• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Nilai Gizi Mi Basah dengan Fortifikasi Sawi Hijau dan Umbi Bit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan Nilai Gizi Mi Basah dengan Fortifikasi Sawi Hijau dan Umbi Bit"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN NILAI GIZI MI BASAH DENGAN

FORTIFIKASI SAWI HIJAU DAN UMBI BIT

BUDI SUPRIYANTO

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peningkatan Nilai Gizi Mi Basah dengan Fortifikasi Sawi Hijau dan Umbi Bit adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2013

Budi Supriyanto

(4)
(5)

ABSTRAK

BUDI SUPRIYANTO. Peningkatan Nilai Gizi Mi Basah dengan Fortifikasi Sawi Hijau dan Umbi Bit. Dibimbing oleh IRMA HERAWATI SUPARTO dan DEWI APRI ASTUTI.

Mi adalah makanan berbahan baku utama tepung terigu yang paling banyak dikonsumsi kedua di dunia setelah roti. Berbagai pengembangan diperlukan untuk memproduksi mi yang bergizi tinggi, salah satunya ialah fortifikasi dengan sayuran. Penelitian ini bertujuan meningkatkan kandungan gizi mi basah melalui fortifikasi sayuran sawi hijau dan umbi bit. Parameter yang dianalisis meliputi proksimat, kadar vitamin C, kadar besi dan kalsium, dan aktivitas antioksidan. Hasil analisis dibandingkan dengan mi kontrol (tanpa fortifikasi). Kadar karbohidrat meningkat 1.4 dan 0.2%, dan kadar serat kasar dari semula tidak terdeteksi menjadi 0.24 dan 0.17%, berturut-turut untuk mi sawi hijau dan mi bit. Kandungan vitamin C mi sawi hijau meningkat 10 kali dan mi bit 2 kali dibandingkan dengan mi kontrol. Fortifikasi sawi hijau meningkatkan kandungan besi dan kalsium sebesar 40 dan 21%. Aktivitas antioksidan terbaik ditunjukkan oleh mi bit, dengan nilai % inhibisi pada konsentrasi 20 ppm sebesar 2.97% terhadap radikal 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa fortifikasi sawi hijau meningkatkan kandungan serat kasar, vitamin C, besi, dan kalsium, sedangkan fortifikasi umbi bit meningkatkan kandungan serat kasar, vitamin C, dan aktivitas antioksidan.

Kata kunci: antioksidan, fortifikasi, mi, serat kasar, vitamin C

ABSTRACT

BUDI SUPRIYANTO. Increasing of Nutritional Value from Noodles with Mustard Green and Beet Fortification. Supervised by IRMA HERAWATI SUPARTO and DEWI APRI ASTUTI.

Noodles is a flour-based food which is the second most consumed in the world after bread. Various modifications are needed in order to produce nutritious noodles, one of them is fortification with vegetables. This study aimed to increase the nutritional content of noodles through the fortification with green mustard and beet. Parameters analyzed including proximate, vitamin C content, iron and calcium contents, and antioxidant activity. The results were compared with control noodles (without fortification). Carbohydrate content increased 1.4 and 0.2%, and crude fiber content increased to 0.24 and 0.17% for mustard green and beet noodles, respectively. The vitamin C content in green mustard noodles increased 10 times and beet noodles increased twice compared with the control noodles. Fortification with green mustard increased the iron and calcium contents 40 and 21%, respectively. The best antioxidant activity was showed by beet noodles with % inhibition at 20 ppm of 2.97% against 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) radical. Based on these results, it can be concluded that fortification with green mustard increased the crude fiber, vitamin C, iron, and calcium contents, while the beet fortification increased the crude fiber and vitamin C contents as well as the antioxidant activity.

(6)
(7)

PENINGKATAN NILAI GIZI MI BASAH DENGAN

FORTIFIKASI SAWI HIJAU DAN UMBI BIT

BUDI SUPRIYANTO

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Peningkatan Nilai Gizi Mi Basah dengan Fortifikasi Sawi Hijau dan Umbi Bit

Nama : Budi Supriyanto

NIM : G44104023

Disetujui oleh

Dr dr Irma Herawati Suparto, MS Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah gizi makanan, dengan judul Peningkatan Nilai Gizi Mi Basah dengan Fortifikasi Sawi Hijau dan Umbi Bit yang telah dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Desember 2012 di Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia FMIPA dan Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr dr Irma Herawati Suparto, MS selaku pembimbing pertama dan Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS selaku pembimbing kedua yang telah banyak memberikan saran, arahan, semangat, dan doa selama penulis melaksanakan penelitian ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Syawal, Bapak Soenarsa, Bapak Mulyadi, dan Ibu Nurul dari Laboratorium Kimia Anorganik, Ibu Endang beserta staf Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi, Bapak Wawan dan Bapak Eko dari Laboratorium Bersama yang telah membantu selama penelitian ini berlangsung.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ayah, Ibu, Kakak, serta seluruh keluarga atas segala kasih sayang, doa, semangat, dan motivasi selama masa studi hingga penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih tak terhingga penulis ucapkan kepada Bapak Willy dan Bapak Hendry selaku pemilik kedai Mi Ayam Kangkung Awi yang telah menyediakan sampel mi. Ucapan terima kasih juga kepada Yoseph, Mely, Dhoni, Marina, Aziz, Salman, Bagus, Jati, dan teman-teman Alih Jenis Kimia angkatan 4 atas segala bantuan, kebersamaan, dan masukan selama penelitian berlangsung, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis selama penelitian ini berlangsung. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat untuk penulis maupun pembaca dan untuk perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Mei 2013

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

Alat dan Bahan 2

Pembuatan Bubur Sawi Hijau dan Umbi Bit 2

Pembuatan Mi Kontrol dan Mi Fortifikasi 2

Analisis Proksimat 3

Analisis Kadar Vitamin C 4

Analisis Kadar Besi dan Kalsium 5

Aktivitas Antioksidan Metode DPPH 5

Rancangan Percobaan 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Pembuatan Mi Kontrol dan Mi Fortifikasi 6

Hasil Analisis Proksimat 7

Kadar Vitamin C 8

Kadar Besi dan Kalsium 9

Aktivitas Antioksidan 11

SIMPULAN DAN SARAN 13

Simpulan 13

Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 13

(13)

DAFTAR GAMBAR

1 Sawi hijau (a), umbi bit (b), mi kontrol (c), mi sawi hijau (d), dan mi bit (e) 6

2 Kadar vitamin C mi basah 9

3 Kadar besi dan kalsium mi basah 10

4 Persen inhibisi radikal bebas DPPH oleh standar vitamin C 11 5 Persen inhibisi radikal bebas DPPH oleh sampel mi basah 11

6 Struktur senyawa betanin 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Bagan alir metode penelitian 16

2 Bagan alir pembuatan bubur sayuran 17

3 Bagan alir pembuatan mi basah 18

4 Hasil analisis uji proksimat 19

5 Syarat mutu mi basah menurut SNI 01-2987-1992 20

6 Hasil analisis kadar vitamin C 21

7 Hasil analisis kadar besi 23

8 Hasil analisis kadar kalsium 25

9 Acuan label gizi produk pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan 27

(14)

PENDAHULUAN

Laju pertumbuhan penduduk yang sangat cepat telah menimbulkan berbagai permasalahan, salah satunya adalah kekhawatiran timbulnya masalah krisis pangan. Salah satu program pemerintah untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional adalah dengan program diversifikasi pangan, yaitu pencarian dan pengembangan bahan pangan alternatif pengganti beras. Bahan pangan tersebut antara lain umbi-umbian seperti ubi kayu dan ubi jalar, jagung, tepung terigu, dan tepung sagu. Tepung terigu adalah bahan makanan yang diproduksi dari tanaman gandum dan merupakan komoditas impor. Indonesia menjadi salah satu negara importir gandum terbesar di Asia Tenggara. Pada tahun 2010, impor gandum Indonesia sebesar 4.82 juta ton (Deptan 2011). Upaya mewujudkan ketahanan pangan masih banyak mengalami hambatan dan permasalahan, terutama karena ketersediaan pangan jauh lebih rendah dibandingkan dengan jumlah permintaan pangan yang disebabkan oleh laju pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, naiknya daya beli masyarakat, dan perubahan selera konsumsi masyarakat (Nurdin 2011).

Mi adalah salah satu jenis makanan alternatif yang berbahan baku utama tepung terigu dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia mulai dari anak-anak, remaja, sampai orang dewasa. Sebagai makanan berbahan baku tepung terigu, mi adalah produk makanan yang paling banyak dikonsumsi kedua di dunia setelah roti (Bergman et al. 1994, Torres et al. 2007). Hampir seluruh dunia menyukai mi dikarenakan murah, mudah membuatnya, enak, dan tahan lama disimpan (Pagani 1986). Penambahan bahan lain seperti sayur-sayuran dan umbi-umbian ke dalam adonan mi dapat mengurangi kebergantungan pada tepung terigu sebagai bahan baku utama sekaligus memberdayakan potensi sumber daya produk bahan pangan lokal. Selain itu, penambahan ini juga dapat meningkatkan kandungan gizi mi. Penambahan satu atau lebih zat gizi ke bahan pangan dinamakan fortifikasi, bertujuan meningkatkan konsumsi zat gizi yang ditambahkan sehingga memperbaiki status gizi orang yang mengonsumsinya.

Beberapa hasil penelitian di antaranya Prabhasankar et al. (2008) melaporkan bahwa rumput laut cokelat India yang dicampurkan hingga 2.5% (b/b) ke dalam bahan baku pembuatan mi dapat meningkatkan aktivitas antioksidan. Penambahan tepung ikan sebagai bahan campuran pembuatan mi instan dapat meningkatkan kadar protein dan kadar kalsium (Muhajir 2007). Pembuatan mi basah dengan penambahan wortel dapat meningkatkan kadar air, protein, β -karotena (vitamin A), kadar abu, dan nilai organoleptik (Harahap 2007, Nasution

et al. 2006). Sementara penambahan ubi jalar varietas unggulan dapat

meningkatkan kadar β-karotena dalam mi kering (Affy 2007).

(15)

METODE

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilakukan dengan cara mengambil sampel secara acak di lapangan sebanyak 2 kali dan diuji di laboratorium. Tahapan penelitian meliputi pembuatan bubur sawi hijau dan umbi bit serta pembuatan mi kontrol dan mi fortifikasi. Tahap analisis meliputi analisis kandungan makronutrien dengan metode proksimat (air, abu, lemak, protein, serat kasar, dan karbohidrat), kandungan mikronutrien berupa analisis vitamin C dengan titrasi iodometri, analisis kandungan mineral besi dan kalsium dengan spektrofotometer serapan atom (SSA), serta pengukuran aktivitas antioksidan dengan metode 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH). Bagan alir penelitian ditunjukkan pada Lampiran 1.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan ialah alat-alat kaca, blender, neraca digital, neraca analitik, cawan porselen, oven, tanur, desikator, pembakar bunsen, radas soxhlet, labu kjeldahl, corong büchner, pengaduk magnetik, vorteks, spektrofotometer ultraviolet-tampak Pharmaspec 1700 Shimadzu,dan SSA Shimadzu AA 7000.

Bahan-bahan yang digunakan ialah akuades, akuabides, sampel mi (mi kontrol, mi sawi, dan mi bit) dari kedai mi ayam kangkung Awi, n-heksana, selen, H2SO4 pekat, NaOH, Na2S2O3, H3BO3, indikator hijau bromokresol-merah metil

(BCG-MM), HCl, etanol, amilum 1%, iodium, HNO3 pekat, metanol, DPPH 0.1

mM, standar vitamin C (asam askorbat), dan kertas saring.

Pembuatan Bubur Sawi Hijau dan Umbi Bit

Sawi hijau dan umbi bit yang masih segar dicuci dengan air bersih, lalu ditimbang. Bonggol sawi dibuang, daunnya dipotong kecil-kecil kemudian diblender sampai halus. Umbi bit juga dipotong menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan diblender sampai halus. Pembuatan bubur sayuran secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2.

Pembuatan Mi Kontrol dan Mi Fortifikasi

(16)

3

Analisis Proksimat (AOAC 2007)

Kadar Air

Cawan dikeringkan dalam oven pada suhu 98–100 °C, didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Sebanyak 1 g sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan tersebut, lalu cawan beserta isinya dimasukkan kembali ke dalam oven bersuhu 98–100 °C selama kurang lebih 5 jam atau sampai bobotnya konstan. Setelah itu, didinginkan dalam desikator dan ditimbang.

adar air t am e – t kering t am e

Kadar Abu

Cawan porselen dikeringkan dalam tanur bersuhu 550 ºC, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 1 g sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan tersebut, dipijarkan di atas nyala pembakar bunsen sampai tidak berasap, lalu diabukan di dalam tanur pada suhu 550 ºC sampai bobotnya konstan (selama 2–4 jam) atau sampai terbentuk abu berwarna abu-abu. Sampel kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang.

adar a t am e t a

Kadar Lemak Metode Soxhlet

Labu bulat dikeringkan dalam oven bersuhu 100–110 ºC, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang bobot kosongnya. Sebanyak 2 g sampel ditimbang, kemudian dibungkus dengan kertas saring membentuk thimble, dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet) yang telah berisi pelarut n-heksana. Refluks dilakukan selama 6 jam, lalu pelarut dalam labu lemak didistilasi. Labu yang berisi lemak hasil ekstraksi dikeringkan dalam oven pada suhu 100 ºC selama 1 jam atau sampai bobotnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang.

adar emak t emak terek trak t am e

Kadar Protein Metode Mikro-Kjeldahl

Sebanyak 0.1 g sampel ditimbang lalu dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 100 mL dan ditambahkan 0.25 g selen dan 3 mL H2SO4 pekat. Sampel dididihkan

(didestruksi) selama 1–1.5 jam sampai larutan menjadi jernih. Larutan kemudian dimasukkan ke dalam alat distilasi, dibilas dengan akuades 1–2 mL sebanyak 5–6 kali, dan ditambahkan 8–10 mL larutan NaOH-Na2S2O3. Gas NH3 yang dihasilkan

dari reaksi dalam alat distilasi ditangkap oleh 5 mL H3BO3 dalam erlenmeyer

(17)

4

adar m am e –m angk t am e

adar r tein akt r k n er i

Kadar Serat Kasar

Sebanyak 1 g sampel dicampurkan dengan 100 mL H2SO4 1.25%, lalu

dipanaskan sampai mendidih dan didestruksi selama 30 menit. Hasil destruksi disaring menggunakan kertas saring dan corong büchner. Residu dibilas dengan 25 mL air mendidih dan 25 mL NaOH 1.25% mendidih masing-masing 3 kali. Residu lalu didestruksi kembali dengan 100 mL NaOH 1.25% selama 30 menit. Hasil destruksi disaring menggunakan kertas saring dan corong büchner, dan dibilas berturut-turut dengan 25 mL air mendidih, 25 mL H2SO4 1.25% mendidih,

dan 25 mL etanol masing-masing 3 kali. Residu dan kertas saring dipindahkan ke cawan porselen dan dikeringkan dalam oven pada suhu 130 ºC selama 2 jam. Setelah dingin, ditimbang bobotnya, lalu dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600 ºC selama 30 menit. Cawan kemudian didinginkan dan ditimbang kembali bobotnya.

adar erat ka ar t erat ka ar t am e

Kadar Karbohidrat

Kadar karbohidrat (% b/b) = 100% – (P + KA + A + L + SK) Keterangan:

P = kadar protein (%) KA = kadar air (%) A = kadar abu (%) L = kadar lemak (%) SK = kadar serat kasar (%)

Analisis Kadar Vitamin C(Rahayu et al. 2010)

Kadar vitamin C ditentukan dengan metode titrasi iodometri. Sampel ditimbang 200–300 g dan dihancurkan dalam blender hingga diperoleh slurry. Sebanyak 20 g slurry dimasukkan dalam labu takar 100 mL dan ditambah akuades sampai 100 mL, lalu disaring. Filtrat dipipet 25 mL ke dalam erlenmeyer 125 mL, lalu ditambahkan 2 mL larutan amilum 1% dan dititrasi dengan larutan standar iodium 0.01 N. Kadar vitamin C (asam askorbat) dihitung dengan rumus sebagai berikut

(18)

5

Analisis Kadar Besi dan Kalsium (Apriyantono et al. 1989)

Sampel untuk pengukuran kadar besi dan kalsium diabukan kering terlebih dahulu. Sebanyak 1 g sampel ditimbang ke dalam cawan porselen lalu dipanaskan di atas pembakar bunsen sampai tidak mengeluarkan asap. Cawan dipindahkan ke dalam tanur dan dipanaskan pada suhu 300 ºC sampai semua karbon berwarna keabuan, kemudian suhu dinaikkan sampai 600 ºC selama 2–3 jam. Abu yang diperoleh dilarutkan dengan 2 mL HNO3 pekat dan dipindahkan ke dalam labu

takar 50 mL. Larutan diencerkan dengan akuabides sampai tanda tera lalu disaring dan dipindahkan ke dalam botol uji untuk diukur absorbansnya. Larutan standar besi, standar kalsium, blangko, dan sampel diukur absorbansnya menggunakan SSA.

adar e i ka m –

Keterangan:

a = konsentrasi larutan sampel (ppm)

b = konsentrasi larutan blangko (ppm)

V = volume ekstrak (mL)

W = bobot sampel (g)

Aktivitas Antioksidan Metode DPPH(Andayani et al. 2008)

Sebanyak 0.1 g sampel mi dilarutkan dengan metanol dalam labu takar 100 mL, lalu volumenya ditepatkan sampai tanda tera (larutan induk 1000 ppm). Larutan induk dipipet sebanyak 0.1, 0.2, 0.3, 0.4, dan 0.5 mL masing-masing ke dalam labu takar 25 mL untuk mendapatkan konsentrasi larutan uji 4, 8, 12, 16, dan 20 ppm. Sebanyak 3.8 mL DPPH 0.1 mM dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 0.2 mL larutan uji tersebut, lalu divorteks selama 1 menit sampai tercampur rata. Larutan didiamkan selama 30 menit dalam tabung gelap, lalu diukur absorbansnya pada panjang gelombang 515 nm. Blangko yang digunakan adalah metanol. Sebagai pembanding digunakan standar vitamin C (asam askorbat) dengan kadar tertentu (1, 2, 3, 4, dan 5 ppm) dengan perlakuan yang sama dengan ekstrak. Kemampuan antioksidan diukur sebagai penurunan absorbans larutan DPPH akibat penambahan sampel. Perubahan absorbans larutan DPPH sebelum dan sesudah penambahan ekstrak dihitung sebagai persen inhibisi dengan rumus sebagai berikut

n i i i angk – am e

(19)

Rancangan Percobaan

Percobaan dilakukan dengan observasi langsung pada proses pembuatan mi di lapangan dan pengujian di laboratorium. Sampel mi kontrol dan mi fortifikasi masing-masing diambil sebanyak 2 kali ulangan pada hari pembuatan yang berbeda. Kondisi pada saat pembuatan mi maupun pada saat pengujian di laboratorium dibuat semirip mungkin antarulangan perlakuan. Semua data hasil analisis yang diperoleh dari setiap ulangan perlakuan disajikan secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Mi Kontrol dan Mi Fortifikasi

Mi yang dibuat dalam penelitian ini terdiri atas 2 jenis, yaitu mi kontrol tanpa fortifikasi dan mi yang telah difortifikasi sawi hijau (mi sawi hijau) dan umbi bit (mi bit). Mi sawi hijau dibuat dari campuran tepung terigu dan bubur sawi hijau dengan nisbah 3:1, sedangkan mi bit dibuat dari campuran tepung terigu dan umbi bit dengan nisbah 8:1. Jumlah sawi hijau dan umbi bit yang dicampurkan ke dalam adonan mi ditentukan berdasarkan hasil eksperimen. Komposisi tepung terigu-sawi hijau 3:1 menghasilkan mi dengan tekstur dan warna hijau yang menarik serta cita rasa yang baik. Nisbah lebih kecil menghasilkan mi yang berwarna pucat sehingga kurang menarik, sedangkan nisbah lebih besar menghasilkan warna yang terlalu pekat dan tekstur yang kurang baik. Di sisi lain, komposisi tepung terigu-umbi bit 3:1 menghasilkan mi berwarna ungu pekat dengan tekstur yang kurang baik. Pigmen warna ungu yang sangat kuat menyebabkan penambahan sedikit saja umbi bit dapat menimbulkan perubahan warna yang tajam. Memperbesar nisbah ke 8:1 menghasilkan warna mi yang menarik tanpa memengaruhi cita rasa dan tekstur. Sawi hijau dan umbi bit serta mi basah hasil fortifikasi dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Sawi hijau (a), umbi bit (b), mi kontrol (c), mi sawi hijau (d), dan mi bit (e)

(a)

(b)

(b)

(c)

(d)

(20)

7

Hasil Analisis Proksimat

Hasil analisis proksimat mi basah yang difortifikasi maupun tanpa fortifikasi ditunjukkan pada Tabel 1 dan selengkapnya di Lampiran 4. Fortifikasi sawi hijau dan umbi bit secara umum dapat meningkatkan kadar air, serat kasar, dan karbohidrat jika dibandingkan dengan mi kontrol.

Tabel 1 Hasil analisis kadar makronutrien metode proksimat

Jenis Mi Kadar (%)

Air Abu Lemak Protein Serat kasar Karbohidrat

Mi kontrol 27.24 ± 0.80 1.61 ± 0.40 1.05 ± 0.13 11.60 ± 0.29 tidak secara umum mengalami penurunan. Kadar lemak turun 43.8% pada mi sawi hijau dan 23.8% pada mi bit, sedangkan kadar protein turun 18.2% pada mi sawi hijau dan 14% pada mi bit dibandingkan dengan mi kontrol. Kandungan serat kasar mi hasil fortifikasi meningkat cukup tinggi, yaitu menjadi 0.24% pada mi sawi hijau dan 0.17% pada mi bit jika dibandingkan dengan mi kontrol yang tidak terdeteksi mengandung serat. Kadar karbohidrat mi hasil fortifikasi sedikit meningkat, yaitu 1.4% pada mi sawi hijau dan 0.2% pada mi bit dibandingkan dengan mi kontrol.

(21)

8

Peningkatan cukup tinggi terjadi pada kadar serat kasar mi fortifikasi, yaitu menjadi 0.24% pada mi sawi hijau dan 0.17% pada mi bit, sedangkan pada mi kontrol tidak terdeteksi adanya kandungan serat kasar. Serat kasar adalah komponen bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penentuan kadar serat kasar, yaitu asam sulfat dan natrium hidroksida, sedangkan serat pangan adalah komponen bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan. Oleh karena itu, kadar serat kasar nilainya lebih rendah daripada kadar serat pangan karena bahan kimia memiliki kemampuan hidrolisis yang lebih besar dibandingkan dengan enzim-enzim pencernaan (Muchtadi 2001). Meskipun demikian, kadar serat kasar secara umum dapat digunakan sebagai parameter untuk memperkirakan kadar serat pangan dan nilainya saling berbanding lurus.

Serat pangan mempunyai banyak manfaat bagi kesehatan, di antaranya mampu mencegah berbagai jenis penyakit, terutama yang berhubungan dengan sistem pencernaan manusia seperti kanker usus besar, penyakit divertikular, penyakit kardiovaskular, dan obesitas (Muchtadi 2001). Keberadaan serat pangan dalam suatu bahan pangan sangat penting karena berhubungan dengan kebaikan fungsi tubuh dan kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian, kenaikan kadar serat kasar paling tinggi diperoleh pada mi sawi hijau. Hal ini dapat disebabkan sayuran merupakan sumber penghasil serat pangan yang baik, dengan tingkat kolesterol yang rendah (Hanif et al. 2006). Penelitian Muchtadi (2001) melaporkan bahwa serat pangan total di dalam sawi hijau sebesar 51.07% bobot kering. Sementara menurut Mahmud et al. (2008), kandungan serat dalam setiap 100 g sawi hijau mentah adalah 1.2 g. Berdasarkan meningkatnya kandungan serat, mengonsumsi mi hasil fortifikasi ini diharapkan dapat memperbaiki sistem pencernaan, fungsi tubuh, dan bermanfaat untuk kesehatan.

Karbohidrat berfungsi sebagai zat pembangun dan merupakan penghasil energi paling utama di dalam tubuh manusia. Hasil analisis menunjukkan kadar karbohidrat berkisar 58.51–59.33%. Kandungan karbohidrat yang tergolong tinggi disebabkan bahan baku utama mi basah adalah tepung terigu yang memiliki kandungan karbohidrat tinggi. Oleh karena itu, mi basah berpotensi dijadikan salah satu makanan yang dapat berkontribusi sebagai sumber energi.

Fortifikasi sawi hijau dan umbi bit dalam adonan mi hanya sedikit meningkatkan kandungan makronutrien, meliputi serat kasar dan karbohidrat. Kandungan protein dan lemak dalam mi sawi hijau dan mi bit secara umum menurun dibandingkan dengan mi kontrol. Akan tetapi, kandungan makronutrien secara keseluruhan masih dapat memenuhi kebutuhan tubuh. Oleh karena itu, semua jenis mi tanpa maupun dengan fortifikasi dapat dijadikan salah satu makanan alternatif sebagai sumber zat gizi penunjang aktivitas dan kinerja tubuh.

Kadar Vitamin C

(22)

9

Gambar 2 Kadar vitamin C mi basah

Kadar vitamin C pada mi sawi hijau meningkat sekitar 10 kali lipat dan mi bit 2 kali lipat jika dibandingkan dengan mi kontrol. Hal ini disebabkan oleh perbedaan kandungan vitamin C dalam sawi hijau dan umbi bit serta perbedaan komposisi campuran adonan mi. Semakin besar komposisi sawi hijau dan umbi bit dalam campuran, semakin besar pula kandungan vitamin C keduanya dapat meningkatkan kandungan vitamin C mi yang dihasilkan. Menurut penelitian Ismail dan Fun (2003) terhadap 5 jenis sayuran hijau, sawi hijau memiliki kandungan vitamin C tertinggi, yaitu 114.7 mg/100 g, sedangkan menurut Delia et al. (2011), umbi bit memiliki kandungan vitamin C 33.840 mg/100 g.

Vitamin C adalah vitamin larut-air yang dibutuhkan dalam jumlah besar oleh tubuh, berhubungan dengan sistem reduksi-oksidasi, dan dapat mencegah berbagai jenis penyakit serta penting untuk sintesis DNA (Hanif et al. 2006). Vitamin C juga merupakan senyawa antioksidan alami yang dapat menangkal berbagai radikal bebas sehingga sangat bermanfaat untuk kesehatan. Aktivitas antioksidan berbanding lurus dengan keberadaan vitamin C (Delia et al. 2011).

Pengukuran kadar vitamin C secara titrasi termasuk metode konvensional, tetapi masih banyak dipergunakan hingga saat ini. Kekurangan metode ini antara lain sangat peka terhadap kondisi lingkungan, misalnya keberadaan cahaya dan panas yang dapat mengoksidasi vitamin C (Winarno 2008). Hasil analisis menunjukkan kandungan vitamin C dalam sampel mi kontrol, sedangkan bahan baku pembuatannya tidak ada yang mengandung vitamin C. Perubahan titik akhir titrasi yang secara kasatmata kurang jelas akibat warna filtrat mi kontrol yang agak kekuningan dan keruh diduga mengurangi ketelitian pengamatan titik akhir titrasi.

Kadar Besi dan Kalsium

Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3, peningkatan kadar besi dan kalsium hanya terjadi pada mi sawi hijau. Kadar besi meningkat menjadi 29.35 ppm, sedangkan kadar kalsium meningkat menjadi 71.56 ppm. Berdasarkan hasil ini, fortifikasi sawi hijau ke dalam adonan mi meningkatkan kandungan besi sebesar 40% dan kandungan kalsium sebesar 21%. Perhitungan kadar besi dan kalsium selengkapnya ditunjukkan di Lampiran 7 dan 8.

(23)

10

Gambar 3 Kadar besi dan kalsium mi basah

Hasil penelitian membuktikan bahwa dalam sayuran hijau khususnya sawi hijau terkandung banyak mineral sehingga ketika difortifikasikan ke dalam adonan mi dapat meningkatkan kadar besi dan kalsium di dalamnya. Penurunan kadar besi dan kalsium pada mi bit sebaliknya terjadi karena kandungan besi dan kalsium dalam umbi bit lebih sedikit dibandingkan dengan sawi hijau. Dalam Tabel Komposisi Pangan Indonesia, disebutkan bahwa setiap 100 g sawi hijau mengandung 1.90 mg besi dan 123 mg kalsium, sedangkan setiap 100 g umbi bit hanya mengandung 1.00 mg besi dan 27 mg kalsium (Mahmud et al. 2008). Selain itu, perbedaan komposisi sawi hijau dan umbi bit yang difortifikasikan ke dalam adonan mi juga berpengaruh.

Di dalam tubuh, unsur-unsur mineral berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno 2008). Kadar mineral besi dan kalsium perlu diukur karena kedua mineral ini merupakan unsur esensial yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah sedikit, namun memiliki peranan yang sangat penting dalam kerja organ tubuh. Besi antara lain berperan dalam proses pembentukan sel darah merah, sedangkan kalsium berfungsi dalam pembentukan tulang dan gigi. Akan tetapi, keberadaan kedua mineral ini di dalam tubuh memiliki batasan tertentu, yang jika terlampaui, maka kedua mineral ini akan berubah menjadi zat racun yang membahayakan.

Berdasarkan acuan label gizi produk pangan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor HK.00.05.52.6291 tahun 2007 (Lampiran 9), kebutuhan harian besi manusia dewasa 26 mg dan kalsium 800 mg. Jika dikorelasikan dengan konsumsi mi setiap porsinya sebanyak 100 g, maka mengonsumsi 1 porsi mi kontrol dapat memenuhi 8.08% besi dan 0.74% kalsium, mi sawi hijau 11.29% besi dan 0.89% kalsium, dan mi bit 7.68% besi dan 0.64% kalsium. Oleh karena itu, mengonsumsi mi sawi hijau maupun mi kontrol akan membantu menambah asupan besi dan kalsium yang dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan mikronutrien tersebut, secara lebih baik dibandingkan dengan mi bit.

(24)

11

Aktivitas Antioksidan

Aktivitas antioksidan suatu bahan antara lain dapat ditentukan dengan mengukur nilai persen inhibisi terhadap radikal bebas DPPH. Gambar 4 dan 5 berturut-turut menunjukkan nilai persen inhibisi standar vitamin C (asam askorbat) dan sampel mi basah terhadap radikal bebas DPPH. Perhitungan selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran 10.

Gambar 4 Persen inhibisi radikal bebas DPPH oleh standar vitamin C

Gambar 5 Persen inhibisi radikal bebas DPPH oleh sampel mi basah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada konsentrasi 4 ppm standar vitamin C memiliki nilai persen inhibisi radikal bebas DPPH 3.55%. Pada konsentrasi yang sama, sampel mi yang nilai persen inhibisinya mendekati adalah mi bit, yaitu 2.04%. Hal ini menunjukkan bahwa mi bit memiliki potensi aktivitas antioksidan yang cukup baik. Begitu pula pada konsentrasi sampel mi yang lebih tinggi, yaitu 20 ppm, nilai persen inhibisi radikal bebas DPPH terbaik tetap ditunjukkan oleh mi bit, yaitu 2.97%, diikuti oleh mi sawi hijau 2.28%.

(25)

12

pada konsentrasi 4 ppm tidak terlihat aktivitas antioksidan yang berarti, tetapi meningkat cukup tajam dengan bertambahnya konsentrasi. Berdasarkan tren pada Gambar 5, jika dilakukan pengujian pada konsentrasi yang lebih tinggi lagi, nilai persen inhibisi radikal bebas mi sawi hijau mungkin akan melampaui mi bit.

Kenaikan nilai persen inhibisi radikal bebas DPPH yang cukup tajam pada mi sawi hijau seiring dengan bertambahnya konsentrasi diduga karena kandungan vitamin C yang tinggi dalam sawi hijau. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Delia et al. (2011) yang menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan berbanding lurus dengan kandungan vitamin C. Selain itu, menurut Andayani et al. (2008), senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan di antaranya dapat diperoleh dari

a an makanan yang anyak mengand ng itamin , itamin E, β-karotena, dan senyawa fenolik. Senyawa fenolik yang memiliki aktivitas antioksidan pada umumnya termasuk ke dalam golongan senyawa flavonoid, seperti antosianin dan pigmen betalain yang terdapat dalam umbi bit. Kedua senyawa inilah yang diduga menyebabkan tingginya aktivitas antioksidan dalam mi bit.

Pigmen betalain terdiri atas pigmen merah betasianin dan pigmen kuning betaxantin. Menurut Kugler et al. (2007), kandungan total betalain dalam umbi bit sebesar 150.1 mg/100 g, sedangkan menurut Czapski et al. (2009), kapasitas antioksidan di dalam berbagai jenis umbi bit sangat berhubungan dengan kandungan betasianin. Hasil penelitian Lee et al. (2005) menunjukkan bahwa senyawa betasianin yang dominan terdapat dalam umbi bit adalah betanin (Gambar 6). Berdasarkan strukturnya, sifat antioksidan pada betasianin disebabkan oleh keberadaan gugus fenolik bebas dan gugus amina siklik dari asam betalamik yang dapat mendonorkan hidrogennya untuk menetralkan reaksi oksidasi radikal bebas (Czapski et al. 2009).

Gambar 6 Struktur senyawa betanin (Lee et al. 2005)

(26)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Fortifikasi sawi hijau dan umbi bit dalam adonan mi dengan nisbah komposisi tepung terigu-sawi hijau 3:1 dan tepung terigu-umbi bit 8:1 terbukti dapat meningkatkan nilai gizi mikronutrien dibandingkan dengan mi kontrol. Penambahan sawi hijau terutama meningkatkan kadar serat kasar, karbohidrat, vitamin C, besi dan kalsium, serta aktivitas antioksidan, sedangkan penambahan umbi bit meningkatkan kadar serat kasar, karbohidrat, vitamin C, serta aktivitas antioksidan. Berdasarkan hasil penelitian ini, sangat dianjurkan untuk memproduksi mi basah yang difortifikasi sayuran terutama sawi hijau dan umbi bit serta mengonsumsinya untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh agar bermanfaat untuk kesehatan.

Saran

Perlu dilakukan uji lanjut untuk mendapatkan formulasi komposisi terbaik sawi hijau yang dapat ditambahkan ke dalam adonan serta uji organoleptik untuk menghasilkan peningkatan nilai gizi optimum tanpa mengubah cita rasa mi yang dihasilkan. Selain itu, perlu dilakukan uji IC50 untuk mengetahui aktivitas

antioksidan mi secara lebih kuantitatif dan pengujian besarnya kehilangan kandungan gizi mi basah saat dimasak untuk menentukan kandungan gizi yang hilang serta yang dapat diserap oleh tubuh.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2007. Official Methods of Analysis of AOAC International. Ed ke-18, Rev ke-2. Maryland (US): AOAC International.

Affy S. 2007. Produksi mi kering dari ubi jalar (Ipomoea batatas) varietas unggulan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Andayani R, Lisawati Y, Maimunah. 2008. Penentuan aktivitas antioksidan, kadar fenolat total dan likopen pada buah tomat (Solanum lycopersicum L). JSTF.

13(1):31-37.

Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budijanto S. 1989.

Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor (ID): IPB Pr.

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2007. Acuan Label Gizi Produk Pangan. Jakarta (ID): BPOM.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1992. Standar Nasional Indonesia. SNI 01-2987-1992. Mi Basah. Jakarta (ID): BSN.

Bergman CJ, Gualberto DG, Weber CW. 1994. Development of a high-temperature-dried soft wheat pasta supplemented with cowpea (Vigna unguiculata (L) Walp). Cooking quality, color, and sensory evaluation.

(27)

14

Czapski J, Mikolajczyk K, Kaczmarek M. 2009. Relationship between antioxidant capacity of red beet juice and contents of its betalain pigments. Pol J Food Nutr Sci. 59(2):119-122.

[Deptan] Departemen Pertanian. 2011. Buletin Konsumsi Pangan. Vol ke-2, No 3. Jakarta (ID): Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian.

Delia GD, Nicoleta GH, Moldovan C, Diana NR, Mirela VP, Radoi B. 2011. Antioxidant activity of some fresh vegetables and fruits juices. J Agroal Proc Tech. 17(2):163-168.

Ekafitri R. 2009. Karakterisasi tepung lima varietas jagung kuning hibrida dan potensinya untuk dibuat mi jagung [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Hanif R, Iqbal Z, Iqbal M, Hanif S, Rasheed M. 2006. Use of vegetables as nutritional food: role in human health. J Agric Biol Sci. 1(1):18-22.

Harahap NA. 2007. Pembuatan mi basah dengan penambahan wortel (Daucus carota L.) [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.

Ismail A, Fun CS. 2003. Determination of vitamin C, β-carotene, and riboflavin contents in five green vegetables organically and conventionally grown.

Malaysian J Nutr. 9(1):31-39.

Kugler F, Stintzing FC, Carle R. 2007. Evaluation of the antioxidant capacity of betalainic fruits and vegetables. J App Bot Food Qual. 81:69-76.

Lee CH, Wettasinghe M, Bolling BW, Ji LL, Parkin KL. 2005. Betalains, phase II enzyme-inducing components from red beetroot (Beta vulgaris L.) extracts.

J Nutr Cancer. 53(1):91-103.

Mahmud MK, Hermana, Zulfianto NA, Apriyantono RR, Ngadiarti I, Hartati B, Bernadus. 2008. Tabel Komposisi Pangan Indonesia (TKPI). Jakarta (ID): Elex Media Komputindo.

Muchtadi D. 2001. Sayuran sebagai sumber serat pangan untuk mencegah timbulnya penyakit degeneratif. J Teknol Ind Pangan. XII(1):61-71.

Muhajir A. 2007. Peningkatan gizi mi instan dari campuran tepung terigu dan tepung ubi jalar melalui penambahan tepung tempe dan tepung ikan [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.

Nasution Z, Bakkara T, Manalu M. 2006. Pemanfaatan wortel (Daucus carota) dalam pembuatan mi basah serta analisis mutu fisik dan mutu gizinya. J Ilmiah PANNMED 1(1):9-13.

Nurdin. 2011. Antisipasi perubahan iklim untuk keberlanjutan ketahanan pangan.

Jurnal Dialog Kebijakan Publik. Ed 4 Nov 2011. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI.

Pagani MA. 1986. Pasta products from non conventional raw materials. Di dalam: Mercier C, Cantarelli C, editor. Pasta and Extrusion Cooked Foods. London (GB): Elsevier Applied Science. hlm 52-68.

Prabhasankar P, Ganesan P, Bhaskar N. 2008. Influence of Indian brown seaweed (Sargassum marginatum) as an ingredient on quality, biofunctional, and microstructure characteristics of pasta. Food Sci Tech Int. 15(5):471-479. Rahayu ES, Susanti R, Pribadi P. 2010. Perbandingan kadar vitamin dan mineral

(28)

15

Torres A, Frias J, Granito M, Guerra M, Valverde CV. 2007. Chemical,

i gica , and en ry e a ati n a ta r d ct emented wit α -galactoside-free lupin flours. J Sci Food Agric. 87:74-81.

(29)

16

Lampiran 1 Bagan alir metode penelitian

Analisis aktivitas antioksidan (metode DPPH) Mi sawi hijau

Pembuatan mi fortifikasi

Mi bit

Analisis kandungan makronutrien: Analisis proksimat

Analisis kandungan mikronutrien: - Analisis vitamin C (titrasi

Iodometri)

- Analisis mineral besi dan kalsium (SSA)

Pembuatan bubur sayuran

Pembuatan mi kontrol Persiapan bahan

(30)

17

Lampiran 2 Bagan alir pembuatan bubur sayuran

Pencucian dengan air bersih

Pemisahan bagian bonggol dan daun sawi

Pencucian dengan air bersih

Pemotongan umbi bit menjadi bagian-bagian

yang lebih kecil

Bubur umbi bit Pemotongan daun sawi

menjadi kecil-kecil

Penghancuran daun sawi (pemblenderan)

Bubur sawi hijau

Penghancuran umbi bit (pemblenderan) Pemisahan bagian

bonggol dan daun sawi

Pencucian dengan air bersih

(31)

18

Lampiran 3 Bagan alir pembuatan mi basah

(32)

19

Lampiran 4 Hasil analisis uji proksimat

Jenis Sampel

Kadar (%)

Air Abu Lemak Protein Serat Kasar

Karbo- hidrat

Mi kontrol

26.91 1.20 1.21 11.92 0.00 58.76 26.26 1.36 1.09 11.75 0.00 59.54 27.94 2.04 0.91 11.38 0.00 57.73 27.83 1.84 0.98 11.33 0.00 58.02

Rerata 27.24 1.61 1.05 11.60 0.00 58.51

Stdev 0.80 0.40 0.13 0.29 0.00 0.81

Mi sawi hijau

28.79 1.50 0.84 9.62 0.28 58.97 28.69 1.35 0.92 9.78 0.18 59.08 28.67 1.93 0.30 9.22 0.29 59.59 28.57 1.89 0.31 9.35 0.19 59.69

Rerata 28.68 1.67 0.59 9.49 0.24 59.33

Stdev 0.09 0.29 0.33 0.25 0.06 0.36

Mi bit

28.53 1.89 0.99 10.17 0.10 58.32 28.51 1.14 0.77 10.40 0.18 59.00 29.15 1.55 0.72 9.74 0.26 58.58 29.36 1.61 0.74 9.62 0.15 58.52

Rerata 28.89 1.55 0.80 9.98 0.17 58.60

(33)

20

Lampiran 5 Syarat mutu mi basah menurut SNI 01-2987-1992 (BSN 1992)

No. Kriteria uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan:

(34)

21

Lampiran 6 Hasil analisis kadar vitamin C

a. Standardisasi Na2S2O3 dengan KIO3

Ulg. Vol. KIO3 (mL)

Vol. Na2S2O3 (mL) Konsentrasi Na2S2O3

(N) Awal Akhir Terpakai

1 10 0.00 10.35 10.35 0.0976

2 10 10.50 20.80 10.30 0.0981

3 10 21.00 31.30 10.30 0.0981

Rerata 0.0979

Contoh perhitungan ulangan 1:

n entra i a a

m m

b. Standardisasi I2 dengan Na2S2O3 0.0979 N

Ulg. Vol. I2 (mL)

Vol. Na2S2O3 (mL) Konsentrasi I2

(N) Awal Akhir Terpakai

1 10 0.00 0.95 0.95 0.0093

2 10 2.00 3.00 1.00 0.0098

3 10 3.00 4.00 1.00 0.0098

Rerata 0.0096

Contoh perhitungan ulangan 1:

n entra i a a

m m

(35)

22

c. Kadar vitamin C metode titrasi Iodometri

(36)

23

Lampiran 7 Hasil analisis kadar besi

a. Hasil pengukuran absorbans deret standar besi

Konsentrasi (ppm) Absorbans

c. Kadar mineral besi dalam sampel mi

(37)

24

Contoh perhitungan untuk kadar besi mi kontrol:

Persamaan garis:

y = 0.10571x + 0.00289; dengan y = absorbans, x = konsentrasi

Konsentrasi besi mi kontrol (x) diperoleh dari persamaan garis.

(kadar besi terukur dalam sampel)

n entra i e i e enarnya n entra i ter k r me am e t am e

m g

(38)

25

Lampiran 8 Hasil analisis kadar kalsium

a. Hasil pengukuran absorbans deret standar kalsium

Konsentrasi (ppm) Absorbans

c. Kadar mineral kalsium dalam sampel mi

(39)

26

Contoh perhitungan untuk kadar kalsium mi kontrol:

Persamaan garis:

y = 0.048579x– 0.000763; dengan y = absorbans, x = konsentrasi

Konsentrasi kalsium mi kontrol (x) diperoleh dari persamaan garis.

(kadar kalsium terukur dalam sampel)

n entra i ka i m e enarnya n entra i ter k r me am e t am e

m g

(40)

27

Lampiran 9 Acuan label gizi produk pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM 2007)

No. Zat Gizi

Nilai Acuan Label Gizi untuk Kelompok Konsumen

Satuan Umum

Bayi 0–6 bulan

Anak 2–5 tahun

Ibu Hamil

Ibu Menyusui

1 Energi Kalori 2000 550 1300 2160 2425

2 Lemak Total g 62 35 40 60 67

3 Lemak Jenuh g 18 - - 19 22

4 Protein g 60 10 35 81 91

5 Karbohidrat

Total g 300 50 200 324 364

6 Serat

Makanan g 25 - - 25 25

7 Vitamin C mg 90 40 45 90 100

8 Kalsium mg 800 200 500 950 950

(41)

28

Lampiran 10 Hasil analisis aktivitas antioksidan DPPH

a. Aktivitas persen inhibisi antioksidan standar asam askorbat

Kode Sampel Konsentrasi

b. Aktivitas persen inhibisi antioksidan sampel mi

(42)

29

Contoh perhitungan:

 Persen inhibisi mi kontrol ulangan 1

n i i i r an angk – r an am e r an angk

 Rerata persen inhibisi mi kontrol

n i i i angan angan

(43)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 29 November 1987 dari pasangan Yohanes Gima dan Anastasia Marinem. Penulis merupakan putra kedua dari 2 bersaudara, dengan seorang kakak bernama Agus Setiawan.

Tahun 2005 penulis lulus dari SMUN 1 Jasinga. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Akademi Kimia Analisis (AKA) Bogor untuk program Diploma melalui jalur seleksi ujian masuk.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah melaksanakan kegiatan praktik kerja lapangan pada periode Mei–Juni 2008 di Laboratorium Narkoba Forensik, Pusat Laboratorium Forensik Mabes POLRI (Puslabfor), Jakarta

e atan, dengan j d a ran “ denti ika i enyawaan Cannabinoid dalam Contoh Urin secara Kromatografi Lapis Tipis dan Kromatografi Gas-Spektrometri

Ma a” Pen i me anj tkan endidikan ke tingkat arjana di n tit t Pertanian

Gambar

Gambar 1  Sawi hijau (a), umbi bit (b), mi kontrol (c), mi sawi hijau (d),
Gambar 3  Kadar besi dan kalsium mi basah
Gambar 4  Persen inhibisi radikal bebas DPPH oleh standar vitamin C

Referensi

Dokumen terkait

a) Kegiatan belajar lebih menarik dan tidak membosankan siswa sehingga motivasi belajar akan meningkat. b) Hakikat belajar akan lebih bermakna karena siswa dihadapkan situasi

a) Peni ngkatan mu tu karya sastra digital secara jelas terbaca dari hasil karya dari hari ke hari. Peningkatan mutu berdasarkan waktu ini dapat disimpulkan

Tabel 4 menunjukkan bahwa antara tahun dasar sampai tahun 2025 diasumsikan intensitas energi per rumah tangga meningkat, kemudian meningkat lagi tetapi dengan laju

Analisis kuantitatif kandungan hidrokuinon pada sampel krim pemutih wajah yang beredar di wilayah Surabaya Pusat dan Surabaya Utara menunjukkan bahwa seluruh

Daripada kaji selidik yang dijalankan ke atas pelajar didapati 96% bersetuju bahawa seminar ini memberi manfaat sebagai panduan di masa hadapan dan 89% menyatakan seminar ini

[r]

Embryogenesis somatik langsung dan regenerasi planlet kopi arabika ( Coffea arabica ) dari berbagai eksplan.. Morphology and conversion ability of somatic embryos in

This research aims to analyze whether the LDR, IPR, APB, NPL, IRR, PDN, BOPO, FBIR and FACR have significant influence simultaneously and partially toward Return On Asset