari Wijayani dan Wahyu Widodo, 2005

Tabel 5. Komposisi nutrisi stok A

Nutrien Formula Konsentrasi

(gr/20l)

Konsentrasi (gr/45l) Kalsium

nitrat

CaNO3 4457 10030

Besi (Fe) FeEDTA 351 790

Sumber : Ari Wijayani dan Wahyu Widodo, 2005

Tabel 6. Komposisi nutrisi stok B

Nutrien Formula Konsentrasi

(gr/20l)

Konsentrasi

(gr/45l)

Monopotasium Phospat

KH2PO4 1168 2630

Potasium Nitrat

KNO3 2491 5830

Magnesium Sulfat

MgSO4 2280 5130

Mangan Sulfat MnSO4 27 61

Asam Borat H3SO4 7.5 17

Amonium Molibtate

(NH4)MO7O24 0.164 3.7

Tembaga Sulfat

CuSO4 0.173 3.9

Zinc Sulfat ZnSO4 0.196 4.4

Sumber : Ari Wijayani dan Wahyu Widodo, 2005

Kekurangan salah satu unsur hara akan menyebabkan defisiensi

(14)

C.1. Kekurangan Unsur Besi (Fe)

Defisiensi zat besi sesungguhnya jarang sekali terjadi. Terjadinya

gejala-gejala pada bagian tanaman terutama daun yang kemudian dinyatakan sebagai

kekurangan tersedianya zat Fe (besi). Terjadi ketidakseimbangan antara zat

Fe dengan zat kapur pada tanah yang berkelebihan kapur dan yang bersifat

alkalis. Jadi masalah ini merupakan masalah pada daerah-daerah yang

tanahnya banyak mengandung kapur. Gejala-gejala yang tampak pada daun

muda, mula-mula secara setempat-tempat berwarna hijau pucat atau hijau

kekuningan-kuningan, sedangkan tulang-tulang daun tetap berwarna hijau

serta jaringan-jaringannya tidak mati. Selanjutnya, pada tulang-tulang daun

terjadi klorosis yang tadinya berwarna hijau berubah menjadi warna kuning

dan ada pula yang menjadi putih. Gejala selanjutnya yang paling hebat terjadi

pada musim kemarau, daun-daun muda banyak yang menjadi kering dan

berjatuhan. Tanaman kopi yang ditanam didaerah-daerah yang tanahnya

banyak mengandung kapur, sering tampak gejala-gejala demikian.

C. 2. Kekurangan Unsur Mangan (Mn)

Gejala-gejala dari defisiensi Mn pada tanaman adalah hampir sama

dengan gejala defisiensi Fe pada tanaman. Pada daun-daun muda diantara

tulang-tulang daun secara setempat-setempat terjadi klorosis, dari warna hijau

menjadi warna kuning yang selanjutnya menjadi putih. Akan tetapi

tulang-tulang daunnya tetap berwarna hijau, ada yang sampai ke bagian sisi-sisi dari

tulang. Jaringan-jaringan pada bagian daun yang klorosis mati sehingga

praktis bagian-bagian tersebut mati dan mengering. Ada kalanya terus

mengeriput dan ada pula yang jatuh sehingga daun tampak menggerigi.

Defisiensi Mn berakibat pada pembentukan biji-bijian yang kurang baik.

C.3. Kekurangan Unsur Borium (B)

Walaupun unsur borium sedikit saja diperlukan tanaman bagi

pertumbuhannya, tetapi kalau unsur ini tidak tersedia bagi tanaman gejalanya

cukup serius. Seperti yang terlihat pada bagian daun, terutama daun-daun

(15)

bawah yang selanjutnya menjalar ke bagian tepi-tepinya sehingga

jaringan-jaringan daun mati. Daun-daun baru yang masih kecil-kecil tidak dapat

berkembang, sehingga pertumbuhan selanjutnya kerdil. Kuncup-kuncup yang

mati berwarna hitam atau coklat. Selain itu juga terlihat pada bagian buah

yang mengalami penggabusan. Pada tanaman yang menghasilkan umbi, umbi

mengecil dan terkadang penuh dengan lubang-lubang kecil berwarna hitam,

demikian pula pada bagian akarnya.

C.4. Kekurangan Unsur Tembaga (Cu)

Defisiensi unsur tembaga akan menimbulkan gejala-gejala seperti yang

terlihat pada bagian daun, terutama daun-daun yang masih muda yang tampak

layu dan kemudian mati (die back). Sedangkan ranting-rantingnya berubah

warna menjadi coklat dan akhirnya mati. Pada bagian buah, umumnya

menjadi kecil dan berwarna coklat serta pada bagian dalamnya sering terdapat

sejenis perekat (gum). Gejala-gejala ini seperti terdapat pada tanaman

penghasil buah-buahan seperti tanaman jeruk, apel, pir dan lain-lain.

C.5. Kekurangan Unsur Seng atau Zinkum ( Zn)

Tidak tersediannya unsur Zn bagi pertumbuhan tanaman menyebabkan

tanaman tersebut mengalami beberapa penyimpangan dalam

pertumbuhannya. Penyimpangan ini menimbulkan gejala-gejala yang dapat

kita lihat pada bagian daun yang tua seperti bentuk yang lebih kecil dan

sempit dari pada bentuk umumnya. Selain itu terjadi klorosis di antara

tulang-tulang daun.

C.6. Kekurangan Unsur Molibdenum (Mo)

Molibdenum atau sering pula disebut molibdin tersedianya dalam tanah

dalam bentuk MoS2 dan sangat dipengaruhi oleh pH. Biasanya pada pH

rendah ketersediaannya bagi tanaman akan kurang. Defisiensi unsur ini

menyebabkan beberapa gejala pada tanaman, antara lain pertumbuhannya

tidak normal, terutama pada sayur-sayuran. Secara umum daunnya

(16)

terlebih dahulu sebelum mengering dan mati. Mati pucuk (die back) bisa pula

terjadi pada tanaman yang mengalami kekurangan unsur hara ini.

C.7 Kekurangan Unsur Si, Cl Dan Na

Unsur Si atau silisium hanya diperlukan oleh tanaman serelia misalnya

padi-padian. Akan tetapi, kekurangan unsur ini belum diketahui dengan jelas

akibatnya bagi tanaman. Defisiensi unsur Cl atau klorida dapat menimbulkan

gejala pertumbuhan daun yang kurang abnormal (terutama pada tanaman

sayur-sayuran), daun tampak kurang sehat dan berwarna tembaga.

Kadang-kadang pertumbuhan tanaman tomat, gandum dan kapas menunjukkan gejala

seperti itu. Defisiensi unsur Na atau natrium bagi pertumbuhan tanaman yang

baru diketahui pengaruhnya yaitu mengakibatkan resistensi tanaman akan

merosot terutama pada musim kering. Tanpa unsur Na, tanaman dalam

pertumbuhannya tidak dapat meningkatkan kandungan air.

D. Drip Irrigation Technique (DIT)

Teknik budidaya menggunakan fertigasi Drip Irrigation Technique atau

irigasi tetes ini adalah cara yang paling umum digunakan di dalam greenhouse.

Satu set sistem ini terdiri dari pipa PVC sebagai pipa utama, kemudian pipa

cabang atau lateral dengan diameter 1 cm dari bahan PE (polyetilen) berwarna

hitam untuk mencegah tumbuhnya jamur dan lumut, selang penetes (drip tube)

yang berukuran 5 mm, dan terakhir adalah emiter yaitu alat berupa regulating

stick atau dripper yang berfungsi untuk menyumbat bagian ujung selang penetes.

Cara kerjanya adalah air yang sudah dicampur nuitrisi AB Mix dalam tangki

dialirkan menuju screen filter untuk disaring, lalu aliran pupuk akan menuju

dripper untuk menalirkan nutrisi ke tanaman. Tanaman ditanam dengan media

substrat seperti arang sekam dan larutan nutrisi diteteskan di sekitar daerah

perakaran. Beberapa kali dalam sehari dilakukan penyiraman tergantung dari

kebutuhan tanaman yang berkorelasi positif terhadap umur dan besar tanaman

selain jenis media dan faktor cuaca (Chadirin, 2007). Dari sumber yang sama

(17)

1. Irigasi tetes dapat digunakan untuk berbagai tipe permukaan lahan. Irigasi

tetes dapat berfungsi lebih baik dari sistem irigasi lainnya pada keadaan

lahan yang memiliki laju infiltrasi tinggi.

2. Penggunaan air yang efisien. Apabila nilai guna air di suatu daerah sangat

mahal dan air juga relatif sulit untuk diperoleh, maka irigasi tetes

merupakan pilihan terbaik. Dengan aplikasi sistem irigasi tetes,

kehilangan air akibat evaporasi, perkolasi, runoff, dapat dikurangi

sehingga tanaman dapat memperoleh air secara optimal.

3. Dapat menghemat biaya tenaga kerja karena nutrisi diberikan

bersama-sama dengan larutan nutrisi dalam bentuk air irigasi. Pemberian nutrisi

inipun dapat dilakukan dengan bantuan timer digital untuk mengurangi

jumlah tenaga kerja.

Beberapa kendala berhubungan dengan faktor lingkungan serta hama dan

penyakit tanaman yang menyerang pada sistem drip irrigation technique. Hal ini

sangat mengganggu karena mengurangi kemampuan tanaman dalam menyerap

unsur hara yang telah diberikan melalui emiter. Dalam prosesnya, serangan terjadi

relatif cepat. Upaya penanggulangan hanya berupa usaha preventif dengan bahan

kimia sesuai dosis anjuran. Walaupun belum ada data secara rinci dan lengkap

mengenai kehilangan hasil tomat akibat serangan hama dan penyakit, tetapi

kehilangan hasil tersebut ternyata cukup besar. Sebagai contoh, kehilangan hasil

akibat serangan ulat buah (Helicoverpa armigera Hubn.) diperkirakan dapat

mencapai 56% (Setiawati, 1990). Keadaan tersebut mendorong para petani tomat

melakukan upaya pengendalian secara preventif dengan menggunakan pestisida

secara intensif. Hasil penelitian Gunawan (1997) menunjukkan, bahwa petani

tomat di Lembang dan Pangalengan melakukan aplikasi penyemprotan pestisida

sebanyak 21 25 kali per musim tanam, dengan konsentrasi di atas anjuran. Hal tersebut disebabkan karena menurut petani kegagalan panen yang diakibatkan

serangan hama dan penyakit mempunyai probabilitas yang cukup tinggi. Beberapa

gejala kelayuan menurut Setiawati (1997) termasuk serangan hama dan penyakit

tanaman yang ditemukan selama melakukan penelitian yang banyak menyerang

(18)

D.1. Proses Pelayuan Pada Tanaman

Kebutuhan nutrisi serta air pada pertumbuhan tanaman akan

berkorelasi positif terhadap proses kelayuan pada tanaman. Dengan

cukupnya ketersediaan air dalam media tanam akan memelihara tekanan

turgor yang menyebabkan daun tumbuh tegak atau tidak layu. Kebutuhan air

tanaman tiap harinya bergantung pada tingkat evaporasi dan transpirasi dari

tanaman itu sendiri. Pada dasarnya evaporasi ditentukan oleh besarnya

radiasi matahari yang sampai pada permukaan tanah yang menguapkan air

yang disimpan dalam media tanam. Proses ini akan terus berkurang seiring

dengan tahap pertumbuhan tanaman dimana daun yang melebar akan

membentuk kanopi yang mengurangi radiasi yang sampai di permukaan

tanah. Oleh karena itu, saat tanaman tumbuh besar, transpirasi dari tanaman

yang lebih berpengaruh. Dengan adanya gejala evaporasi dan transpirasi ini

maka pemberian nutrisi harus dilakukan untuk menjaga keseimbangan

neraca air dalam media tanam. Laju evapotranspirasi ini dilambangkan

dengan satuan milimeter (mm) per satuan waktu. Satuan waktu dapat berupa

jam, hari, bulan, atau periode pertumbuhan tanaman dalam setahun. Dari

hasil penelitian sebelumnya diketahui bahwa kebutuhan air tanaman harus

memenuhi keseimbangan evapotraspirasi tanaman yaitu sebesar 0-22.5 mm

per hari atau ekuivalen dengan 0-1200 ml per tanaman per hari. Dengan

demikian, pemberian nutrisi yang sesuai kebutuhan tanaman dilakukan

dengan takaran yang sudah ditentukan tidak sekaligus, melainkan bertahap

sampai mencapai batas keseimbangan evapotranspirasi tanaman. Pemberian

air dan nutrisi yang berlebih akan menyebabkan terjadinya penguapan dan

pemborosan.

D.2.Layu Bakteri

Penyebab : Bakteri (Ralstonia solanacearum)

Gejala antara lain adalah sebagai berikut :

1. Daun layu disertai dengan warna menguning, diawali dari salah satu

(19)

berumur sekitar enam minggu.

2. Gejala lanjut berupa daun layu secara menyeluruh dan berwarna coklat

diikuti dengan matinya tanaman.

3. Bila batang tanaman terserang, bila dipotong akan tampak garis

vaskuler berwarna gelap. Saat potongan batang tersebut dimasukkan ke

dalam air bening, akan keluar eksudat berupa lendir berwarna putih

keabu-abuan. Pada fase serangan ringan keadaan tersebut tidak tampak.

4. Eksudat dapat ditemukan pada akar ditandai dengan menempelnya

tanah pada bagian akar tersebut.

5. Kondisi yang menguntungkan bagi perkembangan patogen adalah suhu

27°C, cuaca kering dan curah hujan yang banyak.

Pengamatan dilakukan pada 5% populasi tanaman. Jika pada

tanaman terdapat gejala serangan, pengendalian dapat dilakukan dengan

biologis yaitu memanfaatkan musuh alami patogen antagonis, seperti

Pseudomonas flurescens yang diaplikasikan pada permukaan bedengan

secara merata saat tanaman berumur 15 hari setelah tanam. Atau dengan

memanfaatkan aneka tanaman biopestisida selektif. Pada penelitian ini

dilakukan pengendalian dengan cara kimia yaitu dengan memberi perlakuan

benih sebelum ditanam dengan bakterisida selektif dan efektif. Apabila cara

pengendalian lainnya tidak mampu menekan serangan layu bakteri sampai

mencapai 5%, aplikasi bakterisida selektif dan efektif dilakukan sesuai

dosis/konsentrasi yang direkomendasi, contohnya menggunakan bakterisida

merk Agrept. Contoh tanaman yang terserang penyakit ini dapat dilihat pada

Gambar 3.

(20)

D.3. Layu Fusarium

Penyebabnya adalah cendawan (Fusarium solani) dan gejala yang

ditemukan selama penelitian berlangsung antara lain :

1. Daun tampak layu dimulai dari daun bawah berkembang ke daun atas.

Kemudian menguning dan akhirnya mengering kecuali pucuk yang

tetap berwarna hijau dan pertumbuhan tanaman tidak normal.

2. Batang tanaman yang terserang bila dipotong akan tampak kambiumnya

berwarna coklat. Warna coklat serupa kadang dijumpai juga pada

pembuluh tangkai daun.

3. Pada tanah basah atau dingin, batang di bawah permukaan tanah

menjadi busuk, tanaman layu dan mati.

Pengendalian dilakukan dengan cara biologis antara lain dengan

memanfaatkan musuh alami patogen antagonis, seperti Trichoderma sp.

atau memanfaatkan aneka tanaman biopestisida selektif. Dalam penelitian

ini dilakukan dengan cara kimia yaitu dengan memberi perlakuan benih

sebelum ditanam dengan fungisida selektif dan efektif. Apabila cara

pengendalian lainnya tidak mampu menekan serangan layu fusarium sampai

mencapai 5%, aplikasi fungisida selektif dan efektif dilakukan sesuai

dengan dosis/konsentrasi yang direkomendasi. Gejala serangan seperti

telihat pada Gambar 4.

(21)

D.4. Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)

Gejala yang timbul dari serangan ulat grayak dimana hama ini

menyerang epidermis yaitu dengan meninggalkan bagian atas daun hingga

berupa bercak-bercak putih transparan. Serangan larva dewasa

menyebabkan daun sampai berlubang, bahkan sampai tulang daun.

Pengendalian dapat dilakukan dengan cara biologis yaitu memanfaatkan

musuh alami parasitoid, seperti Telenomus spodopterae Dodd (Sceliomidae)

dan Peribaea sp. (Tachinidae). Atau dapat pula dengan memanfaatkan

aneka tanaman biopestisida selektif. Aplikasi insektisida secara efektif

sesuai konsentrasi yang direkomendasikan.

D.5. Kutu DaunMyzus persicae (Sulz.)

Secara umum, hama kutu daun berbentuk nimfa dan imago dan

hidup bergerombol, pada permukaan bawah daun atau pada pucuk tanaman

tomat. Bentuknya ada yang tidak bersayap, dan ada yang bersayap.

Warnanya umumnya hijau atau hijau kehitaman, kadang-kadang coklat.

Hama terkadang memiliki populasi tinggi, tetapi biasanya dapat

dikendalikan oleh musuh alaminya. Hama ini dapat menjadi vektor penyakit

virus tanaman. Musuh alami hama ini adalah Kumbang predator

(Coccinelidae), Lalat predator (Syrphidae, Chamaemyiidae). Dalam

penelitian ini tidak terjadi serangan masif, karena begitu ada gejala, maka

tanaman yang terkena langsung dikarantina dan dibakar. Contohnya seperti

(22)

Gambar 5. Hama kutu daun, Myzus persicae (Sulz.)

E. Citra Digital

Menurut Esther (2008), citra digital didefinisikan sebagai citra

f(x,y) yang telah didigitalisasi baik koordinat area maupun brightness level.

Dalam pengertian lain pengolahan citra dapat dideskripsikan sebagai proses

pengolahan dan analisis citra yang banyak melibatkan persepsi visual. Dalam

bagan kartesius untuk menyamakan persepsi dalam melihat suatu objek citra, nilai

f di koordinat (x,y) dinyatakan sebagai brightness/grayness level dari citra pada

titik tersebut. Citra digital tersusun dalam bentuk raster (grid atau kisi). Setiap

kotak (tile) yang terbentuk disebut piksel (picture element) dan memiliki

koordinat (x,y). Sumbu x (horisontal) adalah kolom (column) dari sampel

(sample). Sumbu y (vertikal) adalah baris (row, line). Setiap piksel memiliki nilai

(value atau number) yang menunjukkan intensitas keabuan pada piksel tersebut

sehingga citra juga dapat berarti kumpulan piksel-piksel yang disusun dalam larik

dua dimensi. Indeks baris dan kolom (x,y) dari sebuah piksel dinyatakan dalam

bilangan bulat.

Menurut Ahmad (2005), piksel (0,0) terletak pada sudut kiri atas pada

citra, indeks x bergerak ke kanan dan indeks y bergerak ke bawah. Konvensi ini

dipakai merujuk pada cara penulisan larik yang digunakan dalam pemrograman

(23)

sistem perangkat citra digital yang melakukan penjelajahan citra sehingga

membentuk suatu matriks dimana elemen-elemennya menyatakan nilai intensitas

cahaya pada suatu himpunan diskrit dari titik. Ada beberapa perangkat keras yang

diperlukan terutama untuk melakukan proses digitasi, bukan untuk melakukan

pengolahan citra. Perangkat keras pertama adalah sensor citra (image sensor),

untuk menangkap pantulan cahaya oleh obyek yang kemudian disimpan dalam

bentuk nilai intensitas di memori komputer. Banyak macam dari sensor citra ini

yang digunakan untuk menangkap citra seperti yang kita lihat pada TV yaitu

vidicon tube, image orthicon tube, image dissector tube dan solidstate image

sensor. Saat ini solid-state image sensor banyak digunakan karena mempunyai

banyak kelebihan seperti konsumsi daya listrik yang kecil, ukurannya kecil dan

kompak, tahan guncangan dan sebagainya. Ini sangat diperlukan bila

diintegrasikan kedalam suatu mesin atau sistem robotik agar bentuknya kompak

dan padat. Solid-state image sensor punya sebuah larik elemen fotoelectric yang

dapat membangkitkan tegangan listrik dari photon ketika menerima sejumlah

energi cahaya. Sensor jenis ini dapat diklasifikasikan berdasarkan caranya

melakukan scanning, yang umumnya dibedakan menjadi dua yaitu

charge-coupled device (CCD) dan complementary metal-oxide semi -conductor (CMOS).

Jenis CCD memiliki kelebihan pada resolusi yang tinggi dan kompensasi dari

ketersediaan cahaya yang lemah, sedangkan jenis CMOS mempunyai kelebihan

pada bentuk yang kecil dan ringan dengan tetap memberikan hasil citra yang

tajam. Tetapi seiring kemajuan teknologi, batas antara kedua macam sensor ini

akan semakin kabur kecuali bila kita memerlukan sensor dengan karakteristik

ekstrim dari kedua macam sensor yang sudah dijelaskan. Sebuah kamera warna

mempunyai tiga sensor citra masing-masing untuk warna merah, hijau, dan warna

biru, atau mempunyai satu sensor yang dilengkapi dengan filter RGB. Untuk

pengoperasian di luar ruangan dimana tingkat pencahayaan sangat bervariasi dan

tergantung pada keadaan lingkungan, sebuah kontrol otomatis untuk diafragma

pembukaan lensa mungkin menjadi satu kelengkapan yang diperlukan, agar citra

yang dihasilkan tidak terlalu tinggi variasinya bila terjadi perubahan tingkat

(24)

Sinyal yang dihasilkan kamera TV adalah sebuah sinyal citra yang dapat

digambarkan sebagai sinyal analog dari bentuk gelombang listrik, yang tidak

dapat langsung dipetakan ke dalam memori komputer untuk membentuk suatu

citra. Sinyal analog ini kemudian dikonversi menjadi sinyal digital oleh ADC.

Karena konversi ini, bentuk sinyal analog yang kontinyu berubah menjadi sinyal

digital yang diskret atau putus-putus. Selanjutnya sinyal digital keluaran ADC

ditransmisikan kepada memori komputer melalui konektivitas firewire untuk

membentuk citra digital. Rangkaian perangkat keras yang dilengkapi dengan ADC

(25)

III. METODOLOGI

A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung dari

minggu kedua April 2009 sampai minggu awal Juli 2009 di Laboratorium Teknik

Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Percobaan dan perancangan sistem kontrol

dan monitoring akan dilakukan di rumah kaca yang terdapat di Laboratorium

Lapangan Departemen Teknik Pertanian IPB. Rencana kegiatan penelitian dapat

dilihat pada Lampiran 1.

B. Bahan Dan Peralatan

Bahan untuk penelitian ini adalah tanaman tomat hibrida varietas Menara,

media tanam arang sekam yang sudah disterilkan, polibag, dan unsur hara atau

nutrisi AB Mix yang dikhususkan untuk pertumbuhan tanaman tomat. Tripod

digunakan untuk membangun dudukan kamera CCD dalam sistem penangkap

citra digital. Selain itu diperlukan juga sistem drip irrigation yang sudah

terpasang di rumah kaca laboratorium Lapangan Teknik Pertanian di Leuwikopo.

Peralatan yang digunakan adalah satu unit rumah kaca, kamera CCD, satu set

komputer dengan bingkai penangkap citra (image frame grabber), dan sebuah

program pengolah citra, serta kartu interfacing rangkaian relay untuk

menghubungkan sistem irigasi pompa dengan komputer pengendali.

C. Metodologi

Dalam penelitian ini ada serangkaian tahapan yang dilalui sebelum

dilakukan pengolahan citra untuk mengamati pertumbuhan tanaman tomat.

Tahapan ini berupa kegiatan penumbuhan bibit tomat sampai tahap pindah

tanaman ke polibag. Dari kegiatan pra penelitian ini nantinya akan berpengaruh

pada hasil penelitian, sebab pertumbuhan optimum tanaman tomat dimulai dari

kualitas benih dan bibit yang bagus pula. Setelah tanaman tumbuh normal di

polibag, maka dilakukan pengambilan citra secara manual dan otomatis seperti

(26)

penelitian mengenai pertumbuhan dan kebutuhan nutrisi tanaman tomat

menggunakan objek berupa sekelompok tanaman tomat. Tanaman-tanaman

tomat diamati pertumbuhannya setiap hari dengan satu tanaman digunakan

sebagai sampel contoh. Tanaman sampel contoh digunakan dalam menganalisis

kebutuhan nutrisi berdasarkan respon tanaman terhadap faktor pertumbuhan,

yang dalam hal ini adalah air dan nutrisi.

Adapun proses pra pengamatan dapat dijelaskan melalui beberapat

tahapan sebagai berikut :

C.1. Persiapan Awal

Untuk media semai yang digunakan adalah arang sekam. Setelah

dikeluarkan dari karung, maka arang sekam dipindahkan ke dalam pot tray

dengan diameter kurang lebih 10 cm. Tahap selanjutnya adalah sterilisasi

media semai. Sterilisasi media semai dilakukan dengan menggunakan uap

panas dari air yang mendidih, yang dialirkan ke lemari sterilisasi atau pipa

yang berlubang-lubang. Setelah mencapai suhu 80oC, waktu sterilisasi ditambah dua jam lagi dan biasanya agar media tanam mencapai suhu

80oC dibutuhkan waktu empat jam, sehingga total waktu sterilisasi adalah Gambar 6. Diagram fertigasi otomatis berdasarkan analisis citra digital

Analisis Program Pengolah Citra

Digital

Via Firewire

Sampel

Tanaman Kamera CCD

Tampilan di Layar Komputer

Output Program Pompa

Fertigasi

Disimpan dalam format bitmap

(27)

enam jam. Lama waktu sterilisasi tergantung dari keadaan cuaca saat

berlangsungnya kegiatan tersebut. Setelah media semai selesai disterilkan,

maka biarkan sampai dingin.

C.2. Persemaian

Wadah semai yang digunakan biasanya adalah pot-pot kecil,

wadah plastik (tray), atau disebarkan di lahan dengan kontrol tertentu.

Pada penelitian ini digunakan wadah khusus yaitu tray. Wadah ini

digunakan pada awal menyemai saja, setelah benih berkecambah (berumur

tiga minggu) maka semaian dipindahkan ke wadah polibag ukuran 30

cm×30 cm. Sebelum kegiatan semai dimulai, terlebih dahulu media sekam

dijenuhkan dengan menyiram air secukupnya ke dalam media tanam.

Benih diambil dengan menggunakan pinset, lalu ditanam sedikit di bawah

permukaan supaya ketika kecambah muncul akan relatif mudah untuk

dipindahkan. Selanjutnya tray ditutup dengan kertas agar terjaga

kelembabannya. Pada Gambar 3 dapat dilihat proses tanaman tomat saat

masuk di dalam tray. Pemeliharaan yang dilakukan sebelum benih

berkecambah hanya disiram air saja, tidak ditambahkan hara karena

cadangan makanan benih dianggap cukup untuk masa pertumbuhannya.

Selain itu, penempatan benih di dalam rumah kaca harus terkena sinar

matahari dan naungan segera dibuka ketika benih sudah berkecambah.

Apabila terlambat akan menyebabkan benih tidak tumbuh secara

proporsional. Dalam arti kata, batang tumbuh panjang tapi terlalu kurus

karena kekurangan sinar matahari. Keterlambatan penyinaran akan

menyebabkan tanaman mengalami kemunduran daya tahan tumbuh,

karena dengan batang yang terlalu panjang akan menyebabkan akar tidak

dapat menyangga dengan baik. Ada baiknya tanaman pada periode ini

dijemur pada pagi hari sekitar pukul 09.00 WIB sampai 11.00 WIB, lalu

dimasukkan ke tempat terlindung setelah pukul 12.00 WIB sehingga benih

(28)

Gambar 7. Benih tomat di dalam wadah (tray) yang baik mutunya

C.3. Pembibitan

Pada budidaya dengan menggunakan polibag, maka benih cukup

dibesarkan dalam tray saja agar dapat mengefisiensikan biaya produksi.

Setelah tiga minggu saat benih sudah kuat menopang dirinya sendiri, maka

siap dipindahkan ke polibag ukuran 30 cm×30 cm. Umumnya benih yang

sudah siap dipindahkan memiliki jumlah daun lebih dari enam helai

dengan catatan, benih yang baik adalah proporsional tinggi dan diameter

batangnya. Pada Gambar 8 adalah contoh benih yang kurang baik

mutunya. Bibit yang seperti ini, kemungkinan tumbuh relatif sangat kecil,

sehingga apabila digunakan untuk tanaman produksi sangatlah tidak

dianjurkan dan lebih baik mengganti dengan bibit yang lebih baik

mutunya.

(29)

C.4. Persiapan Infrastruktur

Sebelum greenhouse digunakan sebagai tempat budidaya, terlebih

dahulu disterilkan, terutama dari vektor-vektor pembawa penyakit dan hama

tanaman. Sebelum dibersihkan, pastikan plastik yang menutupi greenhouse

tidak berlubang atau koyak supaya dapat meminimalkan masuknya hama

tanaman. Gunkan sarung tangan, masker dan baju panjang seperti peralatan

yang terlihat pada Gambar 9. Terlebih dahulu greenhouse disapu dan dipel,

selanjutnya disemprot menggunakan air hangat untuk membilas

kotoran-kotoran yang masih menempel lalu disemprotkan cairan desinfektan selama

tiga hari berturut-turut untuk memastikan kebersihan ruangan dari kontaminan.

Upaya ini harus dilakukan minimal dua minggu sebelum pindah tanam

sekaligus menunggu benih cukup umur untuk dipindahkan. Penyemprotan

dengan larutan lysol dilakukan sekitar 15 cm diatas permukaan lantai tanaman

agar larutan dari knapsack sprayer dapat tersebar merata. Langkah selanjutnya

adalah pembersihan pipa-pipa irigasi tetes agar tidak terjadi penyumbatan

akibat pengendapan. Caranya dengan mengalirkan deterjen ke dalam pipa dan

dibilas dengan air bersih. Sterilisasi pipa dapat dilakukan dengan mengalirkan

asam nitrat dengan konsentrasi 31 liter asam nitrat per 97 liter air, lalu

dibiarkan di dalam pipa selama tiga jam. Kemudian alirkan larutan keluar pipa

dan bilas dengan air bersih. Larutan asam nitrat ini mampu membersihkan

endapan-endapan garam mineral dalam pipa lateral, manifold dan emiter

sehingga distribusi hara akan lancar. Setelah itu, dilakukan kalibrasi emiter

untuk memperoleh waktu yang tepat dalam mengalirkan sejumlah tertentu

larutan nutrisi ke polibag. Hal ini penting dilakukan agar tidak terjadi

pemborosan nutrisi. Salah satu hal yang penting adalah pengecekan terhadap

sambungan pipa-pipa agar tidak ada kebocoran. Bila terjadi kebocoran, selain

tekanan aliran berkurang, kerja pompa semakin berat, juga menyebabkan

nutrisi yang harganya relatif mahal akan terbuang percuma, akibatnya efisiensi

biaya tidak dapat dilakukan. Untuk itulah tahapan ini haruslah dikerjakan

(30)

[image:30.595.167.448.102.281.2]

Gambar 9. Peralatan sterilisasi greenhouse

C.5. Persiapan dan Peletakan Media Tanam

Arang sekam dan polibag dipersiapkan, pengisian media dilakukan di

dalam greenhouse agar terjaga kebersihannya. Selain kebersihan media tanam,

operator harus dalam keadaan steril. Jangan sampai hama tanaman yang ada di

tapak kaki atau sol sepatu sehingga ikut mengkontaminasi rumah kaca. Polibag

yang digunakan adalah ukuran 30 cm×30 cm dan polibag ini dapat dipakai

berulang kali selama tidak rusak. Polibag diatur jaraknya sejauh 60 cm per

unit. Selanjutnya dripper stick ditancapkan ke dalam media tanam. Sebelum

benih ditanam, maka media tanam disiram dengan hara AB Mix dengan nilai

EC 2.5 dan dibiarkan selama 12 jam. Untuk polibag biasanya disiram 1.5

liter-2.0 liter, selain itu juga diberi furadan tiga gram per polibag. Selanjutnya

dripper stick diarahkan dengan ditusuk dari jarak sekitar 3 cm-5 cm langsung

ke daerah perakaran.

C.6. Pemeliharan

Pemeliharaan tanaman dilakukan setiap hari dengan menyiram air ke

polibag tanaman. Setelah tanaman mulai tumbuh besar sehingga tidak sanggup

menopang dirinya sendiri, maka dilakukan pengajiran. Pengajiran dilakukan

untuk menopang tanaman dengan tali rami agar tanaman dapat berdiri tegak

sesuai jalur polibag. Tali rami dipakai karena sifatnya yang mudah kering,

(31)

mulai membentuk banyak cabang baru, maka dilakukan pembuangan

tunas-tunas yang tidak berguna atau pewiwilan, kegiatan ini dilakukan dua hari

sekali. Untuk membantu penyerbukan, tanaman tomat digoyang-goyang.

Kegiatan ini dilakukan dua kali seminggu sejak bunga mekar. Kegiatan tadi

secara rutin dilakukan disamping pemberian hara yang dikontrol berbasis

monitoring dengan kamera CCD. Selain itu dilakukan juga pengendalian hama

dan penyakit dimana dosis perawatan disesuaikan dengan literatur yang

tersedia. Gejala kekurangan air tanaman tomat dapat dilihat pada Gambar 10.

Setelah melalui tahap pindah tanam, maka tahapan selanjutnya adalah

pengambilan citra tanaman tomat secara manual untuk dianalisis

pertumbuhannya. Kemudian dilaksanakan monitoring secara real time untuk

dianalisis kebutuhan nutrisinya.

C.7. Pengambilan Citra Tomat Menggunakan Kamera Digital

Pengambilan citra tomat menggunakan kamera digital dilakukan

untuk mengamati pertumbuhan tomat yang dilakukan secara manual,

pengambilan gambar dilakukan setiap hari dimana jarak pengambilan citra

tomat adalah 20 cm, 25 cm, 30 cm, 35 cm, 40 cm, 45 cm, 50 cm, dan 55 cm.

Tujuannya agar ketika tanaman tumbuh besar, semua bagian depan tanaman

dapat terekam di kamera digital. Sebelum dilakukan pengambilan gambar,

bentangkan kain merah yang digunakan sebagai latar belakang untuk

[image:31.595.221.438.256.419.2]
(32)

pembentangan kain merah ini adalah untuk memudahkan pengambilan citra

biner atau dengan kata lain, pada program yang akan dibuat akan dilakukan

menghapusan warna merah, sehingga citra yang terekam adalah murni citra

tanaman tomat. Dari hasil pengambilan citra tanaman setiap harinya, maka

akan dilakukan analisis sehingga diperoleh ukuran area tanaman, tinggi dan

lebarnya dalam satuan piksel. Gambar disimpan dalam format bitmap agar

dapat dilihat dalam ukuran sebenarnya atau tidak dikompres.setelah dilakukan

perhitungan, maka dilakukan kalibrasi terhadap jarak-jarak yang sudah

ditentukan tadi, tujuannya agar dapat output program komputer yang

menganalisis ukuran tanaman dapat memberikan hasil yang baik.

C.8. Monitoring Berbasis Kamera CCD

Untuk mengoptimalkan pertumbuhan tanaman tomat, maka pemberian

air dan unsur hara harus dikontrol sesuai dengan kebutuhannya. Pada

penelitian ini, pemberian air dan unsur hara terhadap tanaman tomat selama

pertumbuhan dikontrol berdasarkan pendekatan citra tanaman yang diperoleh

dan selanjutnya diproses dengan program pengolahan citra yang telah dibuat.

Hasil dari program ini adalah parameter keadaan tanaman (sifat elektro-optik)

yaitu warna rata-rata RGB, tinggi, lebar, luas dan perimeter citra. Dalam

merancang sistem monitoring keadaan tanaman secara real time berkala,

maka citra tanaman perlu diambil secara berkala pula. Untuk itu perlu dibuat

sistem penangkap citra yang terdiri dari kamera CCD, rel untuk pergerakan

kamera, motor penggerak kamera, dan komputer yang dilengkapi dengan

kartu penangkap citra. Kamera CCD akan bergerak untuk menangkap citra

tanaman dari samping dan dari atas tanaman. Setelah sistem penangkap citra

telah dibangun, maka selanjutnya adalah membangun program komputer

untuk mengendalikan sistem. Program ini bertanggung jawab dalam

pengambilan dan pengolahan citra yang akan dibangun. Program akan

mengatur pergerakan kamera CCD, lalu menangkap citra tanaman tomat dan

mengolahnya. Hasil pengolahan citra tanaman akan diinterpretasikan sesuai

respon tanaman terhadap lingkungannya, lalu output dari program adalah

perlunya menjalankan pompa untuk irigasi atau tidak. Pengambilan citra ini

(33)

frekuensi dua hari sekali yaitu pada pagi dan petang hari. Saat program sudah

berjalan, pada pagi dan petang kamera CCD akan menangkap citra tanaman

dan mengolahnya di komputer. Hasilnya berupa informasi akan kebutuhan air

saat itu. Dengan debit pompa yang sudah diketahui, maka jumlah air irigasi

yang dialirkan akan sebanding dengan lamanya waktu untuk mengaktifkan

pompa. Secara keseluruhan, komputer sebagai pusat pengolah citra dan pusat

dari peralatan yang terhubung dengan dikendalikan oleh sebuah program

yang akan dibangun, kamera CCD digunakan untuk menangkap citra, pompa

dan saluran irigasi yang berfungsi mengalirkan air irigasi dari tangki

penampung ke setiap tanaman berdasarkan perintah yang diberikan oleh

program komputer. Gambar 11 di bawah ini memperlihatkan skema sistem

irigasi otomatis berdasarkan respon tanaman tomat yang ditangkap oleh

kamera CCD. Pada saat monitoring, kamera diletakkan sejajar dengan

tanaman untuk menangkap citra tanaman tomat. Sedangkan selang waktu

pemberian air, jumlah pemberian pupuk dan air juga diatur menggunakan

program. Aplikasi nutrisi pada tanaman tomat bergantung pada umur

tanaman, sehingga tiap perkembangan tanaman, program harus disusun untuk

menyesuaikan waktu nyala pompa.

[image:33.595.149.511.444.645.2]

Gambar 11. Skema fertigasi otomatis berdasarkan citra kamera CCD

Komputer Pengendali

Pompa Air Kamera

CCD

x

Polibag

(34)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan penelitian dimulai dari proses persemaian benih, dimana benih

ditumbuhkan dalam tray dan dipindahtanamkan kedalam wadah polybag pada umur

2 minggu agar tanaman dapat menopang dirinya dengan baik. Setelah bibit yang

sehat dan baik mutunya lulus sortasi, maka dilakukan pindah tanam pada waktu pagi

hari dimana suasana cukup mendukung agar tidak terjadi stress tanaman yang

disebabkan karena adaptasi fisiologis yang terlalu ekstrim perubahannya. Bibit yang

baik dapat dilihat dari keragaannya yang relatif baik kondisinya dibanding bibit yang

lain antara lain. Setelah pindah tanam ke wadah yang lebih besar, maka arang sekam

dibasahi secukupnya agar tanaman tidak kekeringan. Setelah pindah tanam, barulah

dihitung umur tanam dan dilakukan pengambilan citra. Selama proses pemeliharaan,

harus diperhatikan kondisi masing-masing tanaman uji. Apabila terjadi suatu

serangan penyakit atau hama, maka tanaman yang bersangkutan harus segera

dikarantina atau dibakar agar tidak menulari tanaman disebelahnya. Pemberian

nutrisi dilakukan melalui irigasi tetes yang lamanya penyalaan pompa disesuaikan

dengan umur dan pertumbuhan tanaman. Umumnya pada tanaman yang berumur

sebulan diberi nutrisi dengan kapasitas 50-70 ml dan maksimum 1200 ml tiap

harinya dan diberikan tiga kali sehari pada pagi siang dan sore hari dengan waktu

yang sama.

Dari hasil pengamatan di lapangan, terlihat beberapa tahapan perkembangan

tanaman tomat, antara lain dari fisiologi tanaman. Tahap pertumbuhan tanaman

tomat yang terbagi secara umum dalam empat periode yaitu periode vegetatif,

periode pembungaan, periode periode generatif pemasakan buah seperti yang terlihat

Gambar 12 dibawah ini. Dari hasil pengamatan di greenhouse, dapat diketahui

bahwa ternyata tanaman yang berada di jalur tengah memiliki daya tumbuh paling

tinggi. Dari hasil pengamatan diketahui ternyata pada bagian tengah tanaman asupan

dan persaingan dalam mendapatkan sinar matahari relatif sedikit. Sebab ketika

matahari bergerak dari timur ke barat, maka tanaman bagian tengah akan mendapat

penuh sinar matahari, sedangkan tanaman di sebelah kanan atau kirinya akan

kekurangan sinar matahari akibat terhalang oleh tanaman di barisan tengah. Hal ini

(35)

mendapat sinar matahari didominasi oleh tanaman pada barisan tengah. Dari hasil

pengukuran diatas, terlihat bahwa perkembangan tanaman tomat terus menanjak

seiring pertambahan umurnya dan hal ini berarti tanaman dalam kondisi yang ideal.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 13. Susunan tanaman tomat di dalam greenhouse

Pada penelitian ini dilakukan dua jenis pengambilan data, yang pertama

pengambilan data manual dengan menggunakan kamera digital dengan resolusi TV Gambar 12. Tahap perkembangan tanaman tomat (a) fase

[image:35.595.107.492.130.785.2]
(36)

dengan besar ukuran gambar adalah 640 x 480 piksel seperti pada Gambar 14. Yang

kedua adalah dengan monitoring secara real time menggunakan kamera CCD yang

dihubungkan ke komputer manggunakan koneksi firewire.

Gambar 14. Citra tanaman tomat sebelum dibersihkan.

Adapun pelaksanaan analisis data pertama adalah melalui prosedur antara lain

sebagai berikut :

1. Data yang telah diambil dikelompokkan ke dalam folder berupa nomor

tanaman dan disesuaikan dengan hari dan waktu pemotretan.

2. Data yang ada tadi dibersihkan latar belakangnya dari faktor lingkungan lain,

sehingga yang terlihat hanyalah morfologi tanaman saja seperti yang terlihat

pada gambar. Perangkat lunak yang digunakan untuk proses pembersihan

gambar adalah Paint Shop Pro v.6 dimana hasil dari program ini dapat dilihat

seperti pada Gambar 15.

3. Setelah data mentah tanaman dikelompokkan, dan dibersihkan, maka masuk

ke program analisis tanaman dimana interfacing program dapat dilihat seperti

pada Gambar 16.

(37)

Tampilan citra biner pada Gambar 15 dapat disempurnakan dengan

menggunakan fasilitas Erosion, Dilation, Opening, Closing dan size Filtering yang

terdapat pada menu Analisis Citra Biner. Morfology operation bertujuan

memperbaiki bentuk objek dalam citra biner yang didapatkan melalui proses

binerisasi. Erosion, Dilation, Opening, dan Closing digunakan untuk menghapus

bagian objek yang berlebih dan menutup yang kurang dalam ukuran kecil, sedangkan

[image:37.595.126.474.240.433.2]

size Filtering digunakan untuk menyaring noise yang relatif besar.

Gambar 16. Citra tanaman tomat setelah dianalisis menggunakan program pengolah citra

Setelah gambar yang didapatkan relatif baik secara morfologi tanaman tomat,

maka baru dapat memasuki tahap analsis citra biner. Hasil analisis disimpan dalam

format bitmap dan nilainya disimpan dalam bentuk teks. Citra digital disimpan di

dalam hardisk komputer dalam format bitmap (.bmp) karena format ini memiliki

kelebihan dimana setiap elemen penyusun warna dari suatu citra, disimpan secara

lengkap atau tidak dikompres sebagaimana format dalam bentuk .jpeg tetapi format

bitmap juga memiliki kekurangan dalam hal memakan kapasitas ruang penyimpanan

hardisk yang relatif tinggi.

D. Pengolahan Citra dan Data Hasil Analisis Citra

Pengukuran luas dilakukan dengan cara citra yang sudah diambil diubah

menjadi gambar biner dengan format gambar adalah bitmap (.bmp) dengan tujuan

untuk membedakan objek sesungguhnya dengan latar belakang. Kemudian dapat

(38)

adalah objek asli yang berwarna putih dan objek latar belakan berwarna hitam.

Setelah objek sudah malalui proses binerisasi, selanjutnya dihitung luas area dari

objek tersebut dengan memilih Analisis citra biner, dilanjutkan dengan memilih

ukuran objek.

Ukuran objek hasil analisis dari tanaman melalui software analisis tinggi

tanaman belum dapat menunjukkan hasil yang baik karena nilai ukuran real dari

tanaman belum dikalibrasi. Untuk itulah perlu dihitung faktor kalibrasi tanaman

yang menentukan nilai real dari ukuran asli tanaman pada jarak pengambilan citra

yang sudah ditetapkan. Faktor pengali kalibrasi jarak terdapat pada Tabel 7. Dari

hasil pengukuran program pada Gambar 16, dapat diketahui bahwa area luas

objek dimana warnanya adalah putih adalah sebesar 13572 piksel dengan ukuran

tinggi 272 piksel dan lebar 315 piksel. Selanjutnya dengan cara yang sama

dilakukan terus menerus terhadap gambar tanaman yang sudah dibersihkan

kemudian hasil pengukuran disimpan dalam format text file (.txt) dan kemudian

diinterprestasikan dalam bentuk grafik rata-rata pertumbuhan seperti pada Gambar

17 dan 18.

Tabel 7. Faktor pengali untuk kalibrasi jarak tanaman.

Jarak

(cm) Area Tinggi Lebar

Faktor Kalibrasi Tinggi dan Lebar

Faktor Kalibrasi Area

20 22854 336 456 1 1

25 25673 307 397 1.239 1.535

30 30639 316 320 1.477 2.181

35 35458 290 275 1.713 2.934

40 53197 228 244 1.948 3.794

45 71664 200 209 2.181 4.756

50 110053 132 193 2.414 5.827

55 147581 135 181 2.646 7.001

Setelah pengambilan data citra tanaman, maka selanjutnya adalah menghitung

rata-rata pertumbuhan tanaman dimana rata-rata hasil kalibrasi dapat dilihat pada

Tabel 8. Dapat terlihat bahwa data asli dari pengambilan citra tanaman harus

dikali dengan faktor kalibrasi terlebih dahulu, karena jarak kamera saat

pengambilan citra selalu berubah-ubah disesuaikan dengan pertumbuhan dari

tanaman. Setelah dikalibrasikan, maka nilai rata-rata pertumbuhan tanaman tomat

(39)

dikalibrasikan, maka slope dari grafik menunjukkan nilai pertumbuhan yang

[image:39.595.108.510.159.736.2]

positif.

Tabel 8. Rata rata pertumbuhan tanaman (piksel)

Hari Ke- Jumlah area

Jumlah Tinggi Jumlah Lebar Rata-rata area Rata-rata Tinggi Rata-rata Lebar

1 102761 3071 3537 3806 114 131

2 137401 3773 4148 5089 140 154

3 171221 4436 4790 6342 164 177

4 209449 5449 5629 7757 202 208

5 344172 6404 6642 12747 237 246

6 398994 7270 7427 14778 269 275

7 466299 8124 7801 17270 301 289

8 505001 9117 8340 18704 338 309

9 559503 9691 8936 20722 359 331

10 812119 11029 10190 30078 408 377

11 904838 12088 11072 33513 448 410

12 965045 12952 12048 35742 480 446

13 1337015 14703 13519 49519 545 501

14 1439080 15883 14357 53299 588 532

15 1537956 17060 15535 56961 632 575

16 2025829 19229 17123 75031 712 634

17 2163134 20129 17850 80116 746 661

18 2298709 20906 18699 85137 774 693

19 2451330 21588 19688 90790 800 729

20 3089883 23280 21182 114440 862 785

21 3293834 24124 22292 121994 893 826

22 3552884 25034 23297 131588 927 863

23 4443845 2

Gambar

Gambar 9. Peralatan sterilisasi greenhouse
Gambar 10. Gejala layu tanaman kekurangan air dan nutrisi
Gambar 11. Skema fertigasi otomatis berdasarkan citra kamera CCD
Gambar 12. Tahap perkembangan tanaman tomat (a) fase
+7

Referensi

Dokumen terkait

tidak akan ada hambatan, sehingga arus dapat masuk. Sensor LDR memiliki karakteristik yang berbeda dari foto dioda, karena nilai. resistansi yang lebih besar dari pada foto

Dari nilai akurasi yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa hobot yang dihasilkan pada model articial neural network yang dikembangkan dapat digunakan untuk pendugaan ukuran

1) Tinggi tanaman tomat yang paling baik adalah pada kemiringan pipa talang 7% karena rata- rata tingginya tertinggi, sedang yang kurang baik adalah pada kemiringan 1%

Tanaman tomat di dalam green house yang diberi air 75 % dari nilai evapotranspirasi berdasarkan data iklim di lapangan memberikan pertumbuhan dan hasil yang paling

Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini yaitu proses identifikasi daun tanaman obat dimulai dari akuisisi citra preprocessing, segmentasi citra biner dan HSV,

Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk membuat sistem penyiram tanaman berbasis ESP8266 yang dapat diatur dan dibaca melalui aplikasi smartphone Telegram

Salah satu pemikiran yang dapat dikembangkan, adalah teknologi pengolahan air limbah dengan menggunakan media tanaman air (wastewater garden) yang belum banyak diaplikasikan

Dengan menggunakan teknologi pengolahan citra dilakukan analisa respon dari tanaman yang menjadi objek penelitian ini terhadap tingkat konsentrasi pemberian air