• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksplorasi Fusarium Non-Patogenik dalam Pengendalian Penyakit Busuk Pangkal Batang (Fusarium oxysporum f.sp. cepae) pada Bawang Merah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Eksplorasi Fusarium Non-Patogenik dalam Pengendalian Penyakit Busuk Pangkal Batang (Fusarium oxysporum f.sp. cepae) pada Bawang Merah"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEN

(Fusari

NDALIAN

ium oxyspo

U

DEPAR

INS

N PENYA

orum f.sp.

UMI SALL

RTEMEN

FAKULT

STITUT P

AKIT BUS

. cepae) PA

LAMATUL

PROTEK

TAS PERT

ERTANIA

BOGOR

2012

SUK PANG

ADA BAW

L ISNIAH

KSI TANA

TANIAN

AN BOGO

GKAL BA

WANG ME

H

AMAN

OR

(2)

ABSTRAK

UMI SALLAMATUL ISNIAH. Eksplorasi Fusarium Non-Patogenik dalam Pengendalian Penyakit Busuk Pangkal Batang (Fusarium oxysporum f.sp. cepae) pada Bawang Merah. Dibimbing oleh WIDODO.

Fusarium oxysporum f.sp. cepae penyebab penyakit busuk pangkal batang,

penyakit ini merupakan salah satu faktor pembatas produksi bawang merah. F.

oxysporum non-patogenik (NPFo) dilaporkan mampu menekan penyakit busuk

pangkal fusarium pada bawang bombay. Tujuan penelitian ini adalah mengeksplorasi fusarium non-patogenik dari lapang yang mampu menekan penyakit busuk pangkal fusarium. Terdapat 18 isolat Fusarium sp. dari total 21 isolat yang memicu pertumbuhan tanaman tidak berbeda nyata daripada tanpa perlakuan. Dari 18 isolat, 4 diantaranya yaitu isolat P13a, T14a, M11a, dan P21a, menunjukkan pengaruh terbaik dalam memicu pertumbuhan tanaman. Keempat isolat ini selanjutnya diuji tingkat penekanan terhadap penyakit busuk pangkal dengan metode perlakuan bibit. Pada percobaan pertama, isolat Fusarium sp. non-patogenik P13a, T14a, dan P21a menekan kejadian penyakit dengan tingkat efikasi berturut-turut 83.3%, 72.2%, dan 61.2%. Pada pengujian ke-dua, 3 isolat tersebut konsisten menekan kejadian penyakit dengan tingkat penakanan berturut-turut 72.0%, 80.0%, dan 80.0% untuk isolat P13a, T14a, dan P21a. Tingkat penekanan 3 isolat tersebut lebih tinggi daripada perlakuan Benomil. Hasil identifikasi dari ketiga isolat yang mampu menekan kejadian penyakit busuk pangkal yaitu spesies F. oxysporum.

(3)

EKSPLORASI FUSARIUM NON-PATOGENIK DALAM

PENGENDALIAN PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG

(Fusarium oxysporum f.sp. cepae) PADA BAWANG MERAH

UMI SALLAMATUL ISNIAH

A34080060

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di

Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(4)

Judul Skripsi : Eksplorasi FusariumNon-Patogenik dalam Pengendalian Penyakit Busuk Pangkal Batang (Fusarium oxysporum

f.sp. cepae) pada Bawang Merah Nama Mahasiswa : Umi Sallamatul Isniah

NIM : A34080060

Disetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Widodo, MS. NIP. 19591115 198503 1 0003

Diketahui, Ketua Departemen

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi. NIP. 19650621 198910 2 001

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir tanggal 22 Mei 1990 di Probolinggo Jawa Timur. Penulis merupakan anak ke-2 dari 7 bersaudara dari ayah bernama Hasan Ghazali dan Ibu Umi Kulsum. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah lanjutan atas di SMA Negeri 1 Probolinggo, Kota Probolinggo pada tahun 2008.

Pada tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB, dan mengikuti Program Tingkat Persiapan Bersama selama 1 Tahun. Pada tahun berikutnya penulis mengikuti perkuliahan dengan Mayor Proteksi Tanaman.

(6)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayat sehingga skripsi dengan judul “Eksplorasi Fusarium Non-Patogenik dalam Pengendalian Penyakit Busuk Pangkal Batang (Fusarium oxysporum f.sp.

cepae) pada Bawang Merah” dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun

sesuai hasil penelitian yang dilakukan pada bulan September 2011 sampai bulan Maret 2012 di Laboraturium Mikologi Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana S1 Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulisan laporan ini tidak lepas dari bantuan Dr. Ir. Widodo, MS. selaku pembimbing yang telah memberikan saran, sumbangan pemikiran serta motivasi sejak awal jalannya penelitian sampai dengan akhir penulisan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Supramana, MSi. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi, dan ilmu pengetahuan selama penelitian berlangsung, Dr. Ir. Nina Maryana, MSi. dan Dr. Ir. Ali Nurmansyah, MSi. yang telah memberikan saran dan arahan terhadap penulisan skripsi ini, serta kedua orang tua dan keluarga besar Hasan Ghazali yang selalu memberikan dukungan, doa, dan motivasi. Ucapan terima kasih disampaikan juga kepada Bustanul Arifin Nasution yang telah banyak membantu selama penelitian sampai penulisan skripsi ini. Selain itu, berterimakasih kepada Pak Fadjar, Kak Etika Ayu, dan Kak Dian yang banyak memberikan saran dan masukan terhadap penelitian ini.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, maka saran dan kritik yang membangun diharapkan dari pembaca agar laporan ini menjadi lebih baik. Demikian, semoga skripsi ini dapat bermanfaat menambah ilmu dan wacana bagi penulis serta pembaca.

Bogor, Juli 2012

(7)

DAFTAR ISI

 

 

 

 

 

 

 

 

 

        

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Manfaat ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Bawang Merah ... 3

Pengendalian Busuk Pangkal Batang ... 4

Pengendalian Hayati Penyakit yang Disebabkan oleh Fusarium ... 4

BAHAN DAN METODE ... 7

Tempat dan Waktu Penelitian ... 7

Isolasi Fusarium ... 7

Uji Penapisan ... 8

Uji Pengaruh Isolat Terhadap Tanaman Uji Selain Bawang ... 8

Penyiapan Inokulum F. oxysporum f.sp. cepae ... ... 9

Uji Keefektifan dalam Mengendalikan F. oxysporum f.sp. cepae ... ... 9

Rancangan Percobaan dan Analisis Data ... 10

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 11

Uji Penapisan ... 11

Uji Pengaruh Isolat Terhadap Tanaman Uji Selain Bawang ... 10

Uji Keefektifan dalam Mengendalikan F. oxysporum f.sp. cepae ... 10

KESIMPULAN DAN SARAN ... 20

Kesimpulan ... 20

Saran ... 20

DAFTAR PUSTAKA ... 21

 

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Pengaruh perlakuan isolat Fusarium spp. terhadap pertumbuhan

tanaman bawang merah ... 12 2 Pengaruh perlakuan isolat fusarium terhadap tinggi tanaman

mentimun ... 15 3 Pengaruh perlakuan isolat non-patogenik F.oxysporum (NPFo)

terhadap pertumbuhan tanaman pada uji penekanan ... 18

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Hasil inokulasi beberapa isolat terhadap pertumbuhan tanaman ... 13

2 Bobot kering umbi hasil panen per rumpun tanaman pada uji penapisan ... 13

3 Hasil panen perlakuan berbagai isolat ... 14

4 Pengaruh perlakuan Fusarium spp. terhadap bobot kering tanaman mentimun sebagai tanaman indikator ... 14

5 Pengaruh perlakuan bibit bawang dengan isolat Fusarium spp. terhadap perkembangan kejadian penyakit ... 16

6 F. oxysporum ... 17

7 Isolat F. oxysporum dalam media PDA ... 17

8 Bobot kering umbi hasil panen pada uji penekanan ... 18

(10)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibutuhkan terutama untuk bumbu masak. Bawang merah juga berkhasiat sebagai obat, umbinya mengandung senyawa alliin atau allisin yang mempunyai efek antiseptik (Rukmana 1994). Pada tahun 2015 diperkirakan kebutuhan akan bawang merah mencapai 1 juta ton lebih (Ditjen Bina Produksi Hortikultura 2005).

Secara umum bawang merah cocok ditanam di dataran rendah. Di Indonesia, terdapat beberapa sentra pertanaman bawang merah, di antaranya Brebes, Cirebon, Nganjuk, dan Probolinggo. Penyakit busuk pangkal batang merupakan salah satu pembatas produksi bawang merah, penyakit ini disebabkan oleh Fusarium oxysporum f.sp. cepae. Gejala penyakit ini adalah daun terpelintir kemudian mengering dimulai dari atas karena umbi membusuk. Selain pada pertanaman, penyakit ini juga dapat menyerang pada saat penyimpanan (Abawi dan Lorbeer 1971a; Hartman dan Datnoff 1997).

Penyakit busuk pangkal batang juga menjadi kendala dalam produksi bawang putih (Allium sativum L.). Gejala yang ditunjukkan hampir sama yaitu terpelintirnya dan mengeringnya daun dimulai dari ujung serta pembusukan umbi atau perakaran (Choiruddin 2010). Inang utama patogen ini adalah bawang bombay (Allium cepa), namun dapat juga sangat merugikan pada bawang merah, bawang putih, dan bawang daun (Havey 1995).

Cara-cara pengendalian penyakit yang disebabkan oleh Fusarium yang umum dianjurkan ialah perlakuan tanah secara fisik atau kimiawi dan penggunaan varietas tahan (Agrios 2005). Pengendalian dengan pemberaan tidak memungkinkan karena membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu butuh waktu minimal empat tahun jika ingin menerapkan sistem pergantian tanaman agar pengendaliannya efektif (Havey 1995). Alternatif pengendalian penyakit ini ialah pengendalian hayati dengan menggunakan mikroba antagonis yaitu Trichoderma

harzianum (Coskuntuna dan Ozer 2008). Jamur Mikoriza arbuskular juga dapat

(11)

dan Taufika 2008). Ternyata dari spesies yang sama yaitu F. oxysporum tetapi bersifat non-patogenik (NPFo) dilaporkan mampu menekan penyakit busuk pangkal pada bawang bombay (Widodo 2000). NPFo juga pernah dilaporkan mampu menekan penyakit layu Fusarium pada kacang-kacangan (Dhingra et al. 2006).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi fusarium non-patogenik pada umbi dan lahan pertanaman bawang merah dari lapang yang mampu mengendalikan penyakit busuk pangkal batang F. oxysporum f.sp. cepae.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh isolat fusarium non-patogenik yang berpotensi mengendalikan penyakit busuk pangkal batang F. oxysporum

(12)

TINJAUAN PUSTAKA

Bawang Merah

Bawang merah (Allium ascalonicum L.) termasuk tanaman yang berkeping satu, tergolong dalam Kelas Liliopsida, Ordo Amaryllidales, Famili Alliaceae (Fritsch dan Friesen 2002). Tanaman bawang memiliki akar yang serabut dengan perakaran dangkal yaitu pada kedalaman 15-30 cm di dalam tanah. Umbi bawang merah berlapis-lapis dan merupakan batang semu yang tersusun dari pelepah-pelepah daun yang ada di dalam tanah. Batang sejatinya berbentuk cakram tipis berada di bagian dasar umbi sebagai tempat melekat perakaran dan mata tunas (Rukmana 1994). Daunnya berbentuk bulat kecil dan panjang, di bagian tengah daun berlubang seperti pipa, berwarna huijau muda hingga hijau tua.

Tanaman bawang merah dapat menyerbuk sendiri karena memiliki bunga yang sempurna. Bunganya berwarna putih kehijauan, satu kuntum berbentuk seperti payung terdiri dari 50-200 bunga (Rukmana 1994). Biji bawang merah berwarna bening kehijauan ketika masih muda, setelah tua bijinya berwarna hitam, berukuran kecil, berbentuk bulat agak pipih. Biji bawang dapat ditanam, namun umumnya petani menggunakan umbi sebagai bahan perbanyakan tanaman.

Umbi bawang merah mengandung senyawa alliin atau allisin yang bersifat toksik terhadap cendawan dan bakteri serta beberapa nematoda parasit tumbuhan (Brewster 1994). Kandungan senyawa alliin tersebut digunakan sebagai salah satu bentuk pertahanan diri dari patogen. Senyawa tersebut dapat mencegah penggumpalan darah (Block 1985 dalam Brewster 1994) sehingga dapat dijadikan obat bagi manusia.

(13)

Snyder & H. N. Hans.) merupakan salah satu masalah utama dalam pertanaman bawang merah (Havey 1995).

Penyakit Busuk Pangkal Batang

Gejala penyakit ini adalah terjadinya klorosis, daun mengeriting dan terpilin, terjadinya pemanjangan yang tidak normal pada bagian leher setelah perkecambahan, lama-kelamaan tanaman akan rebah dan mengalami kematian jaringan (Havey 1995; Kuruppu 1999). Patogen dapat melakukan penetrasi terhadap akar tanaman secara langsung atau melalui luka (Hartman dan Datnoff 1997).

F. oxysporum tergolong Filum Deuteromycota, Ordo Hyphomycetes, Famili

Tuberculariaceae. Koloninya pada media Potato Dextrose Agar (PDA) berwarna jingga muda. Makrokonidianya lurus dan sedikit bengkok, dengan tiga sekat, mikrokonidia berbentuk agak lonjong dan tidak bersekat, sedangkan klamidosporanya bisa ditemukan di permukaan media, terbenam dalam media, atau di permukaan hifa (Leslie dan Summerell 2006). Fase seksual cendawan ini belum ditemukan (Booth 1971).

Suhu optimal terjadinya serangan fusarium ini adalah 22°C sampai 38°C (Abawi dan Lorbeer 1972). Sumber inokulum fusarium yang menginfeksi tanaman bisa berasal dari tanah, terbawa bibit, atau material tanaman yang telah terinfeksi (Garibaldi et al. 2004). Patogen ini merupakan patogen tular tanah dan dapat bertahan dalam waktu yang sangat lama di dalam tanah meskipun tidak ada tanaman inang (Ulloa et al. 2006), dalam bentuk klamidospora (Havey 1995; Hartman dan Datnoff 1997). Pada keadaan alamiah di lapang, populasi sporanya pada pertanaman bawang sebanyak 300 hingga 6500 propagul/g tanah kering (Abawi dan Lorbeer 1971b).

Pengendalian Hayati Penyakit yang Disebabkan oleh Fusarium

(14)

hayati menjadi alternatif pengendalian penyakit busuk pangkal batang yang dinilai cukup efektif. Beberapa agen hayati dilaporkan mampu menekan penyakit layu fusarium bawang merah yaitu Trichoderma harzianum (Coskuntuna dan Ozer 2008) dan jamur Mikoriza arbuskular (Rosyida dan Taufika 2008). Selain itu, F.

oxysporum non-patogenik (NPFo) dapat dijadikan agen antagonis karena mampu

menginduksi ketahanan tanaman dan berkompetisi dengan patogen untuk mendapatkan karbon (Alabouvette 1999).

F. oxysporum yang mampu mengkolonisasi akar tanaman tanpa

menimbulkan gejala penyakit digolongkan sebagai strain non-patogenik (Alabouvette dan Couteaudier 1992). Antara strain patogenik dan non-patogeniknya tidak dapat dibedakan secara morfologi (Snyder dan Smith 1981

dalam Belgrove 2007). Cendawan ini dapat mengkolonisasi korteks tanpa

menimbulkan gejala penyakit dan dapat bertahan sebagai saprofit pada bahan organik (Appel dan Gordon 1994).

NPFo mampu berkompoetisi dengan strain non-patogenik lain dan dengan strain patogenik untuk pemanfaatan unsur karbon (Alabouvette dan Couteaudier 1992) sehingga dapat dijadikan agen biokontrol. Pada uji in-vitro, NPFo tidak mampu menghambat pertumbuhan fusarium patogen (Belgrove 2007). Mekanisme NPFo dalam menghambat patogen adalah kompetisi nutrisi di tanah dan tempat infeksi di akar. Ishimoto et al. (2003) menyatakan bahwa strain

Fusarium non-patogenik mampu menghasilkan benzil isotiosianat yang dapat

meningkatkan ketahanan tanaman salada (Lepidium sativum) terhadap Pythium

ultimum.

NPFo dilaporkan mampu menginduksi ketahanan beberapa tanaman terhadap penyakit layu fusarium, diantaranya : mentimun (Mandeel dan Baker 1991), semangka (Larkin et al. 1996), tanaman pisang di dalam rumah kaca (Belgrove 2007; Nel et al. 2006), kapas (Ulloa et al. 2006),serta tanaman tomat di persemaian (Larkin dan Fravel 1998). Selain itu NPFo dapat meningkatkan ketahanan tanaman mentimun terhadap penyakit yang disebabkan oleh Pythium

ultimum (Benhamou et al. 2002). Scisel et al. (2008) menyatakan Fusarium

culmorum non-patogenik mampu mengendalikan penyakit layu Fusarium pada

(15)

perakaran tanaman terung yang ditanam pada media kompos mampu mengurangi penyakit yang disebabkan oleh Verticilium dahliae (Malandraki et al. 2007).

Selain menjadi agen antagonis pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh cendawan, NPFo juga dilaporkan dapat menjadi musuh alami bagi nematoda. Niere (2001 dalam Athman 2006) menyatakan bahwa NPFo dapat menekan populasi nematoda Radopholus similis, serta nematoda Helicotylenchus

(16)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan September 2011 sampai bulan Maret 2012 di Laboratorium Mikologi Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Isolasi Fusarium

Isolat fusarium diperoleh dari umbi bawang merah sehat dan tanah pertanaman bawang merah yang berasal dari 3 kecamatan di Probolinggo yaitu Gending, Pajarakan, dan Mayangan. Umbi bawang merah disterilisasi permukaannya dengan alkohol 70% kemudian dipotong dadu berukuran 1x1x1 cm. Potongan umbi kemudian ditanam dalam media selektif F. oxysporum yaitu media PCNB Agar (Agar 20 g, peptone 5 g, KH2PO4 1 g, MgSO4.7H2O 0.5 g, air

destilata 1000 ml, streptomycin 300 mg, dan PCNB 75% WP 1 g). Isolat yang didapat diberi kode lalu dimurnikan dan diperbanyak pada media Potato Dextrose

Agar (PDA).

Selain dari umbi, isolasi fusarium juga dilakukan dari tanah dengan cara memindahkan 10 g tanah contoh ke dalam 90 ml air destilata steril (pengenceran 10-1). Suspensi tanah tersebut kemudian digojok dengan kecepatan 120 rpm selama 20 menit. Setelah itu dilakukan pengenceran berseri hingga pengenceran 10-5, 1 ml suspensi tanah dari masing-masing pengenceran dituang ke media PCNB Agar. Isolat yang didapat diberi kode kemudian dimurnikan dan diperbanyak pada media PDA.

(17)

Uji Penapisan

Uji penapisan dilakukan untuk memilah-milah isolat.yang bersifat patogenik dan yang non-patogenik. Sebanyak 21 isolat Fusarium sp. berumur 1 pada media PDA minggu dicampur dengan air destilata steril sebanyak ± 300 ml untuk mendapatkan suspensi konidia dengan konsentrasi 1x106 /ml. Pengukuran konsentrasi konidia dilakukan dengan alat bantu hemasitometer. Inokulasi dilakukan dengan meletakkan bagian piringan batang bibit bawang pada kertas tissue yang telah disiram dengan 50 ml suspensi Fusarium sp. dan diinkubasikan selama ± 12 jam.

Bibit tersebutkemudian ditanam dalam pot berdiameter 12 cm berisi media berupa campuran tanah, dan kompos dengan komposisi 1:1 (v/v). Pengaruh perlakuan isolat fusarium terhadap pertumbuhan bawang merah yang meliputi jumlah daun dan tinggi tanaman diamati setiap minggu. Apabila hasilnya lebih baik atau sama dengan tanpa perlakuan dan tidak menimbulkan gejala busuk pangkal batang maka diasumsikan bahwa isolat tersebut merupakan F. oxysporum

non-patogenik yang berpotensi sebagai agen antagonis (Widodo 2000), sedangkan isolat yang menimbulkan gejala busuk pangkal dan gejala seperti terpelintirnya daun dinyatakan bahwa isolat tersebut bersifat patogenik. Selama pengujian tanaman bawang merah dirawat dengan melakukan penyiraman ketika diperlukan. Selain pada pertumbuhan tanaman, pengamatan juga dilakukan terhadap munculnya gejala penyakit busuk pangkal batang.

Uji Pengaruh Isolat Terhadap Tanaman Uji Selain Bawang Merah

(18)

terdiri dari 18 tanaman. Pengamatan dilakukan terhadap bobot kering tanaman pada umur 6 minggu setelah tebar.

Penyiapan Inokulum F. oxysporum f.sp. cepae

Isolat F. oxysporum f.sp. cepae diperbanyak dengan cara membiakkannya dalam medium cair Potato Dextrose Broth (PDB) dan digojok selama 7 hari dengan kecepatan 120 rpm. Setelah 7 hari, biakan tersebut dipisahkan antara cairan dan propagul dengan cara disaring dengan kertas saring sebanyak 4 lapis. Pelet yang terkumpul dihancurkan dengan blender dan disuspensikan ke dalam 200 ml air steril. Suspensi tersebut kemudian dicampur dengan 1 kg tanah yang telah disterilisasi dengan autoklaf (121°C, 100 kPa) 2 kali berturut-turut dengan selang waktu 24 jam. Setelah itu, tanah yang telah diberi suspensi F. oxysporum

f.sp. cepae diinkubasi selama 4 minggu agar terbentuk klamidospora. Kerapatan populasi klamidospora dihitung dengan metode pengenceran pada medium PCNB Agar. Tanah yang mengandung klamidospora disimpan dalam suhu ± 17°C dan digunakan sebagai sumber inokulum patogen pada pengujian selanjutnya.

Uji Keefektifan dalam Mengendalikan F. oxysporum f.sp. cepae

Pengujian keefektifan NPFo dalam mengendalikan penyakit busuk pangkal batang dilakukan dengan metode perlakuan terhadap bibit bawang merah. Bibit bawang merah direndam dengan suspensi isolat NPFodengan konsentrasi 103/ml selama ± 12 jam. Perendaman dilakukan dengan metode peletakan piringan batang bibit bawang pada kertas tissue yang telah disiram dengan 50ml suspensi isolat uji. Bibit yang telah diberi perlakuan, kemudian ditanam dalam pot berdiameter 12 cm dengan media tanah yang telah diberi isolat patogen dalam bentuk klamidospora dengan konsentrasi 103 klamidospora/g tanah. Sebagai pembanding, dilakukan perlakuan dengan fungisida berbahan aktif benomil. Sementara itu, sebagai kontrol bibit bawang hanya direndam dalam air steril dengan metode yang sama.

(19)

tanaman. Percobaan ini dilakukan 2 kali untuk mengetahui konsistensinya. Peubah yang diamati yaitu jumlah daun, tinggi tanaman, hasil panen dan tingkat kejadian penyakit. Tingkat kejadian penyakit dihitung dengan rumus sebagai berikut

Jumlah tanaman sakit / Jumlah tanaman contoh x 100% Sedangkan tingkat efikasi dihitung dengan menggunakan rumus

(kk-kp) / kk x 100% Keterangan : kk=Kejadian penyakit pada kontrol

kp=Kejadian penyakit pada perlakuan.

Penghitungan peningkatan hasil produksi yaitu dengan rumus sebagai berikut (Hasil panen perlakuan – Hasil panen kontrol) / Hasil panen kontrol x 100%.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

(20)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Penapisan

Pada pengujian ini diperolah 3 isolat yang menyebabkan munculnya gejala busuk pangkal batang dan mengakibatkan pertumbuhan tanaman lebih rendah daripada tanpa perlakuan dari total 21 isolat yang diuji. Isolat tersebut ialah isolat P11z, G21y dan P13y. Ketiga perlakuan tersebut menunjukkan hasil yang berbeda nyata dibandingkan tanpa perlakuan, dimana pertumbuhan tanaman dengan perlakuan patogen terhambat daripada tanpa perlakuan.

Perlakuan isolat lainnya tidak menimbulkan gejala busuk pangkal. Tinggi tanaman tertinggi yaitu isolat G31b sebesar 38.49 cm, isolat T22a tertinggi kedua 37.04 cm, sedangkan pada kontrol tinggi tanaman hanya 31.58 cm. Rata-rata jumlah daun terbanyak adalah isolat P13a yaitu 19.6, terbanyak kedua yaitu isolat G31b sebesar 18.2, terbanyak ketiga yaitu isolat T14a sebesar 16.7. Terdapat 18 isolat yang menunjukkan pertumbuhaan tanaman tidak berbeda nyata dibandingkan dengan tanpa perlakuan (Tabel 1). Semua isolat Fusarium non-patogenik membuat pertumbuhan tanaman tidak berbeda nyata dengan tanpa perlakuan, sedangkan isolat patogenmenghambat pertumbuhan tanaman (Gambar 1). Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman dengan perlakuan fusarium non-patogenik tidak berbeda dengan pertumbuhan tanaman normal.

Hasil panen tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan isolat M11a, dengan rataan mencapai 4.98 g per rumpun tanaman (Gambar 2). Hasil panen perlakuan isolat T14a, P13a, T42b, dan G31b lebih tinggi dari kontrol (Gambar 3). Umbi yang dihasilkan berukuran kecil, namun jumlah siung dalam satu tanaman banyak. Hal ini disebabkan terlalu sempitnya ruang tumbuh dan tingginya curah hujan. Sementara itu perlakuan isolat patogen tidak panen karena tanaman bawang merah mengalami kematian.

(21)

itu, isolat G21y menunjukkan gejala busuk pangkal batang kemudian dipakai sebagai patogen pada uji selanjutnya.

Tabel 1 Pengaruh perlakuan isolat Fusarium spp. terhadap pertumbuhan tanaman bawang merah

a

Untuk setiap angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji selang ganda Duncan, α=0.05)

Perlakuan Tinggi tanaman (cm) pada 4MSTa

Jumlah daun

pada 4MSTa Keterangan T12a 28.78abcd 12.4bc Non-patogenik T13b 33.64abc 15.5abc Non-patogenik T13c 36.61a 14.9abc Non-patogenik T14a 35.52abc 16.7abc Non-patogenik T22a 37.04a 14abc Non-patogenik T32a 30.89abc 12.7bc Non-patogenik T32b 32.20abc 13.4abc Non-patogenik T33c 33.89abc 15.8abc Non-patogenik T42b 34.39abc 16.3abc Non-patogenik T43b 28.35abcd 12.3bc Non-patogenik T43c 25.93cd 10.6c Non-patogenik M11a 33.50abc 14.9abc Non-patogenik M12a 35.66abc 16.3abc Non-patogenik M12c 36.34ab 15.3abc Non-patogenik G21a 26.19bcd 12.7bc Non-patogenik G21y 5.12e 2.3d Patogenik G31b 38.49a 18.2ab Non-patogenik

(22)

 

Gambar 1 Hasil inokulasi beberapa isolat terhadap pertumbuhan tanaman : isolat patogen F. oxysporum f.sp. cepae (kiri), tanpa perlakuan (tengah), dan isolat F. oxysporum non-patogenik (kanan)

Gambar 2 Bobot kering umbi hasil panen per rumpun tanaman pada uji penapisan

0 1 2 3 4 5 6

T

12a

T

13b T13c

T

14a

T

22a

T

32a

T

32b T33c

T

42b T43b T43c

M11a M12a M12c G21a G21y G31b P11z P13a P13y P21a

Ko

ntr

o

l

Bobot Kering Um

bi

(g/tanam

an)

(23)

Gambar 3 Hasil panen perlakuan berbagai isolat : kontrol (1) , T14a (2), M11a (3), P13a (4), T42b (5), dan G31b (6) pada uji penapisan awal

Uji Pengaruh Isolat Terhadap Tanaman Uji Selain Bawang

Setelah umur 6 MST, tanaman mentimun dipanen dan ditimbang bobot kering tanaman. Tanaman dengan bobot kering tertinggi diperoleh dari isolat T14a dengan bobot 0.08 g (Gambar 4). Semua isolat Fusarium non-patogenik yang diuji menunjukkan nilai bobot kering tanaman mentimun tidak berbeda nyata dibandingkan kontrol atau tanpa perlakuan. Bobot kering tanaman kontrol ialah 0.07 g per tanaman. Isolat pathogen menunjukkan bobot kering tanaman paling rendah yaitu 0.06 g (Gambar 4). Hal ini menunjukkan bahwa isolat yang bersifat patogen pada bawang merah tidak dapat memicu pertumbuhan tanaman mentimun, sedangkan isolat fusarium non-patogenik tidak mengganggu pertumbuhan tanaman mentimun dan cenderung memicu pertumbuhan mentimun menjadi lebih baik dibandingkan kontrol atau tanpa perlakuan.

Gambar 4 Pengaruh perlakuan Fusarium spp. terhadap bobot kering tanaman mentimun sebagai tanaman indikator

1 2 3 4 5 6

0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09

B

o

bo

t ke

rin

g

(

g

/ta

na

m

an

)

(24)

Pengaruh perlakuan isolat P13a terhadap tinggi tanaman mentimun pada umur 1 MST berbeda nyata dengan kontrol, dimana rata-rata tingginya mencapai 8.50 cm. Pada 2 dan 3 MST, pengaruh perlakuan terhadap tinggi tanaman tidak berbeda nyata (Tabel 2). Dengan demikian, pengaruh isolat fusarium non-patogenik tidak berbeda nyata dibandingkan dengan tanpa perlakuan.

Tabel 2 Pengaruh perlakuan isolat fusarium terhadap tinggi tanaman mentimun Perlakuan Tinggi Tanamana

1 MST 2 MST 3 MST T42b 7.93 ab 9.51 a 13.33 a G31b 8.08 ab 9.28 ab 12.94 a P13a 8.50 a 8.89 ab 12.58 ab M11a 7.36 b 8.64 ab 12.49 ab T14a 7.31 b 8.06 ab 12.22 ab P21a 7.42 b 8.74 ab 12.08 ab Kontrol 7.00 b 8.30 ab 11.88 ab G21y 7.00 b 8.33 ab 10.91 b

a

Untuk setiap angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji selang ganda Duncan, α=0.05)

Uji Keefektifan dalam Mengendalikan F. oxysporum f.sp. cepae

Pada percobaan pertama P21a, T14a, dan P13a mampu menekan kejadian penyakit berturut-turut sebesar 61.2%, 72.2%, dan 83.3%. Perlakuan Benomil dapat menekan kejadian penyakit sebesar 61.2% (Gambar 5). Sedangkan pada percobaan ke-dua perlakuan dengan kejadian penyakit terendah yaitu P21a, T14a, dan P13a. Perlakuan P21a, T14a, dan P13a mampu menekan kejadian penyakit berturut-turut 80%, 80%, dan 72%. Perlakuan isolat M11a dan Benomil hanya dapat menekan kejadian penyakit 26.6% dan 40% (Gambar 5). Hasil ini sesuai dengan penelitian Widodo (2000) yang melaporkan bahwa NPFo mampu menekan kejadian penyakit yang disebabkan oleh F. oxysporum f.sp. cepae.

(25)

meningkatkan kandungan benzil isotiosianat yang berpengaruh terhadap ketahanan inang terhadap patogen (Ishimoto 2003).

Isolat P21a, T14a, dan P13a mampu menekan kejadian penyakit busuk pangkal batang pada bawang merah. Isolat tersebut kemudian diidentifikasi dengan ditumbuhkan terlebih dulu pada medium Carnation Leaf Agar (CLA) (20 g agar, 1000 ml air steril, daun carnation berukuran 3-5 mm2 yang telah disterilisasi). Berdasarkan hasil identifikasi menurut Leslie dan Summerell (2006), ketiga isolat tersebut merupakan spesies F. oxysporum (Gambar 6). Makrokonidianya lurus hingga sedikit bengkok dengan 3 sekat, mikrokonidianya berbentuk oval dan tanpa sekat, dengan konidiofor pendek. Antara isolat F.

oxysporum yang bersifat patogenik dan yang non-patogenik tidak dapat dibedakan

secara morfologi (Snyder dan Smith 1981 dalam Belgrove 2007), seperti pada Gambar 7.

Gambar 5 Pengaruh perlakuan bibit bawang dengan isolat Fusarium spp. terhadap perkembangan kejadian penyakit

0 10 20 30 40 50 60 70

1 2 3 4

Kejadian Peny

akit

(%)

Umur Tanaman (MST) Percobaan 1 Benomil T14a Kontrol M11a P13a P21a 0 10 20 30 40 50

1 2 3 4

Kejadian Peny

ak

it (%)

(26)

Gambar 6 F. oxysporum : A mikrokonidia (1) dan makrokonidia (2), B kumpulan mikrokonidia (3) dan konidiofora (4)

Gambar 7 Isolat F. oxysporum dalam media PDA : yang non-patogenik (A) dan yang patogenik (B)

Pada percobaan pertama, rata-rata inggi tanaman perlakuan isolat P13a, Benomil, dan isolat T14a, masing-masing 24.39 cm, 22.7 cm, dan 22.36 cm, ketiganya lebih baik dari kontrol. Tinggi tanaman pada perlakuan isolat M11a tidak berbeda nyata dengan kontrol, dimana rata-rata tingginya 8.74 cm. Jumlah daun P13a adalah yang paling banyak dan berbeda nyata dengan kontrol, yaitu 19.8. Rata-rata jumlah daun pada perlakuan isolat T14a, Benomil, isolat P21a tidak berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 3). Sementara hasil yang berbeda diperoleh dari percobaan ke-2, dimana semua perlakuan tidak berbeda nyata dengan kontrol, baik tinggi tanaman maupun jumlah daun (Tabel 3).

Rata-rata hasil panen percobaan pertama dari yang tertinggi yaitu perlakuan isolat P13a mencapai 1.3 g per rumpun tanaman. Sedangkan pada percobaan ke-2, rata-rata hasil panen dari yang tertinggi sampai yang terendah yaitu perlakuan isolat P21a sebesar 6.40 g per rumpun tanaman (Gambar 8). Berdasarkan hasil pengujian ini, pada percobaan pertama perlakuan P13a mampu meningkatkan hasil produksi mencapai 172.4% sedangkan perlakuan P21a mampu meningkatkan hasil produksi 71.8% (Gambar 9). Pada percobaan ke-dua, perlakuan P21a meningkatkan hasil panen sebesar 50.8% dan perlakuan P13a meningkatkan hasil panen sebesar 27% (Gambar 9).

A  B

2

3 4

(27)

Hasil panen percobaan ke-dua lebih rendah dari percobaan yang pertama (Gambar 8 dan Gambar 9), hal ini disebabkan oleh kualitas bibit yang digunakan berbeda juga. Bibit yang digunakan pada percobaan pertama tidak terlalu bagus karena sudah dalam penyimpanan selama lebih dari 3 bulan, sedangkan bibit yang digunakan pada percobaan ke-2 umur penyimpanannya 2 bulan.

Tabel 3 Pengaruh perlakuan isolat F.oxysporum non-patogenik (NPFo) terhadap pertumbuhan tanaman pada uji penekanan

Perlakuan

Pertumbuhan tanaman pada 4 MST Percobaan 1 Percobaan 2 Tinggi

tanaman (cm)

Jumlah daun Tinggi tanaman (cm) 

Jumlah daun P13a 24.39 ± 3.46 19.80 ± 3.85 30.21 ± 2.41 17.73 ± 2.90 Benomil 22.70 ± 3.94 17.26 ± 4.00 32.73 ± 4.23 20.30 ± 3.11 T14a 22.36 ± 1.72 18.76 ± 4.01 32.75 ± 4.31 20.10 ± 3.24 P21a 18.67 ± 6.10 14.96 ± 7.43 34.36 ± 1.56 23.06 ± 2.20 Kontrol 13.45 ± 3.48 10.80 ± 2.90 31.88 ± 2.65 19.70 ± 0.72 M11a 8.73 ± 2.34 5.60 ± 1.04 29.69 ± 4.91 17.03 ± 4.24

Gambar 8 Bobot kering umbi hasil panen pada uji penekanan (yang bertanda bintang berbeda nyata pada uji selang ganda Duncan, α=0.05)

*

*

0 1 2 3 4 5 6 7

Benomil T14a Kontrol M11a P13a P21a

Perlakuan

Hasil panen (g/rumpun tanaman)

Percobaan 1

(28)

Gambar 9 Hasil panen pada uji keefektifan dalam mengendalikan F. oxysporum

f.sp. cepae

Percobaan 1 

Percobaan 2 

Kontrol  P13a  M11a  Benomil  T14a  P21a 

Kontrol P13a M11a 

(29)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari 21 isolat Fusarium sp. yang diuji, 14 isolat diantaranya menunjukkan pengaruh terhadap pertumbuhan bawang merah tidak berbeda nyata dengan tanpa perlakuan. Terhadap tanaman mentimun, 6 dari 14 isolat terbaik diuji, dan keenamnya menunjukkan pertumbuhan mentimun yang normal atau sama dengan yang tanpa perlakuan. Dengan demikian dinyatakan bahwa isolat Fusarium spp. non-patogenik tidak mengganggu pertumbuhan tanaman sehingga tanaman tumbuh normal, baik tanaman inang bawang merah maupun tanaman mentimun.

Hasil pengujian penekanan baik pada percobaan pertama dan ke-dua, perlakuan isolat T14a, P13a, dan P21a dapat menekan terjadinya penyakit busuk pangkal batang bawang merah yang disebabkan oleh F. oxysporum f.sp. cepae. Berdasarkan hasil identifikasi, ketiga isolat tersebut adalah spesies F. oxysporum. Tingkat penekanan terjadinya penyakit tersebut mencapai 83.3% pada percobaan pertama dan 72% pada percobaan ke-dua pada perlakuan isolat P13a. Produksi tanaman bawang merah perlakuan P13a pada percobaan pertama dan perlakuan P21a pada percobaan ke-dua lebih baik daripada kontrol.

Saran

Diharapkan ada penelitian lanjutan tentang cara aplikasi dan dosis F.

oxysporum non-patogenik sehinga didapatkan cara penggunaan yang efektif dan

(30)

DAFTAR PUSTAKA

Abawi GS, Lorbeer JW. 1971a. Pathological histology of four onion cultivars infected by Fusarium oxysporum f. sp. cepae. Phytopathology 61:1164-1169. Abawi GS, Lorbeer JW. 1971b. Populations of Fusarium oxysporum f. fp. cepae

in organic soils in New York. Phytopathology 61:1042-1048.

Abawi GS, Lorbeer JW. 1972. Several aspects of the ecology and pathology of

Fusarium oxysporum f. sp. cepae. Phytopathology 68:870-876.

Agrios GN. 2005. Plant Pathology. 4th Ed. San Diego California (US): Academic Press.

Alabouvette C. 1999. Fusarium wilt suppressive soils: an example of disease-supperssive soils [abstrak]. Aus Plant Pathol 28:57-64.

Alabouvette C, Couteaudier Y. 1992. Biological control of fusarium wilts with non-patogenic fusaria. D dalam: Tjamos EC, Papavizas GC, Cook RJ, editor.

Biological Control of Plant Diseases Progress and Challenges for the

Future. New York (US): NATO ASI Series.

Appel DJ, Gordon TR. 1994. Local and regional variation in populations of

Fusarium oxysporum from agricultural field soils. Phytopathology

84:786-791.

Ashari S. 1995. Hortikultura: Aspek Budidaya. 1st Ed. Jakarta (ID): UI Press. Athman SY. 2006. Host-endophyte-pest interactions of endophytic Fusarium

oxysporum antagonistic to Radopholus similis in banana (Musa spp.) [tesis].

Pretoria (SA): University of Pretoria.

Belgrove A. 2007. Biological control of Fusarium oxysporum f.sp. cubense

using non-pathogenic F. oxysporum endophytes [tesis]. Pretoria (SA): University of Pretoria.

Benhamou N, Garand C, Goulet A. 2002. Ability of nonpathogenic Fusarium

oxysporum strain Fo47 to induce resistance against Pythium ultimum

infection in cucumber. App Environ Microb 68:4044-4060. Both C. 1971. The Genus Fusarium. 1st Ed. Surrey (UK): CAB.

Brewster JL. 1994. Onion and Other Vegetable Alliums. Wallingford (UK): CAB International.

Choiruddin MR. 2010. Virulensi dan keanekaragaman genetika Fusarium

oxysporum f.sp. cepae penyebab busuk pangkal pada bawang putih [skripsi].

Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret.

Coskuntuna A, Ozer N. 2008. Biological control of onion basal rot disease using

Trichoderma harzianum and induction of antifungal compounds in onion set

following seed treatment. Crop Protect 27:330-336.

(31)

rhizosphere competent Xuorescent Pseudomonas species to suppress Fusarium-yellow of beans. Biol Contr 39:75-86.

Ditjen Bina Produksi Hortikultura. 2005. Prospek dan arah pengembangan agribisnis bawang merah [internet]. [Diunduh pada 2011 Apr 24] Jakarta (ID): Dirjen Bina Produksi Hortikultura. Tersedia pada:

www.litbang.deptan.go.id/bawangmerah.pdf.

Fritsch RM, Friesen N. 2002. Evolution, domestication, and taxonomy. Di dalam: Rabinowitch HD, Currah L, editor. Allium Crop Science: Recent

Advances. Wallingford (UK): CAB International. hlm 5-30.

Garibaldi A, Gilardi G, Gullino ML. 2004. Seed transmission of Fusarium

oxysporum f. sp. lactucae. Phytoparasitica 32:61-65.

Hartman GL, Datnoff LE. 1997. Vegetable crops. Di dalam: Hilloks RJ, Waller JM, editor. Soilborne Diseases of Tropical Crops. Wallingford (UK): CAB International. hlm 151-170.

Havey MJ. 1995. Fusarium basal plate rot. Di dalam: Schwartz HF dan Mohan SK, editor. Compendium of Onion and Garlic Diseases. St. Paul (US): APS Press. hlm 10-11.

Ishimoto H, Fukushi Y, Tahara S. 2003. Non-pathogenic Fusarium strains protect the seedlings of Lepidium sativum from Pythium ultimum. Soil Biol

Biochem 36:409-414.

Kuruppu PU. 1999. First report of Fusarium oxysporum causing a leaf twisting disease on Allium cepa var. ascalonicum in Sri Lanka [abstrak]. Plant Dis

83:695.

Larkin RP, Fravel DR. 1998. Efficacy of various fungal and bacterial biocontrol organisms for control of fusarium wilt of tomato. Plant Dis 82:1022-1028. Larkin RP, Hopkins DL, Martin FN. 1996. Suppression of Fusarium wilt of

watermelon by non-pathogenic Fusarium oxysporum and other microorganisms recovered from a diseases-suppressive soil. Phytopathology

86:812-819.

Leslie JF, Summerell BA. 2006. The Fusarium Laboratory Manual. 1st ed. Victoria (AU): Blackwell Publishing Asia.

Malandraki I, Tjamos SE., Pantelides IS, Paplomatas EJ. 2007. Thermal inactivation of compost suppressiveness implicates possible biological factors in disease management. Biol Contr 44:180-187.

Mandeel Q, Baker R. 1991 Mechanisms involved in biological control of fusarium wilt cucumber with strains of non-pathogenic Fusarium oxysporum.

Phytopathology 81:462-469.

Mwaura P, Kahangi EM, Losenge T, Dubois T, Coyne D. 2003. In vitro screening of endophytic Fusarium oxysporum against banana nematode

(32)

Nel B, Steinberg C, Labuschagne, Viljoen A. 2006. The potential of nonpathogenic Fusarium oxysporum and other biological control organisms for suppressing fusarium wilt of banana. Plant Pathol 55:217-223.

Rosyida, Taufika V. 2008. Pengendalian penyakit moler bawang merah dengan inokulasi jamur Mikoriza arbuskula di lahan pasir pantai [tesis]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada.

Rukmana R. 1994. Bawang Merah. 1th Ed. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius. Scisel JJ, Kurek E, Winiarczyk K, Baturo A, Lukanowski A. 2008. Colonization

of root tissues and protection against Fusarium wilt of rye (Secale cereale) by nonpathogenic rhizosphere strains of Fusarium culmorum. Biol Contr

45:297-307.

Ulloa M, Hutmacher RB, Davis RM, Wright SD, Percy R, Marsh B. 2006. Breeding for Fusarium wilt race 4 resistance in cotton under field and greenhouse conditions. J Cott Sci 10:114-127.

Widodo. 2000. Studies on Biological Control of Fusarium Basal Rot of Onion Caused by Fusarium oxysporum f. sp. cepae [disertasi]. Sapporo (JP): Hokkaido University.

 

(33)

ABSTRAK

UMI SALLAMATUL ISNIAH. Eksplorasi Fusarium Non-Patogenik dalam Pengendalian Penyakit Busuk Pangkal Batang (Fusarium oxysporum f.sp. cepae) pada Bawang Merah. Dibimbing oleh WIDODO.

Fusarium oxysporum f.sp. cepae penyebab penyakit busuk pangkal batang,

penyakit ini merupakan salah satu faktor pembatas produksi bawang merah. F.

oxysporum non-patogenik (NPFo) dilaporkan mampu menekan penyakit busuk

pangkal fusarium pada bawang bombay. Tujuan penelitian ini adalah mengeksplorasi fusarium non-patogenik dari lapang yang mampu menekan penyakit busuk pangkal fusarium. Terdapat 18 isolat Fusarium sp. dari total 21 isolat yang memicu pertumbuhan tanaman tidak berbeda nyata daripada tanpa perlakuan. Dari 18 isolat, 4 diantaranya yaitu isolat P13a, T14a, M11a, dan P21a, menunjukkan pengaruh terbaik dalam memicu pertumbuhan tanaman. Keempat isolat ini selanjutnya diuji tingkat penekanan terhadap penyakit busuk pangkal dengan metode perlakuan bibit. Pada percobaan pertama, isolat Fusarium sp. non-patogenik P13a, T14a, dan P21a menekan kejadian penyakit dengan tingkat efikasi berturut-turut 83.3%, 72.2%, dan 61.2%. Pada pengujian ke-dua, 3 isolat tersebut konsisten menekan kejadian penyakit dengan tingkat penakanan berturut-turut 72.0%, 80.0%, dan 80.0% untuk isolat P13a, T14a, dan P21a. Tingkat penekanan 3 isolat tersebut lebih tinggi daripada perlakuan Benomil. Hasil identifikasi dari ketiga isolat yang mampu menekan kejadian penyakit busuk pangkal yaitu spesies F. oxysporum.

(34)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibutuhkan terutama untuk bumbu masak. Bawang merah juga berkhasiat sebagai obat, umbinya mengandung senyawa alliin atau allisin yang mempunyai efek antiseptik (Rukmana 1994). Pada tahun 2015 diperkirakan kebutuhan akan bawang merah mencapai 1 juta ton lebih (Ditjen Bina Produksi Hortikultura 2005).

Secara umum bawang merah cocok ditanam di dataran rendah. Di Indonesia, terdapat beberapa sentra pertanaman bawang merah, di antaranya Brebes, Cirebon, Nganjuk, dan Probolinggo. Penyakit busuk pangkal batang merupakan salah satu pembatas produksi bawang merah, penyakit ini disebabkan oleh Fusarium oxysporum f.sp. cepae. Gejala penyakit ini adalah daun terpelintir kemudian mengering dimulai dari atas karena umbi membusuk. Selain pada pertanaman, penyakit ini juga dapat menyerang pada saat penyimpanan (Abawi dan Lorbeer 1971a; Hartman dan Datnoff 1997).

Penyakit busuk pangkal batang juga menjadi kendala dalam produksi bawang putih (Allium sativum L.). Gejala yang ditunjukkan hampir sama yaitu terpelintirnya dan mengeringnya daun dimulai dari ujung serta pembusukan umbi atau perakaran (Choiruddin 2010). Inang utama patogen ini adalah bawang bombay (Allium cepa), namun dapat juga sangat merugikan pada bawang merah, bawang putih, dan bawang daun (Havey 1995).

Cara-cara pengendalian penyakit yang disebabkan oleh Fusarium yang umum dianjurkan ialah perlakuan tanah secara fisik atau kimiawi dan penggunaan varietas tahan (Agrios 2005). Pengendalian dengan pemberaan tidak memungkinkan karena membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu butuh waktu minimal empat tahun jika ingin menerapkan sistem pergantian tanaman agar pengendaliannya efektif (Havey 1995). Alternatif pengendalian penyakit ini ialah pengendalian hayati dengan menggunakan mikroba antagonis yaitu Trichoderma

harzianum (Coskuntuna dan Ozer 2008). Jamur Mikoriza arbuskular juga dapat

(35)

dan Taufika 2008). Ternyata dari spesies yang sama yaitu F. oxysporum tetapi bersifat non-patogenik (NPFo) dilaporkan mampu menekan penyakit busuk pangkal pada bawang bombay (Widodo 2000). NPFo juga pernah dilaporkan mampu menekan penyakit layu Fusarium pada kacang-kacangan (Dhingra et al. 2006).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi fusarium non-patogenik pada umbi dan lahan pertanaman bawang merah dari lapang yang mampu mengendalikan penyakit busuk pangkal batang F. oxysporum f.sp. cepae.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh isolat fusarium non-patogenik yang berpotensi mengendalikan penyakit busuk pangkal batang F. oxysporum

(36)

TINJAUAN PUSTAKA

Bawang Merah

Bawang merah (Allium ascalonicum L.) termasuk tanaman yang berkeping satu, tergolong dalam Kelas Liliopsida, Ordo Amaryllidales, Famili Alliaceae (Fritsch dan Friesen 2002). Tanaman bawang memiliki akar yang serabut dengan perakaran dangkal yaitu pada kedalaman 15-30 cm di dalam tanah. Umbi bawang merah berlapis-lapis dan merupakan batang semu yang tersusun dari pelepah-pelepah daun yang ada di dalam tanah. Batang sejatinya berbentuk cakram tipis berada di bagian dasar umbi sebagai tempat melekat perakaran dan mata tunas (Rukmana 1994). Daunnya berbentuk bulat kecil dan panjang, di bagian tengah daun berlubang seperti pipa, berwarna huijau muda hingga hijau tua.

Tanaman bawang merah dapat menyerbuk sendiri karena memiliki bunga yang sempurna. Bunganya berwarna putih kehijauan, satu kuntum berbentuk seperti payung terdiri dari 50-200 bunga (Rukmana 1994). Biji bawang merah berwarna bening kehijauan ketika masih muda, setelah tua bijinya berwarna hitam, berukuran kecil, berbentuk bulat agak pipih. Biji bawang dapat ditanam, namun umumnya petani menggunakan umbi sebagai bahan perbanyakan tanaman.

Umbi bawang merah mengandung senyawa alliin atau allisin yang bersifat toksik terhadap cendawan dan bakteri serta beberapa nematoda parasit tumbuhan (Brewster 1994). Kandungan senyawa alliin tersebut digunakan sebagai salah satu bentuk pertahanan diri dari patogen. Senyawa tersebut dapat mencegah penggumpalan darah (Block 1985 dalam Brewster 1994) sehingga dapat dijadikan obat bagi manusia.

(37)

Snyder & H. N. Hans.) merupakan salah satu masalah utama dalam pertanaman bawang merah (Havey 1995).

Penyakit Busuk Pangkal Batang

Gejala penyakit ini adalah terjadinya klorosis, daun mengeriting dan terpilin, terjadinya pemanjangan yang tidak normal pada bagian leher setelah perkecambahan, lama-kelamaan tanaman akan rebah dan mengalami kematian jaringan (Havey 1995; Kuruppu 1999). Patogen dapat melakukan penetrasi terhadap akar tanaman secara langsung atau melalui luka (Hartman dan Datnoff 1997).

F. oxysporum tergolong Filum Deuteromycota, Ordo Hyphomycetes, Famili

Tuberculariaceae. Koloninya pada media Potato Dextrose Agar (PDA) berwarna jingga muda. Makrokonidianya lurus dan sedikit bengkok, dengan tiga sekat, mikrokonidia berbentuk agak lonjong dan tidak bersekat, sedangkan klamidosporanya bisa ditemukan di permukaan media, terbenam dalam media, atau di permukaan hifa (Leslie dan Summerell 2006). Fase seksual cendawan ini belum ditemukan (Booth 1971).

Suhu optimal terjadinya serangan fusarium ini adalah 22°C sampai 38°C (Abawi dan Lorbeer 1972). Sumber inokulum fusarium yang menginfeksi tanaman bisa berasal dari tanah, terbawa bibit, atau material tanaman yang telah terinfeksi (Garibaldi et al. 2004). Patogen ini merupakan patogen tular tanah dan dapat bertahan dalam waktu yang sangat lama di dalam tanah meskipun tidak ada tanaman inang (Ulloa et al. 2006), dalam bentuk klamidospora (Havey 1995; Hartman dan Datnoff 1997). Pada keadaan alamiah di lapang, populasi sporanya pada pertanaman bawang sebanyak 300 hingga 6500 propagul/g tanah kering (Abawi dan Lorbeer 1971b).

Pengendalian Hayati Penyakit yang Disebabkan oleh Fusarium

(38)

hayati menjadi alternatif pengendalian penyakit busuk pangkal batang yang dinilai cukup efektif. Beberapa agen hayati dilaporkan mampu menekan penyakit layu fusarium bawang merah yaitu Trichoderma harzianum (Coskuntuna dan Ozer 2008) dan jamur Mikoriza arbuskular (Rosyida dan Taufika 2008). Selain itu, F.

oxysporum non-patogenik (NPFo) dapat dijadikan agen antagonis karena mampu

menginduksi ketahanan tanaman dan berkompetisi dengan patogen untuk mendapatkan karbon (Alabouvette 1999).

F. oxysporum yang mampu mengkolonisasi akar tanaman tanpa

menimbulkan gejala penyakit digolongkan sebagai strain non-patogenik (Alabouvette dan Couteaudier 1992). Antara strain patogenik dan non-patogeniknya tidak dapat dibedakan secara morfologi (Snyder dan Smith 1981

dalam Belgrove 2007). Cendawan ini dapat mengkolonisasi korteks tanpa

menimbulkan gejala penyakit dan dapat bertahan sebagai saprofit pada bahan organik (Appel dan Gordon 1994).

NPFo mampu berkompoetisi dengan strain non-patogenik lain dan dengan strain patogenik untuk pemanfaatan unsur karbon (Alabouvette dan Couteaudier 1992) sehingga dapat dijadikan agen biokontrol. Pada uji in-vitro, NPFo tidak mampu menghambat pertumbuhan fusarium patogen (Belgrove 2007). Mekanisme NPFo dalam menghambat patogen adalah kompetisi nutrisi di tanah dan tempat infeksi di akar. Ishimoto et al. (2003) menyatakan bahwa strain

Fusarium non-patogenik mampu menghasilkan benzil isotiosianat yang dapat

meningkatkan ketahanan tanaman salada (Lepidium sativum) terhadap Pythium

ultimum.

NPFo dilaporkan mampu menginduksi ketahanan beberapa tanaman terhadap penyakit layu fusarium, diantaranya : mentimun (Mandeel dan Baker 1991), semangka (Larkin et al. 1996), tanaman pisang di dalam rumah kaca (Belgrove 2007; Nel et al. 2006), kapas (Ulloa et al. 2006),serta tanaman tomat di persemaian (Larkin dan Fravel 1998). Selain itu NPFo dapat meningkatkan ketahanan tanaman mentimun terhadap penyakit yang disebabkan oleh Pythium

ultimum (Benhamou et al. 2002). Scisel et al. (2008) menyatakan Fusarium

culmorum non-patogenik mampu mengendalikan penyakit layu Fusarium pada

(39)

perakaran tanaman terung yang ditanam pada media kompos mampu mengurangi penyakit yang disebabkan oleh Verticilium dahliae (Malandraki et al. 2007).

Selain menjadi agen antagonis pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh cendawan, NPFo juga dilaporkan dapat menjadi musuh alami bagi nematoda. Niere (2001 dalam Athman 2006) menyatakan bahwa NPFo dapat menekan populasi nematoda Radopholus similis, serta nematoda Helicotylenchus

(40)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan September 2011 sampai bulan Maret 2012 di Laboratorium Mikologi Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Isolasi Fusarium

Isolat fusarium diperoleh dari umbi bawang merah sehat dan tanah pertanaman bawang merah yang berasal dari 3 kecamatan di Probolinggo yaitu Gending, Pajarakan, dan Mayangan. Umbi bawang merah disterilisasi permukaannya dengan alkohol 70% kemudian dipotong dadu berukuran 1x1x1 cm. Potongan umbi kemudian ditanam dalam media selektif F. oxysporum yaitu media PCNB Agar (Agar 20 g, peptone 5 g, KH2PO4 1 g, MgSO4.7H2O 0.5 g, air

destilata 1000 ml, streptomycin 300 mg, dan PCNB 75% WP 1 g). Isolat yang didapat diberi kode lalu dimurnikan dan diperbanyak pada media Potato Dextrose

Agar (PDA).

Selain dari umbi, isolasi fusarium juga dilakukan dari tanah dengan cara memindahkan 10 g tanah contoh ke dalam 90 ml air destilata steril (pengenceran 10-1). Suspensi tanah tersebut kemudian digojok dengan kecepatan 120 rpm selama 20 menit. Setelah itu dilakukan pengenceran berseri hingga pengenceran 10-5, 1 ml suspensi tanah dari masing-masing pengenceran dituang ke media PCNB Agar. Isolat yang didapat diberi kode kemudian dimurnikan dan diperbanyak pada media PDA.

(41)

Uji Penapisan

Uji penapisan dilakukan untuk memilah-milah isolat.yang bersifat patogenik dan yang non-patogenik. Sebanyak 21 isolat Fusarium sp. berumur 1 pada media PDA minggu dicampur dengan air destilata steril sebanyak ± 300 ml untuk mendapatkan suspensi konidia dengan konsentrasi 1x106 /ml. Pengukuran konsentrasi konidia dilakukan dengan alat bantu hemasitometer. Inokulasi dilakukan dengan meletakkan bagian piringan batang bibit bawang pada kertas tissue yang telah disiram dengan 50 ml suspensi Fusarium sp. dan diinkubasikan selama ± 12 jam.

Bibit tersebutkemudian ditanam dalam pot berdiameter 12 cm berisi media berupa campuran tanah, dan kompos dengan komposisi 1:1 (v/v). Pengaruh perlakuan isolat fusarium terhadap pertumbuhan bawang merah yang meliputi jumlah daun dan tinggi tanaman diamati setiap minggu. Apabila hasilnya lebih baik atau sama dengan tanpa perlakuan dan tidak menimbulkan gejala busuk pangkal batang maka diasumsikan bahwa isolat tersebut merupakan F. oxysporum

non-patogenik yang berpotensi sebagai agen antagonis (Widodo 2000), sedangkan isolat yang menimbulkan gejala busuk pangkal dan gejala seperti terpelintirnya daun dinyatakan bahwa isolat tersebut bersifat patogenik. Selama pengujian tanaman bawang merah dirawat dengan melakukan penyiraman ketika diperlukan. Selain pada pertumbuhan tanaman, pengamatan juga dilakukan terhadap munculnya gejala penyakit busuk pangkal batang.

Uji Pengaruh Isolat Terhadap Tanaman Uji Selain Bawang Merah

(42)

terdiri dari 18 tanaman. Pengamatan dilakukan terhadap bobot kering tanaman pada umur 6 minggu setelah tebar.

Penyiapan Inokulum F. oxysporum f.sp. cepae

Isolat F. oxysporum f.sp. cepae diperbanyak dengan cara membiakkannya dalam medium cair Potato Dextrose Broth (PDB) dan digojok selama 7 hari dengan kecepatan 120 rpm. Setelah 7 hari, biakan tersebut dipisahkan antara cairan dan propagul dengan cara disaring dengan kertas saring sebanyak 4 lapis. Pelet yang terkumpul dihancurkan dengan blender dan disuspensikan ke dalam 200 ml air steril. Suspensi tersebut kemudian dicampur dengan 1 kg tanah yang telah disterilisasi dengan autoklaf (121°C, 100 kPa) 2 kali berturut-turut dengan selang waktu 24 jam. Setelah itu, tanah yang telah diberi suspensi F. oxysporum

f.sp. cepae diinkubasi selama 4 minggu agar terbentuk klamidospora. Kerapatan populasi klamidospora dihitung dengan metode pengenceran pada medium PCNB Agar. Tanah yang mengandung klamidospora disimpan dalam suhu ± 17°C dan digunakan sebagai sumber inokulum patogen pada pengujian selanjutnya.

Uji Keefektifan dalam Mengendalikan F. oxysporum f.sp. cepae

Pengujian keefektifan NPFo dalam mengendalikan penyakit busuk pangkal batang dilakukan dengan metode perlakuan terhadap bibit bawang merah. Bibit bawang merah direndam dengan suspensi isolat NPFodengan konsentrasi 103/ml selama ± 12 jam. Perendaman dilakukan dengan metode peletakan piringan batang bibit bawang pada kertas tissue yang telah disiram dengan 50ml suspensi isolat uji. Bibit yang telah diberi perlakuan, kemudian ditanam dalam pot berdiameter 12 cm dengan media tanah yang telah diberi isolat patogen dalam bentuk klamidospora dengan konsentrasi 103 klamidospora/g tanah. Sebagai pembanding, dilakukan perlakuan dengan fungisida berbahan aktif benomil. Sementara itu, sebagai kontrol bibit bawang hanya direndam dalam air steril dengan metode yang sama.

(43)

tanaman. Percobaan ini dilakukan 2 kali untuk mengetahui konsistensinya. Peubah yang diamati yaitu jumlah daun, tinggi tanaman, hasil panen dan tingkat kejadian penyakit. Tingkat kejadian penyakit dihitung dengan rumus sebagai berikut

Jumlah tanaman sakit / Jumlah tanaman contoh x 100% Sedangkan tingkat efikasi dihitung dengan menggunakan rumus

(kk-kp) / kk x 100% Keterangan : kk=Kejadian penyakit pada kontrol

kp=Kejadian penyakit pada perlakuan.

Penghitungan peningkatan hasil produksi yaitu dengan rumus sebagai berikut (Hasil panen perlakuan – Hasil panen kontrol) / Hasil panen kontrol x 100%.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

(44)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Penapisan

Pada pengujian ini diperolah 3 isolat yang menyebabkan munculnya gejala busuk pangkal batang dan mengakibatkan pertumbuhan tanaman lebih rendah daripada tanpa perlakuan dari total 21 isolat yang diuji. Isolat tersebut ialah isolat P11z, G21y dan P13y. Ketiga perlakuan tersebut menunjukkan hasil yang berbeda nyata dibandingkan tanpa perlakuan, dimana pertumbuhan tanaman dengan perlakuan patogen terhambat daripada tanpa perlakuan.

Perlakuan isolat lainnya tidak menimbulkan gejala busuk pangkal. Tinggi tanaman tertinggi yaitu isolat G31b sebesar 38.49 cm, isolat T22a tertinggi kedua 37.04 cm, sedangkan pada kontrol tinggi tanaman hanya 31.58 cm. Rata-rata jumlah daun terbanyak adalah isolat P13a yaitu 19.6, terbanyak kedua yaitu isolat G31b sebesar 18.2, terbanyak ketiga yaitu isolat T14a sebesar 16.7. Terdapat 18 isolat yang menunjukkan pertumbuhaan tanaman tidak berbeda nyata dibandingkan dengan tanpa perlakuan (Tabel 1). Semua isolat Fusarium non-patogenik membuat pertumbuhan tanaman tidak berbeda nyata dengan tanpa perlakuan, sedangkan isolat patogenmenghambat pertumbuhan tanaman (Gambar 1). Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman dengan perlakuan fusarium non-patogenik tidak berbeda dengan pertumbuhan tanaman normal.

Hasil panen tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan isolat M11a, dengan rataan mencapai 4.98 g per rumpun tanaman (Gambar 2). Hasil panen perlakuan isolat T14a, P13a, T42b, dan G31b lebih tinggi dari kontrol (Gambar 3). Umbi yang dihasilkan berukuran kecil, namun jumlah siung dalam satu tanaman banyak. Hal ini disebabkan terlalu sempitnya ruang tumbuh dan tingginya curah hujan. Sementara itu perlakuan isolat patogen tidak panen karena tanaman bawang merah mengalami kematian.

(45)
[image:45.612.100.483.160.644.2]

itu, isolat G21y menunjukkan gejala busuk pangkal batang kemudian dipakai sebagai patogen pada uji selanjutnya.

Tabel 1 Pengaruh perlakuan isolat Fusarium spp. terhadap pertumbuhan tanaman bawang merah

a

Untuk setiap angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji selang ganda Duncan, α=0.05)

Perlakuan Tinggi tanaman (cm) pada 4MSTa

Jumlah daun

pada 4MSTa Keterangan T12a 28.78abcd 12.4bc Non-patogenik T13b 33.64abc 15.5abc Non-patogenik T13c 36.61a 14.9abc Non-patogenik T14a 35.52abc 16.7abc Non-patogenik T22a 37.04a 14abc Non-patogenik T32a 30.89abc 12.7bc Non-patogenik T32b 32.20abc 13.4abc Non-patogenik T33c 33.89abc 15.8abc Non-patogenik T42b 34.39abc 16.3abc Non-patogenik T43b 28.35abcd 12.3bc Non-patogenik T43c 25.93cd 10.6c Non-patogenik M11a 33.50abc 14.9abc Non-patogenik M12a 35.66abc 16.3abc Non-patogenik M12c 36.34ab 15.3abc Non-patogenik G21a 26.19bcd 12.7bc Non-patogenik G21y 5.12e 2.3d Patogenik G31b 38.49a 18.2ab Non-patogenik

(46)
[image:46.612.218.421.80.241.2]

 

Gambar 1 Hasil inokulasi beberapa isolat terhadap pertumbuhan tanaman : isolat patogen F. oxysporum f.sp. cepae (kiri), tanpa perlakuan (tengah), dan isolat F. oxysporum non-patogenik (kanan)

Gambar 2 Bobot kering umbi hasil panen per rumpun tanaman pada uji penapisan

0 1 2 3 4 5 6

T

12a

T

13b T13c

T

14a

T

22a

T

32a

T

32b T33c

T

42b T43b T43c

M11a M12a M12c G21a G21y G31b P11z P13a P13y P21a

Ko

ntr

o

l

Bobot Kering Um

bi

(g/tanam

an)

[image:46.612.114.479.298.641.2]
(47)
[image:47.612.147.495.79.180.2]

Gambar 3 Hasil panen perlakuan berbagai isolat : kontrol (1) , T14a (2), M11a (3), P13a (4), T42b (5), dan G31b (6) pada uji penapisan awal

Uji Pengaruh Isolat Terhadap Tanaman Uji Selain Bawang

Setelah umur 6 MST, tanaman mentimun dipanen dan ditimbang bobot kering tanaman. Tanaman dengan bobot kering tertinggi diperoleh dari isolat T14a dengan bobot 0.08 g (Gambar 4). Semua isolat Fusarium non-patogenik yang diuji menunjukkan nilai bobot kering tanaman mentimun tidak berbeda nyata dibandingkan kontrol atau tanpa perlakuan. Bobot kering tanaman kontrol ialah 0.07 g per tanaman. Isolat pathogen menunjukkan bobot kering tanaman paling rendah yaitu 0.06 g (Gambar 4). Hal ini menunjukkan bahwa isolat yang bersifat patogen pada bawang merah tidak dapat memicu pertumbuhan tanaman mentimun, sedangkan isolat fusarium non-patogenik tidak mengganggu pertumbuhan tanaman mentimun dan cenderung memicu pertumbuhan mentimun menjadi lebih baik dibandingkan kontrol atau tanpa perlakuan.

Gambar 4 Pengaruh perlakuan Fusarium spp. terhadap bobot kering tanaman mentimun sebagai tanaman indikator

1 2 3 4 5 6

0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09

B

o

bo

t ke

rin

g

(

g

/ta

na

m

an

)

[image:47.612.162.458.477.662.2]
(48)
[image:48.612.194.442.204.398.2]

Pengaruh perlakuan isolat P13a terhadap tinggi tanaman mentimun pada umur 1 MST berbeda nyata dengan kontrol, dimana rata-rata tingginya mencapai 8.50 cm. Pada 2 dan 3 MST, pengaruh perlakuan terhadap tinggi tanaman tidak berbeda nyata (Tabel 2). Dengan demikian, pengaruh isolat fusarium non-patogenik tidak berbeda nyata dibandingkan dengan tanpa perlakuan.

Tabel 2 Pengaruh perlakuan isolat fusarium terhadap tinggi tanaman mentimun Perlakuan Tinggi Tanamana

1 MST 2 MST 3 MST T42b 7.93 ab 9.51 a 13.33 a G31b 8.08 ab 9.28 ab 12.94 a P13a 8.50 a 8.89 ab 12.58 ab M11a 7.36 b 8.64 ab 12.49 ab T14a 7.31 b 8.06 ab 12.22 ab P21a 7.42 b 8.74 ab 12.08 ab Kontrol 7.00 b 8.30 ab 11.88 ab G21y 7.00 b 8.33 ab 10.91 b

a

Untuk setiap angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji selang ganda Duncan, α=0.05)

Uji Keefektifan dalam Mengendalikan F. oxysporum f.sp. cepae

Pada percobaan pertama P21a, T14a, dan P13a mampu menekan kejadian penyakit berturut-turut sebesar 61.2%, 72.2%, dan 83.3%. Perlakuan Benomil dapat menekan kejadian penyakit sebesar 61.2% (Gambar 5). Sedangkan pada percobaan ke-dua perlakuan dengan kejadian penyakit terendah yaitu P21a, T14a, dan P13a. Perlakuan P21a, T14a, dan P13a mampu menekan kejadian penyakit berturut-turut 80%, 80%, dan 72%. Perlakuan isolat M11a dan Benomil hanya dapat menekan kejadian penyakit 26.6% dan 40% (Gambar 5). Hasil ini sesuai dengan penelitian Widodo (2000) yang melaporkan bahwa NPFo mampu menekan kejadian penyakit yang disebabkan oleh F. oxysporum f.sp. cepae.

(49)

meningkatkan kandungan benzil isotiosianat yang berpengaruh terhadap ketahanan inang terhadap patogen (Ishimoto 2003).

Isolat P21a, T14a, dan P13a mampu menekan kejadian penyakit busuk pangkal batang pada bawang merah. Isolat tersebut kemudian diidentifikasi dengan ditumbuhkan terlebih dulu pada medium Carnation Leaf Agar (CLA) (20 g agar, 1000 ml air steril, daun carnation berukuran 3-5 mm2 yang telah disterilisasi). Berdasarkan hasil identifikasi menurut Leslie dan Summerell (2006), ketiga isolat tersebut merupakan spesies F. oxysporum (Gambar 6). Makrokonidianya lurus hingga sedikit bengkok dengan 3 sekat, mikrokonidianya berbentuk oval dan tanpa sekat, dengan konidiofor pendek. Antara isolat F.

oxysporum yang bersifat patogenik dan yang non-patogenik tidak dapat dibedakan

[image:49.612.113.454.335.669.2]

secara morfologi (Snyder dan Smith 1981 dalam Belgrove 2007), seperti pada Gambar 7.

Gambar 5 Pengaruh perlakuan bibit bawang dengan isolat Fusarium spp. terhadap perkembangan kejadian penyakit

0 10 20 30 40 50 60 70

1 2 3 4

Kejadian Peny

akit

(%)

Umur Tanaman (MST) Percobaan 1 Benomil T14a Kontrol M11a P13a P21a 0 10 20 30 40 50

1 2 3 4

Kejadian Peny

ak

it (%)

(50)
[image:50.612.180.459.81.172.2]

Gambar 6 F. oxysporum : A mikrokonidia (1) dan makrokonidia (2), B kumpulan mikrokonidia (3) dan konidiofora (4)

Gambar 7 Isolat F. oxysporum dalam media PDA : yang non-patogenik (A) dan yang patogenik (B)

Pada percobaan pertama, rata-rata inggi tanaman perlakuan isolat P13a, Benomil, dan isolat T14a, masing-masing 24.39 cm, 22.7 cm, dan 22.36 cm, ketiganya lebih baik dari kontrol. Tinggi tanaman pada perlakuan isolat M11a tidak berbeda nyata dengan kontrol, dimana rata-rata tingginya 8.74 cm. Jumlah daun P13a adalah yang paling banyak dan berbeda nyata dengan kontrol, yaitu 19.8. Rata-rata jumlah daun pada perlakuan isolat T14a, Benomil, isolat P21a tidak berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 3). Sementara hasil yang berbeda diperoleh dari percobaan ke-2, dimana semua perlakuan tidak berbeda nyata dengan kontrol, baik tinggi tanaman maupun jumlah daun (Tabel 3).

Rata-rata hasil panen percobaan pertama dari yang tertinggi yaitu perlakuan isolat P13a mencapai 1.3 g per rumpun tanaman. Sedangkan pada percobaan ke-2, rata-rata hasil panen dari yang tertinggi sampai yang terendah yaitu perlakuan isolat P21a sebesar 6.40 g per rumpun tanaman (Gambar 8). Berdasarkan hasil pengujian ini, pada percobaan pertama perlakuan P13a mampu meningkatkan hasil produksi mencapai 172.4% sedangkan perlakuan P21a mampu meningkatkan hasil produksi 71.8% (Gambar 9). Pada percobaan ke-dua, perlakuan P21a meningkatkan hasil panen sebesar 50.8% dan perlakuan P13a meningkatkan hasil panen sebesar 27% (Gambar 9).

A  B

2

3 4

[image:50.612.192.448.219.315.2]
(51)
[image:51.612.103.504.198.639.2]

Hasil panen percobaan ke-dua lebih rendah dari percobaan yang pertama (Gambar 8 dan Gambar 9), hal ini disebabkan oleh kualitas bibit yang digunakan berbeda juga. Bibit yang digunakan pada percobaan pertama tidak terlalu bagus karena sudah dalam penyimpanan selama lebih dari 3 bulan, sedangkan bibit yang digunakan pada percobaan ke-2 umur penyimpanannya 2 bulan.

Tabel 3 Pengaruh perlakuan isolat F.oxysporum non-patogenik (NPFo) terhadap pertumbuhan tanaman pada uji penekanan

Perlakuan

Pertumbuhan tanaman pada 4 MST Percobaan 1 Percobaan 2 Tinggi

tanaman (cm)

Jumlah daun Tinggi tanaman (cm) 

Jumlah daun P13a 24.39 ± 3.46 19.80 ± 3.85 30.21 ± 2.41 17.73 ± 2.90 Benomil 22.70 ± 3.94 17.26 ± 4.00 32.73 ± 4.23 20.30 ± 3.11 T14a 22.36 ± 1.72 18.76 ± 4.01 32.75 ± 4.31 20.10 ± 3.24 P21a 18.67 ± 6.10 14.96 ± 7.43 34.36 ± 1.56 23.06 ± 2.20 Kontrol 13.45 ± 3.48 10.80 ± 2.90 31.88 ± 2.65 19.70 ± 0.72 M11a 8.73 ± 2.34 5.60 ± 1.04 29.69 ± 4.91 17.03 ± 4.24

[image:51.612.122.509.221.400.2]

Gambar 8 Bobot kering umbi hasil panen pada uji penekanan (yang bertanda bintang berbeda nyata pada uji selang ganda Duncan, α=0.05)

*

*

0 1 2 3 4 5 6 7

Benomil T14a Kontrol M11a P13a P21a

Perlakuan

Hasil panen (g/rumpun tanaman)

Percobaan 1

(52)
[image:52.612.123.482.81.454.2]

Gambar 9 Hasil panen pada uji keefektifan dalam mengendalikan F. oxysporum

f.sp. cepae

Percobaan 1 

Percobaan 2 

Kontrol  P13a  M11a  Benomil  T14a  P21a 

Kontrol P13a M11a 

(53)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari 21 isolat Fusarium sp. yang diuji, 14 isolat diantaranya menunjukkan pengaruh terhadap pertumbuhan bawang merah tidak berbeda nyata dengan tanpa perlakuan. Terhadap tanaman mentimun, 6 dari 14 isolat terbaik diuji, dan keenamnya menunjukkan pertumbuhan mentimun yang normal atau sama dengan yang tanpa perlakuan. Dengan demikian dinyatakan bahwa isolat Fusarium spp. non-patogenik tidak mengganggu pertumbuhan tanaman sehingga tanaman tumbuh normal, baik tanaman inang bawang merah maupun tanaman mentimun.

Hasil pengujian penekanan baik pada percobaan pertama dan ke-dua, perlakuan isolat T14a, P13a, dan P21a dapat menekan terjadinya penyakit busuk pangkal batang bawang merah yang disebabkan oleh F. oxysporum f.sp. cepae. Berdasarkan hasil identifikasi, ketiga isolat tersebut adalah spesies F. oxysporum. Tingkat penekanan terjadinya penyakit tersebut mencapai 83.3% pada percobaan pertama dan 72% pada percobaan ke-dua pada perlakuan isolat P13a. Produksi tanaman bawang merah perlakuan P13a pada percobaan pertama dan perlakuan P21a pada percobaan ke-dua lebih baik daripada kontrol.

Saran

Diharapkan ada penelitian lanjutan tentang cara aplikasi dan dosis F.

oxysporum non-patogenik sehinga didapatkan cara penggunaan yang efektif dan

(54)

PENGEN

(Fusari

NDALIAN

ium oxyspo

U

DEPAR

INS

N PENYA

orum f.sp.

UMI SALL

RTEMEN

FAKULT

STITUT P

AKIT BUS

. cepae) PA

LAMATUL

PROTEK

TAS PERT

ERTANIA

BOGOR

2012

SUK PANG

ADA BAW

L ISNIAH

KSI TANA

TANIAN

AN BOGO

GKAL BA

WANG ME

H

AMAN

OR

(55)

DAFTAR PUSTAKA

Abawi GS, Lorbeer JW. 1971a. Pathological histology of four onion cultivars infected by Fusarium oxysporum f. sp. cepae. Phytopathology 61:1164-1169. Abawi GS, Lorbeer JW. 1971b. Populations of Fusarium oxysporum f. fp. cepae

in organic soils in New York. Phytopathology 61:1042-1048.

Abawi GS, Lorbeer JW. 1972. Several aspects of the ecology and pathology of

Fusarium oxysporum f. sp. cepae. Phytop

Gambar

Tabel 1 Pengaruh perlakuan isolat Fusarium spp. terhadap pertumbuhan tanaman              bawang merah
Gambar 1  Hasil inokulasi beberapa isolat terhadap pertumbuhan tanaman : isolat patogen F
Gambar 4  Pengaruh perlakuan Fusarium spp. terhadap bobot kering tanaman   mentimun sebagai tanaman indikator
Tabel 2  Pengaruh perlakuan isolat fusarium terhadap tinggi tanaman mentimun
+7

Referensi

Dokumen terkait

Proses Belajar Mengajar Pada SMP IT Rohmatul Ummah Kudus” telah dilaksanakan dengan tujuan merancang suatu sistem informasi pengolahan sistem penilaian berbasis komputer

pendidikan, pembelajaran dan fasilitasi (Puspitasari, 2010). Salah satu bentuk penguatan pendidikan karakter pada satuan pendidikan adalah penguatan pendidikan

Pada proses pirolisis dengan menggunakan teknologi fixed bed, reaktor dipanaskan secara eksternal sampai dengan variasi suhu 300ºC, 400ºC, 500ºC, gas nitrogen digunakan

Respon pasien terhadap nyeri akut dengan nyeri kronis biasanya berbeda, Pada pasien nyeri kronik biasanya karena nyeri yang begitu lama yang dialami membuat pasien letih untuk

Penerapan E-Commerce oleh Batik Putra Ghofur Online diharapkan dapat meningkatkan daya saing perusahaan dengan memberikan kualitas dan pelayanan yang dapat

Persepsi nasabah terhadap peran BMT Kota Banjarmasin tergolong baik, artinya BMT sudah menjalankan perannya dengan baik sesuai dengan peran BMT menurut PINBUK yaitu

[r]

Penentuan nilai absorbansi serum dari penderita schistosomiasis berdasarkan hasil survei tinja sesuai dengan kepadatan telur yang ditemukan pada pemeriksaan mikroskopis,