• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Penambahan Cabai Jawa (Piper Retrofractum) Sebagai Phytogenic Feed Additive Terhadap Ayam Broiler

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efek Penambahan Cabai Jawa (Piper Retrofractum) Sebagai Phytogenic Feed Additive Terhadap Ayam Broiler"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK PENAMBAHAN CABAI JAWA (

Piper retrofractum

)

SEBAGAI PHYTOGENIC FEED ADDITIVE TERHADAP

AYAM BROILER

RAHAYU AMBARWATI NINASARI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Efek Penambahan Cabai Jawa (Piper retrofractum) sebagai Phytogenic Feed Additive terhadap Ayam Broiler adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2017

Rahayu Ambarwati Ninasari

(4)
(5)

RINGKASAN

RAHAYU AMBARWATI NINASARI. Efek Penambahan Cabai Jawa (Piper retrofractum) sebagai Phytogenic Feed Additive terhadap Ayam Broiler. Dibimbing oleh RITA MUTIA dan HERI AHMAD SUKRIA.

Tingginya konsumsi daging unggas merupakan salah satu indikator bahwa peluang bisnis dalam pengembangan ayam broiler masih terbuka luas. Selain itu, peningkatan pengetahuan masyarakat dan kesadaran akan pemilihan pangan sehat telah mengalami peningkatan. Tingginya lemak pada ayam broiler dan adanya residu akibat penggunaan Antibiotic Growth Promotor kerap menjadi faktor pembatas dalam konsumsi ayam broiler. Salah satu peluang yang dapat dimanfaatkan adalah dengan memproduksi ayam broiler yang lebih sehat dengan cara meminimalisir lemak daging dan juga mengganti Antibiotic Growth Promotor menjadi phytogenic feed additive yang berasal dari herbal, agar tidak terdapat residu dalam produk yang dihasilkan. Penggunaan cabai jawa (Piper retrofractum) sebagai phytogenic feed additive dalam pakan ayam broiler diharapkan mampu menurunkan lemak dan meningkatkan produktivitas ternak serta tidak menimbulkan residu pada produk. Hal ini dikarenakan adanya senyawa piperin yang dapat berperan dalam meningkatkan metabolisme lemak dan meningkatkan penyerapan makanan di dalam usus halus.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektifitas cabai jawa (Piper retrofractum) sebagai phytogenic feed additive pengganti Antibiotic Growth Promotor dan penurunan lemak pada ayam broiler. Parameter pengamatan dalam penelitian ini meliputi performa produksi, kualitas karkas dan organ dalam, hematoogi darah, dan pengaruh terhadap lemak ayam broiler. Dua ratus ekor DOC ayam broiler loghman dibagi ke dalam 5 perlakuan dan 4 ulangan. perlakuan dalam penelitian ini meliputi R0 (Ransum basal), R1 (ransum basal+AGP), R2 (ransum basal+1% cabai jawa), R3 (ransum basal+2% cabai jawa), dan R4 (ransum basal+3%cabai jawa).

Penambahan cabai jawa di dalam pakan ayam broiler memberikan efek yang signifikan terhadap FCR dan persentase lemak abdomen pada ayam broiler umur 35 hari. Rataan bobot badan yang dihasilkan berkisar antara 875-1110 gram dengan persentase karkas 63.49% - 65.13% dan FCR 1.6-1.9. Parameter organ imunitas ayam broiler tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata antara kontrol dan pakan perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan cabai jawa di dalam pakan tidak memberikan pengaruh negatif terhadap organ imunitas ayam broiler. hal ini juga dikuatkan dengan parameter hematologi darah yang tidak menunjukkan perbedaan nyata dan berada dalam kondisi normal. Parameter lemak ayam broiler juga tidak memberikan dampak yang nyata dengan kontrol, sehingga dapat dikatakan bahwa penambahan cabai jawa di dalam pakan memberikan efek yang sama dengan penggunaan AGP di dalam pakan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa penggunaan 2% cabai jawa di dalam pakan dapat digunakan sebagai pengganti AGP di dalam pakan.

(6)

SUMMARY

RAHAYU AMBARWATI NINASARI. Effect of Suplementation Cabai Jawa

(Piper retrofractum) as a Phytogenic Feed Additive in Broiler Chicken. Supervised by RITA MUTIA and HERI AHMAD SUKRIA.

The high consumption of poultry meat is one indicator that the business opportunities in the development of broiler chickens is still wide open. Increasing public knowledge and awareness of healthy food selection has improved. The high fat in broiler chickens and their residues from the use of Antibiotic Growth Promoters often a limiting factor in the consumption of broiler chickens. One of the opportunities that can be exploited is by producing broiler chickens healthier by minimizing fat meat and also replace Antibiotic Growth Promoters become phytogenic feed additive derived from herbs, so there is no residue in the resulting product. The use of Piper retrofractum as phytogenic feed additive in broiler feed are expected to reduce the fat and increase the productivity of livestock and does not lead to residues in the product. This is because the compound piperine which can improving fat metabolism and improves the absorption of food in the small intestine.

This study aimed to analyze the effectiveness of Piper retrofractum as phytogenic feed additive replacement Antibiotic Growth Promoters (AGP) and decrease fat in broiler chickens. Parameter observations in this study include production performance, carcass quality and internal organs, blood hematoogi, and fat of broiler chicken. Two hundred head DOC of loghman broiler chickens were divided into 5 treatments and 4 replications. The treatment in this study include R0 (basal diet), R1 (feed basal + AGP), R2 (feed basal + 1% Piper retrofractum), R3 (feed basal + 2% Piper retrofractum) and R4 (ration basal + 3%

Piper retrofractum).

The addition of Piper retrofractum in feed of broiler chicken have a significant effect on the FCR and percentage of abdominal fat in broiler chickens (35 days). Average body weight produced ranges between 875-1110 grams with carcass percentage 63.49% - 65.13% and FCR 1.6-1.9. Parameter immune organ of broilers did not show significantly different results between the control and treatment of feed. That showed that the use of Java in the chili feed is not negatively influence the immune organ of broilers. it is also strengthened by the blood hematological parameters were not significantly different and are in normal condition. Parameter broiler chicken fat also did not have a significant impact with the control, so it can be said that the addition of Piper retrofractum in the feed have the same effect with the use of AGP in the feed. Based on the research that has been done, concluded that the use of 2% of Piper retrofractum in the feed can be used as a substitute for AGP in the feed.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan

EFEK PENAMBAHAN CABAI JAWA (

Piper retrofractum

)

SEBAGAI PHYTOGENIC FEED ADDITIVE TERHADAP

AYAM BROILER

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala

karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2016 ini ialah

phytogenic feed additive dengan judul Efek Suplementasi Cabai Jawa (Piper retrofractum Vahl.) sebagai Phytogenic Feed Additive terhadap Ayam Broiler.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), Kementrian Keuangan Republik Indonesia yang telah memberikan support dana melalui Beasiswa Tesis. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Ibu Dr Ir Rita Mutia, MAgr dan Bapak Dr Ir Heri Ahmad Sukria, MScAgr selaku pembimbing, ayah, ibu, serta seluruh rekan-rekan yang turut membantu dalam penelitian ini. Terimaksih atas segala bantuan, doa, dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2017

(13)
(14)

DAFRTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

2 METODE PENELITIAN 3

Alat dan Bahan Penelitian 3

Prosedur Percobaan 5

Rancangan dan Analisis Data 10

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Cabai Jawa (Piper retrofractum) 10

Performa Produksi Ayam Broiler 13

Organ Imunitas Ayam Broiler 17

Hematologi Darah 20

Pengaruh terhadap Lemak Ayam Broiler 23

4 SIMPULAN DAN SARAN 27

Simpulan 27

Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 28

LAMPIRAN 32

(15)
(16)

DAFTAR TABEL

1 Susunan ransum basal 4

2 Kandungan nutrien ransum 5

3 Hasil analisa kimia cabai jawa 13

4 Performa produksi ayam broiler 14

5 Pengaruh cabai jawa terhadap hati, emepedu, dan organ imunitas

ayam broiler 17

6 Rataan jumlah eritrosit, leukosit, nilai hematokrit, kadar

hemoglobin, MCV, dan MCHC ayam broiler 21

7 Kandungan lemak ayam broiler 24

DAFTAR GAMBAR

1 Tanaman cabai jawa 12

2 Buah cabai jawa 12

3 Simplisia cabai jawa 12

4 Struktur kimia piperin (Piper retrofractum) 14 5 Struktur piperin sebagai anti obesitas yang diisolasi dari Piper

retrofractum 14

6 Grafik pertambahan bobot badan selama pemberian ransum

(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ayam broiler merupakan salah satu komoditi peternakan yang dapat menghasilkan daging sebagai salah satu sumber protein hewani. Ayam broiler merupakan ternak yang mempunyai tingkat efisiensi tinggi dalam mengkonversi pakan menjadi daging (Zulfanita et al. 2011). Permintaan akan daging unggas pun kian meningkat setiap tahunnya. Tahun 2013 rata-rata konsumsi daging unggas penduduk Indonesia mencapai 4.1 kg/kapita/tahun dan meningkat pada tahun 2014 menjadi 4.5 kg/kapita/tahun (BPS 2015). Sama halnya dengan konsumsi daging, jumlah populasi ayam broiler juga mengalami peningkatan dari 1026379000 ekor pada tahun 2009 menjadi 1592669402 ekor pada tahun 2016 (BPS 2017). Sehingga dapat dikatakan bahwa ayam broiler merupakan salah satu komoditi peternakan yang memiliki cukup banyak peminat dan meningkat dari tahun ke tahun.

Daging ayam broiler mengandung protein sekitar 20% dan lemak 2.3% (Prasetyo et al. 2013), sedangkan ayam buras memiliki kandungan protein 20.5% dan lemak 1.54% (Dewi 2013). Tingginya kandungan lemak pada karkas ayam broiler terletak pada daerah perut dan visera yang harus dipisahkan dari karkas (Zulfanita et al. 2011). Persentase lemak yang tinggi dalam daging ayam broiler akan menurunkan persentase protein dan nutrisi lain yang ada di dalam daging ayam broiler. Sehingga perlu adanya keseimbangan dalam mengkonsumsi suatu pangan agar konsumsi zat makanan dalam tubuh tetap berimbang, terutama antara lemak dan protein. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan yang ada, masyarakat juga semakin sadar akan pentingnya menjaga kesehatan yang diawali dengan pemilihan pangan sehat untuk dikonsumsi. Penyediaan bahan pangan sehat dan bergizi perlu ditingkatkan, salah satunya adalah dengan memproduksi daging ayam broiler rendah lemak.

Selain itu, permasalahan lain dalam pemeliharaan ayam broiler adalah penurunan dan pelarangan penggunaan antibiotik sintetik dan antibiotic growth promotor (AGP) dalam periode pemeliharaan ayam broiler pada beberapa negara, termasuk Indnesia. Pelarangan penggunaan pakan yang dicampur hormone tertentu dan/atau antibiotik imbuhan pakan telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009 Pasal 22 ayat (4) tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Hal ini disebabkan karena residu dari antibiotik sintetik yang dapat bersifat toxic bagi konsumen, disamping itu antibiotik sintetik dapat menyababkan mikro-organisme resisten dalam tubuh manusia atau ternak (Lee et al. 2004). Menurut Imakahi (2012) residu antibiotik sendiri dapat memberikan efek karsinogenik dan dalam jangka panjang dapat berakibat fatal. Senyawa antibiotik sintetik tersebut digunakan sebagai growth promotor dalam jumlah yang relatif kecil namun dapat meningkatkan efisiensi pakan (feed efficiency) dan produksi ternak sehingga dengan penggunaan bahan aditif tersebut peternakan dapat memperoleh keuntungan lebih banyak.

(18)

2

Phytogenic feed additive merupakan bahan tambahan pakan yang berasal dari tanaman obat (herbal) dan rempah-rempah (spices) sebagai penganti dari

Antibiotic Growth Promotors (Lee et al. 2013) yang mampu meningkatkan performen, FCR, kecernaan, pertambahan berat badan pada ternak.

Salah satu tanaman herbal yang dapat digunakan sebagai phytogenic feed additive adalah lada hitam (Piper nigrum) dan cabai jawa (Piper retrofractum). Menurut Kohlert et al. (2000), prinsip phytogenic additive adalah penyerapan di usus halus oleh enterocytes dan dengan cepat dimetabolisme oleh tubuh. Piperin menyebabkan perubahan dalam membran dan karakter penyerapan, serta sintesis protein terkait dengan fungsi sitoskeletal, mengakibatkan peningkatan permukaan penyerapan dalam usus halus (Khajuria et al. 2002). Penggunaan piperin (170 mg/kg BB) atau intraperitoneal (85 mg/kg BB) pada tikus albino jantan mampu diserap dengan efisien (sekitar 97%) dan menunjukkan bahwa konsentrasi tertinggi berada di perut dan usus kecil terjadi pada sekitar 6 jam dan hanya ditemukan kurang dari 0.15% terdeteksi di serum, ginjal, dan limpa (mulai 30 menit sampai 24 jam). Metabolisme yang cepat menunjukkan piperin merupakan bahan yang memiliki risiko rendah untuk terakumulasi dalam jaringan.

Cabe jawa (Piper retrofractum) termasuk tanaman tahunan dan famili

Piperaceae yang tumbuh memanjat dan merupakan salah satu jenis tanaman obat yang banyak digunakan di Indonesia (Gambar 1 dan 2). Manfaat utama cabe jawa yaitu buahnya sebagai bahan campuran ramuan jamu (Haryudin dan Rostiana 2009). Taksonomi dari tanaman cabe jawa (Piper retrofractum Vahl.) adalah:

Kingdom : Plantae

Spesies : Piper retrofractum Vahl. (Winarto 2007)

Tanaman cabai jawa (Piper retrofractum ) memiliki percabangan tidak teratur, tumbuh memanjat, melilit atau melata dengan akar lekatnya, panjangnya dapat mencapai 10 m. Percabangan dimulai dari pangkalnya yang keras dan menyerupai kayu. Daun tunggal, bertangkai, bentuk bulat telur sampai lonjong, pangkal seperti jantung atau membulat, ujung agak runcing atau meruncing, tepi rata, pertulangan menyirip, permukaan atas licin, permukaan bawah berbintik-bintik, helaian daun liat seperti daging, warna hijau, panjang 8.5-30 cm, lebar 3-13 cm, tangkai daun 0.5-3 cm. Bunga berkelamin tunggal, tersusun dalam bulir yang tumbuh tegak atau sedikit merunduk; ibu tangkai bunga 0.5-2 cm; daun pelindung bentuk bulat telur sampai elips. 1-2 mm, berwarna kuning selama perkembangan bunga; bulir jantan 2-8 cm; benang sari 2, sangat pendek; bulir betina 1.5-3 cm; kepala putik 2-3, pendek dan tumpul. Buah majemuk, termasuk tipe buah batu, keras, berlekatan atau bergerombol teratur dan menempel pada ibu tangkai buah, bentuk bulat panjang sampai silindris dengan bagian ujung menyempit, warna buah merah cerah; biji berdiameter 2-3 mm (Backer dan Bakhuizen 1962).

(19)

3 ayam broiler tidak mempengaruhi bobot badan atau bobot hati. Pemberian piperin

1.12 mg/Kg pakan secara oral tidak beracun untuk ayam broiler dan tikus (Dogra

et al. 2004; Gagini et al. 2010). Selain menjadi senyawa alami yang tidak menghasilkan residu pada hewan atau produk turunannya, piperine mudah diisolasi dalam jumlah besar. Piperin dapat diisolasi dengan cara ekstraksi sokletasi. Sokletasi merupakan metode memisahkan suatu komponen dalam suatu padatan dengan cara penyaringan berulang–ulang dengan pelarut yang sama, sehingga semua komponen yang diinginkan dalam sampel terisolasi dengan sempurna.

Prinsip soxhlet ialah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru sehingga terjadi ekstraksi kontiyu dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik. Metode soxhlet ini dipilih karena pelarut yang digunakan lebih sedikit (efesiensi bahan) dan larutan sari yang dialirkan melalui siphon tetap tinggal dalam labu, sehingga pelarut yang digunakan untuk mengekstrak sampel selalu baru dan meningkatkan laju ekstraksi, waktu yang digunakanpun lebih cepat. Kerugian metode ini ialah pelarut yang digunakan harus mudah menguap dan hanya digunakan untuk ekstraksi senyawa yang tahan panas (Susilowati, 2008). Hal ini sesuai dengan penelitian Istiqomah (2013) bahwa metode ekstraksi sokletasi menghasilkan kadar piperin yang lebih tinggi dalam ekstrak etanol 95% buah cabai Jawa (Piper retrofractum).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektifitas cabai jawa (Piper retrofractum) sebagai phytogenic feed additive pengganti Antibiotic Growth Promotor dan penurunan lemak pada ayam broiler.

2

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Agustus 2016 di Laboratorium Lapang (Kandang C), Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan serta Laboratorium Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan Penelitian

Ternak

Penelitian ini menggunakan DOC (Day Old Chicken) ayam broiler jantan yang berasal dari PT. Japfa Comfeed Indonesia dengan galur MB 202 PSX (Lohman) tipe pedaging mulai dari periode starter sampai finisher. Jumlah ternak yang digunakan sebanyak 200 ekor dan dibagi kedalam 20 petak kandang (5 perlakuan dengan 4 ulangan), setiap ulangan terdiri dari 10 ekor.

Ransum

(20)

4

22% dan EM: 3050 kkal/g) dan finisher (PK: 20 % dan EM: 3100 kkal/g) (Tabel 1 dan 2).

Tabel 1. Susunan dan kandungan nutrien ransum basal

Nama Bahan Periode Starter Periode Finisher

Jagung Kuning (%) 52.70 56.00

Dedak Padi (%) 7.40 8.13

Corn Gluten Meal (%) 5.56 3.21

Bungkil Kedelai (%) 22.00 18.21

Tepung Ikan (%) 6.00 8.00

Minyak Sawit (%) 3.73 4.20

DCP (%) 0.08 0.03

CaCO3 (%) 1.38 1.20

Nacl (%) 0.39 0.34

Premix (%) 0.50 0.50

L-Lysine (%) 0.11 0.04

DL-Methionine (%) 0.15 0.14

Tabel 2. Kandungan nutrien ransum Periode Starter

Nutrien R0 R1 R2 R3 R4

Energi Metabolisme (Kkal/Kg) 3083 3083 3083 3083 3083

Kadar Air (%)* 9.82 9.82 9.82 9.82 9.82

Abu (%)* 6.84 6.84 6.84 6.84 6.84

Protein (%)* 23.5 23.5 23.5 23.5 23.5

Lemak (%)* 7.07 7.07 7.07 7.07 7.07

Serat Kasar (%)* 2.76 2.76 2.76 2.76 2.76

Cabai Jawa (%) 0 0 1 2 3

Piperin (g/kg pakan) 0 0 0.28 0.56 0.84

Periode Finisher

Energi Metabolisme (Kkal/Kg) 3184 3184 3184 3184 3184

Kadar Air (%)* 8.87 8.87 8.87 8.87 8.87

Abu (%)* 6.81 6.81 6.81 6.81 6.81

Protein (%)* 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7

Lemak (%)* 9.14 9.14 9.14 9.14 9.14

Serat Kasar (%)* 3.26 3.26 3.26 3.26 3.26

Cabai Jawa (%) 0 0 1 2 3

Piperin (g/kg pakan) 0 0 0.28 0.56 0.84

(21)

5 Cabai Jawa (Piper retrofractum)

Cabai Jawa (Piper retrofractum) berasal dari Kabupaten Lampung Timur yang berasal dari lahan petani yang sama. Cabe jawa yang dibeli berupa simplisia kering yang telah mengalami penjemuran dengan matahari dengan lama pengeringan berkisar antara 3-7 hari. Cabai jawa kemudian dibersihkan dari benda asing yang terdapat di dalamnya (seperti batu, ranting, dll) dan digiling dengan menggunakan blender hingga berbentuk mash.

Kandang dan Peralatan

Ternak ditempatkan pada 20 unit petak kandang percobaan, yang masing-masing berisi 10 ekor ayam broiler dilengkapi tempat pakan dan tempat minum. Pemanasan doc pada periode starter digunakan lampu 5 watt dan sebagai penerangan, dengan intensitas cahaya diberikan selama 17 jam, 12 jam cahaya dari sinar matahari dan 5 jam cahaya dari lampu penerangan. Peralatan lain yang diperlukan adalah timbangan, pengukur temperatur ruangan, plastik sebagai wadah ransum, ember, plastik penampung feses dan peralatan tulis. Sebelum diisi kandang disanitasi terlebih dahulu dengan desinfektan demikian pula tempat makan dan minum.

Prosedur Percobaan

Persiapan Kandang

Sebelum penelitian dimulai, kandang dibersihkan dengan air untuk menghilangkan sisa kotoran, sampah, dan debu. Setelah kering, kemudian disiram dengan disinfektan. Kandang yang digunakan terdiri dari 20 petak kandang (1x1x1) meter dengan menggunakan lampu pijar 100 watt sebagai sumber cahaya dan pemanas. Penentunan letak kandang dilakukan secara random (acak) untuk memudahkan penulisan. Penempatan ayam dilakukan dengan sistem acak, di mana setiap kandang berisi 10 ekor ayam broiler.

Pembuatan Ransum

Bahan baku pakan yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari PT Indofeed, Bogor. Penimbangan bahan baku ransum sesuai dengan formulasi yang telah disusun sebelumnya. Pencampuran dilakukan dengan mencampur bahan mikro dan AGP (R1) atau cabai jawa (R2, R3, R4) terlebih dahulu, seluruh bahan selanjutnya diaduk hingga homogen dalam mesin pencampur (mixer) dan disteam

dengan mesin steam selama 7 menit dengan suhu 80-90 °C, kemudian dimasukkan ke dalam mesin pellet dan mesin crumble. Jenis AGP yang digunakan dalam penelitian ini adalah enramicyn dan colistine. Seluruh rangkaian pembuatan pakan dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pemeliharaan

Penanganan untuk DOC yang baru datang adalah dengan memberikan air minum yang sudah dilarutkan dengan sorbitol untuk menggurangi stress (diberikan selama 3 hari), kemudian dilanjutan dengan pemberian air minum+

(22)

6

pakan dilakukan sehari dua kali pada pukul 06.00 dan 17.00, sedangkan minum dilakukan sehari sekali pada pagi hari pukul 06.00 WIB. Penimbangan sisa pakan dilakukan setiap minggu untuk mengetahui konsumsi pakan. Pemberian pakan minggu pertama menggunakan pakan komersil, kemudian dilakukan adaptasi pakan pada hari ke 8 dengan pemberian pakan perlakuan 25:75 pakan basal, hari ke 9 dengan pakan perlakuan 50:50 pakan basal, hari ke 10 dengan pakan perlakuan 75:25 pakan basal dan hari ke 11 dengan 100% pakan perlakuan.

Pengambilan Sampel Darah

Sampel darah diambil saat umur ayam 35 hari. Waktu pengambilan pada pagi hari pukul 06.30 WIB. Darah diambil dari vena jugularis atau vena pectoralis dengan menggunakan spoit dan dimasukkan dalam tabung berantikoagulan sebanyak +4 ml. Sebelumnya, daerah vena jugularis dan vena pectoralis dibersihkan dengan alkohol 70%. Analisa darah yang dilakukan meliputi analisa hematologi darah, kolesterol, trigliserida, HDL, dan LDL dalam serum darah.

Penyembelihan

Penyembelihan ayam broiler dilakukan pada akhir penelitian. Penyembelihan ini bertujuan untuk memperoleh karkas dan organ imunitas ayam broiler. Sampel diambil secara acak sebanyak 1 ekor ayam broiler dari setiap ulangan kemudian ditimbang masing-masing karkas dan organ imunitas, serta dianalisa kandungan kolesterol daging.

Performa Produksi 1. Bobot Badan

Bobot badan akhir diukur diakhir penelitian pada hari ke 35 sebelum dialkukan pemotongan.

2. Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum diukur dengan cara jumlah ransum yang diberikan dikurangi dengan jumlah ransum sisa selama penelitian. Penimbangan dilakukan setiap minggu, untuk mendapatkan (g/ekor) jumlah konsumsi pakan setiap minggunya dibagi dengan 7 hari.

Konsumsi ransum (g/ekor) = ransum pemberian – pakan sisa (g)

3. Konversi Ransum

Konversi ransum merupakan rasio pakan yang dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu dibandingkan dengan bobot yang dihasilkan.

Konversi Ransum =

4. Mortalitas

(23)

7 5. Indeks Produksi

Indeks produksi merupakan angka yang menunjukkan suatu keberhasilan proses produksi ayam broiler dalam suatu periode yang dipengaruhi oleh mortalitas, bobot akhir, FCR, dan umur pemeliharaan

IP = ( )

Kualitas Karkas dan Organ Imunitas 1. Persentase berat karkas

Persentase berat karkas, diperoleh dengan membandingkan berat ayam tanpa kepala, leher, cakar, dan jeroan dengan berat hidup dikalikan 100%. 2. Persentase berat lemak abdomen

Persentase berat lemak abdomen diperoleh dengan membandingkan berat lemak yang terdapat disekitar perut dengan berat hidup dikalikan 100%. 3. Persentase berat hati

Persentase berat hati diperoleh dengan membandingkan berat hati dengan berat hidup dikalikan 100%.

4. Persentase berat empedu

Persentase berat empedu diperoleh dengan membandingkan berat empedu dengan berat hidup dikalikan 100%.

5. Jumlah cairan empedu

Jumlah cairan empedu diperoleh dengan cara mengurangi bobot empedu utuh dengan bobot empedu tanpa cairan dikalikan 100%.

6. Persentase berat limpa

Persentase berat limpa diperoleh dengan membandingkan berat limpa dengan berat hidup dikalikan 100%.

7. Persentase berat thymus

Persentase berat thymus diperoleh dengan membandingkan berat thymus dengan berat hidup dikalikan 100%.

8. Persentase berat bursa fabricius

Persentase berat bursa fabricius diperoleh dengan membandingkan berat bursa fabricius dengan berat hidup dikalikan 100%.

(24)

8

2. Penghitungan Nilai Hematokrit

Proses pengambilan darah untuk analisis hematokrit dan Hb hampir sama, mikrokapiler yang bertanda merah atau biru pada tetesan darah, darah dibiarkan mengalir sendiri mengisi 4/5 bagian pipa kapiler. Ujung pipa kapiler disumbat dengan menggunakan crestaseal. Pipa kapiler diletakkan dalam alat sentrifuge, pipa kapiler di sentrifuge selama 5 menit, setelah itu lapisan-lapisan terdiri atas lapisan plasma yang jernih dibagian teratas, kemudian lapisan putih abu-abu ialah trombosit dan leukosit dan lapisan merah yang terdiri dari eritrosit. Nilai hematokrit ditentukan dengan mengukur presentase volume eritrosit (lapisan merah) menggunakan alat microcapillay hematocrit reader (Sastradiprajadja et al. 1989).

3. Penghitungan Jumlah Eritrosit

Sampel darah dihisap dengan menggunakan pipet eritrosit hingga tanda tera 0.5 dengan aspirator. Menurut Sikar et al. (1984) pengambilan darah dari tabung menggunakan pipet eritrosit dengan bantuan alat kedalam homositometer, diusahakan jangan sampai ada udara yang masuk. Setelah itu biarkan beberapa saat hingga cairan mengendap, kalau penghitungan bisa dimulai. Agar tidak terjadi penghitungan dobel maka sebaiknya digunakan hand counterdi bawah mikroskop dengan pembesaran 45 x 10. Menghitung eritrosit dalam hemocymeter, digunakan kotak eritrosit yang berjumlah 25 buah dengan mengambil bagian berikut: satu kotak pojok kanan atas, satu kotak pojok kiri atas, satu kotak di tngah, satu kotak pojok kanan bawah, satu kotak pojok kiri bawah. Jumlah eritrosit yang didapat dari hasil penghitungan dikalikan 104 (Sastradiprajadja et al. 1989).

Jumlah Eritrosit = a x 104

a = jumlah eritrosit hasil penghitungan dalam hemocymeter 4. MCV

Menurut Sastradipradja et al. (1989) nilai MCV dan MCHC dihitung dengan menggunkan rumus berikut ini,

MCV (fl) adalah : ∑ MCHC (%) adalah :

5. Penghitungan Jumlah Leukosit

(25)

9 homositometer, diusahakan jangan sampai ada udara yang masuk. Setelah itu dibiarkan beberapa saat hingga cairan mengendap, lalu penghitungan bisa dimulai. Agar tidak terjadi penghitungan ganda maka sebaiknya menggunakan hand counter di bawah mikroskop dengan pembesaran 45 x 10. Untuk menghitung leukosit dalam hemocymeter, digunakan 4 kotak leukosit berjumlah 16 kotak kecil. Jumlah leukosit yang didapat dari hasil penghitungan dikalikan 50 untuk mengetahui jumlah leukosit 1 pada setiap mm3 (Sastradiprajadja et al. 1989).

Jumlah Leukosit = b X 50

b = jumlah leukosit hasil penghitungan dalam hemocymeter Profil Lemak

Setiap peubah yang diamati, dianalisa dengan menggunakan metode KIT. Analisis kadar kolesterol, HDL, LDL, dan trigliserida darah menggunakan alat Automated Clinical Analyzer TRX-7010.Alat tersebut menganalisis sampel secara otomatis, data analisis akan keluar dalam data print out. Prinsip kerja alat ini yaitu dengan mencampurkan reagen dengan sampel lalu dibaca absorbansinya sama dengan metode kit.

1. Trigliserida

Disiapkan tabung blanko berisi 10 µl aquades dan 1000 µl reagen kit. Tabung standar berisi 10µl larutan standar trigliserida dan 1000 µl reagen kit dan tabung sampel berisi 10µl plasma dan 1000 µl reagen kit. Campuran kemudian dihomogenkan dengan vortex, diinkubasi pada suhu 20oC–25oC selama 10-20 menit. Absorbansi dibaca pada panjang gelombang λ 546 nm dalam waktu satu jam dengan sperktrofotometer.

Trigliserida(mg/dl)=

2. Kolesterol total

Mengukur kadar kolesterol darah digunakan plasma yang telah diperoleh sebelumnya. Disiapkan tabung blanko berisi 10µl aquades dan 1000 µl reagen kit, tabung standar berisi 10 µl larutan standar kolesterol dan 1000 µl reagen kit, tabung sample berisi 10 µl plasma darah dan 1000 µl reagen kit. Campuran kemudian dihomogenkan dengan vortex kemudian diinkubasi pada suhu 20oC–25oC selama 10-20 menit. Absorbansi dibaca

(26)

10

(Cholesterol Oxidase-P-Aminophenazone) dicampur, diinkubasi selama 10 menit pada suhu 20-250C. Absorbansi dibaca dalam waktu satu jam pada

panjang gelombang λ 546 nm. Untuk blanko reagen dibuat dari 100 µl air

aquadest ditambah dengan 1000 µl reagent CHOD-PAP dan standar terbuat dari 100 µl standar kolesterol ditambah dengan 1000 µl reagent CHOD-PAP.

HDL (mg/dl) =

4. Pengukuran LDL

Metode pengukuran LDL dihitung dengan menggunakan metode perhitungan secara tidak langsung yang disebut metode Friedwald

HDL (mg/dl) = Rancangan dan Analisis Data

Perlakuan yang digunakan adalah penambahan tepung Cabai jawa (Piper retrofractum). Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Rincian perlakuan adalah sebagai berikut :

R0 : Ransum Basal (Kontrol Negatif)

R1 : Ransum Basal + Antibiotik Growth Promotor (Kontrol Positif) R2 : R0 + 1% Cabai Jawa (Piper retrofractum)

R3 : R0 + 2% Cabai Jawa (Piper retrofractum) R4 : R0 + 3% Cabai Jawa (Piper retrofractum) Model matematik sebagai berikut (Steel dan Torrie 1993).

Yij= µ + τi+ εij Keterangan :

Yij : nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ : nilai rataan umum

τi : pengaruh perlakuan ke-i (i= 1, 2, 3, 4)

εij : pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam analysis of variance (ANOVA), selanjutnya jika terdapat perbedaan yang nyata antara perlakuan maka dilanjutkan dengan uji lanjut Polinomial (Matjik dan Sumertajaya 2006).

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Cabai Jawa (Piper retrofractum)

(27)

11 dilakukan dalam satu waktu secara bersamaan. Pemanenan cabai jawa dilakukan setiap hari oleh petani cabai jawa. Hanya buah yang berwarna orange sampai merah saja yang dapat dipanen, kemudian cabai jawa dikeringkan dan dikumpulkan hingga jumlah tertentu sebelum nantinya dijual kepada pengepul atau dijual langsung ke pasar. Berdasarkan keterangan petani cabai jawa, dibutuhkan sekitar 2,5 kg cabai jawa segar untuk menghasilkan 1 kg simplisia kering cabai jawa. Gambar tanaman cabai jawa dan buah cabai jawa terdapat pada Gambar 1, 2, dan 3.

Kim et al. (2011) menyatakan bahwa buah cabai Jawa mengandung piperine, asam palmitat, asam tetrahydropiperine, benzena 4-methylenedioxy, piperidin, minyak esensial ( 1% minyak esensial dari BK dan 6% minyak atsiri dari piperin), n-isobutil deca trans-2-trans-4-dienamide dan sesamin. Sementara itu, akarnya mengandung piperine, piplartin dan piperlongumin. Penelitian di beberapa negara menyatakan bahwa jumlah rata-rata minyak esensial dalam cabai jawa hampir sama dengan lada hitam, sekitar 0.9% yang terdiri dari 0.19% piperin alkaloid. Beberapa penelitian melaporkan bahwa jamu tradisional yang menggunakan serbuk daun sirih/ Piper betle dan cabe jawa /Piper retrofractum sebagai salah satu penyusunnya mempunyai tingkat kontaminasi bakteri yang sangat rendah. Hal ini disebabkan karena adanya sifat antibakteri dan anti jamur dari daun sirih dan buah cabe jawa. Telah dilaporkan bahwa minyak atsiri yang terkandung dalam daun sirih dan buah cabe jawa berperan dalam aktivitas sebagai antibakteri dan antiseptik. Buah cabai jawa dapat bersifat antimikroba terhadap beberapa bakteri patogen seperti S.thypi, E.coli, P.aeruginosa.

Gambar 1. Tanaman cabai jawa

(28)

12

Penggunaan piperin dalam lada hitam sebagai phytogenic feed additive ini mulai banyak dilakukan. Hal ini dikarenakan penggunaan piperin dapat meningkatkan produktivitas ternak dan lebih aman dibandingkan dengan penggunaan AGP. Tanaman yang banyak dipilih sebagai sumber piperin adalah lada hitam. Hal ini dikarenakan kandungan piperin pada lada hitam lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman lain, dalam penelitian ini cabai jawa digunakan sebagai sumber piperin dikarenakan cabai jawa merupakan komoditas yang cukup banyak dihasilkan oleh Provinsi Lampung. Sebelum digunakan dalam penelitian, cabai jawa dianalisa terlebih dahulu kandungan kimianya (Tabel 3). Hasil analisa kandungan kimia cabai jawa ditampilkan pada table 3.

Tabel 3. Hasil analisa kimia cabai jawa

Parameter Jumlah

Hasil analisa Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Pusat Penelitian Tanaman Perkebunan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementrian Pertanian Republik Indonesia (2016).

Penetapan dosis pada penelitian ini dilakukan dengan menyetarakan jumlah piperin yang berasal dari lada hitam dengan jumlah piperin yang berasal dari cabai jawa. Al Kasei et al. (2013) menyatakan bahwa kandungan piperin di dalam lada hitam sebesar 5% - 9%, sedangkan jumlah piperin pada penelitian ini sebesar 2.8%. Sehingga dibutuhkan cabai jawa dua kali lipat lebih banyak untuk menghasilkan piperin yang sama dengan satu lada hitam. Al Kasei et al. (2013) menyatakan bahwa penambahan lada hitam sebagai feed additive di dalam pakan dapat meningkatkan produktivitas ayam broiler secara keseluruhan, yang meliputi peningkatan bobot badan, feed intake, dan penurunan konversi pakan, serta menurunkan kolesterol dalam ayam broiler. Sehingga, penelitian ini penggunaan cabai jawa sebesar 1% - 3% dari pakan, dengan dosis optimum sebesar 2% cabai jawa.

Piperin merupakan komponen utama alkaloid yang terkandung dalam famili

Piperaceae. Piperin memiliki potensi sebagai anti obesitas, antioksidan, obat penenang, antiinflamasi, anti-proliferasi, dan analgesik (Kim et al. 2011; Bidarisugma 2011), serta meningkatkan thermogenesis pada lemak tubuh (Malini

et al. 1999). Piperin dapat melindungi sel-sel tubuh dari radikal bebas (Shoba et al. 1998). Piperin merupakan zat padat dan tidak larut dalam air. Struktur molekul

piperin adalah C17H19NO3, berat 285.34 Dalton (Gambar 3 dan 4). Piperin

(29)

13 Cabai jawa yang digunakan dalam penelitian ini merupakan cabai jawa yang berwarna orange atau kemerahan yang menandakan bahwa buah cabai jawa mulai masak. Hal ini dilakukan agar didapatkan piperin yang lebih maksimal. Risfaheri (2012) menyatakan bahwa kadar minyak atsiri dan piperin menunjukkan peningkatan sampai buah matang penuh. Piperine dapat meningkatkan aktivitas dari beberapa zat gizi, anti-inflamasi aktivitas, analgesic, dan mendukung proses metabolisme. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa piperin dapat menghambat peroksidasi lipid. Piperin telah terbukti merangsang sekresi enzim pencernaan di pankreas seperti amilase, tripsin, kimotripsin dan lipase di tikus.

Gambar 3. Struktur kimia piperin Piper retrofractum (Zeid et al. 2009)

Gambar 4. Struktur piperin sebagai anti-obesitas yang diisolasi dari Piper retrofractum (Kim et al. 2011)

Performa Produksi Ayam Broiler

Berdasarkan analisa sidik ragam yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa perlakuan yang diberikan tidak memberikan efek yang signifikan (P>0.05) terhadap bobot badan, persentase karkas, konsumsi ransum, dan mortalitas. Penambahan cabai jawa ke dalam pakan sebagai phytogenic feed additive hanya memberikan efek terhadap FCR dan persentase lemak abdomen (Tabel 4).

Bobot Badan dan Persentase Karkas

(30)

14

bobot badan akhir yang kurang maksimal. Bobot badan tertinggi terdapat pada R2 (ransum basal+1% cabai jawa) dengan bobot badan sebesar 1110+187 gram, sedangkan bobot terendah terdapat pada R4 (ransum basal+3% cabai jawa) dengan bobot badan sebesar 875+29 gram. Kendati tidak signifikan, penggunaan 1% cabai jawa di dalam pakan menghasilkan bobot badan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol (R0 dan R1).

Tabel 4. Performa produksi ayam broiler (35 hari)

Parameter Perlakuan

R0: Ransum Basal (Kontrol Negatif); R1: Ransum Basal + Antibiotik Syntetik (Kontrol Positif); R2: R0 + 1% Cabai Jawa (Piper retrofractum); R3: R0 + 2% Cabai Jawa (Piper retrofractum); R4: R0 + 3% Cabai Jawa (Piper retrofractum); FCR (Feed Cinvertion Ration)

Peningkatan bobot badan akhir ini sebanding dengan persentase karkas ayam broiler. Persentase tertinggi terdapat pada R2 sebesar 65.13%, sedangkan konsumsi ransum ayam broiler tertinggi terdapat pada perlakuan R0 (ransum basal) sebesar 472 gram/ekor/hari. Konsumsi ransum pada R0 merupakan konsumsi tertinggi, namun bobot badan tertinggi terdapat pada R2 (ransum basal+1% cabai jawa). Hal ini dapat disebabkan adanya piperin di dalam cabai jawa yang dapat memaksimalkan penyerapan makanan di dalam usus halus sehingga dapat meningkatkan bobot akhir ayam broiler. Penambahan piperin

sebanyak 60 mg/kg pakan sebagai phytogenic feed additive dalam pakan ayam broiler mampu meningkatkan luas permukaan penyerapan dalam duodenum dan ileum, meningkatkan berat badan dan konversi pakan, namun penggunaan piperin sebanyak 120-180 mg/kg pakan akan bersifat racun untuk hati dan leukosit (Cardoso et al. 2012).

Penggunaan ransum perlakuan dimulai pada minggu ke 2 pada saat penelitian, pada minggu pertama digunakan ransum komersil untuk mencegah terjadinya defisiensi nutrien pada fase pertumbuhan awal ayam broiler. Gambar 5 menunjukkan pertambahan bobot badan setiap minggu setiap perlakuan. Penggunaan 1% cabai jawa (R2) pada pakan menghasilkan bobot badan tertinggi pada minggu ke 5 yang diikuti dengan R0, R1, R3, dan R4.

Tidak berdampaknya cabai jawa terhadap beberapa para,eter yang diukur dapat juga disebabkan karena penggunaan cabai jawa yang terlalu sedikit. Puvaca

(31)

15 lebih tinggi lagi untuk dapat mengukur efektifitas cabai jawa terhadap produktivitas ayam broiler.

Gambar 5 Grafik pertambahan bobot badan selama pemberiam ransum perlakuan. R0, R1, R2, R3, R4

Konsumsi Ransum dan Konversi Ransum

Berdasarkan data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa konsumsi ransum tertinggi pad R0 (ransum basal) kemudian secara berturut-turut adalah R1, R2, R4, dan R3. Jumlah konsumsi ransum yang ditampilkan pada Tabel 4 merupakan jumlah konsumsi ransum yang digunakan ketika diberi pakan perlkuan (hari ke 10

– 35). Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan cabai jawa dalam pakan akan menurunkan konsumsi ransum yang akan berakibat pada menurunnya bobot badan dan bobot karkas, serta meningkatnya nilai FCR. Peningkatan nilai FCR ini terjadi dikarenakan adanya penurunan bobot badan dalam penambahan level cabai jawa. Perlakuan dengan menggunaan 2% cabai jawa di dalam ransum basal memiliki nilai bobot badan, konsumsi ransum, dan bobot karkas yang lebih tinggi dari R4 dan lebih rendah dari R2. Sedangkan nilai FCR R3 lebih rendah dari R4 dan lebih tinggi dari R2. Nilai FCR terbaik didapat dalam perlakuan R2 (ransum basal+1% cabai jawa) sebesar 1.6. Penurunan nilai FCR pada R2 akan meningkatkan efisiensi dalam pemeliharaan ayam broiler. Hal ini dikarenakan FCR akan menentukan besarnya biaya pakan yang dikeluarkan untuk meningkatkan bobot badan ternak.

Konsumsi ransum perlakuan yang tertinggi secara berurutan adalah R2, R4, kemudian R3. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan cabai jawa di dalam pakan akan menyebabkan penurunan konsumsi pakan. Windisch et al.

(32)

16

Mortalitas

Mortalitas atau kematian adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan usaha pengembangan peternakan ayam. Tingkat kematian yang tinggi pada ayam broiler sering terjadi pada periode awal atau starter dan semakin rendah pada periode akhir atau finisher. Angka mortalitas diperoleh dari perbandingan jumlah ayam yang mati dengan jumlah ayam yang dipelihara (Lacy dan Vest 2000). Nilai mortalitas pada penelitian ini berkisar antara 2.5%-10 %. Mortalitas terendah terdapat pada R4 dan R1. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan cabai jawa sebanyak 3% dalam pakan dapat dijadikan alternatif sebagai pengganti AGP untuk menurunkan angka mortalitas.

Tingkat mortalitas tertinggi terdapat pada R0 (ransum basal) sebanyak 4 ekor atau 10%, hal ini dikarenakan letak petak kandang R0 berada pada bagian sudut kandang yang tidak memiliki sirkulasi udara yang baik dikarenakan tirai kandang tidak dapat dibuka lebar sehingga menyebabkan sirkulasi udara tidak lancar dan meningkatkan suhu. Sirkulasi udara yang tidak baik dapat memicu terjadinya penumpukan amonia (NH3). Amonia (NH3) dapat menyebabkan kematian pada ayam broiler karena pengaturan ventilasi yang kurang tepat dan litter yang basah sehingga meningkatkan konsentrasi NH3. Jumlah kadar NH3 yang lebih tinggi dari 25 ppm pada ayam broiler dikandang menyebabkan gangguan pernafasan ayam (Lacy dan Vest 2000). Kematian ternak pada penelitian ini berlangsung ketika periode finisher. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya heat stress yang dialami oleh ternak, terutama pada bagian sudut petak kandang. Tingkat mortalitas dipengaruhi oleh beberapa fakor diantaranya bobot badan, bangsa, tipe ayam, iklim, kebersihan lingkungan, sanitasi peralatan, dan kandang serta penyakit (North dan Bell 1990).

Indeks Produksi

Indeks produksi merupakan angka yang menunjukkan suatu keberhasilan proses produksi ayam broiler dalam suatu periode. Indeks produksi dipengaruhi oleh mortalitas, bobot akhir, FCR, dan umur pemeliharaan. Penggunaan 2% cabai jawa di dalam pakan ayam broiler mampu memberikan nilai IP yang lebih tinggi dibandingkan penggunaan AGP di dalam pakan ayam broiler. Hal ini menguatkan bahwa penggunaan 2% cabai jawa di dalam pakan memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan penggunaan AGP di dalam pakan.

Lemak Abdomen

(33)

17 Persentase lemak abdomen terendah berada pada R4 (ransum basal+3% cabai jawa). Penambahan cabai jawa di dalam pakan, dapat memberika efek yang signifikan jika dibandingkan dengan R1 (ransum basal+AGP). Penurunan lemak abdomen dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan, hal ini dikarenakan lemak abdomen akan dibuang dan tidak dikonsumsi. Sehingga penurunan lemak abdomen akan mengurangi jumlah pakan yang terbuang untuk pembentukan lemak abdomen.

Organ Imunitas Ayam Broiler

Tubuh melindungi dirinya sendiri melawan benda asing, seperti bakteri dan virus, melalui aksi sistem kekebalan tubuh. Masuknya virus dan bakteri merangsang aksi dari limfosit (sel darah putih) dan makrofag (scavangers) dalam tubuh. Limfosit diproduksi dan diatur oleh bursa (sel B) dan timus (sel T) (Leeson dan Summers 2000). Penggunan cabai jawa (Piper retrofractum) ke dalam pakan tidak memberikan efek yang signifikan terhadap organ imunitas ayam broiler pada umur 35 hari (Tabel 5).

Tabel 5 Pengaruh cabai jawa (Piper retrofractum) terhadap hati, empedu, dan organ imunitas ayam broiler (35 hari) retrofractum); R4: R0 + 3% Cabai Jawa (Piper retrofractum)

Hati

(34)

18

berat hati ayam broiler berkisar antara 1.7%-2.8% dari bobot badan. Perlakuan R0. R1. R2 dan R3 memiliki bobot hati yang lebih tinggi dibandingkan bobot normal.

Tingginya bobot hati pada R0, R1, R2, dan R3 disebabkan karena bobot badan ternak yang lebih rendah jika dibandingkan bobot ayam broiler yang diberi pakan komersil selama 35 hari. Bobot hati pada semua perlakuan berkisar antara 31-43 gram, hal ini menunjukkan bahwa bobot hati masih berada pada kisaran normal 31-51 gram (Putnam 1991). Penggunaan cabai jawa di dalam pakan tidak memberikan dampak negatif pada hati. Hal ini didasarkan dengan tidak adanya tanda-tanda kelainan hati secara fisik dan tidak berbeda nyata dengan bobot hati pada kontrol. Kelainan-kelainan hati secara fisik biasanya ditandai dengan adanya perubahan warna, pembengkakan, pengecilan pada salah satu lobi atau tidak adanya kantong empedu (Subronto 1985).

Empedu dan Cairan Empedu

Penggunaan cabai jawa di dalam pakan ayam broiler sebagai pengganti

antibiotic growth promotor tidak memberikan efek yang berbeda nyata terhadap bobot empedu dan cairan empedu (Tabel 5). Rataan bobot empedu dan cairan empedu berada pada rentan 0.08%–0.09% dan 0.05%-0.07 %. Bobot empedu dan cairan empedu tertinggi terdapat pada R4, sedangkan bobot terendah terdapat pada R2. Hal ini menunjukkan bahwa piperin di dalam pakan tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah cairan dan bobot empedu.

Cairan empedu merupakan cairan garam berwarna kuning kehijauan yang mengandung garam-garam empedu, kolesterol, lesitin, lemak, pigmen empedu, dan beragam garam anorganik. Garam-garam empedu (garam natrium dan kalium dari asam glikokolat dan taurokolat) adalah unsur terpenting dalam cairan empedu karena berperan dalam pencernaan dan penyerapan lemak (Piliang dan Djojosoebagio 2006).

Limpa

Limpa bangsa burung berbentuk bulat, berstruktur merah kecoklatan yang berada di lambung bagian kanan. Perbedaan dengan limpa mamalia adalah dari struktur anatomi dan fungsinya. Limpa pada ayam memiliki kapsul jaringan ikat yang tebal dan kerangka yang tersusun atas sel retikular. Pulpa merah dan pulpa putih melapisi bagian limpa dengan jumlah yang sama. Fungsi dari limpa pada unggas adalah (a) memfagositosis sel darah merah oleh makrofag di pulpa merah, (b) limfositpoiesis di pulpa putih, dan (c) menyerap antigen serta memproduksi antibodi oleh sel limfoid di pulpa merah dan putih. Hal ini dapat dikatakan limpa sebagai gudang penyimpanan darah (Herenda 1996).

Penggunaan cabai jawa di dalam pakan sebagai phytogenic feed additive

tidak emberikan efek yang nyata terhadap bobot limpa. Rataan bobot limpa pada penelitian ini berkisar antara 0.14%-0.22 %. Hal ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian Elkhair et al. (2014) dengan menggunakan lada hitam sebagai tambahan pakan, yaitu 0.1%-0.13 %. Toghyani et al. (2010) menyatakan bahwa bobot limpa ayam broiler yang diberi pakan tepung thyme sebagai pengganti AGP berada pada kisaran 0.13%-0.19 %.

Pada unggas daerah limpa terdiri dari capillary sleeve yang diselaputi

(35)

19 sebagian, di dalam limpa yang diambil oleh makrofag baik yang terdapat di zona pembatas maupun yang membatasi sinusoid pulpa merah. Sel ini membawa antigen ke folikel primer dalam pulpa putih, setelah itu sel penghasil antibodi akan bermigrasi. Sel penghasil antibodi ini menempati zona pembatas dan pulpa merah, dan di daerah inilah produksi antibodi ini pertama kali ditemukan. Pembentukan pusat germinal juga terjadi dalam folikel primer dalam beberapa hari, walaupun hal ini tidak langsung berkaitan dengan produksi antibody Sturkie (1976).

Thymus

Rataan bobot thymus pada penelitian ini berkisar antara 0.05%-0.2%. Penggunaan cabai jawa di dalam pakan tidak memberikan pengaruh terhadap bobot tymus ayam broiler, hal ini ditandai dengan tidak adanya efek yang signifikan terhadap bobot tymus pada ternak yang diberi pakan perlakuan. Bobot thymus tertingi terdapat pada R1 (ransum basal+AGP) sebesar 0.2% dan terkecil terdapat pada R2 dan R4, yaitu 0.05%. Bobot thymus pada penelitin ini lebih rendah jika dibandingkan dengan Elkhair et al. (2014) dan Wang et al. (2010) yaitu berada pada kisaran 0.30%-0.41% dan 0.2%-0.37%. Thymus adalah organ yang sangat penting pada hewan muda. Perkembangannya dimulai dari saat sebelum pubertas sampai dewasa. Ukuran timus akan semakin mengecil seiring dengan pertambahan umur hewan. Pada permukaan timus dapat ditemukan lapisan lemak, elemen fibrosa dan jaringan timus. Timus terbentuk dari kantung faringeal ketiga (Dyce et al. 2002).

Menurut Hammond (2005) Pembentukan timus pada masa embrional diinduksi oleh kantong endodermal. Secara anatomis, timus ayam terletak pada sisi kanan dan kiri saluran pernafasan (trakhea). Warnanya pucat kuning kemerah-merahan, bentuknya tidak teratur dan berjumlah 3-8 lobi pada masing-masing leher. Tiap lobus dihubungkan oleh jaringan ikat dan membentuk suatu untaian yang berada dekat dengan vena jugularis (Getty 1975). Tizard (1987) mengungkapkan bahwa timus tediri dari kortex dan medula. Korteks terdiri dari limfosit dan epitel retikulum. Limfosit T (thymocytes) yang telah meninggalkan sumsum tulang di bagian organ imunitas yang kompeten telah bermigrasi dan menempati korteks. Pada titik ini, limfosit T telah terbagi menjadi sel imun yang jauh lebih kompeten.

Bursa Fabricius

Penambahan cabai jawa di dalam pakan sebgai phytogenic feed additive

tidak memberikan efek yang nyata terhadap bobot bursa fabricius. Rataan bobot bursa fabricius pada penelitian ini berada pada rentan 0.05%-0.1% dari bobot badan. Ratan ini hampir sama jika dibandingkan dengan penelitian Elkhair et al.

(2014) dengan menggunakan lada hitam di dalam pakan, yaitu 0.06%-0.09 % bobot badan. Toghyani et al. (2010) menyatakan bahwa bobot bursa fabricius pada ayam broiler dengan penggunaan tepung thyme sebagai pengganti AGP berada pada kisaran 0.08%-0.09 % bobot badan ayam broiler.

(36)

20

menyerupai celah menghubungkan dengan lumen bursa. Sebagai diverticulum kloaka, bursa memiliki struktur epitel silindris. Bursa dikelilingi oleh permukaan otot yang tebal dan licin. Selama kontraksi otot, tekanan folikel-folikel memperkuat aliran sel di dalam medula dan aktivitas limfatik di setiap lipatan plika bursa. Glick (2000) menyebutkan bahwa pertumbuhan bursa fabricius dapat dipelajari dalam tiga bentuk. Pertama pertumbuhan yang cepat dari ayam baru menetas sampai tiga atau empat minggu. Kedua, periode plateu selama lima atau enam minggu berikutnya. Ketiga, regresi yang terjadi sebelum pematangan seksual. Pertumbuhan maksimum bursa fabricius dicapai saat ayam berumur 4-12 minggu dan mengalami regresi secara lengkap pada waktu mencapai kematangan seksual yaitu pada umur 14 – 20 minggu. Pada tahap ini bursa akan mengkerut, terjadi pembentukan jaringan ikat lebih intensif, deretan epitel menjadi berlipatlipat, parenkimnya digantikan dengan jaringan lemak dan sel-sel limfoid di dalam folikel limfoid digantikan oleh kista (Riddel 1987).

Hematologi Darah

Rataan jumlah eritrosit. leukosit. nilai hematokrit. kadar hemoglobin. MCV. dan MHCV dalam darah ayam broiler umur 35 hari disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Rataan jumlah eritrosit, leukosit, nilai hematokrit, kadar hemoglobin, MCV, dan MCHC dalam serum darah ayam broiler umur 35 hari

Peubah Perlakuan Standard

MCV: Mean Corpuscular Volume (MCV); MCHC: Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC R0: Ransum Basal (Kontrol Negatif); R1: Ransum Basal + Antibiotik Syntetik (Kontrol Positif); R2: R0 + 1% Cabai Jawa (Piper retrofractum); R3: R0 + 2% Cabai Jawa (Piper retrofractum); R4: R0 + 3% Cabai Jawa (Piper retrofractum); Hasil Analisa Laboraturium Nutrisi Ternak Kerja dan Olahraga, Fapet, IPB; Smith dan Mangkoewidjojo (1988)1, Swnson (1984)2, Satyaningtijas (2010)3, Hodges (1997)4

(37)

21 Eritrosit

Eritrosit merupakan sel darah merah yang berperan membawa hemoglobin di dalam sirkulasi. Eritrosit pada unggas intinya terletak ditengah dan berbentuk oval. Eritrosit dibentuk di sumsum tulang dan limfa. Eritrosit merupakan produk proses erithropoesis, proses tersebut terjadi dalam sumsum tulang merah (medulla asseum rubrum) yang antara lain terdapat dalam berbagai tulang panjang.

Erithropoesis membutuhkan bahan dasar protein, glukosa, dan berbagai aktivator. Beberapa aktivator proses erithropoesis adalah mikromineral Cu, Fe, dan Zn.

Penggunaan cabai jawa di dalam pakan ayam broiler tidak memberikan efek yang signifikan pada jumlah eritrosit ayam broiler. Rataan jumlah eritrosit pada penelitian ini adalah 2.0 – 2.4 (106/mm3). Rataan ini relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan penggunaan piperin dari lada hitam dengan taraf 60-120 g/kg pakan pada penelitian Cardoso et al. (2012) antara 2.81 – 3.04 (106/mm3). Kendati demikian, jumlah eritrosit ayam broiler dengan penambahan piperin dalam pakan berada pada kisaran eritrosit normal yaitu 2.0–3.2 (106/mm3) (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Menurut (Mitchell dan Johns 2008; Campbell dan Ellis 2012) jumlah eritrosit rendah memberi gambaran kondisi anemia, sedangkan jumlah eritrosit tinggi memberi gambaran kondisi polisetamia. Jumlah eritrosit dipengaruhi oleh umur, aktivitas individu, kandungan nutrien pakan, ketinggian tempat dan suhu lingkungan (Hall dan Guyton 2010; Campbell dan Ellis 2012). Leukosit

Leukosit merupakan sel darah yang memiliki inti sel dan memiliki kemampuan gerak yang independen (Campbell dan Ellis 2012). Leukosit merupakan unit yang aktif untuk menyediakan pertahanan yang cepat dan kuat terhadap setiap bahan penyebab infeksi (Hall dan Guyton 2010). Leukosit berperan dalam merespon kekebalan tubuh. Secara umum jumlah leukosit lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah eritrosit. Penambahan piperin dalam ransum tidak memberikan dampak yang nyata (P>0.05) mempengaruhi kandungan leukosit (Tabel 6). Hal ini sesuai dengan penelitian Al Kassie et al. (2013) bahwa penambahan lada hitam dengan taraf 0.25%-1% tidak memberikan respon terhadap leukosit didalam darah. Rataan jumlah leukosit berada pada rentan 7–37 (103/mm3). Jumlah leukosit yang normal adalah berkisar antara 20-30 (103/mm3) (Swenson 1984).

(38)

22

Hematokrit

Nilai hematokrit atau Packed Cell Volume (PCV) adalah suatu istilah yang artinya persentase (berdasar volume) dari darah yang terdiri dari sel-sel darah merah. Perhitungan nilai hematokrit darah dilakukan dengan mengisi tabung hematokrit dengan darah yang diberi anti koagulan, kemudian dilakukan sentrifusi sampai sel-sel mengumpul dibagian dasar. Nilai hematokrit berfungsi untuk menghitung sel darah merah total (Isroli et al. 2009)

Nilai hematokrit dipengaruhi oleh jumlah dan ukuran sel darah merah. Volume sel mungkin mengalami perubahan akibat peningkatan air plasma (hemodilution) atau penurunan air plasma (hemoconcentration) (Wardiny et al.

2012). Perbedaan nilai hematokrit darah dimungkinkan karena perbedaan umur, tingkat produksi, sistem pemeliharaan dan musim. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ali et al. (2013) bahwa kadar hematokrit dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, jenis kelamin, status nutrisi, keadaan hipoksia, jumlah eritrosit dan ukuran eritrosit. Pemberian cabai jawa dalam pakan tidak memberikan efek yang signifikan pada nilai hematokrit ayam broiler yang dipelihara selama 35 hari. Nilai hematokrit pada penelitian ini berkisar antara 27%-28%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan cabai jawa di dalam pakan memberikan efek yang sama dngan penggunaan AGP di dalam pakan. Rataan nilai hematokrit ini berada dalam selang normal seperti yang dikemukakan Satyaningtijas et al.

(2010) bahwa nilai normal hematokrit ayam antara 22%-35%. Nilai hematokrit terendah terdapat pada R0 (ransum basal) dengan nilai 27.

Hemoglobin

Hemoglobin merupakan pigmen eritrosit yang terbentuk dalam 2 komponen, yaitu heme dan globin. Heme merupakan atom besi dan globulin berupa sel. Hemoglobin memiliki fungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan dan kembali lagi ke paru-paru dengan membawa karbondioksida. Hemoglobin merupakan petunjuk kecukupan oksigen (Campbell dan Ellis 2012). Nilai hemoglobin dapat dipengaruhi oleh kadar oksigen dan jumlah eritrosit. Sehingga ada kecenderungan jika nilai eritrosit rendah, maka kadar hemoglobin akan rendah. Hasil penelitian menunjukkan nilai hemoglobin ayam broiler yang diberi pakan cabai jawa (Piper retrofractum) tidak memberikan hasil yang signifikan. Nilai hemoglobin berada pada kisaran 7-9 gr%. Menurut Swenson (1984) kadar hemoglobin normal adalah 6.5 sampai 9 g/ml. Pada umumnya unggas memiliki hemoglobin antara 7.0-10.9 gr% (Smith dan Mangkoewidjojo. 1988).

MCV dan MCHC

(39)

23 normositik sel darah merah berukuran normal dan MCV normal. pada anemia mikrositik sel darah merah berukuran kecil dan MCV menurun serta pada anemia makrositik sel darah merah berukuran besar dan MCV meningkat (Mitchell dan Johns 2008).

Data Mean Corpuscular Volume (MCV) dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) dari darah ayam terdapat pada Tabel 6. Penambahan caba jawa di dalam pakan tidak memeberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai MCV dan MHCV pada ayam broiler umur 35 hari. Rataan nilai normal sehingga menandakan bahwa ayam tidak menderita anemia.

MCV yang bernilai tinggi pada saat terjadi anemia yang menandakan defisiensi asam folat. Sementara MCV yang lebih rendah saat anemia menandakan defisiensi zat besi. Asam folat maupun zat besi sangat dibutuhkan sebagai bahan baku produksi, mengontrol volume, dan perkembangan eritrosit (Campbell dan Ellis 2012). MCV yang normal biasanya kebutuhan nutrien sebagai bahan baku untuk memproduksi eritrosit tercukupi, kecepatan dan aktivitas atau fungsi eritrosit dalam sirkulasi darah berjalan baik.

MCHC mengkategorikan sel darah merah berdasarkan konsentrasi hemoglobin. Sel darah merah dengan konsentrasi hemoglobin yang normal disebut normokromik dan sel darah merah dengan konsentrasi hemoglobin yang rendah disebut hipokromik (Mitchell dan Johns 2008). Nilai MCHC merupakan hasil pengukuran konsentrasi rata-rata hemoglobin dalam sel darah merah. Ukuran ini diperoleh dengan membagi hemoglobin dengan hematokrit dikalikan 100. Nilai MCHC pada penelitian ini (Tabel 6) berkisar antara 23%-33%. Nilai MCHC pakan perlakuan masih berada pada kisaran normal sesuai dengan pernyataan Hodges (1977) yaitu berkisar antara 26%-35%. Sedangan R1 (ransumbasal+AGP) memiliki nilai MHCV yang lebih rendah dibandingkan normal.

Pengaruh terhadap Lemak Ayam Broiler

Penggunaan cabai jawa (piper retrofratum) sebagai phytogenic feed additive

pada ayam broiler belum menunjukkan hasil yang signifikan pada kolesterol daging, kolesterol serum darah, trigliserida serum, HDL serum, dan LDL serum (Tabel 7).

Kolesterol Serum

Penggunaan cabai jawa (piper retrofratum) sebagai phytogenic feed additive

(40)

24

menghasilkan kolesetrol serum darah yang lebih rendah jika dibandingkan dengan penggunaan kombinasi red pepper dan lada hitam dalam pakan.

Mekanisme penurunan kolesterol oleh piperin terjadi melalui penghambatan secara langsung aktifitas enzim HMG-CoA (3-hidroksi-3-metilglutaril koenzim-A) reduktase. Penghambatan aktifitas enzim ini menyebabkan tidak terbentuknya mevalonat dari HMG-CoA, dimana mevalonat ini akan diubah menjadi skualen, lanosterol, Dihidrolanosterol, D-8-dimetilsterol, 7-dihirokolesterol dan akhirnya menjadi kolesterol (Gropper dan Smith 2012).

Tabel 7 Kandungan lemak ayam broiler umur 35 hari

Perlakuan

R0 R1 R2 R3 R4

Kolesterol Serum

(mg/dl)* 102+18.5 117+10.4 73+26.5 119 + 42.4 133 + 34.5

Kolesterol daging

(mg/100gram)** 145+11.5 134+15.5 137+9.4 155+9.1 131+16.8

Trigliserida Serum Lippoprotein; LDL: Low Density Lipoprotein; Hasil Analisa Laboraturium Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Fapet, IPB; Hasil Analisa Laboratorium Terpadu, Fapet, IPB

Shah et al. (2011) menyatakan bahwa pemberian ekstrak etanol 95% cabe jawa (Piper retrofractum Vahl.) memiliki efek yang baik dalam menurunkan kadar lipid darah. Penelitian yang dilakukan pada tikus jantan Sprague Dawley yang telah diberikan diet tinggi lemak dan ekstrak piperin selama 8 minggu menunjukkan bahwa terjadi penurunan kadar kolesterol total, trigliserida, LDL, dan VLDL di dalam darah yang cukup signifikan. Selain itu, terdapat peningkatan yang cukup signifikan pada kadar HDL di dalam darah. Dalam penelitian lain disebutkan bahwa kadar total kolesterol, LDL, VLDL, dan aktivitas HMG CoA reduktase pada tikus jantan yang diberikan ekstrak piperin dan diet tinggi lemak selama 10 minggu lebih rendah bila dibandingkan dengan tikus jantan yang hanya diberikan diet tinggi lemak. Selain itu didapatkan peningkatan kadar LPL dan LCAT serta peningkatan ekskresi asam empedu pada tikus jantan yang diberikan ekstrak piperin dan diet tinggi lemak bila dibandingkan dengan tikus jantan yang hanya diberikan diet tinggi lemak (Vijayakumar et al., 2006).

Trigliserida

Rata-rata kadar trigliserida serum pada penelitian ini berkisar antara 118-149 mg/dl (Tabel 7). Pengaruh penambahan piperin kedalam pakan tidak menunjukan pengaruh yang signifikan terhadap trigliserida didalam serum.

(41)

25 piperin nyata menurunkan trigliserida di dalam serum darah. Tidak berpengaruhnya penambahan piperin kemungkinan dikarena adanya penurunan aktivitas piperin yang berasal dari cabai jawa dikarenakn cabai jawa yang digunakan telah mengalami proses penyimpanan sebelum digunakan. Oleh karena itu pengaruh panambahan piperin dalam ransum belum terlihat secara signifikan.

Rataan kandungan trigliserida serum ayam broiler pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Shahverdi (2013), kandungan trigliserida dalam serum ayam broiler pada penambahan lada hitam dan red papper antara 67.42-73.13 mg/dl. Tingginya trigliserida disebabkan karena banyaknya asam lemak yang diubah menjadi trigliserida untuk ditransport dan disimpan. Asam lemak ini didapatkan dari pemecahan makanan yang bersumber dari karbohidrat. Lemak, dan protein. Sebelum asam lemak disimpan dalam bentuk energy, asam lemak harus diubah menjadi komponen lipid yang lebih hidrofobik yaitu trigliserida. Menurut Gropper dan Smith (2012) trigliserida dalam pakan diserap oleh pencernaan kemudian dikemas menjadi lipoprotein, salah satunya adalah cylomikron kemudian diedarkan kedarah dan berpengaruh pada pembentukan telur salah satunya.

HDL

HDL merupakan kolesterol yang membawa lipoprotein dengan kerapatan tinggi (high density lipoprotein) (Thrall et al. 2012). Fungsi utama HDL adalah mengangkut kolesterol bebas yang terdapat dalam pembuluh darah ke reseptor HDL di hati untuk dikeluarkan melalui empedu (Akoh dan Min 2008). Hasil analisis menunujukan bahwa perlakuan penambahan cabai jawa (Piper retrofractum) mampu memberikan efek yang signifikan terhadap kadar HDL serum ayam broiler. Kandungan HDL serum ayam broiler umur 5 minggu dalam penelitian ini berkisar 36-57 mg/dl (Tabel 7). Jika dibandingkan dengan penelitian

Puvača et al. (2014) HDL berkisar antara 19.2-35.6 mg/dl lebih rendah dibandingan dengan penelitian ini.

High density lipoprotein (HDL) merupakan lipoprotein yang menjaga keseimbangan kolesterol agar tidak menumpuk didalam sel. keseimbangan dikelola oleh pengangkatan sterol dari membran pada tingkat yang sama dengan jumlah kolesterol yang disintesis menuju hati (Thrall et al. 2012). Ini berarti penambahan piperin dalam pakan ayam broiler memberikan pengaruh yang baik terhadap kandungan HDL pada ayam broiler. Menurut (Akoh dan Min (2008); Adeyeye 2012; Gropper dan Smith 2012) menyatakan bahwa HDL sering disebut dengan kolesterol baik karena merupakan lipoprotein yang mengangkut lipid dari perifer menuju ke hepar. Lebih lanjut Buyse dan Decuypere (2015) menjelaskan molekul HDL relatife kecil dibandigkan dengan lipoprotein lain sehingga HDL dapat melewati sel endotel vaskular dan masuk kedalam intima untuk mengangkut kembali kolesterol yang terkumpul dalam makrofag. HDL yang tinggi akan dapat mencegah terjadinya oksidasi LDL.

LDL

(42)

26

serum adalah 10-50 (mg/dl). Kadar LDL terendah terdapat pada penggunaan 1% cabai jawa di dalam ransum (10 mg/dl). Semakin meningkatnya penggunaan cabai jawa di dalam pakan juga meningkatkan nilai LDL pada serum darah. Kadar LDL pada penggunaan 1% cabai jawa di dalam ransum lebih rendah jika dibandingkan dengan kadar LDL dengan penambahan lada hitam di dalam pakan. Puvača et al.

(2014) menyatakan bahwa penggunaan lada hitam sebanyak 0.5-1 gram/kg pakan akan menghasilkan LDL antara 13.4-36.7 (mg/dl).

Tingginya kandungan LDL di dalam darah dapat dipengaruhi oleh peningkatan kandungan trigliserida pada serum darah. Peningkatan pada trigliserida dapat meningkatkan pembentukan VLDL (Very Low Density Lipoprotein) yang merupakan induk terbentuknya LDL. Meningkatnya VLDL dalam darah akan diikuti peningkatan pada kadar LDL darah. Santosa dan Tanaka (2001) menyatakan bahwa trigliserida diangkut dalam bentuk kilomikron dan VLDL. Menurut Murray et al. (2003) Selama katabolisme VLDL terbentuk LDL. sehingga LDL kaya akan kolesterol. LDL berfungsi sebagai transpor kolesterol dalam darah menuju jaringan tubuh melalui endositosis. Kadar LDL yang tinggi menandakan tingginya kadar kolesterol yang tidak baik untuk kesehatan. LDL merupakan lipoprotein yang tergolong lemak jahat karena berikatan dengan kolesterol dan mengangkut menuju jaringan ke sel – sel target. LDL yang berlebihan akan jatuh dan mengendap di dinding arteri. dan kemudian lipoprotein HDL akan mengambil kolesterol yang tercecer tersebut untuk di bawa dan dibawa lagi ke dalam hati.

Kolesterol Daging

Penggunaan cabai jawa (Piper retrofractum) sebagai phytogenic feed additive pada ransum ayam broiler tidak memberikan efek yang signifikan terhadap kolesterol daging. Rataan kolesterol daging pada penelitian ini adalah 131-155 (mg/100 gram). Bagian daging yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah bagian paha atas. Hal ini dikarenakan adanya dugaan deposit lemak tertinggi terdapat pada daging bagian paha atas. Sukaryana dan Priabudiman (2014) menyatakan bahwa kandungan kolesterol pada daging ayam broiler sebesar (200 mg/100 gram). Penggunaan cabai jawa di dalam pakan dapat menurunkan kandungan kolesterol sebesar 8-14 (mg/100gram) pada penggunaan 1% dan 3 % cabai jawa di dalam pakan jika dibandingkan dengan kontrol. Rendahnya kandungan kolesterol pada R4 dapat disebabkan karena jumlah cairan empedu pada perlakuan R4 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan R2 dan R3.

Gambar

Tabel 1. Susunan dan kandungan nutrien ransum basal
Gambar 1. Tanaman cabai jawa
Tabel 3. Hasil analisa kimia cabai jawa
Tabel 4. Performa produksi ayam broiler (35 hari)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Siswa masih belum percaya diri dalam melakukan gerak dasar (passing) atas bola voli. Guru memberikan motivasi kepada siswa sesuai rencana pembelajaran,

Selanjutnya ada dari motivasi dalam kerja yaitu ada 2 faktor pertama faktor internal yaitu faktor yang timbul dari dalam diri karyawan antara lain: persepsi, harga

Tujuan: Menganalisis pengaruh penambahan kayu manis terhadap pH, tingkat kecerahan (L*), aktivitas antioksidan, gula total dan organoleptik yang meliputi warna,

Dalam kaitannya dengan kasus penolakan Iran terhadap pemeriksaan pengembangan energi nuklir oleh IAEA ke dalam wilayah negaranya terutama wilayah militer Iran yaitu

Permasalahan yang dihadapi CV Banua adalah keterbatasan ruang gudang sehingga penumpukan dan peletakan material (bahan baku) yang digunakan sebagai bahan utama dan asesoris-

iii Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Laporan Praktik Kerja yang berjudul “PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG PROGRAM MAGISTER DAN DOKTOR FAKULTAS SAINS DAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, dengan menggunakan teknik persentase untuk melihat peningkatan yang terjadi dari siklus ke

Arah tindakan sokongan yang tinggi dalam surat terbitan berbanding dengan memorandum didorong oleh beberapa penambahbaikan telah dipersetujui oleh pihak kerajaan