• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STRAY TWO STAY TERHADAP HASIL BELAJAR PKn SISWA KELAS X IPS 1 SMA YADIKA BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STRAY TWO STAY TERHADAP HASIL BELAJAR PKn SISWA KELAS X IPS 1 SMA YADIKA BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF IMPLEMENTATION COOPERATIVE LEARNING MODEL TWO STRAY AND TWO STAY TYPE TOWARD CIVIC

EDUCATION STUDENT’S LEARNING RESULT AT FIRST

YEAR OF SOCIAL STUDIES 1 YADIKA BANDAR LAMPUNG SENIOR HIGH SCHOOL

ACADEMIC YEAR 2014/2015

By approaching of quantitative-descriptive method.

From result of the research show that the influence of cooperative learning model two stray and two stay type toward civic education student’s learning result at first year social studies class of senior high school of Yadika Bandar Lampung was higher than civic education student’s learning result at first year of senior high school of Yadika Bandar Lampung using conventional method. Researcher hopes this research will be useful for teacher to increase student’s learning result.

(2)

ABSTRAK

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STRAY TWO STAY TERHADAP HASIL BELAJAR PKn

SISWA KELAS X IPS 1 SMA YADIKA BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Oleh Wayan Sintawati

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe two stray two stay terhadap hasil belajar PKn siswa kelas X IPS 1 SMA Yadika Bandar Lampung tahun pelajaran 2014/2015. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuasi eksperimen dengan pendekatan kuantitatif.

Objek dari penelitian ini adalah pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe two stray two stay terhadap hasil belajar PKn siswa kelas X IPS 1 SMA Yadika Bandar Lampung dan subjek penelitian ini adalah siswa kelas X IPS 1 SMA Yadika Bandar Lampung. Teknik pengumpulan data yang utama dilakukan dengan instrumen penelitian berupa soal pilihan ganda dan teknik pendukung berupa observasi, wawancara langsung, dan dokumentasi. Teknik analisis data dengan pendekatan motode kuatitatif deskriptif.

Hasil penelitian tentang pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe two stray two stay terhadap hasil belajar PKn siswa kelas X IPS 1 SMA Yadika Bandar Lampung tahun pelajaran 2014/2015, maka dapat disimpulkan pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray terhadap hasil belajar siswa kelas X IPS 1 lebih tinggi dari pada penggunaan model pembelajaran konvensional. Diharapkan penelitian ini mampu membantu guru dalam meningkatkan hasil belajar siswa.

(3)

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STRAY TWO STAY TERHADAP HASIL BELAJAR PKn

SISWA KELAS X IPS 1 SMA YADIKA BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Oleh

Wayan Sintawati

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STRAY TWO STAY TERHADAP HASIL BELAJAR PKn

SISWA KELAS X IPS 1 SMA YADIKA BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

(Skripsi)

Oleh

WAYAN SINTAWATI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)
(6)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN Tabel 1.1 Data Prestasi Belajar Ulangan Harian Siswa Kelas X IPS 1 Tahun

Pelajaran 2015/2015 ... 4

Tabel 1.2 Hasil Belajar Siswa Kelas X IPS 1 Tahun Pelajaran 2014/2015 Kompetensi Dasar Menganalisis Kedudukan Pembukaan UUD 1945 Negara Kesatuan Republik Indonesia ... 6

Tabel 3. 1 Pretest Group Design ... 55

Tabel 3.2 Tabel Tingkat Hubungan dengan Interval Koefesiensi ... 57

Tabel 3.3 Tingkat Realibilitas ... 59

Tabel 3.4 Klasifikasi Indeks Kesukaran ... 60

Tabel 3.5 Kriterian Koefensiensi Daya Pembeda... 62

Tabel 3.6 Uji Normalitas Kolgomorov -Smirnov ... 65

Tabel 4.1 Validitas Butir Soal ... 72

Tabel 4.2 Realibilitas Butir Soal ... 73

Tabel 4.3 Indeks Kesukaran Butir Soal ... 74

Tabel 4.4 Tabel Tingkat Daya Pembeda Soal ... 75

Tabel 4.5 Rata Skor Tes Hasil Belajar Siswa ... 77

Tabel 4.6 Statistik Deskriptif Data Pretest ... 78

Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Soal Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 79

Tabel 4.8 Hasil Uji Homogenitas Soal Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 80

Tabel 4.9 Statistik Deskriptif Data Hasil Posttest ... 81

Tabel 4.10 Hasil Uji Normalitas Data Posttest ... 82

Tabel 4.11 Hasil Uji Homogenitas Data Posttest ... 83

Tabel 4.12 Hasil Uji T Posstest ... 84

(7)
(8)
(9)
(10)

M OTTO

Simple Living, High Thinking

Hidup Sederhana Berpikir Luhur

(His Divine Grace A.C Bhaktivedanta Swami Srila Prabhupada)

Education is the most powerful

weapon we can use to change the

world

Pendidikan adalah senjata yang

paling kuat yang mampu kita gunakan

untuk merubah dunia

(Nelson Mendela)

Pendidikan adalah upaya manusia meningkatkan harkat

dan martabatnya dimata Tuhan dan dunia

(Wayan Sintawati)

(11)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini untuk:

His Divine Grace A.C Bhaktivedanta Swami Srila Prabhupada

(Founder-Acarya International Society for Krishna Conciousness)

Guru Kerohaniaanku

His Holiness R.P Bhakti Raghava Swami Maharaja

Keluargaku Tercinta

Nyoman Sudara (Ayahku)

Wayan Kasih (Ibuku)

Komang Nata Wirawan (Adik laki-lakiku)

Ketut Nita Sari (Adik Perempuanku)

Gede Wirata Irawan (Adik laki-lakiku)

Terkhusus untuk sahabat tercinta Asrama Prahlada Kuntidevi yang

selalu menyemangatiku

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Trimomukti, Kec. Candipuro, Kab. Lampung Selatan, Lampung pada 08 Agustus 1992. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara pasangan Bapak Nyoman Sudara dan Ibu Wayan Kasih. Penulis telah menyelesaikan Pendidikan Sekolah Dasar di SD 2 Trimomukti pada tahun 2004, Pendidikan Menengah Pertama di SMPN N 1 Candipuro pada tahun 2007, dan Pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA N 1 Candipuro pada tahun 2010, pada tahun 2010 penulis diterima sebagai mahasiswa di Universitas Lampung, S1 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan melalui jalur SNMPTN.

(13)

SANWANCANA

Hare Krishna, Om Swasti Astu

Nama om vishnu-padaya krishna-preshthaya bhu-tale, srimate

bhaktivedanta-svamin iti namine. Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Srila

Prabhupada dan Tuhan Yang Maha Esa , hanya dengan karunia beliau yang tiada

sebabnya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi dengan judul Pengaruh Penerapan Model Pembel ajaran

Kooperatif Tipe Two St ray Two St ay Terhadap Hasi l Bel ajar PKn Si swa

Kel as X IPS 1 SMA Yadi ka Ban dar Lampung Tahun Pel ajaran

2014/2015 adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Lampung.

Dalam penulisan ini, peneliti banyak menghadapi kesulitan hingga menuju tahap

penyelesaian. Berkat bimbingan, saran serta bantuan baik moral maupun spiritual

serta arahan dan motivasi dari berbagai pihak, segala kesulitan dapat terlewati

dengan baik. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini peneliti dengan segala

kerendahan hati ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. H. Muhammad Fuad, M.Hum. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan

(14)

2. Dr. Abdurrahman, M.Si., selaku Wakil Dekan Bidang Akademik dan

Kerjasama Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Lampung. Terimakasih atas izin dan pelayanan administrasi yang telah

diberikan;

3. Drs. Buchori Asyik, M.Si., selaku Wakil Dekan Bidang Keuangan dan

Umum Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Terimakasih atas izin dan pelayanan administrasi yang telah diberikan;

4. Drs. Supriyadi, M.Pd., selaku Wakil Dekan Kemahasiswaan dan Alumni

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Terimakasih atas izin dan pelayanan administrasi yang telah diberikan;

5. Drs. Zulkarnain, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Lampung;

6. Hermi Yanzi, S.Pd.,M.Pd., selaku Ketua Program Studi PPKn Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;

7. Dr. Adelina Hasyim, M.Pd., selaku Pembimbing I atas kesediaannya

untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian

skripsi ini;

8. Yunisca Nurmalisa, S.Pd., M.Pd., selaku Pembimbing II atas kesediaan

memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian

skripsi ini;

9. Drs. Holilulloh, M.Si., selaku Pembahas I yang telah memberikan banyak

(15)

11. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Khususnya

Dosen Program Studi PPKn;

12. Bapak Kepala SMA Yadika Bandar Lampung beserta wakil, para guru

atas izin dalam penelitian skripsi ini;

13. Orang tuaku tercinta Ayah dan Ibu, jika ada kata-kata yang paling mulia

selain kata terima kasih, mungkin itu yang akan aku berikan, thanks for

everything, atas semua doa dan pengorbanannya selama ini, ini yang akan

aku persembahkan untuk kalian, aku sangat menyanyangi dan mencintai

Ayah dan Ibu;

14. Adik-adikku tercinta, Komang Nata Wirawan, Ketut Nita Sari, dan Gede

Wirata Irawan, terima kasih atas keceriaan yang kalian telah berikan,

kakak sayang kalian semua;

15. Sahabat Terbaik di Asrama Prahlada dan Kuntidevi, Terima kasih buat

kak agus ku yang selama ini menjadi tempat curhatku tempat buat ketawa

tempat buat menyelesaikan masalah;

16. Sahabat terbaik Mataji Vibhavati, Nyoman Lusiani, Made Ariani dan

lain-lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terimakasih banyak atas

dukungan untuk menyelesaikan skrispi ini.

17. Sahabat terbaik dan terkasih Myra D. Seharto yang setiap hari

menyemangati dan memotivasi untuk pergi ke kampus dan meyelesaikan

(16)

Penulis sangat menyadari akan keterbatasan pengetahuan, pengalaman, serta

informasi yang ada pada diri penulis, sehingga dalam penulisan skripsi ini

masih jauh dari sempurna dan masih terdapat banyak kekurangan baik dalam

hal penyampaian maupun kelengkapannya. Akhirnya berharap semoga karya

sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, 11 Februari 2016

(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Substansi dari pendidikan itu sendiri adalah suatu pembelajaran yang mampu

menunjang siswa menuju kearah suatu perubahan dalam ranah kognitif, afektif

dan psikomotor dimana terdapat grafik peningkatan dalam masing-masing

ranah tersebut atau dengan kata lain pembelajaran merupakan cara membantu

peserta didik kearah yang lebih baik. Pembelajaran yang berkualitas dapat

dilihat dari beberapa faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal

adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri seperti motivasi,

minat, perhatian, dan aktivitas siswa. Faktor eksternal adalah faktor yang

berasal dari luar diri siswa seperti lingkungan, teman, keluarga, tenaga

pendidik, dan metode pembelajaran.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara terhadap siswa kelas X IPS 1

SMA Yadika Bandar Lampung telah didapatkan hasil bahwa kecenderungan

yang dialami siswa dalam pembelajaran siswa adalah pasif di mana guru jarang

melakukan tatap muka dikarenakan guru juga menjabat sebagai wakil kepala

sekolah di bidang kurikulum sehingga siswa mengeluh bahwa guru tidak bisa

(18)

2

ini menyebabkan kurang lengkapnya materi yang disampaikan oleh guru pada

setiap pertemuan, sehingga ketika terjadi ujian blog atau ulangan harian banyak

peserta didik yang tidak tuntas. Selain itu, dalam penerapan model

pembelajaran jarang sekali menggunakan model pembelajaran yang mampu

membangkitkan aktivitas belajar siswa, kecenderungan yang dilakukan adalah

penerapan model pembelajaran konvensional sehingga pembelajaran pun

berjalan secara monoton. Hal ini yang memicu rendahnya prestasi belajar siswa

sehingga hasil belajar yang dicapai pun rendah.

Model pembelajaran yang dapat membuat siswa menjadi lebih aktif dalam

proses pembelajaran adalah model pembelajaran kooperatif. Ide penting dalam

pembelajaran kooperatif adalah membelajarkan siswa tentang ketrampilan

kerjasama dan kolaboratif. Mendukung pernyataan ini maka Eggen dan

Kauchak dalam Wardhani (2005) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif

adalah usaha-usaha guru dalam membelajarkan siswa merupakan bagian yang

sangat penting dalam mencapai keberhasilan tujuan pembelajaran yang sudah

direncanakan. Oleh karena itu, pemilihan berbagai metode, strategi, pendekatan

serta teknik pembelajaran merupakan suatu hal yang utama. Pembelajaran di

dalam kelas yang menggunakan pembelajaran kooperatif ini siswa diharapkan

membantu yang lain dalam berdiskusi dan berargumen dengan yang lain,

mengukur kemampuan teman sekelompok, dan menghilangkan perbedaan

pemahaman teman dalam satu kelompok.

Salah satu tipe model pembelajaran kooperatif adalah tipe two stray two stay

yang merupakan model pembelajaran yang sangat bermanfaat dalam

(19)

kurang dan hasil belajar yang rendah. Model pembelajaran kooperatif tipe two

stay two stray merupakan teknik pembelajaran dengan struktur kelompok yang

khas yang bertujuan agar siswa belajar bekerja sama, bertanggung jawab,

saling membantu memecahkan masalah dan saling mendorong untuk

berprestasi serta melatih siswa agar dapat bersosialisasi dengan baik. Model

pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray dikembangkan pertama kali

oleh Spencer Kagan pada tahun 1990 dengan struktur kelompok kooperatif

seperti tipe two stay two stray ini dapat memberikan kesempatan kepada tiap

kelompok untuk saling berbagi informasi dengan kelompok-kelompok lain.

Berdasarkan observasi pendahuluan dan hasil wawancara terhadap guru kelas

X IPS 1 mata pelajaran PKn SMA Yadika Bandar Lampung tahun pelajaran

2014/2015, prestasi siswa dalam proses belajar mengajar PKn di kelas X IPS 1

SMA Yadika Bandar Lampung tahun pelajaran 2014/2015 dapat digambarkan

(20)

4 2012/2013 2013/2014 2014/2015

T BT T BT T BT

Berdasarkan tabel di atas, dapat dinyatakan bahwa prestasi belajar siswa SMA

Yadika Bandar Lampung masih rendah terlihat pada kompetensi dasar

menganalisis kedudukan pembukaan UUD 1945 Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari banyak siswa yangbelum tuntas pada KD

tersebut. Jumlah siswa yang belum tuntas pada KD menganalisis kedudukan

pembukaan UUD 1945 Negara Kesatuan Republik Indonesia berjumlah 57

siswa.

Rendahnya prestasi belajar siswa yang terjadi dikelas ini disebabkan oleh

(21)

kurang merangsang aktivitas siswa seperti metode ekspositori. Proses

pembelajaran guru didominasi dengan penjelasan materi pelajaran kepada

peserta didik, memberikan contoh, latihan soal, dan diakhiri dengan pemberian

tugas rumah. Pada proses belajar mengajar, kegiatan pembelajaran didominasi

oleh guru sehingga siswa kurang berperan aktif dalam pembelajaran. Pada saat

guru menyampaikan meteri pembelajaran peserta didik hanya mendengarkan

saja, dan pengajuaan pertanyaan jarang sekali dilakukan, dilakukan jika ada

stimulus dari guru, peserta didik juga belum dibiasakan untuk mencari ilmu

dengan usaha sendiri, sehingga hal ini jauh sekali dari kondisi aktif. Hal-hal

tersebut diatas menunjukkan faktor-faktor penyebab prestasi belajar siswa

kelas X IPS 1 SMA Yadika Bandar Lampung masih rendah.

Dijelaskan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.

12 tahun 2007 yang dikutip Dirjen Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga

Kependidikan (https://diknas. docs.google.com/file) disebutkan bahwa:

Secara umum kriteria keberhasilan pembelajaran adalah:

1) Keberhasilan siswa menyelesaikan serangkaian tes, baik tes formatif, tes sumatif, maupun tes ketrampilan yang mencapai tingkat keberhasilan rata-rata 60%

2) Setiap keberhasilan tersebut dihubungkan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ditetapkan oleh kurilkulum, tingkat ketercapaian kompetensi dasar yang ditetapkan oleh kurikulum, tingkat ketercapaian kompetensi ini ideal 75% dan ketercapain ketrampilan 3) Vokasional atau praktik tergantung pada tingkat resiko dan tingkat

(22)

6

Idealnya, kriteria pencapaian kompetensi yang ditetapkan adalah minimum

75% dari nilai maksimal. Contohnya apabila nilai maksimum suatu evaluasi

pembelajaran adalah 100 maka nilai minimum yang harus diperoleh siswa

adalah 75 agar bisa dinyatakan lulus. Namun, penetapan tersebuat bisa saja

berubah tergantung kondisi sekolah seperti kemampuan siswa dan guru serta

ketersedian sarana dan prasarana. Kriteria ketuntasan minimum untuk siswa

kelas X IPS 1 SMA Yadika Bandar Lampung ditetapkan diangka 74. Jadi,

siswa yang mendapat nilai kurang dari 74 dinyatakan tidak lulus dan wajib

mengikuti remedial. Penetapan disesuaikan dengan siswa serta situasi dan

kondisi sekolah.

Kemudian berdasarkan hasil wawancara siswa dan data yang di peroleh dari

Guru PKn siswa kelas X IPS 1 SMA Yadika Bandar Lampung, didapat data

hasil nilai mid semester ganjil tahun pelajaran 2014/2015 sebagai berikut.

Tabel 1.2 Hasil Belajar Siswa kelas X IPS 1 Tahun Pelajaran 2014/2015 Kompetensi Dasar Menganalisis Kedudukan Pembukaan UUD 1945 Negara Kesatuan Republik Indonesia

(23)

Diketahui bahwa nilai KKM mata pelajaran PKn adalah 74,00 dan yang

mendapatkan nilai PKn lebih besar atau sama dengan 74,00 hanya 42,9%. Nilai

persentase tersebut masih jauh di bawah standar ketuntasan yang ditetapkan

pihak sekolah terhadapat mata pelajaran PKn, yaitu 74,00 dengan persentase

60%. Berdasarkan data tersebut, dapat dismpulkan bahwa hasil belajar mata

pelajaran PKn siwa kelas X IPS 1 SMA Yadika Bandar Lampung masih

rendah.

Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh peneliti, dapat dinyatakan

bahwa hasil belajar siswa kelas X IPS 1 SMA Yadika Bandar Lampung masih

rendah. Telah dijelaskan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya

aktivitas belajar siswa yang berdampak pada hasil belajar yang rendah juga.

Salah satu faktor yang disebutkan di atas adalah guru menerapkan model dan

metode yang masih konvensional. Memilih model pembelajaran yang tepat

adalah salah satu langkah yang diambil guru untuk meningkatkan aktivitas dan

hasil belajar siswa. Selain itu dampak dari perubahan kurikulum juga

berpengaruh kepada siswa sehingga guru harus mampu melakukan inovasi

pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran, model, dan metode yang tepat

dalam pembelajaran.

Ide utama dari pembelajaran ini adalah untuk memotivasi siswa untuk

bersemangat dalam belajar dan saling membantu satu sama lain untuk

menguasai materi yang dipresentasikan oleh guru. Jika siswa ingin

kelompoknya memperoleh penghargaan kelompok, mereka diharuskan mampu

berbagi dengan kelompok lain dan mampu menerima materi dari kelompok

(24)

8

hal yang terbaik dan menanamkan nilai bahwa belajar itu sangat

menyenangkan, penting, dan berharga. Dengan kondisi sebagaimana yang

dimaksud di atas maka model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray

sangat cocok diterapkan. Pertimbangan lain adalah bahwa model pembelajaran

kooperatif tipe two stay two stray tidak jauh berbeda dengan pembelajaran

yang seperti biasa dilakukan oleh guru.

Berdasarkan latar belakang inilah penulis tertarik untuk meneliti tentang

“Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stray Two Stay Terhadap Hasil Belajar PKn Siswa Kelas X IPS 1 Semester Genap di

SMA Yadika Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2014/2015.”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan Latar Belakang yang telah diuraikan, maka peneliti dapat

mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Rendahnya aktivitas siswa pada saat pembelajaran

2. Rendahnya hasil belajar siswa saat pembelajaran

3. Penggunaan model dan metode yang konvensional yang membuat

pembelajaran kurang aktif dan inovatif

4. Pembelajaran yang masih bersifat tradisional dengan guru sebagai

sumber utama pembelajaran sehingga siswa cenderung pasif

5. Rendanya tingkat kelulusan siswa, yaitu 57,1% siswa tidak lulus pada

(25)

tuntas pada KD menganalisis kedudukan pembukaan UUD 1945

Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rentang TA 2012-2015.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka masalah di batasi pada

pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray

terhadap hasil belajar PKn siswa kelas X IPS 1 SMA Yadika Bandar

Lampung tahun pelajaran 2014/2015.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan pembatasan masalah yang ada,

maka dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut:

“Apakah Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stray Two Stay berpengaruh terhadap hasil belajar Pendidikan Kewarganegaraan siswa

kelas X IPS 1 di SMA Yadika Bandar Lampung Tahun Pelajaran

2014/2015?”

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengaruh penerapan

model pembelajaran kooperatif tipe two stray two stay terhadap hasil

belajar PKn siswa kelas X IPS 1 SMA Yadika Bandar Lampung semester

(26)

10

2. Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini berguna secara teori untuk menerapkan konsep-konsep

pendidikan khususnya pendidikan kewarganegaraan, dalam

menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe two stray two stay

untuk mencapai tujuan pembelajaran.

b. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai masukan yang positif

bagi guru agar dalam pelaksanaan proses pembelajaran dapat berjalan

dengan baik dan lebih menekankan pada aspek kognitif, afektif, dan

psikomotor sehingga dapat berpengaruh pada hasil belajar siswa

dengan model pembelajaran kooperatif tipe two stray two stay ini.

F. Ruang Lingkup Penelitian

1. Ruang Lingkup Ilmu Penelitian

Penelitian ini termasuk ruang lingkup ilmu pendidikan, dengan wilayah

kajian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), karena bertujuan untuk

membentuk warga negara yang memiliki pengetahuan, keterampilan,

sikap dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2. Ruang Lingkup Objek Penelitian

Studi Tentang pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

two stray two stay terhadapt hasil belajar PKn siswa kelas X IPS 1 SMA

(27)

3. Ruang Lingkup Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X IPS 1 SMA Yadika

Bandar Lampung tahun pelajaran 2014/2015.

4. Ruang Lingkup Tempat atau Wilayah Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Yadika Bandar Lampung

5. Ruang Lingkup Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan sejak dikeluarkannya surat izin penelitian

pendahuluan oleh Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP)

Universitas Lampung.

(28)

DAFTAR ISI PERNYATAAN SKRIPSI MAHASISWA ... vi RIWAYAT HIDUP ... vii B. Identifikasi Masalah ... 8 C. Pembatasan Masalah ... 9 D. Rumusan Masalah ... 9 E. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ... 9

1. Tujuan Penelitian ... 9 2. Kegunaan Penelitian ... 10

(29)

b. Model Pembelajaran Kooperatif ... 25 c. Teori Cooperative Learning ... 29 d. Tujuan Cooperative Learning ... 32 3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS ... 34 a. Definisi ... 34 b. Ciri-ciri Model Kooperatif Tipe TSTS ... 37 c. Tujuan Model Kooperatif Tipe TSTS ... 37 d. Langkah-langkah Model Kooperatif Tipe TSTS ... 38 B. Peneletian Relevan ... 44 C. Kerangka Pikir ... 45 D. Hipotesis ... 48

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Peneletian ... 49 B. Populasi dan Sampel ... 51 F. Desain Penelitian ... 54 G. Teknik Pengembangan Instrumen ... 56 H. Teknik Pengumpulan Data ... 62 I. Teknik Analisis Data ... 63 J. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 68 K. Indikator Keberhasilan ... 70

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 72

A. Analisis Data Uji Coba Instrumen ... 72 B. Analisis Data Hasil Penelitian ... 76 C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 86 D. Keterbatasan Penelitian ... 88 E. Rekomendasi ... 88

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 90

A. Kesimpulan ... 90 B. Saran ... 90

(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Deskripsi Teori

1. Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan

Kewarganegaraan (Citizenship) merupakan mata pelajaran yang

memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama,

sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara

Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh

Pancasila dan UUD 1945. Mata pelajaran kewarganegaraan berfungsi

sebagai wahana untuk membentuk warga negara cerdas, terampil, dan

berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan

merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai

dengan amanat Pancasila dan UUD 1945. Tujuan mata pelajaran

Kewarganegaraan adalah untuk memberikan kompetensi-kompetensi

sebagai berikut:

1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu

kewarganegaraan,

2. Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab, dan bertindak

(31)

3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri

berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat

hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.

4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara

langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi

informasi dan komunikasi.

a. Hakekat Belajar

Banyak diantara para ahli yang mengemukakan pendapat tentang

belajar diantaranya Slamet (2011:6) pengertian belajar menurut para

ahli memiliki definisi yang berbeda-beda. “belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah

laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu

itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungan.”

Selain itu definisi belajar juga dikemukakan The Liang Gie (2000 : 6)

mendefiniskan belajar sebagai berikut “belajar adalah segenap rangkaian kegiatan atau aktifitas yang dilakukan secara sadar oleh

seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa

penambahan pengetahuan atau kemahiran yang sifaknya sedikit

banyak permanen.”

Pengertian belajar seperti yang dikemukakan oleh Ahmadi (2005 : 36)

(32)

14

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat diringkas bahwa belajar

merupakan proses dari segenap rangkaian aktivitas yang ditunjukkan

dengan adanya perubahan demi mencapai suatu tujuan. Beberapa ahli

juga mengemukakan pendapatnya tentang belajar diantaranya adalah

Proses belajar adalah sesuatu yang unik sehingga Winkel (2011: 36)

mendefiniskan belajar sebagai berikut:

Belajar adalah suatu aktivitas mental dan psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas.

Selain itu ditambahkan juga Pendapat Winkel dalam Winarno

Surachmad (2012: 57) sebagai berikut:

Belajar dapat dipandang sebagai proses dimana guru terutama melihat apa yang terjadi selama murid menjalani pengalaman-pengalaman edukatif untuk mencapai suatu tujuan. Hal utama yang diperhatikan adalah pola-pola perubahan tingkah laku selama pengalaman belajar itu berlangsung. Karena itulah ditekankan pula daya-daya yang mendinamisasi proses itu.

Definisi tentang pengertian belajar yang bermacam-macam

menunjukkan bahwa dijumpai konsep-konsep tentang belajar yang

menimbulkan corak khas uraian dan pembicaraan mengenai belajar,

namun semua itu tergantung pada sudut pandang dan penekanannya.

Sumadi Suryabrata (2011:249) “tidak memberikan batasan secara langsung tentang belajar, melainkan mengidentifikasi

kegiatan-kegiatan yang disebut belajar.”

Pertama: belajar itu membawa perubahan (dalam arti Behavioral

(33)

Kedua: perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya

kecakapan baru.

Ketiga: bahwa perubahan itu terjadi karena usaha (dengan sengaja).

Mengacu pada batasan-batasan yang telah disampaikan di atas maka

dapat diringkas mengenai pengertian belajar yaitu :

1. Aktivitas yang dilakukan secara sadar dan aktif, sehingga

menghasilkan perubahan tingkah laku pada diri individu yang

mengalami belajar.

2. Perubahan tingkah laku yang terjadi sebagai akibat dari sesuatu

yang dikuasai baik berupa pengetahuan, kemampuan, atau

kecakapan yang sifatnya relatif lama.

Dalam uraian di atas telah disebutkan batasan-batasan tentang belajar.

Apabila siswa benar-benar merasa tahu gunanya belajar, merasa butuh

belajar, merasa dapat belajar, dan merasa senang belajar maka dari

siswa tersebut akan timbul motivasi diri yang kuat untuk melakukan

kegiatan belajar secara mandiri. Keputusan untuk melakukan kegiatan

belajar pada tiap-tiap individu tidak sama, tergantung pada kekuatan

motivasi diri, sebab jika motivasi kekuatan motivasi diri kuat maka

keputusan utuk melakukan kegiatan belajar juga tinggi. Hanya

kekuatan motivasi yang berasal dari dalam diri sendirilah yang

merupakan faktor pendorong untuk melakukan belajar mandiri karena

belajar mandiri menekankan pada auto-aktifitas siswa dalam belajar

yang penuh dengan tanggung jawab atas keberhasilan belajarnya.

(34)

16

meberikan perubahan kepada individu demi mencapai apa yang

menjadi tujuan dalam hidupnya.

b. Hasil Belajar

Proses belajar menghasilkan suatu proses yang disebut sebagai hasil

belajar yang merupakan indikator keberhasilan proses tersebut, para

ahli mengemukakan pendapat mereka berdasarkan cara pandang

mereka masing-masing. Menurut Chaplin (2011: 159) pengertian hasil

belajar adalah “hasil belajar merupakan suatu tingkatan khusus yang diperoleh sebagai hasil dari kecakapan kepandaian, keahlian dan

kemampuan di dalam karya akademik yang dinilai oleh guru atau

melalui tes prestasi”.

Pendapat Chaplin di atas mengandung pengertian bahwa prestasi itu

hakikatnya berupa perubahan perilaku pada individu di sekolah,

perubahan itu terjadi setelah individu yang bersangkutan mengalami

proses belajar mengajar tertentu.

Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia ingin

menerima pengalaman belajar optimal yang dapat dicapai dari

kegiatan belajar di sekolah untuk pelajaran. Hasil belajar seperti yang

dijelaskan oleh Poerwadarminta (2005 : 768) adalah “ hasil yang telah dicapai (dilakukan)”.

Cara pandang tentang hasil belajar juga dikemukakan Mochtar

Buchari (2005 : 94) memberikan pengertian hasil belajar sebagai

(35)

mencerminkan hasil belajar yang dicapai masing-masing anak dalam

periode tertentu.

Berdasarkan uraian para ahli di atas dapat diringkas bahwa hasil

belajar adalah produk yang diterima seseorang setelah dia melakukan

proses dalam periode waktu tertentu baik berupa sikap, pengetahuan

dan gerak.

Para terkemuka lain juga menyajikan pendapat mereka seperti

Nasution (2011:45) berpendapat tentang hasil belajar bahwa

Hasil belajar adalah kemampuan anak didik berdasarkan hasil dari pengalaman atau pelajaran setelah mengikuti program belajar secara periodik. Dengan selesainya proses belajar mengajar pada umumnya dilanjutkan dengan adanya suatu evaluasi. Dimana evaluasi ini mengandung maksud untuk mengetahui kemajuan belajar atau penguasaan siswa atau terhadap materi yang diberikan oleh guru.

Dari hasil evaluasi ini akan dapat diketahui hasil belajar siswa yang

biasanya dinyatakan dalam bentuk nilai atau angka. Dengan demikian

hasil belajar merupakan suatu nilai yang menunjukkan hasil belajar

dari aktifitas yang berlangsung dalam interaksi aktif sebagai

perubahan dalam pengetahuan, pemahaman keterampilan dan nilai

sikap menurut kemampuan anak dalam perubahan baru. Dalam proses

belajar mengajar anak didik merupakan masalah utama karena anak

didiklah yang diharapkan dapat menyerap seluruh materi pelajaran

yang diprogramkan didalam kurikulum.

Berdasarkan pengertian tentang hasil belajar maupun faktor-faktor

yang mempengaruhinya maka harus diperhatikan faktor-faktor

(36)

18

hasil belajar sebagai suatu hasil yang telah dicapai oleh siswa setelah

melakukan kegiatan baik berupa angka atau huruf dapat meningkat.

c. Hasil Belajar PKn

Hasil belajar PKn adalah kemampuan siswa dalam menguasai materi

PKn berdasarkan hasil dari pengalaman atau pelajaran setelah

mengikuti pembelajaran secara periodik dalam kelas. Dengan

selesainya proses belajar mengajar diakhiri dengan evaluasi untuk

mengetahui kemajuan belajar atau penguasaan siswa atau terhadap

materi PKn terutama kompetensi dasar hakekat negara yang diberikan

oleh guru. Dari hasil evaluasi ini akan dapat diketahui hasil belajar

siswa yang biasanya dinyatakan dalam bentuk nilai atau angka.

Hasil belajar PKn siswa melingkupi tiga aspek, yaitu aspek kognitif,

aspek afektif, dan aspek psikomotor.

1. Aspek Kognitif

Salah satu aspek dari hasil belajar menurut Anderson dan

Krathwohl (2010:122) Kawasan Kognitif adalah “kawasan membahas tujuan pembelajaran dengan proses mental yang

berawal dari tingkat pengetahuan ketingkat yang lebih tinggi

yakni evaluasi.”

Kawasan kognitif terdiri dari 6 tingkatan, yaitu:

(37)

b. Pemahaman (comprehension), diartikan kemampuan seseorang dalam mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan, atau menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri tentang pengetahuan yang pernah diterimanya. Contoh: Siswa dapat menjelaskan kata-katanya sendiri tentang perbedaan bangun geometri yang berdimensi dua dan berdimensi tiga.

c. Tingkat penerapan (application), diartikan kemampuan seseorang dalam menggunakan pengetahuan dalam memecahkan berbagai masalah yang timbul di kehidupan sehari-hari. Contoh: Siswa dapat menghitung panjang sisi miring dari suatu segitiga siku-siku jika diketahui sisi lainnya. d. Tingkat analisis (analysis), diartikan kemampuan menjabarkan

atau menguraikan suatu konsep menjadi bagian-bagian yang lebih rinci, memilah-milih, merinci, mengaitkan hasil rinciannya. Contoh: Mahasiswa dapat menentukan hubungan berbagai variabel penelitian dalam mata kuliah Metodologi Penelitian.

e. Tingkat sintetis (synthetis), diartikan kemampuan menyatukan bagian-bagian secara terintegrasi menjadi suatu bentuk tertentu yang semula belum ada. Contoh: Mahasiswa dapat menyusun rencana atau usulan penelitian dalam bidang yang diminati pada mata kuliah Metodologi Penelitian.

f. Tingkat evaluasi (evaluation), diartikan kemampuan membuat penilaian judgment tentang nilai (value) untuk maksud tertentu.

(38)

20

2. Aspek Afektif

Kawasan afektif adalah satu domain yang berkaitan dengan sikap, nilai-nilai interest, apresiasi atau penghargaan dan penyesuaian perasaan sosial. Tingkatan afektif ini ada lima, yaitu:

a. Kemauan menerima, berarti keinginan untuk memperhatikan suatu gejala atau rancangan tertentu seperti keinginan membaca buku, mendengar musik, atau bergaul dengan orang yang mempunyai ras berbeda.

b. Kemauan menanggapi, berarti kegiatan yang menunjuk pada partisipasi aktif kegiatan tertentu seperti menyelesaikan tugas terstruktur, menaati peraturan, mengikuti diskusi kelas, menyelesaikan tugas dilaboratorium atau menolong orang lain. c. Berkeyakinan, berarti kemauan menerima sistem nilai tertentu

pada individu seperti menunjukkan kepercayaan terhadap sesuatu, apresiasi atau penghargaan terhadap sesuatu, sikap ilmiah atau kesungguhan untuk melakukan suatu kehidupan sosial.

d. Penerapan karya, berarti penerimaan terhadap berbagai sistem nilai yang berbeda-beda berdasarkan pada suatu sistem nilai yang lebih tinggi, seperti menyadari pentingnya keselarasan antara hak dan tanggung jawab, bertanggung jawab terhadap hal yang telah dilakukan, memahami dan menerima kelebihan dan kekurangan diri sendiri.

e. Ketekunan dan ketelitian, berarti individu yang sudah memiliki sistem nilai selalu menyelaraskan perilakunya sesuai dengan sistem nilai yang dianutnya, seperti bersikap objektif terhadap segala hal.

3. Aspek Psikomotor

(39)

a. Persepsi, berkenaan dengan penggunaan indra dalam melakukan kegiatan. Contoh: mengenal kerusakan mesin dari suaranya yang sumbang.

b. Kesiapan melakukan suatu kegiatan, berkenaan dengan melakukan sesuatu kegiatan atau set termasuk di dalamnya metal set atau kesiapan mental, physical set (kesiapan fisik) atau emotional set (kesiapan emosional) untuk melakukan suatu tindakan.

c. Mekanisme, berkenaan dengan penampilan respon yang sudah dipelajari dan menjadi kebiasan sehingga gerakan yang ditampilkan menunjukkan kepada suatu kemahiran. Contoh: menulis halus, menari, menata laboratorium dan menata kelas. d. Respon terbimbing, berkenaan dengan meniru (imitasi) atau

mengikuti, mengulangi perbuatan yang diperintahkan atau ditunjukkan oleh orang lain, melakukan kegiatan coba-coba (trial and error).

e. Kemahiran, berkenaan dengan penampilan gerakan motorik dengan ketrampilan penuh. Kemahiran yang dipertunjukkan biasanya cepat, dengan hasil yang baik namun menggunakan sedikit tenaga. Contoh: tampilan menyetir kendaran bermotor. f. Adaptasi, berkenaan dengan ketrampilan yang sudah

berkembang pada diri individu sehingga yang bersangkutan mampu memodifikasi pada pola gerakan sesuai dengan situasi dan kondisi tertentu. Contoh: orang yang bermain tenis, pola-pola gerakan disesuaikan dengan kebutuhan mematahkan permainan lawan.

(40)

22

Pendidikan Kewarganegraan adalah salah satu mata pelajaran yang

unik dimana secara konten nya terdapat banyak kajian ilmu yang ada

di dalamnya seperi ilmu sosial, politik, ekonomi, hukum dan HAM,

budaya dan humaniora. Dalam pendidikan, PKn sangatlah penting

guna menunjang aspek kognitif, afektif, dan psikomotor peserta didik

untuk itulah tiga komponen pendidikan kewarganegraan harus

dipahami dan juga dihayati, diantanya adalah civic knowledge, civic

skill, dan civic disposition.

PKn memiliki beberapa komponen seperti yang dijabarkan Margaret

S. Branson (2001:4) mengidentifikasi tiga komponen penting dalam

Pendidikan Kewarganegaraan, yaitu “Civic Knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), Civic Skills (keterampilan kewarganegaraan), dan

Civic Disposition (watak-watak kewarganegaraan).”

Komponen pertama, civic knowledge “berkaitan dengan kandungan

atau nilai apa yang seharusnya diketahui oleh warganegara.

Aspek ini menyangkut kemampuan akademik-keilmuan yang

dikembangkan dari berbagai teori atau konsep politik, hukum dan

moral. Dengan demikian, mata pelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan merupakan bidang kajian multi-disipliner. Secara

lebih terperinci, materi pengetahuan kewarganegaraan meliputi

pengetahuan tentang hak dan tanggung jawab warga negara, hak asasi

manusia, prinsip-prinsip dan proses demokrasi, lembaga pemerintah

(41)

(rule of law) dan peradilan yang bebas dan tidak memihak, konstitusi,

serta nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat.

Kedua, Civic Skills meliputi keterampilan intelektual (intelectual

skills) dan keterampilan berpartisipasi (participatory skills) dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara.

Ketiga, Civic Disposition (watak-watak kewarganegaraan), komponen

ini sesungguhnya merupakan dimensi yang paling substantif dan

esensial dalam mata pelajaran PKn. Dimensi watak kewarganegaraan

dapat dipandang sebagai "muara" dari pengembangan kedua dimensi

sebelumnya.

2. Model Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian Model Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran tentu sering menemukan kendala atau beberapa

permasalahan yang membuat pembelajaran itu tidak berjalan sesuai

dengan keinginan dan tidak mampu mencapai tujuan pembelajaran,

sehingga dalam hal ini guru dituntut untuk mampu mangatasi

permasalahan ini. Hal yang paling tepat dilakukan adalah mengevaluasi

atau merefleksi bagaiman jalannya pembelajaran yang dianggap belum

berhasil tersebut, dalam hal ini model pembelajaran memegang peran

yang sangat penting dalam berjalanya pembelajaran karena pada

dasarnya model pembelajaran adalah prosedur tentang berlangsungnya

pembelajaran. Model dirancang untuk mewakili realitas sesungguhnya,

(42)

24

Hal serupa juga dikemukakan oleh Agus Suprijono (2011:46)

menyatakan bahwa “Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelompok

maupun tutorial.”

Pernyataan itu didukung oleh Trianto (2011:46) menyatakan bahwa

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi perancang pengajar dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran.

Model pembelajaran adalah konsep berjalanya pembelajaran seperti yang

dikemukakan Syaiful Sagala (2010:76) menyatakan bahwa

Model pembelajaran adalah suatu kerangka konseptual yang berisi prosedur sistematik dan mengorganisasikan pengalaman belajar siswa untuk mencapai tujuan belajar tertentu yang befungsi sebagai pedoman bagi guru dalam proes belajar mengajar.

Pernyataan di atas didukung Gunter et al (2010:67) menyatakan bahwa

Learning model is an instructional model is a step-by-step procedure that leads to specific learning outcomes.

Bedasarkam pernyataan para ahli di atas dapat diringkas bahwa model

pembelajaran merupakan suatu kerangka perencanaan konseptual yang

tersusun dan terorganisasi dengan tujuan memberikan pengarahan secara

bertahap terhadap suatu proses pembelajaran dimana tujuan adalah

(43)

b. Model Pembelajaran Kooperatif

1. Definisi

Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang

paling sering digunakan dalam pembelajaran karena dianggap paling

efektif dalam menciptakan pembelajaran yang aktif, inovatif, dan

menyenangkan serta mampu membangun sikap inkuri, diskoveri, dan

sikap kontruktivistik siswa sehingga tujuan pembelajaran dapat

tercapai dengan benar. Pembelajaran kooperatif sangat mendukung

aktivitas siswa dalam kelompok, sehingga ini memungkinkan mereka

mengembangkan aspek kognitif melalu diskusi dengan kelompok,

mengembangkan sikap atau afektif mereka melalui tata cara

berkelompok dalam pembelajaran, serta mampu meningkatkan

psikomotor mereka karena individu dalam kelompok dituntut aktif.

Definisi yang serupa juga diungkapkan Agus Suprijono (2011:54)

menyatakan bahwa “Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk

bentuk-bentuk lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru.”

Pernyataan di atas di dukung oleh Etin Solihatin dan Raharjo (2009:5)

yang menyatakan bahwa

(44)

26

Model pembelajaran kooperatif juga diuraikan oleh Slavin (2011: 4)

yang menyatakan bahwa “Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam

kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainya

dalam mempelajari materi pembelajaran.”

Selain itu dinyatakana juga bahwa Menurut Johnson (2007:396)

bahwa,

Cooperative instruction with other student promote (1) positive peer relation, (2) peer encouragement toward achievment, (3) involvement in and commitment to instructional activities, (4) greater amount of time spent on task related behaviors, and (5) obeying rules.

Pembelajaran kooperatif dengan siswa lain akan membawa (1) hubungan sebaya yang positif, (2) menyemangatkan teman sebaya dalam pencapaian, (3) keterlibatan dan komitmen dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran, (4) lebih banyak waktu yang dihabiskan dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran, (5) mematuhi peraturan. Berdasarkan pernyataan di atas dari pernyataan para ahli di atas dapat

diringkas bahwa model pembelajaran kooperatif adalah model

pembelajaran dengan menekankan kegiatan pada kelompok-kelompok

siswa yang membantu mengembangkan pemahaman dan sikap siswa

sesuai dengan tuntutan dalam kehidupan nyata di masyarakat.

2. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif

Model Pembelajaran kooperatif adalah model yang sangat khas sekali

dalam pembelajaran yang menerapkan sistem belajar di dalam

kelompok untuk memngembangkan kemampuan dan sikap siswa,

(45)

Hal ini selaras dengan pernyataan dari penjabaran Nur Asma

(2006:22)

Bahwa karakter model pembelajaran kooperatif tidak hanya sekedar belajar dalam kelompok, karena belajar dalam model

cooperative Learning harus ada “struktur dorongan dan tugas

yang bersifat kooperatif” sehingga memungkinkan terjadinya

interaksi secara terbuka dan hubungan-hubungan yang bersifat interdependensi yang efektif diantara anggota kelompok.

Dalam pembelajaran kooperatif juga mempunyaikarakteristik dasar

yang membedakan pembelajaran kelompok dalam pembelajaran

koooperatif dengan pembelajaran kelompok yang dilakukan melalui

prosedur. Hal ini terlihat ketika seorang guru melaksanakan prosedur

model kooperatif dengan benar, maka guru tersebut akan dapat

mengelola kelompok lebih efektif.

Agar mencapai hasil maksimal perlu diterapkan karakteristik yang

terdapat dalam pembelajaran kooperatif. karakteristik kooperatif

sebagai berikut kelompok dibagi atas kelompok-kelompok kecil,

dengan anggota kelompok yang terdiri dari beberapa orang siswa yang

memiliki kemampuan akademik bevariasi serta memperhatikan jenis

kelamin dan etnis, disini siswa tidak pandang bulu dengan siapa

mereka akan berkelompok, siswa belajar dalam kelompoknya dengan

kerja sama untuk menguasai materi pelajaran dengan saling

membantu, setiap siswa mempunyai peran di dalam kelompok, tidak

ada orang yang menguasai yang bisa mengajari yang tidak bisa.

Sistem penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok dari pada

individu, jadi semua anggota akan merasakan kebanggaan yang sama

(46)

28

Selain itu Slavin, Abrani, dan Chambers dalam Wina Sanjaya (2010:

242-244) “menjabarkan tentang karakteristik model pembelajaran kooperatif melalui beberapa pespektif, diantaranya adalah prespektif

motivasi, prespektif sosial, prespektif perkembangan kognitif, dan

prespektif elaborasi kognitif.”

a. Prespektif motivasi artinya bahwa penghargaan yang diberikan

kepada kelompok memungkinkan setiap anggota kelompok akan

saling membantu. Karena penghargaan diberikan akan memotivasi

siswa untuk dapatmenyelesaikan masalah sehingga anggota

kelompok merasa senang apabila penghargaan tersebut diberikan

untuk kelompoknya.

b. Prespektif sosial artinya bahwa melalui kooperatif setiap siswa

akan saling membantu dalam belajar karena mereka menginginkan

semua angggota kelompok memperoleh keberhasilan. Bekerja

secara tim dengan mengevaluasi keberhasilan sendiri oleh

kelompok, merupakan iklim yang bagus, dimana setiap anggota

kelompok menginginkan semuanya memperoleh keberhasilan.

c. Prespektif perkembangan kognitif artinya bahwa dengan adanya

interaksi antar anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi

siswa untuk berpikir mengolah berbagai informasi.

d. Elaboratif kognitif artinya bahwa setiap siswa akan berusaha untuk

memahami dan menimba informasi untuk menambah pengetahuan

kognitif. Dalam satu tim siswa akan saling membantu dan saling

(47)

belum tahu menjadi tahu dengan adanya interaksi antar anggota

kelompok.

Karekateristik pembelajaran kooperatif diuraikan oleh Wina Sanjaya

(2010:242-244) bahwa “Karakteristik pembelajaran kooperatif dibagi menjadi empat, yaitu 1) pembelajaran secara team merupakan tempat

untuk mencapai tujuan, 2) didasarkan pada manajemen kooperatif, 3)

kemauan untuk bekerja sama, 4) ketrampilan bekerja sama.”

Berdasarkan uraian di atas dapat disintetiskan bahwa karakteristik

pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang tidak hanya

menekankan pada pembelajaran kelompok yang berarti siswa belajar

dalam kelompok-kelompok belajar mereka dan di dalam terjadi

interaksi yaitu interaksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan

kelompok, kelompok dengan kelompok, dan kelompok dengan guru.

c. Teori Cooperative Learning

Dalam berbagai teori pembelajaran kooperatif memandang bahwa

pembelajaran kooperatif sejalan dengan pendekatan pembelajaran

kontruktivistik yang menganggap bahwa siswa yang datang ke

sekolah telah siap dengan dengan mental dan pengetahuan mereka

sehingga mereka dapat membangun pengetahuan mereka dengan

sendirinya karena di awal mereka telah memiliki konsep dan materi

yang telah mereka siapkan sebelum pembelajaran sehingga ini sangat

(48)

30

Hal ini sejalan dengan pendapat parah ahli, seperti menurut Agus

Suprijono (2011:31) menjabarkan

Dikemukakan bahwa dalam proses ini siswa membina pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Siswa bukanlah sebagai penerima informasi atau pengetahuan dari guru namun siswa belajar untuk membina sendiri pengetahuanya.

Pandangan-pandangan tentang kontruktivisme juga dikemukakan oleh

Isjoni (2011:30) menjabarkan bahwa “sejalan dengan pendapat tersebut kontruktivisme merupakan satu pandangan bahwa siswa

membina sendiri pengetahuan atau konsep secara aktif berdasarkan

pengetahuan dan pengalaman yang ada”.

Dalam Cooperative Learning terdapat teori-teori yang dikemukakan

oleh beberapa ahli diantaranya sebagai berikut.

1. Teori Ausubel

Teori yang pertama ini dikemukakan oleh Ausubel (Isjoni, 2011:

35) bahan pelajaran yang dipelajari haruslah bermakna,

Dimaksud dengan pembelajaran bermakna adalah ada suatu proses mengaitkan informasi baru pada suatu konsep-konsep relevan terdapat dalam struktur kognitif seseorang meliputi fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi telah dipelajari dan diingat siswa dalam proses pembelajaran bukan hanya sekedar menyampaikan konsep namun juga memperhatikan kualitas proses pembelajaran benar-benar bermakna.

Dalam pembelajaran kooperatif, guru menjadikan pembelajaran

yang bermakna dengan cara memandang siswa bukan sebagai

objek pembelajaran. Siswa dipandang sebagai seseorang pada saat

(49)

proses belajar siswa mengaitkan pengetahuan yang dimiliki dengan

informasi baru secara berkelompok.

2. Teori Piaget

Teori Piaget ini diuraikan oleh Isjono (2011:37) “Dalam kaitanya dengan pembelajaran, teori ini mengacu pada kegiatan

pembelajaran yang harus melibatkan partisipasi peserta didik.” Ditambahkan oleh Semiawan dalam Isjoni (2011: 37). Pengetahuan

tidak hanya diterima secara verbal oleh siswa namun juga

dikonstruksi dan direkonstruksi oleh siswa, dengan melibatkan

siswa secara aktif.

Jadi dalam kegiatan belajar cooperative learning terjadi

pembelajaran yang aktif dan partisipatif. Pada masa ini siswa

menyesuaikan dengan hal yang konkret dan harus berpikir kritis.

Oleh karena itu, dalam upaya meningkatkan kualitas kognitif siswa,

guru dalam melaksanakan pembelajaranya harus lebih

memprioritaskan pada kegiatan pemecahan masalah atau latihan

meneliti dan menemukan. Pembelajaran kooperatif, siswa

hendaknya banyak diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan

lingkungan dapat dilakukan oleh siswa bersama teman temanya

secara berkelompok.

3. Teori Vygotsky

Teori ketiga ini dikemukakan oleh Vygotsky dalam Isjoni (2011:

40) Pembelajaran kooperatif adalah

(50)

32

yang didapat dari kehidupan sehari-hari, sedangkan pengertian ilmiah diperoleh dari pelajaran di sekolah. Keduanya saling berkaitan satu sama lain.

Tingkat perkembangan sesungguhnya adalah kemampuan

pemecahan masalah secara mandiri sedangkan tingkat

perkembangan potensial adalah kemampuan pemecahan masalah

dibawah bimbingan orang dewasa. Model kooperatif dapat

digunakan untuk menerapakan tingkat perkembangan potensial

siswa. Dalam pembelajaran kooperatif, guru bertindak sebagai

fasilitator. Siswa bekerja dalam kelompok untuk memahami materi

atau memecahkan masalah bersama teman sebayanya, guru

membimbing siswa dalam kelompok.

Berdasarkan teori di atas, dapat diringkas bahwa pembelajaran

kooperatif merupakan pembelajaran yang berlandaskan pada

konstruktivisme. Dalam pembelajaran ini siswa ditekankan sebagai

subyek yang sepenuhnya aktif membangun pengetahuan mereka,

sedangkan guru sebagai fasilitator yang berperan dalam

membimbing siswa. Pembelajaran ini bertujuan memberikan

pembelajaran bermakna (meaningfull learning) kepada siswa guna

memberi mereka pengetahuan hingga tingkat experience learning

atau pengalaman belajar bagi mereka.

d. Tujuan Cooprative Learning

Seperti uraian yang mengkaitkan bahwa pembelajaran kooperatif

membantu siswa dalam membangun sendiri pengetahuan mereka

(51)

ini sendiri adalah untuk membangun kemampuan dan pengetahuan

siswa melalui pengalaman belajar dan pembelajaran yang bermakna

demi tercapainya tujuan pembelajaran yang menekankan peran

mereka dalam kelompok-kelompok belajar yang saling berinteraksi.

Tujuan pembelajaran kooperatif dijelaskan Nur Asma (2006:12-14)

menyatakan tujuan pembelajaran kooperatif bertujuan untuk

pencapaian hasil belajar, penerimaan terhadap keragaman dan

pengembangan keterampilan sosial.

Model cooperative learning dikembangkan untuk mencapai tiga

tujuan sebagai berikut.

a. Hasil Belajar Akademik

Dengan cooperative learning siswa dapat bertukar pendapat dan

saling mengajari satu sama lain. Hal ini dapat menguntungkan

semua siswa, baik yang berprestasi tinggi maupun berprestasi lebih

rendah karena mereka dapat mengerjakan semua tugas yang

diberikan dalam kelompok sehingga akan meningkatkan prestasi

belajar mereka.

b. Toleransi dan Penerimaan Terhadap Keanekaragaman

Cooperative learning memberikan kesempatan kepada siswa

dengan latar belakang prestasi akademik, budaya, kelompok sosial

maupun ras untuk belajar saling menghargai satu sama lain.

c. Pengembangan Keterampilan Sosial

Komponen-komponen dalam ketrampilan sosial dijelaskan oleh

(52)

34

adalah “kecakapan berkomunikasi, kecakapan bekerja kooperatif dan kolaboratif, serta solidaritas.”

Selain itu menurut Trianto (2010: 58) “ Dengan penerapan

cooperative learning siswa akan dilatih keterampilan sosialnya

dengan cara mengemukakan pendapat, menerima saran dari teman,

serta bekerjasama dalam mencari pemecahan masalah yang

dihadapi siswa dalam kelompoknya saat proses pembelajaran.” Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk

meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan

pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam

kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk

berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar

belakang.

Dari uraian di atas dapat saya diringkas bahwa tujuan dari cooperative

learning adalah membangun pengetahuan dan mental siswa dan juga

mengembangkan ketrampilan dalam bidang pengetahuan, ketrampilan

sosial, dan rasa toleransi mereka, dan hal ini sangat dibutuhkan guna

membangun pengetahuan yang mempunyai kualitas karakter yang

baik.

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stray Two Stay ( TSTS)

a. Definisi

Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah model kooperatif

(53)

oleh Spencer Kagan pada tahun 1990 dan bisa digunakan bersama

dengan model kepala bernomor (numbered heads).

Model pembelajaran kooperatif tipe two stray two stay adalah

metode pembelajaran yang sangat khas dan fleksibel, dikatakan

khas karena model pembelajaran ini memiliki keunikannya

tersendiri dimana dua orang tinggal sedangkan yang lain bepencar

dalam satu kelompok yang terdiri dari empat orang tersebut, hal ini

sangatlah membantu siswa dalam melakukan interaksi dengan

kelompok lain dan dapat meningkatkan hail belajar mereka dalam

kognitif, afektif dan psikomotor mereka. Selain itu, metode ini

dikatakan fleksibel dikarenakan metode pembelajaran two stay two

stray ini dapat digunakan disemua mata pelajaran terlebih mata

pelajaran yang banyak menonjolkan sikap afektif seperti

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Hal ini sangat didukung oleh

beberapa ahli diantaranya adalah

Dikemukakan oleh Samsul Ma’rif ( 12 November 2013 diakses

melalui Internet di Asrama Prahlada dan Kuntidevi pukul 6:46

WIB melalui (http://edogawa.com) menyatakan bahwa “metode

two stay two stray (dua tinggal dua tamu) adalah salah satu model

pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada

kelompok membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain.” Selain itu menurut Sugiyanto (2009: 54) berpendapat bahwa

(54)

36

kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan

informasi dengan kelompok lain.”

Model pembelajaran kooperatif juga membuat Lie (2008)

mendefinisikan bahwa

Model pembelajaran two stay two stray (dua tinggal dua tamu) merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa belajar memecahkan masalah bersama anggota kelompoknya, kemudian dua siswa dari kelompok tersebut bertukar informasi ke dua anggota kelompok lain yang tinggal.

Definisi tentang model pembelajaran TSTS dapat diringkas bahwa

model pembelajaran ini model pembelajran dengan cir khas pada

kegiatan tinggal dan berpencar dimana kelompok saling

berinteraksi satu sama lain.

Beberapa ahli juga menambahkan diantaranya, menurut Jarolimek

dan Parker dalam Isjoni (2009:101) menyatakan bahwa

Cooperative learning tipe two stray two stay memperhatiakn kemapuan akademis siswa. Guru membentuk kelompok heterogen

dengan alsan memberi kesempatan siswa saling mengajar,

mendukung, berinteraksi, dan memecahkan maslah.”

Menurut uraian para ahli di atas dapat diringkas bahwa metode

pembelajaran two stray two stay adalah pembelajaran yang

mengembangkan kemampuan siswa melalui kelompok yang

bertukar informasi yaitu menerima dan memberi infomasi serta

mampu menyimpulkan apa yang mereka berikan dan apa yang

(55)

b. Ciri-ciri Model Pembelajaran Two Stay Two Stray

Ciri-ciri model pembelajaran TSTS, yaitu:

a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk

menuntaskan materi belajarnya.

b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi,

sedang dan rendah.

c. Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku,

jenis kelamin yang berbeda.

d. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu

c. Tujuan Model Pembelajaran Two Stay Two Stray

Model pembelajaran ini siswa dihadapkan pada kegiatan

mendengarkan apa yang diutarakan oleh temannya ketika sedang

bertamu, yang secara tidak langsung siswa akan dibawa untuk

menyimak apa yang diutarakan oleh anggota kelompok yang

menjadi tuan rumah tersebut. Dalam proses ini, akan terjadi kegiatan

menyimak materi pada siswa.

Model pembelajaran kooperatif TSTS ini memiliki tujuan yang sama

dengan pendekatan pembelajaran kooperatif yang telah di bahas

sebelumnya. Siswa diajak untuk bergotong royong dalam

menemukan suatu konsep. Penggunaan model pembelajaran

kooperatif TSTS akan mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam

berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga

menyimak materi yang dijelaskan oleh teman. Selain itu, alasan

(56)

38

terdapat pembagian kerja kelompok yang jelas tiap anggota

kelompok, siswa dapat bekerjasama dengan temannya, dapat

mengatasi kondisi siswa yang ramai dan sulit diatur saat proses

belajar mengajar.

Dengan ini disimpulkan bahwa tujuan dari model pembelajaran two

stay two stray adalah untuk melatih keaktifan siswa dalam kegiatan

meyimak dan bertamu agar mereka mampu menemukan konsep

materi yang dipelajari serta menjadi aktif dalam diskusi, bertanya,

menjawab serta mampu berbagi dengan kelompok yang lain.

d. Langkah-langkah model pembelajaran Two Stay Two Stray

1. Dijelaskan langkh-langkah model TSTS menurut Tamu dalam Lie

(2002:60-61) Adapun langkah-langkah model pembelajaran dua

tinggal dua pergi adalah sebagai berikut.

a. Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa.

b. Setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok akan

meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke

kelompok yang lain.

c. Dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan

hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.

d. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan

melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.

e. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja

(57)

2. Selain itu menurut Nurjanah (2012) adapun langkah-langkah

pembelajaran two stay two stray, yaitu:

a. Siswa bekerja alam kelompok yang beranggotakan empat

orang.

b. Setelah selasai, dua orang dari masing-masing kelompok

meninggalkan kelompoknya untuk kemudian bertemu dengan

kelompok yang lain.

c. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas

membagikan hasil kerja dan informasi yang mereka miliki

kepada tamu yang datang ke kelompok mereka.

d. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka

masing-masing dan melaporkan temuan mereka yang diperoleh dari

kelompk yang lain.

e. Kelompok mencocokkan dan membahasa hasil kerja mereka

masing-masing.

3. Ditambahkan definisi tentang model TSTS oleh Nadiya dalam

Eni (2011:9-10) bahwa langkah-langkah model pembelajaran

kooperatif two stay two stray adalah sebagai berikut

a. Pembentukan kelompok heterogen. Pembentukan kelompok

dalam kelas dilakukan oleh guru yang lebih tahu tentang mana

siswa yang pandai dan mana siswa yang lemah. Pembentukan

kelompok ini harus bersifat heterogen. . Siswa-siswa dalam

kelompok merupakan campuran siswa dari tingkat kepandaian,

Gambar

Tabel 1.1 Prestasi Belajar Ulangan Harian Siswa Kelas X IPS 1 Semeter
Tabel 1.2 Hasil Belajar Siswa kelas X IPS 1 Tahun Pelajaran 2014/2015
Tabel 3.1 Tabel Pretest-Posttest Control Group Design
Tabel 3.2 Tabel Tingkat Hubungan Dengan Interval Koefesiensi
+6

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian ciri dari pertanyaan atau penugasan berbentuk pemecahan masalah adalah: (1) ada tantangan dalam materi tugas atau soal, (2) masalah tidak dapat diselesaikan

Dari sudut hukum dialektis ataupun sosiologis-reflektif itu kita bisa tegaskan bahwa dalam setiap cilaka ada hikmah, dalam setiap bencana ada momentum perubahan, dalam

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan komunikasi ilmiah siswa kelas X SMA Negeri 1 Kartasura pada pembelajaran biologi mengalami peningkatan melalui penerapan

This research was conducted over six months and comprised three stages (Figure. 1): (1) AM isolatation, propagation and identification (Chruz, 1991), from soil collected

Perihal : Undangan Pembuktian Kualifikasi Untuk Pekerjaan Pengadaan Penyediaan Jasa Perencanaan Teknis Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Kabupaten Muara Enim Tahun

pipa di dalamnya, fluida tersebut mengalir melalui cincin yang berbentuk silinder pipa, maupun silinder dalam dan silinder luar.Karena kedua aliran fluida melintas

Metode penelitian yang digunakan untuk mendapatkan ukuran utama SPSHB yang optimum adalah metode optimization dengan bantuan fitur solver dengan menjadikan

Maka dari itu, penulis mengusulkan untuk membuat sistem yang dapat memonitoring jalannya proyek konstruksi berdasarkan rencana pekerjaan yang telah dibuat pada