• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengemasan atmosfer termodifikasi pada jamur merang (Volvariella volvacea) blansir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengemasan atmosfer termodifikasi pada jamur merang (Volvariella volvacea) blansir"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMASAN ATMOSFER TERMODIFIKASI PADA JAMUR

MERANG (Volvariella volvacea

)

BLANSIR

SKRIPSI

Reviana Wisda Pratiwi

F34061249

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

MODIFIED ATMOSPHERE PACKAGING OF BLANCHING STRAW

MUSHROOM (

Volvariella volvacea

)

Reviana Wisda Pratiwi

Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java,

Indonesia.

Phone 62 856 42633999, e-mail: reviana.wisda@gmail.com

ABSTRACT

Straw mushroom has a shelf life of 12 hours if left at room condition. This condition can be fixed by modified atmosphere packaging (MAP) application.

The aim of this research was to obtain the best package design for modified atmosphere packaging of blanching straw mushroom. Before packaging, mushrooms treated blanching using hot water that serves to reduce the possibility of oxidation reactions. The addition of preservative aims to slow and inhibit the browning process of destructive microorganism, slow down, cover up or withhold the process of fermentation, putrefaction, acidification or other decomposition of destructive microorganism. Design of the package consisted of package size, number of perforation, and diameter of perforation. This research was also aimed to determine the best storage temperature. The parameters that observed during storage time were weight decrease, hardness, whiteness level, and the level of distortion.

Each treatment had different perforation number and storage temperature. Perforation number that observered were 2, 4 and 8. Perforation diameter that used was 5 mm. While storage temperature that used were 5°C, 15°C, and 25°C. Each treatment made to twice repetition and stored for 14 days. The analysis done every 2 days. Every broken sample was not physically analyzed.

During storage time weight, hardness, color, and quality decrease of straw mushroom is had happened thoroughly. Each package treatment had different effect on measured parameter. The result showed that package design of polypropylene plastic bag with 4 perforations and 5 mm perforation diameter that storaged in 15°C temperature was the best design to pack fresh straw mushroom. This package design was able to maintain mushroom quality for 10 days long, whereas other treatments were only able to maintain mushroom quality less than 10 days long. That package design was able to create optimum atmosphere compotition to pack mushroom so metabolism rate could be suppressed. Else, low storaging temperature could also suppressed metabolism rate as well as inhibited the growth of destructive microorganism. The result of mushroom measuring in that package at 10th

day were weight decrease of 19:22%, hardness of 12.53 mm, whiteness level of 68.9, the level of damage by 38.49%. The damage indication that suffered by straw mushroom so it unable to consume were mushroom changed in color to brown, flabby and had decomposed smell.

(3)

2011.

RINGKASAN

Jamur merang (Volvariella volvacea) merupakan salah satu sayuran yang potensial untuk dikembangkan. Sayur ini termasuk sayur yang mudah rusak. Jamur merang memiliki umur simpan 12 jam jika dibiarkan pada kondisi ruang.

Pengemasan merupakan salah satu cara mempertahankan kualitas suatu produk. MAP adalah salah satu teknologi yang dapat diterapkan dalam pengemasan sayur segar agar kualitasnya dapat dipertahankan. Sebelum dikemas, jamur diblansir menggunakan air panas yang berfungsi untuk mengurangi kemungkinan terjadinya reaksi oksidasi. Penambahan bahan pengawet bertujuan untuk memperlambat dan menghambat proses pencoklatan jamur, memperlambat, menutupi atau menahan proses fermentasi, pembusukan, pengasaman atau dekomposisi lainnya pada jamur. Desain kemasan juga menjadi salah satu faktor yang menentukan seberapa efektif penerapan MAP dalam mempertahankan sayur segar. Oleh karena itu, perlu dilakukan penyimpanan selama jangka waktu tertentu untuk melihat keefektifan tersebut.

Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan desain kemasan terbaik untuk atmosfer termodifikasi pada jamur merang blansir. Desain kemasan meliputi ukuran kemasan, jumlah lubang, dan diameter lubang. Penelitian ini juga bertujuan menentukan suhu penyimpanan dan konsentrasi bahan pengawet terbaik. Parameter yang diamati selama penyimpanan adalah susut bobot, kekerasan, derajat putih, dan tingkat kerusakan.

Penelitian ini menerapkan MAP yang dipengaruhi oleh desain kemasan dan suhu penyimpanan. Kemasan yang digunakan adalah kantung plastik polopropilen (PP) berlubang. Kantung PP yang digunakan berukuran 22 x 17 cm dengan tebal 0.05 mm. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah plastic sealer, colortech, pnetrometer, timbangan, paku, kulkas, dan inkubator.

Masing-masing perlakuan memiliki jumlah lubang, diameter lubang, dan suhu penyimpanan yang berbeda. Jumlah lubang yang diujikan yaitu tanpa lubang, 2, 4, dan 8 lubang dengan diameter 5 mm. Sedangkan suhu penyimpanan yang digunakan adalah 5oC, 15oC, dan 25oC. Masing-masing perlakuan dibuat dua kali ulangan dan disimpan selama 14 hari. Analisa dilakukan setiap 2 hari sekali.

(4)

PENGEMASAN ATMOSFER TERMODIFIKASI PADA JAMUR

MERANG (Volvariella volvacea

)

BLANSIR

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Reviana Wisda Pratiwi

F 34061249

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(5)

Nama : Reviana Wisda Pratiwi

NIM : F34O61249

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

(Dr. Ir. Krisnani Setyowati) (Ir. Sugiarto, M. Si) NIP 19630407 198703 2 003 NIP 19690518 199403 1 002

Mengetahui : Ketua Departemen,

(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP : 19621009 198903 2 001

(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pengemasan Atmosfer Termodifikasi pada Jamur Merang (Volvariella volvacea) Blansir adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Skripsi dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2011 Yang membuat pernyataan

(7)
(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai bagian dari tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa bantuan dari berbagai pihak cukup berarti bagi penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan pada waktunya. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Krisnani Setyowati, selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan banyak saran, bimbingan, serta arahan kepada penulis sampai terselesaikannya skripsi ini.

2. Bapak Ir. Sugiarto, Msi, selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan perhatian kepada penulis sampai terselesaikannya skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ir. Suprihatin, Dipl-ing, selaku dosen penguji yang memberikan waktu dan saran kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini.

4. Seluruh staf Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian (TIN) yang telah membantu selama penulis melaksanakan penelitian.

5. Orang tua (Bapak Heri Suharyana dan Ibu Amirul Chairiyah) dan keluarga tercinta yang selalu memberikan dukungan dan doanya kepada penulis.

6. Arif Rachman Hakim sebagai sahabat yang selalu ada di saat senang maupun susah, dan yang selalu memberi motivasi kepada penulis.

7. Teman-teman TIN 43 untuk semua kompetisi, persahabatan, dan kenangan selama ini. 8. Teman-teman Wisma Jelita yang selalu memberikan dukungan dan semangat.

Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun pembacanya. Amin.

Bogor, Januari 2011

(9)

Halaman

KATA PENGANTAR... ... i

DAFTAR ISI.... ... ii

DAFTAR GAMBAR... ... iii

DAFTAR TABEL.. ... vi

DAFTAR LAMPIRAN... ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 2

A. JAMUR MERANG ... 2

B. METABOLISME ... 3

C. BLANSIR ... 5

D. BAHAN PENGAWET ... 6

E. PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN.... ... 8

III. METODOLOGI ... 10

A. ALAT DAN BAHAN ... 10

B. METODE PENELITIAN ... 10

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 13

A. SUSUT BOBOT ... 13

B. KEKERASAN ... 18

C. DERAJAT PUTIH ... 23

D. TINGKAT KERUSAKAN ... 28

E. PEMBAHASAN UMUM ... 33

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

A. KESIMPULAN ... 38

B. SARAN ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian ... 12

Gambar 2. Grafik Susut Bobot Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 0 ppm Na2S2O5)

pada Suhu Ruang ... 13

Gambar 3. Grafik Susut Bobot Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 250 ppm

Na2S2O5) pada Suhu Ruang ... 13

Gambar 4. Grafik Susut Bobot Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 500 ppm

Na2S2O5) pada Suhu Ruang ... 14

Gambar 5. Grafik Susut Bobot Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 0 ppm Na2S2O5)

pada Suhu 15oC ... 15

Gambar 6. Grafik Susut Bobot Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 250 ppm Na2S2O5)

pada Suhu 15oC ... 15

Gambar 7. Grafik Susut Bobot Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 500 ppm Na2S2O5)

pada Suhu 15oC ... 15

Gambar 8. Grafik Susut Bobot Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 0 ppm Na2S2O5)

pada Suhu 5oC ... 16

Gambar 9. Grafik Susut Bobot Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 250 ppm Na2S2O5)

pada Suhu 5oC ... 16

Gambar 10. Grafik Susut Bobot Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 500 ppm Na2S2O5)

pada Suhu 5oC ... 17

Gambar 11. Grafik Kekerasan Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 0 ppm Na2S2O5)

pada Suhu Ruang ... 18

Gambar 12. Grafik Kekerasan Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 250 ppm Na2S2O5)

pada Suhu Ruang ... 19

Gambar 13. Grafik Kekerasan Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 500 ppm Na2S2O5)

pada Suhu Ruang ... 19

Gambar 14. Grafik Kekerasan Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 0 ppm Na2S2O5)

pada Suhu 15oC ... 20

Gambar 15. Grafik Kekerasan Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 250 ppm Na2S2O5)

(11)

Gambar 17. Grafik Kekerasan Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 0 ppm Na2S2O5)

pada Suhu 5oC ... 22

Gambar 18. Grafik Kekerasan Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 250 ppm Na2S2O5)

pada Suhu 5oC ... 22

Gambar 19. Grafik Kekerasan Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 500 ppm Na2S2O5)

pada Suhu 5oC ... 22

Gambar 20. Grafik Derajat Putih Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 0 ppm Na2S2O5)

pada Suhu Ruang ... 23

Gambar 21. Grafik Derajat Putih Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 250 ppm

Na2S2O5) pada Suhu Ruang ... 24

Gambar 22. Grafik Derajat Putih Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 500 ppm

Na2S2O5) pada Suhu Ruang ... 24

Gambar 23. Grafik Derajat Putih Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 0 ppm Na2S2O5)

pada Suhu 15oC ... 25

Gambar 24. Grafik Derajat Putih Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 250 ppm

Na2S2O5) pada Suhu 15oC ... 25

Gambar 25. Grafik Derajat Putih Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 500 ppm Na2S2O5) pada Suhu 15

o

C ... 26

Gambar 26. Grafik Derajat Putih Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 0 ppm Na2S2O5)

pada Suhu 5oC ... 26

Gambar 27. Grafik Derajat Putih Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 250 ppm Na2S2O5) pada Suhu 5

o

C ... 27

Gambar 28. Grafik Derajat Putih Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 500 ppm

Na2S2O5) pada Suhu 5oC ... 27

Gambar 29. Grafik Tingkat Kerusakan Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 0 ppm

Na2S2O5) pada Suhu Ruang ... 29

Gambar 30. Grafik Tingkat Kerusakan Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 250 ppm

Na2S2O5) pada Suhu Ruang ... 29

Gambar 31. Grafik Tingkat Kerusakan Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 500 ppm

(12)

Gambar 32. Grafik Tingkat Kerusakan Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 0 ppm

Na2S2O5) pada Suhu 15oC ... 31

Gambar 33. Grafik Tingkat Kerusakan Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 250 ppm Na2S2O5) pada Suhu 15

o

C ... 31

Gambar 34. Grafik Tingkat Kerusakan Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 500 ppm

Na2S2O5) pada Suhu 15oC ... 31

Gambar 35. Grafik Tingkat Kerusakan Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 0 ppm Na2S2O5) pada Suhu 5

o

C ... 32

Gambar 36. Grafik Tingkat Kerusakan Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 250 ppm

Na2S2O5) pada Suhu 5oC ... 32

Gambar 37. Grafik Tingkat Kerusakan Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 500 ppm Na2S2O5) pada Suhu 5

o

(13)

Halaman Tabel 1. Hasil analisa nutrisi jamur merang di laboratorium Food and Nutrition

Research Institute Philiphines ... 3

Tabel 2. Komposisi asam amino jamur merang ... 3

Tabel 3. Klasifikasi sayuran sesuai dengan intensitas respirasinya ... 4

Tabel 4. Fungsi utama sulfit dalam bahan pangan ... 7

Tabel 5. Umur simpan jamur merang pada berbagai desain kemasan dan konsentrasi natrium metabisulfit (Na2S2O5) ... 35

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Prosedur Analisis... ... 42

Lampiran 2. Hasil Pengamatan Jamur dengan Perlakuan Perendaman pada Na2S2O5

Konsentrasi 250 ppm dan Penyimpanan pada Suhu Ruang ... 43

Lampiran 3. Hasil Pengamatan Jamur dengan Perlakuan Perendaman pada Na2S2O5

Konsentrasi 250 ppm dan Penyimpanan pada Suhu 15oC ... 44

Lampiran 4. Hasil Pengamatan Jamur dengan Perlakuan Perendaman pada Na2S2O5

Konsentrasi 250 ppm dan Penyimpanan pada Suhu 5oC ... 45

Lampiran 5. Hasil Pengamatan Jamur dengan Perlakuan Perendaman pada Na2S2O5

Konsentrasi 500 ppm dan Penyimpanan pada Suhu Ruang ... 46

Lampiran 6. Hasil Pengamatan Jamur dengan Perlakuan Perendaman pada Na2S2O5

Konsentrasi 500 ppm dan Penyimpanan pada Suhu 15oC ... 47

Lampiran 7. Hasil Pengamatan Jamur dengan Perlakuan Perendaman pada Na2S2O5

Konsentrasi 500 ppm dan Penyimpanan pada Suhu 5oC ... 48

Lampiran 8. Hasil Pengamatan Jamur dengan Perlakuan Perendaman pada Na2S2O5

Konsentrasi 0 ppm dan Penyimpanan pada Suhu Ruang ... 49

Lampiran 9. Hasil Pengamatan Jamur dengan Perlakuan Perendaman pada Na2S2O5

Konsentrasi 0 ppm dan Penyimpanan pada Suhu 15oC ... 50

Lampiran10. Hasil Pengamatan Jamur dengan Perlakuan Perendaman pada Na2S2O5

Konsentrasi 0 ppm dan Penyimpanan pada Suhu 5oC ... 51

Lampiran11. Posisi Lubang pada Permukaan Kantung Polipropilen ... 52

Lampiran 12. Hasil Analisa Visual Jamur Merang dengan Perlakuan Perendaman pada

Na2S2O5 Konsentrasi 250 ppm ... 53

Lampiran 13. Hasil Analisa Visual Jamur Merang dengan Perlakuan Perendaman pada

Na2S2O5 Konsentrasi 500 ppm ... 54

Lampiran 14. Hasil Analisa Visual Jamur Merang dengan Perlakuan Perendaman pada

(15)

A.

LATAR BELAKANG

Jamur merang (Volvariella volvacea) banyak dibudidayakan di Indonesia sebagai bahan pangan. Hal ini didukung oleh iklim yang cocok serta bahan baku yang melimpah. Jamur merang memilki rasa yang enak dan khas, kaya akan protein, mineral dan vitamin serta memiliki nilai ekonomi yang tinggi.

Jamur merang pada stadia kuncup memiliki rasa yang lebih enak dan nilai gizi yang paling tinggi apabila dibandingkan dengan jamur merang yang telah mekar. Selain itu harga jamur merang kuncup memiliki harga pasaran yang tinggi. Oleh karena itu, jamur merang pada stadia ini banyak dijual di pasaran.

Jamur merang memiliki sifat highly perishable (sangat mudah rusak) yang tinggi dibanding tanaman hortikultura yang lain. Dalam bentuk segar tanpa perlakuan hanya memiliki umur simpan selama 12 jam. Hal tersebut menyebabkan diperlukannya penanganan pasca panen yang tepat untuk memperpanjang masa simpan jamur merang. Salah satu usaha pasca panen yang dapat dilakukan untuk memperpanjang umur simpan jamur merang yaitu pengawetan segar dengan cara pengemasan yang sesuai diikuti dengan pendinginan, atau dengan mengolah jamur merang segar menjadi jamur merang blansir.

Untuk meningkatkan umur simpan jamur merang maka dilakukan proses pemblansiran pada jamur merang dengan pemanasan menggunakan air panas selama beberapa menit. Proses blansir tersebut dikombinasikan dengan penambahan bahan pengawet berupa natrium metabisulfit yang dapat menghambat proses pencoklatan (browning) dan melindungi jamur dari serangan mikroorganisme perusak. Kemudian dikombinasikan lagi dengan teknik pengemasan atmosfer termodifikasi dalam kemasan plastik fleksibel yang disimpan pada suhu dingin.

Komoditi pertanian yang sudah diblansir masih mengalami penurunan mutu dan akhirnya akan mengalami kebusukan. Penurunan mutu produk blansir dapat dipengaruhi oleh sifat produk itu sendiri, konsentrasi cairan yang tidak sesuai sehingga mikroorganisme yang tidak diinginkan dapat tumbuh, perlakuan sebelum pengemasan dan suhu penyimpanan produk yang tidak sesuai serta kemasan dan proses pengemasan yang tidak sesuai. Kemasan dan proses pengemasan yang baik dapat memperpanjang umur simpan jamur merang blansir tersebut.

B.

TUJUAN

(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.

JAMUR MERANG

Secara sistematis jamur merang (Volvariella volvacea) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Mycetae Sub Divisi : Basidiomycotina Divisi : Amastigomycota Kelas : Basidiomycetes Sub Kelas : Holobasidiomycetidae II Ordo : Agaricales

Famili : Volvarieaceae, Genus : Volvariella Species : volvaceae (Alexopouslos dan Mims, 1979).

Berdasarkan stadia pertumbuhannya, jamur merang mengalami enam tahap pertumbuhan yaitu : jarum pentul (pinhead), kancing kecil (tiny button), kancing (button), telur (egg), pemanjangan (elongation) dan dewasa (mature) (Sinaga, 2000). Stadia kancing dan telur merupakan saat yang paling tepat untuk panen, karena stadia ini yang paling disukai konsumen (Julianti, 1997).

Jamur merang memiliki penampakan warna tudung yang beraneka macam. Menurut Karjono (1992), warna tudung jamur merang yaitu putih, abu-abu dan hitam. Perbedaan warna ini disebabkan oleh perbedaan bibit (varietas) yang digunakan atau perbedaan penyinaran dan sirkulasi udara pada saat penanaman. Jamur merang berwarna putih menurut Julianti (1997), lebih disukai konsumen daripada jamur bertudung hitam. Jamur merang memiliki tekstur dan cita rasa yang khas, nilai gizi yang cukup lengkap karena jamur merang mengandung unsur karbohidrat, protein, lemak dan mineral (Karjono, 1992).

Perubahan fisiologis yang dapat terjadi apabila jamur merang tidak mengalami perlakuan khusus antara lain penurunan kadar air yang drastis serta penyusutan berat jamur merang. Menurut Cho et al. (1982), jamur merang memiliki kadar air yang tinggi dan air ini hilang dengan cepat melalui respirasi atau transpirasi.

Penyimpangan warna dan penyimpangan bau terjadi karena perubahan fisiologi dari jamur merang. Menurut Cho et al. (1982), perubahan warna ini karena adanya proses browning akibat enzim maupun bukan enzim. Penyimpangan bau disebabkan oksidasi lemak yang terjadi karena kehadiran asam lemak tak jenuh. Penyimpangan bau juga dapat diakibatkan oleh oksidasi protein dan berkembangnya mikroorganisme penyebab kebusukan.

(17)

Nutrien per 100 gr jamur merang

Unit Kondisi segar Dikeringkan 105oC

Air Energi Protein Lemak Total karbohidrat Serat Abu Kalsium Besi Thiamin Riboflavin Niacin Asam askorbat Fosfor % kal gr gr gr gr gr mg mg mg mg mg mg mg 87.7 39.0 3.8 0.6 6.0 1.2 1.0 3.0 1.7 0.11 0.17 8.3 8.0 94.0 14.9 274.0 16.0 0.9 64.6 4.0 3.6 51.0 6.7 0.09 1.06 19.7 - 223.0

Sumber : Li dan Chang (1982).

Menurut Li dan Chang (1982), jamur merang mempunyai kandungan asam amino yang cukup lengkap, hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi asam amino jamur merang

Asam amino esensial

gr / 100gr berat kering

Asam amino non esensial

gr / 100gr berat kering Isoleusin Leusin Lysin Methionin Fenilalanin Threonin Valin Tyrosin Tryptofan 1.0502 1.3916 2.1858 0.3383 0.7961 1.0603 1.6623 1.4898 0.4505 Alanin Arginin Asam Aspaktik Glutamin Glycin Histidin Prolin Serin 1.3202 1.3808 1.7746 3.0814 0.9569 1.1513 1.3237 1.0202

Sumber : Li dan Chang (1982).

B.

METABOLISME

(18)

makanan. Selama aktivitas pernafasan, produk akan mengalami proses pematangan yang diikuti dengan cepat oleh proses pembusukan. Kecepatan pernafasan produk tergantung pada suhu penyimpanan dan ketersediaan oksigen yang dibutuhkan untuk pernafasan (Pantastico, 1986).

Jamur adalah komoditi yang masih hidup. Komoditi tersebut tetap bernafas, mengambil O2 dan menghasilkan CO2, uap air dan panas. CO2, uap air dan panas berasal dari

pembakaran karbohidrat (biasanya gula) atau substrat pernafasan lain seperti asam organik atau lemak. Ada beberapa konsekuensi penting dari respirasi yang harus dipertimbangkan ketika menangani jamur segar. Pertama, jaringan tubuh yang hidup harus mendapat cukup O2 untuk

memenuhi kebutuhan respirasinya. Jika tidak tersedia cukup O2, maka metabolisme anaerobik

akan menyebabkan kerusakan aroma, kerusakan bau, dan kerusakan jaringan. Apabila hal ini berlangsung lama maka jaringan tubuh akan mati. Kedua, respirasi menggunakan cadangan makanan seperti gula atau pati. Hal ini menyebabkan menurunnya tingkat kemanisan dan perubahan tekstur yang tidak diinginkan. Ketika respirasi menghasilkan uap air yang apabila terakumulasi akan menyebabkan kondisi yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme perusak. Akhirnya, respirasi menghasilkan panas sebagai hasil samping. Adanya panas akan merusak usaha terbaik untuk mempertahankan suhu yang tepat selama distribusi (Farber et al., 1995). Klasifikasi komoditi sayuran berdasarkan laju respirasi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Klasifikasi sayuran sesuai dengan intensitas respirasinya

Kelas Intensitas Respirasi pada 10oC

(mg CO2 kg-1 h-1)

Komoditi

Sangat rendah Di bawah 10 Bawang

Rendah 10 – 20 Kubis, ketimun, melon, tomat, turnip

Sedang 20 – 40 Wortel, seledri, ketimun, bawang perai, lada, rhubarb

Tinggi 40 – 70 Asparagus (blanched), terung, fennel, selada, lobak

Sangat tinggi 70 – 100 Been, brussel sprout, jamur, savoy cabbage, bayam

Sangat-sangat tinggi

Di atas 100 Brokoli, kacang polong, jagung manis

Sumber : Robertson (1993)

Intensitas respirasi sering dianggap sebagai ukuran laju jalannya metabolisme dan sering dianggap sebagai daya simpan yang pendek. Bahan yang memiliki laju respirasi tinggi biasanya memiliki daya simpan yang pendek (Robertson, 1993).

Respirasi adalah proses pembongkaran bahan organik yang tersimpan (karbohidrat, protein, lemak) menjadi bahan sederhana dan produk akhirnya berupa energi. Kehilangan cadangan selama respirasi berarti :

a) Penuaan dipercepat karena cadangan makanan yang diubah menjadi energi guna mempertahankan kehidupan telah habis.

(19)

melangsungkan perubahan sifat antara lain melangsungkan pembongkaran zat-zat makanan (unsur hara) dan peristiwa ini sering menimbulkan kerusakan, misalnya pecahnya protein menjadi senyawa-senyawa yang sederhana yang akibatnya terasa dengan adanya rasa dan bau busuk, pecahnya rangkaian lemak yang berakibat terjadinya bau tengik, pada warna berakibat perubahan-perubahan warna (Kartasapoetra, 1994).

C.

BLANSIR

Blansir merupakan suatu jenis perlakuan pendahuluan yang umum dilakukan terhadap sayuran dan buah-buahan setelah pembersihan dan pemotongan. Winarno dan Aman (1981), mengemukakan bahwa blansir merupakan pemanasan pendahuluan yang biasa dilakukan terhadap buah dan sayur untuk menginaktifkan enzim. Inaktifasi enzim diperlukan untuk mencegah reaksi pencoklatan enzimatis yang tidak diinginkan selama proses pengolahan. Blansir juga dapat menimbulkan perubahan fisik dan kimia. Perubahan fisik terutama disebabkan oleh perpindahan udara dalam sel memberikan pengaruh terhadap permeabilitas sel. Sedangkan perubahan kimia yang terjadi adalah perubahan senyawa-senyawa penyusun dinding sel yang menyebabkan pelunakan jaringan.

Inaktifasi enzim polifenoloksidase pada bahan makanan dengan pemanasan merupakan cara yang termudah dan paling sederhana. Pemanasan dilakukan terhadap sayuran dan buah-buahan sebelum pengolahan lebih lanjut. Pemanasan pada suhu dan lama perendaman tertentu ini dikenal dengan istilah blansir. Blansir dapat dilakukan dengan dua cara yaitu blansir menggunakan air panas (hot water blanching) dan uap panas (hot air blanching). Blansir menggunakan air panas dapat mengurangi kemungkinan terjadinya reaksi oksidasi karena bahan terendam dalam air sehingga mengurangi kontak dengan udara. Penggunaan air panas untuk blansir menurut Winarno dan Aman (1981), dapat dilakukan pada suhu 90-95oC selama 3 menit.

Menurut Muljohardjo (1983), blansir memiliki beberapa tujuan antara lain :

1) Mematikan dan mengurangi jumlah mikroba serta membersihkan dan melarutkan zat-zat yang terdapat di atas permukaan bahan mentah

2) Menghilangkan zat-zat berlendir yang dapat menyebabkan timbulnya rasa yang tidak diinginkan

3) Menginaktifkan enzim-enzim yang terdapat di dalam bahan yang bertanggung jawab terhadap proses oksidasi dan hidrolisa yang tidak diinginkan

4) Mengeluarkan gas-gas yang terkandung dalam bahan mentah untuk mencegah terjadinya oksidasi

5) Melunakkan bahan mentah sehingga mempermudah pemasukan ke dalam kemasan atau wadah

6) Memperbaiki sifat-sifat fisika yang meliputi tekstur, warna dan penampakan bahan mentah

(20)

D.

BAHAN PENGAWET

Bahan pengawet adalah setiap bahan yang dapat menghambat, memperlambat, menutupi atau menahan proses fermentasi, pembusukan, pengasaman atau dekomposisi lainnya di dalam atau pada setiap bahan pangan (Buckle et al., 1987). Penambahan bahan pengawet pada larutan perendam maupun blansir dimaksudkan untuk mencegah kerusakan sehingga dapat memperpanjang umur simpan jamur. Senyawa-senyawa yang banyak digunakan adalah senyawa sulfit, asam sitrat, natrium klorida dan kalsium klorida.

Bahan pengawet dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan jalan merusak membran sel, aktivitas enzim dan mekanisme genetiknya. Kegunaan lainnya adalah antioksidan untuk mencegah/menghalangi oksidasi lemak tidak jenuh, bahan penetral asam, stabiliser untuk mencegah perubahan fisik, peneguh dan sebagai bungkus untuk menghindari mikroorganisme, mencegah keluarnya air, menghindari mikroorganisme yang tidak diinginkan. Reaksi kimia dalam membunuh dan menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah konsentrasi dan jenis pengawet, jumlah dan sejarah mikroorganisme, suhu, waktu serta sifat fisik dan kimia substrat tempat mikroorganisme ditemukan (Gould dan Russel, 1991).

Fennema (1985) mengemukakan mekanisme penghambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh senyawa sulfit. Molekul sulfit menembus dinding sel mikroorganisme, bereaksi dengan asetaldehid membentuk senyawa yang tidak dapat difermentasi oleh enzim mikroorganisme dan mereduksi ikatan disulfida enzim. Selanjutnya terjadi reaksi adisi dengan keton membentuk senyawa hidroksi sulfonat yang dapat menghambat mekanisme respirasi.

Sulfur dioksida dan garamnya merupakan bahan pengawet yang dapat menghambat reaksi pencoklatan dan enzimatik. Penggunaan natrium metabisulfit dapat mencegah terjadinya reaksi Maillard karena senyawa tersebut bereaksi dengan gugus karbonil bebas sehingga gugus karbonil tersebut tidak dapat bereaksi dengan asam amino. Sulfit dapat berfungsi sebagai inhibitor enzim secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung yaitu dengan cara mengikat logam Cu pada enzim. Secara tidak langsung yaitu dengan cara mereduksi bentuk quinon menjadi difenol. Sulaeman (1990) menyatakan bahwa konsentrasi SO2 sebesar 10 ppm

dapat menginaktifkan enzim seluruhnya.

Sulfit mempunyai banyak manfaat terutama dalam pengolahan bahan pangan. Penggunaan sulfit dapat mencegah reaksi pencoklatan, menghambat pertumbuhan mikroba, sebagai antioksidan, dan sebagai zat pemutih (bleaching agent). Keuntungan penggunaan sulfit adalah sulfit dapat dieliminasi dari bahan pangan karena menguap selama pendidihan atau pemanasan dalam persiapan bahan dan konsentrasi sulfit yang tersisa kurang dari 1 ppm. Dalam konsentrasi kecil, sulfit dapat mempertahankan aroma dari buah dan sayuran (Winarno, 1988). Keuntungan lain dari sulfit adalah sulfit dapat melindungi asam askorbat (vitamin C) dan senyawa betakaroten.

Desrosier (1988) menyatakan bahwa sulfit yang digunakan sebagai bahan pengawet umumnya dalam bentuk garam sulfit, yaitu natrium sulfit (Na2SO3), kalium sulfit (K2SO3),

natrium metabisulfit (Na2S2O5), natrium bisulfit (NaHSO3). Natrium metabisulfit (Na2S2O5)

merupakan serbuk putih yang berbentuk kristal dan mempunyai bau SO2, bersifat larut dalam

(21)

dan khamir aerobik sensitif terhadap SO2 dan garamnya.

Menurut Apandi (1984) sulfur dioksida dan sulfit, biasanya natrium bisulfit dan natrium metabisulfit merupakan inhibitor fenolase yang cukup kuat. Enzim fenolase merupakan enzim yang mampu mengkonversi senyawa fenolik menjadi melanin yang berwarna coklat. Gas sulfur dioksida dan sulfit mempunyai sifat antiseptic dan mengawetkan vitamin C. Pemakaian sulfur dioksida dan sulfit yang berlebihan dapat menyebabkan bau dan citarasa yang kurang enak, efek memucatkan yang berlebihan, dan destruktif terhadap vitamin B.

Tabel 4. Fungsi Utama Sulfit Dalam Bahan Pangan

Peranan Manfaat

Antioksidan Mencegah perubahan organoleptik akibat oksidasi komponen makanan selama penyimpanan

Meminimalisasi kehilangan warna akibat oksidasi terhadap daging dan jaringan makanan

Mempertahankan vitamin C dan karoten selama penyimpanan Penghambatan

enzim

Mencegah pencoklatan enzimatis jaringan tanaman akibat aktivitas oksidasi polifenol

Penghambatan reaksi Maillard

Mencegah pencoklatan non enzimatis

Agen reduksi Memodifikasi aliran tepung melalui interaksi dengan golongan protein

Agen anti mikroorganisme

Menghambat pertumbuhan khamir dan kapang pada pH dan aw

rendah

Menghambat enterobakteri dan bakteri gram negatif pada pH dan aw

tinggi

Sumber : Gould dan Russel (1991)

Jumlah penggunaan sulfit untuk makanan berbeda-beda untuk masing-masing produk. Untuk sayuran segar berkisar antara 50 – 1000 ppm, sedangkan untuk makanan yang berbentuk sari atau bubur berkisar antara 50 – 500 ppm (Gould dan Russel, 1991).

Batas maksimal penggunaan garam sulfit yang dapat digunakan sebagai bahan pengawet makanan adalah 500 ppm, karena di atas konsentrasi tersebut, bau SO2 mulai dapat

terdeteksi. Jumlah aktual yang masuk ke dalam tubuh biasanya lebih kecil dari jumlah yang ditambahkan pada bahan karena sebagian dari senyawa tersebut menguap selama penyimpanan dan pemasakan. Senyawa sulfit dapat dieliminasi pada bahan pangan, menguap selama pemanasan dan dapat dimetabolisme dalam tubuh kemudian dikeluarkan sehingga tidak berbahaya (Winarno, 1988).

(22)

Kerugian dari penggunaan senyawa sulfit yaitu pengurangan cita rasa dan timbulnya bau tidak enak pada konsentrasi tinggi. Senyawa sulfit dapat menyebabkan korosi (pengkaratan) pada logam sehingga sebaiknya bahan makanan yang mengandung sulfit tidak dikemas dalam kaleng tetapi dengan kemasan plastik atau gelas (Buckle et al., 1987).

E. PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN

Secara umum tujuan dari pengemasan buah dan sayuran adalah untuk melindungi komoditas dari kerusakan mekanik, tidak menghambat lolosnya panas bahan dan panas pernafasan dari produk, serta mempunyai kekuatan konstruksi yang cukup untuk mengatasi penanganan dan pengangkutan yang wajar (Hardeburg, 1975).

Tahapan penentu dalam produksi buah dan sayur terolah minimal adalah pengemasan. Metode pengemasan yang paling baik adalah modified atmosphere packaging (MAP). Prinsip dasar dalam MAP adalah udara termodifikasi yang dapat dibuat secara pasif dengan menggunakan bahan kemasan permeabel yang tepat atau secara aktif dengan menggunakan campuran gas khusus bersama dengan bahan kemasan permeabel. Tujuan dari keduanya adalah untuk menciptakan keseimbangan gas yang optimal di dalam kemasan, dimana aktivitas respirasi dari produk serendah mungkin dan memastikan bahwa tingkat konsentrasi oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2) tidak merusak produk (Kader, 1989 dalam

Jongen, 2002). Menurut Robertson (1993), atmosfer termodifikasi yang disarankan untuk penyimpanan jamur adalah 10-14% CO2 dan 20.8-21% O2.

MAP pasif bergantung pada respirasi komoditi untuk menggunakan O2 dalam

kantong bersegel dan menggantinya dengan CO2, sebagai hasil samping dari respirasi aerobik.

Kantong tersebut membatasi perpindahan gas ke dalam atau keluar kemasan sesuai permeabilitas terhadap O2 dan CO2. Seiring waktu, sistem akan mencapai titik keseimbangan

atmosfer termodifikasi dengan udara normal O2 (20.9%) dan konsentrasi CO2 lebih tinggi dari

udara (0.03%) (Farber et al., 1995).

MAP mampu memperlambat penurunan kualitas dan memperpanjang umur simpan dari buah dan sayur melalui penekanan beberapa proses yang menghabiskan komponen jaringan atau mempercepat kematangan yang dibarengi kerusakan. MAP mampu memberi pengaruh yang berbeda pada jaringan tubuh sebagai pengaruh dari penurunan O2 dan kenaikan

CO2, penekan pengaruh hormon pemasakan etilen (C2H4) dan mengurangi kehilangan

kelembaban sesuai sifat penghalang dari plastik (Farber et al., 1995).

Kemasan produk adalah kemasan yang dinamik dimana dua proses utama, respirasi dan permeasi terjadi secara simultan. Terjadi pengambilan O2 dan pelepasan CO2, C2H4, H2O,

dan volatil lainnya dan pada saat yang sama batas permeasi khusus melewati film kemasan. Variabel yang mempengaruhi respirasi produk adalah berat komoditas, tingkat kematangan, permeabilitas membran, suhu, tekanan parsial O2 dan CO2, konsentrasi etilen, cahaya, dan

kemungkinan lain. Variabel yang mempengaruhi permeasi gas ke dalam dan ke luar kemasan adalah struktur film pengemas, ketebalan, luasan, suhu, konsentrasi O2 dan CO2 (Haard et al.,

1975).

Periode pendek penyetelan, steady state terjadi di seluruh sistem kemasan, dimana konsentrasi seimbang dari O2 dan CO2 berlaku. Dan laju respirasi sama dengan laju permeasi.

(23)

persoalan. Suhu, kelembaban, dan waktu selama dalam kemasan mempengaruhi lingkungan dalam kemasan. Jenis dan jumlah atau berat barang merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan. Jenis dan tebalnya film, cara pembuatannya, dan cara penutupannya, semuanya mempengaruhi kandungan O2 dan CO2 di dalam kemasan. Selain dari itu, tiap buah atau

sayuran mempunyai toleransi yang agak berbeda terhadap O2 rendah atau kenaikan CO2. Bila

suatu komoditi yang mempunyai laju respirasi yang tinggi, maka atmosfer di dalamnya berubah dengan cepat (Pantastico, 1986).

Gas dan transmisi uap air melalui perforasi sebanding dengan keefektifan diameter lubang, jumlah lubang perluasan film, dan keseragaman distribusi lubang diseluruh permukaan kemasan. Untuk memungkinkan perbandingan dari formulasi perforasi yang berbeda, indeks kuantitatif tunggal (koefisien perforasi Pc) digunakan.

Pc = d q k

Keterangan q : persentase perforasi dari seluruh luasan film d : diameter lubang perforasi (mm)

k : jumlah perforasi per m2

q = π k 10-4 (%)

Pc = π d3 k2 10-4 (mm lubang m-2) (Robertson, 1993).

Penyimpanan jamur pada suhu chilling merupakan penyimpanan yang efektif dengan memperlambat (1) pertumbuhan mikroorganisme, (2) aktivitas metabolik pasca panen dari jaringan jamur, (3) reaksi kimia termasuk pencoklatan oksidasi lemak dan perubahan kimia yang ditandai dengan degradasi warna, autolisis jaringan dan kehilangan nutrisi, (4) kehilangan kadar air (Cho et al., 1982).

2

1

2

d

(24)

III. METODOLOGI

A.

BAHAN DAN ALAT

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur merang pada stadia kuncup. Jamur merang tersebut diperoleh dari pasar Anyar Bogor, Jawa Barat. Selain itu, bahan lain yang digunakan adalah kantong plastik polipropilen (PP), dan natrium metabisulfit.

Alat yang digunakan untuk penelitian terdiri atas alat untuk proses pemblansiran, alat untuk persiapan kemasan, alat penyimpanan dan alat untuk analisis. Proses pemblansiran menggunakan kompor gas dan panci. Peralatan persiapan kemasan yaitu paku untuk melubangi plastik dan plastic sealer. Peralatan penyimpanan berupa lemari berpendingin yang dilengkapi dengan pengatur suhu, pada penelitian ini suhu diatur sebesar 15°C dan conditioning chamber dengan suhu rata-rata 5°C. Sedangkan alat untuk analisis terdiri atas colortech colormeter, penetrometer, refraktometer, dan timbangan analitik.

B.

METODE PENELITIAN

1.

Penanganan Pendahuluan

Trimming dan Pencucian

Jamur merang dipisahkan terlebih dahulu dari bagian yang tidak layak untuk dikonsumsi. Jamur merang yang tidak layak untuk dikonsumsi yaitu jamur yang hancur, dan sudah membusuk. Jamur dibersihkan juga dari kotoran atau benda asing berupa sisa media tumbuh yang menempel di bagian bonggol, dan tanah. Tahap berikutnya adalah pencucian jamur merang.

Pencucian jamur merang penting untuk menghilangkan kotoran halus yang melekat pada bahan dan tidak dapat dipisahkan dengan cara trimming. Pencucian dilakukan dengan air mengalir. Jamur merang yang telah dicuci kemudian ditiriskan di atas saringan plastik kira-kira selama 20 menit atau hingga air tidak menetes lagi. Jamur merang yang sudah diiris segera direndam ke dalam larutan natrium metabisulfit (Na2S2O5).

Perendaman dalam Larutan Natrium Metabisulfit (Na2S2O5)

Larutan natrium bisulfit yang digunakan adalah 250 ppm dan 500 ppm. Konsentrasi tersebut dipilih karena batas maksimum penggunaan natrium metabisulfit pada bahan makanan adalah 500 ppm. Perbandingan antara jamur yang direndam dengan banyaknya larutan natrium metabisulfit sebagai perendam adalah 1:10. Perendaman dilakukan pada suhu ruang. Setelah perendaman selama 20 menit, jamur merang kembali ditiriskan.

Blansir Menggunakan Air Panas (Hot Water Blanching System)

Sistem blansir yang digunakan adalah sistem blansir air panas pada suhu antara 90-95oC selama 3 menit (Winarno dan Aman, 1981). Setelah jamur merang diblansir, jamur

(25)

Sebanyak 50 gram jamur merang yang telah diblansir dimasukkan ke dalam kemasan dengan jenis plastik polipropilen yang berukuran 17 x 22 cm. Kondisi atmosfer diatur dengan pemberian lubang berukuran diameter 0.5 cm sebanyak 2 lubang, 4 lubang, dan 8 lubang pada kemasan.

3.

Penyimpanan

Jamur merang blansir yang sudah dikemas disimpan di lemari es dan meja di dalam ruangan. Suhu penyimpanan jamur merang blansir adalah 5oC, 15oC, dan suhu ruang. Jamur merang blansir disimpan sampai jamur tersebut dikategorikan rusak. Jamur dikategorikan rusak apabila warna jamur tersebut sudah sangat coklat, mengeluarkan bau kurang enak, dan memiliki tekstur yang sudah sangat lunak . Analisa dilakukan setiap 2 hari sekali. Masing-masing perlakuan dilakukan sebanyak dua kali ulangan.

4.

Analisis

(26)

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

Penyimpanan selam 14 hari pada suhu 5oC, 15oC, dan suhu ruang

Analisa pada hari ke-1, 3, 5, 8, dan 10

penyimpanan : Susut bobot Persen kerusakan

Derajat Putih Derajat kekerasan

Perlakuan penambahan Natrium Metabisulfit A1 : Tanpa penambahan Na2S2O5

A2 : Na2S2O5 250 ppm

A3 : Na2S2O5 500 ppm

pada suhu ruang

Jamur M

Pembersihan

Perendaman selama 20 menit

Blansir suhu 90-95oC ; 3 menit

Penirisan

Pengemasan 50 gram per kemasan

PP 2 l b

PP 4 l b

PP 8 l b PP

(27)

A.

SUSUT BOBOT

Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu jamur merang. Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama jamur merang disimpan maka bobot jamur merang semakin berkurang. Susut bobot jamur merang blansir yang disimpan pada suhu ruang dapat dilihat pada Gambar 2, Gambar 3, dan Gambar 4 berikut.

Gambar 2. Grafik Susut Bobot Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 0 ppm Na2S2O5) pada

Suhu Ruang

Gambar 3. Grafik Susut Bobot Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 250 ppm Na2S2O5) pada

Suhu Ruang

14 16 18 20 22 24 26

0 1 2 3

SU

SU

T

BO

B

O

T

(

%

)

PENYIMPANAN (Hari)

KONTROL

Tanpa Lubang 2 Lubang

4 Lubang

8 10 12 14 16 18 20 22 24

0 1 2 3 4 5

SU

SU

T

B

O

BO

T

(%

)

PENYIMPANAN (Hari)

KONTROL

Tanpa Lubang

2 Lubang

4 Lubang

(28)

Gambar 4. Grafik Susut Bobot Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 500 ppm Na2S2O5) pada

Suhu Ruang

Jamur merang tanpa perendaman pada Na2S2O5 mengalami susut bobot tertinggi yaitu

sebesar 18.14-27.21%. Sedangkan jamur merang yang direndam pada Na2S2O5 konsentrasi 250

ppm dan 500 ppm memiliki susut bobot terbesar yaitu berkisar antara 10.33-23.37% dan 14.14-20.82%.

Jamur merang yang direndam pada Na2S2O5 konsentrasi 500 ppm memiliki susut

bobot yang paling rendah, sedangkan jamur tanpa perendaman pada Na2S2O5 mengalami

peningkatan susut bobot yang paling tinggi. Penambahan Na2S2O5 tidak mempengaruhi susut

bobot secara langsung, namun mampu melindungi jamur terhadap serangan mikroorganisme perusak. Jamur yang disimpan pada suhu ruang lebih rentan terhadap serangan mikroorganisme karena pada suhu tersebut jamur menjadi lebih aktif, selain itu laju metabolisme juga menjadi lebih cepat pada suhu penyimpanan yang tinggi. Mikroorganisme yang menyerang jamur merang blansir tersebut juga melakukan respirasi aerob yang membutuhkan oksigen. Hal ini menyebabkan jamur merang blansir kekurangan oksigen untuk respirasinya sehingga terjadi fermentasi pada jamur tersebut yang merombak makromolekul menjadi mikromolekul seperti CO2, H2O, etanol, dan sebagainya. Mikromolekul ini lepas ke udara. Semakin lama terjadi

fermentasi maka semakin banyak mikromolekul yang terlebas ke udara, sehingga semakin tinggi penurunan susut bobotnya.

Suhu ruang tidak dapat mempertahankan jamur merang lebih dari 5 hari karena suhu tersebut cukup tinggi untuk menyimpan sayur segar. Penyimpanan pada suhu tersebut selain rentan terhadap serangan mikroorganisme juga laju reaksi metabolisme akan semakin cepat. Penyimpanan pada suhu tinggi akan mempercepat laju metabolisme dan mempercepat laju kerusakan sayur segar.

Gambar 5, Gambar 6, dan Gambar 7 menunjukkan susut bobot pada penyimpanan 15oC. Jamur merang tanpa perendaman pada Na

2S2O5 mengalami susut bobot tertinggi yaitu

sebesar 12.06-24.72%. Sedangkan jamur merang yang direndam pada Na2S2O5 konsentrasi 250

ppm dan 500 ppm memiliki susut bobot terbesar yaitu berkisar antara 11.81-23.13%.dan 11.31-24.20%.

6 8 10 12 14 16 18 20

0 1 2 3 4 5

SU

S

UT BOBOT

(

%

)

PENYIMPANAN (Hari)

KONTROL

Tanpa Lubang 2 Lubang

(29)

Gambar 5. Grafik Susut Bobot Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 0 ppm Na2S2O5) pada

Suhu 15oC

Gambar 6. Grafik Susut Bobot Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 250 ppm Na2S2O5) pada

Suhu 15oC

Gambar 7. Grafik Susut Bobot Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 500 ppm Na2S2O5) pada

Suhu 15oC

Penyimpanan pada suhu 15oC juga menunjukkan bahwa jamur merang blansir dengan perendaman pada Na2S2O5 konsentrasi 500 ppm mempunyai susut bobot terendah dan

jamur merang blansir tanpa perendaman Na2S2O5 memiliki susut bobot tertinggi. Jika pada

penyimpanan suhu ruang jamur hanya mampu bertahan hingga hari ke-5 penyimpanan, jamur yang disimpan pada suhu 15oC mampu bertahan hingga hari ke-10 penyimpanan. Pada suhu

6 8 10 12 14 16 18 20 22

0 1 2 3 4 5 6 7 8

S U SU T BOBOT (% ) PENYIMPANAN (Hari) Tanpa Lubang 2 Lubang 4 Lubang 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

SU SU T B O BO T ( % ) PENYIMPANAN (Hari) Tanpa Lubang 2 Lubang 4 Lubang 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

(30)

15oC aktivitas mikroorganisme mampu dihambat sehingga laju penurunan susut bobot pun menjadi lebih lambat.

Penyimpanan jamur merang blansir pada suhu 5oC mampu mempertahankan susut bobot terbaik. Hal ini karena pada suhu dingin mampu menekan laju penguapan dari jamur merang blansir ke udara. Kecepatan pernafasan produk tergantung pada suhu penyimpanan dan ketersediaan oksigen yang dibutuhkan untuk pernafasan. Pada suhu yang lebih rendah, ketersediaan oksigen lebih sedikit. Kondisi seperti ini mampu menekan laju respirasi jamur merang blansir sehingga susut bobotnya lebih rendah dibandingkan jamur merang blansir yang disimpan pada suhu 15oC dan suhu ruang. Selain itu aktivitas mikroorganisme juga mampu

ditekan seminimal mungkin. Namun Pada penyimpanan suhu 5oC jamur hanya mampu bertahan hingga hari ke-8 penyimpanan karena terlihat adanya kerusakan yang lain sehingga jamur merang tersebut dikategorikan tidak layak konsumsi.

Penyimpanan jamur merang pada suhu 5oC mempertahankan jamur merang blansir hingga hari ke-8 penyimpanan Jamur merang blansir tanpa perendaman pada Na2S2O5 susut

bobot tertinggi berkisar antara 10.14-23.21%. Jamur merang yang direndam pada Na2S2O5

dengan konsentrasi 250 ppm dan 500 ppm susut bobot tertinggi berkisar antara 8.61-18.13% dan 10.79-18.09%. Dapat dilihat pada Gambar 8, Gambar 9 dan Gambar 10 berikut.

Gambar 8. Grafik Susut Bobot Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 0 ppm Na2S2O5) pada

Suhu 5oC

Gambar 9. Grafik Susut Bobot Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 250 ppm Na2S2O5) pada

Suhu 5oC

8 10 12 14 16 18 20 22 24

0 1 2 3 4 5 6 7 8

SU

SU

T

BO

B

O

T

(

%

)

PENYIMPANAN (Hari)

Tanpa Lubang 2 Lubang

4 Lubang

6 8 10 12 14 16 18 20

0 1 2 3 4 5 6 7 8

SU

SU

T BO

B

O

T

(

%

)

PENYIMPANAN (Hari)

Tanpa Lubang 2 Lubang

(31)

Gambar 10. Grafik Susut Bobot Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 500 ppm Na2S2O5) pada

Suhu 5oC

Penyimpanan jamur merang pada suhu chilling dapat menekan aktivitas metabolik dan kehilangan kadar air. Suhu penyimpanan berpengaruh pada susut bobot. Pada jamur merang tanpa perendaman Na2S2O5 pada suhu 5

o

C untuk kemasan plastik 4 lubang menunjukkan susut bobot sebesar 7.17% pada hari ke-1 penyimpanan. Penyimpanan pada suhu 15oC susut bobot sebesar 9.46%, sedangkan penyimpanan pada suhu 25oC sebesar 17.24%. Hal ini membuktikan bahwa semakin rendah suhu yang digunakan maka semakin rendah pula susut bobot yang terjadi. Penyimpanan suhu rendah dapat menekan kecepatan respirasi dan transpirasi sehingga proses ini berjalan lambat, sehingga daya simpan jamur merang blansir dapat diperpanjang. Dengan meningkatnya suhu, laju respirasi akan semakin cepat dimana setiap kenaikan suhu 10°C maka laju respirasi akan meningkat dua sampai tiga kali.

Menurut Pantastico (1986), meningkatnya susut bobot sebagian besar disebabkan respirasi yang tinggi. Susut bobot jamur merang disebabkan oleh hilangnya karbon selama proses respirasi. Pada proses respirasi ini senyawa-senyawa karbon yang terdapat dalam gula jamur merang akan mengikat dan bereaksi dengan oksigen yang akan menghasilkan senyawa-senyawa sederhana yang mudah menguap yaitu karbondioksida dan uap air sehingga jamur akan kehilangan bobotnya. Proses respirasi ini dapat ditekan dengan penyimpanan pada suhu rendah. Perlakuan suhu berpengaruh terhadap susut bobot, sehingga jamur merang yang disimpan pada suhu 5°C memiliki nilai susut bobot yang lebih rendah bila dibandingkan dengan jamur merang yang disimpan pada suhu 15°C dan suhu ruang.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, kombinasi perlakuan yang mempertahankan mutu jamur paling baik jika dilihat dari lama waktu penyimpanan dan susut bobot akhir terendah yaitu jamur merang yang diblansir dan direndam dengan menggunakan Na2S2O5

dengan konsentrasi 250 ppm, dikemas pada kemasan plastik 4 lubang, dan disimpan pada suhu 15oC. Kombinasi perlakuan ini dapat mempertahankan jamur merang hingga hari ke-10 penyimpanan dengan susut bobot akhir yaitu sebesar 19.22% yang merupakan susut bobot terendah yang dimiliki oleh jamur merang blansir. Walaupun jamur merang yang disimpan pada suhu 5oC memiliki susut bobot yang lebih kecil dibandingkan dengan jamur merang yang disimpan pada suhu ruang dan suhu 15oC, namun jamur tersebut hanya mampu bertahan

hingga hari ke-8 penyimpanan.

Susut bobot disebabkan oleh adanya respirasi dan transpirasi. Jamur merang segar memiliki tingkat respirasi yang tinggi yaitu sebesar 70-100 mg CO2 kg-1 jam-1. Hasil samping

respirasi yang berupa gas keluar melalui lubang pada permukaan kemasan dan adanya

6 8 10 12 14 16

0 1 2 3 4 5 6 7 8

SU

SU

T BO

B

O

T

(

%

)

PENYIMPANAN (Hari)

Tanpa Lubang 2 Lubang

(32)

permeabilitas bahan kemasan. Hal inilah yang menyebabkan jamur merang yang dikemas pada plastik berlubang 8 memiliki susut bobot yang besar pada setiap perlakuan.

Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada jamur merang yang disimpan terutama disebabkan oleh kehilangan air sebagai akibat dari proses penguapan dan kehilangan karbon selama proses respirasi. Air dibebaskan dalam bentuk uap air pada proses transpirasi dan respirasi melalui stomata, lenti sel, dan bagian jaringan tumbuhan lain yang berhubungan dengan sel epidermis. Kehilangan air selama penyimpanan tidak hanya menurunkan bobot tetapi juga menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan.

Kandungan air jamur merang yang tinggi hilang akibat respirasi dan transpirasi. Respirasi terjadi dengan reaksi sebagai berikut :

C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6 H2O + 675 kal

Respirasi dapat menyebabkan susut bobot karena pada saat respirasi terjadi pembakaran gula atau substrat lain seperti lemak dan ptotein yang diubah menjadi gas CO2, uap air, serta energi.

Mikroorganisme perusak yang meyerang jamur merang blasnir dapat menyebabkan jamur tersebut mengalami proses fermentasi dengan reaksi sebagai berikut :

C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2 + 21 kal

Fermentasi juga dapat menyebabkan susut bobot karena terjadi perombakan makromolekul menjadi mikromolekul berupa CO2, etanol, serta energi yang dilepaskan ke

udara.

Kehilangan air menyebabkan jamur merang menjadi layu dan mengkerut. Pengemasan jamur merang dalam kantung plastik cukup efektif mengurangi kehilangan air dan lubang berguna agar jaringan tubuh jamur merang tidak mati lemas. Memperkecil suhu mempunyai efek dominan dalam menekan laju respirasi begitu juga MAP dalam menekan respirasi.

B.

KEKERASAN

Tingkat kekerasan sayuran segar pada umumnya akan menurun selama penyimpanan. Semakin lunak dagingnya maka dapat dikatakan sayuran tersebut telah rusak dan tidak disukai oleh konsumen. Nilai kekerasan dinyatakan dengan satuan mm/gram/detik. Semakin tinggi nilai kekerasan maka jamur merang semakin lunak hal ini ditunjukkan dengan semakin dalamnya penetrasi jarum pada jamur merang. Penurunan kekerasan jamur merang blansir pada suhu ruang dapat dilihat pada Gambar 11, Gambar 12, dan Gambar 13 berikut.

Gambar 11. Grafik Kekerasan Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 0 ppm Na2S2O5) pada

Suhu Ruang

10 11 12 13 14 15

0 1 2 3

KE

KE

RA

S

AN (mm/g/1

0

dtk

)

PENYIMPANAN (Hari)

KONTROL

Tanpa Lubang 2 Lubang

(33)

Gambar 12. Grafik Kekerasan Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 250 ppm Na2S2O5) pada

Suhu Ruang

Gambar 13. Grafik Kekerasan Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 500 ppm Na2S2O5) pada

Suhu Ruang

Jamur merang tanpa perendaman pada Na2S2O5 mengalami penurunan kekerasan yang

paling tinggi yaitu sebesar 11.4 mm/g/10dtk. Sedangkan jamur merang yang direndam pada Na2S2O5 konsentrasi 250 ppm dan 500 ppm memiliki susut bobot terbesar yaitu berkisar antara

11.9 mm/g/10dtk dan 12.07 mm/g/10dtk. Peningkatan konsentrasi Na2S2O5 tidak memberikan

pengaruh terhadap usaha mempertahankan kekerasan jamur merang blansir namun memberikan pengaruh terhadap umur simpan jamur merang blansir tersebut.

Jamur merang tanpa perendaman pada Na2S2O5 hanya mampu bertahan hingga hari

ke-3 penyimpanan pada suhu ruang. Kekerasan pada jamur merang menurun sangat cepat karena menurunnya tekanan air pada dinding sel jamur. Kadar air bahan menurun akibat transpirasi sehingga jamur merang blansir menjadi layu dan kekerasannya berkurang. Ketegangan sel disebabkan oleh tekanan isi sel (turgor) pada dinding sel dan dinding sel yang permeable dengan mudah dapat dikempiskan bergantung pada perubahan volume sel. Jika kadar air sel menurun akibat transpirasi maka volume sel menurun dan ketegangannya menurun sehingga kekerasannya berkurang.

9 10 11 12 13

0 1 2 3 4 5

KE

KE

RA

S

AN (mm/g/10

dtk

)

PENYIMPANAN (Hari)

KONTROL

Tanpa Lubang 2 Lubang

4 Lubang

10 11 12 13 14

0 1 2 3 4 5

KE

KE

RA

S

A

N (mm/g/1

0

dt

k)

PENYIMPANAN (Hari)

KONTROL

Tanpa Lubang

2 Lubang

4 Lubang

(34)

Penyimpanan suhu ruang juga sangat mendukung bagi pertumbuhan mikroorganisme pada jamur merang blansir. Mikroorganisme yang tumbuh mengeluarkan enzim untuk merusak struktur sel demi kelangsungan hidupnya sehingga kekerasan bahan menurun. Tumbuhnya mikroorganisme terbukti dengan adanya kapang berwarna putih yang tumbuh pada jamur merang. Aktivitas mikroba merusak hasil tanaman sehingga terjadi kerusakan fisis seperti perubahan tekstur menjadi semakin lunak.

Penyimpanan pada suhu yang lebih rendah diharapkan mampu mempertahankan tekstur dan kekerasan jamur merang blansir lebih baik dibandingkan penyimpanan pada suhu ruang. Penurunan kekerasan jamur merang blansir yang disimpan pada suhu 15oC dapat dilihat

pada Gambar 14, Gambar 15, dan Gambar 16 berikut.

Gambar 14. Grafik Kekerasan Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 0 ppm Na2S2O5) pada

[image:34.612.152.496.229.398.2]

Suhu 15oC

Gambar 15. Grafik Kekerasan Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 250 ppm Na2S2O5) pada

Suhu 15oC

9 10 11 12 13

0 1 2 3 4 5 6 7 8

K

E

KE

RA

S

AN (

mm/g/10

dtk

)

PENYIMPANAN (Hari)

Tanpa Lubang

2 Lubang

4 Lubang

8 Lubang

9 10 11 12 13 14

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

KE

KE

RA

S

AN (

mm/g/10

dtk

)

PENYIMPANAN (Hari)

Tanpa Lubang

2 Lubang

4 Lubang

(35)

Gambar 16. Grafik Kekerasan Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 500 ppm Na2S2O5) pada

Suhu 15oC

Penyimpanan jamur merang pada suhu 15oC mempertahankan jamur merang blansir hingga hari ke-8 penyimpanan untuk jamur merang tanpa perendaman Na2S2O5 dan hingga hari

ke-10 penyimpanan untuk jamur yang direndam pada Na2S2O5. Jamur merang blansir tanpa

perendaman pada Na2S2O5 nilai kekerasan tertinggi pada hari ke-8 penyimpanan sebesar 12.1

mm/g/10dtk. Jamur merang yang direndam pada Na2S2O5 dengan konsentrasi 250 ppm dan 500

ppm penurunan kekerasan pada hari ke-10 penyimpanan sebesar 12.53 mm/g/10dtk dan 12.05 mm/g/10dtk.

Suhu yang dingin dapat mempertahankan perubahan tekstur yang terjadi pada jamur merang yaitu dari keras menjadi lunak sebagai akibat terjadinya proses kelayuan akibat respirasi dan transpirasi. Proses kelayuan merupakan masa penuaan yang diikuti dengan kerusakan jamur merang. Perubahan kekerasan jamur merang pada suhu 15oC jauh lebih lambat dibandingkan jamur merang yang disimpan pada suhu ruang.

Pada suhu ini, laju proses metabolisme pada jamur merang dapat ditekan karena metabolisme seperti respirasi dan pemecahan gula/lemak/protein/substrat lainnya dapat menyebabkan kerusakan struktur sel atau jaringan. Hal ini akan menurunkan kekerasan bahan. Zat tepung akan berubah menjadi sukrosa dan gula-gula pereduksi (glukosa, fruktosa) melalui proses metabolisme dengan bantuan enzim-enzim terutama ketika hasil tanaman itu berada dalam penyimpanan. Kadar lemak dan protein juga menurun. Penurunan ini terjadi karena metabolisme sel yang memecah rantai polimer lemak dan protein menjadi senyawa-senyawa sederhana penyusunnya. Zat-zat tersebut merupakan penyusun sel, terutama dinding sel. Jika struktur dinding sel rusak maka bahan yang disimpan akan berubah menjadi lunak.

Pada penyimpanan suhu 5oC dapat mempertahankan kekerasan jamur merang lebih baik dibandingkan peyimpanan pada suhu ruang karena pada suhu yang lebih dingin laju proses respirasi menjadi lebih lambat. Jamur merang tanpa perendaman pada Na2S2O5

mengalami penurunan kekerasan sebesar 11.43 mm/g/10dtk. Sedangkan jamur merang yang direndam pada Na2S2O5 konsentrasi 250 ppm dan 500 ppm memiliki susut bobot terbesar yaitu

berkisar antara 12.53 mm/g/10dtk dan 11.23 mm/g/10dtk. Pada Gambar 17, Gambar 18, dan Gambar 19 berikut dapat dilihat penurunan kekerasan jamur merang blansir yang disimpan pada suhu 5oC.

9 10 11 12

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

K

E

KE

RA

S

AN (

mm/g/10

dtk

)

PENYIMPANAN (Hari)

Tanpa Lubang 2 Lubang

(36)

Gambar 17. Grafik Kekerasan Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 0 ppm Na2S2O5) pada

Suhu 5oC

Gambar 18. Grafik Kekerasan Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 250 ppm Na2S2O5) pada

Suhu 5oC

Gambar 19. Grafik Kekerasan Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 500 ppm Na2S2O5) pada

Suhu 5oC

Penyimpanan pada suhu 5oC menunjukkan nilai kekerasan terbaik. Suhu yang rendah mampu menekan laju penguapan air dari jamur merang blansir ke udara sehingga tekanan turgor pada jamur mampu dipertahankan. Selain itu, suhu rendah juga mampu memperlambat laju respirasi dan transpirasi pada jamur merang blansir karena kedua proses tersebut menyebabkan penurunan kekerasan. Pada proses respirasi akan mengakibatkan pecahnya

9 10 11 12 13

0 1 2 3 4 5 6 7 8

KE

KE

RA

S

A

N (m

m

/g/

10

dt

k)

PENYIMPANAN (Hari)

Tanpa Lubang 2 Lubang

4 Lubang

8 9 10 11 12 13

0 1 2 3 4 5 6 7 8

K

E

KE

RA

S

AN (

mm/g/10

dtk

)

PENYIMPANAN (Hari)

Tanpa Lubang 2 Lubang

4 Lubang

9 10 11 12 13

0 1 2 3 4 5 6 7 8

KE

KE

RA

S

AN (mm/g/1

0

dtk

)

PENYIMPANAN (Hari)

Tanpa Lubang

2 Lubang

4 Lubang

(37)

menjadi lunak. Proses respirasi ini menyebabkan kelanjutan pematangan pada jamur. Sedangkan pada proses transpirasi akan terjadi penguapan air yang menyebabkan jamur merang menjadi layu dan mengerut sehingga jamur merang menjadi lunak. Hal ini terjadi karena sebagian air pada jamur mengalami pengguapan sehingga ketegaran jamur menjadi menurun.

Pada saat pengamatan, terdapat titik-titik air hasil kondensasi uap air yang menempel pada permukaan dalam kemasan. Uap air tersebut adalah hasil respirasi. Apabila uap air tersebut terakumulasi akan menyebabkan kondisi yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme perusak Selain itu, uap air akan masuk ke dalam jamur merang yang akan menyebabkan jamur merang menjadi lembek dan mudah ditumbuhi mikroorganisme sehingga perlu dihindari adanya pengembunan pada kemasan.

C.

DERAJAT PUTIH

Warna merupakan salah satu faktor yang penting dalam menilai kesegaran jamur merang segar yang berwarna putih. Selama penyimpanan, jamur merang mengalami perubahan warna akibat pencoklatan baik enzimatis maupun non enzimatis.

Menurut Chang dan Miles (1989), kecepatan reaksi pencoklatan non enzimatis sangat lambat dan tergantung pada kandungan air. Penurunan kadar air pada jamur menyebabkan reaksi pencoklatan berlangsung lebih cepat sehingga warna jamur berubah menjadi kecoklatan. Pada Gambar 20, 21, dan 22 dapat dilihat penurunan derajat putih pada jamur yang disimpan pada suhu ruang.

Penyimpanan jamur merang pada suhu ruang mempertahankan jamur merang blansir hingga hari ke-3 penyimpanan untuk jamur merang tanpa perendaman Na2S2O5 dan hingga hari

ke-5 penyimpanan untuk jamur yang direndam pada Na2S2O5. Jamur merang blansir tanpa

perendaman pada Na2S2O5 nilai kekerasan tertinggi pada hari ke-8 penyimpanan sebesar 65.6.

Jamur merang yang direndam pada Na2S2O5 dengan konsentrasi 250 ppm dan 500 ppm

penurunan kekerasan pada hari ke-10 penyimpanan sebesar 66.4 dan 69.4. Dapat dilihat pada Gambar 14, Gambar 15, dan Gambar 16 berikut.

Gambar 20. Grafik Derajat Putih Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 0 ppm Na2S2O5) pada

Suhu Ruang

54 58 62 66 70 74 78 82

0 1 2 3

DE

R

A

J

AT PU

TI

H

PENYIMPANAN (Hari)

KONTROL

Tanpa Lubang 2 Lubang

(38)

Gambar 21. Grafik Derajat Putih Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 250 ppm Na2S2O5)

pada Suhu Ruang

Gambar 22. Grafik Derajat Putih Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 500 ppm Na2S2O5)

pada Suhu Ruang

Jamur merang sangat mudah mengalami pencoklatan (browning). Oleh karena itu, jamur merang diblansir menggunakan air panas (Hot Water Blanching). Proses blansir ini bermaksud menginaktifkan enzim untuk mencegah reaksi pencoklatan enzimatis yang tidak diinginkan selama proses pengolahan. Inaktifasi enzim polifenoloksidase pada bahan makanan dengan pemanasan merupakan cara yang termudah dan paling sederhana karena penggunaaan air panas dapat mengurangi kemungkinan terjadinya reaksi oksidasi karena bahan terendam dalam air sehingga mengurangi kontak dengan udara.

Usaha untuk menekan proses pencoklatan pada jamur merang selain blansir juga dengan penambahan bahan pengawet berupa natrium metabisulfit (Na2S2O5). Penggunaan

Na2S2O5 dapat mencegah reaksi pencoklatan, menghambat pertumbuhan mikroba, sebagai

antioksidan, dan sebagai zat pemutih (bleaching agent). Selain itu , penggunaan bahan pengawet ini dapat mencegah terjadinya reaksi Maillard karena senyawa tersebut bereaksi dengan gugus karbonil bebas sehingga gugus karbonil tersebut tidak dapat bereaksi dengan asam amino. Na2S2O5 merupakan inhibitor fenolase yang cukup kuat. Enzim fenolase

56 60 64 68 72 76 80 84

0 1 2 3 4 5

DE

RA

J

A

T PU

TIH

PENYIMPANAN (Hari)

KONTROL

Tanpa Lubang 2 Lubang

4 Lubang

56 60 64 68 72 76 80 84 88 92

0 1 2 3 4 5

DE

RA

J

A

T P

UT

IH

PENYIMPANAN (Hari)

KONTROL

Tanpa Lubang 2 Lubang

(39)

Jamur merang yang direndam pada Na2S2O5 konsentrasi 500 ppm memberikan nilai

derajat putih terbaik. Sedangkan jamur merang tanpa perendaman pada Na2S2O5 nilai derajat

putihnya paling rendah, selain itu memiliki umur simpan yang paling pendek.

Intensitas respirasi yang tinggi sering dianggap sebagai ukuran laju jalannya metabolisme dan sering dianggap sebagai daya simpan yang pendek. Pada proses ini terjadi pembongkaran zat-zat makanan dan peristiwa ini sering menimbulkan kerusakan, salah satunya browning pada jamur merang blansir. Penyimpanan pada suhu yang lebih rendah diharapkan dapat memperlambat proses browning. Pada Gambar 23, Gambar 24, dan Gambar 25 dapat dilihat penurunan derajat putih dari hari ke hari pada penyimpanan 15oC.

Gambar 23. Grafik Derajat Putih Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 0 ppm Na2S2O5) pada

Suhu 15oC

Gambar 24. Grafik Derajat Putih Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 250 ppm Na2S2O5)

pada Suhu 15oC

61 65 69 73 77 81

0 1 2 3 4 5 6 7 8

DE

R

A

J

AT PU

TI

H

PENYIMPANAN (Hari)

Tanpa Lubang 2 Lubang

4 Lubang

62 66 70 74 78 82 86

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

DE

R

A

J

AT PU

TI

H

PENYIMPANAN (Hari)

Tanpa Lubang 2 Lubang

(40)

Gambar 25. Grafik Derajat Putih Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 500 ppm Na2S2O5)

pada Suhu 15oC

Nilai derajat putih pada jamur merang blansir tanpa perendaman Na2S2O5 paling

rendah jika dibandingkan dengan jamur yang direndam menggunakan Na2S2O5. Nilai derajat

putihnya sebesar 65.9 pada hari ke-8 penyimpanan. Jamur merang blansir yang direndam pada Na2S2O5 konsentrasi 250 ppm dan 500 ppm menunjukkan nilai derajat putih sebesar 68.9 dan

67.3 sampai hari ke-10 penyimpanan.

Penurunan nilai derajat putih pada suhu 5oC lebih cepat jika dibandingkan dengan jamur merang blansir yang disimpan pada suhu 15oC. Penyimpanan pada suhu dingin dapat berakibat baik pada produk yang disimpan, namun terkadang menimbulkan pengaruh lain seperti browning pada jamur merang blansir. Suhu dingin dapat mempertahankan susut bobot dan kekerasan jamur merang blansir dengan baik, akan tetapi mempercepat proses browning.

Gambar 26, Gambar 27, dan Gambar 28 berikut menunjukkan penurunan derajat putih jamur merang blansir yang disimpan pada suhu 5oC. Nilai derajat putih pada jamur merang

blansir tanpa perendaman Na2S2O5 paling rendah jika dibandingkan dengan jamur yang

direndam menggunakan Na2S2O5, nilai derajat putihnya sebesar 63.9. Jamur merang blansir

yang direndam pada Na2S2O5 konsentrasi 250 ppm dan 500 ppm menunjukkan nilai derajat

putih sebesar 65.9 dan 68.3 sampai hari ke-8 penyimpanan. Hal ini menunjukkan bahwa Na2S2O5 mampu menghambat reaksi pencoklatan pada jamur merang. Konsentrasi 500 ppm

Na2S2O5 memberikan nilai derajat putih yang lebih tinggi pada jamur merang dibandingkan

konsentrasi 250 ppm Na2S2O5.

Gambar 26. Grafik Derajat Putih Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 0 ppm Na2S2O5) pada

Suhu 5oC

62 66 70 74 78 82 86

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

D

E

RA

J

AT P

UTI

H

PENYIMPANAN (Hari)

Tanpa Lubang 2 Lubang

4 Lubang

58 62 66 70 74 78 82

0 1 2 3 4 5 6 7 8

DE

RA

J

AT

P

UT

IH

PENYIMPANAN (Hari)

Tanpa Lubang 2 Lubang

(41)

Gambar 27. Grafik Derajat Putih Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 250 ppm Na2S2O5)

pada Suhu 5oC

Gambar 28. Grafik Derajat Putih Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 500 ppm Na2S2O5)

pada Suhu 5oC

Penyimpanan pada suhu tinggi (25oC) telah membuat jamur merang berwarna kecoklatan lebih cepat dari penyimpanan suhu rendah (15oC dan 5oC). Penyimpanan pada suhu tinggi akan mempercepat laju metabolisme dan mempercepat laju kerusakan sayur segar seperti jamur merang yang berubah warna menjadi kecoklatan.

Perubahan warna jamur merang disebabkan karena pengaruh fisiologis, yaitu jamur masih melakukan kegiatan biologis walaupun dihambat. Penyimpanan pada suhu 5oC memberikan hambatan yang lebih besar bagi jamur untuk melakukan kegiatan biologis daripada suhu 15oC namun derajat putih jamur merang yang disimpan pada suhu 15oC lebih tinggi dibandingkan jamur merang yang disimpan pada suhu 5oC. Penyimpanan pada suhu yang lebih rendah dapat memperlambat susut bobot lebih baik, namun menunjukkan proses browning yang lebih cepat atau gejala chilling injury (Jamjumroon, S. et.al., ____). Peyimpanan pada suhu 5oC hanya mampu mempertahankan jamur merang blansir hingga hari ke-8 penyimpanan, sedangkan jamur yang disimpan pada suhu 15oC mampu bertahan hingga hari ke-10 penyimpanan.

65 69 73 77 81

0 1 2 3 4 5 6 7 8

DE

RA

J

A

T

P

U

TIH

PENYIMPANAN (Hari)

Tanpa Lubang 2 Lubang

4 Lubang

68 72 76 80 84 88

0 1 2 3 4 5 6 7 8

DE

RA

J

AT

P

UT

IH

PENYIMPANAN (Hari)

Tanpa Lubang 2 Lubang

(42)

Warna merupakan salah satu faktor yang penting dalam menilai kualitas jamur merang. Selama penyimpanan, jamur merang mengalami perubahan warna akobat pencoklatan, baik enzimatis maupun non enzimatis. Adanya enzim polofenol oksidase menyebabkan pencoklatan jika terkena oksigen. Sedangkan pencoklatan non enzimatis disebabkan oleh reaksi antara karbohidrat dan asam amino yang dikenal dengan reaksi Maillard. Reaksi ini tergantung pada kandungan air dan berjalan sangat lambat.

Jamur merang yang berwarna putih kekuningan diduga mengandung pigmen antoxantin yang banyak terdapat pada tumbuhan. Adanya enzim yang mendegradasi pigmen jamur merang akan menyebabkan perubahan warna jamur merang. Tumbuhnya mikroorganisme juga ikut berperan dalam perubahan warna jamur merang menjadi kecoklatan. Derajat puith juga dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan, dimana semakin lama penyimpanan, derajat putih jamu

Gambar

Gambar 15. Grafik Kekerasan Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 250 ppm Na2S2O5) pada Suhu 15oC
Gambar 31. Grafik Tingkat Kerusakan Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 500 ppm Na2S2O5) pada Suhu Ruang
Gambar 34. Grafik Tingkat Kerusakan Jamur Merang Blansir (Konsentrasi 500 ppm Na2S2O5) pada Suhu 15oC
Tabel 2. Komposisi asam amino jamur merang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan laju respirasi bawang daun rajangan pada tiga tingkat suhu penyimpanan, menentukan komposisi atmosfir yang sesuai untuk penyimpanan

Tujuan khusus dari penelitian ini: (l)Menentukan laju respirasi irisan jamur champignon segar pada berbagai tingkat -Suhu penyimpanan dan komposisi atmosfir ;

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan laju respirasi bawang daun rajangan pada tiga tingkat suhu penyimpanan, menentukan komposisi atmosfir yang sesuai untuk penyimpanan

Hal ini dikarenakan tingginya kandungan serat pada jamur merang yaitu sebesar 1,2 % dan kandungan serat pada koro pedang yaitu sebesar 8,3% sedangkan pada daging sapi

Penelitian ini berjudul “Penetapan Kadar Fenolik dan Tanin Total Dan Analisis Aktivitas Antioksidan pada Jamur Merang (Volvariella Volvacea Bull.) dengan Metode

Pada penelitian ini, bahan yang digunakan ialah media agar-agar sukrosa kentang (ASK) (Lampiran 1), basidioma jamur merang tingkat primordium telur yang diperoleh dari pasar

Meskipun susut bobot akhir terendah terjadi pada jamur tiram putih dalam kemasan 2 lubang berdiameter 5 mm (1.425 %) tetapi disain kemasan ini hanya mampu mempertahankan

Berdasarkan hasil analisis, adanya campuran media klaras dan limbah kapas pada media jerami dapat mempengaruhi jumlah tubuh buah jamur merang, tetapi tidak memberikan pengaruh yang