ANALISIS SERANGAN
HAMA WERENG COKLAT (
Nilapavarta lugens
)
PADA TANAMAN PADI
MENGGUNAKAN DATA SATELIT TERRA MODIS
DI KABUPATEN INDRAMAYU
MUHAMMAD GHULAMAN ZAKIYAN
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRACT
MUHAMMAD GHULAMAN ZAKIYAN. Brown planthopper (Nilapavarta lugens) Pest Analysis in Rice Crop Using Satellite Terra MODIS Data at District Indramayu. Supervised by Prof.Dr.Ir. Yonny Koesmaryono MS. and Ir. Dede Dirgahayu Domiri.M.Si.
Brown planthopper (Nilapavarta lugens) is one pest that attack rice crop. Brown planthopper attack can cause 80% crop failure of the total area. Brown planthopper pest must be controlled and monitored periodically in order to reduce losses suffered by farmers. Analysis of brown planthopper pest in a wide area requires method by utilizing remote sensing technology. This research utilizing remote sensing technology by using terra MODIS data. Indramayu district is one of the rice crop production centers that often attacked by brown planthopper pest. This research aims to determine the ability of brown planhopper pest detection using satellite Terra MODIS data at Indramayu district. In this research, brown planhoppers pest attack analysis was used Enhanced Vegetation Index (EVI) and Land Surface Temperature (LST) MODIS data. When attacked by brown planthoppers range value of EVI is 0,097 – 0,488 and range value of LST is 20,30C – 37,50C. Correlation between EVI and LST when attacked by brown planthopper pests forming TVBI (Temperature Vegetation Brown planthopper Index) model. In this model brown planhopper pest collected on 3 area, that is Area I when EVI 0,268 – 0,424 and LST 24,510C – 30,640C, Area II when EVI 0,164 – 0,26 and LST 26 0C – 30,660C, and the last Area III when EVI 0,158 – 0,288 and LST 30,270C – 37,50C. TVBI value calculated by approach TVDI (Temperature Vegetation Dryness Index) method. TVBI is an index that describes the humidity condition of rice crop potentially attacked by brown planthopper. TVBI formula for indramayu are: TVBI = (27,12-19,38*EVI)) / ((38,25-26,49*EVI)-(27,12-19,38*EVI)) for EVI<0,368 and TVBI = (LST-20)/((38,25-26,49*EVI)-20) for EVI>0,368. Range value of TVBI when attacked by brown planhopper pest is 0,36-1,01. This range value can detect 51,96% of all pest attack data and 71,43% of data when attacked by pest. Depends on TVBI model 69% brown planthopper pest attack when rice crop are dry, mostly brown planhopper pest attacking when generatif phase of rice crop at Indramayu district.
ABSTRAK
MUHAMMAD GHULAMAN ZAKIYAN. Analisis Serangan Hama Wereng Coklat (Nilapavarta
Lugens) Pada Tanaman Padi Menggunakan Data Satelit Terra MODIS di Kabupaten Indramayu,
Dibimbing oleh Prof.Dr.Ir. Yonny Koesmaryono MS. dan Ir. Dede Dirgahayu Domiri.M.Si. Wereng coklat (Nilapavarta lugens) merupakan salah satu hama yang menyerang tanaman padi. Serangan wereng coklat dapat menyebabkan petani mengalami gagal panen mencapai 80% dari total wilayah yang terserang. Serangan hama wereng coklat harus dikendalikan dan dipantau secara berkala agar dapat mengurangi kerugian yang dialami oleh petani. Analisis hama wereng coklat dalam wilayah yang luas membutuhkan metode dengan memanfaatkan teknologi pengindraan jauh. Penelitian ini memanfaatkan teknologi pengindraan jauh dengan menggunakan data terra MODIS. Kabupaten Indramayu merupakan salah satu sentra produksi tanaman padi yang sering terjadi serangan hama wereng coklat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan deteksi serangan hama wereng coklat menggunakan data satelit Terra MODIS di Kabupaten Indramayu. Pada penelitian ini, analisis serangan hama wereng coklat dilakukan dengan menggunakan Enhaced Vegetation Index (EVI) dan Land Surface Temperature (LST) data MODIS. Saat terjadi serangan hama wereng coklat nilai EVI berkisar antara 0,198 – 0,371 dan nilai LST berkisar antara 24,40C – 31,10C. Hubungan EVI dan LST saat terserang hama wereng coklat membentuk model TVBI (Temperature Vegetation Brown planthopper Index).Pada model ini serangan hama wereng coklatterkumpul dalam 3 wilayah yaitu, Wilayah I pada nilai EVI 0,268 – 0,424 dan LST 24,510C – 30,640C, Wilayah II pada nilai EVI 0,164 – 0,26 dan LST 26 0C – 30,660C, serta wilayah III pada nilai EVI 0,158 – 0,288 dan LST 30,270C – 37,50C. Nilai TVBI dihitung dengan pendekatan metode TVDI (Temperature Vegetation Dryness Index). TVBI merupakan indeks yang menggambarkan kondisi kelengasan tanaman padi yang berpotensi terserang hama wereng coklat. Formula TVBI formula untukwilayah indramayu adalah sebagai berikut: TVBI = (LST-(27,12-19,38*EVI)) / ((38,25-26,49*EVI)-(27,12-19,38*EVI)) untuk EVI<0,368 dan TVBI = (LST-20)/((38,25-26,49*EVI)-20) untuk EVI>0,368. Kisaran nilai TVBI saat terjadi serangan hama ialah 0,36-1,01. Kisaran nilai ini dapat mendeteksi 51,96% data keseluruhan dengan benar dan 71,43% terdeteksi dengan data untuk data yang terserang hama. Berdasarkan Model TVBI ini sebanyak 69% serangan hama wereng coklat terjadi pada kondisi lahan sawah agak kering dan kering, serangan hama wereng coklat di Kabupaten Indramayu sebagian besar terjadi pada fase generatif.
Kata kunci : hama wereng coklat, pengindraan jauh, MODIS, Enhanced Vegetation Index
(EVI), Land Surface Temperature (LST), Temperature Vegetation Brown
ANALISIS SERANGAN
HAMA WERENG COKLAT (
Nilapavarta lugens
)
PADA TANAMAN PADI
MENGGUNAKAN DATA SATELIT TERRA MODIS
DI KABUPATEN INDRAMAYU
MUHAMMAD GHULAMAN ZAKIYAN
G24051302
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul
:
Analisis Serangan Hama Wereng Coklat (Nilapavarta Lugens) Pada Tanaman Padi Menggunakan Data Satelit Terra MODIS di Kabupaten IndramayuNama
:
Muhammad Ghulaman ZakiyanNIM
:
G24051302Menyetujui:
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS
Ir. Dede Dirgahayu Domiri, M.Si
NIP 19581228 198503 1 003
NIP 19650411199001-1-001
Mengetahui:
Ketua Depertemen Geofisika dan Meteorologi
Dr. Ir. Rini Hidayati, MS
NIP. 19600305 198703 2 002
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Analisis Serangan Hama Wereng Coklat
(Nilapavarta Lugens) Pada Tanaman Padi Menggunakan Data Satelit Terra MODIS di Kabupaten
Indramayu”, sebagai syarat mencapai gelar Sarjana Sains pada Program Studi Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Penulis juga ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini :
1. Kedua orang tua, paman, bibi dan keluarga besar atas segala doa, kasih sayang, semangat dan dukungannya selama ini.
2. Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, sebagai pembimbing skripsi I dan Ir. Dede Dirgahayu Domiri, M.Si selaku pembimbing skripsi II, yang banyak memberikan arahan, saran dan bimbingannya dalam menyelesaikan Tugas Akhir.
3. Ibu Rini Hidayati, sebagai dosen penguji dan Kepala Departemen yang telah membantu penulis dalam kelulusan. Tidak lupa juga kepada seluruh Dosen pengajar Departemen Geofisika dan Meteorologi atas ilmu, saran dan waktu yang telah diberikan kepada penulis. 4. Ibu Heni dan Ibu Alih Yuliah (Instalasi PPOT Indramayu), serta Bapak Iyep (Dinas
Pertanian Indramayu) atas bantuan data untuk penelitian ini.
5. Ibu Mislaini, ibu Dwi Pudjiastuti, Brian dan teman-teman di PT. Dian Andilta yang telah mendukung penulis dalam pencetakan skripsi.
6. Seluruh staf/pegawai Departemen Geofisika dan Meteorologi (Mas Aziz, Mbak Wanti, Pak Pono, Pak Udin, Mbak Icha, Pak Badrudin, Pak Khoirun, Bu Inda, Pak Jun) atas bantuannya selama ini.
7. Kepada Zainul, Arif, dan Eko Taz atas masukan dan saran dalam penulisan Tugas Akhir. Yudi, Robert, Aan dan Gito atas bantuan teknis dan non-teknis selama penulisan berlangsung. Tidak lupa kepada Ridwan “Tado”, Nancy, Saputri, Tia, Amel, Tara, dan seluruh GFM angkatan 42 atas persahabatan, semangat dan keceriaan yang tak terlupakan. 8. Kakak dan adik kelas di GFM atas kebersamaannya.
9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan studi yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Semoga Tugas Akhir ini bermanfaat dan dapat menjadi masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
ii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 3 Agustus 1987 dari pasangan Dr.Ir. Kusnadi Singapermana, MM (Alm) dan Ir.Ayi Daliawati. Penulis memulai pendidikan formal di TK Sudirman Jakarta tahun 1991-1992, kemudian melanjutkan pendidikan di SD Al-Hikmah Jakarta tahun 1992 - 1994 dan SDIT Nurul Fikri Depok, lulus pada tahun 1998. Tahun 1998-2001 penulis meneruskan studi ke MTS Khusnul Khatimah Kuningan dan tahun 2001-2004 ke SMAIT Nurul Fikri Depok. Pada tahun 2004, penulis sempat mengecap pendidikan di Universitas Gunadarma Jurusan Teknik Informatika selama setahun. Tahun 2005 penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan setahun kemudian diterima pada program studi Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
iii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL………….. ... v
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan ... 1
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 2
2.1. Kabupaten Indramayu ... 2
2.2. Tanaman Padi ... 2
2.3. Hama Wereng Coklat ... 2
2.3.1. Morfologi Wereng Coklat ... 3
2.3.2. Serangan, Gejala, dan Siklus Hidup ... 3
2.3.3. Perubahan Biotipe ... 3
2.3.4. Pengendalian Wereng Coklat ... 4
2.4. Moderat Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) ... 4
2.4.1. Enhanced Vegetation Index (EVI) ... 5
2.4.2. Suhu Permukaan (Land Surface Temperature / LST) ... 6
2.5. Analisis Serangan Hama Wereng Coklat Menggunakan Parameter Iklim. ... 7
2.6. Analisis Serangan Hama Wereng Coklat Menggunakan Hubungan EVI dan LST ... 7
III.METODOLOGI ... 8
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 8
3.2. Alat dan Bahan ... 8
3.3. Metode Penelitian ... 8
3.3.1. Koreksi Geometrik Sistematik ... 8
3.3.2. Algoritma Penghitungan Suhu MODIS Menggunakan ER-Mapper ... 9
3.3.3. Algoritma Penghitungan EVI MODIS Menggunakan ER-Mapper ... 9
3.3.4. Analisis Serangan Hama dengan Kombinasi Hubungan EVI dan LST ... 9
3.3.5. Validasi Akurasi TVBI dengan Data Serangan Hama ... 10
3.3.6. Pemetaan Sebaran Spasial Serangan Hama Wereng Coklat ... 10
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ... 12
4.1. Keadaan EVI Kabupaten Indramayu Musim Tanam 2007 - 2008/2009. ... 12
4.2. Keadaan LST Kabupaten Indramayu Musim Tanam 2007 - 2008/2009. ... 12
iv
DAFTAR ISI (Lanjutan)
Halaman 4.5. Analisis Serangan Hama Wereng Coklat Dengan Kombinasi Hubungan EVI dan LST. 15
4.5.1. Analisis Hubungan Temperature Vegetation Brown planthopper Index (TVBI)
Dengan Temperature Vegetation Drynessr Index (TVDI) ... 17
4.5.2. Korelasi Temperature Vegetation Brown planthopper Index (TVBI) Dengan Temperature Vegetation Drynessr Index (TVDI) ... 18
4.6. Validasi Akurasi Nilai TVBI Terhadap Serangan Hama. ... 18
4.7. Pemetaan Sebaran Spasial Hama Wereng Coklat. ... 19
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 21
5.1. Kesimpulan ... 21
5.2. Saran ... 21
DAFTAR PUSTAKA ... 21
v
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Syarat Kondisi Lingkungan yang Dibutuhkan Hama Wereng Coklat ... 3
2. Spesifikasi MODIS ... 5
3. Tingkat Kelengasan TVDI ... 10
4. Tingkat Kelengasan TVDI dan TVBI Indramayu Musim Tanam 2007-2008/2009 Saat Serangan Hama Wereng Coklat ... 18
5. Validasi Kisaran TVBI 0,36 – 1,01 ... 18
6. Kelas Potensi Serangan Hama Wereng Coklat ... 18
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman 1. Wereng Coklat ... 22. Profil Pertumbuhan Padi Berdasarkan EVI MODIS ... 6
3. Skema Hubungan NDVI – TS ... 7
4. Formula LST ... 9
5. Formula EVI ... 9
6. Diagram Alir Metode Penelitian ... 11
7. EVI Rata-rata 2 Mingguan Musim Tanam 2007–2008/2009 Kabupaten Indramayu ... 12
8. LST Rata-rata 2 Mingguan Musim Tanam 2007–2008/2009 Kabupaten Indramayu ... 13
9. Serangan Hama Wereng Coklat Musim Tanam 2007–2008/2009 Kabupaten Indramayu . 13 10. EVI dan LST Saat Serangan Hama Wereng Coklat Kabupaten Indramayu ... 14
11. Scatter Plot EVI dan LST Kabupaten Indramayu Musim Tanam 2007-2008/2009 ... 15
12. Model TVBI Kebupaten Indramayu Musim Tanam 2007-2008/2009 ... 16
13. Model TVDI Kebupaten Indramayu Musim Tanam 2007-2008/2009 ... 17
14. Hubungan Model TVBI dan TVDI ... 18
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Band Gelombang MODIS dan Kegunaannya... 24
2. Tahapan Pengerjaan Koreksi Geometrik Mod09 dan Mod11A ... 25
3. Keadaan EVI dan Luas Serangan Hama Wereng Coklat Setiap Kecamatan ... 27
4. Keadaan LST dan Luas Serangan Hama Wereng Coklat Setiap Kecamatan ... 31
5. Tabel Kejadian Serangan Hama Wereng Coklat (Nilapavarta lugens) ... 35
6. Model TVDI dan Model TVBI Kabupaten Indramayu Musim Tanam 2007-2008/2009 ... 39
7. Validasi Kisaran TVBI 0,36-1,01 Terhadap Data Serangan Hama Wereng Coklat ... 40
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman padi merupakan tanaman
serealia yang mampu memberikan energi dan
zat gizi, sehingga padi termasuk ke dalam golongan tanaman pangan. Seiring dengan pertambahan penduduk, maka kebutuhan akan pangan pun akan semakin meningkat. Pemerintah melakukan berbagai macam cara untuk meningkatkan produksi beras. Namun pada kenyataannya peningkatan produksi padi mengalami berbagai hambatan. Salah satu hambatan yang dialami adalah adanya serangan hama.
Hama tanaman merupakan salah satu kendala dalam penurunan produktivitas suatu tanaman. Ledakan atau epidemi hama pada suatu pertanaman bukan merupakan kejadian sebab akibat sederhana. Beberapa hipotesis penyebab ledakan hama adalah karena adanya perubahan faktor fisik, perubahan genetis dan fisiologis, perubahan kualitatif dan kuantitatif tanaman sifat oportunistik hama, hilangnya musuh alami atau kekebalan hama terhadap sistem pertahanan pangan (Berryman, 1987).
Salah satu hama utama pada tanaman padi ialah hama wereng coklat (Nilapavarta
lugen). Hama ini juga dapat menularkan
penyakit kerdil rumput dan kerdil hampa. Hama ini mempunyai sifat mudah membentuk biotipe baru yang dapat mematahkan ketahanan varietas yang ditanam secara intensif dan terus menerus. Hal ini membuat pemberantasan hama ini akan sulit teratasi, sehingga dapat mengancam produktivitas padi secara keseluruhan (Effendi, 1985).
Perkembangbiakan hama wereng coklat sangat cepat. Seekor wereng coklat betina mampu bertelur sebanyak 100-600 butir, dengan masa telur lebih kurang 8 hari. Masa nimfa, sejak menetas sampai menjadi dewasa lebih kurang 18 hari. Siklus hidup wereng coklat berkisar 28 hari. Akibat serangan wereng coklat ini petani dapat mengalami gagal panen mencapai 80% dari total areal yang terserang. Serangan hama wereng coklat ini harus dikendalikan dan dipantau secara berkala agar mengurangi kerugian yang dialami oleh petani (Sinartani).
Analisis daerah yang terserang wereng coklat dalam wilayah yang sangat luas
diperlukan suatu metode agar
penanggulangan dapat dilakukan secara tepat dan efektif. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan teknologi remote sensing atau
penginderaan jauh (inderaja). Teknologi
remote sensing memungkinkan kita dapat
menganalisis atau mengidentifikasi suatu objek, tanpa kontak langsung dengan objek itu sendiri. Salah satu instrumen penginderaan jauh untuk kegiatan pemantau kondisi lahan bervegetasi adalah Moderate
Resolution Imaging Spectroradiometer
(MODIS). MODIS merupakan satelit yang memiliki fungsi sebagai pengamat lingkungan bumi secara global (earth
observing system) dengan tujuan akhir
memahami peranan vegetasi secara menyeluruh dengan bumi sebagai sebuah sistem.
Vegetation Index adalah ukuran empiris
keberadaan suatu vegetasi pada permukaan. Indeks vegatasi diperoleh dari respon spektral merah (0.6 - 0.7µm) dan spektral inframerah dekat (0.7 – 1.1µm). Indeks vegetasi MODIS menghasilkan nilai spasial dan perbandingan temporal dari kondisi vegetasi secara global sehingga dapat digunakan untuk kegiatan pemantauan aktivitas fotosintesis vegetasi daratan dalam mendukung proses perkembangan, deteksi perubahan dan interpretasi biofisika (Huete et al, 1999).
Suhu permukaan merupakan salah satu parameter dalam instrumen remote sensing
yang sering digunakan untuk
mendeskripsikan keadaan suatu permukaan. Suhu permukaan merupakan hasil kombinasi dari interaksi antara permukaan – atmosfir dan fluks energy antara atmosfir dan permukaan tanah (Akhoondzadeh, 2008).
Analisis serangan hama wereng coklat dilakukan dengan pendekatan hubungan EVI dan LST yang peka terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman, suhu permukaan, dan penutupan lahan. Penelitian ini menganalisis serangan hama wereng coklat yang terjadi di Kabupaten Indramayu, hal tersebut dipilih karena Kabupaten Indramayu merupakan salah satu sentra produksi tanaman padi yang sering terjadi serangan hama wereng coklat.
1.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan deteksi serangan hama wereng coklat menggunakan data satelit Terra MODIS (Moderate Resolution
Imaging Spectroradiometer) di Kabupaten
2
II. II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kabupaten Indramayu
Secara geografis Kabupaten Indramayu terletak pada 107052 BT – 108036 BT dan 6014 LS – 6040 LS. Wilayah Kabupaten Indramayu memiliki luas 204.011 Ha, dengan panjang garis pantai 114,1 Km yang membentang sepanjang pantai utara antara Cirebon sampai dengan Subang. Menurut data Bappeda Kabupaten Indramayu, sebesar 121.355 Ha (59,50%) lahannya merupakan Sawah Irigasi, 12.420 Ha (06,09%) lahan berupa Sawah Tadah Hujan, 32.310 Ha (15,75%) berupa Perkebunan, 17.980 Ha (08,81%) berupa Permukiman, 12.600 Ha (06,18%) berupa Empang dan 7.526 Ha (03,67%) lahan lainnya.
Wilayah Kabupaten Indramayu sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Subang, sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Cirebon dan Laut Jawa, serta sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Majalengka, Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Cirebon.
Topografi wilayah di Kabupaten Indramayu pada umumnya berkisar antara 0-18 meter diatas permukaan laut. Wilayah dataran rendahnya berkisar antara 0-6 meter diatas permukaan laut, berupa rawa, tambak, sawah, pekarangan dan lain sebagainya. Wilayah dataran rendah menempati bagian terluas dari total wilayah yang terletak di sebelah Utara dan Timur. Sebagian besar permukaan tanahnya berupa dataran dengan kemiringan antara 0% - 2% seluas 201.285 Ha, tau 96,03% dari total luas wilayah.
Kabupaten Indramayu termasuk beriklim tropis tipe D (iklim sedang) dalam klasifikasi Schmidt dan Ferguson, dengan karakter:
Suhu udara harian berkisar antara 22,90C – 300C dengan suhu udara rata-rata tertinggi mencapai 320C dan terendah 22,90C.
Kelembaban udara 70% – 80%.
Curah hujan rata-rata tahunan sebesar 1.587 mm per tahun, dengan jumlah hari hujan sebanyak 91 hari.
Curah hujan tertinggi kurang lebih 2.008 mm dan jumlah hari hujan sebanyak 84 hari, sedangkan curah hujan terendah kurang lebih 1.063 mm dengan jumlah hari hujan 68 hari.
Angin barat dan angin timur bertiup secara bergantian setiap 5-6 bulan sekali.
Data BPS Kabupaten Indramayu tahun 2009, menyebutkan bahwa mata pencaharian utama penduduk Indramayu sebagian besar bekerja di sektor pertanian (41%) dan sektor perdagangan (22%), sedangkan sisanya bekerja di sektor industri (9%), sektor jasa (14%) dan jenis pekerjaan lainya (14%).
2.2 Tanaman Padi (Oryza Sativa).
Tanaman padi merupakan salah satu tanaman budaya terpenting dalam peradaban manusia. Padi termasuk dalam suku padi-padian atau Poaceae. Periode pertumbuhan tanaman padi terdiri dari 2 fase, yaitu fase vegetatif dan fase generatif (reproduktif). Fase vegetatif merupakan fase pertumbuhan yang menghasilkan organ-organ vegetatif seperti akar, batang dan daun (tunas). Sedangkan fase generatif menghasilkan organ-organ generatif seperti malai, gabah dan bunga. Fase generatif (reproduktif) terdiri dari beberapa periode, yaitu periode pra-bunga dan pasca berpra-bunga. Periode pasca berbunga ini disebut juga sebagai periode pemasakan, sehingga dengan alasan tersebut para ahli ada yang membagi pertumbuhan padi dalam 3 periode, yaitu fase vegetatif, fase generatif dan pemasakan. (Manurung, 1988)
2.3 Hama Wereng Coklat
Hama merupakan hewan dalam jumlah tertentu yang menjadi perusak, penyebar penyakit dan pengganggu suatu tanaman
budidaya, sehingga merugikan
keberlangsungan budidaya tersebut. Wereng Batang Coklat (Gambar 1) merupakan serangga yang termasuk dalam ordo
Hemiptera subordo Auchenorryncha, famili
Delpaciadea dengan nama latin Nilaparvata
lugens. Sejak tahun 1970 keberadaan Hama
Wereng Coklat atau Brown Planthopper ini menjadi penting karena persebarannya luas di Indonesia dan menyebabkan tanaman padi
hopperburn Siklus hidup wereng coklat ini
terdiri dari beberapa tahapan yang terdiri dari telur, nimfa, dan imago (Kalshoven, 1981).
3
2.3.1 Morfologi Wereng Coklat
Serangga wereng coklat berukuran kecil, panjang 0,1-0,4 cm. Wereng coklat bersayap panjang dan wereng punggung putih berkembang ketika makanan tidak tersedia atau terdapat dalam jumlah terbatas. Wereng coklat dewasa bersayap panjang dapat menyebar sampai beratus-ratus kilometer
2.3.2 Serangan, Gejala dan Siklus Hidup
Wereng coklat secara langsung merusak tanaman padi karena nimfa dan imagonya mengisap cairan sel tanaman sehingga tanaman kering dan akhirnya mati. Kerusakan secara tidak langsung terjadi karena serangan penyakit virus kerdil rumput dan kerdil hampa yang ditularkannya. Kerusakan berat yang disebabkan oleh wereng coklat terkadang ditemukan pada persemaian, tetapi sebagian besar menyerang pada saat tanaman padi masak menjelang panen. Bila tanaman padi muda terserang, menjadi berwarna kuning, pertumbuhan terhambat dan tanaman kerdil. Pada serangan yang parah keseluruhan tanaman menjadi putih, kering dan mati, perkembangan akar merana dan bagian bawah tanaman yang terserang menjadi terlapisi oleh jamur, yang berkembang pada sekresi embun madu serangga.
Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi siklus hidup serangga. Salah satu faktor iklim yang mempengaruhi adalah suhu, menurut Pathak dan Khan dalam Widiastuti (2009) disebutkan bahwa setiap siklus hidup wereng coklat memiliki syarat kondisi iklim tertentu, yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Syarat Kondisi Lingkungan yang Dibutuhkan Hama Wereng Coklat
Tahap Keterangan Batasan
Telur
-Suhu Batas Hamaimum 250C-300C Batas lethal
untuk menetas 33 0
C Nimfa
-Suhu
Batas hamaimal untuk
perkembangan
11,60 C-27,70C Batas rentan
untuk
perkembangan
300C Dewasa
-Suhu Batas Aktif 100C-320C (Sumber: Widiastuti, 2009)
Satu generasi siklus hidup dari hama wereng coklat berkisar antara 28 sampai 32 hari pada 250C dan 23 hari pada 280C. Mereka memiliki 3 tahapan periode dari siklus hidupnya yaitu, periode telur 8 sampai 10 hari, periode nimfa 12 sampai 14 hari, dan periode pre-oviposition 4 sampai 8 hari.
Berdasarkan siklus hidup tersebut, dalam satu musim tanam akan terdapat 2 sampai 8 generasi hama wereng coklat. Pertumbuhan hama wereng coklat periode pasca embrio juga dipengaruhi oleh dinamika suhu udara.
Pertumbuhan embrio hama wereng akan berhenti berkembang pada suhu dibawah 100C, sedangkan puncak tumpukan telur pada 250C. Periode tahapan telur juga sangat dipengaruhi suhu udara. Kisaran tahapan telur ialah: 26,7; 15,2; 8,2; 7,9 and 8,5 hari masing-masing pada suhu 150C, 200C, 250C, 280C dan 290C.
Kemampuan tumbuh hama wereng coklat pada fase nimfa dicapai pada suhu konstan 250C. Kisaran fase nimfa kira-kira 18,2; 13,2; 12,6; 13,6 and 17 hari masing-masing pada suhu 200C, 250C, 290C, 330C and 350C. Dapat disimpulkan bahwa periode terpendek yang diperlukan dari telur hingga fase nimfa adalah 20 hari pada suhu 270C sampai 280C dengan catatan bahwa ketahanan varietas tidak digunakan untuk makanan hama wereng.
Suhu optimal untuk aktifitas normal wereng coklat macroptera jantan berkisar dari 90C sampai 300C, sedangkan untuk wereng coklat betina adalah 100C sampai 320C. Suhu selama fase nimfa dan dewasa sangat mempengaruhi usia hama. Sangat sulit untuk menentukan suhu yang paling nyaman untuk pertumbuhan dan perkembangan dari populasi Nilaparvata lugens. Walaupun begitu dapat di estimasi bahwa suhu 280C sampai 300C dengan suhu yang rendah pada malam hari adalah suhu yang paling nyaman untuk pertumbuhan dan perkembangan hama (Susanti, 2008).
2.3.3 Perubahan Biotipe
Biotipe didefinisikan sebagai suatu populasi atau individu yang dapat dibedakan dari populasi atau individu lain bukan karena sifat morfologi, tetapi didasarkan kepada kemampuan adaptasi, perkembangan pada tanaman inang tertentu, daya tarik untuk makan, dan meletakkan telur.
4
beradaptasi secara terus menerus biladipelihara pada suatu varietas dan mampu mematahkan ketahanan varietas serta menghilangkan daya seleksi varietas yang ditempatinya. Pergiliran varietas sangat diperlukan untuk mengendalikan wereng coklat (Effendi, 1985).
Perubahan biotipe wereng coklat terjadi melalui seleksi alam. Penggunaan insektisisa dapat mematikan musuh alami, tapi tidak mematikan telur dan nimfa wereng secara keseluruhan. Wereng yang selamat merupakan wereng yang secara genetik memang terseleksi dari lingkungan. Sejak diketahuinya ada wereng coklat pada tahun 1930 (biotipe nol), muncul wereng coklat biotipe 1 pada tahun 1971. Pada tahun 1975, untuk menghadapi wereng biotipe 1 telah diintroduksi varietas IR26. Namun tahun 1976 terjadi ledakan wereng coklat yang disebabkan perubahan wereng coklat biotipe 1 ke wereng coklat biotipe 2.
Pada tahun 1980, varietas IR42 dikenalkan untuk menghadapi wereng biotipe 2. Namun pada musim tanam 1981 / 1982 dilaporkan varietas IR42 telah terserang wereng coklat (biotipe 3) di kabupaten Simalunggun – Sumatera Utara. Kemudian varietas padi IR 56 (gen tahan Bph3) diperkenalkan pada 1983 dan IR64 (gen tahan Bph1+) tahun 1986. Saat ini varietas IR64 lebih banyak digunakan petani karena mempunyai rasa nasi enak, produksi tinggi, dan tahan wereng coklat biotipe 3 (Effendi, 2007).
2.3.4 Pengendalian Wereng Coklat
Dampak kerugian yang timbulkan oleh adanya serangan hama wereng coklat ini sangat merugikan petani. Pada beberapa kejadian serangan hama wereng coklat tanaman cukup dibasmi dengan pestisida, namun tidak jarang tanaman harus ditanam ulang. Hal ini menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi petani karena biaya penggarapan lahan dan sarana produksi yang petani menjadi bertambah. Namun jika serangan hama wereng coklat terjadi pada saat fase generatif atau pematangan, hal ini dapat menyebabkan gagal panen. Oleh karena itu, serangan hama wereng coklat ini perlu dikendalikan.
Pengendalian wereng coklat dapat dilakukan dengan mencegah penyebaran dan perkembangbiakan hama tersebut. Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengendalikan hama ini adalah:
1) Melakukan pemantau secara rutin dan terjadwal.
2) Memusnahkan sisa tanaman yang terserang virus kerdil rumput dan kerdil hampa.
3) Menanam padi varietas unggul tahan hama.
4) Melakukan pemusnahan selektif terhadap padi yang terserang ringan. 5) Melakukan penyemprotan dengan
insektisida.
Dalam melakukan pemantauan secara rutin diperlukan sebuah model untuk mendeteksi serangan hama wereng batang coklat.
2.4 Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS)
MODIS merupakan instrumen utama yang terdiri dari satelit Terra (EOS AM) dan Aqua (EOS PM), yang merupakan bagian dari program antariksa Amerika Serikat,
National Aeronautics and Space
Administration (NASA) serta dikelola oleh
NASA Goddard Space Flight Center (GSFC) di Greenbelt, Maryland. Program ini merupakan program jangka panjang untuk mengamati, meneliti dan menganalisa lahan, lautan, atmosfir bumi dan interaksi diantara faktor-faktor ini. Satelit Terra (EOS-AM1) berhasil diluncurkan pada tanggal 18 Desember 1999, sedangkan satelit Aqua (EOS-PM1) diluncurkan pada tanggal 4 Mei 2002. Satelit Terra mengelilingi bumi secara polar (utara ke selatan) melintasi equator pada pagi hari (10:30 waktu setempat), sedangkan satelit Aqua mengelilingi bumi dari selatan ke utara melintasi equator pada sore hari (13:30 waktu setempat). Lebar cakupan lahan (the swath width) pada permukaan bumi setiap putaran kedua satelit tersebut sekitar 2330 km. Pantulan gelombang elektromagnetik yang diterima sensor MODIS sebanyak 36 bands, mulai panjang gelombang 0,405 - 14,835 μm. Secara rinci band gelombang MODIS dan kegunaan setiap band dapat dilihat pada Lampiran 1 (Supriadi, 2008).
Satelit MODIS merupakan
5
secara berkala dengan menggunakan tigametode, yakni diffuser surya, blackbody, dan peralatan kalibrasi spectroradiometrik (NASA, 2010a).
Satelit MODIS mengukur:
Suhu permukaan (daratan dan lautan) dan deteksi api;
Warna lautan (sediment, phytoplankton); Peta vegetasi global dan deteksi
perubahan global Karakteristik awan
Konsentrasi aerosol dan keadaannya Suhu dan kelembaban;
Tutupan salju dan karakteristiknya (NASA.gov)
Tabel 2. Spesifikasi MODIS
Spesifikasi Keterangan
Orbit : 705 km, 10:30 a.m.
descending node (Terra) or 1:30 p.m. ascending
node (Aqua),
sun-synchronous, near-polar, circular
Scan Rate : 20.3 rpm, cross track Swath
Dimension :
2330 km (cross track) by 10 km (along track at nadir)
Telescope : 17.78 cm diam. off-axis, afocal (collimated), with intermediate field stop Size : 1.0 x 1.6 x 1.0 m Weight : 228.7 kg
Power : 162.5 W (single orbit average)
Data Rate : 10.6 Mbps (peak
daytime); 6.1 Mbps (orbital average)
Quantization: 12 bits Spatial
Resolution :
250 m (bands 1-2), 500 m (bands 3-7), 1000 m (bands 8-36) Design Life: 6 years
(Sumber: NASA, 2010b)
2.4.1 Enhanced Vegetation Index (EVI)
Indeks vegetasi merupakan besaran nilai kehijauan vegetasi yang diperoleh dari pengolahan sinyal digital data nilai kecerahan
(brightness) beberapa kanal data sensor
satelit. Pemantauan vegetasi dilakukan dengan cara membandingkan tingkat kecerahan kanal cahaya merah (red) dan kanal cahaya inframerah dekat (near
infrared). Fenomena penyerapan cahaya
merah oleh klorofil dan pemantulan cahaya inframerah dekat oleh jaringan mesofil yang
terdapat pada daun akan mebuat nilai kecerahan yang diterima sensor satelit pada kanal-kanal tersebut akan jauh berbeda. Nilai perbandingan kecerahan kanal cahaya merah dengan cahaya inframerah dekat atau NIR/RED adalah nilai suatu indeks vegetasi
(simple ratio).
Algoritma indeks vegetasi dalam perkembangan ilmu remote sensing sudah
mengalami banyak pengembangan
diantaranya NDVI, SAVI, ARVI dan EVI. Algoritma NDVI (Normalized Difference
Vegetation Index) merupakan algoritma yang
biasa digunakan dalam memperoleh nilai indeks vegetasi, hal ini disebabkan karena nilai indeks vegetasi yang dihasilkan berkisar antara -1 (non-vegetasi) hingga 1 (vegetasi), dengan persamaan:
� �=[
NIR RED −1]
[REDNIR +1]………(1)
yang ekivalen dengan: � �=NIR−RED
NIR +RED……….(2)
Algoritma SAVI (Soil-Adjusted
Vegetation Index) merupakan perbaikan dari
NDVI untuk koreksi pantulan cahaya dari tanah, sedangkan algoritma ARVI
(Atmospherically Resistant Vegetation Index)
memperhitungkan hamburan cahaya biru di atmosfer terhadap nilai NDVI dan terakhir algoritma EVI (Enhanced Vegetation Index) merupakan pengembangan indeks vegetasi penurunan dari algoritma SAVI dan ARVI. Algoritma EVI lebih tahan terhadap pengaruh komposisi aerosol atmosfer dan pengaruh variasi warna tanah. Algoritma EVI dirumuskan dengan persamaan:
EVI = ∗ �� −
( +�� + 1 + 2 )…………(3) Persamaan algoritma EVI pada persamaan 3 menggunakan informasi kanal cahaya biru agar tahan terhadap distorsi atmosfir. Variabel C1 dan C2 merupakan faktor pembobotan untuk mengatasi aerosol, sedangkan variabel L adalah faktor kalibrasi efek kanopi dan tanah, sedangkan G adalah faktor skala agar nilai EVI berada pada rentang antara -1 hingga 1. Nilai variabel L, C1, C2, dan G biasanya diberikan nilai masingmasing 1; 6; 7,5; dan 2,5
6
respon. Nilai EVI MODIS memperhitungkankanal biru pada kanal 3 dengan persamaan:
EVI = � �2− � �1
� �2 + 1× � �1 + 2× � �3 +
(1.5 + L)
…..(4) Kanal 3 merupakan sensor cahaya biru untuk panjang gelombang antara 0,460-0,480 µm. (Sudiana, 2008)
Profil pertumbuhan padi selama musim tanam sampai panen dan kondisi/fase bera dapat dideteksi oleh data satelit. Profil tersebut diperoleh berdasarkan nilai EVI MODIS. Profil pertumbuhan tanaman padi berdasarkan EVI MODIS menunjukkan pola pertumbuhhan tanaman padi yang pada umumnya berbentuk lonceng agak simetris (Gambar 2).
Gambar 2. Profil Pertumbuhan Tanaman Padi
berdasarkan EVI MODIS
(Sumber: Domiri, 2005)
2.4.2 Suhu Permukaan (Land Surface
Temperature/LST)
Suhu Permukaan merupakan salah satu komponen penting dalam mengetahui keadaan fisik permukaan dalam remote
sensing. Menurut Dousset dan Gourmelon
(2003) suhu permukaan dapat menyediakan informasi penting mengenai kondisi fisik permukaan dan iklim yang memiliki peranan dalam proses alam.
Suhu permukaan mendeskripsikan panas permukaan bumi yang dirasakan jika kita menyentuh permukaan tersebut. Berdasar sudut pandang satelit “permukaan” merupakan segala sesuatu yang terlihat diatas tanah, dapat berupa salju dan es, tanaman, atap bangunan ataupun daun didalam kanopi hutan. Suhu permukaan sangat berbeda dengan suhu udara yang termasuk dalam laporan harian. Kisaran suhu permukaan pada satelit MODIS mulai dari -250C (biru tua) sampai 450C (kuning pink). Pada lintang tengah sampai tinggi, suhu permukaan tanah bervariasi sepanjang tahun, akan tetapi daerah khatulistiwa cenderung tetap
konsisten hangat, sedangkan antartika dan greenland tetap kosisten dingin. Ketinggian suatu permukaan juga berpengaruh penting dalam suhu permukaan, barisan pegunungan di utara Amerika lebih dingin dibandingkan daerah lain pada lintang yang sama. (NASA, 2010c)
Suhu permukaan merupakan suhu bagian terluar dari suatu objek. Suhu permukaan suatu objek tidak sama, bergantung pada sifat fisik permukaan objek. Sifat fisik objek tersebut adalah emisivitas, kapasitas panas jenis dan konduktivitas thermal. Jika suatu objek memiliki emisivitas dan kapasitas panas jenis yang tinggi sedangkan konduktivitas thermalnya rendah maka suhu permukaannya akan menurun, contohnya pada permukaan tubuh air. Jika suatu objek memiliki emisivitas dan kapasitas panas jenis yang rendah dan konduktivitas thermalnya tinggi maka suhu permukaan akan meningkat, contohnya pada permukaan darat (Sutanto, 1986). Stefan-Boltzmann mendefinisikan hubungan radiasi dengan suhu permukaan dinyatakan dalam rumus :
=.. 4…………..(5)
Keterangan :
F : Limpahan radiasi (MJ / m2 / hari)
ε : Emisivitas permukaan (ε =1, pada benda hitam)
σ: Tetapan Stefan-Boltzmann (5,67*10-8 W/m2/K4)
Ts: Suhu permukaan (K)
Pada satelit MODIS untuk mengukur radiasi dan emisivitas permukaan menggunakan band 31 (10.780 - 11.280µm) dan 32 (11.770 - 12.270 µm). Kedua band tersebut merupakan gelombang inframerah jauh, yang biasa digunakan untuk mengukur radiasi suhu permukaan dengan persamaan:
= 1+ 2
1−�
� + 3∆��2
31+32
2 + 1+ 2
1−�
� + 3∆��2
31+32
2 + ………(6)
dimana,
∆�=�31− �32 dan �= 0,5(�31+�32 merupakan selisih dan rata-rata dari emisivitas permukaan dalam band 31 dan 32.
31dan 32merupakan kecerahan suhu dari
band 31 dan 32. Koefisien 1, 2, 3, 1, 2, 3 di dapat dari interpolasi regresi linier dari
7
2.5 Analisis Serangan Hama Wereng
Coklat menggunakan Parameter
Iklim
Penyebab terjadinya serangan hama sangat berfluktuatif dengan dinamika iklim. Peubah iklim yang mempengaruhi meluasnya serangan hama wereng coklat diketahui dengan cara menghitung nilai korelasi pearson antara luas serangan hama wereng coklat dengan parameter iklim seperti curah hujan, suhu udara maksimum, suhu udara minimum, kelembaban udara maksimum dan kelembaban udara minimum. Hasil analisis menunjukkan bahwa parameter iklim berkorelasi cukup baik dengan luas serangan hama wereng coklat hanya pada kejadian tahun 1998, yaitu saat anomali iklim la-nina terjadi. Parameter iklim yang mempunyai korelasi lebih dari 0.4 adalah : curah hujan, suhu maksimum, suhu maksimum 2 minggu sebelum kejadian, suhu minimum, suhu minimum 2 minggu, 4 minggu dan 6 minggu sebelum kejadian, kelembaban maksimum,
kelembaban minimum, kelembaban
minimum 2 minggu sebelum kejadian, kelembaban rata, dan kelembaban rata-rata 2 minggu sebelum kejadian (Susanti, 2008).
2.6 Analisis Serangan Hama Wereng Coklat Menggunakan Hubungan EVI dan LST
Analisis daerah yang teserang wereng coklat dalam wilayah yang sangat luas
memerlukan suatu metode agar
penanggulangan dapat dilakukan secara tepat dan efektif. Salah satu metode yang dapat dilakukan ialah dengan memanfaatkan teknologi remote sensing.
Parameter iklim yang berkorelasi dengan serangan hama wereng coklat ialah curah hujan, suhu udara dan kelembaban. Analisis serangan hama wereng coklat menggunakan pendekatan remote sensing digunakan data EVI dan LST dengan menganalisis hubungan EVI dan LST saat terjadi serangan hama wereng coklat.
Pada suatu lahan indeks vegetasi akan meningkat seiring dengan menurunnya suhu permukaan (LST). Hal ini berkaitan dengan kemampuan vegetasi untuk mengatur suhunya melalui perpindahan panas laten yaitu perpindahan panas melalui evapotranspirasi. Radiasi yang diserap dan jumlah air yang tersedia di suatu permukaan lahan merupakan dua unsur utama yang mengatur suhu permukaan. Pada saat ketersediaan air menjadi minim baik di lahan yang bervegetasi maupun tidak, maka suhu permukaan akan meningkat (Parwati, 2008).
Secara teoritis plot antara Indeks Vegetasi dan LST berbentuk seperti segitiga. Batas garis atas segitiga diasumsikan sebagai batas kering (dry edge), sedangkan batas garis bawah sebagai batas basah (wet edge). Posisi piksel pada scatter plot menunjukkan kondisi kelembaban lahan. Piksel yang berada dekat dengan garis batas kering akan lebih rendah lengas lahannya dibandingkan dengan piksel yang berada di dekat garis batas basah (wet edge).
Skema Hubungan NDVI – Ts
mengilustrasikan mekanisme biofisik suatu lahan (Gambar 3). Kemiringan (slope) grafik pada hubungan antara LST dan NDVI berkaitan dengan laju evapotranspirasi, resistansi stomata vegetasi, dan kondisi lengas tanah.
.
8
Pada permukaan lahan yang mempunyaitingkat NDVI tinggi, perubahan suhu permukaan (LST) tidak begitu nyata karena vegetasi mampu untuk mengatur air. Hubungan antara LST dan NDVI adalah negatif, yang berarti semakin tinggi suhu permukaan maka indeks vegetasinya menurun (Hung and Yasuoka; Sandholt et al, dalam Parwati,2008).
Skema hubungan indeks vegetasi dengan suhu permukaan biasa digunakan dalam penentuan Temperature Vegetation
Dryness Index (TVDI). Formula TDVI dapat
dilihat pada persamaan: �= LST−LST �
LST ��−LST � …… (7)
LSTmin merupakan suhu permukaan minimum yang disebut dengan batas basah. LST adalah suhu permukaan yang diamati pada suatu pixel. LSTmax adalah suhu permukaan maksimum untuk nilai NDVI tertentu (LSTmax = a + b * NDVI). Koefisien a, b merupakan nilai intersep dan slope pada garis linear yang mencerminkan batas kering
(dry edge) pada Gambar Skema hubungan
NDVI - TS (Parwati, 2008).
Analisis serangan hama wereng coklat pada tanaman padi menggunakan data satelit Terra MODIS dilakukan dengan pendekatan hubungan EVI dan LST yang peka terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman, suhu permukaan, dan penutupan lahan.
III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada Oktober 2009 sampai dengan bulan April 2010, di Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Pekayon, Jakarta. Penelitian juga dilakukan di Lab. Agrometeorologi Departemen Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor pada April 2010 – Desember 2010.
3.2 Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan ialah:
a. Data Suhu Permukaan delapan harian MODIS April 2007-Febuari 2009 resolusi 250m (Mod11A2)
b. Data Vegetation Indeks Enam Belas harian MODIS April 2007-Febuari 2009 resolusi 250m (Mod09)
c. Data Luas Serangan Hama Wereng 2 mingguan tiap kecamatan wilayah Indramayu Musim Tanam
2007-2008/2009 dari Instalasi Pusat Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (PPOPT) Indramayu.
Alat-alat yang digunakan adalah seperangkat
Personal Computer yang dilengkapi dengan
perangkat lunak seperti : a. MODIS Reprojection Tools b. ER Mapper 7.0
c. Wordpad d. ArcView GIS 3.3 e. Ms. Office
3.3 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah analisa antara luas serangan hama dengan parameter data satelit. Parameter data satelit yang digunakan berupa suhu permukaan (LST) 8 harian dan indeks vegetasi (EVI) 8 harian yang diturunkan melalui data satelit MODIS.
Analisis hubungan parameter EVI dan LST ini digunakan untuk menganalisis serangan hama wereng coklat berdasarkan kondisi kelengasan atau kelembaban permukaan. Analisis kondisi kelengasan permukaan dilakukan dengan pendekatan metode Temperature Vegetation Dryness
Index (TVDI).
3.3.1 Koreksi Geometrik Sistimatik
Tahapan awal pengerjaan data MODIS ialah koreksi geometrik (reprojection) menggunakan modul perangkat lunak MRT
(MODIS Reprojection Tool). MRT
merupakan perangkat lunak untuk mengolah data MODIS dalam memproyeksikan data. Perangkat lunak ini memiliki fungsi untuk pemisahan dan penggabungan data MODIS. Fungsi pemisahan data MODIS ini mencakup metode nearest neighbor, bilinear dan cubic
convolution. Fungsi penggabungan data
9
3.3.2 Algoritma Penghitungan Suhu
Permukaan MODIS Menggunakan ER-Mapper
Data Mod11A2 yang telah di koreksi secara geometric kemudian diolah menggunakan software ER-Mapper. Pada proses ini setiap data satelit dihitung suhu permukaannya dengan memasukkan formula suhu pada formula editor ER-Mapper (Gambar 4) .
Gambar 4. Formula LST
Nilai 0.02 merupakan faktor suhu untuk diubah dalam K, nilai (-273) untuk merubah data kedalam 0C dan nilai 5 merupakan faktor untuk merubah data dalam bentuk 8 bit integer. Sehingga jika di ekstrak nilai dalam tiap piksel angka diperoleh nilai suhu dalam 0
C dan nilai angka dalam 8 bit integer dilakukan untuk mempermudah pengolahan data dalam ER-Mapper.
Data-data dalam tiap piksel tersebut masih terdapat piksel data yang kosong. Hal tersebut dikarenakan kondisi atmosfer pada saat pengambilan data terganggu karena awan, haze atau kondisi teknis lainya. Data kosong tersebut di-griding dengan metode
minimum curvature. Setelah itu data di crop
berdasarkan data sawah kecamatan di Indramayu dan di ubah ke dalam data tabular sesuai kecamatan sawah di Indramayu.
3.3.3 Algoritma Penghitungan EVI
MODIS Menggunakan ER-Mapper
Data Mod09 yang telah di koreksi secara geometric terbagi menjadi beberapa reflektan, yaitu reflektan EVI, red_Reflectance, NIR_reflectance, blue_reflectance, dan MIR_reflectance. Nilai EVI diturunkan dari Reflektan EVI yang dimana pada formula editor ER-Mapper dimasukkan formula EVI. Formula EVI pada Gambar 5 merupakan faktor untuk merubah data EVI dalam bentuk 16 bit integer. Kisaran nilai EVI dalam 16 bit integer dilakukan untuk mempermudah proses pengolahan data dalam ER-Mapper.
Gambar 5. Formula EVI
Red_Reflectance, NIR_reflectance,
blue_reflectance, dan MIR_reflectance,
digunakan untuk mendeteksi awan. reflektan tersebut digunakan untuk memisahkan awan dalam EVI, sehingga data EVI dalam pengolahan data ini sudah memisahkan faktor awan.
Data-data dalam tiap piksel tersebut terdapat piksel data yang kosong. Akibat pemisahan awan dari nilai EVI. Data tersebut
di-griding dengan metode minimum
curvature. Setelah itu data di crop
berdasarkan data sawah kecamatan di Indramayu dan di ubah ke dalam data tabular sesuai kecamatan sawah di Indramayu.
3.3.4 Analisi Serangan Hama dengan Kombinasi Hubungan EVI dan LST
Analisis serangan hama wereng coklat menggunakan data MODIS dilanjutkan dengan menghubungkankan data EVI dan LST dengan data luas serangan hama wereng coklat. Data EVI dan LST tersebut di plotkan kedalam scatter plot diagram dengan sumbu X data EVI dan sumbu Y data LST. scatter
plot diagram tersebut kemudian dianalisis
sebarannya. Data EVI dan LST yang diserang hama wereng coklat diberi tanda yag berbeda dengan yang tidak terserang hama, misal data EVI dan LST yang diserang diberi warna merah sedangkan data yang tidak terserang hama diberi warna biru.
Sebaran data yang diserang hama wereng coklat akan membentuk sebuah model segitiga. Model tersebut dinamakan Temperature Vegetation Brown Planthopper
Index (TVBI), karena model tersebut
10
setiap data, kemudian dilakukanpenghitungan nilai TVBI dengan persamaan. �= LST−LST �
LST ��−LST � ………..(8)
Kisaran nilai TVBI yang diserang diperoleh dengan persamaan:
� � � �= � ��� TVBI ± STDV TVBI.…..(9)
Nilai TVBI yang digunakan dalam penentuan kisaran ini ialah nilai TVBI yang terserang hama wereng coklat di atas 6 Ha.
Metode penentuan nilai TVBI ini
menggunakan pendekatan metode
Temperature Vegetation Dryness Index (TVDI). Model scatter plot diagram antara seluruh data EVI dan LST membentuk model umum TVDI. Model TVDI ini menunjukkan kondisi kelembaban dan tutupan lahan berdasarkan tingkat kekeringan TVDI. Penelitian ini merumuskan nilai TVDI untuk mengetahui kondisi lahan berdasarkan kondisi kekeringannya pada saat terjadi serangan hama wereng coklat dan mencari hubungan persamaannya dengan TVBI.
Nilai TVDI diperoleh dengan cara menentukan persamaan Dry Edge (DE) dan
Wet Edge (WE) dari Model TVDI.
Persamaan Dry Edge (DE) dan Wet Edge (WE) digunakan untuk menghitung nilai LST minimum dan LST maksimum untuk setiap nilai EVI. Nilai TVDI dihitung dengan persamaan.
�= LST−LST �
LST ��−LST � …..(10)
Tabel 3.Tingkat Kelengasan TVDI
Tingkat Kelengasan TVDI
Basah 0 < TVDI ≤ 0,2
Agak Basah 0,2 < TVDI ≤ 0,4 Normal 0,4 < TVDI ≤ 0,6 Agak Kering 0,6 < TVDI ≤ 0,8 Kering 0,8 < TVDI ≤ 1,0 (Sandholt dalam Parwati, 2008)
Hubungan persamaan antara TVBI dan TVDI digunakan dalam mengkonversi tingkat kekeringan (Tabel 3) berdasarkan TVDI menjadi nilai TVBI.
3.3.5 Validasi Akurasi TVBI dengan
Data Serangan Hama
Validasi yang dilakukan pada penelitian ini untuk membuktikan kisaran TVBI yang diperoleh dapat berlaku dalam berbagai keadaan EVI dan LST yang diserang dan tidak terserang hama wereng coklat.
Kisaran nilai TVBI saat terserang hama wereng coklat yang diperoleh pada langkah sebelumnya disesuaikan dalam nilai TVBI tiap kejadian data serangan hama wereng coklat. Jika nilai TVBI tiap data berada dalam kisaran nilai TVBI saat diserang hama wereng coklat maka nilai tersebut diasumsikan terdapat serangan hama, jika tidak berada dalam kisaran maka tidak terdapat serangan hama.
� �= � � � �� � � �� � � �� � � × 100%...(11)
3.3.6 Pemetaan Sebaran Spasial
Serangan Hama Wereng Coklat
Peta spasial potensi serangan hama wereng coklat dibuat berdasarkan klasifikasi TVBI yang memiliki frekuensi paling sering dan memiliki serangan hama wereng coklat yang luas. Pada langkah ini kisaran nilai TVBI yang digunakan untuk validasi diasumsikan sebagai kisaran hama wereng coklat yang berpotensi terserang hama.
Potensi serangan hama wereng coklat dibagi kedalam 3 kelas, yaitu Rendah, Sedang, dan Tinggi. Kriteria kelas potensi dibagi berdasarkan luas serangan hama wereng coklat yang terjadi di setiap kisaran.
11
Gambar 6. Diagram Alir Metode PenelitianFormulasi TVBI
Terserang Validasi TVBI Luas Serangan
Hama Wereng Coklat 2 Mingguan LST (Mod11A)
8 Harian
Koreksi Geometrik
Konversi 0C,
Interpolasi, dan
Cropping Sawah Indramayu (ER-Mapper)
Ekstraksi Nilai menjadi Tabular dan Mengubah Skala 2 Mingguan
(Ms.Excel)
EVI dan LST 2 Mingguan (ER-Mapper)
Training Sample
LST dan EVI Terserang Hama Wereng Coklat
EVI dan LST Saat Terserang Hama Wereng
Coklat Keadaan Serangan Hama Wereng Coklat
Indramayu
Analisis Regresi Dry Edge dan Wet Edge TVBI (Temperature Vegetation
Brown Plant Hopper Index)
Analisis Regresi Dry Edge dan Wet Edge
TVDI (Temperature
Vegetation Dryness Index)
Formulasi TVDI
Analisis Keadaan Lahan Saat Serangan Hama Wereng Coklat Berdasarkan TVBI
Peta Spasial TVBI dan Peta Potensi Serangan Hama Wereng Coklat Penghitungan EVI, Pemisahan Awan dan
Cropping Sawah Indramayu (ER-Mapper )
Red_reflectance NIR_reflectance blue_reflectance MIR_reflectance
EVI (Mod 9A) 8 Harian
EVI LST
Pola EVI dan LST
12
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini memanfaatkan teknologi penginderaan jauh dalam mendeteksi serangan hama wereng coklat. Data yang digunakan ialah data EVI dan LST dari satelit MODIS. Data serangan hama yang digunakan berupa data luas serangan hama wereng coklat 2 mingguan tiap kecamatan di kabupaten Indramayu. Hal ini menyebabkan analisis data pada penelitian ini menggunakan skala waktu 2 mingguan.
4.1 Keadaan EVI Kabupaten Indramayu Musim Tanam 2007-2008/2009
Nilai EVI hasil ekstraksi data satelit MOD09 berupa nilai EVI 8 harian tiap kecamatan. Nilai EVI diolah menjadi data 2 mingguan dengan cara merata-ratakan data selama 2 minggu, sehingga skalanya sama dengan data luas serangan hama. Hasil secara keseluruhan diperoleh nilai EVI 2 mingguan berkisar antara 0,0096 – 0,5040 dengan rata-rata 0,2315. Keadaan EVI secara umum selama Musim Tanam 2007-2008/2009 Kabupaten Indramayu dapat dilihat pada Gambar 7.
EVI rata-rata 2 mingguan musim tanam 2007 – 2008/2009 merupakan nilai rata-rata EVI 2 mingguan dari setiap kecamatan di Kabupaten Indramayu selama 4 musim tanam. Nilai EVI berkisaran antara -1 sampai dengan 1, dimana nilai 1 menunjukkan vegetasi yg rapat dan nilai -1 menunjukkan
vegetasi yg rendah. Gambar 7
memperlihatkan fase pertumbuhan padi yang terjadi selama selama 4 musim tanam. Berdasarkan penelitian sebelumnya, satu musim tanam padi berbentuk lonceng agak simetris.
Puncak nilai EVI pada musim hujan (basah) terjadi pada bulan Januari-Februari,
sedangkan pada musim kemarau (kering) puncak nilai EVI terjadi pada bulan Juni-Juli. Pada musim basah nilai puncak EVI lebih tinggi dibandingkan musim kering, hal ini disebabkan pada musim basah kandungan air lebih banyak sehingga tanaman padi lebih hijau dan rapat. Pada nilai EVI berada dibawah 0,17 merupakan fase saat sawah bera atau memulai penanaman.
Fase pertumbuhan tanaman padi terbagi dua yaitu fase vegetatif dan generatif. Nilai EVI pada Gambar EVI Musim Tanam 2007-2008/2009 tidak dapat memperlihatkan kondisi umur tanaman padi secara detail, hal ini disebabkan Gambar 7 diperoleh dengan cara merata-ratakan nilai EVI di kecamatan Indramayu secara keseluruhan, untuk melihat kondisi umur tanaman padi secara detail diperlukan analisis khusus dengan data tiap piksel.
Pola pertumbuhan tanaman padi secara
umum selama Musim Tanam
2007-2008/2009 juga dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar EVI setiap tahunnya memiliki pola yang sama, sehingga dapat disimpulkan bahwa Kabupaten Indramayu memiliki pola tanam padi yang hampir serentak untuk seluruh wilayah kecamatannya. Keadaan EVI untuk setiap kecamatan dapat dilihat pada Gambar Keadaan EVI dan Luas Serangan Hama Wereng Coklat Setiap Kecamatan (Lampiran 3).
4.2 Keadaan LST Kabupaten Indramayu Musim Tanam 2007-2008/2009
Nilai LST 2 mingguan tiap kecamatan berkisar antara 17,02 0C - 41,18 0C dengan rata-rata 27,88 0C. Suhu permukaan yang di hasilkan dalam data ini merupakan suhu permukaan padi, karena data kajian wilayah yang digunakan merupakan daerah sawah di Kabupaten Indramayu.
Gambar 7. EVI Rata-rata 2 Mingguan Musim Tanam 2007-2008/2009 Kabupaten Indramayu
0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45
I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II
Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar
E
V
I
Bulan
13
Gambar 8. LST Rata-rata 2 Mingguan Musim Tanam 2007-2008/2009 Kabupaten Indramayu.Nilai suhu permukaan pada siang hari rata-rata untuk tiap kecamatan di indramayu selama 4 musim tanam ditunjukkan pada Gambar 8. Suhu permukaan rata-rata siang hari musim 2007-2007/2008 memiliki karakteristik yang hampir sama dengan musim 2008-2008/2009. Keadaan LST secara umum setiap kecamatan dapat dilihat pada Gambar Keadaan LST dan Luas Serangan Hama Wereng Coklat Setiap Kecamatan (Lampiran 4). Keadaan LST setiap kecamatan hampir memiliki pola yang sama seperti pola LST rata-rata pada Gambar 8.
Puncak suhu permukaan maksimal siang hari terjadi pada bulan Oktober, sedangkan suhu rata-rata permukaan mulai di atas 30 0C pada bulan Juli atau Agustus, profil nilai LST kembali menurun menjelang akhir bulan Oktober. Pada bulan Desember hingga Juni suhu permukaan pada siang hari rata-rata berkisar antara 200C - 300C. Dinamika suhu permukaan ini terjadi karena pola monsoonal dari wilayah indramayu, sehingga suhu
permukaan turun mulai bulan oktober, dimana mulai terjadi hujan.
4.3 Serangan Hama Wereng Coklat
Musim Tanam 2007-2008/2009
Kabupaten Indramayu
Data luas serangan hama wereng coklat
Musim Tanam 2007-2008/2009
memperlihatkan serangan hama wereng coklat terjadi sebanyak 176 kejadian. Serangan hama terjadi pada hampir semua kecamatan dan waktu yang bervariasi. Sebanyak 140 kejadian serangan hama wereng coklat terjadi lebih dari 6 Ha sawah. Keadaan serangan hama wereng coklat selama musim tanam 2007-2008/2009 di Kabupaten Indramayu secara umum dapat dilihat pada Gambar 9.
Selama Musim Tanam 2007-2008/2009 serangan hama wereng coklat paling banyak terjadi pada bulan Maret. Pada bulan tersebut terjadi 46 kejadian serangan hama wereng coklat dan terjadi dihampir seluruh kecamatan di wilayah Indramayu.
Gambar 9. Serangan Hama Wereng Coklat Musim Tanam 2007-2008/2009 Kabupaten Indramayu
20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40
I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II
Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar
L
S
T
0C
Bulan
LST 2007-2007/2008 LST 2008-2008/2009
0 500 1000 1500 2000 2500 3000
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II
Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar
L
u
a
s
S
e
r
a
n
g
a
n
Ha
m
a
(
Ha
)
Fr
e
k
u
e
n
si
Bulan
14
Kecamatan Indramayu merupakankecamatan yang paling banyak terjadi serangan hama wereng coklat dibandingkan kecamatan lain. Pada wilayah tersebut selama Musim Tanam 2007-2008/2009 terdapat serangan hama wereng coklat sebanyak 16 kejadian.
Selama Musim Tanam 2007-2008/2009 serangan hama terluas terjadi di Kecamatan Gabuswetan. Serangan hama wereng coklat terjadi seluas 1223 Ha. Serangan hama wereng coklat terjadi pada minggu pertama bulan Maret tahun 2009. Rata-rata serangan hama wereng coklat yang terjadi sebesar 74,04 Ha dari 176 kejadian. Data keseluruhan serangan hama wereng coklat dapat dilihat pada Tabel Kejadian Serangan Hama Wereng Coklat (Lampiran 5).
Selama musim tanam 2007 terjadi 43 kejadian serangan dengan luas 2254 Ha, dan musim tanam 2007/2008 terjadi 39 kejadian serangan hama wereng coklat dengan luas 4042 Ha. Sedangkan musim tanam 2008 terjadi 37 kejadian serangan dengan luas 2405 Ha, dan musim tanam 2008/2009 terjadi 57 kejadian serangan dengan luas 4331 Ha. Hal tersebut memperlihatkan
bahwa luas serangan lebih banyak terjadi pada saat musim hujan dibandingkan musim kemarau.
4.4 Keadaan LST dan EVI Pada
Serangan Hama Wereng Coklat Di
Kabupaten Indramayu Selama
Musim Tanam 2007-2008/2009
Serangan hama wereng coklat terjadi pada saat nilai EVI berkisar antara 0,198 - 0,371 dengan rata-rata 0,28 sedangkan nilai LST pada saat terjadi serangan hama wereng coklat berkisar antara 24,40C - 31,10C dengan rata-rata nilai LST 27,70C.
Secara deskriptif pola serangan dapat diperlihatkan dalam Gambar EVI dan LST Saat Terjadi Serangan Hama Wereng Coklat (Gambar 10). Serangan hama wereng coklat lebih banyak terjadi pada musim hujan dibandingkan dengan musim kering. Suhu permukaan saat terjadi serangan hama wereng coklat cenderung tinggi, sedangkan pada musim hujan serangan hama terjadi pada saat LST rendah. Selain itu juga dapat dilihat sebagian besar serangan hama wereng coklat terjadi pada fase generatif musim tanam.
(a)
(b)
Gambar 10. EVI (a) dan LST (b) Saat Serangan Hama Wereng Coklat Kabupaten Indramayu.
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45
I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II
Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar
S e r a n g a n Ha m a ( Ha ) E V I Bulan
Luas Serangan 2007-2007/2008 Luas Serangan 2008-2008/2009 EVI 2007-2007/2008 EVI 2008-2008/2009
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 17 20 23 26 29 32 35 38 41
I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II
Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar
Se r a ng a n Ha m a (Ha ) L ST ( 0C) Bulan
15
Gambar 11. Scatter Plot EVI dan LST Kabupaten Indramayu Musim Tanam 2007-2008/2009Selama Musim Tanam 2007–2008/2009 Serangan hama wereng coklat paling banyak terjadi pada bulan Maret, pada bulan tersebut nilai EVI berkisar antara 0,132 - 0,437 dengan rata-rata 0,264 sedangkan nilai LST berkisar antara 23,00C – 31,80C dengan rata-rata 270C. Kecamatan Indramayu merupakan kecamatan yang paling banyak terjadi serangan hama wereng coklat selama Musim Tanam 2007-2008/2009, kecamatan tersebut memiliki kisaran nilai EVI 0,034 – 0,323 dengan rata-rata 0,218 sedangkan nilai LST berkisar antara 19,70C – 36,30C dengan rata-rata 27,40C.
Kejadian serangan hama wereng coklat paling luas selama Musim Tanam 2007-2008/2009 terjadi seluas 1223 Ha. Pada serangan hama wereng coklat tersebut memiliki nilai EVI 0,219 dan nilai LST 27,560C. Korelasi secara langsung data luas serangan hama wereng coklat dengan nilai EVI dan LST sangat kecil, bahkan hampir tidak ada.
Aktifitas wereng coklat pada musim kering terjadi pada batas suhu maksimal wereng coklat untuk beraktifitas. Pada musim basah, aktifitas wereng coklat terjadi pada batas suhu minimal wereng coklat untuk beraktifitas. Penelitian ini tidak dapat menentukan acuan kondisi suhu yang nyaman untuk aktifitas wereng coklat, hal ini disebabkan data yang digunakan merupakan data LST, dimana untuk menentukan kondisi nyaman untuk aktifitas wereng digunakan parameter suhu udara.
4.5 Analisis Serangan Hama Wereng
Coklat dengan Kombinasi Hubungan EVI dan LST
Hubungan langsung antara LST dan EVI terhadap serangan hama tidak dapat terlihat jelas. Analisis EVI dan LST dengan serangan hama wereng coklat dilakukan dengan cara pendekatan metode TVDI. Seluruh data EVI dan LST di plotkan kedalam scatter plot
diagram dengan EVI sebagai sumbu X dan
LST sumbu Y.
Hasil scatter plot diagram seluruh data EVI dan LST terlihat pada Gambar 11. Titik merah merupakan data EVI dan LST yang terserang hama wereng coklat. Untuk melihat karakteristik EVI dan LST saat serangan hama wereng coklat, data EVI dan LST yang terserang hama wereng coklat dibentuk sebuah model indeks. Model indeks tersebut dinamakan Temperature Vegetation Brown
Planthopper Index (TVBI).
Model TVBI merupakan keadaan EVI dan LST saat terjadi serangan hama wereng coklat. Nilai tersebut memperlihatkan kondisi dimana wereng coklat biasa menyerang tanaman padi. Dapat diasumsikan bahwa kondisi EVI dan LST tersebut merupakan kondisi terdapat hama wereng coklat dan berpotensi terjadi serangan hama, berdasarkan asumsi inilah model tersebut dinamakan Temperature Vegetation Brown Planthopper
Index (TVBI), indeks wereng coklat
berdasarkan kondisi suhu dan keadaan lahan. 15,00
16,00 17,00 18,00 19,00 20,00 21,00 22,00 23,00 24,00 25,00 26,00 27,00 28,00 29,00 30,00 31,00 32,00 33,00 34,00 35,00 36,00 37,00 38,00 39,00 40,00 41,00 42,00 43,00
0,000 0,025 0,050 0,075 0,100 0,125 0,150 0,175 0,200 0,225 0,250 0,275 0,300 0,325 0,350 0,375 0,400 0,425 0,450 0,475 0,500 0,525
L
S
T
(0C)
16
Gambar 12. Model TVBI Kabupaten Indramayu Musim Tanam 2007-2008/2009Model TVBI untuk EVI<0,368 : �= −(27,12−(19,38× �))
(38,25−(26,49× �))−(27,12−(19,38× �))… (12)
Model TVBI untuk EVI>0,368 : �= LST−20
((−26,49×EVI )+38,25)−20……….. (13)
Penentuan nilai TVBI dilakukan dengan pendekatan metode Temperature Vegetation
Dryness Index (TVDI), hal ini dikarenakan
model Scatter Plot Diagram EVI dan LST keseluruhan data mirip dengan model TVDI.
Model TVBI dan model TVDI yang dimaksud pada penelitian ini memiliki perbedaan yang cukup mendasar dengan model TVDI pada penelitian sebelumnya yang menggunakan metode TVDI. Scatter plot
diagram EVI dan LST yang membentuk
skema model dibentuk berdasarkan nilai EVI dan LST rata-rata 2 mingguan tiap kecamatan. Pada umumnya model TVDI dibentuk berdasarkan nilai EVI dan LST tiap piksel data, sedangkan data serangan hama wereng coklat yang diperoleh pada peneltian ini berupa data 2 mingguan tiap kecamatan. Perbedaan tersebut menyebabkan perbedaan metode penentuan persamaan batas atas dan batas bawah pada model TVBI dengan persamaan batas atas (Dry Edge) dan batas bawah (Wet Edge) pada model TVDI.
Skema model TVBI mengilustrasikan keadaan suhu dan vegetasi yang berpotensi terjadi serangan hama wereng coklat. Batas atas TVBI diasumsikan sebagai suhu maksimum terdapat hama wereng coklat, sedang batas bawah pada TVBI diasumsikan sebagai suhu minimum terdapat hama wereng coklat. Jika dihubungkan dengan model TVDI, TVBI bernilai 1 berindikasi kondisi kering terdapat hama wereng coklat dan TVBI bernilai 0 berindikasi kondisi basah terdapat hama wereng coklat.
Serangan hama wereng coklat pada Model TVBI dalam gambar 12 secara deskriptif terkumpul dalam 3 wilayah besar yaitu, Wilayah I pada nilai EVI 0,268 – 0,424 dan LST 24,510C – 30,640C, Wilayah II pada nilai EVI 0,164 – 0,26 dan LST 26 0C – 30,660C, serta wilayah III pada nilai EVI 0,158 – 0,288 dan LST 30,270C – 37,50C.
Skema model TVBI pada Gambar 12 memiliki 2 persamaan yang membentuk skema TVBI yaitu batas atas dan batas bawah. Persamaan untuk batas atas ialah LSTmax = -26,49*EVI+38,25 dengan R2 sebesar 0,81, sedangkan persamaan batas bawahnya terbagi menjadi 2. Nilai EVI kurang dari 0,368 menggunakan Batas Bawah 1 (BW1) dan nilai EVI yang lebih besar 0,36 menggunakan Batas Bawah 2 (BW2). Persamaan yang diperoleh untuk BW1 ialah LSTmin = -19,38*EVI+27,12 dengan R2 sebesar 0,86 sedangkan untuk BW2 diasumsikan konstan 20 0C. Persamaan model TVBI secara umum tercantum pada persamaan 12 dan 13. Penentuan titik yang digunakan untuk membuat persamaan berdasarkan titik yang terdekat di sekitar batas yang memiliki nilai R2 besar dan mewakili kisaran tiap data.
Penggunaan TVBI bertujuan untuk mengetahui nilai TVBI yang berpotensi terjadi serangan hama wereng coklat. Saat terjadi serangan hama wereng coklat nilai TVBI berkisar antara 0,36 – 1,01. Nilai yang digunakan dalam menentukan kisaran ini merupakan kisaran yang diperoleh sesuai persamaan 11 bagian metodologi.
y = -26,49x + 38,25 R² = 0,807
y = -19,38x + 27,12 R² = 0,862
y = 20 20
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45 0,5 0,55 0,6
L
S
T
(
0C)
EVI
Batas Atas
BW2 BW1
Batas Bawah
II
I
17
Gambar 13. Model TVDI Kabupaten Indramayu Musim Tanam 2007-2008/2009Nilai TVBI yang digunakan merupakan nilai TVBI pada data serangan hama wereng coklat yang terjadi diatas 6 Ha. Resolusi data MODIS yang digunakan 250m x 250m, sehingga data satu piksel satelit menggambarkan lahan kurang lebih seluas 6 Ha oleh karena itu serangan hama yang terjadi dibawah 6 Ha tidak digunakan karena tidak terdeteksi di satelit.
4.5.1 Analisis Hubungan Temperature
Vegetation Brown planhopper Index
(TVBI) dengan Temperature
Vegetation Dryness I