• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analysis of production function and technical efficiency of soybean farms in Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analysis of production function and technical efficiency of soybean farms in Indonesia"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI TEKNIS

PERTANIAN KEDELAI DI INDONESIA

DENA DRAJAT

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Fungsi Produksi dan Efisiensi Teknis Pertanian Kedelai di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

RINGKASAN

DENA DRAJAT. Analisis Fungsi Produksi dan Efisiensi Pertanian Kedelai di Indonesia. Dibimbing oleh SRI MULATSIH dan SAHARA.

Kedelai adalah sumber protein nabati bagi masyarakat Indonesia. Kebutuhan kedelai dalam negeri meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir, tetapi pertumbuhan produksi berjalan lambat. Hal ini menyebabkan Indonesia harus mengimpor kedelai dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan kedelai. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah Indonesia berupaya untuk meningkatkan produksi kedelai hingga tercapai swasembada di tahun 2014.

Produksi kedelai dapat ditingkatkan dengan cara menambah penggunaan input/faktor yang berpengaruh positif terhadap produksi. Secara umum faktor lahan, benih, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja dianggap sebagai faktor yang berpengaruh terhadap hasil produksi pertanian. Selain pengaruh dari jumlah faktor produksi yang digunakan, jumlah produksi pertanian juga dipengaruhi oleh tingkat efisiensi teknis petani.

Terdapat tiga tujuan dalam penelitian ini: (1) mengidentifikasi faktor produksi kedelai di Jawa dan Luar Jawa, (2) mengetahui tingkat efisiensi teknis petani kedelai di Jawa dan Luar Jawa, dan (3) mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis di Jawa dan Luar Jawa.

Penelitian ini menggunakan data cross section yang diambil dari hasil survei struktur ongkos usaha tani tanaman pangan yang diselenggarakan oleh BPS pada tahun 2011. Alat analisis yang digunakan adalah fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas.

Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa produksi kedelai di Jawa dipengaruhi oleh faktor lahan, bibit, pupuk KCl, pestisida, dan pekerja. Di Luar Jawa, faktor yang mempengaruhi produksi adalah lahan, bibit, pupuk urea, pupuk TSP/SP36, pupuk KCl, pestisida, dan pekerja.

Rata-rata nilai efisiensi teknis petani kedelai di Jawa adalah 0.41. Umur petani, pendidikan, bantuan bibit, penggunaan traktor, dan penggunaan bibit unggul terbukti berpengaruh terhadap inefisiensi teknis di Jawa. Sementara itu di Luar Jawa rata-rata nilai efisiensi teknis adalah 0.60. Faktor yang mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis di Luar Jawa adalah umur petani, tingkat pendidikan, bantuan bibit, bantuan pupuk, penyuluhan, dan penggunaan bibit unggul.

Strategi intensifikasi sebaiknya diterapkan untuk meningkatkan produksi kedelai di Jawa. Hal ini disebabkan oleh elastisitas produksi bibit, pestisida, dan tenaga kerja di Jawa lebih besar dari Luar Jawa. Di Luar Jawa, upaya peningkatan produksi sebaiknya mengedepankan strategi ekstensifikasi karena elastisitas lahan di Luar Jawa lebih besar dari Jawa.

Strategi yang harus dikedepankan untuk meningkatkan efisiensi teknis petani di Jawa adalah dengan mengurangi bantuan benih, memperkenalkan teknologi pengolahan lahan dengan traktor, dan meningkatkan penggunaan bibit unggul. Strategi peningkatan efisiensi teknis di Luar Jawa dilakukan dengan cara mengurangi bantuan benih, meningkatkan bantuan pupuk, mengoptimalkan tenaga penyuluh, dan meningkatkan penggunaan bibit unggul.

(6)

SUMMARY

DENA DRAJAT. Analysis of Production Function and Technical Efficiency of Soybean Farms in Indonesia. Supervised by SRI MULATSIH and SAHARA.

Soybean is a main source of protein for Indonesian. Demand for soybean increased rapidly over the years, but the production grow slowly. In such situation, it is not surprising that Indonesia always imports large numbers of soybean in order to meet the national consumption. To overcome these problems, the Indonesian government has targeted to increase soybean production to achieve self-sufficiency in 2014.

Increase in soybean production can be performed by increasing the number of factor production used. In soybean farming, the factors of land, seed, fertilizer, pesticides, and labor are considered as factors affecting the soybean production. Soybean production not only determined by factors production used but also by the farmers technical efficiency levels.

There are three objectives in this study: (1) to identify factors that influence the production of soybean production in Java and outside Java, (2) to determine the technical efficiency of soybean farmer in Java and outside Java, and (3) to identify the factors affecting technical efficiency in the Java and outside Java.

This study uses cross section data obtained from the farmer cost structure survey held by BPS in 2011. The analytical tool used to determine the factors affecting the production and measure farmers' technical efficiency is the stochastic frontier production function.

The results of analysis show that soybean production in Java influenced by land, seed, KCl fertilizer, pesticides, and labor. Factors affecting production outside Java are land, seed, urea fertilizer, TSP/SP36 fertilizer, KCl fertilizer, pesticides, and labor.

The average value of technical efficiency of soybean farmers in Java is 0.41. Farmer age, education level, seed aid, the use of tractors, and the use of quality seeds proved to have an influence on the technical inefficiency in Java. The average value of technical efficiency of soybean farmers outside Java is 0.6. Factors affecting the level of technical inefficiency outside Java are farmer age, education level, seed aid, fertilizer aid, counseling, and the use of quality seeds.

Efforts that can be suggested to increase soybean production in Java are promoting agricultural intensification strategy. This is because the elasticity of seed, KCl fertilizer, and labor in Java is greater than outside Java. Efforts that can be suggested to increase soybean production outside Java are promoting agricultural ekstensification strategy. This is because the elasticity for land outside Java is greater than Java.

Technical efficiency of farmers in Java can be improved by reducing the seed aid, introducing land preparation technology using tractors, and also increasing the use of quality seeds. Outside Java, technical efficiency improvement can be reached by reducing the seed aid, increasing fertilizer aid, optimizing counseling, and also increasing the use of quality seeds.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI TEKNIS

PERTANIAN KEDELAI DI INDONESIA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(10)
(11)

Judul Tesis : Analisis Fungsi Produksi dan Efisiensi Teknis Pertanian Kedelai di Indonesia

Nama : Dena Drajat

NRP : H151114094

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Sri Mulatsih, MScAgr Ketua

Sahara, SP MSi PhD Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi

Dr Ir R Nunung Nuryartono, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)
(13)
(14)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah tentang produksi pangan, dengan judul Analisis Fungsi Produksi dan Efisiensi Teknis Pertanian Kedelai di Indonesia.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Sri Mulatsih, MScAgr dan Sahara, SP MSi PhD selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama proses penulisan tesis ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Dr Ir Sri Hartoyo, MS selaku penguji luar komisi dan Dr Ir Wiwiek Rindayati, MS selaku perwakilan dari Program Studi Ilmu Ekonomi yang telah memberikan kritik dan masukkan untuk menyempurnakan tesis ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Pimpinan di Direktorat Statistik Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua, istri, dan anak-anakku atas segala doa dan dukungan yang tak terkira besarnya.

Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama akademisi dan pemerintah.

(15)
(16)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup Penelitian 6

2 TINJAUAN PUSTAKA 7

Fungsi Produksi Stochastic Frontier 8

Konsep Efisiensi Teknis 9

Kajian Empiris Fungsi Produksi Stochastic Frontier dan Inefisiensi Teknis 9

Kerangka Pemikiran 11

Hipotesis Penelitian 12

3 METODE PENELITIAN 12

Jenis dan Sumber Data 12

Metode Analisis 13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 15

Gambaran Umum 15

Fungsi Produksi Kedelai 21

Efisiensi Teknis Petani Kedelai 24

Faktor yang Mempengaruhi Efisiensi/Inefisiensi Teknis Petani Kedelai 25

5 KESIMPULAN DAN SARAN 28

Kesimpulan 28

Saran 29

DAFTAR PUSTAKA 30

LAMPIRAN 32

(17)

DAFTAR TABEL

1 Perkembangan produksi dan konsumsi kedelai di Indonesia, 2005-2011 2 2 Luas panen, produktivitas, dan produksi kedelai pada sepuluh provinsi

penghasil kedelai terbesar di Indonesia tahun 2011 5

3 Karakter petani kedelai di Indonesia 15

4 Distribusi tingkat pendidikan petani kedelai di Jawa dan Luar Jawa (%) 16 5 Rata-rata produktivitas, dan penggunaan faktor produksi pertanian

kedelai di Indonesia 17

6 Hasil pendugaan parameter fungsi produksi kedelai di Indonesia 21 7 Sebaran nilai efisiensi teknis petani kedelai di Jawa dan Luar Jawa

Tahun 2011 25

8 Hasil pendugaan parameter model inefisiensi teknis pertanian kedelai 26

DAFTAR GAMBAR

1 Volume impor kedelai Indonesia, 2005-2011 2

2 Konsumsi, target, dan realisasi produksi kedelai 2005-2011 3

3 Fungsi produksi stochastic frontier 8

4 Alur kerangka pemikiran 11

5 Distribusi petani kedelai menurut umur di Jawa dan Luar Jawa 15 6 Distribusi produktivitas kedelai di Jawa dan Luar Jawa 17 7 Distribusi luas tanam kedelai di Jawa dan Luar Jawa 18 8 Distribusi penggunaan benih kedelai di Jawa dan Luar Jawa 19 9 Distribusi penggunaan pupuk urea di Jawa dan Luar Jawa 20 10 Distribusi penggunaan pupuk TSP/SP36 di Jawa dan Luar Jawa 20

DAFTAR LAMPIRAN

(18)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat. Menurut hasil sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia adalah 237.6 juta orang yang terdiri dari 119.6 juta orang laki-laki dan 118.0 juta orang perempuan. Dibandingkan dengan hasil sensus penduduk tahun 2000, terjadi penambahan jumlah penduduk sebanyak 32.5 juta orang atau meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 1.49% per tahun.

Populasi penduduk yang tinggi adalah keuntungan bagi negara yang sedang berkembang. Populasi yang besar adalah pasar potensial yang menjadi sumber permintaan berbagai macam barang dan jasa yang akan menggerakkan berbagai macam kegiatan ekonomi sehingga menciptakan skala ekonomi (economies of scale). Populasi yang besar juga menciptakan sumber pasokan tenaga kerja murah dalam jumlah yang memadai sehingga pada gilirannya akan merangsang tingkat output atau produksi agregat yang lebih tinggi (Todaro dan Smith 2009).

Di sisi lain, laju pertumbuhan penduduk yang pesat berpotensi menimbulkan masalah. Salah satu masalah yang bisa timbul akibat pertumbuhan penduduk yang tinggi adalah masalah ketersediaan bahan makanan. Jika penduduk terus bertambah, maka bertambah pula jumlah pangan yang diperlukan, sehingga penyediaan bahan pangan secara memadai menjadi lebih sulit jika penduduk terus bertumbuh dengan pesat.

Masalah penyediaan bahan pangan ini juga disadari oleh pemerintah Indonesia. Dalam Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2006–2009 disebutkan bahwa inti persoalan dalam mewujudkan ketahanan pangan selama ini terkait dengan adanya pertumbuhan permintaan pangan yang lebih cepat dari pertumbuhan penyediaannya. Apabila persoalan ini tidak dapat diatasi, maka ketergantungan terhadap pangan impor akan semakin tinggi. Ketergantungan impor pangan yang tinggi menimbulkan kerentanan yang dapat berimplikasi negatif terhadap kedaulatan nasional (Kementan 2006).

Keseriusan pemerintah Indonesia dalam menyikapi permasalahan pangan terlihat dengan dicantumkannya ketahanan pangan sebagai salah satu prioritas nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka menengah Nasional (RPJMN) tahap II tahun 2010-2014. Beberapa komoditas utama pertanian seperti padi, jagung, kedelai, dan tebu menjadi prioritas pemerintah dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional.

(19)

2

Berdasarkan Tabel 1, konsumsi kedelai di Indonesia periode 2005-2011 cenderung meningkat. Total konsumsi kedelai pada tahun 2005 adalah1.89 juta ton, dan pada tahun 2011 menjadi 3.03 juta ton. Hal ini berarti bahwa konsumsi kedelai di Indonesia tumbuh sebesar 60.20% dalam waktu enam tahun.

Pada periode waktu yang sama produksi kedelai juga mengalami peningkatan, hanya saja peningkatannya tidak sebesar peningkatan yang terjadi pada konsumsi kedelai. Pada tahun 2005 produksi kedelai di Indonesia adalah 0.81 juta ton, dan pada tahun 2011 menjadi 0.85 juta ton. Hal ini berarti produksi kedelai di Indonesia tumbuh sebesar 5.31% dalam waktu enam tahun. Angka pertumbuhan produksi kedelai ini jauh di bawah pertumbuhan konsumsi yang mencapai 60.20% selama kurun waktu yang sama.

Perumusan Masalah

Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun, jumlah konsumsi kedelai sebagai salah satu bahan pangan utama di Indonesia juga menunjukkan tren yang meningkat. Peningkatan konsumsi kedelai ini ternyata tidak disertai dengan peningkatan produksi kedelai, sehingga selalu mengandalkan impor untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kedelai nasional dalam beberapa tahun terakhir. Pada Gambar 1 dapat dilihat perkembangan volume impor kedelai Indonesia pada periode waktu 2005-2011.

Tabel 1 Perkembangan produksi dan konsumsi kedelai di Indonesia, 2005-2011 Tahun Penduduk Konsumsi Produksi Luas panen Produktivitas

(20)

3 Saat ini, lebih dari 50% pemenuhan kebutuhan kedelai nasional berasal dari negara lain. Ketergantungan Indonesia terhadap impor kedelai ini merupakan ancaman bagi ketahanan pangan nasional, karena untuk ketersediaan kedelai di dalam negeri (yang digunakan untuk memenuhi konsumsi dalam negeri) akan sangat ditentukan oleh supply kedelai di pasar internasional (terutama dari negara eksportir kedelai ke Indonesia) yang berada di luar jangkauan kendali pemerintah.

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, salah satu tujuan utama penyelenggaraan pangan (perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan dalam penyediaan, keterjangkauan, pemenuhan konsumsi pangan) adalah untuk meningkatkan kemampuan memproduksi pangan secara mandiri. Beberapa komoditas utama pertanian seperti padi, jagung, kedelai, dan tebu menjadi prioritas pemerintah dalam penyelenggaraan pangan. Pemerintah Indonesia juga mencanangkan pencapaian swasembada kedelai sebagai salah satu prioritas nasional dalam rangka mewujudkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan.

Sejak awal pemerintahan kabinet Indonesia bersatu pada tahun 2005, Kementerian Pertanian menargetkan untuk berswasembada kedelai, dalam arti minimal 90% kebutuhan kedelai akan tercukupi oleh produksi dalam negeri, pada tahun 2014. Secara bertahap diharapkan produksi kedelai meningkat setiap tahunnya sehingga dapat mencapai kondisi swasembada pada tahun 2014. Target dan realisasi produksi kedelai sepanjang periode waktu 2005-2011 dapat dilihat pada Gambar 2.

Sejak pencanangan swasembada kedelai tahun 2005, terlihat ada kecenderungan perbedaan yang semakin membesar antara target yang dikehendaki pemerintah dan realisasi produksi kedelai di lapangan. Jika pada tahun 2005 saat diawalinya pencanangan swasembada kedelai realisasi produksi kedelai mampu mencapai target produksinya, maka kondisi berbeda terjadi pada tahun-tahun berikutnya. Bahkan pada tahun 2011 realisasi produksi kedelai hanya mampu mencapai setengah (54.57%) dari target yang diharapkan.

Sumber: BPS, dan Kementan

Gambar 2 Konsumsi, target dan realisasi produksi kedelai 2005-2011

(21)

4

Tinggi rendahnya produksi dipengaruhi oleh tinggi rendahnya penggunaan faktor produksi. Penelitian-penelitian tentang penggunaan faktor produksi seperti yang dilakukan oleh Battese dan Coelli (1995), Zhu dan Lansink (2010), Kibaara dan Kavoi (2012), serta Dlamini et al. (2012) menunjukkan bahwa lahan, bibit, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja merupakan faktor yang berpengaruh terhadap hasil produksi pertanian.

Rendahnya pencapaian target produksi kedelai berkaitan erat dengan keterbatasan areal pertanian kedelai yang ada di Indonesia. Berdasarkan data pada Tabel 1, luas panen kedelai di Indonesia selama enam tahun upaya swasembada kedelai tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Untuk selanjutnya, perluasan areal pertanian kedelai masih akan sulit untuk dilakukan mengingat adanya alih fungsi lahan pertanian dan kompetisi lahan dengan tanaman pangan lain.

Faktor bibit, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja adalah faktor yang diharapkan dapat meningkatkan produktivitas kedelai. Pada tahun 2011 rata-rata produktivitas kedelai di Indonesia adalah 13.68 ku/ha. Menurut data FAO, produktivitas kedelai di Indonesia menempati peringkat ke-60 diantara negara-negara penghasil kedelai di dunia. Turki adalah negara-negara dengan produktivitas kedelai tertinggi (38.70 ku/ha). Sementara itu, negara-negara produsen utama kedelai di dunia seperti Amerika Serikat, Brazil, dan Argentina masing-masing memiliki produktivitas 27.91, 31.21, dan 26.05 ku/ha.

Masih ada potensi yang sangat besar untuk meningkatkan produktivitas kedelai di Indonesia hingga lebih dari 20 ku/ha, karena beberapa varietas unggul bibit kedelai yang telah dilepas ke pasaran mempunyai potensi hasil yang tinggi. Sebagai contoh varietas kawi dan tanggamus memiliki potensi hasil hingga 28 ku/ha, varietas merubetiri memiliki potensi hasil hingga 30 ku/ha, dan varietas baluran memiliki potensi hasil hingga 35 ku/ha.

Selain pengaruh dari jumlah faktor produksi yang digunakan oleh petani, tinggi atau rendahnya hasil produksi pertanian juga ditentukan oleh tingkat efisiensi teknis petani. Dengan menggunakan jumlah faktor yang sama, petani dengan tingkat efisiensi teknis yang tinggi akan bisa menghasilkan lebih banyak output dibandingkan dengan petani yang tingkat efisiensi teknisnya rendah. Menurut Battese dan Coelli (1995) tingkat efisiensi teknis dipengaruhi oleh umur, dan pendidikan. Karagiannis dan Sarris (2004) memasukkan bantuan dan subsidi sebagai faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi teknis. Hasil penelitian yang dilakukan Reddy dan Bantilan (2012), Umaru dan Onu (2013), Hormozi et al. (2012), dan Kibaara dan Kavoi (2012) mengungkapkan bahwa faktor penyuluhan, keanggotaan dalam kelompok tani, penggunaan traktor, dan penggunaan bibit unggul turut mempengaruhi tingkat efisiensi teknis petani.

(22)

5 produksi kedelai ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Aceh, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, dan Lampung.

Produksi kedelai di Jawa lebih tinggi dari produksi kedelai di Luar Jawa. Para petani kedelai di Jawa memiliki keuntungan dibandingkan dengan petani di Luar Jawa karena lahan pertanian di Jawa lebih cocok untuk ditanami kedelai dibandingkan dengan di Luar Jawa. Kedelai adalah tanaman yang cocok untuk ditanam pada tanah jenis alluvial, regosol, grumosol, latosol, dan andosol. Tanah jenis ini banyak ditemui di Pulau Jawa, sehingga di Jawa lebih cocok untuk ditanami kedelai dibandingkan dengan dengan di Luar Jawa.

Selain perbedaan kondisi tanah, terdapat juga perbedaan mutu sumber daya manusia, penguasaan lahan, dan dukungan kelembagaan antara petani di Jawa dan Luar Jawa. Sebagian besar petani di Jawa dan Luar Jawa memiliki latar belakang pendidikan SD (tamat dan tidak tamat) dan tidak sekolah, tetapi daerah Jawa memiliki proporsi petani berpendidikan tamat SD dan di atas SD yang lebih tinggi dari Luar Jawa. Lahan merupakan faktor produksi utama dalam kegiatan usaha tani. Luas penguasaan lahan akan menentukan tingkat penghasilan dan kesejahteraan rumah tangga petani. Rata-rata luas lahan yang dikuasai petani di Jawa adalah 0.585 hektar, sedangkan di Luar Jawa mencapai 0.638 hektar. Kelembagaan pertanian memiliki peranan penting untuk meningkatkan produktivitas pertanian di suatu wilayah. Ada empat bentuk kelembagaan pertanian di Indonesia, yaitu kelembagaan input usaha tani, kelembagaan kelompok tani dan penyuluhan, kelembagaan hasil pemasaran, dan kelembagaan modal. Penyebaran kelembagaan input usaha tani, dan kelembagaan kelompok tani dan penyuluhan cukup merata di seluruh Indonesia, tetapi penyebaran kelembagaan hasil pemasaran, dan kelembagaan modal di Jawa lebih baik dari di Luar Jawa.

Dalam hal penguasaan teknologi, petani di Jawa memiliki kemampuan untuk mengadopsi teknologi pertanian dengan lebih baik. Petani di Jawa lebih Tabel 2 Luas panen, produktivitas, dan produksi kedelai pada sepuluh provinsi

(23)

6

terampil dalam penggunaan dan perawatan mesin pertanian (Kementan 2011), ataupun dalam menerapkan teknik-teknik baru dalam budidaya pertanian (Ishak dan Afrizon 2011).

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah:

1. Faktor produksi apa saja yang mempengaruhi produksi kedelai di Jawa dan di Luar Jawa?

2. Berapa tingkat efisiensi teknis pertanian kedelai di Jawa dan di Luar Jawa? 3. Faktor apa yang mempengaruhi tingkat efisiensi teknis petani kedelai di Jawa

dan di Luar Jawa?

Tujuan Penelitian

Terdapat tiga tujuan dalam penelitian ini. Pertama, mengidentifikasi faktor produksi apa yang mempengaruhi produksi kedelai di Jawa dan Luar Jawa. Kedua, mengetahui efisiensi teknis pertanian kedelai di Jawa dan Luar Jawa, dan tujuan ketiga adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis di Jawa dan Luar Jawa tersebut.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain adalah:

1. Bagi masyarakat umum dapat bermanfaat untuk memberikan sumbangan pengetahuan di bidang perekonomian yang berkaitan dengan pertanian tanaman kedelai.

2. Bagi para peneliti dapat bermanfaat untuk memberikan pengetahuan tentang fungsi produksi pertanian kedelai di Indonesia, dan tentang efisiensi teknis usaha tani kedelai tersebut. Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat untuk dijadikan referensi dalam mengembangkan penelitian yang berkaitan.

3. Bagi pemerintah dan pengambil kebijakan dapat bermanfaat untuk dijadikan bahan evaluasi dan pertimbangan dalam penerapan kebijakan.

Ruang Lingkup Penelitian

Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas, maka ruang lingkup dalam penelitian ini dibatasi pada beberapa hal berikut:

1. Faktor-faktor produksi yang dimasukkan dalam penelitian ini dibatasi pada penggunaan lahan, bibit, pupuk urea, pupuk TSP/SP36, pupuk KCl, pestisida, dan tenaga kerja.

(24)

7

2

TINJAUAN PUSTAKA

Fungsi Produksi Cobb-Douglas

Fungsi produksi adalah hubungan matematika yang memperlihatkan jumlah maksimum barang yang dapat diproduksi dengan menggunakan kombinasi kuantitas input produksi yang digunakan (Nicholson 2004). Fungsi produksi menyediakan informasi tentang berapa kuantitas output yang dihasilkan bila input-input tertentu digunakan dengan kombinasi tertentu. Jika Xi menyimbolkan

input yang digunakan untuk memproduksi output Y, besar kecilnya Y bergantung dari besar kecilnya X1, X2, X3, ..., Xm yang digunakan. Secara aljabar hubungan Y

dan Xi ditulis sebagai berikut:

Y=f{X1, X2, X3, ..., Xm}

Dimana: Y= produksi; X1 = input X1

X2 = input X2

X3 = input X3

Xm = input X yang ke-m

Salah satu fungsi produksi yang banyak digunakan dalam penelitian adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi produksi Cobb-Douglas diperkenalkan pada tahun 1928 oleh CW Cobb dan PH Douglas dalam tulisannya yang berjudul “A Theory of Production” yang dimuat dalam American Economic Review. Secara umum fungsi Cobb-Douglas menggambarkan tingkat produksi atau penciptaan nilai tambah (Y) yang diakibatkan oleh pengaruh dua faktor produksi, yaitu input modal (X1) dan input tenaga kerja (X2). Bentuk dasar persamaan

fungsi Cobb-Douglas adalah:

Y = f(X , X ) = ∝X X

Parameter  yang merupakan ukuran kemajuan teknologi yang melekat pada semua faktor produksi. Untuk kasus dengan berbagai input produksi, persamaan fungsi Cobb-Douglas dapat ditulis menjadi:

Y = f(X , X , … , , X ) = ∝X X … X

Beberapa kelebihan atau kemudahan dari fungsi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut:

1. Penyelesaian fungsi lebih sederhana dan tidak rumit karena bisa ditransformasikan atau diubah dalam bentuk fungsi linier (fungsi logaritma natural), sehingga memudahkan dalam proses analisis.

2. Nilai koefisien regresi yang dihasilkan menunjukkan besarnya nilai elastisitas produksi dari setiap faktor produksi, sehingga fungsi produksi ini dapat secara langsung digunakan untuk mengetahui tingkat produksi optimum berdasarkan pemakaian faktor produksi.

(25)

8

Fungsi Produksi Stochastic Frontier

Dalam penelitian ini, fungsi produksi yang digunakan yaitu fungsi produksi stochastic frontier. Fungsi produksi frontier adalah fungsi produksi yang digunakan untuk mengukur bagaimana fungsi produksi sebenarnya terhadap posisi frontiernya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, fungsi produksi adalah hubungan fisik antara faktor produksi (input) dan produksi.

Fungsi produksi frontier pertama kali dikembangkan oleh Aigner et al. (1977). Fungsi produksi ini menggambarkan produksi maksimum yang berpotensi dihasilkan dari sejumlah input produksi yang dikorbankan. Fungsi produksi frontier dapat digunakan untuk mengestimasi atau memprediksi efisiensi relatif suatu kelompok atau usahatani tertentu yang diperoleh dari hubungan antara produksi dan potensi produksi yang diobservasi.

Untuk fungsi produksi yang dispesifikasi untuk data cross-sectional akan mempunyai dua komponen error term, yaitu disebabkan oleh random effects (V) dan inefisiensi teknis (U). Secara matematis, dapat ditulis dalam persamaan sebagai berikut:

ln(Yi) = Xiβ + (Vi – Ui), i=1,2,3,...,N

dimana:

ln(Yi) = logaritma natural dari produksi yang dihasilkan oleh petani ke-i;

Xi = vektor input yang digunakan oleh petani ke-i;

β = vektor parameter yang akan diestimasi;

Vi = variabel acak yang diasumsikan independent and identically distributed

(iid.), berkaitan dengan faktor eksternal seperti iklim dan hama;

Ui = variabel acak non-negatif yang diasumsikan iid., yang menggambarkan inefisiensi teknis dalam produksi.

Model yang dinyatakan dalam persamaan tersebut dinamakan fungsi produksi stochastic frontier karena nilai output dibatasi oleh variabel stochastic (acak), yaitu exp(Xiß + Vi). Random error (Vi) dapat bernilai positif atau negatif,

dan begitu pula output stochastic frontier bervariasi sekitar bagian tertentu dari model frontier, exp(Xiß).

Sumber: Coelli et al. (2005)

(26)

9 Konsep Efisiensi Teknis

Efisiensi merupakan faktor penting dalam menentukan produksi. Efisiensi diartikan sebagai upaya penggunaan input yang sekecil-kecilnya untuk mencapai tingkat produksi tertentu, atau upaya mencapai tingkat output yang sebesar-besarnya dengan penggunaan sejumlah input tertentu. Suatu hal dikatakan efisien jika dapat menghasilkan output lebih tinggi dengan penggunaan sejumlah input yang sama atau penggunaan input lebih rendah untuk menghasilkan sejumlah output tertentu.

Efisiensi teknis tercapai saat sejumlah faktor produksi yang ada menghasilkan output yang tinggi. Efisiensi dan inefisiensi dalam usaha tani dapat diketahui melalui fungsi produksi stochastic frontier. Untuk menganalisis efisiensi teknis pada penelitian ini, akan digunakan definisi efisiensi teknis menurut Battese dan Coelli (1995). Efisiensi teknis dari sebuah perusahaan didefinisikan sebagai rasio antara output sesungguhnya dengan output fungsi frontiernya. Dalam metode ini efisiensi teknis petani ke-i dinyatakan dalam rasio berikut ini:

=

TEi adalah efisiensi teknis petani ke-i, Yi output sesungguhnya yang dihasilkan

dan ∗adalah output fungsi frontiernya. Nilai efisiensi teknis berkisar antara nol dan satu. Nilai ini berhubungan terbalik dengan nilai inefisiensi teknis yang juga berkisar antara nol dan satu.

Kajian Empiris Fungsi Produksi Stochastic Frontier dan Inefisiensi Teknis Battese dan Coelli (1995) melakukan penelitian tentang fungsi produksi petani padi di India pada tahun 1995. Dari hasil penelitiannya diketahui bahwa produksi padi di India dipengaruhi oleh faktor lahan, tenaga kerja, dan biaya lain-lain. Selanjutnya diketahui juga bahwa tingkat inefisiensi teknis petani bersifat stochastic yang dipengaruhi oleh umur dan juga tingkat pendidikan petani.

Karagiannis dan Sarris (2004) melakukan penelitian tentang tingkat efisiensi petani tembakau di Yunani. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa produksi tembakau dipengaruhi oleh faktor bibit, pupuk, pestisida, dan lahan. Rata-rata tingkat efisiensi teknis petani tembakau di Yunani adalah 90%. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat efisiensi teknis adalah irigasi, spesialisasi, kredit usaha, subsidi, usia petani, dan kepemilikan lahan.

Khai et al. (2008) melakukan penelitian tentang fungsi produksi dan tingkat efisiensi teknis petani kedelai di Vietnam. Dengan menggunakan fungsi produksi stochastic frontier diketahui bahwa faktor tenaga kerja, pupuk, pestisida, dan mesin pertanian memiliki pengaruh terhadap output petanian kedelai. Rata-rata tingkat efisiensi teknis petani kedelai di Vietnam adalah 73.9%. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi teknis adalah kebijakan pemerintah, luas lahan, dan lokasi pertanian. Sementara itu faktor pelatihan, bantuan kredit, dan pengalaman bertani tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat efisiensi teknis petani kedelai.

(27)

10

Swedia. Dalam penelitian tersebut dilakukan analisis terhadap fungsi produksi pertanian dan memperoleh kesimpulan bahwa produksi pertanian dipengaruhi oleh faktor lahan, bibit, pupuk, modal, dan tenaga kerja. Subsidi pemerintah memberikan pengaruh yang berbeda terhadap tingkat inefisiensi teknis di tiap-tiap negara. Subsidi memberikan pengaruh yang negatif terhadap inefisiensi teknis petani di Jerman, pengaruh posistif terhadap inefisensi teknis petani di Swedia, dan pengaruhnya tidak signifikan terhadap petani di Belanda.

Kibaara dan Kavoi (2012) melakukan penelitian tentang fungsi produksi dan tingkat efisiensi teknis petani kedelai di Kenya. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa faktor bibit, pupuk, dan tanaga kerja berpengaruh terhadap produksi Jagung. Tingkat efisiensi teknis petani jagung bervariasi antara 8-98%. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi teknis ini adalah tingkat pendidikan, akses terhadap kredit, penggunaan traktor, dan penggunaan bibit unggul.

Dlamini et al. (2012) melakukan penelitian tentang fungsi produksi dan efisiensi teknis petani Jagung di Swaziland. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa bibit, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja merupakan faktor produksi yang mempengaruhi produksi Jagung. Rata-rata tingkat efisiensi teknis petani jagung adalah 80%. Penggunaan bibit hibrida, umur petani, dan pengalaman bertani menjadi faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi petani.

Hormozi et al. (2012) melakukan penelitian yang berkaitan dengan pengaruh penggunaan mesin pertanian terhadap efisiensi teknis petani padi di Iran. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan mesin pertanian dan penggunaan bibit unggul berpengaruh signifikan terhadap efisiensi teknis petani.

Otitoju et al. (2012) melakukan penelitian tentang fungsi produksi dan tingkat efisiensi teknis petani kedelai di Nigeria dengan menggunakan fungsi produksi stochastic frontier. Kesimpulannya adalah luas lahan, dan jumlah penggunaan pupuk merupakan variabel yang memiliki pengaruh positif terhadap produksi kedelai. Faktor produksi tenaga kerja diketahui digunakan secara berlebihan sehingga memiliki elastisitas yang negatif terhadap produksi, untuk mengatasi hal ini perlu dilakukan penambahan luas lahan pertanian kedelai sehingga jumlah tenaga kerja dan luas lahannya menjadi berimbang. Tingkat efisiensi teknis petani kedelai di Nigeria bervariasi antara 0.254 hingga 0.999 dengan rata-rata 0.718 sehingga masih ada kemungkinan untuk meningkatkan efisiensi teknis petani kedelai sebesar 28%.

Penelitian lain tentang analisis fungsi produksi stochastic frontier dan efisiensi teknik di bidang pertanian adalah penelitian Krasachat (2012). Dalam penelitiannya yang berkaitan dengan produksi durian di Thailand, diketahui bahwa produksi durian dipengaruhi oleh faktor produksi lahan dengan elastisitas 0.013, tenaga kerja dengan elastisitas 0.353, dan input lainnya dengan elastisitas 0.597. Efisiensi teknis pertanian durian berkisar antara 0.270 hingga 0.958 dengan rata-rata 0.779. Dari penelitian ini juga diketahui bahwa tingkat pendidikan petani, dan teknik budidaya secara organik memiliki hubungan yang negatif dengan tingkat efisiensi teknis.

(28)

11 Umaru dan Onu (2013) dalam penelitiannya tentang pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap produksi jagung di Nigeria menyatakan bahwa lahan, bibit, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja adalah faktor yang mempengaruhi produksi Jagung di Nigeria. Rata-rata tingkat efisiensi teknis petani Jagung adalah 73%. Faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi teknis adalah umur, jumlah anggota rumah tangga, pengalaman bertani, penyuluhan, keanggotaan dalam kelompok tani, dan tingkat pendidikan.

Kuwornu, et al. (2013) dalam tulisannya tentang efisiensi teknis pertanian tanaman jagung di Ghana juga menggunakan analisis fungsi produksi stochastic frontier. Dari hasil penelitiannya diketahui bahwa output pertanian jagung dipengaruhi secara positif oleh penggunaan pestisida, jumlah tenaga kerja dibayar, dan input lainnya. Penggunaan bibit, pupuk, dan tenaga kerja keluarga memiliki pengaruh yang negatif terhadap output pertanian. Selain itu diketahui bahwa secara rata-rata pertanian jagung di Ghana berada dalam kondisi decreasing return to scale. Dengan rata-rata tingkat efisien teknis sebesar 51%, diketahui bahwa faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis petani adalah penyuluhan, keangotaan dalam kelompok tani, keaktifan dalam kelompok tani, pelatihan, dan bantuan usaha tani.

Kerangka Pemikiran

Kebutuhan kedelai dalam negeri cenderung meningkat dalam beberapa tahun terakhir tahun terakhir, dan produksi kedelai dalam negeri hanya mampu memenuhi 29-42% dari kebutuhan tersebut. Saat ini lebih dari 50% kebutuhan kedelai nasional diperoleh dari hasil impor, suatu kondisi yang dapat mengancam kedaulatan pangan Indonesia jika suatu saat negara pengekspor kedelai ke Indonesia menghentikan ekspornya.

(29)

12

Untuk mengatasi permasalahan di atas, pemerintah Indonesia melalui Kementan telah menargetkan Indonesia untuk berswasembada kedelai pada tahun 2014 dengan target produksi sebesar 2.70 juta ton. Dalam rencana strategis Kementan dicantumkan bahwa target produksi tersebut diharapkan tercapai dengan adanya kenaikan produksi secara bertahap dari tahun ke tahun mulai tahun 2005 sampai dengan tahun 2014. Namun realisasi produksi kedelai pada periode tersebut selalu berada di bawah target produksi yang telah ditetapkan. Sehingga bisa disimpulkan bahwa sasaran produksi kedelai yang telah ditetapkan oleh Kementan tidak tercapai. Dengan terjadinya hal ini maka upaya-upaya peningkatan produksi kedelai harus dilakukan dengan lebih baik lagi.

Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam upaya peningkatan produksi pertanian adalah dengan mempelajari bagaimana petani mengatur penggunaan kombinasi faktor produksi dalam usaha taninya melalui analisis fungsi produksi. Analisis ini dilakukan melalui pemodelan yang dibuat berbeda untuk wilayah Jawa dan Luar Jawa agar dapat diperoleh kesimpulan yang lebih informatif. Selain itu perlu juga untuk mempelajari tingkat efisiensi teknis dan faktor-faktor apa yang mempengaruhinya, sehingga produksi bisa ditingkatkan dengan cara meningkatkan efisiensi teknis dalam pertanian kedelai. Setelah itu, selanjutnya dapat dibuat rumusan kebijakan yang untuk mendorong petani agar menggunakan input produksi yang dikuasainya itu secara tepat.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian dapat dinyatakan sebagai berikut:

1. Faktor produksi lahan, bibit, pupuk urea, pupuk TSP/SP36, pupuk KCl, pestisida, dan tenaga kerja memiliki pengaruh positif terhadap produksi kedelai.

2. Terdapat inefisiensi teknis dalam pengelolaan usaha tani kedelai yang dipengaruhi oleh faktor umur petani, tingkat pendidikan petani, bantuan benih dan pupuk, pelatihan/penyuluhan, keanggotaan dalam kelompok tani, penggunaan traktor dan bibit unggul.

3

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

(30)

13 Penjelasan mengenai beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Produksi kedelai, yaitu jumlah produksi kedelai yang dihasilkan oleh petani pada bidang lahan yang terakhir kali dipanen oleh petani. Produksi akan dicatat dengan satuan kilogram biji kering.

2. Luas lahan, yaitu luas tanaman kedelai yang dipungut hasilnya pada bidang lahan yang terakhir kali dipanen oleh petani setelah tanaman tersebut cukup umur. Luas panen dicatat dalam satuan meter persegi.

3. Penggunaan bibit, yaitu jumlah penggunaan bibit pada bidang lahan yang terakhir kali dipanen oleh petani yang berasal dari pembelian dan bukan pembelian (produksi sendiri maupun pemberian pihak lain). Penggunaan bibit dicatat dalam satuan kilogram.

4. Penggunaan pupuk, yaitu pupuk yang benar-benar telah digunakan pada bidang lahan yang terakhir kali dipanen oleh petani. Jenis pupuk yang akan diteliti adalah Urea, TSP/SP36, dan KCl. Penggunaan pupuk dicatat dalam satuan kilogram.

5. Penggunaan pestisida, yaitu pestisida yang benar-benar telah digunakan pada bidang lahan yang terakhir kali dipanen oleh petani. Penggunaan pestisida dicatat dalam satuan cc.

6. Tenaga kerja, yaitu pekerja (dibayar maupun tidak dibayar) yang terlibat dalam kegiatan pengolahan lahan (mencangkul, membajak), penanaman dan penyulaman, pemeliharaan/penyiangan, pemupukan, pengendalian hama/OPT, pemanenan dan pengangkutan hasil panen, pengeringan dan pengupasan. Tenaga kerja dicatat dalam satuan banyaknya orang hari (OH).

Metode Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier Cobb-Douglas

Untuk menjawab tujuan pertama dan kedua dari penelitian ini digunakan analisis terhadap fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas pertanian kedelai di Jawa dan Luar Jawa. Model berikut digunakan untuk menduga fungsi produksi kedelai di Jawa dan Luar Jawa:

ln = ln + ln ℎ + ln ℎ + ln + ln +

ln + ln + ln + ( − )

Keterangan:

Yi = produksi kedelai (kg);

Lahani = faktor lahan (m2);

Bibiti = faktor bibit (kg);

Ureai = faktor pupuk urea (kg);

TSPi = faktor pupuk TSP/SP36 (kg);

KCli = faktor pupuk KCl (kg);

Pestisidai = faktor pestisida (cc);

Pekerjai = faktor tenaga kerja (OH);

α = intersep;

β1, β2, ..., β7 = koefisien parameter penduga untuk setiap faktor produksi;

Vi = variabel acak yang diasumsikan berkaitan dengan faktor eksternal

(31)

14

Ui = variabel acak non-negatif yang menggambarkan inefisiensi teknis

dalam produksi; i = petani sampel.

Metode estimasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan mengikuti metode estimasi yang dikembangkan oleh Battese dan Coelli (1995). Melalui metode tersebut penentuan faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis didekati dengan penentuan faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis. Keunggulan metode ini adalah model fungsi produksi dan model faktor inefisiensi teknis dapat dilakukan melalui estimasi satu tahap sehingga tidak terjadi pelanggaran asumsi.

Model Efisiensi/Inefisiensi Teknis

Untuk menjawab tujuan ketiga dari penelitian ini dilakukan melalui pendekatan analisis faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis petani. Faktor-faktor yang diduga dapat mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis petani kedelai adalah umur petani, tingkat pendidikan petani, bantuan bibit, bantuan pupuk, penyuluhan, keanggotaan dalam kelompok tani, penggunaan traktor, dan penggunaan bibit unggul. Secara matematis, inefisiensi teknis (U) dispesifikasikan sebagai berikut:

= + + + _ ℎ + _ +

_ ℎ + _ + _ + _ +

Keterangan:

Ui = inefisiensi teknis;

Umuri = umur petani (tahun);

Pendidikani = kategori tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan petani; (1 =

tidak tamat SD; 2 = tamatan SD; 3 = tamatan SMP; 4 = tamatan SMA; 5 = diploma atau sarjana);

D_bbibiti = dummy menerima bantuan bibit; (0 = tidak; 1 = ya);

D_bpupuki = dummy menerima bantuan pupuk; (0 = tidak; 1 = ya);

D_suluhi =dummy memperoleh penyuluhan; (0 = tidak; 1 = ya);

D_poktani = dummy anggota kelompok tani; (0 = tidak; 1 = ya);

D_traktori = dummy penggunaan traktor; (0 = tidak; 1 = ya);

D_ungguli = dummy penggunaan bibit unggul; (0 = tidak; 1 = ya);

δ1, δ2, ..., δ8 = koefisien parameter penduga untuk setiap variabel dalam model;

Wi = random error.

(32)

15

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum

Pada subbab gambaran umum dibahas tentang karakteristik petani, produktivitas, dan penggunaan faktor produksi di Jawa dan Luar Jawa. Deskripsi yang disampaikan didasarkan atas informasi yang diberikan oleh 708 petani di Jawa, dan 389 petani di Luar Jawa.

Karakteristik Petani Kedelai

Karakteristik petani yang dibahas dalam penelitian ini berkaitan dengan karakteristik yang diduga memiliki pengaruh terhadap tingkat efisiensi teknis petani. Beberapa karakteristik petani yang dapat mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis adalah umur, tingkat pendidikan, perolehan bantuan bibit dan bantuan pupuk, perolehan penyuluhan, keanggotaan dalam kelompok tani, penggunaan traktor, dan penggunaan bibit unggul.

Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata umur petani di Jawa lebih tinggi dari petani di Luar Jawa. Rata-rata umur petani di Jawa adalah 51.52 tahun, sedangkan di Luar Jawa adalah 47.54 tahun. Dilihat dari distribusinya (Gambar 5), sebagian besar petani di Jawa (55.08%) dan di Luar Jawa (46.27%) berumur lebih dari 50 tahun. Kelompok kedua terbanyak adalah kelompok usia 40-50 tahun yang proporsinya mencapai 30.93% di Jawa, dan 25.45% di Luar Jawa.

Sumber: Hasil olahan

Gambar 5 Distribusi petani kedelai menurut umur di Jawa dan Luar Jawa

(33)

16

Pendidikan merupakan salah satu karakteristik sosial petani yang diperkirakan memiliki pengaruh terhadap tingkat efisiensi teknis. Pendidikan meningkatkan kemampuan petani untuk mencari, memperoleh, dan menginterpretasikan informasi yang berkaitan dengan proses produksi (Tan et al. 2010). Dengan tingkat pendidikan yang tinggi, petani akan memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mengadopsi inovasi dan teknologi yang akan membuat produksi pertanian mereka menjadi lebih tinggi (Rahman et al. 2012).

Pada Tabel 4 terlihat bahwa sebagian besar petani di Jawa (46.89%) dan Luar Jawa (37.02%) berpendidikan hingga tamat SD. Hanya sebagian kecil petani di Jawa (1.27%) ataupun di Luar Jawa (1.03%) yang memiliki pendidikan hingga tingkat diploma atau sarjana. Berdasarkan nilai statistik χ2 diketahui bahwa distribusi tingkat pendidikan petani kedelai di Jawa dan Luar Jawa berbeda secara siginifikan.

Untuk meningkatkan produksi pertanian ada beberapa program yang dikembangkan oleh pemerintah, diantaranya adalah pemberian bantuan benih, bantuan pupuk, dan juga pemberian penyuluhan kepada petani. Di Jawa terdapat 31.50% petani yang memperoleh bantuan benih, kondisi ini tidak berbeda signifikan dengan di Luar Jawa yang 30.59% petaninya menerima bantuan benih. Persentase petani yang memperoleh bantuan pupuk di Jawa (40.96%) lebih banyak dari di Luar Jawa (17.99%). Untuk penyuluhan pertanian, diketahui bahwa 28.67% petani di Jawa memperoleh penyuluhan tentang teknik budidaya kedelai, angka ini lebih tinggi dari di Luar Jawa yang hanya 21.34% petaninya memperoleh penyuluhan.

Lebih dari 50% petani kedelai di Jawa dan di Luar Jawa telah menggunakan bibit unggul. Persentase petani yang menggunakan bibit unggul di Jawa ternyata lebih rendah dibandingkan dengan di Luar Jawa. Di Jawa 65.96% petani kedelai telah menggunakan bibit unggul, sedangkan di Luar Jawa 72.24% persen petani yang menggunakan bibit unggul. Sementara itu berdasarkan data penyebaran varietas kedelai dari Direktorat Perbenihan, Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian diketahui bahwa secara nasional 84.76% petani kedelai di Indonesia telah menggunakan bibit Varietas Produksi Tinggi (potensi produktivitas >20 ku/ha), 4.77% menggunakan bibit Varietas Produksi Sedang (potensi produktivitas 10-20 ku/ha), dan 10.47% menggunakan bibit Varietas Produksi Rendah (potensi produktivitas <10 ku/ha).

Dari kedua informasi di atas diketahui bahwa sebagian besar petani kedelai di Indonesia telah menggunakan bibit kedelai dengan potensi Tabel 4 Distribusi tingkat pendidikan petani kedelai di Jawa dan Luar Jawa (%)

Tingkat pendidikan Jawa Luar Jawa

Tidak Tamat SD 33.47 35.48

Tamat SD 46 .89 37.02

Tamat SMP 13.42 12.60

Tamat SMA 4.94 13.88

Diploma & Sarjana 1.27 1.03

(34)

17 produktivitas yang tinggi. Namun begitu, hasil yang diperoleh belum sesuai dengan potensi yang dimiliki. Hal ini mengindikasikan adanya permasalahan yang berkaitan dengan teknik budidaya, karena jika tidak dibudidayakan dengan benar (misalnya tidak dipupuk, tidak diberi pestisida, dll.) maka produksi yang diperoleh akan berada di bawah potensi yang bisa dicapai.

Produktivitas, dan Penggunaan Faktor Produksi

Rata-rata produktivitas, dan penggunaan faktor produksi di Jawa dan di Luar Jawa ditunjukkan pada Tabel 5. Hasil uji-t menunjukkan bahwa rata-rata luas lahan yang ditanami kedelai oleh petani di Luas Jawa lebih luas dari petani di Jawa, tetapi penggunaan faktor produksi bibit, urea, dan TSP/SP36 di Jawa lebih tinggi dari di Luar Jawa. Sementara itu penggunaan pestisida dan tenaga kerja di Luar Jawa lebih tinggi dari di Jawa. Untuk penggunaan pupuk KCl, tidak ada perbedaan yang signifikan antara di Jawa dan Luar Jawa.

Rata-rata produktivitas petani kedelai di Jawa adalah 10.54 ku/ha, dan di Luar Jawa 10.60 ku/ha. Walaupun secara sepintas terlihat bahwa produktivitas kedelai di Luar Jawa lebih tinggi dari produktivitas kedelai di Jawa, ternyata secara statistik tidak ada perbedaan yang nyata antara produktivitas kedelai di Jawa dan Luar Jawa.

Sumber : Hasil olahan

Gambar 6 Distribusi produktivitas kedelai di Jawa dan Luar Jawa

0

Tabel 5 Rata-rata produktivitas, dan penggunaan faktor produksi pertanian kedelai di Indonesia

Keterangan Jawa Luar Jawa t-hitung Sig.

Produktivitas (ku/ha) 10.54 10.60 -0.191 0.849

(35)

18

Berdasarkan informasi pada Gambar 6 diketahui bahwa sebagian besar petani di Jawa (49.86%) dan di Luar Jawa (49.87%) memiliki produktivitas <10 ku/ha, hanya sebagian kecil petani di Jawa (7.20%) dan Luar Jawa (3.34%) yang memiliki produktivitas diatas 20 ku/ha. Jika dibandingkan dengan informasi penggunaan benih yang menyatakan bahwa sebagian besar petani menggunakan bibit dengan potensi produksi >20 ku/ha, maka bisa disimpulkan bahwa petani kedelai di Indonesia tidak menguasai teknik bertani yang bisa mengoptimalkan potensi dari bibit yang mereka gunakan.

Rata-rata luas lahan yang ditanami tanaman kedelai tiap rumah tangga petani kedelai di Jawa adalah 2 136.23 m2, dan di Luar Jawa 4 387.74 m2. Gambar 7 menunjukkan bahwa sebagian besar petani di Jawa (69.35%) dan di Luar Jawa (43.19%) menanam kedelai pada lahan yang luasnya kurang dari 2500 m2. Di Luar Jawa masih cukup banyak (25.71%) petani yang menanam kedelai pada lahan yang luasnya lebih dari 5000 m2, sedangkan di Jawa jumlahnya sedikit sekali (5.08%).

Faktor produksi bibit sudah digunakan dalam jumlah yang cukup oleh petani di Jawa ataupun di Luar Jawa. Menurut rekomendasi yang dikeluarkan oleh Kementan (2008), jumlah bibit yang sebaiknya digunakan dalam satu hektar lahan kedelai berkisar antara 25-75 kg/ha. Dari Tabel 5 terlihat bahwa rata-rata penggunaan bibit oleh petani di Jawa adalah 71.09 kg/ha, sementara di Luar Jawa rata-rata penggunaannya adalah 55.17 kg/ha.

Namun begitu, masih ada sebagian petani yang menggunakan bibit ini dalam jumlah yang terlalu banyak atau terlalu sedikit. Gambar 8 memperlihatkan bahwa untuk wilayah Jawa selain 59.18% petani yang menggunakan bibit dengan jumlah 25-75 kg/ha, masih ada 4.80% petani yang menggunakan bibit kurang dari 25 kg/ha, dan 36.02% yang menggunakan bibit lebih dari 75 kg/ha. Di Luar Jawa, 70.18% petani yang menggunakan bibit dengan jumlah 25-75 kg/ha, 13.11%

Sumber : Hasil olahan

Gambar 7 Distribusi luas tanam kedelai di Jawa dan Luar Jawa

(36)

19 menggunakan bibit kurang dari 25 kg/ha, dan 16.71% menggunakan bibit lebih dari 75 kg/ha.

Pupuk adalah material yang ditambahkan pada media tanam atau tanaman untuk mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman sehingga mampu berproduksi dengan baik. Pupuk yang biasa digunakan dalam budidaya kedelai adalah pupuk urea untuk memenuhi kebutuhan unsur N, pupuk TSP/SP-36 untuk memenuhi kebutuhan unsur P, dan pupuk KCl untuk memenuhi kebutuhan unsur K pada tanah.

Pupuk urea mengandung unsur N yang diperlukan oleh tanaman kedelai untuk pertumbuhan dan perkembangan. Pupuk ini bermanfaat untuk membuat daun menjadi segar dan mengandung lebih banyak klorofil yang diperlukan untuk proses fotosintesis. Dengan proses fotosistesis yang berjalan lebih baik, maka tanaman kedelai akan memperoleh lebih banyak makanan sehingga kandungan pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik dan kandungan proteinnya menjadi lebih banyak.

Faktor produksi pupuk urea digunakan dalam jumlah yang cukup besar oleh petani di Jawa ataupun di Luar Jawa. Menurut rekomendasi yang dikeluarkan oleh Kementan (2008), jumlah pupuk urea yang sebaiknya digunakan dalam satu hektar lahan kedelai berkisar diantara 25-75 kg/ha. Dari Tabel 5 terlihat bahwa rata-rata penggunaan pupuk urea oleh petani di Jawa adalah 88.42 kg/ha, sementara di Luar Jawa rata-rata penggunaannya adalah 58.69 kg/ha. Hal ini berarti petani di Jawa telah menggunakan pupuk urea dalam dosis yang terlalu besar, sementara di Luar Jawa penggunaannya masih dalam taraf wajar.

Walaupun rata-rata jumlah penggunaan pupuk urea di Jawa cukup besar, ternyata sebagian besar (39.69%) petani kedelai di Jawa justru menggunakan pupuk urea dalam dosis kurang dari 25 kg/ha seperti ditunjukkan oleh Gambar 9. Di Luar Jawa juga terjadi fenomena yang sama, sebagian besar (72.75%) petani menggunakan pupuk urea dalam dosis yang rendah.

Sumber : Hasil olahan

Gambar 8 Distribusi penggunaan benih kedelai di Jawa dan Luar Jawa

(37)

20

Pupuk TSP/SP36 mengandung unsur P yang diperlukan oleh tanaman kedelai untuk merangsang perkembangan akar, sehingga tanaman akan lebih tahan terhadap kekeringan, mempercepat masa panen dan menambah nilai gizi biji. Unsur P diperlukan oleh tanaman kedelai dalam jumlah besar. Rekomendasi dosis pupuk TSP/SP36 yang digunakan untuk tanaman kedelai adalah 100-200 kg/ha.

Walaupun diperlukan dalam jumlah besar, rata-rata penggunaan pupuk TSP/SP36 oleh petani kedelai di Jawa dan Luar Jawa masih di bawah 100 ku/ha. Di Jawa, rata penggunaannya adalah 50.29 kg/ha, dan di Luar Jawa rata-ratanya 16.18 kg/ha. Dalam Gambar 10 terlihat bahwa sebagian besar petani di Jawa (77.55%) dan di Luar Jawa (96.57%) menggunakan pupuk TSP/SP36 dalam dosis kurang dari 100 kg/ha.

Sumber : Hasil olahan

Gambar 10 Distribusi penggunaan pupuk TSP/SP36 di Jawa dan Luar Jawa

.0

Gambar 9 Distribusi penggunaan pupuk urea di Jawa dan Luar Jawa

(38)

21 Pupuk KCl adalah faktor produksi yang digunakan dalam jumlah kecil oleh petani di Jawa dan di Luar Jawa. Fungsi utama unsur K dalam pupuk KCl antara lain adalah untuk membantu perkembangan akar, membantu proses pembentukan protein, menambah daya tahan tanaman terhadap penyakit dan merangsang pengisian biji. Rekomendasi penggunaan pupuk KCl adalah 50-150 kg/ha. Namun ternyata rata-rata penggunaan pupuk KCl oleh petani kedelai di Jawa hanyalah 13.64 kg/ha, dan di Luar Jawa sebesar 12.06 kg/ha.

Pestisida berguna untuk melindungi tanaman dari gangguan hama dan penyakit tanaman yang bisa menurunkan produksi. Jumlah penggunaan pestisida yang sebaiknya digunakan oleh petani sangat bergantung dari intensitas serangan hama dan penyakit yang muncul. Tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata penggunaan pestisida di Luar Jawa lebih besar dari di Jawa, hal ini menunjukkan bahwa intensitas serangan pestisida di Luar Jawa lebih besar dari di Jawa.

Fungsi Produksi Kedelai

Analisis fungsi produksi kedelai di Indonesia menunjukkan bahwa dummy variabel Jawa dan Luar Jawa memiliki pengaruh yang signifikan dari segi intecept dan juga slope pada beberapa faktor produksi yang digunakan (Lampiran 1). Berdasarkan hal ini, analisis selanjutnya akan dilakukan dengan membuat fungsi produksi untuk wilayah Jawa dan Luar Jawa secara terpisah.

Hasil analisis fungsi produksi stochastic frontier kedelai di Jawa dan di Luar Jawa diperlihatkan pada Tabel 6. Nilai koefisien dari setiap faktor produksi pada fungsi tersebut menunjukkan elastisitas produksi dari faktor yang bersangkutan. Faktor produksi yang diduga mempengaruhi produksi kedelai adalah lahan, bibit, pupuk urea, pupuk TSP/SP36, pupuk KCl, pestisida, dan tenaga kerja.

Tabel 6 Hasil pendugaan parameter fungsi produksi kedelai di Indonesia

Faktor Jawa Luar Jawa

Koefisien t-hitung p-value Koefisien t-hitung p-value

Konstanta (α) 0.914 7.99 0.000*** 0.279 3.28 0.001***

Lahan (β1) 0.716 16.21 0.000*** 0.748 17.89 0.000***

Bibit (β2) 0.055 1.31 0.095* 0.037 1.94 0.026**

Urea (β3) -0.006 -0.42 0.337 0.057 3.25 0.001***

TSP (β4) -0.010 -0.70 0.241 0.115 3.10 0.001***

KCl (β5) 0.014 1.55 0.061* 0.151 2.24 0.013**

Pestisida (β6) 0.034 3.36 0.000*** 0.015 1.41 0.080*

Pekerja (β7) 0.216 3.28 0.001*** -0.054 -3.91 0.000***

= 0.608; − = 0.000

= 0.805; − = 0.000

Keterangan: ***, **, dan * menyatakan signifikan pada α = 1%, 5%, dan 10% Sumber : Hasil olahan

(39)

22

koefisien dari faktor yang mempunyai pengaruh nyata bertanda positif kecuali faktor tenaga kerja di Luar Jawa yang tandanya negatif.

Lahan Pertanian

Faktor lahan berpengaruh positif terhadap produksi kedelai di Jawa maupun di Luar Jawa. Hal ini sejalan dengan sejumlah hasil penelitian sebelumnya seperti yang telah dilakukan oleh Battese dan Coelli (1995), Zhu dan Lansink (2010), serta Otitoju et al. (2012) yang menemukan bahwa faktor lahan memiliki pengaruh positif terhadap produksi pertanian.

Nilai elastisitas lahan terhadap produksi kedelai di Jawa sebesar 0.716 menunjukkan bahwa dengan peningkatan luas lahan sebesar 1% maka akan meningkatkan produksi kedelai sebesar 0.716%, ceteris paribus. Di Luar Jawa, nilai elastisitas lahan terhadap produksi kedelai adalah 0.748, yang artinya jika luas lahan pertanian kedelai meningkat sebesar 1% maka akan meningkatkan produksi kedelai sebesar 0.748%.

Nilai elastisitas lahan terhadap produksi adalah yang paling besar apabila dibandingkan dengan faktor produksi lainnya. Hal ini menandakan bahwa naik turunnya jumlah luas lahan yang digunakan untuk bertani kedelai akan sangat berpengaruh terhadap produksi kedelai.

Rata-rata luas lahan kedelai petani di Jawa adalah 2 136.23 m2, sedangkan di Luar Jawa adalah 4 887.74 m2. Seperti sudah disinggung sebelumnya, sebagian besar petani kedelai menanam kedelai dengan luas kurang dari 2 500 m2. Rendahnya luas lahan yang digunakan untuk menanam kedelai ini menjadi salah satu penyebab rendahnya produksi kedelai.

Untuk meningkatkan produksi kedelai melalui perluasan lahan dapat dilakukan dengan cara ekstensifikasi pertanian. Ekstensifikasi pertanian dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan pertanian yang sementara tidak diusahakan (lahan tidur). Pada tahun 2011, di Jawa terdapat 38.72 ribu ha, dan di Luar Jawa terdapat 14 339.87 ribu ha lahan pertanian yang sementara tidak diusahakan (BPS 2012).

Bibit

Bibit merupakan salah satu faktor produksi yang berpengaruh positif terhadap produksi kedelai. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Battese et al. (1996), Kibaara dan Kavoi (2012), serta Dlamini et al. (2012). Nilai elastisitas bibit terhadap produksi di Jawa adalah sebesar 0.155 menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan bibit sebesar 1% akan meningkatkan produksi kedelai sebesar 0.155%, ceteris paribus. Di Luar Jawa elastisitas produksi bibit adalah 0.037 yang artinya peningkatan penggunaan bibit sebesar 1% akan meningkatkan produksi sebesar 0.037%.

Rata-rata jumlah bibit yang digunakan oleh petani di Jawa adalah 71.09 kg/hektar dan di Luar Jawa 55.17 kg/hektar, hal ini sudah sesuai dengan jumlah penggunaan bibit kedelai yang ideal (25-75 kg/hektar). Namun begitu, jumlah penggunaan bibit tersebut masih bisa ditambahkan untuk meningkatkan produksi kedelai.

Pupuk

(40)

23 umum pupuk mempunyai pengaruh positif terhadap produksi kedelai. Secara khusus, hanya pupuk KCl saja yang terbukti mempunyai pengaruh signifikan terhadap produksi kedelai di Jawa. Sementara itu untuk wilayah di Luar Jawa terbukti bahwa pupuk urea, TSP/SP36, dan KCl mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap produksi kedelai.

Faktor pupuk urea memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap produksi kedelai di Luar Jawa. Elastisitas produksi dari pupuk urea adalah 0.057, hal ini berarti peningkatan penggunaan pupuk urea sebesar 1% akan meningkatkan produksi kedelai sebesar 0.057%. Rata-rata penggunaan pupuk urea di Luar Jawa adalah 58.69 kg/hektar, jumlah penggunaan tersebut masih dapat ditingkatkan lagi untuk meningkatkan produksi kedelai.

Faktor pupuk TSP/SP-36 memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap produksi kedelai di Luar Jawa. Elastisitas produksi dari pupuk tersebut adalah 0.115, hal ini berarti peningkatan penggunaan pupuk TSP/SP-36 sebesar 1% akan meningkatkan produksi kedelai sebesar 0.115%. Rata-rata penggunaan pupuk TSP/SP-36 di Luar Jawa adalah 16.18 kg/hektar, jumlah penggunaan tersebut masih dapat ditingkatkan lagi untuk meningkatkan produksi kedelai.

Pupuk KCl adalah pupuk yang berguna untuk menghasilkan unsur K yang diperlukan dalam proses tumbuh kembang tanaman kedelai. Pupuk KCl terbukti mempunyai pengaruh yang positif terhadap produksi kedelai di Jawa dan di Luar Jawa. Di Jawa, pupuk KCl mempunyai elastisitas produksi sebesar 0.014. Hal ini berarti peningkatan penggunaan pupuk KCl sebesar 1% akan meningkatkan produksi kedelai sebesar 0.014%. Di Luar Jawa elastisitas produksi dari pupuk

Penggunaan pestisida terbukti berpengaruh positif terhadap produksi kedelai. Nilai elastisitas pestisida terhadap produksi kedelai di Jawa adalah sebesar 0.034, hal ini menunjukkan bahwa penambahan penggunaan pestisida sebesar 1% maka akan meningkatkan produksi kedelai sebesar 0.034%, ceteris paribus. Di Luar Jawa, elastisitas pestisida terhadap produksi kedelai adalah 0.015, hal ini menunjukkan bahwa jika penggunaan pestida ditingkatkan sebesar 1% maka produksi kedelai akan meningkat 0.015%.

(41)

24

Tenaga Kerja

Faktor tenaga kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produksi kedelai. Di Jawa pengaruh tersebut bersifat positif. Penelitian Battese dan Coelli (1995), Karagiannis dan Sarris (2004), Chang dan Wen (2010), Kumbhakar dan Lien (2010), Kibaara dan Kavoi (2012) adalah contoh dari beberapa penelitian yang hasilnya menyatakan bahwa pengaruh tenaga kerja terhadap produksi pertanian bersifat positif.

Tetapi selain itu, ada juga yang menemukan bahwa pengaruh tersebut bersifat negatif. Otitoju (2012) menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja berdampak negatif terhadap produksi, hal ini dapat terjadi karena luas lahan yang digunakan untuk bertani tidak mencukupi untuk menampung jumlah tenaga kerja yang ada. Dalam kondisi seperti ini penambahan penggunaan tenaga kerja akan menyebabkan terjadinya penurunan hasil produksi pertanian.

Faktor tenaga kerja di Jawa memiliki elastisitas produksi 0.216 yang artinya bila ada penambahan penggunaan tenaga kerja sebesar 1% maka akan meningkatkan produksi kedelai sebesar 0.216%, ceteris paribus. Berdasarkan penelitian ini jumlah rata-rata tenaga kerja yang digunakan di Jawa adalah 116 OH/hektar, sedangkan jumlah ideal tenaga kerja yang digunakan adalah 150 OH/hektar.

Rendahnya penggunaan tenaga kerja ini kemungkinan besar disebabkan karena beralihnya tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor nonpertanian, sehingga petani kesulitan mencari tenaga kerja. Dalam kondisi seperti ini, upaya meningkatkan produksi kedelai dengan menambah jumlah tenaga kerja akan sulit dilakukan.

Di Luar Jawa pengaruhnya tenaga kerja bersifat negatif. Faktor tenaga kerja di Luar Jawa memiliki elastisitas produksi -0.054 yang artinya bila ada penambahan penggunaan tenaga kerja sebesar 1% maka akan menurunkan produksi kedelai sebesar 0.054%, ceteris paribus. Berdasarkan penelitian ini jumlah rata-rata tenaga kerja yang digunakan di Luar Jawa adalah 185 OH/hektar. Penggunaan tenaga kerja yang berlebih telah menyebabkan faktor tenaga kerja memiliki pengaruh yang negatif terhadap produksi. Dalam kondisi seperti ini, upaya meningkatkan produksi harus dilakukan dengan menambahkan jumlah lahan pertanian kedelai sehingga surplus tenaga kerja tersebut dapat dimanfaatkan.

Efisiensi Teknis Petani Kedelai

Nilai efisiensi teknis dapat diperoleh dengan cara membandingkan antara output sesungguhnya dengan output fungsi frontier. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Karagianis dan Sarris (2004), Hadley (2006), dan Kumbhakar dan Lien (2010) rata-rata tingkat efisiensi teknis pada negara-negara Eropa telah mencapai lebih dari 0.9. Di negara-negara Afrika, hasil penelitian Ajao et al. (2012), Dlamini et al. (2012), dan Kuwornu et al. (2013) menunjukkan bahwa rata-rata tingkat efisiensi teknis petani berada pada kisaran 0.4-0.9. Di Asia, penelitian Battese dan Coelli (1995), Khai et al. (2008) dan Krasachat (2012) menunjukkan rata-rata efisiensi teknis petani berada pada kisaran 0.6-0.9.

(42)

25 memiliki tingkat efisiensi teknis diantara 0.3-0.4. Hanya 4.10% saja petani di Jawa yang memiliki efisiensi teknis lebih dari 0.8. Di Luar Jawa, sebagian besar (21.59%) petani kedelai memiliki nilai efisiensi teknis 0.8-0.9. Sebaran nilai efisiensi teknis petani kedelai dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Sebaran nilai efisiensi teknis petani kedelai di Jawa dan Luar Jawa Tahun 2011

Nilai efisiensi teknis Persentase (%)

Jawa Luar Jawa

0.0 ≤ TE < 0.1 0.00 0.00

0.1 ≤ TE < 0.2 16.10 2.31

0.2 ≤ TE < 0.3 17.80 7.46

0.3 ≤ TE < 0.4 20.62 14.65

0.4 ≤ TE < 0.5 16.81 10.80

0.5 ≤ TE < 0.6 10.17 12.08

0.6 ≤ TE < 0.7 7.63 10.80

0.7 ≤ TE < 0.8 6.78 16.71

0.8 ≤ TE < 0.9 3.67 21.59

0.9 ≤ TE < 1.0 0.42 3.60

Keterangan:

Rata-rata (TEJawa) = 0.41; Maks(TEJawa) = 0.93; Min(TEJawa) = 0.11

Rata-rata (TEluarJawa) = 0.60; Maks(TEluarJawa) = 0.95; Min(TEluarJawa) = 0.16

Sumber : Hasil olahan

Rata-rata nilai efisiensi teknis petani kedelai di Jawa adalah 0.41. Angka ini berarti produksi kedelai di Jawa baru mencapai 41% saja dari potensi produksi yang dapat dihasilkannya apabila beroperasi secara efisien. Jika setiap petani kedelai mampu beroperasi secara efisien, maka produksi kedelai di Jawa tahun 2011 bisa meningkat hingga 143.90% (59/41 x 100%) dari realisasi produksinya (0.57 juta ton). Jika setiap petani kedelai mampu beroperasi secara efisien, maka produksi kedelai di Jawa tahun 2011 bisa mencapai 1.4 juta ton.

Rata-rata nilai efisiensi teknis petani kedelai di Luar Jawa ternyata lebih besar dari petani di Jawa. Rata-rata nilai efisiensi teknis petani kedelai di Luar Jawa adalah 0.60. Angka ini berarti produksi kedelai di Luar Jawa baru mencapai 60% saja dari potensi produksi yang dapat dihasilkannya apabila beroperasi secara efisien. Jika setiap petani kedelai mampu beroperasi secara efisien, maka produksi kedelai di Luar Jawa tahun 2011 bisa meningkat hingga 66.67% (40/60 x 100%) dari realisasi produksinya (0.28 juta ton). Potensi produksi yang bisa dicapai jika setiap petani kedelai mampu beroperasi secara efisien adalah 0.46 juta ton.

Secara keseluruhan, potensi optimal produksi kedelai di Jawa dan Luar Jawa tahun 2011 adalah 1.86 juta ton, sudah melampaui target produksi kedelai tahun 2011 yang jumlahnya 1.56 juta ton. Namun, inefisiensi teknis menyebabkan realisasi produksi kedelai berada di bawah potensi optimalnya.

Gambar

Gambaran Umum
Gambar 1 Volume impor kedelai Indonesia, 2005-2011
Gambar 2 Konsumsi, target dan realisasi produksi kedelai 2005-2011
Tabel 2  Luas panen, produktivitas, dan produksi kedelai pada sepuluh provinsi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mempunyai tugas membantu Bupati dalam menyelenggarakan urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan

Saya ucapkan terimakasih untuk semua pihak yang sudah membantu saya terutama keluarga , pihak-pihak STIE Perbanas Surabaya dan STIESIA Surabaya teman- teman yang tidak

Akan tetapi bukan berarti jika proposisi kelebihan – kekurangan dan proposisi nilai memiliki nilai rata – rata yang rendah, proposisi tersebut tidak

Dengan adanya aplikasi perhitungan Harga Pokok Produksi ini mempermudah pihak perusahaan dalam menghitung dan mendapatkan informasi tentang perhitungan Harga Pokok

Salim No.46 KEBON SIRIH MENTENG JAKARTA PUSAT Masakan Indonesia &lt;Rp..

54 13052022010213 AGUS WIJANARKO WIJAYA Pendidikan Jasmani dan Kesehatan SMK Dharma Siswa Kraksaan Penjas 8.B MAN 1b Lap.. MAN b Penginapan

Penelitian ini bertujuan memanfaatkan limbah cair industri tapioka yang diperkaya dengan penambahan glukosa dan amonium sulfat sebagai media alternatif starter bakteri asam laktat

Desa Pakraman Banyalit Kabupaten Buleleng adalah salah satu wilayah di Indonesia yang dijumpai perahu yang mirip dengan perahu katinting. Masyarakat sekitar