• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rencana kelola sosial dalam rangka Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) pada Hutan Tanaman Industri PT Nityasa Idola di Kalimantan Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rencana kelola sosial dalam rangka Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) pada Hutan Tanaman Industri PT Nityasa Idola di Kalimantan Barat"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

RENCANA KELOLA SOSIAL DALAM RANGKA

PEMBINAAN MASYARAKAT DESA HUTAN (PMDH) PADA

KAWASAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI

PT. NITYASA IDOLA DI PROPINSI KALIMANTAN BARAT

DEDEN KUSWANDA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

RENCANA KELOLA SOSIAL DALAM RANGKA

PEMBINAAN MASYARAKAT DESA HUTAN (PMDH) PADA

KAWASAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI

PT. NITYASA IDOLA DI PROPINSI KALIMANTAN BARAT

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

Oleh

DEDEN KUSWANDA

E14062150

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(3)

RINGKASAN

DEDEN KUSWANDA. Rencana Kelola Sosial dalam Rangka Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) pada Kawasan Hutan Tanaman Industri PT. Nityasa Idola di Propinsi Kalimantan Barat. Dibimbing oleh Handian Purwawangsa, S.Hut, M.Si

Pengembangan Hutan Tanaman Industri (HTI) terutama di luar Pulau Jawa seringkali berhadapan dengan permasalahan-permasalahan kompleks. Permasalahan tersebut muncul akibat terjadinya tumpang tindih kawasan antara daerah konsesi perusahaan dengan kawasan yang dikuasai oleh masyarakat. Hal tersebut terjadi pada areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK HT) PT. Nityasa Idola di Kalimantan Barat. Sehingga, perusahaan dalam upaya melakukan kegiatan tanam untuk pembangunan HTI perlu melakukan negosiasi kepada masyarakat, diantaranya adalah setiap satu hektar lahan yang dikerjasamakan akan diberikan pengganti sebesar Rp. 60.000/hektar, memperoleh hasil penjarangan pohon yang dilakukan pada setengah daur (4 tahun) sebesar Rp. 2.500/m3, memperoleh hasil penebangan saat pemanenan (8 tahun) sebesar Rp. 5.000/ m3, dan pemberian bibit karet gratis sebanyak 21 batang/hektar. Namun penawaran perusahaan tersebut masih kurang menarik perhatian masyarakat, hal ini dikarenakan lahan masyarakat masih ditanamai pohon karet dan pertanian ladang berpindah, nilai ganti rugi yang dinilai kecil, dan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap keberadaan HTI.

Hubungan sosial antara masyarakat desa sekitar dengan Perusahaan pengelola IUPHHK HT PT. Nityasa Idola sudah berjalan melalui program kegiatan PMDH. Program yang telah dijalankan perusahaan tersebut, misalnya program pelatihan dan pembuatan pertanian menetap, kerjasama lahan dengan perjanjian ganti rugi lahan, bantuan pendidikan untuk guru honor, dan pemberian bantuan sosial lainnya. Program tersebut belum berjalan dengan baik sehingga perlu di evaluasi, seperti belum adanya tindak lanjut pendampingan program pelatihan, belum optimalnya kegiatan pertanian menetap, karena kurang sosialisasi dan pendampingan, perlu adanya optimalisasi bantuan yang mengarah pada peningkatan sarana ibadah, pendidikan, dan kesehatan, meningkatkan kerjasama dan peran serta tokoh masyarakat, evaluasi isi perjanjian ganti rugi lahan, termasuk pelaksanaan pembayaran, kegiatan tanam dan pemeliharaan, kurangnya kemampuan karyawan, seperti pengetahuan tentang hutan tanaman industri dan teknik komunikasi.

Permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan program PMDH diantaranya adalah banyaknya desa binaan, terbatasnya tenaga pelaksana PMDH, belum adanya kerjasama yang baik antara perusahaan dan pemerintah daerah, kurangnya pelaksanaan sosialisasi kegiatan PMDH, pelaksanaan kegiatan PMDH tidak berkala. Namun disadari pula faktor masyarakat pun berpengaruh besar, seperti kondisi sosial ekonomi masyarakat, yakni perladangan berpindah dan kegiatan bakar lahan sebaai kegiatan ekonomi, belum sepenuhnya dapat menerima perubahan dan inovasi dari luar secara positif, kegiatan usaha masih dipengaruhi adat atau tradisi.

(4)

SUMMARY

DEDEN KUSWANDA. Social Management Plan in the Framework of Forest Village Community Development (PMDH) at Forest Area Industrial Plant PT. Nityasa Idola, Province of Kalimantan Barat. Supervised by Handian Purwawangsa, S.Hut, M.Si

Development of Industrial Forests (HTI), particularly outside Java often faced with complex problems. These problems arise due to the overlapping area between the concession companies to the area controlled by the community. This occurred in the area of Business License Utilization of Forest Plantation Timber (IUPHHK HT) PT. Nityasa Idol in West Kalimantan. Thus, firms in an effort to conduct activities for the development of timber planting need to reconcile with the community, such as every hectare of land that cooperation will be given a replacement of Rp. 60.000/hektar, tree spacing results conducted on the half-cycle (4 years) of Rp. 2.500/m3, obtained from logging during harvest (8 years) of Rp. 5,000 / m3, and the provision of free rubber seedlings were 21 stems / ha. But the company still offers less public attention, this is caused the land still be planted of rubber trees and agricultural shifting cultivation, which assessed the value of a small compensation, and lack of public understanding of the existence of HTI.

Social relations among villages surrounding the management company IUPHHK HT PT. Nityasa Idol has been running through a program of activities PMDH. Programs that have run companies, such as training programs and making permanent agriculture, land cooperation with treaty land compensation, educational assistance for teacher salaries, and other social assistance. The program has not been going well so necessary in the evaluation, such as the lack of follow-up assistance training program, not optimal settled agricultural activities, because of lack of socialization and mentoring, the need for optimization of assistance that leads to an increase of places of worship, education, and health, increase cooperation and participation of community leaders, evaluating the content of the land compensation agreement, including the implementation of payment, planting and maintenance activities, lack of employee skills, such as knowledge of the forest industry plants and communication techniques.

The problems faced in the implementation of such programs is the number of villages PMDH partner, limited executive power PMDH, lack of good cooperation between companies and local governments, the lack of implementation of activities PMDH, not PMDH activities periodically. But we realize people were also influential factors, such as socio-economic conditions of society, namely shifting cultivation and land activities sebaai fuel economic activity, has not been fully able to accept the changes and innovations from the outside in a positive, business activities are still influenced by customary or traditional.

(5)

Judul : Rencana Kelola Sosial dalam Rangka Pembinaan

Masyarakat Desa Hutan (PMDH) pada kawasan Hutan

Tanaman Industri PT. Nityasa Idola di Kalimantan Barat

Nama Mahasiswa : Deden Kuswanda

NRP : E14062150

Jurusan/Fakultas : Manajemen Hutan/Kehutanan

Menyetujui:

Dosen Pembimbing

Handian Purwawangsa, S.Hut, M.Si

NIP. 19790101 200501 1 003

Mengetahui:

Ketua Departemen Manajemen Hutan

Dr. Ir. Didik Suhardjito, MS

NIP. 19630401 199403 1 001

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rencana Kelola

Sosial dalam Rangka Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) pada Kawasan

Hutan Tanaman Industri PT. Nityasa Idola di Propinsi Kalimantan Barat adalah

benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum

pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga

manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2011

Deden Kuswanda

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat Rahmat dan Hidayah-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Penulis menyampaikan

ucapan terima kasih atas terlaksanannya tugas akhir ini kepada:

1. Ayahanda Oman A. Rachman dan Ibunda Sumiati atas dorongan, kasih

sayang, dan doa tiada henti untuk penulis.

2. Handian Purwawangsa, S.Hut, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Karyawan PT. Nityasa Idola di Kalimantan Barat, khususnya Bu Angel,

Pak Edi Rianto, Pak Emil, Pak Ahem yang telah meluangkan waktu

mengantarkan peneliti ke lokasi penelitian serta memberikan arahan dan

bimbingan.

4. Kakak-kakak (Kak Rahma, Kak Yudi, dan saudara kembar saya Dadang)

yang selalu memberikan semangat dan nasihat.

5. Ibu Megawati di Kemahasiswaan IPB, yang senantiasa memberikan

dorongan dan semangat.

6. Teman-teman seperjuangan di Departemen Manajemen Hutan angkatan

`43 Fahutan IPB khususnya Hania, Elisda, Suci, Linda, Kris, Andre,

Bayu, Hasan, dan teman-teman MNH`43 lainnya

7. Teman-teman seperjuangan di BEM KM IPB Kabinet Generasi Inspirasi

(Wahyu, Rico, Satrio, Evi, Widia) dan teman tim 5 (Kamal, Izan, Ziza,

Tika). Semoga kebersamaan kita tetap terjalin erat sampai kapanpun.

8. Adik-adik di Pramuka Winaya Lokatmala yang selalu memberikan

keceriaan.

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tarakan (Kalimantan Timur),

pada tanggal 31 Maret 1988. Penulis merupakan anak ke

empat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Oman A.

Rachman dan Ibu Sumiati. Saat ini penulis tinggal di Jalan

Sindang Barang RT 4/3 kelurahan Loji, Bogor. Pendidikan

penulis dimulai dari TK Bayangkari, Tarakan Tahun

1993-1994, SDN 002 Tarakan dan SDN Gunung Batu 01 Bogor

Tahun 1994-2000, SMPN 4 Bogor Tahun 2000-2003, SMAN 5 Bogor Tahun

2003-2006. Tahun 2006, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian

Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di jurusan

Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif di kegiatan

kemahasiswaan yaitu departemen politik dan advokasi BEM TPB 2006-2007,

Ketua Departemen PSDM BEM Fakultas Kehutanan IPB 2007-2008, Ketua

departemen Informasi dan Komunikasi BEM Fakultas Kehutanan IPB

2008Anggota Staf Departemen Kemahasiswaaan, Kesejahteraan Sosial, dan

Lingkungan tahun 2008-2009, Menteri Lingkungan Hidup BEM KM IPB kabinet

Generasi Inspirasi 2009-2010. Penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem

Hutan (PPEH) di Jawa Tengah, tepatnya Cilacap dan Baturaden pada tahun 2008,

Praktek Pengelolaan hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (TNGW)

Sukabumi pada Tahun 2009, serta mengikuti Praktek Kerja Lapang (PKL) dan

dilanjutkan dengan penelitian di Hutan Tanaman Industri (HTI) PT. Nityasa Idola,

Kalimantan Barat pada tahun 2010.

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis

selanjutnya menyelesaikan karya ilmiah (skripsi) yang berjudul Rencana Kelola

Sosial dalam Rangka Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) PT. Nitysa

(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji milik Allah Tuhan semesta alam yang telah memberikan

limpahan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Rencana Kelola Sosial dalam Rangka Pembinaan Masyarakat Desa Hutan

(PMDH) pada Kawasan Hutan Tanaman Industri PT. Nityasa Idola di Propinsi

Kalimantan Barat. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juli s.d September

2010. Skripsi ini memberikan gambaran mengenai kegiatan sosial yang dilakukan

perusahaan terhadap masyarakat yang tinggal di dalam atau sekitar kawasan

Hutan Tanaman Industri.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada PT. Nityasa Idola atas sarana

prasarana yang disediakan dan dana penelitian yang diberikan sehingga penelitian

ini dapat terlaksana dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

Handian Purwawangsa, S.Hut, M.Si atas bimbingan dan arahan serta saran yang

telah diberikan selama ini, Bapak Edi Riyanto dari manajemen PT. Nityasa Idola

yang telah membimbing di lapangan dan Bapak Emil serta seluruh Karyawan PT.

Nityasa Idola yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima

kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua, kakak-kakak tercinta serta seluruh keluarga atas segala do‟a dan kasih sayangnya.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat

bagi berbagai pihak terutama PT. Nityasa Idola. Penulis menyadari bahwa skripsi

ini jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis

harapkan untuk kebaikan skripsi ini.

Bogor, Maret 2011

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN... vi

UCAPAN TERIMA KASIH...vii

RIWAYAT HIDUP...viii

KATA PENGANTAR... ix

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

BAB I.PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Tujuan... 2

1.3. Ruang Lingkup...2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 3

2.1. Pembinaan Masyarakat Desa Hutan...3

2.1.1 Pengertian...3

2.1.2 Tujuan dan Sasaran...3

2.1.3 Pola Pembinaan Masyarakat Desa Hutan...4

2.2 Struktur Sosial Budaya dan Strategi Pembangunan Desa...7

2.3 Pendapatan rumah tangga...10

2.4 Kemiskinan... ... 11

2.5 Persepsi masyarakat... 12

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 14

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian...14

3.2. Alat dan Bahan ...14

3.2.1. Bahan... 14

3.2.2. Alat... 14

3.3. Kerangka Pemikiran ...14

3.4. Metode Analisis……... 16

3.4.1. Upaya-upaya PengembanganPerspektif PMDH………... 16

(11)

3.4.3. Pengumpulan Data...17

3.4.4. Analisis dan Sintesis data... 20

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI... 21

4.1. Sejarah Perusahaan... 21

4.2. Data Pemegang Izin…... 22

4.3. Letak Areal Kerja dan Luas... 23

4.4. Kondisi Hutan... 24

4.5. Kondisi Sosial Ekonomi... 25

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 27

5.1. Karakteristik Responden... 27

5.1.1 Umur Responden... 27

5.1.2 Pendidikan Responden... 27

5.1.3 Mata Pencaharian Responden... 29

5.2. Kesejahteraan Desa Binaan PT. Nityasa Idola... 29

5.3. Analisis Penyelenggaraan Kegiatan PMDH... 35

5.4. Analisis Masalah dan Konflik... 35

5.4.1. Identifikasi Masalah Pada Peserta PMDH (masyarakat)... 42

5.4.2. Identifikasi Masalah Pada Pelaksana PMDH (PT. Nityasa Idola)…... 46

5.5. Persepsi Masyarakat terhadap Manfaat Kegiatan PMDH... 47

5.6. Potensi Desa... 50

5.7. Usulan Rencana Kelola Sosial... 51

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 57

6.1. Kesimpulan... 57

6.2. Saran... 58

DAFTAR PUSTAKA... 59

(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Daftar data sekunder ... 17

2. Keadaan hutan pada areal kerja IUPHHK HT PT. Nityasa Idola berdasarkan peta penunjukkan kawasan hutan dan perairan provinsi kalimantan barat.. ... 24

3. Keadaan penutupan lahan berdasarkan peta hasil penafsiran citra satelit... 25

4. Jumlah penduduk, agama, mata pencaharian dan fasilitas umu... 26

5. Distribusi responden menurut kelompok umur ... 27

6. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan ... 28

7. Distribusi responden berdasarkan mata pencaharian... 29

8. Tingkat ketergantungan masyarakat terhadap hutan... 30

9. Pendapatan masyarakat... 30

10. Tingkat pengeluaran masyarakat... 31

11. Kondisi pendapatan dan pengeluaran per bulan... 32

12. Bentuk bangunan rumah... 33

13. Asal kepemilikan lahan responden ... 33

14. Tingkat kepuasan ganti rugi lahan. ... 35

15. Rencana kegiatan perusahan dalam rencana kerja tahunan (RKT) 2010 dan evaluasi kegiatan ... 36

16. Analisis permasalahan dan konflik yang pernah terjadi... 41

17. Bentuk interkasi masyarakat terhadap perusahaan ... 44

18. Konflik dengan perusahaan ... 45

19. Konflik yang pernah terjadi sepanjang tahun 2009-2010... 45

20. Kegiatan yang pernah dilakukan oleh perusahaan... 47

21. Bentuk manfaat kegiatan PMDH... 49

22. Hasil pengukuran persepsi masyarakat terhadap manfaat kegiatan PMDH ... 49

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Kerangka dan pendekatan kajian... 15

2. Pemilihan Responden dengan Snowball Method... 19

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Peta areal kerja IUPHHK HT PT Nityasa Idola di Kabupaten Landak........ 61

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pengembangan Hutan Tanaman Industri (HTI) terutama di luar Pulau Jawa

seringkali berhadapan dengan permasalahan-permasalahan kompleks.

Permasalahan tersebut muncul akibat terjadinya tumpang tindih kawasan antara

daerah konsesi perusahaan dengan kawasan yang dikuasai oleh masyarakat. Hal

tersebut terjadi pada areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan

Tanaman (IUPHHK HT) PT. Nityasa Idola di Kalimantan Barat. Sehingga,

perusahaan dalam upaya melakukan kegiatan tanam untuk pembangunan HTI

perlu melakukan negosiasi kepada masyarakat, di antaranya adalah setiap satu

hektar lahan yang dikerjasamakan akan diberikan pengganti sebesar Rp.

60.000/hektar, memperoleh hasil penjarangan pohon yang dilakukan pada

setengah daur (4 tahun) sebesar Rp. 2.500/m3, memperoleh hasil penebangan saat pemanenan (8 tahun) sebesar Rp. 5.000/ m3, dan pemberian bibit karet gratis sebanyak 21 batang/hektar. Namun penawaran perusahaan tersebut masih kurang

menarik perhatian masyarakat, hal ini dikarenakan lahan masyarakat masih

ditanamai pohon karet dan pertanian ladang berpindah, nilai ganti rugi yang

dinilai kecil, dan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap keberadaan HTI.

Memperhatikan kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat yang tinggal

di dalam dan sekitar areal IUPHHK HT PT. Nityasa Idola, dan kemampuan yang

dimiliki pemegang IUPHHK HT, pemerintah melalui peraturan Menteri

Kehutanan No. P.11/Menhut-II/2004 menjelaskan bahwa pelaksanaan Pembinaan

Masyarakat Desa Hutan (PMDH) oleh pemegang IUPHHK HT menjadi satu

kesatuan dalam Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) sesuai dengan

keputusan Menteri Kehutanan No. 177/kpts-II/2003 tentang Kriteria dan Indikator

Pengelolaan Hutan Secara Lestari pada Unit Menajemen Usaha Pemanfaatan

Hutan Tanaman. Upaya-upaya pembinaan masyarakat tradisional yang berada di

(16)

kesejahteraan masyarakat, kebijaksanaan ini dikenal dengan Pembinaan

Masyarakat Desa Hutan (PMDH).

Sampai saat ini, pemegang IUPHHK HT PT. Nityasa Idola telah

melakukan upaya PMDH dalam jangka pendek melalui kerjasama lahan dan

pemberian ganti rugi lahan. Namun kegiatan pembinaan masyarakat tersebut

masih belum optimal sehingga target tanam HTI tidak tercapai. Untuk itu perlu

dilakukan Rencana Kelola Sosial sebagai program PMDH dalam jangka panjang.

1.2Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

a. Menganalisis penyelenggaraan PMDH di PT. Nityasa Idola

b. Mengidentifikasi permasalahan-permasalahan dalam penyelenggaraan

PMDH di PT. Nityasa Idola

c. Merumuskan upaya-upaya pengembangan PMDH di PT. Nityasa Idola

1.3 Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah analisis aspek-aspek yang

mempengaruhi kondisi sosial masyarakat terhadap kinerja perusahaan.

Aspek-aspek tersebut meliputi :

1. Analisis permasalahan dan konflik yang mungkin pernah terjadi antara

perusahaan dengan masyarakat (land tenure, hubungan kerja, kesehatan,

pendidikan, prasarana dan sarana, dan sebagainya), serta upaya penyelesaian

yang pernah dilakukan.

2. Analisis pelaksanaan kegiatan sosial yang telah dilakukan perusahaan dan

hasil yang telah dicapai.

3. Analisis persepsi masyarakat terhadap perusahaan, harapan dan keinginan

masyarakat terhadap perusahaan, serta mekanisme pemenuhannya.

4. Analisis potensi pembangunan usaha pada masyarakat di desa sekitar

perusahaan

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.6 Pembinaan Masyarakat Desa Hutan 2.6.1 Pengertian

Pembinaan masyarakat di dalam dan sekitar hutan adalah upaya untuk

membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berada di dalam atau

sekitar areal hutan dan usaha meningkatkan kualitas sumber daya hutan

(Abdulbari 1993). Menurut Departemen Kehutanan (2000), Pembinaan

Masyarakat Desa Hutan (PMDH) adalah kegiatan pembinaan yang dilakukan

oleh pemegang IUPHHK-HA/IUPHHK-HT dengan tujuan untuk meningkatkan

pendapatan masyarakat, melalui terbukanya lapangan kerja dan kesempatan

berusaha serta tumbuhnya ekonomi pedesaan yang berwawasan lingkungan,

tersedianya sarana dan prasarana sosial ekonomi yang memadai, serta terciptanya

kesadaran dan perilaku positif masyarakat dalam pelestarian sumberdaya hutan.

Ada beberapa hal yang melatarbelakangi lahirnya PMDH, diantaranya sebagai

berikut:

1. PMDH sebagai upaya untuk mengendalikan ladang berpindah.

2. PMDH sebagai upaya untuk memenuhi tuntutan dan tekanan

masyarakat internasional, khususnya negara-negara maju importer

kayu tropis.

3. PMDH sebagai upaya menciptakan mekanisme distribusi sebagai

keuntungan, dimana pihak perusahaan dipertimbangkan telah

memperoleh keuntungan dari sumberdaya hutan, oleh karena itu

dipertimbangkan sangat wajar apabila pihak perusahaan mengucurkan

sebagian keuntungannya untuk kepentingan masyarakat.

2.6.2 Tujuan dan Sasaran

Menurut Departemen Kehutanan dalam Sitanggang (2009) tujuan PMDH

(18)

sejahtera, dan sadar lingkungan, terutama masyarakat yang berada di dalam hutan

dan sekitarnya meliputi kegiatan :

1. Meningkatkan pendapatan, membuka kesempatan kerja serta

menumbuhkan ekonomi pedesaan yang berwawasan lingkungan

2. Menyediakan sarana dan prasarana sosial, ekonomi yang memadai.

3. Menciptakan kesadaran dan perilaku positif masyarakat dalam

pelestarian sumberdaya hutan guna meningkatkan pengamanan hutan.

Sasaran PMDH adalah masyarakat desa hutan yaitu sekelompok

masyarakat setempat, terutama masyarakat tradisional baik yang berada di dalam

hutan maupun di pedesaan sekitar hutan. Adapun prioritas kelompok sasaran

PMDH masyarakat tradisional dengan urutan sebagai berikut:

1. Kelompok yang berada di areal IUPHHK HA/IUPHHK HT

2. Kelompok yang berada di perbatasan areal IUPHHK HA/IUPHHK

HT

3. Desa-desa terdekat yang berada di sekitar areal IUPHHK

HA/IUPHHK HT

2.6.3 Pola Pembinaan Masyarakat Desa Hutan

Menurut Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan (1991), rencana

pembinaan masyarakat di dalam dan sekitar hutan areal kerja IUPHHK-HT

disusun dengan memperhatikan hal-hal seperti: potensi, kondisi, dan aspirasi

masyarakat setempat, bersifat saling menguntungkan (meningkatkan

kesejahteraan masyarakat dan mendukung kelestarian hutan), merangsang dan

menumbuhkan ekonomi pedesaan yang berwawasan lingkungan, serta

menimbulkan kemandirian masyarakat tersebut. Selanjutnya dalam SK Dirjen PH

No. 210/Kpts-BPH/1995 dinyatakan tahap-tahap dalam penyelenggaraan kegiatan

PMDH yaitu:

a. Tahap Perencanaan Kegiatan PMDH

Kegiatan terpenting dalam tahap ini adalah studi diagnostik dan konsultasi

(19)

mempermudah pelaksanaan dan monitoring kegiatan di lapangan. Menurut

Departemen Kehutanan dalam Sitanggang (2009) tahap perencanaan dalam

kegiatan PMDH meliputi beberapa tahapan, yaitu studi diagnostik, rencana umum

(20 tahun) rencana menengah (5 tahun), rencana jangka pendek (1 tahun) serta

rencana operasional. Pada tahapan rencana di atas memiliki keterkaitan antara satu

sama lainnya, sehingga mempermudah dalam pelaksanaan dan monitoring

kegiatan di lapangan.

Rencana umum merupakan penjabaran dari studi diagnostik yang telah

dilaksanakan. Rencana umum tersebut memuat rencana kegiatan yang global yang

digunakan sebagai acuan untuk menyusun Rencana Lima Tahun dan Rencana

Tahunan PMDH. Rencana Lima Tahun adalah rencana kegiatan PMDH selama

jangka waktu lima tahun yang merupakan penjabaran dari Rencana Umum yang

dijadikan sebagai acuan dari Rencana Tahunan PMDH. Rencana Tahunan

merupakan rencana kegiatan yang akan dilakukan selama jangka waktu satu

tahun. Rencana Operasional (RO) adalah penjabaran dari Rencana Tahunan secara

teknis dan administratif. Studi diagnostik merupakan kegiatan identifikasi yang

mencakup seluruh potensi, aspirasi, tata nilai masyarakat serta potensi sumber

daya alam. Studi diagnostik ini merupakan kegiatan pra perencanaan yang

berfungsi menyediakan informasi dasar untuk keadaan fisik, sosial, ekonomi dan

budaya di wilayah kerja IUPHHK HA/IUPHHK HT yang digunakan sebagai

bahan penyusun PMDH (Departemen Kehutanan 2000)

b. Tahap Pelaksanaan Kegiatan PMDH

Tahap pelaksanaan meliputi penentuan lokasi dan kelompok masyarakat

binaan, dan penentuan bentuk-bentuk pembinaan. Kegiatan pembinaan

masyarakat di dalam dan sekitar hutan areal IUPHHK HT diprioritaskan dengan

urutan, yaitu kelompok masyarakat di dalam areal kerja IUPHHK HT, kelompok

masyarakat yang berbatasan dengan areal IUPHHK HT, kelompok masyarakat

dan atau masyarakat pedesaan terdekat dari areal kerja IUPHHK HT.

Adapun bentuk-bentuk pelaksanaan pembinaan masyarakat desa hutan ini

(20)

1. Peningkatan pendapatan, membuka kesempatan kerja dan kesempatan

berusaha. Bentuk kegiatan yang dilakukan dapat berupa pendidikan

dan latihan (diklat) keterampilan bidang budaya dan intensifikasi

tanaman pangan, tanaman holtikultura dan tanaman kehutanan serta

usaha peternakan, pertukangan, seni ukir dan perpatungan, sebagai

bapak angkat dalam pemasaran hasil usahatani/wanatani, kerajinan

serta bantuan modal kerja/usaha

2. Menyediakan sarana dan prasarana sosial ekonomi, dengan bentuk

kegiatannya berupa sarana bangunan atau fisik, antara lain:

a. Sarana dan prasarana ekonomi pedesaan, yaitu jalan, jembatan,

pengairan dan pasar

b. Sarana dan prasaran sosial masyarakat, yaitu sekolah, kesehatan,

olahraga, keagamaan (mesjid, gereja dan lain-lain)

3. Menciptakan kesadaran dan perilaku positif masyarakat dengan bentuk

kegiatan pembinaannya, antara lain :

a. Penyuluhan konservasi tentang sumberdaya alam dan hutan

b. Pengembangan hutan rakyat melalui penyediaan bibit, penyiapan

lahan dan penanaman

Lingkup kegiatan pembinaan masyarakat di dalam dan sekitar hutan

berdasarkan SK. Menhut No. 691/KPTS-II/1991 terdiri dari lima aspek meliputi

aspek pertanian menetap, aspek peningkatan ekonomi, aspek pengembangan

sarana dan prasarana umum, aspek sosial budaya, serta aspek pelestarian

sumberdaya hutan dan lingkungan.

c. Tahap Pengendalian dan Penilaian

Evaluasi pengawasan kegiatan PMDH di lapangan menurut SK. Dirjen PH

No. 210/Kpts-BPH/1995, dilakukan oleh Kepala Dinas Kehutanan Daerah

Tingkat I. Bimbingan dan pengendalian kegiatan pembinaan dilakukan oleh

Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan. Secara priodik (bulanan,

triwulan, dan tahunan) IUPHHK-HT wajib menyampaikan laporan pelaksanaan

PMDH kepada kakanwil Departemen Kehutanan dengan tembusan dirjen PH,

(21)

Penilaian keberhasilan PMDH dilakukan oleh Kakanwil Departemen

Kehutanan dengan mempertimbangkan masukan dari Kepala Dinas Kehutanan

Daerah Tingkat I. Rujukan bagi penilaian tersebut adalah SK. Dirjen PH No.

288/IV-PHH/1992, tentang kriteria dan tolak ukur penilaian keberhasilan

pelaksanaan HPH Bina Desa Hutan yang sekarang disebut dengan PMDH.

2.7 Struktur Sosial Budaya dan Strategi Pembangunan Desa

Struktur sosial merupakan pola hubungan sosial yang terpola secara

permanen dalam ruang dan waktu, dengan segenap atribut sosial budaya yang

menyatu dalam masyarakat itu. Proses pembangunan pedesaan yang ditujukan

untuk masyarakat lokal, sangat tergantung pada kesiapan sosial budaya dari

masyarakat itu dalam mendukung proses tersebut. Konteks kesiapan sosial budaya

itu membuat struktur sosial dari masyarakat menjadi faktor penting untuk

mewujudkan keberhasilan dalam melaksanakan kegiatan pembangunan desa

(Soetrisno 1990).

Masyarakat lokal yang hidup di hutan-hutan di luar Pulau Jawa sebagian

besar merupakan masyarakat peladang dan juga pekebun atau pengumpul hasil

hutan. Sistem pertanian yang digunakan adalah sistem ladang atau sistem tebas

dan bakar, dimana pohon-pohon ditebang dan dibakar sehingga tanah bisa

ditanami tanpa pembajakan disebut pertanian ladang (shifting cultivation). Corak

bercocok tanam tersebut muncul di lokasi yang ditutupi hutan. Di daerah tropis,

kesuburan tanah biasanya merosot dengan cepat sesudah ditanami. Tanah yang

dibuka tersebut setelah ditanami beberapa musim, dan sesudah kesuburan

tanahnya menurun dan rumput merajalela, kemudian bidang-bidang tanah

ditinggalkan untuk mencari tanah baru. Hak atas tanah didasarkan atas adat suku

atau masyarakat setempat. Tanah itu menjadi miliknya karena ia telah

membukanya atau karena ia telah mengusahakannya terus-menerus, dan akan

menjadi miliknya selama ia masih menggunakannya (Mosher 1987).

Berdasarkan kondisi sosial ekonomi budaya tersebut, rekayasa kegiatan

pembangunan atau kegiatan ekonomi yang akan dikembangkan hendaknya dapat

(22)

1. Ada atau sudah dikenal masyarakat, sehingga segera dapat berjalan

dengan lancar, karena sejalan secara dinamika sosial ekonomi budaya

setempat.

2. Mempunyai potensi sumber-sumber produksi yang memadai atau

kalaupun belum memadai sumber-sumber tersebut masih dapat

dikembangkan.

3. Mempunyai potensi pasar yang memadai atau dapat dikembangkan

4. Sejalan dengan pelestarian sumberdaya, khususnya sumberdaya hutan

dan pelestarian lingkungan hidup setempat, sejalan dengan

kebijaksanaan pembangunan nasional dan berbagai kepentingan

hubungan internasional.

Pengembangan kegiatan pembangunan desa meliputi kegiatan-kegiatan

penyuluhan, pembinaan, pemenuhan kebutuhan dasar manusia, peningkatan

pendidikan dalam arti luas, kesehatan, peningkatan keterampilan teknis

manajemen, leadership dan pengembangan teknologi tepat guna. Dalam

pengembangan kegiatan tersebut di samping perlu ditunjang dengan penyediaan

sarana dan prasaran produksi, permodalan, fasilitas kelembagaan ekonomi (seperti

pasar), juga diperlukan penciptaan ilmu atau tatanan politik, ekonomi dan sosial

budaya yang mendukung (Soehoed 1992)

Mosher (1987) menyatakan bahwa dalam pembangunan masyarakat

pedesaan, diperlukan lima macam tindakan pemerintah yang dapat menjamin

petani menguasai tanah mereka secara efektif dan memungkinkan bertani efisien.

Kelima tindakan tersebut, yaitu pemetaan tanah dan pendaftaran hak milik,

pemagaran tanah untuk menghindarkan penggembala sewenang-wenang,

penyatuan pemilik tanah yang terpencar-pencar, redistribusi tanah untuk

membentuk satuan-satuan manajemen yang efisien dan pengubah syarat-syarat

penyakapan.

Selanjutnya dalam rangka mempercepat pembangunan pedesaan perlu

memperhatikan syarat-syarat pokok dan faktor-faktor pelancar pembangunan

(23)

1. Pasar untuk hasil-hasil pertanian

Pembangunan pertanian bertujuan untuk meningkatkan produksi

hasil-hasil usaha tani. Untuk menampung hasil-hasil-hasil-hasil tersebut harus tersedia pasar serta

harga yang menguntungkan untuk membayar kembali pengorbanan dan daya

upaya yang telah dikeluarkan oleh petani sewaktu memproduksinya. Tanpa

adanya pasar dan harga yang kompetitif ini maka petani akan sulit untuk

menerima atau mengembangkan inovasi/perubahan-perubahan dalam berusaha

tani sehingga proses pembangunan pun akan tersendat-sendat.

2. Teknologi yang selalu berubah

Untuk dapat meningkatkan produksi pertanian harus tersedia teknologi

atau cara-cara yang baik, seperti cara-cara penebaran benih, pemeliharaan

tanaman, pemungutan hasil, pemeliharaan ternak dan sebagainya. Termasuk

didalamnya benih unggul, pupuk, obat-obatan hama/penyakit, obat-obatan ternak

dan lain-lain, termasuk juga diversifikasi dalam pengelolaan usahataninya.

Teknologi yang berubah-ubah ini sangat diperlukan untuk menjamin

keberlangsungan proses pembangunan.

3. Tersedianya bahan-bahan dan alat produksi

Dalam penerapan suatu inovasi/teknologi diperlukan penggunaan

bahan-bahan dan alat-alat produksi yang khusus untuk petani. Alat-alat dan bahan-bahan-bahan-bahan

produksi tersebut harus tersedia dan dapat diperoleh dengan mudah di berbagai

tempat serta dengan harga yang terjangkau oleh kemampuan petani. Dengan

demikian para petani tersebut dapat memenuhi kebutuhannya untuk meningkatkan

produksi pertanian.

4. Perangsang produksi bagi petani

Petani mau menerapkan suatu inovasi teknologi baru apabila ada harapan

akan diperolehnya keuntungan bagi dirinya dan keluarganya. Perangsang yang

dapat secara efektif mendorong petani tersebut terutama hal-hal yang bersifat

(24)

wajar (untuk petani penyakap) dan tersedianya barang dan jasa yang diperlukan

oleh petani dan keluarganya.

5. Pengangkutan

Pengangkutan merupakan faktor kunci dalam proses pembangunan

pertanian. Pengangkutan ini diperlukan untuk membawa alat-alat dan

bahan-bahan produksi usahatani serta membawa hasil-hasil pertanian ke konsumen di

pusat-pusat pemasaran lokal maupun kota. Tanpa adanya sarana dan jaringan

pengangkutan yang efisien dan murah, ke tempat syarat mutlak di atas tidak

mungkin dapat diadakan secara efektif.

2.8 Pendapatan Rumah Tangga

Pendapatan Rumah Tangga adalah kumpulan dari pendapatan

anggota-anggota rumah tangga dari masing-masing kegiatan. Pendapatan rumah tangga

umumnya tidak berasal dari satu sumber, tetapi dapat berasal dari dua atau lebih

sumber pendapatan. Ragam sumber pendapatan tersebut diduga dipengaruhi oleh

tingkat pendapatan itu sendiri. Tingkat pendapatan yang rendah mengharuskan

anggota rumah tangga untuk bekerja/berusaha lebih giat untuk memenuhi

kebutuhan. Bagi sebagian rumah tangga, upaya-upaya tersebut tidak hanya

menambah curahan jam kerja dari kegiatan yang ada, tetapi juga melakukan

kegiatan-kegiatan lain (Nurmanaf 1988, dalam Suharni 2010)

Menurut Soeharjo dan Patong (1973), untuk mengetahui pendapatan

petani dikenal bebera ukuran pendapatan usaha tani :

a. Pendapatan kerja petani diperoleh dengan menghitung semua

penerimaan yang berasal dari penjualan yang dikonsumsi keluarga dan

kenaikan inventarisnya.

b. Penghasilan kerja petani diperoleh dari menambah pendapatan kerja

petani dengan penerimaan tidak tunai.

c. Pendapatan kerja keluarga diperoleh dari menambah penghasilan kerja

(25)

d. Pendapatan keluarga diperoleh dengan menghitung pendapatan dari

sumber-sumber lain yang diterima petani bersama keluarganya,

disamping kegiatan pokok.

2.9 Kemiskinan

Kemiskinan merupakan fenomena sosial yang ditandai dengan

ketidakmampuan seseorang atau sekelompok dalam memenuhi standar kebutuhan

dasar sehari-hari. Standar kebutuhan dasar untuk masing-masing Negara

berbeda-beda, PBB menetapkan bahwa batas kemiskinan dihitung dari pendapatan

hariannya, yaitu $2/orang/hari. Sementara BPS menentukan batas kemiskinan dari

jumlah rupiah yang dibelanjakan per-kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan

minimum makanan dan bukan makanan yang dibutuhkan, yaitu 2.100

kalori/orang/hari (Kuncoro 2003). Dengan demikian kemiskinan itu sangat

fenomenalogis, karena menunjuk pada berbagai konsep itu didefinisikan.

Kemiskinan memiliki banyak dimensi, antara lain terbatasnya kesempatan,

kapasitas diri yang rendah, tingkat keamanan yang rendah, dan ketidakberdayaan.

Hal tersebut seperti diungkapakan oleh Bank Dunia (2003), “poverty is

multidimentional, extending beyond low levels of income;

Lack of opportunity : Low levels of consumption/income, ussualy relative

to a national poverty line. This is generally associated with the level and

distributionof physical assets, such land, human capital and sosial assets;

and markets opportunities which determine the returns to these assets

Low capabilities : Little or no improvements in helath and education

indicator among a particular socio-economic group;

Low level of security : Exposure to risk and income shocks, which may

arise at the national, local, household or individual level.

Empowerment : The capacity of poor people to acces and influence state

institutions and sosial processes that shape resource allocations and

public policy choises.

Supriatna (1997) mengungkapkan bahwa suatu keadaan disebut miskin

(26)

yang mencakup aspek primer dan sekunder. Aspek primer berupa miskinnya aset

pengetahuan dan keterampilan, sedangkan aspek sekunder berupa miskinnya

jaringan sosial, sumber-sumber keuangan; dan informal seperti kekurangan gizi,

air, perumahan, perawatan kesehatan yang kurang baik, dan pendidikan yang

relatif rendah. Sedangkan kemiskinan dalam dimensi ekonomi dipandang sebagai

ketidakmampuan untuk mempertahankan standar hidup minimal yang diukur

berdasarkan kebutuhan konsumsi atau pendapatan untuk memenuhi kebutuhan

dasar. Kemiskinan dalam dimensi ini bersifat sangat mendasar.

Menurut Sen seperti yang dikutip Sari (2003) mengatakan bahwa

kemiskinan itu didorong oleh suatu kondisi keadaan dimana individunya mengalami keterbatasan pilihan dan kemampuan atau „lack of choice and capability‟. Dalam konsep ini kemiskinan dikaitkan dengan suatu keadaan atau

kondisi hilangnya hak serta peluang seseorang atau sekelompok orang terhadap

penguasaan, pemilikan, dan pengaturan atau kontrol terhadap sumber daya yang

diperlukan bagi terjaminnya kehidupan seseorang.

2.10 Persepsi masyarakat

Persepsi adalah proses menerima informasi atas stimulus dari lingkungan

dan mengubahnya ke dalam kesadaran psikologis. Menurut Leavitt (1997),

persepsi (perception) dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana cara

seseorang melihat sesuatu. Sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau

pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu.

Surya (2004) mengatakan pengamatan atau perception merupakan salah

satu bentuk perilaku kognitif yaitu suatu proses mengenal lingkungan dengan

menggunakan alat indera. Proses pengamatan terjadi karena adanya rangsangan

dari lingkungan yang diterima oleh individu melalui alat indera. Rangsangan itu

kemudian diteruskan ke pusat kesadaran yaitu otak untuk diberi makna atau

tafsiran. Dengan demikian, proses pengamatan berlangsung dalam tiga tahapan

yaitu: (1) penerimaan rangsangan oleh alat indera, (2) pengiriman informasi ke

pusat keadaran atau otak, dan (3) pemberian tafsiran terhadap rangsangan yang

diterima. Persepsi yang benar terhadap suatu objek diperlukan, sebab persepsi

(27)

Perbedaan persepsi antar satu orang dengan orang lainnya menurut Fauzi

(2004) disebabkan oleh 5 faktor, yaitu : (1) Perhatian; rangsangan yang ada di

sekitar kita tidak kita tangkap secara sekaligus tapi kita hanya memfokuskan pada

satu atau dua objek saja. Perbedaaan fokus antara satu orang dengan yang lainnya

akan menyebabkan perbedaan persepsi, (2) Set; adalah sebuah harapan seseorang

akan rangsangan yang akan timbul, misalnya seorang pelari siap digaris start

terdapat set akan terdengar pistol disaat dia harus berlari, (3) Kebutuhan;

kebutuhan–kebutuhan sesaat maupun yang menetap akan mempengaruhi persepsi

orang tersebut, (4) Sistem nilai seperti adat istiadat; kepercayaan yang berlaku

dalam suatu masyarakat berpengaruh pula terhadap persepsi, (5) ciri kepribadian,

(28)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan (Juli - September) tahun 2010,

bertempat di areal kerja PT. Nityasa Idola, Kecamatan Meranti, Kabupaten

Landak, Propinsi Kalimantan Barat.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Alat yang digunakan dalam kajian ini adalah alat tulis, komputer, printer

dan software excel untuk pengolahan data, kamera digital, GPS, dan tape

recorder.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam kajian ini adalah laporan yang terkait studi

aspek sosial, kuisioner/daftar pertanyaan untuk wawancara terstruktur, alat tulis,

peta kerja dan peta administrasi desa/kecamatan.

3.3 Kerangka Pemikiran

Secara umum dasar pemikiran dari kajian ini adalah kelestarian usaha PT.

Nityasa Idola bisa tercapai hanya jika kelestarian sosial di dalam dan di sekitar

areal bisa tercapai. Dengan demikian, kerangka pendekatan yang dipakai dalam

menganalisa penyelenggaraan PMDH adalah dengan cara mengetahui kondisi saat

ini (existing condition) di PT. Nityasa Idola terutama yang berkenaan dengan

kondisi sosial ekonomi (sosek), dampak sosek terhadap masyarakat sekitar dan

persepsi masyarakat. Berdasarkan existing condition yang terjadi, akan disusun

upaya-upaya pengembangan kelestarian sosial yang berisi kegiatan-kegiatan sosial

yang seharusnya dilakukan untuk menciptakan kondisi ideal (kondisi yang

diharapkan). Dengan tercapainya kondisi ideal, diharapkan kelestarian/

(29)

Lingkungan sosial perusahaan pada hakekatnya terdiri dari tiga faktor,

yaitu pemerintah, masyarakat dan perusahaan itu sendiri. Komitmen dan

kepedulian dunia usaha terhadap pembangunan sangat diharapkan karena mereka

mempunyai tanggungjawab moral dan sosial terhadap lingkungannya. Dunia

usaha tidak mungkin dapat mempertahankan eksistensinya tanpa dukungan

masyarakat dan lingkungan sosialnya. Keberlanjutan dapat dimaknai dalam

kaitannya dengan keberadaaan manfaat dan keuntungan bagi perusahaan,

masyarakat dan pemerintah yang juga mencakup berbagai aspek pertumbuhan,

sosial dan lingkungan. Salah satu bentuk komitmen dan tanggungjawab

perusahaan terhadap lingkungannya yang berkembang saat ini adalah Pembinaan

Masyarakat Desa Hutan (PMDH). Dengan adanya permasalahan-permasalahan

tersebut maka perlu dilakukan strategi pengembangan untuk mencari solusi, saran,

dan rekomendasi sehingga dapat dijadikan sebagai dasar perencanaan baru yang

lebih baik dan bisa dijalankan sepenuhnya serta dapat mencapai tujuan yakni

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa hutan. Semua hal yang telah

dijelaskan sebelumnya terangkum dalam kerangka pemikiran yang terdapat pada

Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka dan pendekatan kajian. Sumber Daya

Lahan PT. Nityasa Idola

Masyarakat

Aturan dan rencana Kegiatan PMDH HTI

Kegiatan PMDH yang sesuai dengan tujuan Gap Antara Aturan

dan Realisasi

Rencana Kelola Sosial

Evaluasi kegiatan dan Identifikasi Masalah

(30)

3.4 Metode Analisis

3.4.1 Upaya-upaya Pengembangan Perspektif PMDH

Berkenaan dengan Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH),

identifikasi dan analisis aspek sosial dalam rangka menyusun upaya-upaya

pengembangan adalah langkah awal dalam melaksanakan program PMDH, agar

program PMDH yang dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan kebutuhan

masyarakat, sehingga tepat tujuan dan tepat sasaran. Program PMDH tanpa

melakukan identifikasi dan analisis sosial terlebih dahulu tidak akan memberikan

dampak yang optimal terhadap pembangunan sosial masyarakat di sekitarnya.

Dengan demikian peran PMDH terhadap eksistensi perusahaan tidak akan

optimal.

3.4.2 Teknik Sampling

Desa binaan di areal IUPHHK HT PT Nityasa Idola adalah sebanyak 52

desa yang terbagi kedalam 2 wilayah kerja, yakni wilayah utara dan wilayah

selatan. Dalam menentukan sebaran responden, peneliti memilih desa-desa di

wilayah utara sebagai wilayah sampel dengan alasan bahwa wilayah tersebut

sedang dalam upaya memperbesar pencapaian target tanam. Sehingga perusahaan

perlu meningkatkan negosiasi dan pedekatan kepada masyarakat dengan berbagai

masalah sosial yang ada. Berdasarkan pertimbangan dari manajemen perusahaan

desa sampel yang dipilih sebanyak dua sampel desa, yakni Desa Selange dan Desa

Ampadi dengan alasan bahwa kedua desa tersebut sedang dalam pendekatan

untuk meningkatkan kerjasama dengan perusahaan. Responden yang dipilih pun

didasarkan pada beberapa kriteria/karakteristik yang digunakan seperti :

1. Penduduk setempat yang bekerja pada perusahaan

2. Penduduk lokal (suku dayak)/pendatang

3. Kepemilikan lahan/kebun

4. Masyarakat yang berada di sekitar perusahaan

(31)

3.4.3 Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penyusunan kajian ini adalah data primer dan

data sekunder yang dikumpulkan dari level perusahan dan level instansi terkait,

yang didukung dengan data hasil verifikasi lapangan.

a. Pengumpulan Data Sekunder

Tabel 1 Daftar data sekunder

No. Jenis Data Sumber Data

1.

2.

3.

4.

Gambaran Umum Perusahaan

Monografi Kecamatan Meranti

Peta Kawasan Hutan Tanaman Industri

Kegiatan-kegiatan Sosial Perusahaan

Perusahaan

Kecamatan Meranti

Perusahaan

Perusahaan

b. Pengumpulan Data Primer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode survei dengan dasar

keterwakilan aspek sosial ekonomi, wilayah kerja, maupun pola hubungan

interaksi dengan perusahaan.

b.1 Observasi Lapang

Observasi lapang sangat penting dilakukan untuk mengamati kondisi riil di

lapangan dalam rangka:

1) Memastikan bahwa data yang diperoleh sama atau setidaknya tidak

terlalu jauh berbeda dengan realitas di lapangan.

2) Menggali informasi lebih dalam melalui pengamatan langsung di

lapangan tentang berbagai hal yang menyangkut kondisi sosial

ekonomi di dalam dan sekitar PT. Nityasa Idola

Observasi yang dilakukan diantaranya adalah di lokasi :

1. Hutan Tanaman Perusahaan

(32)

3. Masyarakat sekitar

4. Desa di sekitar kawasan PT. Nityasa Idola

b.2. Wawancara

Wawancara dilakukan dengan menggunakan 2 (dua) pendekatan sebagai

berikut:

1) Wawancara semi terstruktur

Wawancara semi terstruktur dilakukan dengan person kunci (key person

interviews). Untuk melakukan wawancara semi terstruktur hanya diperlukan

panduan wawancara (interview guidances), kuesioner yang detil tidak diperlukan.

Wawancara dengan person kunci dilakukan untuk mengetahui secara lebih

mendalam suatu permasalahan sesuai dengan bidang keahlian atau kewenangan

dari masing-masing responden (person kunci). Oleh karena itu, pemilihan

responden untuk wawancara dengan person kunci (key person interviews) lebih

tepat dilakukan dengan menggunakan pendekatan non-probability melalui metode

purposif sampling, yaitu: pengambilan sampel dilakukan berdasarkan

pertimbangan perorangan atau pertimbangan peneliti (Sudjana 2002).

Pemilihan responden untuk menilai kegiatan PMDH dilakukan secara

accidental sampling (Kumar 1999) dengan pendekatan non-probability sampling,

yaitu masyarakat yag dijadikan responden dengan usia 17 tahun ke atas. Hal ini

diasumsikan orang tersebut telah mengerti pertanyaan-pertanyaan dalam

kuesioner dan telah memiliki kemampuan menganalisis pertanyaan maupun

informasi. Ukuran sampel yang digunakan adalah 60 orang (30 orang dari desa

Selange dan 30 orang dari desa Ampadi), didasarkan pada acuan minimal 30

sampel untuk penelitian deskriptif (Umar 2002). Jumlah responden di setiap

tingkatan bervariasi sesuai dengan kebutuhan. Adapun tahapan dalam penentuan

responden untuk key person interviews adalah sebagai berikut:

a) Menentukan person kunci yang paling berpengaruh atau paling

relevan dengan topik kajian.

b) Masukan atau rekomendasi dari person kunci sebelumnya dijadikan

(33)

menjadi responden selanjutnya. Metode penentuan responden seperti ini dikenal dengan sebutan metode “bola salju” (snowball method)

yang bisaanya sangat sesuai digunakan untuk menentukan responden

dalam key person interviews.

c) Untuk menjaga keseimbangan jumlah responden berdasarkan aspek

keahlian atau kewenangan yang dimiliki, key person interviews

dilakukan dengan teknik purposive sampling menggunakan metode penentuan responden “bola salju” (snowball method ) yang dikombinasikan dengan sistem kontrol kuota (quota control). Quota

control diperlukan agar tidak terjadi penumpukan responden dengan

bidang keahlian atau kewenangan tertentu tetapi kekurangan

responden untuk bidang keahlian atau kewenangan yang lain.

Gambar 2 memberikan ilustrasi bagaimana cara melakukan pemilihan

responden untuk key person interviews dengan snowball method.

Gambar 2 Pemilihan responden dengan snowball method.

2) Wawancara Terstruktur

Wawancara terstruktur dilakukan dengan menggunakan kuesioner sebagai

bahan panduan wawancara. Pemilihan responden dalam wawancara dilakukan

dengan teknik pengambilan contoh acak terstratifikasi (stratified random

(34)

3.4.4 Analisis dan Sintesis data

Data sekunder maupun data primer yang dikumpulkan dianalisa dengan

perpaduan antara metode kuantitatif dan kualitatif. Analisis kualitatif lebih

menekankan pada deskripsi atau gambaran berbagai fakta dan hubungan antar

variabel yang ditemukan dalam proses di lapangan. Berdasarkan pendeskripsian

dan hubungan antar variabel yang ada dilapangan, dilakukan analisis terhadap 1)

Kondisi sosial ekonomi petani dan masyarakat secara umum di kawasan dan

sekitar kawasan perusahaan, 2) Analisis persepsi petani dan masyarakat umum

terhadap perusahaan, 3) Analisis dampak keberadaan perusahaan terhadap

lingkungan, dan sosial ekonomi masyarakat, dan 4) analisis rencana kelola sosial

(35)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI

4.1 Sejarah Perusahaan

Pemerintah melalui keputusan Menteri Kehutanan No 329/Kpts-II/1998

tanggal 27 Februari 1998 memberikan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri

kepada PT Nityasa Idola seluas 113.196 ha. Sejarah perkembangan Usaha

Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (UPHHK-HTI) PT

Nityasa Idola dari sisi perijinan hingga saat ini adalah sebagai berikut :

Berdasarkan Surat Ditjen Pengusahaan Hutan No. 1936/IV-PPH/1994

mulai tahun 1995 PT Nityasa Idola melaksanakan uji tanaman seluas 200 hektar

di Kecamatan Ledo Kabupaten Sambas, namun mengalami hambatan dari

masyarakat. Pada tahun 1997 PT Nityasa Idola melakukan pengulangan kegiatan

uji tanaman areal seluas 200 hektar yang terletak di Kampung Malosa dan

Sukamulya, Kecamatan Bengkayang yang sudah mencapai tahap penanaman.

Penanaman berdasarkan RKT, dilakukan untuk RKT 1998/1999 mencapai

sekitar 600 hektar ditambah percobaan penanaman seluas 200 hektar. Selain

penanaman, selama pelaksanaan RKT tersebut dibangun persemaian permanen

yang mampu memproduksi bibit 2 juta bibit/tahun. Sedangkan bibit yang sudah

diproduksi 1.686.315 bibit yang terdiri dari jenis Acacia mangium, Gmelina

arborea dan Eucalyptus spp.

Bina desa hutan yang telah dilakukan oleh PT Nityasa Idola sampai

dengan tahun 1999 adalah pembangunan sarana dan prasarana peribadatan 1 buah

seluas 60 m2, bangunan serba guna 1 buah seluas 60 m2, pengembangan karet rakyat seluas 10 hektar, demplot pertanian tumpang sari seluas 1,6 hektar serta

mengadakan sarasehan/penyuluhan sebulan sekali. Kegiatan ini terus berlangsung

hingga pecahnya kerusuhan besar di Kalimantan Barat pada tahun 1997 yang

terulang dengan skala yang lebih luas pada tahun 1999.

Kondisi keamanan dan perkembangan sosial kemasyarakatan di Provinsi

(36)

sangat tidak kondusif untuk pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan hutan

tanaman dan investasi pada umumnya antara lain dengan terjadinya penguasaan

dan penggunaan lahan oleh masyarakat di dalam dan sekitar hutan yang

mengakibatkan luas areal yang dapat ditanami tidak lagi sesuai dengan Rencana

Karya Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (RKPHTI) yang telah disetujui oleh

Dirjen Pengusahaan Hutan dengan Surat Keputusan Nomor 251/Kpts/VI/1999

tanggal 27 Desember 1999 dimana direncanakan bahwa luas efektif tanaman

adalah 64.000 hektar, dengan daur tanaman 8 tahun dengan jenis tanaman Acacia

mangium, Gmelina arborea dan Paraserianthes falcataria.

Mempertimbangkan perubahan yang terjadi, PT Nityasa Idola pada akhir

tahun 2006 memohon persetujuan untuk perubahan (revisi) RKUPHHK-HTI nya.

Pada tanggal 4 Oktober 2007, PT Nityasa Idola memperoleh pengesahan atas

revisi Rencana Kerja UPHHK HTI dalam Hutan Tanaman periode 1998 s/d 2041

dengan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan No.

248/VI-BPHT/2007 tentang Persetujuan dan pengesahan Revisi Keputusan

Direktur Jendral Pengusahaan Hutan Produksi Nomor 351/Kpts-VI/1999 tentang

pengesahan Rencana Karya Pengusahaan Hutan Tanaman (RKPHT) yang

meliputi seluruh jangka waktu pengusahaan hutan atas nama PT Nityasa Idola di

Provinsi Kalimantan Barat.

Berdasarkan revisi rencana kerja inilah mulai tahun 2007 PT Nityasa

Idola melakukan kegiatan pembuatan tanaman dan sampai akhir tanam 2008 telah

menyelesaikan penanaman seluas 280 hektar dengan jenis tanaman sengon serta

membangun 3 buah persemaian yang dikelola bersama masyarakat

masing-masing dengan kapasitas produksi 1.200.000 batang bibit per tahun.

4.2 Data Pemegang Izin

Kegiatan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman

(IUPHHK HT) di areal yang ditunjuk dalam surat Menteri Kehutanan No.

329/Kpts-II/1988 tertanggal 27 Februari 1998 akan dilakukan oleh PT. Nityasa

Idola sebagai pemegang izin. Secara ringkas data pemegang ijin adalah sebagai

(37)

1. Nama Pemegang IUPHHK HTI dalam Hutan Tanaman : PT. NITYASA

IDOLA

2. Alamat dan Nomor Telepon :

a. Kantor Pusat : Sapta Mulia Centre

Jl. Rw Gelam V- KI Pulogadung Jakarta

Telp. 021 – 4618135

b. Kantor Cabang : Jalan Pangeran Cinata, Dusun Raja, Desa

Raja, Kecamatan Ngabang, Kabupaten

Landak, Telp. 0562 – 22462

3. Keputusan IUPHHK HTI

a. Nomor : 329/Kpts-II/1998

b. Tanggal : 27 Februari 1998

c. Luas Areal : 113.196 ha

4. Kelas Perusahaan : Pertukangan

5. Status Permodalan : Swasta Nasional Murni

6. Kepemilikan Saham IUPHHK HTI

- Direktur : Iwan Djanuarsyah

- Direktur : Julianto Koesnandar

7. Kepemilikan Industri :

a. Terkait dengan industri : PT. Dharma Satya Nusantara

b. Kepemilikan saham dengan industri

4.3 Letak Areal Kerja dan Luas

Areal IUPHHK HTI yang akan dikelola oleh PT Nityasa Idola terletak di

dua administrasi pemerintahan otonom, yaitu Kabupaten Bengkayang dan

Kabupaten Landak. Keduanya terletak di Provinsi Kalimantan Barat. Secara fisik,

areal IUPHHK HTI PT Nityasa Idola dapat dikelompokkan ke dalam tiga bentang

lahan yaitu satu bentang di Kabupaten Bengkayang dan dua bentang lahan di

Kabupaten Landak. Keadaan fisik lapangan areal IUPHHK HTI PT Nityasa Idola

(38)

Areal kerja IUUPHHK-HTI PT. Nityasa Idola secara geografis terletak

pada garis lintang 0°22‟48” - 01°04‟18” LU dan garis bujur 109°22‟ - 109°54‟

BT. Secara administrasi terletak di Provinsi Kalimantan Barat yaitu pada dua

kabupaten yaitu Kabupaten Landak dan Kabupaten Bengkayang. Untuk di

Kabupaten bengkayang wilayah mencakup Kecamatan Samalantan, Bengkayang,

Ledo, Sanggau Ledo, Seluas, Sungai Raya, Capkala, Monterado, Teriak, Sungai

Betung, Suti Semarang, Lumar, Jagoi Babang dan Siding. Sedangkan untuk di

Kabupaten Landak, terletak di wilayah Kecamatan Kuala Behe, Air Besar,

Sebangki, Ngabang, Meranti, Menyuke, Mempawah Hulu, Menjalin, Mandor dan

Sengah Temila. IUPHHK-HTI PT. Nityasa Idola memiliki luas total areal konsesi

sebesar 113.196 ha.

4.4 Kondisi Hutan

Berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan tentang penunjukkan Kawasan

Hutan dan Perairan untuk Provinsi Kalimantan Barat yang dituangkan dalam

Surat Keputusan Menteri Kehutanan No 259/Kpts-II/2000 tanggal 20 Agustus

tahun 2000 areal HTI PT Nityasa Idola berada di kawasan hutan produksi, dengan

beberapa bagian dari areal tersebut juga terdapat areal dengan fungsi konservasi,

yaitu hutan lindung serta penggunaan lain dalam hal ini transmigrasi. Keadaan

hutan berdasarkan peta kawasan hutan dan perairan Provinsi Kalimantan Barat

disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Keadaan hutan pada areal kerja IUPHHK HT PT Nityasa Idola berdasarkan peta penunjukkan kawasan hutan dan perairan Provinsi Kalimantan Barat

(39)

Sementara itu dengan menggunakan Citra Landsat 7 ETM+Band 542,

Path/Row 121/59 dan 121/60 liputan 31 Oktober 2008 diperoleh data sebagai

berikut :

Tabel 3. Keadaan penutupan lahan berdasarkan peta hasil penafsiran citra satelit

No Fungsi hutan Areal Berhutan Areal Tak

Berhutan

Sumber : Rencana Kerja Umum PT. Nityasa Idola

4.5 Kondisi Sosial Ekonomi

Areal IUPHHK HTI PT. Nityasa Idola berada pada dua wilayah

Kabupaten, yaitu Bengkayang dan Landak. Secara potensi, keadaan sosial dan

ekonomi kedua kabupaten tersebut akan mempengaruhi perkembangan PT

Nityasa Idola terutama dari segi penyediaan tenaga kerja dan penilaian terhadap

besarnya kontribusi PT Nityasa Idola kepada pengembangan ekonomi regional.

Potensi sosial dan ekonomi di kedua kabupaten tercermin pada kondisi demografi

dan fasilitas sebagaimana disajikan pada Tabel 7.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkayang (Bengkayang dalam Angka

2007) memproyeksikan untuk dua kecamatan yang terletak dan atau berdekatan

dengan areal IUPHHK HT PT. Nityasa Idola, jumlah penduduk tahun 2006 adalah

32.791 jiwa, dengan tingkat kepadatan 51 jiwa per km2. Dengan menggunakan angka rata-rata Kabupaten Bengkayang di kedua kecamatan ini penduduk usia

produktif diperkirakan berjumlah 19.361 orang dengan sekitar 21 persennya

(40)

Sementara untuk Kabupaten Landak, enam kecamatan yang terletak dan

atau berada di Kabupaten Landak, luasnya 6.884 km2 atau 69% dari luas kabupaten dengan jumlah penduduk menurut proyeksi Badan Pusat Statistik

Kabupaten Landak (Kabupaten Landak dalam angka 2007) sebanyak 238.062

jiwa atau 73% dari jumlah penduduk Kabupaten Landak, dengan kepadatan 35

jiwa per km2. Dengan menggunakan rata-rata angka Kabupaten, penduduk usia produktif berjumlah 154 ribuan.

Tabel 4 Jumlah penduduk, agama, mata pencaharian dan fasilitas umum

No. Uraian Satuan Jumlah

Bangkayang* Landak* Total 1 Jumlah Penduduk

- Total Orang 211.883 323.075 234.958

Anak-anak (<17 tahun)

- Laki-laki Orang 125.992 162.300 268.272

- Perempuan Orang 100.172 120.351 250.723

Angkatan Tidak Produktif (<55 tahun)

- Laki-laki Orang 3.117 5.675 8.792

- Perempuan Orang 2.602 4.749 7.351

2 Agama dan Aliran Kepercayaan

- Islam Orang 67.569 50.268 117.837

- Katolik/Protestan Orang 139.864 269.679 409.543

- Lain-lain Orang 4.450 3.128 7.587

(41)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Karakteristik Responden 5.2.1 Umur Responden

Responden adalah masyarakat peserta kegiatan Pembinaan Masyarakat

Desa Hutan (PMDH) yang berasal dari desa binaan IUPHHK-HTI PT. Nityasa

Idola. Usia responden yang diambil antara 25-64 tahun. Distribusi responden

menurut kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Distribusi responden menurut kelompok umur

Kelompok umur (tahun)

Selange Ampadi Total Responden

n % n % n %

20-29 4 13,33 4 13,33 8 13,33

30-39 8 26,67 11 36,67 19 31,67

40-49 11 36,67 7 23.33 18 30,00

50-59 3 10,00 7 23,33 10 16,67

60-69 4 13,33 1 3,33 5 8,33

>70 0 0,00 0 0,00 0 0.00

Total 30 100,00 30 100,00 60 100,00

Pada Tabel 5 menunjukkan bahwa pada umumnya jumlah responden

berada pada kelompok 30-39 tahun (31,67%). Menurut Suyono (1991) usia

produktif adalah usia yang berada diatas 17 tahun dan kurang dari 50 tahun,

sehingga responden pada umumnya masih produktif untuk bekerja. Hal ini sangat

sesuai dengan kondisi di lapangan bahwa responden pada umumnya masih

produktif untuk bekerja

5.2.2 Pendidikan Responden

Responden pada umumnya sudah memiliki kemampuan baca tulis

walaupun masih ada yang berpendidikan SD atau bahkan tidak tamat. Untuk lebih

(42)

tersebut menunjukkan bahwa pada umumnya (48,33%) responden tidak

bersekolah.

Tabel 6 Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan

Tingkat Pendidikan

Selange Ampadi Total Responden

N % N % N %

Tidak

Sekolah 16 53,33 13 43,33 29 48,33

SD 8 26,67 11 36,67 19 31,67

SMP 0 0,00 3 10,00 3 5,00

SMA 5 16,67 3 10,00 8 13,33

Diploma 1 3,33 0 0,00 1 1,67

Sarjana 0 0,00 0 0,00 0 0,00

Total 30 100,00 30 100.00 60 100,00

Pada tabel 6 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden pada

umumnya (48,33%) tidak bersekolah dan (31,67%) hanya tamat SD, artinya

pendidikan masyarakat di desa sampel masih termasuk rendah. Rendahnya tingkat

pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan masyarakat di dalam dan sekitar hutan

sangat dipengaruhi oleh tata nilai dan tradisi nenek moyangnya yang cenderung

primitif dan tradisional, sehingga kesadaran masyarakat akan pendidikan masih

rendah. Hal ini terlihat dari sebagian besar masyarakat hanya berpendidikan SD

bahkan lebih besar tidak bersekolah, sehingga sumberdaya yang sesungguhnya

produktif yang dimilikinya belum bisa dikelola dan dimanfaatkan secara optimal

untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat juga disebabkan oleh sarana

pendidikan yang kurang memadai, hal ini terlihat dari minimnya sarana

pendidikan, lokasi desa yang menyebar dengan konsentrasi penduduk yang kecil,

jumlah sekolah yang terbatas, jumlah guru yang terbatas, dan sekolah-sekolah

lanjutan yang hanya berada di pusat kecamatan dengan jumlah yang terbatas. Di

Desa Selange dan Ampadi masing-masing memiliki satu sekolah SD, sedang SMP

berada di kecamatan dan hanya terdapat 1 SMP dan belum terdapat SMA. Saat ini

SMA berada di kecamatan lain. Disamping keterbatasan sarana pendidikan

tersebut, akses yang jauh ke sekolah juga menjadi penghambat bagi masyarakat

(43)

dilihat dari tingkat pendapatan dan tingkat pendidikan yang masih rendah maka

dapat disimpulkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat desa binaan PT.

Nityasa Idola juga masih rendah.

5.2.3 Mata Pencaharian Responden

Mata pencaharian responden dapat dikategorikan menjadi dua kelompok,

yaitu dari usahatani dan non usahatani. Mata pencaharian dari usaha tani adalah

hasil pertanian seperti perladangan dan perkebunan, sedangkan contoh non

usahatani adalah berdagang, PNS, guru honor, karyawan perusahaan, tukang

kayu, tukang urut, wiraswastawan lainnya. Sumber pendapatan utama sebagian

besar responden adalah dari usahatani. Distribusi mata pencaharian/sumber

pendapatan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Distribusi responden berdasarkan mata pencaharian

Mata Pencaharian

Selange Ampadi Total Responden

n % n % n %

Usahatani 23 76,67 29 96,67 52 86,67

Nonusahatani 7 23,33 1 3,33 8 13,33

Total 30 100,00 30 100,00 60 100,00

Pada Tabel 7 terlihat bahwa sumber pendapatan responden pada umumnya

berasal dari usahatani (86,67%). Usaha di sektor pertanian pada umumnya juga

dilakukan oleh responden yang memiliki mata pencaharian di sektor non

pertanian, namun sifatnya hanya sekedar sampingan yang berfungsi sebagai

tambahan penghasilan rumah tangga.

5.3 Kesejahteraan Desa Binaan PT. Nityasa Idola

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 69/Kpts-II/1995,

salah satu tujuan dari kegiatan PMDH adalah untuk mewujudkan kesejahteraan

masyarakat. Kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari tingkat pendapatan

masyarakat. Sumber pendapatan masyarakat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu

pendapatan dari dalam hutan dan dari luar hutan. Sumber pendapatan dari dalam

hutan yaitu, pemanfaatan kayu, karet, dan buruh tanam. Sumber pendapatan dari

Gambar

Gambar 2  Pemilihan responden dengan snowball method.
Tabel 2 Keadaan hutan pada areal kerja IUPHHK HT PT Nityasa Idola
Tabel 3. Keadaan penutupan lahan berdasarkan peta hasil penafsiran citra satelit
Tabel 4  Jumlah penduduk, agama, mata pencaharian dan fasilitas umum
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jika jumlah siswa yang disurvey 400 siswa, maka banyak orang tua siswa yang pekerjaannya wiraswasta adalah

Tabel 1 menunjukan bahwa pada kondisi lindung (alami) merupakan habitat yang baik bagi pertumbuhan vegetasi, dimana area lindung disusun oleh lebih banyak

Maka lansia yang tinggal di PSTW mempunyai tingkat kepatuhan tinggi, karena lansia yang tinggal di PSTW mendapat dukungan sosial dari petugas, dimana petugas lebih

Dari analisis ragam pada Tabel 1 menunjukan kombinasi perlakuan tata letak penanaman bujur sangkar dengan benih, umur bibit 6 dan 9 hari setelah semai serta

antarpribadi (X 2 ) secara secara sendiri- sendiri maupun secara bersama-sama (simultan) terhadap perilaku masyarakat (Y) dalam kepemilikan dokumen resmi kependudukan dan

Learning Award adalah suatu sistem untuk memotivasi orang-orang yang memberikan sharing pengetahuan dan pengalaman kepada rekan kerja yang lain. Atas

Harga dalam bauran pemasaran, disatu sisi menunjukkan pendapatan dan disisi lainnya menunjukkan biaya penetapan harga yang harus diperhitungkan secara matang karena penetapan harga

Untuk menghubungkan teks dengan objek (table, gambar, footer, halaman, dan lain-lain) yang menjadi bagian naskah dalam dokumen yang sama.. LP2M STMIK AMIKOM PURWOKERTO