• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Kontribusi Ekonomi Perempuan dan Pola Pengeluaran dengan Tingkat Kesejahteraan Keluarga pada Keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara Kontribusi Ekonomi Perempuan dan Pola Pengeluaran dengan Tingkat Kesejahteraan Keluarga pada Keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW)."

Copied!
232
0
0

Teks penuh

(1)

the Women’s Migrant Worker (TKW). Supervised by HERIEN PUSPITAWATI.

The aimed of this research was to determine the relationship between women’s economic contribution, family expenditure patterns and family well-being on women’s migrant worker (TKW) at Padaasih Village, Cisaat Subdistrict, Sukabumi District. Research location was selected purposively based on the highest number of women migrsnt worker (TKW) from Cisaat Subdistrict. This research carried out from June until July 2011. Sixty spouses of the female labor were selected using snowball technique. The result showed that wife become women migrant worker give economic contribution to family’s income. The percentage of family’s non food expenditure was greater than food expenditure. It indicated that the families weren’t prosperous under the category of BPS. The levels of subjective well-being of families in category is medium. There is no relationship between family characteristic with women’s economic contribution and family expenditure, between women’s economic contribution with family expenditure patterns. There is no relationship between family characteristic, the women’s economic contribution and families expenditure with the level of subjective well-being of their families. This research figures that husband’s education had a relationship with physically subjective well-being and also husband’s age with physcology subjective well-being.

Key words: women migrant worker (TKW), women’s economic contribution, expenditure patterns, and family subjective well-being

ABSTRAK

AYUNDA WINDYASTUTI SAVITRI. Hubungan antara Kontribusi Ekonomi Perempuan dan Pola Pengeluaran dengan Tingkat Kesejahteraan Keluarga pada Keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW). Dibimbing oleh HERIEN PUSPITAWATI.

(2)

PENDAHULUAN Latar belakang

Dampak dari krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun drastis. Meskipun perekonomian Indonesia mengalami peningkatan, tetapi tidak diikuti dengan penambahan lapangan kerja formal secara memadai. Hal ini menyebabkan jumlah pengangguran tetap tinggi dan kemiskinan tidak menurun secara nyata (Tarigan 2007). Menurut Wakhidah (2010) terdapat hubungan antara pengangguran dan kemiskinan yang membentuk lingkaran setan (viscious cycle of poverty). Hal ini dikarenakan masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan tentu tidak akan memiliki pendapatan untuk memenuhi kebutuhan sehingga hidup di bawah garis kemiskinan. Jumlah orang miskin tahun 2006 sebesar 39,3 juta jiwa dan jumlah pengangguran 10,9 juta jiwa. Jumlah ini menunjukkan adanya peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2005 yaitu jumlah orang miskin sebesar 35,1 juta jiwa dan pengangguran sejumlah 8,4 juta jiwa (BPS 2006).

Pengangguran terjadi karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Ketidakseimbangan ini menyebabkan jumlah pengangguran meningkat. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menunjukkan proporsi jumlah penduduk yang mencari pekerjaan secara aktif terhadap jumlah seluruh angkatan kerja. Jumlah TPT di Indonesia pada Febuari 2010 mencapai 7,4 persen, mengalami penurunan dibandingkan TPT Februari 2009 sebesar 8,1 persen dan TPT pada bulan Agustus 2009 sebesar 7,8 persen (BPS 2010).

(3)

bagi perempuan dan laki-laki untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, tetapi juga sebagai salah satu cara untuk mengatasi keterbatasan lapangan kerja di dalam negeri.

Jumlah warga Indonesia yang bekerja menjadi TKI ke luar negeri dari tahun ke tahun umumnya terus meningkat. Pada tahun 2005 terdapat sekitar 474.310 orang, meningkat menjadi 680.075 orang pada tahun 2006, meningkat menjadi 696.746 orang pada tahun 2007, meningkat lagi menjadi 748.825 orang pada tahun 2008, dan mengalami sedikit penurunan menjadi 632.172 orang pada tahun 2009 (Kemenakertrans 2010).

(4)

Alasan yang menjadi pertimbangan bagi perempuan bekerja di luar rumah pada kelompok keluarga berpendapatan rendah adalah untuk mendukung pendapatan keluarga. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan rumah tangga adalah pendapatan yang diterima oleh rumah tangga (Rambe 2004). Hipotesis Keynes mengemukakan bahwa orang akan meningkatkan konsumsinya jika pendapatan mereka meningkat, namun peningkatan konsumsi tidak sebesar pendapatannya (Bryant 1990). Selain pendapatan, pengeluaran per kapita sebulan untuk non pangan juga dapat menggambarkan keadaan kesejahteraan masyarakat suatu daerah, dimana semakin tinggi persentase pengeluaran untuk non pangan maka semakin tinggi tingkat kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut (BPS 2003). Berdasarkan hal ini, BPS (2002) membagi pengeluaran untuk pangan dan pengeluaran non-pangan. Dengan demikian, sangat menarik untuk diteliti mengenai seberapa besar kontribusi ekonomi istri terhadap pendapatan keluarga mengingat besarnya jumlah remintansi yang dihasilkan TKW terhadap negara dan daerah asal dan pengeluaran keluarga serta bagaimana dampak kepergian istri sebagai TKW terhadap kesejahteraan objektif dan subjektif suami.

Perumusan masalah

Kabupaten Sukabumi merupakan kabupaten terluas se-Jawa dan Bali dengan luas 412.799,54 Ha (BPS 2008). Mata pencaharian penduduknya pun beragam, baik di sektor formal maupun informal. Hal ini menyebabkan pendapatan penduduk sangat bervariasi. Bagi keluarga yang memiliki pendapatan rendah maka tidak jarang harus mencari pekerjaan lain disamping pekerjaan utamanya dan melibatkan anggota keluarga lainnya untuk meningkatkan pendapatan (family ganerating income). Hal ini dikarenakan keinginan dan kebutuhan setiap keluarga serta anggotanya relatif tidak terbatas, cenderung berubah dan bertambah banyak dari waktu ke waktu Guhardja et al. (1993). Selain adanya himpitan ekonomi dalam keluarga, juga keterbatasan lapangan pekerjaan di desa mendorong istri turut serta berpartisipasi dalam sektor publik, salah satunya dengan menjadi TKW yang bekerja di luar negeri.

(5)

Sementara itu di urutan terakhir yaitu kabupaten Karawang sebanyak 24.000 orang TKW. Adapun remitansi TKI terhadap Kabupaten Sukabumi Tahun 2010 mencapai Rp 334 miliar. Hal ini menunjukkan terjadi kenaikan mencapai hampir tiga kali lipatnya dibanding Tahun 2009 yang hanya Rp 129 miliar (Antara 2010).

Disamping dampak positif, pekerjaan sebagai TKI memiliki berbagai resiko. Menurut data Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2010), jumlah TKI asal Sukabumi mencapai 55.207 orang. Sementara itu yang tercatat dalam Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sukabumi (2010) sekitar 12.000 orang. Artinya, terdapat sekitar 80 persen TKI tidak terdata atau ilegal (Pikiran Rakyat 2011). Badan Penelitian Pengembangan dan Informasi Kemenakertrans (2010) menyatakan bahwa sepanjang tahun 2009, TKI (termasuk TKW) yang mendaftar melalui jasa calo mencapai 64 persen dari total penempatan yang berkisar 5 juta orang. Melalui jalur ini, para calo memanipulasi umur dan ketrampilan calon TKW (Anonim 2011a). Hal ini menunjukkan TKW yang bekerja di luar negeri masih banyak yang diberangkatkan secara ilegal dan tidak memiliki jaminan keamanan sosial seperti asuransi yang memadai (Gulcubuk 2010). Sehingga banyak permasalahan-permasalahan yang terjadi pada TKW terutama di tempatnya bekerja. Menurut data BNP2TKI (2009) diketahui bahwa terdapat 45.626 TKW bermasalah sepanjang tahun 2008 dengan rincian permasalahan seperti PHK sepihak, sakit akibat kerja, gaji tidak dibayar dan penganiayaan, pelecehan seksual, dokumen tidak lengkap, majikan bermasalah, pekerjaan tidak sesuai perjanjian kerja, tidak bisa komunikasi, tidak bisa bekerja, dan lain-lain. Adapun dari data Kemenakertrans hingga Juli 2010 dapat diketahui bahwa kepulangan TKI bermasalah di Arab Saudi 16.170 kasus, Emirat Arab 3.310 kasus, Taiwan 1.938 kasus, Singapura 1.788 kasus, dan Jordania 1.434 kasus (Neraca 2011).

(6)

terjadi ketidakseimbangan peran di dalam keluarga berpotensi menyebabkan berbagai permasalahan keluarga seperti percaraian.

Catatan Pengadilan Tinggi Agama Bandung menyebutkan periode Januari hingga April 2009, sekitar 420 pasangan di 24 kabupaten dan kota di Jawa Barat bercerai (Anonim 2009). Penyebabnya beragam, namun umumnya akibat hilangnya kepercayaan istri terhadap suaminya. Penyebab diajukannya gugat cerai, kalau pengajuannya dilakukan pihak istri biasanya akibat kekecewaan istri atas tindakan suaminya selama ditinggal ke luar negeri (Anonim 2008). Menurut Edi (2010), seorang kepala rumahtangga yang hidup tanpa seorang istri seringkali setelah istrinya mengirim uang, tidak digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya melainkan dipakai untuk kawin lagi dengan wanita lain, hingga saat istri pulang perceraian pun terjadi. Namun ada pula yang mengajukan cerai terlebih dahulu dari pihak istri dikarenakan agar tidak perlu susah lagi mendapatkan izin untuk berangkat menjadi TKW lagi (Anonim 2011a).

Banyaknya resiko permasalahan atau kasus yang dihadapi TKW dan keluarganya di tanah air, tidak mengurungkan niat istri untuk bekerja sebagai TKW agar dapat memberikan kontribusi ekonomi terhadap pendapatan keluarga. Mengingat bahwa dengan bekerja di luar negeri dapat memperoleh penghasilan yang lebih besar daripada di negara asalnya dan tidak membutuhkan tingkat pendidikan yang tinggi (Nurulfirdausi 2010). Menurut Zehra (2008), alasan utama perempuan bekerja yaitu agar dapat memberikan kontribusi ekonomi terhadap pendapatan keluarga secara langsung. Selanjutnya, pendapatan yang diterima rumahtangga menjadi salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan rumahtangga (Rambe 2004). Selain pendapatan, besarnya pengeluaran keluarga terhadap kebutuhan pangan dan non pangan dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan keluarga tersebut. Semakin sejahtera keluarga maka beragam kebutuhan anggota keluarga dapat terpenuhi, baik secara kuantitas maupun kualitas (Shinta 2008).

(7)

keuangan yang baik dan bijak antara pendapatan, pengeluaran dan rencana tabungan masa depan (Garman dan Forgue 1988). Adapun pendapatan TKW selama bekerja di luar negeri lebih banyak digunakan suami untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga diantaranya adalah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti makanan dan pendidikan. Selain itu ada juga yang menggunakan untuk melunasi hutang (Geerards 2010). Teori Engel mengungkapkan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan rumahtangga maka semakin rendah presentase pengeluaran untuk pangan. Selain itu pendapatan seseorang dalam satu keluarga atau rumahtangga akan mempengaruhi bagaimana keluarga tersebut memenuhi kebutuhannya, seperti pemilihan komoditi yang akan dibelinya. Biasanya seseorang yang berpenghasilan rendah akan membelanjakan sebagian besar pendapatannya untuk kebutuhan pangan. Keluarga dikatakan memiliki tingkat kesejahteraan lebih baik apabila memiliki persentase pengeluaran pangan lebih kecil dibanding presentase pengeluaran non pangan (Rambe 2004). Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka beberapa permasalahan yang akan dilihat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana alokasi pengeluaran pangan dan non pangan rumahtangga yang dilakukan oleh keluarga?.

2. Bagaimana kontribusi ekonomi istri dalam bentuk setara uang terhadap kesejahteraan keluarga?.

3. Bagaimana pola pengeluaran rumah tangga mempengaruhi tingkat kesejahteraan rumahtangga?.

4. Melihat sejauh mana tingkat kesejahteraan keluarga TKW?.

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Mengetahui hubungan kontribusi ekonomi perempuan dan pola pengeluaran rumah tangga terhadap kesejahteraan keluarga pada keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW).

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik sosial dan ekonomi contoh dan keluarganya. 2. Mengidentifikasi alokasi pengeluaran keluarga yang terdiri dari pengeluaran

(8)

maupun dari lainnya.

3. Menganalisis kesejahteraan keluarga TKW. 4. Menganalisis hubungan antar variabel penelitian.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada beberapa pihak mengenai keadaan keluarga dengan istri sebagai TKW. Informasi ini diharapkan dapat berguna antara lain bagi penulis, kelembagaan keilmuan, pemerintah, masyarakat, dan pengembangan keilmuan.

1. Bagi penulis penelitian ini dapat menjadi sarana untuk menambah pengetahuan terhadap berbagai permasalahan seputar keluarga lebih dalam, terutama mengenai kontribusi ekonomi perempuan terhadap keluarga, pola pengeluaran rumahtangga, tingkat kesejahteraan keluarga, dan meningkatkan kemampuan menganalisa suatu permasalahan sesuai dengan disiplin ilmu yang dimiliki penulis, serta dapat memperkaya akan wawasan dan studi kepustakaan mengenai bidang keluarga.

2. Bagi kelembagaan keilmuan, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya literatur di bidang ilmu keluarga yang khususnya terkait dengan permasalahan keluarga berkaitan dengan gender dimana salah satunya adalah menjadi TKW dan dapat digunakan untuk referensi literatur untuk penelitian selanjutnya.

3. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menginformasikan pada pemerintah terkait dengan pilihan menjadi TKW yang masih dijadikan sebagai sumber pendapatan keluarga di kawasan Sukabumi dan diharapkan pemerintah sebagai pembuat kebijakan mampu memberikan solusi, perlindungan hak perempuan untuk hidup sejahtera serta regulasi terhadap ketenagakerjaan dan perlindungan kepada TKW beserta kesejahteraan keluarga TKW tersebut.

4. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan informasi akan hubungan kontribusi ekonomi perempuan khususnya pada keluarga TKW, pola pengeluaran rumahtangga terhadap tingkat kesejahteraan keluarga. Wawasan dan informasi tersebut diharapkan dapat dipergunakan dengan baik sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat. 5. Bagi pengembangan ilmu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

(9)

TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Teori Keluarga Pengertian Keluarga

Keluarga menurut Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 6 adalah "unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri atau suami istri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya". Keluarga merupakan institusi terkecil dalam masyarakat juga sebagai wahana utama dan pertama bagi anggota-anggotanya untuk mengembangkan potensi dan aspek sosial dan ekonomi. Menurut Puspitawati (2009), keluarga adalah suatu kelompok dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan adopsi, dan berkomunikasi satu sama lain yang menimbulkan peranan-peranan sosial bagi suami dan istri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan perempuan, saudara laki-laki dan perempuan serta merupakan pemeliharaan kebudayaan bersama.

Setiap keluarga pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai dalam setiap tahapan hidupnya. Adapun tujuan dari membentuk keluarga yaitu untuk mewujudkan kesejahteraan bagi setiap anggotanya (BKKBN 1992). Terdapat delapan fungsi utama untuk mencapai tujuan keluarga menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 1994 yang terdiri dari fungsi keagamaan, sosial, cinta kasih, melindungi, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi dan pembinaan lingkungan (BKKBN 1996). Selanjutnya Rice & Tucker (1986) membagi peran keluarga menjadi dua peran utama yaitu peran ekpresif dan peran instrumental. Peran ekspresif adalah untuk memenuhi keutuhan emosi (cinta kasih, ikatan suami-istri, dan ikatan orangtua-anak) dan perkembangan anak yang di dalamnya meliputi moral, loyalitas, dan sosialisasi anak. Sedangkan peran instrumental adalah peran manajemen sumberdaya keluarga yang dimiliki (fungsi ekonomi) untuk mencapai berbagai tujuan keluarga melalui prokreasi dan sosialisasi anak, serta dukungan dan pengembangan anggota keluarga.

Teori Struktural Fungsional

(10)

menurut Megawangi (1999), pendekatan ini tidak pernah lepas dari pengaruh budaya, norma, dan nilai-nilai yang melandasi sistem masyarakat tersebut.

Teori struktural-fungsional dapat dilihat penerapannya dalam keluarga melalui struktur dan aturan yang diterapkan. Menurut Levy dalam Megawangi (1999) menyatakan bahwa tanpa adanya pembagian tugas masing-masing anggota keluarga dengan jelas sesuai dengan status sosialnya maka fungsi keluarga akan terganggu. Pembagian peran dan tugas dalam keluarga dibutuhkan untuk dapat saling melengkapi dan menjaga keharmonisan sistem agar dapat berfungsi dengan baik. Untuk lebih lanjutnya Levy dalam Megawangi (1999) membuat daftar persyaratan yang harus dipenuhi oleh keluarga agar dapat berfungsi, diantaranya sebagai berikut:

1. Diferensiasi peran yaitu adanya pembagian peran dan tugas yang harus dijalankan oleh setiap anggota keluarga. Dari serangkaian tugas dan aktivitas yang perlu dilakukan dalam keluarga, maka harus terdapat alokasi peran untuk setiap anggota keluarga. Terminologi diferensiasi peran tersebut dapat dibagi berdasarkan umur, gender, generasi, posisi status ekonomi dan politik dari masing-masing aktor. Sebagai ilustrasi yaitu menyetir “Seorang bapak adalah lebih kuat daripada anak lelakinya (karena juga lebih muda) sehingga bapak akan diberikan peran sebagai pemimpin dalam kegiatan instrumental”.

2. Alokasi solidaritas yang menyangkut adanya distribusi relasi antar anggota keluarga. Distribusi relasi antar anggota menurut cinta, kekuatan, dan intensitas dalam hubungan. Cinta dan kepuasan dapat menggambarkan hubungan antar anggota. Misalnya keterikatan emosi antara ibu dengan anaknya. Kekuatan mengacu pada keutamaan sebuah relasi relatif terhadap relasi lainnya. Hubungan antara bapak dan anak mungkin lebih utama dibandingkan dengan hubungan suami dan istri pada suatu budaya tertentu. Sedangkan intensitas merupakan kedalaman relasi antar anggota menurut kadar cinta, kepedulian, ataupun kekuatan.

(11)

4. Alokasi politik menyangkut distribusi kekuasaan dalam keluarga. Yang dimaksud dengan distribusi kekuasaan dalam keluarga dan siapa yang bertanggung jawab atas setiap tindakan anggota keluarga. agar keluarga dapat berfungsi, maka distribusi kekuasaan pada tingkat tertentu diperlukan. 5. Alokasi integrasi dan ekspresi meliputi cara atau teknik sosialisasi,

internalisasi, dan pelestarian nilai-nilai dan perilaku yang memenuhi tuntutan norma yang berlaku bagi setiap anggota keluarga.

Teori struktural-fungsional mengasumsikan bahwa suatu keluarga terdiri dari bagian yang saling mempengaruhi satu sama lain. Kemampuan struktur keluarga dapat berfungsi secara efektif pada keluarga inti yang tersusun dari seorang laki-laki sebagai pencari nafkah dan perempuan sebagai ibu rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan anggota dan ekonomi industri baru (Parsons & Bales 1956).

Fungsi Ekonomi Keluarga

Salah satu fungsi keluarga menurut Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1994 yang terdapat dalam BKKBN (1996) adalah fungsi ekonomi. Sebagai suatu unit ekonomi keluarga merupakan alat untuk melakukan aktivitas agar memperoleh hasil yang diinginkan, seperti kepuasan, tujuan, gaya hidup, standar hidup, kesejahteraan, keamanan, kemampuan dan keterampilan untuk proses produksi dan konsumsi (Bryant 1990). Beberapa fungsi ekonomi keluarga menurut Rafella (2003) yaitu pengalokasian sumberdaya untuk pelayanan kesejahteraan dengan memproduksi, mendistribusikan dan mengonsumsi produk diantara anggota keluarga.

Keluarga perlu melakukan aktivitas ekonomi secara produktif untuk memenuhi kebutuhannya dan memperoleh kepuasan. Menurut Garman (1993) aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh keluarga diantaranya:

1. Mencari pendapatan: Orang melakukan aktivitas seperti bekerja untuk mendapatkan penghasilan berupa gaji atau upah, keuntungan pengusaha bisnis, dan perolehan dari investasi.

2. Konsumsi: Konsumsi diartikan sebagai pemakaian atau penghabisan barang-barang seperti komoditi dan jasa yang bertujuan untuk memenuhi keinginan.

(12)

4. Meminjam: Agar tercapainya pemenuhan kebutuhan maka keluarga pasti pernah melakukan peminjaman atau berhutang dalam jangka waktu tertentu dengan perjanjian akan dikembalikan sejumlah peminjamannya tersebut. 5. Menabung: Menabung merupakan aktivitas memindahkan alokasi uang

untuk masa mendatang atau penghasilan saat ini yang tidak habis untuk dikonsumsi.

6. Investasi: Investasi merupakan kegiatan mengerahkan sumberdaya yang ada berupa uang ataupun properti untuk memproduksi barang dan jasa agar memperoleh keuntungan berupa bunga, uang sewa, perolehan modal, dan pendapatan lainnya.

7. Pembayaran Pajak: Pembayaran pajak merupakan perilaku sukarela seseorang untuk membayarkan pajak kepada pemerintah.

Aspek ekonomi merupakan salah satu fungsi keluarga yang vital bagi kehidupan keluarga, bahkan hal tersebut sangat berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan keluarga tersebut.

Teori Gender

Gender dapat diartikan sebagai hasil dari sosio kultural yang membedakan karakteristik antara laki-laki dan perempuan. Hubeis (2010) menyatakan bahwa gender merupakan suatu konsep mengenai sistem peranan dan hubungan antara perempuan dan lelaki yang tidak hanya ditentukan oleh perbedaan biologis, melainkan juga oleh lingkungan sosial, politik, dan ekonomi.

(13)

dalam suatu tatanan sosial, ekonomi di tingkat lingkungan masyarakat dan kesepakatan yang telah dibuat dalam lingkungan keluarga (Hubeis 2010). Pendekatan gender dilakukan untuk dapat mengubah situasi ketidakadilan atau deskriminasi terhadap kaum perempuan menjadi situasi tercapainya kesetaraan serta keadilan dengan mempertimbangkan sikap, peran, dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki (Nurulfirdausi 2010).

Analisis Gender Kerangka Moser

Menurut Lassa (2009) terdapat lima kerangka berpikir berbasis gender yang umum digunakan untuk menganalisis gender, yaitu:

1. The Harvard Analytical Framework, atau juga dikenal dengan the Gender Roles Framework

2. The Moser Gender Planning Framework

3. The Women’s Empowerment Framework (WEP) 4. The Social Relations Approach, dan

5. The Gender Analysis Pathway (GAP)

Kerangka Moser (The Gender Roles Framework) tidak berfokus pada kelembagaan tertentu melainkan lebih berfokus pada rumahtangga. Adapun Moser (1993) membagi tiga konsep utama dari kerangka ini menjadi:

1. Peran lipat tiga (triple roles) perempuan pada tiga aras: kerja reproduksi, kerja produktif, dan kerja komunitas. Hal ini dilakukan untuk pemetaan pembagian kerja gender dan alokasi kerja. Adapun tiga kategori triple roles, yaitu:

a. Peran reproduktif adalah peran yang berhubungan dengan tugas-tugas domestik yang menyangkut kelangsungan keluarga. contohnya, melahirkan, memasak, mengasuh anak, mencuci, membersihkan rumah, menjahit, dan lainnya.

b. Peran produktif adalah peran yang dikerjakan oleh perempuan dan laki-laki untuk mendapatkan upah berupa uang secara tunai atau sejenisnya. Contohnya, bekerja di sektor formal ataupun non formal.

c. Peran pengelolaan masyarakat dan politik. Peran ini dibagi menjadi dua kategori yaitu:

1) Peran pengelolaan masyarakat (kegiatan sosial) mencakup seluruh aktivitas yang dilakukan dalam komunitas bersifat sukarela dan tanpa upah.

(14)

politik dalam komunitas yang biasanya tanpa dibayar dan untuk meningkatkan kekuasaan atau status.

2. Upaya untuk membedakan kebutuhan yang bersifat praktis dengan yang strategis bagi perempuan dan laki-laki. Kebutuhan strategis berhubungan dengan posisi perempuan (subordinasi).

3. Pendekatan analisis kebijakan menfokuskan pada kesejahteraan (walfare), kesamaan (equity), anti kemiskinan, efisiensi, dan pemberdayaan perempuan dari atau WID (Women in Development) ke GAD (Gender and Development).

Tenaga Kerja Indonesia (TKI)

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 menyatakan bahwa Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut dengan TKI adalah setiap Warga negara Indonesia (WNI) yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah. TKI perempuan disebut sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW). Salah satu peran produksi yang dilakukan perempuan salah satunya dengan menjadi TKW. Selain itu adanya keterbatasan kesempatan kerja di bidang formal, menyebabkan banyaknya perempuan yang berminat menjadi TKW. Negara tujuan TKW terbesar yaitu Malaysia dan Saudi Arabia (BPS 2009a). Umumnya TKW bekerja sebagai Pembantu Rumah Tangga (PRT).

Perempuan bekerja untuk mendapatkan penghasilan sehingga mampu mencukupi kebutuhan keluarga (Zehra 2008). Keputusan untuk bekerja di luar negeri sebagai TKW menjadi sebuah pilihan yang diambil oleh sebagian masyarakat agar dapat mengubah kehidupan perekonomian keluarganya. Bekerja di luar negeri menjadi sebuah daya tarik tersendiri dikarenakan tingkat pendapatan yang diterimanya jauh lebih besar dibandingkan bekerja di desanya. Pengiriman uang yang cukup lancar kepada keluarga yang ditinggalkan merupakan salah satu indikator keberhasilan menjadi TKW. Umumnya para istri mengirimkan pendapatannya pada bulan Januari, Februari, November, dan Desember (Nurulfirdausi 2010).

(15)

Pendapatan TKW selama bekerja di luar negeri yang dikirimkan kepada keluarga lebih banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga diantaranya adalah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti makanan dan pendidikan. Selain itu ada juga yang menggunakan untuk melunasi hutang (Geerards 2010).

Perubahan Struktur Keluarga Akibat Peran Istri dalam Pencarian Nafkah Dengan kepergian istri menjadi TKW maka terjadi perubahan struktur dalam keluarga. Padahal dalam sebuah keluarga, perempuan memiliki kewajiban berperan utama dalam pekerjaan domestik seperti mengurus anak dan suami serta anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama. Hal ini merupakan pengaruh budaya patriarki yang masih berlaku dalam masyarakat dimana nilai istri hanya sebagai pengasuh anak. Namun perlahan anggapan tersebut mulai bergeser seiring dengan meningkatnya jumlah tenaga kerja perempuan dalam sektor publik. Berikut salah satu contoh perubahan peran perempuan dalam keluarga menurut Hubeis (2010):

Seorang lelaki bekerja di rumah yaitu mengurus rumah tangga serta mengasuh anaknya yang masih bayi, sedangkan tugas mencari nafkah dilakukan istrinya. Hal ini terjadi karena pendapatan keluarga akan lebih baik jika istri yang bekerja dibanding suami. Akan tetapi jika keduanya bekerja maka mereka harus menyewa jasa pengasuh bayi dan hampir menghabiskan pendapatan yang diperoleh. Sebaliknya, jika istri diam di rumah dan suami bekerja maka pendapayan suami tidak dapat mencukupi kebutuhan keluarga. Karena itu, istrilah yang bekerja dan suami mengurus rumah.

(16)

Menurut Sumarwan (1993) peningkatan jumlah angkatan tenaga kerja wanita disebabkan oleh beberapa fakor, diantaranya:

1. Peningkatan tuntutan ekonomi yang menyebabkan sebagian keluarga tidak dapat mempertahankan tingkat kesejahteraannya hanya dari satu pendapatan;

2. Perubahan gaya hidup atau selera keluarga dalam mengkonsumsi barang dan jasa;

3. Semakin terbukanya kesempatan kerja bagi semua warga negara Indonesia, baik perempuan maupun laki-laki, untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik.

Sedangkan Hoffman & Nye (1974) mengemukakan bahwa terdapat tiga faktor yang mendorong perempuan mencari penghasilan tambahan, yaitu:

1. Alasan ekonomi: Tujuannya untuk menambah pendapatan keluarga, terutama jika pendapatan suami relatif kecil. Selain itu karena istri memiliki suatu keahlian tertentu yang membuatnya merasa lebih efektif apabila waktunya digunakan untuk mencari nafkah.

2. Mengangkat status diri: Tujuannya untuk meningkatkan kekuasaan lebih besar atau minimal setara dengan suami dalam kehidupan keluarga.

3. Terdapat motif intrinsik (dari dalam dirinya) untuk menunjukkan eksistensinya seperti kemampuan berprestasi sebagai manusia, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat.

Suami, orangtua, atau kerabat yang lainnya harus menyadari terdapat peran serta kewajiban menggantikan ibu (istri) agar tetap dapat tercapinya keseimbangan. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh tim Pusat Studi Gender dan Keluarga STAIN Salatiga di Gamol, Kecandran, Salatiga, Jawa Tengah, yang juga dipresentasikan di The International Seminar of Gender Mainstreaming on Higher Education di UKSW Salatiga pada Desember 2006, menunjukkan adanya kesadaran tiga pola pergeseran peran, antara lain:

1. Suami mengambil alih peranan penuh dalam keluarga yang ditinggalkan oleh istri seperti mengurusi berbagai pekerjaan domestik, termasuk mengasuh anak.

2. Suami mengambil alih sebagian peranan keluarga yang ditinggalkan oleh istri. Suami biasanya dibantu oleh ibu atau anggota keluarga lain.

(17)

nilai yang menyebabkan ibu atau mertua TKW mengambil alih seluruh peran domestik keluarga.

Keputusan istri untuk berpartisipasi di sektor publik dengan menjadi TKW merupakan pilihan yang sulit dan sangat tergantung pada keadaan ekonomi keluarga. Ketiadaan istri di rumah berdampak meningkatkan tingkat stress pada suami karena suami harus menggantikan peran istri yang ditinggalkannya sehingga suami memiliki peran ganda dalam rumah tangga, yaitu sebagai penggerak ekonomi keluarga dan melakukan pekerjaan domestik. Laporan penelitian Sunarti (2009a) menyatakan bahwa "Semakin besar sumbangan pendapatan dari istri, maka semakin sejahtera keluarga".

Kontribusi Ekonomi Perempuan

Salah satu tujuan seseorang bekerja di bidang nafkah adalah untuk memperoleh penghasilan berupa uang. Hal tersebut yang mendorong peran perempuan sebagai penunjang perekonomian rumahtangga menjadi sangat penting dan ikut serta berperan dalam sektor ekonomi untuk menambah penghasilan keluarga dan memenuhi kebutuhan (Hubeis 2010).

Tenaga kerja perempuan umumnya dihargai dengan upah yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Seringkali upah yang dihasilkan oleh istri untuk keluarga dianggap sebagai hasil kontribusi suami terhadap pendapatan keluarga, meskipun istrilah yang menghasilkannya. Kontribusi ekonomi perempuan masih dianggap sekunder dan hanya sebagai pelengkap hasil dari laki-laki (Sobary 1992). Perempuan seringkali dipandang sebagai orang kedua yang hanya membantu pasangan (subordinat), berpendidikan rendah, dan memiliki keterbatasan keterampilan untuk menghasilkan kontribusi ekonomi bagi keluarga (Zehra 2008). Tidak jarang perempuan yang bekerja sebagai pencari nafkah tidak mendapatkan imbalan berupa uang sehingga tidak dapat memberikan kontribusi ekonominya pada pendapatan rumah tangganya.

(18)

kelangsungan kehidupan keluarga (terutama anak-anaknya) bukan untuk mengejar karir sehingga menerima berbagai jenis pekerjaan apapun tanpa memperhatikan besarnya pendapatan yang ditawarkan dari lingkungan kerja.

Menurut Lasswell dan Laswell (1987), kontribusi ekonomi perempuan dalam ekonomi keluarga akan menghasilkan peningkatan dalam keuangan keluarga, kepemilikan barang mewah, standar hidup yang lebih tinggi dengan pencapaian rasa aman yang lebih baik sehingga berdampak pada peningkatan status sosial keluarga. Meskipun pekerjaan mereka memiliki kontribusi yang sangat penting untuk kelangsungan hidup dan kesejahteraan keluarga, namun pada kenyataannya perempuan masih saja dipandang sebelah mata dalam masyarakat (Zehra 2008). Disamping itu, Adriyani (2000) menyatakan, “tinggi rendahnya kontribusi ekonomi wanita ditentukan juga oleh jumlah anggota rumah tangga yang bekerja mencari nafkah dan memperoleh pendapatan berupa uang”. Meskipun demikian beberapa fakta empiris yang dikemukakan oleh Hubeis (2010) menunjukkan hal-hal berikut:

1. Perempuan mengalokasikan pendapatannya dalam jumlah yang lebih besar untuk keluarga dan kerabatnya dibandingkan untuk dirinya sendiri. Hal ini dikarenakan sifat bawaan perempuan yaitu unselfish (tidak mementingkan dirinya sendiri, tetapi selalu mendahulukan keluarga) sebagai produk dalam masyarakat yang membentuk bagaimana perempuan bersikap terutama dalam tatanan keluarga.

2. Perempuan yang bekerja pada umumnya membantu usaha rumahtangga dengan atau tanpa memperoleh upah, baik di sektor publik maupun di sektor domestik.

3. Tenaga kerja perempuan lapisan bawah yang terkena PHK umumnya akan langsung pulang kembali ke kampung halaman untuk mencari perlindungan sosial dan keamanan, sedangkan perempuan yang berpendidikan tinggi akan secara langsung aktif untuk mencari kesempatan kerja yang lain.

Arus Kas Keuangan Keluarga (Family Cash Flow)

(19)

diterima keluarga terbatas (Krisnatuti et al., 2009). Dengan demikian keluarga perlu memiliki kemampuan mengatur keuangan yang baik dan bijak antara pendapatan, pengeluaran dan rencana tabungan masa depan (Garman dan Forgue 1988).

Manajemen keuangan berkaitan dengan pembuatan anggaran. Menurut Garman dan Forgue (1988), membuat anggaran merupakan suatu proses perencanaan dan pengontrolan keuangan yang berhubungan dengan penggunaan catatan keuangan untuk menetapkan tujuan, perencanaan, pengambilan keputusan, pelaksanaan, pengontrolan, dan evaluasi.

Laporan arus kas (cash flow) memperlihatkan aliran uang yang masuk (pendapatan) dan aliran uang yang keluar (pengeluaran) yang rutin dilakukan oleh individu atau keluarga pada beberapa waktu yang telah lewat, seperti dalam bulanan atau tahunan. Menurut Garman dan Forgue (1988), pendapatan keluarga adalah seluruh perolehan yang diterima oleh seluruh anggota keluarga. Pendapatan teridiri dari upah dan gaji, bonus dan komisi, warisan, uang lembur, beasiswa, bunga deposito, dll. Pengeluaran adalah segala aktivitas yang mengakibatkan jumlah keuangan berkurang. Sebuah keluarga dapat membuat perencanaan pengeluaran, tetapi ketika uang tersebut telah dikeluarkan oleh keluarga disebut sebagai pengeluaran aktual (actual expenditure).

Pengetahuan tentang cash flow penting dan wajib diketahui agar keuangan keluarga kita tidak akan berantakan dan terpantau (Anonim 2007). Manajemen cash flow yang efektif dapat membatasi pengeluaran bulanan, meningkatkan pemasukan, menggunakan tabungan atau melakukan peminjaman (hutang). Hal tersebut bermanfaat dalam mengontrol pengeluaran tidak tetap seperti biaya rekreasi, pengeluaran pribadi, dan pengeluaran pangan. Adapun cash flow dapat digambarkan seperti pada Gambar 1.

(20)

Gambar 1 Diagram Cash flow manajemen keuangan keluarga (Anonim 2007).

Pengeluaran Keluarga

Dalam suatu keluarga pendapatan akan mempengaruhi aktivitas keluarga dalam upaya pemenuhan kebutuhan keluarga (Suryawati 2002). Hal ini terjadi karena tingkat pendapatan keluarga menentukan jenis pangan yang akan dibeli. Teori Bennet mengungkapkan bahwa persentase bahan pokok pangan dalam konsumsi suatu keluarga akan semakin menurun dengan meningkatnya pendapatan dan cenderung akan beralih pada pangan yang mengandung energi lebih mahal.

Seiring dengan meningkatnya pendapatan maka akan terjadi pergeseran porsi pengeluaran untuk pangan ke pengeluaran non pangan. Pergeseran pola pengeluaran tersebut dikarenakan elastisitas terhadap pangan umumnya rendah, sebaliknya elastisitas terhadap non-pangan tinggi. Keadaan ini dapat dilihat pada pada kelompok penduduk yang tingkat konsumsi makannya sudah mencapai titik jenuh, sehingga peningkatan pendapatan akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan bukan makanan atau ditabung (BPS 2002).

(21)

kebutuhan dasar yang sangat diperlukan agar dapat hidup dengan layak, seperti gizi, perumahan, pelayanan, pengobatan, pendidikan, dan sandang. Sedangkan kebutuhan sekunder meliputi waktu luang, ketenangan hidup, dan lingkungan hidup. Bryant (1990) mengemukakan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi konsumsi keluarga yaitu pendapatan, ukuran (besar keluarga), komposisi keluarga, dan harga. Menurut Sumarwan (1993), pola konsumsi dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dari kepala rumah tangga, tingkat pendapatan keluarga, jumlah keseluruhan anggota keluarga dan selera makan keluarga.

Teori Engel menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan rumahtangga maka akan semakin rendah persentase untuk pangan. Sebaliknya, semakin rendah tingkat pendapatan rumahtangga maka akan semakin tinggi persentase pengeluarannya untuk pangan. Bagi keluarga berpenghasilan rendah, umumnya pendapatan yang diperoleh hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic need) dan sebagian besar dari mereka sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan hidup secara layak, sehingga terjadi penurunan kualitas hidup atau kesejahteraannya (Rambe et al., 2008). Hal ini didukung dengan pernyataan BPS (2002) yang menyebutkan bahwa pada negara yang sedang berkembang, persentase pengeluaran rumahtangga yang terbesar adalah pengeluaran untuk pangan.

Tingkat kesejahteraan suatu keluarga akan dikatakan semakin baik apabila persentase pengeluaran untuk pangan semakin kecil jika dibandingkan dengan total pengeluaran keluarga (Rambe 2004). Jenis pengeluaran keluarga yang digunakan oleh BPS (2008) yaitu pengeluaran untuk pangan dan pengeluaran non pangan. Pengeluaran untuk pangan adalah pengeluaran untuk konsumsi terhadap bahan pangan kelompok padi-padian, ikan, daging, telur, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak, dan lemak. Komoditi pangan yang memiliki pengaruh sangat besar terhadap pergeseran garis kemiskinan adalah beras, gula pasir, telur, tahu, tempe, mi instan, dan minyak goreng. Sementara itu, pengeluaran non pangan meliputi biaya untuk perumahan, bahan bakar, penerangan dan air, barang dan jasa, pakaian dan barang-barang tahan lama lainnya.

(22)

terlebih dahulu menggunakan pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan pangan baru kemudian untuk non pangan. Jika dikaitkan dengan teori Maslow seperti yang dikemukakan Rambe et al. (2008), maka akan dipenuhi terlebih dahulu adalah kebutuhan dasar keluarga, salah satunya adalah pangan. Walaupun demikian, perilaku ini tidak lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, seperti pendapatan, jumlah anggota keluarga, tempat tinggal, musim, dan pendidikan (Mangkuprawira 1985).

Kesejahteraan Keluarga Pengertian Kesejahteraan Keluarga

Kesejahteraan merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai oleh sebuah keluarga. Keluarga dikatakan sejahtera apabila sudah dapat memenuhi kebutuhan anggota keluarganya, baik sandang, pangan, papan, sosial, dan agama (Sulaeman 2008). Menurut Rambe et al. (2008), kesejahteraan merupakan suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, termasuk spiritual yang diliputi rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir batin yang memungkinkan warga negara untuk mengadakan usaha-usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

Setiap orang memiliki penilaian terhadap tingkat kesejahteraan dimana antara satu sama lain tidak sama. Sejahtera bagi seseorang belum tentu sama dengan yang lainnya. Hal ini dikarenakan setiap orang memiliki pengalaman dan tingkat kepuasan yang berbeda yang sangat bergantung pada kepribadian masing-masing individu terhadap tingkat kepuasan dan persepsi yang dimilikinya akibat dari pengalaman sebelumnya (Angur et al., 2004).

Kesejahteraan keluarga dapat dibedakan menjadi kesejahteraan ekonomi (family well-being) yang dapat diukur dari terpenuhinya kebutuhan dari pemasukan keluarga (contohnya diukur melalui pendapatan, upah, aset, dan pengeluaran keluarga) dan kesejahteraan meterial (family material well-being) yang diukur dari berbagai bentuk barang dan jasa yang digunakan keluarga (Sunarti 2008). Umumnya pengukuran kesejahteraan material dapat dilihat dari tingkat pendapatan.

(23)

kesejahteraan objektif dapat digunakan indikator seperti kondisi perumahan, demografi, dan ekonomi. Robin (2004) dalam Angur et al. (2004) mengemukakan indikator untuk kesejahteraan subjektif terhadap kualitas hidup (subjective quality of life) seperti kepuasan, persepsi, komitmen, aspirasi, dan motivasi. Kesejahteraan objektif diasumsikan penghitungannya melalui kesesuaian jumlah objektivitas atau angka (kuantitatif) berbeda dengan kesejahteraan subjektif yang diukur melalui asumsi subjektivitas (kualitatif) pengalaman seseorang. Tingkat kesejahteraan objektif seseorang akan mempengaruhi kesejahteraan subjektifnya. Dimana persepsi seseorang terhadap suatu kondisi (objektif) akan membentuk suatu perilaku tertentu (subjektif).

Kesejahteraan Subjektif (Quality of Life)

Kesejahteraan subjektif (Quality of Life) adalah pengukuran tingkat kepuasan dan kebahagiaan seseorang secara subjektif terhadap keadaannya dalam waktu tertentu (Krueger 2009). Pendekatan subjektif dapat diukur melalui standar kualitas sikap, opini, dan skala persepsi. Menurut Diener & Eunkook (1997), tingkat kesejahteraan subjektif secara langsung menggambarkan perasaan seseorang dalam konteks standar yang telah ditetapkannya. Semakin tinggi kepuasan dibandingkan dengan standar hidup yang berlaku, maka semakin tinggi kepuasan terhadap kualitas hidupnya. Haydron (2005) mengemukakan bahwa tingkat kepuasan seseorang tidak hanya bergantung pada prioritas dalam hidupnya, tetapi juga bagaimana ia merespon terhadap suatu keadaan yang terkadang tidak sesuai dengan harapan. Menurut Puspitawati et al. (2008), puas atau tidaknya seseorang dapat dihubungkan dari nilai-nilai yang terbentuk dari pengalaman sebelumnya dan tujuan yang ingin dicapainya. Seseorang akan merasa semakin puas dan bahagia apabila semakin tinggi kekayaan yang dimilikinya (Angur et al., 2004).

Kesejahteraan subjektif erat kaitannya dengan pandangan mengenai kualitas hidup. Menurut University of Toronto-Canada (2008) kualitas hidup dapat didefinisikan sebagai berikut:

Quality of life is the degree to which a person enjoys the important possibilities of his/her life. Possibilities result from oppurtunities and limitations each person has in her/his life and reflect the interaction of personal and environmental factors” (University of Toronto 2008).

(24)

• Pertama terkait pandangan hidup dalam bagaimana menyikapi aktivitas sehari-hari yang dipengaruhi emosi positif dan negatif serta pengalaman. • Kedua terkait evaluasi kehidupan seseorang dengan mengukur tingkat

kepuasan hidupnya, misalnya dengan menanyakan “sejauh apa kepuasan yang Anda rasakan terhadap hidup Anda sehari-hari?”.

Kesejahteraan Objektif

Kesejahteraan objektif diperoleh dengan hasil melalui pengamatan atau observasi dari suatu objek yang dapat dibandingkan dengan standar baku dengan hasil kuantitatif. Umumnya pendekatan fisik (objektif) lebih sering digunakan untuk mengukur kualitas hidup penduduk suatu daerah (Angur et al., 2004). Kesejahteraan objektif dapat diukur dengan menggunakan dua indikator, yaitu indikator utama dan indikator tambahan. Indikator utama merupakan tingkat pendapatan per kapita per bulan dengan mengacu standar garis kemiskinan daerah. Sedangkan, indikator tambahan meliputi indikator pemenuhan kebutuhan pangan, pakaian, perumahan, pendidikan anak, dan perawatan kesehatan keluarga (Sunarti 2009).

Sumarwan (1993a) mengatakan bahwa seseorang dikatakan sejahtera apabila terpenuhinya kebutuhan fisik dan material, dimana kebahagiaan berhubungan dengan perasaan atau emosi. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat kesejahteraan keluarga dikatakan lebih baik apabila presentase pendapatan yang digunakan untuk pangan lebih rendah dibandingkan presentase untuk kebutuhan lainnya atau non pangan.

(25)

Kesejahteraan Ekonomi Keluarga

Lingkungan dan tempat tinggal. Rumah menjadi salah satu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh manusia dalam hidupnya. Disamping sebagai tempat untuk berlindung, baik dari hujan maupun panas, rumah juga berfungsi sebagai tempat tinggal yang memberikan rasa aman bagi penghuninya dari gangguan yang tidak diinginkan. Oleh karena itu sangat penting keluarga memelihara kualitas rumah yang ditinggalinya. Semakin baik fasilitas yang dimiliki, maka semakin sejahtera keluarga yang menempati rumah tersebut. (BPS 2002). Adapun berbagai fasilitas yang dapat mencerminkan tingkat kesejahteraan tersebut berdasarkan Indikator Kesejahteraan Rakyat BPS (2002) diantaranya:

• Jenis lantai dimana semakin baik kualitas lantai perumahan maka semakin baik tingkat kesejahteraan penduduk. Rumah tangga dengan jenis lantai keramik atau marmer memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih baik daripada rumah tangga yang menggunakan jenis lantai semen, ubin atau tanah.

• Atap yang layak dan dinding permanen dimana pada umumnya kualitas perumahan di pedesaan lebih rendah dibandingkan di daerah perkotaan.

Kepemilikan Aset. Menurut Bryant (1990) sumberdaya rumahtangga dapat dibedakan menjadi human resources (sumberdaya manusia) dan physical resources (sumberdaya fisik). Termasuk dalam human resources yaitu waktu, keahlian, dan energi dari seluruh anggota rumahtangga. Sedangkan physical resources lebih kepada sumberdaya materi berupa fasilitas kredit, saham, rekening tabungan, obligasi, mobil, rumah, dan tanah. Sementara itu Guharja et al. (1993) membedakan aset keluarga menjadi dua jenis, yaitu:

• Aset lancar terdiri dari barang-barang yang dapat cepat diuangkan, contoh: emas, perhiasan, dan tentu saja uang.

• Aset tidak lancar terdiri dari barang-barang yang relatif agak lama diuangkan, contoh: tanah, rumah, mobil, kebun, surat-surat berharga, saham, dan investasi modal.

Penelitian Pendahulu

(26)

Tabel 1 Hasil penelitian pendahulu

Nama Tahun Judul Penelitian Hasil

Yani Adriani 2000 Pengaruh Kontribusi Ekonomi Wanita Bekerja terhadap Pola

Eka Aprilianti 2007 Analisis Tingkat Stress dan Strategi Koping pada Suami yang Istrinya Bekerja Sebagai TKW di Luar Negeri, Kasus di Desa Sukasari, Kecamatan per bulan. Hal ini berarti sumbangan pendapatan istri terhadap pendapatan suami sangat besar. Vivi Irzalinda 2010 Kontribusi Ekonomi, Peran Istri

dan Kesejahteraan Keluarga di Kota dan Kabupaten Bogor, Studi Kasus pada Istri di Kelurahan Situ

Gede-2010 Analisis Pengaruh Kontribusi Ekonomi Perempuan dan Manajemen Keuangan Keluarga

terhadap Kesejahteraan Keluarga pada Keluarga Tenaga

(27)

melalui pemenuhan seluruh kebutuhan anggota keluarga. Keluarga yang memiliki pendapatan rendah akan mencari pekerjaan lain disaming pekerjaan utamanya bahkan tidak jarang mealibatkan anggota keluarga lainnya termasuk istri untuk meningkatkan pendapatan (family generating income). Salah satunya dengan menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW). Menurut Zehra (2008), alasan utama perempuan berpartisipasi aktif bekerja dengan upah di luar rumah yaitu untuk memberikan kontribusi ekonomi secara langsung terhadap pendapatan keluarga. Hal ini dikarenakan pendapatan akan mempengaruhi aktivitas pengeluaran keluarga dalam memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan pangan maupun kebutuhan non pangan. Keluarga akan dikatakan sejahtera apabila kebutuhan setiap anggotanya dapat terpenuhi. Adapun hipotesa yang digunakan dalam penelitian ini adalah jika kontribusi ekonomi istri meningkat maka akan meningkatkan kesejahteraan keluarga, baik secara objektif maupun subjektif. Disamping itu, apabila pengeluaran non pangan keluarga lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran pangannya, maka keluarga tersebut dikatakan memiliki tingkat kesejahteraan yang baik.

Landasan teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori struktural-fungsional. Teori ini menekankan pada keseimbangan sistem yang stabil dalam keluarga agar dapat berfungsi dengan baik. Menurut Parsons & Bales (1956), struktur keluarga akan berfungsi secara efektif apabila dalam keluarga inti tersusun dari seorang laki-laki sebagai pencari nafkah utama (main breadwinner) dan perempuan sebagai ibu rumah tangga (homemaker) untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Kepergian istri sebagai TKW dalam jangka waktu yang relatif lama menyebabkan perubahan struktur dan peran pada keluarga

.

Berdasarkan kerangka Moser (1993), maka dalam penelitian ini akan lebih menekankan pada peranan produktif yang merupakan peranan yang dikerjakan perempuan dan laki-laki agar memperoleh upah secara tunai. Tinggi rendahnya kontribusi ekonomi perempuan dipengaruhi oleh jumlah anggota rumahtangga yang bekerja mencari nafkah berupa uang.

(28)

pengeluaran non pangan, pengeluaran khusus suami, dan hutang. Menurut Bryant (1990), terdapat empat faktor yang mempengaruhi konsumsi keluarga yaitu pendapatan, ukuran (besar keluarga), komposisi keluarga, dan harga. Secara umum Rashid et al. (2010) menemukakan bahwa peningkatan pendapatan akan meningkatkan pengeluaran total keluarga. Seiring dengan meningkatnya pendapatan maka akan terjadi pergeseran proporsi pengeluaran untuk pangan ke pengeluaran non pangan. Di tengah meningkatnya pendapatan dan semakin bertambahnya kebutuhan keluarga tidak jarang akan melakukan hutang untuk memenuhinya. Bartola dan Hochaguertel (2005) menyatakan bahwa hutang rumahtangga terjadi karena adanya keinginan untuk memiliki barang mewah namun sumberdaya yang ada terbatas.

Kesejahteraan dapat dilihat dengan dua cara yaitu kesejahteraan objektif dan kesejahteraan subjektif. Kepergian istri menjadi TKW memiliki dampak positif bagi keluarga yaitu perubahan keadaan ekonomi keluarga dengan adanya kontribusi ekonomi istri. Laswell dan Laswell (1987) mengemukakan bahwa kontribusi ekonomi perempuan dalam ekonomi keluarga akan menghasilkan peningkatan dalam keuangan keluarga, kepemilikan barang mewah, standar hidup yang lebih tinggi dengan pencapaian rasa aman yang lebih baik sehingga berdampak pada peningkatan status sosial keluarga. Hal ini akan meningkatkan kesejahteraan keluarga, baik kesejahteraan objektif maupun kesejahteraan subjektif. Sebab seseorang akan merasa semakin puas dan bahagia apabila semakin tinggi kekayaan yang dimilikinya (Angur et al., 2004).

Teori Engel menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan rumah tangga maka akan semakin semakin rendah persentase pengeluaran untuk pangan. Jika dikaitkan dengan Teori Maslow maka keluarga akan memenuhi kebutuhan dasar terlebih dahulu seperti pangan, sandang, dan papan sebelum memenuhi kebutuhan lainnya. Keluarga akan dikatakan memiliki tingkat kesejahteraan yang baik apabila kebutuhannya sudah tercukupi dan persentase pengeluaran pangan lebih kecil dibandingkan persentase pengeluaran non pangan. Namun keluarga yang memiliki hutang , baik dari sebelum maupun saat istri menjadi TKW dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraannya. Hal ini senada dengan pernyataan Bertola dan Hochaguertel (2005), semakin tinggi hutang keluarga maka akan menurunkan kesejahteraan keluarga tersebut.

(29)

Penelitian ini difokuskan pada kontribusi ekonomi istri sebagai TKW dan pola pengeluaran rumahtangga yang terdiri dari pengeluaran untuk pangan, non pangan, pengeluaran khusus suami, dan hutang. Penelitian ini juga ingin mengidentifikasi kesesuaian Teori Engel dengan persentase pengeluaran total keluarga. Selanjutnya, mengidentifikasi hubungan kepergian istri menjadi TKW dengan kesejahteraan keluarga, baik kesejahteraan objektif maupun kesejahteraan subjektif keluarga khususnya suami.

Uraian di atas merupakan kerangka pemikiran yang digunakan pada penelitian ini. Kerangka berpikir tersebut dapat dituangkan menjadi sebuah bagan kerangka pikir secara menyeluruh yang dapat dilihat pada Gambar 2. 

(30)

 

Gambar 2 Hubungan antara kontribusi ekonomi perempuan dan pola pengeluaran keluarga terhadap kesejahteraan keluarga

Keterangan: : Hubungan yang diteliti : Hubungan yang tidak diteliti

: Variabel yang diteliti : : Variabel yang tidak diteliti

 

Karakteristik TKW

- Umur - Pendidikan - Pekerjaan

- Riwayat sebagai TKW

Karakteristik Suami dan Keluarga

- Umur - Pendidikan - Pekerjaan - Besar keluarga

Dukungan Sosial Lingkungan

- Keluarga besar - Tetangga - PJTKI

Kontribusi Ekonomi TKW Terhadap Pendapatan

Total Keluarga

Pola Pengeluaran Keluarga

(dari TKW dan lainnya)

- Pangan - Non-pangan - Aset

- Pengeluaran khusus suami

- Hutang

Kesejahteraan Keluarga

- Objektif - Subjektif

(31)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan

metode survei dengan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data

utama. Desain yang digunakan adalah kombinasi studi cross sectional dengan

retrospective yaitu penelitian dilakukan tidak hanya pada satu waktu tertentu (single period in time), namun juga mengkaji berbagai variabel dengan meneliti

masa lalu sampel. Kombinasi disain tersebut digunakan karena ingin melihat

keadaan perekonomian yang dirasakan responden sebelum dan saat menjadi

TKW.

Penelitian ini dilakukan Desa Padaasih, Kecamatan Cisaat, Kabupaten

Sukabumi, Jawa Barat. Pemilihan lokasi kabupaten dilakukan secara sengaja

(purposive) dengan pertimbangan Kabupaten Sukabumi merupakan kabupaten

yang mengirimkan Tenaga Kerja Wanita (TKW) terbanyak keempat di Provinsi

keempat di Jawa Barat (BNP2TKI 2011). Selain itu Kecamatan Cisaat

merupakan kecamatan yang memiliki banyak TKW yang sedang berkerja di luar

negeri dalam catatan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans 2008)

Kabupaten Sukabumi. Begitu pula dengan alasan pemilihan lokasi desa yang

dilakukan dengan sengaja (purposive) atas pertimbangan desa tersebut

merupakan pengirim TKW terbanyak di Kecamatan Cisaat dan mudah dijangkau.

Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Juni hingga Juli 2011.

Teknik Penarikan Contoh

Populasi dari penelitian ini adalah keluarga TKW yang berada di

Kecamatan Cisaat. Contoh pada penelitian ini adalah keluarga TKW yang istrinya

secara aktif bekerja di luar negeri minimal selama enam bulan dan memiliki anak

usia di bawah 18 tahun. Responden pada penelitian ini adalah suami yang

istrinya bekerja sebagai TKW dan tinggal di rumah. Penarikan contoh dilakukan

melalui metode purposive berdasarkan data dari desa dengan teknik snowball

sampling, yaitu metode yang dilakukan dengan mencari responden sesuai karakteristik yang dicari. Dikarenakan teknik yang digunakan adalah snowball

sampling maka informasi mengenai responden berdasarkan karakteristik yang dicari diperoleh dari Sekertaris Desa dan warga sekitar. Pencarian responden

dibantu oleh Ibu RT 27a yang juga aktif sebagai koordinator Posyandu Desa

(32)

telah peneliti siapkan sesuai dengan kriteria tertentu, seperti suami yang memiliki

istri bekerja sebagai TKW di luar negeri minimal selama enam bulan, memiliki

anak, dan bersedia untuk dijadikan sampel dan diwawancarai. Jumlah responden

dalam penelitian ini adalah 60 orang. Proses teknik pengambilan contoh dapat

dilihat pada Gambar 3.

---purposive berdasarkan jumlah

angkatan kerja (BPS Jabar 2011)

---purposive berdasarkan jumlah pengiriman TKW terbanyak keempat di Jawa Barat (BNP2TKI 2011)

---purposive berdasarkan kecamatan yang memiliki banyak TKW (Disnakertrans 2008)

-

---purposive berdasarkan jumlah TKW

terbanyak dari kecamatan Cisaat

---non probability dengan teknik Snowball

Gambar 3 Metode penarikan contoh

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi data primer

dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan

menggunakan kuisioner terstruktur yang meliputi: (1) Karakteristik istri (umur,

pendidikan, pekerjaan, dan riwayat menjadi TKW), (2) Karakteristik suami dan

keluarga (umur, pendidikan, pekerjaan, dan besaran keluarga), (3) Kontribusi

ekonomi TKW terhadap pendapatan total keluarga, (4) Pola pengeluaran

keluarga (pangan, non pangan, aset, pengeluaran khusus suami, dan hutang),

dan (5) Kesejahteraan keluarga subjektif dan objektif.

Data primer diperoleh dari hasil penggalian informasi dari contoh yang

dilakukan melalui penyebaran kuesioner yang relevan dengan variabel yang

diteliti. Kuesioner dikembangkan berdasarkan berbagai penelitian yang serupa

terdahulu dan kuesioner telah diuji realibilitas serta validitasnya sesuai degan Provinsi Jawa Barat

Kabupaten Sukabumi

Kecamatan Cisaat

Desa Padaasih

(33)

tujuan penelitian. Informasi atau keterangan cara pengisian kuesioner diperoleh

dengan cara dipandu oleh peneliti. Daftar pertanyaan kuesioner dirancang

dengan memberikan pertanyaan terbuka dan tertutup. Sedangkan untuk data

sekunder diperoleh melalui gambaran umum lokasi penelitian, kondisi sosial

ekonomi Kabupaten Sukabumi, data penduduk yang diperoleh dari Kantor Desa

dan instansi terkait di Kabupaten Sukabumi, dan jumlah Tenaga Kerja Wanita

(TKW) yang diperoleh dari BPS serta Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi

(Disnakertrans) Kabupaten Sukabumi. Adapun variabel, skala, cara

pengumpulan data, dan kategori skor disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Variabel, skala data, jenis data, dan kategori skor

No Variabel Skala Jenis

Nominal Primer 0=Tidak berkerja; 1=Wiraswasta; 2=Petani; 3=Buruh; 4=Pedagang • Riwayat jadi TKW Rasio (tahun) Primer

2 Karakteristik Suami dan Keluarga TKW

• Umur Rasio (tahun) Primer • Pendidikan Rasio (tahun) Primer • Pendapatan Rasio (Rp) Primer

• Subjektif (kepuasan) Ordinal (1-4)

Primer 1-24 pertanyaan, α=0.855

(34)

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan diolah melalui proses editing, coding,

scorring, entry data ke komputer, cleaning data, dan analisis data. Analisis data dilakukan secara metode deskriptif dan inferensia. Variabel dengan skala ordinal

dikompositkan sehingga diperoleh total skor. Cara perhitungan kontribusi

ekonomi TKW terhadap kesejahteraan keluarga dapat menggunakan rumus

sebagai berikut:

Nilai ekonomi TKW (Rp/bulan)

X 100% Pendapatan keluarga (Rp/bulan)

Data karakteristik istri meliputi umur, pendidikan, pendapatan, pekerjaan

sebelum menjadi TKW, dan riwayat sebagai TKW, sedangkan data karakteristik

suami dan keluarga meliputi meliputi umur, pendidikan, pendapatan, pekerjaan,

dan besar keluarga. Riwayat istri sebagai TKW dikelompokkan menjadi empat

kelompok yaitu kurang dari 1 tahun, 1-2 tahun, 2-5 tahun, dan lebih dari 5 tahun.

Umur istri dan suami serta keluarga dibagi menjadi tiga kategori yaitu dewasa

awal (18-40 tahun), dewasa madya (40-60 tahun), dan dewasa akhir (>60 tahun)

(Hurlock 1980). Tingkat pendidikan istri dan suami serta keluarga dikategorikan

menjadi tidak sekolah, tidak tamat SD, tamat SD, tidak tamat SMP, tamat SMP,

tidak tamat SMA, tamat SMA, dan perguruan tinggi. Besar keluarga

dikelompokkan menjadi tiga kategori berdasarkan BKKBN (1998) menjadi tiga

kategori keluarga kecil (<4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga

besar (≥8 orang).

Pendapatan total keluarga terdiri dari pendapatan istri sebagai TKW dan

pendapatan suami. Kategori pendapatan menggunakan batas Garis Upah

Minimum Regional (UMR) Kabupaten Sukabumi 2010 yaitu Rp 850.000,00 yang

selanjutnya dikelompokkan menjadi 10 kategori yaitu kurang dari Rp 850.000, Rp

850.001 – Rp 1.700.000, Rp1.700.001 – Rp 2.550.000, Rp 2.550.000 – Rp

3.400.000, Rp 3.400.001 – Rp 4.250.000, Rp 4.250.001 – Rp 5.100.000, Rp

5.100.001 – Rp 5.950.000, Rp 5.950.001 – Rp 6.800.000, Rp 6.800.001 – Rp

7.650.000, dan lebih dari Rp 7.650.001. Kontribusi ekonomi TKW terhadap

pendapatan total keluarga diperoleh dari pendapatan TKW selama satu bulan

dibagi pendapatan total keluarga dalam satu bulan.

Data pengeluaran keluarga meliputi pengeluaran pangan, pengeluaran

non-pangan, aset, pengeluaran khusus suami, dan hutang. Pengeluaran pangan,

(35)

Kemiskinan pedesaan Jawa Barat 2010 yaitu Rp 185.335,00 yang selanjutnya

pada penelitian ini dikelompokkan menjadi lima kategori yaitu Rp 185.335, Rp

185.336 – Rp 370.670, Rp 370.671 – Rp 556.005, Rp 556.006 – Rp 741.340,

dan lebih dari Rp 741.341. Aset keluarga dilihat dari jumlah aset yang dimiliki

keluarga antara lain rumah, kepemilikan kandang ternak, hewan ternak, lahan,

kendaraan, barang elektronik, furniture, perhiasan dan tabungan, asuransi,

perlengkapan dapur, dan lainnya (kepemilikan usaha) terdiri dari 15 butir

pertanyaan yang diukur dari kepemilikan sebelum TKW dan saat ini. Kemudian

tempat tinggal dilihat dari kondisi tempat tinggal keluarga sebelum dan saat ini.

Hutang diukur menggunakan Garis Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten

Sukabumi 2010 yaitu Rp 850.000,00 yang selanjutnya dikelompokkan menjadi

10 kategori yaitu kurang dari Rp 850.000, Rp 850.001 – Rp 1.700.000,

Rp1.700.001 – Rp 2.550.000, Rp 2.550.000 – Rp 3.400.000; Rp 3.400.001 – Rp

4.250.000, Rp 4.250.001 – Rp 5.100.000, Rp 5.100.001 – Rp 5.950.000, Rp

5.950.001 – Rp 6.800.000, Rp 6.800.001 – Rp 7.650.000, dan lebih dari Rp

7.650.001.

Data kesejahteraan terdiri dari variabel kesejahteraan keluarga subjektif

(kepuasan) dan kesejahteraan keluarga objektif (pendapatan). Kesejahteraan

objektif menggunakan kategori Indikator Garis Kemiskinan BPS Jawa Barat

wilayah pedesaan yaitu Rp 185 335,00 (BPS 2010). Kesejahteraan keluarga

subjektif diukur berdasarkan 24 butir pertanyaan tentang tingkat kepuasan suami

terhadap kesejahteraan fisik, sosial, ekonomi, dan psikologis dikelompokkan

menjadi tiga kategori yaitu kurang (23-39), sedang (40-56), dan tinggi (57-73).

Masing-masing pertanyaan diberi skor berdasarkan skala likert, yaitu skor 1 jika

jawaban tidak puas, skor 2 jika jawaban cukup puas, skor 3 jika jawaban puas,

dan skor 4 jika jawaban sangat puas. sebelum diuji, data ordinal dikompositkan

terlebih dahulu sehingga diperoleh total skor. Perhitungan total skoring

menggunakan rumus sebagai berikut:

Skor = (Nilai Total – Nilai Minimum)

Nilai Maksimum – Nilai Minimum

Selanjutnya, skor yang diperoleh dari masing-masing pertanyaan

dijumlahkan, kemudian dibuat penggolongan interval berdasarkan Slamet (1993),

sehingga diperoleh tiga kategori kesejahteraan yaitu kurang, sedang, dan tinggi.

(36)

Interval kelas (Ik) = Skor Maksimum (NT) – Skor Minimum (NR)* ∑ kategori

Ket: *Skor maksimum dan minimum berdasarkan skala pertanyaan di kuesioner.

Setelah data secara keseluruhan telah dientry ke dalam komputer dengan

menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS versi 17 for Windows, dapat

dilakukan penarikan kesimpulan. Adapun analisis statistik yang digunakan untuk

mengolah data adalah:

1. Analisis deskriptif (sebaran, rata-rata, standar deviasi, dan gambaran

berbagai variabel yang diteliti dan penjelasan dari hasil wawancara

mendalam).

2. Uji korelasi Spearman dilakukan untuk menguji hubungan antar variabel

ordinal seperti kesejahteraan keluarga subjektif yang terdiri dari dimensi

fisik, ekonomi, sosial, dan psikologis. Rumus Korelasi Spearman yang

digunakan adalah:

Keterangan:

di2 = (Xi – Yi)2

rs = Koefisien korelasi rank Spearman

di = Selisih ranking Xi dan Yi

Yi = Ranking variabel Yi

Xi = Ranking variabel Xi

N = Banyaknya pasangan data

3. Uji korelasi Pearson untuk menguji hubungan antara variabel-variabel diantaranya karakteristik TKW, karakteristik suami dan keluarga terhadap

kontribusi ekonomi TKW, pola pengeluaran keluarga (dari TKW dan

lainnya), dan kesejahteraan (objektif dan subjektif). Rumus korelasi

Pearson yaitu:

Keterangan:

r = koefisien korelasi Pearson

X = variabel bebas

Y = variabel terikat

rs = 1- 6 ∑di 2

(37)

Definisi Operasional

Karakteristik suami dan istri adalah ciri-ciri individu seperti umur, pendidikan, dan pekerjaan suami serta istri

Karakteristik keluarga adalah ciri-ciri yang digunakan untuk mengidentifikasi keluarga seperti besaran keluarga, umur, pendidikan, dan pekerjaan

keluarga.

Umur adalah usia suami dan istri atau anggota keluarga lainnya yang dinyatakan

dalam tahun.

Pendidikan suami dan istri adalah tingkat pendidikan formal yang pernah diikuti atau ditamatkan oleh suami dan istri.

Pekerjaan suami dan istri adalah jenis profesi yang dilakukan oleh suami dan istri yang dapat dibedakan menjadi pekerjaan utama dan pekerjaan

sampingan untuk mendapat imbalan/gaji/upah.

Riwayat sebagai TKW adalah sumber informasi mengenai TKW yang terdiri dari lama istri menjadi TKW, kali keberangkatan, dan negara tujuan bekerja.

Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang tinggal bersama dalam satu rumah dengan masih atau tidak menjadi tanggungan dalam

pmenuhan kebutuhan hidupnya. Adapun pengelompokkan berdasarkan

BKKBN (1998) adalah keluarga besar >7 orang, keluarga sedang 5-7

orang, dan keluarga kecil ≤ 4 orang.

Kontribusi ekonomi perempuan dalam keluarga adalah pendapatan yang dihasilkan oleh perempuan (istri) yang kemudian disumbangkan ke dalam

total pendapatan keluarga. Kontribusi ekonomi perempuan (istri) dihitung

berdasarkan perbandingan alokasi pendapatan perempuan (istri) sebagai

TKW untuk keluarga dengan jumlah penghasilan keluarga secara

keseluruhan dengan cara menjumlahkan pendapatan suami dan istri

selama satu bulan.

Pendapatan total keluarga adalah total uang yang diterima oleh keluarga dari suami, istri, dan anggota keluarga lainnya yang bekerja serta memperoleh

gaji/upah termasuk di dalamnya juga dana bantuan yang diterima keluarga.

Pengeluaran total keluarga adalah rata-rata jumlah uang yang dikeluarkan oleh keluarga untuk memenuhi kebutuhannya, baik untuk pangan maupun non-

pangan per bulan dalam satu bulan terakhir.

(38)

Pengeluaran non pangan adalah rata-rata pengeluaran keluarga yang dialokasikan untuk kebutuhan barang-barang bukan makanan dan

minuman selama satu bulan terakhir.

Aset keluarga adalah seluruh kekayaan yang dimiliki keluarga berbentuk materi seperti uang, barang, kendaraan, modal atau sesuatu yang dapat

ditukarkan dengan uang ketika dibutuhkan oleh keluarga.

Pengeluaran khusus suami adalah rata-rata pengeluaran suami untuk memenuhi kebutuhannya dalam satu bulan terakhir.

Hutang keluarga adalah sejumlah uang yang dipinjam oleh keluarga untuk memenuhi kebutuhannya dalam jangka waktu tertentu.

Kesejahteraan keluarga objektif adalah keadaan kesejahteraan keluarga yang dapat diukur dan dilihat secara wujud materi seperti pendapatan keluarga,

pengeluaran pangan dan non-pangan keluarga menggunakan indikator

garis kemiskinan BPS.

Kesejahteraan keluarga subjektif adalah perasaan senang dan tingkat kepuasan terhadap kehidupan rumah tangga dan manajemen sumberdaya

dalam keluarga, dimana apabila semakin puas atau bahagia perasaan

anggota keluarga terhadap kehidupan dan gaya manajemen dalam

(39)

Desa Padaasih merupakan salah satu desa dari 13 desa yang secara

administratif terdapat di Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

Luas Desa Padaasih mencapai 257.263 Ha. Desa Padaasih terdiri dari empat

Dusun yang terdiri dari: Dusun Jambalaer, Dusun Padaasih, Dusun Ciroyom, dan

Dusun Cimenteng. Adapun Desa Padaasih memiliki 10 RW dan 45 RT. Sebagian

besar wilayah desa dimanfaatkan sebagai lahan pertanian yang terdiri dari

berbagai macam jenis seperti padi, sayuran, dan hasil pertanian lainnya.

Berdasarkan data terakhir tahun 2010, tercatat jumlah penduduk Desa

Padaasih pada akhir tahun 2010 berjumlah 8.283 jiwa dengan jumlah penduduk

laki-laki 4.130 jiwa dan jumlah perempuan 4.153 jiwa. Jumlah kepala keluarga

(KK) di Desa Padaasih berjumlah 2.243 KK. Mayoritas tingkat pendidikan KK

adalah sekolah dasar (SD). Mata pencaharian KK di Desa Padaasih sebagian

besar sebagai buruh, pedagang, dan petani, serta jasa. Mayoritas istri bekerja

sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW) dengan negara tujuan paling banyak

adalah Arab Saudi. Jumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) yang resmi terdaftar di

instansi setempat yang berasal dari Desa Padaasih tahun 2010 adalah 100

orang.

Dari hasil pengamatan di lapang, rumah hasil dari pendapatan istri

sebagai TKW terlihat lebih bagus atau terjadi peningkatan kualitas. Hal ini terlihat

dari mayoritas contoh yang melakukan renovasi rumah setelah istri menjadi TKW

seperti diperluas dan bertingkat.

Karakteristik Sosial Demografi Keluarga Contoh

Umur suami berkisar antara 26 hingga 70 tahun dengan rata-rata umur

40,3 tahun, sedangkan umur istri berkisar antara 22 hingga 50 tahun dengan

rata-rata umur 33,5 tahun. Berdasarkan hal tersebut, umur suami dan istri

digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok dewasa awal (18-40 tahun),

kelompok dewasa madya (40-60 tahun), dan kelompok dewasa akhir (>60 tahun)

(Hurlock 1980). Hasil penelitian menunjukkan bahwa separuh suami (50,0%) dan

istri (90,0%) berada pada kisaran umur antara 18-40 tahun atau kategori umur

dewasa awal. Umur tersebut merupakan umur produktif seseorang dimana selain

masih menjadi tulang punggung keluarga, juga merupakan umur yang memiliki

(40)

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan umur suami dan istri Kategori (tahun) Suami Istri (TKW)

n % n % Dewasa awal (18-40) 30 50,0 54 90,0 Dewasa madya (41-60) 28 46,6 6 10,0 Dewasa akhir (>60 ) 2 3,4 0 0,0 Total 60 100,0 60 100,0 Rata-rata±SD (tahun) 41,25±8.297 33,47±6.665

Kisaran (min-max) 26-70 22-50

Tingkat pendidikan seseorang dapat dilihat dari lama pendidikan formal

atau non-formal yang ditempuhnya. Pendidikan dan kesejahteraan merupakan

dua aspek yang saling mempengaruhi dimana tingkat pendidikan akan

menentukan kemampuan keluarga dalam mengakses kebutuhan hidupnya

secara lebih baik. Selain itu tingkat pendidikan juga akan menentukan jenis

pekerjaan yang dilakukannya. Pendidikan suami dan istri dikelompokkan menjadi

lima tingkatan, yaitu tidak sekolah, SD (1-6 tahun), SMP (7-9 tahun), SMA (10-12

tahun), dan perguruan tinggi (13-16 tahun). Berdasarkan hasil penelitian yang

disajikan dalam Tabel 4 dapat diketahui bahwa lebih dari separuh suami (68,3%)

dan istri (60,0%) menyelesaikan pendidikan formal hanya sampai pada tingkat

SD, sedangkan hanya sebagian kecil istri (1,7%) menyelesaikan tingkat

pendidikan hingga perguruan tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat

pendidikan istri masih rendah. Hal ini diduga karena keadaan ekonomi yang

kurang mendukung.

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan lama pendidikan suami dan istri

Lama Pendidikan Suami Istri (TKW)

(tahun) n % n % 0 1 1,7 1 1,7 1-6 41 68,3 36 60,0 7-9 15 25,0 17 28,3 10-12 3 5,0 5 8,3 ≥13 0 0,0 1 1,7 Total 60 100,0 60 100,0 Rata-rata±SD (tahun) 6,48±2.198 7,23±2.360

Kisaran (min-max) 0-12 0-13

Jenis pekerjaan kepala keluarga dapat menjadi salah satu faktor penentu

jumlah pendapatan keluarga. Semakin baik pekerjaan suami maka semakin baik

pula pendapatan rumah tangga serta pengeluaran yang dilakukan oleh keluarga

sehingga istri tidak perlu bekerja lagi untuk membantu mencari nafkah keluarga.

Oleh sebab itu tidak jarang untuk memenuhi kebutuhan keluarga, maka suami

Gambar

Gambar 2 Hubungan antara kontribusi ekonomi perempuan dan pola pengeluaran keluarga terhadap kesejahteraan keluarga
Gambar 3 Metode penarikan contoh
Tabel 2 Variabel, skala data, jenis data, dan kategori skor
Gambar 4 Sumber rata-rata pendapatan keluarga sebelum dan saat TKW (n=60)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Stabilitas enzim merupa- kan fungsi dari kekuatan penstabil enzim yaitu ikatan hidrogen, ikatan hidrofobik, interaksi ionik, ikatan logam dan jembatan disulfida (Suhartono

Level suplementasi ekstrak daun katuk menunjukkan pengaruh tidak nyata (P&gt;0,05) terhadap konsumsi pakan, konsumsi protein, konversi dan pertambahan berat badan.. Tidak

Hasil Ekstraksi dan Kandungan Fenolik Total Hasil ekstraksi; pada penelitian ini ekstrak daun manggis diperoleh dengan menggunakan pelarut air, metanol, etanol, aseton

hoiuasutused ja laboratooriumid on üldjoontes jäänud samaks, mis eelnenud aastatel (vt tabel 1). Lisandunud on mõned ambulatoorsed vastuvõtud, et naistel oleks võimalikult

Abstrak− Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui (1) perbedaan yang signifikan terhadap hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran Treffinger

Klik grafik prosentase kehadiran mahasiswa pada bagian yang diinginkan, contoh: “Kehadiran Kurang” Informasi kehadiran mahasiswa dapat ditampilkan beserta dengan jumlah

Dalam saluran pemasaran industri produsen barang industri dapat menggunakan tenaga penjualannya untuk menjual langsung kepada pelanggan industri; atau, produsen tersebut

Alhamdulillaah, segala puji syukur bagi Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan taufik, hidayah, dan kekuatan serta kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan