• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMASAN ATMOSFER TERMODIFIKASI JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMASAN ATMOSFER TERMODIFIKASI JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMASAN ATMOSFER TERMODIFIKASI

JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

Oleh :

Reni Tri Handayani

F34104014

2008

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

PENGEMASAN ATMOSFER TERMODIFIKASI

JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

JURNAL PENELITIAN

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Reni Tri Handayani

F34104014

2008

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGEMASAN ATMOSFER TERMODIFIKASI

JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

Oleh :

Reni Tri Handayani

F34104014

Jurnal Penelitian

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Disetujui :

Bogor, Mei 2008

Dr. Ir. Krisnani Setyowati

Ir. Sugiarto MSi,

(4)

PENGEMASAN ATMOSFER TERMODIFIKASI

JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

Reni Tri Handayani1), Krisnani Setyowati2), Sugiarto 3) 1)

Mahasiswa Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fateta, IPB 2)

Staf Pengajar Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fateta. IPB 3)

Staf Pengajar Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fateta. IPB ABSTRACT

Oyster mushroom has one day self life if left in room condition. This condition can be fixed by modified atmosphere packaging (MAP) application.

The aim of this research was to obtain the best package design for modified atmosphere packaging of fresh oyster mushroom. Design of the package consisted of package size, number of perforation, and diameter of perforation. This research was also aimed to determine the best storage temperature. The parameters that observed during storage time were weight decrease, hardness, whiteness level, lightness, and sensory analysis test.

Each treatment had different perforation number, perforation diameter, and storage temperature. Perforation number that observered were 2, 4 and 8. Perforation diameter that used were 1 mm and 5 mm. While storage temperature that used were 5°C, 15°C, and 25°C. Each treatment made to twice repetition and stored for 14 days. The analysis done every day, but sensory analysis test done only at initial day, seventh day, and fourteenth day. Every broken sample was not physically analyzed.

During storage time weight, hardness, color, and quality decrease of oyster mushroom is had happened thoroughly. Each package treatment had different effect on measured parameter. The result showed that package design of polypropylene plastic bag with 4 perforations and 5 mm perforation diameter that storaged in 5°C temperature was the best design to pack fresh oyster mushroom. This package design was able to maintain mushroom quality for 12 days long, whereas other treatments were only able to maintain mushroom quality less than 12 days long. That package design was able to create optimum atmosphere compotition to pack mushroom so metabolism rate could be suppressed. Else, low storaging temperature could also suppressed metabolism rate as well as inhibited the growth of destructive microorganism. The result of mushroom measuring in that package at 12th day were weight decrease of 2.78 %, hardness of 6 mm, whiteness level of 67.79, and lightness of 61.14. The damage indication that suffered by white oyster mushroom so it unable to consume were mushroom changed in color to yellowish brown, flabby and had decomposed smell.

Key words : oyster mushroom, modified atmosphere packaging, storage I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Jamur tiram mempunyai khasiat bagi kesehatan manusia sebagai protein nabati yang tidak mengandung kolesterol sehingga dapat mencegah timbulnya penyakit darah tinggi, jantung, diabetes, dan dapat mengurangi berat badan. Kandungan Vitamin B

kompleks jamur tiram yang tinggi dapat

menyembuhkan anemia, antitumor, dan mencegah kekurangan zat besi (Anonymous, 2007). Produksi jamur tiram di Indonesia cukup besar dibandingkan dengan jenis jamur lainnya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Produksi beberapa jenis jamur di Indonesia Jenis Jamur Produksi (× 1000 ton) 2001 2002 2003 2004 Jamur Merang 4.200 4.800 4.800 4.800 Jamur Tiram 200 1000 3.000 3.000 Jamur Kuping 100 200 250 100 Total 5.300 6.700 8.150 8.000

Sumber : Direktorat Jendral Hortikultura (2006)

Jamur tiram merupakan salah satu jenis sayuran potensial untuk dikembangkan. Selain dikonsumsi segar, jamur tiram dapat dibuat makanan olahan. Sayur ini tergolong mudah rusak dalam kondisi segar. Oleh karena itu, dibutuhkan penanganan pasca panen yang tepat agar kualitas jamur dapat dipertahankan. Pengemasan atmosfer termodifikasi atau modified atmosphere packaging (MAP) merupakan salah satu teknologi yang mampu memperlambat penurunan kualitas dan memperpanjang umur simpan dari buah dan sayur segar. MAP dapat dilakukan melalui berbagai cara, salah satunya dengan pengemasan di dalam kantung plastik berlubang sehingga kondisi atmosfer di dalam kemasan berbeda dengan udara luar. Pengemasan dengan cara tersebut diharapkan mampu mempertahankan kualitas jamur tiram putih segar. B. TUJUAN PENELITIAN

1. Mendapatkan disain kemasan terbaik untuk pengemasan atmosfer termodifikasi jamur tiram putih segar. Disain kemasan meliputi ukuran kemasan, jumlah lubang, dan diameter lubang. 2. Menentukan suhu penyimpanan jamur tiram putih

(5)

II. METODOLOGI A. ALAT DAN BAHAN

1. Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain plastic sealer, colortech, pnetrometer, timbangan, paku kecil, paku besar, kulkas, dan inkubator.

2. Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur tiram putih dan kantong plastik PP. Kantung plastik PP dibeli di pasar Anyar Bogor. Jamur tiram berasal dari petani supa Cikarawang, Dramaga, Bogor. Jamur tiram yang digunakan berumur 2-3 hari setelah pin head muncul. Jamur ini mempunyai ukuran yang beragam dalam satu rumpun, diameter jamur tersebut berkisar antara 2-15 cm.

B. METODE PENELITIAN

Penyiapan kantung plastik dilakukan sebelum penelitian dimulai. Kantung plastik dilubangi mengunakan paku yang telah dipanasi terlebih dahulu pada bagian ujungnya sesuai dengan posisi dan diameter yang telah ditentukan. Disain posisi lubang dapat dilihat pada lampiran 2.

Jamur tiram putih yang telah dibersihkan dan disortir kemudian ditimbang. Jamur yang digunakan adalah jamur dalam keadaan baik, bersih, dan segar, bagian yang rusak atau cacat serta kotoran dibuang. Jamur masih tergabung dalam rumpun aslinya (tidak dipisah-pisahkan). Jamur sebanyak masing-masing 100 gram dikemas dalam kantung yang telah disiapkan dengan spesifikasi seperti pada Tabel 8. Masing-masing perlakuan disimpan pada suhu yang berbeda yaitu 5 oC, 15 oC dan 25 oC. Jamur tersebut disimpan selama 14 hari. Analisa dilakukan setiap hari. Masing-masing perlakuan dilakukan sebanyak 2 kali ulangan.

Tabel 8. Spesifikasi polipropilen yang digunakan

Analisa yang dilakukan pada penelitian ini adalah : 1. Susut bobot

Susut bobot dihitung sebagai selisih antara bobot awal dengan bobot setelah disimpan. Susut bobot dihitung dengan rumus

%

100

×

=

a

b

a

bobot

susut

a : bobot bahan awal

b : bobot bahan setelah disimpan 2. Uji warna (Apriyantono et al., 1989)

Uji warna menggunakan colortech. Setelah alat dinyalakan, kemudian sensor cahaya ditempelkan pada tudung jamur, tombol enter ditekan, kemudian nilainya

akan terbaca pada layar. Aspek yang diukur yaitu derajat putih (W : Whiteness) dan kecerahan (L : lightness). Nilai 0 berarti hitam dan 100 berarti putih. Pada saat penggunaan colortech, nilai derajat putih menunjukkan angka negatif, untuk mempermudah pembacaan derajat putih pada umumnya maka nilai derajat putih yang terbaca ditambah 100.

3. Kekerasan (Apriyantono et al., 1989)

Pengukuran kekerasan menggunakan pnetrometer tanpa beban. Pengukuran ini menggunakan probe cone selama 10 detik. Pengukuran dilakukan dua kali pengulangan pada titik yang berbeda untuk setiap perlakuan dan dihitung rata-ratanya. Pengukuran dilakukan pada bagian ujung tangkai jamur. Pengukuran tidak dilakukan pada bagian tudung karena tidak terbaca oleh alat.

4. Uji organoleptik (Soekarto, 1985)

Uji organoleptik dilakukan dengan parameter warna, bau dan penerimaan umum. Uji ini merupakan uji hedonik panelis terhadap produk yang diberikan. Uji organoleptik dilakukan oleh 30 orang panelis. Uji ini dilakukan pada hari ke-0, hari ke-7 dan hari ke-14. Uji ini menggunakan 5 skala yaitu sangat suka, suka, netral, tidak suka, dan sangat tidak suka.

5. Perhitungan koefisien perforasi

Koefisien perforasi adalah suatu parameter yang memungkinkan pembandingan dari formulasi perforasi yang berbeda. Menurut Robertson 1993, koefien perforasi dapat dihitung dengan rumus :

k

q

d

Pc =

Keterangan

q : persentase perforasi dari seluruh luasan film d : diameter lubang perforasi (mm)

k : jumlah perforasi per m2

( )

%

10

2

1

4 2 −

=

d

k

q

π

(

2

)

4 2 3

10

4

1

− −

=

d

k

mm

holes

m

Pc

π

C. RANCANGAN PERCOBAAN

Penelitian ini menggunakan 3 jenis rancangan yaitu RAL 3 faktor, RAL 2 faktor, dan RAL 1 faktor. Penggunaan masing-masing rancangan percobaan disesuaikan dengan ketersediaan data per hari.

1. RAL 3 faktor, dengan faktor jumlah lubang, diameter lubang, dan suhu penyimpanan. Model yang digunakan adalah

Yijl = µ + αi + βj + γl + αβij + αγil + βγjl + αβγijl + εijl Keterangan :

Yijl : nilai pengamatan pengaruh perlakuan jumlah lubang pada waktu ke-i, pengaruh perlakuan diameter lubang pada waktu ke-j, dan pengaruh perlakuan suhu penyimpanan pada waktu ke-l

µ : rataan umum

αi : pengaruh jumlah lubang pada waktu ke-i βj : pengaruh diameter lubang pada waktu ke-j γl : pengaruh suhu penyimpanan pada waktu ke-l Jenis plastik Tebal Ukuran kantung (p×l) Jumlah lubang Diameter lubang Polipropillen 0.05 mm 22 × 17 cm 2 5 mm Polipropillen 0.05 mm 22 × 17 cm 2 1 mm Polipropillen 0.05 mm 22 × 17 cm 4 5 mm Polipropillen 0.05 mm 22 × 17 cm 4 1 mm Polipropillen 0.05 mm 22 × 17 cm 8 5 mm Polipropillen 0.05 mm 22 × 17 cm 8 1 mm

(6)

αβij : pengaruh interaksi perlakuan jumlah lubang pada waktu ke-i dan diameter lubang pada waktu ke-j

αγil : pengaruh interaksi perlakuan jumlah lubang pada waktu ke-i dan suhu penyimpanan pada waktu ke-l

βγjl : pengaruh interaksi perlakuan diameter lubang pada waktu ke-j dan suhu penyimpanan pada waktu ke-l

αβγijl : pengaruh interaksi perlakuan jumlah lubang pada waktu ke-i, diameter lubang pada waktu ke-j dan suhu penyimpanan pada waktu ke-l

εijl : pengaruh acak perlakuan jumlah lubang pada waktu ke-i, diameter lubang pada waktu ke-j, suhu penyimpanan pada waktu ke-l

2. RAL 2 faktor dengan faktor jumlah lubang dan diameter lubang. Model yang digunakan yaitu :

Yij = µ + αi + βj + αβij + εij Keterangan :

Yij : nilai pengamatan pengaruh perlakuan jumlah lubang pada waktu ke-i, pengaruh perlakuan diameter lubang pada waktu ke-j

µ : rataan umum

αi : pengaruh jumlah lubang pada waktu ke-i βj : pengaruh diameter lubang pada waktu ke-j αβij : pengaruh interaksi perlakuan jumlah

lubang pada waktu ke-i dan diameter lubang pada waktu ke-j

εij : pengaruh acak perlakuan jumlah lubang pada waktu ke-i, diameter lubang pada waktu ke-j

3. RAL 1 faktor dengan faktor jumlah lubang. Model yang digunakan yaitu

Yi = µ + αi + εi Keterangan :

Yi : nilai pengamatan pengaruh perlakuan

jumlah lubang pada waktu ke-i

µ : rataan umum

αi : pengaruh jumlah lubang pada waktu ke-i εi : pengaruh acak perlakuan jumlah lubang

pada waktu ke-i

D. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN 1. Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan Bulan Februari sampai Maret 2008.

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengemasan dan Penyimpanan serta Laboratorium penunjang lainnya di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SUSUT BOBOT

Susut bobot diukur setiap hari dan mengalami peningkatan selama masa penyimpanan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3, 4, dan 5. Susut bobot dinyatakan dalam persen kehilangan bobot. Semakin

besar nilainya berarti bobot bahan berkurang semakin besar. 0 0.5 1 1.5 2 2.5 1 2 3

Lama Penyimpanan (hari)

S u s u t B o b o t (% ) 1 2 3 4 5 6

Gambar 3. Grafik susut bobot terhadap lama penyimpanan pada suhu 25 oC

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 1 2 3 4

Lama Penyimpanan (hari)

S u s u t B o b o t (% ) 1 2 3 4 5 6

Gambar 4. Grafik susut bobot terhadap lama penyimpanan pada suhu 15 oC

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Lama Penyimpanan (hari)

S u s u t B o b o t (% ) 1 2 3 4 5 6

Gambar 5. Grafik susut bobot terhadap lama penyimpanan pada suhu 5 oC

Keterangan

1 d = 5 mm, 2 Lubang 4 d = 1 mm, 4 Lubang

2 d = 1 mm. 2 Lubang 5 d = 5 mm, 8 Lubang

3 d = 5 mm, 4 Lubang 6 d = 1 mm, 8 Lubang

Gambar 3 menunjukkan susut bobot pada penyimpanan 25 oC. Susut bobot yang terjadi berkisar antara 0.5-2.09 %. Jamur tiram putih yang telah rusak tidak diukur. Tanda kerusakan jamur tiram putih adalah lembek, bau busuk, berwarna kuning kecoklatan, dan tumbuhnya kapang pada bagian tangkai. Kerusakan tersebut membuat jamur tiram putih tersebut tidak dapat dikonsumsi lagi. Jamur tiram putih yang bertahan paling lama adalah jamur tiram putih dalam kemasan 2 lubang berdiameter 1 mm. Jamur tiram putih dalam kemasan tersebut bertahan hingga 3 hari dengan susut bobot terakhir sebesar 2.09 %. Sedangkan disain kemasan yang lainnya hanya dapat mempertahankan jamur tiram putih selama 1 hari.

Gambar 4 menunjukkan susut bobot pada penyimpanan 15 oC. Susut bobot yang terjadi berkisar antara 1.04-4.69 %. Semua perlakuan memiliki umur

(7)

yang sama yaitu 4 hari. Pada hari ke-5, jamur tiram putih telah rusak sehingga tidak dilakukan pengukuran. Susut bobot akhir terendah dicapai oleh jamur tiram putih dalam kemasan 4 lubang berdiameter 1 mm (1.74 %).

Gambar 5 menunjukkan susut bobot pada penyimpanan 5 oC. Susut bobot yang terjadi berkisar antara 0.55-3.99 %. Disain kemasan terbaik adalah kemasan 4 lubang berdiameter 5 mm. Disain tersebut mampu mempertahankan kualitas jamur tiram putih hingga 12 hari. Meskipun susut bobot akhir terendah terjadi pada jamur tiram putih dalam kemasan 2 lubang berdiameter 5 mm (1.425 %) tetapi disain kemasan ini hanya mampu mempertahankan kualitas jamur tiram putih hingga 9 hari karena parameter lain menunjukkan telah terjadi kerusakan sehingga tidak lagi menjadi yang terbaik. Susut bobot akhir pada jamur tiram putih dalam kemasan 4 lubang berdiameter 5 mm adalah 2.78 %.

Susut bobot disebabkan oleh adanya respirasi dan transpirasi. Jamur tiram putih segar memiliki tingkat respirasi yang sangat tinggi yaitu sebesar 70-100 mg CO2 kg

-1

h-1. Hasil samping respirasi yang berupa gas keluar melalui lubang pada permukaan kemasan dan adanya permeabilitas bahan kemasan.

Kandungan air jamur tiram yang tinggi (85-90 %) hilang akibat transpirasi dan respirasi. Respirasi terjadi dengan reaksi sebagai berikut :

C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O + ENERGI Respirasi dapat menyebabkan susut bobot karena pada saat respirasi terjadi pembakaran gula atau substrat lain seperti lemak dan protein yang diubah menjadi gas CO2, uap air, serta energi. Hasil samping respirasi yang berupa gas hilang menguap. Hal ini menyebabkan penurunan bobot bahan. Potensi kehilangan bobot bahan sebesar 47.7-68.2 mg gula kg-1 h-1. Angka tersebut diperoleh dari persamaan reaksi kimia dan tingkat respirasi. Potensi kehilangan bobot dipengaruhi oleh jumlah lubang, diameter lubang dan suhu penyimpanan.

Uji ragam menunjukkan bahwa jumlah lubang 2 dan 4 berpengaruh nyata terhadap susut bobot pada hari ke-3, hari ke-4, dan hari ke-9. Diameter lubang 5 mm berpengaruh nyata terhadap susut bobot pada hari ke-4 dan hari ke-7. Besarnya susut bobot yang terjadi sebanding dengan transpirasi dan respirasi. Jumlah lubang mempengaruhi kadar O2, CO2, dan uap air di dalam kemasan. Semakin sedikit jumlah lubang dan semakin kecil diameter lubang maka kadar O2 di dalam kemasan semakin sedikit pula karena lubang merupakan salah satu jalan masuk dan keluarnya O2. Hal ini akan menekan laju respirasi sehingga susut bobot yang terjadi kecil. Jumlah lubang 2 lebih baik daripada jumlah lubang 4 dalam mencegah terjadinya susut bobot. Pada hari ke-4, susut bobot yang terjadi pada jamur tiram putih dalam kemasan 2 lubang berdiameter 5 mm pada suhu 15 oC sebesar 1.66 % sedangkan pada jamur tiram putih dalam kemasan 4 lubang berdiameter 5 mm pada suhu 15 oC sebesar 1.68 %. Jumlah lubang yang banyak dan diameter lubang yang besar menyebabkan laju transpirasi yang cepat karena lubang berfungsi juga sebagai jalan keluar uap air dari dalam kemasan ke udara luar. Jika uap air

dalam kemasan dapat keluar dengan mudah maka kadar uap air di dalam kemasan akan cepat berubah menjadi kecil. Kadar uap air yang kecil tersebut akan memacu terjadinya transpirasi sehingga susut bobotnya semakin besar. Pada hari ke-4, susut bobot yang terjadi pada jamur tiram putih dalam kemasan 4 lubang berdiameter 5 mm pada suhu 15 oC sebesar 1.77 % sedangkan pada jamur tiram putih dalam kemasan 4 lubang berdiameter 1 mm pada suhu 15 oC sebesar 1.74 %. Hal ini membuktikan bahwa semakin besar diameter lubang yang dibuat maka semakin besar pula susut bobot yang terjadi.

Suhu penyimpanan 5 oC berpengaruh nyata terhadap susut bobot pada hari ke-1, hari ke-2, dan hari ke-4. Penyimpanan jamur tiram putih pada suhu chilling dapat menekan aktivitas metabolik dan kehilangan kadar air. Suhu penyimpanan berpengaruh pada susut bobot. Pada hari ke-1, susut bobot yang terjadi pada jamur tiram putih dalam kemasan 2 lubang berdiameter 5 mm pada suhu 5 oC sebesar 0.55 %, pada jamur tiram putih dalam kemasan 2 lubang berdiameter 5 mm pada suhu 15 oC sebesar 1.45 %, sedangkan pada jamur tiram putih dalam kemasan 2 lubang berdiameter 5 mm pada suhu 25 oC sebesar 1.69 %. Hal ini membuktikan bahwa semakin rendah suhu yang digunakan maka semakin rendah pula susut bobot yang terjadi.

Kehilangan air menyebabkan jamur tiram putih menjadi layu dan mengkerut. Pengemasan jamur tiram putih dalam kantung plastik cukup efektif mengurangi kehilangan air dan lubang berguna agar jaringan tubuh jamur tiram putih tidak mati lemas. Memperkecil suhu mempunyai efek dominan dalam menekan laju respirasi begitu juga MAP dalam menekan respirasi. B. KEKERASAN

Selama penyimpanan, kekerasan jamur tiram putih semakin menurun. Pengukuran kekerasan dilakukan setiap hari. Penurunan kekerasan dapat dilihat pada Gambar 6, 7, dan 8. Kekerasan dinyatakan dengan seberapa dalam probe cone menembus bahan selama 10 detik tanpa beban. Semakin besar nilainya berarti semakin lunak jamur tiram putih tersebut. Nilai kekerasan pada hari ke-0 adalah sebesar 1.53 mm.

0 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3

Lama Penyimpanan (hari)

K e k e ra s a n ( m m ) 1 2 3 4 5 6

Gambar 6. Grafik kekerasan terhadap lama penyimpanan pada suhu 25 oC

(8)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4

Lama Penyimpanan (hari)

K e k e ra s a n ( m m ) 1 2 3 4 5 6

Gambar 7. Grafik kekerasan terhadap lama penyimpanan pada suhu 15 oC

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Lama Penyimpanan (hari)

K e k e ra s a n ( m m ) 1 2 3 4 5 6

Gambar 8. Grafik kekerasan terhadap lama penyimpanan pada suhu 5 oC

Keterangan

1 d = 5 mm, 2 Lubang 4 d = 1 mm, 4 Lubang

2 d = 1 mm. 2 Lubang 5 d = 5 mm, 8 Lubang

3 d = 5 mm, 4 Lubang 6 d = 1 mm, 8 Lubang

Gambar 6 menunjukkan penurunan kekerasan pada penyimpanan 25 oC. Penurunan kekerasan yang terjadi berkisar antara 2.28-5.75 mm. Jamur tiram putih yang bertahan paling lama pada suhu 25 oC adalah jamur tiram putih dalam kemasan 2 lubang berdiameter 1 mm dengan kekerasan akhir yang terukur sebesar 4.23 mm. Jamur tiram putih tersebut bertahan hingga 3

hari. Disain kemasan lainnya hanya dapat

mempertahankan kualitas jamur selama 1 hari.

Gambar 7 menunjukkan penurunan kekerasan pada penyimpanan 15 oC. Kekerasan yang terukur berkisar antara 1.6-7.93 mm. Jamur tiram putih yang memiliki kekerasan terendah adalah jamur tiram putih dalam kemasan 2 lubang berdiameter 1 mm dengan nilai kekerasan akhir sebesar 5.83 dan bertahan hingga 4 hari penyimpanan. Disain kemasan lainnya mampu mempertahankan kualitas jamur tiram putih hingga 4 hari juga namun jamur tiram putih yang kekerasannya terendah adalah jamur tiram putih dalam kemasan 2 lubang berdiameter 1 mm.

Gambar 8 menunjukkan penurunan kekerasan pada penyimpanan 5 oC. Kekerasan yang terukur berkisar antara 2.18-8.05 mm. Gambar 8 menunjukkan nilai kekerasan akhir terendah terdapat pada jamur tiram putih dalam kemasan 2 lubang berdiameter 1 mm (5.875 mm), tetapi hanya sampai pada hari ke-4 sehingga yang terendah bukanlah yang terbaik karena parameter lain telah menunjukkan kerusakan. Disain kemasan yang terbaik yaitu kemasan dengan 4 lubang berdiameter 5 mm karena dapat mempertahankan

kualitas jamur tiram putih hingga 12 hari dan nilai akhir kekerasannya adalah 6 mm.

Penurunan kekerasan disebabkan oleh beberapa hal antara lain :

1. Kadar air bahan menurun akibat transpirasi sehingga jamur menjadi layu dan kekerasannya berkurang. Ketegangan sel disebabkan oleh tekanan isi sel (turgor) pada dinding sel dan dinding sel yang permeabel dengan mudah dapat dikempiskan bergantung pada perubahan volume sel. Jika kadar air sel menurun akibat transpirasi maka volume sel menurun dan ketegangannya menurun sehingga kekerasannya berkurang. 2. Metabolisme seperti respirasi dan pemecahan

gula/lemak/protein/substrat lainnya sehingga menyebabkan kerusakan struktur sel atau jaringan. Hal ini akan menurunkan kekerasan bahan. Zat tepung akan berubah menjadi sukrosa dan gula-gula pereduksi (glukosa, fruktosa) melalui proses

metabolisme dengan bantuan enzim-enzim

terutama sekali ketika hasil tanaman itu berada dalam penyimpanan. Kadar lemak dan protein juga

menurun. Penurunan ini terjadi karena

metabolisme sel yang memecah rantai polimer lemak dan protein menjadi senyawa-senyawa sederhana penyusunnya. Zat-zat tersebut merupakan penyusun sel, terutama dinding sel. Jika struktur dinding sel rusak maka bahan yang disimpan akan berubah menjadi lunak.

3. Mikroorganisme yang tumbuh mengeluarkan enzim untuk merusak struktur sel demi kelangsungan hidupnya sehingga kekerasan bahan menurun. Tumbuhnya mikroorganisme terbukti dengan adanya kapang berwarna putih yang tumbuh pada jamur tiram putih. Aktivitas mikroba merusak hasil tanaman sehingga terjadi kerusakan fisis seperti perubahan tekstur menjadi semakin lunak. Mikroorganisme yang biasa tumbuh pada jamur tiram adalah kapang dan bakteri. Kapang

tersebut adalah Fusarium, Penicillium,

Tricholecium, sedangkan bakteri yang umum

adalah Flavobakterium, Pseudomonas sp,

Humicola languinosa, Bacillus subtilis, Bacillus stearothermophilus.

Pada saat pengamatan, terdapat titik-titik air hasil kondensasi uap air yang menempel pada permukaan dalam kemasan. Uap air tersebut adalah hasil samping respirasi. Kondensasi disebabkan oleh suhu penyimpanan yang cukup rendah. Uap air akan masuk ke dalam jamur tiram putih yang akan menyebabkan jamur tiram putih menjadi lembek dan mudah ditumbuhi mikroorganisme.

Penurunan kekerasan dipengaruhi oleh jumlah lubang, diameter lubang, dan suhu penyimpanan. Uji

ragam menunjukkan bahwa jumlah lubang 4

berpengaruh nyata terhadap kekerasan pada hari ke-7. Kekerasan dipengaruhi oleh laju metabolisme, transpirasi, dan aktivitas mikroorganisme yang telah tumbuh pada bahan. Semakin banyak lubang pada permukaan kemasan maka laju transpirasi dan metabolisme sel semakin tinggi, sehingga penurunan kekerasan yang terjadi juga tinggi. Pada hari ke-7,

(9)

kekerasan yang terukur pada jamur tiram putih dalam kemasan 4 lubang berdiameter 5 mm pada suhu 5 oC sebesar 7.2 mm sedangkan pada jamur tiram putih dalam kemasan 8 lubang berdiameter 5 mm pada suhu 5 oC sebesar 7.35 mm. Diameter lubang 5 mm berpengaruh nyata terhadap kekerasan hari ke-4 dan diameter 1 mm berpengaruh nyata pada hari ke-7. Diameter lubang menentukan mudah tidaknya gas yang berpindah melalui kemasan. Semakin mudah gas berpindah maka semakin tinggi laju metabolik serta semakin tinggi pula penurunan kekerasannya. Pada hari ke-4, kekerasan yang terukur pada jamur tiram putih dalam kemasan 2 lubang berdiameter 5 mm pada suhu 15 oC sebesar 7.5 mm sedangkan pada jamur jamur tiram dalam kemasan 2 lubang berdiameter 1 mm pada suhu 15 oC sebesar 5.8 mm.

Suhu penyimpanan 5 oC berpengaruh nyata terhadap kekerasan pada hari ke-4 dan suhu penyimpanan 15 oC berpengaruh nyata terhadap kekerasan pada hari ke-3. Semakin rendah suhu yang digunakan maka semakin rendah pula penurunan kekerasannya, karena suhu penyimpanan yang rendah dapat menekan proses-proses metabolik penyebab penurunan kekerasan serta mencegah tumbuhnya mikroorganisme. Pada hari ke-4, kekerasan yang terukur pada jamur tiram putih dalam kemasan 2 lubang berdiameter 5 mm pada suhu 5 oC sebesar 4.9 mm sedangkan pada jamur tiram putih dalam kemasan 2 lubang berdiameter 5 mm pada suhu 15 oC sebesar 7.5 mm.

C. WARNA

Pengukuran warna dilakukan dengan alat colortech. Perubahan warna jamur tiram putih dilihat dari kecerahan (lightness) dan derajat putih (Whiteness). Nilai kecerahan dan derajat putih yang menunjukkan nilai yang semakin kecil berarti warnanya semakin tidak putih (menuju hitam). Selama penyimpanan, kecerahan dan derajat putih mengalami penurunan. Penurunan derajat putih dapat dilihat pada Gambar 9, 10, 11, dan penurunan kecerahan dapat dilihat pada Gambar 12, 13, dan 14

68 70 72 74 76 78 80 82 84 1 2 3

Lama Penyimpanan (hari)

D e ra ja t p u ti h 1 2 3 4 5 6

Gambar 9. Grafik derajat putih terhadap lama penyimpanan pada suhu 25 oC

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 1 2 3 4

Lamanya Penyimpanan (hari)

D e ra ja t P u ti h 1 2 3 4 5 6

Gambar 10. Grafik derajat putih terhadap lama penyimpanan pada suhu 15 oC

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Lama Penyimpanan (hari)

D e ra ja t P u ti h 1 2 3 4 5 6

Gambar 11. Grafik derajat putih terhadap lama penyimpanan pada suhu 5 oC

Keterangan

1 d = 5 mm, 2 Lubang 4 d = 1 mm, 4 Lubang

2 d = 1 mm. 2 Lubang 5 d = 5 mm, 8 Lubang

3 d = 5 mm, 4 Lubang 6 d = 1 mm, 8 Lubang

Gambar 9 menunjukkan terjadi penurunan derajat putih selama 3 hari penyimpanan. Derajat putih yang terukur berkisar antara 78.4 sampai 69.54. Disain kemasan yang paling baik pada penyimpanan suhu 25 o

C adalah kemasan dengan 2 lubang berdiameter 1 mm dengan derajat putih terakhir sebesar 74.09. Disain kemasan lainnya dapat mempertahankan jamur tiram putih selama 1 hari karena pada hari ke-2, jamur tiram putih telah rusak.

Gambar 10 menunjukkan penurunan derajat putih pada jamur tiram putih yang disimpan pada suhu 15 oC. Derajat putih yang terukur berkisar 83.05 sampai 67.49. Nilai akhir derajat putih yang terbaik pada suhu ini terdapat pada kemasan 2 lubang berdiameter 1 mm (75.89) yang bertahan hingga 4 hari. Disain kemasan lainnya dapat mempertahankan kualitas jamur tiram putih hingga hari ke-4, namun disain kemasan terbaik adalah yang menyimpan jamur tiram putih dengan derajat putih tertinggi. Pada hari ke-5, jamur tiram putih yang disimpan pada suhu 15 oC telah rusak.

Gambar 11 menunjukkan penurunan derajat putih pada jamur tiram putih yang disimpan pada suhu 5 oC. Derajat putih yang terukur berkisar antara 85.65 sampai 67.63 selama 12 hari penyimpanan. Nilai derajat putih akhir tertinggi dicapai oleh jamur tiram putih dalam kemasan 2 lubang berdiameter 1 mm (78.01). Meskipun derajat putih akhirnya sampai hari ke-4 tertinggi tetapi parameter lain menunjukkan telah terjadi kerusakan, sehingga yang terbaik adalah kemasan 4 lubang berdiameter 5 mm (67.79). Kemasan

(10)

ini mampu mempertahankan kualitas jamur tiram putih hingga 12 hari penyimpanan.

58 60 62 64 66 68 70 72 74 1 2 3

Lama Penyimpanan (hari)

K e c e ra h a n 1 2 3 4 5 6

Gambar 12. Grafik kecerahan terhadap lama penyimpanan pada suhu 25 oC

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 1 2 3 4

Lama Penyimpanan (hari)

K e c e ra h a n 1 2 3 4 5 6

Gambar 13. Grafik kecerahan terhadap lama penyimpanan pada suhu 15 oC

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Lama Penyimpanan (hari)

K e c e ra h a n 1 2 3 4 5 6

Gambar 14. Grafik kecerahan terhadap lama penyimpanan pada suhu 5 oC

Keterangan

1 d = 5 mm, 2 Lubang 4 d = 1 mm, 4 Lubang

2 d = 1 mm. 2 Lubang 5 d = 5 mm, 8 Lubang

3 d = 5 mm, 4 Lubang 6 d = 1 mm, 8 Lubang

Gambar 12 menunjukkan penurunan kecerahan selama 3 hari penyimpanan pada suhu 25 oC. Kecerahan yang terukur berkisar antara 53.13-73.21. Kecerahan akhir tertinggi terdapat pada jamur tiram putih dalam kemasan 2 lubang berdiameter 1 mm (69.14) yang bertahan hingga 3 hari penyimpanan. Disain kemasan lain hanya dapat mempertahankan kualitas jamur tiram putih selama 1 hari.

Gambar 13 menunjukkan penurunan kecerahan pada jamur tiram putih yang disimpan pada suhu 15 oC.

Penyimpanan pada suhu 15 oC mampu

mempertahankan kualitas jamur tiram putih hingga 4 hari. Nilai kecerahan akhir tertinggi terdapat pada jamur tiram putih dalam kemasan 2 lubang berdiameter 1 mm (70.76). Kecerahan yang terukur berkisar antara

65.12-76.52. Pengamatan pada hari ke-5 menunjukkan telah terjadi kerusakan pada jamur tiram putih yang disimpan pada suhu 15 oC.

Gambar 14 menunjukkan penurunan kecerahan pada jamur tiram putih yang disimpan pada suhu 5 oC. Nilai kecerahan yang terukur berkisar antara 60.53-80.23. Kecerahan akhir tertinggi terdapat pada jamur tiram putih dalam kemasan 4 lubang berdiameter 5 mm (61.14). Disain kemasan ini sekaligus menjadi kemasan yang terbaik karena umur simpannya paling lama yaitu 12 hari. Jamur tiram putih dalam disain kemasan lainnya telah menunjukkan kerusakan sebelum hari ke-12.

Warna merupakan salah satu faktor yang penting dalam menilai kualitas jamur tiram putih. Selama penyimpanan, jamur tiram putih mengalami perubahan warna akibat pencoklatan, baik enzimatis maupun non enzimatis. Adanya enzim polifenol oksidase menyebabkan pencoklatan jika terkena oksigen. Sedangkan pencoklatan non enzimatis disebabkan oleh reaksi antara karbohidrat dan asam amino yang dikenal dengan reaksi Maillard. Reaksi ini tergantung pada kandungan air dan berjalan sangat lambat.

Jamur tiram putih yang berwarna putih kekuningan diduga mengandung pigmen antoxantin yang banyak terdapat pada tumbuhan. Adanya enzim yang mendegradasi pigmen jamur tiram putih akan menyebabkan perubahan warna jamur tiram putih. Tumbuhnya mikroorganisme juga ikut berperan dalam perubahan warna jamur tiram putih menjadi kuning kecoklatan.

Perubahan warna dipengaruhi oleh jumlah lubang, diameter lubang, dan suhu penyimpanan. Uji ragam menunjukkan bahwa jumlah lubang 8 berpengaruh nyata terhadap derajat putih pada hari ke-5, hari ke-10, dan hari ke-11. Semakin banyak lubang dan semakin besar diameter lubang maka derajat putih yang terukur semakin rendah. Banyaknya jumlah lubang dan besarnya diameter lubang mempengaruhi kadar O2 yang berperan dalam oksidasi substrat yang menyebabkan perubahan warna. Pada hari ke-5, derajat putih yang terukur pada jamur tiram putih dalam kemasan 4 lubang berdiameter 5 mm pada suhu 5 oC sebesar 82.14 sedangkan pada jamur tiram putih dalam kemasan 8 lubang berdiameter 5 mm pada suhu 5 oC sebesar 68.68. Diameter lubang 1 mm berpengaruh nyata terhadap derajat putih hari ke-4. Pada hari ke-4, derajat putih yang terukur pada jamur tiram putih dalam kemasan 2 lubang berdiameter 5 mm pada suhu 15 oC sebesar 72.22 sedangkan pada jamur tiram putih dalam kemasan 2 lubang berdiameter 1 mm pada suhu 15 oC sebesar 75.89.

Suhu penyimpanan 15 oC berpengaruh nyata terhadap derajat putih pada hari ke-2, hari ke-3, hari ke-4 dan suhu 25 oC pada hari ke-1, hari ke-2, dan hari ke-3. Semakin rendah suhu penyimpanannya maka derajat putihnya semakin tinggi, karena suhu rendah dapat menekan laju metabolik dan mencegah tumbuhnya mikroorganisme. Pada hari ke-2, derajat putih yang terukur pada jamur tiram putih dalam kemasan 2 lubang berdiameter 1 mm pada suhu 5 oC sebesar 83.15, pada jamur tiram putih dalam kemasan 2 lubang berdiameter 1 mm pada suhu 15 oC sebesar

(11)

77.22, sedangkan pada jamur tiram putih dalam kemasan 2 lubang berdiameter 1 mm pada suhu 25 oC sebesar 72.76.

Uji ragam menunjukkan bahwa jumlah lubang 8 berpengaruh nyata terhadap derajat kecerahan pada hari ke-3. Semakin banyak lubang dan semakin besar diameter lubang pada kemasan maka derajat kecerahannya semakin rendah. Pada hari ke-3, derajat kecerahan pada jamur tiram putih dalam kemasan 2 lubang berdiameter 5 mm pada suhu 5 oC sebesar 78.49, pada jamur tiram putih dalam kemasan 4 lubang berdiameter 5 mm pada suhu 5 oC sebesar 77.94, sedangkan pada jamur tiram putih dalam kemasan 8 lubang berdiameter 5 mm pada suhu 5 oC sebesar 71.95. Diameter lubang 1 mm berpengaruh nyata terhadap derajat kecerahan hari ke-3 dan hari ke-4. Pada hari ke-3, derajat kecerahan yang terukur pada jamur tiram putih dalam kemasan 2 lubang berdiameter 5 mm pada suhu 15 oC sebesar 66.89 sedangkan pada jamur tiram putih dalam kemasan 2 lubang berdiameter 1 mm pada suhu 15 oC sebesar 72.43.

Suhu penyimpanan 15 oC berpengaruh nyata terhadap derajat kecerahan pada hari ke-1, hari ke-3, dan hari ke-4. Penyimpanan produk dengan suhu yang lebih rendah akan lebih baik derajat kecerahannya daripada penyimpanan pada suhu tinggi, karena suhu rendah dapat menghambat laju metabolik dan tumbuhnya mikroba perusak. Pada hari ke-1, derajat kecerahan pada jamur tiram putih dalam kemasan 2 lubang berdiameter 5 mm pada suhu 5 oC sebesar 76.53, pada jamur tiram putih dalam kemasan 2 lubang berdiameter 5 mm pada suhu 15 oC sebesar 72.47, sedangkan pada jamur tiram putih dalam kemasan 2 lubang berdiameter 5 mm pada suhu 25 oC sebesar 69.36.

D. UJI ORGANOLEPTIK

Uji organoleptik merupakan parameter

penerimaan konsumen terhadap produk. Uji

organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan dengan 5 skala penilaian yaitu 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = netral, 4 = suka, 5 = sangat suka. Penilaian jamur tiram putih berdasarkan warna, bau, dan penerimaan umum. Panelis yang digunakan adalah panelis tidak terlatih dari kalangan mahasiswa yang berjumlah 30 orang. Pada pengujian hari ke-0, modus penilaian untuk parameter warna, bau, dan penerimaan umum adalah 4 (suka) dan mediannya adalah 4 (suka). Tabel 9. Hasil uji organoleptik warna hari ke-7 pada

penyimpanan 5 oC

Keterangan : d : diameter lubang (mm) L : jumlah lubang

Tabel 9 menunjukkan penilaian panelis terhadap jamur tiram putih yang masih bertahan hingga hari ke-7. Jamur tiram putih yang diuji sebanyak 6 perlakuan yang semuanya disimpan pada suhu 5 oC. Jamur tiram putih yang disimpan pada suhu 15 oC dan 25 oC tidak diujikan karena telah rusak. Skor penilaian tidak suka (2) mendapat persentase tertinggi (38.89 %) berarti secara umum panelis menilai warna jamur tiram putih sudah rusak. Perlakuan kemasan 4 lubang berdiameter 5 mm masih dapat diterima baik oleh konsumen dari segi warna karena panelis yang menyatakan suka (12 orang) lebih banyak daripada yang tidak suka (6 orang).

Warna merupakan faktor penting dalam penilaian jamur tiram putih. Konsumen akan menyukai jamur tiram putih tersebut jika jamur tiram putih masih berwarna putih. Selama penyimpanan jamur tiram putih akan berubah warna menjadi kuning kecoklatan. Hasil analisis Kruskal-Wallis menyatakan bahwa perlakuan pada kemasan telah mempengaruhi warna jamur tiram putih pada hari ke-7. Semakin banyak jumlah lubang dan semakin besar diameter lubang maka akan semakin cepat laju metabolik karena gas yang dibutuhkan dalam metabolisme tersedia dengan cepat. Laju metabolik yang cepat berarti laju kerusakan warna juga semakin cepat dan produk tersebut semakin cepat pula tidak disukai panelis.

Tabel 10. Hasil uji organoleptik bau hari ke-7 pada penyimpanan 5 oC

Keterangan : d : diameter lubang (mm) L : jumlah lubang

Tabel 10 menunjukkan hasil uji bau pada jamur tiram putih setelah 7 hari penyimpanan. Secara umum panelis tidak menyukai bau jamur tiram putih setelah 7 hari penyimpanan. Hal ini dapat dilihat pada perolehan persentase yang cukup besar dari skor penilaian sangat tidak suka dan tidak suka yaitu 16.67 % dan 32.22 %. Tetapi pada perlakuan kemasan 2 lubang berdiameter 1 mm dan 4 lubang berdiameter 5 mm, penilaian panelis berbeda, lebih banyak panelis yang menyukai bau jamur tiram putih tersebut daripada yang tidak menyukai. Skor penilaian yang paling banyak muncul dari seluruh jamur tiram putih adalah 3 (netral) dan nilai tengahnya adalah 3 (netral). Jamur tiram putih yang paling disukai panelis adalah jamur tiram putih dalam kemasan 4 lubang berdiameter 5 mm. Bau yang khas dari jamur tiram putih akan berubah seiring penyimpanan. Semakin lama penyimpanan, bau akan berubah menjadi bau busuk.

Hasil analisis Kruskal-Wallis menyatakan bahwa perlakuan kemasan telah mempengaruhi bau jamur tiram putih pada hari ke-7. Salah satu penyebab

Skor d:5 2 L d:1 2 L d:5 4 L d:1 4 L d:5 8 L d:1 8 L Persentase Keseluruhan (%) 1 3 2 1 2 5 4 9.44 2 11 9 6 14 16 14 38.89 3 6 10 11 8 6 7 26.67 4 9 8 12 5 2 5 22.78 5 1 1 - 1 1 - 2.22 Modus : 2 Median : 3 Skor d:5 2 L d:1 2 L d:5 4 L d:1 4 L d:5 8 L d:1 8 L Persentase keseluruhan (%) 1 1 3 1 12 7 6 16.67 2 5 12 8 9 9 15 32.22 3 17 11 10 5 10 6 32.78 4 7 4 9 4 4 3 17.22 5 - - 2 - - - 1.11 Modus : 3 Median : 3

(12)

perubahan bau jamur tiram putih adalah tumbuhnya kapang pada tangkai jamur tiram putih dan adanya reaksi antara karbohidrat dan asam amino. Semakin banyak lubang dan semakin besar diameter lubang tersebut maka perpindahan gas akan semakin lancar. Kondisi tersebut akan mempercepat laju metabolisme yang berarti laju kerusakan bau juga semakin cepat dan jamur tiram putih tersebut semakin cepat ditolak panelis.

Tabel 11. Hasil uji penerimaan umum hari ke-7 pada penyimpanan 5 oC

Keterangan : d : diameter lubang (mm) L : jumlah lubang

Tabel di atas menunjukkan hasil penilaian panelis terhadap jamur tiram putih pada hari ke-7 secara umum. Hasil menunjukkan bahwa sebagian besar panelis menyatakan tidak suka terhadap jamur tiram putih. Hal ini dapat dilihat pada perolehan persentase tertinggi pada skor 2 (tidak suka) sebanyak 46.11 %. Jamur tiram putih yang paling disukai panelis adalah jamur tiram putih dalam kemasan 4 lubang berdiameter 5 mm.

Hasil penilaian menunjukkan bahwa semakin hari panelis semakin tidak menyukai jamur tiram putih secara keseluruhan. Hasil analisis Kruskal-Wallis

menunjukkan bahwa perlakuan kemasan telah

mempengaruhi jamur tiram putih secara keseluruhan. Walaupun lebih banyak panelis yang tidak menyukai jamur tiram putih bukan berarti jamur tiram putih tersebut telah rusak dan tidak dapat dikonsumsi sehingga penyimpanan dilanjutkan hingga hari ke-14.

Jumlah lubang dan diameter lubang telah

mempengaruhi keadaan jamur tiram putih secara keseluruhan. Jumlah lubang yang banyak dan diameter lubang yang besar akan memudahkan pertukaran gas melalui lubang pada permukaan kemasan. Jika gas yang dibutuhkan untuk proses metabolik terutama gas O2 tersedia dalam jumlah yang cukup di dalam kemasan maka laju metabolik menjadi lebih cepat. Hal tersebut akan mempercepat proses kerusakan.

Tabel 12. Hasil uji organoleptik warna hari ke-14 pada penyimpanan 5 oC

Keterangan : d : diameter lubang (mm) L : jumlah lubang

Tabel 12 menunjukkan bahwa sebagian besar panelis tidak menyukai warna jamur tiram putih. Hal ini dapat dilihat dari perolehan persentase skor tidak suka (2) sebanyak 45 % dan sangat tidak suka (1) sebanyak 5.56 %. Skor yang paling sering muncul (modus) adalah nilai 2 (tidak suka). Pada hari ke-14 warna jamur tiram putih telah berubah menjadi kuning kecoklatan yang otomatis sudah tidak layak untuk dikonsumsi. Perubahan warna terjadi akibat adanya pencoklatan, baik enzimatis maupun non enzimatis. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa perlakuan kemasan telah mempengaruhi warna jamur tiram putih pada hari ke-14 penyimpanan. Hasil menunjukkan bahwa semakin hari konsumen semakin tidak menyukai warna jamur tiram putih.

Tabel 13. Hasil uji organoleptik bau hari ke-14 pada penyimpanan 5 oC

Keterangan : d : diameter lubang (mm) L : jumlah lubang

Tabel 13 menunjukkan hasil uji organoleptik bau jamur tiram pada hari ke-14. Data pengamatan menyatakan bahwa sebagian besar panelis tidak menyukai bau jamur tiram putih karena bau jamur tiram putih semakin busuk. Namun berbeda halnya dengan yang terjadi pada jamur tiram putih dalam kemasan 8 lubang berdiameter 5 mm, jumlah panelis yang suka (10 orang) lebih banyak dari yang tidak suka (9 orang). Bau busuk disebabkan oleh tumbuhnya kapang dan oksidasi lemak dan komponen fenolik.

Skor yang paling sering muncul (modus) adalah nilai 3 (netral). Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa perlakuan kemasan telah mempengaruhi bau jamur tiram putih setelah 14 hari penyimpanan

Skor d:5 2 L d:1 2 L d:5 4 L d:1 4 L d:5 8 L d:1 8 L Persentase keseluruh an (%) 1 - 1 1 5 5 4 9.44 2 13 11 13 14 15 17 46.11 3 13 12 6 7 7 6 28.33 4 4 6 10 3 2 3 15.56 5 - - - 1 - - 0.56 Modus : 2 Median : 2 Skor d:5 2 L d:1 2 L d:5 4 L d:1 4 L d:5 8 L d:1 8 L Persentase keseluruh an (%) 1 2 4 6 1 - 1 7.78 2 8 15 18 8 9 9 37.22 3 11 9 4 17 11 17 38.33 4 9 2 2 4 10 3 16.67 5 - - - 0 Modus : 3 Median : 3 Skor d:5 2 L d:1 2 L d:5 4 L d:1 4 L d:5 8 L d:1 8 L Persentase keseluruh an (%) 1 - 1 4 - - 5 5.56 2 3 18 22 13 7 18 45 3 4 4 4 12 10 4 21.11 4 22 7 - 5 12 3 27.22 5 1 - - - 1 - 1.11 Modus : 2 Median : 2

(13)

Tabel 14. Hasil uji penerimaan umum hari ke-14 pada penyimpanan 5 oC

Keterangan : d : diameter lubang (mm) L : jumlah lubang

Tabel 14 menunjukkan penerimaan umum panelis terhadap jamur tiram putih setelah 14 hari penyimpanan. Persentase terbesar terdapat pada skor 2 (tidak suka) sebesar 38.33 %. Skor sangat tidak suka mendapat perolehan persentase sebesar 2.22 %. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar panelis tidak menyukai jamur tiram putih secara keseluruhan setelah 14 hari penyimpanan.

Skor yang paling sering muncul (modus) adalah 2 (tidak suka). Hasil analisis Kruskal-Wallis

menunjukkan bahwa perlakuan kemasan telah

mempengaruhi keadaan jamur tiram putih secara keseluruhan setelah 14 hari penyimpanan. Penyebab jamur tiram putih ini tidak disukai bahkan tidak layak dikonsumsi adalah kerusakan jamur tiram putih secara keseluruhan. Kerusakan tersebut seperti warna jamur tiram putih menjadi kuning kecoklatan, bau busuk, lembek, dan tumbuhnya kapang.

E. PEMBAHASAN UMUM

Pengemasan jamur tiram putih di dalam kantung plastik berlubang berguna untuk mempertahankan kualitas jamur tiram putih sehingga umur simpannya lebih lama. Selama penyimpanan, jamur tiram putih

mengalami penurunan mutu. Penurunan mutu

menentukan umur simpan jamur tiram putih. Masing-masing jamur tiram putih yang disimpan pada disain yang berbeda mempunyai umur simpan yang berbeda pula.

Tabel 15. Umur simpan jamur tiram putih pada berbagai disain kemasan

Ket : T : suhu penyimpanan d : diameter lubang L : jumlah lubang

Tabel 15 menunjukkan umur simpan jamur tiram putih setelah disimpan pada berbagai disain kemasan. Umur terpanjang dicapai oleh jamur tiram putih dalam disain kemasan 4 lubang berdiameter 5 mm pada suhu 5 oC. Disain kemasan tersebut adalah disain kemasan terbaik untuk mengemas jamur tiram putih segar. Hal ini disebabkan oleh komposisi atmosfer dalam kemasan yang mampu menekan berbagai proses yang masih berlangsung di dalam bahan sehingga kualitasnya dapat dipertahankan hingga 12 hari. Proses yang dapat ditekan yaitu respirasi, transpirasi, dan oksidasi.

Parameter yang diukur adalah susut bobot, kekerasan, warna, dan uji organoleptik. Tiap disain kemasan memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap parameter yang diukur. Namun seluruh parameter tersebut mempunyai keterkaitan. Jika laju metabolik dapat ditekan berarti laju kerusakan dapat ditekan pula. Pengamatan pada salah satu parameter dapat mengindikasikan apa yang terjadi pada parameter lain. Jika terjadi susut bobot pada jamur tiram putih berarti telah terjadi penurunan kekerasan, derajat putih, kecerahan, dan penurunan mutu secara keseluruhan.

Gejala kerusakan yang dialami jamur tiram putih adalah tumbuhnya kapang pada bagian tangkai, jamur tiram putih menjadi lembek, berubah warna menjadi kuning kecoklatan, dan berbau busuk. Kapang dapat tumbuh pada jamur tiram putih karena jamur tiram putih merupakan bahan pangan yang cukup nutrisi untuk tumbuhnya kapang. Spora kapang dapat masuk ke dalam kemasan terbawa oleh udara yang masuk melalui lubang atau telah menempel pada jamur tiram

putih sejak awal pengemasan. MAP mampu

mempertahankan kualitas dan memperpanjang umur simpan jamur tiram putih dengan menekan beberapa

Skor d:5 2 L d:1 2 L d:5 4 L d:1 4 L d:5 8 L d:1 8 L Persentase keseluruh an (%) 1 - - 4 - - - 2.22 2 3 15 16 10 6 19 38.33 3 7 11 7 18 15 8 36.67 4 20 4 3 2 8 3 22.22 5 - - - - 1 - 0.56 Modus : 2 Median : 3

Seri Disain Kemasan Umur Simpan

Jamur Tiram Putih (hari) 1 T = 5oC, d = 5 mm, 2L 9 2 T = 15oC, d = 5 mm, 2L 4 3 T = 25oC, d = 5 mm, 2L 1 4 T = 5oC, d = 1 mm, 2L 4 5 T = 15oC, d = 1 mm, 2L 4 6 T = 25oC, d = 1 mm, 2L 3 7 T = 5oC, d = 5 mm, 4L 12 8 T = 15oC, d = 5 mm, 4L 4 9 T = 25oC, d = 5 mm, 4L 1 10 T = 5oC, d = 1 mm, 4L 7 11 T = 15oC, d = 1 mm, 4L 4 12 T = 25oC, d = 1 mm, 4L 1 13 T = 5oC, d = 5 mm, 8L 11 14 T = 15oC, d = 5 mm, 8L 4 15 T = 25oC, d = 5 mm, 8L 1 16 T = 5oC, d = 1 mm, 8L 6 17 T = 15oC, d = 1 mm, 8L 4 18 T = 25oC, d = 1 mm, 8L 1

(14)

proses yang dapat mempercepat kerusakan seperti respirasi, transpirasi, dan oksidasi. Adanya lubang pada permukaan kantung plastik diharapkan dapat menciptakan kondisi yang optimal sehingga dapat menekan proses-proses tersebut. Jika jumlah O2 yang masuk ke dalam kemasan dibatasi maka kadar O2 di dalam kemasan akan menurun sehingga dapat menekan laju respirasi. Pembatasan ini dilakukan melalui pembuatan jumlah lubang yang terbatas dan diameter yang tidak terlalu besar. Penempatan posisi lubang didisain sedemikian rupa sehingga diharapkan distribusi gas di dalam kemasan lebih merata. Jamur tiram putih mempunyai tingkat respirasi yang sangat tinggi, sehingga atmosfer di dalam kemasan berubah dengan cepat.

Koefisien perforasi adalah suatu parameter yang memungkinkan pembandingan dari formulasi perforasi yang berbeda. Menurut Robertson (1993) koefisien ini dapat dihitung dengan rumus :

k

q

d

Pc =

Besarnya koefisien perforasi dipengaruhi oleh jumlah lubang, diameter lubang, dan perforasi per m2. Hasil perhitungan dari masing-masing disain kemasan dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Koefisien perforasi kemasan

Keterangan : q : persentase perforasi dari seluruh luasan film (%)

d : diameter lubang (mm) k : jumlah perforasi per m2

Pc : koefisien perforasi (mm holes m-2) Keefektifan diameter lubang, jumlah lubang perluasan film diujikan pada penelitian ini. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa disain kemasan terbaik dicapai oleh kantung plastik dengan 4 lubang berdiameter 5 mm yang disimpan pada suhu 5 oC yang mempunyai koefisien perforasi sebesar 28.065 mm holes m-2. Disain kemasan ini mampu mempertahankan kualitas jamur tiram putih hingga 12 hari.

Koefisien perforasi menentukan banyaknya transmisi gas dan uap air melalui perforasi yang akan mempengaruhi keefektifan kemasan. Jika koefisien perforasi semakin besar berarti transmisi gas dan uap air semakin besar. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa semakin besar koefisien perforasi maka cenderung semakin besar pula umur simpannya. Umur simpan jamur tiram putih dalam kemasan 2 lubang berdiameter 1 mm yang mempunyai koefisien perforasi sebesar 0.056 mm holes m-2 (4 hari) lebih pendek daripada jamur tiram putih yang disimpan dalam kemasan 4 lubang berdiameter 5 mm dengan koefisien perforasi sebesar 28.065 mm holes m-2 (12 hari).

Jika koefisien perforasi semakin besar berarti transmisi gas melalui kemasan juga semakin besar pula dan keefektifan kemasan semakin besar. Hal ini mempengaruhi umur simpan jamur putih. Umur simpan yang lama ditentukan oleh seberapa besar proses-proses biologis yang masih berlangsung dapat ditekan seperti respirasi, transpirasi, dan oksidasi. Proses-proses tersebut dapat ditekan dengan meciptakan kondisi atmosfer optimum di dalam kemasan.

Disain kemasan terbaik adalah kemasan yang mempunyai 4 lubang berdiameter 5 mm karena komposisi atmosfer di dalam kemasan tersebut yang paling mendekati nilai optimum atmosfer termodifikasi yang disarankan menurut Robertson (1993) (20.8-21 % O2 dan 10-14 % CO2). Konsentrasi O2 yang disarankan untuk menyimpan jamur sebesar 20.8-21 %. Nilai ini tidak berbeda jauh dengan konsentrasi O2 di udara terbuka yaitu 20.96 %. Jumlah O2 yang tinggi dapat dicapai dengan adanya transmisi gas O2 dari udara luar ke dalam kemasan sehingga kondisi optimum tercapai. Gas O2 dapat masuk ke dalam kemasan karena kadar O2 di dalam kemasan lebih kecil daripada udara luar.

Konsentrasi CO2 yang disarankan cukup besar dicapai dengan disain kemasan tersebut karena gas CO2 yang keluar melalui lubang tidak terlalu banyak dibandingkan dengan kemasan yang mempunyai 8 lubang. Konsentrasi O2 yang tinggi juga dapat dicapai disain kemasan tersebut karena gas O2 yang masuk melalui lubang lebih banyak dibandingkan dengan kemasan yang mempunyai 2 lubang. Aliran gas O2 yang besar juga dipacu oleh tingkat respirasi jamur yang sangat tinggi.

Nilai kritis jamur tiram putih yang ditolak konsumen diwakili oleh derajat putih dan kecerahan. Derajat putih dari jamur tiram putih yang ditolak konsumen jika nilainya lebih kecil dari 67.49 sedangkan kecerahan jamur yang ditolak konsumen jika nilainya lebih kecil dari 53.13. Kriteria jamur yang ditolak konsumen tidak hanya dari derajat putih dan kecerahan saja namun dari parameter lain seperti ada tidaknya kapang, bau busuk, dan lembek tidaknya jamur tiram putih.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN

Disain kemasan terbaik adalah kemasan

menggunakan kantung plastik PP 4 lubang berdiameter 5 mm yang disimpan pada suhu 5 oC dengan koefisien perforasi sebesar 28.065 mm holes m-2. Cara tersebut dapat mempertahankan kualitas jamur tiram putih hingga 12 hari.

Susut bobot akhir yang terjadi pada jamur tiram putih dalam kemasan 4 lubang berdiameter 5 mm pada suhu 5 oC sebesar 2.78 %. Kekerasan akhir jamur tiram putih dari kemasan terbaik adalah 6 mm. Sedangkan nilai derajat putih akhir yang terukur sebesar 67.79 dan kecerahannya sebesar 61.14.

B. SARAN

Perlu dilakukan penelitian lanjutan dalam penggunaan scavenger H2O agar uap air hasil respirasi No Jumlah Lubang d (mm) k q (%) Pc (mm holes m-2) 1 2 1 26.74 0.002099 0.056 2 2 5 26.74 0.052477 7.016 3 4 1 53.48 0.004198 0.225 4 4 5 53.48 0.104955 28.065 5 8 1 106.95 0.008396 0.898 6 8 5 106.95 0.209889 112.238

(15)

jamur tidak terkondensasi melainkan terserap scavenger tersebut. Hasil penelitian ini dapat digunakan pada industri sayur terolah minimal terutama yang memproduksi jamur tiram putih segar.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Bisnis Jamur Bikin Tergiur. WWW agrina-online.com. html [1 Januari 2008].

Anonymous. 2007. Jamur Tiram.

http://id.wikipedia.org/wiki/Jamur_tiram. html [1 Januari 2008]

Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, dan Budiyono S. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. IPB Press. Bogor.

Bost, J. 1980. Matieres Plastiques Chimie. Di dalam Rizal S. 1988. Teknologi Pengemasan. PAU. IPB

Chang, ST. And Hayes WA. 1978. The Biology and Cultivation of Edible Mushroom. Academic Press. New York.

Cho KY, Yung KH dan Chang ST. 1982. Preservation of Cultivated Mushroom. Di dalam ST Chang dan TH Quimio (eds). Tropical Mushroom Biological Nature and Cultivation Method. Direktorat Jendral Hortikultura. 2006. Profil Jamur.

Direktorat Jendral Hortikultura. Departemen Pertanian RI.

Farber JM and Dodds KL. 1995. Principle of Modified Atmosphere and Sousvide Product Packaging.

Technomic Publishing Company Inc.

Pennsylvania USA.

Gunawan AW. 2001. Usaha Pembibitan Jamur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Haard NF. and Salunkhe DK. 1975. Postharvest Biology and Handling and Fruit and Vegetables. The AVI Publishing Company Inc. Westport, Connecticut.

Kader AA. 1958. Modified Atmosphere and Low Pressure System During Transport and Storage. Di dalam Jongen W. 2002. Fruit and Vegetable Processing, Improving Quality. Woodhead Publishing Ltd and CRC Press LLC. USA. Kartasapoetra. 1994. Teknologi Penanganan Pasca

Panen. Jakarta : Rineka Cipta.

Kennard EH. 1938. Kinetic Theory of Gases. Di dalam Pantastico. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropik.

Terjemahan : Kamariyani. Gajah Mada

University Press. Yogyakarta.

Pantastico ERB. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropik.

Terjemahan : Kamariyani. Gajah Mada

University Press. Yogyakarta.

Pasaribu T, Permana DR dan Alda ER. 2002. Aneka Jamur Unggulan yang Menembus Pasar. PT Grasindo. Jakarta.

Robertson GL. 1993. Food Packaging : Principles and Practice. Marcel Dekker Inc. New York. USA

Rubatzky VE. dan Yamaguchi M. 1999. Sayuran Dunia 3. ITB. Bandung.

Santoso BB dan Purwoko BS. 1995. Fisiologi dan

Teknologi Pasca Panen Tanaman

Hortikultura. Aus AID.

Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik. Bharata Karya Aksara. Jakarta.

Suraji. 1991. Jamur Merang dan Budidayanya. Di dalam Pasaribu T, Permana DR dan Alda ER.

2002. Aneka Jamur Unggulan yang

Menembus Pasar. PT. Grasindo. Jakarta. Syarief R. 1988. Teknologi Pengemasan. PAU. IPB Villaescusa R , Gil MI. 2003. Quality Improvement of

Pleurotus Mushroom by modified Atmosphere

Packaging and Moisture Absorbers.

PostharverstBiology and Technology 28 : 167-179.

Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PTGramedia Pustaka Utama. Jakarta

Gambar

Tabel 8. Spesifikasi polipropilen yang digunakan
Gambar 3. Grafik susut bobot terhadap lama  penyimpanan pada suhu 25  o C
Gambar  5  menunjukkan  susut  bobot  pada  penyimpanan  5  o C.  Susut  bobot  yang  terjadi  berkisar  antara  0.55-3.99  %
Gambar 7. Grafik kekerasan terhadap lama  penyimpanan pada suhu 15  o C
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jamur konsumsi yang saat ini cukup populer dan banyak digemari masyarakat karena rasanya lezat dan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui produktivitas jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) pada media tambahan serabut kelapa (Cocos nucifera). Kesimpulan

Judul Laporan Akhir : Analisis Budidaya Untuk Peningkatan Produksi Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus).. Nama Mahasiswa NomorPokok

Judul Laporan Akhir : Prospek Teknologi Pengolahan Jamur Tiram Putih (Pleurotus.. ostreatus ) Dalam Peningkatan

1) Pelaku usaha pembuatan log jamur tiram putih dan budidaya jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan akan melakukan pengembangan usaha jamur tiram putih

Judul Laporan Akhir : Prospek Teknologi Pengolahan Jamur Tiram Putih (Pleurotus.. ostreatus ) Dalam Peningkatan

Range Test (DMRT) untuk melihat perbedaan antar perlakuan.Hasil penelitian menunjukkan pemberian jamur tiram putih berbeda tidak nyata (P<0,05) terhadap pH, susut

Lalat akan meletakkan telur-telurnya pada media baglog, setelah menetas, larva – larva yang tumbuh akan memakan miselium dan tubuh buah jamur tiram sehingga batang jamur tiram berlubang