• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN LAJU PENURUNAN MUTU DAN UMUR SIMPAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) SEGAR DALAM KEMASAN PLASTIK POLYPROPILENE PADA SUHU RUANG DAN SUHU RENDAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KAJIAN LAJU PENURUNAN MUTU DAN UMUR SIMPAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) SEGAR DALAM KEMASAN PLASTIK POLYPROPILENE PADA SUHU RUANG DAN SUHU RENDAH"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

DAN SUHU RENDAH

Oleh

MUTIARA CAHYA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjanan Teknologi Pertanian

pada

Jurusan Teknik Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

KAJIAN LAJU PENURUNAN MUTU DAN UMUR SIMPAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) SEGAR DALAM KEMASAN PLASTIK POLYPROPILENE PADA SUHU RUANG DAN SUHU RENDAH

Oleh

Mutiara Cahya

Jamur tiram putih merupakan salah satu komoditas yang memiliki prospek untuk dikembangkan di Indonesia. Dalam keadaan segar umumnya jamur tiram

memiliki umur simpan yang pendek karena kadar air yang tinggi serta masih mengalami proses respirasi sehingga dapat mempercepat proses kerusakannya. Pengemasan dengan kemasan plastik polypropylene merupakan salah satu metode penyimpanan untuk mempertahankan kesegaran dan umur simpan jamur tiram. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji serta mengetahui laju penurunan mutu dan umur simpan jamur tiram putih segar dalam kemasan plastik

polypropylene pada suhu ruang dan suhu rendah selama penyimpanan. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan percobaan yaitu pengukuran laju respirasi dan penyimpanan jamur tiram segar dalam volume kemasan plastik yang berbeda pada suhu ruang dan suhu rendah. Parameter pengamatan dalam

penelitian ini yaitu perubahan bobot, penurunan luas proyeksi/lingkar mahkota, perubahan warna, kadar air, laju respirasi dan umur simpan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa penyimpanan jamur tiram dalam kemasan plastik polypropylene dapat mempertahankan laju penurunan mutu dan umur simpan jamur tiram putih segar baik pada suhu ruang maupun suhu rendah. Kadar air dan perubahan bobot tertinggi selama penyimpanan dalam kemasan plastik baik pada suhu ruang terdapat pada hari ke-3 dan ke-7 pada suhu rendah yaitu sebesar 92,81%, 150,52 gr, 91,76 %, dan 130,79 gr. Jamur tiram kontrol pada suhu ruang dan suhu rendah memiliki laju respirasi tertinggi pada jam ke-24 dan ke-48 yaitu sebesar 230,48 dan 239,53 mg.CO2/kg.jam. Jamur tiram dalam kemasan yang disimpan pada suhu ruang (31˚C) dapat bertahan hingga 5 hari dan 14 hari pada suhu rendah (9˚C).

(3)
(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Manfaat Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA A.Jamur Tiram Putih ... 4

B. Komposisi Kandungan Nilai Gizi Jamur Tiram ... 6

C. Penanganan Pasca Panen... 10

D.Persyaratan Mutu ... 23

III. METODE PENELITIAN A.Waktu Dan Tempat Penelitian ... 25

B. Alat dan Bahan ... 25

C. Metode Penelitian... 25

D.Prosedur Penelitian... 27

E. Pengamatan ... 29

F. Analisis Data ... 30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.Perubahan Bobot ... 33

B. Kenampakan Fisik (Kelayuan dan Warna) ... 36

(7)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan ... 49

B. Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA

(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jamur tiram putih merupakan salah satu komoditas yang mempunyai prospek

sangat baik untuk dikembangkan di Indonesia, baik untuk pasar dalam negeri

maupun luar negeri. Di Indonesia, jamur telah banyak dibudidayakan, salah

satunya adalah jamur tiram. Selain mengandung nilai protein dan gizi yang

tinggi, jamur dapat dikonsumsi seutuhnya baik batang buah ataupun bagian dari

tudung jamur. Oleh sebab itu jamur tiram putih mempunyai prospek yang cukup

baik untuk dikembangkan serta untuk memenuhi kebutuhan pasar.

Komoditas hasil pertanian khususnya jamur tiram putih merupakan komoditas

yang akan cepat layu atau membusuk, apabila disimpan tanpa penanganan yang

sesuai dan tepat. Penanganan tersebut harus dilakukan segera setelah panen agar

tidak mendatangkan kerugian, dan pada umumnya kerugian yang ditimbulkan

karena jamur merupakan salah satu produk hortikultura yang masih tetap hidup

dan meneruskan proses metabolisme serta repirasi setelah panen. Untuk jamur

tiram segar yang tidak diberi perlakuan atau hanya dibiarkan dalam suhu ruang,

hanya mampu bertahan satu hingga dua hari lalu jamur akan mengalami

kerusakan dan menjadi tidak layak utuk dikonsumsi. Penyimpanan dalam

kemasan merupakan salah satu penanganan pasca panen untuk mempertahankan

(9)

untuk jenis pengemas yang sesuai bagi produk sayuran oleh Mareta dan Nur

(2011). Penelitian tersebut menyatakan bahwa plastik yang sesuai untuk produk

hasil pertanian berlaju respirasi tinggi adalah plastik yang memiliki permeabilitas

tinggi. Hal itu karena bahan kemasan dan kemasan plastik mudah ditembus oleh

gas-gas seperti O2, CO2, N2, dan lainnya serta uap air. Tipe dan jenis plastier,

kelembaban udara dan suhu, tipe dan kualitas bahan pelapis (coating material)

serta tingkat kristalisasi bahan sangat mempengaruhi kemudahan beberapa jenis

gas untuk menembus bahan kemasan dan kemasan plastik. Semakin besar laju

permeabilitas bahan maka semakin besar pula laju perpindahan uap airnya yang

dapat melewati permukaan bahan pengemas. Dari hasil penelitian tersebut

diketahui bahwa permeabilitas plastik polypropylene lebih tinggi dibandingkan plastik polyethylene, demikian pula dengan kostanta permeabilitasnya. Volume ruang pada kemasan memungkinkan untuk mempengaruhi laju respirasi produk

yang disimpan, hal ini karena jumlah gas yang tersedia dalam kemasan akan

berbeda jumlahnya apabila volume ruang saat penyimpanan berbeda antara satu

kemasan dengan kemasan lainnya.

Maulana (2005) telah melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui

umur simpan jamur tiram segar menggunakan beberapa jenis bahan pengemas,

dan hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa plastik jenis Polypropylene

sebagai bahan kemasan dapat mempertahankan mutu dan kesegaran jamur tiram

putih dari pada jenis plastik Low density polyethylene (LDPE) atau Height density polyethylene (HDPE). Pada kondisi ruang (suhu ±28oC) hanya dapat bertahan 4-6 jam kemudian layu selanjutnya terjadi perubahan warna menjadi

(10)

mengering atau membusuk. Penyimpanan pada suhu rendah memiliki kontribusi

yang nyata terhadap umur simpan jamur tiram putih segar, hal tersebut diperkuat

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Witoyo (2001). Dari penelitian

tersebut disimpulkan bila penyimpanan dalam suhu rendah dapat mempertahankan

umur simpan jamur ± selama 14 hari. Berdasarkan hal-hal tersebut maka

penelitian ini dilaksanakan guna mengkaji laju penurunan mutu dan umur simpan

jamur tiram putih segar dalam kemasan plastik polypropylene pada suhu ruang dan suhu rendah.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji serta mengetahui laju penurunan

mutu dan umur simpan jamur tiram putih segar dalam kemasan plastik

polypropylene pada suhu ruang dan suhu rendah selama penyimpanan.

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam upaya

(11)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Jamur Tiram Putih

Jamur tiram adalah salah satu jenis jamur kayu yang banyak tumbuh pada media

kayu, baik kayu gelondongan ataupun serbuk kayu. Pada limbah hasil hutan dan

hampir semua kayu keras, produk samping kayu, tongkol jangung dan lainnya,

jamur dapat tumbuh secara luas pada media tersebut. Di Indonesia jamur tiram

putih merupakan salah satu jenis jamur yang banyak dibudiumurkan. Karena

bentuk yang membulat, lonjong, dan agak melengkung serupa cakra tiram maka

jamur kayu ini disebut jamur tiram. Menurut Cahyana dkk (1997) klasifikasi

lengkap tanaman jamur tiram adalah sebagai berikut :

Kingdom : Mycetea

Division : Amastigomycotae

Phylum : Basidiomycotae

Class : Hymenomycetes

Ordo : Agaricales

Family : Pleurotaceae

Genus : Pleurotus

(12)

Gambar 1. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus)

Jamur tiram atau yang dikenal juga dengan jamur mutiara memiliki bagian tubuh

yang terdiri dari akar semu (rhizoid), tangkai (stipe), insang (lamella), dan tudung

(pileus/cap) (Suriawiria, 1993). Jamur tiram memiliki ciri-ciri fisik seperti

permukaannya yang licin dan agak berminyak ketika lembab, bagian tepinya agak

bergelombang, letak tangkai lateral agak disamping tudung dan daging buah

berwarna putih (pleurotus spp). Jamur tiram memiliki diameter tudung yang menyerupai cangkang tiram berkisar antara 5– 15 cm, jamur ini dapat tumbuh

pada kayu-kayu lunak dan pada ketinggian 600 meter dari permukaan laut, spesies

ini tidak memerlukan intensitas cahaya tinggi karena dapat merusak miselia jamur

dan tumbuhnya buah jamur. Jamur tiram dapat tumbuh dan berkembang dengan

suhu 15o- 30o C pada pH 5,5- 7 dan kelembaban 80%-90% (Achmad dkk, 2011)

Ada beberapa jenis jamur tiram yang ada selain jamur tiram putih yang selama ini

lebih dikenal pada masyarakat luas. Setelah seorang ahli bioteknologi melakukan

persilangan antar spesies Pleurotus di Mushroom Research Unit Belanda, menghasilkan beberapa jenis jamur tiram dengan berbagai warna seperti

(13)

Tabel 1. Gambar dan jenis-jenis jamur tiram (Achmad dkk, 2011)

Nama jenis Gambar jamur

(14)

B. Komposisi Kandungan Nilai Gizi Jamur Tiram

Sebagai bahan pangan, jamur tiram putih mempunyai tekstur dan cita rasa yang

spesifik. Selain itu terkandung pula asam amino yang cukup lengkap didalamnya.

Jamur merupakan salah satu bahan pangan yang mempunyai nilai gizi, yaitu

sekitar 34- 89% (Rismunandar, 1984). Jamur segar umumnya mengandung 85-

89%. Protein yang terkandung dalam jamur tergolong tinggi di bandingkan

dengan kandungan protein pada bahan makanan lainnya yaitu berkisar antara 15-

20% dari berat keringnya. Pada Tabel 2 terdapat perbandingan kandungan gizi

jamur dengan makanan lain (Achmad dkk, 2011) sebagai berikut :

Tabel 2. Perbandingan kandungan gizi jamur dengan makanan lain

Bahan Makanan Kandungan Gizi (%)

Protein Lemak Karbohidrat

Jamur merang 1,8 0,3 4

Karbohidrat yang terdapat pada jamur berbentuk molekul pentosa, metipentosa,

dan heksosa. Pada jamur karbohidrat terbesar berada dalam bentuk heksosa dan

pentosa. Jamur dapat membuat orang yang mengkonsumsinya terhindar dari

risiko terkena stroke, mencegah timbulnya penyakit darah tinggi, jantung serta

diabetes, dan mengurangi berat badan, hal ini karena jamur mampu mengubah

(15)

satu kelebihan yang menguntungkan yaitu adalah kandungan lemaknya yang

rendah sehingga lebih sehat untuk dikonsumsi. Lemak yang terkandung dalam

jamur berada pada kisaran 1,08- 9,4% (berat kering) dan terdiri dari asam lemak

bebas monoditrigliserida. Tabel 3 memperlihatkan persentase komposisi zat gizi

yang terkandung dalam jamur tiram putih.

Tabel 3. Komposisi nilai gizi jamur tiram putih (Chang dan Miles, 1989)

Komposisi Nilai (%)

Air 90,8a

Protein kasar (Nx 6,25) 30,4b

Lemak 2,2b

Karbohidrat 57,6b

Serat kasar 8,7b

Abu 9,8b

Energy (kalor) 345

*Dinyatakan dalam bobot kering(a) dan basah(b)

Jamur tiram putih tidak memiliki pati, karbohidrat disimpan dalam bentuk

glikogen dan kitin yang merupakan unsur utama serat jamur. Kandungan asam

lemak tak jenuh(85,4%) lebih banyak dibandingkan dengan asam lemak

jenuh(14,6%) pada jamur. Asam lemak tak jenuh bila dikonsumsi dalam jumlah

besar tidak berbahaya dan asam lemak tak jenuh sangat dibutuhkan oleh tubuh.

Namun sebaliknya jika mengkonsumsi asam lemak jenuh secara berlebihan akan

berbahaya bagi tubuh. Berdasarkan Tabel 1, kandungan protein dalam jamur

tiram memiliki kadar nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan sayuran lainnya

maupun daging sapi. Terdapat asam amino esensial yang terkandung pada protein

dalam jamur tiram. Asam amino esensial adalah asam yang dibutuhkan oleh

tubuh dalam jumlah cukup, tetapi tubuh tidak dapat menghasilkan asam amino.

(16)

diantaranya memiliki kadar nilai lebih tinggi dibandingkan yang terkandung

dalam protein telur ayam. Sembilan asam amino esensial tersebut dapat dilihat

pada Tabel 4 beserta kadar nilai kandungannya (Achmad dkk, 2011).

Tabel 4. Nilai kandungan asam amino esensian jamur tiram putih

Asam amino esensial Kadar kandungan (gram) Jamur tiram Telur ayam

Leusin 7,5 8,8

*Dinyatakan dalam gram/100 gram protein kasar

Jamur juga merupakan sumber vitamin antara lain tiamin, niasin, biotin dan asam

askorbat. Pada jamur jarang ditemukan vitamin A dan D. Namun, terkandung

ergosterol yang merupakan prekursor vitamin D dengan iradiasi sinar ultraviolet

dalam jamur tiram putih. Pada umumnya jamur kaya akan kandungan mineral,

terutama posfor. Potassium, sodium, kalsium dan magnesium merupakan mineral

yang paling banyak terkandung didalam jamur. Menurut hasil penelitian

Puslitbang Hasil Hutan Bogor , jamur tiram dapat digunakan untuk mencegah dan

menanggulangi kekurangan gizi, mencegah dan menyembuhkan anemia,

antitumor, menurunkan berat badan dan mencegah kekurangan zat besi (Budhy, et al (1994) dalam Gemalasari, 2002). Kadar nilai vitamin dan mineral yang

terkandung dalam jamur tiram putih (Achmad dkk, 2011) diperlihatkan pada

(17)

Tabel 5. Nilai kandungan vitamin dan mineral dalam jamur tiram putih

Vitamin Kadar

kandungan (mg) Mineral

Kadar

*Dinyatakan dalam jamur tiram putih/100 gram bahan

C. Penanganan Pasca Panen

Jamur merupakan bahan pangan yang mudah rusak seperti buah dan sayuran

lainnya. Jamur termasuk komoditas hasil pertanian yang akan cepat layu atau

membusuk, apabila disimpan tanpa perlakuan yang tepat. Setelah beberapa hari

pemanenan, jamur sebagai bahan pangan akan mengalami perubahan-perubahan

atau kerusakan sehingga pada akhirnya tidak dapat diterima, baik untuk

dipasarkan maupun dikonsumsi. Kelayuan, perubahan teksture menjadi lunak,

serta aroma dan flavor yang berubah merupakan kerusakan fisik yang segera

nampak dan terjadi setelah panen. Jamur memerlukan penanganan lebih lanjut

setelah dipanen guna menjaga ataupun memperpanjang masa simpan jamur

sehingga masih dapat dan layak untuk dikonsumsi. Penanganan lebih lanjut atau

perlakuan yang tepat harus dilakukan sesegera mungkin setelah panen, agar tidak

mendatangkan kerugian bagi petani (pembudidaya jamur tiram). Secara garis

besar, pengolahan pasca panen jamur terbagi dua, yaitu jamur untuk dikonsumsi

segar dan awetan jamur. Perlakuan untuk memperpanjang umur simpan jamur

agar tidak mudah rusak (membusuk/ berlendir) dapat dilakukan dengan beberapa

(18)

1. Pengolahan Jamur Konsumsi Segar

Jamur untuk dikonsumsi dalam bentuk segar memerlukan pengolahan yang

sederhana. Adapun penanganan yang dilakukan untuk mempertahankan

kesegaran jamur tiram adalah sebagai berikut :

 Membersihkan jamur dari sisa-sisa media tanam dan kotoran yang melekat

dengan menggunakan pisau

 Melakukan seleksi/sortasi antara jamur yang rusak dengan yang baik. Jamur

tiram putih memiliki ciri-ciri besar, kering, dan berwarna putih bersih (baik/

tidak rusak)

 Meletakkan jamur pada ruang terbuka dan hindari terkena air

 Menghindari penyampuran jamur dengan tanaman lainnya

 Selanjutnya jamur dimasukkan kedalam kantong plastik

Dengan perlakuan diatas jamur tiram segar dapat bertahan selama 2 hari setelah

panen.

2. Penyimpanan Pada Suhu Rendah

Penyimpanan pada suhu rendah merupakan salah satu cara yang biasa dilakukan

untuk dapat mempertahankan kesegaran dari sayuran dan juga buah-buahan.

Upaya dalam mempertahankan kesegaran jamur tiram yang seringkali dilakukan

adalah dengan menyimpan dalam suhu rendah. Hal ini karena penyimpanan

dalam suhu rendah dapat menghambat pematangan, laju repirasi dan metabolisme,

laju kehilangan air, laju pertumbuhan mikroorganisme (bakteri, kapang dan

fungi), kelayuan serta reaksi biokimia dan kimia dari suatu produk hasil pertanian.

Temperatur yang digunakan dalam penyimpanan pada umumnya berkisar antara

(19)

jamur kayu akan dapat bertahan minimal 4- 5 hari kesegarannya (Suriawiria,

2002). Penyimpanan pada suhu rendah dibagi menjadi tiga berdasarkan suhu

seperti yang dikemukakan oleh Frazier dan Westhoff (1979), sebagai berikut :

1. Common/cellar, penyimpanan pada suhu sedikit dibawah suhu udara luar ( di atas 15o C)

2. Chilling, penyimpanan di atas suhu beku (0o C – 15o C) 3. Freezing, penyimpanan beku (dibawah 0o C)

Pada umumnya penyimpanan suhu rendah dilakukan pada kisaran 0o C – 15o C,

dengan penyimpanan pada suhu tersebut dapat mencegah penurunan mutu suatu

produk hasil pertanian. Seperti yang dikemukakan Sinaga (1994) dalam

Gemalasari (2002), penyimpanan jamur pada suhu 5o C dapat menyebabkan

Chilling injury, sedangkan pada suhu 20o C jamur akan cepat sekali mengalami kebusukan. Jamur dapat disimpan menggunakan kertas atau plastik pada lemari

pendingin. Apabila tidak ada lemari pendingin/es, jamur dapat disimpan pada

ruangan yang teduh atau bersuhu rendah dengan dialasi daun pisang.

3. Pengolahan Awetan Jamur

Proses yang diperlukan dalam pengolahan jamur awetan memiliki tingkat

kerumitan yang lebih dibandingkan dengan proses pengolahan pada jamur

konsumsi segar. Pengolahan dengan cara ini merupakan salah satu cara alternatif

untuk menambah umur simpan jamur yang relatif singkat dan menambah nilai

jual. Pengawetan bertujuan untuk mempertahankan kandungan nutrisi dalam

produk untuk jangka waktu yang lama. Biasanya, kelezatan dan kandungan

nutrisi jamur segar lebih baik dibandingankan dengan jamur olahan atau yang

(20)

jamur tiram memiliki kelezatan yang dapat bertahan lebih lama apabila diawetkan,

hal ini di karenakan aroma khas dari jamur tersebut akan tercapai setelah

dikeringkan. Ada beberapa bentuk jenis jamur awetan, yaitu :

a. Pengalengan Jamur

Pada proses pengalengan jamur layaknya makanan yang dikalengkan juga

melalui proses termal (sterilisasi uap dengan tekanan tinggi) pada suhu diatas

100o C. Dengan dilakukannya proses tersebut diharapkan dapat membebaskan

jamur dari mikroorganisme pembusuk makanan (Achmad dkk, 2011).

b. Tepung Jamur

Tepung jamur dapat dibuat dengan cara menjemur jamur yang telah

dibersihkan hingga kering menggunakan mesin pengering (oven) ataupun

penjemuran manual. Kemudian jamur di giling hingga halus apabila jamur

telah benar-benar kering. Penepungan jamur ini dilakukan guna mendapat

nilai jual dan mempunyai banyak kegunaan. Tepung jamur dapat dijadikan

alternatif lain pengganti tepung biasa dalam pembuatan makanan berbahan

dasar jamur.

c. Jamur Kering

Jamur kering merupakan salah satu cara pengolahan jamur yang dilakukan

dengan cara mengeringkan jamur dibawah sinar matahari langsung setelah

dicuci. Pada dasarnya, pengeringan bahan adalah salah satu cara mengurangi

kandungan air yang terdapat dalam bahan, sehingga dapat menekan kerusakan

bahan akibat berkembangnya mikroorganisme karena rendahnya kandungan

air dalam bahan. Selain itu, pengeringan juga dapat dilakukan dengan

memanfaatkan udara panas atau oven bersuhu 40o C dan suhu secara

perlahan-lahan dinaikan hingga 45o C. Dengan pengeringan tersebut, diperlukan waktu

(21)

kering ini akan membuat jamur kehilangan berat mencapai 90% dari berat

awalnya.

d. Asinan Jamur

Pengolahan jamur segar menjadi asinan jamur merupakan salah satu cara

dalam memperpanjang umur simpan. Pertama-tama jamur dicuci dan di-

blaching dalam air mendidih selama lima menit. Kemudian, jamur yang sudah dingin di pindahkan kewadah toples atau botol yang bermulut lebar,

dan tambahkan larutan garam 22%, sedikit cuka, serta vitamin C atau asam

sitrat kedalam botol agar membuat jamur terlihat segar/berwarna segar.

Selanjutnya, wadah yang digunakan di tutup dengan tidak terlalu rapat dan

dipasteurisasikan selama satu jam. Setelah itu, wadah didinginkan dan tutup

botol dirapatkan, jadilah asinan jamur.

e. Pasta Jamur

Sebelum jamur di olah menjadi pasta, jamur dikeringkan terlebih dahulu.

Jamur yang telah dikeringkan, direndam dalam larutan garam dengan

konsentrasi 40- 50% selama 10- 15 menit. Kemudian jamur diangkat dan

diblender hingga berupa pasta. Setelah itu, letakkan pasta jamur tersebut

diatas kain guna meniriskan cairan yang berlebihan. Selain pastanya, cairan

dari hasil penirisan dapat dimanfaatkan menjadi saus jamur. Lalu, masukan

pasta jamur dalam toples dan pasturisasikan atau kukus selama satu jam. Dan

selanjutnya pasta jamur siap untuk dipasarkan.

f. Pengasapan

Pemilihan cara pengawetan khusus tergantung pada permintaan pasar serta

sumberumur yang dimiliki produsen dan pelaku pasar. Pengawetan jamur

dengan cara pengasapan hampir sama halnya dengan pengawetan ikan

(22)

dengan prose pengeringan. Tetapi pada tahap selajutnya tidak dilakukan

penjemuran dibawah sinar matahari maupun mengunakan oven, melainkan

menjemur jamur pada tempat diatas tungku penghasil asap. Sedangkan untuk

kayu atau bahan pengasapnya harus berasal dari kayu atau daun yang tidak

menimbulkan bau asap. Hal ini karena bau asap tersusun dari senyawa kimia

tertentu yang dapan mengurangi kualitas hasil asapan.

4. Penambahan Bahan Pengawet

Penambahan senyawa pengawet atau bahan penawet merupakan suatu upaya yang

bertujuan menghambat, memperlambat, menutupi atau menahan prose fermentasi,

pembusukan, pengasaman ataupun dekomposisi lainnya di dalam suatu bahan

pangan (Buckle, et al (1987) dalam Gemalasari, 2002). Penambahan bahan pengawet pada larutan perendam maupun blansir dimaksudkan untuk mencegah

kerusakan bahan oleh mikroorganisme sehinga dapat memperpanjang umur

simpan jamur. Di beberapa negara berkembang lainnya seperti Jepang, India,

Dan Filiphina telah menggunakan pengawetan dengan menambahkan larutan

senyawa kimia. Senyawa-senyawa kimia yang banyak digunakan misalnya

seperti : garam dapur (NaCl), sulfide (SO2), asam sitrat, kalium bikarbonat,

kalium metabisulfida, natrium klorida, kalsium klorida dan sebagainya

(Suriawiria, 2002). Pengawetan dengan cara penambahan bahan pengawet NaCl

atau penggaraman merupakan salah satu cara pengawetan yang sudah banyak

dilakukan orang sejang lama. Proses pengawetan pada penggaraman dilakukan

dengan cara mengurangi kadar air dalam bahan hingga pada titik tertentu sehingga

mikroorganisme atau bakteri tidak dapat hidup atau berkembang biak lagi. Pada

umumnya garam berbentuk kristal seperti kubus, berwarna putih, dan terdiri atas

(23)

sebagai bahan pengawet sehingga dapat menyebabkan terjadinya peristiwa

osmosis dengan bahan atau produk yang diawetkan. Menurut asalnya garam

terbagi menjadi tiga, yaitu :

1. Solar salt, yaitu garam yang dihasilkan dari pengeringan atau penjemuran air laut

2. Mine salt, yaitu garam yang diperoleh dari tambang

3. Garam yang diperoleh dari air yang keluar dari tanah kemudian dikeringkan.

Garam jenis ini biasanya banyak terdapat di sekitar pegunungan.

Garam yang baik adalah adalah garam yang mengandung NaCl cukup tinggi yaitu

95% dan rendah kandungan elemen magnesium (Mg) maupun kalsiumnya (Ca).

Tabel 6 memperlihatkan unsur kandungan komposisi kimia pada garam kelas 1, 2

dan 3.

Tabel 6. Kandungan komposisi kimia garam (Budiman, 2004)

No. Unsur Kandungan (%)

Terhambatnya pertumbuhan mikroorganisme oleh bahan pengawet karena bahan

pengawet dapat merusak membran sel, aktivitas enzim dan mekanisme genetiknya.

Bahan pengawet juga memiliki kegunaan lain yaitu sebagai antioksidan untuk

mencegah atau menghalangi oksidasi lemak tidak jenuh, bahan penetral asam,

stabilizer untuk mencegah terjadinya perubahan fisik, peneguh dan sebagai

(24)

kemudian menghindari tumbuhnya mikroorganisme yang tidak diinginkan, serta

menghindari terjadinya reaksi kimia dan reaksi enzimatis (Sulaeman, 1990).

Keefektifan dalam menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme suatu

bahan pengawet ditentukan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara

lain seperti konsentrasi dan jenis pengawet, jumlah dan sejarah mikroorganisme,

suhu, waktu serta sifat fisik dan kimia subtrat bahan atau produk yang diawetkan

(Gould dan Russel (1991) dalam Witoyo, 2001). Sulfit yang biasa digunkana

sebagai bahan pengawet umumnya dalam bentuk garam sulfit. Penggunaan sulfit

dalam pengawetan bahan pangan memiliki fungsi utama seperti tertera pada Tabel 7.

Tabel 7. Fungsi utama sulfit dalam bahan pengawet (Witoyo, 2001)

Peranan Manfaat

Antioksidan Mencegah perubahan organoleptik akibat oksidasi komponen makanan selama penyimpanan

Meminimalisasi kehilangan warna akibat oksidasi terhadap daging dan jaringan makanan

Mempertahankan vitamin C dan karoten selama penyimpanan

Penghambat enzim Mencegah pencoklatan enzimatis jaringan tanaman akibat aktivitas oksidasi polifenil

Penghambat reaksi Maillard

Mencegah pencoklatan non enzimatis

Agen reduksi Memodifikasi aliran tepung melalui interaksi dengan golongan protein

Agen anti mikroorganisme

Menghambat pertumbuhan khamir dan kapang pada pH dan aw rendah

(25)

Keuntungan menggunakan sulfit dalam konsentrasi rendah adalah dapat

mempertahankan aroma dari buah dan sayuran serta dapat melindungi asam

askorbat (vitamin C) dan senyawa betakaroten. Sedangkan kerugian penggunaan

sulfit yaitu pengurangan cita rasa dan timbulnya bau tidak enak pada konsentrasi

tinggi.

5. Pengemasan

Pengemasan merupakan salah satu cara pengolahan pasca panen yang dapat

menambah umur simpan suatu bahan atau produk hasil pertanian. Pengemasan

bertujuan untuk membantu dalam pencegahan dan mengurangi kerusakan produk,

melindungi bahan pangan yang berada didalamnya dari bahaya kontaminasi dan

gangguan fisik lainnya, serta berfungsi untuk menempatkan suatu produk atau

hasil olahan agar mempunyai bentuk-bentuk yang membari kemudahan dalam

pengangkutan, penyimpanan dan pendistribusiannya (Syarif, et al (1989) dalam Maulani, 2003). Salah satu bahan kemasan yang menempati bagian paling

penting di industri kemasan adalah plastik. Hal itu karena plastik memiliki

kelebihan seperti harganya yang relatif murah, dapat dibentuk berbagai rupa, serta

dapat mengurangi biaya transportasi bila dibandingkan dengan bahan-bahan

kemasan lainnya.

Menurut Pantastico (1986) kemasan yang diperlukan sebagai bahan pengemas

memiliki beberapa syarat seperti sebagaimana berikut :

 Bahan kemasan tidak mengandung bahan yang beracun atau bereaksi dengan

bahan/produk yang dikemas sehingga tidak berbahaya untuk dikonsumsi

 Sifat-sifat permeabilitas dari bahan kemasan dan laju respirasi bahan/produk

(26)

 Ukuran dan bentuk kemasan harus disesuaikan dengan cara penanganan dan

pemasaran

 Biaya kemasan sesuai dengan bahan yang akan dikemas

Kemasan yang cocok atau baik dalam pengemasan bahan/produk segar adalah

kemasan yang memiliki sifat permeabel terhadap O2 tetapi tidak untuk CO2

(Mareta dan Nur, 2011). Pada umumnya kemasan plastik yang tersedia dipasaran

lebih permeabel terhadap CO2 dari pada O2 . LDPE atau polietilen dengan

kerapatan rendah dan polipropilen merupakan plastik kemasan yang banyak

digunakan sebagai bahan pengemas buah dan sayur. Plastik polypropylene

merupakan polimerisasi turunan etilen dengan sifat utama ringan serta mudah

dibentuk dan termasuk jenis plastik olefin dengan rumus bangun sebagai berikut :

Menurut syarief, et al (1989) plastik PP memiliki beberapa sifat antara lain:  Pada suhu rendah akan rapuh sehingga tidak dapat digunakan untuk kemasan

beku

 Kekuatan tarik lebih dari PE

 Ringan (densitas 0,9 g/cm3)

 Lebih kaku dari PE dan tidak gampang sobek

 Permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang, tidak baik untuk

(27)

 Tahap terhadap asam kuat, basa dan minyak pada suhu tinggi, namun

bereaksi dengan benzen, siklen, toluen, terpentin dan asam nitrat kuat

 Tahan terhadap suhu tinggi sampai 150o C, sehingga dapat dipakai untuk

mensterilisasikan bahan pangan

 Tembus pandang dan jernih dalam bentuk film, namun tidak transparan dalam

bentuk kemasan kaku

Menurut Mareta dan Nur (2011), permeabilitas dapat dilihat dari karakteristik

suatu pengemas atau bahan pengemas, misalnya bahan yang tersusun dari polymer

yang mengandung chorine mempunyai permeabilitas uap air yang rendah, atau juga dapat dihitung konstanta permeabelitasnya melalui hubungan pertambahan

berat dan waktu. Dari hasil penelitian sebelumnya diperoleh nilai permeabilitas

dan konstanta permeabilitas plastik PP lebih tinggi dibandingkan plastik PE, nilai

tersebut diperoleh dari hasil perhitungan yang dilakukan Mareta dan Nur (2001)

dalam penelitiannya di perlihatkan pada Tabel 8 berikut ini :

Tabel 8. Hasil perhitungan permeabilitas dan konstanta permeabilitas plastik

Jenis Bahan Pengemas

Permeabilitas (gr H2O/jam.m2)

Konstanta Permeabilitas (gr H2O.mm/m2.mmHg.jam)

Polypropylene 0,3963 0,0191

Polyetilen (PE) 0,2642 0,0128

Dengan perlakuan penangan pasca panen yang telah banyak berkembang hingga

saat ini seperti yang tercantum pada Gambar 2, maka jamur akan dapat disimpan

selama beberapa hari, bahkan minggu hingga bulanan jika dilakukan penanganan

lebih lanjut yang tepat. Pada Tabel 9 dapat dilihat beberapa prinsip dan

(28)

.

(29)

Tabel 9. Prinsip dan kebutuhan beberapa teknik pengawetan jamur

Teknik Prinsip Kebutuhan Keterangan

(30)

D. Persyaratan Mutu

Dalam hal pemasaran seringkali dihadapkan pada kendala untuk setiap komoditas

hasil pertanian dalam memenuhi kebutuhan pasar atau konsumen terutama pada

kualitasnya yang tidak sesuai dengan kualitas produk yang dihasilkan oleh

petani/kelompok tani. Suatu komoditas hasil pertanian atau bahan pangan harus

memenuhi standar persyaratan mutu dan untuk penentuan persyaratan mutu suatu

komoditas hasil pertanian dipengaruhi oleh tuntutan dan keinginan dari konsumen

yang memilih produk bermutu serta layak dan aman untuk dikonsumsi.

Konsumen berorientasi pada ukuran, kondisi fisik termasuk kesegaran, bebas dari

residu pestisida dan hama penyakit, serta faktor kebersihan dalam memilih suatu

produk. Sementara itu, pasar menerima produk dari petani/kelompok tani masih

beragam, baik dalam bentuk fisik, ukuran, kebersihan, maupun kesegarannya.

Pengelompokkan produk-produk dalam beberapa kelas mutu diharapkan akan

dapat mempengaruhi nilai jual atau harga suatu produk hasil pertanian. Dalam

rantai pemasaran suatu komoditas hasil pertanian, hal ini merupakan faktor

pembatas antara pasar dengan para petani/kelompok tani. Dalam perdagangan

jamur persyaratan mutu yang ditentukan sebagai dasar penggolongan kelas mutu

antara lain ukuran, keseragaman serta kondisi fisik.

Pada umumnya pengelompokan berdasarkan ukuran meliputi satuan berat pada

jamur dan diameter tudung yang dibagi dalam tiga kelas, yaitu : ukuran besar,

sedang dan kecil. Persyaratan yang tentunya harus dipenuhi dalam menentukan

kualitas mutu baik pada jamur antara lain memenuhi standar ukuran tudung yang

(31)

tidak ada serangan hama. Di beberapa Negara berkembang seperti singapura yang

hampir 97% penduduknya terkenal gemar mengkonsumsi jamur sebagai sayuran.

Hal tersebut merupakan salah satu peluang dalam pemasaran jamur secara ekspor.

Untuk bisnis jamur tiram sendiri telah banyak berkembang secara cepat dan besar

di beberapa negara terkenal seperti Jepang, Taiwan, RRC, Vietnam, Amerika

(32)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu Dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2013 sampai Oktober 2013 di

Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah plastik polypropylene , spektrofotometer, timbangan digital, oven, kamera digital, lemari pendingin,

thermometer, thermocopel, cawan, dan lain-lain. Sedangkan bahan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah jamur tiram segar yang baru dipanen.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap metode percobaan, yaitu sebagai

berikut :

1. Percobaan Tahap Pertama

Pengukuran laju respirasi jamur tiram segar, baik dalam suhu ruang maupun

(33)

2. Percobaan Tahap Kedua

Penyimpanan jamur tiram segar dengan ukuran (volume ruang) dalam

kemasan yang berbeda pada suhu ruang dan suhu rendah

Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui laju penurunan mutu dan umur simpan

jamur tiram segar dalam kemasan plastik PP pada suhu ruang dan suhu rendah.

Pada percobaan ini digunakan tiga perlakuan. Dimana, tiga perlakuan tersebut

antara lain adalah :

Kontrol Ruang = Penyimpanan jamur tiram segar tanpa pengemasan dalam plastik

PP pada suhu ruang

Kontrol Dingin = Penyimpanan jamur tiram segar tanpa pengemasan dalam

plastik PP pada suhu rendah

PKR = Penyimpanan jamur tiram segar dalam kemasan plastik PP dengan

ketebalan 0,03 mm dan volume 20x35 pada suhu ruang

PSR = Penyimpanan jamur tiram segar dalam kemasan plastik PP dengan

ketebalan 0,03 mm dan volume 25x40 pada suhu ruang

PBR = Penyimpanan jamur tiram segar dalam kemasan plastik PP dengan

ketebalan 0,03 mm dan volume 28x45 pada suhu ruang

PKD = Penyimpanan jamur tiram segar dalam kemasan plastik PP dengan

ketebalan 0,03 mm dan volume 20x35 pada suhu rendah

PSD = Penyimpanan jamur tiram segar dalam kemasan plastik PP dengan

ketebalan 0,03 mm dan volume 25x40 pada suhu rendah

PBD = Penyimpanan jamur tiram segar dalam kemasan plastik PP dengan

(34)

Jumlah bahan baku yang digunakan untuk setiap perlakuan berkisar antara

100-200 gram. Setelah itu dilakukan pengamatan berupa lama simpan jamur tiram,

kadar air dan bobot jamur tiram sebelum, selama hingga akhir penyimpanan,

perubahan kenampakan fisik/kelayuan jamur selama penyimpanan, perubahan

warna, uji organoleptik, laju penurunan mutu serta laju respirasi jamur jamur

tiram selama penyimpanan baik pada suhu ruang maupun suhu rendah. Dan

dalam penelitian ini dilakukan tiga kali (3x) ulangan pada setiap perlakuannya.

D. Prosedur Penelitian

Pertama-tama dilakukan pengukuran laju resipirasi, seperti yang tergambar pada

Gambar 3. Perlakuan penyimpanan tanpa dikemas pada suhu ruang dan suhu

rendah bertujuan untuk mengetahui umur simpan jamur tiram segar tanpa

perlakuan setelah panen (sebagai kontrol). Selanjutnya dilakukan pengukuran laju

penurunan mutu dan umur simpan jamur tiram segar dalam kemasan plastik PP

(35)

Gambar 1. Diagram alir proses pengukuran laju respirasi Jamur tiram utuh dengan tangkai

dan mahkota

Pembersihan dari bagian-bagian yang tidak diperlukan

Pengukuran konsetrasi CO2

Penyimpanan pada suhu rendah

( 0o-15o C, RH 60%-70%) Penyimpanan pada suhu kamar

( 25o-32o C, RH 80%-90%)

Penyimpanan pada stoples berukuran 3500 ml Penimbangan bobot sampel percobaan (100-200 gram )

(36)

Gambar 2. Diagram Alir Proses Pengemasan dan Penyimpanan Jamur Tiram Segar pada Suhu Ruang dan Suhu Rendah

E. Pengamatan

1. Perubahan Bobot Bahan

Pengukuran bobot bahan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perubahan

bobot bahan dari awal simpan hingga akhir batas penyimpanan atau produk Jamur tiram segar

Jamur tiram utuh dengan tangkai dan mahkota

Pembersihan dari bagian-bagian yang tidak diperlukan

Penimbangan bobot sampel percobaan (100-200 gram )

Pembungkusan jamur tiram dalam kemasan plastik PP

Penyimpanan pada suhu kamar

( 25o-32o C, RH 80%-90%)

Penyimpanan pada suhu rendah

( 0o-15o C, RH 60%-70%)

Pengamatan dan pengambilan data

(37)

mengalami kerusakan dan tak layak konsumsi. Bobot bahan diukur pada saat

awal sebelum perlakuan, selama dan pada akhir waktu penyimpanan bahan.

2. Kenampakan Fisik/kelayuan

Tekstur dalam penelitian ini dimaksudkan untuk perubahan kenampakan,

misalkan untuk perubahan dari segar menjadi layu, tudung dan batang jamur yang

kencang menjadi mengkerut atau keriput, atau keadaan jamur menjadi berlendir

atau berair.

3. Perubahan Warna

Untuk perubahan warna yang dimaksud adalah perubahan warna awal sebelum

simpan, saat penyimpanan dan saat akhir waktu simpan.

4. Kadar Air

Kadar air diamati pada saat awal sebelum, selama dan saat akhir waktu

penyimpanan (batas simpan).

5. Waktu Simpan

Waktu simpan atau lama simpan mulai dihitung setelah jamur dikemas dalam

plastik PP sampai jamur yang disimpan mengalami atau menunjukan tanda-tanda

kerusak seperti tak layak untuk dikonsumsi lagi dan tak layak simpan.

F. Analisis Data

Analisis data yang dihitung pada penelitian ini adalah kadar air bahan, susut bobot

bahan dan laju repirasi. Untuk pengukuran kadar air suatu bahan dapat dilakukan

diperlukan pengambilan sampel bahan yang kemudian di oven guna mengetahui

(38)

� = � −�

� � 100%...(1)

Dimana :

Mo = % Kadar air

Wo = Berat sampel awal sebelum di oven

Wn = Berat sampel sesudah di oven

Sedangkan pengukuran laju produksi gas CO2 pada jamur tiram yang disimpan

dalam kemasan plastik pada suhu ruang dan suhu rendah dilakukan dengan

menggunakan alat spektrofotometer. Alat spektrofotometer membaca angka

absorbansinya, angka aborbansi CO2 tersebut digunakan untuk membuat kurva

standar yang nantinya akan digunakan untuk menghitung laju respirasi jamur

tiram. Hasil absorbansi CO2 murni kemudian dibuat kurva standar sehingga

diperoleh persamaan kurva standar. Persamaan digunakan untuk menghitung

produksi CO2 jamur selama penyimpanan. Persamaan kurva standar didapat dari

hasil pengukuran CO2 murni yang telah diplotkan kemudian diregresi maka akan

didapat persamaan kurva standar yang akan digunakan dalam penentuan volume

CO2 yang dihasilkan selama penyimpanan. Tahapan dalam penentuan laju

respirasi dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

a. Persamaan kurva standar Y=1.897e-16.1x...(2)

b. Nilai Konsentrasi CO2 (% volume)

(39)

c. Laju Produksi CO2 Jamur Tiram (mg.CO2/kg/jam)

=

% � − % � � � �

/ ...(4)

dimana :

m = Massa bahan (kg) bj CO2 = 1,975 (mg/ml)

t = Waktu simpan (jam)

freespace = Volume toples – volume Jamur Tiram (ml) x = Nilai konsentrasi CO2 (% volume)

y = Nilai absorbansi dari spektrofotometer

Data-data dari hasil pengamatan dan analisis data akan disajikan dalam bentuk

(40)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut :

1. Penyimpanan pada suhu ruang (± 31º C) mampu mempertahankan umur

simpan jamur tiram dalam kemasan plastik selama 5 hari dan pada suhu

rendah (± 9º C) selama 14 hari.

2. Perlakuan penyimpanan menggunakan plastik kemasan polypropylene

tidak menunjukan perbedaan pada umur simpan jamur tiram dalam

kemasan plastik ukuran kecil, sedang, dan besar baik pada suhu ruang

(±31º C) maupun pada suhu rendah (± 9º C).

3. Nilai laju repirasi dan kadar air jamur tiram segar dalam kemasan plastik

polypropylene sama-sama mengalami peningkatan selama penyimpanan baik pada suhu ruang (±31º C) maupun pada suhu rendah (± 9º C).

4. Pada suhu ruang (±31º C) luas proyeksi lingkar mahkota mengalami

penurunan sebesar 31,09 % selama 5 hari sedangkan pada suhu rendah (±

9º C) penurunan luas proyeksi lingkar mahkota mencapai 45,23% di hari

(41)

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, disarankan untuk dilakukannya

penelitian lanjutan tentang penyimpanan jamur tiram putih baik dalam bentuk

utuh atau hanya penyimpanan dalam bentuk tudung/mahkota jamur tanpa bagian

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Mugiono, T. Arlianti, dan A. Chotimatul. 2011. Panduan Lengkap Jamur. Penebar Swadaya : Depok. 252 Hal.

Adiandri, R.S., S. Nugraha, dan R. Rachmat. 2012. Karakteristik Mutu Fisikokimia Jamur Merang (Volvarella volvacea) Selama Penyimpanan Dalam Berbagai Jenis Larutan dan Kemasan. Jurnal Pascapanen. Vol 9. (2) : Hal 77-87

Arianto, D.P., Supriyanto, dan L.K. Muharrani. 2013. Karakteristik Jamur Tiram

(Pleurotus ostreatus) Selama Penyimpanan Dalam Kemasan Plastik

Polypropylene (PP).Skripsi, UTM.

Cahyana, Y.A., Muchodji, dan Bakrum, M. 1997. Jamur Tiram. Penebar Swadaya: Jakarta.

Chang, S.T., and Miles, P.G. 1989. Edibel Musrhoom and Their Cultivation. Boca Raton, CRP Press.

Gemalasari. 2002. Pengendalian Kumbang Cyllodes bifacies Walker (COLEOPTERA: NITIDULIDAE) Pada Jamur Tiram Putih Dengan Pemasangan Barier. Skripsi, IPB: Hal 10-15.

Handayani, T.R. 2008. Pengemasan Atmosfer Termodifikasi Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus). Skripsi, IPB.

Hasbullah, R.T. 2008. Teknik Pengukuran Laju Respirasi Produk Hortikultura pada Kondisi Atmosfir Terkendali.Jurnal Keteknikan Pertanian. Vol. 22. (1) : Hal 63-68.

Kadir, I. 2010. Pemanfaatan Iradiasi Untuk Memperpanjang Daya Simpan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Kering. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan

Radiasi. Vol6. (1) : Hal 86-103

(43)

Mareta, T.D., dan S.A. Nur. 2011. Pengemasan Produk Sayuran dengan Bahan Kemasan Plastik pada Penyimpanan Suhu Ruang dan Suhu rendah. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian, UGM, Vol. 7. (1) : Hal 26-40.

Maulani, R.R. 2003. Perubahan Fisiologis Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus)

Segar Selama Penyimpanan Dalam Kemasan Polietilen dan Polipropilen Berperforasi. Thesis, IPB : Hal 5-35.

Rismunandar. 1984. Mari Berkebun Jamur. Terate : Bandung. Sulaeman, A. 1990. Bahan Tambahan Makanan: Jenis dan Petunjuk

Penggunaannya. FAPERTA-IPB, Bogor.

Suriawiria, U. 1986. Pengantar untuk Mengenal dan Menanam Jamur. Angkasa : Bandung. 210 Hal.

Suriawiria, U. 2001. Sukses Beragrobisnis Jamur Kayu: shitake, kuping, tiram. Cetakan III. Penebar Swadaya : Jakarta. 104 Hal.

Suriawiria, U. 2002. Budi Daya Jamur Tiram. Cetakan VIII. Kanisius : Yogyakarta. 87 Hal.

Maulana, E. 2005. Pengaruh Jenis Film Kemasan dan Suhu Penyimpanan terhadap Mutu dan Daya Simpan Jamur Tiram Segar. Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

Pantastico, E.B. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-Buahan dan Sayur-Sayuran Tropika dan Sub Tropika. Penerjemah kamaryani. Gadjah Mada Unversity Press, yogyakarta.

Witoyo, K.E. 2001. Kajian Pengaruh Konsetrasi Bahan Pengawet dan Jenis Kemasan Terhadap Daya Simpan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)

(44)
(45)

Lampiran 1. Data Angka Absorbansi CO2 Murni

Gambar 1. Grafik kurva standar CO2 murni

Tabel 1. Angka absorbansi CO2 murni

Lampiran 2. Contoh Perhitungan Laju Respirasi

Laju respirasi CO2 Jamur Tiram Segar (mg.CO2/kg.jam)

(46)

Bobot Jamur = 143,1756 gr

Bj CO2 = 1,975 mg/ml

Dimana :

X = Absorbansi spektrofotometer Y = Volume produksi CO2 (ml)

Contoh perhitungan diambil dari perlakuan A pada penyimpanan dingin pada jam ke-3. Hasil absorbansi gas CO2 (3 ml) = 0,077

1. Volume produksi CO2 : Y = 1.897e-16.1(0,077) X = 1,68 ml

2. Persentase konsentrasi CO2 (%)

(47)

Gambar 2. Grafik perbandingan suhu ruang dan suhu rendah jamur selama penyimpanan jamur tiram putih

0 5 10 15 20 25 30 35

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Su

hu

(

C)

Waktu (hari)

Ruang

(48)

57

Lampiran 3. Tabel Data Hasil Pengukuran dan Perhitungan

Tabel 11. Data perubahan bobot jamur tiram segar pada suhu ruang dan suhu rendah selama penyimpanan

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Kontrol Ruang 143,17 41,52

PKR 137,45 138,98 140,21 135,16 130,34 128,11 PSR 142,33 144,93 150,58 153,66 150,61 149,42 PBR 142,06 151,28 157,30 162,73 161,93 156,51 Kontrol Dingin 119,43 82,66 61,39

PKD 109,78 109,99 110,40 111,27 111,47 111,73 112,90 114,68 112,72 111,05 109,60 108,88 108,74 107,12 107,07 PSD 123,57 127,41 131,36 136,31 137,44 138,89 139,67 141,57 141,91 143,02 140,28 138,90 135,27 134,33 130,74 PBD 126,42 130,79 132,63 138,52 138,95 141,63 142,60 136,13 134,97 134,41 133,51 132,67 132,12 130,77 128,93

Tabel 12. Data luas proyeksi lingkar mahkota jamur tiram segar pada suhu ruang dan suhu rendah selama penyimpanan

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Kontrol Ruang 17,55 13,87 Rusak

PKR 17,55 16,30 14,39 13,31 13,31 12,09 PSR 17,55 16,19 15,37 15,03 13,15 12,64 PBR 17,55 16,34 15,47 14,19 12,83 11,55 Kontrol Dingin 17,55 14,55 14,21

PKD 17,55 17,55 17,00 17,00 15,52 14,86 14,86 14,27 13,94 13,34 12,77 12,14 11,55 11,55 11,01 PSD 17,55 17,55 17,06 16,16 15,31 14,02 14,02 12,96 12,36 12,08 11,13 10,15 9,51 9,38 8,49 PBD 17,55 17,00 16,67 16,04 15,17 14,05 14,05 12,83 12,24 11,51 10,94 10,67 10,13 9,99 9,33

Bobot/hari (gram)

(49)

58

ampiran

4. Data P

Tabel 13. Data kadar air jamur tiram segar pada suhu ruang dan suhu rendah selama penyimpanan

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Kontrol Ruang 88,34 81,50

PKR 88,34 90,73 92,83 92,72 92,25 91,84 PSR 88,34 90,78 92,73 92,86 92,20 91,74 PBR 88,34 90,89 92,22 92,87 92,62 91,90 Kontrol Dingin 88,34 88,62 82,74

PKD 88,34 88,54 89,18 89,20 90,02 90,59 91,03 91,76 91,76 91,35 90,91 90,80 90,71 90,52 89,04 PSD 88,34 89,09 88,70 89,71 88,82 90,76 89,34 89,69 92,64 91,39 91,67 90,92 90,43 91,30 92,48 PBD 88,34 88,74 88,31 89,46 89,47 89,73 90,58 90,72 91,65 91,90 91,76 91,29 90,98 90,54 90,25

Tabel 14. Data laju respirasi jamur tiram segar pada suhu ruang dan suhu rendah selama penyimpanan

Sampel

Waktu (Jam) 3 6 9 12 18 24 48 72 96 120 144 168 192 216 240 264 288 312 336

Kontrol Ruang 7,79 16,50 24,39 33,21 49,45 230,48 Rusak

RKR 5,09 10,32 30,83 40,98 81,04 126,74 172,64 96,67 96,24 -RSR 5,63 11,43 34,13 45,08 86,87 127,60 175,07 93,33 93,18 -RBR 5,35 10,82 32,13 40,59 78,10 113,75 152,46 87,14 86,55 -Kontrol Dingin 7,98 18,28 25,37 34,05 50,59 93,49 239,53

RKD 5,88 12,19 18,14 15,40 20,19 24,21 36,17 48,27 96,44 96,63 95,96 143,12 142,32 143,93 190,64 191,57 193,27 194,20 236,22 RSD 6,02 12,51 18,51 17,05 22,76 24,72 36,72 47,57 92,23 92,43 92,93 133,46 133,94 133,96 177,85 178,95 179,33 180,08 218,85 RBD 5,54 11,48 16,96 16,14 21,55 22,71 33,80 43,73 86,69 86,29 86,48 124,02 124,18 125,33 166,50 166,58 167,11 167,49 201,26

Sampel

Rusak

Rusak

Laju Produksi CO2 Jamur Tiram Kadar air/hari (%)

Rusak

Rusak

(50)

59

La

Tabel 15. Data angka absorbansi jamur tiram segar pada suhu ruang dan suhu rendah selama penyimpanan

Sampel

Waktu (Jam) 3 6 9 12 18 24 48 72 96 120 144 168 192 216 240 264 288 312 336

Kontrol Ruang 1 0,078 0,041 0,051 0,047 0,043 0,049

Kontrol Ruang 2 0,079 0,042 0,051 0,044 0,042 0,043

Kontrol Ruang 3 0,075 0,041 0,049 0,022 0,041 0,042

Kontrol Ruang 0,077 0,041 0,050 0,037 0,042 0,044

RKR 1 0,041 0,032 0,037 0,073 0,037 0,037 0,039 0,042 0,067

RKR 2 0,042 0,037 0,035 0,036 0,035 0,037 0,039 0,045

-RKR 3 0,046 0,032 0,041 0,035 0,037 0,036 0,040 0,041 0,049

RKR 0,043 0,034 0,037 0,048 0,036 0,036 0,039 0,042 0,058

RSR 1 0,043 0,033 0,036 0,036 0,035 0,036 0,038 0,043 0,044

RSR 2 0,045 0,034 0,037 0,035 0,037 0,035 0,039 0,042

-RSR 3 0,040 0,031 0,036 0,036 0,035 0,037 0,037 0,043

-RSR 0,042 0,033 0,036 0,036 0,036 0,036 0,038 0,042 0,044

RBR 1 0,038 0,032 0,034 0,034 0,042 0,037 0,036 -

-RBR 2 0,040 0,034 0,037 0,034 0,037 0,039 0,042 0,044 0,046

RBR 3 0,038 0,031 0,035 0,036 0,036 0,040 0,041 0,044 0,050

RBR 0,039 0,032 0,035 0,034 0,038 0,038 0,040 0,044 0,048

Kontrol Dingin 1 0,189 0,064 0,150 0,147 0,154 0,196 0,206

Kontrol Dingin 2 0,175 0,112 0,136 0,129 0,129 0,153 0,213

Kontrol Dingin 3 0,165 0,100 0,134 0,132 0,143 0,168 0,210

Kontrol Dingin 0,176 0,092 0,140 0,136 0,142 0,172 0,210

RKD 1 0,105 0,091 0,083 0,076 0,083 0,081 0,079 0,091 0,079 0,086 0,092 0,090 0,091 Rusak - - - -

-RKD 2 0,088 0,063 0,078 0,079 0,078 0,080 0,077 0,078 0,082 0,081 0,085 0,086 Rusak - - -

-RKD 3 0,092 0,066 0,073 0,077 0,079 0,078 0,079 0,079 0,087 0,081 0,084 0,085 0,093 0,097 0,093 0,089 0,099 0,089 0,106

RKD 0,095 0,073 0,078 0,077 0,080 0,080 0,078 0,083 0,083 0,083 0,087 0,087 0,092 0,097 0,093 0,089 0,099 0,089 0,106

RSR 1 0,086 0,069 0,074 0,069 0,081 0,084 0,084 0,080 0,083 0,079 0,083 0,084 0,086 0,094 Rusak - - -

-RSR 2 0,093 0,067 0,075 0,075 0,080 0,078 0,077 0,080 0,078 0,077 0,081 0,088 0,096 0,092 0,090 0,088 0,088 0,088 0,099

RSR 3 0,093 0,065 0,078 0,080 0,081 0,077 0,083 0,084 0,081 0,082 0,081 0,085 0,081 0,092 0,091 Rusak - -

-RSD 0,091 0,067 0,076 0,075 0,081 0,080 0,081 0,081 0,081 0,079 0,082 0,086 0,088 0,093 0,091 0,088 0,088 0,088 0,099

RBD 1 0,077 0,068 0,081 0,075 0,080 0,079 0,083 0,088 0,090 0,081 0,088 0,095 0,087 0,094 0,087 0,090 0,092 0,090 0,104

RBD 2 0,082 0,069 0,078 0,076 0,079 0,084 0,081 0,080 0,087 0,087 0,093 0,090 0,090 0,098 0,092 Rusak - -

-RBD 3 0,117 0,074 0,080 0,080 0,087 0,084 0,082 0,091 0,082 0,082 0,085 0,087 0,082 0,095 Rusak - - -

-RBD 0,092 0,070 0,080 0,077 0,082 0,082 0,082 0,086 0,086 0,083 0,089 0,091 0,086 0,096 0,090 0,090 0,092 0,090 0,104

Rusak

Absorbansi

Rusak

(51)

Lampiran 4. Foto Jamur Tiram Selama Penyimpanan Tanpa Kemasan pada Suhu Ruang

Hari ke-0 Hari ke-1

(52)

Lampiran 5. Foto Jamur Tiram Selama Penyimpanan Tanpa Kemasan pada Suhu Rendah

Hari ke-0 Hari ke-1

Hari ke-2

(53)

Lampiran 6. Foto Jamur Tiram Selama Penyimpanan dalam Kemasan Plastik pada Suhu Ruang

Hari ke-0

Hari ke-2 Hari ke-5

Gambar 5. Perubahan warna jamur tiram segar dalam kemasan plastik pada

(54)

Lampiran 7. Foto Jamur Tiram Selama Penyimpanan dalam Kemasan Plastik pada Suhu Rendah

Hari ke-0 Hari ke-4

Hari ke-13 Hari ke-14

Gambar 6. Perubahan warna jamur tiram segar dalam kemasan plastik pada

(55)

Lampiran 8. Foto Alat-Alat Ukur yang Digunakan dalam Penelitian

Gambar 7. Timbang digital

(56)

Lampiran 9. Foto Proses Pengukuran Nilai Absorbansi Jamur Tiram Putih

Gambar 9. Pengisian dan peletakan kupet berisi larutan standar yang telah dicampurkan dengan gas hasil respirasi jamur tiram baik dalam ataupun tanpa kemasan plastik

Gambar

Gambar 1.  Jamur tiram (Pleurotus ostreatus)
Gambar jamur
Tabel 2.  Perbandingan kandungan gizi jamur dengan makanan lain
Tabel 3.  Komposisi nilai gizi jamur tiram putih (Chang dan Miles, 1989)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis penggunaan piranti kohesi alat-alat bahasa, baik secara gramatikal maupun leksikal dalam naskah lakon Sandosa Sokrasana : Sang Manusia dapat digunakan sebagai

 Dengan menggunakan modul dapat membantu menghindari pengulangan dalam menuliskan algoritma yang sama lebih dari satu kali..  Efficiency

Lebih lanjut Sajoto (1995:12) menyatakan bahwa untuk mengukur kelincahan seseorang dalam mengubah arah dalam bentuk tes sederhana adalah dengan Shuttle-Run, sedang

Beberapa kasus pencemaran terhadap lingkungan telah menjadi topic hangat di berbagai media masa, misalnya pencemaran Teluk Buyat di Sulawesi Utara yang berdampak

Therefore, the writer is eager to analyzing it using existentialist approach entitled QUEST FOR MEANING OF EXISTENCE OF JAMAL IN DANY BOYLE’S SLUMDOG MILLIONAIRE..

Berdasarkan masalah yang timbul pada pasien stroke haemoragik stadium. recovery, penulis ingin mengetahui manfaat penatalaksanaan terapi

Rancangan layar ini menampilkan daftar barang disertai dengan informasi dan gambar. Link-link yang terdapat pada halaman ini merupakan link yang akan menampilkan

Sementara itu, menurut Ibn Rusyd dan tidak berbeda dengan al- Farabi di atas, kebenaran dan ilmu pengetahuan diperoleh lewat metode- metode tertentu yang dapat