• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberian Ekstrak Jintan Hitam (Nigella sativa) pada Kultur In Vitro Sel Tulang Tikus (Rattus norvegicus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemberian Ekstrak Jintan Hitam (Nigella sativa) pada Kultur In Vitro Sel Tulang Tikus (Rattus norvegicus)"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERIAN EKSTRAK JINTAN HITAM (

Nigella sativa)

PADA

KULTUR

IN VITRO

SEL TULANG TIKUS (

Rattus norvegicus

)

FITRI SUSANA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemberian Ekstrak Jintan Hitam (Nigella sativa) pada Kultur In Vitro Sel Tulang Tikus (Rattus norvegicus) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

FITRI SUSANA. Pemberian Ekstrak Jintan Hitam (Nigella sativa) pada Kultur In Vitro Sel Tulang Tikus (Rattus norvegicus). Dibimbing oleh ARIEF BOEDIONO dan WAHONO ESTHI PRASETYANINGTYAS

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian ekstrak Nigella sativa terhadap proliferasi dan diferensiasi sel tulang tikus yang ditumbuhkan secara kultur in vitro. Kultur dilakukan pada sel tulang tikus berumur lima hari dalam dulbecco’s modified eagle’s medium (DMEM). Penelitian terdiri atas tiga perlakuan yakni kontrol (mDMEM), dan dua konsentrasi NS: mDMEM + NS 0.05% dan mDMEM + NS 0.5%. Parameter yang diamati adalah konsentrasi sel, persentase sel, dan diameter osteoblas serta osteosit. Komposisi osteoblas dan osteosit ditentukan berdasarkan pengamatan morfologi dengan menggunakan mikroskop setelah diwarnai dengan Alizarin red. Data dianalisis menggunakan analisis varians dan uji Duncan. Hasil penelitian ini menunjukkan pemberian ekstrak Nigella sativa pada konsentrasi 0.05% dan 0.5% menurunkan nilai population doubling time (PDT) secara signifikan (p<0.05) dibandingkan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak Nigella sativa dapat meningkatkan proliferasi sel tulang. Diferensiasi dapat dilihat dengan adanya peningkatan diameter osteoblas (p<0.05), meskipun persentase osteoblas dan osteosit tidak berbeda secara nyata (p>0.05) antar kelompok perlakuan. Meskipun demikian, nilai persentase dan diameter osteoblas dan osteosit pada konsentrasi NS 0.05% dan 0.5% menunjukkan peningkatan dibandingkan kontrol. Pemberian ekstrak Nigella sativa dalam medium kultur dapat meningkatkan proliferasi dan diferensiasi sel tulang.

Kata kunci: diferensiasi, Nigella sativa, osteoporosis, proliferasi, sel tulang

ABSTRACT

FITRI SUSANA. Enrichment of Black Seed (Nigella sativa) Extract in In Vitro Culture of Rat (Rattus norvegicus) Bone Cells. Supervised by ARIEF BOEDIONO and WAHONO ESTHI PRASETYANINGTYAS

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

PEMBERIAN EKSTRAK JINTAN HITAM (

Nigella sativa)

PADA

KULTUR

IN VITRO

SEL TULANG TIKUS (

Rattus norvegicus

)

FITRI SUSANA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul skripsi : Pemberian Ekstrak Jintan Hitam (Nigella sativa) pada Kultur In Vitro Sel Tulang Tikus (Rattus norvegicus)

Nama : Fitri Susana NIM : B04100030

Disetujui oleh

Prof Drh Arief Boediono, PhD PAVet(K) Pembimbing I

Drh Wahono Esthi Prasetyaningtyas, MSi PAVet Pembimbing II

Diketahui oleh

Drh Agus Setiyono, MS PhD APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 ini ialah kultur in vitro, dengan judul Pemberian Ekstrak Jintan Hitam (Nigella sativa) pada Kultur In Vitro Sel Tulang Tikus (Rattus norvegicus).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Drh Arief Budiono, PhD PAVet(K) dan Ibu Drh Wahono Esthi Prasetyaningtyas, MSi PAVet selaku pembimbing, serta Ibu Dr Drh Ita Djuwita, MPhil PAVet(K) (Alm.) dan Bapak Drh Kusdiantoro Mohamad, MSi PAVet yang telah banyak memberikan saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Mas Wahyu selaku staf Laboratorium Embriologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Mbak Devi, Mbak Ria, dan teman-teman peneliti di Laboratorium Embriologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB: Deni, Fatimah, Ijah, Juju, Mas Boy, Putri atas bantuan dan kerjasama selama penelitian ini berlangsung. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda, ibunda, alak, cikwo, ayuk, adek, empat bidadari kecil, dan keluarga besar atas doa, dukungan, dan kepercayaannya. Tak lupa ucapan terimakasih kepada sahabat-sahabat tercinta: Susan, Etri, Nindi, Riena; keluarga SQ, keluarga SUIJI, Acromion, alumni SMAN1 Muaradua, yayasan KSE, serta seluruh teman-teman atas segala doa dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA

Tulang 2

Perkembangan Tulang 2

Jintan Hitam (Nigella sativa) 3

Kultur In Vitro 4

METODE

Waktu dan Tempat 5

Bahan 5

Alat 5

Tahapan dan Prosedur Kerja 5

Evaluasi Hasil Kultur Sel Tulang 6

Rancangan Percobaan dan Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

SIMPULAN DAN UCAPAN TERIMAKASIH

Simpulan 12

Ucapan Terimakasih 12

DAFTAR PUSTAKA 12

(13)

DAFTAR TABEL

1 Komposisi biji jintan hitam 4

2 Population Doubling Time (PDT) sel tulang yang tumbuh dalam kultur yang diberi ekstrak jintan hitam (Nigella sativa) 8 3 Persentase osteoblas dan osteosit yang tumbuh dalam kultur yang

diberi ekstrak jintan hitam (Nigella sativa) 10 4 Diameter osteoblas dan osteosit yang tumbuh dalam kultur yang

diberi ekstrak jintan hitam (Nigella sativa) 11

DAFTAR GAMBAR

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tulang merupakan jaringan ikat khusus yang berfungsi sebagai alat penyokong, perlekatan, perlindungan, dan penyimpanan mineral. Jaringan ini dilengkapi dengan rigiditas atau kekakuan, kekuatan yang sangat besar, serta elastisitas yang terbatas. Tulang terdiri atas material interseluler terkalsifikasi, matriks tulang, dan tiga tipe sel yaitu osteosit yang dapat ditemukan di ruang (lakuna) diantara matriks, osteoblas yang merupakan tempat sintesis komponen organik dari matriks, serta osteoklas yang merupakan sel raksasa multinuklear yang terlibat dalam proses reabsorpsi dan pembentukan jaringan tulang (Junqueira dan Carneiro 2005).

Berbagai kelainan dapat terjadi pada tulang, antara lain osteoporosis, osteomalasia, dan riketsia. Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai dengan kepadatan tulang yang rendah dan kerusakan jaringan tulang pada struktur mikro tulang yang menyebabkan terjadinya kerapuhan pada tulang (WHO 2003). Osteoporosis umumnya terjadi pada individu dewasa, terutama pada wanita pascamenopause. Osteomalasia dan riketsia terjadi akibat defisiensi kalsium per unit dari matriks tulang sehingga kalsifikasi tulang terganggu. Riketsia terjadi pada individu muda, sedangkan osteomalasia terjadi pada individu dewasa (Ott 2002).

Kepadatan tulang sangat ditentukan oleh keutuhan mikroarsitektur tulang sebagai hasil keseimbangan antara proses remodeling tulang (proses pembentukan tulang) dan reabsorpsi tulang. Kepadatan tulang yang didapat selama masa pertumbuhan merupakan faktor yang menentukan terjadinya kasus osteoporosis di kemudian hari. Individu dengan kepadatan tulang yang tinggi pada masa pertumbuhan sampai masa pramenopause akan terhindar dari osteoporosis pada masa pascamenopause (Compston et al. 1993).

Parhizkar et al. (2011) menyatakan bahwa jintan hitam (Nigella sativa) memiliki aktivitas estrogenik yang mampu membantu menanggulangi tanda-tanda menopause sehingga dapat digunakan sebagai terapi alternatif pengganti hormon. Pencegahan osteoporosis dengan mengonsumsi Nigella sativa diharapkan mampu menginduksi proliferasi dan diferensiasi sel tulang, serta meningkatkan aktivitas estrogenik sehingga kepadatan tulang akan meningkat dan kejadian osteoporosis dapat dihindari.

Perumusan Masalah

(16)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian ekstrak Nigella sativa terhadap proliferasi dan diferensiasi sel tulang tikus secara in vitro pada beberapa konsentrasi ekstrak Nigella sativa 0.05% dan 0.5%.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi kemampuan sel tulang tikus mengalami proliferasi dan diferensiasi dalam medium dengan dan tanpa penambahan ekstrak Nigella sativa yang diharapkan dapat berguna untuk mengatasi gangguan pada tulang.

TINJAUAN PUSTAKA

Tulang

Tulang merupakan bagian tubuh yang memiliki fungsi utama sebagai pembentuk rangka dan alat gerak tubuh, pelindung organ-organ internal, serta tempat penyimpanan mineral (kalsium-fosfat). Proses pembentukan tulang disebut dengan osifikasi. Proses osifikasi terjadi pada masa perkembangan fetus (prenatal) dan setelah individu lahir (postnatal). Pada tulang panjang perkembangan terjadi sampai individu mencapai dewasa (Djuwita et al. 2012).

Secara makroskopis tulang tersusun atas beberapa bagian, yakni diafise, epifise, metafise, tulang rawan artikular, periosteum, ruang medular, dan osteum. Secara mikroskopis tulang terbentuk atas tiga jenis sel tulang, matriks ekstraselular tulang, dan saluran-saluran yang tersusun secara sempurna dan kompak (Djuwita et al. 2012). Tiga jenis sel utama penyusun tulang yaitu osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Osteoblas berasal dari sel pluripoten mesenkim dan menyimpan osteoid, yakni matriks organik yang tidak termineralisasi pada tulang. Osteoblas berfungsi untuk menginisiasi dan mengontrol proses mineralisasi osteoid (Kierszenbaum 2002). Ketika aktivitas sintesis matriks berhenti dan osteoblas telah memasuki matriks tersebut maka osteoblas berubah nama menjadi osteosit.

Beberapa osteoblas akan dikelilingi matriks dan menjadi osteosit. Osteosit berada di dalam lakuna dan hanya satu osteosit yang dijumpai dalam dalam satu lakuna. Proses metabolisme sitoplasma dalam matriks tulang dibantu melalui pejuluran kanalikuli yang berbentuk silindris dan kecil (Junqueira dan Carneiro 2005).

Perkembangan Tulang (Osteogenesis)

(17)

3 osteoblas di pusat osifikasi secara langsung, tanpa pembentukan kartilago terlebih dahulu, dan osifikasi endokondral yaitu mineralisasi jaringan tulang yang dibentuk melalui pembentukan kartilago terlebih dahulu (Leeson et al. 1996; Junqueira dan Carneiro 2005).

Osifikasi intramembran merupakan proses perkembangan tulang yang terjadi secara langsung. Selama osifikasi intramembran, sel mesenkim berproliferasi ke dalam area yang memiliki vaskularisasi yang tinggi pada jaringan penghubung embrionik dalam pembentukan kondensasi sel atau pusat osifikasi primer (Leeson et al. 1996; Junqueira dan Carneiro 2005). Sel ini akan mensintesis matriks tulang pada bagian periperal dan sel mesenkimal berlanjut untuk berdiferensiasi menjadi osteoblas. Setelah itu, tulang akan dibentuk kembali dan semakin digantikan oleh tulang lamela matang atau dewasa. Proses osifikasi ini merupakan sumber pembentukan tulang pipih, salah satu diantaranya yaitu tulang pipih kepala. Pada awal perkembangan tulang pipih atap kepala, tulang yang baru dibentuk diendapkan pada pinggir dan permukaan tulang tersebut.

Semua tulang di dalam tubuh selain tulang pipih, dibentuk melalui proses osifikasi endokondral. Proses ini terjadi secara tidak langsung yaitu melalui pembentukan model tulang rawan terlebih dahulu dan kemudian mengalami penggantian menjadi tulang dewasa. Pada proses pertumbuhan tulang panjang akan terbentuk pusat osifikasi primer dimana penulangan pertama kali terjadi yaitu proses dimana kartilago memanjang dan meluas melalui proliferasi kondrosit dan deposisi matriks kartilago. Setelah pembentukan tersebut, kondrosit di daerah sentral kartilago mengalami proses pemasakan menuju hipertropik kondrosit (Leeson et al. 1996; Junqueira dan Carneiro 2005). Setelah pusat osifikasi primer terbentuk maka rongga sumsum mulai meluas ke arah epifise. Perluasan rongga sumsum menuju ke ujung-ujung epifisis tulang rawan dan kondrosit tersusun dalam kolom-kolom memanjang pada tulang dan tahapan berikutnya pada osifikasi endokondral berlangsung pada zona-zona pada tulang secara berurutan (Leeson et al. 1996; Junqueira dan Carneiro 2005).

Jintan Hitam (Nigella sativa)

(18)

4

Tabel 1 Kandungan tokoferol dan polifenol dari minyak biji jintan hitam

Komposisi Jumlah (μg/gr) Sumber : Nergiz dan Ötles (1993)

Berbagai manfaat dapat dirasakan dengan mengkonsumsi jintan hitam, antara lain jintan hitam mampu menstimulasi sumsum tulang dan sel imun, mampu melindungi sel normal dari kerusakan oleh agen penyakit, serta peningkatan total jumlah sel darah dan diferensiasinya (Meral et al. 2004). Fungsi lain dari Nigella sativa adalah dapat meningkatkan kesehatan tubuh, menyediakan energi dengan cepat, meningkatkan metabolisme, melancarkan pencernaan, memperlancar peredaran darah, menurunkan tekanan darah, menurunkan tingkat gula darah, menstimulasi periode menstruasi, meningkatkan jumlah sperma, antihelmintik, meredakan bronchitis dan batuk, menurunkan demam, iritasi kulit, serta dapat meningkatkan pengeluaran susu ibu (Agrawala et al. 1971).

Jintan hitam diketahui memiliki berbagai macam khasiat antara lain anti bakteri, anti jamur, anti kanker, antioksidan, antiparasit, analgesik, anti koagulan, dan juga agen hipoglikemik (Salama dan Raaga 2010). Aktivitas antimikroba jintan hitam berasal dari kandungan zat aktifnya yaitu thymoquinone dan longifolene. Dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa thymoquinone dan longifolene mempunyai efek antibakteri terhadap S. aureus dengan nilai IC50 1.8μM (0.γμg/ml) dan γ.0 μM (0.6 μg/ml) (Bourgou et al. 2010). Thymoquinone juga dilaporkan mempunyai efek sinergi dengan streptomycin dan gentamycin.

Kultur In Vitro

Kultur sel didefinisikan sebagai teknik untuk menumbuhkan dan memelihara sel-sel dari organisme multisel di luar tubuh dengan menggunakan wadah khusus yang ditempatkan pada kondisi lingkungan menyerupai kondisi tubuh, seperti temperatur, kelembaban, nutrisi, dan kondisi bebas kontaminasi. Menurut Butler (2004) riset kultur sel asal hewan memiliki beberapa tujuan, antara lain: mengetahui fisiologi normal atau proses biokimia yang terjadi di dalam sel, misalnya metabolisme sel, menguji pengaruh senyawa kimiawi ataupun obat pada tipe sel yang spesifik, misalnya senyawa metabolit, hormon, senyawa toksik, senyawa mutagenik, dan lain-lain. Kultur sel juga berfungsi untuk mempelajari kombinasi variasi tipe sel sehingga menghasilkan jaringan buatan, seperti menghasilkan jaringan buatan serta mensintesis produk biologis bernilai pada kultur sel skala besar.

(19)

5 dan berkembang. Antibiotik dan anti jamur diperlukan untuk menghindari kontaminasi mikroorganisme yang dapat mengganggu pertumbuhan dan mampu bersifat patogen jika diperuntukkan untuk terapi. Faktor pertumbuhan dapat ditambahkan untuk menginduksi pertumbuhan, mempertahankan pluripotensi, atau merangsang terjadinya diferensiasi, maka.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 di Laboratorium Embriologi, Bagian Anatomi Histologi dan Embriologi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan antara lain anak tikus (Rattus norvegicus) strain Sprague Dawley (SD) umur lima hari. Serbuk jintan hitam (kapsul Kurma Ajwa® 100% jintan hitam), medium kultur DMEM yang dimodifikasi dengan penambahan asam amino non-esensial (NEAA Sigma, USA), new born calf serum (NBCS Sigma, USA), NaHCO3 (Sigma, USA), insulin transferring

selenium (ITS Sigma, USA), pewarna Alizarin red, alkohol 70%, Dubelcco Phosphate Buffered Saline (DPBS Sigma, USA), preparat ketamin serta xylazin, dan gentamycin.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain gunting bedah, pinset, mortar beserta penggerus, timbangan digital, micropipet, incubator, laminar air flow (clean bench), mikroskop manipulator Olympus Ix70-S8F2 yang dilengkapi dengan kamera tuscen 3.0 MP, cawan petri, gelas obyek, gelas penutup, mikrofilter 0.22 µm, spoit 1 mL dan 10 mL, gelas ukur, gelas piala, improved haemositometer Neubaeur, counter, centrifuge rotor fixed, hot plate, dan vortex.

Tahapan dan Prosedur Kerja

Persiapan Ekstrak jintan hitam (Nigella sativa)

(20)

6

Persiapan Cawan Petri

Cawan petri steril dilapisi gelatin 0.1% (Sigma, USA) sebanyak 1 mL dengan menggunakan mikro pipet kemudian didiamkan selama satu jam. Setelah satu jam gelatin dibuang kemudian cawan petri dibilas menggunakan dulbecco phosphate saline buffered (DPBS) yang telah ditambahkan Gentamycin 50 µg/mL. Cawan petri didiamkan selama 5 menit hingga kering. Medium kultur dulbecco modified eagle medium (DMEM) yang ditambahkan NaHCO3 1%, non-essential

amino acids (NEAA) 1%, gentamycin 50 µg/mL, neonatal calf bovine serum 10%, dan isulin transferrin selenium (ITS) yang mengandung 5 µg/mL insulin, 10 µg/mL transferin, 5 µg/mL selenium dimasukkan ke dalam cawan petri masing-masing sebanyak 2 mL. Sebagai perlakuan ke dalam cawan petri 1 dan 2 masing-masing ditambahkan esktrak Nigella sativa dengan konsentrasi 0.05% dan 0.5% ke dalam medium masing-masing sebnyak 100 µL/2 mL medium.

Isolasi dan Kultur Sel Tulang

Tikus (Rattus norvegicus) umur lima hari dikorbankan dengan cara dieuthanasi dengan preparat ketamin-xylazin kemudian didislokasi servikalis (cervicalis dislocation). Sel tulang diisolasi dari tulang femur, tibia, dan fibula. Sumsum tulang dibersihkan dengan cara diflushing. Tulang dicacah hingga halus menggunakan blade dan disuspensi di dalam mPBS. Suspensi tulang disentrifugasi dengan kecepatan 200 G selama 10 menit, sentrifugasi ini dilakukan dengan mPBS sebanyak empat kali dan mDMEM sebanyak satu kali. Sebelum dikultur, jumlah sel dihitung menggunakan hemositometer. Sel dengan konsentrasi 1 x 104 sel/mL dalam 100 µL dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah berisi medium sebanyak 2 mL. Setiap kultur dilakukan rangkap dua, terdiri dari cawan petri yang dialasi cover glass sebagai tempat perlekatan sel dan yang tidak dialasi cover glass. Kultur diinkubasi di dalam inkubator CO2 5% pada suhu

37 °C. Medium mDMEM diganti setiap 2 hari sekali sebanyak 2 mL setiap penggantian. Perlakuan diberikan dimulai sejak kultur hari ke-2, 4, dan 6.

Pewarnaan Osteosit dan Osteoblas

Identifikasi jumlah dan diameter sel-sel tulang yang dikultur dilakukan secara pengamatan morfologi setelah sel diwarnai dengan pewarnaan Alizarin red (Kiernan 1990). Setelah hari ketujuh, sel difiksasi dengan glutaraldehid 2.5% selama 48 jam pada suhu 4 °C. Selanjutnya sel dicuci dengan mPBS pH 4.2 dan diwarnai dengan larutan Alizarin red. Sel diinkubasi pada suhu 37 °C selama dua jam lalu dicuci dengan PBS sebanyak dua kali, kemudian sel diamati dengan mikroskop.

Evaluasi Hasil Kultur Sel Tulang

(21)

7

Population Doubling Time (PDT)

Population doubling time (PDT) ditentukan dengan menghitung jumlah sel pada saat sebelum dikultur dan setelah dikultur hari ketujuh. Penghitungan dilakukan pada sel yang telah terdisosiasi dengan menggunakan improved hemositometer Neubauer dengan rumus: Total sel = jumlah sel pada 5 kotak x faktor pengenceran x 104.

Selanjutnya PDT dihitung dengan menggunakan rumus menurut Davis (2011):

PDT= 1

(log jumlah sel akhir- log jumlah sel awal) x 3.32 Waktu (hari)

Pengukuran persentase Osteosit dan Osteoblas

Penghitungan persentase osteoblas dan osteosit dilakukan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 40 x 10. Penghitungan dilakukan terhadap 100 sel osteoblas dan osteosit yang diamati dan dilakukan masing-masing sebanyak tiga kali ulangan.

Pengukuran diameter Osteosit dan Osteoblas

Pengukuran diameter osteoblas dan osteosit dilakukan pada 10 osteoblas dan 10 osteosit dari masing-masing perlakuan menggunakan mikroskop yang dilengkapi dengan mikrometer eyepiece pada pembesaran 40 x 10. Masing-masing penghitungan dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Perlakuan terdiri atas kontrol negatif (mDMEM), dan dua konsentrasi jintan hitam (Nigella sativa) yaitu 0.05% dan 0.5%. Masing-masing kelompok perlakuan memiliki tiga kali ulangan. Parameter yang diamati yaitu tingkat proliferasi population doubling time (PDT), persentase osteoblas dan osteosit, serta diameter osteoblas dan osteosit. Data PDT, jumlah osteoblas dan osteosit, serta diameter osteoblas dan osteosit dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat Proliferasi Sel Berdasarkan Population Doubling Time (PDT)

(22)

8

Tabel 2 Population Doubling Time (PDT) sel tulang tikus yang dikultur dengan dan tanpa penambahan ekstrak jintan hitam (Nigella sativa)

Ulangan

Population Doubling Time

Kontrol NS 0.05% NS 0.5%

1 2.21 2.21 2.11

2 2.27 2.11 1.89

3 2.27 2.21 1.95

Rata-rata 2.25 ± 0.28a 2.21 ± 0.05a,b 1.98 ± 0.11b

Ket: Ket: kontrol (dMEM); ekstrak Nigella sativa (NS): NS 0.05% (dMEM + NS 0.05%); NS 0.5% (dMEM + NS 0.5%). Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan pada taraf uji 5% (uji Duncan).

Population Doubling Time (PDT) adalah waktu yang diperlukan oleh populasi sel untuk menjadi dua kali dari jumlah populasi sel awal (Pellegrini et al. 2008). Tingkat proliferasi ditunjukkan berdasarkan perbandingan jumlah sel awal dan akhir. Semakin kecil nilai PDT, maka semakin cepat sel tersebut berproliferasi. Pemberian ekstrak Nigella sativa pada kultur sel tulang dengan konsentrasi 0.05% dan 0.5% mampu menurunkan nilai PDT jika dibandingkan dengan kontrol (p<0.05). Nilai PDT yang semakin kecil menandakan pemberian ekstrak dapat meningkatkan terjadinya proliferasi pada sel tulang yang dikultur secara in vitro. Menurut Binderman et al. (1974) sel tulang memiliki nilai PDT sekitar 2-4 hari. Nilai tersebut tidak berbeda dengan hasil yang diperoleh pada penelitian ini.

Identifikasi Morfologi Osteoblas dan Osteosit

(23)

9

Gambar 1 Morfologi osteoblas dan osteosit pada kultur sel tulang tikus yang diwarnai dengan Alizarin red.

(A) osteoblas, (B) osteoid osteosit, (C) osteosit muda, (D) osteosit tua

Tanda panah menunjukkan kanalikuli. Bar = 40 µm.

Osteoblas merupakan sel yang berbentuk kubus atau kolumnar dalam keadaan aktif dan berbentuk pipih dalam keadaan tidak aktif (Einhorn 1996; Kierszenbaum 2002). Osteoblas yang sedang aktif mensintesis matriks tulang akan memiliki inti yang besar, aparatus golgi, dan retikulum endoplasma yang banyak. Osteoblas mengeluarkan kolagen tipe I dan protein matriks lainnya. Osteoid osteosit merupakan proses transisi dari osteoblas menjadi osteosit. Sel ini bertanggungjawab dalam proses mineralisasi. Osteoid osteosit yang mengalami mineralisasi selanjutnya berdiferensiasi menjadi osteosit dan mengalami penurunan volume mencapai 70% (Palumbo 1986). Osteosit merupakan sel dewasa yang memiliki aparatus golgi dan retikulum endoplasma kasar yang lebih sedikit tetapi memiliki jumlah lisosom yang lebih banyak serta memiliki penjuluran pada sitoplasma (Stevenson dan Marsh 1992). Osteosit yang semakin tua mengalami penurunan jumlah retikulum endoplasma dan aparatus golgi sehingga ukurannya semakin mengecil. Osteosit memiliki dendritik yang disebut kanalikuli. Sejumlah kanalikuli dapat menghubungkan satu osteosit dengan osteosit lainnya. Karakterisrik morfologi tesebut penting agar nutrisi dan sinyal biokimia dapat masuk ke dalam osteosit.

(24)

10

Persentase Osteoblas dan Osteosit

Persentase osteoblas pada perlakuan NS 0.05% dan NS 0.5% berturut-turut adalah 82.00% dan 79.67%. Persentase osteoblas yang diberi ekstrak Nigella sativa lebih kecil dibandingkan persentase osteoblas pada kontrol yang memiliki persentase sebesar 83.00%. Sebaliknya nilai persentase osteosit pada perlakuan NS 0.05% dan NS 0.5% lebih kecil deibandingkan dengan kontrol, dimana nilai persentase osteosit pada perlakuan NS 0.05% dan NS 0.5% berturut-turut adalah 18.00% dan 20.30%, sedangkan nilai persentase osteosit pada kontrol 17.00%. Komposisi jumlah osteoblas dan osteosit dalam kultur selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Persentase osteoblas dan osteosit pada kultur sel tulang tikus dengan dan tanpa penambahan ekstrak Nigella sativa

Ulangan Kontrol NS 0.05% NS 0.5%

Ket: kontrol (dMEM); ekstrak Nigella sativa (NS): NS 0.05% (dMEM + NS 0.01 g/ml); NS 0.5%

(dMEM + 0.1 g/ml). Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan).

Secara uji statistik persentase osteoblas dan osteosit tidak berbeda secara nyata (p>0.05) antar kelompok perlakuan, namun dari tabel di atas dapat terlihat bahwa terjadi penurunan persentase osteoblas pada kelompok perlakuan NS 0.05% dan NS 0.5%. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak Nigella sativa menginduksi terjadinya proses diferensiasi osteoblas menjadi osteosit. Osteosit merupakan sel akhir dari proses diferensiasi osteoblas dan bukan sel hasil dari proliferasi osteoblas (Kogianni dan Noble 2007).

Jumlah dan diameter sel dapat menggambarkan terjadinya diferensiasi sel. Diferensiasi sel terjadi apabila adanya interaksi berbagai sinyal sel (McGeady et al. 2006). Banyak faktor yang dapat menimbulkan ekspresi dari sifat osteoblas dan osteosit dalam kultur, antara lain medium kultur yang digunakan, waktu kultur, dan adanya komponen yang dapat menyebabkan sel berproliferasi dan berdiferensiasi. Komponen tersebut dapat berupa hormon maupun faktor pertumbuhan.

Diameter Osteoblas dan Osteosit

(25)

11 Tabel 4 Diameter osteoblas dan osteosit pada kultur sel tulang tikus dengan dan

tanpa penambahan ekstrak Nigella sativa tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan).

Osteoblas memiliki diameter antara 20-30 µm (Kierszenbaum 2002), sedangkan osteosit memiliki ukuran sekitar 9-20 µm (Kogianni dan Noble 2007). Rata-rata diameter osteoblas pada penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar kelompok perlakuan (p<0.05). Hal ini membuktikan bahwa ekstrak Nigella sativa berpengaruh secara nyata terhadap diameter osteoblas. Diameter osteosit tidak berbeda secara nyata (p>0.05) pada semua kelompok perlakuan, yang artinya ekstrak Nigella sativa tidak berpengaruh secara nyata terhadap diameter osteosit secara uji statistik, namun perlakuan NS 0.05% dan NS 0.5% tetap menunjukkan peningkatan terhadap diameter osteosit. Hal ini membuktikan bahwa pemberian ekstrak Nigella sativa menginduksi terjadinya proses diferensiasi osteoblas menjadi osteosit yang disertai perubahan morfologi dan penurunan ukuran sel sehingga diameter osteosit akan semakin mengecil.

Berdasarkan nilai PDT, persentase, dan diameter osteoblas dan osteosit, diketahui bahwa pemberian ekstrak Nigella sativa dapat meningkatkan proliferasi dan diferensiasi terhadap sel tulang tikus yang dikultur. Menurut Nergiz dan Ötles (1993) minyak jintan hitam mengandung senyawa aktif dalam kadar tinggi diantaranya karoten, -karoten, tokoferol, asam lemak, dan sterol yang dapat mempengaruhi aktivitas sel. Senyawa-senyawa tersebut mempengaruhi kompleks estrogen dan reseptor beta (RE ) untuk selanjutnya berdifusi ke dalam inti sel dan melekat pada DNA. Ikatan kompleks estrogen-reseptor dengan DNA menginduksi sintesis dan ekspresi mRNA untuk mensintesis protein sehingga meningkatkan aktivitas sel target yang digambarkan dengan terjadinya proliferasi sel (Ganong 2005). Kandungan kalsium yang tinggi pada Nigella sativa juga dapat digunakan dalam pembentukan tulang sehingga kepadatan tulang akan meningkat. Tingginya kadar kalsium dalam darah akan memicu kelenjar thyroid dalam penyimpanan kalsium ke dalam tulang. Selain itu, dapat menekan kerja kelenjar parathyroid dalam mengaktivasi kerja osteoklas dalam perombakan tulang.

(26)

12

(fitosterol). Stigmasterol dan -sitosterol merupakan senyawa kandungan fitosterol yang berasal dari jintan hitam. Menurut Montgomery et al. (1993), senyawa-senyawa tersebut memiliki kemiripan struktur dengan kolesterol yang merupakan prekursor pembentuk hormon reproduksi, salah satunya hormon estrogen. Menurut penelitian Ohashi et al. (1991) reseptor estrogen terdapat pada sel osteogenik dan berperan langsung terhadap proses osteogenesis. Dosis estrogen yang tinggi akan meningkatkan proses osteogenesis melalui ikatan dengan reseptor estrogen dan menstimulasi proliferasi sel.

SIMPULAN DAN UCAPAN TERIMAKASIH

Simpulan

Penambahan ekstrak jintan hitam (Nigella sativa) pada kultur sel tulang secara in vitro dapat meningkatkan proliferasi dan menginduksi terjadinya proses diferensiasi osteoblas menjadi osteosit.

Ucapan Terimakasih

Penelitian ini merupakan bagian Hibah kompetensi a.n Dr Drh Ita Djuwita, MPhil PAVet (K) yang dibiayai oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan no. 035/SP2H/PL/Dit.Litabmas/V/2013 tanggal Mei 2013.

DAFTAR PUSTAKA

Agrawala IP, Achar MV, Tamankar BP. 1971. Galactogogue action of Nigella sativa. Indian J Med Sci. 25:535-537.

Al-Jabre S, Al-Akloby OM, Al-Qurashi AR, Akhtar N, Al-Dossary A, Randhawa MA. 2003. Thymoquinone, an active principle of Nigella sativa, inhibited Aspergillus niger. Pakistan J Med Res. 42(3): 1-2.

Binderman I, Duksin D, Harell A, Katzir E, Sachs L. 1974. Formation of bone tissue in culture from isolated bone cells. J Cell Biol. 61:427-439.

Bourgou S, A Pichette, B Marzouk, J Legault. 2010. Bioactivities of black cumin essential oil and its main terpenes from Tunisia. S Afr J Bot. 76(2): 210-216. Butler M. 2004. Animal Cell Culture and Technology. Cornwall (GB): Bios

Scientific Publishers.

Chan ME, Lu XL, Huo B, Baik AD, Chiang V, Guldberg RE, Lu HH, Guo XE. 2009. A trabecular bone explant model of osteocyte-osteoblas co-culture for bone mechanobiology. J Cell Mol Bioengin. 2(3):405-415.

Compston JE, Garraham NJ, Croucher PI, Wright CDP, Yamaguchi K. 1993. Quantitative analysis of trabecular bone structure. J Bone. 14:187-1992. Davis, JM. 2011. Basic Techniques and Media, The Maintenance of Cell Lines

(27)

13 Djuwita I, Pratiwi IA, Winarto A, Sabri M. 2012. Proliferasi dan diferensiasi sel tulang tikus dalam medium kultur in vitro yang mengandung ekstrak batang Cissus quadrangula Salisb. (sipatah-patah). J Med Vet. 6(2):75-80.

Einhorn. 1996. Cellular control of bone homeostasis. Di dalam: Mishell’s textbook of infertility, Contraception and Reproductive Endrocinology. Ed ke- 4. New York (US): Blackwell Science.

Ganong WF. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke- 22. Andrianto P penerjemah. Jakarta (ID): EGC. Terjemahan dari: Rev Med Phys. hlm 486-507.

Halim D, Murti H, Sandra F, Boediono A, Djuwantono T, Setiawan B.2010. Stem Cell: Dasar Teori dan Aplikasi Klinis. Jakarta (ID): Erlangga.

Junaedi E, Yuliarti S, Suty S, Kuncari ES. 2011. Kedahsyatan Habbatussauda Mengobati Berbagai Penyakit. Jakarta (ID): Agro Media Pustaka.

Junqueira LC, Carneiro J. 2005. Basic Histology: Text and Atlas. Ed ke- 11. Poule (Br): McGraw-Hill.

Kiernan JA. 1990. Histological and Histo Methods Theory and Practice. England (GB): Pergamon Pr.

Kierszenbaum AL. 2002. Histology and Cell Biology: An Introduction to Pathology. St. Louis (US): Mosby, Inc. An Affiliate of Elsevier.

Kogianni G, Noble BS. 2007. The biology of osteocytes. J Med Group LLC. 5:81-86.

Korzynska A, Zychowicz M. 2008. A method of estimation of cell doubling time on basis of the cell culture monitoring data. JBBE. 4(28):75-82.

Leeson RC, Leeson TS, Paparo AA. 1996. Buku Ajar Histology. Ed. 7. Tambajong et al. Editor. Jakarta (ID). Terjemahan dari: Textbook of Histology.

McGeady TA, Quinn PJ, Fitzpatrick ES, Ryan MT. 2006. Veterinary Embryology. England (GB): Blackwell Publishing.

Meral I, Donmer N, Baydas B, Belge F, Kanter M. 2004. Effect of Nigella sativa L. on heart rate and some haematological values of alloxan-induced diabetic rabbits. Scand J Lab Anim Sci. 11(31):49-53.

Montgomery R, Robert LG, Thomas WC, Arthur AS. 1993. Biokimia: Suatu Pendekatan Berorientasi Kasus. Ismadi, penerjemah. Yogyakarta (ID): UGM Pr. Terjemahan dari: Biochemistry A Case-Oriented Approach.

Nergiz C, Ötles S. 1993. Chemical composition of Nigella sativa seeds. J Food Chem. (48):259-261.

Ohashi T, Kusuhara S, Ishida K. 1991. Estrogen target cells during the early stage of medullary boe osteogenesis: immunohistochemical detection of estrogen reseptors in osteogenic cells of estrogen-treated male japanese quail. Calcif Tissue Int. 49:124-127.

Ott SM. 2002. Osteoporosis and bone physiology. J Am Med. 228:334-341.

Palumbo C. 1986. A three-dimensional unstructural study of osteoid-osteocytes in tibia of chick embryos. Cell Tissue Research. 246(1):125-131.

(28)

14

Pellegrini MP, Pinto RCV, Castilho LDR. 2008. Animal Cell Technology: from Biopharmaceuticals to Gene Therapy. Castilho LR, Moraes AM, Augusto EFP, Butler M, editor. New York (US): Taylor and Francis Group.

Salama, Raaga H M. 2010. Clinical and therapeutic trials of Nigella sativa. Taf Prev Med Bull. 9(5): 513-522.

Sugawara Y, Ando R, Kamioka H, Ishihara Y, Honjo T, Kawanabe N, Kurosaka H, Yamamoto TT, Yamashiro T. 2011. The three-dimension morphometry and cell-cell communication of the osteocyte network in chick and mouse embryonic calvaria. Calcif Tissue Int. (88):416-424.doi:10.1007/s00223-011-9471-7.

Suryo J. 2010. Herbal Penyembuh Gangguan Sistem Pernapasan. Yogyakarta (ID): B First.

Stevenson JS, Marsh MS. 1992. An Atlas of Osteoporosis. New Jersey (US): Parthenon Publishing Group.

(29)

15

RIWAYAT HIDUP

Fitri Susana lahir di Desa Sukarami, Kecamatan Buay Sandang Aji, kabupaten OKU Selatan, Provinsi Sumatera Selatan. Penulis adalah anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan bapak Alian dan Ibu Cik Intan.

Jenjang pendidikan formal yang telah ditempuh oleh penulis adalah SDN 1 Sukarami lulus pada tahun 2004. SMPN 1 Buay Sandang Aji lulus pada tahun 2007 dan SMAN1 Muaradua lulus pada tahun 2010. Penulis melanjutkan pendidikannya dan diterima di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif dalam kegiatan organisasi himpunan profesi hewan kesayangan dan satwa akuatik eksotik (HKSA) divisi kuda, ikatan mahasiswa kedokteran hewan Indonesia (IMAKAHI), six university initiative Japan-Indonesia (SUIJI), dan TRASHSURE Foundation.

Gambar

Tabel 1  Kandungan tokoferol dan polifenol dari minyak biji jintan hitam

Referensi

Dokumen terkait

Agaknya fakta tersebut/ yang kemudian menjadi pembenaran/ atas stigma Islam itu teroris/ atas nama jihad// padahal terorisme dan jihad merupakan dua hal

Karena penentuan beyond use date dengan pendekatan menggunakan t 90 dari senyawa yang memiliki t 90 lebih singkat tidak dapat dilakukan maka penentuan beyond use date

1) Mengurangi permeabilitas, yaitu dengan mencegah antibiotik masuk kedalam sel, dapat dilakukan dengan mengubah struktur membran. 2) Inaktivasi antibiotik, yaitu dengan

Usaha Tunku Abdul Rahman untuk melantik Khatijah sebagai Pegawai Penerangan Pergerakan Kaum Ibu UMNO bagi membangunkan Kaum Ibu UMNO seperti yang dicadangkan oleh Khatijah sendiri

[r]

[r]

Hasil penelitian ini menolak logika teori Yuana (2008:15) dalam Yulianti (2011:17) yang menyatakan bahwa perusahaan yang mendapat opini Wajar Tanpa

Formulir Pengalihan Unit Penyertaan yang telah lengkap dan diterima secara baik ( in complete application ) sesuai dengan syarat dan ketentuan yang tercantum dalam