! " #
# !
$ % &'()
BSTRACT
! " # $% &
# ' ' ()* +(, )' *
- . ! $
/ & & & - ! $ . & - /
& &0 ! & $ & /
$
& $ ! & ! / !
& - & & ! & ! ! &
12 03 & ! & ! ! &
"4 567% & & / $
8 ! . & . ! ! & 6 03 )
3 1 03 ! . & ! ! &
& $. ! & !
& ! & & & ! & "329.22 %
& & !& & 8 ! . !
& - & / ! & & &
-: $! ; . .
klimatisasi dan Uji Lapang Budidaya Rumput Laut
( Doty) Hasil Perbanyakan Bibit secara di Perairan
Laut. Dibimbing oleh DINAR TRI SOELISTYOWATIdan ERINA SULISTIANI
Aklimatisasi dan budidaya rumput laut kultur jaringan di perairan laut merupakan hal yang penting dilakukan untuk menunjang produksi rumput laut melalui metode kultur jaringan. Saat ini kultur jaringan rumput laut kotoni sampai fase regenerasi talus telah dilakukan di laboratorium dengan menghasilkan talus muda atau . Selanjutnya akan dilakukan aklimatisasi di
dan uji lapang budidaya di perairan laut untuk menguji kemampuan tumbuh dan bertahan hidup rumput laut tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan medium pembesaran talus rumput laut kultur jaringan hingga menjadi plantlet yang siap diaklimatisasi dan menentukan efek pupuk terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup plantlet ketika diaklimatisasi pada pemeliharaan di rumah kaca ( ) serta membandingkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup pada budidaya lapang bibit rumput laut kotoni yang berasal dari kultur jaringan dengan bibit konvensional.
Percobaan I uji media pembesaran talus secara . Mikropropagula di medium PES cair disubkultur ke dalam botol ukuran 1 liter yang berisi medium perlakuan cair selama 70 hari atau sampai menjadi dengan ukuran panjang 325 cm. Media perlakuaannya adalah air laut tanpa pupuk (kontrol), air laut + PES 20 mℓ/ℓ (P1), air laut + Growmore 0,8 mℓ/ℓ + Vitamin B1 1 mℓ/ℓ + Vitamin B12 0,2 mℓ/ℓ (P2), Air laut + Growmore 1,2 mℓ/ℓ + Vitamin B1 1 mℓ/ℓ + Vitamin B12 0,2 mℓ/ℓ (P3). Biakan mikropropagula dipelihara dengan diberi aerasi dari aerator.
Percobaan II aklimatisai rumput laut muda pada pemeliharaan di . Kumpulan rumput laut kotoni dari kultur jaringan akan diaklimatisasi sebelum budidaya lapang diperairan laut dari lingkungan ke lingkungan yang baru di dalam akuarium yang ditempatkan pada . Akuarium diisi air laut sebanyak 7/8 bagian akuarium ukuran lebar 30 cm x tinggi 35 cm x panjang 90 cm dengan menggunakan sistem resirkulasi yang terdiri atas lapisan kapas, arang aktif, pecahan karang dan kapas serta dilengkapi dengan aerator dan blower/pompa untuk membuat arus buatan. Plantlet akan diaklimatisasi dengan empat perlakuan, yaitu air laut tanpa penambahan pupuk
(Kontrol), PES ( ) dengan dosis 5 mℓ/ℓ (P1), pada
air laut dengan penambahan Growmore (pupuk komersial) dengan dosis 1,2 mℓ/ℓ (P2), pada air laut dengan penambahan Super Aci (pupuk komersial berbentuk cair) dengan dosis 0,25 mℓ/ℓ (P3).
tali 30 cm, jarak ikatan bibit untuk masing2masing perlakuan adalah 20 cm, bibit yang ditanam berada ± 10 cm dari permukaan air. Uji budidaya rumput laut ini dilakukan selama 28 hari (4 minggu).
Pada pembesaran talus di laboratorium, terlihat bahwa rata2rata LPH (laju pertumbuhan harian) dan PM (pertumbuhan mutlak) pada perlakuan air laut dengan penambahan pupuk PES dosis 20 mℓ/ℓ menunjukkan nilai tertinggi, yaitu LPH 4,65 %, dan PM 2,52 gram, dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya (P<0,05). Dari analisis ragam ( ) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada LPH dan PM perlakuan pupuk PES dosis 20 mℓ/ℓ dengan perlakuan pupuk lainnya yaitu tanpa pupuk, pupuk Growmore dosis 0,8 mg/ℓ dan dosis 1,2 mg/ℓ. Pupuk PES mengandung unsur hara makro dan mikro yang lebih lengkap dibandingkan dengan pupuk growmore. Tingkat kelangsungan hidup bibit rumput laut kultur jaringan adalah 100 %. Performa talus warna pada minggu ke210 (hari ke270) memperlihatkan pada perlakuan pupuk PES talus lebih rimbun dibandingkan talus tanpa perlakuan pupuk. Warna talus pada perlakuan pupuk PES terlihat berwarna hijau tua sedangkan perlakuan tanpa pupuk adalah hijau muda. Warna (hijau tua) mengindikasikan kandungan klorofil talus yang lebih banyak dibandingkan dengan warna hijau muda.
Pada aklimatisasi di , terlihat bahwa rata2rata LPH (laju pertumbuhan harian) dan PM (pertumbuhan mutlak) tidak berbeda nyata pada perlakuan air laut dengan penambahan pupuk PES dan perlakuan air laut dengan penambahan pupuk Growmore, namun berbeda nyata dengan perlakuan lainnya yaitu perlakuan tanpa pupuk dan pupuk Super Aci dimana perlakuan pupuk PES dan Growmore memberikan pertumbuhan lebih tinggi pada aklimatisasi rumput laut di . Pada perlakuan yang berbeda terlihat bahwa setiap jenis pupuk memberikan dampak yang berbeda pada pigmen rumput laut yaitu hijau muda (tanpa pupuk dan pemupukan dengan Growmore), hijau tua (pupuk PES), hijau kecoklatan (pemupukan dengan Super Aci). Perlakuan pupuk Growmore menunjukan rata2rata diameter talus tertinggi yaitu 0,59 mm, sedangkan panjang talus tertinggi pada perlakuan PES yaitu 2,98 cm.
Pada uji lapang budidaya, terlihat bahwa nilai rata2rata pertambahan bobot tertinggi selama 21 hari pemeliharaan bibit rumput laut adalah pada perlakuan bibit dengan penambahan pupuk PES selama aklimatisasi di yaitu 108,00 gram, sedangkan pertambahan bobot terendah pada perlakuan bibit rumput laut tanpa penambahan pupuk selama aklimatisasi yaitu 37,43 gram. Pertambahan bobot rumput laut hasil kultur jaringan pada perlakuan pupuk PES selama aklimatisasi lebih tinggi dari pada bibit rumput laut konvensional (55,14 gram). Berdasarkan analisis ragam ( ) menunjukkan bahwa pada uji lapang di laut terlihat pertambahan bobot bibit rumput laut dengan penambahan pupuk PES selama aklimatisasi berpengaruh nyata (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan bibit konvensional.
A
oty) H
E
EC
E
E O
H
C
E
O O
A
!" #!" ! ! $ % & ' ( #!" (! $ ' )"$
! ! $
# !
! *" !" ( + !! ' )"$ !" #!" ! $% ' )"$," !
- . ! . / 0 11111111
!" # $ %
&'
(
' ) %
*
+' , ! ' , ' ! " "( - !. , ' . - /'
-'
0' ! ' , ' ) - /' % " "
'
1' "2' ! ' . $ - /' 3 " ,
" % , '
4' ! ' , ' - /' % ( " ,
" % ,
'
5' " 6 $ " " "2' ! ' , ' $' - /' # !
7 , 3 6 $ " " "2' ! ' , '
) / - /' %# "
0'
8' ! " 9 3
3 , " (
0:++'
;' ' ( % 0# 0:+0'
<' / " " 3 9 . /.) ,) )
- '
=' 3
1:. - ! - / ,(
" " 3 9 . /.) ,) ) '
++' - %"
'
+0' / $ > - % " "
'
+1' ( " , - "
% , 0:+: - . $ - /
" $ " "- ) - ) - )% 6 - /
-2 - - ( - 7 $ - 7
-? % - 2 - ? "- .6 " "- "
-$ - , ( - / #- " "
=0 " " ( <<- ( )
-) / ' $ > - ) $ - "- , 7 #
" '
+4' 7" % , " 0:++ 0:+0- 7" / (
( '
+5' "2' ! ' $' - "2' ! ' 3
-$ $ - /' - , $ ' $ 7 - /' - , ( - '
$ - ' '
+8' , % ) 9 #
-"@ - 7
-( - - - 9 3 #'
+;' %
'
- " 2 %
'
Pen
!" # $
% & '
( $ )
% * % ' (+
$ (+ ),,)
* % ' + - . " "
/+$. +0 1 2 3 /1 230 "
4 * /4# 0% ' (4
+$. +% ! . ( 2
/.(20 5 3 ' 3 + 4 6 !
( /46(0 1 23 +$. + / " ),,& 7 ),, 0% ),,
3 + 4 6 ! ( /46(0
+$. + / " ),, 7 ),, 0
),, * 1
2 3 + - . " "
), , ' ) 2
4" " /2 40 " 2 / 3+0 !
1" ( 5 ' 2 4 /1 +( 8 $ 0 " ), 9
), ) 3 4
! 1" ( 5 ' :
/ (# + : 0 % ' ! '
" #" " % * " 2 4 2
! " " #
$ % &
& % &
' ( ) *
!+ *
) " % " *
, %, , *
$ "+ , ,
-& "+ , ,
-* !. # /
- . 0 1 . 2
) ' 3
$ ! " " !+ ) ' 4
& 0 0 1 !+
& 1 0 0 + ! # . .
& 1 + 0 !+ $
* ) " 0 0 1 !+ *
* ) 5 # *
* ) 0 ! *
* $ " *
* & ( #
-* -* ( "
-* - " +
-* / 6 ) " ! 7+ 8 /
* 2 0 ,"+# /
$ 9 3
$ 6 3
$ 6 0 !. " " 3
3.4 6 + 0 0 1 !+ " ) '
$ * ! 6 $
& ( ( *
& 6 0 !. " " !+ 0 ., , ! *
& 6 !. # : !. # 0
) " 0 + . !+ 0 6
!. " " ., , ! *
& . # , %, , 0 6 !. " " !+
., , ! $4
& ! " " !+ $
& 6 !. # : !. # : !. #
6 0 ! " " ) "
0 + . !+ 0 ! " " $
& , %, , !+ ) ' 0 ! " "
&4
& $ ) " 0 ) " 0
&
& $ 6 + 0 0 1 !+ ) ' &$
& $ !. # ,., : 6 !. # 0
) " 0 + 0 6 + 0 0 1 !+
" ) ' !+
), " , &$
& $ , %, , !+ ) ' 0 6 + &/
* ( ( *
* ( !+ *
* ( *
( ) *$
!
Morfologi rumput laut ………. 7
2 Posisi dan tempat pemeliharaan talus muda rumput laut kultur jaringan
dalam laboratorium ………... 20
3 Posisi dan tempat pemeliharaan talus muda (ukuran 3 5 cm) rumput laut
kultur jaringan dalam ………. 21
4 Kontruksi metode rakit kurungan pada uji budidaya bibit rumput laut
hasil kultur jaringan di laut ………... 22
5 Laju pertumbuhan harian (LPH) pada uji pembesaran talus di laboratorium selama 70 hari. Huruf yang berbeda pada histogram menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05). PES (
), G8 (growmore 0,8 mg/ℓ), G12 (Growmore 1,2
mg/ℓ) ………. 25
6 Laju pertumbuhan harian (LPH) setiap minggu pada pembesaran talus
di laboratorium selama 10 minggu. PES ( ),
G8 (growmore 0,8 mg/ℓ), G12 (Growmore 1,2 mg/ℓ) ……….. 27
7 Pertumbuhan mutlak (PM) setiap perlakuan pada uji pembesaran talus di laboratorium selama 70 hari. Huruf yang berbeda pada histogram menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05). PES (
), G8 (growmore 0,8 mg/ℓ), G12 (Growmore 1,2
mg/ℓ) ………. 28
8 Performa rumput laut pada uji pembesaran talus di laboratorium sampai
hari ke 70 ……….. 31
9 Laju pertumbuhan harian (LPH) aklimatisasi rumput laut di
selama 49 hari. Huruf yang sama pada histogram menunjukan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) ……… 33
10 Laju pertumbuhan harian (LPH) setiap minggu pada aklimatisasi
rumput laut di selama 7 minggu ……… 34
11 Pertumbuhan mutlak (PM) aklimatisasi rumput laut di
selama 49 hari. Huruf yang sama pada histogram menunjukan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) ……… 34
12 Pertambahan panjang talus (cm) bibit rumput laut pada aklimatisasi di selama 49 hari. Huruf yang berbeda pada histogram menunjukan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) ……… 35
13 Pertambahan diameter talus bibit rumput laut pada aklimatisasi di selama 49 hari. Huruf yang berbeda pada histogram menunjukan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) ……… 36
14 Tingkat kelangsungan hidup rumput laut pada aklimatisasi di
15 Rumput laut hasil kultur jaringan yang mati pada minggu ke 4 sampai minggu ke 7 untuk perlakuan pupuk Super Aci pada aklimatisasi di
selama 7 minggu ……… 40
16 Perubahan morfologi rumput laut secara fenotip pada aklimatisasi bibit
di selama 49 hari ……… 41
17 Perbandingan morfologi individu setiap perlakuan pemberian pupuk
pada aklimatisasi di pada minggu ke 7 ……….. 41
18 Pertambahan bobot total bibit rumput laut pada uji lapang budidaya di
laut selama 21 hari ……… 43
19 Pertambahan bobot total bibit rumput laut pada uji lapang budidaya di laut selama 21 hari. Huruf yang berbeda pada histogram menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) ………..………... 44
20 Laju pertumbuhan harian (LPH) rumput laut pada uji lapang budidaya selama 21 hari. Huruf yang berbeda pada histogram menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) ………. 45
21 Tingkat kelangsungan hidup (%) bibit rumput laut pada uji lapang budidaya di periaran selama 28 hari ……….. 46
22 Ciri bibit rumput laut kultur jaringan yang mati pada uji lapang budidaya diperairan pada minggu ke 2 sampai minggu ke 4 ………… 47
23 Perubahan morfologi rumput laut pada uji lapang budidaya rumput laut
1 Data laju pertumbuhan harian (LPH) media perlakuan tanpa pupuk, pupuk PES 20 mℓ/ℓ, pupuk growmore 0,8 mg/ℓ dan pupuk growmore 1,2 mg/ℓ pada uji pembesaran talus di laboratorium selama 70 hari …… 59 2 Data analisis ragam laju laju pertumbuhan harian (LPH) bibit rumput
laut media perlakuan tanpa pupuk (1), pupuk PES 20 mℓ/ℓ (2), pupuk growmore 0,8 mg/ℓ (3) dan pupuk growmore 1,2 mg/ℓ (4), pada uji pembesaran talus di laboratorium selama 70 hari ………. 60 3 Data pertumbuhan mutlak bibit rumput laut media perlakuan tanpa
pupuk, pupuk PES 20 mℓ/ℓ, pupuk growmore 0,8 mg/ℓ dan pupuk growmore 1,2 mg/ℓ pada uji pembesaran talus di laboratorium selama
70 hari ……… 61
4 Data tingkat kelangsungan hidup bibit rumput laut di media perlakuan tanpa pupuk, pupuk PES 20 mℓ/ℓ, pupuk growmore 0,8 mg/ℓ dan pupuk growmore 1,2 mg/ℓ pada uji pembesaran talus di laboratorium selama
70 hari ……… 62
5 Data analisis ragam pertumbuhan mutlak bibit rumput laut di media perlakuan tanpa pupuk (1), pupuk PES 20 mℓ/ℓ (2), pupuk growmore 0,8 mg/ℓ (3) dan pupuk growmore 1,2 mg/ℓ (4), pada uji pembesaran talus di laboratorium selama 70 hari ………. 63 6 Data laju pertumbuhan harian (LPH) media perlakuan tanpa pupuk,
pupuk PES, pupuk growmore, dan pupuk super aci pada aklimatisasi di
selama 49 hari ……… 64
7 Data analisis ragam laju laju pertumbuhan harian (LPH) bibit rumput laut di media perlakuan tanpa pupuk (1), pupuk PES (2), pupuk growmore (3) dan super aci (4), pada aklimatisasi bibit rumput laut di
selama 49 hari ……… 65
8 Data pertumbuhan mutlak bibit rumput laut di media perlakuan tanpa pupuk, pupuk PES, pupuk growmore dan super aci pada aklimatisasi bibit rumput laut di selama 49 hari ……… 66 9 Data tingkat kelangsungan hidup (%) bibit rumput laut di media
perlakuan tanpa pupuk, pupuk PES, pupuk growmore dan super aci pada aklimatisasi bibit rumput laut di selama 49 hari ……... 67 10 Data analisis ragam pertumbuhan mutlak bibit rumput laut di media
perlakuan tanpa pupuk (1), pupuk PES (2), pupuk growmore (3) dan super aci (4) pada aklimatisasi bibit rumput laut di selama
11 Data pertambahan diameter (mm) dan panjang (cm) talus bibit rumput laut di media perlakuan tanpa pupuk, pupuk PES, pupuk growmore dan super aci pada aklimatisasi bibit rumput laut di selama 49
hari ……….. 69
12 Data analisis ragam pertambahan panjang talus (cm) bibit rumput laut di media perlakuan tanpa pupuk (1), pupuk PES (2), pupuk growmore (3) pada aklimatisasi bibit rumput laut di selama 49 hari ……... 73
13 Data analisis ragam pertambahan diameter talus (mm) bibit rumput laut di media perlakuan tanpa pupuk (1), pupuk PES (2), pupuk growmore (3) pada aklimatisasi bibit rumput laut di selama 49 hari …. 74 14 Data pengamatan suhu , suhu air, salinitas dan intensitas cahaya pada aklimatisasi bibit rumput laut kultur jaringan ………... 75
15 Data pertambahan bobot bibit (gram) dan laju pertumbuhan harian (%) selama 3 minggu (21 hari) pada uji budidaya skala lapang di perairan pantai Desa Hanura ………... 78
16 Data pertambahan bobot mutlak (gram) untuk sumber bibit rumput laut tanpa pupuk, pupuk PES, pupuk growmore, dan konvensional pada uji budidaya skala lapang di perairan pantai Desa Hanura selama 21 hari ... 80
17 Data laju pertumbuhan harian (%) untuk sumber bibit rumput laut tanpa pupuk, pupuk PES, pupuk growmore, dan konvensional pada uji budidaya skala lapang di perairan pantai Desa Hanura selama 21 hari ... 81
18 Data tingkat kelangsungan hidup (%) sumber bibit rumput laut dari media perlakuan tanpa pupuk, pupuk PES, pupuk growmore dan konvensional pada uji budidaya skala lapang di perairan Desa Hanura selama 4 minggu (28 hari) ……… 82
19 Data analisis pertambahan bobot mutlak bibit rumput laut pada perlakuan bibit tanpa pupuk (1), pupuk PES (2), pupuk growmore (3) dan bibit konvensional (4) pada uji lapang budidaya rumput laut di perairan selama 21 hari ………. 83
20 Komposisi dan pembuatan media PES ………. 84
21 Komposisi pupuk Growmore ……… 86
22 Komposisi pupuk Super Aci .……… 87
! ! ! "
! "
! # $%&'
!!& (") # #
* ! ! + ,
,
+ # - &)!
.
#
/ 0 1 !!$
2
#
#
-# 3
#
-# #
&)% 1 0 4 &)% #
2
!!) 5 !!) 5 / !!% 5 * - # !!& 5
+ ! ! 5 + !
# # # ,
#
#
+ #
#
,
3 ,
/ 0 * !!)
#
3
#
# ,
,
-#
. er a a ala
#
,
+ 6 !!&
6
#
3
, #
3
6
+ #
,
3 #
3
,
#
3
# #
3 #
#
+ #
6 ,
2 #
-
-#
4
*
#
#
.3 a e elitia
2 #
#
2
,
$ 2
#
.
.4 a aat e elitia
6
#
# ,
! !
" ! ! #
$ %
& ' ##
% ! #
'
" (# ) # )
* + , * ! - , ! - ,
# ! . # - # , !
- ( - , + .
# , ,
# ( # (
/ - 0112 .
/ 3 4 * 5 !* 6 ,
# (# , #
, - # #
.
( , * #
! ! % .
2
# !
! .
, , ! ! ,
, , ! , - !
,
, # ! ' ! .
# #
* * - .
! #
-( # ' 7 .
! "
' # - !
! , ! !
!
, ! ,
# / .
/ , !*
. 8 ! ! !
9 , 51 ( 5 55 , !
07 : 51 " ! ; ", < 7 :
7,5 : ,0. - !
- # ! = .
# !
!
( ( !
( !
-0 . # , #
( . $
! - ! .
7
d !
! ,
-! # ! ,
-' ! .
# rtu $ % &
! ! !
-! * . !
! ! !
, # ! ! .
! #
( , ! !
. ' ! !
! ! ! !
/ ! 0110 .
> ! !
# !
, ! 2 .
!
-= ! . & ! = (=
! - = ! ! ! . ? (
= ! ! , , ! ,
, , , , !
* - ;, # @ 011; .
,
! ! .
! , !
- ! # . A
# !
- ! - 5 .
! !
! , - ! ! . 8 !
-! ! !
. ' , !
-011; .
A ! - ! !
- ! ! , !
- ! , 9 ,
, , ' , " , , !
- ! & , " ,
, " , ? , A ,
011; .
! - - #
! - ( - . !
, ! .
! - (
! - - , , !
. ! ! - !
- + ,
-! 3 '#-! ;, # @ 011; .
0115 !* !
! ! , !
-! ! 6 :
! ! ! 6 :
. 3 0115 - !* - !
# 1,0 ( 0 .
' ( $ ) & &* $ r &
!
! . ! !
! .
, ! , #
! !
! ! ! .
0 : 51 55
01 : ;1 # + / .
' !
' ! . ! ! B
! ! : ! 4 , A , , ' * > !,
' / ' 011 .
& &
- !
-, . >
-, , , - ,
! ! . '
-( - .
% *
-, , ,
-, !
= ! ? > * !
# ! (
- .
- ,
! < , ! 6 ! 10,
# ,
!. ! 5;, C! / ' !
! # !
! . > ! 5 C! , % ! , 9 # !
! !
-< 3 5 .
A ! #
,
1
, C ! 0 , !
!
! ? > ( . > ! 2 !
, , , , , 7
! , , , , , , !
.
& &
/
! ( . !
. 6
! (! , ! !
. ! # !
!, ! .
' ,
! - ! ! !
. ! ! - ! !
! ! % 5 .
/ ! - .
/ ! !
! , ! , # ! ,
, ! ! ,
! - ! !
! . /
! - !
-! !
. / !
! > .
/
! ! 0115 B . ' ! !
, - 5( # ,
. ' ! ! - ! , !
, #
.
< A 0117 ! ,
, !
! # .
! 5 # D 50 # ,
! # !
50 , 0; - . ' !
, !
# .
! !
! .
! 1( 11 E.
A - ! . A
! #
-! C ! 0 .
! ud) * ut+ r & ut
(
! !
. 011 #
.
, ! !
- 0, ( ; D ( 7 .
# - - 51 #
. A 1 :
11 . ' !
! !
0
! &* ) & ) & % & $
A !
! ! / - 0112 .
' - / !* !
! , , ,
. ' , !
# , , - # , # ,
. ! !
.
A ! .
! !
- # # ! # .
' ! #
-. !
! ! # . B
' ! !* ! !
. '
-< ; !* !
-! !
! !
! - . A ! !
. - ! ,
# .
! ,
-! !
! .
. (
! . (
! ,
5
-#
( B ' !
. ' - ' ! , ! !*
# ( -
-1 ( # . 0 ( 5 1
- 0 # . ' - #
! ( !
# ' ! .
B ' ! !* #
! ! ,
# - *
!( ! , ! !, ,
- .
? C ; ! * ! 11
,
! !
- - .
< ; - !*
# (#
. /
. # - =
#.
. A ! ,
-.
! &* ) ut
, - !
- , !
- ! *
! ! ! ! .
-;
- . # ( #
! 7;, !
& 4 .
* - ! B , #
! !
- ! 4 0110 . *
! * * - #
! !+ . ' - + # !
- !, ! ! !,
!. ! * # !
# ,
* # . 8 #
# . > !
! ! ! / 01 0
! ! ! . '
!
. ! !
. !
.
, ,
!
" 3 011 .
>
-! , !
. ! !
,
! ,
!
# & ) ) *
# , % &
# ! # !
. 8 ,
- ! # ! ,
-#! # 0 : .
! # ! ! #
/ - 0112 . ' - < ;
!* - ! ! !
7 ( 1 . ! !
, ! ! .
# ) &
/ - 0112 - !*
! 1,;1
! ! # .
-.
( ! (
! ! ! .
#
!
* . / !
! .
-! ! "$0
$0 - . ,
! ! !
. / ! !
01(;1 # + / 0112 .
, # @ 011; !*
# ,
2
1 ( 0 # + G 1 # + . 9 # 1,0
: 1, + .
> 5 , # @ 011; !*
! # (
! . # 01 :
;1 # + , ! 5 # .
# ! Suhu
' ! ! .
! ! ! .
' ! ! ! ,
!
. > !
02 ( 51 1" / - 0112 . ' ! , # !
!
% 3 1 .
# # S &
' 9 " !
. 0 (55 / - 0112 .
# ' + P r &
# ! ( # ! ,
.
- / , 0112 .
6 - .
-! !
- / 0112 .
' - / - 0112 !* ,
# # !
7
# - + r . & / (0
-! . & <
"$0 .
' ! < # "$0 ,
! , <
"$0 A .
@ 011; !* !
< 2, : , < ! 2 : ,
, ,
.
# 1 / 2 0 ) & % / 2!0
9 !
. !
!
! 0,; . ' ! ,
! ' .
7 , # @ 011; !*
! ! ! .
1, : 5,
,1 ( 5, .
* 7; - !*
! . 8
! ! ! ,
, . ' ! !
9
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai September 2012 di
Laboratorium SEAMEO BIOTROP dan uji lapang budidaya rumput laut
dilakukan di perairan laut Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL)
Propinsi Bandar Lampung, Kecamatan Pesawaran, Desa Hanura.
Mikropopagula rumput laut hasil kultur jaringan yang digunakan pada
penelitian ini berasal dari Laboratorium SEAMEO BIOTROP, sumber awal
bibitnya merupakan strain maumere hijau yang diperoleh dari petani rumput laut
di Kabupaten Natuna Propinsi Kepulauan Riau.
Mikropropagula dari medium PES ( ) cair yang
sebelumnya ditempatkan pada putaran shaker kemudian disubkultur. Hasil
subkultur itu ditimbang dalam cawan petri sampai mencapai bobot 0,10 gram,
kemudian dimasukkan dalam botol duran volume 1.000 mℓ yang berisi medium
perlakuan cair selama 70 hari atau sampai menjadi (talus muda) dengan
ukuran panjang 325 cm. Media perlakuannya adalah air laut tanpa pupuk (kontrol),
air laut + PES 20 mℓ/ℓ (P1), air laut + Growmore 0,8 mg/ℓ + Thiamin (Vit B1)
1 mℓ/ℓ + Cyanocobalamin (Vit B12) 0,2 mℓ/ℓ (P2), Air laut + Growmore 1,2
mg/ℓ + Thiamin (Vit B1) 1 mℓ/ℓ + Cyanocobalamin (Vit B12) 0,2 mℓ/ℓ (P3).
Biakan mikropropagula dipelihara dengan diberi aerasi dari aerator.
Selama pemeliharaan mikropropagula sampai mencapai ukuran 325 cm, media
yang digunakan akan diganti dengan yang baru pada tiap minggu. Pemeliharaan
mikropropagula di ruang pemeliharaan dengan suhu 22225 oC, intensitas cahaya
1.500 lux, lama penyinaran lampu 12 jam terang dan 12 jam padam. Pengamatan
dilakukan terhadap pertambahan bobot mikropropagula setiap 1 minggu sekali
dan tingkat kelangsungan hidup. Rancangan percobaan pada perlakuan ini
menggunakan metode RAL (rancangan acak lengkap) dengan menggunakan 4
20
Perlakuan A : Air Laut steril 34 2 35 ppt
Perlakuan B : Air Laut + PES (20 mℓ/ℓ)
Perlakuan C : Air Laut + Growmore (0,8 mg/ℓ)
Perlakuan D : Air Laut + Growmore (1,2 mg/ℓ)
Pada penempatan botol duran di rak kultur jaringan dalam laboratorium
dilakukan secara acak untuk setiap ulangan dan perlakuan. Posisi botol tersebut
disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Posisi dan tempat pemeliharaan talus muda rumput laut kultur jaringan dalam laboratorium
Kumpulan rumput laut kotoni dari kultur jaringan akan
diaklimatisasi sebelum uji lapang budidaya di perairan laut dari lingkungan
ke lingkungan yang baru di dalam akuarium yang ditempatkan pada
. Akuarium diisi air laut sebanyak 7/8 bagian akuarium ukuran lebar
30 cm x tinggi 35 cm x panjang 90 cm dengan menggunakan sistem resirkulasi
yang terdiri atas lapisan kapas, arang aktif, pecahan karang dan kapas serta
dilengkapi dengan aerator dan blower/pompa untuk membuat arus buatan
( ).
akan diaklimatisasi dengan empat perlakuan, yaitu air laut tanpa
penambahan pupuk (kontrol), PES (Lampiran 20) dengan dosis 5 mℓ/ℓ (P1), pada
air laut dengan penambahan Growmore (pupuk komersial) (Lampiran 21) dengan
dosis 1,2 mg/ℓ (P2), pada air laut dengan penambahan Super Aci (pupuk
komersial benbentuk cair) (Lampiran 22) dengan dosis 0,25 mℓ/ℓ (P3).
Penambahan pupuk dilakukan setiap minggu. Pengamatan bobot basah akan
21
mistar) dan diameter talus (menggunakan calliper) diukur pada awal dan akhir
pemelihaan, serta dilakukan pengukuran kualitas air.
Berat awal kumpulan plantlet untuk setiap perlakuan sama yaitu 9,92
gram. Rancangan percobaan pada perlakuan ini menggunakan metode RAL
(rancangan acak lengkap) dengan menggunakan 4 perlakuan dan 3 ulangan,
sehingga terdapat 12 unit perlakuan sebagai berikut :
Perlakuan A : Air laut tanpa penambahan pupuk
Perlakuan B : pada kondisi PES dengan dosis 5 mℓ/ℓ
Perlakuan C : Air laut dengan penambahan Growmore dengan dosis 1,2 mg/ℓ
Perlakuan D : Air laut dengan penambahan Super Aci (pupuk organik) dengan dosis 0,25 mℓ/ℓ
Untuk perlakuan air laut akan dipertahankan 34235 ppt, akan dilakukan
pengukuran salinitas setiap hari, jika terjadi penurunan salinitas, maka akan
dilakukan penambahan air laut untuk mempertahankan salinitas. Penempatan
akuarium dalam terdapat pada Gambar 3.
Gambar 3 Posisi dan tempat pemeliharaan talus muda (ukuran 325 cm) rumput laut kultur jaringan dalam
! " # $ % & !
rumput laut kotoni yang telah diaklimatisasi akan dibudidayakan
di perairan laut Propinsi Bandar Lampung, Kecamatan Pesawaran, Desa Hanura.
Bibit konvensional dari rumput laut kotoni diperoleh dari perkembangbiakan
22
rumput laut konvensional ditanam pada tempat yang sama dengan rumput laut
hasil kultur jaringan.
rumput laut hasil kultur jaringan yang telah di aklimatisasi
selanjutnya dibudidayakan di perairan laut BBPBL Lampung, Kecamatan
Pesawaran, Desa Hanura, serta dibandingkan dengan bibit hasil budidaya
konvensional dari rumput laut kotoni yang diperolah dari perkembangbiakan
vegetatif berumur 30 hari yang telah dibudidayakan di BBPBL Lampung.
Metode budidaya yang digunakan adalah rakit kurungan, yaitu budidaya
rumput laut di atas permukaan air dengan menggunakan pipa paralon sebagai
bingkai (2,20 x 1,80 m), diberi pelampung pada bagian atas pipa dan jaring
(bukaan mata jaring 3 cm) di bawah pipa sepanjang 1 meter diberi pemberat.
Panjang tali ris dari satu titik ke titik yang lain adalah 2,20 meter, tali ikat bibit
dari tali PE (1,5 mm) jarak tiap titik ikatan tali 30 cm, jarak ikatan bibit untuk
masing2masing perlakuan adalah 20 cm, bibit yang ditanam berada 10 cm dari
permukaan air. Pada perlakuan bibit terdapat 20 kali ulangan, yang mana
1 bentangan tali terdapat 10 bibit, sehingga total tali ada 8 bentangan, uji budidaya
rumput laut ini dilakukan selama 28 hari. Pengukuran bobot basah dan tingkat
kelangsungan hidup rumput laut dilakukan setiap minggu dan untuk pengontrolan
bibit di laut dilakukan setiap dua hari serta dilakukan pengukuran
kualitas air setiap minggu. Konstruksi rakit kurungan yang digunakan terdapat
pada Gambar 4.
23
'
' ! % ! ! $ () *
Kelangsungan hidup rumput laut dihitung dengan menggunakan rumus
Effendie (1997) sebagai berikut:
Keterangan:
SR = kelangsungan hidup (%)
Nt = jumlah rumput laut yang hidup pada hari ke2t
No = jumlah rumput laut pada awal pemeliharaan
' $ ( $*
LPH diperoleh dengan mengukur bibit basah rumput laut setiap tujuh (7)
hari. Untuk menghitung LPH digunakan rumus persamaan dari penurunan
persamaan menurut Cook and Kelly (2007) yaitu :
LPH = (LnWt – LnW0 x 100%)/t
Keterangan:
LPH = Laju pertumbuhan harian (%) Wt = Bobot pada waktu t (g) Wo = Bobot pada waktu t = 0 (g) t = Jumlah hari pengamatan (hari)
'
Untuk menghitung pertumbuhan mutlak tanaman uji digunakan rumus
Effendie (1997) yaitu :
PM = Wt – Wo
Keterangan:
PM = Pertumbuhan mutlak (gram) Wt = Bobot akhir (gram)
Wo = Bobot awal (gram)
' %
Pengukuran kualitas air dilakukan sebagai data pendukung untuk
kelayakan hidup rumput laut, seperti : kecepatan arus, suhu, salinitas, pH,
kecerahan, kedalaman, nitrat, nitrit dan total posphat. Data kualitas air diambil
tiga kali selama penelitian di laut. %
4
pembesaran talus dalam
laut dengan penambaha
besaran Talus Rumput Laut Di Laboratorium
besaran talus muda rumput laut hasil kultur jaringan
ng sangat kecil dan telah disubkultur pada media
botol. Secara morfologi terlihat bahwa ukuran ta
angat kecil dan masih merupakan koloni (mikrop
i kemudian diletakan pada media cawan lalu di
agian talus kecil untuk dibesarkan di laboratorium.
mbuhan Harian, Pertumbuhan Mutlak dan an Hidup Bibit Rumput Pada Uji Pembesara orium
buhan harian menggambarkan nilai kecepatan tum
tikan bahwa terjadi pertumbuhan pada rumput l
getahui nilai rata&rata laju pertumbuhan harian
alam media air laut tanpa penambahan pupuk dan
mbahan pupuk di laboratorium selama 70 hari
ambar 5 dan Lampiran 1.
26
Pada Gambar 5 terlihat bahwa rata&rata LPH (Lampiran 1) selama 70 hari
pemeliharaan bibit di laboratorium pada perlakuan air laut dengan penambahan
pupuk PES dosis 20 mℓ/ℓ menunjukkan nilai tertinggi sebesar 4,65 %,
dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya, yaitu air laut dengan penambahan
pupuk Growmore dosis 1,2 mg/ℓ (3,01 %), air laut dengan penambahan pupuk
Growmore 0,8 mg/ℓ (2,43 %), air laut saja tanpa penambahan pupuk (1,77 %).
Hasil analisis ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa laju pertumbuhan harian
selama penelitian pada setiap perlakuan yang satu dengan yang lainnya berbeda
nyata (P<0,05).
Pada analisis ragam menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata
(P<0,05) antara laju pertumbuhan harian pada perlakuan pupuk dengan pemberian
jenis dan dosis pupuk yang berbeda. Hal ini diduga karena perlakuan air laut yang
diberikan pupuk akan mendapatkan tambahan hara dari luar, sedangkan air laut
tanpa pemberian pupuk, hanya akan memanfaatkan unsur hara yang telah ada
pada air laut tersebut.
Pada setiap minggu selama pemeliharaan bibit di laboratorium telah
dilakukan pengamatan terhadap laju pertumbuhan harian (LPH), data yang
diambil pada pengamatan ini selama 10 minggu, yang mana nilai rata&rata laju
pertumbuhan harian pada tiap minggunya berfluktuasi untuk setiap perlakuan,
(Gambar 6).
Pada Gambar 6 terlihat bahwa perlakuan dengan penambahan pupuk PES
pada media air laut merupakan perlakuan dengan nilai LPH tertinggi,
dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Sedangkan nilai LPH terendah adalah
pada perlakuan air laut tanpa penambahan pupuk. Grafik diatas menunjukkan
bahwa nilai rata&rata LPH tertinggi pada setiap perlakuan selama penelitian
terdapat pada minggu ke&4 dan k&5, pada minggu ini terjadi peningkatan
pertumbuhan. Nilai LPH mingguan tertinggi dari setiap perlakuan terdapat pada
perlakuan pupuk PES dengan nilai LPH tertinggi pada minggu ke&5 (6,44 %).
Untuk LPH pada perlakuan pupuk PES setiap minggunya mengalami peningkatan
dari minggu ke&2 sampai minggu ke&5, kemudian mengalami penurunan nilai
LPH dari minggu ke&6 sampai minggu ke&9, kemudian LPH meningkat lagi pada
27
Gambar 6 Laju pertumbuhan harian (LPH) setiap minggu pada pembesaran talus di laboratorium selama 10 minggu. PES (
), G8 (Growmore 0,8 mg/ℓ), G12 (Growmore 1,2 mg/ℓ)
Pada perlakuan media air laut tanpa penambahan pupuk menunjukkan nilai
rata&rata LPH mingguan paling rendah dibandingkan dengan perlakuan dengan
penambahan pupuk (Lampiran 1). Untuk tiap minggunya, pada setiap perlakuan,
penyerapan nutrisi yang ada dalam media perlakuan terjadi selama 7 hari,
kemudian media akan diganti lagi dengan media yang baru dengan dosis dan
pupuk yang sama pada perlakuan minggu pertama.
Dengan bobot rata&rata awal bibit yang sama (0,10 gram), untuk
mengetahui pertambahan bobot mutlak bibit rumput laut pada uji pembesaran
talus di laboratorium selama 70 hari (Lampiran 3), dapat dilihat pada
pertumbuhan mutlak masing&masing perlakuan. Pertumbuhan mutlak setiap
perlakuan pada penelitian di laboratorium disajikan pada Gambar 7.
Hasil analisis ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa perlakuan media
air laut dengan penambahan pupuk PES 20 mℓ/ℓ memperlihatkan perbedaan yang
nyata (P<0,05) dengan perlakuan yang lainnya. Pada perlakuan media air laut
tanpa penambahan pupuk tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan air laut
dengan penambahan pupuk Growmore 0,8 mg/ℓ. Perlakuan air laut dengan
penambahan pupuk Growmore pada dosis yang berbeda yaitu 0,8 mg/ℓ (G8) dan
28
rumput laut di laboratorium,
merupakan suatu hal yang te
cepat dibandingkan dengan pe 0
mutlak (PM) setiap perlakuan pada uji pembesaran ta selama 70 hari. Huruf yang berbeda pada histogr pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05). PES (
), G8 (growmore 0,8 mg/ℓ), G12 (Growmore
mbuhan mutlak menunjukkan bahwa perlakuan terb
saran talus di laboratorium adalah pada perlakuan me
ahan pupuk PES 20 mℓ/ℓ dengan nilai pertumbu
. Pada perlakuan air laut tanpa penambahan pu
uhan mutlak yang paling rendah yaitu sebesar 0,25 gr
emperlihatkan bahwa selama pembesaran talus b
orium, pemberian pupuk PES pada media air l
ang tepat untuk dilakukan dalam rangka menunj
m dilakukan aklimatisasi di .
gan hidup (Lampiran 4) untuk semua perlakuan p
talus di laboratorium selama 70 hari adalah 100 %,
rumput laut yang mangalami kematian, hal ini did
ia dan lingkungan yang sesuai serta kemampuan
n unsur hara yang ada.
ran talus di laboratorium dalam botol duran 1.000 m
umput laut yang diberi pupuk PES pertumbuhannya le
gan perlakuan tanpa pemberian pupuk dan pember
29
pupuk Growmore (Gambar 5 dan 7). Hal ini diduga disebabkan oleh komposisi
dan kandungan hara pupuk PES yang sangat lengkap dan mengandung unsur hara
makro dan mikro yang cocok untuk pertumbuhan alga. Menurut Mansilla
(2007) mengatakan bahwa selama pemeliharaan bibit rumput laut di laboratorium,
pupuk yang mengandung unsur hara makro (nitrogen, posphat, kalium) dan mikro
(Mo, Ni, Mn, B, Cu, Zn, Co, Cl, Na, S), memberikan laju pertumbuhan harian
yang lebih tinggi pada rumput laut dibandingkan dengan pupuk yang hanya
mengandung unsur hara makro saja.
Pupuk PES merupakan pupuk yang lengkap karena mengandung unsur
makro dan mikro nutrien yang sangat lengkap dan dibutuhkan oleh rumput laut,
sedangkan media air laut tanpa pemberian pupuk akan menerima nutrien dari air
laut saja. Pada air laut dengan pemberian pupuk Growmore akan mendapat
tambahan nutrien dalam lebih banyak dalam bentuk makro dan sedikit unsur
mikro. Dalam bidang pertanian, pupuk Growmore merupakan pupuk daun yang
banyak digunakan untuk menumbuhkan daun pada tanaman pertanian. Pada
perlakuan media air laut tanpa pupuk telah dipastikan hanya mendapatkan hara
dari air laut saja dibandingkan dengan air laut yang diberikan pupuk akan
mendapatkan asupan nutrisi dari luar.
Unsur nitrogen dan phosfat pada pupuk selalu ada pada perairan laut dan
menjadi faktor pembatas pada perairan, kecukupan unsur ini sangat dibutuhkan
oleh rumput laut. Sistem aerasi yang digunakan dalam media botol juga
menunjang penyerapan nutrien oleh permukaan talus rumput laut secara difusi.
Pada awalnya sampel individu yang digunakan pada penelitian di
laboratorium merupakan subkultur dari mikropropagula. Hasil subkultur ini
kemudian disebut sebagai talus muda yang masih berukuran sangat kecil dengan
panjang talus individu ± 2 mm (Hurtado & Bitar 2007). Talus muda ini berada
dalam botol duran 1.000 mℓ yang diberi aerasi kuat, aerasi ini bertujuan agar
terjadi pencampuran pupuk yang diberikan pada media dan memudahkan
penyerapan hara oleh permukaan talus rumput laut. Untuk pertumbuhan talus
muda yang masih berukuran kecil, sangat membutuhkan nutrisi yang banyak
1(
Reddy (2003) melaporkan bahwa pupuk PES merupakan pupuk yang
banyak digunakan untuk pertumbuhan alga karena kandungan haranya yang
lengkap dan cocok untuk jenis alga terutama rumput laut pada pembesaran talus
rumput laut kultur jaringan di laboratorium menggunakan pupuk PES untuk
hingga berukuran 3&5 cm.
4.1.2 Perubahan Morfologi Pada Uji Pembesaran Talus Rumput Laut Di Laboratorium
Untuk melihat perubahan morfologi rumput laut yang dipelihara di
laboratorium selama 70 hari ditunjukkan pada Gambar 8. Pada Gambar 8
terlihat bahwa pada awal pemeliharaan, percabagan talus belum terlihat.
Percabagan talus mulai terlihat pada minggu ke&5, pada minggu ini
percabangan talus pada media perlakuan air laut dengan penambahan pupuk PES
sangat jelas terlihat, dibandingkan dengan percabagan talusnya pada media
perlakuan tanpa penambahan pupuk maupun media perlakuan dengan
penambahan pupuk Growmore.
Performa talus warna pada minggu ke&10 (hari ke&70) memperlihatkan
pada perlakuan pupuk PES talus lebih rimbun dibandingkan talus tanpa perlakuan
pupuk. Warna talus pada perlakuan pupuk PES terlihat berwarna hijau tua
sedangkan perlakuan tanpa pupuk adalah hijau muda (Gambar 8). Warna (hijau
tua) mengindikasikan kandungan klorofil talus yang lebih banyak dibandingkan
dengan warna hijau muda. Hal ini diduga terkait dengan kandungan unsur hara
makro dan mikro yang terdapat dalam pupuk PES. Secara fenotip dengan adanya
pemberian pupuk yang berbeda menunjukkan bahwa terjadi perubahan warna.
Warna yang terlihat sangat cerah (hijau tua) mengindikasikan kandungan
klorofil dalam talus yang lebih banyak dibandingkan dengan warna yang terlihat
Air laut
wadah penelitian yaitu 1.
untuk pertumbuhan dan
cahaya serta zat hara ya
penyusun protein dan pem
jumlah klorofil pada ta
12 jam terang dan 12 jam gelap dengan intensitas cah
aitu 1.500 lux & 1.800 lux. Aslan (1998) mengataka
dan perkembangan rumput laut dipengaruhi oleh
ara yang cukup seperti nitrat dan fosfat sebagai bah
an pembentukan klorofil untuk fotosintesis. Semaki
ada tanaman, maka proses fotosintesis semakin
(2006) menyatakan bahwa unsur hara masuk ke da
ui proses difusi, akan digunakan sebagai unsur pe
sintesis yang menghasilkan glukosa dan pembentuk
12
Pembentukan klorofil memerlukan nitrogen dalam jumlah yang cukup dan
seimbang, karena nitrogen merupakan komponen utama dalam menyusun klorofil
(Fahrurrozi . 2006). Nitrogen berperan dalam pembentukan klorofil yang
berguna untuk fotosintesis, selain adanya penambahan pupuk, pembentukan
klorofil juga ditunjang dengan adanya cahaya matahari (Ekayanti 2004). Adanya
unsur hara yang cukup pada media tumbuhan rumput laut dan interaksi cahaya
akan menunjang pembentukan klorofil pada rumput laut yang akan mempercepat
proses metabolisme sehingga terjadi pertumbuhan.
4.2 Aklimatisasi Rumput Laut Di Rumah Kaca ( )
Pada aklimatisasi rumput laut di , bibit rumput laut berasal dari
hasil kultur jaringan yang telah dipelihara di laboratorium selama 10 minggu, dari
perlakuan bibit tersebut selama pembesaran talus di laboratorium menggunakan
media air laut dengan penambahan pupuk PES 20 mℓ/ℓ sampai berukururan
3&5 cm. Kemudian kumpulan bibit tersebut dipilih dan ditimbang dengan berat
awal yang sama lalu dimasukan ke dalam akuarium dan penambahan pupuk
pertama kali diberikan pada 7 hari pertama pemeliharaan.
4.2.1 Laju Pertumbuhan Harian, Pertumbuhan Mutlak, Pertambahan Panjang dan Diameter Talus serta Tingkat Kelangsungan Hidup Bibit
Rumput Laut Pada Aklimatisasi Di Rumah Kaca ( ).
Laju pertumbuhan harian menggambarkan besarnya persentase nilai
pertumbuhan yang mana nilai ini menunjukkan kecepatan tumbuh dan sekaligus
membuktikan bahwa terjadi pertumbuhan pada rumput laut yang dipelihara.
Untuk mengetahui nilai rata&rata laju pertumbuhan harian pada aklimatisasi di
dalam media air laut tanpa penambahan pupuk dan media air laut
dengan penambahan pupuk di akuarium selama 49 hari, nilainya ditampilkan pada
Gambar 9 Laju pertu
menunjuk
Hasil analisis raga
harian pada perlakuan m
perbedaan yang nyata
Growmore dan Super Aci
nyata (P>0,05) dengan pe
Gambar 9 menunjukkan
perlakuan pupuk PES (4
sangat signifikan pada
Kemudian minggu selanju
pertumbuhan harian (LPH) aklimatisasi rumput selama 49 hari. Huruf yang sama pada h kkan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05)
is ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa laju pert
uan media air laut tanpa pupuk (2,73 %) mempe
yata (P<0,05) dengan perlakuan menggunakan pup
er Aci. Namun perlakuan menggunakan pupuk PES ti
gan perlakuan menggunakan pupuk Growmore (4,39 %
kkan bahwa laju pertumbuhan harian tertinggi terda
ES (4,60 %), sedangkan laju pertumbuhan harian
kuan air laut dengan penambahan pupuk Super Aci (1,
ar 10 menunjukkan grafik laju pertumbuhan har
u pada perlakuan pupuk PES, pupuk Growmore, d
kan bahwa grafik yang normal untuk pertumbuha
uper Aci memperlihatkan grafik yang berbeda, fluktu
a pertumbuhan yang menurun pada minggu ke&3 d
nggu ke&5 mengalami kenaikan lagi, lalu menurun
naik lagi minggu ke&7. Penurunan laju pertumbuh
pada minggu ke&4 karena banyak rumput laut ya
selanjutnya rumput laut yang mampu bertahan hidup
pada lingkungannya.
a Pupuk PES Growmore Super Aci
1/
Gambar 11 Pertumbuhan mutl selama 49 hari. pengaruh yang tid
Pada Gambar 11 dan L
mutlak tertinggi terdapat pada
namun tidak berbeda nyata
Growmore (75,48 gram), sedan &6,00
buhan harian (LPH) setiap minggu pada aklimatis selama 7 minggu
menunjukkan adanya pertambahan bobot total p
atan rumput laut kultur jaringan pada aklimatisasi
mutlak (PM) aklimatisasi rumput laut di hari. Huruf yang sama pada histogram menunju ng tidak berbeda nyata (P>0,05)
dan Lampiran 8 menunjukkan bahwa nilai pertumbu
pada perlakuan penambahan pupuk PES (89,90 gra
yata (P>0,05) dengan perlakuan penambahan pup
, sedangkan perlakuan terendah terdapat pada perlak
4 6 8
Pengamatan minggu ke3
guan setiap!erlakuan media air di
penambahan pupuk Super
perlakuan tanpa pupuk
menunjukkan bahwa per
talus rumput laut yang
lainnya (tanpa pupuk dan
laut tertinggi pada perlak
terendah pada perlakuan t
Super Aci (11,41 gram), namun tidak berbeda nyata
penambahan pupuk (27,95 gram). Perlakuan pen
enambahan pupuk Super Aci menunjukkan hubung
0,05). Perlakuan terbaik pada penelitian aklima
perlakuan penambahan pupuk PES dan Growmore
ukuran panjang talus (Gambar 12) dan diame
penelitian aklimatisasi di menunjukka
pada rumput laut yang terlihat pada pertambahan pan
rumput laut yang dipelihara.
bahan panjang talus (cm) bibit rumput laut pada aklim selama 49 hari. Huruf yang berbeda pada h kan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05)
bar 12 manunjukkan bahwa pertambahan panja
PES (2,98 cm), perlakuan pupuk Growmore (2
upuk (1,25 cm). Hasil analisis ragam (Lamp
a perlakuan pupuk PES memberikan pertambahan
yang signifikan (P<0,05) dibandingkan dengan p
k dan pupuk Growmore). Pertambahan panjang talu
perlakuan pupuk PES, sedangkan pertambahan panj
kuan tanpa penambahan pupuk.
1.
Pada Gambar 13 me
perlakuan pupuk Growmore (0
perlakuan tanpa pupuk (0,24
menunjukkan bahwa perlakua
diameter talus rumput laut yang
perlakuan pupuk PES. Pertam
tanpa pupuk menunjukkan n
berbeda nyata dengan perlak
pengamatan panjang dan diam
dengan penambahan pupuk S
diamati mengalami kematian.
Gambar 13 Pertambahan diam selam menunjukkan peng
Berdasarkan nilai laju
pertambahan panjang dan diam
PES menunjukkan nilai yang
lainnya. Hai ini diduga karena
pupuk PES dapat dimanfaatkan
menunjukkan bahwa pertambahan diameter ta
ore (0,59 mm), perlakuan pupuk PES (0,49 mm)
(0,24 mm). Hasil analisis ragam (Lampiran
rlakuan pupuk Growmore memberikan pertamba
t yang paling tinggi, namun tidak berbeda nyata den
ertambahan diameter talus rumput laut pada perlak
kan nilai pertambahan diameter paling rendah y
perlakuan pupuk PES dan pupuk Growmore. P
diameter talus rumput laut kultur jaringan, perlak
puk Super Aci tidak terdeteksi karena individu y
diameter talus bibit rumput laut pada aklimatisasi selama 49 hari. Huruf yang berbeda pada histogr n pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05)
laju pertumbuhan harian (LPH), pertumbuhan mut
n diameter talus menunjukkan bahwa perlakuan pup
yang paling tinggi dibandingkan dengan perlak
arena kandungan unsur hara nitrogen yang terdapat p
aatkan dengan baik oleh rumput laut.
isis kandungan unsur nitrogen (Lampiran 20,21,22
yang diberikan pada wadah penelitian di
pupuk PES dengan dosis 5 mℓ/ℓ memberikan N sebe
ore dengan dosis 1,2 mg/ℓ memberikan N sebesar 0,3
1'
g/ℓ, dan pupuk Super Aci dengan dosis 0,25 mℓ/ℓ memberikan N sebesar
0,00002445 mg/ℓ. Hal ini memperlihatkan bahwa kandungan nitrogen yang
diberikan pada wadah budidaya lebih banyak bersumber dari pupuk PES. Unsur
hara nitrogen yang terdapat dalam pupuk PES, sudah dalam bentuk nitrat (NO3)
sehingga dapat secara langsung dimanfaatkan oleh rumput laut.
Sinaga (2010) melaporkan bahwa pada budidaya rumput laut
di selama 28 hari dalam akuarium dengan
melakukan penambahan pupuk Growmore pada dosis yang berbeda menunjukkan
daya serap nitrat pada rumput laut lebih tinggi dari pada daya serap posphat.
Unsur hara (N dan P) diperlukan oleh rumput laut untuk pertumbuhan,
reproduksi dan pembentukan cadangan makanan berupa zat&zat organik seperti
karbohidrat, protein dan lemak. Masuknya unsur hara kedalam jaringan tubuh
melalui proses difusi pada seluruh bagian permukaan tubuh rumput laut, apabila
difusi semakin banyak maka akan mempercepat proses metabolisme sehingga
akan meningkatkan laju pertumbuhan, apabila perairan mengalami kekurangan
unsur hara maka akan mengakibatkan pertumbuhan rumput laut yang lambat dan
tidak sehat (Amiluddin 2007). Unsur P di perairan terdapat dalam bentuk
senyawa posphat, senyawa organik, dan anorganik, namun hanya ortoposphat
yang terlarut dalam air dan langsung dapat digunakan oleh organisme
akuatik (Haryadi 1992).
Unsur hara (N dan P) diperlukan oleh rumput laut untuk pertumbuhan,
reproduksi dan pembentukan cadangan makanan berupa zat&zat organik seperti
karbohidrat, protein dan lemak. Masuknya unsur hara kedalam jaringan tubuh
melalui proses difusi pada seluruh bagian permukaan tubuh rumput laut, apabila
difusi semakin banyak maka akan mempercepat proses metabolisme sehingga
akan meningkatkan laju pertumbuhan, apabila perairan mengalami kekurangan
unsur hara maka akan mengakibatkan pertumbuhan rumput laut lambat dan tidak
sehat (Amiluddin 2007). Setyabudiandi (2009), mengatakan bahwa faktor
lingkungan berpengaruh penting terhadap pertumbuhan rumput laut seperti :
cahaya, suhu, kadar garam, gerakan air, nutrisi (nitrat dan posphat).
Darley (1982) menyatakan bahwa nitrogen sangat berperan dalam
1+
laut sama dengan gejala pada phytoplankton. Keterbatasan nitrogen berdampak
pada rendahnya laju pertumbuhan, berkurangnya kandungan nitrogen (organik
dan anorganik), berkurang kandungan klorofil, berkurangnya phyoerathrin pada
alga merah, rendahnya tingkat pemenuhan cahaya dari fotosintesis. Menurut
Aslan (1998) manyatakan bahwa semakin banyak jumlah klorofil pada tanaman,
maka proses fotosintesis semakin optimal. Nitrogen merupakan elemen penting
untuk pembentukan klorofil, bila mineral ini dalam jumlah yang terbatas maka
talus akan tampak kekuningan dan kecepatan fotosintesis menurun.
Pada penelitian aklimatisasi di , rumput laut dipelihara di
akuarium dengan sistem resirkulasi yang menggunakan filter untuk manyaring air
laut. Selama pemeliharaan diduga terjadi perubahan kandungan unsur hara pada
air laut sebagai wadah tempat hidup bibit rumput laut yang disebabkan oleh
pemberian pupuk setiap minggu. Jika pupuk yang diberikan mengandung unsur
hara yang sesuai dengan kebutuhan rumput laut dan masih dalam ambang batas
toleransi, maka rumput laut tersebut dapat bertahan hidup dan tumbuh dengan
baik. Untuk melihat tingkat kelangsungan hidup bibit rumput yang dipelihara di
disajikan pada Gambar 14.
Gambar 14 Tingkat kelangsungan hidup rumput laut pada aklimatisasi di selama 49 hari
Pada Gambar 14 terlihat bahwa selama penelitian pada perlakuan tanpa
pupuk, pupuk PES dan pupuk Growmore, individu rumput laut tidak mengalami
kematian. Pada perlakuan dengan menggunakan pupuk Super Aci terlihat bahwa
13
5 (69 %), minggu ke&6 (63 %), dan seterusnya hingga minggu ke&7 menurun
sampai (58 %). Kematian rumput laut (Gambar 14) diduga karena menurunnya
kualitas air karena pemberian pupuk Super Aci yang terbuat dari bahan organik
yang berasal dari kotoran hewan dan pembusukan tanaman yang diduga
terakumulasi bakteri.
Penyebab lain adanya rumput laut yang mati (Gambar 15) pada perlakuan
pupuk Super Aci dapat dijelaskan melalui hasil analisis kualitas air pada minggu
ke&4 yang terdapat pada Tabel 1, terlihat bahwa kadar fosfat yang tinggi (10,120
mg/ℓ) pada penelitian di dengan perlakuan pupuk Super Aci diduga
terjadi alga sehingga air dalam wadah penelitian berubah menjadi keruh
dan berwarna kuning kecoklatan, alga pada wadah budidaya dapat
menghambat penyerapan cahaya oleh rumput laut sehingga menghambat proses
fotosintesisnya yang nantinya menyebabkan rumput laut mati. Penjelasan ini
didukung oleh Kordi dan Tanjung (2007) bahwa warna air pada wadah budidaya
terbentuk oleh adanya interaksi antara plankton, larutan tersuspensi, dekomposisi
bahan oganik, mineral dan bahan lain yang terlarut dalam air. Warna kuning
kecoklatan disebabkan oleh adanya populasi dari fitoplankton jenis Chryssophyta
atau biasanya disebut diatom. Perubahan warna air merupakan indikator yang
menunjukkan telah terjadi perubahan mutu air.
Fosfat organik banyak terdapat pada perairan yang banyak mengandung
bahan organik (Mackereth . 1989). Beberapa fosfat di perairan alami biasanya
relatif kecil, dengan kadar yang lebih sedikit dibandingkan dengan sumber
nitrogen di perairan. Sumber alami fosfat di perairan adalah pelapukan bahan
mineral, dekomposisi bahan organik (effendi 2003). Kadar fosfat pada perairan
alami berkisar 0,005&0,02 mg/ℓ. Kadar fosfat pada perairan alami tidak
melebihi 1 mg/l (Boyd 1988).
Keberadaan fosfat secara berlebihan disertai dengan keberadaan nitrogen
dapat menstimulir ledakan pertumbuhan alga di perairan ( ), alga yang
berlimpah akan membentuk pada lapisan permukaan air, yang selanjutnya dapat
menghambat penetrasi oksigen dan cahaya matahari, sehingga kurang
/(
Pada awal sampai akhir penelitian warna air pada wadah penelitian dengan
perlakuan tanpa pemberian pupuk, perlakuan pemberian pupuk PES dan
Growmore tidak berubah dan terlihat jernih.
Gambar 15 Rumput laut hasil kultur jaringan yang mati pada minggu ke&4 sampai minggu ke&7 untuk perlakuan pupuk Super Aci pada aklimatisasi di
selama 7 minggu
4.2.2 Morfologi Rumput Laut Kultur Jaringan Pada Aklimatisasi Di .
Aklimatisasi rumput laut kultur jaringan yang digunakan adalah bibit
berumur 10 minggu di laboratorium. Pada Gambar 16 terlihat bahwa setiap jenis
pupuk memberikan dampak yang berbeda pada pigmen rumput laut yaitu hijau
muda (tanpa pupuk dan pemupukan dengan Growmore), hijau tua (pupuk PES),
hijau kecoklatan (pemupukan dengan Super Aci). Rifai (2004) mengatakan
bahwakeadaan abnormal pada tanaman ditandai oleh menghilangnya warna hijau
karena menurunnya kandungan klorofil, unsur hara yang menunjang kandungan
klorofil adalah besi, magnesium dan tembaga.
Pada Gambar 16 dan 17 menunjukkan bahwa secara morfologi rumput laut
hasil kultur jaringan dengan pemberian pupuk yang berbeda, memperlihatkan
morfologi individu yang berbeda. Perbedaan warna talus pada masing&masing
perlakuan mulai terlihat pada minggu ke&3, perbedaan morfologi ini terlihat dari
warna dan pola perkembangan pada talus rumput laut. Pada minggu ke&6
memperlihatkan perbedaan warna pada talus rumput laut, sebagai dampak dari
pemberian pupuk dan unsur hara yang berbeda, sehingga menghasilkan
jau tua
Gambar 17 Perbandinga pada aklima
Hijau tua Hijau muda Hijau kec
Minggu Ke&7
Hijau tua Hijau muda Hijau ke
han morfologi rumput laut secara pada ak
selama 49 hari
n individu dari perbedaan warna dan morfologi w
ggu ke&7, dapat dilihat pada Gambar 17.
dingan morfologi individu setiap perlakuan pemberi
klimatisasi di pada minggu ke&7
/2
4.2.3 Pengukuran Kualitas Lingkungan dan Kualitas Air di
Selama penelitian di dilakukan pengamatan lingkungan dan
kualitas air yang ditunjukkan pada Tabel 1 dan 2. Hasil pengukuran kualitas
ligkungan dan kualitas air (Tabel 2) pada aklimatisasi di menunjukkan
bahwa rata&rata suhu harian berada pada kisaran 24,8 – 31,1 0
lux. Parameter lingkungan dan kualitas air yang diukur masih berada pada kisaran
toleransi rumput laut.
Tabel 1 Analisis kualitas air pada media perlakuan di pada minggu
ke&4
pada aklimatisasi bibit rumput laut kultur jaringan selama 49 hari
Parameter Waktu pengukuran (WIB)
07.30 11.30 15.30
Suhu greenhouse (0C) 24,8±0,8 31,8±2,8 29,1±2,5
Suhu air laut (0C) 26,1±0,6 28,9±1,1 29,8±1,4
Intensitas cahaya (lux) 2.217,1±423,9
4.3 Uji Lapang Budiday
laut tanpa penambahan
gram. Pertambahan bobo
didaya Rumput Laut Kultur Jaringan
budidaya rumput laut, peneliti membandingkan bib
ingan dengan rumput laut konvensional yang dibudida
mbangan Budidaya Laut Lampung. Bibit rumput la
dingkan bersumber dari bibit yang telah mengalami p
m tumbuhnya selama aklimatisasi di
a budidaya rumput laut di perairan, tidak dilakukan p
an Bobot, Laju Pertumbuhan Harian dan an Hidup pada Uji Lapang Budidaya Rumput La ngan Dengan Rumput Laut Konvensional.
ar 18 menunjukkan bahwa nilai rata&rata pertambah
hari pemeliharaan bibit rumput laut adalah pada p
bahan pupuk PES selama aklimatisasi di
gkan pertambahan bobot terendah pada perlakuan bib
ahan pupuk selama aklimatisasi di ya
bobot rumput laut hasil kultur jaringan pada perlaku
atisasi lebih tinggi dari pada bibit rumput laut kon
rkan analisis ragam ( ! ) pada Lam
ada uji lapang di laut terlihat pertambahan bo
penambahan pupuk PES selama aklimatisasi di
(P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan bibit konven
bahan bobot total bibit rumput laut pada uji lapang t selama 21 hari. Huruf yang berbeda pada h
kan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05)
//
Pertambahan bobot bib
pupuk PES lebih tinggi diban
secara morfologi terlihat bahw
yang diberi perlakuan pup
dibandingkan dengan perlak
perlakuan pupuk PES pertumbu
percabangan dan titik tumb
penyerapan nutrisi yang lebih
dengan cepat karena penyera
seluruh permukaan talus.
Pada Gambar 19 mena
selama 21 hari (pengamatan 3
dilakukan pada individu rump
menunjukkan pertambahan bob
meningkat pada minggu kedua
laut kultur jaringan pada perla
bobot yang sangat tinggi dib
Growmore dan konvensional.
Gambar 19 Rata&rata bobot rum laut selama 21 har
dibandingkan dengan perlakuan lainnya diduga kar
bahwa percabangan dan titik tumbuh pada rumput
pupuk PES (selama aklimatisasi) lebih ban
erlakuan lainnya, sehingga bibit rumput laut p
tumbuhan talusnya lebih cepat (Gambar 18). Banyak
tumbuh pada perlakuan pupuk PES menduku
lebih banyak sehingga terjadi pertambahan bobot ta
enyerapan unsur hara pada rumput laut terjadi p
menampilkan rata&rata pertambahan bobot mingg
tan 3 minggu) pada uji lapang di laut. Pengamatan
rumput laut yang sehat. Pada perlakuan pupuk
an bobot yang tinggi pada minggu pertama, kemud
kedua dan minggu ketiga. Pertambahan bobot rum
perlakuan pupuk PES menunjukkan pola pertamba
gi dibandingkan pada perlakuan tanpa pupuk, pup
bot rumput laut tiap minggu pada uji lapang budidaya 21 hari
pada minggu ke 0 bobot rata-rata pada minggu ke 1
pada minggu ke 2 bobot rata-rata pada minggu ke 3
Pada Gambar 20 t
laju pertumbuhan harian
diduga disebabkan oleh t
generasi pertama dari b
ar 20 terlihat bahwa bibit rumput laut dari hasil kultur
ariannya lebih tinggi dibandingkan dengan bibit konv
oleh talus rumput laut kultur jaringan yang merupa
dari bibit kultur jaringan yang dihasilkan dengan
atik sehingga memberikan laju pertumbuhan har
n talus lebih rumput laut kultur jaringan, lebih banyak
sional, sehingga permukaan talusnya lebih banyak m
nnya secara difusi. Pertumbuhan talus rumput laut ha
at dibandingkan dengan bibit konvensional kare
tua yang berasal dari hasil perbanyakan vegetatif ber
rtumbuhan harian (LPH) rumput laut pada uji lapang a 21 hari. Huruf yang berbeda pada histogram men ruh yang berbeda nyata (P<0,05)
ihat perbandingan pertumbuhan, laju pertumbuha
kultur jaringan 1,37 sampai 1,75 kali lebih tinggi d
piran 17). Reddy (2003) melaporkan bahwa bib
h dari kultur jaringan memiliki laju pertumbuhan
h tinggi dibandingkan bibit konvensional.
buhan harian rumput laut kultur jaringan perlaku
matisasi lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan
ga karena selama aklimatisasi, perlakuan tanpa pup
/.
talus yang kecil, sehingga ketika rumput laut ini ditanam ke laut dengan
mendapatkan unsur hara (nutrisi) yang cukup laju pertumbuhannya menjadi lebih
cepat dan mengejar ketertinggalan pertumbuhan.
Unsur hara diperlukan sebagai bahan baku fotosintesis bagi rumput laut
masuknya unsur hara kedalam jaringan tubuh secara difusi pada seluruh bagian
permukaan rumput laut, semakin cepat proses difusi makan akan semakin
mempercepat laju pertumbuhan rumput laut (Doty 1987). Pada bibit rumput laut
kultur jaringan, permukaan talusnya lebih banyak dibandingkan bibit
konvensional sehingga penyerapan nutrisi yang terbawa oleh arus lebih banyak.
Setyabudiandi (2009) menyatakan bahwa faktor lingkungan berpengaruh
penting terhadap pertumbuhan rumput laut seperti : cahaya, suhu, kadar garam,
gerakan air, nutrisi (nitrat dan fosfat).
Pada uji lapang budidaya rumput laut kultur jaringan di perairan, bibit
awal berasal dari laboratorium pada kondisi steril dengan lingkungan terkontrol,
kemudian bibit diaklimatisasi di pada kondisi semi steril, selanjutnya
bibit rumput laut tersebut ditanam di laut. Kondisi lingkungan di laut tidak bisa
dikontrol karena kondisi lingkungan yang berubah&ubah, sehingga kondisi ini
berpengaruh terhadap kelangsungan hidup rumput laut. Untuk melihat
kelangsungan hidup rumput laut kultur jaringan disajikan pada Gambar 21.
Gambar 21 Tingkat kelangsungan hidup (%) bibit rumput laut pada uji lapang budidaya di periaran selama 28 hari