• Tidak ada hasil yang ditemukan

Distribusi Zakat Bagi Non Muslim Pada Baziz DKI Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Distribusi Zakat Bagi Non Muslim Pada Baziz DKI Jakarta"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

PANGIDOAN NASUTION NIM. 1110043100011

KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB FIQH PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

i

DISTRIBUSI ZAKAT BAGI NON MUSLIM PADA BAZIS DKI JAKARTA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

PANGIDOAN NASUTION NIM. 1110043100011

KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB FIQH PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

(3)
(4)
(5)
(6)

v ABSTRAK

Pangidoan Nasution. NIM 1110043100011. DISTRIBUSI ZAKAT BAGI NON MUSLIM PADA BAZIS DKI JAKARTA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM. Jurusan Perbandingan Mazhab Fikih, Program Studi Perbandingan Mazhab Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1437 H/ 2016 M. ix + 75 halaman + 7 lampiran

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan distribusi zakat pada Badan Amil Zakat (BAZ) khususnya distribusi zakat bagi non muslim, yang kemudian dianalisa melalui perspektif hukum Islam. Pada penelitian ini Badan Amil Zakat, Infak dan Sedekah (BAZIS) Provinsi DKI Jakarta yang menjadi objek penelitian. Penulis ingin mengetahui pelaksanaan distribusi zakat pada Bazis DKI Jakarta, khususnya dalam distribusi zakat bagi non muslim yang kemudian dianalisa melalui perspektif hukum Islam. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat mengetahui apakah Bazis DKI Jakarta pernah dan memperbolehkan penyaluran zakat kepada non muslim, dan kemudian dapat mengetahui apakah dalam hukum Islam distribusi zakat bagi non muslim ini diperbolehkan atau pun tidak.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan melaksanakan wawancara langsung kepada objek penelitian dalam hal ini Bazis DKI Jakarta dan juga studi kepustakaan, dimana hasil wawancara dianalis yang kemudian diuraikan. Metode pengumpulan data dilakukan berdasarkan hasil wawancara seputar pengelolaan distribusi zakat, khususnya distribusi zakat bagi non muslim pada Bazis DKI Jakarta. Pengumpulan data juga dilakukan melalui Studi Kepustakaan guna memperoleh buku-buku, referensi dan dokumen-dokumen yang relevan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Bazis DKI Jakarta pernah dan memperbolehkan distribusi zakat bagi non muslim, sedangkan di dalam hukum Islam pendistrubusian terhadap non muslim yang diharapkan keislamannya diperbolehkan dan sah dengan acuan mengelompokkannya ke dalam golongan mualaf.

Kata kunci: Distribusi Zakat Non Muslim, Bazis DKI Jakarta, Hukum Islam Pembimbing : 1- Dr. H. Fuad Thohari, M. Ag

(7)

vi

dan Salam kepada Rasulullah Muhammad SAW, sebagai teladan dan tokoh inspiratif sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini untuk memperoleh gelar sarjana strata satu di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, tentunya tidak luput dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itulah pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, sebagai Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan perubahan di Kampus tercinta ini, semoga bermanfaat bagi negara Indonesia dan juga Seluruh Penjuru Dunia.

2. Bapak Dr. Asep Saepuddin Jahar MA, Selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang selalu siap memberikan motivasi kepada setiap mahasiswa di Fakultas Syariah dan Hukum

3. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, MSi, selaku Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang senantiasa memberikan dorongan kepada mahasiswa untuk selalu giat dalam mengikuti perkuliahan.

(8)

vii

5. Bapak Dr. H. Fuad Thohari, M.Ag dan Bapak Nur Rohim Yunus, LLM. Selaku Pembimbing I dan II, yang dengan sabar dan penuh tanggung jawab dalam membimbing atau mengarahkan proses penyusunan skripsi.

6. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya dengan penuh kesabaran serta memberikan berbagai pengalaman yang sangat berharga bagi penulis.

7. Pimpinan dan staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam memberikan fasilitas untuk mengadakan studi perpustakaan

8. Segenap Pimpinan BAZIS Provinsi DKI Jakarta beserta stafnya, yang telah membantu penulis memberikan informasi yang sangat berharga dalam penyelesaian penulisan skripsi.

9. Narasumber Ahli Bapak Prof. Dr. Zainuddin Ali, MA., Bapak Dr. A. Sudirman Abbas dan Bapak Dr. KH. A. Muhaimin Zen, M.Ag yang telah bersedia diwawancarai guna mendapatkan keterangan pendapat ahli berkenaan dengan penelitian penulis.

10.Orang Tua tercinta Ayahanda Syahruddin dan Ibunda Saryani, Adik-adikku tersayang, juga kepada seluruh keluarga besar yang telah memberikan kasih sayang serta doa restunya hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 11.Untuk sahabat-sahabat di KNPI, HMI, HIPEMARI JAKARTA,

(9)

viii

13.Untuk teman-teman kos ku (Muhammad Husin, Hendra Setiawan, Sofyan Al-Bustami) yang selalu memberikan motivasi kepada penulis

14.Untuk Sri Rejeki, terima kasih selalu setia memberikan perhatian, semangat dan dukungan kepada penulis, hingga penyelesaian skripsi ini.

15.Semua pihak yang telah berjasa dalam proses penulisan skripsi ini, yang tak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu namun tidak mengurangi sedikitpun rasa terima kasih dari penulis,

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang memerlukannya. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehubungan dengan berbagai keterbatasan kemampuan penulis, baik kemampuan akademik maupun dalam kemampuan teknik penulisan. Sehubungan dengan itu, penulis sangat berharap kritik membangun, saran ataupun masukan dari pembaca

Jakart 10 Juni 2016

(10)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQASYAH ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Review Studi Terdahulu ... 8

E. Metode Penelitian ... 10

F. Sistematika Penelitian ... 12

BAB II : TINJAUAN TEORITIS TENTANG DISTRIBUSI ZAKAT ... 14

A. Teori Distribusi ... 14

(11)

x

BAB III : DISTRIBUSI ZAKAT BAGI NON MUSLIM PADA BAZIS

DKI JAKARTA ... 35

A. Profil Umum Bazis DKI Jakarta ... 35

B. Praktek Distribusi Zakat Bagi Non Muslim Pada Bazis DKI Jakarta ... 44

BAB IV : DISTRIBUSI ZAKAT BAGI NON PERSPEKTIF HUKUM ISLAM ... 51

A. Mualaf Dalam Hukum Islam ... 51

B. Analisis Distribusi Zakat Bagi Non Muslim Pada Bazis DKI Jakarta ... 62

BAB V : PENUTUP ... 69

A. Kesimpulan ... 69

B. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 72

(12)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat Penunjukan Dosen Pembimbing

Lampiran 2 : Surat Keterangan Penelitian dari BAZIS DKI Jakarta

Lampiran 3 : Struktur Organisasi Bazis DKI Jakarta

Lampiran 4 : Hasil Wawancara dengan BAZIS DKI Jakarta

Lampiran 5 : Hasil Wawancara dengan Wakil Ketua Komisi Hukum dan Perundang-

Undangan Majelis Ulama Indonesia

Lampiran 6 : Hasil Wawancara Ahli Qawaid Fikih Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 7 : Hasil Wawancara Ahli Fikih Zakat Universitas Islam Negeri (UIN)

(13)

1

Manusia diciptakan Tuhan dengan berbagai bentuk dan rupa, beragam masalah juga jalan penyelesaiannya, keselarasan antara laki-laki dan perempuan, kaya dan miskin, tua maupun muda tiada satupun yang mampu bertahan hidup sendiri sehingga secara naluriah, manusia bergerak dengan sendirinya untuk saling berinteraksi. Islam mengajarkan penganutnya berakhlak mulia, tolong – menolong kepada sesama, memberi dan merima dengan ikhlas tanpa membedakan suku, ras, golongan maupun agama.

Mahmud Syaltut mendefenisikan Islam sebagai agama yang mengatur hubungan manusia dengan pencipta-Nya, manusia dengan sesama manusia, dan manusia dengan alam lingkungannya, diwahyukan oleh Allah Swt, kepada Nabi Muhammad Saw, untuk diajarkan dan disampaikan kepada manusia.1 Nabi Muhammad Saw telah memberikan tauladan bagi ummatnya beribadah yang baik, berprilaku mulia, serta bagaimana menciptakan kepedulian kepada sesama, bahkan sebagai seorang muslim yang mampu diwajibkan memberi bantuan kepada yang membutuhkan lewat perintah menunaikan zakat.

Dinamakan zakat karena di dalamnya terdapat harapan akan adanya keberkahan, kesucian jiwa, dan berkembang kebaikan. Zakat ditujukan Al-Qur’an sebagai pernyataan yang jelas akan kebenaran dan kesucian iman. Sebagai muzakki jangan sampai pemberian zakat disalah niatkan apalagi dengan berharap

1

Ahmad Rajali, Masa Depan Hukum Bisnis Islam di Indonesia; Telaah Kritis Berdasarkan

(14)

2

pujian diantara manusia, setiap amalan dapat mengikuti niat yang melakukannya dan segala maksud dan tujuan dalam mengerjakan hukum, haruslah memperhatikan syara’ baik dalam ibadah, maupun muamalah.2

Zakat sebagai kewajiban bagi umat Islam telah ditetapkan dalam Al-Qur’an, sunah nabi, dan ijma ulama. Zakat merupakan salah satu rukun Islam

yang selalu disebut sejajar dengan salat.3 Zakat bagi umat Islam, khususnya di Indonesia dan bahkan juga di dunia, sudah diyakini sebagai bagian pokok ajaran Islam yang harus ditunaikan.4

Zakat memiliki dua sisi yang tidak dapat dipisahkan. Pertama, pihak penerima zakat (mustahik) yang berhak mendapat bagian dari dana/harta zakat.

Kedua, pembayar zakat (muzakki) yaitu orang-orang yang memiliki harta benda sesuai dengan ketentuan peraturan zakat yang dikeluarkan berdasarkan dengan jumlah kekayaan (nisab) serta lamanya kepemilikan harta (haul).5

Golongan yang berhak menerima zakat ada delapan kelompok, yaitu: fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, orang yang berutang (gharim), orang yang berjuang di jalan Allah (Sabilillah), dan orang yang dalam perjalanan (ibnu sabil) sebagaimana disebutkan dalam surat at-Taubah ayat 60. Ini menunjukkan zakat

2

T.M Hasbi Ash Shidieqy, Falsafah Hukum Islam (Jakarta; Bulan Bintang, 1975), h. 249 3

Abdul Al-Hamid Mahmud Al-Ba’iy, Ekonomi Zakat Sebuah Kajian Moneter dan Keuangan

Syariah, (Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2006), h.16

4

Hafidhuddin didin, dkk, The Power Of Zakat; Studi Perbandingan Pengelolaan Zakat Asia

Tenggara (Malang; UIN-Malang Press, 2008), h. 3

5

(15)

merupakan sumber dana potensial dalam program pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat level bawah.6

Setiap Muslim dalam posisi apa pun harus memiliki komitmen moral untuk memperjuangkan nasib orang-orang miskin (mustad’afin). Tidak boleh kemiskinan dibiarkan merajalela di tengah umat dan bangsa karena akan menyebabkan dekatnya orang dengan kekufuran.7 Strategi utama penanggulangan kemiskinan adalah (1) upaya untuk memenuhi kebutuhan bagi masyarakat yang miskin akibat dampak krisis ekonomi, dan (2) upaya pemberdayaan agar memiliki kemampuan usaha bagi masyarakat yang mengalami kemiskinan struktural.8

Perintah zakat merupakan ajaran yang berimplikasi langsung terhadap ajaran sosial.9 Di tengah problematika pertumbuhan perekonomian, zakat muncul menjadi instrument yang solutif dan sustainable. Zakat sebagai instrument pembangunan perekonomian dan pengentasan kemiskinan umat di daerah, memiliki banyak keunggulan dibandingkan instrument fiskal konvensional yang kini telah ada.10

Problem kemanusiaan yang semakin mengental menuntut pengetahuan yang dapat menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi oleh umat Islam. Salah

6

Lili Bariadi, dkk, Zakat & Wirausaha (Jakarta; Centre for Enterpreunership Development, 2005), h. 1

7

Zakat sebagai pilar budaya bangsa; Zakat dan Peran Pemimpin, Majalah Zakat (Baznas; Edisi Mei-Juni 2014), h. 6

8Multifiah, “Pengaruh Zakat, Infak, Shadaqah, (ZIS) terhadap kesejahteraan Rumah Tangga Miskin”, Jurnal Ilmu-ilmu Sosial (Social Sciences), Vol. 21 no. 1(Februari 2009), h. 2

9

Hasbi Al-Furqon, 125 Masalah Zakat, (Solo: Tiga Serangkai, 2008), h. 10 10

(16)

4

satunya adalah memberikan ”roh” atau semangat keberagaman pada manajemen yang digunakan dalam berbagai instansi pemerintah maupun swasta, organisasi, lembaga, perusahaan maupun individu dalam mengelola kehidupan agar lebih baik dan maju.11

Indonesia sebagaimana negara-negara lain tidak dapat melepaskan dirinya dari peran serta agama dalam mengelola negara begitu juga sebaliknya.12 Jika prinsip utama Islam diletakkan sebagai bagian dari kerangka makro, yakni institusi sosial sebagai proses kebudayaan, maka pertama-tama yang perlu disadari adalah institusi sosial tidak mungkin mengisolasikan diri dari perkembangan dan transformasi sosial, kultural, maupun struktural.13

Di Negara Kesatuan Republik Indonesia, ketentuan mengenai zakat diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Lahirnya Undang-Undang ini, berawal dari niat baik untuk memperbaiki praktik pengelolaan zakat di Indonesia yang sebelumnya diatur oleh Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999. UU Pengelolaan Zakat ini mendorong ke arah modernisasi dan maksimalisasi kemanfaatan zakat, sekaligus melakukan kontrol terhadap akuntabilitas lembaga amil zakat.14

Sebagai organisasi pengelola zakat haruslah mengedepankan keadilan dan kemanusiaan, agar tercapai tujuan dari dibentuknya lembaga ini. Pada prinsipnya

11

Kamaludin, dkk, Etika Manajemen Islam, (Bandung; Pustaka Setia, 2010), h. 18-19

12Feri Amsari, “Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Pemenuhan Tujuan Hukum dalam kasus sekte al-Qiyadah”, Jurnal Yudisal, no. 2 (Agustus 2010), h. 98

13

Said Agil Husin Al-Munawar, Hukum Islam dan Pluralitas Sosial, (Jakarta; Penamadani, 2004), h. 201

14

(17)

semua yang dibentuk oleh Pemerintah bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat namun sering kali implikasinya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan

Keadilan dan Kemanusiaan itu termasuk ungkapan yang ada dan diterima oleh semua agama, bahkan menjadi doktrin fundamental dari agama-agama tersebut, meskipun demikian sering terjadi perbedaan dalam pemaknaan persepsinya dan juga pemberian visi, sesuai dengan prinsip-prinsip teologisnya. Secara umum pengertian adil mencakup pengertian : tidak berat sebelah, berpihak kepada kebenaran obyektif, tidak sewenang-wenang. Cakupan makna ini menjadi ajaran setiap agama, menjadi paradigma dakwahnya, menjadi rujukan hubungan sosialnya.15

Hukum berkembang sesuai dengan kondisi yang ada sehingga tidak boleh sesuatu terlewatkan dalam hukum agar tepat dalam mengambil keputusan. Terkait mengenai persoalan zakat yang ada saat ini dimana setelah disahkannya UU Pengelolaan Zakat, maka semua yang terkandung di dalamnya menjadi satu kesatuan baik Muzakki, Mustahik, maupun Organisasi Pengelola Zakat.

Bazis DKI Jakarta merupakan Badan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam urusan pengelolaan zakat. yang memiliki kewenangan menerima, mengelola, mendistribusikan dan mendayagunakan Zakat ummat Islam yang khususnya tinggal di daerah DKI Jakarta. Layaknya sebuah aturan tentunya mengatur ketentuan mengenai sistem atau pun prosedur yang harus dipenuhi oleh muzakki maupun mustahik agar proses pengelolaan dan pendistribusian dapat

15

(18)

6

terlaksana. Muncul pertanyaan dapatkah Bazis DKI Jakarta mendistribusikan zakat bagi non muslim yang dikelompokkan dalam asnap muallaf.

Imam Syafi’i berkata, “Siapa pun tidak diperbolehkan membagikan zakat

tanpa mengikuti apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT, hal itu jika kedelapan kelompok mustahiq itu ada, karena hanya kelompok mustahiq yang ada yang memperoleh bagian zakat.”16

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan tersebut kedalam tulisan (skripsi) dengan judul: “Distribusi Zakat bagi Non Muslim pada BAZIS DKI Jakarta Perspektif Hukum Islam.”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Agar masalah dalam penelitian skripsi ini tidak meluas dan dapat menjaga kemungkinan penyimpangan yang terjadi, maka penulis hanya membatasi pembahasan ini dalam ruang lingkup mengenai Non Muslim sebagai penerima zakat pada Bazis DKI Jakarta analisa perspektif hukum Islam.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, agar penelitian lebih terarah dan spesifik maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

a. Bagaimana pendistribusian zakat pada Bazis DKI Jakarta?

b. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap zakat bagi non Muslim? c. Bagaimana penerapan zakat bagi non Muslim pada Bazis DKI Jakarta?

16

(19)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Dengan mengacu pada permasalahan diatas maka hasil penelitian bertujuan sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui Pendistribusian zakat pada Bazis DKI Jakarta. b. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam terhadap Zakat bagi Non

Muslim.

c. Untuk mengetahui penerapan zakat bagi non muslim pada Bazis DKI Jakarta.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang bisa ditimbulkan dari penelitian ini, penulis ingin agar penelitian ini bisa memberikan manfaat:

a. Untuk menambah wawasan tingkat pemahaman dan pengetahuan bagi penulis sendiri khususnya, dan bagi para praktisi maupun akademisi pada umumnya dalam memahami pengelolaan Zakat yang dikelola oleh lembaga pemerintah.

b. Sebagai khazanah ilmu pengetahuan untuk menambah referensi terkait dengan penerima dan pemberi Zakat.

(20)

8

D. Review Studi Terdahulu

Bedasarkan telaah yang sudah dilakukan terhadap beberapa sumber kepustakaan, penulis melihat bahwa apa yang merupakan masalah pokok penelitian ini tampaknya sangat penting dan prospektif, diantara penelitian-penelitian yang terdahulu antara lain:

1. Alfianah Nuraini Putri (106046101593) “Pendistribusian dana bantuan

BAZIS dan hubungannnya dengan peningkatan prestasi belajar siswa

SLTA di wilayah Jakarta Utara”, Jurusan Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2011.

Dalam penelitian ini dibahas tentang prosedur pendistribusian dana BAZIS yang telah dihimpun dari masyarakat kepada para siswa/I serta membahas juga tentang dana BAZIS yang telah didistribusikan kepada para siswa yang kurang mampu namun berprestasi apakah berdampak pada peningkatan prestasi belajar siswa atau malah sebaliknya.

2. Nur Laeli Nafsah (204046102962) “strategi efektifitas penyaluran zakat

pada dompet peduli ummat darut tauhid (cabang jakarta selatan), Jurusan Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta 2009.

(21)

menguntungkan baik dari muzakki maupun mustahik dan LAZ-pun mendapatkan hasil dari program yang dimilikinya hingga berkurangnya mustahik.

3. Muhammad Nurhadi (204046102949) “pemberdayaan mustahik melalui

zakat produktif (studi kasus pada LAZ Al-Azhar peduli umat), Jurusan Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta 2009.

Dalam penelitian ini dibahas mengenai memberdayagunakan mustahik yang dilakukan oleh LAZ Al-Azhar peduli umat adalah dengan diberdayakannya pesantren-pesantren yang masih kesulitan dalam menutupi biaya operasionalnya. Salah satu bentuk program zakat produktif Al-Azhar peduli ummat adalah dengan melakukan pemberian dana hibah kepada pesantren untuk diberdayakan sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh pesantren tersebut.

4. Dewi Mayang Sari (106046101606) “Kajian strategi fundraising bazis

provinsi DKI Jakarta terhadap peningkatan pengelolaan dana ZIS”, Jurusan Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2010.

Dalam penelitian ini yang dibahas adalah tentang strategi pengembangan OPZ yang dilakukan PKPU

(22)

10

1. Objek penelitian adalah mustahik Muallaf Bazis DKI Jakarta syarat dan kategorinya

2. Penelitian melakukan kajian terhadap aturan yang berlaku pada Bazis DKI Jakarta tentang mustahik Muallaf.

3. Pokok kajian terhadap non muslim sebagai penerima zakat pada Bazis DKI Jakarta ditinjau dari Perspektif Hukum Islam

E. Metode Penelitian 1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode deskriptif kualitatif. Menurut Mardalis: “Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang saat ini berlaku, didalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat analisis dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada”. Dengan kata lain, penelitian deskriptif bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi mengenai keadaan saat ini dan melihat kaitan antara variabel-variabel yang diteliti. Variabel ini tidak menguji hipotesa atau tidak menggunakan hipotesa melainkan hanya mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variabel-variabel yang diteliti.17 Sedangkan penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Tailor seperti yang dikutip oleh Lexy J. Maleong yaitu sebagai “prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati”.18

17

Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h. 25.

18

(23)

2. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang digunakan, antara lain:

a. Data primer, yaitu data yang sengaja penulis kumpulkan secara langsung dari kitab tafsir, kitab hadis dan buku fikih. Pengumpulan data yang dilakukan yakni dengan melakukan studi kepustakaan.

b. Data sekunder, yaitu data pustaka yang dihimpun dari sejumlah buku-buku, jurnal-jurnal, surat kabar, media internet, dan sumber bacaan lainnya yang ada kaitannya dengan pembahasan skripsi ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari:

a. Studi Kepustakaan (Library Research), yakni dengan mengkaji data-data yang diperoleh dari buku-buku, bahan referensi, artikel, brosur dan bahan bacaan lainnya yang berkaitan dengan pembahasan penelitian ini.

b. Studi Dokumentasi, yaitu pengumpulan data dokumentasi yang berkaitan dengan penerimaan dan pendistribusian BAZIS DKI Jakarta.

4. Teknik Pengolahan Data

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, yaitu menggunakan data secara verbal dan kualifikasi bersifat teoritis. Pengelolaan data kualitatif dilakukan dengan mengedit data kemudian mengkategorikan data sesuai dengan masalah/tema yang sedang dibahas

5. Metode Analisa

(24)

12

kenyataan yang ada dan analisis wacana dengan memberikan pernyataan peneliti dari gejala dan masalah yang ada.

6. Teknik Penulisan Skripsi

Dalam teknik penulisan skripsi ini, penulis berpedoman kepada kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah pada buku pedoman penulisan skripsi, yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012.

F. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN, Bab ini menjelaskan seputar latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, review studi terdahulu, metode penelitian, dan sistematika penulisan

BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG DISTRIBUSI ZAKAT, Memuat tentang Teori Distibusi, yang tersusun dalam sub bagian; Distribusi Pendapatan dan Distribusi Kekayaan. Membahas juga tentang Zakat yang meliputi sub bagian; Pengertian Zakat, Dasar Hukum Zakat, Jenis-jenis Zakat, Syarat-syarat dan Rukun Zakat, serta Mustahik Zakat.

(25)

BAB IV ANALISIS DISTRIBUSI ZAKAT BAGI NON MUSLIM PADA BAZIS DKI JAKARTA, yang berisi tentang Non Muslim sebagai penerima Zakat Pada BAZIS DKI Jakarta dalam pandangan hukum Islam

(26)

14 BAB II

TINJAUAN TEORITIS TENTANG DISTRIBUSI ZAKAT

A. Teori Distribusi

Distribusi adalah klasifikasi pembayaran berupa sewa, upah, bunga modal dan laba, berhubungan langsung dengan tugas yang dilaksanakan oleh tenaga kerja, dan pemberi kerja.1 Distribusi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah penyaluran (pembagian, pengiriman) kepada beberapa orang atau ke beberapa tempat.2 Secara konvensional distribusi berarti proses penyimpanan dan penyaluran produk kepada pelanggan.3

Menurut Afzalurrahman, “konsep distribusi memiliki maksud lebih luas, yaitu peningkatan dan pembagian bagi hasil kekayaan agar sirkulasi kekayaan dapat ditingkatkan sehingga kekayaan yang ada melimpah dengan merata dan tidak hanya beredar di antara golongan tertentu saja”. Sementara itu, Anas Zarqa mengemukakan bahwa defenisi distribusi itu adalah “suatu transfer dari pendapatan kekayaan antara individu dengan cara pertukaran (melalui Pasar) atau dengan cara lain, seperti warisan, sedekah, wakaf, dan zakat”.4

M. Abdul Mannan mengungkapkan bahwa teori ekonomi modern mengenai distribusi merupakan teori menetapkan harga jasa produksi, sehingga

1

Richard G. Lipsey dan peter O. Steiner, Pengantar Ilmu Ekonomi (Jakarta: PT. Bina Aksara,1985), h. 247

2

Kamus besar bahasa indonesia online, http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/index.php , diakses pada tanggal 16/02/2016 pukul 15:43

3

Fathurrahman Djamil, Hukum Ekonomi Islam; sejarah, teori, dan konsep (Jakarta; Sinar Grafika, 2013), h.185

4

(27)

masalah distribusi persorangan, dapat dipecahkan dengan cara sebaik-baiknya, setelah terlebih dahulu diteliti masalah kepemilikan serta faktor-faktor produksi5

Distribusi secara teori dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu distribusi pendapatan dan distribusi kekayaan.

1. Distribusi Pendapatan

Distribusi pendapatan terdiri dari dua kata, yaitu distribusi dan pendapatan. Menurut KBBI, distribusi bermakna pembagian, penyaluran, dan pengiriman, sedangkan pendapatan artinya adalah hasil kerja usaha, maupun pencarian. Dapat disimpulkan bahwa distribusi pendapatan adalah usaha penyaluran dan pembagian hasil kerja usaha, niaga, ataupun jasa dengan berupa uang atau harta kepada setiap anggota masyarakat.

Distribusi pendapatan dapat terbagi menjadi dua, yaitu yang bersumber dari tanah (sewa) dan bersumber dari tenaga kerja (upah).6

a. Sewa

Afzalurrahman mengemukakan mengenai sewa ada pemikir yang menganggap sistem bagi hasil sebagai sesuatu yang tidak sah atau haram. Pendapat ini didasarkan atas hadis Rasulullah yang menyatakan bahwa Rasulullah melarang penyerahan tanah dengan persewaan dan pembagian hasil dengan mengambil hasil tanah.7 Alasan larangan sewa tersebut

5

M. Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam (Yogyakarta; PT Dana Bhakti Wakaf, 1995), h. 113

6

Hasanudin, Sistem Ekonomi Islam (Jakarta: FDK Press, 2008), h. 126 7

(28)

16

didasarkan adanya indikasi bahwa penggarap tanah akan di eksploitasi semata- mata untuk kepentingan pemilik tanah sehingga hal ini di larang.8

Menurut Mannan terkait sewa usaha produktif diperlukan dalam proses menciptakan nilai secara bersama karena pemilik modal dan pengusaha ikut berperan aktif dalam produksi barang atau jasa. Pengambilan sewa harus di dasarkan pada prinsip “tidak menganiaya atau dianiaya”. Hal tersebut juga dijelaskan pada surat Al Baqaroh: 279.

                                ) رق لا / 2 : 272 (

Artinya: “Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasulnya, tetapi jika kamu bertaubat, maka kamu berhak atas pokok hartamu, kamu tidak berbuat dzalim (merugikan) dan tidak di dzalimi atau dirugikan.”

b. Upah

Upah adalah harga yang dibayarkan kepada pekerja atas jasanya, tenaga kerja diberikan imbalan atas jasanya. Dengan kata lain, upah adalah harga dari tenaga yang dibayar atas jasanya dalam produksi.9 Sedangkan tenaga kerja adalah salah satu faktor produksi.

Ketentuan yang menjamin diperlakukannya tenaga kerja secara manusiawi, diantaranya yaitu:10

1) Hubungan antara musta’jir dan ajir adalah hubungan persaudaraan yang manusiawi secara menyeluruh.

8

M Abdul Mannan, Ekonomi Islam: Teori dan Prakktek, h.56 9

Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, jilid 2, h. 361 10

(29)

2) Beban kerja dan lingkungan yang melingkupinya harus memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan.

3) Tingkat upah minimum hendaknya mencukupi pemenuhan kebutuhan dasar dari para tenaga kerja.

2. Distribusi Kekayaan

Di dalam Islam, distribusi kekayaan dapat mengambil beberapa bentuk seperti zakat, infak, sedakah, wakaf, warisan, hibah, wasiat, qurban dan aqiqah,11 Untuk mencapai pemerataan pendapatan kepada masyarakat secara obyektif, Islam menekankan perlunya membagi kekayaan kepada masyarakat melalui kewajiban membayar zakat, mengeluarkan infak, serta adanya hukum waris dan wasiat serta hibah. Aturan ini diberlakukan agar tidak terjadi konsentrasi harta pada sebagian kecil golongan saja. Hal ini berarti pula agar tidak terjadi monopoli dan mendukung distribusi kekayaan serta memberikan latihan moral tentang pembelanjaan harta secara benar.

B. Zakat

1. Pengertian Zakat

Zakat menurut bahasa artinya berkembang (an-namaau), juga pensucian (thahir). Sedangkan menurut istilah syara’, zakat memiliki dua makna tersebut

yaitu berkembang dan pensucian. Karena dengan mengeluarkan zakat menjadi sebab timbulnya berkah dan bersihnya pada harta.12

11

Hasanudin, Sistem Ekonomi Islam, h. 134 12

(30)

18

Kata zakat merupakan kata dasar (masdar) dari zakᾶ yang berarti berkah, tumbuh, bersih dan, baik.13 zakat juga dapat diartikan kebersihan atau kesucian,14 berkembang, bertambah. Orang Arab mengatakan zakᾶ az-zar’u ketika az-Zar’u

(tanaman) itu berkembang dan bertambah,15 karena zakat berkaitan dengan harta yang berkembang seperti perdagangan dan pertanian.16 Kata zakat berasal dari

zakᾶyang artinya “tumbuh, berkah, bersih dan baik”.17

Zakat secara Terminologi (istilah) adalah menyisihkan sebagian harta benda atau bahan makanan dengan kadar tertentu, untuk diberikan kepada yang berhak menerima, terutama fakir miskin. Kewajiban tersebut dilakukan setahun sekali atau pada saat panen18. Selain itu ada istilah sedekah dan infak, sebagian ulama fikih mengatakan bahwa sedekah wajib dinamakan zakat, sedangkan sedekah sunnah dinamakan infak. Sebagian yang lain mengatakan infak wajib dinamakan zakat, sedang infak sunnah dinamakan sedekah.19

Ulama Malikiyah memberikan definisi bahwa zakat adalah mengeluarkan sebagian tertentu dari harta tertentu yang telah sampai nisab kepada orang yang berhak menerima. Tidak jauh berbeda dengan Hanafiyah yang menurutnya zakat adalah pemberian hak kepemilikan atas sebagian harta tertentu dari harta tertentu

13

Yusuf Qardawi, Hukum Zakat (Bogor; Pustaka Litera AntarNusa, 1996), h. 34 14

Nawawi Rambe, Fiqh Islam (Jakarta, Duta Pahala, 1994), h. 203 15

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa adillatuhu (Jakarta: Gema Insani, 2011), h. 164 16

Ibnu Hajar Al Asqalani, Al Imam Al Hafizh, Fathul Baari Syarah; Shahih Bukhari, Penerjemah, Amiruddin Lc, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2004), H. 7

17

Ibrahim Anis dkk, Mu’jȃm al-Wȃsit I, (Mesir. dȃr al-Mȃ’ȃrif, 1972), h. 396. 18

Nawawi Rambe, Fiqh Islam, h. 203 19

(31)

kepada orang tertentu yang telah ditentukan syariat. Sedangkan Ulama Syafi’iyah memberikan pengertian bahwa zakat adalah nama barang yang dikeluarkan untuk harta atau badan (diri manusia untuk zakat fitrah) kepada pihak tertentu. sementara zakat menurut Hanabilah adalah hak yang wajib pada harta tertentu kepada kelompok tertentu pada waktu tertentu.20

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 pada Pasal 1 disebutkan bahwa zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.

Zakat sebagai dalil keimanan orang yang melakukannya.21 Sehingga tidak sempurna Islam seorang muslim bila menolak maupun menghindari kewajiban zakat.



















…... ) هبوتلا / 2 : 11 (

Artinya: “maka jika mereka bertaubat, mendirikan salat dan menunaikan zakat, Maka (mereka itu) adalah saudaramu seagama”. (QS. at-taubah: 11)

Agama lahir sebagai sebuah sistem yang mengatur kehidupan manusia menuju arah yang lebih baik. Karena itu dapat dimaknai zakat sebagai sistem hukum yang diturunkan agar manusia tumbuh sebagai muslim yang kaffah.22

Zakat adalah salah satu rukun Islam, bahkan merupakan rukun kemasyarakatan yang paling tampak di antara semua rukun-rukun Islam sebab di

20

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa adillatuhu, h. 165 21

Muhammad Nawawi, Pribadi Muslim; terjemah Tanqihul Qoul, Penerjemah Ali Hasan Umar (Semarang: PT. Karya Toha Putra, t.th), h. 106

22

(32)

20

dalam zakat terdapat hak orang banyak yang terpikul pada pundak individu.23 Selain sebagai salah satu rukun Islam, zakat juga mengandung hikmah kepedulian terhadap sesama yang menunjukkan kerendahan hati dan kecintaan sosial, dimana manusia tidak dapat hidup sendiri melainkan saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya.

Tujuan utama zakat adalah membantu orang yang miskin dan melarat sehingga tidak ada seorang pun yang menderita dalam suatu Negara. Zakat dikumpulkan dari orang kaya kemudian dibelanjakan untuk orang miskin,24 agar mencegah terjadinya ketimpangan materi (ekonomi), maupun ketimpangan dibidang lain (politik dan budaya).25 Dengan cara ini Islam menjaga harta di dalam masyarakat agar tetap pada sirkulasi dan tidak terkonsentrasi di tangan segelintir orang saja. Prinsip dasar Islam ini dinyatakan dengan pernyataan sebagai berikut:26

                                                                          ) رشحلا / 92 : 7 (

Artinya: “apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul

23

Al-Assal Muhammad, dkk,Sistem, Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h.109

24

Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, jilid 2, h. 109-110 25

Hasanudin, Sistem Ekonomi Islam, h. 135 26

(33)

kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.” (QS. al-Hasyr: 7)

2. Dasar Hukum Zakat

Distribusi Zakat adalah penyaluran atau pembagian harta dari yang berkecukupan (muzakki) kepada penerima zakat (mustahik). Aturan yang ditetapkan dalam Islam pasti memiliki dasar ataupun landasan yang berkekuatan hukum tetap, termasuk zakat yang telah diatur dan ditetapkan dengan jelas. Berikut ini dasar umum tentang zakat:

Firman Allah SWT:

                     .... ) رق لا / 2 : 267 (

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (QS. al-Baqarah: 267)

Firman Allah SWT:

                                      ) رق لا / 2 : 277 (

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebaikan mendirikan salat, serta mengeluarkan zakat, mereka itu memperoleh ganjaran (pahala) di sisi Allah. Mereka tidak akan merasa takut dan tidak akan berduka cita.” (QS al-Baqarah: 277)

Firman Allah SWT:

 …..       ….. ) ءاسنلا / 4 : 77 (

(34)

22

Firman Allah SWT:

                                ) هبوتلا / 2 : 101 (

Artinya: “Ambillah dari sebagian harta mereka sedekah (zakat) untuk

membersihkan diri dan menghapuskan kesalahannya.” (QS. At-Taubah: 103) Hadis Nabi Saw:

ِنَع

با ِن

ع

َم َر

َلاَق

:

َمّلَسَو ِه يَلَع ه ىَلَص ه ل و سَر َلَاق

:

َِِ ب

س ََ ىَلَع م ََ س ِِ ا

:

ّنَأَو ه َِّإ َهَلِإ ََ نَأ ةَداَهَش

َناَضَمَر م وَصلاَو ِت يَ ب لا ّجَحَو ِةاَكّزلا ءاَت يِإَو ِة ََّصلا ماَقِإَو ه ل و سَر اًدّمَ ُ

(

يراخبلا اور

)

Artinya: “Ibnu Umar berkata, Rasulullah Saw. bersabda, Islam dibangun di atas lima dasar yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke baitullah, dan berpuasa pada bulan ramadhan”. (HR. Bukhari)27

3. Jenis-jenis Zakat

Zakat dapat dibedakan dalam dua kelompok besar28 yaitu zakat fitrah dan zakat mal (harta/kekayaan)

a. Zakat Fitrah

Zakat fitrah merupakan zakat jiwa (zakah al-nafs), yaitu kewajiban berzakat bagi setiap individu baik orang yang sudah dewasa maupun belum dewasa.29 Secara harfiah, zakat fitrah (zakat al-fithri) berarti zakat berbuka puasa, sedangkan menurut istilah, zakat fitrah ialah zakat yang wajib atas setiap Muslim

27

M. Nashiruddin al-Albani, Ringkasan Shahih Bukhari,Penerjemah As’ad Yasin, Elly Latifa (Jakarta: Gema Insani Press, 2003) h. 24

28

Mursyidi, Akuntansi Zakat Kontemporer (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 77 29

(35)

yang mampu, menyerahkan satu gantang bahan makanan pokok kepada yang berhak menerimanya, setahun sekali sebelum pelaksanaan shalat ‘Idul Fitri.30

َو َع

ن

ِا ب ن

ع َم

َر َر

ِض

َى

ه

َع

ه َم

َق ا

َلا

:

َ ف َر

َض

َر

س و

ل

ِه

َص ّل

ه ى

َع

َل ي ِه

َو

َس ّل

َم َ

ز َك

َةا

لا ِف

ط

ِر

اًعاَص

وأ ر ََ نِم

َص

َعا

ِم ا

ن

َش ِع

ي

َع َل

لا ى

َع ب

ِد

َو

لا

ِ ر َ

و

ّذلا

َك ِر

َوا

ل ن

َو ِ ِْمِل س م لا َنِم ِ يِبَكل اَو ِ يِغّصلاَو ىَس

َأ َم َر

َِب

َأ ا

ن

ت َؤ

ّد

َ ق ى

ب َل

خ ًر

و ِج

ّلا

ِسا

ِإ

َل

ّصلا

ََ ِة

.

(

هيلع قفتم

)

31

Artinya: Diriwayatkan dari Ibnu Umar semoga Allah meridhoi keduanya dia berkata; “Telah diwajibkan oleh Rasulullah Saw, zakat fitrah sebanyak satu sha’ (gantang) kurma atau satu sha’ gandum bagi budak, merdeka, laki-laki dan perempuan, anak-anak dan dewasa dari setiap orang Islam. Diperintahkan untuk menunaikan zakat tersebut sebelum orang-orang keluar untuk salat (‘Idul Fitri).”

(HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat lain Rasulullah saw bersabda:

َلاَق اَم ه َع ه َىِضَر ِساّبَع ن بِا نَعَو

:

َ ف َر

َض

َر

س و

ل

ِه

َز م

َك

َةا

لا ِف

ط

ِر

ط

ه َر ًة

ِل

ّصل

ِئا

ِم

ِم

َن

ّللا

غ ِو

َو

ّرلا َف

ِث

َو

ط ع

َم ًة

ِل ل

َم

َس

ِكا

ِ ْ

،

َف َم

ن

َا ّد

َها

َ ق ا

ب َل

ّصلا

ََ

ِة

َف ِه

َى

َز َك

ةا

َم ق ب

و َل ة

َو َم

ن

َا ّد

َها

َ ب ا

ع َد

ّصلا

ََ

ِة

َف ِه

َى

َص

َد َق

ة

ِم

َن

ّصلا

َد َق

ا

ِت

(

وبأ اور

مكالا هححصو هجام نباو دواد

)

32

Artinya: diriwayatkan dari Ibnu Abbas semoga Allah meridhoi keduanya dia berkata; “Rasulullah SAW, telah mewajibkan zakat fitrah untuk menyucikan orang yang berpuasa dari segala perkataan keji dan sia-sia, serta untuk memberi makanan pada orang-orang miskin. Siapa yang menunaikannya sebelum salat (“Idul Fitri) menjadilah ia zakat yang diterima dan siapa yang menunaikannya sesudah salat menjadilah ia suatu sedekah biasa.” (HR. Abu Daud dan Ibn Majah)

Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur’an:

       .        ) ىلعأا / 77 : 19 - 14 (

Artinya: “Sungguh beruntung orang yang telah membayar zakat serta menyebut nama Tuhannya, lalu dia salat.” (QS. Al-A’la: 14-15)

30

Nawawi Rambe, Fiqh Islam, h. 214-215 31

Muhammad, Subulussalam; Juz II (Bandung: Maktabah Dahlan, t.th), h. 137 32

(36)

24

Jumhur ulama sepakat bahwa zakat fitrah adalah wajib. Hanafiyah memperjelas bahwa zakat fitrah itu wajib, bukan fardhu, berdasarkan kaidahnya yang membedakan antara fardhu dengan wajib, dimana fardhu adalah sesuatu yang ditetapkan berdasarkan dalil qathi’i sedangkan wajib adalah segala sesuatu yang ditetapkan berdasarkan dalil zanni. Efek dari perbedaan ini adalah bahwa orang yang mengingkari fardhu, berakibat kufur, sedangkan orang yang mengingkari wajib, berakibat tidak kufur.33

Zakat fitrah selain sebagai kewajiban bagi setiap muslim juga sebagai Fungsi Ibadah, Fungsi membersihkan orang yang berpuasa dari ucapan dan perbuatan yang tidak bermafaat dan Fungsi Memberikan kecukupan kepada orang-orang miskin pada hari raya fitri. Zakat fitrah dibayarkan sesuai dengan kebutuhan pokok di suatu masyarakat, Di Indonesia, zakat fitrah diukur dengan timbangan beras sebanyak 2,5 kilogram.34

b. Zakat Mal

Zakat mal adalah zakat kekayaan.35 Kekayaan (amwal) merupakan bentuk jamak dari kata mal, dan mal bagi orang arab adalah “segala sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia menyimpan dan memilikinya”. Ibnu Asyr

mengatakan, “Kekayaan pada mulanya berarti emas dan perak, tetapi kemudian

berubah pengertiannya menjadi segala barang yang disimpan dan dimiliki.”36

33

Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, h. 922 34

Mursyidi, Akuntansi Zakat Kontemporer, h. 78 35

Mursyidi, Akuntansi Zakat Kontemporer, h. 80 36

(37)

Menurut Hanafiyyah kekayaan adalah segala yang dapat dipunyai dan diambil manfaatnya, Adakalanya juga tidak dapat dimanfaatkan tetapi mungkin dimiliki dan diambil manfaatnya, namun sebaliknya sesuatu yang tidak mungkin dipunyai tetapi dapat diambil manfaatnya, seperti cahaya, dan panas matahari, tidaklah termasuk kekayaan. Sedangkan menurut Syafi’i, Maliki, dan Hanbali, manfaat itu termasuk kekayaan, menurut mereka yang penting bukanlah dapat dipunyai sendiri tetapi dipunyai dengan menguasai sumbernya. Para ahli hukum positif berpegang pada prinsip manfaat adalah kekayaan.37

Di Indonesia telah ditetapkan harta yang dikenakan zakat kekayaan adalah:38 Emas, perak dan logam mulia, Uang dan surat berharga, Perniagaan, Pertanian, perkebunan dan kehutanan, Peternakan dan Perikanan, Pertambangan, Perindustrian, Pendapatan dan jasa yang terakhir Rikaz

4. Syarat dan Rukun Zakat

a. Syarat Wajib Zakat

Ulama Islam sepakat bahwa zakat hanya diwajibkan kepada Muslim dewasa yang waras, merdeka, dan memiliki kekayaan dalam jumlah tertentu dengan syarat-syarat tertentu, yaitu:

1) Milik Penuh39

Pemilikan penuh adalah istilah yang terdiri dari dua kata, pemilikan dan penuhnya pemilikan itu. Pemilikan menurut terminologi adalah infinitif yang berarti “menguasai dan dapat dipergunakan”.

37

Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, h. 123-124 38

Pasal 4 Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat 39

(38)

26

Milik Penuh Menurut ulama Hanafi, hartanya harus dimiliki di tangan. Ulama Maliki berpendapat, seseorang harus mempunyai hak bertindak dalam harta yang dimilikinya. Sedangkan menurut Ulama Syafi’i dan Hanbali, harta itu berada di tangannya dan dipergunakan sesuai keinginannya dan mendapat buahnya serta tidak berkaitan dengan hak orang lain.40

2) Berkembang41

Berkembang (nama’) secara terminologi berarti “bertambah”. dan menurut pengertian ini dapat dikelompokkan menjadi dua, bertambah secara konkrit dan bertambah tidak secara konkrit. Bertambah secara konkrit adalah bertambah akibat pembiakan, perdagangan dan sejenisnya, sedangkan bertambah tidak secara konkrit adalah kekayaan itu berpotensi berkembang baik berada di tangannya maupun di tangan orang lain

3) Cukup Senisab42

Tidak wajib zakat atas orang yang tidak memiliki nisab.43 Para ulama sepakat bahwa cukup nisab pada selain zakat pertanian merupakan syarat wajib zakat. Abu Hanifah berpendapat bahwa banyak ataupun sedikit hasil yang tumbuh dari tanah harus dikeluarkan

40

Thaha Abdullah, Hak Fakir Miskin (Dar El Fikr; Beirut-Lebanon, 1987), h. 31 41

Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, h. 138 42

Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, h. 149 43

(39)

zakatnya sepuluh persen. Sedangkan menurut jumhur ulama nisab merupakan ketentuan yang mewajibkan zakat pada seluruh kekayaan. 4) Bebas dari Hutang44

Jumhur ulama berpendapat bahwa hutang merupakan penghalang wajib zakat, atau dapat mengurangi ketentuan wajibnya dalam kasus kekayaan tersimpan seperti uang dan harta benda dagang. Tetapi kekayaan yang kelihatan, seperti ternak dan pertanian, ulama fikih berbeda pendapat meskipun pada dasarnya sulit membedakan kekayaan tersimpan dan kekayaan yang kelihatan.

5) Berlalu Setahun45

Berlalu setahun ataupun telah sampai haul pemilikan harta yang berada di tangan si pemilik sudah berlalu masanya dua belas bulan Qamariyah. Persyaratan setahun itu hanya buat ternak, uang, dan harta benda dagang, yaitu yang dapat dimasukkan ke dalam istilah “zakat modal”. Tetapi hasil pertanian, buah-buahan dan harta karun

tidaklah dipersyaratkan satu tahun dan semuanya itu dapat dimasukkan ke dalam istilah “zakat pendapatan”.

b. Rukun Zakat

Zakat mal (harta) yang telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang telah diatur dalam ketentuan hukum Islam kemudian harus memenuhi ketetapan rukun zakat yaitu:

44

Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, h. 155 45

(40)

28

1) Niat

Perbuatan itu sah hanya dengan niat. Zakat berbeda dengan membayar utang, karena membayar utang itu bukan ibadah. Utang itu gugur dengan sebab menggugurkan mustahiknya; berbeda dengan zakat, tidak ada seorang pun yang berhak menggugurkan zakat dari orang yang wajib kepadanya.46 Jumhur ulama sepakat niat adalah wajib dalam zakat dan ibadah-ibadah lainnya.47

2) Harta yang diberikan adalah harta zakat

Yang dimaksud dengan harta zakat adalah harta yang memenuhi unsur syarat-syarat zakat. Sehingga tidak sah zakat bila tidak memenuhi ketentuan tersebut.

3) Harta diberikan kepada Asnaf Zakat

Zakat adalah pemberian wajib dalam harta kepada yang berhak dengan menyerahkan kepada mustahik zakat atau pun wakilnya dengan memutuskan manfaat dari pemiliknya.

5. Mustahik Zakat

Mustahik adalah orang yang berhak menerima zakat.48 Adapun mustahik zakat telah disebutkan secara jelas di dalam Al-Qur’an sebagaimana ayat berikut:

                                          ) هبوتلا / 2 : 60 ( 46

Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, h. 781-782 47

Thaha Abdullah, Hak Fakir Miskin, h. 38 48

(41)

Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, miskin, pengurus zakat (amil), orang-orang yang dibujuk hatinya (muallaf), budak yang telah dijanjikan akan dimerdekakan, orang yang berhutang, untuk jalan Allah (fi sabilillah), dan untuk orang dalam perjalanan yang kehabisan belanja (ibnu sabil), itulah sebagai suatu ketetapan dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS At-Taubah: 60)

a. Fakir

Fakir adalah orang yang tidak mempunyai harta dan tidak mempunyai mata pencaharian dan dialami terus-menerus atau dalam beberapa waktu saja, baik ia minta-minta (kepada orang lain) atau tidak minta-minta49.

Firman Allah swt:

                                                      ) رق لا / 2 : 271 (

Artinya: “(Berikanlah zakat) kepada orang-orang fakir, yaitu orang-orang yang terikat di jalan Allah, mereka tidak dapat berusaha mencari nafkah. Orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari meminta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.” (QS. Al-Baqarah: 273) b. Miskin

Miskin (jamak, masakin) adalah orang yang mempunyai harta atau mempunyai mata pencaharian tapi tidak mencukupi kebutuhannya sehari-hari, baik ia minta-minta atau tidak minta-minta50

49Imam Syafi’i Abu Abdullah Muhammad bin Idris, Ringkasan kitab Al Umm/ Imam Syafi’i

Abu Abdullah Muhammad bin Idris; penerjemah Mohammad Yasir Abd Mutholib (Jakarta;

Pustaka Azzam, 2004), h. 500

50Imam Syafi’i Abu Abdullah Muhammad bin Idris, Ringkasan kitab Al Umm/ Imam Syafi’i

(42)

30

Dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw, bersabda:

َةَر يَر ه َِِأ َنَع

َلاَق َمّلَسَو ِه يَلَع ىَلَص ه ل و سَر ّنَأ ه َع ه َيِضَر

:

ِْك سِم لا َس يَل

اَذَِب

ّطلا

ّو

ِفا

ىَلَع ف و طَي يِذّلا

ِساَّلا

ف

ِنَََر مّتلاَو ةَر مّتلاَو ِناَتَم قّللاَو ةَم قّللا ّد رَ ت

.

َق لا

او

:

َف َم

لا ا

ِم

س

ِك

ْ

َي

َر

س و

َل

لاق ؟ه

:

ِه يِ غ ي ًًِغ دََِ ََ يِذّلا

َََو ِه يَاَع قّدَصَت يَ ف هَل نَط ف ي َََو

َي

س َأ

ل

َساّلا

َش ي

ًأ.

(

ملسم اور

)

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah Saw. bersabda, orang miskin itu bukanlah orang yang berkeliling untuk meminta-minta kepada orang lain, lalu dia mendapat sesuap atau dua suap makanan, atau satu atau dua butir kurma, para sahabat bertanya, lalu siapakah orang miskin itu ya Rasulullah? Beliau menjawab; yaitu, orang yang tidak mempunyai kekayaan yang bisa mencukupinya. Namun dia tidak menampakkan kekurangan agar diberi sedekah, dan tidak meminta-minta sedikit pun kepada orang lain. (HR. Muslim)51 c. Amil

Amil (jamak, amilin) adalah orang yang ditugasi (oleh penguasa) untuk menarik zakat dari orang yang berhak membayar zakat, Amil bisa terdiri dari orang miskin atau pun kaya hukumnya sama apabila bertugas menarik zakat.52

َع

ن

َأ

ِب

َس ِع

ي ِد

لا

د ِر

َر ى

ِض

َى

ه

َع

ه َق

َلا

:

َق

َلا

َر

س و

ل

م ه

:

ََ

ِ ت

ّل

ّصلا

َد َق

ة ِل

َغ

ِِ

ِإ ،

َّ

َِل

م

َس ة

:

ِل َع

ِما

ل

َع

َل ي َه

َأ ،ا

و

َر ج

ل

ِا

ش َ ت

َر َها

َِب ا

ِلا ِه

َأ ،

و

َغ

ِرا

م

َأ ،

و َغ

زا

ِف

َس ِب ي

ِل

ِه

َأ

و

ِم

س

ِك

ْ

َت

َص

ّد

ق

َع َل ي

َه

ِم ا

َه

َف ا

َأ ه

َد

ِم ى

َه

ِل ا

َغ

ًِِ

( .

اور

وبأو دَا

لاسرِا لعأو مكالا هححصو هجام نباو دواد

)

53

Artinya: Diriwayatkan dari Sa’id Al-Hudri r.a. dia berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda:“Tidak halal sedekah bagi orang kaya kecuali dalam lima hal. Pertama, karena menjadi amil. Kedua, orang kaya yang membeli barang sedekah dengan hartanya. Ketiga, yang berutang. Keempat, orang kaya yang berperang di jalan Allah. Kelima, seorang miskin yang menerima sedekah dari orang kaya, lalu ia menghadiahkan kembali kepada orang kaya itu pula.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Ibn Majah)

Amil berperan menghubungkan antara pihak Muzakki dengan Mustahik. Sebagai perantara keuangan Amil dituntut menerapkan azas trust (kepercayaan),

51

M. Nashiruddin al-Albani, Ringkasan Shahih Muslim, h. 274

52Imam Syafi’i Abu Abdullah Muhammad bin Idris, Ringkasan kitab Al Umm/ Imam Syafi’i

Abu Abdullah Muhammad bin Idris; penerjemah Mohammad Yasir Abd Mutholib, h. 500

53

(43)

azaz kepercayaan menjadi syarat mutlak yang harus dibangun.54 Syarat bagi seorang anggota amil antara lain: muslim, baligh, berakhlak mulia, jujur, taat dan saleh, serta menguasai hukum zakat.

Amil bertugas mengatur organisasi dan administrasi zakat masyarakat, meliputi: 1) Mengumpulkan zakat, petugasnya disebut Jubah atau Su’ah atau

Hasyarah. 2) Mendaftar dan mencatat para wajib zakat (muzakki) dan yang berhak menerima zakat (mustahiq). Petugas bidang ini disebut Katabah atau

Hasabah: 3) Membagi-bagikan, petugasnya disebut Qasamah. 4) Menyimpan dan memelihara, petugasnya disebut hazanah atau hafadzah.55

d. Muallaf

Muallaf adalah orang yang diharapkan dapat dilunakkan hatinya atau dihidupkan simpatinya kepada Islam atau dikokohkan imannya atau dihindarkan usaha-usaha jahatnya terhadap Islam. Jadi, golongan ini bisa terdiri dari orang-orang yang baru masuk Islam atau bahkan yang masih belum masuk Islam.56

Muallaf itu bermacam-macam, yaitu, pertama Orang kafir yang bisa diharap masuk Islam. Oleh Nabi Saw mereka diberi zakat agar hati mereka lunak dan terdorong masuk Islam, kedua Orang kafir yang dikhawatirkan akan membahayakan agama dan umat Islam. Mereka diberi zakat agar jangan

54

Mila Sartika, Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif terhadap Pemberdayaan Mustahiq pada LAZ Yayasan Solo Peduli Surakarta, Jurnal Ekonomi Islam; La_Riba, No. 1 (Juli 2008) h. 81

55

Nawawi Rambe, Fiqh Islam, h. 220 56

(44)

32

menimbulkan bahaya, ketiga Orang Islam yang masih dha’if ke-Islamannya. Mereka pun patut diberi agar ke-Islamannya makin teguh. 57

Dalam sebuah hadis diriwayatkan:

َع ن

َر ِفا

ِع

ب ِن

َخ

ِد ي

ج

َر

ِض

َي

ه

َع

ه َق

َلا

:

َا ع

َط

َر ى

س و

ل

ِه

َص ّل

ه ى

َع َل

ي ِه

َو َس

ّل َم

َا َا

س

ف َي

َنا

با

َن

َح ر

ب

َو

َص

ف َو

َنا

با

َن

ا َم ّي

َة

َو ع َ ي

ي َ َة

با

َن

ِح

ص

ن

َو

َ َا

ق َر َع

با

َن

َح

ِبا

س

ك

ّل

ِا ن

َس

نا

ِم

ه

م

ِما

َئ ًة

ِم

َن

ِ َا

ِب ِل

.

َو َأ ع

َط

َع ى

ّب

َسا

ب

َن

ِم ر َد

سا

د

و َن

َذ

ِل

َك

.

َ ف َق

َلا

َع ّب

سا

ب

َن

ِم ر َد

سا

:

َأ َت

َع ل

َ ن

ه

ِب

َو َ ن ه

َب

لا

ع َ ب ي

ِد

َ ب َ ْ

ع

َ ي ي َ

َة

َو

َ لا

ق َر

ِعا

َف

َم

َك ا

َنا

َب د

ر َ

و ََ

َح

ِبا

س

َ ي ف

و َق

ِنا

ِم

ر َد

َسا

ِف

ا َل ج

َم ِع

َو َم

ك ا

َت

د

و َن

ما

ِر

ئ

ِم

ه

َم

َو ا

َم ن

َت ِف

ِض

َا

َ يل و

َم

َلاَق ِعَف ر ي ََ

:

ًةَئاِم َمّلَسَو ِه يَلَع ه ىّلَص ِه ل و سَر هَل َََّأَف

.

(

ملسم اور

)

58

Artinya: “Diriwayatkan dari Rafi’ bin Khadij r.a berkata: Rasulullah pernah memberikan kepada Abu Sufyan bin Harb, Shafwan bin Umayyah, Uyainah bin Hishn, dan al-Aqra bin Habis masing-masing seratus ekor unta, sedangkan Abbas bin Mirdas beliau beri kurang dari 100 ekor, maka Abbas bin Mirdas mengatakan, “Apakah kau berikan perolehanku dan perolehan Ubaid antara Uyainah dan al-Aqra’? Badr dan Habis keduanya tidak mengungguli Mirdas di tengah masyarakat Aku pun tidak lebih rendah dari keduanya, dan orang yang kau rendahkan hari ini tidak akan terangkat. Kata Rafi’.” Maka Rasulullah melengkapkan 100 ekor unta bagi Abbas bin Mirdas (HR. Muslim)

e. Budak

Perbudakan telah ada pada masa pra Islam dan sisa-sisanya masih terdapat ketika Islam diturunkan. Sejak itu Islam berusaha menghapuskannya dengan berbagai cara, antara lain dengan zakat.59 Allah telah memerintahkan kepada kuam Muslimin untuk memberi kesempatan pada hamba-hambanya yang berkelakuan baik untuk memerdekakan diri, Dalam Al-Quran jelas disebutkan:

                                ) رونلا / 24 : 11 ( 57

Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Fiqhul Mar’ah Al-Muslimah: Fiqih Wanita, Penerjemah Anshori Umar (Semarang: CV Asy-Syifa’, t.th), h. 212

58

M. Nashiruddin Al-Albani, Ringkasan Shahih Muslim, h. 251 59

(45)

Artinya: “Dan budak-budak yang kamu miliki yang menginginkan perjanjian, hendaklah kamu membuat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta yang dikaruniakanNya kepadamu.” (QS. an-Nur: 33)

f. Ghorim

Ghorim (orang yang terlilit utang) ada dua macam, pertama orang yang berutang untuk kemaslahatan dan kebaikan dirinya dan tidak dipakai untuk keperluan maksiat kemudian ia tidak mampu membayar utang tersebut. Kedua, adalah orang yang berutang untuk menanggung hidup orang lain atau untuk memperbaiki keadaan keluarga dan kerabatnya dengan cara yang ma’ruf.60

g. Sabilillah

Sabilillah secara harfiah berarti jalan atau cara yang dapat menyampaikan manusia kepada Allah. Jangkauannya sangat luas meliputi berbagai bidang perjuangan dan amal ibadah, baik segi agama, pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, kesenian, keamanan, dan pertahanan, usaha kebaikan untuk kemaslahatan kaum Muslimin, serta upaya yang dapat menambah kekuatan dan kejayaan agama dan negara termasuk dalam kandungan fi sabilillah.61

                                              ) رق لا / 2 : 262 (

Artinya: “Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah: 262)

60Imam Syafi’i Abu Abdulla

h Muhammad bin Idris, Ringkasan kitab Al Umm/ Imam Syafi’i

Abu Abdullah Muhammad bin Idris; penerjemah Mohammad Yasir Abd Mutholib, h. 501

61

(46)

34

h. Ibnu Sabil

Secara Harfiah, ibnu sabil diartikan anak jalan. Maksudnya, musafir atau orang yang sedang dalam perjalanan dan kehabisan bekal sehingga menemui kesulitan untuk kembali ke tempatnya semula.62 Orang yang bepergian melintasi berbagai negeri tidak memiliki bekal dalam perjalanannya maka berhak menerima zakat sekedar untuk memenuhi kebutuhannya hingga sampai di negerinya walaupun dia memiliki harta. Hukum ini berlaku pula terhadap orang yang merencanakan perjalanan sedang dia tidak memiliki bekal, maka dia dapat diberi dari harta zakat untuk memnuhi biaya pergi dan pulangnya.63

62

Nawawi Rambe, Fiqh Islam, h. 223 63

(47)

35

A. PROFIL UMUM BAZIS DKI JAKARTA 1. Sejarah Pendirian1

Bazis DKI Jakarta merupakan sebuah badan pengelola zakat resmi yang dibentuk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Badan ini berdiri secara resmi pada tahun 1968 sejak dikeluarkannya Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta (ketika itu dijabat oleh Ali Sadikin) No. Cb. 14/8/18/68 tertanggal 5 Desember 1968 Tentang Pembentukan Badan Amil Zakat, berdasarkan syariat Islam dalam wilayah DKI Jakarta.

Pada tanggal 24 September 1968, sebelas ulama berkumpul di Jakarta yang terdiri dari: Prof. Dr. Hamka, KH. Ahmad Azhari, KH. Moh. Syukri Ghazali, Moh. Sodry, KH. Taufiqurrahman, KH. Moh. Soleh Su’aidi, M. Ali Al

Hamidy, Mukhtar Luthfy, KH. A. Malik Ahmad, Abdul Kadir, dan KH. M.A. Zawawy. Pertemuan ini menghasilkan rekomend

Referensi

Dokumen terkait

bentuk pertanyaan yang telah dirangkumnya saat melakukan pembelajaran mandiri di rumah, serta berlatih untuk meningkatkan kemampuan mereka sesuai dengan

Interpretative is the label for a very usable category of thinking skills, which should be emphasized in reading. This term could be used in a sense broad enough to

Sehubungan dengan Program Kesehatan Keluarga tersebut maka, dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan akan data kesehatan yang uptodate serta sesuai dengan

Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian dari beberapa peneliti yaitu Evi, dkk (2014), Puspita dan Dwirandra (2017), Upawita dan Ketut (2017), Yendrawati dan

Dalam membangun kedekatan dengan realitas, video Ria dibangun dengan konsep keseharian dengan dukungan lingkungan yang didominasi interior mewah, yang akan

Dengan berdiskusi bersama orang tua di rumah, siswa dapat mensimulasikan kegiatan sesuai aturan yang berlaku di rumah dengan benar. Siswa berdiskusi dengan orang tua

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulistina (2009) dengan judul penelitian: Hubungan Pengetahuan Menstruasi Dengan Perilaku

Hasil penelitian disimpulkan bahwa: (1) model discovery learning berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa pada aspek pengetahuan dan ketrampilan pada