• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aklimatisasi dan uji lapang budidaya rumput laut (Kappaphycus alvarezii Doty) hasil perbanyakan bibit secara in vitro di perairan laut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aklimatisasi dan uji lapang budidaya rumput laut (Kappaphycus alvarezii Doty) hasil perbanyakan bibit secara in vitro di perairan laut"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

! " #

# !

$ % &'()

(3)

BSTRACT

! " # $% &

# ' ' ()* +(, )' *

- . ! $

/ & & & - ! $ . & - /

& &0 ! & $ & /

$

& $ ! & ! / !

& - & & ! & ! ! &

12 03 & ! & ! ! &

"4 567% & & / $

8 ! . & . ! ! & 6 03 )

3 1 03 ! . & ! ! &

& $. ! & !

& ! & & & ! & "329.22 %

& & !& & 8 ! . !

& - & / ! & & &

-: $! ; . .

(4)

klimatisasi dan Uji Lapang Budidaya Rumput Laut

( Doty) Hasil Perbanyakan Bibit secara di Perairan

Laut. Dibimbing oleh DINAR TRI SOELISTYOWATIdan ERINA SULISTIANI

Aklimatisasi dan budidaya rumput laut kultur jaringan di perairan laut merupakan hal yang penting dilakukan untuk menunjang produksi rumput laut melalui metode kultur jaringan. Saat ini kultur jaringan rumput laut kotoni sampai fase regenerasi talus telah dilakukan di laboratorium dengan menghasilkan talus muda atau . Selanjutnya akan dilakukan aklimatisasi di

dan uji lapang budidaya di perairan laut untuk menguji kemampuan tumbuh dan bertahan hidup rumput laut tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan medium pembesaran talus rumput laut kultur jaringan hingga menjadi plantlet yang siap diaklimatisasi dan menentukan efek pupuk terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup plantlet ketika diaklimatisasi pada pemeliharaan di rumah kaca ( ) serta membandingkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup pada budidaya lapang bibit rumput laut kotoni yang berasal dari kultur jaringan dengan bibit konvensional.

Percobaan I uji media pembesaran talus secara . Mikropropagula di medium PES cair disubkultur ke dalam botol ukuran 1 liter yang berisi medium perlakuan cair selama 70 hari atau sampai menjadi dengan ukuran panjang 325 cm. Media perlakuaannya adalah air laut tanpa pupuk (kontrol), air laut + PES 20 mℓ/ℓ (P1), air laut + Growmore 0,8 mℓ/ℓ + Vitamin B1 1 mℓ/ℓ + Vitamin B12 0,2 mℓ/ℓ (P2), Air laut + Growmore 1,2 mℓ/ℓ + Vitamin B1 1 mℓ/ℓ + Vitamin B12 0,2 mℓ/ℓ (P3). Biakan mikropropagula dipelihara dengan diberi aerasi dari aerator.

Percobaan II aklimatisai rumput laut muda pada pemeliharaan di . Kumpulan rumput laut kotoni dari kultur jaringan akan diaklimatisasi sebelum budidaya lapang diperairan laut dari lingkungan ke lingkungan yang baru di dalam akuarium yang ditempatkan pada . Akuarium diisi air laut sebanyak 7/8 bagian akuarium ukuran lebar 30 cm x tinggi 35 cm x panjang 90 cm dengan menggunakan sistem resirkulasi yang terdiri atas lapisan kapas, arang aktif, pecahan karang dan kapas serta dilengkapi dengan aerator dan blower/pompa untuk membuat arus buatan. Plantlet akan diaklimatisasi dengan empat perlakuan, yaitu air laut tanpa penambahan pupuk

(Kontrol), PES ( ) dengan dosis 5 mℓ/ℓ (P1), pada

air laut dengan penambahan Growmore (pupuk komersial) dengan dosis 1,2 mℓ/ℓ (P2), pada air laut dengan penambahan Super Aci (pupuk komersial berbentuk cair) dengan dosis 0,25 mℓ/ℓ (P3).

(5)

tali 30 cm, jarak ikatan bibit untuk masing2masing perlakuan adalah 20 cm, bibit yang ditanam berada ± 10 cm dari permukaan air. Uji budidaya rumput laut ini dilakukan selama 28 hari (4 minggu).

Pada pembesaran talus di laboratorium, terlihat bahwa rata2rata LPH (laju pertumbuhan harian) dan PM (pertumbuhan mutlak) pada perlakuan air laut dengan penambahan pupuk PES dosis 20 mℓ/ℓ menunjukkan nilai tertinggi, yaitu LPH 4,65 %, dan PM 2,52 gram, dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya (P<0,05). Dari analisis ragam ( ) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada LPH dan PM perlakuan pupuk PES dosis 20 mℓ/ℓ dengan perlakuan pupuk lainnya yaitu tanpa pupuk, pupuk Growmore dosis 0,8 mg/ℓ dan dosis 1,2 mg/ℓ. Pupuk PES mengandung unsur hara makro dan mikro yang lebih lengkap dibandingkan dengan pupuk growmore. Tingkat kelangsungan hidup bibit rumput laut kultur jaringan adalah 100 %. Performa talus warna pada minggu ke210 (hari ke270) memperlihatkan pada perlakuan pupuk PES talus lebih rimbun dibandingkan talus tanpa perlakuan pupuk. Warna talus pada perlakuan pupuk PES terlihat berwarna hijau tua sedangkan perlakuan tanpa pupuk adalah hijau muda. Warna (hijau tua) mengindikasikan kandungan klorofil talus yang lebih banyak dibandingkan dengan warna hijau muda.

Pada aklimatisasi di , terlihat bahwa rata2rata LPH (laju pertumbuhan harian) dan PM (pertumbuhan mutlak) tidak berbeda nyata pada perlakuan air laut dengan penambahan pupuk PES dan perlakuan air laut dengan penambahan pupuk Growmore, namun berbeda nyata dengan perlakuan lainnya yaitu perlakuan tanpa pupuk dan pupuk Super Aci dimana perlakuan pupuk PES dan Growmore memberikan pertumbuhan lebih tinggi pada aklimatisasi rumput laut di . Pada perlakuan yang berbeda terlihat bahwa setiap jenis pupuk memberikan dampak yang berbeda pada pigmen rumput laut yaitu hijau muda (tanpa pupuk dan pemupukan dengan Growmore), hijau tua (pupuk PES), hijau kecoklatan (pemupukan dengan Super Aci). Perlakuan pupuk Growmore menunjukan rata2rata diameter talus tertinggi yaitu 0,59 mm, sedangkan panjang talus tertinggi pada perlakuan PES yaitu 2,98 cm.

Pada uji lapang budidaya, terlihat bahwa nilai rata2rata pertambahan bobot tertinggi selama 21 hari pemeliharaan bibit rumput laut adalah pada perlakuan bibit dengan penambahan pupuk PES selama aklimatisasi di yaitu 108,00 gram, sedangkan pertambahan bobot terendah pada perlakuan bibit rumput laut tanpa penambahan pupuk selama aklimatisasi yaitu 37,43 gram. Pertambahan bobot rumput laut hasil kultur jaringan pada perlakuan pupuk PES selama aklimatisasi lebih tinggi dari pada bibit rumput laut konvensional (55,14 gram). Berdasarkan analisis ragam ( ) menunjukkan bahwa pada uji lapang di laut terlihat pertambahan bobot bibit rumput laut dengan penambahan pupuk PES selama aklimatisasi berpengaruh nyata (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan bibit konvensional.

(6)
(7)

A

oty) H

E

EC

E

E O

H

C

E

O O

(8)
(9)

A

!" #!" ! ! $ % & ' ( #!" (! $ ' )"$

! ! $

# !

! *" !" ( + !! ' )"$ !" #!" ! $% ' )"$," !

- . ! . / 0 11111111

(10)

!" # $ %

&'

(

' ) %

*

+' , ! ' , ' ! " "( - !. , ' . - /'

-'

0' ! ' , ' ) - /' % " "

'

1' "2' ! ' . $ - /' 3 " ,

" % , '

4' ! ' , ' - /' % ( " ,

" % ,

'

5' " 6 $ " " "2' ! ' , ' $' - /' # !

7 , 3 6 $ " " "2' ! ' , '

) / - /' %# "

0'

8' ! " 9 3

3 , " (

0:++'

;' ' ( % 0# 0:+0'

<' / " " 3 9 . /.) ,) )

- '

=' 3

(11)

1:. - ! - / ,(

" " 3 9 . /.) ,) ) '

++' - %"

'

+0' / $ > - % " "

'

+1' ( " , - "

% , 0:+: - . $ - /

" $ " "- ) - ) - )% 6 - /

-2 - - ( - 7 $ - 7

-? % - 2 - ? "- .6 " "- "

-$ - , ( - / #- " "

=0 " " ( <<- ( )

-) / ' $ > - ) $ - "- , 7 #

" '

+4' 7" % , " 0:++ 0:+0- 7" / (

( '

+5' "2' ! ' $' - "2' ! ' 3

-$ $ - /' - , $ ' $ 7 - /' - , ( - '

$ - ' '

+8' , % ) 9 #

-"@ - 7

-( - - - 9 3 #'

+;' %

'

- " 2 %

'

(12)

Pen

!" # $

% & '

( $ )

% * % ' (+

$ (+ ),,)

* % ' + - . " "

/+$. +0 1 2 3 /1 230 "

4 * /4# 0% ' (4

+$. +% ! . ( 2

/.(20 5 3 ' 3 + 4 6 !

( /46(0 1 23 +$. + / " ),,& 7 ),, 0% ),,

3 + 4 6 ! ( /46(0

+$. + / " ),, 7 ),, 0

),, * 1

2 3 + - . " "

), , ' ) 2

4" " /2 40 " 2 / 3+0 !

1" ( 5 ' 2 4 /1 +( 8 $ 0 " ), 9

), ) 3 4

! 1" ( 5 ' :

/ (# + : 0 % ' ! '

" #" " % * " 2 4 2

(13)

! " " #

$ % &

& % &

' ( ) *

!+ *

) " % " *

, %, , *

$ "+ , ,

-& "+ , ,

-* !. # /

- . 0 1 . 2

) ' 3

$ ! " " !+ ) ' 4

& 0 0 1 !+

& 1 0 0 + ! # . .

& 1 + 0 !+ $

* ) " 0 0 1 !+ *

* ) 5 # *

* ) 0 ! *

* $ " *

* & ( #

-* -* ( "

-* - " +

-* / 6 ) " ! 7+ 8 /

* 2 0 ,"+# /

$ 9 3

$ 6 3

$ 6 0 !. " " 3

(14)

3.4 6 + 0 0 1 !+ " ) '

$ * ! 6 $

& ( ( *

& 6 0 !. " " !+ 0 ., , ! *

& 6 !. # : !. # 0

) " 0 + . !+ 0 6

!. " " ., , ! *

& . # , %, , 0 6 !. " " !+

., , ! $4

& ! " " !+ $

& 6 !. # : !. # : !. #

6 0 ! " " ) "

0 + . !+ 0 ! " " $

& , %, , !+ ) ' 0 ! " "

&4

& $ ) " 0 ) " 0

&

& $ 6 + 0 0 1 !+ ) ' &$

& $ !. # ,., : 6 !. # 0

) " 0 + 0 6 + 0 0 1 !+

" ) ' !+

), " , &$

& $ , %, , !+ ) ' 0 6 + &/

* ( ( *

* ( !+ *

* ( *

( ) *$

(15)

!

(16)

Morfologi rumput laut ………. 7

2 Posisi dan tempat pemeliharaan talus muda rumput laut kultur jaringan

dalam laboratorium ………... 20

3 Posisi dan tempat pemeliharaan talus muda (ukuran 3 5 cm) rumput laut

kultur jaringan dalam ………. 21

4 Kontruksi metode rakit kurungan pada uji budidaya bibit rumput laut

hasil kultur jaringan di laut ………... 22

5 Laju pertumbuhan harian (LPH) pada uji pembesaran talus di laboratorium selama 70 hari. Huruf yang berbeda pada histogram menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05). PES (

), G8 (growmore 0,8 mg/ℓ), G12 (Growmore 1,2

mg/ℓ) ………. 25

6 Laju pertumbuhan harian (LPH) setiap minggu pada pembesaran talus

di laboratorium selama 10 minggu. PES ( ),

G8 (growmore 0,8 mg/ℓ), G12 (Growmore 1,2 mg/ℓ) ……….. 27

7 Pertumbuhan mutlak (PM) setiap perlakuan pada uji pembesaran talus di laboratorium selama 70 hari. Huruf yang berbeda pada histogram menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05). PES (

), G8 (growmore 0,8 mg/ℓ), G12 (Growmore 1,2

mg/ℓ) ………. 28

8 Performa rumput laut pada uji pembesaran talus di laboratorium sampai

hari ke 70 ……….. 31

9 Laju pertumbuhan harian (LPH) aklimatisasi rumput laut di

selama 49 hari. Huruf yang sama pada histogram menunjukan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) ……… 33

10 Laju pertumbuhan harian (LPH) setiap minggu pada aklimatisasi

rumput laut di selama 7 minggu ……… 34

11 Pertumbuhan mutlak (PM) aklimatisasi rumput laut di

selama 49 hari. Huruf yang sama pada histogram menunjukan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) ……… 34

12 Pertambahan panjang talus (cm) bibit rumput laut pada aklimatisasi di selama 49 hari. Huruf yang berbeda pada histogram menunjukan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) ……… 35

13 Pertambahan diameter talus bibit rumput laut pada aklimatisasi di selama 49 hari. Huruf yang berbeda pada histogram menunjukan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) ……… 36

14 Tingkat kelangsungan hidup rumput laut pada aklimatisasi di

(17)

15 Rumput laut hasil kultur jaringan yang mati pada minggu ke 4 sampai minggu ke 7 untuk perlakuan pupuk Super Aci pada aklimatisasi di

selama 7 minggu ……… 40

16 Perubahan morfologi rumput laut secara fenotip pada aklimatisasi bibit

di selama 49 hari ……… 41

17 Perbandingan morfologi individu setiap perlakuan pemberian pupuk

pada aklimatisasi di pada minggu ke 7 ……….. 41

18 Pertambahan bobot total bibit rumput laut pada uji lapang budidaya di

laut selama 21 hari ……… 43

19 Pertambahan bobot total bibit rumput laut pada uji lapang budidaya di laut selama 21 hari. Huruf yang berbeda pada histogram menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) ………..………... 44

20 Laju pertumbuhan harian (LPH) rumput laut pada uji lapang budidaya selama 21 hari. Huruf yang berbeda pada histogram menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) ………. 45

21 Tingkat kelangsungan hidup (%) bibit rumput laut pada uji lapang budidaya di periaran selama 28 hari ……….. 46

22 Ciri bibit rumput laut kultur jaringan yang mati pada uji lapang budidaya diperairan pada minggu ke 2 sampai minggu ke 4 ………… 47

23 Perubahan morfologi rumput laut pada uji lapang budidaya rumput laut

(18)

1 Data laju pertumbuhan harian (LPH) media perlakuan tanpa pupuk, pupuk PES 20 mℓ/ℓ, pupuk growmore 0,8 mg/ℓ dan pupuk growmore 1,2 mg/ℓ pada uji pembesaran talus di laboratorium selama 70 hari …… 59 2 Data analisis ragam laju laju pertumbuhan harian (LPH) bibit rumput

laut media perlakuan tanpa pupuk (1), pupuk PES 20 mℓ/ℓ (2), pupuk growmore 0,8 mg/ℓ (3) dan pupuk growmore 1,2 mg/ℓ (4), pada uji pembesaran talus di laboratorium selama 70 hari ………. 60 3 Data pertumbuhan mutlak bibit rumput laut media perlakuan tanpa

pupuk, pupuk PES 20 mℓ/ℓ, pupuk growmore 0,8 mg/ℓ dan pupuk growmore 1,2 mg/ℓ pada uji pembesaran talus di laboratorium selama

70 hari ……… 61

4 Data tingkat kelangsungan hidup bibit rumput laut di media perlakuan tanpa pupuk, pupuk PES 20 mℓ/ℓ, pupuk growmore 0,8 mg/ℓ dan pupuk growmore 1,2 mg/ℓ pada uji pembesaran talus di laboratorium selama

70 hari ……… 62

5 Data analisis ragam pertumbuhan mutlak bibit rumput laut di media perlakuan tanpa pupuk (1), pupuk PES 20 mℓ/ℓ (2), pupuk growmore 0,8 mg/ℓ (3) dan pupuk growmore 1,2 mg/ℓ (4), pada uji pembesaran talus di laboratorium selama 70 hari ………. 63 6 Data laju pertumbuhan harian (LPH) media perlakuan tanpa pupuk,

pupuk PES, pupuk growmore, dan pupuk super aci pada aklimatisasi di

selama 49 hari ……… 64

7 Data analisis ragam laju laju pertumbuhan harian (LPH) bibit rumput laut di media perlakuan tanpa pupuk (1), pupuk PES (2), pupuk growmore (3) dan super aci (4), pada aklimatisasi bibit rumput laut di

selama 49 hari ……… 65

8 Data pertumbuhan mutlak bibit rumput laut di media perlakuan tanpa pupuk, pupuk PES, pupuk growmore dan super aci pada aklimatisasi bibit rumput laut di selama 49 hari ……… 66 9 Data tingkat kelangsungan hidup (%) bibit rumput laut di media

perlakuan tanpa pupuk, pupuk PES, pupuk growmore dan super aci pada aklimatisasi bibit rumput laut di selama 49 hari ……... 67 10 Data analisis ragam pertumbuhan mutlak bibit rumput laut di media

perlakuan tanpa pupuk (1), pupuk PES (2), pupuk growmore (3) dan super aci (4) pada aklimatisasi bibit rumput laut di selama

(19)

11 Data pertambahan diameter (mm) dan panjang (cm) talus bibit rumput laut di media perlakuan tanpa pupuk, pupuk PES, pupuk growmore dan super aci pada aklimatisasi bibit rumput laut di selama 49

hari ……….. 69

12 Data analisis ragam pertambahan panjang talus (cm) bibit rumput laut di media perlakuan tanpa pupuk (1), pupuk PES (2), pupuk growmore (3) pada aklimatisasi bibit rumput laut di selama 49 hari ……... 73

13 Data analisis ragam pertambahan diameter talus (mm) bibit rumput laut di media perlakuan tanpa pupuk (1), pupuk PES (2), pupuk growmore (3) pada aklimatisasi bibit rumput laut di selama 49 hari …. 74 14 Data pengamatan suhu , suhu air, salinitas dan intensitas cahaya pada aklimatisasi bibit rumput laut kultur jaringan ………... 75

15 Data pertambahan bobot bibit (gram) dan laju pertumbuhan harian (%) selama 3 minggu (21 hari) pada uji budidaya skala lapang di perairan pantai Desa Hanura ………... 78

16 Data pertambahan bobot mutlak (gram) untuk sumber bibit rumput laut tanpa pupuk, pupuk PES, pupuk growmore, dan konvensional pada uji budidaya skala lapang di perairan pantai Desa Hanura selama 21 hari ... 80

17 Data laju pertumbuhan harian (%) untuk sumber bibit rumput laut tanpa pupuk, pupuk PES, pupuk growmore, dan konvensional pada uji budidaya skala lapang di perairan pantai Desa Hanura selama 21 hari ... 81

18 Data tingkat kelangsungan hidup (%) sumber bibit rumput laut dari media perlakuan tanpa pupuk, pupuk PES, pupuk growmore dan konvensional pada uji budidaya skala lapang di perairan Desa Hanura selama 4 minggu (28 hari) ……… 82

19 Data analisis pertambahan bobot mutlak bibit rumput laut pada perlakuan bibit tanpa pupuk (1), pupuk PES (2), pupuk growmore (3) dan bibit konvensional (4) pada uji lapang budidaya rumput laut di perairan selama 21 hari ………. 83

20 Komposisi dan pembuatan media PES ………. 84

21 Komposisi pupuk Growmore ……… 86

22 Komposisi pupuk Super Aci .……… 87

(20)

! ! ! "

! "

! # $%&'

!!& (") # #

* ! ! + ,

,

+ # - &)!

.

#

/ 0 1 !!$

2

#

#

-# 3

#

-# #

&)% 1 0 4 &)% #

(21)

2

!!) 5 !!) 5 / !!% 5 * - # !!& 5

+ ! ! 5 + !

# # # ,

#

#

+ #

#

,

3 ,

/ 0 * !!)

#

3

#

# ,

,

-#

. er a a ala

#

,

+ 6 !!&

6

#

(22)

3

, #

3

6

+ #

,

3 #

3

,

#

3

# #

3 #

#

+ #

6 ,

2 #

-

-#

(23)

4

*

#

#

.3 a e elitia

2 #

#

2

,

$ 2

#

.

.4 a aat e elitia

6

#

# ,

(24)

! !

" ! ! #

$ %

& ' ##

% ! #

'

" (# ) # )

* + , * ! - , ! - ,

# ! . # - # , !

- ( - , + .

# , ,

# ( # (

/ - 0112 .

/ 3 4 * 5 !* 6 ,

# (# , #

, - # #

.

( , * #

! ! % .

(25)

2

# !

! .

, , ! ! ,

, , ! , - !

,

, # ! ' ! .

# #

* * - .

! #

-( # ' 7 .

! "

' # - !

! , ! !

!

, ! ,

# / .

/ , !*

. 8 ! ! !

9 , 51 ( 5 55 , !

07 : 51 " ! ; ", < 7 :

7,5 : ,0. - !

- # ! = .

# !

!

( ( !

( !

-0 . # , #

( . $

! - ! .

(26)

7

d !

! ,

-! # ! ,

-' ! .

# rtu $ % &

! ! !

-! * . !

! ! !

, # ! ! .

! #

( , ! !

. ' ! !

! ! ! !

/ ! 0110 .

> ! !

# !

, ! 2 .

!

-= ! . & ! = (=

! - = ! ! ! . ? (

= ! ! , , ! ,

, , , , !

* - ;, # @ 011; .

,

! ! .

! , !

- ! # . A

# !

- ! - 5 .

! !

! , - ! ! . 8 !

(27)

-! ! !

. ' , !

-011; .

A ! - ! !

- ! ! , !

- ! , 9 ,

, , ' , " , , !

- ! & , " ,

, " , ? , A ,

011; .

! - - #

! - ( - . !

, ! .

! - (

! - - , , !

. ! ! - !

- + ,

-! 3 '#-! ;, # @ 011; .

0115 !* !

! ! , !

-! ! 6 :

! ! ! 6 :

. 3 0115 - !* - !

# 1,0 ( 0 .

' ( $ ) & &* $ r &

!

! . ! !

! .

, ! , #

! !

! ! ! .

(28)

0 : 51 55

01 : ;1 # + / .

' !

' ! . ! ! B

! ! : ! 4 , A , , ' * > !,

' / ' 011 .

& &

- !

-, . >

-, , , - ,

! ! . '

-( - .

% *

-, , ,

-, !

= ! ? > * !

# ! (

- .

- ,

! < , ! 6 ! 10,

# ,

!. ! 5;, C! / ' !

! # !

! . > ! 5 C! , % ! , 9 # !

! !

-< 3 5 .

A ! #

,

(29)

1

, C ! 0 , !

!

! ? > ( . > ! 2 !

, , , , , 7

! , , , , , , !

.

& &

/

! ( . !

. 6

! (! , ! !

. ! # !

!, ! .

' ,

! - ! ! !

. ! ! - ! !

! ! % 5 .

/ ! - .

/ ! !

! , ! , # ! ,

, ! ! ,

! - ! !

! . /

! - !

-! !

. / !

! > .

/

! ! 0115 B . ' ! !

, - 5( # ,

(30)

. ' ! ! - ! , !

, #

.

< A 0117 ! ,

, !

! # .

! 5 # D 50 # ,

! # !

50 , 0; - . ' !

, !

# .

! !

! .

! 1( 11 E.

A - ! . A

! #

-! C ! 0 .

! ud) * ut+ r & ut

(

! !

. 011 #

.

, ! !

- 0, ( ; D ( 7 .

# - - 51 #

. A 1 :

11 . ' !

! !

(31)

0

! &* ) & ) & % & $

A !

! ! / - 0112 .

' - / !* !

! , , ,

. ' , !

# , , - # , # ,

. ! !

.

A ! .

! !

- # # ! # .

' ! #

-. !

! ! # . B

' ! !* ! !

. '

-< ; !* !

-! !

! !

! - . A ! !

. - ! ,

# .

! ,

-! !

! .

. (

! . (

! ,

(32)

5

-#

( B ' !

. ' - ' ! , ! !*

# ( -

-1 ( # . 0 ( 5 1

- 0 # . ' - #

! ( !

# ' ! .

B ' ! !* #

! ! ,

# - *

!( ! , ! !, ,

- .

? C ; ! * ! 11

,

! !

- - .

< ; - !*

# (#

. /

. # - =

#.

. A ! ,

-.

! &* ) ut

, - !

- , !

- ! *

! ! ! ! .

(33)

-;

- . # ( #

! 7;, !

& 4 .

* - ! B , #

! !

- ! 4 0110 . *

! * * - #

! !+ . ' - + # !

- !, ! ! !,

!. ! * # !

# ,

* # . 8 #

# . > !

! ! ! / 01 0

! ! ! . '

!

. ! !

. !

.

, ,

!

" 3 011 .

>

-! , !

. ! !

,

! ,

!

(34)

# & ) ) *

# , % &

# ! # !

. 8 ,

- ! # ! ,

-#! # 0 : .

! # ! ! #

/ - 0112 . ' - < ;

!* - ! ! !

7 ( 1 . ! !

, ! ! .

# ) &

/ - 0112 - !*

! 1,;1

! ! # .

-.

( ! (

! ! ! .

#

!

* . / !

! .

-! ! "$0

$0 - . ,

! ! !

. / ! !

01(;1 # + / 0112 .

, # @ 011; !*

# ,

(35)

2

1 ( 0 # + G 1 # + . 9 # 1,0

: 1, + .

> 5 , # @ 011; !*

! # (

! . # 01 :

;1 # + , ! 5 # .

# ! Suhu

' ! ! .

! ! ! .

' ! ! ! ,

!

. > !

02 ( 51 1" / - 0112 . ' ! , # !

!

% 3 1 .

# # S &

' 9 " !

. 0 (55 / - 0112 .

# ' + P r &

# ! ( # ! ,

.

- / , 0112 .

6 - .

-! !

- / 0112 .

' - / - 0112 !* ,

# # !

(36)

7

# - + r . & / (0

-! . & <

"$0 .

' ! < # "$0 ,

! , <

"$0 A .

@ 011; !* !

< 2, : , < ! 2 : ,

, ,

.

# 1 / 2 0 ) & % / 2!0

9 !

. !

!

! 0,; . ' ! ,

! ' .

7 , # @ 011; !*

! ! ! .

1, : 5,

,1 ( 5, .

* 7; - !*

! . 8

! ! ! ,

, . ' ! !

(37)

9

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai September 2012 di

Laboratorium SEAMEO BIOTROP dan uji lapang budidaya rumput laut

dilakukan di perairan laut Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL)

Propinsi Bandar Lampung, Kecamatan Pesawaran, Desa Hanura.

Mikropopagula rumput laut hasil kultur jaringan yang digunakan pada

penelitian ini berasal dari Laboratorium SEAMEO BIOTROP, sumber awal

bibitnya merupakan strain maumere hijau yang diperoleh dari petani rumput laut

di Kabupaten Natuna Propinsi Kepulauan Riau.

Mikropropagula dari medium PES ( ) cair yang

sebelumnya ditempatkan pada putaran shaker kemudian disubkultur. Hasil

subkultur itu ditimbang dalam cawan petri sampai mencapai bobot 0,10 gram,

kemudian dimasukkan dalam botol duran volume 1.000 mℓ yang berisi medium

perlakuan cair selama 70 hari atau sampai menjadi (talus muda) dengan

ukuran panjang 325 cm. Media perlakuannya adalah air laut tanpa pupuk (kontrol),

air laut + PES 20 mℓ/ℓ (P1), air laut + Growmore 0,8 mg/ℓ + Thiamin (Vit B1)

1 mℓ/ℓ + Cyanocobalamin (Vit B12) 0,2 mℓ/ℓ (P2), Air laut + Growmore 1,2

mg/ℓ + Thiamin (Vit B1) 1 mℓ/ℓ + Cyanocobalamin (Vit B12) 0,2 mℓ/ℓ (P3).

Biakan mikropropagula dipelihara dengan diberi aerasi dari aerator.

Selama pemeliharaan mikropropagula sampai mencapai ukuran 325 cm, media

yang digunakan akan diganti dengan yang baru pada tiap minggu. Pemeliharaan

mikropropagula di ruang pemeliharaan dengan suhu 22225 oC, intensitas cahaya

1.500 lux, lama penyinaran lampu 12 jam terang dan 12 jam padam. Pengamatan

dilakukan terhadap pertambahan bobot mikropropagula setiap 1 minggu sekali

dan tingkat kelangsungan hidup. Rancangan percobaan pada perlakuan ini

menggunakan metode RAL (rancangan acak lengkap) dengan menggunakan 4

(38)

20

Perlakuan A : Air Laut steril 34 2 35 ppt

Perlakuan B : Air Laut + PES (20 mℓ/ℓ)

Perlakuan C : Air Laut + Growmore (0,8 mg/ℓ)

Perlakuan D : Air Laut + Growmore (1,2 mg/ℓ)

Pada penempatan botol duran di rak kultur jaringan dalam laboratorium

dilakukan secara acak untuk setiap ulangan dan perlakuan. Posisi botol tersebut

disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Posisi dan tempat pemeliharaan talus muda rumput laut kultur jaringan dalam laboratorium

Kumpulan rumput laut kotoni dari kultur jaringan akan

diaklimatisasi sebelum uji lapang budidaya di perairan laut dari lingkungan

ke lingkungan yang baru di dalam akuarium yang ditempatkan pada

. Akuarium diisi air laut sebanyak 7/8 bagian akuarium ukuran lebar

30 cm x tinggi 35 cm x panjang 90 cm dengan menggunakan sistem resirkulasi

yang terdiri atas lapisan kapas, arang aktif, pecahan karang dan kapas serta

dilengkapi dengan aerator dan blower/pompa untuk membuat arus buatan

( ).

akan diaklimatisasi dengan empat perlakuan, yaitu air laut tanpa

penambahan pupuk (kontrol), PES (Lampiran 20) dengan dosis 5 mℓ/ℓ (P1), pada

air laut dengan penambahan Growmore (pupuk komersial) (Lampiran 21) dengan

dosis 1,2 mg/ℓ (P2), pada air laut dengan penambahan Super Aci (pupuk

komersial benbentuk cair) (Lampiran 22) dengan dosis 0,25 mℓ/ℓ (P3).

Penambahan pupuk dilakukan setiap minggu. Pengamatan bobot basah akan

(39)

21

mistar) dan diameter talus (menggunakan calliper) diukur pada awal dan akhir

pemelihaan, serta dilakukan pengukuran kualitas air.

Berat awal kumpulan plantlet untuk setiap perlakuan sama yaitu 9,92

gram. Rancangan percobaan pada perlakuan ini menggunakan metode RAL

(rancangan acak lengkap) dengan menggunakan 4 perlakuan dan 3 ulangan,

sehingga terdapat 12 unit perlakuan sebagai berikut :

Perlakuan A : Air laut tanpa penambahan pupuk

Perlakuan B : pada kondisi PES dengan dosis 5 mℓ/ℓ

Perlakuan C : Air laut dengan penambahan Growmore dengan dosis 1,2 mg/ℓ

Perlakuan D : Air laut dengan penambahan Super Aci (pupuk organik) dengan dosis 0,25 mℓ/ℓ

Untuk perlakuan air laut akan dipertahankan 34235 ppt, akan dilakukan

pengukuran salinitas setiap hari, jika terjadi penurunan salinitas, maka akan

dilakukan penambahan air laut untuk mempertahankan salinitas. Penempatan

akuarium dalam terdapat pada Gambar 3.

Gambar 3 Posisi dan tempat pemeliharaan talus muda (ukuran 325 cm) rumput laut kultur jaringan dalam

! " # $ % & !

rumput laut kotoni yang telah diaklimatisasi akan dibudidayakan

di perairan laut Propinsi Bandar Lampung, Kecamatan Pesawaran, Desa Hanura.

Bibit konvensional dari rumput laut kotoni diperoleh dari perkembangbiakan

(40)

22

rumput laut konvensional ditanam pada tempat yang sama dengan rumput laut

hasil kultur jaringan.

rumput laut hasil kultur jaringan yang telah di aklimatisasi

selanjutnya dibudidayakan di perairan laut BBPBL Lampung, Kecamatan

Pesawaran, Desa Hanura, serta dibandingkan dengan bibit hasil budidaya

konvensional dari rumput laut kotoni yang diperolah dari perkembangbiakan

vegetatif berumur 30 hari yang telah dibudidayakan di BBPBL Lampung.

Metode budidaya yang digunakan adalah rakit kurungan, yaitu budidaya

rumput laut di atas permukaan air dengan menggunakan pipa paralon sebagai

bingkai (2,20 x 1,80 m), diberi pelampung pada bagian atas pipa dan jaring

(bukaan mata jaring 3 cm) di bawah pipa sepanjang 1 meter diberi pemberat.

Panjang tali ris dari satu titik ke titik yang lain adalah 2,20 meter, tali ikat bibit

dari tali PE (1,5 mm) jarak tiap titik ikatan tali 30 cm, jarak ikatan bibit untuk

masing2masing perlakuan adalah 20 cm, bibit yang ditanam berada 10 cm dari

permukaan air. Pada perlakuan bibit terdapat 20 kali ulangan, yang mana

1 bentangan tali terdapat 10 bibit, sehingga total tali ada 8 bentangan, uji budidaya

rumput laut ini dilakukan selama 28 hari. Pengukuran bobot basah dan tingkat

kelangsungan hidup rumput laut dilakukan setiap minggu dan untuk pengontrolan

bibit di laut dilakukan setiap dua hari serta dilakukan pengukuran

kualitas air setiap minggu. Konstruksi rakit kurungan yang digunakan terdapat

pada Gambar 4.

(41)

23

'

' ! % ! ! $ () *

Kelangsungan hidup rumput laut dihitung dengan menggunakan rumus

Effendie (1997) sebagai berikut:

Keterangan:

SR = kelangsungan hidup (%)

Nt = jumlah rumput laut yang hidup pada hari ke2t

No = jumlah rumput laut pada awal pemeliharaan

' $ ( $*

LPH diperoleh dengan mengukur bibit basah rumput laut setiap tujuh (7)

hari. Untuk menghitung LPH digunakan rumus persamaan dari penurunan

persamaan menurut Cook and Kelly (2007) yaitu :

LPH = (LnWt – LnW0 x 100%)/t

Keterangan:

LPH = Laju pertumbuhan harian (%) Wt = Bobot pada waktu t (g) Wo = Bobot pada waktu t = 0 (g) t = Jumlah hari pengamatan (hari)

'

Untuk menghitung pertumbuhan mutlak tanaman uji digunakan rumus

Effendie (1997) yaitu :

PM = Wt – Wo

Keterangan:

PM = Pertumbuhan mutlak (gram) Wt = Bobot akhir (gram)

Wo = Bobot awal (gram)

' %

Pengukuran kualitas air dilakukan sebagai data pendukung untuk

kelayakan hidup rumput laut, seperti : kecepatan arus, suhu, salinitas, pH,

kecerahan, kedalaman, nitrat, nitrit dan total posphat. Data kualitas air diambil

tiga kali selama penelitian di laut. %

(42)

4

pembesaran talus dalam

laut dengan penambaha

besaran Talus Rumput Laut Di Laboratorium

besaran talus muda rumput laut hasil kultur jaringan

ng sangat kecil dan telah disubkultur pada media

botol. Secara morfologi terlihat bahwa ukuran ta

angat kecil dan masih merupakan koloni (mikrop

i kemudian diletakan pada media cawan lalu di

agian talus kecil untuk dibesarkan di laboratorium.

mbuhan Harian, Pertumbuhan Mutlak dan an Hidup Bibit Rumput Pada Uji Pembesara orium

buhan harian menggambarkan nilai kecepatan tum

tikan bahwa terjadi pertumbuhan pada rumput l

getahui nilai rata&rata laju pertumbuhan harian

alam media air laut tanpa penambahan pupuk dan

mbahan pupuk di laboratorium selama 70 hari

ambar 5 dan Lampiran 1.

(43)

26

Pada Gambar 5 terlihat bahwa rata&rata LPH (Lampiran 1) selama 70 hari

pemeliharaan bibit di laboratorium pada perlakuan air laut dengan penambahan

pupuk PES dosis 20 mℓ/ℓ menunjukkan nilai tertinggi sebesar 4,65 %,

dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya, yaitu air laut dengan penambahan

pupuk Growmore dosis 1,2 mg/ℓ (3,01 %), air laut dengan penambahan pupuk

Growmore 0,8 mg/ℓ (2,43 %), air laut saja tanpa penambahan pupuk (1,77 %).

Hasil analisis ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa laju pertumbuhan harian

selama penelitian pada setiap perlakuan yang satu dengan yang lainnya berbeda

nyata (P<0,05).

Pada analisis ragam menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata

(P<0,05) antara laju pertumbuhan harian pada perlakuan pupuk dengan pemberian

jenis dan dosis pupuk yang berbeda. Hal ini diduga karena perlakuan air laut yang

diberikan pupuk akan mendapatkan tambahan hara dari luar, sedangkan air laut

tanpa pemberian pupuk, hanya akan memanfaatkan unsur hara yang telah ada

pada air laut tersebut.

Pada setiap minggu selama pemeliharaan bibit di laboratorium telah

dilakukan pengamatan terhadap laju pertumbuhan harian (LPH), data yang

diambil pada pengamatan ini selama 10 minggu, yang mana nilai rata&rata laju

pertumbuhan harian pada tiap minggunya berfluktuasi untuk setiap perlakuan,

(Gambar 6).

Pada Gambar 6 terlihat bahwa perlakuan dengan penambahan pupuk PES

pada media air laut merupakan perlakuan dengan nilai LPH tertinggi,

dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Sedangkan nilai LPH terendah adalah

pada perlakuan air laut tanpa penambahan pupuk. Grafik diatas menunjukkan

bahwa nilai rata&rata LPH tertinggi pada setiap perlakuan selama penelitian

terdapat pada minggu ke&4 dan k&5, pada minggu ini terjadi peningkatan

pertumbuhan. Nilai LPH mingguan tertinggi dari setiap perlakuan terdapat pada

perlakuan pupuk PES dengan nilai LPH tertinggi pada minggu ke&5 (6,44 %).

Untuk LPH pada perlakuan pupuk PES setiap minggunya mengalami peningkatan

dari minggu ke&2 sampai minggu ke&5, kemudian mengalami penurunan nilai

LPH dari minggu ke&6 sampai minggu ke&9, kemudian LPH meningkat lagi pada

(44)

27

Gambar 6 Laju pertumbuhan harian (LPH) setiap minggu pada pembesaran talus di laboratorium selama 10 minggu. PES (

), G8 (Growmore 0,8 mg/ℓ), G12 (Growmore 1,2 mg/ℓ)

Pada perlakuan media air laut tanpa penambahan pupuk menunjukkan nilai

rata&rata LPH mingguan paling rendah dibandingkan dengan perlakuan dengan

penambahan pupuk (Lampiran 1). Untuk tiap minggunya, pada setiap perlakuan,

penyerapan nutrisi yang ada dalam media perlakuan terjadi selama 7 hari,

kemudian media akan diganti lagi dengan media yang baru dengan dosis dan

pupuk yang sama pada perlakuan minggu pertama.

Dengan bobot rata&rata awal bibit yang sama (0,10 gram), untuk

mengetahui pertambahan bobot mutlak bibit rumput laut pada uji pembesaran

talus di laboratorium selama 70 hari (Lampiran 3), dapat dilihat pada

pertumbuhan mutlak masing&masing perlakuan. Pertumbuhan mutlak setiap

perlakuan pada penelitian di laboratorium disajikan pada Gambar 7.

Hasil analisis ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa perlakuan media

air laut dengan penambahan pupuk PES 20 mℓ/ℓ memperlihatkan perbedaan yang

nyata (P<0,05) dengan perlakuan yang lainnya. Pada perlakuan media air laut

tanpa penambahan pupuk tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan air laut

dengan penambahan pupuk Growmore 0,8 mg/ℓ. Perlakuan air laut dengan

penambahan pupuk Growmore pada dosis yang berbeda yaitu 0,8 mg/ℓ (G8) dan

(45)

28

rumput laut di laboratorium,

merupakan suatu hal yang te

cepat dibandingkan dengan pe 0

mutlak (PM) setiap perlakuan pada uji pembesaran ta selama 70 hari. Huruf yang berbeda pada histogr pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05). PES (

), G8 (growmore 0,8 mg/ℓ), G12 (Growmore

mbuhan mutlak menunjukkan bahwa perlakuan terb

saran talus di laboratorium adalah pada perlakuan me

ahan pupuk PES 20 mℓ/ℓ dengan nilai pertumbu

. Pada perlakuan air laut tanpa penambahan pu

uhan mutlak yang paling rendah yaitu sebesar 0,25 gr

emperlihatkan bahwa selama pembesaran talus b

orium, pemberian pupuk PES pada media air l

ang tepat untuk dilakukan dalam rangka menunj

m dilakukan aklimatisasi di .

gan hidup (Lampiran 4) untuk semua perlakuan p

talus di laboratorium selama 70 hari adalah 100 %,

rumput laut yang mangalami kematian, hal ini did

ia dan lingkungan yang sesuai serta kemampuan

n unsur hara yang ada.

ran talus di laboratorium dalam botol duran 1.000 m

umput laut yang diberi pupuk PES pertumbuhannya le

gan perlakuan tanpa pemberian pupuk dan pember

(46)

29

pupuk Growmore (Gambar 5 dan 7). Hal ini diduga disebabkan oleh komposisi

dan kandungan hara pupuk PES yang sangat lengkap dan mengandung unsur hara

makro dan mikro yang cocok untuk pertumbuhan alga. Menurut Mansilla

(2007) mengatakan bahwa selama pemeliharaan bibit rumput laut di laboratorium,

pupuk yang mengandung unsur hara makro (nitrogen, posphat, kalium) dan mikro

(Mo, Ni, Mn, B, Cu, Zn, Co, Cl, Na, S), memberikan laju pertumbuhan harian

yang lebih tinggi pada rumput laut dibandingkan dengan pupuk yang hanya

mengandung unsur hara makro saja.

Pupuk PES merupakan pupuk yang lengkap karena mengandung unsur

makro dan mikro nutrien yang sangat lengkap dan dibutuhkan oleh rumput laut,

sedangkan media air laut tanpa pemberian pupuk akan menerima nutrien dari air

laut saja. Pada air laut dengan pemberian pupuk Growmore akan mendapat

tambahan nutrien dalam lebih banyak dalam bentuk makro dan sedikit unsur

mikro. Dalam bidang pertanian, pupuk Growmore merupakan pupuk daun yang

banyak digunakan untuk menumbuhkan daun pada tanaman pertanian. Pada

perlakuan media air laut tanpa pupuk telah dipastikan hanya mendapatkan hara

dari air laut saja dibandingkan dengan air laut yang diberikan pupuk akan

mendapatkan asupan nutrisi dari luar.

Unsur nitrogen dan phosfat pada pupuk selalu ada pada perairan laut dan

menjadi faktor pembatas pada perairan, kecukupan unsur ini sangat dibutuhkan

oleh rumput laut. Sistem aerasi yang digunakan dalam media botol juga

menunjang penyerapan nutrien oleh permukaan talus rumput laut secara difusi.

Pada awalnya sampel individu yang digunakan pada penelitian di

laboratorium merupakan subkultur dari mikropropagula. Hasil subkultur ini

kemudian disebut sebagai talus muda yang masih berukuran sangat kecil dengan

panjang talus individu ± 2 mm (Hurtado & Bitar 2007). Talus muda ini berada

dalam botol duran 1.000 mℓ yang diberi aerasi kuat, aerasi ini bertujuan agar

terjadi pencampuran pupuk yang diberikan pada media dan memudahkan

penyerapan hara oleh permukaan talus rumput laut. Untuk pertumbuhan talus

muda yang masih berukuran kecil, sangat membutuhkan nutrisi yang banyak

(47)

1(

Reddy (2003) melaporkan bahwa pupuk PES merupakan pupuk yang

banyak digunakan untuk pertumbuhan alga karena kandungan haranya yang

lengkap dan cocok untuk jenis alga terutama rumput laut pada pembesaran talus

rumput laut kultur jaringan di laboratorium menggunakan pupuk PES untuk

hingga berukuran 3&5 cm.

4.1.2 Perubahan Morfologi Pada Uji Pembesaran Talus Rumput Laut Di Laboratorium

Untuk melihat perubahan morfologi rumput laut yang dipelihara di

laboratorium selama 70 hari ditunjukkan pada Gambar 8. Pada Gambar 8

terlihat bahwa pada awal pemeliharaan, percabagan talus belum terlihat.

Percabagan talus mulai terlihat pada minggu ke&5, pada minggu ini

percabangan talus pada media perlakuan air laut dengan penambahan pupuk PES

sangat jelas terlihat, dibandingkan dengan percabagan talusnya pada media

perlakuan tanpa penambahan pupuk maupun media perlakuan dengan

penambahan pupuk Growmore.

Performa talus warna pada minggu ke&10 (hari ke&70) memperlihatkan

pada perlakuan pupuk PES talus lebih rimbun dibandingkan talus tanpa perlakuan

pupuk. Warna talus pada perlakuan pupuk PES terlihat berwarna hijau tua

sedangkan perlakuan tanpa pupuk adalah hijau muda (Gambar 8). Warna (hijau

tua) mengindikasikan kandungan klorofil talus yang lebih banyak dibandingkan

dengan warna hijau muda. Hal ini diduga terkait dengan kandungan unsur hara

makro dan mikro yang terdapat dalam pupuk PES. Secara fenotip dengan adanya

pemberian pupuk yang berbeda menunjukkan bahwa terjadi perubahan warna.

Warna yang terlihat sangat cerah (hijau tua) mengindikasikan kandungan

klorofil dalam talus yang lebih banyak dibandingkan dengan warna yang terlihat

(48)

Air laut

wadah penelitian yaitu 1.

untuk pertumbuhan dan

cahaya serta zat hara ya

penyusun protein dan pem

jumlah klorofil pada ta

12 jam terang dan 12 jam gelap dengan intensitas cah

aitu 1.500 lux & 1.800 lux. Aslan (1998) mengataka

dan perkembangan rumput laut dipengaruhi oleh

ara yang cukup seperti nitrat dan fosfat sebagai bah

an pembentukan klorofil untuk fotosintesis. Semaki

ada tanaman, maka proses fotosintesis semakin

(2006) menyatakan bahwa unsur hara masuk ke da

ui proses difusi, akan digunakan sebagai unsur pe

sintesis yang menghasilkan glukosa dan pembentuk

(49)

12

Pembentukan klorofil memerlukan nitrogen dalam jumlah yang cukup dan

seimbang, karena nitrogen merupakan komponen utama dalam menyusun klorofil

(Fahrurrozi . 2006). Nitrogen berperan dalam pembentukan klorofil yang

berguna untuk fotosintesis, selain adanya penambahan pupuk, pembentukan

klorofil juga ditunjang dengan adanya cahaya matahari (Ekayanti 2004). Adanya

unsur hara yang cukup pada media tumbuhan rumput laut dan interaksi cahaya

akan menunjang pembentukan klorofil pada rumput laut yang akan mempercepat

proses metabolisme sehingga terjadi pertumbuhan.

4.2 Aklimatisasi Rumput Laut Di Rumah Kaca ( )

Pada aklimatisasi rumput laut di , bibit rumput laut berasal dari

hasil kultur jaringan yang telah dipelihara di laboratorium selama 10 minggu, dari

perlakuan bibit tersebut selama pembesaran talus di laboratorium menggunakan

media air laut dengan penambahan pupuk PES 20 mℓ/ℓ sampai berukururan

3&5 cm. Kemudian kumpulan bibit tersebut dipilih dan ditimbang dengan berat

awal yang sama lalu dimasukan ke dalam akuarium dan penambahan pupuk

pertama kali diberikan pada 7 hari pertama pemeliharaan.

4.2.1 Laju Pertumbuhan Harian, Pertumbuhan Mutlak, Pertambahan Panjang dan Diameter Talus serta Tingkat Kelangsungan Hidup Bibit

Rumput Laut Pada Aklimatisasi Di Rumah Kaca ( ).

Laju pertumbuhan harian menggambarkan besarnya persentase nilai

pertumbuhan yang mana nilai ini menunjukkan kecepatan tumbuh dan sekaligus

membuktikan bahwa terjadi pertumbuhan pada rumput laut yang dipelihara.

Untuk mengetahui nilai rata&rata laju pertumbuhan harian pada aklimatisasi di

dalam media air laut tanpa penambahan pupuk dan media air laut

dengan penambahan pupuk di akuarium selama 49 hari, nilainya ditampilkan pada

(50)

Gambar 9 Laju pertu

menunjuk

Hasil analisis raga

harian pada perlakuan m

perbedaan yang nyata

Growmore dan Super Aci

nyata (P>0,05) dengan pe

Gambar 9 menunjukkan

perlakuan pupuk PES (4

sangat signifikan pada

Kemudian minggu selanju

pertumbuhan harian (LPH) aklimatisasi rumput selama 49 hari. Huruf yang sama pada h kkan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05)

is ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa laju pert

uan media air laut tanpa pupuk (2,73 %) mempe

yata (P<0,05) dengan perlakuan menggunakan pup

er Aci. Namun perlakuan menggunakan pupuk PES ti

gan perlakuan menggunakan pupuk Growmore (4,39 %

kkan bahwa laju pertumbuhan harian tertinggi terda

ES (4,60 %), sedangkan laju pertumbuhan harian

kuan air laut dengan penambahan pupuk Super Aci (1,

ar 10 menunjukkan grafik laju pertumbuhan har

u pada perlakuan pupuk PES, pupuk Growmore, d

kan bahwa grafik yang normal untuk pertumbuha

uper Aci memperlihatkan grafik yang berbeda, fluktu

a pertumbuhan yang menurun pada minggu ke&3 d

nggu ke&5 mengalami kenaikan lagi, lalu menurun

naik lagi minggu ke&7. Penurunan laju pertumbuh

pada minggu ke&4 karena banyak rumput laut ya

selanjutnya rumput laut yang mampu bertahan hidup

pada lingkungannya.

a Pupuk PES Growmore Super Aci

(51)

1/

Gambar 11 Pertumbuhan mutl selama 49 hari. pengaruh yang tid

Pada Gambar 11 dan L

mutlak tertinggi terdapat pada

namun tidak berbeda nyata

Growmore (75,48 gram), sedan &6,00

buhan harian (LPH) setiap minggu pada aklimatis selama 7 minggu

menunjukkan adanya pertambahan bobot total p

atan rumput laut kultur jaringan pada aklimatisasi

mutlak (PM) aklimatisasi rumput laut di hari. Huruf yang sama pada histogram menunju ng tidak berbeda nyata (P>0,05)

dan Lampiran 8 menunjukkan bahwa nilai pertumbu

pada perlakuan penambahan pupuk PES (89,90 gra

yata (P>0,05) dengan perlakuan penambahan pup

, sedangkan perlakuan terendah terdapat pada perlak

4 6 8

Pengamatan minggu ke3

guan setiap!erlakuan media air di

(52)

penambahan pupuk Super

perlakuan tanpa pupuk

menunjukkan bahwa per

talus rumput laut yang

lainnya (tanpa pupuk dan

laut tertinggi pada perlak

terendah pada perlakuan t

Super Aci (11,41 gram), namun tidak berbeda nyata

penambahan pupuk (27,95 gram). Perlakuan pen

enambahan pupuk Super Aci menunjukkan hubung

0,05). Perlakuan terbaik pada penelitian aklima

perlakuan penambahan pupuk PES dan Growmore

ukuran panjang talus (Gambar 12) dan diame

penelitian aklimatisasi di menunjukka

pada rumput laut yang terlihat pada pertambahan pan

rumput laut yang dipelihara.

bahan panjang talus (cm) bibit rumput laut pada aklim selama 49 hari. Huruf yang berbeda pada h kan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05)

bar 12 manunjukkan bahwa pertambahan panja

PES (2,98 cm), perlakuan pupuk Growmore (2

upuk (1,25 cm). Hasil analisis ragam (Lamp

a perlakuan pupuk PES memberikan pertambahan

yang signifikan (P<0,05) dibandingkan dengan p

k dan pupuk Growmore). Pertambahan panjang talu

perlakuan pupuk PES, sedangkan pertambahan panj

kuan tanpa penambahan pupuk.

(53)

1.

Pada Gambar 13 me

perlakuan pupuk Growmore (0

perlakuan tanpa pupuk (0,24

menunjukkan bahwa perlakua

diameter talus rumput laut yang

perlakuan pupuk PES. Pertam

tanpa pupuk menunjukkan n

berbeda nyata dengan perlak

pengamatan panjang dan diam

dengan penambahan pupuk S

diamati mengalami kematian.

Gambar 13 Pertambahan diam selam menunjukkan peng

Berdasarkan nilai laju

pertambahan panjang dan diam

PES menunjukkan nilai yang

lainnya. Hai ini diduga karena

pupuk PES dapat dimanfaatkan

menunjukkan bahwa pertambahan diameter ta

ore (0,59 mm), perlakuan pupuk PES (0,49 mm)

(0,24 mm). Hasil analisis ragam (Lampiran

rlakuan pupuk Growmore memberikan pertamba

t yang paling tinggi, namun tidak berbeda nyata den

ertambahan diameter talus rumput laut pada perlak

kan nilai pertambahan diameter paling rendah y

perlakuan pupuk PES dan pupuk Growmore. P

diameter talus rumput laut kultur jaringan, perlak

puk Super Aci tidak terdeteksi karena individu y

diameter talus bibit rumput laut pada aklimatisasi selama 49 hari. Huruf yang berbeda pada histogr n pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05)

laju pertumbuhan harian (LPH), pertumbuhan mut

n diameter talus menunjukkan bahwa perlakuan pup

yang paling tinggi dibandingkan dengan perlak

arena kandungan unsur hara nitrogen yang terdapat p

aatkan dengan baik oleh rumput laut.

isis kandungan unsur nitrogen (Lampiran 20,21,22

yang diberikan pada wadah penelitian di

pupuk PES dengan dosis 5 mℓ/ℓ memberikan N sebe

ore dengan dosis 1,2 mg/ℓ memberikan N sebesar 0,3

(54)

1'

g/ℓ, dan pupuk Super Aci dengan dosis 0,25 mℓ/ℓ memberikan N sebesar

0,00002445 mg/ℓ. Hal ini memperlihatkan bahwa kandungan nitrogen yang

diberikan pada wadah budidaya lebih banyak bersumber dari pupuk PES. Unsur

hara nitrogen yang terdapat dalam pupuk PES, sudah dalam bentuk nitrat (NO3)

sehingga dapat secara langsung dimanfaatkan oleh rumput laut.

Sinaga (2010) melaporkan bahwa pada budidaya rumput laut

di selama 28 hari dalam akuarium dengan

melakukan penambahan pupuk Growmore pada dosis yang berbeda menunjukkan

daya serap nitrat pada rumput laut lebih tinggi dari pada daya serap posphat.

Unsur hara (N dan P) diperlukan oleh rumput laut untuk pertumbuhan,

reproduksi dan pembentukan cadangan makanan berupa zat&zat organik seperti

karbohidrat, protein dan lemak. Masuknya unsur hara kedalam jaringan tubuh

melalui proses difusi pada seluruh bagian permukaan tubuh rumput laut, apabila

difusi semakin banyak maka akan mempercepat proses metabolisme sehingga

akan meningkatkan laju pertumbuhan, apabila perairan mengalami kekurangan

unsur hara maka akan mengakibatkan pertumbuhan rumput laut yang lambat dan

tidak sehat (Amiluddin 2007). Unsur P di perairan terdapat dalam bentuk

senyawa posphat, senyawa organik, dan anorganik, namun hanya ortoposphat

yang terlarut dalam air dan langsung dapat digunakan oleh organisme

akuatik (Haryadi 1992).

Unsur hara (N dan P) diperlukan oleh rumput laut untuk pertumbuhan,

reproduksi dan pembentukan cadangan makanan berupa zat&zat organik seperti

karbohidrat, protein dan lemak. Masuknya unsur hara kedalam jaringan tubuh

melalui proses difusi pada seluruh bagian permukaan tubuh rumput laut, apabila

difusi semakin banyak maka akan mempercepat proses metabolisme sehingga

akan meningkatkan laju pertumbuhan, apabila perairan mengalami kekurangan

unsur hara maka akan mengakibatkan pertumbuhan rumput laut lambat dan tidak

sehat (Amiluddin 2007). Setyabudiandi (2009), mengatakan bahwa faktor

lingkungan berpengaruh penting terhadap pertumbuhan rumput laut seperti :

cahaya, suhu, kadar garam, gerakan air, nutrisi (nitrat dan posphat).

Darley (1982) menyatakan bahwa nitrogen sangat berperan dalam

(55)

1+

laut sama dengan gejala pada phytoplankton. Keterbatasan nitrogen berdampak

pada rendahnya laju pertumbuhan, berkurangnya kandungan nitrogen (organik

dan anorganik), berkurang kandungan klorofil, berkurangnya phyoerathrin pada

alga merah, rendahnya tingkat pemenuhan cahaya dari fotosintesis. Menurut

Aslan (1998) manyatakan bahwa semakin banyak jumlah klorofil pada tanaman,

maka proses fotosintesis semakin optimal. Nitrogen merupakan elemen penting

untuk pembentukan klorofil, bila mineral ini dalam jumlah yang terbatas maka

talus akan tampak kekuningan dan kecepatan fotosintesis menurun.

Pada penelitian aklimatisasi di , rumput laut dipelihara di

akuarium dengan sistem resirkulasi yang menggunakan filter untuk manyaring air

laut. Selama pemeliharaan diduga terjadi perubahan kandungan unsur hara pada

air laut sebagai wadah tempat hidup bibit rumput laut yang disebabkan oleh

pemberian pupuk setiap minggu. Jika pupuk yang diberikan mengandung unsur

hara yang sesuai dengan kebutuhan rumput laut dan masih dalam ambang batas

toleransi, maka rumput laut tersebut dapat bertahan hidup dan tumbuh dengan

baik. Untuk melihat tingkat kelangsungan hidup bibit rumput yang dipelihara di

disajikan pada Gambar 14.

Gambar 14 Tingkat kelangsungan hidup rumput laut pada aklimatisasi di selama 49 hari

Pada Gambar 14 terlihat bahwa selama penelitian pada perlakuan tanpa

pupuk, pupuk PES dan pupuk Growmore, individu rumput laut tidak mengalami

kematian. Pada perlakuan dengan menggunakan pupuk Super Aci terlihat bahwa

(56)

13

5 (69 %), minggu ke&6 (63 %), dan seterusnya hingga minggu ke&7 menurun

sampai (58 %). Kematian rumput laut (Gambar 14) diduga karena menurunnya

kualitas air karena pemberian pupuk Super Aci yang terbuat dari bahan organik

yang berasal dari kotoran hewan dan pembusukan tanaman yang diduga

terakumulasi bakteri.

Penyebab lain adanya rumput laut yang mati (Gambar 15) pada perlakuan

pupuk Super Aci dapat dijelaskan melalui hasil analisis kualitas air pada minggu

ke&4 yang terdapat pada Tabel 1, terlihat bahwa kadar fosfat yang tinggi (10,120

mg/ℓ) pada penelitian di dengan perlakuan pupuk Super Aci diduga

terjadi alga sehingga air dalam wadah penelitian berubah menjadi keruh

dan berwarna kuning kecoklatan, alga pada wadah budidaya dapat

menghambat penyerapan cahaya oleh rumput laut sehingga menghambat proses

fotosintesisnya yang nantinya menyebabkan rumput laut mati. Penjelasan ini

didukung oleh Kordi dan Tanjung (2007) bahwa warna air pada wadah budidaya

terbentuk oleh adanya interaksi antara plankton, larutan tersuspensi, dekomposisi

bahan oganik, mineral dan bahan lain yang terlarut dalam air. Warna kuning

kecoklatan disebabkan oleh adanya populasi dari fitoplankton jenis Chryssophyta

atau biasanya disebut diatom. Perubahan warna air merupakan indikator yang

menunjukkan telah terjadi perubahan mutu air.

Fosfat organik banyak terdapat pada perairan yang banyak mengandung

bahan organik (Mackereth . 1989). Beberapa fosfat di perairan alami biasanya

relatif kecil, dengan kadar yang lebih sedikit dibandingkan dengan sumber

nitrogen di perairan. Sumber alami fosfat di perairan adalah pelapukan bahan

mineral, dekomposisi bahan organik (effendi 2003). Kadar fosfat pada perairan

alami berkisar 0,005&0,02 mg/ℓ. Kadar fosfat pada perairan alami tidak

melebihi 1 mg/l (Boyd 1988).

Keberadaan fosfat secara berlebihan disertai dengan keberadaan nitrogen

dapat menstimulir ledakan pertumbuhan alga di perairan ( ), alga yang

berlimpah akan membentuk pada lapisan permukaan air, yang selanjutnya dapat

menghambat penetrasi oksigen dan cahaya matahari, sehingga kurang

(57)

/(

Pada awal sampai akhir penelitian warna air pada wadah penelitian dengan

perlakuan tanpa pemberian pupuk, perlakuan pemberian pupuk PES dan

Growmore tidak berubah dan terlihat jernih.

Gambar 15 Rumput laut hasil kultur jaringan yang mati pada minggu ke&4 sampai minggu ke&7 untuk perlakuan pupuk Super Aci pada aklimatisasi di

selama 7 minggu

4.2.2 Morfologi Rumput Laut Kultur Jaringan Pada Aklimatisasi Di .

Aklimatisasi rumput laut kultur jaringan yang digunakan adalah bibit

berumur 10 minggu di laboratorium. Pada Gambar 16 terlihat bahwa setiap jenis

pupuk memberikan dampak yang berbeda pada pigmen rumput laut yaitu hijau

muda (tanpa pupuk dan pemupukan dengan Growmore), hijau tua (pupuk PES),

hijau kecoklatan (pemupukan dengan Super Aci). Rifai (2004) mengatakan

bahwakeadaan abnormal pada tanaman ditandai oleh menghilangnya warna hijau

karena menurunnya kandungan klorofil, unsur hara yang menunjang kandungan

klorofil adalah besi, magnesium dan tembaga.

Pada Gambar 16 dan 17 menunjukkan bahwa secara morfologi rumput laut

hasil kultur jaringan dengan pemberian pupuk yang berbeda, memperlihatkan

morfologi individu yang berbeda. Perbedaan warna talus pada masing&masing

perlakuan mulai terlihat pada minggu ke&3, perbedaan morfologi ini terlihat dari

warna dan pola perkembangan pada talus rumput laut. Pada minggu ke&6

memperlihatkan perbedaan warna pada talus rumput laut, sebagai dampak dari

pemberian pupuk dan unsur hara yang berbeda, sehingga menghasilkan

(58)

jau tua

Gambar 17 Perbandinga pada aklima

Hijau tua Hijau muda Hijau kec

Minggu Ke&7

Hijau tua Hijau muda Hijau ke

han morfologi rumput laut secara pada ak

selama 49 hari

n individu dari perbedaan warna dan morfologi w

ggu ke&7, dapat dilihat pada Gambar 17.

dingan morfologi individu setiap perlakuan pemberi

klimatisasi di pada minggu ke&7

(59)

/2

4.2.3 Pengukuran Kualitas Lingkungan dan Kualitas Air di

Selama penelitian di dilakukan pengamatan lingkungan dan

kualitas air yang ditunjukkan pada Tabel 1 dan 2. Hasil pengukuran kualitas

ligkungan dan kualitas air (Tabel 2) pada aklimatisasi di menunjukkan

bahwa rata&rata suhu harian berada pada kisaran 24,8 – 31,1 0

lux. Parameter lingkungan dan kualitas air yang diukur masih berada pada kisaran

toleransi rumput laut.

Tabel 1 Analisis kualitas air pada media perlakuan di pada minggu

ke&4

pada aklimatisasi bibit rumput laut kultur jaringan selama 49 hari

Parameter Waktu pengukuran (WIB)

07.30 11.30 15.30

Suhu greenhouse (0C) 24,8±0,8 31,8±2,8 29,1±2,5

Suhu air laut (0C) 26,1±0,6 28,9±1,1 29,8±1,4

Intensitas cahaya (lux) 2.217,1±423,9

(60)

4.3 Uji Lapang Budiday

laut tanpa penambahan

gram. Pertambahan bobo

didaya Rumput Laut Kultur Jaringan

budidaya rumput laut, peneliti membandingkan bib

ingan dengan rumput laut konvensional yang dibudida

mbangan Budidaya Laut Lampung. Bibit rumput la

dingkan bersumber dari bibit yang telah mengalami p

m tumbuhnya selama aklimatisasi di

a budidaya rumput laut di perairan, tidak dilakukan p

an Bobot, Laju Pertumbuhan Harian dan an Hidup pada Uji Lapang Budidaya Rumput La ngan Dengan Rumput Laut Konvensional.

ar 18 menunjukkan bahwa nilai rata&rata pertambah

hari pemeliharaan bibit rumput laut adalah pada p

bahan pupuk PES selama aklimatisasi di

gkan pertambahan bobot terendah pada perlakuan bib

ahan pupuk selama aklimatisasi di ya

bobot rumput laut hasil kultur jaringan pada perlaku

atisasi lebih tinggi dari pada bibit rumput laut kon

rkan analisis ragam ( ! ) pada Lam

ada uji lapang di laut terlihat pertambahan bo

penambahan pupuk PES selama aklimatisasi di

(P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan bibit konven

bahan bobot total bibit rumput laut pada uji lapang t selama 21 hari. Huruf yang berbeda pada h

kan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05)

(61)

//

Pertambahan bobot bib

pupuk PES lebih tinggi diban

secara morfologi terlihat bahw

yang diberi perlakuan pup

dibandingkan dengan perlak

perlakuan pupuk PES pertumbu

percabangan dan titik tumb

penyerapan nutrisi yang lebih

dengan cepat karena penyera

seluruh permukaan talus.

Pada Gambar 19 mena

selama 21 hari (pengamatan 3

dilakukan pada individu rump

menunjukkan pertambahan bob

meningkat pada minggu kedua

laut kultur jaringan pada perla

bobot yang sangat tinggi dib

Growmore dan konvensional.

Gambar 19 Rata&rata bobot rum laut selama 21 har

dibandingkan dengan perlakuan lainnya diduga kar

bahwa percabangan dan titik tumbuh pada rumput

pupuk PES (selama aklimatisasi) lebih ban

erlakuan lainnya, sehingga bibit rumput laut p

tumbuhan talusnya lebih cepat (Gambar 18). Banyak

tumbuh pada perlakuan pupuk PES menduku

lebih banyak sehingga terjadi pertambahan bobot ta

enyerapan unsur hara pada rumput laut terjadi p

menampilkan rata&rata pertambahan bobot mingg

tan 3 minggu) pada uji lapang di laut. Pengamatan

rumput laut yang sehat. Pada perlakuan pupuk

an bobot yang tinggi pada minggu pertama, kemud

kedua dan minggu ketiga. Pertambahan bobot rum

perlakuan pupuk PES menunjukkan pola pertamba

gi dibandingkan pada perlakuan tanpa pupuk, pup

bot rumput laut tiap minggu pada uji lapang budidaya 21 hari

pada minggu ke 0 bobot rata-rata pada minggu ke 1

pada minggu ke 2 bobot rata-rata pada minggu ke 3

(62)

Pada Gambar 20 t

laju pertumbuhan harian

diduga disebabkan oleh t

generasi pertama dari b

ar 20 terlihat bahwa bibit rumput laut dari hasil kultur

ariannya lebih tinggi dibandingkan dengan bibit konv

oleh talus rumput laut kultur jaringan yang merupa

dari bibit kultur jaringan yang dihasilkan dengan

atik sehingga memberikan laju pertumbuhan har

n talus lebih rumput laut kultur jaringan, lebih banyak

sional, sehingga permukaan talusnya lebih banyak m

nnya secara difusi. Pertumbuhan talus rumput laut ha

at dibandingkan dengan bibit konvensional kare

tua yang berasal dari hasil perbanyakan vegetatif ber

rtumbuhan harian (LPH) rumput laut pada uji lapang a 21 hari. Huruf yang berbeda pada histogram men ruh yang berbeda nyata (P<0,05)

ihat perbandingan pertumbuhan, laju pertumbuha

kultur jaringan 1,37 sampai 1,75 kali lebih tinggi d

piran 17). Reddy (2003) melaporkan bahwa bib

h dari kultur jaringan memiliki laju pertumbuhan

h tinggi dibandingkan bibit konvensional.

buhan harian rumput laut kultur jaringan perlaku

matisasi lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan

ga karena selama aklimatisasi, perlakuan tanpa pup

(63)

/.

talus yang kecil, sehingga ketika rumput laut ini ditanam ke laut dengan

mendapatkan unsur hara (nutrisi) yang cukup laju pertumbuhannya menjadi lebih

cepat dan mengejar ketertinggalan pertumbuhan.

Unsur hara diperlukan sebagai bahan baku fotosintesis bagi rumput laut

masuknya unsur hara kedalam jaringan tubuh secara difusi pada seluruh bagian

permukaan rumput laut, semakin cepat proses difusi makan akan semakin

mempercepat laju pertumbuhan rumput laut (Doty 1987). Pada bibit rumput laut

kultur jaringan, permukaan talusnya lebih banyak dibandingkan bibit

konvensional sehingga penyerapan nutrisi yang terbawa oleh arus lebih banyak.

Setyabudiandi (2009) menyatakan bahwa faktor lingkungan berpengaruh

penting terhadap pertumbuhan rumput laut seperti : cahaya, suhu, kadar garam,

gerakan air, nutrisi (nitrat dan fosfat).

Pada uji lapang budidaya rumput laut kultur jaringan di perairan, bibit

awal berasal dari laboratorium pada kondisi steril dengan lingkungan terkontrol,

kemudian bibit diaklimatisasi di pada kondisi semi steril, selanjutnya

bibit rumput laut tersebut ditanam di laut. Kondisi lingkungan di laut tidak bisa

dikontrol karena kondisi lingkungan yang berubah&ubah, sehingga kondisi ini

berpengaruh terhadap kelangsungan hidup rumput laut. Untuk melihat

kelangsungan hidup rumput laut kultur jaringan disajikan pada Gambar 21.

Gambar 21 Tingkat kelangsungan hidup (%) bibit rumput laut pada uji lapang budidaya di periaran selama 28 hari

Gambar

Gambar 3  Posisi dan tempat pemeliharaan talus muda (ukuran 325 cm) rumput
Gambar 6  Laju pertumbuhan harian (LPH) setiap minggu pada pembesaran talus di laboratorium selama 10 minggu
Gambar 8  Performa rusampai hari ma rumput laut pada uji pembesaran talus di labohari ke&70 i laboratorium
Gambar 14  Tingkat kelangsungan hidup rumput laut pada aklimatisasi di
+6

Referensi

Dokumen terkait

digunakan 33-137 individu. Individu rumput laut memiliki ukuran dan jumlah talus yang bervariasi. Pengamatan dilakukan terhadap tingkat kelangsungan hidup, laju

Metode isolasi karagenan dari rumput laut Kappaphycus alvarezii Doty dioptimasi dengan menggunakan rancangan Desain Percobaan Faktorial menggunakan program Desain

Berdasarkan nilai koefisien korelasinya, empat variabel memiliki hubungan korelasi yang tinggi dengan laju penyerapan karbon oleh rumput laut, yaitu laju pertumbuhan harian

Korelasi antara faktor lingkungan terhadap kualitas karagenan rumput laut Kappaphycus alvarezii menunjukkan bahwa di Sarawandori dan Kamanumpa menunjukkan bahwa

Keberhasilan regenerasi ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan tunas serta cabang rumput laut hasil transgenik serta sintasan dari eksplan yang dipelihara pada media kultur

Kajian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan keuntungan budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii dengan menggunakan bibit hasil kultur jaringan dan non kultur

Dari Gambar 3 terlihat bahwa pertumbuhan harian rumput laut tertinggi masing-masing bibit rumput laut pada siklus ke-2 diduga karena faktor kualitas perairan, baik fisika, kimia,

Oleh karena itu, dalam budidaya rumput laut untuk produksi karagenan, penting untuk memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kandungan karbohidrat pada rumput laut seperti