• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tahu dengan Metode Full Costing pada Industri Kecil (Studi Kasus CV Laksa Mandiri)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tahu dengan Metode Full Costing pada Industri Kecil (Studi Kasus CV Laksa Mandiri)"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERHITUNGAN

HARGA POKOK PRODUKSI TAHU DENGAN METODE

FULL COSTING PADA INDUSTRI KECIL

(STUDI KASUS CV LAKSA MANDIRI)

Oleh

SILVANIA EPRILIANTA

H24097115

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMAN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

SILVANIA EPRILIANTA. H24097115. Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tahu dengan Metode Full Costing pada Industri Kecil (Studi Kasus CV Laksa Mandiri). Di bawah bimbingan FARIDA RATNA DEWI.

UKM seringkali kurang akurat dalam menentukan harga jual produknya, khususnya UKM yang bergerak di bidang manufaktur. Hal ini disebabkan karena kesalahan dalam perhitungan harga pokok produknya. Metode yang tepat digunakan dalam menghitung biaya produksi tersebut ialah metode full costing. Tujuan Penelitian ini adalah (1) Menganalisis perhitungan harga pokok produksi produk tahu yang dilakukan oleh CV Laksa Mandiri, (2) Menganalisis perhitungan harga pokok produksi produk tahu dengan metode full costing pada CV Laksa Mandiri, (3) Menganalisis perbedaan antar metode full costing dan metode yang digunakan oleh CV Laksa Mandiri serta pengaruhnya terhadap harga jual

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diambil dengan melakukan wawancara secara langsung dengan pemilik dan karyawan yang bekerja pada CV Laksa Mandiri tersebut sedangkan data sekunder diperoleh melaui buku-buku yang terkait, literatur yang sesuai dengan judul penelitian, hasil penelitian.

(3)

ANALISIS PERHITUNGAN

HARGA POKOK PRODUKSI TAHU DENGAN METODE

FULL COSTING PADA INDUSTRI KECIL

(STUDI KASUS CV LAKSA MANDIRI)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen

Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

SILVANIA EPRILIANTA

H24097115

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMAN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul Skripsi : Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tahu dengan Metode Full Costing pada Industri Kecil (Studi Kasus CV Laksa Mandiri)

Nama : Silvania Eprilianta NIM : H24097115

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Farida Ratna Dewi, SE, MM NIP. 19710307 200501 2 001

Mengetahui, Ketua Departemen

Dr. Ir. Jono M. Munandar, M. Sc NIP. 19610123 198601 1 002

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 28 April1988 di Medan, Sumatera Utara. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara, putri pasangan ayahanda Menang Ginting dan ibunda Ngalemi Tarigan.

Penulis lulus dari Sekolah Dasar Masehi pada tahun 2000 dan melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 2 Tembung. Penulis menyelesaikan pendidikan di SLTP N 2 selama 3 tahun kemudian melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri 11 Medan. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah umum pada tahun 2006, kemudian melanjutkan pendidikan di Diploma Tiga Institut Pertanian Bogor. Penulis Menyelesaikan pendidikannya di Diploma Tiga Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009 dan melanjutkan pendidikannya di Program Sarjana Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat yang dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tahu Pada Industri Kecil dengan Metode Full Costing (Studi kasus : CV Laksa Mandiri).

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan kedepannya. Semoga Skripsi ini bermanfaat bagi pembacanya.

Bogor, Agustus 2011

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Proses penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Farida Ratna Dewi, SE, MM selaku Dosen Pembimbing yang dengan sabar memberikan bimbingan, dorongan, masukan, dan motivasi pada penulis sehingga penyusunan skripsi ini dapat selesai.

2. CV Laksa Mandiri beserta karyawan CV Laksa Mandiri yang telah memberikan informasi yang sangat berguna dalam penyusunan skripsi ini. 3. Kedua orang tua, adik-adikku, Oktavianus, ddan seluruh keluarga besar atas

doa, dukungan, dan motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Seluruh staf sekretariat Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Departemen Manajeman Fakultas Ekonomi Manajeman yang selalu menjembatani setiap kegiatan perkuliahan dan pada saat bimbingan.

(8)

DAFTAR ISI

2.2. Peranan Usaha Kecil Menengah ... 9

2.3. Permasalahan Usaha Kecil dan Menengah ... 9

2.4. Upaya Pengembangan UKM ... 11

2.5. Konsep dan Pengertian Biaya ... 13

2.6. Klasifikasi Biaya ... 14

2.7. Harga Pokok Produksi ... 17

2.8. Manfaat Informasi Harga Pokok Produksi ... 18

2.9. Metode Pengumpulan Biaya Produksi ... 20

2.10. Metode Penentuan Biaya Produksi ... 22

2.11. Hasil Penelitian Terdahulu ... 25

III. METODE PENELITIAN ... 28

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 28

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

3.3. Jenis dan Sumber Data ... 30

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 30

3.5. Pengolahan dan Analisis Data ... 30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1. Gambaran Umum Perusahaan ... 32

4.1.1 Sejarah Perusahaan ... 32

4.1.2 Struktur Organisasi Perusahaan ... 33

4.1.3 Peralatan Produksi Tahu... 34

(9)

4.2. Perhitungan Harga Pokok Produk Tahu CV Laksa Mandiri ... 40

4.2.1 Perhitungan Harga Pokok Produksi Tahu dengan Metode Perusahaan ... 40

4.2.2 Perhitungan Harga Pokok Produksi Tahu dengan Metode Full Costing ... 44

4.3. Perbandingan hasil perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan cara perusahaan dan metode full costing ... 55

KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

1. Kesimpulan... 57

2. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Kerangka penelitian...29

2. Struktur organisasi CV Laksa Mandiri...33

3. Proses produksi tahu putih...38

4. Proses produksi tahu kuning...39

5. Tahu putih...42

(11)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Peralatan produksi tahu usaha Bapak Mumu...35

2. Kebutuhan bahan baku produksi tahu per hari...36

3. Perhitungan harga pokok produksi tahu putih dengan metode perusahaan...42

4. Perhitungan harga pokok produksi tahu kuning dengan metode perusahaan...43

5. Pengeluaran biaya bahan baku tahu selama satu bulan...45

6. Biaya tenaga kerja langsung selama bulan April...46

7. Biaya kain selama satu bulan...47

8. Biaya kayu bakar selama satu bulan...47

9. Penggunaan solar selama satu bulan...48

10. Biaya penggunaan bahan penolong per April 2011...48

11. Biaya listrik selama satu bulan...48

12. Biaya perawatan dan pemeliharaan mesin dan peralatan selama satu bulan...49

13. Beban penyusutan peralatan, mesin, dan bangunan per tahun...50

14. Beban penyusutan peralatan, mesin, dan bangunan per bulan...50

15. Biaya overhead pabrik per April 2011...51

16. Perhitungan harga pokok produksi dengan metode fullcosting per potong/unit tahu...52

17. Pengeluaran biaya bahan baku tahu kuning selama satu bulan...53

18. Biaya penggunaan kayu bakar per bulan...53

19. Beban penyusutan peralatan per tahun...54

20. Pengeluaran biaya bahan baku tahu kuning selama satu bulan...54

21. Biaya overhead pabrik selama satu bulan...54

22. Perhitungan harga pokok produksi dengan metode fullcosting per potong/unit tahu...55

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

(13)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Usaha Kecil dan Menengah disingkat dengan UKM adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dan usaha yang berdiri sendiri. UKM memiliki peran yang besar bagi perekonomian di Indonesia, salah satu sumber pendapatan daerah berasal dari UKM, semakin berkembang dan bertambah banyaknya UKM di Indonesia sangat memberi pengaruh terhadap perekonomian Indonesia, selain memberi sumbangan bagi devisa Negara, UKM juga berperan dalam mengurangi angka pengangguran. Oleh karena itu pemerintah harus lebih memperhatikan perkembangan UKM di Indonesia karena dengan adanya UKM akan membantu pemerintah dalam mengurangi masalah ekonomi di Indonesia.

CV Laksana Mandiri merupakan usaha kecil yang bergerak dalam bidang produksi tahu dan melakukan produksi setiap hari. Dalam melakukan perhitungan harga pokok produksinya CV Laksa Mandiri masih menggunakan metode yang sangat sederhana sehingga masih ada biaya overhead yang digunakan untuk memproduksi tahu namun belum dimasukkan ke dalam komponen biaya produksi. Hal ini karena kurang terincinya biaya overhead pabrik yang digunakan dalam menghitung biaya produksi.

(14)

2010 sebesar 187,71 triliun rupiah. Industri makanan memiliki kontribusi terbesar yaitu sebanyak 61,32 triliun rupiah atau 32,67 persen sedangkan pendapatan terkecil pada industri peralatan listrik yaitu sebesar 45 miliar atau 0,02 persen. Dari total penyerapan tenaga kerja, provinsi Jawa Barat mampu memberi kontribusi sebesar 30,92 triliun rupiah atau 16,47 persen.

Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010, tercatat bahwa jumlah industri kecil di Indonesia sebanyak 2.732.724 usaha yang terbagi dalam 23 klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia. Banyaknya perusahaan/usaha diurutka dari yang terbanyak, yaitu industri makanan sebanyak 929.910 usaha atau 34,03 persen, industri kayu, barang dari kayu dan gabus (tidak termasuk furniture), dan barang anyaman dari rotan, bambu dan sejenisnya sebanyak 639.106 usaha atau 23,39 persen, industri pakaian jadi sebanyak 276.548 usaha atau 10, 12 persen, industri tekstil sebanyak 234.657 usaha atau 8,59 persen, industri peralatan listrik sebanyak 199 usaha atau 0,01 persen, industri komputer, industri elektronik dan optik sebanyak 434 usaha atau 0,02 persen, dan industri mesin dan perlengkapannya sebanyak 1.540 usaha atau 0,06 persen. Sedangkan untuk provinsi Jawa Barat sendiri jumlah industri kecil pada tahun 2010 ialah sebanyak 397.331 atau 14,54 persen.

Keuntungan merupakan hal utama yang ingin diperoleh oleh perusahaan demikian halnya dengan UKM. Keuntungan yang maksimal merupakan tujuan dari UKM atas kegiatan usaha yang dilakukannya. Semakin berkembangnya perusahaan yang diiringi dengan semakin kompleksnya persaingan di pasar maka perusahaan dituntut untuk lebih efisien dan efektif dalam melakukan kegiatan produksi agar produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang bagus sehingga memiliki daya jual yang bagus di pasar, namun selain memiliki kualitas yang baik perusahaan juga dituntut untuk menjual produknya dengan harga yang wajar agar mampu bersaing di pasar. Untuk menentukan harga jual yang wajar perusahaan harus melakukan perhitungan yang tepat dan akurat dalam memproduksi produknya.

(15)

dalam penghitungan harga pokok produksi dari produk yang dihasilkan oleh UKM tersebut. Kesalahan dalam perhitungan harga pokok produk yang dihasilkan seringkali menyebabkan harga jual yang ditetapkan terlalu rendah atau terlalu tinggi. Hal ini berdampak pada salahnya atau tidak sesuainya keuntungan yang diharapkan dengan keuntungan yang sebenarnya kita peroleh.

Ketatnya persaingan di dunia bisnis menuntut perusahaan untuk meningkatkan efisiensi dalam menghitung biaya produksinya karena merupakan dasar bagi perusahaan untuk menentukan harga jual produknya. Sehingga jika perhitungan biaya produksi dilakukan dengan tepat maka akan diperoleh biaya produksi yang tepat. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam meningkatkat efisiensi biaya yaitu dengan mengendalikan biaya produksi perusahaan. UKM pada umumnya termasuk CV Laksa Mandiri belum melakukan pengendalian yang tepat pada perhitungan biaya produksi dimana biasanya UKM menghitung biaya produksi dengan metode tradisional. Akuntansi biaya tradisional (traditional costing), biaya overhead pabrik dialokasikan berdasarkan unit atau volume based measurement misalnya jam tenaga kerja langsung, jam mesin ataupun unit bahan baku yang digunakan. Meskipun traditional costing dapat mengukur secara cermat sumber daya yang dikonsumsi produk sesuai dengan jumlah unit dari setiap produk yang dihasilkan, tetapi banyak sumber daya lain yang secara tidak langsung diperlukan dalam proses produksi (misalnya sumber daya penunjang) yang tidak berkaitan langsung dengan volume fisik dari unit-unit yang diproduksi tidak dibebankan dalam perhitungan harga pokok produksi. Distorsi atas pengalokasian biaya overhead pabrik ke produk akan menimbulkan kesalahan dalam penentuan harga pokok produk dan dalam pengendalian biaya tidak melakukan perhitungan biaya secara terinci oleh karena itu biaya produksi yang dihasilkan seringkali tidak akurat hal ini berimplikasi pada salahnya penetapan harga jual.

(16)

teknik ini biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk jadi atau ke harga pokok pejualan berdasarkan tarif yang ditentukan pada aktivitas normal atau aktivitas yang sesungguhnya terjadi (Bustami dan Nurlela, 2006). Metode full costing memperhitungkan biaya tetap karena biaya ini dianggap melekat pada harga pokok persediaan baik barang jadi maupun persediaan barang dalam proses yang belum terjual dan dianggap harga pokok penjualan jika produk tersebut sudah habis dijual. Dengan demikian maka perusahaan akan memperoleh biaya yang akurat serta dapat menetapkan harga jual yang lebih kompetitif.

1.2. Perumusan Masalah

Kesalahan dalam melakukan perhitungan harga pokok produksi disebabkan oleh tidak detail atau kurang terincinya dalam menghitung biaya yang dikerluarkan dalam proses produksi. Salah satu komponen yang seringkali tidak terinci secara detail ialah komponen biaya overhead pabrik. Hal ini disebabkan karena banyaknya komponen biaya overhead tersebut dan seringkali biaya

overhead itu tidak terlihat secara langsung kaitannya dengan proses produksi hal inilah yang seringkali menyebabkan biaya overhead pabrik sering diabaikan atau tidak dimasukkan ke dalam perhitungan harga pokok produksi oleh perusahaan manufaktur termasuk juga UKM yang bergerak di bidang manufaktur. Untuk melakukan perhitungan harga pokok produksi yang tepat diperlukan pencatatan akuntasi yang benar agar diperoleh hasil perhitungan yang sebenarnya. Oleh karena itu perusahaan membutuhkan pengendalian biaya dalam perhitungan harga pokok produksinya agar dapat memperoleh harga yang akurat sehingga dapat menetapkan harga jual yang tepat atau wajar bagi produk yang dihasilkanya.

Full costing digunakan untuk meningkatkan akurasi analisis biaya dengan memperbaiki cara penelusuran biaya ke objek biaya karena pada teknik ini biaya

overhead pabrik dibebankan kepada produk jadi atau ke harga pokok penjualan berdasarkan tarif yang ditentukan pada aktivitas normal atau aktivitas yang sesungguhnya terjadi (Bustami dan Nurlela, 2006). Metode full costing

(17)

habis dijual. Dengan demikian maka perusahaan akan memperoleh biaya yang akurat serta dapat menetapkan harga jual yang lebih kompetitif.

Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah yang akan diteliti pada CV Laksa Mandiri adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana perhitungan harga pokok produksi produk tahu yang dilakukan oleh CV Laksa Mandiri?

2. Bagaimana perhitungan harga pokok produksi produk tahu dengan metode full costing?

3. Bagaimana perbedaan perhitungan harga pokok produksi antara metode full costing dengan metode perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan oleh perusahaan dan pengaruhnya terhadap harga jual?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis perhitungan harga pokok produksi produk tahu yang dilakukan oleh CV Laksa Mandiri

2. Menganalisis perhitungan harga pokok produksi produk tahu dengan metode full costing pada CV Laksa Mandiri

3. Menganalisis perbedaan antar metode full costing dan metode yang digunakan oleh CV Laksa Mandiri serta pengaruhnya terhadap harga jual

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat dipakai sebagai masukan oleh berbagai pihak yang membutuhkannya, antara lain adalah sebagai berikut :

(18)

2. Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan memberikan gambaran nyata dari penerapan ilmu pengetahuan yang diperoleh di perkuliahan

3. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam menghitung harga pokok produksi serta sebagai rujukan dan pembanding untuk penelitian selanjutnya

1.5. Ruang Lingkup

Penelitian ini difokuskan pada aktivitas produksi CV Laksa Mandiri. Kemudian melakukan perhitungan harga pokok produksi dengan metode full costing serta menganalisis perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan oleh perusahaan. Penelitian ini hanya membahas mengenai produksi procces costing

(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Usaha Kecil Menengah

Menurut Biro Pusat Statistik (BPS), usaha kecil adalah perusahaan dengan jumlah tenaga kerja 1-4 orang, yang digolongkan sebagai industri kerajinan dan rumah tangga, tenaga kerja 5-19 orang sebagai industri kecil, perusahaan dengan tenaga kerja 20-99 orang sebagai industri menengah, dan usaha dengan tenaga kerja lebih dari 100 orang sebagai industri besar. Usaha Kecil dan Menengah disingkat dengan UKM adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dan usaha yang berdiri sendiri. Usaha kecil menengah saat ini merupakan usaha yang berkembang pesat di negara Indonesia. Usaha ini sangat berperan dalam memperbaiki tingkat perekonomian masyarakat karena usaha kecil menengah mengurangi angka pengangguran.

a. Usaha Kecil

Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat. Menurut Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 usaha Kecil adalah usaha produktif yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) per tahun serta dapat menerima kredit dari bank maksimal di atas Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

Ciri-ciri usaha kecil :

a. Jenis barang yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang berubah b. Lokasi/tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah-pindah c. Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih

(20)

d. Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP

e. Sumberdaya manusia (pengusaha) memiliki pengalaman dalam berwira usaha

f. Sebagian sudah akses ke perbankan dalam hal keperluan modal

g. Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti

business planning

b. Usaha Menengah

Usaha Menengah sebagaimana dimaksud Inpres No.10 tahun 1998 adalah usaha bersifat produktif yang memenuhi kriteria kekayaan usaha bersih lebih besar dari Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak sebesar Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha serta dapat menerima kredit dari bank sebesar Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) s/d Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).

Ciri-ciri usaha menengah :

1. Pada umumnya telah memiliki manajemen dan organisasi yang lebih baik, lebih teratur bahkan lebih modern, dengan pembagian tugas yang jelas antara lain, bagian keuangan, bagian pemasaran dan bagian produksi

2. Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem akuntansi dengan teratur, sehingga memudahkan untuk auditing dan penilaian atau pemeriksaan termasuk oleh perbankan

3. Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi perburuhan, telah ada Jamsostek, pemeliharaan kesehatan dll

4. Sudah memiliki segala persyaratan legalitas antara lain izin tetangga, izin usaha, izin tempat, NPWP, upaya pengelolaan lingkungan dll

5. Sudah akses kepada sumber-sumber pendanaan perbankan

(21)

2.2. Peranan Usaha Kecil Menengah

Industri kecil dan menengah (UKM) di Indonesia memiliki peranan yang cukup besar, antara lain penyerapan tenaga kerja yang tinggi, penghasil devisa dan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Indonesia mengalami masalah seperti negara berkembang lainnya, masalah tersebut berupa tingginya laju pertumbuhan penduduk yang tidak sebanding dengan laju pertumbuhan tenaga kerja.

Industri kecil dan menengah menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar seperti halnya industri besar. Industri kecil dan menengah tidak hanya menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, bahkan tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang rendah. Kemampuan industri kecil dan menengah menyerap tenaga kerja yang pendidikanya rendah sangat sesuai dengan angkatan kerja Indonesia yang rata-rata pendidikan rendah.

Penyerapan tenaga kerja yang cukup tinggi akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan para pekerja. Peningkatan pendapatan para pekerja pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan daerah dan akan mengurangi kecendrungan penduduk untuk berimigrasi ke daerah lain atau ke kota.

2.3. Permasalahan Usaha Kecil dan Menengah

Menurut Hasfah (2004) bahwa terdapat beberapa permasalah yang dihadapi oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada umumnya diantaranya sebagai berikut :

a. Faktor Internal

1. Kurangnya permodalan

Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha. UKM merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan modal dari pemilik yang jumlahnya sangat terbatas. Sedangkan modal pinjaman bank atau lembaga keuangan lainya sulit diperoleh karena persyaratan yang rumit secara administratif dan teknis dari bank.

(22)

2. Sumber daya manusia yang terbatas

Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun temurun. Keterbatasan SDM, baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit berkembang dengan optimal. Disamping itu unit usaha tersebut relatif sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkan.

3. Lembaga jaringan usaha dan kemampuan penetrasi pasar

Usaha kecil yang pada umumnya merupakan usaha keluarga mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah karena produk yang diihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha besar yang telah mempunyai jaringan yang sudah solid serta didukung dengan teknologi yang dapat menjangkau pasar tingkat internasional dan promosi yang baik.

b. Faktor Eksternal

1. Iklim usaha belum sepenuhnya kondusif

Kebijaksanaan pemerintah menumbuhkan Usaha Kecil Menengah (UKM), meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang sehat diantara pengusaha kecil dan pengusaha besar.

2. Terbatasnya sarana dan prasarana

Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya sebagaimana yang diharapkan.

3. Implikasi otonomi daerah

(23)

pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada UKM. Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan menurunkan daya saing mereka.

4. Implikasi perdagangan bebas

Sebagaimana diketahui bahwa AFTA yang mulai berlaku tahun 2003 dan APEC tahun 2020 yang berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan menengah untuk bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini UKM dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien. Sehingga dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14000) dan isu Hak Asasi Manusia (HAM) serta isu ketenagakerjaan.

5. Sifat produk dengan lifetime pendek

Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai produk-produk fashion dan kerajinan dengan life time pendek.

6. Terbatasnya akses pasar

Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional.

2.4. Upaya Pengembangan UKM

Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh UKM maka perlu diupayakan langkah-langkah untuk pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang pada hakekatnya merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Penciptaan iklim usaha yang kondusif

Pemerintah perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif seperti dengan mengusahakan ketenteraman dan keamanan berusaha serta penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya, sehingga unit bisnis yang ada dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. 2. Bantuan permodalan

(24)

skema penjaminan, leasing dan dana modal ventura. Pembiayaan untuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada maupun nonbank. Lembaga Keuangan mikro bank antara Lain: BRI unit desa dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Hal yang harus dilakukan sekarang ini adalah bagaimana mendorong pengembangan LKM ini berjalan dengan baik, karena selama ini LKM nonkoperasi memilki kesulitan dalam legitimasi operasionalnya.

3. Perlindungan usaha

Jenis-jenis usaha tertentu terutama jenis usaha tradisional yang merupakan usaha golongan ekonomi lemah harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah, baik itu melalui undang-undang maupun peraturan pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan (win-win solution).

4. Pengembangan kemitraan

Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antara UKM, atau antara UKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri untuk menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Disamping itu juga untuk memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien. Dengan demikian UKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri.

5. Pelatihan

Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek kewiraswastaan, manajemen, administrasi, dan pengetahuan serta keterampilannya dalam pengembangan usahanya. Disamping itu juga perlu diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan.

6. Membentuk lembaga khusus

(25)

7. Memantapkan asosiasi

Asosiasi yang telah ada perlu diperkuat untuk meningkatkan perannya antara lain dalam pengembangan jaringan informasi usaha yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan usaha bagi anggotanya.

8. Mengembangkan promosi

Guna lebih mempercepat proses kemitraan antara UKM dengan usaha besar diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk yang dihasilkan. Disamping itu perlu juga diadakan talk show antara asosiasi dengan mitra usahanya.

9. Mengembangkan kerjasama yang setara

Perlu adanya kerjasama atau koordinasi yang serasi antara pemerintah dengan dunia usaha (UKM) untuk menginventarisir berbagai isu-isu mutakhir yang terkait dengan perkembangan usaha.

2.5. Konsep dan Pengertian Biaya

Menurut Horngren (2006) biaya adalah sumber daya yang dikorbankan atau dilepaskan untuk mencapai tujuan tertentu. Hansen dan Mowen (2004) mendefinisikan biaya sebagai kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau di masa datang bagi organisasi. Dikatakan sebagai ekuivalen kas karena sumber nonkas dapat ditukar dengan barang atau jasa yang diinginkan. Mulyadi (2005) berpendapat bahwa biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang mungkin akan terjadi untuk tujuan tertentu. Terdapat empat unsur pokok dalam definisi biaya tersebut, yaitu :

1. Biaya merupakan sumber ekonomi 2. Diukur dalam satuan uang

3. Yang telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi 4. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu

(26)

lagi prosedur dan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan untuk masa yang akan datang.

2.6. Klasifikasi Biaya

Klasifikasi atau penggolongan adalah proses mengelompokkan secara sistematis atas keseluruhan elemen yang ada ke dalam golongan-golongan tertentu yang lebih ringkas untuk memberikan informasi yang lebih mempunyai arti atau lebih penting. Menurut Usry (2004) ada beberapa cara penggolongan atau klasifikasi biaya yang pokok, yaitu :

A. Penggolongan biaya sesuai dengan fungsi pokok dari kegiatan perusahaan

1. Biaya produksi atau biaya manufaktur

Biaya produksi adalah jumlah dari tiga elemen biaya yaitu bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik. Ketiga elemen tersebut mengandung pengertian sebagai berikut :

a. Biaya bahan langsung

Bahan baku langsung adalah semua bahan baku yang membentuk bagian itegral dari produk jadi dan dimasukkan secara eksplisit dalam perhitungan biaya produk. Contoh dari bahan baku langsung adalah kayu yang digunakan untuk membuat mebel dan minyak mentah yang digunakan untuk membuat bensin.

b. Biaya tenaga kerja langsung

Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang melakukan konversi bahan baku langsung menjadi produk jadi dan dapat dibebankan secara layak ke produk tertentu.

c. Biaya overhead pabrik

Biaya overhead pabrik adalah biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung yang elemennya dapat digolongkan menjadi 6 bagian, yaitu :

a) Biaya bahan penolong

b) Biaya tenaga kerja tidak langsung

(27)

e) Biaya listrik dan air f) Biaya asuransi pabrik g) Biaya overhead lain-lain

2. Biaya komersial

Biaya komersial digolongkan menjadi tiga macam, yaitu : a. Biaya pemasaran

Biaya pemasaran adalah biaya yang dimulai dari titik dimana biaya manufaktur berakhir yaitu ketika proses manufaktur selesai dan produk ada dalam kondisi siap jual. Biaya ini meliputi biaya untuk melaksanakan kegiatan pemasaran atau kegiatan menjual barang dan jasa perusahaan kepada para pembeli seperti biaya promosi, biaya penjualan dan pengiriman. b. Biaya administrasi dan umum

Biaya administrasi dan umum adalah semua biaya yang berhubungan dengan administrasi dan umum seperti, biaya perencanaan, penentuan strategi dan kebijakan, pengarahan dan pengawasan kegiatan perusahaan secara menyeluruh.

c. Biaya keuangan

Biaya keuangan adalah semua biaya yang terjadi dalam melaksanakan fungsi keuangan seperti biaya bunga, biaya penerbitan atau emisi obligasi, dan biaya finansial lainnya.

B. Penggolongan biaya sesuai dengan periode akuntansi dimana biaya akan dibebankan

a. Pengeluaran modal (Capital Expendtures)

Pengeluaran modal adalah pengeluaran yang akan dapat memberikan manfaat pada periode yang akan datang dan dilaporkan sebagai aktiva. b. Pengeluaran penghasilan (Revenue Expenditures)

(28)

C. Penggolongan biaya berdasarkan pola perilaku biaya

Perilaku biaya dapat diartikan sebagai perubahan biaya yang terjadi akibat perubahan aktivitas bisnis ( Bustami dan Nurlela, 2006). Berdasarkan pola perilaku, biaya dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu :

a. Biaya tetap

Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang secara total tidak berubah saat aktivitas bisnis meningkat atau menurun. Pada biaya tetap, biaya satuan akan berubah berbanding terbalik dengan perubahan volume kegiatan, semakin tinggi volume kegiatan semakin rendah biaya satuan dan semakin rendah volume kegiatan semakin tinggi biaya satuan.

b. Biaya variabel

Biaya variabel didefinisikan sebagai biaya yang secara total meningkat secara proporsional terhadap peningkatan dalam aktivitas dan menurun secara proporsional terhadap penurunan dalam aktivitas. Biaya variabel termasuk biaya bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, beberapa perlengkapan, beberapa tenaga kerja tidak langsung, alat-alat kecil, pengerjaan ulang, dan unit-unit yang rusak.

c. Biaya semi variabel

Biaya semi variabel didefinisikan sebagai biaya yang memperlihatkan baik dari karakteristik biaya tetap maupun biaya variabel. Biaya ini adalah biaya yang jumlah totalnya akan berubah sesuai dengan perubahan volume kegiatan, akan tetapi sifat perubahannya tidak sebanding. Semakin tinggi volume kegiatan semakin besar jumlah biaya total, semakin rendah volume kegiatan semakin rendah biaya, tetapi perubahannya tidak sebanding.

D. Penggolongan biaya untuk tujuan pengendalian

a. Biaya terkendali

Biaya terkendali adalah biaya yang secara langsung dapat dipengaruhi oleh seorang pimpinan tertentu dalam jangka waktu tertentu.

b. Biaya tidak terkendali

(29)

E. Penggolongan biaya berdasarkan objek atau pusat biaya yang dibiayai

a. Biaya langsung

Biaya langsung adalah biaya yang terjadinya atau manfaatnya dapat diidentifikasikan pada objek atau pusat biaya tertentu secara langsung atau biaya yang dapat ditelusuri secara langsung ke satu unit output.

b. biaya tidak langsung

Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadinya atau manfaatnya tidak dapat diidentifikasi pada objek biaya atau pusat biaya tertentu, atau biaya yang manfaatnya dinikmati oleh beberapa objek.

F. Penggolongan biaya sesuai dengan tujuan pengambilan keputusan

a. Biaya relevan

Biaya relevan adalah biaya yang akan mempengaruhi pengambilan keputusan. Oleh karena itu biaya tersebut akan diperhitungkan dalam pengambilan keputusan.

b. Biaya tidak relevan

Biaya tidak relevan adalah biaya yang tidak mempengaruhi pengambilan keputusan. Oleh karena itu, biaya ini tidak perlu diperhitungkan dalam pengambilan keputusan.

2.7. Harga Pokok Produksi

Harga pokok produksi adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi barang atau jasa selama periode bersangkutan. Dengan kata lain bahwa harga pokok produksi merupakan biaya untuk memperoleh barang jadi yang siap jual (kuswadi, 2005). Jadi perhitungan harga pokok produksi adalah menghitung besarnya biaya atas pemakaian sumber ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa. Adapun tujuan dilakukan perhitungan harga pokok produksi adalah sebagai berikut :

1. Untuk menentukan harga jual suatu produk 2. Menentukan kebijakan dalam penjualan

3. Pedoman dalam pembelian alat-alat perlengkapan

(30)

ditemui jika perusahaan tidak teliti dalam melakukan perhitungan harga pokok produksi, yaitu :

a. Harga pokok yang diperhitungkan terlalu rendah

Rendahnya harga pokok yang ditetapkan dapat merugikan perusahaan itu sendiri karena harga pokok yang rendah akan menyebabkan harga jualnya pun menjadi rendah. Walaupun perusahaan dapat menjual produknya dengan cepat karena harga jual yang terlalu rendah, akan tetapi dapat merugikan perusahaan karena keuntungan yang didapat tidak menutupi biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi produk tersebut.

b. Harga pokok yang diperhitungkan terlalu tinggi

Kondisi ini juga dapat menimbulkan masalah bagi perusahaan karena harga pokok yang tinggi akan menyebabkan harga jual produk di pasar menjadi mahal. Sehingga akan sulit bagi perusahaan dalam memasarkan produknya dan kalah dalam bersaing dengan perusahaan lain.

2.8. Manfaat Informasi Harga Pokok Produksi

Menurut Mulyadi (2005) dalam perusahaan yang berproduksi massa, informasi harga pokok produksi yang dihitung untuk jangka waktu tertentu bermanfaat bagi manajemen untuk :

1. Menentukan harga jual

Perusahaan yang berproduksi massa memproses produknya untuk memenuhi persediaan di gudang. Dengan demikian biaya produksi dihitung untuk jangka waktu tertentu untuk menghasilkan informasi biaya produksi per satuan produk. Dalam penetapan harga jual produk, biaya produksi per unit merupakan salah satu informasi yang dipertimbangkan disamping informasi biaya lain serta informasi nonbiaya.

2. Memantau realisasi biaya produksi

(31)

diperhitungkan sebelumnya. Pengumpulan biaya produksi untuk jangka waktu tertentu tersebut dilakukan dengan menggunakan metode harga pokok proses. 3. Menghitung laba atau rugi bruto periode tertentu

Untuk mengetahui apakah kegiatan produksi dan pemasaran perusahaan dalam periode tertentu mampu menghasilkan laba bruto atau mengakibatkan rugi bruto, manajeman memerlukan informasi biaya produksi yang telah dikeluarkan untuk memproduksi produk dalam periode tertentu. Informasi laba atau rugi bruto periodik diperlukan untuk mengetahui kontribusi produk dalam menutup biaya nonproduksi dan menghasilkan laba atau rugi. Oleh karena itu, metode harga pokok proses digunakan oleh manajemen untuk mengumpulkan informasi biaya produksi yang sesungguhnya dikeluarkan untuk periode tertentu guna menghasilkan informasi laba atau rugi bruto tiap periode.

4. Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang disajikan dalam neraca

(32)

2.9. Metode Pengumpulan Biaya Produksi a. Job Costing

Dalam sistem perhitungan biaya berdasarkan pesanan (Job Costing), biaya produksi diakumulasikan untuk setiap pesanan yang terpisah (Usry, 2009). Pada sistem job costing, menurut Horngren (2005) objek biaya adalah unit atau multi unit suatu produk atau jasa yang khas yang disebut pekerjaan dimana produk atau jasa ini biasanya unit tunggal. Ada tujuh langkah dalam pembebanan biaya dalam sistem job costing pada perusahaan manufaktur :

1. Identifikasi pekerjaan (job) yang dipilih sebagai objek biaya 2. Identifikasi biaya langsung pekerjaan itu

3. Pilih dasar alokasi biaya yang digunakan untuk mengalokasikan biaya tidak langsung ke pekerjaan

4. Identifikasi biaya tidak langsung yang terkait dengan setiap dasar alokasi biaya

5. Hitung tarif per unit dari setiap dasar alokasi biaya yang digunakan untuk mengalokasikan biaya tidak langsung ke pekerjaan

6. Hitung biaya tidak langsung yang dialokasikan ke pekerjaan

7. Hitung biaya total pekerjaan dengan menambahkan seluruh biaya langsung dan tidak langsung yang dibebankan ke pekerjaan itu

Beberapa karakteristik sistem penentuan harga pokok pesanan menurut Sulastiningsih dan Zulkifli (1999) yaitu :

1. Kegiatan produksi dilakukan atas dasar pesanan, sehingga bentuk barang atau produk tergantung pada spesifikasi pesanan

2. Biaya produksi dikumpulkan untuk setiap pesanan sehingga perhitungan total biaya produksi dihitung pada saat pesanan selesai

(33)

b. Procces Costing

Pada sistem biaya proses, objek biaya adalah unit-unit produk atau jasa yang identik atau mirip dalam jumlah besar ( Horngren, 2005). Menurut Usry (2002), sistem perhitungan biaya berdasarkan proses, bahan baku, tenaga kerja, dan overhead pabrik dibebankan ke pusat. Pusat biaya biasanya adalah departemen tetapi bisa juga pusat pemrosesan dalam departemen. Persyaratan utama dalam sistem biaya proses adalah semua produk yang diproduksi dalam satu pusat biaya selama satu periode harus sama dalam hal sumberdaya yang dikonsumsi. Jika semua unit dari produk yang dihasilkan dalam suatu pusat biaya adalah sama (homogen) pencatatan biaya dari setiap batch produk secara terpisah tidak lagi diperlukan. Menurut Bustami dan Nurlela (2006), karakteristik penentuan biaya proses antara lain adalah :

1. Proses produksi bersifat homogen

2. Produk bersifat massal, tujuannya mengisi persediaan yang siap jual

3. Produk yang dihasilkan dalam suatu departemen atau pusat biaya bersifat homogen

4. Biaya dibebankan ke setiap unit dengan membagi total biaya yang dibebabankan ke pusat biaya dengan total unit yang diproduksi

5. Akumulasi biaya yang dilakukan berdasarkan periode tertentu

Adapun perbedaan antara metode harga pokok proses dengan metode harga pokok pesanan terletak pada :

1. Pengumpulan biaya produksi

Metode harga pokok pesanan mengumpulkan biaya produksi menurut pesanan, sedangkan metode harga pokok proses mengumpulkan biaya produksi per departemen produksi per periode akuntansi.

2. Perhitungan harga pokok produksi per satuan

(34)

periode tertentu dengan jumlah satuan produk yang dihasilkan selama periode yang bersangkutan. Perhitungan ini dilakukan setiap akhir periode akuntansi (biasanya akhir bulan)

3. Penggolongan biaya produksi

Di dalam metode harga pokok pesanan, biaya prouksi harus dipisahkan menjadi biaya produksi langsung dan biaya produksi tidak langsung. Biaya produksi langsung dibebankan kepada produk berdasarkan pada tarif yang ditentukan di muka. Dalam metode harga pokok proses, pembebanan biaya produksi langsung dan biaya produksi tidak langsung seringkali tidak diperlukan, terutama jika perusahaan hanya menghasilkan satu macam produk (seperti perusahaan semen, pupuk, dan bumbu masak). Karena harga pokok per satuan produk dihitung setiap akhir bulan, maka umumnya biaya

overhead pabrik dibebankan kepada produk atas dasar biaya yang

sesungguhnya terjadi.

4. Unsur biaya yang dikelompokkan ke dalam biaya overhead pabrik

Di dalam metode harga pokok pesanan, biaya overhead pabrik terdiri dari biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja tidak langsung, dan biaya produksi lain selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Dalam metode ini biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk atas dasar tarif yang ditentukan di muka. Di dalam metode harga pokok proses, biaya overhead pabrik terdiri dari biaya produksi selain biaya bahan baku dan bahan penolong dan biaya tenaga kerja (baik yang langsung maupun tidak langsung). Dalam metode ini biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk sebesar biaya yang sesungguhnya terjadi selama periode akuntansi tertentu.

2.10. Metode Penentuan Biaya Produksi

Metode penentuan biaya produksi adalah cara memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam kos produksi (Mulyadi, 2005). Dalam memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam kos produksi, terdapat dua pendekatan yaitu :

a. Kalkulasi biaya penuh (Full costing)

Full costing merupakan metode penentuan biaya produksi yang

(35)

terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead

pabrik, baik yang berperilaku variabel maupun tetap (Mulyadi, 2005) sedangkan menurut Bustami dan Nurlela (2006) Kalkulasi biaya penuh (full costing) merupakan suatu metode dalam perhitungan harga pokok yang dibebankan kepada produk dengan memperhitungkan seluruh biaya produksi baik yang bersifat variabel maupun yang bersifat tetap. Pada metode ini biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk jadi atau ke harga pokok penjualan berdasarkan tarif yang ditentukan pada aktivitas normal atau aktivitas yang sesungguhnya terjadi. Metode full costing memperhitungkan biaya tetap karena biaya ini dianggap melekat pada harga pokok persediaan baik barang jadi maupun persediaan barang dalam proses yang belum terjual dan dianggap harga pokok penjualan jika produk tersebut sudah habis dijual. Dengan demikian biaya produksi menurut metode full costing terdiri dari unsur-unsur biaya sebagai berikut :

Biaya bahan baku xx Biaya tenaga kerja langsung xx Biaya overhead pabrik variabel xx Biaya overhead pabrik tetap xx

Biaya produksi xx

b. Variabel costing

Variabel costing merupakan metode penentuan biaya produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang hanya berperilaku variabel ke dalam biaya produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhed pabrik variabel (Mulyadi, 2005). Dengan demikian biaya produksi menurut metode variabel costing terdiri dari unsur-unsur biaya produksi berikut ini :

Biaya bahan baku xx Biaya tenaga kerja langsung xx Biaya overhead pabrik variabel xx

Biaya produksi xx

(36)

biaya overhead variabel) ditambah dengan biaya nonproduksi variabel (biaya pemasaran variabel dan biaya administrasi dan umum variabel).

c. Sistem kalkulasi biaya berdasarkan Aktivitas (ABC)

Salah satu cara terbaik untuk memperbaiki sistem kalkulasi biaya adalah dengan menerapkan sistem kalkulasi biaya berdasarkan aktivitas (activity base costing). Sistem activity base costing (ABC) memperbaiki sistem kalkulasi biaya dengan mengidentifikasi aktivitas individual sebagai objek biaya pokok (fundamental). Aktivitas bisa berupa kejadian, tugas atau unit kerja dengan tujuan khusus. sistem ABC menghitung biaya setiap aktivitas serta membebankan biaya ke objek biaya seperti produk dan jasa berdasarkan setiap aktivitas yang dibutuhkan untuk menghasilkan tiap produk atau jasa. Hierarki biaya di dalam ABC mengkategorikan biaya tidak langsung menjadi pool biaya yang berbeda berdasarkan jenis pemicu biaya, atau dasar alokasi biaya yang berbeda, atau perbedaan tingkat kesulitan dalam menentukan hubungan sebab akibat. Sistem ABC biasanya menggunakan hierarki biaya dalam empat tingkatan yaitu :

1) Biaya tingkat unit output adalah biaya aktivitas yang dilaksanakan atas setiap unit produk atau jasa individual. Biaya operasi mesin cetak (sepert biaya listrik, penyusutan mesin, dan reparasi) yang terkait dengan aktivitas pengoperasian mesin cetak otomatis merupakan biaya tingkat output. Biaya-biaya tersebut merupakan Biaya-biaya tingkat unit output karena biasanya Biaya-biaya aktivitas ini meningkat seiring dengan penambahan unit output yang diproduksi.

2) Biaya tingkat batch adalah biaya aktivitas yang berkaitan dengan kelompok unit, produk atau jasa, dan bukan dengan setiap unit produk atau jasa individual.

3) Biaya pendukung produk merupakan biaya aktivitas yang dilakukan untuk mendukung setiap produk atau jasa tanpa menghiraukan jumlah unit atau

batch yang dibuat.

(37)

2.11. Hasil Penelitian Terdahulu

Widiyastuti (2007) dalam skripsinya yang berjudul Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita (Studi Kasus UKM Lifera Hand Bag Collection) menyimpulkan bahwa perhitungan yang dilakukan oleh perusahaan masih sangat sederhana dimana biaya overhead pabrik tidak dialokasikan ke masing-masing produk secara rinci dan tidak disesuaikan dengan pemakaian biaya secara nyata melainkan hanya merupakan suatu estimasi biaya yang dianggarkan dalam kelompok biaya lain-lain. Hal ini mengakibatkan harga pokok produksi yang diperoleh tidak sesuai dengan kaidah.

Perhitungan harga pokok produksi dengan metode ABC menghasilkan harga pokok produksi yang lebih besar daripada metode yang digunakan perusahaan, yaitu sebesar 32,47 % untuk model 876 A dan 2,5 % untuk model 858. Hal ini disebabkan oleh banyaknya penggunaan sumber daya yang dilakukan dalam proses produksi dibandingkan dengan jika menggunakan metode ABC setiap aktivitas yang berhubungan dengan proses produksi dimasukkan dalam perhitungan. Margin dari penetapan harga jual yang diperoleh perusahaan berdasarkan metode perusahaan lebih besar daripada dengan metode ABC, yaitu sebesar 56,52 % untuk model 876 A dan 34,85 % untuk model 858.

Walaupun dengan metode ABC margin yang diperoleh lebih rendah daripada margin dengan metode perusahaan, namun dengan metode ABC semua biaya produksi yang diperlukan dalam proses produksi sudah diperhitungkan sesuai dengan pemakaian biaya yang sebenarnya sehingga menghasilkan harga pokok produksi yang lebih akurat.

Irna (2010) dalam skripsinya berjudul Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Roti dengan Metode Procces Costing dan Pengaruhnya Terhadap Harga Jual (Studi Kasus UKM Edie’s Bakery, Bogor) dengan tujuan untuk mengidentifikasi perhitungan harga pokok produksi yang diterapkan oleh UKM

Edie’s Bakery, menghitung harga pokok produksi pada UKM Edie’s Bakery, dan menghitung harga jual produk UKM Edie’s Bakery.

(38)

perhitungan harga pokok produksi dengan metode procces costing menunjukkan bahwa harga pokok produksi setiap jenis topping berbeda-beda. Harga pokok produksi topping coklat adalah Rp. 805,316, roti dengan topping keju adalah sebesar Rp 1.151,470, roti dengan topping sosis adalah sebesar Rp 534,162, roti dengan topping abon sebesar Rp. 555,316, dan roti dengan topping coctail sebesar Rp. 583,361.

Harga jual yang ditetapkan berdasarkan metode perusahaan juga sama untuk semua jenis roti kecil yang diproduksi yaitu sebesar Rp. 1.200. Sedangkan berdasarkan metode cost plus menunjukkan harga jual setiap jenis topping berbeda-beda. Harga jual untuk roti dengan topping coklat adalah sebesar Rp. 1.300, roti dengan topping keju adalah sebesar Rp. 1.800, roti dengan topping

sosis adalah sebesar Rp. 900, roti dengan topping abon sebesar Rp. 900 dan roti dengan topping coctail sebesar Rp. 950

Dewi (2011) dalam skripsinya berjudul Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Sepatu dengan Metode Full Costing (studi kasus : UKM Galaksi Kampung Kabandungan Ciapus, Bogor) pada UKM yang memproduksi sepatu. Penelitian ini bertujuan menganalisis bagaimana pengalokasian perhitungan harga pokok produksi sepatu dengan metode perusahaan dan metode full costing serta membandingkan kedua metode tersebut dan menetapkan metode mana yang paling baik yang diterapkan oleh perusahaan kemudian diharapkan terciptanya ketepatan biaya-biaya yang seharusnya terjadi pada aktivitas produksi. Penelitian ini mengambil contoh tiga model sepatu yang dihasilkan oleh UKM yaitu model BM01, model BM02, dan model BM03.

(39)

Rp 16.029,106 (Model BM01), Rp 15.185,936 (Model BM02) dan Rp 15.429,106 (Model BM03). Metode harga pokok produksi dengan full costing adalah Rp 18.191,439 (Model BM01), Rp 17.233,269 (Model BM02), dan Rp 17.476,439 (Model BM03). Perbedaan ini sangat mempengaruhi pihak perusahaan dalam menentukan harga jual produk, karena harga pokok produk merupakan unsur utama dalam penentuan harga jual produk.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bawha perhitungan harga pokok produksi sebagai dasar penetapan harga jual menurut metode full costing

(40)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Untuk menghitung harga pokok produksi perusahaan membutuhkan berbagai informasi yang berkaitan dengan proses produksi, mulai dari biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja hingga biaya overhead pabrik. Biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi harus dihitung secara keseluruhan dan dirinci secara akurat agar diperoleh hasil perhitungan yang sebenarnya sehingga perusahaan dapat menetapkan harga jual yang wajar. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk memperoleh biaya secara akurat yaitu dengan memperhitungkan biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi secara keseluruhan, baik itu biaya tetap maupun biaya variabel yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk menghasilkan produk yang mereka produksi.

Dalam penelitian ini dilakukan untuk menganalisis biaya-biaya yang dikeluarkan dalam menghitung harga pokok produksi tahu CV Laksa Mandiri. Dalam menghitung harga pokok produksi, perusahaan belum menggambarkan biaya yang sebenarnya dikeluarkan oleh perusahaan karena perusahaan belum merinci biaya overhead pabrik secara akurat. Dalam penelitian ini akan dihitung biaya produksi secara tradisional, yaitu dengan menggunakan metode yang biasa digunakan oleh perusahaan dalam menghitung harga pokok produksi kemudian melakukan perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan metode full costing yaitu dengan memperhitungkan seluruh biaya yang digunakan dalam memproduksi tahu, baik itu biaya variabel maupun biaya tetap.

(41)

Gambar 1. Kerangka penelitian

CV.Laksa Mandiri

Identifikasi biaya produksi :

Biaya bahan baku

Biaya tenaga kerja langsung Biaya overhead pabrik variabel Biaya overhead pabrik tetap

! "

#

$ % &

(42)

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di CV Laksa Mandiri yang berlokasi di Tegal Gundil RT 02 RW 02 kelurahan Tegal Gundil kecamatan Bogor Utara, Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja karena CV Laksa Mandiri bergerak di bidang manufaktur yaitu memproduksi dan memasarkan tahu sehingga cocok sebagai tempat penelitian mengenai harga pokok produksi serta adanya kesediaan dari pemilik untuk memberikan data yang dibutuhkan dalam melakukan penelitian. Penelitian ini dilakukan pada April 2011-Juli 2011.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diambil dari data produksi CV Laksa Mandiri tersebut sedangkan data sekunder diperoleh melalui buku-buku yang terkait, literatur yang sesuai dengan judul penelitian, hasil penelitian terdahulu dan data serta data-data yang sudah ada di CV Laksa Mandiri serta data dari Badan Pusat Statistik (BPS).

3.4. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis secara langsung mendatangi perusahaan dan mengambil data dan informasi yang dibutuhkan pada pihak-pihak yang terkait dengan judul penelitian. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu :

1. Wawancara : Peneliti melakukan wawancara secara langsung dengan pihak yang terkait yaitu dengan pemilik dan karyawan CV Laksa Mandiri dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai harga pokok produksi tahu pada CV Laksa Mandiri.

2. Pengamatan (Observasi) secara langsung terhadap aktivitas produksi tahu. Penulis mengamati bagaimana proses produksi CV Laksa Mandiri dan mengidentifikasi biaya-biaya yang digunakan selama proses produksi.

3.5. Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian ini dilakukan dengan metode full costing. Pemilihan metode ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa dengan metode full costing biaya

(43)

berdasarkan tarif yang ditentukan pada aktivitas normal atau aktivitas yang sesungguhnya terjadi sehingga meningkatkan akurasi analisis biaya.

Analisis data dilakukan dengan analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menghitung harga pokok produksi dengan metode yang digunakan perusahaan yaitu dengan metode tradisional (traditional costing) dimana dalam menghitung biaya produksi biaya overhead pabrik dialokasikan berdasarkan unit atau volume based measurement misalnya jam tenaga kerja langsung, jam mesin ataupun unit bahan baku yang digunakan dan dengan metode

full costing. Adapun unsur biaya produksi yang digunakan dalam perhitungan metode full costing adalah sebagai berikut :

Biaya bahan baku xx Biaya tenaga kerja langsung xx Biaya overhead pabrik variabel xx Biaya overhead pabrik tetap xx Harga pokok produksi xx

(44)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Perusahaan

4.1.1 Sejarah Perusahaan

Usaha tahu yang menjadi objek penelitian ini adalah usaha milik Bapak Mumu, yang berlokasi di Jalan Arzimar II, Kelurahan Tegal Gundil, Kecamatan Bogor Utara. CV Laksa Mandiri mengawali karir pada usaha tahu sebagai kuli di tempat usaha orang lain pada tahun 1987, setelah itu beliau pun mencoba berdagang untuk mempelajari masalah pemasaran. Pada tahun 1997 beliau pun akhirnya memulai untuk membuka usaha tahu sendiri, namun krisis moneter yang melanda di pertengahan tahun saat itu mempengaruhi usaha beliau secara tidak langsung.

Krisis moneter yang berlangsung waktu itu membuat harga kedelai meningkat dari Rp 1.250 per kilogram menjadi Rp 6.200 per kilogram. Tak hanya CV Laksa Mandiri saja tetapi usaha-usaha kecil lainnya yang ada di Indonesia pun ikut terpengaruhi. Pemerintah saat itu pun mengeluarkan kebijakan berupa subsidi pinjaman yang disalurkan melalui departemen perdagangan, untuk membantu usaha-usaha yang terkena dampak krisis moneter. CV Laksa Mandiri sendiri pada saat itu menerima bantuan subsidi pinjaman sebesar Rp 5.000.000 dan harus dikembalikan lagi, sehingga pada saat itu beliaupun belum dapat menikmati hasil usahanya sendiri.

Setelah beberapa tahun berjalan usaha beliau akhirnya menghasilkan keuntungan, hingga kini usaha beliau masih bertahan dan merupakan salah satu usaha tahu yang cukup maju di Kota Bogor. Kenaikan harga kedelai yang juga terjadi sepanjang tahun 2011 diakui CV Laksa Mandiri cukup mempengaruhi usahanya, namun ini masih dapat teratasi dengan manajemen yang baik dari beliau selaku pemilik usaha. Adapun jumlah tenaga kerja yang bekerja pada usaha tahu kini adalah sepuluh orang, yang berasal dari luar Kota Bogor dengan jam kerja per hari kurang lebih 12 jam.

(45)

berupa jembatan besi yang menghabiskan biaya sebesar Rp 25.000.000. Sepuluh tahun kemudian pemilik usaha melakukan renovasi ulang terhadap tempat usaha secara total untuk menjaga ketahanan bangunan agar lebih lama, yang menghabiskan biaya sebesar Rp 200.000.000. Kendaraan operasional yang digunakan pada usaha untuk memperlancar kegiatan usaha berupa kendaraan pick up kecil seharga Rp 45.000.000 yang digunakan untuk mengantar tahu kepada pelanggan.

4.1.2 Struktur Organisasi Perusahaan

CV Laksa Mandiri memiliki struktur organisasi yang sangat sederhana, dimana pemilik perusahaan bertindak sebagai pemimpin perusahaan dan langsung membawahi bagian pencetakan, bagian penggumpalan, bagian menimbang, bagian kayu, dan bagian pemasaran. Adapun struktur organisasi perusahaan adalah sebagai berikut :

Gambar 2. Struktur organisasi CV Laksa Mandiri

CV Laksa mandiri memiliki delapan 10 karyawan, yang terdiri dari bagian pencetakan sebanyak dua orang, bagian penggumpalan 2 orang, bagian menimbang 2 orang, bagian kayu 2 orang, dan bagian pemasaran 2 orang. Setiap bagian melakukan tugas yang berbeda-beda.

1. Bagian Penggumpalan

(46)

kedelai yang digunakan pada CV Laksa mandiri ialah air tahu yang telah didiamkan selama satu malam.

2. Bagian Kayu

Bagian ini bertugas untuk memotong kayu yang besar menjadi potongan-potongan yang kecil sehingga kayu tersebut bisa dibakar, selain itu bagian kayu ini juga bertugas memasukkan kayu jika kayu dibutuhkan untuk memasak bubur kedelai.

3. Bagian Menimbang

Bagian ini bertugas untuk melakukan penimbangan kacang kedelai ketika kacang akan diproduksi menjadi tahu, selain itu bagian ini juga bertugas untuk membersihkan kedelai yang ada digudang sehingga ketika kacang diproduksi kacang dalam keadaan bersih artinya bahwa tidak ada sampah-sampah kecil ataupun batu-batu kecil pada kedelai yang akan diproduksi tersebut.

4. Bagian Pemasaran

Bagian pemasaran bertugas untuk mengantarkan tahu yang telah diproduksi kepada langganan yang membeli tahu CV Laksa Mandiri.

5. Bagian Pencetakan

Bagian pencetakan bertugas untuk melakukan pencetakan bubur tahu yang telah menggumpal dengan menggunakan alat pencetak.

4.1.3 Peralatan Produksi Tahu

(47)

Tabel 1. Peralatan produksi tahu usaha CV Laksa Mandiri

No Keterangan Jumlah (Unit) Biaya (Rp/Unit) Total (Rp)

1 Mesin Diesel 1 8.000.000 8.000.000

Total Biaya Peralatan Produksi ( Rp) 18.705.000 Sumber : CV Laksa Mandiri, 2011

Dari Tabel 1 terlihat bahwa terdapat 13 peralatan yang digunakan untuk proses produksi, antara lain mesin diesel dan mesin giling, pompa air, tungku semen, cetakan, tanggok bambu, bak plastik, jerigen, serok, kain, bak air dan bak biang, dan lumpang. Mesin diesel dan mesin giling yang dimiliki CV Laksa Mandiri ada sebanyak satu unit. Adapun kegunaan mesin diesel adalah untuk menambah energi listrik yang dibutuhkan dalam proses produksi tahu, sedangkan mesin giling digunakan untuk menggiling kacang kedelai menjadi bubur.

(48)

Usaha ini memiliki dua unit pompa air, yang berfungsi untuk memudahkan akses penggunaan air yang dibutuhkan dalam proses produksi. CV Laksa Mandiri memiliki cetakan sebanyak 6 dengan fungsi untuk mencetak kedelai yang sudah diolah menjadi tahu. Jerigen dan bak biang pada usaha masing-masing sebanyak tiga unit, dimana jerigen berfungsi sebagai tempat menampung air sedang bak biang berfungsi sebagai tempat kedelai yang sudah menjadi bubur dan sudah siap untuk dicetak. Lumpang digunakan sebagai alat untuk menggiling kunyit.

Dalam rangka menjaga ketahanan peralatan, maka secara berkala pemilik usaha melakukan pemeliharaan. Pemeliharaan peralatan produksi yang dilakukan oleh pemilik bertujuan agar kegiatan produksi dapat berjalan lancar yaitu dengan membersihkan sebagian peralatan dan mengganti beberapa bagian pada mesin yang sudah karat selain itu perawatan yang dilakukan setiap dua minggu sekali ialah mengganti oli mesin diesel.

4.1.4 Proses Produksi Tahu

Bahan baku utama dalam pembuatan tahu adalah kacang kedelai. Usaha tahu pada penelitian ini membutuhkan kurang lebih dua kuintal kacang kedelai untuk memproduksi tahu per harinya. Selain itu juga dibutuhkan beberapa bahan baku penunjang lainnya dalam menghasilkan tahu, yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kebutuhan bahan baku produksi tahu per hari

No Uraian Jumlah

1 Kacang kedelai 200 kg

2 Garam 10 kg

3 Kunyit 5 kg

4 Bibit tahu (air tahu) Secukupnya

Sumber : CV Laksa Mandiri, 2011

(49)
(50)
(51)

Gambar 4. Proses produksi tahu kuning

(52)

Bubur kedelai tersebut kemudian dimasak hingga muncul gelembung-gelembung kecil pada suhu 70o – 80o C. Setelah sedikit mengental bubur kedelai kemudian disaring lalu diendapkan dengan bibit tahu yaitu air tahu dari sisa hasil proses produksi. Air tahu ditambahkan secukupnya hingga hasil saringan bubur kedelai bisa menggumpal dan bisa dicetak, sisa hasil saringan yang berupa ampas tahu dapat dijual atau diolah kembali menjadi oncom.

4.2. Perhitungan Harga Pokok Produk Tahu CV Laksa Mandiri

4.2.1 Perhitungan Harga Pokok Produksi Tahu dengan Metode Perusahaan

CV Laksa Mandiri sudah melakukan perhitungan harga pokok produksi produk tahu, namun perhitungan yang dilakukan masih dengan metode yang sederhana dan belum merinci seluruh biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi. Dalam melakukan perhitungan harga pokok produksi tahu perusahaan hanya membebankan biaya bahan baku yaitu kacang kedelai, biaya kayu, serta biaya listrik dan solar. Perhitungan yang dilakukan oleh perusahaan ini belum memasukkan seluruh biaya overhead pabrik. Biaya overhead yang dibebankan perusahaan pada perhitungan harga pokok produksi hanya biaya solar, kayu, dan biaya listrik sedangkan biaya overhead lainnya seperti kain, biaya pemeliharaan mesin dan peralatan, biaya penyusutan bangunan, mesin, dan peralatan belum dibebankan oleh perusahaan.

Harga jual ditetapkan oleh CV Laksa Mandiri setelah memperhitungkan harga pokok produksi yang dikeluarkan ditambah dengan keuntungan yang ingin diperoleh oleh CV Laksa Mandiri. CV Laksa Mandiri memproduksi dua jenis tahu, yaitu tahu putih dan tahu kuning. Setengah dari jumlah produksi tahu putih akan diolah lebih lanjut menjadi tahu kuning dengan cara dicelupkan kedalah air kunyit kurang lebih selama setengah jam.

(53)
(54)

Tabel 3. Perhitungan harga pokok produksi tahu putih dengan cara perusahaan pada April 2011

Biaya Kebutuhan

Per Bulan

Harga Per Kilogram (Rp)

Harga per Liter

(Rp)

Jumlah (Rp)

Kacang kedelai (Kg) 5.500 6.200 Rp 34.100.000

Garam (Kg) 275 2.000 Rp 550.000

Tenaga kerja (Kg) 5.500 1.000 Rp 5.500.000

Biaya listrik Rp 127.000

Solar (liter) 110 4.500 Rp 495.000

Kayu (Kg) 4.000 1.000 Rp 4.000.000

Total biaya Rp 44.772.000

Jumlah produksi (Potong) 220.000

HPP per potong Rp 203,50

Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011

(55)

Tabel 4. Perhitungan harga pokok produksi tahu kuning dengan cara perusahaan.

Biaya Kebutuhan Satu Bulan (Kg)

Harga per

kilogram (Rp) Jumlah (Rp)

Tahu putih Rp 22.386.000

Kunyit 68,75 Rp 2.000 Rp 137.500

Kayu bakar 2000 Rp 1.000 Rp 2.000.000

Total biaya Rp 24.523.500

Jumlah produksi (Potong)

110.000

HPP per potong Rp 222,94

Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011

Gambar 6. Tahu kuning

(56)

pokok produksi tahu kuning sedikit lebih mahal dibandingkan dengan harga pokok produksi tahu putih. Perbedaan ini disebabkan oleh karena pada tahu kuning digunakan kunyit dalam proses produksinya sedangkan untuk tahu putih tidak menggunakan kunyit, hal inilah yang menyebabkan perbedaan harga pokok produksi dari kedua jenis tahu tersebut.

4.2.2 Perhitungan Harga Pokok Produksi Tahu dengan Metode Full Costing

CV Laksa Mandiri memproduksi dua jenis tahu yaitu tahu putih dan tahu kuning. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data produksi pada bulan April 2011. Selama bulan April CV Laksa Mandiri memproduksi 5.500 kilogram kacang kedelai yang menghasilkan 220.000 potong tahu putih. Setengah dari produksi tahu putih yaitu sebanyak 110.000 potong akan diolah lebih lanjut menjadi tahu kuning.

1. Tahu Putih

Untuk memproduksi tahu putih dibutuhkan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik.

A. Biaya Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan untuk membuat tahu putih adalah kacang kedelai dan garam. CV Laksa Mandiri memproduksi dua jenis tahu yaitu tahu putih dan tahu kuning. Jumlah tahu kuning yang diproduksi setengah dari produksi tahu putih. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data produksi pada bulan April 2011. Jadi untuk menghitung biaya produksi tahu digunakan dengan data produksi tahu selama satu bulan.

(57)

Tabel 5. Pengeluaran biaya bahan baku tahu selama satu bulan Biaya Bahan Baku Kebutuhan Selama

Satu Bulan (Kg)

Harga per

Kilogram (Rp) Total Biaya (Rp)

-Kacang Kedelai (Rp)

Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa jumlah kacang kedelai yang dibutuhkan dalam satu bulan sebanyak 5.500 kilogram dengan harga per kilogramnya Rp 6.200 jadi biaya yang dikeluarkan untuk membeli kacang kedelai selama satu bulan Rp 34.100.000. Garam yang diperlukan selama satu bulan yaitu sebanyak 275 kilogram. Harga satu kilogram garam Rp 2.000 jadi biaya yang dikeluarkan untuk membeli garam selama bulan April adalah Rp 550.000. Dalam produksi tahu putih digunakan bibit tahu yang berfungsi sebagai bahan agar tahu dap menggumpal secara sempurna. CV Laksa Mandiri menggunakan air tahu sisa hasil produksi pada produksi tahu sebelumnya sehingga perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membeli bibit tahu. Jadi total biaya yang dikeluarkan selama satu bulan untuk tahu putih adalah Rp Rp 34.650.000 dengan jumlah produksi sebanyak 220.000 potong.

B. Penggunaan Tenaga Kerja Langsung

Gambar

Gambar 1. Kerangka penelitian
Gambar 3. Proses produksi tahu putih
Gambar 4. Proses produksi tahu kuning
Tabel 3. Perhitungan harga pokok produksi tahu putih dengan cara
+7

Referensi

Dokumen terkait

Visual Komunika Mandiri harus melakukan pengakumulasian dan perhitungan elemen biaya produksi baik bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, maupun pembebanan biaya overhead

produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Penggolongan biaya overhead pabrik menurut Mulyadi dapat. digolongkan ke dalam tiga

biaya yang berkaitan dengan proses produksi yang meliputi biaya bahan baku,. biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead termasuk biaya

4 Perhitungan Harga Pokok Produksi pada Lift Barang Outdoor Berdasarkan perhitungan taksiran biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan taksiran biaya overhead pabrik

Setelah mengolah data yang telah diperoleh dari CV. Sinar Mandiri mulai dari biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik dan

Setelah mengolah data yang telah diperoleh dari CV. Sinar Mandiri mulai dari biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik dan

Metode full costing merupakan metode penentuan kos produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja

Full Costing adalah metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga