• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Indeks Iklim Sektor Pariwisata di Citeko Jawa Barat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Indeks Iklim Sektor Pariwisata di Citeko Jawa Barat."

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS INDEKS IKLIM SEKTOR PARIWISATA

DI CITEKO JAWA BARAT

IFTAH RIZKIE VIDIAN

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Indeks Iklim Sektor Pariwisata di Citeko Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir di skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

IFTAH RIZKIE VIDIAN. Analisis Indeks Iklim Sektor Pariwisata di Citeko Jawa Barat. Dibimbing oleh Dr. Perdinan, S.Si, M.NRE.

Pariwisata merupakan salah satu sektor ekonomi penting di Indonesia. Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki banyak lokasi wisata alam seperti pantai dan pegunungan. Sebab itu, pengetahuan dan pemahaman tentang kondisi iklim dapat memberikan informasi mengenai kenyamanan dari tujuan wisata. Umumnya, wisatawan akan mempertimbangkan kondisi cuaca sebelum mengunjungi suatu daerah. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung indeks iklim pariwisata Citeko yang terletak di Jawa Barat, sebagai pendekatan untuk memperkirakan dampak dari kondisi iklim di daerah penelitian. THI (Indeks suhu dan kelembaban) dan TCI (Indeks iklim pariwisata) merupakan dua indeks yang digunakan dalam penelitian ini. Kedua indeks menggunakan variabel iklim sebagai masukan seperti suhu, curah hujan, kelembaban, radiasi dan kecepatan angin tahun 2001 sampai 2010. Hasil dari metode THI menunjukkan bahwa

Citeko diklasifikasikan sebagai ”kondisi nyaman dengan syarat tersedia cahaya matahari”. Hasil dari metode TCI menyebutkan bahwa Citeko dikategorikan

sebagai “baik”. Kategori dalam THI menyatakan radiasi matahari merupakan

variabel iklim penting yang harus dipertimbangkan ketika melakukan evaluasi kenyamanan di wilayah kajian. Jika radiasi matahari digunakan sebagai variabel iklim tambahan seperti pada metode TCI, maka wilayah kajian dapat dipertimbangkan sebagai tujuan wisata yang nyaman untuk dikunjungi. Analisis sensitivitas, dihitung dengan cara memodifikasi data iklim menggunakan luaran model iklim global (CCSM) dan digunakan sebagai masukan dalam perhitungan TCI, menunjukkan bahwa wilayah kajian diproyeksikan lebih nyaman pada musim kemarau (JJA) daripada musim hujan. Hasil analisis menunjukkan metode yang digunakan dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur tingkat kenyamanan pada lokasi wisata.

(5)

ABSTRACT

IFTAH RIZKIE VIDIAN. Analsis of tourism climate index at Citeko, West Java. Supervised by Dr. Perdinan, S.Si, M.NRE.

Tourism is considered as one of important economic sectors in Indonesia. As a tropical country, Indonesia has many natural tourism destinations along its coasts and mountains. For these tourist attractions, knowledge and understanding on climatic condition can provide information about the comportability of a tourist destination. Generally, tourists will consider weather condition before visiting an area. This study aims at calculating tourism climate index of Citeko, located in West Java, as an approach to estimate the impacts of climatic condition on the study area. THI (Temperature Humidity Index) and TCI (Tourism Climate Index) were the two indexes employed. The indexes used climate variables as inputs, such as temperature, rainfall, humidity, radiation and wind speed for the period of 2001 – 2010. The values of THI indicate that the Citeko was classified as “sun needed for comfort”. The values of TCI showed that the study area was

categorized as “good”. The categorization of THI reveals that solar radiation is an important climate variable that should be considered when evaluation the comportability of the study area. When solar radiation is employed as the additional climate variable as is employed by TCI, the study area is currently considered a comportable tourist destination. The sensitivity analysis, completed by modifying climate data using the outputs of global climate model (i.e., CCSM), suggested that the study area is more favorable in the dry season (JJA) than in the rainy season. The analysis shows that the indexes are promising tool to be used for measuring the comfort level of a tourism destination.

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

ANALISIS INDEKS IKLIM SEKTOR PARIWISATA DI

CITEKO JAWA BARAT

IFTAH RIZKIE VIDIAN

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul Analisis Indeks Iklim Sektor Pariwisata di Citeko Jawa Barat.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ayah dan Ibunda yang tercinta, Budi Santoso dan Suryani yang selalu memberikan dukungan berupa materi dan moral agar karya tulis ini dapat selesai tepat waktu, terima kasih juga untuk adik – adik tersayang Rafael Khairul Umam, Ismail Fahmi, dan Muhammad Ibnu Farhan Surya Budi yang telah memberi penulis semangat dalam menyelesaikan karya tulis ini, serta tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada :

1. Dr. Perdinan selaku pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan arahan kepada penulis sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

2. Dr. Tania June selaku ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi dan seluruh dosen maupun staff yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan selama penulis berada di IPB ini.

3. Seluruh keluarga GFMer’s 47, keluarga yang telah banyak memberikan ilmu dan pengalaman kepada penulis selama kurang lebih 3 tahun di GFM. 4. Keluarga New Himaja (M. Thaisir, Ryan Karida P, Teungku Haikal, Givo Alsepan, dan Hasby Baihaqi), Keluarga Alay (Fikriyatul Falashifah, Himmatun Khotimah, Sri Muslimah, dan Angga Mandesno) Sahabat Eboler’s (Reza Putra Nugraha, Taufik Rizki, M. Syafei, dan Firdaus), Teman-teman PI-AREA (Adi Kiswanto, Ryco Farysca A, Edyanto, dan Tri Atmaja), serta Murni Ngestu Nur’utami dan Resti Salmayenti yang telah memberikan bantuan, masukan dan dukungannya kepada penulis dalam proses penyelesaian karya tulis ini.

5. Seluruh kakak dan adik angkatan GFM serta seluruh teman-teman BeeTen (B.10) TPB IPB 2010 dan FMP (Forum Mahasiswa Probolinggo) yang telah membantu penulis selama berada di IPB.

6. Sahabat terbaik Ferry Laksono, Rizal Dwi Annur dan teman-teman Gravity (Herlika Indrawati, Aris Tri Bahtiar Efendi dan Sri Eva Lusiana) yang telah memberikan doa dan dukungannya selama ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan pengetahuan dan bermanfaat bagi yang memerlukannya.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

METODE 2

Tempat dan Waktu Penelitian 2

Data dan Peralatan 2

Metodologi Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA 6

Wilayah Kajian 6

Tourism Climate Index (TCI) 6

Temperature Humidity Index (THI) 7

Community Climate System Model (CCSM) 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Temperature Humidity Index (THI) 10

Tourism Climate Index (TCI) 13

Perbandingan TCI dan THI 15

Analisis Sensitivitas 20

SIMPULAN DAN SARAN 22

Simpulan 22

Saran 23

DAFTAR PUSTAKA 23

LAMPIRAN 25

(11)

DAFTAR TABEL

1 Sensasi suhu berdasarkan nilai Temperature Humidity Index 4 2 Nilai persentase seluruh sub-indeks dalam Tourism Climate Index 5 3 Kategori Kenyamanan berdasarkan nilai Tourism Clim2ate Index 5 4 Penggunaan Tourism Climate Index di beberapa tempat di dunia 13 5 Perbandingan Tourism Climate Index dan Temperature Humidity Index 15 6 Jumlah bulan nyaman berdasarkan TCI dan THI terhadap kunjungan

tahunan tahun 2004 – 2010 17

7 Jumlah bulan nyaman berdasarkan TCI terhadap kunjungan tahunan

serta parameter TCI tahun 2004 – 2010 18

8 Perbandingan nilai TCI data pengamatan lapang (2001-2010) dengan

luaran model CCSM tahun 2030 dan 2050 20

DAFTAR GAMBAR

1 Kondisi THI berdasarkan nilai suhu (0C) dan kelembaban udara (%)

(Talaia et al. 2013) 3

2 Wilayah kajian Citeko, Jawa Barat (Google 2015) 9 3 Nilai THI berdasarkan kategori nyaman dan nyaman bersyarat 10 4 Sebaran tingkat kenyamanan bulan Januari sampai Desember tahun

2001-2010 wilayah Citeko, Jawa Barat 11

5 Grafik nilai THI wilayah Citeko 2001-2010 (skala diperkecil) 11 6 Rataan curah hujan (CH) dan lama penyinaran (S) bulanan wilayah

Citeko Jawa Barat tahun 2001-2010 12

7 Nilai TCI berdasarkan kategori nyaman dan ditoleransi 14 8 Sebaran tingkat kenyamanan bulan Januari sampai Desember tahun

2001-2010 wilayah Citeko, Jawa Barat 14

9 Grafik tren penurunan nilai TCI tahun 2010, 2030 dan 2050 pada

musim penghujan 21

10 Grafik tren penurunan nilai TCI tahun 2010, 2030 dan 2050 pada

musim kemarau 21

DAFTAR LAMPIRAN

1. Rata – rata nilai TCI musiman di Citeko tahun 2010, 2030 dan 2050 25 2. Perbandingan suhu udara rata-rata (bulanan) musim kemarau dan

musim penghujan tahun 2010, 2030 dan 2050 25

3. Perbandingan curah hujan rata-rata (bulanan) musim kemarau dan

musim penghujan tahun 2010, 2030 dan 2050 25

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pariwisata merupakan salah satu sektor ekonomi global yang memberikan kontribusi yang signifikan bagi masing-masing negara dan ekonomi lokal (United National World Tourism Organization 2009). Sebagai salah satu dari beberapa industri terbesar di dunia, pariwisata menyumbang sekitar 5% dari pemasukan domestik bruto dunia (UNWTO 2012). Mayoritas negara yang memiliki pemasukan tinggi di bidang pariwisata ialah negara di wilayah tropis.

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia. Letaknya di wilayah tropis membuat Indonesia kaya akan energi matahari. Hal inilah yang menarik para wisatawan terutama yang berasal dari mancanegara untuk datang ke Indonesia. Negara ini juga mengandalkan potensi sumber daya alam, keanekaragaman hayati serta kearifan budaya lokal dalam mengembangkan kepariwisataan. Data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2014, terhitung jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia terus meningkat. Merujuk pada catatan di tahun yang sama, jumlah turis asing pada Bulan Januari hingga Maret tercatat mencapai 2.221.351 pengunjung atau tumbuh 10,07%. Jumlah kunjungan pelancong rata – rata 740 ribu per bulan tersebut merupakan rekor baru.

Data Disbudpar Provinsi Jawa Barat mencatat kunjungan wisata di Jawa Barat mencapai 45 juta dan 1 juta untuk wisatawan mancanegara setiap tahunnya. Puncak Bogor sebagai salah satu lokasi wisata andalan di wilayah Jawa Barat merupakan destinasi wisata favorit bagi para turis lokal maupun mancanegara. Citeko sebagai salah satu lokasi yang memiliki stasiun cuaca serta dekat dengan Puncak kemudian dipilih menjadi wilayah kajian dalam menentukan tingkat kenyamanan bagi para wisatawan yang akan berkunjung ke Wilayah Puncak Bogor, Jawa Barat.

Iklim memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia dalam berbagai sektor ekonomi, misalnya: transportasi, pertanian dan pariwisata. Iklim memberikan pengaruh terhadap sektor pariwisata dengan pertimbangan kegiatan pariwisata bergantung pada kondisi cuaca dan iklim. Umumnya aktivitas manusia terhenti jika hujan turun dan beberapa orang lebih memilih untuk tinggal di rumah daripada melakukan kunjungan wisata jika cuaca sedang tidak nyaman. Dengan demikian, kondisi iklim seringkali menjadi bahan pertimbangan sebelum melakukan kunjungan wisata ke wilayah tertentu.

(14)

2

lalu, salah satu parameter iklim yang berubah ialah suhu udara. Perubahan suhu ini disebabkan oleh padatnya kendaraan yang menuju ke sekitar Puncak setiap akhir pekan, serta adanya alih fungsi lahan dari hutan dan lahan pertanian menjadi perumahan, hotel ataupun vila (Wikantika, dkk 2006).

Tujuan

1. Memahami pemanfaatan indeks iklim pariwisata untuk analisis tingkat kenyamanan objek pariwisata di wilayah Citeko Jawa Barat

2. Mempelajari sensitivitas nilai indeks iklim pariwisata terhadap perubahan suhu dan curah hujan.

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada Bulan Maret 2014 sampai dengan Mei 2015 bertempat di Laboratorium Klimatologi Departemen Geofisika dan Meteorologi Institut Pertanian Bogor Dramaga.

Data dan Peralatan

Data Iklim

Data iklim yang digunakan pada penelitian ini adalah data observasi bulanan tahun 2001-2010 berupa data curah hujan, suhu maksimum, suhu minimum, suhu rata – rata, kelembaban udara, lama penyinaran dan kecepatan angin. Data diambil dari stasiun meteorologi Citeko di Jawa Barat yang berdekatan dengan beberapa lokasi wisata di sekitar Puncak Bogor. Data kunjungan wisata tahun 2004-2010 yang diambil dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor serta data lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah luaran model CCSM tahun 2030 dan 2050.

Peralatan

(15)

3

Metodologi Penelitian

Perhitungan TCI dan THI

1. THI (Temperature Humidity Index)

THI atau dikenal juga dengan Indeks Kelembaban Panas, merupakan metode yang dapat digunakan untuk mengkaji tingkat kenyamanan di suatu daerah. Metode ini menghasilkan nilai indeks untuk menetapkan efek dari kondisi panas terhadap tingkat kenyamanan manusia yang mengkombinasikan suhu dan kelembaban. Rumus THI Menurut (Nieuwolt 1977) sebagai berikut :

THI = (0.8 x T) + (RH x T/500)

Keterangan : T = Suhu Udara (0C)

RH = Kelembaban Relatif (%)

Menurut penelitian terbaru yang dilakukan oleh Talaia et al. pada tahun 2013, nilai THI kurang dari 8 menggambarkan kondisi yang tidak nyaman, artinya wilayah tersebut masih terlalu dingin untuk kondisi tubuh manusia. Jika nilai THI berada pada selang 21-24, maka artinya suhu di wilayah tersebut masih nyaman. Sedangkan untuk nilai THI lebih dari 26 merupakan kondisi tidak nyaman atau terlalu panas. Berikut merupakan grafik kondisi THI berdasarkan nilai suhu dan kelembaban.

Gambar 1 Kondisi THI berdasarkan nilai suhu udara (0C) dan kelembaban udara (%) (Talaia et al. 2013)

(16)

4

300C maupun di bawah 100C atau memiliki kelembaban di atas 80% maupun di bawah 20%, maka wilayah tersebut termasuk ke dalam kondisi yang tidak nyaman.

Tabel 1 Sensasi suhu berdasarkan nilai THI

Nilai THI Sensasi Suhu

< 8 Ditoleransi (nyaman jika ada cahaya)

Nyaman

Ditoleransi (nyaman jika ada angin) Tidak Nyaman (terlalu panas) Sumber : Talaia et al. 2013

2. TCI (Tourism Climate Index)

TCI merupakan salah satu indeks iklim yang digunakan untuk bidang pariwisata. Metode ini menggunakan data curah hujan, kelembaban udara, lama penyinaran, kecepatan angin dan suhu udara. Rumus TCI menurut Mieczkowski (1985) ialah sebagai berikut :

TCI = (8 x Cid) + (2 x Cia) + (4 x R) + (4 x S) + (2 x W)

Keterangan : Cid = Daytime Comfort Index (indeks kenyamanan pada siang hari) yang terdiri atas nilai rata – rata dari suhu

(17)

5

jika matahari terlalu cerah akan mengganggu kenyamanan para turis. Wind atau angin, variabel ini tergantung dengan suhu udara.

Tabel 2 Nilai persentase seluruh sub-indeks dalam TCI

Sub indeks Variabel iklim bulanan

Pengaruhnya di TCI Persentase dalam TCI kenyamanan disaat aktivitas para turis mencapai titik kenyamanan pada periode 24 jam, termasuk pada jam

– jam tidur

10%

Curah Hujan Rata – rata curah hujan total

Berpengaruh pada aktivitas turis saat berada di luar ruangan seperti pantai, pegunungan dan lainnya

Berpengaruh positif bagi para turis, namun dapat menjadi pengaruh negatif bila terjadi pemanasan secara berlebih

Tidak terlelu berpengaruh, namun dapat menjadi efek pendingin ketika cuaca terlalu panas

10%

Sumber: Mieczkowski 1985

Menurut Mieczkowski (1985), pada selang 0-100, terdapat 4 kategori dalam penentuan TCI, yaitu nilai >= 80 ialah baik sekali, antara 60 – 79 ialah baik, antara 40 – 59 ialah dapat ditoleransi, dan nilai <40 termasuk kondisi yang buruk.

Tabel 3 Kategori kenyamanan berdasarkan nilai TCI

(18)

6

TINJAUAN PUSTAKA

Wilayah Kajian

Gambar 2 Wilayah Kajian di Citeko Jawa Barat (Google 2015)

Puncak Bogor sebagai salah satu tempat wisata andalan di wilayah Jawa Barat merupakan destinasi wisata favorit bagi para turis lokal maupun mancanegara. Puncak Bogor memiliki tipe curah hujan musiman dan berada di ketinggian sekitar 800 sampai 1000 mdpl dengan topografi berbukit serta memiliki cuaca yang sejuk. Kondisi ini cukup menarik para wisatawan untuk berkunjung ke Puncak Bogor Jawa Barat. Faktor cuaca seperti Lama penyinaran yang rendah setiap harinya membuat wilayah ini cenderung lebih dingin dibandingkan wilayah di sekitarnya seperti Sukabumi, Cianjur, Kota Bogor dan Jakarta yang mana memiliki rataan suhu lebih tinggi. Faktor inilah yang menjadi alasan utama mengapa wisatawan lokal lebih memilih Puncak sebagai destinasi wisata favorit di setiap akhir pekan.

Puncak termasuk ke dalam lokasi wisata yang cukup nyaman untuk dikunjungi, namun adanya faktor lokal di wilayah Puncak dan sekitarnya seperti curah hujan yang tinggi menjadi faktor pembatas bagi perhitungan indeks kenyamanan di wilayah kajian. Faktor pembatas tersebut juga menyebabkan beberapa wisatawan cenderung memilih tempat lain seperti pantai maupun wisata lainnya di Jawa Barat sebagai destinasi wisata alternatif di akhir pekan maupun saat liburan panjang.

TCI (Tourism Climate Index)

(19)

7

indeks kenyamanan dari para turis. TCI didasarkan pada penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan klasifikasi iklim bagi pariwisata dan rekreasi serta pertimbangan teoritis dari literatur biometeorological yang berkaitan dengan kenyamanan manusia, terutama yang berhubungan dengan kegiatan wisata.

Pada dasarnya, TCI digunakan sebagai pertimbangan bagi para wisatawan untuk memilih waktu kunjungan yang tepat berdasarkan kondisi cuaca yang nyaman di wilayah tertentu seperti memilih waktu kunjungan di musim kemarau atau penghujan. Jika para wisatawan tidak mempunyai waktu yang cukup untuk melakukan kunjungan wisata, maka para wisatawan dapat memilih wilayah yang nyaman berdasarkan hasil dari perhitungan TCI. TCI diharapkan dapat menjadi acuan bagi para wisatawan untuk mempertimbangkan sumberdaya iklim. TCI juga dapat dimanfaatkan sebagai acuan bagi para pelaku wisata seperti pemerintah, agen perjalanan dan tempat wisata untuk menarik wisatawan agar dapat melakukan kunjungan wisata di waktu dan tempat yang tepat seperti penentuan jadwal kunjungan maupun promosi wisata di saat cuaca diperkirakan kurang baik.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Scott et al pada tahun 2005, kelemahan dari metode TCI ialah penetapan rating yang masih ditentukan secara subjektif dan belum ada studi lebih lanjut mengenai pengaruh iklim dengan jumlah kunjungan wisata. Kelemahan selanjutnya ialah TCI belum dapat menjelaskan apa saja yang bisa dilakukan para wisatawan di saat nilai indeks berada pada kondisi ideal. TCI menyebutkan level ideal merupakan kondisi yang merepresentasinya tingkat kenyamanan tertinggi, namun pada kondisi tertentu para wisatawan memilih untuk melakukan kunjungan wisata di saat nilai TCI justru berada pada kondisi tidak nyaman seperti olahraga ski maupun wisatawan yang sengaja mencari sinar matahari untuk berjemur.

Temperature Humidity Index (THI)

Temperature Humidity Index (THI) atau dapat disebut indeks kenyamanan suhu dan kelembaban merupakan indeks yang digunakan untuk menentukan keyamanan suatu tempat berdasarkan dua parameter iklim, yaitu suhu (0C) dan kelembaban (%). THI pada awalnya dikonsep oleh Thom pada tahun 1959, selanjutnya disempurnakan oleh Nieuwolt pada tahun 1977. Setelah melalui beberapa proses pembaruan, akhirnya Talaia et al, pada tahun 2013 mengembangkan metode THI ini dengan beberapa tambahan seperti nilai sensasi suhu yang dapat mempermudah para pengguna untuk menggambarkan kondisi kenyamanan secara kualitatif. Indeks kenyamanan merupakan sebuah indeks yang mengukur kualitas nyaman atau tidaknya suatu tempat berdasarkan kondisi iklim. Nilai dalam indeks kenyamanan bersifat terbatas, artinya setiap wilayah dan waktu yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda pula sehingga indeks kenyamanan berlaku hanya pada kondisi tertentu saja.

(20)

8

sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masing - masing individu. Hal inilah yang menjadi penyebab utama mengapa nilai kenyaman sulit untuk dihitung. Umumnya, seseorang akan merasa nyaman ketika berada pada suhu normal, artinya suhu lingkungan tidak terlalu dingin atau terlalu panas. Oleh karena itu, umumnya kondisi kenyamanan diasumsikan terjadi ketika suhu badan sesuai dengan suhu lingkungan.

Selanjutnya, hasil penelitian Mulyana et al (2003), menyatakan bahwa indeks kenyamanan Indonesia dalam kondisi nyaman berada pada kisaran THI 20-26 dan nilai THI di atas 27 sudah dikatakan tidak nyaman. Penelitian yang dilakukan oleh Fanger pada tahun 1970 menyebutkan bahwa kondisi nyaman pada umumnya yaitu ketika seseorang menggunakan pakaian dengan nilai clo 0.6-1 dan aktivitas biasa seperti duduk dan istirahat. Clo merupakan satuan unit dari pembatasan suhu dari pakaian ketika seseorang tidak melakukan aktivitas.

Community Climate System Model (CCSM)

Community Climate System Model (CCSM) merupakan model iklim yang digunakan untuk melakukan simulasi sistem iklim yang ada di bumi. CCSM diciptakan oleh UCAR (University Corporation for Atmospheric Research) serta dibiayai oleh NSF (National Science Foundation), DoE (Departement of Energy) dan NASA (National Aeronautics and Space Administration). Model ini terdiri dari empat macam model yang berbeda yaitu simulasi atmosfer, laut, permukaan bumi dan lautan es. CCSM memungkinkan para peneliti untuk melakukan penelitian untuk masa lampau, saat ini dan masa depan.

CCSM memiliki kemampuan infrastruktur yang baru yang memungkinkan fleksibilitas baru dan digunakan untuk mengatasi tantangan dalam pemodelan sistem iklim di bumi. Komponen atmosfer CCSM adalah Community Atmosphere Model ( CAM ). Sementara model atmosfer yang digunakan dalam model sistem komunitas iklim, juga dapat dijalankan sebagai model atmosfer yang bersifat mandiri.

Pengembangan dan aplikasi dari model dilakukan oleh komunitas riset iklim di Amerika dan kemudian dipublikasikan dalam sebuah website. Sehingga dapat dimanfaatkan oleh para peneliti dan dipergunakan untuk berbagai kajian dalam wilayah yang luas. CCSM dibuat dengan kemampuan dan rencana untuk pengembangan masa depan, dengan tujuan menyediakan ringkasan yang berguna untuk menyajikan data dan penggunaan hasil bagi prediksi di masa depan.

Versi pertama CCSM mengacu pada model sirkulasi atmosfer dan lautan, dan model permukaan tanah yang diaplikasikan kedalam model atmosfer, serta model laut es dan "coupler fluks" yang memfasilitasi pertukaran informasi antara model komponen dengan grid yang berbeda. Model ini kemudian digunakan untuk melakukan simulasi untuk konsentrasi CO2 atmosfer yang meningkat sebesar 1% per tahun.

(21)

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pariwisata sebagai salah satu sektor ekonomi potensial di Indonesia dipengaruhi oleh iklim, baik secara langsung maupun tidak langsung. Berbeda dengan negara-negara subtropis maupun kutub, Indonesia memiliki lama penyinaran matahari yang cenderung konstan setiap tahunnya dibandingkan dengan wilayah lintang tinggi seperti Eropa, Jepang dan Amerika Serikat. Hal ini tentunya berpengaruh pada perbedaan suhu antara negara-negara di lintang tinggi dan lintang rendah. Suhu yang relatif lebih hangat membuat wilayah Indonesia menjadi primadona bagi para wisatawan mancanegara untuk melakukan kunjungan wisata. Mengacu pada data dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada Bulan Januari tahun 2014, kunjungan wisatawan mancanegara naik sebesar 22,59 % dari Januari tahun lalu yaitu 753.079 orang.

Puncak Bogor sebagai salah satu tempat wisata andalan di wilayah Jawa Barat merupakan destinasi wisata favorit bagi para turis lokal maupun mancanegara. Secara umum, Jawa Barat memiliki potensi wisata berupa sumber daya alam, adat istiadat dan budaya serta keramahtamahan yang merupakan ciri khas kepariwisataan Jawa Barat. Jumlah kunjungan wisatawan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Data tahun 2008-2009, jumlah kunjungan wisata yang datang ke Jawa Barat meningkat sebesar 22,7% atau wisatawan nusantara sebanyak 32 juta pengunjung dan wisatawan mancanegara sebanyak 700 ribu pengunjung. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat menyebutkan terdapat kurang lebih sebelas objek wisata alam yang menjadi andalan yaitu pantai selatan, pegunungan, hutan, sungai, air terjun, pantai utara, wisata agro, danau, gua, dan sumber mata air yang tersebar di Jawa Barat. Namun dari seluruh objek wisata di atas, sebagian besar terletak di Wilayah Puncak Bogor seperti hutan, air terjun, wisata agro, danau, wisata outbound dan wisata edukasi.

Temperature Humidity Index (THI)

(22)

10

Nilai THI pada tahun 2001 sampai 2010 cukup merata setiap musimnya. Garis hitam pada angka 21 merupakan batas kenyamanan suatu wilayah. Berdasarkan nilai sensasi suhu yang telah ditetapkan oleh Talaia et al. tahun 2013, nilai THI pada kisaran 8-21 masih dapat ditoleransi dengan syarat ada cahaya matahari yang datang. Jika nilai THI lebih dari 21, maka termasuk dalam kategori nyaman, sementara nilai THI kurang dari 21 masuk ke dalam kategori nyaman bersyarat. Hasil penelitian di wilayah Citeko Jawa Barat dari tahun 2001 hingga 2010 menyebutkan sebanyak 14 dari 120 bulan (selama 10 tahun) berada dalam kondisi nyaman sedangkan 106 dari 120 bulan menyatakan bawah wilayah kajian berada dalam kondisi nyaman bersyarat. Sebagian besar kondisi nyaman menurut THI berada pada musim peralihan antara musim penghujan menuju musim kemarau (MAM), sedangkan musim lainnya seperti kemarau (JJA), peralihan antara musim kemarau menuju musim penghujan (SON) dan musim penghujan (DJF) berada pada kondisi nyaman bersyarat. Sesuai dengan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa wilayah Citeko Jawa Barat merupakan wilayah yang masih nyaman untuk dikunjungi dengan syarat mendapatkan cahaya matahari yang cukup setiap harinya. Berikut merupakan grafik sebaran tingkat kenyamanan pada bulan Januari hingga Desember tahun 2001-2010.

Gambar 4 Sebaran tingkat kenyamanan bulan Januari sampai Desember tahun 2001-2010 wilayah Citeko, Jawa Barat

Bulan nyaman THI tersebar antara bulan Maret hingga Mei (Hijau), dan selanjutnya terdapat dua bulan nyaman pada bulan November dan satu bulan nyaman masing-masing di bulan September dan Desember. Namun, secara keseluruhan tingkat kenyamanan pada bulan Januari hingga Desember cenderung masuk kedalam kategori nyaman bersyarat (Kuning).

1

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

(23)

11

Gambar 5 Grafik nilai THI wilayah Citeko 2001-2010 (skala diperkecil) Fluktuasi nilai THI cenderung sama setiap tahunnya seperti terlihat pada Gambar 5. Fluktuasi ini dipengaruhi oleh pola suhu musiman di Indonesia. Garis hitam horizontal merupakan batas kenyamanan yang berada tepat di angka 21. Nilai THI pada musim penghujan (DJF) cenderung rendah atau berada di bawah batas kenyamanan (nyaman bersyarat). Nilai THI paling rendah dari keseluruhan data 2001-2010 terjadi pada Bulan Februari 2002 yaitu bernilai 17,5 dan nilai THI paling tinggi terjadi pada Bulan Mei 2010 yaitu bernilai 21,7. Mengacu pada pola sebaran nilai THI yang ditunjukkan oleh Gambar 5, para wisatawan lokal maupun mancanegara yang akan berkunjung ke wilayah Citeko Jawa Barat dapat melakukan kunjungan wisata kapanpun. Namun yang perlu menjadi perhatian utama jika ingin melakukan kunjungan wisata di wilayah Citeko Jawa Barat ini adalah tingginya intensitas hujan di wilayah kajian, sehingga para wisatawan diharapkan agar perlu melakukan antisipasi terhadap kondisi hujan yang turun secara tak menentu.

Gambar 6 Rataan curah hujan (CH) dan lama penyinaran (S) bulanan wilayah Citeko Jawa Barat tahun 2001-2010

15.0

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

(24)

12

Nilai THI paling rendah umumnya terjadi pada Bulan Februari di setiap tahunnya dari tahun 2001-2010 kecuali tahun 2003 dan 2010 (Lihat: Gambar 5). Hal tersebut disebabkan oleh fenomena hujan orografik yang terjadi di Puncak (Yetti 2008). Fenomena ini menyebabkan penumpukan awan di sekitar Puncak sehingga cahaya matahari yang datang dari atmosfer tidak sampai ke permukaan bumi. Sementara itu, efek lain yang ditimbulkan dari kurangnya cahaya matahari adalah terjadinya penurunan suhu di Bulan Februari. Pernyataan ini didukung dengan rendahnya nilai rata – rata lama penyinaran bulanan (Jam) pada Bulan Februari dari data tahun 2001-2010 yang ditunjukkan dengan garis berwarna merah (Gambar 6). Hujan orografik yang terjadi juga berpengaruh pada tingginya curah hujan di wilayah Citeko Jawa Barat (diagram batang). Selain itu, data klimatologi menunjukkan suhu relatif rendah pada Bulan Februari.

Sementara itu, pada tahun 2003 nilai THI paling rendah tidak terjadi di Bulan Februari, melainkan terjadi pada Bulan Juli. Mengacu pada nilai THI pada Bulan Juli 2003 menunjukkan bahwa kelembaban udara memberikan pengaruh bagi nilai THI. Suhu Bulan Juli 2003 terukur sebesar 210C, nilai ini sama dengan nilai rata-rata suhu secara keseluruhan dari tahun 2001-2010. Namun nilai RH yang rendah di Bulan Juli 2003 yaitu hanya mencapai 75,5% berdampak secara langsung pada nilai THI yang rendah. Mengacu pada hasil di atas (Gambar 5), dapat disimpulkan bahwa jika suhu dianggap konstan, THI hanya dipengaruhi oleh RH. Semakin tinggi RH maka semakin tinggi juga nilai THI yang didapat, begitu juga sebaliknya.

Tourism Climate Index (TCI)

Tourism Climate Index (TCI) merupakan indeks pariwisata yang banyak digunakan di berbagai tempat di dunia. Salah satunya di wilayah Eropa, Amerika Utara dan Iran. Wilayah lintang tinggi seperti Eropa dan Amerika Utara umumnya menghasilkan nilai TCI rendah (kurang nyaman) pada musim dingin dan cukup nyaman pada musim panas. Faktor yang membatasi nilai TCI di wilayah tersebut adalah suhu dan lama penyinaran.

Tabel 4 Penggunaan TCI di beberapa tempat di dunia.

Lokasi Penulis Data Hasil

Ramsar, Iran Roshan et al. (2009)

Bulanan TCI = 40 (ditoleransi) pada musim dingin (DJFM) sedangkan Bulan April sampai Oktober nilai TCI > 60 (baik) dan puncak TCI pada Bulan Mei yaitu 90 (Baik Sekali) Amerika

Utara

Scott et al. (2004)

(25)

13

Eropa Tang Mantao

(2013)

Bulanan Nilai TCI bervariasi menurut lintang dan musiman. TCI di dingin di seluruh wilayah Eropa Bogor,

Indonesia

Vidian I.R (2014)

Bulanan Hasil TCI wilayah Citeko Jawa Barat tahun 2001-2010 menyebutkan bahwa 85/120 data berada pada kondisi nyaman untuk dikunjungi. Penelitian yang dilakukan oleh Tang Mantao tahun 2013 menyimpulkan bahwa pada musim panas suhu relatif lebih hangat maka nilai TCI lebih tinggi (TCI = 80 di Eropa Selatan). Begitu juga dengan nilai TCI di wilayah Ramsar, Iran. Nilai TCI pada musim dingin berada pada titik paling rendah yaitu 40, sedangkan untuk musim panas bernilai 60 (baik). Secara umum, sesuai dengan nilai TCI yang didapat dari perhitungan yang dilakukan di wilayah lintang tinggi seperti Eropa, Amerika dan Iran (temperate), maka para wisatawan dapat mengambil kesimpulan bahwa mereka dapat melakukan kunjungan wisata yang tepat pada musim panas karena nilai TCI berada pada kondisi yang cukup baik untuk beberapa wilayah yang memiliki empat musim.

Gambar 7 Nilai TCI berdasarkan kategori nyaman dan ditoleransi

Sebaran Nilai TCI tahun 2001-2010 lebih merata dibandingkan dengan nilai yang dihasilkan oleh metode THI. Garis hitam vertikal di atas angka 60 merupakan batas kenyamanan. Hasil penelitian di wilayah Citeko Jawa Barat dari tahun 2001 hingga 2010, sebanyak 85 dari 120 bulan (selama 10 tahun) berada dalam kondisi baik sedangkan 35 bulan tersisa berada dalam kategori ditoleransi.

(26)

14

Perlu diketahui bahwa sebagian besar kondisi nyaman menurut TCI berada pada musim kemarau (Hijau), sedangkan kondisi ditoleransi berada pada musim penghujan (Biru) dan musim peralihan (Merah dan Kuning). Lebih jelasnya, berikut merupakan grafik sebaran tingkat kenyamanan pada bulan Januari-Desember tahun 2001-2010.

Gambar 8 Sebaran tingkat kenyamanan bulan Januari sampai Desember tahun 2001-2010 wilayah Citeko, Jawa Barat

Jumlah bulan nyaman TCI tersebar cukup merata di setiap bulan antara Januari sampai Oktober (Hijau). Bulan Juli tahun 2001-2010 selalu masuk ke dalam kategori nyaman. Selanjutnya, bulan Juni, Agustus, September, dan Oktober menghasilkan sembilan bulan nyaman dan satu bulan sisanya masuk kedalam kategori ditoleransi (merah). Sementara itu, untuk bulan November dan Desember cenderung masuk ke dalam kategori ditoleransi.

Hasil perhitungan di atas menunjukkan wilayah Citeko Jawa Barat termasuk ke dalam wilayah yang nyaman untuk dikunjungi setiap bulannya sehingga para wisatawan lokal maupun mancanegara yang akan berkunjung ke wilayah Citeko Jawa Barat dapat melakukan kunjungan wisata sepanjang tahun. Namun, perlu menjadi perhatian, intensitas hujan untuk wilayah Citeko relatif tinggi. Sementara, kejadian hujan dapat menjadi salah satu faktor pembatas utama bagi para wisatawan dalam melakukan kunjungan wisata di wilayah kajian.

PERBANDINGAN TCI DAN THI

Hasil perhitungan menggunakan metode THI menunjukkan bahwa Citeko

diklasifikasikan sebagai ”kondisi nyaman dengan syarat tersedia cahaya matahari”.

Sementara, hasil dari metode TCI menyebutkan bahwa Citeko dikategorikan

sebagai “baik”. Meskipun kedua indeks menyimpulkan bahwa wilayah Citeko, Jawa Barat masih termasuk dalam wilayah yang nyaman, namun metode THI menyebutkan bahwa wilayah kajian masih dalam kondisi nyaman bersyarat yang artinya perlu cahaya matahari agar nyaman, sedangkan metode TCI tidak

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

(27)

15

Perbedaan hasil ini disebabkan oleh variabel utama yang digunakan oleh masing – masing indeks, jika THI hanya menggunakan suhu dan kelembaban udara maka TCI memiliki variabel seperti suhu udara, curah hujan, kelembaban udara, lama penyinaran dan kecepatan angin. Inputan berbagai variabel pendukung ini menghasilkan nilai yang lebih akurat. Berbeda dengan nilai yang dihasilkan oleh THI yang cenderung bersifat kualitatif. Artinya angka 20 pada nilai THI belum cukup merepresentasikan tingkat kenyamanan suatu daerah. Kemudian, untuk merepresentasikan tingkat kenyamanan lebih lanjut, maka perlu adanya pertimbangan lain seperti ketersediaan cahaya matahari sebagai penyeimbang dari rendahnya suhu udara dan ketersediaan angin sebagai penyeimbang dari tingginya suhu udara di wilayah kajian.

Tabel 5 Perbandingan TCI dan THI

Indeks Variabel Data Kelebihan Kekurangan

(28)

16

Paparan di atas menyimpulkan bahwa ada perbedaan antara metode THI dan TCI. Kelebihan metode THI adalah lebih sederhana dan mudah dipahami karena selain menghasilkan nilai kuantitatif berupa angka, metode ini juga menggambarkan sensasi suhu dari setiap nilai THI yang dihasilkan. Hal ini tentunya dapat mempermudah para wisatawan untuk membayangkan bagaimana kondisi cuaca pada saat perhitungan. Berbeda dengan metode TCI yang hanya menghasilkan nilai kuantitatif tanpa disertai adanya gambaran kondisi cuaca pada saat perhitungan. Contohnya dengan nilai TCI sama dengan 65, maka wilayah kajian termasuk ke dalam kondisi yang cukup nyaman, namun TCI tidak dapat menjelaskan kondisi kenyamanan secara kualitatif (terlalu panas/terlalu dingin). Walaupun metode TCI tidak dapat menjelaskan kondisi kenyamanan secara kualitatif, namun kelebihan dari metode TCI dibandingkan dengan metode THI adalah mempertimbangkan parameter curah hujan sebagai faktor yang berpengaruh terhadap kondisi kenyamanan.

Keterangan : Hijau (Nyaman), Kuning (Ditoleransi)

Tabel 6 merupakan jumlah bulan yang masuk kedalam kategori nyaman berdasarkan TCI dan THI serta kunjungan wisata tahunan di wilayah Taman Safari Indonesia, Puncak Bogor. Perhitungan TCI didasarkan pada modus kenyamanan yang muncul dalam satu tahun (12 bulan). TCI pada Tabel 6 mengindikasikan jumlah bulan nyaman pada tahun tersebut, sementara sisa bulan pada tahun yang sama masuk kedalam kategori bulan yang ditoleransi. Misalkan di tahun 2004, TCI sama dengan sembilan, maka artinya terdapat sembilan bulan nyaman dalam 12 bulan, tiga bulan sisanya merupakan bulan ditoleransi. Begitu juga dengan metode perhitungan pada THI.

(29)
(30)

18

Tabel 7 Hubungan parameter TCI dengan kunjungan tahunan tahun 2004 – 2010

Tahun TCI

Keterangan : CH = curah hujan, RH = kelembaban relatif

Perbandingan jumlah bulan yang masuk ke dalam kategori nyaman untuk TCI dengan kunjungan tahunan beserta parameter TCI seperti curah hujan, suhu, lama penyinaran, kelembaban, dan kecepatan angin. Pengaruh terbesar terhadap TCI di wilayah kajian ialah curah hujan. Curah hujan (2) memiliki keragaman yang tinggi setiap tahunnya, sedangkan unsur suhu udara (3), lama penyinaran (4), kelembaban (5) dan kecepatan angin (6) relatif lebih konstan. Namun, hal ini tidak sesuai dengan persamaan TCI. Persamaan TCI menyebutkan bahwa curah hujan memberikan kontribusi 20% terhadap nilai TCI secara keseluruhan, sedangkan sub-indeks CID yang dibangun dari unsur suhu dan kelembaban memberikan kontribusi sebesar 40% (Lihat: Tabel 2). Hal ini menyebabkan TCI tidak konsisten terhadap jumlah kunjungan tahunan. TCI 9/12 (Sembilan bulan nyaman dari 12 bulan) menyebabkan kunjungan wisata tahunan sebesar 650.210 pengunjung, namun TCI 10/12 justru menyebabkan kunjungan wisata tahunan semakin mengecil, demikian pula pada TCI 11/12 hanya menyebabkan kunjungan wisata sebesar 621.254 pengunjung.

(31)

19

Peningkatan jumlah kunjungan wisata juga dapat diakibatkan oleh peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan per kapita di Jawa Barat dan Jakarta sebagai wilayah penyumbang wisatawan lokal paling banyak di Citeko. Laju pertumbuhan penduduk dalam sepuluh tahun (2000-2010) Provinsi Jawa Barat sebesar 1,89 persen, lebih tinggi dari laju pertumbuhan penduduk nasional (1,49%). Sementara, jumlah penduduk DKI Jakarta pada tahun 2010 terhitung sebanyak 9,588 juta jiwa atau meningkat sekitar satu juta jiwa dibandingkan tahun 2000 (Badan Pusat Statistik 2013). Namun demikian, kajian lanjutan mengenai dampak ekonomi terhadap kunjungan wisata dibandingkan dengan kondisi iklim di luar kajian penelitian ini.

Selanjutnya berdasarkan hasil analisis di atas (Tabel 7), peneitian lanjutan dapat diarahkan untuk menelaah perubahan persentase kontribusi sub-indeks pada TCI. Saran ini didasarkan pada pertimbangan adanya perbedaan unsur iklim yang memiliki variasi tinggi antara wilayah tropis dan wilayah lintang tinggi. Sebagai contoh, unsur curah hujan memiliki variasi musiman yang lebih besar di Indonesia, dibandingkan suhu udara. Sementara di daerah lingtang tinggi, suhu udara memliki variasi musiman yang relatif cukup besar. Oleh karena itu, untuk penggunaan TCI di Indonesia, proporsi komponen penyusun TCI perlu dimodifikasi agar sesuai dengan karakteristik iklim dan cuaca di Indonesia.

(32)

20

ANALISIS SENSITIVITAS

Analisis sensitivitas merupakan analisis yang dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi akibat perubahan parameter. Tujuan dari analisis sensitivitas ialah mengetahui dampak dari perubahan parameter agar akibat yang mungkin terjadi dari perubahan parameter tersebut dapat diketahui dan diantisipasi sebelumnya. Analisis sensitivitas yang dilakukan dalam penelitian ini ialah dengan melihat pengaruh perubahan dari parameter suhu dan curah hujan terhadap nilai TCI dengan menggunakan luaran model CCSM tahun 2030 dan 2050. Beberapa parameter lainnya seperti kelembaban udara, lama penyinaran dan kecepatan angin dianggap konstan dikarenakan adanya keterbatasan data. Data yang digunakan sebagai faktor pembanding dalam penelitian ini berupa data observasi harian yang kemudian diubah menjadi data rataan bulanan dari tahun 2001-2010.

Tabel 8 Perbandingan nilai TCI data pengamatan lapang (2001-2010) dengan luaran model CCSM tahun 2030 dan 2050

Bulan TCI

Nilai TCI semakin rendah dari tahun 2010 hingga 2050, ditunjukkan oleh perubahan warna dari hijau muda di tahun 2010, kemudian berubah menjadi warna orange dominan di tahun 2030 dan 2050. Indeks warna hijau tua menandakan kondisi kenyamanan berada pada kategori baik, warna hijau muda masuk kedalam kategori yang cukup baik dan warna kuning adalah kondisi yang masih dapat ditoleransi. Data observasi tahun 2001-2010 masuk dalam kategori baik dengan nilai TCI rata-rata sebesar 65. Sedangkan luaran model CCSM tahun 2030 dan 2050 berturut-turut menghasilkan nilai TCI rata-rata sebesar 52.6 dan 49.5 (Tabel 8).

(33)

21

dengan yang terjadi di musim kemarau (JJA), nilai TCI cenderung lebih stabil karena tidak terjadi perubahan suhu yang drastis di wilayah kajian (lampiran 2).

Mengacu pada Tabel 3, nilai TCI untuk luaran CCSM tahun 2030 dan 2050 masuk kedalam kategori yang masih dapat ditoleransi. Namun di bulan Februari 2050, nilai TCI berada pada kondisi yang kurang baik dengan nilai indeks 39,7. Hal ini terjadi karena bulan Februari termasuk kedalam musim penghujan, curah hujan tinggi berpengaruh pada nilai sub indeks CH yang semakin rendah, kemudian lama penyinaran cenderung lebih rendah dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya sehingga mengakibatkan nilai sub indeks S (lama penyinaran) semakin rendah. Penyataan ini diperkuat dengan hasil yang terlihat pada Tabel 8. Data tahun 2010, 2030 dan 2050 menyebutkan nilai TCI pada bulan Februari cenderung lebih rendah dibandingkan bulan Januari hingga Desember. Sehingga berdasarkan peningkatan suhu udara, wajar bila di bulan Februari 2050, TCI menunjukkan wilayah Citeko Jawa Barat masuk kedalam kategori yang tidak nyaman untuk dikunjungi.

Gambar 9 Grafik tren penurunan nilai TCI tahun 2010, 2030 dan 2050 pada musim penghujan

Gambar 10 Grafik tren penurunan nilai TCI tahun 2010, 2030 dan 2050 pada musim kemarau. (Angka tahun menunjukkan tahun luaran CCSM sebagai analisis-sensitivitas).

Linear (Januari) Linear (Desember) Linear (Desember)

35

(34)

22

Perbedaan cukup signifikan terjadi antara nilai TCI musim penghujan (DJF) dengan musim kemarau (JJA). Nilai TCI yang terhitung pada musim kemarau dari tahun 2010 sampai 2050 memiliki nilai rata – rata sebesar 67 atau masuk ke dalam kategori cukup baik, sedangkan nilai TCI yang terhitung pada musim penghujan memiliki rata-rata sebesar 48.1 atau masuk kedalam kategori cukup ditoleransi (Lampiran 1). Perbedaan nilai TCI antara musim penghujan dan musim kemarau juga tampak pada gradien/kemiringan penurunan nilai TCI dari tahun 2010 sampai 2050 (Gambar 9 & 10). Gambar 9 merupakan grafik tren penurunan nilai TCI tahun 2010, 2030 dan 2050 di musim penghujan (DJF). Gradien paling tinggi terjadi pada bulan Januari dengan kemiringan sebesar 0.52. Selanjutnya nilai kemiringan tertinggi kedua dan ketiga berturut-turut terjadi pada bulan Februari dan Desember yaitu sebesar 0.51 dan 0.46. Nilai ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nilai tren penurunan nilai TCI yang terjadi di musim kemarau (Gambar 10).

Selanjutnya, peningkatan suhu pada musim kemarau lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan suhu pada musim penghujan (Lampiran 2). Begitu pula dengan perubahan curah hujan dari tahun 2010 sampai 2050, meskipun penurunan curah hujan di musim penghujan cukup tinggi, namun curah hujan rataan bulanan tahun 2030 dan 2050 masih terlampau tinggi dibandingkan dengan curah hujan pada musim kemarau (Lampiran 3). Mieczkowski (1985) menyebutkan curah hujan bulanan yang masih dapat ditoleransi berkisar antara 0-44.9 mm/bulan. Namun pada musim penghujan tahun 2030 dan 2050, curah hujan bulanan berada pada kisaran 243-283.8 mm/bulan, bandingkan dengan curah hujan bulanan pada musim kemarau yang hanya berkisar antara 56,1-170,2 mm/bulan. Perbedaan curah hujan ini mengakibatkan grafik tren penurunan nilai TCI pada musim kemarau lebih landai dibandingkan dengan musim penghujan.

Mengacu pada penjelasan di atas, luaran model CCSM tahun 2030 dan 2050 menghasilkan kenaikan suhu udara dan penurunan curah hujan. Perubahan kedua variabel tersebut mengakibatkan perubahan pada nilai TCI. Sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai TCI sensitif terhadap perubahan variabel iklim seperti suhu udara dan curah hujan.

SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN

Hasil penelitian di wilayah Citeko tahun 2001 hingga 2010 menggunakan metode THI menyebutkan bahwa wilayah kajian diklasifikasikan sebagai ”kondisi

nyaman dengan syarat tersedia cahaya matahari”. Sementara, hasil dari metode

TCI menyebutkan bahwa wilayah kajian dikategorikan sebagai wilayah yang

“baik” atau nyaman untuk dikunjungi.

(35)

23

parameter curah hujan dan lama penyinaran sebagai faktor yang berpengaruh terhadap kondisi kenyamanan. Metode ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan (alternative tools) dalam menguji tingkat kenyamanan di Indonesia. Selanjutnya, analisis sensitivitas menggunakan luaran model CCSM tahun 2030 dan 2050 menghasilkan kenaikan suhu udara dan penurunan curah hujan. Perubahan kedua variabel tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan nilai TCI. Ini artinya nilai TCI sensitif terhadap perubahan variabel iklim seperti suhu udara dan curah hujan.

SARAN

Penelitian dilakukan di wilayah yang memiliki faktor lokal (curah hujan) yang cukup tinggi yaitu Citeko, sehingga hasil dari penelitian ini tidak dapat merepresentasikan nilai indeks kenyamanan di seluruh Kabupaten Bogor atau bahkan seluruh Jawa Barat. Selanjutnya, diharapkan agar penelitian dilakukan dengan wilayah kajian yang lebih luas.

Selain itu, perlu adanya evaluasi mengenai penggunaan TCI di Indonesia. Berdasarkan rumus TCI yang ada saat ini, faktor iklim yang memberikan persentase tertinggi pada persamaan TCI adalah sub-indeks suhu dan kelembaban (CID), namun untuk wilayah kajian seperti Indonesia yang memiliki sebaran suhu yang merata setiap tahunnya, serta variasi curah hujan yang cukup tinggi maka tentunya perlu ada penambahan persentase untuk sub-indeks curah hujan dan lama penyinaran pada persamaan TCI. Kemudian, mengacu pada formula TCI yang membutuhkan masukan data iklim yang beragam, diharapkan agar pihak penyedia data iklim (misal : BMKG) dapat menyediakan data yang lebih lengkap demi menunjang keberlanjutan penerapan indeks iklim pariwisata di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin RR. 2011. Analisis dampak perubahan iklim lokal terhadap permintaan pariwisata kawasan Pantai Anyer, Banten (kasus Pantai Bandulu Anyer) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Badan Pusat Statistik (BPS), 2010. Jumlah kedatangan wisatawan mancanegara ke Indonesia, Jakarta, Indonesia.

Badan Pusat Statistik (BPS), 2013. Jumlah pendapatan per kapita dan jumlah penduduk nasional, Jakarta, Indonesia.

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (2013). Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat Dalam Angka 2012. Jawa Barat. DISBUDPAR.

Fanger, P.O. 1970 Thermal Comfort (Copenhagen : Danis Techincal Press) Nieuwolt, S. (1977). Tropical Climatology. London:Wiley.

Mantao, T (2013). Comparing the ‘Tourism Climate Index’ and ‘Holiday Climate Index’ in Major European Urban Destinations. Waterloo, Ontario, Canada 2013.

(36)

24

Mulyana et al. 2003. Aplikasi iklim terhadap perkembangan urban, metropolitan Bandung. Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim – LAPAN. Bandung Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Kepariwisataan Badan Pengembangan Sumber Daya Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. 2014. Jumlah kunjungan wisata di Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Kepariwisataan.

Roushan et al. (2009) Recognition of Monthly Human Bioclimatic Comfort with Tourism Climate Index in Ramsar, South-west of Caspian Sea, Iran. AGD Landscape & Environment 6(1) 2012. 1-14.

Scott, D. – McBoyle, Freitas, C. R. (2005). A New Generation Climate Index. School of Geography and Environmental Science, University of Auckland, PB 92019, Auckland, New Zealand.

Scott, D. – McBoyle, G. Schwartzentruber, M. (2004): climate change and the distributions of climate resources for tourism in North America. Climate Research 27:105-117.

Scott, D., Hall, C.M. & Gossling, S. (2012). Tourism and Climate Change: Impacts, Adaptation and Mitigation. Oxon, UK; Routledge.

Talaia, M., Meles, B. & Teixeira, L. (2013). Evaluation of the Thermal Comfort in Workplaces – a study in the Metalworking Industry. Occupational Safety and Hygiene. Editors Arezes et al. Taylor & Francis Group, London, 473-477.

United Nations World Tourism Organization (UNWTO). (2009). From Davos to Copenhagen and Beyond: Advancing Tourism’s Respons to Climate Change – UNWTO Background Paper. Retrived November 23, 2011, from

http://sdt.unwto.org/sites/all/files/docpdf/fromdavostocopenhagenandBeyon dunwtopaperelectronicversion.pdf

United Nations World Tourism Organization (UNWTO). (2012). International Tourism to Reach One Billion in 2012. Retrived October 3, 2012 from

http://media.unwto.org/en/press-release/2012-01-16/international-tourism-reach-one-billion-2012.

Wikantika, K., & Agus, A. (2006). Analisis Perubahan Luas Pertanian Lahan Kering Menggunakan Transformasi TasseledCap (Studi Kasus: Kawasan Puncak, Jawa Barat). Jurnal Infrastruktur dan Lingkungan Binaan Vol. II No.1

(37)

25

LAMPIRAN

Lampiran 1 Rata – rata nilai TCI musiman di Citeko tahun 2010, 2030 dan 2050

Musim Bulan TCI

2010

TCI 2030

TCI 2050

Rata-rata musiman

Kemarau

Juni 69.3 53.9 51.9

67

Juli 76.1 69.7 64.7

Agustus 73.5 73.3 71.3

Penghujan

Desember 59.8 41.2 41.2

48.1

Januari 61.5 44.7 40.7

Februari 60.4 43.7 39.7

Lampiran 2 Perbandingan suhu udara rata-rata (bulanan) musim kemarau dan musim penghujan tahun 2010, 2030 dan 2050.

Musim Bulan 2010 2030 2050

Kemarau

Juni 26.3 28.49 28.71

Juli 26.21 28.04 28.40

Agustus 26.5 28.21 28.46

Penghujan

Desember 25.47 28.67 28.89

Januari 24.93 28.51 28.72

Februari 24.22 28.37 28.61

Lampiran 3 Perbandingan curah hujan rata-rata (bulanan) musim kemarau dan musim penghujan tahun 2010, 2030 dan 2050.

Musim Bulan 2010 2030 2050

Kemarau

Juni 120.90 136.96 170.25

Juli 71.61 65.76 73.27

Agustus 118.42 56.19 63.41

Penghujan

Desember 339.45 238.55 255.58

Januari 385.95 229.78 243.01

(38)

26

(39)

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Probolinggo, Jawa Timur, pada tanggal 1 Juli 1992, anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Budi Santoso dan Ibu Suryani. Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kraksaan tahun 2010 dan melanjutkan pendidikan S1 di Departemen Geofisika dan Meteorologi Institut Pertanian Bogor melalui jalur mahasiswa undangan (USMI) dan dinyatakan lulus pada Bulan Mei 2015.

Gambar

grafik kondisi THI berdasarkan nilai suhu dan kelembaban.
Tabel 3 Kategori kenyamanan berdasarkan nilai TCI
Gambar 2 Wilayah Kajian di Citeko Jawa Barat (Google 2015)
Gambar 3 Nilai THI berdasarkan kategori nyaman dan nyaman bersyarat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian terhadap perubahan curah hujan di wilayah kota Surakarta ini menggunakan data dari 4 stasiun, yaitu : Bandara Adi Soemarmo, Pabelan, Weru, dan Mojolaban.. Tujuan

1) Sebaran hujan yang dipengaruhi oleh fisiografi dan arah angin menyebabkan zona barat dan tengah wilayah penelitian memiliki curah hujan yang lebih tinggi dan

Akan tetapi pada daerah penelitian memiliki topografi yang berbukit dan curah hujan yang tinggi sehingga banyak terjadi longsor yang menimpa permukiman sehingga

1) Sebaran hujan yang dipengaruhi oleh fisiografi dan arah angin menyebabkan zona barat dan tengah wilayah penelitian memiliki curah hujan yang lebih tinggi dan

Hal ini menandakan bahwa tanaman jagung di Pulau Jawa kebanyakan ditanam di lahan atau wilayah kering yang ti- dak memiliki cukup air sehingga peningkatan curah hujan yang

Wilayah- wilayah tersebut mendapatkan curah hujan yang cukup tinggi (rataan &gt; 2.000 mm/tahun dengan musim hujan ≥ 6 bulan) seperti di sebagian besar Pulau Seram dan

Sama seperti yang ditunjukkan pada plot curah hujan, wilayah Mois- ture source menunjukkan curah hujan yang rendah, dan wilayah moisture sink menunjukkan curah hujan yang cukup

Hal ini menandakan bahwa tanaman jagung di Pulau Jawa kebanyakan ditanam di lahan atau wilayah kering yang ti- dak memiliki cukup air sehingga peningkatan curah hujan yang