MINYAK CENGKEH TERENKAPSULASI DENGAN TAPIOKA
(
Manihot esculenta
) DAN GUM ARABIKA DAN PERKIRAAN
UMUR SIMPANNYA
Oleh : INDI LOANITA
F252060095
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini adalah karya saya sendiri dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS dan Dr. Ir. Feri Kusnandar, Msc, belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang dihasilkan dan literatur dikutip dari karya yang telah diterbitkan dan dihasilkan oleh penulis lainnya dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian tugas akhir ini.
Bogor, Januari 2011
Indi Loanita F252060095
ABSTRACT
Indi Loanita. F 252060095. Clove oil encapsulated by tapioka (Manihot esculenta) and gum Arabica and prediction of it shelflife . Under supervision of Prof.
Dr. Ir. Rizal syarief, DESS as a team leader and Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc as a team.
This experiment was aimed to study about characteristic of tapioca and gum Arabica as an encapsulant agent and prediction its shelf life. Beside the result of this experiment able to give alternative source of raw material in encapsulant agent matter. Unlike other starch sources, such as corn, rice and wheat, tapioca roots contain high starch content and a very low quantity of impurities. Tapioca is an excellent material for starch production with respect to its availability, raw material cost and ease of starch extraction. The micro encapsulation is generally performed by forming a polymeric matrix around particular compounds to protect its biological activity and enhance physical chemical stability. Arabic gum have been encapsulating agent for many years, but the source was a bit difficult to find and quite expensive.
The step of this research was divided into two parts. The first part is to observe characteristic of encapsulation clove oil from several parameters such as moisture content, bulk density, solubility, percentage of yield, free flowing and organoleptic test. Various percentages of tapioca and gum Arabic was conducted and based on evaluation from those parameters then composition appointed to be determined shelf life by sorpsi isotherms curve method.
RINGKASAN
Indi Loanita. F 252060095. Minyak cengkeh terenkapsulasi dengan tapioka (Manihot esculenta) dan gum arabika dan perkiraan umur simpannya. Dibawah
bimbingan Prof. Dr. Ir. Rizal syarief, DESS sebagai Ketua dan Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc sebagai anggota.
Penelitian ini bertujuan mempelajari karakteristik tapioka dan gum arabika sebagai bahan enkapsulan dan memprediksikan umur simpannya. Selain itu hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternative penggunaan bahan enkapsulasi. Tidak seperti sumber starch lainnya seperti tepung jagung , tepung beras, dan gandum, tapioka memiliki nilai starch yang tinggi dan sangat rendah kandungan kotorannya. Tapioka merupakan sumber material yang luar biasa dalam memproduksi pati dengan memperhitungkan kemudahan ketersediannya, perhitungan harga dan proses ekstraksinya. Secara umum proses mikroenkapsulasi telah banyak dikenal sebagai salah satu proses untuk mempertahankan kerusakan biologi dan kimiawi suatu bahan pangan. Gum arabika telah lama dikenal sebagai bahan enkapsulasi, namun pengadaan/sumber nya tidak selalu ada dan harganya juga mahal.
Tahapan penelitian ini dibagi dua tahap. Pada tahap awal adalah karakterisasi minyak cengkeh terenkapsulasi dari berbagai macam parameter analisa seperti kadar air, densitas kamba, kelarutan , rendemen, daya mawur dan organoleptik test. Penelitian dilakukan pada berbagai macam perbandingan untuk tapioka dan gum arabika telah dilakukan berdasarkan pada parameter diatas, kemudian komposisi terbaik dipilih untuk dilanjutkan pada penentuan umur simpannya.
TUGAS AKHIR
MINYAK CENGKEH TERENKAPSULASI DENGAN TAPIOKA
(
Manihot esculenta
) DAN GUM ARABIKA DAN PERKIRAAN
UMUR SIMPANNYA
Indi Loanita
Tugas Akhir
sebagai salah satu syarat untuk melakukan penyelesaian tugas pada Magister Profesi Teknologi Pangan
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tugas Akhir : Minyak Cengkeh Terenkapsulasi dengan Tapioka (Manihot esculenta) dan Gum Arabika dan Perkiraan Umur Simpannya.
Nama Mahasiswa : Indi Loanita
NRP : F 252060095
Program Studi : Teknologi Pangan
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS
Ketua Anggota
Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Magíster Profesi Teknologi Pangan
Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Subang , pada tanggal 7 Agustus 1976. Penulis menyelesaikan studi Sekolah Dasar No.VIII pada tahun 1986 , Sekolah Menengah Pertama No. II di Subang pada tahun 1989, menyelesaikan Sekolah Menengah Atas No. III di Bogor, kemudian penulis melanjutkan pendidikan diploma tiga di Kimia Analisis Bogor pada tahun 1993 dan melanjutkan pendidikan sarjana Strata 1 di Universitas Sahid Jakarta,Fakultas Teknologi Pangan , lulus pada tahun 1999.
i
Karakteristik Tapioka ……….. 5
Karakteristik Minyak Cengkeh ……… 7
Karakteristik Gum ……… 9
Enkapsulasi Flavor ……… 11
METODE PENELITIAN ……… 29
Tempat dan Waktu ……… 29
Bahan dan Alat ……… 29
Tahapan Penelitian ……… 29
Karakterisasi Enkapsulasi Minyak Cengkeh ………. 30
Penentuan Umur Simpan ……… 32
HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 40
Karakterisasi Enkapsulasi Minyak Cengkeh ……… 40
Penentuan Umur Simpan ………. 50
SIMPULAN DAN SARAN ……… 57
Simpulan ………. 57
ii
iii
Halaman
1 Perkembangan ekspor komoditi tapioka dunia tahun 1999 – 2004 ... 2
2 Spesifikasi Tapioka ... 6
3 Larutan garam januh yang digunakan dalam menentukan kadar air ……… 25
4 Kondisi proses experimental perbandingan bahan pengisi ……… 30
5 Perhitungan laju transmisi uap air, permeabilitas kemasan ………. 53
6 Hasil analisa korelasi antara kadar air kesetimbangan dan RH………. 55
iv
Halaman
1 Share perkembangan ekspor tepung tapioka tahun 1999 – 2000… 3
2 Tahapan proses spray drying ……… 14
3 Dua jenis struktur utama mikroenkapsulasi ………. 16
4 Perubahan kadar air sampai menjadi kadar air kritis……… 24
5 Skema proses spray dryer minyak cengkeh……… 31
6 Hasil analisa kadar air pada kombinasi bahan pengisi……… 41
7 Hasil analisa densitas kamba pada kombinasi bahan………. 42
8 Hasil analisa daya kelarutan pada kombinasi bahan……….. 44
9 Hasil analisa rendemen pada kombinasi bahan………. 46
10 Hasil analisa daya mawur cengkeh powder……… 47
11 Uji organoleptik aroma spicy cengkeh powder ……… 48
12 Uji organoleptik aroma sweet cengkeh powder ……….. 49
13 Uji organoleptik warna cengkeh powder ……… 50
v
Halaman
1 Daftar bahan kimia untuk pengenalan dasar panelis……… 64
2 Hasil seleksi panelis………. 65
3 Lembar pengujian panelis terhadap intensitas cengkeh………… 64
4 Form organoleptik uji kesukaan cengkeh powder……… 67
5 Hasil perhitungan rendemen cengkeh powder ……… 68
6 Hasil perhitungan kelarutan minyak cengkeh ……… 69
7 Hasil perhitungan kadar air cengkeh powder……… 70
8 Hasil perhitungan densitas kamba cengkeh powder……… 71
9 Hasil uji organoleptik panelis ………. 72
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Secara umum, banyak dari komponen flavor yang sangat mudah menguap dan
secara kimiawi mudah mengalami perubahan atau tidak stabil karena adanya
pengaruh udara, sinar matahari, kadar air dan panas (Bhandari et al 1992). Teknik
mikroenkapsulasi menjadi sangat popular untuk meminimalkan problem kerusakan/
hilangnya komponen perisa makanan pada saat penyimpanan (Reineccius 1989).
Berbagai macam teknik telah dikembangkan untuk mengenkapsulasi bahan pangan,
pewarna, vitamin, flavor dan berbagai macam sensitif ingredien dengan tujuan untuk
meningkatkan umur simpannya, salah satu diantaranya adalah dengan teknik metode
pengeringan semprot(Onwulata 2005).
Didalam pembuatan perisa bubuk dengan metode pengeringan semprot, tahap
awal yang harus dikerjakan adalah pemilihan bahan pengisi yang sesuai. Syarat
untuk bahan pengisi yang digunakan adalah mampu membentuk emulsi, membentuk
film yang baik, viskositas rendah pada tingkat padatan tinggi, menghambat
kelembaban yang rendah, tidak atau sedikit memiliki rasa, stabil dan memproteksi
flavor dengan baik (Onwulata 2005).
Beberapa jenis dari pati dari golongan natural polymer seperti gum arabika,
agar, pati (modified/native), wax, paraffin, kasein, gelatin, kitosan, protein kedelai,
karagenan dan dekstrin dapat digunakan sebagai bahan pengisi ataupun dinding
Gum arabika dan pati termodifikasi telah banyak digunakan sebagai bahan
pengisidalam proses metode pengeringan semprot ini, namun penggunaannya kurang
ekonomis dan ketersediaan bahan baku yang terbatas (Bertolini 2001).
Pati alami terutama tapioka sudah dimanfaatkan untuk keperluan aplikasi
industri pangan seperti glukosa, fruktosa, aplikasi pembuatan mie dan kue kue
tradisional lainnya. Untuk itu pengembangan aplikasi penggunaan pati alami sebagai
bahan baku untuk keperluan aplikasi industri perlu dikembangkan lagi sehingga hasil
produksi yang tinggi dapat dimanfaatkan.
Balagopalan (1988) dalam penelitiannya yang mempelajari rheologi dari
tapioka menyatakan bahwa tapioka memiliki shear stress dan viskoistas/ nilai
kekentalan yang paling tinggi dibandingkan dengan sweet potato dan tepung
maizena.
Tabel 1 Perkembangan Ekspor Komoditi Tapioka Dunia Tahun 1999 - 2004
Tapioka Year
Exports - Qty (Mt) 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Brazil 766 990 979 1,077 1,186 1,399
Ghana 0 0 0 61 43 9
Indonesia 48,273 5,443 8,946 9,738 5,828 29,426
Thailand 15,861 15,921 18,737 22,612 23,881 26,742
Others World 12,515 15,463 19,130 21,742 31,875 30,771
Total 77,415 37,817 47,792 55,230 62,813 88,347 Sumber : FAO
Tabel 1 menjelaskan mengenai peningkatan ekspor tapioka pada periode
negara Thailand (68,60%) dan besarnya peningkatan ekspor di Indonesia adalah
sebesar 39,04% (Biro Pusat Statistik 2004)
Untuk komoditi tapioka, kontribusi terbesar adalah konstribusi dari negara
Thailand sebesar 34%, diikuti dengan Indonesia dengan konstribusi sebesar 29%,
Brazil 2%, dan sisanya oleh negara – negara lainnya seperti yang terlihat pada
Gambar 1 (Central Bureau of Statistic, 2004).
Indonesia 29%
Thailand 34%
Brazil 2% Ghana
0%
Others 35%
Gambar 1 Share Perkembangan Ekspor Komoditi Tapioka Dunia, Tahun 1999 – 2004
Tapioka memiliki karakter sifat fisik dan kimia sebagai bahan pengisi, untuk itu
penelitian ini dilakukan untuk mempelajari keefektifan dari tapioka sebagai bahan
pengisi dibandingkan dengan standar pembanding penggunaan gum arabika yang
sudah dikenal memilki daya enkapsulan yang baik (Onwulata 2005). Penelitian ini
juga mempelajari perkiraan umur simpan dari hasil enkapsulasi menggunakan pati
TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan Penelitian
Tujuan dari tugas akhir yang akan dilakukan adalah untuk mempelajari
karakteristik tapioka dan gum arabika sebagai bahan enkapsulasi minyak cengkeh
dan memperkirakan umur simpannya.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai cara
memanfaatkan tepung tapioka sebagai bahan enkapsulasi dengan metode
pengeringan semprot. Dengan pemanfaatan kualitas yang tinggi dari pati alami akan
menambah alternatif penggunaan bahan pengisi dalam proses teknologi pengeringan
II. TINJAUAN PUSTAKA
KARAKTERISTIK TAPIOKA
Tapioka (Manihot esculenta ) dikenal dengan berbagai macam nama tergantung
pada asal negaranya. Nama “Tapioka” dikenal di Asia, “Manioc” dikenal di Afrika
dan “ Manioca”,”Yucca” dan “mandioca” dikenal di wilayah selatan Amerika
(Balagopalan 1988).
Dibandingkan dengan sumber pati yang lainnya seperti jagung, beras dan
gandum, tapioka memiliki kandungan strach yang tinggi dan sangat rendah
kandungan kotorannya. Oleh sebab itu tapioka merupakan material yang luar biasa
dalam memproduksi pati dengan mempertimbangkan kemudahan ketersediaannya
(availability), harga bahan dasarnya dan kemudahan proses ekstraksinya.
Karakteristik yang terpenting dari tapioka adalah sebagai berikut (1) Tapioka
memiliki warna putih, (2) Tidak memiliki bau / aroma yang khas seperti pati pada
umumnya sehingga banyak diaplikasikan untuk produk pangan dan kosmetik, (3)
Secara organoleptik, tapioka tidak menimbulkan after taste seperti tepung jagung dan
proses pembuatan tapioka sangat cocok diaplikasikan untuk produk dengan berbagai
perisa seperti pudding dan isi dari pie, (4) Pada saat dimasak tapioka memiliki
kejernihan (paste clarity) sehingga bisa dikombinasikan dengan bahan pewarna, (5)
Memiliki perbandingan kandungan amilopektin : amilosa 80 : 20, tapioka mempunyai
nilai viskositas yang tinggi, yang sangat berguna untuk berbagai aplikasi produk
pangan (Raja 1990). Beberapa karakteristik penting dari tapioka dapat dilihat pada
Tabel 2 Spesifikasi tapioka
Parameter / Kualifikasi Spesifikasi
Moisture (% bk maksimum) 13
Starch ( % minimum by Polarimetric Method) 85
pH 5 – 7
Pulp ( Maximum cm3) 0.2
Ash ( % Maximum) 0.2
Color White
Viscocity (cp) 550
Menurut Radiyati dan Agusto (1990), kualitas tapioka sangat ditentukan oleh
beberapa faktor, yaitu : (1) Warna tepung; tepung tapioka yang baik berwarna putih,
(2) Kandungan air; tepung harus dijemur sampai kering benar sehingga kandungan
airnya rendah, (3) Banyaknya serat dan kotoran; usahakan agar banyaknya serat dan
kayu yang digunakan harus yang umurnya kurang dari 1 tahun karena serat dan zat
kayunya masih sedikit dan zat patinya masih banyak, (4) Tingkat kekentalan;
usahakan daya rekat tapioka tetap tinggi dan juga untuk menghindari penggunaan air
yang berlebih dalam proses produksi.
Tepung tapioka banyak digunakan untuk aplikasi pada produk pangan seperti
produk bakery , beverage dan confectionery. Tepung tapioka juga banyak digunakan
untuk keperluan pengental (thickening) , bahan pengikat/ perekat (binding), memberi
bentuk produk pangan ( texturizing) dan sebagai bahan penstabil (stabilizing agent).
Tapioka juga banyak digunakan sebagai filler /bahan pengisi pada produk perisa
makanan, pemanis / sweetener dan bahan pengganti lemak /fat replacement pada
mixes, makanan ringan/snacks, dressings, soups, saus, produk susu, produk daging
dan ikan.
Pati tapioka diaplikasikan pada berbagai produk confectionery untuk berbagai
macam kegunaan sebagai gelling, pengental / thickening, penstabil tekstur / texture
stabilizing, foam strengthening, mencegah pengkristalan/ crystallization inhibition,
adhesi / adhesion dan glazing. Karena tapioka memiliki tingkat kekentalan yang
rendah maka tapioka juga dipergunakan secara luas untuk pembuatan jelly dan buble
gums /permen karet.
KARAKTERISTIK MINYAK CENGKEH / CLOVE OIL
Indonesia merupakan negara produsen dan sekaligus konsumen cengkeh terbesar
di dunia karena sebagian besar cengkeh yang diproduksi adalah untuk memenuhi
kebutuhan bahan baku pabrik rokok kretek.
Tanaman cengkeh (Syzygium aromaticum) di Indonesia lebih kurang 95%
diusahakan oleh rakyat dalam bentuk perkebunan rakyat tersebar di seluruh propinsi.
Cengkeh merupakan tanaman rempah yang termasuk komoditas sektor perkebunan
yang mempunyai peranan cukup penting antara lain dalam menyumbang pendapatan
petani dan sebagai sarana untuk pemerataan wilayah pembangunan serta turut serta
dalam pelestarian sumber daya alam dan lingkungan (Ruchnayat 1997).
Sejak zaman dahulu cengkeh sudah banyak digunakan untuk berbagai
keperluan yaitu sebagai bahan obat-obatan, penambah rasa dan aroma pada makanan
Indonesia merupakan penghasil cengkeh terbesar didunia setelah Madagaskar
(Nurdjannah 1997).
Hasil utama tanaman cengkeh yaitu bunga dan daunnya sangat berfluktuasi dari
tahun ke tahun sehingga dikenal dengan adanya musim panen besar dan kecil yang
perbedaannya hingga mencapai 60%. Hal ini menyebabkan pengadaan cengkeh
dipasaran tidak stabil sedangkan penggunaan cengkeh untuk makanan, minuman dan
obat-obatan relatif tetap. Untuk mengantisipasi keadaan tersebut perlu adanya suatu
teknik penganekaragaman hasil tanaman cengkeh agar ketersediaanya di pasaran
tidak terhambat dan tidak merusak mutu hasil olahan cengkeh tersebut selama
penyimpanan (Nurdjannah 1997).
Pengolahan cengkeh dilakukan dengan cara ekstraksi. Ekstraksi minyak
dilakukan pada bagian bunga, tangkai bunga dan daunnya. Dari ketiga bagian
tersebut yang paling ekonomis adalah ekstrak bagian daunnya. Oleh karena itu jenis
minyak cengkeh yang umum diperjual belikan adalah minyak daun cengkeh ( clove
leaf oil
Minyak daun cengkeh biasa diperoleh dari daun cengkeh yang sudah gugur.
Komposisi minyak yang dihasilkan bervariasi tergantung dari keadaan daun serta cara
destilasinya, minyak yang dihasilkan mengandung eugenol antara 80 – 88% dengan
kadar eugenol asetat yang rendah tetapi kadar coryophyllene yang tinggi.
Penyulingan daun dengan kadar air sekitar 7 – 12% yang dilakukan dalam tanki
stainless steel volume 100 liter selama 8 jam, menghasilkan minyak dengan
Sumber ekstraksi minyak cengkeh diantaranya yaitu : (1) Bud oil berasal dari
pucuk bunga dari S.aromaticum, terdiri dari 60-90% eugenol, eugenyl acetate,
caryphyllene dan komponen lainnya dalam jumlah kecil, (2) Leaf oil berasal dari
daun S.aromaticum, terdiri dari 82-88% eugenol, tidak terdeteksi adanya eugenyl
acetate dan komponen lainnya dalam jumlah kecil, (3) Stem oil berasal dari ranting
S.aromaticum, terdiri dari 90-95% eugenol dan beberapa komponen lainnya dalam
jumlah kecil (Weiss 1997).
Cengkeh digunakan untuk keperluan sehari – hari rumah tangga sebagai
penambah rasa dan aroma khususnya untuk memasak, produk makanan yang
menggunakan cengkeh diantaranya adalah bumbu kare (curry powder), saus dan
makanan yang dipanggang (baked foods) (Nurdjanah 1997).
Cengkeh dalam indutri rokok berguna untuk memberikan aroma pada kretek ,
memberikan rasa panas dan sifat mengkretek juga memberikan rasa menggigit, langu
dan pahit. Cengkeh juga digunakan dalam industri obat karena cengkeh memiliki efek
farmakologi, antimetik, antiseptik dan antipasmodik (Perry dan Metzger 1990).
KARAKTERISTIK GUM
Gum diklasifikasikan ke dalam tiga golongan besar yaitu gum alamiah, gum
termodifikasi dan gum sintetik. Gum alamiah adalah gum yang merupakan hasil
sekresi dari bagian kulit atau batang tanaman (Plant Exudation), berupa cairan yang
kental dan akan menjadi padat jika dibiarkan dingin. Cairan ini akan keluar apabila
kulit batang tanaman terluka, untuk mecegah terjadinya pengeringan pada jaringan
antara lain adalah gum arabika (Acacia arabica) dan gum senegal (Acacia senegal)
(Reineccius 1995).
Gum arabika merupakan polisakarida netral atau sedikit asam, biasanya
terdapat dalam bentuk garam Ca, Mg dan K. Gum juga merupakan senyawa yang
tidak dapat dicerna dan dapat digolongkan berdasarkan kelarutannya menjadi dua
golongan besar yaitu gum yang larut air (hidrofilik) dan gum yang tidak larut air
(hidrofobik). Gum yang hidrofilik dapat dilarutkan atau didispersikan dalam air
panas atau air dingin untuk meningkatkan viskositas larutan (Bertolini 2001).
Gum arabika dapat digunakan untuk memperbaiki viskositas, tekstur dan
bentuk dari makanan. Selain itu gum arabika dapat mempertahankan flavor dari
makanan yang dikeringkan dengan menggunakan pengering semprot (spray drier).
Hal ini disebabkan gum arabika dapat membentuk lapisan yang dapat melapisi
partikel flavor, sehingga melindungi partikel flavor tersebut dari oksidasi, evaporasi
dan absorpsi air dari udara terutama untuk produk produk yang higroskopis
(Reineccius 2002).
Gum arabika merupakan senyawa kompleks hetero polisakarida yang terdiri
dari L-arabinosa, L-rhamnosa, D-galaktosa dan D-asam glukoronat serta mengandung
ion kalsium, magnesium dan kalium. Struktur utama molekulnya adalah unit unit1,3
galaktopiranosa dengan rantai cabang 1,6 galaktopiranosa sebagai pangkal bagi asam
glukoronat atau 4-0-metil glukoronat (Krishnan et al. 2005).
Dalam industri pangan, gum arabika digunakan sebagai penstabil busa dalam
minuman berkarbonasi, pengikat aroma dan juga sebagai penstabil dan pengemulsi
Recoqnized As Safe), tidak beracun dan tidak berbahaya untuk dikomsumsi manusia
(Reineccius 2002).
ENKAPSULASI FLAVOR
Flavor didefinisikan oleh Dordland et al ( 1977), sebagai sensasi dari makanan
minuman dan seasoning yang dihasilkan dari ransangan terhadap indra pada saat
makanan masuk ke dalam saluran makanan dan pernafasan, terutama untuk atribut
rasa dan bau. Pohborn dan Rusell ( 1977), menyatakan bahwa perisa makanan
merupakan kombinasi dari rasa, bau dan perasaan (taste, smell and mouthfeel). Hall
(1968) menambahkan bahwa perisa makanan merupakan salah satu pertimbangan
utama dari masyarakat untuk menerima suatu produk pangan, disamping penampakan
dan teksturnya. Sedangkan menurut Lindsay (1985), perisa makanan didefinikan
sebagai gabungan perpsepsi yang diterima oleh indra kita yaitu bau, rasa ,
penampakan, sentuhan dan bunyi saat kita mengkomsumsi makanan. Tiga sensasi
yang ditimbulkan perisa makananpada indra kita adalah rasa, bau dan tekstur.
Menurut Burdock (1991), klasifikasi perisa makanan berdasarkan legal status
adalah :
1. Natural merupakan senyawa –senyawa yang diekstrak dari bahan – bahan
yang terdapat dialam. Contohnya : vanilin , orange oil dan celery oil.
2. Natural Identical merupakan senyawa – senyawa yang dapat diekstrak atau
terdapat di alam, tetapi pada prosesnya dibuat secara kimia. Umumnya flavor
yang dibuat dari bahan alam ini lebih murah dibandingkan dengan Natural.
kimiawi dan sedikitnya 99% sama dengan bahan aslinya. Contohnya : etil
asetat dan lakton.
3. Artificial merupakan senyawa yang tidak terdapat di alam dan hanya dapat
dibuat melalui proses sintesis tetapi dapat memberikan efek flavor tertentu.
Contohnya senyawa articial adalah ethyl vanillin yang mempunyai struktur
dan perisa makanan yang hampir sama dengan vanilin tetapi sampai saat ini
belum ditemukan secara alami.
Menurut Chee-Teck Tan (1995), bahan-bahan dasar perisa makanan biasanya
mempunyai satu atau lebih sifat – sifat berikut (1) mempunyai konsentrasi tinggi (2)
sangat volatil (3) dapat larut atau berinteraksi dengan air (4) mudah teroksidasi.
Bahan – bahan penyusun perisa makanan biasanya dilarutkan dalam pelarut netral
untuk memudahkan penggunaannya. Pelarut yang umumnya digunakan adalah air,
triacetin, etanol, minyak, propilen glikol, gliserol dan isopropanol.
Berdasarkan bentuk fisiknya perisa dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelas
yaitu bentuk cair (liquid flavourings), bentuk emulsi (emulsions), bentuk pasta atau
padat (paste atau solid flavourings) dan bentuk powder kering (Winarno 2002).
Menurut Chee-Teck Tan (1995), teknologi yang banyak terlibat dalam
pembuatan flavor untuk digunakan pada produk pangan antara lain (1) Pencampuran /
compounding (2) Emulsi / mikroenkapsulasi (3) Mikro emulsi (4) Spray dring (5)
Spray chilling (6) Ekstruksi (7) Adsorpsi (8) Molecular inclusion (9) Coacervation
(10) Co-crystallization (11) Pembentukan liposom.
Pengeringan Semprot merupakan metode yang paling populer untuk membuat
pelepasannya. Pengeringan semprot melibatkan tiga tahapan : (1) Persiapan carrier
atau matriks pelindung, (2) Mencampur flavour ke dalam larutan carrier dan
dihomogenisasi untuk membuat emulsi dan (3) Atomisasi emulsi ke dalam ruang
pengering untuk menguapkan air dari fase air pada butiran emulsi (Winarno 2002).
Menurut Master (1979), pengeringan semprot adalah proses perubahan bahan
dari bentuk cair ke bentuk partikel kering oleh suatu proses penyemprotan bahan
kedalam medium kering dan panas. Sedangkan menurut Greenwald dan King (1981),
produk kering yang dihasilkan dapat berupa tepung, butiran atau gumpalan,
tergantung sifat fisik dan kimia bahan yang dikeringkan.
Menurut Onwulata (2005), tahapan-tahapan dalam pengeringan semprot adalah
: (1) Persiapan larutan matriks pelindung (2) Pencampuran perisa pada larutan dan
dibuat emulsi dengan proses homogenisasi (3) Proses atomisasi perisa emulsi dalam
dry chamber untuk menguapkan air dari fase air pada droplet emulsi. Prinsip kerja
pengeringan semprot adalah bahan dipompa ke dalam atomizer, proses ini
mengasilkan partikel bahan berukuran kecil dan seragam. Partikel-partikel tersebut
dikeringkan oleh udara pemanas yang berasal dari heater electric. Dalam chamber
pengering partikel mengalami proses pemanasan secara mendadak dan cepat sehingga
dihasilkan bahan yang berbentuk bubuk, selanjutnya aliran udara panas akan
membawa bubuk tersebut ke cyclon. Produk terpisah dari udara karena adanya gaya
sentrifugal yang bekerja pada gerakan produk di cyclon, seperti terangkum pada
Gambar 2 Tahapan proses pengeringan semprot
Teknik enkapsulasi dengan metode pengeringan semprot ditujukan untuk
mengkonversikan perisa cair atau produk cair menjadi perisa padat atau bubuk
sekaligus mencegah kerusakan komponen perisa. Kerusakan komponen perisa dapat
terjadi karena penguapan, oksidasi cahaya dan oksigen. Kerusakan ini pada akhirnya
dapat menyebabkan off flavor. Enkaspulasi diharapkan dapat mencegah kerusakan
perisa(Reinecius 1989). Tahap atomisasi
R. Pengering
Tahap :Evaporasi
Siklon
Scrubber
Produk Tahap : Pemisahan produk dari
udara kering
Menurut Food Science and Technology Comittee (2005), metode pengeringan
semprot meliputi pendispersian bahan yang akan dilapisi ke dalam larutan pelapis dan
penyemprotan larutan tersebut ke dalam udara panas. Saat terjadi kontak dengan
udara panas, pelarut yang umumnya berupa air akan dilepaskan sehingga pemadatan
pelapis dapat terjadi dengan pelapis atau penyalut atau bahan pelindung dapat dipecah
dengan adanya panas, tekanan, proses pengadukan ataupun dengan melarutkannya
dengan pelarut yang cocok sehingga kandungan bahan didalamnya akan terlepaskan
(Takeoka 2001).
Selama proses enkapsulasi, setiap komponen perisa memiliki partikel emulsi
yang berbeda serta memiliki perbedaan tekanan, titik didih , panas laten atau
evaporasi, panas spesifik cairan dan tekanan. Beberapa komponen perisa dapat
membentuk azeotrop dengan air pada emulsi. Karena komponen yang berbeda secara
fisik, komponen perisa akan hilang beberapa derajat selama proses pengeringan
semprot. Hal inilah yang menyebabkan produk hasil pengeringan semprot memiliki
sedikit karakter aroma yang sedikit berbeda/ lebih lemah dibandingkan perisa aslinya
(Winarno 2002).
Bahan pengisi seringkali dikombinasikan agar didapatkan semua sifat yang
dibutuhkan dan lebih ekonomis. Kombinasi yang sering digunakan adalah antara
gum arab dan maltodekstrin. Gum arabika adalah bahan pengisi yang memiliki
viskositas yang tinggi. Gum arabika sering digunakan karena memiliki kemampuan
emulsifikasinya dan kemampuan membentuk filmnya baik (Bhandari et al., 1992).
Bahan pengisi atau pelapis disebut juga sebagai kulit, dinding atau membran,
Memilih pelapis harus berdasarkan pada sifat kimia maupun fisik bahan aktif, bahan
pelapis harus tidak larut dan tidak bereaksi dengan zat aktif. Ide dasar dari
mikroenkaspulasi berasal dari sel, yaitu permeabilitas selektif membran sel
memberikan perlindungan tehadap inti sel dari kondisi lingkungan yang
berubah-ubah dan berperan dalam pengaturan metabolisme sel (Reineccius 2002).
Mikroenkapsulasi yang berkembang saat ini menggunakan prinsip yang sama untuk
melindungi bahan aktif dari kondisi lingkungan yang tidak mendukung.
Dua jenis struktur utama dari mikroenkapsulasi adalah satu inti (single core)
dan banyak inti (multiple core) pada bagian dindingnya seperti telihat pada Gambar 3.
Mikroenkapsulasi dengan satu inti biasanaya diproduksi dengan cara coacervation,
droplet co-extrusion dan pemasukan molekul. Mikroenkapsulasi dengan struktur
banyak inti dibagian dindingnya umumnya diproduksi dengan menggunakan teknik
pengeringan semprot. Bahan inti tersebar secara merata di bagian dinding dan bagian
tengah mikrokapsul biasanya berupa rongga kosong yang dihasilkan dari pemuaian
selama tahap –tahap pengeringan akhir ( Reineccius 2002).
Keuntungan pembuatan perisa powder terenkapsulasi yang dilanjutkan dengan
pengeringan menggunakan pengering semprot adalah sebagai berikut: (1) Kekuatan
dan kualitas perisa bertahan cukup lama selama penyimpanan, (2) Bersifat tidak
mudah menguap karena material perisa berada dalam lapisan tertutup yang
melindunginya dari penguapan dan perubahan oksidatif, (3) Ketika dilakukan
pencampuran dengan air, kapsul menjadi pecah dan membebaskan perisa dalam
bentuk awan mikrokospik , (4) Memiliki Aw yang rendah (0.2 – 0.3), (5) Produk
menjadi kering tanpa menyentuh permukaan logamyang panas, suhu produk akhir
rendah walaupun udara pengering yang digunakan relatif tinggi, (6) Mempermudah
penanganan /handling dan transportasi dan (7) Waktu pengeringan yang singkat
sehingga cocok diterapkan pada bahan yang mudah rusak apabila dipanaskan dalam
waktu yang relative lama (Onwulata 1996).
Kriteria keberhasilan suatu bahan yang diproses dengan metode pengeringan
semprot tersebut adalah mempunyai rasa, bau dan penampakan yang sebanding
dengan produk segar atau produk- produk yang telah diolah dengan cara lain, dapat
direkonstruksi dengan mudah, masih mempunyai nilai gizi yang tinggi dan harus
mempunyai stabilitas penyimpanan yang baik (Suratmi 1993).
Selain keuntungan diatas pengeringan semprot juga mempunyai kekurangan
yaitu biaya operasi yang cukup tinggi dibandingkan dengan alat pengeringan yang
lain dan produk hasil pangan semprot ini cenderung bersifat higroskopis yang akan
menurunkan mutu selama penyimpanan jika proses pengemasan kurang baik
UMUR SIMPAN
Umur simpan atau masa kadaluwarsa (shelf life) didefinisikan oleh Ellis
(1994) sebagai waktu antara saat produk di produksi dan dikemas, sampai saat
produk tidak dapat diterima lagi pada kondisi lingkungan dimana produk tersebut
digunakan.
Menurut Syarief dan Halid (1993), hasil atau akibat dari berbagai reaksi
kimiawi yang terjadi dalam produk pangan bersifat akumulatif dan irreversible (tidak
dapat dipulihkan kembali) selama penyimpanan, sehingga pada saat tertentu hasil
rekasi tersebut mengakibatkan mutu makanan tidak dapat diterima disebut sebagai
jangka waktu kadaluarsa. Selanjutnya ditambahkan bahwa pangan disebut rusak
apabila bahan pangan tersebut telah kadaluarsa, yaitu telah melampui masa simpan
optimumnya dan pada umumnya makanan tersebut menurun mutu gizinya meskipun
penampakannya masih bagus.
Menurut Institute of Food of Technology seperti dikutip Arpah (2001), umur
simpan produk pangan adalah selang waktu antara saat produksi hingga saat
komsumsi dimana produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat
penampakan, rasa, aroma, tekstur dan nilai gizi. Menurut Arpah (2001), umur simpan
adalah waktu hingga produk mengalami penurunan mutu. Penyimpangan suatu
produk dari mutu awalnya disebut deteriosas /penurunan mutu. Reaksi deteriosasi
merupakan suatu reaksi kimia, oleh karena itu mekanisme deteriosasi dapat dianalisa
secara matematika. Dengan analisa tersebut, waktu produk pangan mulai rusak dapat
Menurut Labuza (1982), seharusnya konsumen memperoleh informasi tentang
umur simpan dari produk yang dikomsumsinya. Informasi tersebut dapat berupa
tanggal pada saat produk diproduksi (pack date), tanggal apda saat produk diletakan
di toko (display date), tanggal terakhir yang dianjurkan bagi konsumen untuk
membeli produk tersebut sehingga masih mempunyai jangka waktu untuk
mengkomsumsinya, tanpa produk tersebut mulai mengalami kerusakan (pull date
atau sell by date) atau tanggal pada saat kualitas produk sudah tidak dapat diterima
lagi oleh konsumen ( use by date atau expiration date).
Dibeberapa negara maju telah ditetapkan peraturan bahwa produk makanan
harus menetapkan tanggal minimum yang menunjukan produk tersebut mulai rusak.
The best before merupakan tanggal yang menunjukan jangka waktu minimum dari
produk diproduksi sampai produk sudah tidak dapat diterima lagi secara fisik dan
kualitasnya. Sedangkan use by merupakan tanggal yang menunjukan jangka waktu
minimum dari produk diproduksi sampai mengalami kerusakan mikrobiologis yang
berbahaya bagi kesehatan (Ellis 1994).
Syarief dan Halid (1993), menyatakan bahwa perubahan mutu makanan
terutama dapat diketahui dari perubahan faktor mutu tersebut, oleh karenanya dalam
menentukan daya simpan suatu produk perlu dilakukan pengukuran terhadap atribut
mutu produk tersebut. Menurut Syarief et al. (1989) faktor –faktor yang
mempengaruhi umur simpan bahan pangan yang dikemas adalah sebagai berikut :
1. Keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya
perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen dan kemungkinan
2. Ukuran kemasan dalam hubungannya dengan volume.
3. Kondisi atmosfir (terutama suhu dan kelembaban) dimana kemasan dapat
bertahan selama masa transit dan sebelum digunakan.
4. Kemasan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas dan
bau, termasuk perekatan, penutupan dan bagian-bagian yang terlipat.
Penentuan umur simpan produk pangan merupakan suatu jaminan mutu
industri pangan bahwa produk pangan yang bermutu baik saja yang didistribusikan ke
konsumen. Menurut Floros (1993), umur simpan produk pangan dapat diduga
kemudian ditetapkan waktu kadaluarsanya dengan menggunakan dua konsep studi
penyimpanan produk pangan yaitu dengan Extended Storage Studies (ESS) atau
metode konvesional dan Accelerated Storage Studies (AAS) atau metode akselerasi.
Penentuan umur simpan secara konvensional membutuhkan waktu yang lama
karena dilakukan dengan cara menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal
sehari-hari sambil dilakukan pengamatan penurunan mutunya. Metode akselerasi
diterapkan pada produk pangan dengan memvariasikan kondisi kelembaban relative
(RH), suhu, atau intensitas cahaya, baik secara sendiri- sendiri maupun gabungannya.
Keuntungan metode ini adalah memerlukan waktu yang relative singkat, tetapi tetap
memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi (Floros 1993).
PERKIRAAN UMUR SIMPAN BERDASARKAN PERUBAHAN KADAR
AIR.
Kerusakan produk pangan dapat disebabkan oleh adanya penyerapan air oleh
kerusakan seperti ini diantaranya adalah produk kering seperti makanan ringan,
biskuit, krupuk, permen dan sebagainya. Kerusakan produk dapat diamati dari
penurunan kekerasan dan kerenyahan dan/atau peningkatan kelengketan atau
penggumpalan (Kusnandar 2010).
Produk pangan yang mengandung kadar sukrosa tinggi seperti permen,
umumnya bersifat higrokopis dan mudah mengalami penurunan mutu selama
penyimpanan yang disebabkan oleh terjadinya penyerapan air. Umur simpan produk
seperti ini akan ditentukan oleh seberapa mudah uap air dapat bermigrasi ke dalam
produk selama penyimpanan dengan menembus kemasan. Semakin besar perbedaan
antara kelembaban relatif lingkungan penyimpanan dibandingkan dengan kadar air
produk pangan, maka air akan semakin mudah bermigrasi (Hariyadi 2004).
Laju penyerapan air oleh produk pangan selama penyimpanan dipengaruhi
oleh tekanan uap air murni pada suhu udara tertentu, permeabilitas uap air, dan luasan
kemasan yang diguanakan, kadar air awal produk, berat kering awal produk , kadar
air kritis, kadar air kesetimbangan pada RH penyimpanan dan slope kurva isotermis
sorpsi air. Faktor - faktor tersebut diformulasikan oleh Labuza dan Schmidl (1985)
menjadi model matematika seperti pada persamaan matematika dan digunakan
sebagai model untuk menduga umur simpan. Model matematika ini dapat diterapkan
khususnya untuk produk pangan kering yang memiliki kurva isoterm sorpsi air (ISA)
berbentuk sigmoid (Kusnandar 2010).
Menurut Labuza dan Schmidl (1985), pengujian akselerasi dapat diaplikasikan
pada produk kering jika secara berkesinambunagn kadar air produk berubah selama
Metode ini didasarkan kepada kecepatan kerusakan dengan perlakuan produk pada
kelembaban relatif (RH) dan suhu tinggi. Untuk melakukan percobaan dengan benar,
perkiraan kriteria mutu produk harus cocok dan mewakili secara keseluruhan.
Peningkatan kadar air pada produk kering dapat menyebabkan beberapa tipe
kerusakan dinatarnya kehilangan kerenyahan, pengerasan dan penggumpalan.
Selanjutnya Labuza dan Schmidl (1985), menambahkan bahwa penelitian
tentang umur simpan dapat dilakukan pada kondisi dipercepat (akselerasi), yang
selanjutnya dapat digunakan untuk memperkirakan umur simpan pada suhu rendah.
Kondisi akselerasi dapat dilakukan dengan mengkondisikan bahan pada suhu dan RH
yang tinggi sehingga kadar air kritis lebih cepat tercapai daripada kondisi normal atau
kondisi penyimpanan pada suhu rendah. Metode akselerasi ini dilakukan hanya untuk
mempercepat proses perkiraan umur simpan sedangkan pengamatan pada kondisi
normal tetap dilakukan sebagai kontrol.
Labuza (1982), menyatakan bahwa pertambahan atau kehilangan air dari
suatu bahan pangan pada suhu dan kelembaban (RH) yang konstan dapat dihitung
dengan persamaan berikut :
Dw/ Dθ = k A (Pout – P in) x
Keterangan :
dW / dθ = jumlah air yang bertambah atau berkurang per hari (g) k = Permeabilitas kemasan (g H2
A = Luas Permukaan kemasan (m)
O/hari,mmHg)
Lebih lanjut Labuza (1982), menambahkan bahwa dengan meningkatnya suhu
dan kelembaban udara pada kondisi penyimpanan bahan pangan kering yang
disimpan dalam kemasan, dapat mengakibatkan meningkatnya kadar air pada bahan
pangan tersebut sampai mencapai kondisi yang tidak diinginkan. Kondisi suhu dan
kelembaban udara yang tinggi dapat digunakan untuk mempersingkat waktu
perkiraan umur simpan suatu produk pangan atau disebut dengan metode akselerasi.
Faktor – faktor yang dibutuhkan untuk memperkirakan umur simpan suatu
bahan pangan kering yang dikemas adalah sebagai berikut :
1. Kurva isoterm sorpsi air
Kurva sorpsi isothermis ini diasumsikan sebagai garis linier dengan persamaan
sebagai berikut :
m = ba + c
Keterangan :
m = Kadar air bahan (%bk) a = aktivitas air
b = slope kurva c = intersep kurva
Secara alami, produk pangan ada yang bersifat mneyerap air atau melepaskan
air, yang dapat digambarkan dalam kurva isotermis, yaitu kurva yang menunjukan
hubungan antara kadar air bahan pangan (Me) dengan kelembaban relatif
kesetimbangan ruang penyimpanan (RHs) atau aktivitas air pada suhu tertentu.
Istilah sorpsi air dipakai untuk penggabungan air ke dalam bahan pangan, sedangkan
apabila proses dimulai dengan bahan basah disebut desorpsi (Syarief dan Halid
2. Permeabilitas kemasan (k/x)
k = konstanta permeabilitas g H2O . Ketebalan (X) hari.area.tekanan uap
3. Rasio Luas Kemasan (A) dengan berat kering produk (Ws)
A/Ws (m2/g padatan)
4. Kadar air awal produk dan kadar air kritis produk.
Dari Gambar 4. Dapat dilihat bahwa kondisi III merupakan kondisi yang
sebenarnya untuk bahan pangan , kemasan dan lingkungannya, kemudian kondisi I
merupakan kondisi akselerasi yang dapat mempersingkat waktu untuk mencapai
kadar air kritis. Kondisi akselerasi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara antara
lain menggunakan kemasan dengan permeabilitas uap air atau oksigen yang besar,
meningkatkan tekanan uap jenuh, memperkecil ukuran kemasan, meningkatkan suhu
dan kelembaban. Labuza (1982) menggambarkan pertambahan kadar air pada
kondisi akselerasi tergambar pada Gambar 4.
Ln Me – Mi Me – Mc
Kadar Air
I II III mc untuk RH
1 2 3 4 5 RH
5. Kadar air kesetimbangan.
Untuk mengontrol aw atau RH ruang penyimpanan, digunakan berbagai jenis
larutan garam jenuh, yaitu garam yang mengandung kelebihan kristal yang tidak larut
(Labuza 1982). Berbagai jenis garam yang digunakan untuk mengontrol aktivitas air
adalah MgCl2 , NaBr, KI, NaCl, KCl, KNO3
Tabel 3 Larutan garam jenuh yang digunakan dalam menentukan kadar air kesetimbangan. (Syarief dan Halid 1989).
digunakan sebagai kalibrasinya karena
stabil pada berbagai suhu seperti terlihat pada Tabel 3. NaCl stabil pada berbagai
suhu ruang sehingga digunakan sebagai kalibrasinya ( Syarief dan Halid 1989).
Pengemasan dan Penyimpanan
Mutu produk pangan akan mengalami perubahan (penurunan) selama proses
penyimpanan. Umur simpan produk pangan dapat diperpanjang apabila dikathui
faktor-faktor yang mempengaruhi masa simpan produk. Upaya memperpanjang masa
simpan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu, meningkatkan nilai mutu dan
memperlambat laju penurunan mutu (Hariyadi 2004).
Peningkatan nilai mutu awal produk dapat dilakukan dengan memilih dan
menggunakan bahan baku yang bermutu baik sedangkan memperlambat laju
penurunan mutu produk dapat dilakukan dengan memperbaiki kemasan, faktor
penyimpanan, faktor penanganan distribusi atau faktor penanganan lainnya sehingga
masa kadaluwarsa produk menjadi lebih lama ( Andarwulan 2004).
Pengemasan merupakan parameter yang sangat penting bagi daya kestabilan
flavor. Biasanya kemasan alumunium foil bag merupakan yang terbaik bagi berbagai
senyawa flavor, tetapi jenis kemasan tersebut tergolong mahal. Pengemasan dan
penyimpanan tidak dapat dipisahkan dari proses dalam industri pangan dan
merupakan satu kesatuan. Kedua hal ini juga menentukan dalam perkiraaan umur
simpannya. Bucle et al (1987) menyatakan, kemasan yang dapat digunakan sebagai
wadah penyimpanan harus memenuhi beberapa persyaratan yakni dapat
memepertahankan mutu produk supaya tetap bersih serta mampu memberi
perlindungan terhadap produk dari kotoran, pencemaran dan kerusakan fisik, serta
dapat menahan perpindahan gas dan uap air.
Pengemasan merupakan teknik dalam industri dan pemasaran untuk mengisi,
bersangkutan. Menurut perusahaan kemasan di inggris, pengemasan adalah suatu
sistem terkoordinasi dari produk atau barang selama transportasi, distribusi,
penyimpanan dan penjualan secara eceran, mengirim secara aman suatu produk
kepada konsumen dengan biaya yang minimum dan gabungan antara fungsi teknologi
dan ekonomi yang bertujuan untuk meminimalkan harga dan menaikkan penjualan
(Rudolf 1986).
Menurut Reily and Man (1994), salah satu fungsi penting dari kemasan adalah
untuk melindungi produk dari faktor-faktor lingkungan seperti sinar, uap air, gas dan
bau. Produk pangan dalam bentuk powder dapat dikemas dengan menggunakan
kemasan struktur lapis banyak (multilayer) misalnya polipropilen/alufo atau lapis
tunggal seperti LDPE, HDPE dan OPP. Jenis kemasan lain adalah kemasan yang
bagian dalamnya dilaminasi dengan foil dan bagian luarnya menggunakan karton,
sehingga melindungi dari oksigen dan penyerapan air, sinar serta kerusakan mekanis.
Polimer dapat digunakan baik sendiri maupun dengan bahan lain seperti kertas,
karton, alumunium foil sesuai dengan bahan pangannya.
Alumunium foil bag, film selulosa kuning transparan merupakan kemasan
yang sangat bermanfaat. HDPE (High Density Polyethylene) merupakan salah satu
jenis film yang lebih kaku dibandingkan LDPE (Low Density Polyethylene), tahan
minyak, melindungi produk dari uap air, permeabilitas gasnya kurang bagus apabila
dibandingkan dengan LDPE, penampakannya opak. Ketebalan film berkisar 10-12
μm (Rudolf 1986).
Kerusakan atau penurunan mutu produk yang dikemas sangat berhubungan
transfer masa, pertukaran uap air dan gas dengan lingkungan sekitar mendapat
perhatian utama, disamping migrasi volatil dari atau menuju produk pangan.
Perbedaan tekanan parsial sekitar kemasan mengontrol laju permeasi, selain itu
adanya lubang, kerusakan dan retaknya kemasan juga akan mempengaruhi reaksi
III. METODELOGI
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di laboratorium PT KH Roberts Indonesia dan
laboratorium program studi ilmu pangan di Bogor. Pelaksanan penelitian dilakukan
selama 6 bulan dari bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2009.
Bahan dan Alat
Bahan baku clove oil atau minyak cengkeh (kandungan eugenol 85%) diperoleh
dari PT Djasula Wangi, pati tapioka dari National Starch dan gum arabika dari
CpKelco, alumunium foil bag, plastik HDPE (High Density Polyethylene), gula ,
asam sitrat, garam MgCl2 , NaBr, KI, NaCl, KCl, KNO3
Alat yang digunakan adalah oven untuk analisis kadar air, kertas saring
whatman 42,desikator, neraca analitik, sealer, penangas listrik, pengaduk magnet,
pinggan / cawan, desikator, spray dryer tipe ” Niro Atomizer ”, homogenizer dan alat
alat gelas.
.
Tahapan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu mempelajari karakteristik
minyak cengkeh powder (hasil enkapsulasi) berdasarkan penentuan perbandingan
konsentrasi antara bahan pengisi gum arabika dan tapioka pada enkapsulasi minyak
berdasarkan pada parameter fisik, kimia dan organoleptik kemudian dilanjutkan
dengan penentuan umur simpannya menggunakan berbagai kemasan dengan
1. Karakterisasi Enkapsulasi Minyak Cengkeh.
Pemilihan kombinasi dan jumlah bahan pengisi
Menurut Etzel dan King dalam Bhandari et al. (1992) menyatakan jenis dan
kombinasi bahan pengisi berkaitan erat dengan kemampuan memerangkap flavor.
Kondisi proses experimental perbandingan komposisi bahan pengisi dan kombinasi
suhu dijelaskan pada Tabel 4. Perbandingan tapioka dan gum arabika yang akan
dikombinasikan adalah 100:0 ; 75:25; 50:50; 25 : 75 dan 0:100 dan jumlah bahan
pengisi yang digunakan sebanyak 50 % (May 1996). Jumlah dan kombinasi bahan
pengisi menentukan kekentalan adonan yang akan disemprotkan dan
bertanggungjawab terhadap pembentukan kabut dalam ruang pengering (Bhandari et
al., 1992).
Tabel 4 Kondisi proses experimental perbandingan bahan pengisi dan kombinasi suhu.
Proses Faktor Spesifikasi Konsentrasi (% w/w)
sedangkan suhu udara outlet adalah 1000C. Jumlah bahan pengisi yang
optimum. Proses enkapsulasi minyak cengkeh dengan menggunakan kondisi bahan
pengisi yang optimum dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 5 Skema proses pengeringan semprot minyak cengkeh Atomizer
( T inlet 180 0 C )
Chamber ( T outlet 1000 C)
Homogenizer
( Gum arabika; tapioka; minyak cengkeh ; rpm 200)
Bahan Premix Cair
( Gum arabika ; tapioka ; minyak cengkeh)
Heater Electric (Gaya sentrifugal)
Analisa fisik, kimia dan organoleptik produk hasil akhir enkapsulasi.
Pengamatan dilakukan dengan melakukan analisis terhadap produk untuk
melihat pengaruh jenis bahan pengisi terhadap mutu minyak cengkeh flavor powder.
Analisis yang dilakukan meliputi sifat fisik (rendemen, densitas kamba, kelarutan,
daya mawur) sifat kimia (kadar air) dan organoleptik (kesukaan terhadap aroma dan
warna).
2. Penentuan umur simpan
Penelitian dilakukan untuk memperkirakan umur simpan dari cengkeh powder
yang dienkaspulasi dengan tapioka dan gum arabika yang dikemas dengan
menggunakan plastik HDPE dan Alumunium foil bag dengan menggunakan metode
akselerasi pendekatan kurva sorpsi isotermis dan disimpan pada suhu 300
Prinsip utama dari pendekatan ini adalah menentukan kadar air kesetimbangan
(Me) tapioka yang disimpan pada berbagai nilai RH tempat penyimpanan cengkeh
powder sehingga pada akhirnya dapat dibuat kurva sorpsi isotermisnya. Kurva ini
akan digunakan untuk mengetahui pola penyerapan uap air sehingga umur simpan
cengkeh powder dapat ditentukan.
C dengan
RH 30%, 50%, 60%, 70%, 80% dan 90%.
Nilai kadar air kesetimbangan diperkirakan sebagai waktu pada saat kadar
air produk sama dengan kadar air kritis. Kadar air kritis merupakan kadar air produk
pada saat penampakannya sudah menggumpal. Kondisi suhu dan kelembaban relatif
Pengamatan yang dilakukan berdasarkan tahapan kegiatan sebagai berikut :
1. Penentuan kadar air awal (Mi) minyak cengkeh powder.
2. Penentuan kadar air kesteimbangan (Me) cengkeh powder.
3. Penentuan kadar air kritis (Mc) cengkeh powder.
4. Penentuan variabel pendukung umur simpan seperti permeabilitas
kemasan, luas kemasan dan berat solid perkemasan cengkeh powder.
5. Perhitungan dan penentuan umur simpan cengkeh powder.
Metoda Analisa
1. Penentuan karakteristik awal cengkeh powder
Uji Organoleptik, uji kesukaan (Rahayu 1994)
Untuk mendapatkan panelis terlatih dalam uji organoleptik untuk aroma,
maka dilakukan seleksi dengan menggunakan metode uji ambang bau. Penelis dilatih
penciumannya dengan memberikan aroma kimia standar yang menjadi karakteristik
minyak cengkeh yang baik sehingga panelis terbiasa dengan aroma standar dari flavor
cengkeh.
Uji ambang bau dilakukan dengan menambahkan sejumlah bahan kimia ke
dalam larutan gula asam sederhana. Larutan gula – asam dibuat dengan melarutkan
larutan gula 65 0 Brix sebanyak 10% ke dalam air, kemudian timbang asam sitrat
sebanyak 0.05 %. Larutan gula 65 0 Brix dapat dibuat dengan melarutkan 650 gram
gula pasir ke dalam 380 gram air (Firmenich 1995). Contoh flavor yang
dilakukan mulai dari konsentrasi rendah ke tinggi dan panelis diminta mendeteksi ada
tidaknya flavor pada setiap contoh.
Uji organoleptik menggunakan 10 panelis yang terlatih dan atribut yang diuji
adalah daya mawur, warna dan aroma. Skala uji kesukaam yang digunakan adalah 7
skala, yaitu : nilai untuk sangat tidak suka ; nilai 2 untuk tidak suka ; nilai 3 untuk
agak tidak suka ; nilai 4 untuk biasa (netral) ; nilai 5 untuk agak suka ; nilai 6 untuk
suka ; nilai 7 untuk sangat suka.
Rendemen (Pomeranz 1978)
Rendemen diukur berdasarkan perbandingan minyak cengkeh flavor powder
yang dihasilkan terhadap berat minyak cengkeh ditambah berat bahan pengisi.
Rendemen (%) = a b
x 100 %
Keterangan :
a = berat flavor powder yang dihasilkan (gram)
b = berat flavor powder minyak cengkeh + bahan pengisi (gram)
Kelarutan
Besarnya kelarutan flavor powder dapat dihitung dengan cara gravimetri biasa
dan dinyatakan dalam persentase berat residu yang tidak dapat melalui kertas saring
whatman 42.
Sebanyak 5 gram tepung dilarutkan dalam 100 ml aquades dan disaring dalam
pompa vakum (sebelum digunakan kertas saring dikeringkan dahulu dalam oven 1050
C selama 30 menit, kemudian ditimbang). Setelah disaring, kertas saring beserta
(a – b)
c = berat contoh yang digunakan KA = kadar air contoh (%bk)
Densitas Kamba (Pomeranz 1978)
Sampel ditimbang sekitar 10 gram, kemudian dimasukan dalam gelas ukur 15
ml. Selanjutnya, diratakan permukaannya dan dibaca volume yang terukur.
b Densitas Kamba =
V
Keterangan :
b = berat flavor powder (gram) V = volume yang terukur (ml)
Daya Mawur / Free Flowing ( KH Roberts 2010)
Sampel ditimbang sebanyak 50 gram , kemudian dimasukan kedalam tabung
berbentuk seperti jam pasir, kemudian bagian atasnya ditutup. Tabung diputar 1800 ,
kemudian stop watch dalam posisi on, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk
mengalirkan sampel dari sisi tabung yang satu ke sisi tabung yang lain dapat dihitung.
Waktu tercepat yang dihasilkan berkorelasi dengan karakteristik produk berpartikel
Analisis kadar air / penentuan kadar air awal (Mi) cengkeh powder (AOAC
1995).
Prinsipnya adalah air dan zat-zat menguap dihilangkan melalui pemanasan
pada suhu 95 -1000C. Mengeringkan cawan logam dan tutupnya dalam oven pada
suhu (98-1000C) selama 30 menit dan mendinginkannya dalam desikator sampai
mencapai suhu ruang, kemudian menimbang cawan tersebut (A).
Sampel sebanyak 2 gram dimasukkan kedalam wadah yang telah dikeringkan
tersebut dan dilakukan penimbangan sampel bersama wadah (B). Masukkan ke
dalam oven, wadah yang berisi sampel sampai mencapai berat konstan suhu 1050
% Kadar Air = x 100%
C.
Setelah mencapai berat konstan, wadah berisi sampel diletakkan dalam desikator
sampai mencapai suhu ruang (sekitar 10 menit). Dilakukan penimbangan kembali
(C).
(B - C)
(B – A)
Penentuan kadar air kiritis ( Labuza 1982)
Penentuan kadar air kritis dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
menyimpan cengkeh powder pada ruang terbuka dengan RH 80 -90 % dan suhu
ruangan 300 C. Kemudian dilakukan uji hedonik terhadap daya free flowing/ daya
mawur flavor powder tersebut pada 0, 1, 2, 3, 4 hari dst. Jika sample tidak dapat
diterima lagi oleh panelis, karena penampakannya yang sudah menggumpal dan tidak
berbentuk bubuk, maka dikatakan bahwa flavor tersebut telah mencapai kadar air
menentukan lama waktu penyimpanan sampel berikutnya. Uji organoleptik yang
digunakan adalah uji hedonik kepada 10 orang panelis terlatih, skor hedonik untuk
cengkeh powder yaitu 1 (sangat tidak suka) sampai 7 (sangat suka).
Penentuan kadar air kesetimbangan (Labuza 1982)
Sebanyak 5 gram cengkeh powder diletakan pada cawan kosong yang telah
diketahui beratnya. Kemudian cawan yang berisi flavor bubuk tersebut diletakan
dalam desikator yang berisi larutan garam jenuh MgCl2, NaBr, KI, NaCl, KCl dan
KNO3 dengan suhu yang konstan 300
Dalam pembuatan larutan garam jenuh, dilakukan penambahan air terdestilasi
secara perlahan sambil diaduk, sehingga setengah dari garam tersebut tidak larut.
Desikator yang digunakan merupakan desikator gelas dengan ketinggian cairan kira –
kira 5 cm diatas garam yang tidak larut.
C. Flavor powder dalam desikator ditimbang
beratnya sampai diperoleh berat yang konstan. Setelah diperoleh berat yang konstan
kemudian kadar air dari flavor bubuk tersebut diukur (%bk).
Penentuan permeabilitas kemasan
Film dikondisikan terlebih dahulu selama 24 jam kemudian dipotong dalam
bentuk lingkaran dengan diameter kurang lebih 6.5 cm dan diameter alumunium
bagian dalam adalah 6 cm. Kemudian cawan alumunium dimana didalamnya terdapat
cawan gelas yang berisi kalsium klorida kering yang hampir penuh. Posisi sampel
film tepat diatas cawan gelas dan bagian pinggir sampel direkatkan dengan
Cawan yang telah lengkap dimasukkan ke dalam desikator kedap udara
dengan RH 90% dan disimpan pada suhu 400 C. Pengukuran berat cawan sebelum
dan selam disimpan dalam oven dilakukan setiap 3 jam pada hari pertama dan 6 jam
pada hari berikutnya hingga diperoleh selisih berat per jam yang relatif konstan.
Rata-rata selisih pertambahan berat cawan per jam merupakan laju transmisi uap air.
Perhitungan WVTR atau MVTR dan permeabilitas :
WVTR = gH2O/luas x Waktu
Permeabilitas Kemasan = WVTR / beda tekanan
Penentuan berat kering per kemasan dan luas kemasan
Berat produk awal dalam satu kemasan ditimbang dan dikoreksi dengan kadar
air awalnya dan selanjutnya dinyatakan sebagai berat kering produk per kemasan
(Ws). Luas kemasan primer (A) dihitung dengan mengalikan panjang dan lebar
kemasan dan dinyatakan dalam m2
Me - Mc
. Luasan yang dihitung adalah bagian yang
menyentuh produk saja.
Kurva sorpsi isotermis (Syarief dan Halid 1993)
Kurva isotermis dibuat dengan cara memplotkan kadar air kesetimbangan
sebagai ordinat terhadap kelembaban relatif (RHs) atau aktivitas air (Aw) sebagai
absis pada suhu konstan. Kemudian dari nilai nilai diatas umur simpan (θ) dapat
ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
Keterangan :
θgain :
m
waktu perkiraan umur simpan (hari)
e :
m
kadar air kesetimbangan (%bk)
i :
m
kadar air awal (%bk)
c :
W
kadar air kritis (%bk)
s :
A : luas permukaan kemasan (m berat kering bahan (g)
2
k/x : permeabilitas uap air kemasan (g/m )
2
Po : tekanan uap jenuh (mmHg)
. hari. mmHg)
A. Karakterisasi Enkapsulasi Minyak Cengkeh
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan perbandingan konsentrasi yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian umur simpannya akan ditentukan pada penelitian utama.
Kombinasi dan jumlah bahan pengisi
Menurut Reinecius (1989), jumlah bahan pengisi adalah faktor yang sangat penting dalam enkapsulasi flavor. Etzel dan King (1984) dalam Bhandari et al (1992) menyatakan jenis dan kombinasi bahan pengisi berkaitan erat dengan kemampuan memerangkap flavor. Penilaian terhadap masing-masing komposisi dengan menggunakan suhu pengeringan outlet 1800C dan inlet 100 0C dinilai melalui parameter kadar air, rendemen, densitas kamba , daya kelarutan dan organoleptik . Jika suhu pengeringan dinaikkan atau terlalu tinggi maka produk yang dihasilkan banyak yang gosong, sedangkan jika suhu yang digunakan di bawah 1800
Mutu fisik dan kimia cengkeh powder
C, maka akan menghasilkan powder yang masih basah, membentuk gumpalan – gumpalan sehingga menyulitkan dalam penanganan selanjutnya.
1. Kadar air
Hal ini mencerminkan bahwa cengkeh powder tersebut cukup kering. Dengan kadar air yang cukup rendah produk yang dihasilkan dari proses pengeringan ini relatif tahan terhadap kerusakan mikrobiologis, sehingga apabila disimpan pada kondisi penyimpanan yang cukup baik, produk ini akan mempunyai stabilitas penyimpanan yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan dalam proses pengolahannya, produk dipanaskan (dikeringkan) pada suhu 180 0C, sehingga dapat membunuh mikroba – mikroba patogen yang tidak tahan suhu tinggi.
Gambar 6 Hasil analisa kadar air pada kombinasi jumlah bahan pengisi
menunjukan bahwa variasi nilai kadar air dari berbagai kombinasi dan jumlah bahan pengisi tidak berbeda nyata.
2. Densitas Kamba
Densitas kamba merupakan salah satu karakteristik fisik produk dalam bentuk tepung – tepungan yang sering digunakan untuk merencanakan luas atau volume bahan pengemas produk tersebut. Densitas kamba dipengaruhi oleh jenis bahan, kadar air, bentuk dan ukuran bahan (Suratmi 1993). Semakin tinggi kadar air, maka gaya tarik menarik antar partikel akan semakin kuat, sehingga ruang kosong antar partikel makin kecil (porositas rendah), akibatnya densitas kamba akan semakin besar (Aula 1987).
Semakin tinggi kadar air, porositas makin rendah, sehingga pada berat yang sama cengkeh powder mempunyai volume yang lebih kecil, akibatnya densitas kamba akan meningkat.
Gambar 7. Menunjukan perbandingan gum arabika : tapioka 100:0 memiliki densitas kamba yang paling kecil, hal ini disebabkan oleh ukuran partikel produk dengan menggunakan gum arabika 100% menghasilkan produk yang sangat halus, sehingga ruang kosong antar partikel sedikit sehingga volume produk menjadi lebih besar. Hasil analisa anova single faktor pada tingkat kepercayaan 95%, menunjukan bahwa variasi nilai berat jenis dari berbagai kombinasi dan jumlah bahan pengisi tidak berbeda nyata.
3. Daya kelarutan
Daya kelarutan dari cengkeh powder menentukan daya terima produk. Pada Gambar 8. Terlihat bahwa daya kelarutan menurun sejalan dengan meningkatnya komposisi dari tapioka. Penurunan daya kelarutan ini berkaitan dengan peningkatan kadar air dan densitas kamba, tidak terdapat masalah pada kelarutan karena kelarutan rata – rata diatas 98%.
sukar larut (Winarno 1992). Hasil analisa anova single faktor pada tingkat kepercayaan 95%, menunjukan bahwa variasi nilai kelarutan dari berbagai kombinasi dan jumlah bahan pengisi tidak berbeda nyata.
4. Rendemen
Rendemen merupakan presentase berat produk yang dihasilkan dari bahan yang diolah. Dengan demikian rendemen merupakan parameter penting dalam pengolahan terutama untuk melakukan perhitungan ekonomi.
Rendemen minyak cengkeh dipengaruhi oleh kadar air atau makin kering produk tersebut, maka rendemen produk akan semakin tinggi. Semakin tinggi konsentrasi bahan pengisi yang ditambahkan , makin tinggi berat tepung yang dihasilkan. Hasil analisa anova single faktor pada tingkat kepercayaan 95%, menunjukan bahwa variasi nilai rendemen dari berbagai kombinasi dan jumlah bahan pengisi tidak berbeda nyata.
Gambar 9 Hasil analisa rendemen pada kombinasi jumlah bahan pengisi Menurut bhandari et al.(1992), total padatan yang tinggi dan rasio antara pati tapioka dan gum arab yang tinggi akan berpengaruh terhadap kekentalan adonan. Adonan yang viskous akan menghasilkan partikel yang besar. Partikel yang besar akan memakan waktu lebih lama saat pengeringan, akibatnya terjadi akumulasi partikel yang tidak kering pada dinding ruang pengering. Hal ini menjelaskan mengapa total padatan tinggi rendemen justru rendah.
5. Daya mawur / free flowing
pada bagian sempit tabung alir menjadi tidak bergerak dan butiran agak basah karena viskositas larutan sebelum proses pengeringan semprot cukup tinggi.
Gambar 10 Hasil analisa daya mawur pada kombinasi bahan pengisi 6. Uji Organoleptik
Panelis merupakan alat ukur dalam uji organoleptik. Seperti halnya instrumen analitik, panelis harus dapat memberikan data yang objektif, tepat dan cocok dengan keseluruhan data pendukungnya. Kemampuan tersebut dapat dimiliki oleh panelis terlatih. Sejumlah kecil panelis terlatih akan memberikan data yang lebih akurat dan konsisten dibandingkan dengan panelis yang banyak namun tidak terlatih. Kelompok panelis seperti ini memiliki variasi respon yang kecil (Poste at al. 1991).
Panelis yang dapat memenuhi persyaratan yang tercantum dalam lampiran 1 berjumlah 10 orang panelis. Panelis dilatih agar terbiasa dengan flavor cengkeh dengan memberikannya latihan penciuman menggunakan komponen kimia utama yang terdapat pada cengkeh.
Para panelis ini tidak perlu orang yang telah terbiasa dengan produk yang diuji, tetapi melalui pengalaman, pelatihan dan kepekaan terhadap produk dapat terus ditingkatkan. Kelompok panelis seperti ini memiliki variasi respon yang kecil, walaupun demikian, kelompok panelis ini terlalu kecil jumlahnya untuk dapat mewakili konsumen (Durr 1994).
Gambar 11 Uji organoleptik untuk aroma spicy cengkeh powder
Pada Gambar 12. Menunjukan hasil organoleptik untuk aroma manis cengkeh powder, nilai yang diperoleh adalah 5 – 5.3, artinya panelis berada pada posisi penerimaan agak suka pada saat melakukan penilaian terhadap cengkeh powder. Aroma manis lebih berkarakter dibandingkan dengan aroma spicy, hal ini bisa dilihat dengan membandingkan penerimaan panelis terhadap aroma manis dan spicy, meskipun nilainya tidak berbeda jauh.
Gambar 13 Uji organoleptik untuk warnacengkeh powder
Hasil penilaian terhadap warna untuk komposisi tapioka 100 % memiliki nilai yang paling rendah dibandingkan komposisi lainnya, hal ini disebabkan karena warna cengkeh powder yang dihasilkan agak kecoklatan sedangkan sampel lainnya bewarna
off white sampai kekuningan.
B. Penentuan Umur Simpan
1. Kadar air awal (Mi) cengkeh powder.
Nilai kadar air awal di peroleh dari hasil penelitian pendahuluan untuk cengkeh powder konsentrasi tapioka : gum arabik 50:50 % dengan menggunakan metoda oven. Nilai yang diperoleh untuk cengkeh powder formula 50 : 50 % adalah 3.79%. 2. Kadar air kesetimbangan (Me) cengkeh powder.
Kadar air kesetimbangan yang diperlukan untuk membuat kurva sorpsi isotermis produk cengkeh powder diperoleh dengan mengkondisikan cengkeh powder dalam beberapa jenis larutan garam jenuh dengan kelembaban relatif yang berbeda-beda. Menurut Duckworth (1975), metode tersebut tergolong dalam metode statis. Metode statis dilakukan dengan cara meletakan bahan pangan pada suatu tempat dengan RH dan suhu yang terkontrol. Menurut Arpah (2001), kurva yang menggambarkan hubungan antara aktivitas air atau kelembaban relatif seimbang ruang penyimpanan (ERH) dengan kandungan air per gram suatu bahan pangan disebut kurva sorpsi isotermis. Kurva sorpsi isotermis dalam penelitian ini menggunakan nilai kadar air terukur untuk menyesuaikan dengan kondisi penyimpanan cengkeh powder selama percobaan dalam menentukan kadar air kesetimbangan cengkeh powder.
Keseimbangan tercapai untuk semua larutan sekitar kurang lebih dua sampai tiga minggu dengan nilai berkisar antara 5.65 – 20.88%. Keseimbangan tercapai karena tekanan uap air di bahan sama dengan tekanan uap air lingkungan sekitar.
3. Kadar air kritis (Mc) cengkeh powder.