• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Populasi dan Habitat Lutung Jawa (Trachypithecus auratus sondaicus) di Cagar Alam Pananjung Pangandaran, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Populasi dan Habitat Lutung Jawa (Trachypithecus auratus sondaicus) di Cagar Alam Pananjung Pangandaran, Jawa Barat"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI POPULASI DAN HABITAT LUTUNG JAWA

(

Trachypithecus auratus sondaicus

) DI CAGAR ALAM

PANANJUNG PANGANDARAN JAWA BARAT

NOVITA PUJI LEKSONO

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Populasi dan Habitat Lutung Jawa (Trachypithecus auratus sondaicus) di Cagar Alam Pananjung Pangandaran, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

Novita Puji Leksono

(4)

ABSTRAK

NOVITA PUJI LEKSONO. Studi Populasi dan Habitat Lutung Jawa (Trachypithecus auratus sondaicus) di Cagar Alam Pananjung Pangandaran, Jawa Barat Dibimbing oleh NYOTO SANTOSO dan ENTANG ISKANDAR.

Lutung jawa (Trachypithecus auratus sondaicus) merupakan salah satu spesies primata endemik Jawa Barat yang termasuk dalam kategori Vulnerable IUCN 2013. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi populasi dan habitat lutung jawa di Cagar Alam Pananjung Pangandaran. Penelitian dilakukan pada bulan Juni sampai Juli 2013. Kepadatan populasi lutung jawa dihitung dengan menggunakan metode line transect sampling. Kepadatan populasi lutung jawa di CA Pananjung Pangandaran dibagi berdasarkan lokasi pengamatan, yaitu Karang Pandan, Tadah Angin, dan Cikamal. Kepadatan lutung jawa tertinggi ditemukan di Jalur Karang Pandan dengan 8 individu/ha, kemudian Cikamal dengan 4 individu/ha, dan terakhir Tadah Angin dengan 2 individu/ha. Keberadaan lutung jawa di CA Pananjung Pangandaran didukung oleh habitatnya termasuk vegetasi. Ada beberapa pohon yang menjadi pohon pakan bagi lutung jawa, dan yang paling sering dimakan oleh lutung jawa adalah kiara beas (Ficus sumatrana) dan laban (Vitex Pubescens).

Kata kunci: habitat, kepadatan, lutung jawa, populasi

ABSTRACT

NOVITA PUJI LEKSONO. Study on Population and Habitat of Javan Langur (Trachypithecus auratus sondaicus) in Pananjung Pangandaran Nature Reserve, West Java. Supervised by NYOTO SANTOSO and ENTANG ISKANDAR.

Javan langur (Trachypithecus auratus sondaicus) is one of the endemic primate species in West Java and is listed as Vulnerable status of IUCN 2013. The purpose of this research was to study the population and habitat of javan langur at Pananjung Pangandaran Nature Reserve. Observation had been done in June-July 2013. Population density of javan langur was estimated using line transect sampling method. Population density of javan langur in Pangandaran Nature Reserve was divided based on location of observation: Karang Pandan, Tadah Angin, and Cikamal. Karang Pandan has the highest density with 8ndividulas/ha, followed by Cikamal with 4 individuals/ha, and Tadah Angin with 2 individuals/ha. The existence of javan langur in Pangandaran Nature Reserve was supported by its habitat, including the vegetation. There were some trees that become the feeding tree of javan langur, the most frequently eaten by javan langur were Ficus sumatrana and Vitex pubescens.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

STUDI POPULASI DAN HABITAT LUTUNG JAWA

(

Trachypithecus auratus sondaicus

) DI CAGAR ALAM

PANANJUNG PANGANDARAN JAWA BARAT

NOVITA PUJI LEKSONO

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Disetujui oleh

Dr Ir Nyoto Santoso, MS Pembimbing I

Dr Ir Entang Iskandar, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

Judul Skripsi : Studi Populasi dan Habitat Lutung Jawa (Trachypithecus auratus sondaicus) di Cagar Alam Pananjung Pangandaran, Jawa Barat

Nama : Novita Puji Leksono

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Studi Populasi dan Habitat Lutung Jawa (Trachypithecus auratus sondaicus) di Cagar Alam Pananjung Pangandaran, Jawa Barat”. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2013.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Nyoto Santoso, MS dan Bapak Dr Ir Entang Iskandar, MSi selaku pembimbing atas arahan, bimbingan, dan saran kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih kepada Pusat Studi Satwa Primata (PSSP)-LP-IPB yang telah memberikan dana untuk melakukan penelitian. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada para staf Resort Kawasan Konservasi Sumberdaya Alam (KSDA) Pangandaran yang telah membantu selama pengumpulan data. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Safrina Ayu Trisnawati sebagai teman seperjuangan dan Alya Faryanti sebagai pemberi usulan mengenai topik dan lokasi penelitian. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada bapak, ibu, seluruh anggota keluarga, Romi, Gagat, Luna, Bang Afroh (KSHE 43), Kak Dhila Mansyur (KSHE 44), Bang Malau (KSHE 45), Bang Kamal (KSHE 45), keluarga besar HIMAKOVA dan ANGGREK HITAM 46, dan para sahabat atas doa dan kasih sayangnya, serta kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan moral maupun material dalam proses pembuatan skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 1

METODE 2

Lokasi dan Waktu 2

Alat dan Bahan 2

Objek Penelitian 2

Metode Pengumpulan Data 2

Pengolahan Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 6

Populasi Lutung Jawa 7

Habitat Lutung Jawa 13

SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 18

(10)

DAFTAR TABEL

1 Area pengamatan 6

2 Populasi lutung jawa 8

3 Nisbah kelamin lutung jawa tiap jalur 10 4 INP tertinggi masing-masing jalur 14

5 Jenis pohon pakan lutung jawa 15

DAFTAR GAMBAR

1 Metode line transect 2

2 Analisis vegetasi 3

3 Kondisi umum jalur pengamatan 7

4 Struktur umur lutung jawa tiap jalur 9

5 Aktivitas lutung jawa jalur 11

6 Aktivitas lutung jawa jalur 2 11

7 Aktivitas lutung jawa jalur 3 12

8 Aktivitas lutung jawa pada seluruh jalur 12

9 Aktivitas lutung jawa pada strata tajuk 13

10 Pohon kiara beas 16

DAFTAR LAMPIRAN

1 Lokasi ditemukannya lutung jawa 20

2 Hasil analisis vegetasi jalur 1 21

3 Hasil analisis vegetasi jalur 2 25

4 Hasil analisis vegetasi jalur 3 29

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cagar Alam (CA) Pananjung Pangandaran merupakan kawasan hutan yang didominasi oleh vegetasi hutan sekunder tua (Dishut 2008). Keberadaan kawasan konservasi ini ditunjang dengan beberapa jenis satwa liar yang hidup di dalamnya. Salah satu jenis satwa liar yang ditemukan di CA Pangandaran adalah lutung jawa. Chivers (1988) yang diacu dalam Megantara (2004) menuliskan bahwa lutung jawa yang merupakan pemakan biji berperan dalam regenerasi hutan primer dan hutan sekunder.

Lutung jawa (Trachypithecus auratus sondaicus) merupakan salah satu jenis primata endemik Jawa Barat yang dimiliki Indonesia. Berdasarkan kategori

International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources

(IUCN) tahun 2013, lutung terdaftar dalam kategori Vulnerable (VU) atau rentan terhadap kepunahan, yang artinya memiliki resiko tinggi terancam punah di alam liar. Hal ini terjadi karena primata merupakan salah satu satwa liar yang mengalami gangguan seperti penurunan jumlah populasi ataupun kehilangan habitat akibat aktivitas manusia seperti memburu, merusak habitat, dan mencemari lingkungan (Alikodra 2002). Luasan CA dan TWA Pangandaran yang terbatas dikhawatirkan akan menghambat penyebaran lutung jawa dan mempengaruhi kestabilan populasi serta mengancam kelestarian lutung jawa (Husodo dan Megantara 2002). Engelhardt (2000) yang diacu dalam Megantara (2004) melaporkan adanya penjualan lutung yang berasal dari kawasan konservasi Pangandaran keluar kawasan (pasar). Penelitian Megantara (2004) menyebutkan bahwa terjadi penurunan populasi lutung di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Pangandaran dari 130 individu pada tahun 1988 menjadi sekitar 101-109 individu pada 2003.

Data kondisi populasi dan habitat lutung jawa di CA Pananjung Pangandaran belum banyak diketahui, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai ukuran populasi dan potensi habitat lutung jawa (Trachypithecus auratus sondaicus).

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Menghitung kepadatan populasi lutung jawa di CA Pananjung Pangandaran. 2. Mendeskripsikan potensi habitat lutung jawa di CA Pananjung Pangandaran.

Manfaat Penelitian

(12)

2

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di kawasan Cagar Alam Pananjung Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2013.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan antara lain Global Positioning System

(GPS), Range finder, Phi-band, Tally sheet, meteran, alat tulis, kamera, kantong plastik, kompas, spidol, tali plastik, dan binokuler.

Objek Penelitian

Objek yang diteliti dalam penelitian adalah lutung jawa (Trachypithecus auratus sondaicus) yang ada di CA Pananjung Pangandaran dengan spesifikasi pendataan populasi dan habitatnya.

Metode Pengumpulan Data Populasi Lutung Jawa

Pengumpulan data/pengamatan dilakukan melalui survei dengan menggunakan metode jalur (line transect sampling method) pada lokasi-lokasi yang telah ditentukan. Penentuan lokasi pengamatan dilakukan berdasarkan survey lapang yang telah dilakukan sebelumnya, informasi penelitian-penelitian yang sudah ada, serta wawancara petugas balai dan penduduk lokal. Pengamatan dilakukan sebanyak 14 kali ulangan pada setiap jalur pengamatan. Pengamatan dilakukan pada pagi hari pukul 07.00-12.00 WIB dan pada sore hari pukul 15.00-17.00 WIB. Posisi lutung yang teramati pada saat pengamatan dicatat menggunakan GPS. Jenis data yang dicatat pada saat pengamatan adalah jumlah individu, jenis kelamin, kelas umur, sudut lokasi penemuan satwa terhadap jalur pengamatan, dan jarak tegak lurus satwa terhadap jalur pengamatan.

S S

O

S d

r

 Arah transek

T0 Ta

(13)

3 Keterangan atas notasi-notasi yang digunakan pada Gambar 1 adalah d

menyatakan jarak tegak lurus antar posisi satwa dengan lintasan pengamatan (d= r.sinθ), r = jarak antar satwaliar dengan pengamat, θ = sudut antar posisi satwa dengan lintasan pengamatan, O = posisi pengamat, dan S = posisi satwa.

Aktivitas Harian

Pengamatan aktivitas harian lutung jawa dilakukan dengan menggunakan metode ad-libitum. Metode ini dilakukan dengan cara mencatat semua aktivitas yang dilakukan lutung jawa. Pengamatan aktivitas dilakukan bersamaan dengan pengamatan populasi lutung jawa, yaitu di sepanjang jalur transek yang digunakan. Posisi satwa dalam pengamatan juga dicatat sebagai data penggunaan ruang oleh lutung jawa.

Habitat Lutung Jawa

Analisis vegetasi habitat lutung jawa dilakukan menggunakan metode jalur berpetak (Gambar 2). Metode ini dimulai dengan membuat petak contoh seluas 20mx20m. Petak contoh yang dibuat minimal sebanyak 5 petak contoh dalam setiap jalur pengamatan.

Gambar 2 Analisis Vegetasi

Petak contoh yang telah dibuat akan dibagi menjadi petak ukur sesuai pertumbuhan tiap vegetasinya :

1. Petak ukur semai (2mx2m), yaitu dengan tinggi < 1,5 m dan tumbuhan bawah/semak/herba, termasuk di dalamnya liana, epifit, pandan dan palem. 2. Petak ukur pancang (5 m x 5 m), yaitu dengan tinggi > 1,5 m dan diameter

batangnya < 10 cm.

3. Petak ukur tiang (10 m x10 m), yaitu dengan diameter batang antara 10 cm - 19,9 cm.

4. Petak ukur pohon (20 m x 20 m), yaitu pohon berdiameter batang ≥ 20 cm.

Identifikasi Jenis dan Sumber Pakan Lutung Jawa

Identifikasi jenis pakan lutung jawa diamati bersamaan dengan pengamatan aktivitas harian. Data yang dicatat adalah nama jenis tumbuhan dan bagian tumbuhan yang dimakan dalam setiap pencatatan pengamat. Selain itu, informasi yang didapatkan dari masyarakat melalui wawancara juga menjadi pertimbangan dalam melakukan identifikasi sumber pakan.

2m 5m

10m 20 m

(14)

4

Pengolahan dan Analisis Data Populasi Lutung Jawa

Penghitungan lebar kiri-kanan jalur pengamatan

di ri. inθ dan d̅i ∑kdi

̅ = luas rata-rata seluruh jalur pengamatan (ha/jalur),

di = rata-rata lebar kiri-kanan jalur pengamatan ke-i (m),

xi = jumlah satwa yang ditemukan pada jalur pengamatan ke-i (individu) Ragam populasi dugaan

Struktur umur merupakan perbandingan jumlah individu di dalam setiap kelas umur (Alikodra 2002). Struktur populasi lutung jawa dibagi berdasarkan tiga kelompok kelas umur, yaitu dewasa, remaja dan anakan. Sex ratio atau nisbah kelamin merupakan perbandingan antara jumlah jantan yang berpotensi untuk reproduksi dengan betina yang berpotensi untuk reproduksi pada area pengamatan.

(15)

5

Analisis Aktivitas Harian Lutung Jawa

Hasil yang diperoleh berupa frekuensi aktivitas harian yang muncul selama pengamatan. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan statistik. Setiap perilaku yang dicatat akan dihitung nilai rata-rata dan persentasenya agar terlihat aktivitas harian yang sering dilakukan oleh lutung jawa. Selanjutnya, data hasil pengamatan akan ditampilkan dalam bentuk grafik atau diagram yang menunjukkan aktivitas terbanyak yang dilakukan oleh lutung jawa serta hubungan aktivitas harian dengan penggunaan ruang oleh lutung jawa.

Habitat Lutung Jawa

Indeks Nilai Penting (INP) menggambarkan kedudukan ekologis suatu jenis dalam komunitas dengan kata lain INP digunakan untuk menetapkan dominasi suatu jenis terhadap jenis lainnya. Soerianegara dan Indrawan (2005) menjelaskan mengenai Indeks Nilai Penting yang dihitung berdasarkan penjumlahan nilai Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan Dominansi Relatif (DR).

(16)

6

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Letak Kawasan

Kawasan KSDA Pananjung Pangandaran terletak di Pantai Selatan Pulau Jawa dengan koordinat 108°30"-109° Bujur Timur dan 7°30'-8° Lintang Selatan. Secara administratif KSDA Pananjung Pangandaran termasuk dalam wilayah Desa Pangandaran, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat. Letak kawasan ini berbatasan dengan Teluk Pangandaran di sebelah timur, Samudera Indonesia di sebelah selatan, dan Teluk Parigi di sebelah barat.

Sejarah dan Status Pengelolaan Kawasan

Kawasan CA dan TWA Pananjung Pangandaran semula merupakan tempat perladangan penduduk. Kawasan ini resmi menjadi Suaka Margasatwa (SM) seluas 530 ha berdasarkan Keputusan Pemerintah tanggal 7 Desember tahun 1934 No.669. Pada tahun 1961, kawasan SM ini diubah statusnya menjadi Cagar Alam seluas 524.6 ha berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.34/KMP/1961 setelah ditemukannya tumbuhan Rafflesia di dalam kawasan. Minat masyarakat yang semakin tinggi untuk berwisata di alam terbuka menjadi salah satu faktor dibentuknya Taman Wisata seluas 37.7 ha di sebagian kawasan Cagar Alam atas dasar SK Menteri Pertanian No. 170/KPTS/UM/1978.

Kawasan KSDA Pananjung Pangandaran yang terdiri dari kawasan CA dan TWA ini ditetapkan status dan luasannya berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No.484/MENHUT-II/2010 tentang Penetapan Kawasan Hutan Cagar Alam Pangandaran seluas 454,615 ha dan Taman Wisata Alam Pangandaran seluas 343.210 m2. Sejak tahun 1999 administrasi pengelolaan kawasan konservasi Pananjung Pangandaran dikelola oleh BKSDA Jawa Barat II, Seksi Wilayah Konservasi I, Resort KSDA Pangandaran. Pengusahaan Taman Wisata Alam Pangandaran dikelola oleh PT. PERHUTANI KPH Ciamis, UNIT III Jawa Barat.

Area Pengamatan

Penelitian dilakukan pada tiga lokasi pengamatan, yaitu jalur Karang Pandan, Tadah Angin, dan Cikamal. Luas total area penelitian adalah 4.06 ha. Karang Pandan merupakan jalur dengan luas jalur pengamatan tertinggi, sedangkan jalur Tadah Angin memiliki luas jalur pengamatan terendah (Tabel 1).

Tabel 1 Area pengamatan

No. Jalur

Pengamatan Luas Jalur Pengamatan (ha)

1. Karang Pandan 1.45 ha

2. Tadah Angin 1.17 ha

3. Cikamal 1.44 ha

(17)

7 Secara umum kondisi topografi kawasan KSDA Pangandaran cukup landai, namun ada sebagian yang berbukit-bukit. KSDA Pangandaran memiliki topografi dengan ketinggian rata-rata 100 meter di atas permukaan laut dan ketinggian maksimal mencapai 148 meter di atas permukaan laut (Dishut 2008). Kondisi umum jalur pengamatan berbeda-beda, jalur 1 Karang Pandan memiliki kondisi vegetasi yang lebih rapat dibanding dengan jalur lainnya dan jalannya berbukit. Jalur 2 Tadah Angin kondisi jalurnya meliputi sungai namun tidak terlalu berbukit. Sungai-sungai yang ada di KSDA Pangandaran berjumlah 10 buah dengan panjang 1-2 km. Sungai paling besar salah satunya ditemukan di jalur 3 Cikamal yang bermuara ke Pantai Barat. Kondisi umum jalur 3 Cikamal memiliki vegetasi yang paling jarang dibanding dua jalur lainnya karena titik awal jalur 3 ditemui padang rerumputan seperti savana, sedangkan jalur yang dilalui cukup datar.

(a) (b)

(c)

Gambar 3 Kondisi umum jalur: (a) Karang Pandan, (b) Tadah Angin, (c) Cikamal

Populasi Lutung Jawa

Populasi didefinisikan sebagai sekelompok organisme dengan jenis yang sama hidup di suatu kawasan tertentu pada waktu tertentu (Tobing 2008). Kondisi suatu populasi dapat lebih dipahami dengan mengetahui sifat-sifat dari populasi tersebut. Sifat-sifat dari populasi tersebut berupa kepadatan (densitas), laju/tingkat kelahiran (natalitas), laju/tingkat kematian (mortalitas), serta struktur umur dan seks rasio (bayi, anak, individu muda, dewasa dengan jenis kelamin betina atau jantan). Lebih lanjut disebutkan bahwa sifat-sifat ini merupakan parameter untuk mengetahui kondisi suatu populasi secara alami ataupun perubahannya yang terjadi akibat pengaruh lingkungan.

(18)

8

berdasarkan data pengamatan adalah 8 ind/ha pada Jalur 1 Karang Pandan, 2 ind/ha pada jalur 2 Tadah Angin, dan 4 ind/ha pada Jalur 3 Cikamal. Masing-masing kepadatan populasi tiap jalur berada pada selang kisaran populasi tiap jalur (Tabel 2).

Lutung jawa atau yang biasa disebut ebonyleaf-monkey merupakan primata yang biasa hidup berkelompok. Satu kelompok lutung biasanya terdiri dari 6-23 individu (Rowe 1996). Lebih lanjut disebutkan bahwa ada sekitar 6-23 individu pada masing-masing kelompok lutung jawa. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata individu dan rata-rata-rata-rata kelompok lutung jawa di CA Pangandaran pada jalur 1 memiliki rata-rata tertinggi dibanding jalur lainnya, untuk rata-rata kelompok sebanyak 2 kelompok dan rata-rata individu sebesar 11 individu. Jumlah individu terbanyak yang ditemukan dalam satu kelompok di jalur 1 adalah 14 individu. Pada jalur 2 dan 3, masing-masing jumlah individu terbanyak yang ditemukan dalam satu kelompok adalah 5 individu dan 9 individu.

Kepadatan populasi lutung jawa paling tinggi dijumpai pada Jalur 1 sebesar 8 ind/ha, sedangkan kepadatan populasi terendah dijumpai di Jalur 2 dengan percabangan yang banyak dan kuat cocok dijadikan tempat istirahat bagi lutung jawa. Keberadaan pohon kiara beas di ujung jalur 1 juga didukung dengan lokasinya yang berdekatan dengan sungai atau sumber air. Di salah satu blok di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), jenis Ficus yang bentuknya seperti payung dan percabangan melebar mendukung untuk dilakukannya berbagai aktivitas oleh lutung, seperti tidur, istirahat, berlindung, ataupun makan (Febriyanti 2008).

(19)

9 sudah terhabituasi dengan keberadaan manusia di sekitarnya, sehingga lutung jawa yang ada di TWA tidak pergi menjauh ketika melihat manusia.

Kepadatan kelompok lutung jawa yang ada di kawasan TWA lebih besar dibandingkan dengan yang ada di CA. Penelitian Megantara (2004) menyebutkan bahwa kepadatan populasi lutung jawa di TWA mencapai 2.68 ind/ha. Kepadatan lutung jawa di CA berkisar antara 0.58–0.63 ind/ha atau sekitar 58–63 ind/ km2 (Megantara 2004). Husodo dan Megantara (2002) mencatat bahwa telah terjadi penurunan populasi lutung jawa di TWA. Tahun 2001 tercatat ada 131–135 individu lutung jawa di TWA, dan menurun pada angka 101–109 pada tahun 2004.

Populasi lutung jawa di CA juga tidak tertutup kemungkinan untuk terjadi penurunan, mengingat adanya penangkapan lutung jawa secara ilegal untuk dijual ke wisatawan. Manusia merupakan predator lutung jawa paling utama. Konflik antara manusia dan lutung jawa dapat menjadi ancaman bagi perlindungan terhadap kelestarian spesies ini, baik itu berupa ancaman kematian ataupun berpindah mencari habitat yang lebih mendukung. Predator alami lutung jawa adalah harimau jawa (Panthera tigris sondaica) dan macan tutul jawa (Panthera pardus melas) yang saat ini keberadaannya sudah mendekati kepunahan (UMich 2012). Selama pengamatan tidak ditemukan adanya kedua predator tersebut, namun terdapat beberapa satwa liar seperti ular tanah dan ular sanca (Python sp.) yang menjadi predator monyet ekor panjang dan bisa menjadi predator mamalia lainnya termasuk lutung jawa. Adanya keterbatasan kawasan yang dikelilingi oleh laut juga menyebabkan penyebaran lutung jawa menjadi terbatas yang mempengaruhi kelestariannya jika populasi meningkat namun kondisi habitat masih terbatas.

Selain ukuran populasi lutung jawa, di setiap jalur juga diketahui struktur umur dan nisbah kelamin lutung jawa. Secara keseluruhan, struktur umur dewasa mendominasi pada setiap jalur. Pada jalur 1, persentase untuk struktur umur dewasa adalah sebesar 49%. Pada jalur 2, persentase struktur umur dewasa mencapai 56%, dan pada jalur 3 sebesar 65%.

Gambar 4 Struktur umur lutung jawa tiap jalur

Sebagian besar lutung jawa memiliki warna rambut hitam dan sebagian lainnya berwarna coklat kemerahan (Rowe 1996). Lutung jawa yang ada di Jawa Timur mempunyai warna rambut kemerahan sampai hitam kelam, sedangkan

(20)

10

semakin ke wilayah barat lutung jawa berwarna lebih gelap atau hitam di bagian punggung dengan bagian paha berwarna sedikit lebih terang (Maryanto et al.

2008). Lutung jawa yang ada di CA Pangandaran memiliki warna rambut dominan hitam untuk dewasa dan remaja, sedangkan saat masih anakan rambutnya berwarna cokelat kemerahan. Kelompok-kelompok lutung jawa yang ditemukan terdiri dari satu jantan, beberapa betina, beberapa individu remaja, dan sedikit individu anakan atau bayi. Perbandingan jenis kelamin lutung jawa tiap jalur berbeda-beda. Perbandingan paling signifikan terdapat pada jalur 1 dengan perbandingan jantan dan betina sebesar 1:4. Nisbah kelamin lutung jawa tiap jalur disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 3 Nisbah kelamin lutung jawa tiap jalur

Nisbah kelamin lutung jawa antara jantan dan betina dewasa yang masih produktif dalah 1:4 untuk jalur 1, 1:2 untuk jalur 2, dan 1:3 untuk jalur 3. Nisbah kelamin yang didapat merupakan nisbah kelamin ukuran normal dalam sebuah kelompok lutung jawa. Rowe (1996) menjelaskan bahwa lutung jawa merupakan primata yang hidup berkelompok dengan komposisi satu jantan dan banyak betina (one male, multifemale). Jumlah individu jantan memang mengalami penurunan dari tahun 2002 sampai tahun 2004. Pada tahun 2002, nisbah kelamin lutung jawa dewasa produktif adalah 1: 4.3 yang menurun menjadi 1:1.8 pada tahun 2004 (Megantara 2004). Hal ini bisa terjadi karena terbentuknya kelompok baru karena jantan remaja sudah menjadi dewasa dan membentuk kelompok baru. Selama pengamatan pernah ditemukan lutung jantan remaja hidup terpisah dari kelompoknya atau soliter. Hasil wawancara dengan petugas balai menyatakan bisa terjadi terbentuknya kelompok baru mengingat terjadinya penurunan jumlah jantan dewasa pada tiap kelompok. Lutung jawa remaja jantan tersebut akan membentuk kelompok baru karena sudah mendekati struktur umur dewasa. Hal ini didukung dengan pernyataan Rowe (1996) yang menyebutkan bahwa jantan remaja yang meninggalkan kelompoknya sebelum beranjak dewasa karena adanya jantan baru yang mengambil alih kelompoknya akan hidup soliter atau bergabung dengan kelompok yang hanya terdiri dari individu-individu jantan.

Struktur umur lutung jawa didominasi oleh struktur umur dewasa pada masing-masing jalur. Persentase anakan paling rendah di setiap jalur, kemudian diikuti oleh persentase remaja. Struktur umur ini seperti membentuk piramida terbalik dengan pengertian persentase rendah untuk individu-individu muda, dan semakin besar proporsinya ketika dewasa.

Selama pengamatan, aktivitas lutung jawa yang tercatat dilampirkan pada Gambar 5,6,7, dan 8. Aktivitas yang ditemukan berupa aktivitas makan, istirahat, dan aktivitas sosial. Bermain, kawin, grooming, dan bersuara termasuk ke dalam aktivitas sosial. Berjalan, melompat, dan memanjat termasuk ke dalam aktivitas berpindah, sedangkan duduk, diam, berdiri, dan berbaring dimasukkan ke dalam

Jalur Dewasa Sex Ratio

Jantan Betina

1(Karang Pandan) 17 62 1 : 4

2(Tadah Angin) 6 8 1 : 2

(21)

11 aktivitas istirahat. Pada jalur 1, aktivitas pagi hari yang paling sering dilakukan oleh lutung jawa yaitu berpindah dengan jumlah kontak sebanyak 11 kali pertemuan dan yang paling jarang ditemukan adalah istirahat dan aktivitas sosial dengan jumlah kontak pertemuan masing-masing 1. Pengamatan pada sore hari hanya dilakukan dua kali, dan satu kali pengamatan tidak ditemukan adanya lutung jawa, sehingga hanya ada satu kali pertemuan dengan kelompok lutung jawa yang sedang melakukan aktivitas berpindah.

Gambar 5 Aktivitas lutung jawa pada Jalur 1 (Karang Pandan)

Pada jalur 2, aktivitas yang paling sering ditemukan sedang dilakukan oleh lutung jawa pada pagi hari adalah berpindah dengan jumlah kontak sebanyak 3 kali dan yang paling sedikit ditemukan sedang dilakukan oleh lutung jawa adalah aktivitas sosial dengan jumlah kontak 1 kali. Pada sore hari, berpindah merupakan aktivitas yang sedang dilakukan oleh lutung jawa saat terjadi kontak. Pengamatan sore hari pada jalur 2 dilakukan sebanyak tiga kali namun hanya satu kali didapatkan pertemuan dengan lutung jawa. Hal ini dapat terjadi karena banyaknya wisatawan yang kembali dari Air Terjun Tadah Angin menuju pintu keluar dan melewati jalur pengamatan, sehingga lutung jawa pergi menghindar.

(22)

12

Gambar 7 Aktivitas lutung jawa pada Jalur 3 (Cikamal)

Pada jalur 3, aktivitas yang paling banyak ditemukan sedang dilakukan oleh lutung jawa pada pagi hari adalah makan dengan jumlah kontak sebanyak 5 kali dan berbeda dengan aktivitas dominan di jalur lainnya yaitu berpindah. Pada jalur 3, pertemuan paling sering dilakukan oleh lutung jawa pada pagi hari adalah di pohon kiara beas yang merupakan sumber pakan bagi lutung jawa di dalam CA dan lokasinya berada di awal jalur pengamatan. Jumlah kontak paling sedikit adalah aktivitas sosial dengan total kontak hanya 2 kali. Pada sore hari, pertemuan dengan lutung jawa didapatkan sedang melakukan aktivitas makan dan berpindah yaitu dengan jumlah kontak masing-masing sebanyak 1 kali.

Gambar 8 Aktivitas lutung jawa pada seluruh jalur

Secara keseluruhan, aktivitas yang paling sering dilakukan oleh lutung jawa saat dijumpai adalah berpindah dengan persentase sebesar 39%. Lutung jawa paling sedikit dijumpai sedang melakukan aktivitas sosial yang hanya senilai 9%. Saat sedang melakukan aktivitasnya, lutung jawa melakukan tiap aktivitas pada ketinggian strata tajuk yang berbeda-beda. Berikut ditampilkan grafik hubungan antara aktivitas dan penggunaan ruang pada strata tajuk oleh lutung jawa.

(23)

13

Gambar 9 Grafik aktivitas lutung jawa pada strata tajuk

Aktivitas makan oleh lutung jawa dijumpai pada ketinggian >15 meter. Pada ketinggian 10–15 meter, dijumpai aktivitas lutung jawa yaitu berpindah, istirahat, dan aktivitas sosial. Sebagian besar aktivitas yang dilakukan oleh lutung jawa berada pada ketinggian 10-20 meter. Lutung jawa mencapai ketinggian mencapai 18.2 meter hanya ketika sedang melakukan aktivitas makan. Aktivitas lutung jawa yang paling sering dilakukan saat perjumpaan adalah bepindah, baik melompat ataupun berjalan. Posisi lutung jawa di strata penggunaan ruang pada tajuk pohon paling banyak ditemukan di ketinggian rata-rata 18.2 m. Sesuai dengan pernyataan Subarkah et al. (2011) bahwa sebanyak 50.53% lutung menggunakan kanopi paling atas (top canopy) dengan ketinggian di atas 20 meter untuk melakukan sebagian besar aktivitasnya.

Habitat lutung jawa

Satwa liar hidup di suatu tempat yang sesuai untuk mendukung pemenuhan kebutuhannya baik berupa pakan, air, tempat berlindung, tempat berkubang, maupun tempat mengasin atau garam mineral. Suatu kawasan yang dipergunakan satwa liar untuk hidup serta sebagai tempat berkembang biak disebut habitat (Alikodra 2002). Lebih lanjut dijelaskan bahwa suatu habitat terdiri dari komponen fisik dan komponen biotik. Komponen fisik dapat terdiri dari suhu, sumber air, topografi, kelembaban udara, dan tipe hutan. Makhluk hidup lain yang ada di lingkungan satwa liar termasuk ke dalam komponen biotik, seperti tumbuhan, satwa lain (pemangsa dan mangsa), serta manusia.

(24)

14

bakau di pesisir pantai, hutan rawa air tawar, dan hutan meranggas dan dapat hidup sampai pada ketinggian 3500 meter di atas permukaan laut (PPE Jawa 2013). Hutan yang ada di CA Pananjung Pangandaran termasuk hutan dataran rendah dengan beberapa komponen fisik yang diukur dari penelitian yaitu suhu dan kelembaban udara. Suhu rata-rata yang didapat selama pengamatan adalah 27.9oC dengan kelembapan rata-rata sebesar 84.1 %. Hal ini didukung dengan pernyataan Disparbud Jabar (2013) bahwa kelembaban udara CA dan TWA Pangandaran berkisar antara 80-90%. Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson CA Pangandaran termasuk tipe iklim B dengan curah hujan rata-rata per tahun 3.196 mm (Disparbud 2013).

Farida dan Harun (2000) menjelaskan untuk mempertahankan keberadaan primata di habitat alaminya, perlu dilakukan identifikasi terhadap keanekaragaman jenis tumbuhan yang ada karena tumbuhan-tumbuhan ini adalah sumber pakan bagi primata yang hidup di habitat tersebut. Keberadaan lutung jawa di CA Pananjung Pangandaran juga didukung dengan vegetasi yang terdapat di dalamnya. Analisis vegetasi yang telah dilakukan menunjukkan Indeks Nilai Penting (INP) suatu tumbuhan pada setiap jalur pengamatan.

Tabel 4 Indeks Nilai Penting tertinggi masing-masing jalur

Jalur Tingkat No Nama lokal Nama ilmiah INP (%) 1 Semai 1 Pandan laut

sarengseng

Pandanus tectorius 55.88

2 Ki kores Psycotria sp. 51.86

Pancang 1 Ki hapit Euphorbia chasembila 28.07

2 Ki kores Psycotria sp. 22.05

Tiang 1 Bintaro Cerbera manghas 57.56

2 Jejerukan Acronychya laurifolia 42.02

Pohon 1 Kiara beas Ficus sumatrana 89.63

2 Laban Vitex pubescens 63.82

2 Semai 1 Ki hoe Guioa diplopetala 93.75

2 Ki pancar Baccauera javanica 56.25

Pancang 1 Kisegel Dillenia excelsa 22.45

(25)

15 INP merupakan parameter kuantitatif yang biasanya dipakai untuk menunjukkan tingkat dominansi suatu jenis tumbuhan dalam suatu komunitas tumbuhan (Indriyanto 2006). Jenis tumbuhan dengan nilai INP tertinggi merupakan jenis tumbuhan yang paling dominan pada suatu komunitas tumbuhan. Pada masing-masing jalur pengamatan didapatkan jenis-jenis dominan dari hasil analisis vegetasi. Kiara beas (Ficus sumatrana) merupakan jenis dominan pada tingkat pohon di jalur 1 dan 3. Pada tingkat tiang, ki andong (Rhodamnia cinerea)

merupakan jenis dominan pada jalur 2 dan 3. Secara tidak langsung, jenis-jenis lutung jawa dari setiap jenis data pakan yang ada.

Tabel 5 Jenis pakan lutung jawa No. Nama lokal Nama ilmiah Bagian yang

4 Ipis kulit Decaspermum fruticosum

Buah 9131.25

5 Jambu alas Syzygium sp. Daun 37.5

6 Jejebugan Sterculia urceolata Buah 100

7 Jejerukan Acronychya laurifolia Buah 4810.25

8 Kadoya Amoora

aphanamimixis

Pucuk daun dan buah 6.25

9 Ki andong Rhodamnia cinerea Buah 1956.25

10 Ki beunteur Macutia diversifolia Daun 156.25

11 Ki hapit Euphorbia chasembila Buah 1250

12 Ki kores Psycotria sp. Daun 66000

13 Ki pancar Baccauera javanica Pucuk daun 8425

14 Ki segel Dillenia excelsa Daun 4475

15 Kiara beas Ficus sumatrana Pucuk daun muda, buah

25 16 Kopo Syzigium zippelianum Pucuk daun dan buah 156.25

17 Laban Vitex pubescens Daun, bunga 206.25

18 Manggis hutan

Garcinia laterifolia Pucuk daun 6.25

19 Parengpeng Croton argyratus Pucuk daun 225

20 Poh-pohan Buchanania arborescens

Daun dan buah 2556.25

21 Putat Barringtonia sp. Daun dan buah 256.25

(26)

16

Jenis tumbuhan pakan yang disukai pada tabel di atas beberapa diantaranya merupakan jenis dominan pada masing-masing jalur. Kiara beas (Ficus sumatrana) merupakan jenis dominan tingkat pohon pada jalur 1 dan 3. Poh-pohan (Buchanania arborescens) merupakan jenis dominan tingkat tiang pada jalur 3. Ki segel (Dillenia excelsa) merupakan jenis dominan tingkat semai dan pohin pada jalur 2. Ki kores (Psycotria sp.) merupakan jenis dominan tingkat semai dan pancang pada jalur 1. Ki andong (Rhodamnia cinerea) merupakan jenis dominan tingkat tiang dan pohon di jalur 2 dan 3. Jadi, beberapa jenis tumbuhan pada daftar jenis pakan yang disukai lutung jawa merupakan jenis-jenis dominan yang ada pada masing-masing jalur, baik berupa semai, pancang, tiang, ataupun pohon.

Gambar 10 Pohon kiara beas

Penyebaran lutung jawa di TWA juga lebih terkonsentrasi atau lebih merata jika dibandingkan dengan yang ada di CA. Keberadaan lutung jawa di CA hanya terkonsentrasi pada tempat-tempat tertentu, seperti keberadaan kiara beas (Ficus sumatrana) yang merupakan sumber pakan sekaligus cover bagi lutung jawa. Seperti yang disebutkan oleh Febriyanti (2008), karakteristik cover lutung jawa adalah pohon dengan ketinggian rata-rata 19.16 m dan diameter rata-rata 53.56 cm. Pohon kiara beas yang ada di ujung jalur 1 memiliki diameter 158 cm dan tinggi total 22 m. Bentuknya yang seperti payung dengan percabangan melebar juga mendukung untuk dilakukannya berbagai aktivitas oleh lutung, seperti tidur, istirahat, berlindung, ataupun makan (Febriyanti 2008).

(27)

17 aktivitasnya di atas pohon. Subarkah et.al (2011) juga menyebutkan bahwa hanya sedikit perjumpaan menemukan lutung di TNBTS sedang berada di atas permukaan tanah untuk mencari serangga.

Pengelolaan populasi lutung jawa dapat dilakukan dengan mengetahui interaksi lutung jawa dengan habitatnya. Alikodra (2002) menyatakan bahwa semua pengelolaan populasi harus didasarkan pada keadaan habitat jenis satwa liar, suatu lingkungan biotik dapat diubah dengan menambahkan jumlah tumbuhan ataupun satwa liar. Jenis satwa liar berdarah panas seperti mamalia memerlukan kondisi temperatur tubuh yang selalu sesuai dengan lingkungannya. Lutung jawa membutuhkan jenis pohon yang akan tumbuh tinggi dengan percabangan yang lebar untuk menyesuaikan kondisi suhu tubuh jika cuaca Pangandaran panas dan untuk bersembunyi jika turun hujan. Pengelola dapat menanam jenis pohon yang sudah ada di dalam kawasan pada daerah pembatas antara kawasan dengan lingkungan penduduk untuk mengurangi aktivitas satwa termasuk lutung jawa dan monyet ekor panjang agar tidak masuk ke lingkungan penduduk. Patroli diadakan lebih efektif untuk menjaga kawasan konservasi dari pemburu atau orang-orang yang melanggar masuk kawasan (Cowlishaw dan Dunbar 2000).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Kepadatan populasi lutung jawa di CA Pananjung Pangandaran dibagi menjadi tiga berdasarkan areal pengamatan, yaitu pada Jalur 1 sebesar 8 ind/ ha, pada jalur 2 sebesar 2 ind/ ha, dan pada jalur 3 sebesar 4 ind/ ha. Komposisi perbandingan jenis kelamin tiap jalur adalah 1:4 untuk jalur 1, 1:2 untuk jalur 2, dan 1:3 untuk jalur 3. Struktur umur dewasa mendominasi setiap jalur dengan persentasi 49% untuk jalur 1, 56 % untuk jalur 2, dan 66 % untuk jalur 3.

2. Aktivitas yang paling sering ditemukan sedang dilakukan oleh lutung jawa adalah berpindah. Penggunaan ruang oleh lutung jawa pada strata tajuk pohon paling tinggi berada pada ketinggian 18,2 meter dan sering digunakan untuk melakukan aktivitas makan.

3. Potensi habitat dari lutung jawa adalah keberadaan vegetasi yang menunjang kelestariannya. Jenis tumbuhan paling dominan adalah ki andong (Rhodamnia cinerea) dengan INP mencapai 148.83% dan kerapatan 1956.25 batang/ha. Pohon-pohon dengan morfologi besar seperti kiara beas (Ficus sumatrana) dan laban (Vitex pubescens) dijadikan sebagai shelter/ cover bagi lutung jawa.

(28)

18

Saran

1. Perlu adanya pemantauan tahunan yang berkesinambungan untuk mengetahui kondisi atau perkembangan populasi lutung jawa baik di Cagar Alam ataupun Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran.

2. Pengelolaan habitat lutung jawa juga perlu dilakukan untuk mengindari terjadinya ledakan populasi ataupun penurunan populasi.

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra HS. 2002. Pengelolaan Satwa Liar Jilid I. Bogor (ID): Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan (YPFK).

Cowlishaw G, Dunbar R. 2000. Primate Conservation Biology. Chicago (US): The University of Chicago Press.

[Dishut] Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat. 2008. [terhubung berkala] http:// dishut.jabarprov.go.id (diakses pada 20 April 2013).

[Disparbud Jabar] Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat. 2013. [terhubung berkala] http:// disparbud.jabarprov.go.id (diakses pada 24 Maret 2014).

Farida WR, Harun. 2000. Keragaman Jenis Tumbuhan sebagai Sumber Pakan bagi Owa Jawa (Hylobates moloch), Surili (Presbytis comata), dan Lutung (Trachypithecus auratus) di Taman Nasional Gunung Halimun. Jurnal Primatologi Indonesia 3 (2): 55-61.

Febriyanti NS. 2008. Studi Karakteristik Cover Lutung Jawa (Trachypithecus auratus Geoffroy 1812) di Blok Ireng-ireng Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Jawa Timur. [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Husodo T, Megantara EN. 2002. Distribusi dan Daerah Jelajah Lutung (Trachypithecus auratus sondaicus) di Taman Wisata Alam Pangandaran. Jurnal Biotika 1 (1): 36-47.

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta (ID): Bumi Aksara.

Kool, K.M. 1993. The diet and feeding behavior of the silver leaf monkey (Trachypithecus auratus sondaicus) in Indonesia. International Journal of Primatology 14(5): 667-700.

[IUCN] International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources. 2013. [terhubung berkala] http://www.iucnredlist.org (diakses pada 24 Maret 2014).

Maryanto I, Achmadi AS, Kartono AP. 2008. Mamalia Dilindungi Perundang-undangan Indonesia. Jakarta (ID): LIPI Press.

Megantara EN. 2004. Penyebaran dan populasi lutung (Trachypithecus auratus sondaicus) di Cagar Alam/Taman Wisata Pangandaran. Jurnal Bionatura 6 (3): 260-271.

[PPE] Pusat Pengelolaan Ekoregion Jawa. 2013. [terhubung berkala] http:// http://ppejawa.com (diakses pada 24 Januari 2014)

(29)

19 Rowe N. 1996. The Pictorial Guide to The Living Primates. USA (US): Pogonia

Press.

Soerianegara I, Indrawan A. 2005. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor (ID): Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Subarkah MH, Wawandono NB, Pudyatmoko S, Subeno, Nurvianto S, Budiman

A. 2011. Javan Leaf Monkey (Trachypithecus auratus) Movement in a Fragmented Habitat, at Bromo Tengger Semeru National Park, East Java, Indonesia. Jurnal Biologi Indonesia (7): 2.

Subagyo A, Arfan E, Siburian J. 2008. Pola Aktivitas Harian Lutung (Presbytis cristata, Raffles 1821) di Hutan Sekitar Kampus Pinang Masak, Universitas Jambi. International Publication Index 1 (1).

[UMich] The Regents of the University of Michigan and its licensors. 2012. [terhubung berkala] http:// eol.org (diakses pada 24 Januari 2014).

(30)

20 Lampiran 1 Lokasi penelitian dan pengamatan lutung jawa di CA Pananjung Pangandaran

(31)
(32)

20 Lampiran 2 Hasil analisis vegetasi jalur 1

Tingkat semai

No Jenis Tumbuhan Nama ilmiah K KR (%) F FR (%) INP (%)

1 Huru 5625 2,50 0,25 5,88 8,38

2 Huru manuk Litsea mappaceae 625 0,28 0,25 5,88 6,16

3 Ipis kulit Decaspermum fruticosum 1875 0,83 0,25 5,88 6,72

4 Kacukilan 14375 6,39 0,25 5,88 12,27

5 Ki hoe Guioa diplopetala 4375 1,94 0,25 5,88 7,83

6 Ki kores Psycotria sp. 63750 28,33 1 23,53 51,86

10 Ki segel Dillenia excelsa 625 0,28 0,25 5,88 6,16

11 Pandan laut sarengseng Pandanus tectorius 112500 50,00 0,25 5,88 55,88

12 Rukem Flacourtia rukam 4375 1,94 0,25 5,88 7,83

13 Soka Saraca indica 8125 3,61 0,75 17,65 21,26

16 Sulangkar 1875 0,83 0,25 5,88 6,72

17 Umpang Ternstroemia jaoquianum 6875 3,06 0,25 5,88 8,94

Jumlah 225000 100 4,25 100 200

(33)
(34)

20 Lampiran 2 Hasil analisis vegetasi jalur 1 (lanjutan)

Tingkat Pancang

No Jenis Tumbuhan Nama ilmiah K KR (%) F FR (%) INP (%)

1 Buntut lutung Taraktogenos heterophylla 200 2,41 0,5 6,67 9,08

2 Huru 300 3,61 0,5 6,67 10,28

3 Ipis kulit Decaspermum fruticosum 800 9,64 0,25 3,33 12,97

4 Jejebugan Sterculia urceolata 100 1,20 0,25 3,33 4,54

5 Jejerukan Acronychya laurifolia 400 4,82 0,75 10,00 14,82

6 Kakapasan 100 1,20 0,25 3,33 4,54

7 Keruing 1300 15,66 0,25 3,33 19,00

8 Ki besi Memecylon intermedium 100 1,20 0,25 3,33 4,54

9 Ki beunteur Macutia diversifolia 100 1,20 0,25 3,33 4,54

10 Ki hapit Euphorbia chasembila 1000 12,05 0,75 10,00 22,05

11 Ki kores Psycotria sp. 1500 18,07 0,75 10,00 28,07

12 Ki segel Dillenia excelsa 600 7,23 0,5 6,67 13,90

13 Ki baceta 300 3,61 0,5 6,67 10,28

14 Ki pancar Baccauera javanica 100 1,20 0,25 3,33 4,54

15 Kopo Syzigium zippelianum 100 1,20 0,25 3,33 4,54

16 Pohpohan Buchanania arborescens 100 1,20 0,25 3,33 4,54

17 Pumpang Ternstroemia jaoquianum 100 1,20 0,25 3,33 4,54

18 Putat Barringtonia sp. 100 1,20 0,25 3,33 4,54

19 Rukem Flacourtia rukam 100 1,20 0,25 3,33 4,54

20 Sulangkar 900 10,84 0,25 3,33 14,18

Jumlah 8300 100 7,5 100 200

(35)
(36)

20 Lampiran 2 Hasil analisis vegetasi jalur 1 (lanjutan)

Tingkat tiang

No. Jenis tumbuhan Nama ilmiah K KR (%) F FR (%) D DR (%) INP (%)

1 Andong 50 5,26 0,5 8,70 0,81 5,23 19,19

2 Bintaro Cerbera manghas 200 21,05 0,5 8,70 4,31 27,81 57,56

3 Jejerukan Acronychya laurifolia 125 13,16 0,75 13,043 2,45 15,82 42,02

4 Kakapasan 25 2,63 0,25 4,35 0,60 3,89 10,87

5 Ki beunteur Macutia diversifolia 50 5,26 0,25 4,35 0,57 3,67 13,28

6 Ki hapit Euphorbia chasembila 50 5,26 0,5 8,70 0,52 3,37 17,33

7 Ki kores Psycotria sp. 25 2,63 0,25 4,35 0,20 1,32 8,30

8 Ki besi Memecylon intermedium 50 5,26 0,25 4,35 0,75 4,83 14,44

9 Ki segel Dillenia excelsa 25 2,63 0,25 4,35 0,52 3,34 10,32

10 Kopo Syzigium zippelianum 50 5,26 0,25 4,35 0,59 3,81 13,42

11 Laban Vitex pubescens 100 10,53 0,75 13,043 1,57 10,11 33,68

12 Parengpeng Croton argyratus 25 2,63 0,25 4,35 0,67 4,32 11,30

13 Pohpohan Buchanania arborescens 125 13,16 0,75 13,043 1,50 9,68 35,88

14 Rukem Flacourtia rukam 50 5,26 0,25 4,35 0,43 2,80 12,41

Jumlah 950 100 5,75 100 15,48 100 300

(37)

21 Lampiran 2 Hasil analisis vegetasi jalur 1 (lanjutan)

Tingkat pohon

No. Jenis Tumbuhan Nama Ilmiah K KR (%) F FR (%) D DR (%) INP (%)

1 Andong 12,5 8,33 0,25 4,55 2,51 7,74 20,61

2 Bintaro Cerbera manghas 18,75 12,5 0,25 4,55 0,82 2,52 19,56

3 Jejerukan Acronychya laurifolia 12,5 8,33 0,25 4,55 0,55 1,69 14,57

4 Kakapasan 6,25 4,17 0,25 4,55 0,39 1,19 9,90

5 Ki beunteur Macutia diversifolia 6,25 4,17 0,25 4,55 0,62 1,93 10,64

6 Ki segel Dillenia excelsa 6,25 4,17 0,25 4,55 0,54 1,66 10,37

7 Kiara beas Ficus sumatrana 18,75 12,5 0,5 9,09 22,06 68,04 89,63

8 Laban Vitex pubescens 31,25 20,83 2 36,36 2,15 6,63 63,82

9 Manggis hutan Garcinia laterifolia 6,25 4,17 0,25 4,55 0,30 0,91 9,62

10 Pohpohan Buchanania arborescens 18,75 12,5 0,75 13,64 1,31 4,03 30,16

11 Putat Barringtonia sp 12,5 8,33 0,5 9,09 1,20 3,69 21,11

(38)

22

Lampiran 3 Hasil analisis vegetasi jalur 2 Tingkat semai

No Jenis Tumbuhan Nama Ilmiah K KR (%) F FR (%) INP (%)

1 Ipis kulit Decaspermum fruticosum 1875 9,38 0,5 25 34,38

2 Jejerukan Acronychya laurifolia 1250 6,25 0,25 12,5 18,75

3 Kakapasan 2500 12,50 0,5 25 37,50

4 Ki andong Rhodamnia cinerea 625 3,13 0,25 12,5 15,63

5 Ki hoe Guioa diplopetala 13750 68,75 0,5 25 93,75

6 Ki pancar Baccauera javanica 6250 31,25 0,5 25 56,25

7 Ki segel Dillenia excelsa 1250 6,25 0,25 12,5 18,75

8 Ki singadepa 2500 12,50 0,25 12,5 25,00

9 Kokopian Plectronia glabra 625 3,13 0,25 12,5 15,63

10 Pakis 1250 6,25 0,25 12,5 18,75

11 Rukem Flacourtia rukam 625 3,13 0,25 12,5 15,63

Jumlah 20000 100 2 100 200

(39)

23 Lampiran 3 Hasil analisis vegetasi jalur 2 (lanjutan)

Tingkat pancang

No Jenis Tumbuhan Nama Ilmiah K KR (%) F FR (%) INP (%)

1 Dahu 100 0,93 0,25 2,50 3,43

2 Darewak 100 0,93 0,25 2,50 3,43

3 Huru 100 0,93 0,25 2,50 3,43

4 Ipis kulit 900 8,41 0,75 7,50 15,91

5 Jejerukan Acronychya laurifolia 400 3,74 0,5 5,00 8,74

6 Kakapasan 1200 11,21 1 10,00 21,21

7 Ki andong Rhodamnia cinerea 1000 9,35 1 10,00 19,35

8 Ki bara 200 1,87 0,25 2,50 4,37

9 Ki hapit Euphorbia chasembila 200 1,87 0,5 5,00 6,87

10 Ki hoe Guioa diplopetala 1500 14,02 0,75 7,50 21,52

11 Ki hurang 200 1,87 0,25 2,50 4,37

12 Ki kores Psycotria sp. 100 0,93 0,25 2,50 3,43

13 Ki segel Dillenia excelsa 1600 14,95 0,75 7,50 22,45

14 Marong Cratoxylum formosum 100 0,93 0,25 2,50 3,43

15 Parengpeng Croton argyratus 100 0,93 0,25 2,50 3,43

16 Pohpohan Buchanania arborescens 400 3,74 0,25 2,50 6,24

17 Putat Barringtonia sp. 100 0,93 0,25 2,50 3,43

18 Rukem Flacourtia rukam 600 5,61 0,5 5,00 10,61

19 Salam Syzygium polyanthum 400 3,74 0,75 7,50 11,24

21 Sampang 100 0,93 0,25 2,50 3,43

22 Teh tehan Thea sp. 1300 12,15 0,75 7,50 19,65

Jumlah 10700 100 10 100 200

(40)

24

Lampiran 3 Hasil analisis vegetasi jalur 2 (lanjutan) Tingkat tiang

No Jenis Tumbuhan Nama Ilmiah K KR (%) F FR (%) D DR (%) INP (%)

1 Huni Antidesma bunius 25 11,11 0,25 12,5 0,26 7,27 30,88

2 Jambu alas Syzygium sp 25 11,11 0,25 12,5 0,49 13,74 37,35

3 Ki andong Rhodamnia cinerea 50 22,22 0,25 12,5 1,21 34,10 68,82

4 Ki pancar Baccauera javanica 25 11,11 0,25 12,5 0,38 10,61 34,22

5 Kosambi Schleichera oleosa 25 11,11 0,25 12,5 0,27 7,68 31,29

6 Laban Vitex pubescens 25 11,11 0,25 12,5 0,37 10,37 33,98

7 Menteng Baccaurea baccimosa 25 11,11 0,25 12,5 0,32 8,97 32,58

8 Putat Barringtonia sp. 25 11,11 0,25 12,5 0,26 7,27 30,88

Jumlah 225 100 2 100 3,55 100 300

(41)

25

Lampiran 3 Hasil analisis vegetasi jalur 2 (lanjutan) Tingkat pohon

No Jenis Tumbuhan Nama Ilmiah K KR (%) F FR (%) D DR (%) INP (%)

1 Andong 6,25 2,44 0,5 6,45 0,39 1,32 10,21

2 Bayur Pterospermum javanicum 6,25 2,44 0,5 6,45 5,75 19,42 28,31

3 Ipis kulit Decaspermum fruticosum 6,25 2,44 0,5 6,45 1,99 6,72 15,61

4 Jambu alas Syzygium sp. 12,5 4,88 0,25 3,23 0,52 1,74 9,85

5 Jejerukan Acronychya laurifolia 12,5 4,88 0,25 3,23 2,37 8,01 16,11

6 Kadoya Amoora aphanamimixis 6,25 2,44 0,5 6,45 0,20 0,67 9,56

7 Kakapasan 6,25 2,44 0,5 6,45 0,37 1,26 10,15

8 Ki andong Rhodamnia cinerea 25 9,76 0,5 6,45 0,60 2,04 18,25

9 Ki segel Dillenia excelsa 31,25 12,20 0,5 6,45 3,43 11,59 30,24

10 Ki minyak Stephania capitata 12,5 4,88 0,25 3,23 0,71 2,41 10,52

11 Kopo Syzigium zippelianum 6,25 2,44 0,25 3,23 0,31 1,05 6,71

12 Laban Vitex pubescens 62,5 24,39 0,75 9,68 5,02 16,95 51,02

13 Leungsir 6,25 2,44 0,25 3,23 0,40 1,36 7,03

14 Marong Cratoxylum formosum 6,25 2,44 0,25 3,23 2,36 7,98 13,65

15 Menteng Baccaurea baccimosa 6,25 2,44 0,25 3,23 0,29 0,98 6,65

16 Pohpohan Buchanania arborescens 12,5 4,88 0,5 6,45 1,56 5,26 16,59

17 Putat Barringtonia sp. 18,75 7,32 0,75 9,68 2,53 8,53 25,52

18 Rukem Flacourtia rukam 6,25 2,44 0,25 3,23 0,25 0,85 6,51

19 Salam Syzygium polyanthum 6,25 2,44 0,25 3,23 0,55 1,87 7,53

Jumlah 256,25 100 7,75 100 29,63 100 300

(42)

26

Lampiran 4 Hasil analisis vegetasi jalur 3 Tingkat semai

No Jenis Tumbuhan Nama Ilmiah K KR (%) F FR (%) INP (%)

1 Huru 1250 7,69 0,25 10 17,69

2 Ipis Kulit Decaspermum fruticosum 4375 26,92 0,5 20 46,92

3 Jejerukan Acronychya laurifolia 2500 15,38 0,5 20 35,38

4 Kebo Jalu 3125 19,23 0,25 10 29,23

5 Ki kores Psycotria sp. 625 3,85 0,25 10 13,85

6 Ki pancar Baccauera javanica 1250 7,69 0,25 10 17,69

7 Pohpohan Buchanania arborescens 1875 11,54 0,25 10 21,54

8 Teh tehan Thea sp. 1250 7,69 0,25 10 17,69

Jumlah 16250 100 2,5 100 200

Tingkat pancang

No Jenis Tumbuhan Nama Ilmiah K KR (%) F FR (%) INP (%)

1 Huru 200 5,56 0,25 7,14 12,70

2 Ipis Kulit Decaspermum fruticosum 200 5,56 0,5 14,29 19,84

3 Jejerukan Acronychya laurifolia 100 2,78 0,25 7,14 9,92

4 Kakapasan 200 5,56 0,5 14,29 19,84

5 Kalapacung 100 2,78 0,25 7,14 9,92

6 Ki andong Rhodamnia cinerea 200 5,56 0,25 7,14 12,70

7 Ki hoe Guioa diplopetala 100 2,78 0,25 7,14 9,92

8 Ki hoe (tidak bergerigi) 200 5,56 0,25 7,14 12,70

9 Ki pancar Baccauera javanica 800 22,22 0,25 7,14 29,37

10 Ki segel Dillenia excelsa 300 8,33 0,25 7,14 15,48

11 Kokopian Plectronia glabra 1100 30,56 0,25 7,14 37,70

12 Parengpeng Groton argiratua 100 2,78 0,25 7,14 9,92

(43)

27 Lampiran 4 Hasil analisis vegetasi jalur 3 (lanjutan)

Tingkat tiang

No Jenis Tumbuhan Nama Ilmiah K KR (%) F FR (%) D DR (%) INP (%)

1 Ki andong Rhodamnia cinerea 50 50 0,5 50 0,82 48,83 148,83

2 Ki segel Dillenia excelsa 25 25 0,25 25 0,29 17,16 67,16

3 Pohpohan Buchanania arborescens 25 25 0,25 25 0,57 34,01 84,01

Jumlah 100 100 1 100 1,68 100 300

Tingkat pohon

No Jenis Tumbuhan Nama Ilmiah K KR (%) F FR (%) D DR (%) INP (%)

1 Bayur Pterospermum javanicum 12,5 10,53 0,5 18,18 11,33 19,02 47,73

2 Jejerukan Acronychya laurifolia 6,25 5,26 0,25 9,09 0,30 0,50 14,85

3 Kakapasan 6,25 5,26 0,25 9,09 0,23 0,38 14,73

4 Kepuh Sterculia foetida 6,25 5,26 0,25 9,09 0,31 0,52 14,88

5 Ki andong Rhodamnia cinerea 56,25 47,37 0,5 18,18 4,68 7,86 73,41

6 Ki segel Dillenia excelsa 12,5 10,53 0,25 9,09 0,49 0,82 20,44

7 Kiara beas Ficus sumatrana 6,25 5,26 0,25 9,09 41,21 69,18 83,53

8 Laban Vitex pubescens 12,5 10,53 0,5 18,18 1,02 1,72 30,43

Jumlah 118,75 100 2,75 100 59,57 100 300

(44)

20 Lampiran 5 Gambar-gambar yang didapat selama penelitian

Keterangan:

(a) Plot analisis vegetasi

(b) Daun manggis hutan yang berserakan di permukaan tanah (c) Kelompok lutunng

(d) Daun ki bangbara (Vitex quinata)

31

(a) (b)

(45)
(46)

22

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 13 November 1991. Penulis merupakan anak tunggal dari pasangan Bago Suwarno dan Neni Juhaeni. Penulis menempuh

pendidikan di MA Negeri 48 Jakarta tahun 2006−2009. Tahun 2009 penulis diterima

di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Talenta Mandiri IPB (UTMI) pada Mayor Departemen Konservasi Suberdaya Hutan dan Ekowisata (DKSHE). Selama masa perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan sebagai Ketua Biro Kewirausahaan Himpuan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (Himakova) pada tahun kepengurusan 2011-2012 dan tergabung dalam Kelompok Pemerhati Mamalia (KPM) Himakova (2010-sekarang).

Penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cagar Alam (CA) dan Taman Wisata Alam (TWA) Kawah Kamojang dan CA Leuweung Sancang (Sancang Barat) serta kegiatan Himpro Eksplorasi Fauna, Flora, dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dan Ekspedisi Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Kerinci Seblat pada tahun 2011. Penulis juga mengikuti kegiatan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) serta kegiatan RAFFLESIA di TWA Sukawayana dan CA Tangkuban Perahu dan kegiatan SURILI di Taman Nasional Bukut Tiga Puluh pada tahun 2012. Kegiatan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) juga penulis lakukan pada bulan Februari-Maret 2013 di Taman Nasional Gunung Merbabu. Penulis mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan IPB setelah melakukan penelitian untuk skripsi dengan judul Studi Populasi dan Habitat Lutung Jawa (Trachypithecus auratus sondaicus) di Cagar Alam Pananjung Pangandaran, Jawa Barat di bawah bimbingan Dr Ir Nyoto Santoso, MS dan Dr Ir Entang Iskandar, MSi.

Gambar

Gambar 2 Analisis Vegetasi
Gambar 3 Kondisi umum jalur: (a) Karang Pandan, (b) Tadah Angin, (c) Cikamal
Gambar 4 Struktur umur lutung jawa tiap jalur
Gambar 5 Aktivitas lutung jawa pada Jalur 1 (Karang Pandan)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Analisa terhadap bahan hukum dalam penelitian hukum yang normatif adalah analisa isi (content analysis) dan dilakukan analisa secara Deskriptif Kualitatif yaitu dengan

Perdata Dalam Kasus Malpraktik, Lex et Societatis, Vol.. a) Hubungan yang terjalin antara pihak pasien dengan pihak dokter berlandaskan pada kontrakrterapeutik. b) Pihak

Tujuan dari penelitian ini untuk mengembangkan penelitian terdahulu dengan inovasi penambahan cita rasa pedas, bawang, dan pencampuran antara pedas dan bawang

Keyakinan dan harapan saya sebagai pengusaha keripik kentang adalah ingin usaha ini dapat berjalan dengan baik sesuai dengan apa yang saya harapkan dan juga

Bagi orang yang tidak bergabung menjadi anggota mitra usaha PayTren tidak memiliki kontroversi terkait status hukum bisnis PayTren ini, karena ketentuan yang ada di dalammnya

Sedangkan penelitian yang dilakukan Lenny dan Indriantoro (1999) menyimpulkan bahwa lamanya kepemilikan suatu saham biasa di Bursa Efek Jakarta periode 1995 sampai 1996

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu faktor - faktor ibu menyusui tidak memberikan ASI secara eksklusif .Tempat

Rumusan permasalahan yang dikemukakan adalah Bagaimanakah pemanfaatan sewa barang milik daerah pada Kabupaten Boyolali yang meliputi tata cara, barang milik daerah