ANALISA LENTUR DAN TORSI PADA CORE-WALL
TERBUKA DAN TERTUTUP DENGAN TEORI THIN-WALLED
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian Pendidikan sarjana Teknik Sipil
FRANS SUBRATA
09 0404 068
BIDANG STUDI STRUKTUR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN
ANALISA LENTUR DAN TORSI PADA CORE-WALL TERBUKA DAN TERTUTUP DENGAN TEORI THIN-WALLED
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat dalam menempuh Colloqium Doctum/ Ujian Sarjana Teknik Sipil
Dikerjakan oleh:
FRANS SUBRATA 09 0404 068
Pembimbing
Ir. Besman Surbakti, MT NIP:19541012 198003 1 004
Penguji I Penguji II
Ir. Sanci Barus, M.T M. Agung P. Handana,ST.MT NIP: 19520901 198112 1 001 NIP:19821206 201012 1 005
Mengesahkan:
Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara
Prof.Dr.Ing. Johannes Tarigan NIP: 19561224 198103 1 002 BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan anugrah, berkat dan karunia-Nya hingga terselesaikannya tugas akhir ini
dengan judul “Analisa Lentur Dan Torsi Pada Core-wall Terbuka dan Tertutup
dengan Teori Thin-walled”.
Tugas akhir ini disusun untuk diajukan sebagai syarat dalam ujian sarjana
teknik sipil bidang studi struktur pada fakultas teknik Universitas Sumatera Utara
Medan. Penulis menyadari bahwa isi dari tugas akhir ini masih banyak
kekurangannya. Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya
pemahaman penulis. Untuk penyempurnaannya, saran dan kritik dari bapak dan ibu
dosen serta rekan mahasiswa sangatlah penulis harapkan.
Penulis juga menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan dan dorongan dari
berbagai pihak, tugas akhir ini tidak mungkin dapat diselesaikan dengan baik. Oleh
karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang senantiasa penulis cintai yang dalam
keadaan sulit telah memperjuangkan hingga penulis dapat menyelesaikan
perkuliahan ini.
Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada :
1. Bapak Ir.Besman Surbakti, MT. selaku dosen pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk memberikan saran dan bimbingan
2. Bapak Ir. Sanci Barus, MT. selaku dosen pembanding yang telah memberikan
kritikan dan nasehat yang membangun
4. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku ketua Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik USU
5. Bapak Ir. Syahrizal, MT. selaku sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik USU
6. Kedua orang tua penulis yang turut mendukung segala kegiatan akademis
penulis
7. Seluruh pegawai administrasi yang telah memberikan bantuan dan kemudahan
dalam penyelesaian administrasi
8. Rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan semangat kepada penulis,
stambuk 09, Loliandy, Benny, Leslie, serta senior-senior 07 Martin,Effendy, 08,
Felix dan adik-adik yang memberikan dukungan serta info mengenai kegiatan
sipil.
Walaupun dalam menyusun Tugas akhir ini penulis telah berusaha untuk
mengkaji dan menyampaikan materi secara sistematis dan terstruktur, tetapi tentunya
Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran yang membangun
tentulah sangat penulis harapkan di kemudian hari.
Medan, Maret 2014
STRAK
Pada jaman sekarang ini, pembangunan struktur bangunan tinggi
seperti apartemen, mall, plaza, dll semakin sering terjadi di kota-kota besar.
Penggunaan jenis konstruksi core-wall ini akan membuat suatu struktur yang bersifat lebih ekonomis (dimensi struktur lain akan lebih kecil) terhadap bagian lain seperti konstruksi portal terbuka.
Pada umumnya, core-wall tertutup sangat jarang ditemukan di dalam
dunia konstruksi. Core-wall tertutup bersifat kurang efektif dan efisien karena
terdapatnya suatu space waste (ruangan kosong yang tidak berguna) pada
tengah core-wall yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk pembuatan lift,
tangga darurat, dll Sedangkan core-wall terbuka lebih sering dipakai dan
sangat berkembang saat ini karena bersifat lebih efektif dan efesien serta ekonomis untuk bangunan bertingkat tinggi
Struktur Core-wall yang memikul gaya-gaya luar akan menimbulkan
suatu tegangan lentur dan geser yang nilainya bergantung pada beberapa faktor yaitu ukuran penampang, jenis perletakkan, serta sifat material yang
akan digunakan untuk struktur core-wall. Akibat dari adanya suatu
pembebanan gaya luar dari struktur core-wall akan menyebabkan terjadinya
momen torsi dan bimoment. Oleh karena itu, terjadinya perpuntiran
disepanjang core-wall yang menimbulkan suatu torsi dan tegangan geser
warping.
Dengan menggunakan thin-walled theory antara core-wall terbuka
dan core-wall tertutup yang dianalisis dengan beban lentur yang sama, volume penampang yang sama dan material yang sama. Perolehan hasil dari beban lentur sejajar sumbu x, tegangan lentur diperoleh perbandingan sebesar 19% dan tegangan geser diperoleh perbandingan sebesar 137%. Akibat beban lentur sejajar sumbu y, tegangan lentur diperoleh perbandingan sebesar 71% dan tegangan geser diperoleh perbandingan 54%. Akibat torsi pada sumbu z,
tegangan torsi di sayap core-wall diperoleh perbandingan sebesar 626% dan
tegangan torsi di badan core-wall diperoleh perbandingan sebesar 262%.
Akibat tegangan geser warping pada sumbu z, tegangan geser warping di
sayap core-wall diperoleh perbandingan sebesar 1208% dan , tegangan geser warping di badan core-wall diperoleh perbandingan sebesar 2169%.
Dari hasil penelitian tersebut diperoleh tegangan torsi, tegangan geser warping, dan tegangan lentur core-wall terbuka lebih besar dibandingkan core-wall tertutup, hal ini menunjukan bahwa core-wall terbuka jauh lebih
lemah terhadap gaya yang bekerja disepanjang core-wall dibandingkan
dengan core-wall tertutup. Hal ini disebabkan karena pengaruh bentuk benda yang tidak simetris pada core-wall terbuka.
Kata Kunci : Corewall. Thin-walled theory. Core-wall terbuka, Core-wall
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan ... i
Kata Pengantar ... ii
Abstrak ... iv
Daftar Isi ... v
Daftar Tabel ... viii
Daftar Gambar ... x
Daftar Notasi ... xv
Daftar Lampiran... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Umum ... 1
1.2. Latar Belakang Masalah ... 5
1.3. Tujuan Penulisan ... 7
1.4. Metodologi ... 7
1.5. Pembatasan Masalah ... 8
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN ... 9
2.1. Core-wall Tertutup dan Core-wall Terbuka ... 9
2.1.1 Umum ... 9
2.1.2 Perbandingan Core-wall Tertutup dan Terbuka ... 9
2.2. Teori Struktur dengan Metode Thin-Walled ... 11
2.3. Teori Tegangan Geser Balok pada Core-wall Terbuka ... 14
2.4. Teori Tegangan Geser Balok pada Core-wall Tertutup ... 16
2.5. Teori Torsi Saint Venant dengan Metode Thin_walled ... 18
2.6.1 Teori Dasar Komponen Bimoment dan Torsi ... 23
2.6.2 Momen Torsi Balok dengan Perletakan Sendi-Sendi 1 .... 25
2.6.3 Momen Torsi Balok dengan Perletakan Sendi-Sendi 2 .... 27
2.6.4 Momen Torsi Balok dengan Perletakan Jepit-Jepit... 29
2.6.5 Momen Torsi Balok dengan Perletakan Jepit-Bebas ... 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 32
3.1. Jenis Penelitian ... 32
3.2. Jenis dan Sumber Data ... 32
3.3. Metode Analisa Data ... 32
3.4. Langkah – langkah Perhitungan ... 50
3.5. Bagan Aliran Penelitian ... 53
BAB IV APLIKASI ... 54
4.1. Distribusi Core-wall Terbuka Penampang I ... 54
4.1.1. Data-data Core-wall Terbuka Penampang I………..55
4.1.2. Beban Lentur pada Core-wall Terbuka Penampang I... 56
4.1.3. Beban Torsi pada Core-wall Terbuka Penampang I….….73 4.1.4. Bimoment pada Perletakan Jepit-Bebas pada Core-wall Terbuka Penampang I……… 83
4.1.5. Kombinasi Tegangan Total pada Core-wall Terbuka Penampang I ... 92
4.2. Distribusi Core-wall Terbuka Penampang II ... 93
4.2.1. Data-data Core-wall Terbuka Penampang II………..…..93
4.2.2. Beban Lentur pada Core-wall Terbuka Penampang II.... 94
4.2.4. Bimoment pada Perletakan Jepit-Bebas pada Core-wall
Terbuka Penampang II ... 121
4.2.5. Kombinasi Tegangan Total pada Core-wall Terbuka Penampang II ... 130
4.3. Distribusi pada Core-wall Tertutup ... 131
4.3.1. Data-data Core-wall tertutup………..………….. 132
4.3.2. Beban Lentur pada Core-wall Tertutup... 132
4.3.3. Beban Torsi pada Core-wall Tertutup... 147
4.3.4. Bimoment pada Perletakan Jepit-Bebas pada Core-wall Tertutup ... 155
4.3.5. Kombinasi Tegangan Total pada Core-wall Tertutup ... 165
4.4. Hasil Perbandingan antara Core-wall Tertutup dan Terbuka ... 166
4.5. Pemabahasan hasil Penelitian ... 169
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 171
5.1 Kesimpulan ... 171
5.2 Saran ... 173
Daftar Pustaka ... 174
DAFTAR TABEL
Tabel 3.3.1 Tabel Integral Volume………... 40
Tabel 3.3.2 Nilai Bimoment untuk Jenis-jenis Perletakan..……….. 46
Tabel 3.3.3 Perbandingan Perumusan Core-wall Terbuka dan Core-wall
Tertutup..………. 48
Tabel 4.1.1 Variasi Nilai Tegangan Lentur Akibat Wx pada Core-wall Terbuka I. 61
Tabel 4.1.2 Variasi Nilai Tegangan Geser Akibat Wx pada Core-wall Terbuka I.. 62
Tabel 4.1.3 Variasi Nilai Tegangan Lentur Akibat Wy pada Core-wall Terbuka I. 69
Tabel 4.1.4 Variasi Nilai Tegangan Geser Akibat Wy pada Core-wall Terbuka I.. 70
Tabel 4.1.5 Variasi Nilai Mds dan Mw pada Core-wall Terbuka I……….. 84
Tabel 4.1.6 Variasi Nilai Tegangan Geser warping pada Core-wall Terbuka I.….. 88
Tabel 4.1.7 Variasi Nilai Torsi pada Core-wall Terbuka……….. 89
Tabel 4.2.1 Variasi Nilai Tegangan Lentur Akibat Wx pada Core-wall Terbuka II 99
Tabel 4.2.2 Variasi Nilai Tegangan Geser Akibat Wx pada Core-wall Terbuka II.. 100
Tabel 4.2.3 Variasi Nilai Tegangan Lentur Akibat Wy pada Core-wall Terbuka II. 107
Tabel 4.2.4 Variasi Nilai Tegangan Geser Akibat Wy pada Core-wall Terbuka II.. 108
Tabel 4.2.5 Variasi Nilai Mds dan Mw pada Core-wall Terbuka II……..………… 122
Tabel 4.2.6 Variasi Nilai Tegangan Geser warping pada Core-wall Terbuka II…... 126
Tabel 4.2.7 Variasi Nilai Torsi pada Core-wall Terbuka II………... 127
Tabel 4.3.1 Variasi Nilai Tegangan Lentur Akibat Wx pada Core-wall Tertutup… 136
Tabel 4.3.2 Variasi Nilai Tegangan Geser Akibat Wx pada Core-wall Tertutup….. 137
Tabel 4.3.3 Variasi Nilai Tegangan Lentur Akibat Wy pada Core-wall Tertutup…. 143
Tabel 4.3.4 Variasi Nilai Tegangan Geser Akibat Wy pada Core-wall Tertutup….. 144
Tabel 4.3.5 Variasi Nilai Mds dan Mw pada Core-wall Tertutup………..………… 156
Tabel 4.3.6 Variasi Nilai Tegangan Geser warping pada Core-wall Tertutup……... 160
Tabel 4.4.1 Perbandingan Nilai Tegangan antara Core-wall Tertutup dan
Core-wall Terbuka I……….………... 166
Tabel 4.4.2 Perbandingan Nilai Tegangan antara Core-wall Tertutup dan
Core-wall Terbuka II……….………... 167
Tabel 4.4.3 Perbandingan Nilai Tegangan antara Core-wall Terbuka I dan
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1.1 Perletakan Shear-wall………... 3
Gambar 1.1.2 Perletakan Core-wall………... 5
Gambar 2.1.1.a Core-wall Terbuka………... 10
Gambar 2.1.1.b Core-wall Tertutup ………. 10
Gambar 2.2.1 Contoh dari Saint Venant dan Torsi Warping…….………. 11
Gambar 2.2.2 Bimoment Balok dan Momen Torsi Puntir……….. 13
Gambar 2.3.1 Tegangan Geser pada Balok………. 14
Gambar 2.4.1 Tegangan Geser pada Profil Berongga………. 16
Gambar 2.4.2 Profil dengan Kotak Lebih dari Satu……… 17
Gambar 2.5.1 Tegangan Geser pada Balok Satu Sumbu Simetri……… 18
Gambar 2.6.1 Pembebanan Gaya pada Balok Menyebabkan Timbul Bimoment….. 23
Gambar 2.6.2 Perletakan Sendi-Sendi dengan Bimoment di Salah Satu Ujung Perletakan………... 25
Gambar 2.6.3 Perletakan Sendi-Sendi dengan Bimoment di Sepanjang Perletakan.. 27
Gambar 2.6.4 Perletakan Jepit-Jepit dengan Bimoment di Sepanjang Perletakan…. 29
Gambar 2.6.5 Perletakan Jepit-Jepit dengan Bimoment di Salah Satu Ujung Perletakan ………...………... 31
Gambar 3.3.1 Beban Torsi yang Bekerja pada Balok Berdinding Tipis………. 33
Gambar 3.3.2 Kordinat Sistem Asal, Lanjutan dan Utama………. 36
Gambar 3.3.3 Aliran geser T= t merupakan Penjumlahan untuk Profil Terbuka dan C yang Konstan Sepanjang Profil ……..………. 43
Gambar 3.3.4 Bimoment pada Perletakan Jepit- Jepit…..………. 44
Gambar 3.3.5 Core-wall Tertutup dan Core-wall Terbuka.……… 48
Gambar 3.3.6 Bagan Aliran Penelitian………...……… 53
Gambar 4.1.1 Beban Lentur pada Core-wall Terbuka I……… 54
Gambar 4.1.4 Titik Tinjau pada Core-wall Terbuka I.……….. 55
Gambar 4.1.5 Beban yang Bekerja pada Tampang Core-wall Terbuka I.………… 56
Gambar 4.1.6 Grafik Hubungan Tegangan Lentur dan Ketinggian Akibat Wx pada Core-wall Terbuka I... 63
Gambar 4.1.7 Grafik Hubungan Tegangan Geser dan Ketinggian Akibat Wx pada
Core-wall Terbuka I..…... 63
Gambar 4.1.8 Distribusi Tegangan Lentur dan Geser Akibat Wx pada Core-wall
Terbuka I..……… 64
Gambar 4.1.9 Grafik Hubungan Tegangan Lentur dan Ketinggian Akibat Wy pada
Core-wall Terbuka I..………... 71
Gambar 4.1.10 Grafik Hubungan Tegangan Geser dan Ketinggian Akibat Wy pada
Core-wall Terbuka I.……… 71
Gambar 4.1.11 Distribusi Tegangan Lentur dan Geser Akibat Wy pada Core-wall
Terbuka I..………... 72
Gambar 4.1.12 Titik Tinjau Torsi pada Core-wall Terbuka Penampang I..………… 73
Gambar 4.1.13 Perubahan Fungsi Ws dengan Titik Kordinat Asal pada Core-wall
Terbuka I..……… 76
Gambar 4.1.14 Section Propeties Sistem Kordinat 1 pada Core-wall Terbuka I…... 77
Gambar 4.1.15 Section Propeties Sistem Kordinat 2 pada Core-wall Terbuka I…… 78
Gambar 4.1.16 Section Propeties Sistem Kordinat Asal pada Core-wall Terbuka I. 82
Gambar 4.1.17 Bimoment pada Perletakan Jepit Bebas pada Core-wall Terbuka I… 83
Gambar 4.1.18 Grafik Nilai Mw terhadap Ketinggian pada Core-wall Terbuka I. … 85
Gambar 4.1.19 Grafik Nilai Md terhadap Ketinggian pada Core-wall Terbuka I.….. 85
Gambar 4.1.20 Grafik Hubungan Tegangan Geser Warping terhadap Ketingian pada
Sumbu x Core-wall Terbuka I………... 90
Gambar 4.1.21 Grafik Hubungan Tegangan Geser Warping terhadap Ketinggian
pada Sumbu y pada Core-wall Terbuka I.….………... 90
Gambar 4.1.22 Grafik Hubungan Torsi terhadap Ketingian pada Sumbu x Core-wall
Terbuka I………... 91
Gambar 4.1.23 Grafik Hubungan Torsi terhadap Ketingian pada Sumbu y Core-wall
Terbuka I………... 91
Gambar 4.1.24 Distribusi Torsi dan Tegangan Geser Warping pada Core-wall
Gambar 4.2.1 Tampang Core-wall Terbuka II..………..…… 93
Gambar 4.2.2 Titik Tinjau pada Core-wall Terbuka II.……….. 93
Gambar 4.2.3 Beban yang Bekerja pada Tampang Core-wall Terbuka II………… 94
Gambar 4.2.4 Grafik Hubungan Tegangan Lentur dan Ketinggian Akibat Wx pada Core-wall Terbuka II... 101
Gambar 4.2.5 Grafik Hubungan Tegangan Geser dan Ketinggian Akibat Wx pada
Core-wall Terbuka II.…... 101
Gambar 4.2.6 Distribusi Tegangan Lentur dan Geser Akibat Wx pada Core-wall
Terbuka II..…………...……… 102
Gambar 4.2.7 Grafik Hubungan Tegangan Lentur dan Ketinggian Akibat Wy pada
Core-wall Terbuka II.………... 109
Gambar 4.2.8 Grafik Hubungan Tegangan Geser dan Ketinggian Akibat Wy pada
Core-wall Terbuka II……… 109
Gambar 4.2.9 Distribusi Tegangan Lentur dan Geser Akibat Wy pada Core-wall
Terbuka II.………... 110
Gambar 4.2.10 Titik Tinjau Torsi pada Core-wall Terbuka Penampang II.………… 111
Gambar 4.2.11 Perubahan Fungsi Ws dengan Titik Kordinat Asal pada Core-wall
Terbuka II.……… 114
Gambar 4.2.12 Section Propeties Sistem Kordinat 1 pada Core-wall Terbuka II... 115
Gambar 4.2.13 Section Propeties Sistem Kordinat 2 pada Core-wall Terbuka II..… 116
Gambar 4.2.14 Section Propeties Sistem Kordinat Awal pada Core-wall Terbuka II 120
Gambar 4.2.15 Bimoment pada Perletakan Jepit Bebas pada Core-wall Terbuka II.. 121
Gambar 4.2.16 Grafik Nilai Mw terhadap Ketinggian pada Core-wall Terbuka II.… 123
Gambar 4.2.17 Grafik Nilai Md terhadap Ketinggian pada Core-wall Terbuka II….. 123
Gambar 4.2.18 Grafik Hubungan Tegangan Geser Warping terhadap Ketingian pada
Sumbu x Core-wall Terbuka II..………... 128
Gambar 4.2.19 Grafik Hubungan Tegangan Geser Warping terhadap Ketinggian
pada Sumbu y pada Core-wall Terbuka II……….………... 128
Gambar 4.1.20 Grafik Hubungan Torsi terhadap Ketingian pada Sumbu x Core-wall
Terbuka II………... 129
Gambar 4.1.21 Grafik Hubungan Torsi terhadap Ketingian pada Sumbu y Core-wall
Gambar 4.1.22 Distribusi Torsi dan Tegangan Geser Warping pada Core-wall
Terbuka II……….. 130
Gambar 4.3.1 Beban Lentur pada Core-wall Tertutup ……….…… 131
Gambar 4.3.2 Beban Torsi pada Core-wall Tertutup ……….…….. 131
Gambar 4.3.3 Tampang Core-wall Tertutup ……… 131
Gambar 4.3.4 Titik Tinjau pada Core-wall Tertutup……… 132
Gambar 4.3.5 Beban yang Bekerja pada Tampang Core-wall Tertutup…... 132
Gambar 4.3.6 Grafik Hubungan Tegangan Lentur dan Ketinggian Akibat Wx pada Core-wall Tertutup... 138
Gambar 4.3.7 Grafik Hubungan Tegangan Geser dan Ketinggian Akibat Wx pada Core-wall Tertutup …... 138
Gambar 4.3.8 Distribusi Tegangan Lentur dan Geser Akibat Wx pada Core-wall Tertutup ………. 139
Gambar 4.3.9 Grafik Hubungan Tegangan Lentur dan Ketinggian Akibat Wy pada Core-wall Tertutup ……… 145
Gambar 4.3.10 Grafik Hubungan Tegangan Geser dan Ketinggian Akibat Wy pada Core-wall Tertutup ………. 145
Gambar 4.3.11 Distribusi Tegangan Lentur dan Geser Akibat Wy pada Core-wall Tertutup ………... 146
Gambar 4.3.12 Titik Tinjau Torsi pada Core-wall Tertutup.………. 147
Gambar 4.3.13 Section Propeties Sistem Kordinat 1 pada Core-wall Tertutup…… 148
Gambar 4.3.14 Section Propeties Sistem Kordinat 2 pada Core-wall Tertutup…… 149
Gambar 4.3.15 Section Propeties Sistem Kordinat Awal pada Core-wall Tertutup. 153 Gambar 4.3.16 Bimoment pada Perletakan jepit Bebas pada Core-wall Tertutup… 155 Gambar 4.3.17 Grafik Nilai Mw terhadap Ketinggian pada Core-wall Tertutup…. 157 Gambar 4.3.18 Grafik Nilai Md terhadap Ketinggian pada Core-wall Tertutup….. 157
Gambar 4.3.19 Grafik Hubungan Tegangan Geser Warping terhadap Ketingian sumbu x pada Core-wall Tertutup …….………. 162
Gambar 4.3.20 Grafik Hubungan Tegangan Geser Warping terhadap Ketinggian Sumbu y pada Core-wall Tertutup ………... 162
Gambar 4.3.22 Grafik Hubungan Torsi terhadap Ketinggian Sumbu y Core-wall
Tertutup……….. 163
Gambar 4.3.23 Distribusi Tegangan Warping dan Teori Dasar pada Core-wall Tertutup ………. 164
Gambar 4.4.1 Core-wall Tertutup dan Core-wall Terbuka I……… 166
Gambar 4.4.2 Core-wall Tertutup dan Core-wall Terbuka II ……….. 167
DAFTAR NOTASI
: panjang tampang corewall, mm
: lebar tampang corewall, mm
: Luas Penampang yang tertutup profil, mm2
: diameter, mm
ℎ, : tinggi, mm
: jari-jari, mm
: tebal, mm
: regangan geser
� : regangan
� : sudut putar,m-1
: poisson ratio
: tegangan langsung, N/mm2
: tegangan geser, N/mm2
: aliran geser, N/mm
: aliran geser pada teori warping, N/mm2
: kutub (pole) sebagai acuan perhitungan fungsi warping,
: titik awal (starting point),
: fungsi warping, N/mm2
: modulus Elastisitas, N/mm2
� : gaya , N
: modulus Geser, N/mm2
: luasan penampang pada teori warping, mm2
: momen inersia polar, mm4
, , : section properties dalam teori warping
: momen torsi, Nmm/mm
, , : momen lentur dan momen puntir, Nmm
: momen torsi warping, Nmm
: bimoment, Nmm2
: momen torsi Saint Vennant, Nmm
s : jarak dari titik awal, mm
ẋ,ẏ,ż : koordinat sistem asal, mm
ẍ,ӱ,ż : koordinat sistem lanjutan, mm
, , : koordinat sistem utama, mm
,ψ : sudut diantara sumbu koordinat sistem, m-1
λ : load factor, mm-1
: beban terbagi rata arah x, /
: beban terbagi rata arah y, /
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran I : Tabel Integral Volume
STRAK
Pada jaman sekarang ini, pembangunan struktur bangunan tinggi
seperti apartemen, mall, plaza, dll semakin sering terjadi di kota-kota besar.
Penggunaan jenis konstruksi core-wall ini akan membuat suatu struktur yang bersifat lebih ekonomis (dimensi struktur lain akan lebih kecil) terhadap bagian lain seperti konstruksi portal terbuka.
Pada umumnya, core-wall tertutup sangat jarang ditemukan di dalam
dunia konstruksi. Core-wall tertutup bersifat kurang efektif dan efisien karena
terdapatnya suatu space waste (ruangan kosong yang tidak berguna) pada
tengah core-wall yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk pembuatan lift,
tangga darurat, dll Sedangkan core-wall terbuka lebih sering dipakai dan
sangat berkembang saat ini karena bersifat lebih efektif dan efesien serta ekonomis untuk bangunan bertingkat tinggi
Struktur Core-wall yang memikul gaya-gaya luar akan menimbulkan
suatu tegangan lentur dan geser yang nilainya bergantung pada beberapa faktor yaitu ukuran penampang, jenis perletakkan, serta sifat material yang
akan digunakan untuk struktur core-wall. Akibat dari adanya suatu
pembebanan gaya luar dari struktur core-wall akan menyebabkan terjadinya
momen torsi dan bimoment. Oleh karena itu, terjadinya perpuntiran
disepanjang core-wall yang menimbulkan suatu torsi dan tegangan geser
warping.
Dengan menggunakan thin-walled theory antara core-wall terbuka
dan core-wall tertutup yang dianalisis dengan beban lentur yang sama, volume penampang yang sama dan material yang sama. Perolehan hasil dari beban lentur sejajar sumbu x, tegangan lentur diperoleh perbandingan sebesar 19% dan tegangan geser diperoleh perbandingan sebesar 137%. Akibat beban lentur sejajar sumbu y, tegangan lentur diperoleh perbandingan sebesar 71% dan tegangan geser diperoleh perbandingan 54%. Akibat torsi pada sumbu z,
tegangan torsi di sayap core-wall diperoleh perbandingan sebesar 626% dan
tegangan torsi di badan core-wall diperoleh perbandingan sebesar 262%.
Akibat tegangan geser warping pada sumbu z, tegangan geser warping di
sayap core-wall diperoleh perbandingan sebesar 1208% dan , tegangan geser warping di badan core-wall diperoleh perbandingan sebesar 2169%.
Dari hasil penelitian tersebut diperoleh tegangan torsi, tegangan geser warping, dan tegangan lentur core-wall terbuka lebih besar dibandingkan core-wall tertutup, hal ini menunjukan bahwa core-wall terbuka jauh lebih
lemah terhadap gaya yang bekerja disepanjang core-wall dibandingkan
dengan core-wall tertutup. Hal ini disebabkan karena pengaruh bentuk benda yang tidak simetris pada core-wall terbuka.
Kata Kunci : Corewall. Thin-walled theory. Core-wall terbuka, Core-wall
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Umum
Berkembangnya kemajuan teknologi bangunan – bangunan tinggi disebabkan
oleh kebutuhan ruang yang selalu meningkat dari tahun ke tahun. Semakin tinggi
suatu bangunan, aksi gaya lateral akan menjadi semakin berpengaruh sehingga
ayunan lateral dari suatu bangunan akan menjadi sedemikian besar. Oleh karena itu,
pertimbangan akan kekakuan dan kekuatan struktur akan sangat menentukan dalam
perancangan suatu bangunan.
Derajat kekakuan struktur sangat bergantung pada jenis sistem struktur yang
dipilih. Oleh karena itu, efisiensi dari suatu sistem struktur yang dipilih akan sangat
bergantung dengan jenis bahan yang akan digunakan. Pemilihan jenis system struktur
yang akan digunakan haruslah menghasilkan kekakuan maksimum, yang dirancang
dengan menggunakan massa bangunan yang seminimal mungkin. Dengan demikian
system struktur yang dihasilkan akan lebih ringan dan kuat terutama dalam menahan
gaya-gaya lateral yang terjadi pada bangunan terutama akibat gaya gempa dan angin.
Struktur bangunan bertingkat tinggi dapat menggunakan berbagai macam
sistem struktur dalam perencanaannya. Setiap jenis sistem akan memberikan perilaku
struktur yang berbeda–beda. Pada perkembanganya, sistem bangunan yang sering
digunakan adalah sistem rangka kaku murni (3D frame building system) yang terdiri
sudah mulai banyak menggunakan system dinding gerser (shear-wall), alasannya
karena sistem dinding geser memiliki banyak kelebihan terutama dalam menahan
gaya-gaya lateral pada bangunan. Bentuk dan penempatan dinding geser dapat
disesuaikan dengan bentuk dan denah bangunan. Pada denah bangunan tertentu,
dinding geser dapat dirangkai dan diletakkan pada inti bangunan. Sistem penempatan
dinding geser seperti ini sering juga disebut dengan dinding inti (core-wall).
Pada umumnya Dinding (wall) adalah suatu struktur padat yang membatasi
dan melindungi suatu area pada konstruksi seperti rumah, gedung bertingkat, dan
jenis konstruksi lainnya. Umumnya, dinding membatasi suatu bangunan dan
menyokong struktur lainnya, membatasi ruang dalam bangunan menjadi
ruangan-ruangan serta melindungi suatu daerah di alam terbuka maupun tertutup. Ada 3 jenis
utama dinding struktural yaitu dinding bangunan, dinding pembatas (boundary), serta
dinding penahan (retaining wall).
Dinding bangunan memiliki beberapa fungsi seperti menyangga atap dan
langit-langit, membagi ruangan, serta melindungi ruangan daripada cuaca maupun
pengaruh luar lainnya. Dinding pembatas terdiri dari dinding privasi, dinding
penanda batas, serta dinding kota. Sedangkan dinding penahan berfungsi sebagai
penahan gerakan dari tanah, batuan, air yang berasal dari luar maupun dalam
Berdasarkan kemampuan menahan gaya yang terjadi pada dinding gedung
bertingkat tinggi maka dinding dapat dikategorikan menjadi 2, yaitu :
1. Dinding Geser (Shear-wall), adalah struktur berupa dinding vertikal yang
berfungsi menahan pengaruh-pengaruh beban lateral dan beban gravitasi
serta memberikan stabilitas lateral kepada bangunan. Shear-wall berperan
sebagai bagian struktur pada bangunan yang dapat melaksanakan
fungsinya dengan baik. Pada umumnya shear-wall ditempatkan diujung
bangunan ataupun ditengah, memanjang pada ketingggian bangunan
sehingga beban angin ataupun beban gempa dapat dipikul ke dinding
melalui portal ataupun lantai. Kekakuan shear-wall lebih besar di banding
elemen-elemen struktur lainnya sehingga beban-beban lateral dan
gravitasi yang terjadi akan lebih banyak dipikul oleh shear-wall maka
dimensi daripada elemen-elemen struktur lain dapat diperkecil.
Gambar 1.1.1 Perletakan Shear-wall
Column
2. Dinding inti (core-wall), adalah merupakan sistem dinding pendukung
linear yang cukup sesuai untuk bangunan tinggi yang juga dapat menahan
gaya-gaya lateral yang terjadi pada bangunan. Core-wall ini sering
digunakan pada konstruksi seperti pada jembatan beton, ruang lift, shaft,
service duct, dll. Core-wall dikonstruksikan memanjang pada ketinggian
bangunan tertentu dapat memikul beban angin atau beban gempa yang
bekerja padanya melalui portal maupun lantai.
Keuntungan memakai core-wall adalah strukturnya dapat memikul
gaya torsi yang timbul akibat adanya eksentrisitas beban ataupun
eksentrisitas dari struktur bangunannya. Sedangkan struktur yang
menggunakan shear wall tidak dapat memikul torsi.
Struktur core-wall biasanya ditempatkan searah dengan tinggi bangunan
sehingga bisa dianggap sebagai balok besar yang terkantilever pada salah
satu ujungnya. Dinding core-wall disebut juga sebagai dinding tipis yang
terhubung pada masing-masing ujungnya dimana ukuran tampangnya
adalah lebih kecil dan tipis dibandingkan dengan jenis-jenis penampang
struktur lainnya. Biasanya core-wall dapat dilihat dalam bentuk box
Gambar 1.1.2 Perletakan Core-wall
1.2 Latar Belakang Masalah
Pada jaman sekarang ini, pembangunan struktur bangunan tinggi seperti
apartemen, mall, plaza, dll semakin sering terjadi di kota-kota besar. Penggunaan
jenis konstruksi core-wall ini akan membuat suatu struktur yang bersifat lebih
ekonomis (dimensi struktur lain akan lebih kecil) terhadap bagian lain seperti
konstruksi portal terbuka. Semakin tinggi suatu bangunan maka gaya lateral yang
terjadi akan menjadi semakin besar. Oleh karena itu, deformasi pada ketinggian
tertentu yang di akibatkan oleh gaya lateral akan semakin besar sehingga
menyebabkan adanya keharusan untuk mempertimbangkan kesimetrisan struktur,
kekakuan struktur, jenis material yang akan digunakan untuk mempengaruhi
kemampuan bangunan tersebut untuk dapat menahan gaya-gaya yang terjadi.
Bangunan yang dibangun dengan sistem struktur yang simetris cenderung akan lebih
tahan terhadap gaya lateral yang terjadi sehingga dapat mencegah terjadinya torsi Core-wall
yang besar. Semakin simetris suatu bangunan maka kemungkinan nilai torsi yang
dihasilkan akan lebih kecil sehingga dapat sepenuhnya dihindarkan. Tingkat
kekakuan suatu struktur bergantung pada sistem struktur yang dipilih. Selain itu,
jenis daripada material yang digunakan seperti baja ataupun beton harus seminimal
mungkin kuantitasnya untuk mengurangi berat dari massa bangunan dan tidak
mengurangi kekuatan bangunan untuk menahan gaya-gaya luar yang tejadi. Setiap
lantai akan menerima beban-beban lateral berbeda yang disalurkan melalui setiap
elemen bangunan tersebut dimana pada bagian atas core-wall akan terjadi rotasi
terbesar sedangkan pada bagian dasar core-wall akan terjadi gaya geser.
Persamaan umum Torsi yang digunakan adalah :
= � (1.2.1)
=
�(1.2.2)
= � (1.2.3)
=
=
�
(1.2.4)
Persamaa umum Torsi untuk benda bertampang segi empat adalah :
�
=
3 (1.2.5)=
3 2(1.2.6)
Dimana : Ms = Momen torsi murni (Saint-Vennant’s Torsion)
θ = Kelengkungan Torsi
r = Jari- jari kelengkungan benda putar
G = Modulus elastisitas geser
J = Konstanta Torsi
γ = Regangan geser
= Tegangan geser
= Tegangan Lentur
1.3 Tujuan Penulisan
Dalam tugas akhir ini, penulis bertujuan untuk menghitung tegangan lentur
dan torsi yang terjadi akibat beban angin pada luar bangunan dengan perhitungan
secara analitis menggunakan teori Thin-Walled pada core-wall terbuka dibandingkan
dengan core-wall tertutup yang diumpamakan sebagai balok jepit bebas yang mampu
menahan gaya-gaya lateral yang terjadi dan memiliki tampang tipis segi empat yang
berdiri sejajar dengan ketinggian bangunan.
1.4 Metodologi
Metode yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini adalah
membandingkan hasil perhitungan secara analitis dengan teori Thin-Walled pada
1.5 Pembatasan Masalah
Sebagai pembatas permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan tugas
akhir ini adalah sebagai berikut :
a. Beban luar yang ditinjau hanya beban angin
b. Analisa perhitungan struktur dengan teori thin-walled
c. Material pelat core-wall terbuka terbuat dari beton dengan tampang ukuran 4
m x 8 m tebal 20 cm dan 40 cm sedangkan material pelat core-wall tertutup
terbuat dari beton dengan tampang ukuran 4 m x 8 m tebal 20 cm
d. Bahan yang ditinjau bersifat homogen, isotropis dan berlaku Hukum Hooke
e. Tampang core-wall yang ditinjau adalah pelat tipis bertampang segi empat
yang terbuka di salah satu sisinya serta tampang tertutup
f. Balok dan pelat lantai tidak diperhitungkan
g. Core-wall kaku sempurna sehingga lateral buckling sepenuhnya dipikul oleh
lantai
h. Sudut perputaran tidak ditinjau
i. Akibat warping tampang tidak berubah bentuk
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Core-wall Tertutup dan Core-wall Terbuka 2.1.1 Umum
Konstruksi core-wall memiliki bentuk penampang yang bermacam-macam,
ada yang berbentuk kotak tunggal, kotak banyak, serta bentuk penampang lainnya
seperti τ, , , dll. Pada umumnya struktur core-wall dapat terbuat dari material
seperti baja, beton bertulang, dan juga komposit. Core-wall bisa bersifat massif dan
bisa juga bersifat tidak massif karena terjadinya perlemahan struktur oleh pembuatan
lubang pada salah satu sisi core-wall untuk suatu fungsi tertentu seperti pembuatan
lubang pintu lift, tangga, dll. Kedua jenis core-wall ini memiliki keuntungan dan
kelemahan masing-masing yang penggunaannya harus disesuaikan dengan
kebutuhan. Pemilihan jenis core-wall yang nantinya akan berperan sebagai daya
dukung suatu konstruksi harus dapat dikombinasikan dengan balok, kolom, pelat
lantai, dll sehingga perencanaan bangunan tinggi akan memiliki tata letak yang
teratur untuk mencapai penggunaan struktur yang paling hemat dan efisien.
2.1.2 Perbandingan Core-wall Tertutup dengan Core-wall Terbuka
Pada umumnya, core-wall tertutup sangat jarang ditemukan di dalam dunia
konstruksi. Core-wall tertutup bersifat kurang efektif dan efisien karena terdapatnya
suatu space waste (ruangan kosong yang tidak berguna) pada tengah core-wall yang
Sedangkan core-wall terbuka lebih sering dipakai dan sangat berkembang
saat ini karena bersifat lebih efektif dan efesien serta ekonomis untuk bangunan
bertingkat tinggi. Pembuatan lubang pada dinding core-wall untuk fungsi tertentu
akan berpengaruh pada distribusi tegangan yang nantinya tegangan dari bagian yang
dibuat lubang tesebut akan menyebar ke daerah lain. Dengan adanya suatu lubang
pada dinding core-wall tertutup maka hasil dari kekakuan bidang yang tadinya utuh
akan berkurang. Kehilangan kekakuan akibat adanya pembuatan lubang pada dinding
core-wall tertutup tidak akan berpengaruh begitu besar apabila jumlah lubang yang
dibuat masih dalam jumlah yang kecil. Penurunan nilai kekuatan pada core-wall
memberikan nilai yang relatif karena disesuaikan terhadap jumlah lubang yang
terdapat pada dinding core-wall itu sendiri dan biasanya penurunan kekuatan ini
masih dalam batas yang diizinkan karena sudah dianalisis terlebih dahulu.
Jika suatu profil yang tertutup diubah menjadi terbuka seperti gambar diatas
maka akan terjadi perubahan nilai kekuatan dimana sumbu kuat dan sumbu lemah
akan mengalami penurunan yang drastis karena sudah menjadi profil terbuka yang
memiliki nilai konstanta warping yang besar.
2.2. Teori Struktur dengan Metode Thin-walled
Pada gambar (2.2.1), dapat dilihat bahwa ketika sebuah balok berdinding tipis
dikekang terhadap puntir, maka timbul tambahan tegangan dalam arah memanjang
dan melintang.
a. Balok I dengan momen torsi M
b. Tegangan geser Saint Vennant
[image:30.595.163.520.214.624.2]c. Tegangan geser warping
Dalam Teori balok dinding tipis(thin-walled), tegangan geser dan lentur
balok dinding tipis relatif lebih besar dari tegangan geser dan lentur suatu balok
persegi padat seperti yang diilustrasikan pada gambar (2.2.1), Pada gambar tersebut
dijelaskan bahwa ketika struktur dinding tipis dipuntir maka timbul sebuah tegangan
yang disebut sebagai “Warping of the Cross Section”. Teori ini melibatkan hasil dari
sebuah hipotesis Bernoulli yang dimana menjelaskan bahwa hasil bentuk yang
dikerjakan oleh suatu bidang torsi pada bidang Cross Section yang di tinjau langsung
dari beberapa arah sumbu yang berbeda. Stuktur dari dinding tipis ini dirancang
sedemikian rupa biasanya akan sangat rentan terhadap “local buckling”. Oleh karena
itu, tegangan puntir yang terjadi pada suatu bidang akan lebih besar dari tegangan
puntir (bending). Tegangan puntir suatu bidang dalam sumbu kordinat ( x, y )
ditunjukkan pada persamaan :
=
�+
+
+
(2.2.1)Mw adalah Bi moment (Nmm2)
Fw adalah Konstanta warping dari bidang (mm6)
W adalah Fungsi warping (mm2)
Hubungan antara Bimoment dan momen puntir dianggap sebagai suatu
persamaaan yang mempunyai sifat simplitik dari suatu bidang. Suatu elemen kecil
dari dz dari suatu balok atau kolom seperti yang telah diilustrasikan pada gambar
Disebelah kiri telah bekerja sebuah bimoment Mw diikuti oleh sepasang momen M
yang dimana masing - masing dipisahkan oleh sebuah jarak sebesar e, maka :
= . (2.2.2)
Di sisi ujung lain dari sebuah elemen terdapat Bimoment yang perumusan untuk
menyelesaikan momen tersebut disesuaikan dengan persamaan :
+ = + (2.2.3)
Hasil dari perubahan momen yang diturunkan sebagai suatu gaya geser (gaya
geser) dimana gaya tersebut bekerja disetiap sayap untuk mempertahankan kestabilan
rotasi.
Sehingga rumus tersebut dapat ditulis sebagai :
= atau = (2.2.4)
Maka, nilai dari momen torsi puntir (MDS) dapat ditulis sebagai :
M
DS=
=
=
( )
=
(2.2.5)V
V
V+dV
V+dV
M+dM M
M
M dZ
e
2.3 Teori Tegangan Geser Balok pada Core-wall Terbuka
Pada gambar (2.3.1) telah digambarkan dengan suatu elemen kecil dari balok
dinding tipis dimana elemen kecil tipis diambil berdasarkan pada sumbu axis x-x.
Pada umumnya momen puntir berubah disepanjang elemen dari bentangan
tersebut. Pada ujung arah kiri telah bekerja sebuah tegangan langsung yang
dirumuskan sebagai berikut:
=
(2.3.1)Dimana adalah momen kedua dari luasan pada sumbu bidang x-x.
N+dN
X X
Y
dF=Area of element dZ
M
D CM+dM
A
N
A B
Penyelesaian dari gaya tersebut yang bekerja pada bidang sebuah elemen dF dapat
diintegrasikan yaitu sebesar
=
(2.3.2)=
(2.3.3)
Maka total Gaya N yang bekerja pada ujung CD adalah
=
=
(2.3.4)
Elemen yang bekerja harus stabil dan seimbang terhadap gaya geser dengan
tengangan geser sebesar yang bekerja pada permukaan BD yaitu sebesar
=
(2.3.5)Dimana,
=
1(2.3.6)
=
(2.3.7)
Gelombang geser yang terjadi ditulis dengan persamaan :
2.4.Teori Tegangan Geser Balok pada Core-wall Tertutup
Sebuah bagian dari balok dengan profil kotak tunggal yang berdinding tipis
tertutup (berongga) dilenturkan terhadap sumbu x-x dan diberi beban geser
melintang F yang bekerja langsung pada titik pusar geser pada gambar (2.4.1).
Kasus seperti ini dapat diubah menjadi kasus dengan tampang yang terbuka
dengan mengadakan pemotongan secara memanjang gambar (2.4.1.a,b) sehingga
teori yang dikembangkan sebelumnya dapat diaplikasikan pada kasus tersebut.
Tegangan geser yang terjadi pada setiap penampang balok dapat dicari dengan
menggunakan persamaan (2.3.6). Pada titik ini regangan geser yang terjadi adalah
/G dan ketika sebuah bagian kecil dengan lebar ds ditinjau maka terlihat bahwa
pergerakan dalam arah axial antara kedua permukaan adalah sebesar ds/G. τleh
karena itu, total perpindahan relatif dalam arah axial antar D dan C adalah
� = ∮ (2.4.1)
Perpindahan ini yang disebut juga dengan dislokasi dapat dihilangkan dengan
menambahkan aliran geser Co pada gambar (2.4.1.c) ketika terjadi pemotongan
adalah konstan yang melingkari suatu profil. Oleh karena itu, jika suatu profil yang
tidak diizinkan terjadinya dislokasi pada D dan C maka perumusannya adalah
sebagai berikut :
∮( + ) = 0 (2.4.2)
Dimana,
= −∮ ds ∮ds/t (2.4.3)
Ketika suatu profil yang memiliki lebih dari 1 kotak pada gambar (2.4.2)
dengan teknik penyelesaian yang sama juga dapat digunakan. Setelah mengubah
profil dari tertutup menjadi terbuka dengan mengadakan pemotongan dalam arah
memanjang profil, sehingga aliran geser diberikan pada setiap kotak (i=1,…,n).
Dislokasi pada setiap daerah pemotongan dalam setiap kotak adalah sama dengan nol
seperti sebelumnya (G yang telah dihilangkan).
∮( +Ci/t) ds –Σ ∫web Ci/t ds = 0 (2.4.4)
dimana rumus terakhir menunjukkan kontribusi dari kotak yang bersebelahan
terhadap distorsi pada badan profil yang terjadi secara umum pada profil dengan
penampang lebih dari satu kotak. Persamaan (2.5.6) menunjukkan aliran geser Ci
sampai Cn dengan perletakan sembarang pada profil yang memiliki lebih dari satu
kotak (berongga/hollow).
2.5 Teori Torsi dengan Metode Thin-walled
Suatu balok bebas yang dipuntir dengan torsi sebesar M pada kedua ujung
balok tersebut dinyatakan sebagai suatu nilai torsi yang seragam. Bentuk
sembarangan dari sebuah bidang yang mengalami suatu tes pembebanan, maka
tegangan yang akan dihasilkan adalah merupakan suatu tegangan geser.
Gambar (2.5.1) menggambarkan bahwa suatu elemen tipis yang kecil bekerja
disepenjang balok dengan permukaan yang berbentuk lingkaran. Hal ini menunjukan
bahwa untuk menganalisi berbagai cross section yang terdapat pada penampang
terbuka dan penampang tertutup dengan satu kelompok penampang atau lebih pada
penampang terbuka maupun penampang yang tertutup.
Dalam kasus tabung silinder Gambar (2.5.1) dengan radius R, panjang L dan
sebuah torsi M dapat diperoleh suatu rumusan pada tegangan geser maksimum ,
=
(
2.5.1)=
(
2.5.2)Ø =
�
(
2.5.3)� =
2
2 Untuk tabung padat
(
2.5.4)Untuk profil tertutup dengan satu kelompok bidang ditulis dengan rumusan
1 1 = 2 2
(
2.5.5)1 = 2
(
2.5.6)Dimana 1 dan 2 adalah gelombang geser dari nilai maka penurunan nilai momen
dari gaya elemen yang bekerja adalah sebesar
= �
(
2.5.7)Dengan mengintegrasikan persamaan tersebut maka didapat
M = 2 , dimana A adalah luas penampang bidang
Sudut putaran didapat di persamaan :
1
2
∅
=
2∮
=
2∮
2 �
Maka didapat :
∅
=
∅=
12
∮
ds =
∮4 2
(
2.5.9)Untuk penampang tertutup dengan satu kelompok bidang akan didapat suatu nilai
momen polar inersia sebesar :
�
=
4 2∮�
(
2.5.10)Distribusi dari tegangan geser diasumsikan linear dengan sehingga didapat suatu
persamaan silinder dari suatu persamaan elemen dengan nilai tengangan sebesar:
=
2(
2.5.11)Maka,
= 2 . 2 + 2 − = 8 2 + 2 −
(
2.5.12)=8 � � 2( 2+ 2 3− 2) = 2
3 −
3
12
(
2.5.13)Untuk pelat tipis,persamaan diatas dapat diabaikan sehingga didapat
=
13
Pada kasus penampang tertutup, sudut putaran dapat dihasilkan dengan menyamakan
nilai energi internal dan energi eksternal.
1
2 ∅= 2 ∮
2
/2
s
(
2.5.15)Dengan mengsubsitusikan persamaan diatas dan hasil dari integral elemen dengan
nilai 2a, didapat
= ∅ G 1
3
3
(
2.5.16)Konstanta torsi dari sebuah pelat tipis tertutup adalah
�
=
3 1 3(
2.5.17)Untuk penampang terbuka didapat konstanta torsi sebesar
�
=
1
3
+
3(
2.5.18)Hasil nilai teori dari pelat single terbuka atau tertutup didapat dari
M terbuka
=
.( �) ��
;
M tertutup=
�
�
(
2.5.19)Kestabilan untuk setiap tititk sumbu adalah
Maka didapat suatu persamaan
� = 2 � �
(
2.5.21)Sudut putaran untuk i didapat dari
∅
= 1
2 ;
= 1
2 − �−1 + � ∮ − �+1
(
2.5.22)Apabila nilai d∅/ dz didalam suatu kondisi kelompok yang sama, maka didapat
persamaan sebagai berikut :
Ψi =
�∅(
2.5.23)Persamaan tersebut dapat diselesaikan dengan mensubsitusikan nilai ψ ke dalam
persamaan maka didapat
M = G ∅ 2 � �
(
2.5.24)Konstanta torsi untuk penampang berkelompok banyak adalah
�
= 2
�
�
(
2.5.25)Untuk penampang yang hanya memiliki satu kelompok,
Ψ =
∅.1
=
22.6 Teori Bimoment dan Momen Torsi dengan Metode Thin-walled 2.6.1 Teori Dasar Komponen Bimoment dan Torsi
Pada bagian ini menunjukan aplikasi dari teori struktur thin-wall. Pada
gambar (2.6.1) menunjukan bahwa sebuah gaya P yang bekerja di sepanjang sumbu
axis balok menyebabkan sebuah bimoment Mw.
− �′ =� (2.6.1)
Dimana
=� (2.6.2)
Sehingga didapat persamaan
�′ − �′′ = + ′ − −
+ ( − ) (2.6.3)
Persamaan torsi warping dengan beban aksial sebesar qx dapat ditulis dengan
persamaan
�′ − �2�′′( ) = ( ) (2.6.4) Y
Z m(z)
Wp
Mz(0)
Mz(z)
P
X
Dimana
�
2=
(2.6.5)
Persamaan bimoment luar diturunkan dari perubahan momen total torsi dimana
( ) =
( )(2.6.6)
Persamaan sudut warping adalah sebagai berikut
� =�0 +�1sinh�
� +
0
� � −sinh� +
0
(1−cosh� )
− 1
� � − −0 sinh� − ( ) (2.6.7)
=− �′′( ) (2.6.8)
=−�1 � sinh� +
0
� sinh� + 0 (cosh� )
−1
� �0 sinh� − ( ) (2.6.9)
= ′( ) (2.6.10)
=−�1 cosh� + 0 cosh� + 0 �(sinh� )
− 0 cosh� − ( ) (2.6.11)
= �′ (2.6.12)
= �1cosh� + 0 1−cosh� − 0 �(sinh� )
− 0 1−cosh� − ( ) (2.6.13)
Momen Total
2.6.2 Momen Torsi Balok dengan Perletakan Sendi-Sendi 1
Sebuah bimoment bekerja di salah satu ujung pada sebuah balok seperti yang
diilustrasikan pada gambar (2.6.2)
Kondisi Kesetimbangan
Pada z = 0 maka, � = = 0
Pada z = L maka,� =
0
da
n = 1 (2.6.15)Dimana �0 = 0 = 0
Substitusikan persamaan (2.6.15) ke persamaan (2.6.7)
dan persamaan (2.6.9)
Mw1
L z
+
-+
+
+
Sudut Putar (Ø)
Momen Torsi Saint Venant
(Mst)
Bimoment (Mw)
Momen Torsi Warping
[image:44.595.162.476.183.519.2](Mds)
Maka didapat
�1
sinh�
� +
0
� � −sinh� = 0
−�1 � sinh� +
0
� sinh� = 1 (2.6.16)
Dimana,
�1 =
1(� −sinh� )
sinh�
0 = 1 (2.6.17)
Dengan Mensubstitusikan persamaan(2.6.16) ke persamaan (2.6.7) dan persamaan
(2.6.9)
Maka didapat,
� = 1 −sinh
�
sinh
�
( ) = 1 sinh
�
sinh
�
( ) = 1
�
cosh�
sinh
�
( ) = 1
�
1�
−cosh
�
sinh
�
2.6.3 Momen Torsi Balok dengan Perletakan Sendi-Sendi 2
Sebuah bimoment bekerja di sepanjang bentang sebuah balok seperti yang
diilustrasikan pada gambar (2.6.3)
Kondisi Kesetimbangan
Pada z = 0 maka, � =
= 0
Pada z = L maka,� =
= 0
(2.6.19)
0
=
2
Md
L z
+
-+
Mz
+
-+
Sudut Putar (Ø)
Momen Torsi Saint Venant
(Mst)
Bimoment (Mw)
Momen Torsi Warping
(Mds)
[image:46.595.162.482.170.513.2]Mz
Substitusikan persamaan (2.6.19) ke persamaan (2.6.7) dan persamaan (2.6.9)
Maka didapat,
�
1=
� �2+
1−cosh �
sinh � (2.6.20)
Dengan mensubstitusikan persamaan(2.6.20) ke persamaan (2.6.7) dan persamaan
(2.6.9)
Maka didapat,
� =
�
2�
22 −
2 −1 +sinh
�
+ sinh�
(
−
)
sinh
�
( ) =
�
2 1−sinh
�
+ sinh�
(
−
)
sinh
�
= −
�
cosh
�
−cosh�
(
−
)
sinh
�
=
� �
2−cosh
�
− cosh�
(
−
)
sinh
�
( ) =
2.6.4 Momen Torsi Balok dengan perletakan Jepit-Jepit
Sebuah bimoment bekerja di sepanjang bentang sebuah balok seperti yang
diilustrasikan pada gambar(2.6.4)
Kondisi Kesetimbangan
Pada z = 0 maka, � =
= 0
Pada z = L maka,� =
= 0
(2.6.22)
0
=
�2
� sinh �
2(1−cosh � )
+ 1
(2.6.23)Md
L z
+
-+
+
-+
Sudut Putar (Ø)
Momen Torsi Saint Venant
(Mst)
Bimoment (Mw)
Momen Torsi Warping
(Mds)
-
[image:48.595.173.476.176.498.2]Substitusikan persamaan (2.6.22) ke persamaan (2.6.7) dan persamaan (2.6.9)
Maka, didapat
� =
2
�
2�
2
− 2 −
�
sinh�
+�
sinh�
(1−cosh�
)1−cosh
�
( ) = �2
�
2 sinh� +
� sinh� (cosh� )
2(1−cosh� ) + 1
( ) =
2 cosh� +
sinh� (sinh� ) (1−cosh� )
( ) =
2−z−2cosh� +
L sinh� (sinh� ) 2(1−cosh� )
( ) =
2.6.5 Momen Torsi Balok dengan perletakan Jepit-Bebas
Sebuah bimoment bekerja di salah satu ujung bentang sebuah balok seperti
yang d2lustrasikan pada gambar(2.6.5)
� =
� � −
sinh� −sinh�( − ) cosh�
=− sinh�( − )
�cosh�
=− cosh�( − )
cosh�
= 1−cosh�( − )
cosh�
( ) = (2.6.25)
Md
L z
+
-+
+
-
+
Sudut Putar (Ø)
Momen Torsi Saint Venant
(Mst)
Bimoment (Mw)
Momen Torsi Warping
(Mds)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan studi literatur perbandingan analisis. Studi literatur
perbandingan analisis merupakan suatu penelitian yang bersifat membandingkan
hasil dari suatu analisis dengan hasil analisis yang dilakukan orang lain. Analisis ini
menggunakan metode yang sama dengan bentuk sistematis yang berbeda.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini dibutuhkan beberapa jenis data pendukung diantaranya
merupakan data yang diperoleh dari studi literatur bacaan buku, refrensi, jurnal,
skripsi, dan bahan bacaan lain yang mendukung.
3.3 Metode Analisa Data
Dalam Penelitian ini akan dilakukan perbandingan analisa lentur dan torsi
antara core-wall terbuka dan core-wall tertutup dengan metode thin-walled. Oleh
karena itu pada bagian ini akan dibahas tentang cara menggunakan metode
thin-walled. Adapun sifat dari sebuah balok lurus berpenampang tipis (thin-walled) yang
kemudian diberikan beban lentur dan beban torsi yang terbagi rata pada
Tegangan-tegangan ini tidak akan muncul pada kasus torsi seragam (Saint
Vennant). C.Bach (1909) adalah orang yang pertama mengeluarkan pendapat ini
setelah melakukan percobaan menggunakan balok kantilever dengan penampang
kanal. Percobaan pertama adalah dengan memberikan beban terpusat pada ujung
balok tepat pada titik berat penampang yang kemudian menimbulkan lentur dan
perputaran penampang dalam arah memanjang. Percobaan ini menunjukkan bahwa
bidang penampang tidak lagi datar dan mengalami tegangan warping keluar dari
bidang. Kemudian dilakukan percobaan dengan mengubah-ubah posisi pembebanan
sampai ditemukan titik pusat geser dan tambahan tegangan menjadi hilang.
Pada bagian ini, persamaan umum didapat dengan terlebih dahulu
menentukan koordinat sistem asal, kemudian koordinat sistem lanjutan
(intermediate), dan terakhir adalah koordinat sistem utama. Koordinat dari titik
dalam ketiga sistem ini harus dinotasikan dengan lambang yang berbeda. Selanjutnya
akan didapatkan fungsi warping w, yang dihitung dengan acuan terhadap kutub B
pada kedua koordinat sistem pertama dan dihitung terhadap titik pusat geser M pada
[image:52.595.173.482.58.268.2]Ketiga bagian koordinat sistem yang digunakan adalah
1. Koordinat sistem asal A(ẋ,ẏ,ż). Kutub B dan titik mulai V untuk menghitung
fungsi warping diambil secara sembarang yaitu
ẇ = ẇ ≠ 0, (3.3.1)
2. Koordinat sistem intermediate S (ẍ,ӱ,ż). Sumbu ini sejajar dengan sumbu (ẋ,ẏ,ż).
Kutub B tetap tidak berubah dari posisi awal tetapi titik awal V berubah sehingga
ẅ = ẅ = 0, (3.3.2)
3. Koordinat sistem utama S(x,y,z). Sumbu x dan y membentuk sudut ψ terhadap
sumbu ẍdan ӱ dan kemudian kutub B berpindah ke M.
Sifat-sifat bagian untuk masing-masing perubahan koordinat sistem adalah
1. Koordinat sistem asal (ẋ,ẏ,ż)
ẋ = ẋ = momen pertama dari luasan terhadap sumbu ẏ (3.3.3)
ẏ = ẏ = momen pertama dari luasan terhadap sumbu ẋ
ẇ = ẇ = ẇ = Luas bidang momen pertama terhadap kutub B
ẋẋ = ẋ2 = momen kedua dari luasan terhadap sumbu ẏ
ẏẏ = ẏ2 = momen kedua dari luasan terhadap sumbu ẋ
ẋẏ = ẋ ẏ = hasil kali momen dari luasan dari profil (ẋ,ẏ,ż)
ẇẋ = ẇ ẋ = ẇ ẋ = hasil kali bidang dari luas
ẇẇ = ẇ ẇ = ẇ2 = konstanta warping terhadap kutub B
2. Koordinat sistem lanjutan (ẍ,ӱ,ż)
ẍ = ẍ = momen pertama dari luasan terhadap sumbu ӱ (3.3.4)
ӱ = ӱ = momen pertama dari luasan terhadap sumbu ẍ
ẅ = ẅ = ẅ = Luas bidang momen pertama terhadap kutub B
ẍẍ = ẍ2 = momen kedua dari luasan terhadap sumbu ӱ
ӱӱ = ӱ2 = momen kedua dari luasan terhadap sumbu ẍ
ẍӱ = ẍ ӱ = hasil kali momen dari luasan dari profil (ẍ,ӱ,ż)
ẅẍ = ẅ ẍ = ẅ ẍ = hasil kali bidang dari luas
ẅӱ = ẅ ӱ = ẅ ӱ = hasil kali bidang dari luas
ẅẅ = ẅ ẅ = ẅ2 = konstanta warping terhadap kutub B
3. Koordinat sistem asal (x,y,z)
= = momen pertama dari luasan terhadap sumbu y (3.3.5)
= = momen pertama dari luasan terhadap sumbu x
= = = Luas bidang momen pertama terhadap kutub M
= 2 = momen kedua dari luasan terhadap sumbu y
= 2 = momen kedua dari luasan terhadap sumbu x
= = = hasil kali bidang dari luas
= = = hasil kali bidang dari luas
= = 2 = konstanta warping terhadap kutub M
Fungsi warping untuk profil tersebut adalah sebesar
ẇ = [ − ᴪ
( )
0 ] (3.3.6)
Nilai dari fungsi warping ini tergantung kepada letak kutub B dan titik mulai
V dari profil dimana pengintegrasian dilakukan. Dengan terjadinya perubahan posisi
dari B dan V maka akan mengakibatkan perubahan fungsi warping sedangkan
perpindahan keluar akan keluar dari bidang penampang. Fungsi warping yang
memiliki hasil nilai negatif apabila bergerak berlawanan arah jarum jam dan bernilai
[image:55.595.164.450.216.460.2]positif jika bergerak searah jarum jam.
Persamaan yang digunakan untuk perhitungan nilai keseimbangan rotasi
terhadap sumbu ẋ dan sumbu ẏ adalah
cosᾱ = ẋ (3.3.7)
sinᾱ = ẏ
dengan memproyeksikan panjang ds dari suatu elemen profil pada masing-masing
sumbu maka akan didapatkan nilai ẋ dan ẏ.
Untuk dapat berubah dari koordinat sistem asal menjadi koordinat sistem lanjutan
maka digunakan persamaan
ẍ=ẋ−ẋ (3.3.8)
ӱ= ẏ−ẏ
ż=ż
ẅ= ẇ −ẇ0
dimana :
ẋ = ẋ (3.3.9)
ẏ = ẏ
ẇ0 =
Pada koordinat sistem lanjutan, kutub B tetap tidak berubah sedangkan titik
asal V berpindah untuk memenuhi ẅ = ẅ = 0. Setelah itu, kemudian di
lakukan perpindahan dari koordinat sistem lanjutan ke koordinat sistem utama
dengan persamaan
=ẍcos +ӱsin (3.3.10)
=−ẍsin +ӱcos
dimana
tan 2 = 2 ẍӱ
ẍẍ− ӱӱ (3.3.11)
Pada koordinat sistem utama ini, titik kutub B sudah berpindah ke titik pusat geser M
sehingga perhitungan untuk koordinat titik pusat geser adalah
ẍ −ẍ = ẅ ӱ. ẍẍ− ẅ ẍ. ẍӱ
ẍẍ.ӱӱ− ẍӱ2 (3.3.12)
ӱ −ӱ = ẅ ӱ ẍӱ− ẅ ẍ. ӱӱ
ẍẍ. ӱӱ− ẍӱ2
Persamaan yang kemudian digunakan untuk menentukan fungsi warping untuk
koordinat sistem utama adalah
= ẅ + ӱ −ӱ ẍ− ẍ −ẍ ӱ (3.3.13)
Evaluasi dari nilai section properties hasil rumusan trapezoidal adalah sebagai
= = � (3.3.14)
�=1
= = ( + )
�=1
� � 2
= = ( + )
�=1
� � 2
= = ( + )
�=1
� 2�
Hasil dari integral tersebut adalah:
= =1
6 (2 + 2 + + )
�=1
� � (3.3.15)
= =1
6 (2 + 2 + + )
�=1
� �
= =1
6 (2 + 2 + + )
�=1
� �
= 2 = 1
3 (
2 + 2+ )
�=1
� �
= 2 =1
3 (
2+ 2+ )
�=1
� �
= 2 =1
3 (
2+ 2 + )
�=1
Untuk mempermudah menyelesaikan hasil integral tersebut maka digunakan
tabel (3.3.1)
Sumber : Murray,N., Introduction to the theory of thin-walled structures,Oxford University Press, New York, 1984 halaman 93
ẍẍ = ẋẍ− ẋ 2 (3.3.16) ӱӱ = ẏẏ− ẏ 2 ẇ2 2 ( + ) 2 2 3
(2 + ) 6
2 6
( + 2 ) 6
( + ) 2
(2 + ) 6
2 + + ( + 2 ) 6
( + 4 + ) 6
( + 2 ) 6
+ 2 + (2 + ) 6
F2(x)
[image:59.595.107.533.183.548.2]F1(x)
Tabel 3.3.1 Tabel integral volume
a L a L b a L c L Parabolic L c L e c d L c L
ẍӱ = ẋẏ− ẋ ẏ
ẍẅ = ẋẇ− ẋ ẇ
ӱẅ = ẏẇ− ẏ ẇ
Jika = 0 maka nilai ẍ dan ӱ dari koordinat sistem lanjutan akan mempunyai nilai
yang sama dengan x dan y dari koordinat sistem utama.
= =1
2( ẍẍ+ ӱẏ) ± 1
2 ( ẍẍ− ӱẏ) 2+ 4
ẍӱ2 (3.3.17)
= ẅẅ + ӱ −ӱ ẅẍ−(ẍ −ẍ ) ẅӱ (3.3.18)
Nilai yang lebih kecil pada hasil atau merupakan momen kedua dari luas
untuk masing-masing sumbu lemah dan sumbu kuat pada kondisi pembebanan
lentur. merupakan konstanta warping untuk suatu jenis profil dengan
penampang tertentu yang nilainya konstan pada setiap ketinggian.
Dalam menganalisa torsi dari balok lebih baik menggunakan hubungan di
antara tegangan-tegangan dan total tegangan. Itu adalah di antara tegangan warping
memanjang dan bimomen yang didapat dengan mengeliminasi persamaan
, =− �′′ (3.3.19)
Dan
menjadi
,
=
(3.3.21)Sehingga total tegangan langsung arah memanjang adalah
=
+
+
+
(3.3.22)Distribusi tegangan geser pada profil terbuka kemudian didapatkan. Untuk profil
terbuka, persamaan tegangan gesernya adalah
, = − 1 − 1
0 0
− 1 0 (3.3.23)
dimana pengintegrasian dilakukan dari ujung bebas menuju suatu titik tertentu s.
Karena dan adalah turunan dari dan sehingga persamaan di atas dapat
ditulis menjadi
,
=
−
( )−
( )−
( ) (3.3.24)Untuk satu kelompok dengan penampang tipis tertutup, pemisalan
pemotongan dalam arah memanjang dapat dilakukan pada titik tertentu sehingga
bagian pertama 0 dari tegangan geser adalah nol pada titik pemotongan dan bagian
berikutnya 1 mengalami kenaikan nilai tegangan geser akibat aliran geser
Persamaan untuk aliran geser yang timbul akibat tegangan geser warping adalah
, = 0 , + ( ) (3.3.25)
dimana
0
,
=
−
( ) ( )
(3.3.26)
= 0 (3.3.27)
=
( )∮( ) ( )
∮ ( ) (3.3.28)
kemudian persamaan T menjadi
, = 0 , +
,
=
( ) ∮ ( ) ( )∮( )
−
(3.3.29)
Sedangkan distribusi aliran geser dan tegangan warping longitudinal yang terjadi:
,
=
( ).
∮ ( )( )
∮ ( )
−
(3.3.30)dan,
( ) =
( ) (3.3.31)Persamaan yang berada di dalam kurung hanya merupakan fungsi dari
pengukuran terhadap penampang sehingga tegangan geser warping hanya berubah
terhadap ( ) . Pada analisis di atas, perlu diketahui bahwa 0 ,
mempertahankan keseimbangan longitudinal dari sebuah elemen yang mendapat
tegangan warping longitudinal , . Aliran geser yang konstan pada setiap profil
dengan ketinggian z tidak memberikan pengaruh terhadap keseimbangan
longitudinal melainkan memberikan pengaruh terhadap nilai .
Penting untuk disadari bahwa nilai aliran geser C sedikit berbeda dari aliran
geser Saint Vennant. Selain itu, perlu diketahui bahwa walaupun peninjauan pertama
pada pemotongan yang dilakukan pada suatu profil aka