STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA
DI KAWASAN MANGROVE PANTAI TANJUNG BARA
SANGATTA, KABUPATEN KUTAI TIMUR
PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
ENDANG KARLINA
NRP. E352080031
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Strategi Pengembangan Ekowisata di Kawasan Mangrove Pantai Tanjung Bara Sangatta Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2010
ABSTRACT
ENDANG KARLINA. Strategy of Mangrove Ecotourism Development at Tanjung Bara Beach Sangatta, Region East Kutai, East Kalimantan Province. Under direction of E.K.S. HARINI MUNTASIB and H.M. BISMARK
Mangrove area at Tanjung Bara Beach, Sangatta was included PT. Kaltim Prima Coal (PT. KPC) area which was a National Vital Object or OBVITNAS
area. The development of mangrove ecotourism at Tanjung Bara Beach Sangatta had not reached optimal point because of indistinct aims. The main objective of this research was to formulated strategy of sustainable mangrove ecotourism at Tanjung Bara Beach with three research aspects : (1) identification of
ecotourism supply; (2) identification of ecotourism demand; and (3) strategy of mangrove ecotourism. This study was conducted at mangrove area of Tanjung Bara Beach for three months from January to April 2010. This research used non-experimental method that are observation, descriptive analysis and literature study. Supply and demand potential was valued by criteria analysis of ADO-ODTWA. SWOT analysis was used to formulated the strategy of mangrove ecotourism development at Tanjung Bara Beach which was based on valuation of ADO-ODTWA aspects. Result showed that feasibility level of tourism attractions (204 point) and supporting elements (472 point) were on high level. It mean that mangrove forest at Tanjung Bara was very potential to be developed as mangrove ecotourism area. Based on SWOT analysis and grand strategy selection matrix, position of strategy of mangrove ecotourism at Tanjung Bara Beach was on quadrant I (Strength-Opportunity). The strategy that could be developed at Tanjung Bara Beach were (1) development of mangrove ecotourism products of special interest mangrove ecotourism; (2) increasing facilities of mangrove ecotourism; (3) increasing quality of human resources in mangrove ecotourism; (4) make networking on website of mangrove ecotourism; and (5) increasing coordination with the government Kutai Timur in mangrove conservation.
iii
RINGKASAN
ENDANG KARLINA. Strategi Pengembangan Ekowisata di Kawasan Mangrove Pantai Tanjung Bara, Sangatta Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur. Dibimbing oleh E.K.S. HARINI MUNTASIB dan H.M.BISMARK.
Kawasan mangrove Pantai Tanjung Bara Sangatta merupakan bagian kawasan yang dikelola pertambangan batubara PT. Kaltim Prima Coal (KPC)
sebagai kawasan Obyek Vital Nasional (OBVITNAS). Pembangunan sarana ke arah pantai telah membuka peluang bagi masyarakat untuk memanfaatkan jasa
lingkungan mangrove Pantai Tanjung Bara sebagai sumberdaya alam yang potensial untuk dijadikan daya tarik ekowisata. Potensi ini perlu dikembangkan sebagai obyek dan atraksi yang menarik beserta unsur penunjang yang mendukung.
Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan strategi pengembangan
ekowisata di kawasan mangrove Pantai Tanjung Bara secara rinci mencakup (1) identifikasi potensi penawaran ekowisata; (2) identifikasi potensi permintaan
ekowisata; dan (3) strategi pengembangan ekowisata di kawasan mangrove Pantai Tanjung Bara, Sangatta.
Penelitian dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, mulai Januari sampai dengan April 2010. Penelitian menggunakan metode non experimental yaitu observasi lapangan, analisis deskriptif, dan studi pustaka. Potensi penawaran dan permintaan ekowisata dinilai melalui analisis penilaian kriteria pengembangan ADO-ODTWA. Analisis SWOT digunakan untuk merumuskan strategi pengembangan ekowisata di kawasan mangrove Pantai Tanjung Bara, Sangatta berdasarkan analisis dan penilaian aspek ADO-ODTWA.
Potensi daya tarik sebagai unsur utama aspek penawaran ekowisata di kawasan mangrove Pantai Tanjung Bara adalah keindahan alam, kekhasan dan keunikan sumberdaya alam, keanekaragaman jenis satwa mangrove, lanskap kawasan, kebersihan dan kenyamanan kawasan, keamanan kawasan, kepekaan sumberdaya alam dan variasi kegiatan wisata secara kumulatif mempunyai nilai 204 (klasifikasi tinggi). Nilai unsur penunjang ekowisata mempunyai nilai 472 (klasifikasi tinggi) dengan klasifikasi unsur penunjang tertinggi pada infrastruktur, fasilitas dan pelayanan dan kualitas lingkungan. Berdasarkan klasifikasi potensi penawaran ekowisata tersebut, maka kawasan mangrove Pantai Tanjung Bara berpotensi tinggi untuk dikembangkan sebagai kawasan ekowisata.
Motivasi pengunjung yang berwisata ke Pantai Tanjung Bara sebagian besar adalah kondisi lingkungan yang bersih dan nyaman (66,7%). Pengunjung mengharapkan pengembangan ekowisata di kawasan mangrove Pantai Tanjung Bara Sangatta akan dapat menambah daerah tujuan wisata di Kabupaten Kutai Timur (48,3%). Sedangkan kegiatan ekowisata di kawasan mangrove yang paling diminati oleh pengunjung adalah pengamatan satwa liar (23,3%).
iv
menyebabkan penurunan kualitas hutan mangrove, sekaligus menjaga agar kawasan OBVITNAS senantiasa kondusif, aman dan terkendali.
Posisi strategi pengembangan ekowisata di kawasan mangrove Pantai Tanjung Bara berada pada kuadran I, yaitu pada ordinat [3,53; 1,98] dalam grand strategy selection matriks. Hal ini berarti strategi yang dapat dikembangkan adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (growth oriented strategy) dengan menggunakan kekuatan internal untuk mengambil keuntungan dari peluang eksternal, mengatasi kelemahan internal dan menghindar dari ancaman eksternal. Strategi yang dapat dikembangkan dalam pengembangan
ekowisata terbatas di kawasan mangrove Pantai Tanjung Bara adalah (1) mengembangkan produk ekowisata minat khusus mangrove; (2) meningkatkan
fasilitas dan sarana ekowisata mangrove; (3) meningkatkan mutu sumberdaya manusia yang kompeten dalam kegiatan ekowisata mangrove; (4) membuat jejaring website ekowisata mangrove; dan (5) meningkatkan koordinasi dengan Pemda Kabupaten Kutai Timur terkait dengan pengawasan terhadap kelestarian dan kebersihan kawasan mangrove.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan yang wajar IPB
STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA
DI KAWASAN MANGROVE PANTAI TANJUNG BARA
SANGATTA, KABUPATEN KUTAI TIMUR
PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
ENDANG KARLINA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Strategi Pengembangan Ekowisata di Kawasan Mangrove Pantai Tanjung Bara Sangatta, Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur
Nama Mahasiswa : ENDANG KARLINA
Nomor Pokok : E 352080031
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. E.K.S. Harini Muntasib, MS Prof (R). Dr. H.M. Bismark, MS
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Manajemen Ekowisata dan
Jasa Lingkungan
Prof. Dr. E.K.S. Harini Muntasib, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas anugerah dan hidayah-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Januari 2010 ini ialah strategi pengembangan ekowisata di kawasan mangrove Pantai Tanjung Bara Sangatta, Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. E.K.S. Harini Muntasib, M.S. dan Bapak Prof (R) Dr. H.M. Bismark, M.S selaku pembimbing, serta Bapak Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS selaku penguji luar komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Agus Hikmat, MSc.F selaku pimpinan sidang pada ujian tesis yang telah banyak memberikan saran. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam, Badan Litbang Kehutanan serta manajemen PT. Kaltim Prima Coal atas ijin dan dukungan dana dalam pelaksanaan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga, teman serta semua pihak atas doa dan segala bentuk dukungannya dalam pelaksanaan penelitian ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2010
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 8 September 1964 dari ayah H. Adang Djayadipura (Alm) dan ibu Hj. Edah Djubaedah (Alm).
Tahun 2000 penulis menyelesaikan pendidikan sarjana di Universitas Nusa Bangsa Bogor pada Fakultas Kehutanan jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Sejak tahun 1985 sampai sekarang penulis bekerja sebagai staf peneliti di Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor, Badan Litbang Kehutanan Kementerian Kehutanan.
xiii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
... xvi
DAFTAR GAMBAR
... xviii
DAFTAR LAMPIRAN
... xx
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ...
1
1.2. Perumusan Masalah ...
2
1.3. Tujuan Penelitian ...
3
1.4. Manfaat Penelitian ...
3
1.5. Kerangka Pemikiran ...
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Hutan Mangrove ...
5
2.1.1.
Definisi Hutan Mangrove ...
5
2.1.2.
Karakteristik Hutan Mangrove ...
5
2.1.3.
Zonasi Mangrove ...
6
2.1.4.
Satwa Hutan Mangrove ...
7
2.2.
Ekowisata ...
8
2.2.1.
Definisi Ekowisata ...
8
2.2.2.
Pengembangan Ekowisata ...
9
2.2.3.
Perencanaan Ekowisata ... 10
2.2.3.1.
Penawaran Ekowisata ... 12
2.2.3.2.
Permintaan Ekowisata ... 12
2.3.
Ekowisata Mangrove ... 13
2.3.1.
Pemanfaatan Ekosistem Mangrove sebagai Kawasan Ekowisata ... 13
2.3.2.
Pengembangan Ekowisata Mangrove ... 14
2.3.3.
Kawasan Ekowisata Mangrove di Indonesia ... 15
2.4.
Objek dan Daya Tarik Wisata ... 16
2.4.1.
Jenis Daya Tarik Wisata... 16
2.4.2.
Penilaian dan Pengembangan Objek Daya Tarik Wisata Alam
(ODTWA) ... 17
2.5.
Analisis SWOT ... 18
xiv
III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21
3.2. Bahan dan Alat ... 21
3.3. Metode Pengumpulan Data ... 21
3.4. Tahapan Penelitian ... 22
3.4.1. Tahap Pemilihan Responden dan Pengumpulan Data ... 22
3.4.2. Pengolahan Data ... 24
3.5. Analisis Data ... 24
3.5.1. Analisis Potensi Penawaran Ekowisata ... 24
3.5.2. Analisis Potensi Permintaan Ekowisata ... 25
3.5.3. Analisis Strategi Pengembangan Ekowisata ... 25
3.6. Sintesis Data……….. 27
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1. Kondisi Fisik Kawasan ... 29
4.1.1. Letak ... 29
4.1.2. Topografi ... 29
4.1.3. Iklim ... 31
4.1.4. Hidrologi ... 31
4.1.5. Karakteristik Hutan Mangrove di Pantai Tanjung Bara ... 33
4.1.6. Zonasi Hutan Mangrove di Pantai Tanjung Bara ... 33
4.2. Kondisi Sosial Ekonomi ... 35
4.2.1. Kependudukan ... 35
4.2.2. Mata Pencaharian ... 35
4.2.3. Tingkat Pendidikan ... 36
4.2.4. Transportasi ... 36
4.2.5. Sarana Komunikasi dan Fasilitas Umum ... 37
4.3. Obyek Wisata di Sangatta, Kabupaten Kutai Timur ... 37
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Potensi Penawaran Ekowisata ... 41
5.1.1. Daya Tarik ... 41
5.1.1.1. Keindahan Alam ... 42
5.1.1.2. Kekhasan dan Keunikan Vegetasi Mangrove ... 43
5.1.1.3. Keanekaragaman Jenis Satwa ... 44
5.1.1.3.1. Keanekaragaman Jenis Primata ... 44
5.1.1.3.2. Keanekaragaman Jenis Burung ... 46
5.1.1.3.3. Keanekaragaman Jenis Ikan dan Udang ... 47
5.1.1.4. Keindahan Fisik Kawasan ... 48
5.1.1.5. Kebersihan dan Kenyamanan Kawasan ... 49
5.1.1.6. Keamanan Kawasan ... 50
5.1.1.7. Kepekaan Sumberdaya Alam ... 51
xv
5.1.2. Unsur Penunjang ... 52
5.1.2.1. Infrastruktur ... 52
5.1.2.2. Fasilitas dan Pelayanan di dalam dan sekitar Kawasan ... 55
5.1.2.3. Akomodasi di sekitar kawasan ... 57
5.1.2.4. Elemen Institusi ... 58
5.1.2.5. Masyarakat sekitar Kawasan ... 62
5.1.2.6. Kualitas Lingkungan ... 64
5.1.3. Penilaian Potensi Penawaran Ekowisata di Kawasan Mangrove
Pantai Tanjung Bara, Sangatta ... 64
5.2. Potensi Permintaan Ekowisata ... 65
5.2.1. Karakteristik Pengunjung ... 65
5.2.2. Asal Pengunjung ... 66
5.2.3. Pola Kunjungan ... 67
5.2.4. Motivasi Pengunjung ... 67
5.2.5. Preferensi Pengunjung ... 68
5.2.6. Persepsi dan Harapan Pengunjung... 69
5.3. Strategi Pengembangan Ekowisata di Kawasan Mangrove Pantai
Tanjung Bara ... 70
5.3.1. Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal ... 71
5.3.2. Analisis Faktor Internal dan Eksternal ... 72
5.3.2.1. Matriks IFAS dan EFAS ... 72
5.3.2.2. Matriks Internal dan Eksternal ... 74
5.3.3. Analisis SWOT ... 75
5.3.4. Posisi Strategi Pengembangan Ekowisata di Kawasan Mangrove
Pantai Tanjung Bara ... 77
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan ... 83
6.2. Saran ... 83
DAFTAR PUSTAKA
... 85
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Tabel analisis SWOT ... 19
2 Jenis dan komposisi data primer yang digunakan dalam penelitian ... 21
3 Jenis dan komposisi data sekunder yang digunakan dalam penelitian ... 22
4 Penilaian ADO-ODTWA Ekowisata di Kawasan Mangrove Pantai Tanjung Bara ... 24
5 Matriks identifikasi dan pemberian bobot faktor internal dan eksternal . 25
6 Rangkuman matrik internal dan eksternal pengembangan ekowisata di kawasan mangrove Pantai Tanjung Bara ... 26
7 Tabel analisis SWOT untuk merumuskan strategi pengembangan ekowisata di Pantai Tanjung Bara ... 26
8 Topografi dan luas Kecamatan Sangatta Utara ... 29
9 Kondisi kependudukan Kecamatan Sangatta Utara periode Tahun 2000-2008 ... 35
10 Penduduk menurut tingkat pendidikan di Kabupaten Kutai Timur ... 36
11 Penilaian unsur daya tarik sebagai potensi penawaran ekowisata di kawasan mangrove Pantai Tanjung Bara ... 41
12 Jenis-jenis Burung yang ditemukan di Pantai Tanjung Bara ... 46
13 Penilaian infrastruktur di sekitar kawasan mangrove Pantai Tanjung Bara ... 53
14 Penilaian fasilitas dan pelayanan di dalam dan di sekitar kawasan mangrove Pantai Tanjung Bara ... 55
15 Penilaian elemen institusi terhadap pengembangan ekowisata di kawasan mangrove Pantai Tanjung Bara ... 58
16 Penilaian persepsi, harapan dan partisipasi masyarakat di sekitar kawasan mangrove Pantai Tanjung Bara ... 63
xvii
18 Karakteristik pengunjung di Pantai Tanjung Bara ... 66
19 Pola kunjungan pengunjung di Pantai Tanjung Bara ... 67
20 Matriks indetifikasi dan pemberian bobot internal ... 71
21 Matriks indetifikasi dan pemberian bobot eksternal ... 72
22 Matriks IFAS pengembangan ekowisata di kawasan mangrove Pantai Tanjung Bara ... 73
23 Matriks EFAS pengembangan ekowisata di kawasan mangrove Pantai Tanjung Bara ... 74
24 Formulasi strategi pengembangan ekowisata mangrove di Pantai Tanjung Bara ... 76
xviii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kerangka pemikiran penelitian ... 4
2 Model matriks grand strategy ... 27
3 Wilayah administrasi dan kawasan DAS Kecamatan Sangatta Utara (Sumber : Bappeda Kabupaten Kutai Timur 2009) ... 30
4 Citra Satelit Landsat TM 7, tutupan vegetasi di Kecamatan Sangatta Utara (Sumber : Bappeda Kabupaten Kutai Timur 2009) ... 32
5 Kondisi kawasan mangrove di Pantai Tanjung Bara, Sangatta (Sumber : Bappeda Kabupaten Kutai Timur 2009) ... 34
6 Lokasi obyek wisata di Zona Sangatta (Sumber : Bappeda Kabupaten Kutai Timur 2009) ... 38
7 Keindahan hamparan mangrove dengan view ke arah conveyor batubara di Pantai Tanjung Bara ... 42
8 Hamparan Sonneratia alba di Pantai Tanjung Bara ... 42
9 Keunikan arsitektur pohon Sonneratia alba di Pantai Tanjung Bara ... 43
10 Kekhasan perakaran Sonneratia alba di Pantai Tanjung Bara ... 43
11 Kekhasan perakaran Rhizophora apiculata di Pantai Tanjung Bara ... 44
12 Bekantan (Nazalis larvatus) yang sedang beristirahat pada tajuk-tajuk pohon di kawasan mangrove Pantai Tanjung Bara ... 45
13 Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang sedang bermain di sepanjang jalan menuju kawasan mangrove Pantai Tanjung Bara ... 45
14 Elang hitam (Ictinaetus malayensis) yang bertengger pada cabang Sonneratia alba di kawasan mangrove Pantai Tanjung Bara ... 47
15 Aktivitas rangkong (Buceros vigil) yang dapat disaksikan di kawasan mangrove Pantai Tanjung Bara : (a) bertengger dan (b) terbang ... 47
16 Bintang laut (starfish) di kawasan mangrove Pantai Tanjung Bara... 48
xix
18 View ke arah pantai dan tanjung di Pantai Tanjung Bara ... 49
19 Kondisi kebersihan sekitar pantai dan anjungan pemancingan di Pantai Tanjung Bara ... 50
20 Kondisi kebersihan area parkir dan sekitarnya di Pantai Tanjung Bara, Sangatta ... 50
21 Pos keamanan Angkatan Laut Indonesia di Pantai Tanjung Bara, Sangatta ... 51
22 Kondisi jalan darat (a) dan moda transportasi (b) di Sangatta ... 53
23 Bandar Udara Tanjung Bara sebagai salah satu fasilitas transportasi ... 54
24 Fasilitas parkir untuk kendaraan darat dan air di Pantai Tanjung Bara .... 56
25 Fasilitas berupa shelter di Pantai Tanjung Bara ... 56
26 Pengunjung di atas anjungan pemancingan Pantai Tanjung Bara ... 56
27 Papan interpretasi untuk pengunjung di Pantai Tanjung Bara ... 57
28 Fasilitas rumah makan untuk pengunjung di Pantai Tanjung ... 57
29 Pembagian dan rencana pentahapan pengembangan wilayah zona wisata Kutai Timur (Sumber : Bappeda Kabupaten Kutai Timur 2009) ... 60
30 Penyediaan tempat sampah untuk mengurangi dampak negatif aktivitas pengunjung di Pantai Tanjung Bara ... 64
31 Asal pengunjung di Pantai Tanjung Bara ... 66
32 Motivasi pengunjung terhadap objek wisata Pantai Tanjung Bara... 68
33 Aktivitas wisata yang diminati oleh pengunjung di Pantai Tanjung Bara ... 69
34 Kegiatan ekowisata mangrove yang diminati dan diharapkan oleh pengunjung ... 70
35 Matriks internal-eksternal ekowisata di kawasan mangrove Pantai Tanjung Bara ... 75
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Penilaian potensi penawaran ekowisata di kawasan mangrove Pantai
Tanjung Bara, Sangatta ... 91
2 Kuisioner pengunjung Pantai Tanjung Bara, Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur ... 92
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kawasan mangrove di Pantai Tanjung Bara, Sangatta merupakan bagian
kawasan pengelolaan pertambangan batubara PT. Kaltim Prima Coal (KPC)
berdasarkan perjanjian kontrak karya pengusahaan pertambangan batubara
tanggal 8 April 1982. Kawasan mangrove selain berfungsi secara fisik, juga
memiliki berbagai fungsi secara ekologi (biofisik) dan sosial ekonomi. Salah satu
fungsi ekologi mangrove yaitu fisik kawasan untuk menjaga dan menstabilkan
garis pantai dan tepian sungai dan pelindung dari hempasan gelombang dan arus.
Fungsi biologi adalah sebagai tempat asuhan, tempat mencari makanan dan
tempat berkembang biak antara lain berbagai jenis ikan, burung , biawak dan jenis
primata sedangkan fungsi ekonomi mangrove salah satunya adalah kawasan
wisata, lahan pertambakan yang hasilnya dapat dikembangkan dalam bentuk
produk industri sebagai penghasil devisa (Saparinto 2007).
Pantai Tanjung Bara awalnya dikembangkan sebagai tempat rekreasi
terbatas karyawan dan keluarga perusahaan tambang batubara PT. KPC, dalam
perkembangannya saat ini telah menjadi salah satu tujuan wisata bagi masyarakat
umum di Kabupaten Kutai Timur dan sekitarnya. Namun pemanfaatan jasa
lingkungan kawasan mangrove di Pantai Tanjung Bara sebagai sumberdaya alam
yang potensial untuk dijadikan daya tarik wisata belum banyak dikembangkan.
Potensi sumberdaya pesisir dan laut sepatutnya dikembangkan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, misalnya dengan mengidentifikasi
potensi sumberdaya alam yang layak dikembangkan sebagai daerah tujuan
ekowisata. Alternatif ini merupakan terobosan baru yang sangat rasional
diterapkan di kawasan pesisir karena dapat memberi manfaat ekonomis dan jasa
lingkungan tanpa mengeksploitasi mangrove. Pemanfaatan jasa lingkungan
berupa ekowisata akan mendorong upaya konservasi ekosistem mangrove sebagai
2
Ekowisata di kawasan Mangrove Pantai Tanjung Bara dapat menjadi
alternatif pengembangan ekowisata dalam kerangka pengelolaan dan
pengembangan wisata baik oleh pihak pengelola kawasan pertambangan batubara
maupun pihak pengelola pascatambang setelah masa konsesi pertambangan
berakhir tahun 2021.
Berdasarkan potensi ekowisata yang ada sekarang ekosistem mangrove
di Pantai Tanjung Bara maka untuk pengembangannya sebagai kawasan
ekowisata perlu dilakukan penelitian potensi daya tarik ekowisata guna
merumuskan strategi pengembangan ekowisata Pantai Tanjung Bara secara
berkelanjutan, terutama saat pascatambang.
1.2. Perumusan Masalah
Pantai Tanjung Bara selama ini menjadi salah satu obyek wisata
masyarakat Kutai Timur dan sekitarnya. Kawasan mangrove di Pantai Tanjung
Bara pada satu sisi mempunyai peluang untuk dikembangkan menjadi obyek daya
tarik ekowisata, namun pada sisi yang lain kawasan mangrove yang juga
berfungsi sebagai buffer kawasan pertambangan PT. KPC sebagai Obyek Vital Nasional (OBVITNAS) ini tetap memerlukan pengelolaan kawasan secara
konservatif untuk menjaga eksistensi kawasan. Pihak pengelola kawasan pada
konteks ini belum mempunyai strategi pengembangan ekowisata di kawasan
mangrove Pantai Tanjung Bara. Hal tersebut disebabkan karena potensi
penawaran dan permintaan ekowisata di kawasan mangrove Pantai Tanjung Bara
sebagai dasar perencanaan pengelolaan dan strategi pengembangan ekowisata
di kawasan mangrove belum teridentifikasi.
Strategi pengembangan ekowisata di kawasan mangrove Pantai Tanjung
Bara perlu diarahkan pada pengelolaan dan pemanfaatan kawasan mangrove
sebagai kawasan ekowisata untuk menjaga fungsi kawasan mangrove sebagai
3
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan strategi pengembangan
ekowisata di kawasan mangrove Pantai Tanjung Bara, Sangatta dengan aspek
penelitian mencakup :
1. Mengidentifikasi potensi penawaran ekowisata di kawasan mangrove
Pantai Tanjung Bara;
2. Mengidentifikasi potensi permintaan ekowisata di kawasan mangrove
Pantai Tanjung Bara;
3. Merumuskan strategi pengembangan ekowisata mangrove di kawasan
mangrove Pantai Tanjung Bara.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk pengembangan dan
pengelolaan ekowisata di kawasan mangrove saat dikelola PT. KPC maupun
pemda atau pihak lain secara terpadu dan berkelanjutan.
1.5. Kerangka Pemikiran
Pengembangan ekowisata mangrove dihasilkan dari identifikasi potensi
penawaran ekowisata dan permintaan ekowisata. Potensi penawaran ekowisata
meliputi daya tarik dan penunjang. Daya tarik kawasan mangrove di Pantai
Tanjung Bara sebagai unsur utama penawaran meliputi keindahan alam,
kekhasan dan keunikan mangrove, keanekaragaman jenis satwa mangrove, bentuk
fisik kawasan (lanskap), kebersihan dan kenyamanan kawasan, keamanan
kawasan, kepekaan sumberdaya alam dan variasi kegiatan wisata. Sedangkan
unsur penunjang penawaran ekowisata meliputi infrastruktur, fasilitas dan
pelayanan, akomodasi, elemen institusi, masyarakat di sekitar kawasan dan
kualitas lingkungan. Potensi permintaan adalah potensi pengunjung Pantai
Tanjung Bara meliputi karakteristik, asal, pola kunjungan, motivasi, preferensi,
persepsi dan harapan pengunjung.
Analisis potensi penawaran dan permintaan ekowisata dilakukan secara
deskriptif, selanjutnya dilakukan penilaian berdasarkan kriteria pengembangan
Analisis Daerah Obyek - Obyek Daya Tarik Wisata (ADO-ODTWA) (modifikasi
4
Hasil ADO-ODTWA potensi penawaran dan permintaan ekowisata
selanjutnya dianalisis SWOT untuk menentukan strategi pengembangan
ekowisata di kawasan mangrove Pantai Tanjung Bara. Strategi yang dihasilkan
kemudian direkomendasikan berdasarkan pendekatan pola pikir (sintesis) yang
menyeluruh terhadap kegiatan pengembangan ekowisata di kawasan mangrove
Pantai Tanjung Bara (Gambar 1).
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.
Analisis SWOT
Sintesis
Potensi Permintaan Ekowisata
Karakteristik pengunjung Pola kunjungan Motivasi pengunjung Preferensi pengunjung
Potensi Penawaran Ekowisata
Daya Tarik (keindahan alam, kekhasan dan keunikan mangrove, keanekaragaman jenis satwa mangrove, bentuk fisik kawasan, kebersihan dan kenyamanan kawasan, keamanan kawasan, kepekaan sumberdaya alam dan variasi kegiatan wisata
Unsur Penunjang (infrastruktur, fasilitas dan layanan, akomodasi, elemen institusi, masyarakat, dan kualitas lingkungan )
Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove
Analisis Deskriptif
ADO – ODTWA Ekowisata Pengembangan Ekowisata Kawasan Mangrove Pantai Tanjung Bara,
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hutan Mangrove
2.1.1. Definisi Hutan Mangrove
Nybakken (1992) menyatakan hutan mangrove adalah sebutan umum yang
digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang
didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak yang
mempunyai kemampuan untuk tumbuh pada habitat perairan asin. Hutan
mangrove meliputi pohon-pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili,
dan terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga : Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus (Bengen 2000).
Bengen (2000) mendefinisikan mangrove sebagai komunitas vegetasi
pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu
tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Supaya
tidak rancu, digunakan istilah “mangal” apabila berkaitan dengan komunitas hutan
dan “mangrove” untuk individu tumbuhan. Hutan mangrove oleh masyarakat
sering disebut pula dengan hutan bakau atau hutan payau. Namun menurut
Khazali (1996), penyebutan mangrove sebagai bakau nampaknya kurang tepat
karena bakau merupakan salah satu nama kelompok jenis tumbuhan yang ada
di mangrove.
2.1.2. Karakteristik Habitat dan Flora Mangrove
Karakteristik hutan mangrove dapat dilihat dari berbagai aspek seperti
floristik, iklim, temperatur, salinitas, curah hujan, geomorphologi, hidrologi dan
drainase. Secara umum, karakteristik habitat hutan mangrove digambarkan
sebagai berikut (Bengen 2000) :
- umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir.
- daerahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun tergenang pada saat pasang purnama. Frekuensi genangan menentukan
6
- menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat.
- terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Air bersalinitas payau (2-22 per mil) hingga asin (hingga 38 per mil).
Dahuri et al. (1996) menyatakan, terdapat parameter lingkungan yang menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan mangrove, yaitu:
(1) suplai air tawar dan salinitas, dimana ketersediaan air tawar dan konsentrasi
kadar garam (salinitas) mengendalikan efisiensi metabolik dari ekosistem hutan mangrove. Ketersediaan air tawar tergantung pada :
(a) frekuensi dan volume air dari sistem sungai dan irigasi dari darat
(b) frekuensi dan volume air pertukaran pasang surut
(c) tingkat evaporasi ke atmosfer
(2) pasokan nutrien: pasokan nutrien bagi ekosistem mangrove ditentukan oleh
berbagai proses yang saling terkait,meliputi input dari ion-ion mineral
an-organik dan bahan an-organik serta pendaurulangan nutrien. Secara internal
melalui jaringan makanan berbasis detritus (detriatal food web).
Bengen (2000) mengemukakan bahwa vegetasi hutan mangrove
di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi, namun demikian hanya
terdapat kurang lebih 47 jenis tumbuhan yang spesifik hutan mangrove. Paling
tidak di dalam hutan mangrove terdapat salah satu jenis tumbuhan sejati dominan
yang termasuk ke dalam 4 famili, yaitu Rhizophoraceae (Rhizophora sp., Bruguiera sp., dan Ceriops sp.) Sonneratiaceae (Sonneratia sp.), Avicenniaceae (Avicennia sp.), dan Meliaceae (Xylocarpus sp.).
2.1.3. Zonasi Mangrove
Zonasi hutan mangrove terbagi atas daerah yang paling dekat dengan laut
dengan substrat agak berpasir, areal seperti ini didominasi Avicennia sp., pada area yang sempit, berlumpur tebal dan teduh Avicennia sp. tidak dapat tumbuh dengan baik. Spesies yang berasosiasi dalam zona berlumpur seperti ini
7
transisi, yaitu zona antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasa
ditumbuhi oleh Nypa fruticans dan beberapa spesies palem lainnya (Kusmana et al. 2003)
Pembagian zonasi habitat mangrove berhubungan dengan adaptasi pohon
mangrove terhadap kadar oksigen tanah yang rendah dengan bentuk perakaran
yang khas, adaptasi terhadap kadar garam yang tinggi dengan variasi bentuk daun
serta adaptasi terhadap tanah yang kurang stabil dan adanya pasang surut Nampak
pada struktur akar yang terbentuk sangat ekstensif membentuk jaringan horisontal
yang melebar untuk memperkokoh pohon, menahan sedimen dan meningkatkan
penyerapan unsur hara. Menurut Santoso dan Dasminto (2002) dalam Darmawan (2002), zonasi tumbuhan mangrove berbeda dari satu tempat ke tempat
lainnya,tergantung dari kondisi tanah dan kadar garamnya.
Zona terdepan mangrove (terdekat dengan garis pantai) umunya
di tumbuhi oleh jenis Avicennia. Berbeda dengan zona terdepan mangrove
di Tanjung Bara yang di mulai dari dominasi jenis S. alba. Jenis mangrove lainnya yang ditemui adalah R. apiculata dan C. tagal. Hal ini dapat disebabkan adanya pengaruh beberapa faktor lingkungan. Menurut Saparinto (2007), jenis
Sonneratia sp. dapat tumbuh pada tingkat salinitas 44‰, R. apiculata 65‰, dan Ceriops sp 72‰. Selanjutnya kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan yang baik pada mangrove jenis Rhizophora sp, Ceriops sp adalah pada suhu 26 – 28 oC. Kondisi umum sebaran vegetasi mangrove yang cukup rapat menunjukkan adanya
pengaruh faktor lingkungan yang baik terhadap jenis mangrove di Tanjung Bara.
2.1.4. Satwa Hutan Mangrove
Satwa yang hidup di ekosistem mangrove terdiri dari beberapa kelas yaitu
burung, mamalia, Mollusca, Crustacea dan ikan (Tomascik et al. 1997) sebagai kelompok fauna terestrial, arboreal dan fauna akuatik. Fauna arboreal umumnya
menempati bagian atas pohon mangrove, seperti insekta, ular, primata dan burung.
Kelompok ini tidak mempunyai sifat adaptasi khusus untuk hidup di hutan
mangrove, karena mereka berada pada pohon yang tinggi, meskipun tempat
mencari makanannya berupa fauna air pada saat air surut. Kelompok fauna
8
udang dan yang menempati substrat akar dan batang pohon mangrove maupun
di lumpur seperti kepiting, kerang dan berbagai jenis invertebrata.
2.2. Ekowisata
2.2.1. Definisi Ekowisata
Sudarto (1999) merumuskan definisi ekowisata yang disepakati dalam
semiloka dan simposium ecotourism pada bulan April 1995 yang diselenggarakan PACT/WALHI serta bulan Januari dan Juli 1996 diselenggarakan INDECON
yaitu ekowisata adalah kegiatan wisata yang bertanggungjawab di kawasan yang
masih alami atau yang dikelola dengan kaidah alam dengan tujuan untuk
menikmati keindahan, melibatkan unsur pendidikan, pemahaman dan dukungan
organisasi, masyarakat, sektor swasta dan kawasan yang dilindungi di seluruh
dunia untuk menghasilkan pendapatan dari kegiatan konservasi. Ekowisata akan
mengurangi ancaman kehidupan rimba dan masyarakat lokal serta untuk
mendukung kegiatan wisata yang berbasiskan masyarakat (ecotourism community based).
Ekowisata menurut definisi dari The Ecotourism Society adalah perjalanan wisata ke kawasan alami atau belum terkontaminasi yang bertujuan untuk
mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan
penduduk setempat. Kegiatan ini awalnya hanya dilakukan oleh wisatawan
pecinta alam yang menginginkan daerah tujuan wisata, budaya dan kesejahteraan
masyarakatnya tetap terjaga. Ekowisata juga merupakan bentuk perluasan
pariwisata alternatif yang timbul sebagai konsekuensi dari ketidakpuasan terhadap
bentuk pariwisata yang kurang memperhatikan dampak sosial dan ekologis, tetapi
lebih mementingkan keuntungan ekonomi dan kenyamanan manusia semata.
Pelaksanaan ekowisata lebih menekankan pentingnya konservasi ekologi tanpa
meninggalkan kepentingan sosial ekonomi masyarakat lokal (Fennel 1999).
Definisi ekowisata dapat ditinjau dari tiga unsur utamanya yaitu nature-based, educative dan sustainable management. Nature-based berkaitan dengan keberadaan flora dan fauna suatu kawasan yang dapat diasosiasikan dengan
lingkungan yang telah dimodifikasi sebelumnya. Kegiatan ekowisata hendaknya
member dampak negative sekecil mungkin terhadap alam. Unsur educative terkait
9
dalam berwisata yang dapat membantu wisatawan memahami kawasan yang
mereka kunjungi. Pengelolaan suatu kawasan ekowisata harus mengacu pada
keberlanjutan lingkungan sebagai bagian dari pertimbangan dan tanggung jawab
ke arah kelestarian lingkungan di masa datang. Sustainable management menekankan pengaturan tekanan fisik lingkungan terhadap kawasan, meliputi
daya dukung kawasan terhadap jumlah dan perilaku pengunjung, misalnya
pembatasan jumlah pengunjung serta penetapan aturan-aturan yang harus dipatuhi
selama melakukan kunjungan wisata (Beeton 2000).
2.2.2. Pengembangan Ekowisata
Menurut Fandeli dan Mukhlison (2000), pengembangan ekowisata
sebaiknya menyesuaikan dengan prinsip-prinsip ekowisata sebagai berikut :
a. prinsip konservasi, mengandung makna pengembangan ekowisata harus
mampu memelihara, melindungi dan berkontribusi terhadap sumberdaya
alam.
b. prinsip partisipasi, mengandung makna pengembangan ekowisata harus
didasarkan pada musyawarah dan persetujuan masyarakat setempat serta
menghormati nilai-nilai sosial budaya dan tradisi keagamaan yang dianut
oleh masyarakat setempat.
c. prinsip ekonomi, mengandung makna pengembangan ekowisata harus
dapat memberikan manfaat pada masyarakat khususnya masyarakat
setempat dan menjadi penggerak pembangunan ekonomi di wilayahnya
untuk memastikan bahwa daerah yang masih alami dapat digunakan untuk
pelestarian dan kepentingan semua pihak.
d. prinsip edukasi, mengandung makna bahwa pengembangan ekowisata
harus mengandung unsur pendidikan untuk mengubah sikap dan prilaku
seseorang agar memiliki komitmen terhadap pelestarian lingkungan dan
budaya.
e. prinsip wisata, mengandung makna bahwa pengembangan ekowisata harus
mampu memberikan pengalaman dan kepuasan yang orisinil kepada
pengunjung serta memastikan usaha tersebut adalah berkelanjutan.
Ekowisatawan menghendaki persyaratan kualitas dan keutuhan ekosistem
10
Gunawan et al. (2001) menyatakan diperlukan partipasi kelembagaan masyarakat dalam kegiatan wisata yang dapat diimplementasikan dalam bentuk :
1. terlibatnya masyarakat dalam sebuah kelembagaan, hal ini bertujuan agar
keinginan masyarakat dapat ditampung dan disalurkan.
2. penguatan lembaga masyarakat yang merupakan sebuah mekanisme
perencanaan dan proses pembuatan keputusan yang mengikutsertakan
masyarakat. Agar keberlangsungan bisnis wisata dapat berlangsung pada
waktu yang cukup lama, maka diperlukan pengembangan metode kerja
yang diikuti dengan upaya untuk terus menerus mengembangkan
kemampuan masyarakat.
2.2.3. Perencanaan Ekowisata
Potensi objek wisata di Indonesia cukup besar yang memerlukan
pengembangan dan pengelolaan intensif. Untuk dapat dimanfaatkan secara
optimal dan memberikan hasil secara berlanjut, pengembangan potensi wisata
tersebut perlu didahului dengan perencanaan, diharapkan dengan perencanaan
yang tepat semua kinerja dalam suatu kegiatan ekowisata dapat dievaluasi dan
dapat lebih menjamin keberkelanjutan manfaat dan fungsinya. Damanik dan
Weber (2006) mengemukakan bahwa perencanaan ekowisata merupakan
perencanaan mikro kawasan atraksi atau sering disebut dengan rencana induk
pengembangan objek wisata. Hal ini berbeda dengan perencanaan makro
pariwisata seperti perencanaan induk pengembangan pariwisata nasional atau
daerah. Perencanaan ekowisata hendaknya difokuskan pada objek wisata yang
terletak dalam kawasan hutan, kawasan lindung atau taman nasional. Beberapa
pokok gagasan pada perencanaan ekowisata dirumuskan dalam bentuk term of reference sederhana. Aspek kegiatan dalam perencanaan ekowisata adalah :
a. merumuskan pokok gagasan dengan mengidentifikasi perkembangan
kunjungan wisatawan, identifikasi atraksi wisata yang tersedia yang dapat
dikembangkan, identifikasi segmen pasar potensial dengan karakteristik
kebutuhannya, identifikasi pengembangan investor proyek ekowisata dan
dampak terhadap ekistensi kawasan, perekonomian lokal, nasional dan
11
b. melakukan studi kelayakan untuk menghasilkan data dasar dan rincian
keunggulan serta kelemahan masing-masing objek dan atraksi yang
diperlukan dalam perencanaan dengan menganalisis keunikan, kekhasan
dalam suatu objek untuk dijadikan daya tarik, mengidentifikasi fasilitas
dan infrastruktur yang tersedia, mengidentifikasi profil wisatawan, daya
dukung, memilih alternative aktivitas ekowisata yang terbaik dan sesuai,
mengevaluasi sumber daya manusia, memperkirakan investasi yang
dibutuhkan dan memperkirakan pendapatan.
c. melakukan evaluasi studi dengan analisis SWOT untuk mengindentifikasi
hubungan sumberdaya ekowisata dalam unsur kekuatan dan unsur
kelemahan sebagai faktor internal, peluang dan ancaman sebagai faktor
eksternal dalam pengembangan ekowisata dari sudut aspek penawaran
dengan sumber daya yang lain sebagai aspek permintaan.
Evaluasi potensi sumberdaya ekowisata dalam bentuk sintesis akan dijadikan
dasar pengembangan proyek sebagai produk akhir yang menyimpulkan bahwa
pengembangan ekowisata tersebut dapat dilakukan atau tidak.
Menurut Page dan Ross (2002), perencanaan pengembangan ekowisata
diantaranya mengacu pada perencanaan perlindungan dan pelestarian lingkungan,
perencanaan penggunaan lahan dan tata ruang. Perencanaan ekowisata merupakan
bagian dari proses pemanfaatan sumberdaya dan berkelanjutan yang terkoordinasi
dan interaktif berdasarkan aspek pelestarian ekologi kawasan, biodiversitas dan
nilai sosial dalam keterlibatan wisatawan bersama masyarakat lokal. Perencanaan
ekowisata hendaknya didasarkan pada dua konsep utama, yaitu konservasi dan
ketahanan ekosistem. Konservasi akan menentukan perkembangan suatu
organisme hidup, sedangkan ketahanan ekosistem lebih berorientasi pada iklim,
termasuk ketersediaan sumberdaya air.
Perencanaan ekowisata berkelanjutan dapat diarahkan pada peningkatan
infrastruktur dan menghindari eksploitasi sumberdaya alam. Dukungan institusi
penting dan legal seperti pemerintah tetap diperlukan pula untuk menunjang
12
2.2.3.1. Penawaran Ekowisata
Penawaran ekowisata merupakan eksistensi nilai tata ruang, fasilitas dan
pelayanan. Menurut Gold (1980) penawaran wisata didefenisikan sebagai jumlah
dan kualitas sumberdaya wisata yang tersedia untuk penggunaan pada waktu
tertentu. Faktor penawaran wisata menurut menurut WTO (1995), meliputi daya
tarik (alam, budaya dan jenis kegiatan wisata), akomodasi, fasilitas dan layanan,
infrastruktur serta elemen institusi. Nilai potensi penawaran obyek daya tarik
wisata alam dan kelayakan pengembangannya difokuskan pada 10 penilaian yaitu
daya tarik, potensi pasar, kadar hubungan/aksesibilitas, kondisi lingkungan, sosial
ekonomi masyarakat, pelayanan pengunjung, kondisi iklim,
perhotelan/penginapan, sarana dan prasarana penunjang, tersedianya air bersih
dan hubungan dengan obyek wisata lain (PHKA 2001).
Unsur penawaran ekowisata terdiri dari atraksi, aksesibilitas dan amenitas.
Atraksi dapat diartikan sebagai obyek wisata (baik yang bersifat tangible dan intangible) yang memberikan kenikmatan kepada pengunjung. Atraksi dapat dibagi menjadi tiga, yakni alam, budaya dan buatan. Aksesibilitas mencakup
keseluruhan infrastruktur transportasi yang menghubungkan pengunjung dari, ke dan selama di daerah tujuan wisata, mulai dari darat, laut sampai udara. Amenitas adalah infrastruktur yang sebenarnya tidak langsung terkait dengan pariwisata
tetapi sering menjadi bagian dari kebutuhan pengunjung (Damanik dan Weber
2006).
2.2.3.2. Permintaan Ekowisata
Permintaan ekowisata adalah macam dan banyaknya kesempatan rekreasi
dari individu atau keinginan sub-group populasi atau penggunaan periode waktu
luang, tempat atau bagian perencanaan (Gold 1980). Sedangkan permintaan
ekowisata adalah jumlah wisatawan yang melakukan kegiatan wisata alam di
daerah tujuan wisata/obyek wisata alam. Meningkatnya jumlah kunjungan wisata
akan meningkatkan pula keuntungan ekonomi bagi kawasan terpencil dengan
penyediaan kesempatan kerja, merangsang pasar setempat, memperbaiki
13
Unsur-unsur penting dalam permintaan ekowisata adalah pengunjung dan
penduduk lokal yang menggunakan sumberdaya (produk dan jasa) ekowisata.
Basis utamanya adalah ketersediaan waktu dan uang pada kelompok tersebut
(Gunn and Var 2002).
2.3. Ekowisata Mangrove
2.3.1. Pemanfaatan Ekosistem Mangrove sebagai Kawasan Ekowisata
Menurut Dahuri (2003), alternatif pemanfaatan hutan mangrove yang
paling memungkinkan tanpa merusak ekosistem hutan mangrove adalah penelitian
ilmiah (scientific research), pendidikan (education), dan rekreasi terbatas atau ekoturisme (ecotourism). Kusmana dan Istomo (1993) menyatakan bahwa pemanfaatan hutan mangrove sebagai kawasan wisata dapat menyediakan
lapangan kerja bagi masyarakat setempat sehingga diharapkan kesejahteraan
hidup mereka lebih baik.
Letak geografis hutan mangrove yang berada pada daerah pantai dan laut
yang bersih dengan beragam jenis karang pada areal tertentu. Potensi ini dapat
dikembangkan untuk kegiatan berburu, lintas alam, memancing, berlayar,
berenang, pengamatan flora dan fauna, fotografi, pendidikan serta adat budaya
masyarakat yang bergantung terhadap keberadaan hutan mangrove. Potensi
rekreasi dalam ekosistem mangrove antara lain :
a. Bentuk perakaran yang khas umumnya ditemukan pada beberapa jenis
mangrove seperti akar tunjang (Rhizophora sp.), akar lutut (Bruguiera sp.), akar pasak (Sonneratia sp., Avicennia sp.), dan akar papan (Heritiera sp.). b. Buah yang bersifat viviparious (buah berkecambah semasa masih menempel
pada pohon) pada beberapa jenis seperti Rhizophora sp. dan Ceriops Sp. c. Adanya pengelompokan jenis pohon yang membentuk zonasi mulai dari tepi
pantai sampai ke daratan.
d. Keragaman jenis fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove (jenis
burung dan primate) dan keragaman fauna yang hidup di lantai hutan
mangrove (biawak, buaya, ular, ikan, kerang-kerang dan kepiting).
e. Adat istiadat dan budaya masyarakat lokal yang berkaitan dengan pengelolaan
14
Potensi ini dapat dikembangkan untuk kegiatan wisata lintas alam, memancing,
berselancar, berenang, pengamatan keunikan flora dan fauna, fotografi dan wisata
pendidikan dan kebudayaan.
Ekowisata mangrove merupakan wisata alam terpadu dengan obyek
pengamatan mangrove, terumbu karang, budidaya rumput laut, budaya kehidupan
desa pantai. Bentuk kegiatan yang dapat dilakukan adalah olahraga air dan
rekreasi, wisata pendidikan dan pelatihan serta wisata kesehatan dan
pengembangan diri (Yuanike 2003). Menurut Bengen (2000), kawasan mangrove
memiliki potensi tinggi bagi pengembangan wisata, hal ini didasarkan pada
keunikan karakteristik dari tumbuhan penyususun ekosistem mangrove. Daya
tarik utama ekosistem mangrove adalah potensi keragaman kehidupan liarnya
(wildlife), terutama burung air, burung migrasi, reptil, mamalia, primata dan ikan.
2.3.2. Pengembangan Ekowisata Mangrove
Ekowisata mangrove antara lain berupa kegiatan wisata ilmiah untuk
memberikan atau menambah pengetahuan tentang ekosistem mangrove, dan
kegiatan rekreasinya bertujuan untuk mendapatkan kesenangan dan dapat
memberikan pengalaman yang berarti bagi para pengunjung. Kegiatan wisata
ilmiah termasuk untuk pengenalan vegetasi mangrove, pengenalan satwa liar
sebagai aspek penelitian dan pendidikan. Sedangkan kegiatan rekreasi dapat
berupa sight seeing, photo hunting, bird watching, board walk, memancing dan budaya masyarakat sekitar (Yahya 1999).
Potensi objek wisata dalam ekosistem mangrove antara lain karena bentuk
perakaran yang khas yang umum ditemukan pada beberapa jenis vegetasi
mangrove seperti akar tunjang, akar lutut, akar pasak dan akar papan. Selain itu,
buah yang bersifat viviparious atau buah berkecambah semasa masih menempel
pada pohonnya seperti pada jenis Rhizophora spp. dan Ceriops spp. Selanjutnya dari transisi zonasi yang umumnya berbeda mulai dari pinggir pantai ke arah
daratan (Kusmana dan Istomo 1993).
Sesuai dengan cirri khas ekosistem mangrove, maka terdapat beberapa
faktor pembatas pengembangan ekowisata mangrove, antara lain luas lahan untuk
akomodasi terutama terkait dengan saat pasang air laut. Selain itu, keterbatasan air
15
wisata. Adapun faktor musim juga ikut menjadi faktor pembatas karena akan
sangat menentukan kenyamanan dan keselamatan pengunjung terkait pasang surut
air laut (Bahar 2004). Pengembangan nilai kawasan ekowisata mangrove selain
perlu dukungan masyarakat dan pemerintah daerah, potensi kawasannya secara
khusus hendaknya memiliki nilai sejarah tinggi, keaslian, alami, luas kawasan,
keindahan alam, aksesibilitas serta keunikan tersendiri (Tebaiy 2004).
2.3.3. Kawasan Ekowisata Mangrove di Indonesia
Pemanfaatan ekosistem mangrove untuk kawasan wisata di Indonesia,
di antaranya adalah kawasan ekowisata mangrove di Ngurah Rai, Bali (Mangrove
International Centre), Nusa Lembongan Bali dan kawasan ekowisata mangrove
Tritih, Jawa Tengah dengan tema pendidikan lingkungan. Objek wisata di
kawasan mangrove Ngurah Rai, Bali, Nusa Lembongan Bali dan Tritih, Jawa
tengah adalah keragaman jenis burung, kegiatan memancing ikan, budidaya
rumput laut dan wisata pendidikan cara menanam pohon mangrove. Penanaman
dapat dilakukan oleh pengunjung di pantai atau menyusuri sungai. Sarana dan
fasilitas yang terdapat di dua lokasi tersebut cukup memadai untuk menunjang
kegiatan ekowisata mangrove (Yuanike 2003; Rahmawati 2007). Selain di Bali
kawasan ekowisata mangrove juga dibangun di gugus Pulau Tanakeke Kabupate
Takalar, Sulawesi Selatan. Menurut Bahar (2004), hasil analisis potensi ekowisata
di gugus Pulau Tanakeke menunjukkan bahwa kegiatan ekowisata yang potensial
untuk dikembangkan adalah interpretasi alam, memotret dan jalan-jalan. Kegiatan
mengamati burung dan memandang alam di kawasan ini mempunyai daya dukung
lingkungan untuk 279 pengunjung secara bersamaan. Sedangkan kegiatan
berperahu motor, bersampan dan memancing tidak berpotensi untuk
dikembangkan di gugus pulau ini.
Yahya (1999) mengemukakan bahwa mangrove di laguna Segara Anakan
Kabupaten Cilacap Propinsi Jawa Tengah mempunyai potensi untuk kegiatan
ekowisata berupa keunikan dan keindahan laguna, keanekaragaman vegetasi,
satwa liar dan biota perairan serta kekhasan budaya masyarakat Kampung Laut.
Hasil alokasi ruang menunjukkan kegiatan ekowisata yang dapat dilaksanakan
terdiri dari kegiatan wisata ilmiah dan kegiatan rekreasi. Sebagai kawasan
16
perkembangannya ketertarikan pengunjung kawasan mangrove telah berkembang
menjadi lokasi pengambilan gambar atau foto prawedding.
2.4. Obyek dan Daya Tarik Wisata
Suatu daerah akan memungkinkan memiliki “daya tarik” tertentu yang
menyebabkan orang akan tertarik mengunjungi daerah tersebut, misalnya untuk
sekedar jalan-jalan, berbelanja, berwisata, menonton pagelaran budaya, seminar
dan lain-lain. Daya tarik yang dimiliki oleh suatu daerah tujuan wisata adalah
sesuatu yang bisa dilihat dan mempunnyai nilai natural dan budaya seperti pemandangan alam, peninggalan purbakala, pertunjukan atau kegiatan yang
bernilai rekreasi, olahraga, penelitian atau wisata berbelanja dengan membeli
barang sebagai cinderamata (Yoeti 2005).
Marpaung (2002) menyatakan bahwa obyek dan daya tarik wisata adalah
suatu bentukan atau aktivitas, fasilitas yang saling berkaitan dan menarik minat
wisatawan atau pengunjung untuk datang ke tempat tertentu. Daya tarik yang
belum dikembangkan disebut sebagai sumberdaya potensial dan belum dapat
disebut sebagai daya tarik wisata sampai adanya pengembangan tertentu. Jenis
obyek dan daya tarik wisata dibagi ke dalam 2 (dua) kategori yaitu:
1. Obyek dan daya tarik wisata alam.
2. Obyek dan daya tarik wisata sosial budaya.
Darsoprajitno (2002) mengemukakan bahwa menampilkan daya tarik
wisata alam dapat berdampak positif apabila disertai oleh tata lingkungan yang
memadai. Yoeti (2006) menyatakan bahwa daya tarik wisata merupakan pemicu
orang-orang untuk datang berkunjung ke suatu daerah.
2.4.1. Jenis Daya Tarik Wisata
Sifat khas daya tarik wisata adalah objek tersebut hanya dapat dinikmati
dan dikembangkan di tempat keberadaannya, misalnya pemandangan alam yang
indah, pantai tempat bersenang-senang, sungai dan hutan. Menurut Soekadijo
(2002), ada daya tarik wisata yang mungkin berulang-ulang dikunjungi dan dapat
menahan wisatawan untuk tinggal beberapa hari lebih lama, atau berkali-kali
17
karena hanya untuk keingintahuan dengan melihat, misalnya Candi Borobudur di
Jawa Tengah, daya tarik tersebut adalah daya tarik penangkap. Pantai Kuta di Bali menjadi daya tarik penahan karena wisatawan melakukan kegiatan seperti
berenang, berjemur dan olah raga pantai lannya, sehingga wisatawan berniat
untuk mengulangi kesukaanya. Berbeda dengan hanya mengunjungi situs-situs
sejarah yang hanya ingin melihat sekedar memuaskan hasrat ingin tahu. Daya
tarik wisata bisa berupa potensi alam, budaya dan lain-lain.
2.4.2. Penilaian dan Pengembangan Objek Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA)
Pengembangan ODTWA diawali dengan kajian dan penilaian komponen
kriteria dan indikator dengan bobot tertentu menurut unsur kriteria (Ditjen PHKA,
2001), kemudian dilanjutkan dengan analisis terhadap kegiatan yang dilakukan
pada obyek wisata alam dengan menggunakan instrumen kriteria penilaian dan
pengembangan guna mendapatkan nilai kelayakan obyek sehingga diketahui dapat
atau tidaknya obyek tersebut dikembangkan menjadi obyek wisata alam. Aspek
penilaian berorientasi pada :
1. Kepentingan konservasi kawasan
2. Memberikan pemahaman pendidikan konservasi kepada masyarakat
3. Meningkatkan peran serta masyarakat
4. Memberikan nilai ekonomi kepada pihak ketiga dan pemerintah
5. Memberikan nilai rekreasi kepada pengunjung
Unsur-unsur penilaian obyek daya tarik wisata yang termasuk dalam setiap
kriteria dapat berupa keindahan alam, keunikan sumberdaya alam, banyaknya
jenis sumberdaya alam yang menarik, keutuhan sumberdaya alam, kepekaan
sumberdaya alam atau tingkat kerusakannya. Jenis kegiatan wisata alam
ditentukan oleh kesempatan rekreasi, kebersihan lokasi dan keamanan kawasan.
Damanik dan Weber (2006) menyatakan bahwa unsur daya tarik obyek wisata
pantai meliputi keindahan pantai, keselamatan atau keamanan pantai, jenis dan
warna pasir, variasi kegiatan, kebersihan, lebar pantai (saat surut terendah) dan
kenyamanan. Penilaian dalam perencanaan ekowisata berdasarkan pada potensi
penawaran dan permintaan ekowisata bertujuan mengukur potensi untuk
18
pengembangan objek daya tarik wisata berdasarkan situasi lokasi, segmen pasar
dan besarnya investasi.
2.5. Analisis SWOT
Strategi adalah suatu pendekatan pemakaian sumber daya di dalam kondisi
persaingan agar seperangkat sasaran dapat dicapai. Strategi pengelolaan adalah
pengelolaan keunggulan persaingan mencakup mengidentifikasi sasaran dan
menganalisis lingkungan, mengenali ancaman dan peluang, penerapan strategi dan
memantaunya agar keunggulan persaingan dapat berlanjut meskipun harus
menghadapi perubahan dalam lingkungan (Hayden 1991). Strategi merupakan
suatu seni menggunakan kecakapan dan sumberdaya suatu organisasi untuk
mencapai sasarannya melalui hubungan yang efektif dengan lingkungan dalam
kondisi yang paling menguntungkan (Salusu 2004).
Menurut Steiner dan Miner (1997) strategi merupakan respon secara terus
menerus maupun adaptif terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan
dan kelemahan internal yang dapat mempengaruhi organisasi. Beraneka ragam
faktor harus diperhitungkan dalam analisis yang bersifat strategis, sehingga
terpilihnya suatu alternatif tertentu yang diyakini merupakan keputusan yang
paling tepat. Para pakar sependapat bahwa instrument untuk menilai berbagai
faktor yang layak diperhitungkan yakni analisis SWOT dan pendekatan matriks
(Rangkuti 2000).
Menurut Rangkuti (2000), analisis SWOT adalah identifikasi berbagai
faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini
didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang dan ancaman dengan faktor internal kekuatan dan
kelemahan sehingga dari analisis tersebut dapat diambil suatu keputusan strategi.
Selanjutnya unsur-unsur tersebut dihubungkan keterkaitannya dalam bentuk
matriks untuk memperoleh beberapa alternatif strategi. Matriks ini menghasilkan
19
Tabel 1 Tabel analisis SWOT
Strategi Kekuatan-Peluang dibuat dengan menggunakan seluruh kekuatan
untuk memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. Strategi Kelemahan-Peluang
adalah meminimalkan kelemahan dalam memanfaatkan peluang. Strategi
Kekuatan–Ancaman dibuat dengan menggunakan kekuatan dan mengatasi
ancaman. Sedangkan Strategi Kelemahan-Ancaman dibuat dengan meminimalkan
kelemahan dan menghindari ancaman. Menurut Umar (2001), matriks SWOT
merupakan matching tool yang dipergunakan para pengelola mengembangkan 4 tipe strategi. Tiap strategi akan memanfaatkan peluang eksternal meskipun para
manajer atau pengelola juga kadang menghadapi kesulitan karena adanya
kelemahan internal.
Analisis SWOT yang didesain oleh Learned pada tahun 1965 dari Harvard
Business School sangat mempengaruhi para arsitektur strategi. Pendekatan yang
juga umum digunakan adalah pendekatan faktor internal dan eksternal. Ada
berbagai pendekatan yang dapat dipakai untuk menentukan posisi dalam kuadran
matriks, yaitu kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif dapat membawa
hasil analisis pada sesuatu yang lebih obyektif dan posisi perusahaan peta kuadran
matriks dapat ditentukan secara akurat (Hutabarat dan Huseini 2006).
Marimin (2004) mengemukakan bahwa proses yang dilakukan dalam
analisis SWOT agar keputusan yang diperoleh lebih tepat perlu melalui beberapa
tahapan berikut :
Internal
Eksternal
Kekuatan (Strengths) Kelemahan (weakness)
Peluang (opportunities) Strategi kekuatan-peluang yaitu menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk
memanfaatkan peluang
Strategi kelemahan -peluang yaitu menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang
Ancaman (threats) Strategi kekuatan-ancaman yaitu menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
20
a. tahap pengambilan data, yaitu evaluasi faktor eksternal dan internal;
b. tahap analisis, yaitu pembuatan matriks internal, eksternal dan matriks
SWOT; dan
c. tahap pengambilan keputusan.
2.6. Sintesis
Menurut Eriyanto (2007), sintesis merupakan suatu cara berfikir, suatu
sikap dan suatu pendekatan untuk melakukan tindakan dalam mencapai sasaran
akhir. Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan sistem yang mempunyai
karakteristik integrasi, interdisiplin, saling terkait, imaginatif dan menyeluruh.
Tahap ini merupakan tahap penggabungan antara potensi penawaran, permintaan
21
III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Pantai Tanjung Bara Sangatta, Kabupaten Kutai
Timur Provinsi Kalimanan Timur selama 3 (tiga) bulan, mulai bulan Januari
sampai dengan April 2010.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam pengumpulan data adalah kuisioner,
panduan wawancara, peta kawasan, pengelola, masyarakat dan pengunjung. Alat
yang digunakan adalah alat tulis menulis, kamera, binokuler, Global Position System (GPS) serta buku panduan flora dan fauna mangrove.
3.3. Metode Pengumpulan Data
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode non experimental yaitu deskriptif eksploratif, pengamatan lapangan (observasi) dan studi pustaka
guna mengumpulkan data yang diperlukan. Data yang dihimpun meliputi data
primer dan sekunder yaitu data potensi penawaran ekowisata, data permintaan
[image:40.612.107.496.456.705.2]ekowisata dan data keadaan umum lokasi penelitian (Tabel 2 dan Tabel 3).
Tabel 2 Jenis dan komposisi data primer yang digunakan dalam penelitian
No. Jenis Data Primer
Metode Pengumpulan
Data
Aspek - aspek
1 2 3 4
1 Potensi Penawaran Daya Tarik Pengamatan lapangan dan studi pustaka
a. Keindahan alam b. Kekhasan dan
keunikan vegetasi mangrove
c. Keanekaragaman jenis fauna
d. Keindahan fisik kawasan e. Kebersihan dan
kenyamanan pantai f. Keamanan kawasan g. Kepekaan sumberdaya
alam
22
2 Unsur Penunjang Pengamatan
lapangan, wawancara dan studi pustaka
a. Infrastruktur
b. Fasilitas dan pelayanan di dalam dan sekitar ODTWA
c. Akomodasi d. Elemen institusi e. Masyarakat sekitar
kawasan
f. Kualitas lingkungan
Potensi Permintaan (Pengunjung) Kuisioner dan wawancara a. Karakteristik b. Asal
c. Pola kunjungan d. Motivasi e. Preferensi f. Persepsi g. Harapan
Tabel 3 Jenis dan komposisi data sekunder yang digunakan dalam penelitian
No. Jenis Data
Metode Pengumpulan
Data
Aspek - aspek
1 2 3
1. Kondisi umum lokasi penelitian
Wawancara dan studi pustaka
a. Kondisi fisik b. Kondisi biologi c. Kondisi sosial,
ekonomi
2. Peta Studi pustaka a. Peta kawasan
mangrove b.Peta pariwisata
daerah
3.4. Tahapan Penelitian
3.4.1. Tahap pemilihan responden dan pengumpulan data
1. Pengamatan Lapangan
Pengamatan lapangan dilakukan untuk menganalisis unsur daya tarik
dan unsur penunjang sebagai penawaran ekowisata yang terdapat di kawasan
mangrove Pantai Tanjung Bara Sangatta dengan mengunakan metode scoring.
2. Wawancara
Wawancara terhadap pengunjung dilakukan dengan menggunakan
kuisioner (Lampiran 2). Pemilihan responden dari pengunjung dilakukan
23
sama terhadap semua pengunjung untuk dipilih menjadi responden
(Singarimbun dan Effendi 1989). Jumlah responden yang diwawancarai
adalah 60 orang atau sebanyak 10% dari rata-rata jumlah pengunjung selama 2
bulan. Data yang diambil dari pengunjung meliputi karakteristik, asal
pengunjung, pola kunjungan, persepsi, motivasi dan preferensi kegiatan
ekowisata.
Wawancara terstruktur terhadap pengelola kawasan, instansi yang
terkait di lingkup Pemda Kabupaten Kutai Timur, pihak Taman Nasional
Kutai dan masyarakat dilakukan dengan menggunakan panduan wawancara
(Lampiran 3). Kusmayadi (2004) mengungkapkan bahwa wawancara
terstruktur merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab dan bertatap muka langsung dengan menggunakan
alat panduan wawancara, semua pertanyaan telah dirumuskan sebelumnya
secara cermat dan secara tertulis. Pengambilan data melalui wawancara
didasarkan pada alasan bahwa peneliti dapat menggali informasi yang
dibutuhkan selengkap mungkin, baik yang terlihat maupun masih
tersembunyi.
Masyarakat yang di wawancarai adalah masyarakat Desa Singa
Gembara dengan pertimbangan bahwa desa tersebut merupakan desa yang
terdekat dengan kawasan mangrove Pantai Tanjung Bara. Pemilihan
responden dilakukan dengan purposive sampling. Kusmayadi (2004) menjelaskan bahwa purposive sampling dilakukan dengan cara mengambil orang-orang yang terpilih yang dihendaki oleh peneliti dengan kriteria telah
matang berpikir dan secara positif dalam mengambil tindakan. Jumlah
responden sebanyak 70 responden atau 5% dari total jumlah penduduk Desa
Singa Gembara (Kusmayadi 2004). Data yang diambil dari masyarakat
meliputi usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, persepsi, harapan dan
partisipasi masyarakat yang berhubungan dengan kegiatan ekowisata.
3. Studi Pustaka
Studi pustaka diperoleh dari berbagai sumber seperti publikasi ilmiah,
24
dengan keadaan umum lokasi penelitian dan potensi kawasan secara umum
yang berkaitan dengan judul penelitian.
3.4.2. Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan diolah dengan menggunakan metode analisa
deskriptif kuantitatif, yaitu mentransformasikan data mentah ke dalam bentuk data
yang mudah dimengerti dan ditafsirkan, menyusun dan menyajikan sehingga
menjadi suatu informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian. Selain metode
analisis dskriptif juga digunakan metode kriteria pengembangan ADO-ODTWA
dan analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity and Threats) untuk menentukan strategi pengembangan ekowisata.
3.5. Analisis Data
3.5.1. Analisis Potensi Penawaran Ekowisata Di Kawasan Mangrove PantaiTanjung Bara Sangatta
Potensi suatu kawasan untuk dikembangkan menjadi Objek Daya Tarik
Ekowisata diperlukan penilaian terhadap beberapa unsur yang diperlukan sebagai
potensi penawaran (Supply). Analisis potensi penawaran ekowisata menggunakan sistem nilai skor dan pembobotan menurut Pedoman Pengembangan ODTWA
(PHKA 2001) dimodifikasiKriteria Perencanaan Ekowisata (Damanik and Weber
2006). Unsur-unsur tersebut antara lain mencakup daya tarik objek, infrastruktur,
fasilitas dan layanan, potensi pasar, keamanan, kondisi sosial ekonomi
masyarakat, elemen institusi, kualitas lingkungan dan akomodasi.
Potensi penawaran ekowisata dalam pengembangan ekowisata mangrove
di Pantai Tanjung Bara didasarkan pada ketiga klasifikasi penilaian, tinggi, sedang dan rendah (Tabel 4).
Tabel 4 Penilaian ADO-ODTWA Ekowisata di kawasan Mangrove Pantai Tanjung Bara
Unsur Penilaian
Nilai Tertimbang
Rendah Sedang Tinggi
Daya Tarik 48 - 111 112 - 175 176 – 240