• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Peningkatan Kualitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Habitat Penyu Melalui Pendekatan Skema Pembayaran Jasa Ekosistem (Studi Kasus Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, Kabupaten Sukabumi)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Peningkatan Kualitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Habitat Penyu Melalui Pendekatan Skema Pembayaran Jasa Ekosistem (Studi Kasus Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, Kabupaten Sukabumi)"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PENINGKATAN KUALITAS PENGELOLAAN KAWASAN

KONSERVASI HABITAT PENYU MELALUI PENDEKATAN

SKEMA PEMBAYARAN JASA EKOSISTEM

(Studi Kasus Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, Kabupaten Sukabumi)

LENY DWIHASTUTY

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul STUDI PENINGKATAN KUALITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI HABITAT PENYU MELALUI PENDEKATAN SKEMA PEMBAYARAN JASA EKOSISTEM (Studi Kasus: Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, Kabupaten Sukabumi), adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016

Leny Dwihastuty NIM C252130011

1

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak luar IPB

(4)

RINGKASAN

LENY DWIHASTUTY. Studi Peningkatan Kualitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Habitat Penyu Melalui Pendekatan Skema Pembayaran Jasa Ekosistem (Studi Kasus : Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, Kabupaten Sukabumi). Dibimbing oleh LUKY ADRIANTO dan FREDINAN YULIANDA.

Salah satu fungsi penting Kawasan Konservasi Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, Sukabumi (KKTP4S) adalah sebagai penyedia jasa bagi pendaratan penyu hijau (Chelonia mydas) yang merupakan daya tarik khusus bagi

kegiatan wisata di kawasan ini. Namun saat ini populasi penyu Indonesia mengalami penurunan yang cukup mengkhawatirkan yakni sebesar 60% sejak tahun 1989 (WWF Indonesia, 2005). Penurunan populasi penyu telah menimbulkan perhatian di seluruh dunia selama dekade terakhir. Perubahan kondisi habitat peneluran dan perilaku manusia (anthropogenik) merupakan faktor utama penyebab penurunan populasi tersebut. Beberapa cara telah dilakukan untuk mengatasi kondisi ini diantaranya diperkuatnya peraturan baik di tingkat pusat maupun daerah, pembentukan UPTD konservasi, pelibatan masyarakat melalui pembentukan kelompok masyarakat pengawas (POKMASWAS), namun belum memberikan hasil yang cukup berarti. Kurangnya SDM pengelola, fasilitas penangkaran serta besarnya biaya operasional pengelolaan menjadi masalah tersendiri, sehingga diperlukan adanya pengelolaan yang baik dan tepat guna menjaga kelestarian dan berjalannya fungsi dari sumberdaya tersebut sehingga mendukung kesejahteraan masyarakat dan pengelolaan kawasan yang berkelanjutan. Salah satu metode konservasi baru yang diusulkan dengan melalui pendekatan Pembayaran Jasa Ekosistem (PES). PES dianggap sebagai sebuah pendekatan inovatif yang mencoba meraih dua tujuan yaitu konservasi sumberdaya alam dan penanggulangan kemiskinan.

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 20 Oktober sampai 20 Desember 2014. Tujuan penelitian ini dilakukan adalah: 1) Mengidentifikasi dan memetakan jasa ekosistem yang dihasilkan oleh Kawasan Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, Kabupaten Sukabumi, 2) Mengestimasi nilai jasa ekosistem di Kawasan Konservasi Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan dan 3) Menyusun disain Pembayaran Jasa Ekosistem untuk peningkatan kualitas pengelolaan kawasan konservasi perairan di Kabupaten Sukabumi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan analisis status ketersediaan jasa ekosistem (natural capital asset) diperoleh hasil bahwa KKTP4S masih menunjang sebagai habitat penyu serta masih tetap dapat menyediakan barang dan jasa (goods and service) untuk mendukung kehidupan manusia.

(5)

melihat penyu bertelur sebesar Rp. 205.000/orang. Nilai rata-rata WTP responden wisatawan tersebut dapat digunakan sebagai acuan atau bahan pertimbangan dalam penetapan tarif masuk yang baru di KKTP4S. Hasil analisis prediksi diperoleh bahwa biaya transaksi yang dikeluarkan oleh pemerintah setiap tahunnya sekitar Rp 2.188.450.000. Jika dibandingkan dengan nilai WTP potensialnya diperoleh hasil WTP potensial lebih besar dibandingkan biaya transaksional yang dikeluarkan. Hal ini mengindikasikan bahwa pembayaran jasa ekosistem dapat sebagai alternatif untuk memperoleh pendanaan bagi pengelolaan KKTP4S dan sekaligus diharapkan dapat mempertahankan kelestarian lingkungan yang ada.

Kebijakan utama yang diperlukan dalam implementasi pembayaran jasa ekosistem di KKTP4S adalah menentukan pelaku utama yaitu pihak penyedia dan pemanfaat jasa ekosistem. Penentuan pelaku utama ini bertujuan untuk mengetahui stakeholder yang memanfaatkan jasa jasa yang dihasilkan dari KKTP4S, membangun keterkaitan ekosistem dengan pelaku utama bertujuan untuk membentuk kesadaran para pelaku utama akan pentingnya KKTP4S untuk terus menyediakan jasa, menentukan karakter dari struktur dan fungsi ekosistem, bertujuan untuk mengetahui pola karakteristik lingkungan agar dalam melakukan upaya konservasi dapat berjalan baik, menentukan nilai pembayaran jasa melalui teknik valuasi ekonomi. Tujuan dilakukannya penilaian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar dana yang dapat dikumpulkan untuk membiayai kegiatan konservasi. Penilaian ini dilakukan melalui teknik valuasi yaitu kemampuan membayar (Willingness to Pay) serta menetapkan mekanisme

lembaga pengelola yang bertujuan agar pelaksanaan PES ini memiliki kekuatan hukum. Pembentukan dasar hukum ini berupa undang undang maupun peraturan daerah, membangun perekonomian daerah untuk meningkatkan perilaku masyarakat dalam ikut menjaga KKTP4S, melakukan pemantauan dan monitoring terhadap mekanisme PES. Kebijakan ini penting untuk dilaksanakan dengan tujuan melakukan pemantauan semua kegiatan pelaksanaan PES yang sesuai dengan rencana dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan melakukan analisis keberhasilan pelaksanaan PES yang bertujuan untuk mengetahui seberapa efektif pelaksanaan PES terhadap kelestarian KKTP4S.

Berdasarkan hasil analisis SMART didapatkan bahwa Pembayaran Jasa Ekosistem dengan menggunakan mekanisme Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) adalah yang memungkinkan saat ini. Pola ini cukup efisien, hal ini disebabkan melalui penerapan pola BLUD ini diharapkan melalui pengawasan oleh dewan pengawas BLUD berdasarkan peraturan menteri keuangan nomor 109/pmk.05/2007 tentang dewan pengawas badan layanan umum dana pengelolaan sebagai pendapatan yang benar benar dapat dipergunakan sebagai dana untuk pelestarian, pemeliharaan, kebersihan lingkungan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat khususnya disekitar lokasi obyek jasa ekosistem disekitar KKTP4S.

(6)

SUMMARY

LENY DWIHASTUTY. Improving The Management of Marine Turtle Habitat Conservation Area Through Payment for Ecosystem Services Scheme (Case : Turtle Conservation Coastal Park In Pangumbahan, Sukabumi). Guided by LUKY ADRIANTO and FREDINAN YULIANDA.

Pangumbahan Turtle Conservation Coastal Park (KKTP4S) provides important ecosystem services in forms of green turtle (Chelonia mydas) landing area as well as tourism attraction in Sukabumi Regency. The turtle population rate in Indonesia is experience an alarming rate of 60% decrease since 1989 (WWF Indonesia, 2005). Turtle nesting habitat changes and human behaviour leads to decline of turtle populations. Several ways have been made to overcome this condition include the strengthening of regulations both at national and regional levels. The establishment of UPTD conservation, community involvement through the establishment of community groups supervisor (Pokmaswas), but it did not provide significant results. Lack of human resources managers, breeding facilities as well as operational costs management is becoming a problem in it self. The goverment must immediately change the policy to save green turtle for extinction. PES has been adopted in the world as a new initiative on conservation and environment management. In Indonesia, there are also initiatives of PES on watershed management. This study aims to figuring ecosystem services in KKTP4S therefore the ecosystem services generated by KKTP4S could be assessed by applying economic instruments for ecosystem services payments.

The research was conducted on October 20 until December 20, 2014. The purpose of this study is: 1) Identify and mapping ecosystem services produced by Turtle Conservation Coastal Park In Pangumbahan, Sukabumi. 2) Estimating the value of ecosystem services in the Turtle Conservation Coastal Park In Pangumbahan, Sukabumi and 3) Designing Payment for Ecosystem Services to improve the quality Management of Turtle Conservation Coastal Park In Pangumbahan, Sukabumi .

Based on the analysis of the availability status of ecosystem services (natural capital assets), KKTP4S supports yet for being a turtle habitat and being able to provide goods and services for human life.

(7)

income for the management of KKTP4S and maintaining the existing environment.

The main policy required for implementing ecosystem services payments in KKTP4S is to determine the main actors, which are the ecosystem service providers and the beneficiaries of ecosystem services. Determination of the main actors aimed to find stakeholders who utilize the services of KKTP4S services produced, build the ecosystem linkages with major actors, determining the value of payment for ecosystem services through an economic valuation techniques. The purpose of this study was to determine the money can be collected to finance conservation activities. Through the assessment a valuation technique is the ability to pay (Willingness to Pay) and to establish mechanisms management agency that aims to make the implementation of this PES have the force of law.

The analysis revealed that the most suitable instutional arrangement of PES in KKTP4S is to be managed by the Sukabumi district government through Badan Layanan Unit Daerah (District Public Services Agency) scheme. It is quite efficient because by applying BLUD pattern, the revenue can be used entirely for preservation, maintenance, environmental hygiene, and community economic empowerment around the location of ecosystem services objects in the region of KKTP4S.

Key words : payments, ecosystems services, conservation funding, Turtle Beach

(8)

©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

LENY DWIHASTUTY

STUDI PENINGKATAN KUALITAS PENGELOLAAN KAWASAN

KONSERVASI HABITAT PENYU MELALUI PENDEKATAN

SKEMA PEMBAYARAN JASA EKOSISTEM

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis yang berjudul “Studi Peningkatan Kualitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Habitat Penyu Melalui Pendekatan Skema Pembayaran Jasa Ekosistem (Studi Kasus: Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, Kabupaten Sukabumi)”.

Penghargaan dan ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada :

1. Dr.Ir. Luky Adrianto,M.Sc dan Dr.Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc selaku komisi pembimbing atas segala bimbingan, masukan dan arahannya selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

2. Dr.Ir. Achmad Fahrudin, M.Si selaku dosen penguji tamu serta Zulhamsyah Imran,S.Pi.,M.Si.,PhD selaku Sekretaris Program Studi yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam penyusunan tesis ini.

3. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi Bapak Ir. Abdul Kodir,M.Si, Kepala UPTD Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan Bapak Ahman Kurniawan, S.Pi beserta staf Agung Rahman, S.Pi atas bantuan penyediaan data dan fasilitas lainnya demi kelancaran penelitian ini.

4. Para narasumber di lapangan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sukabumi, Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi, Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Jawa Barat serta Dinas Kepariwisataan, Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Sukabumi.

5. PUSDIK BPSDMKP Kementerian Kelautan dan Perikanan yang telah membiayai studi ini.

6. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, Kementerian Kelautan dan Perikanan Bapak Ir. Agus Dermawan, M.Si yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh studi S2 di Institut Pertanian Bogor.

7. Bapak Direktur Pelabuhan Perikanan Bapak Dr.Ir. Toni Ruchimat,MSc yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam menempuh studi S2 di Institut Pertanian Bogor.

8. Ibunda tercinta Hj. Siti Mrihasih,S.Pd,Ayah mertua H.Sutarmin dan Ibunda Hj Supiyah. Kakanda Eko Yuswani Dewi,S.Pd.,MPd., Adinda Triwahyu Diharyanto, ST dan Fajar Lukito, ST yang telah memberikan dukungan dan doa yang tulus kepada penulis.

9. Suamiku tercinta Priyo Mulyantoro, SE dan anak anakku (Qaisara Feby PM, Khansa Fakhira SPM, Raffan Abizard PM) atas cinta, pengertian, kasih sayang, dan dukungan doa kepada penulis. Terima kasih telah menjadi bagian terpenting dalam kehidupan dan keberhasilan penulis.

10. Teman teman SPL angkatan 2013 atas segala doa dan kebersamaannya, serta kepada semua pihak yang telah banyak memberikan kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam proses penyusunan tesis ini.

Semoga segala bantuan dan dukungan yang diberikan mendapatkan ganjaran dari Allah SWT. Amin. Semoga tesis ini dapat bermanfaat.

Bogor, Januari 2016

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

1. PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 6

Ruang lingkup Penelitian 6

2. TINJAUAN PUSAKA 7

Karakteristik Fisik Pantai Peneluran Penyu Hijau 7

Kawasan Konservasi Laut 7

Pengelolaan Kawasan Konservasi dan Ekowisata 8

Jasa Ekosistem 9

Pemetaan Jasa Ekosistem Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan 10

Konsep Nilai Sumberdaya Alam 11

Metode Biaya Perjalanan 12 Metode Penilaian Kontingensi 13 Pembayaran Jasa Ekosistem 14 3. METODE PENELITIAN 16 Kerangka Pemikiran 16

Tempat dan Waktu Penelitian 18

Jenis dan Sumber Data 18

Alat dan Bahan 19 Tahapan Penelitian dan Penentuan Jumlah Responden 21 Metode pengumpulan Data 23 Analisis Data 23

Analisis Pemetaan Jasa Ekosistem 23 Analisis Persepsi Masyarakat 26 Analisis Nilai Ekonomi Jasa Ekosistem KKTP4S 26 Analisis Pemangku Kepentingan 31 Analisis Kelembagaan 33 Analisis Biaya Transaksi 34 Analisis Perbandingan antara Nilai Potensial WTP dengan Nilai Biaya Transaksi 35 Analisis Alternatif Pengambilan Keputusan 35 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 37 Sistem Sosial Ekologi KKTP4S 37 Karakteristik Habitat Peneluran dan Kelimpahan Populasi Penyu 43

Karakteristik Masyarakat, Pengelola dan Wisatawan di KKTP4S 48

Persepsi Masyarakat dan Pengunjung Terhadap Pengelolaan KKTP4S 56 Valuasi Ekonomi KKTP4S 65

(14)

DAFTAR ISI (lanjutan)

Analisis Kelembagaan dan Biaya Transaksi 84

Kebijakan Pengelolaan KKTP4S 90

5. SIMPULAN DAN SARAN 100

Simpulan 100

Saran 101

6. DAFTAR PUSTAKA 102

(15)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah Wisatawan di Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan Tahun

2008-2014 9

2 Daftar Penggunaan Lahan Integritas Ekologi dan Komponen Jasa Ekosistem Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, Sukabumi 10

3 Alat dan Bahan yang Dgunakan dalam Penelitian 19

4 Matriks Jenis Data,Sumber Data dan Analisis Data 21

5 Matriks Penilaian Kapasitas KKTP4S 24

6 Matriks penilaian Permintaan KKTP4S 25

7 Matriks Penilaian Keseimbangan KKTP4S 25

8 Penilaian Tingkat Kepentingan 31

9 Penilaian Tingkat Pengaruh 32

10 Ukuran Kuantitatif Terhadap Identifikasi dan Pemetaan Stakeholder 33 11 Dimensi dan Atribut yang Digunakan dalam Pengambilan Keputusan

Multi Kriteria 36

12 Suplai Jasa Ekosistem di KKTP4S 38

13 Permintaan Jasa Ekosistem di KKTP4S 40

14 Status ketersediaan Jasa Ekosistem di KKTP4S 42

15 Karakteristik Habitat Pantai Peneluran Penyu 45

16 Karakteristik Masyarakat KKTP4S 49

17 Karakteristik Nelayan KKTP4S 49

18 Karakteristik Pengelola KKTP4S 50

19 Sebaran Responden Wisatawan KKTP4S Menurut Tingkat Pendidikan 54

20 Besarnya Tarif Retribusi Memasuki KKTP4S 55

21 Besarnya Tarif Retribusi Melihat Ritual Penyu Bertelur di KKTP4S 55

22 Parameter Tingkat kerusakan Ekosistem di KKTP4S 59

23 Tingkat Kunjungan Wisatawan KKTP4S 66

24 Fungsi Permintaan Rekreasi KKTP4S dengan Metode Biaya Perjalanan

Wisatawan Nusantara 66

25 Perhitungan Nilai Ekonomi KKTP4S Wisatawan Nusantara 69 26 Fungsi Permintaan Rekreasi KKTP4S dengan Metode Biaya Perjalanan

Wisatawan Mancanegara 69

27 Perhitungan Nilai Ekonomi KKTP4S Wisatawan Mancanegara 71 28 Distribusi Nilai Rata-rata WTP responden Winus Pelepasan Tukik 72 29 Distribusi Nilai Rata-rata WTP Responden Winus Melihat Penyu bertelur 72 30 Distribusi Nilai Rata-rata WTP Responden Wisman Melihat Pelepasan Tukik 73 31 Distribusi Nilai Rata-rata WTP Responden Wisman Melihat Penyu Bertelur 73

32 Nilai HTM, WTP dan TCM 74

33 Dugaan Rata-rata WTP Responden 76

34 Identifikasi Stakeholder dan Kepentingannya 76

35 Tingkat Kepentingan dan Pengaruh Stakeholder 80

36 Aktor Yang terlibat dalam Pengelolaan KKTP4S 82

(16)

DAFTAR GAMBAR

1 Trend Pendaratan Penyu di KKTP4S 1997-2014 2

2 Pendekatan DPSIR sebagai Indikator Keberlanjutan Kawasan Taman

Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan 5

3 Prinsip Pembayaran Jasa Ekosistem 15

4 Mekanisme Pembayaran Jasa Ekosistem 15

5 Kerangka Umum Pendekatan Studi 17

6 Kawasan Konservasi Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan 18

7 Tahapan Pengumpulan Responden Penelitian 20

8 Matriks Hasil Analisis Stakeholder 32

9 Framework IAD dalam Analisis Kelembagaan (Ostrom 2011) 34 10 Populasi Penyu Bertelur dan Mendarat di KKTP4S 47 11 Persepsi Kondisi Lingkungan KKTP4S dan sekitarnya 48 12 Kisaran Pendapatan dan Tambahan Biaya dalam Operasi Penangkapan 50 13 Tingkat Pengetahuan,Pemahaman dan Manfaat serta Kesediaan

untuk Kontribusi terhadap Fungsi Vegetasi 51

14 Jumlah Wisatawan 52

15 Persentase Tingkat Pengetahuan Wisatawan 52

16 Jumlah Pengunjung Selama Tahun 2014 53

17 Karakteristik Wisatawan KKTP4S 56

18 Dampak KKTP4S terhadap Lingkungan 57

19 Tingkat Pengetahuan Masyarakat Terhadap Tujuan Kawasan

Konservasi Penyu 57

20 Dampak KKTP4S terhadap Hasil Tangkapan 58

21 Persepsi Masyarakat terhadap Manfaat KKTP4S 58

22 Persepsi Masyarakat terhadap Keberadaan KKTP4S 59 23 Persentase Kesediaan Masyarakat Berkontribusi dalam Pelestarian

Kawasan 60

24 Ketersediaan Kontribusi Biaya yang Dapat Dikeluarkan Masyarakat

Terhadap Ekosistem 60

25 Persentase Nilai Valuasi/Tahun untuk KKTP4S 61

26 Persepsi Masyarakat terhadap Manfaat Ekonomi Kegiatan Pariwisata di

KKTP4S 61

27 Keterkaitan Pariwisata di KKTP4S dengan Peningkatan Sapras 62

28 Diagram Informasi Kunjungan Responden 63

29 Diagram Motivasi Wisata Responden 63

30 Diagram Aksesibilitas Lokasi Wisata 64

31 Persepsi Terhadap Kondisi Aksesibilitas Menuju KKTP4S 64 32 Persepsi Terhadap Karcis Masuk Pelepasan Tukik dan melihat

Penyu Bertelur di KKTP4S 64

33 Perbandingan Total HTM dengan WTP 74

34 Perbandingan Total HTM,WTP dan TCM 75

35 Pemetaan Stakeholder Pengelolaan KKTP4S 79

36 Pendekatan Kelembagaan Pengelolaan Sumberdaya Alam 84 37 Biaya Transaksi Pemerintah dalam Pengelolaan di KKTP4S 88

38 Mekanisme PES antar Pihak Terkait 91

(17)

DAFTAR GAMBAR (lanjutan)

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil Analisis Regresi Fungsi Permintaan (TCM) Wisatawan

Nusantara dengan menggunakan Excel 107

2 Hasil Perhitungan Nilai Surplus Konsumen Wisatawan Nusantara 111 3 Hasil Analisis Regresi Fungsi Permintaan (TCM) Wisatawan

Mancanegara dengan menggunakan Excel 114

4 Hasil Perhitungan Nilai Surplus Konsumen Wisatawan Nusantara 116 5 Nilai Penting dan Pengaruh Stakeholders Pengelolaan KKTP4S 117

6 Uji Statistika Pendaratan Penyu 119

7 Uji Statistika Untuk Wisatawan 121

8 Pemetaan Jasa Ekosistem KKTP4S

9 Kantor Pengelola KKTP4S, Home Stay dan Kegiatan Penangkaran 128 di dalamnya

10 Kawasan Konservasi Taman Pesisir Pantai penyu Pangumbahan,

Kabupaten Sukabumi (KKTP4S) 129

11 Vegetasi Dominan di KKTP4S 130

12 Aksesibilitas Menuju Lokasi dan Salah Satu Kegiatan Wawancara 131 13 Pertanian Pesisir, Perkebunan, Pemukiman Penduduk di KKTP4S 132

14 Wisatawan Nusantara dan Wisatawan Asing di KKTP4S 133 15 Beberapa Responden Masyarakat dan Nelayan di KKTP4S 134

(19)

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyu menjadi salah satu indikator penting untuk kesehatan ekosistem laut dan pesisir dunia (Juni 2005). Penurunan populasi penyu telah menimbulkan perhatian di seluruh dunia selama dekade terakhir. Perhatian ini terfokus pada penyu akibat kegiatan manusia yang dianggap sebagai salah satu faktor utama yang menyebabkan masalah ini (NOAA 2005).

Pantai Pangumbahan merupakan salah satu habitat terestrial yang disukai sebagai wilayah pendaratan tujuh spesies penyu di dunia, termasuk penyu hijau (Chelonia mydas). Insting pendaratan penyu yang tinggi di pantai Pangumbahan karena aksesibilitas yang mudah bagi penyu untuk mendarat serta jarak tubir pantai sangat dekat dan langsung berhadapan dengan Samudera Hindia. Karakteristik pantai tempat bertelur penyu hijau umumnya adalah pantai landai dengan jenis pasir berdiameter halus dan sedang serta kaya akan nutrient sebagai tempat untuk menetaskan telurnya (KKJI 2009).

Faktor biologi dan fisik kawasan berpengaruh terhadap keberlanjutan penyu hijau baik proses pendaratan, peneluran, ataupun penetasan. Faktor-faktor tersebut ditandai dengan tingkat keseimbangan rantai makanan. Mulai dari adanya padang lamun sebagai penyedia makanan kemudian detritus, sampai penyu hijau sebagai konsumen utama. Meskipun letak padang lamun di pantai pangumbahan tidak berdekatan karena kontur pantai yang curam tetapi suplai makanan untuk penyu tetap terpenuhi. Kondisi geomorfologi pantai pangumbahan berupa pantai terjal dengan batuan sedimen tua yang menjadikan pantai ini relatif tidak berpotensi terjadinya abrasi pantai (Wahyudin 2011). Hal ini terbukti dengan masih adanya penyu hijau yang melakukan peneluran di daerah ini, dan adanya vegetasi pandan sebagai ciri kawasan yang menarik untuk tempat bertelurnya penyu.

Dalam rangka menjaga kelestarian kondisi kawasan tersebut maka Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi tengah mengembangkan model pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut yang lestari melalui pembentukan Kawasan Konservasi dengan nama Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan. Kawasan Konservasi Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, Sukabumi Provinsi Jawa Barat (KKTP4S) merupakan salah satu dari 76 lokasi kawasan konservasi dengan total luasan yang telah tercapai mencapai 15,76 juta hektar di Indonesia (KKP 2013). Adapun dasar hukum penetapan tersebut adalah SK Bupati Sukabumi Nomor 523/Kep.639-Dislutkan/2008 yang dikeluarkan pada tanggal 31 Desember 2008. Luas Kawasan Konservasi mencapai 1.771 hektar, yang terdiri dari daratan 115 hektar dengan panjang pantai 2.300 meter dan kawasan perairan laut seluas 1.656 hektar.

(20)

2

0 500 1000 1500 2000 2500

Gambar 1 Trend Pendaratan Penyu di KKTP4S 1997-2014

Potensi ancaman kelestarian penyu disebabkan beberapa faktor, yaitu faktor alam, faktor sosial dan manajemen pengelolaan. Menurut Ackerman (1997) faktor alam diantaranya dampak dari perubahan lingkungan di daratan maupun di laut, penangkapan penyu tidak sengaja (by catch), kerusakan habitat, serangan penyakit dan predator, kematian penyu karena teknik penangkapan ikan dengan menggunakan drift netting, shrimp trawling, dynamite fishing, dan long lining,

pembangunan gedung daerah pantai, penambangan pasir dan abrasi pantai. Faktor sosial antara lain pencurian telur penyu, perburuan penyu dan pengambilan sumberdaya alam yang menjadi makanan penyu. Mortimer (1995) menyoroti bahwa ancaman kepunahan penyu yang terbesar adalah eksploitasi yang dilakukan oleh manusia secara berlebihan (anthropogenik). Penangkapan induk dan pemanenan telur penyu secara berlebihan dan terus menerus selama beberapa dekade dapat berakibat kepunahan populasi penyu. Banyak cara telah dilakukan untuk mengatasi kondisi ini diantaranya (1) dukungan Undang-undang Nomor 31/2004 jo UU No. 45/2009 tentang perikanan serta UU No 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Undang undang tersebut telah melarang siapapun untuk mengambil, merusak, memusnahkan, menyimpan atau memiliki telur penyu. (2) Pembentukan UPTD konservasi, (3) pelibatan masyarakat melalui pembentukan Kelompok Masyarakat Pengawas. Namun cara tersebut belum memberikan hasil yang cukup berarti. Hal ini memperkuat pengakuan yang berkembang dalam beberapa dekade terakhir bahwa faktor-faktor ekonomi berada di belakang banyak kegiatan manusia yang menyebabkan terjadinya penurunan habitat dan jumlah spesies.

Kondisi Pantai Pangumbahan juga sudah tidak lagi ideal sebagai tempat penangkaran penyu. Secara alamiah, penyu menyukai pantai yang sepi, gelap, dan tidak ada bunyi-bunyian (Zavaleta et al. 2013). Kurangnya fasilitas

penangkaran dan besarnya biaya operasional kegiatan penangkaran di Pangumbahan juga menjadi masalah tersendiri. Setiap tahun ada dana dari Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi tetapi masih jauh dari cukup, diharapkan kedepannya UPTD bisa mandiri dalam pembiayaan. Hal ini menuntut adanya pola pengelolaan yang baik dan tepat guna menjaga kelestarian dan berjalannya fungsi dari sumberdaya tersebut sehingga mendukung kesejahteraan masyarakat dan pengelolaan kawasan yang berkelanjutan.

Tahun

Juml

ah P

enyu

(ekor

(21)

3

Pengelolaan lingkungan yang memberikan jaminan kelestarian memerlukan insentif ekonomi baik kepada penyedia (seller) jasa lingkungan maupun pemakai (buyer). Sistem insentif ekonomi untuk mengelola lingkungan dapat diberikan

dalam bentuk insentif fiskal, insentif pendanaan dan insentif pengembangan pasar jasa lingkungan (INDEF 2006). Salah satu metode konservasi baru yang diusulkan dengan melalui pendekatan Pembayaran Jasa Ekosistem atau Payment

for Ecosystem Services (PES). PES merupakan salah satu jalan untuk mendorong

kegiatan konservasi di tingkat komunitas. PES adalah satu tren yang berkembang di penggiat lingkungan. PES dianggap sebagai sebuah pendekatan inovatif yang mencoba meraih dua tujuan yaitu konservasi sumberdaya alam dan penanggulangan kemiskinan diberbagai negara berkembang termasuk Indonesia.

Studi tentang mekanisme pembiayaan kawasan konservasi melalui skema PES untuk kawasan konservasi perairan masih relatif sedikit dilakukan. Dalam kasus Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, skema ini diduga sesuai untuk menentukan nilai kawasan sekaligus melestarikan penyu sebagai hewan langka dan ikon kabupaten Sukabumi. Dari penjelasan latar belakang tersebut maka studi ini dilakukan.

Perumusan Masalah

Kawasan Konservasi Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat (KKTP4S) merupakan salah satu tujuan wisata dengan jumlah kunjungan wisatawan yang relatif tinggi. Kawasan ini memiliki banyak potensi sumberdaya alam pesisir, salah satunya komoditi penyu sebagai objek yang diunggulkan. Pantai Penyu Pangumbahan memiliki pemandangan alam yang indah, ombak yang cocok untuk surfing, pasir putih yang menghampar

luas,vegetasi pantai yang lebat, dan kondisi perairan yang jernih serta aktivitas pendaratan penyu menjadi daya tarik khusus bagi kegiatan wisata di kawasan ini.

Untuk meningkatkan kualitas pengelolaan, maka saat ini telah dibangun

turtle center yang diresmikan pada tanggal 22 Desember 2009 sebagai Pusat

Informasi Penyu Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan. Turtle centre yang dijadikan ikon Sukabumi ini ditargetkan untuk pemanfaatan berbagai kegiatan bisnis pariwisata, pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian, pendidikan dan pelatihan, pemberdayaan ekonomi masyarakat serta pemanfaatan jasa ekosistem. Namun pengelolaan tersebut masih belum memadai. Kurangnya SDM dan sistem yang masih lemah menjadi kendala utama dalam pengelolaan kawasan tersebut. Jumlah SDM yang ada disana masih kurang, selain itu pendidikan yang relatif rendah dan pengetahuan mengenai penyu juga masih kurang. Oleh karena itu sistem yang berjalan disana masih kurang optimal. Hukuman bagi pengambil telur illegal pun masih kurang tegas.

(22)

4

Pencadangan kawasan konservasi perairan khususnya di KKTP4S ini pastinya mempunyai dampak bagi masyarakat dan lingkungan laut (ekologi) yang berada di kawasan Taman Pesisir karena kawasan ini dianggap sebagai kawasan wisata yang telah berkembang dan telah dikelola selama hampir 6 (enam) tahun. Dampak yang dapat ditimbulkan bisa positif dan juga bisa negatif. Berdampak positif jika pengelolaan selama ini telah mensejahterakan masyarakat dan melindungi lingkungan laut (ekologi) dalam hal ini penyu yang menjadi salah satu objek wisata terbesar serta potensi lain yang berasosiasi dengannya dan memiliki daya tarik bagi wisatawan. Dan sebaliknya akan berdampak negatif jika tidak adanya perbaikan terhadap lingkungan laut (ekologi) dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kedua hal tersebut merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan, sehingga dalam pengelolaan wilayah pesisir khususnya di kawasan konservasi perairan perlu memperhatikan keseimbangan dari kedua aspek tersebut (Bato et al. 2013).

Kawasan ekosistem KKTP4S merupakan kawasan yang memiliki fungsi sebagai penyedia jasa ekosistem penting di kabupaten Sukabumi provinsi Jawa Barat dan kawasan ini adalah salah satu kawasan area konservasi perairan di Jawa Barat yang berpotensi tinggi menjadi salah satu tujuan wisata. Jasa ekosistem adalah potensi sumberdaya kawasan yang dapat dimanfaatkan di suatu kawasan. Jasa ekosistem yang umum dilakukan adalah nilai ekonomi dan ekologi dari fungsi kawasan dalam hal ini di KKTP4S sebagai areal ekowisata, sumberdaya genetik (tempat bertelurnya penyu) serta sumberdaya perairan yang mendukung program perikanan berkelanjutan.

Nilai ekonomi adalah ukuran jumlah maksimum barang dan jasa yang ingin dikorbankan oleh seseorang untuk memperoleh barang dan jasa lainnya. Nilai ekonomi juga dapat diartikan sebagai keinginan membayar (willingness to pay)

seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkunganm (Turmudi 2005 dalam Tuwo A 2011). Dengan menggunakan ukuran tersebut, nilai ekologis dari suatu ekosistem pesisir dan laut dapat diterjemahkan dalam bahasa ekonomi dengan mengukur nilai dari barang dan jasa. Jika ekosistem pesisir dan laut mengalami kerusakan akibat polusi maka nilai yang hilang akibat degradasi lingkungan bisa diukur dari keinginan seseorang untuk membayar agar lingkungan pesisir tersebut kembali atau mendekati aslinya. Dalam valuasi sumberdaya perlu pula diukur seberapa besar masyarakat sumberdaya harus diberikan kompensasi untuk menerima pengorbanan atas hilangnya barang dan jasa dari sumberdaya dan lingkungan.

(23)

5

Kegiatan ekowisata pada prinsipnya merupakan kegiatan rekreasi di alam bebas atau terbuka (Yulianda 2007), didalamnya terdapat juga kegiatan konservasi yang diharapkan dapat menjadi alternatif solusi bagi beberapa permasalahan seperti ancaman berupa gangguan habitat peneluran penyu ataupun pengambilan telur-telur penyu secara illegal tersebut.Selain itu manfaat ekonomi dari keberadaan KKTP4S haruslah dapat dibuktikan sehingga dapat dipandang sebagai suatu upaya untuk mewujudkan suatu pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan, yang mensyaratkan adanya keuntungan ekonomi maupun sosial bagi masyarakat.

Salah satu alasan mengapa apresiasi publik terhadap jasa ekosistem ini masih rendah adalah karena jasa ekosistem yang dihasilkan dari kawasan tersebut belum memiliki transaksi pasarnya disebabkan karena jasa jasa lingkungan tersebut merupakan barang publik dan memiliki eksternalitas dimana semua pihak yang memanfaatkan jasa ekosistem tersebut tidak harus melakukan pembayaran kepada pengelola kawasan. Membayar atau tidak membayar, semua pihak tetap dapat memanfaatkan jasa ekosisitem tersebut sebagai produk sektor perikanan dan kelautan karena memang belum ada mekanisme yang mengatur pembayaran terhadap jasa ekosistem sebagai barang publik sehingga diperlukan analisis untuk pemanfaatan yang optimal terutama pada kawasan konservasi yang baru saja dicadangkan. Hal ini dapat digambarkan dalam diagram DPSIR ( Drivers-Pressures-States-Impact-Responses) pada Gambar 2.

Menimbulkan Menimbulkan Menyebabkan

Pengurangan

Gambar 2 Pendekatan DPSIR sebagai Indikator Keberlanjutan Kawasan Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan

(24)

6

(PES) kepada setiap pemanfaat jasa ekosistem merupakan terobosan baru dalam memenuhi kebutuhan pendanaan dalam pengelolaan suatu Kawasan Konservasi. Selama ini kebutuhan pendanaan KKTP4S masih berasal dari pemerintah maupun pemerintah Kabupaten Sukabumi, serta dari beberapa pendonor yang berasal dari LSM. Berdasarkan hal tersebut, yang menjadi masalah dalam kelangsungan dari KKTP4S adalah ;

1. Belum diketahuinya manfaat ekologi terhadap kelestarian lingkungan di KKTP4S.

2. Belum diketahuinya nilai jasa ekosistem yang ada di KKTP4S.

3. Belum diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi nilai jasa ekosistem di KKTP4S.

4. Belum adanya kelembagaan pengelola yang sesuai untuk menjalankan mekanisme pembayaran jasa ekosistem di KKTP4S.

Tujuan Penelitian Tujuan dari Penelitian ini adalah ;

1. Mengidentifikasi dan memetakan jasa ekosistem yang dihasilkan oleh KKTP4S,

2. Mengestimasi nilai jasa ekosistem di KKTP4S.

3. Menyusun disain Pembayaran Jasa Ekosistem untuk peningkatan kualitas pengelolaan KKTP4S.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari Penelitian ini adalah ;

1. Diketahuinya Peta Jasa Ekosistem yang dapat digunakan untuk pengembangan ekowisata.

2. Tersusunnya desain Pembayaran Jasa Ekosistem yang dapat diaplikasi bagi pengelola KKTP4S khususnya dan Pemerintah Daerah (Pemda) pada umumnya.

Ruang Lingkup Penelitian

(25)

7

2 TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Fisik Pantai Peneluran Penyu Hijau

Penyu hijau (Chelonia mydas) merupakan spesies penyu yang paling umum dijumpai diseluruh wilayah perairan Indonesia. Daerah peneluran penyu hijau di Pulau Jawa yang masih potensial populasinya antara lain di Pantai Pangumbahan-Sukabumi, Jawa Barat. Penyu cenderung memilih pantai berpasir tebal dengan latar belakang hutan lebat sebagai tempat bertelurnya.

Pantai tempat habitat untuk bertelur penyu memiliki persyaratan umum antara lain pantai mudah dijangkau dari laut, posisinya harus cukup tinggi agar dapat mencegah telur terendam oleh air pasang tertinggi, pasir relatif lepas (loose) serta berukuran sedang untuk mencegah runtuhnya lubang sarang pada saat pembentukannya. Keadaan lingkungan bersalinitas rendah,lembab dan substrat yang baik sehingga telur telur penyu tidak tergenang air selama masa inkubasi. Kondisi pantai yang cukup panjang dan luas yang sangat cocok untuk habitat penyu dan lebih memudahkan penyu untuk memilih tempat bertelur. Panjang pantai 9.893 meter dengan cara mengelilingi pantai tersebut. Hal ini berkaitan dengan kebiasaan penyu yang memilih lokasi sebagai habitat dan bertelurnya ditempat luas dan lapang (Nuitja 1992). Menurut Nuitja (1992) pantai yang landai berkisaran (3–8%) dan miring berkisaran (8-16%) sesuai dengan habitat dan peneluran penyukarena kondisi landai tersebut dapat memudahkan penyu untuk mencapai tempat peneluran.

Vegetasi pada pantai mempunyai peran yang sangat penting bagi penyu untuk melindungi telurnya dari terkena langsung sinar matahari,mencegah perubahan suhu yang tajam disekitarnya dan melindungi sarang dari gangguan predator serta memberikan pengaruh terhadap kelembaban,suhu,kestabilan pada pasir yang memberikan keamanan saat penggalian lubang sarang (Bustard 1972). Sedangkan menurut Nuitja (1992), vegetasi pantai sangat berpengaruh terhadap lingkungan penelurannya dikarenakan akar vegetasi yang dapat mengikat butiran pasir dan menghindar terjadinya keruntuhan pasir sehingga akan dapat mempermudah penyu dalam melakukan penggalian dan proses penelurannya.

Kawasan Konservasi Laut

Kawasan Konservasi Laut atau Marine Protected Area (MPA) adalah instrumen (tools) manajemen berbasis ekosistem penting untuk konservasi dan

pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati. Disamping itu, MPA juga dapat membantu mempertahankan fungsi ekosistem dan menyediakan jasa ekosistem. Kawasan Konservasi Laut ditujukan untuk mengatasi beberapa ancaman utama pada ekosistem laut seperti eksploitasi berlebihan, degradasi habitat dan tingkat polusi lebih rendah bahkan invasi spesies asing (Guarderas et al. 2008)

(26)

8

laut. MPA terdiri dari sebagian laut, termasuk kolom air dan sedimen, dimana beberapa mekanisme hukum atau peraturan membatasi atau melarang kegiatan manusia untuk melindungi sumberdaya alam didalamnya (IUCN 2003). Pembatasan atau pelarangan bervariasi tergantung pada tujuan spesifik pengelolaan MPA.

Kawasan Konservasi Laut memiliki nilai ekonomi yang tinggi yang tidak hanya bersifat terukur (tangible) namun juga manfaat ekonomi yang tidak terukur

(intangible). Manfaat yang terukur biasanya digolongkan ke dalam manfaat bernilai guna baik yang dikonsumsi maupun tidak, sementara manfaat yang tidak terukur berupa manfaat non-bernilai guna yang lebih bersifat pemeliharaan ekosistem dalam jangka panjang, jika kita analisis secara ekonomi, pembangunan kawasan konservasi laut dapat dianggap sebagai investasi sumberdaya di masa mendatang. Nilai ekonomi tentu saja sangat berarti dibanding dengan manfaat ekonomi sesaat dari penangkapan ikan baik yang konvensional maupun dengan teknik yang destruktif seperti bom dan sianida.

Selain manfaat biologi dan ekonomi, kawasan konservasi laut juga memberikan manfaat sosial yang tidak bisa diabaikan. Beberapa hasil studi menunjukkan bahwa penetapan suatu kawasan menjadi kawasan konservasi dapat meningkatkan kepedulian masyarakat sekitar terhadap masalah lingkungan. MPA dapat dijadikan ajang untuk meningkatkan pendidikan lingkungan diantara masyarakat sekitar. Di Apo Island, Phillipines penerimaan yang diperoleh dari MPA bahkan dapat dijadikan sebagai beasiswa bagi penduduk di sekitar kawasan untuk menempuh pendidikan formal tingkat lanjut.

Penilaian barang non market untuk kawasan lindung dapat membantu memberikan langkah kearah pengambilan keputusan yang lebih baik. Hal ini membutuhkan evaluasi sumberdaya alam dalam hal moneter.

Pengelolaan Kawasan Konservasi dan Ekowisata

Konsep wisata bahari yang berkelanjutan adalah pembangunan sumberdaya wisata bahari yang bertujuan untuk memberi keuntungan bagi pemangku kepentingan, keuntungan bagi alam dan nilai kepuasan optimal bagi wisatawan. Wisata bahari konvensional cenderung mengancam kelestarian sumberdaya itu sendiri terutama kelestarian objek dan tujuan wisata.

Adanya kegiatan wisata bahari sangat tergantung pada sumberdaya alam, diantaranya habitat tempat suatu hewan langka dilestarikan dan apabila terjadi kerusakan akan menurunkan mutu daya tarik pariwisata. Tingginya jumlah wisatawan dapat menjadi ancaman potensial terhadap daya tarik dari suatu obyek wisata dan berdampak terhadap degradasi ekosistem (Yulianda 2007). Langkah yang tepat untuk mengurangi ancaman ini sangat diperlukan. Permasalahan utama yang telah diketahui antara lain polusi yang disebabkan oleh limbah dan sampah yang dihasilkan oleh wisatawan.

(27)

9

Tabel 1 Jumlah Wisatawan di Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan Tahun 2008-2014

No Tahun Wisatawan Jumlah

1 2008 1,451 1,451

2 2009 13,176 13,176

3 2010 16,962 16,962

4 2011 21,759 21,759

5 2012 20,984 20,984

6 2013 24,765 24,765

Sumber: UPTD Konservasi Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan (2014)

Ekowisata merupakan wisata berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan perlindungan sumberdaya alam/lingkungan dan industri kepariwisataan (Yulianda 2007). Menurut Budowski dalam Dietrich (2007) menyatakan bahwa ekowisata yang sukses akan memanifestasikan dirinya sebagai hubungan “simbiosis” antara konservasi dan pariwisata. Dua rintangan penting yang dapat menghalangi hubungan saling menguntungkan ini adalah: Pertama, ekowisata yang sukses dan adanya dukungan terhadap upaya konservasi sering dikaitkan dengan bertambahnya manfaat lokal dari pariwisata. Misalnya dukungan lokal untuk Daerah Perlindungan Laut Hol Chan di Belize diduga hasil peningkatan income dari pariwisata berbasis alam (Lindberg et al. 1996). Jika

persepsi lokal terhadap biaya pariwisata lebih besar daripada manfaat, maka kemungkinan kesadaran dan dukungan konservasi tersebut akan berkurang.

Pariwisata terencana dengan baik akan menghasilkan manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan kepada masyarakat sekitar. Pariwisata bisa menimbulkan konflik dan kebencian terhadap upaya konservasi dari masyarakat lokal yang merasa kehilangan kendali dan akses ke sumberdaya alam yang biasa mereka gunakan.Apabila manfaat wisata ini dapat dirasakan masyarakat maka dapat meningkatkan kesadaran dan dukungan masyarakat lokal terhadap hal hal yang terkait dengan upaya konservasi terutama dalam melestarikan sumberdaya alam untuk para wisatawan.

Pendapatan alternatif akan mengurangi tekanan terhadap sumberdaya kawasan konservasi. Dengan mensurvei jumlah penduduk yang terlibat kegiatan wisata, apakah ada perubahan mata pencaharian atau peningkatan pendapatan sehingga mengurangi perilaku yang merusak sumberdaya.

Jasa Ekosistem

Jasa Ekosistem adalah manfaat yang didapatkan oleh seseorang dan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung dari ekosistem. Pengelolaan lahan, air, dan sumber daya hayati secara terpadu yang mendorong konservasi dan pemanfaatan yang berkelanjutan menjadi dasar untuk menjaga jasa ekosistem, termasuk jasa-jasa yang berperan dalam pengurangan risiko bencana

(Millennium Ecosystem Assessment 2013). MEA menggolongkan jasa ekosistem

(28)

10

pendukung. Menurut Wunder (2005), ekosistem menyediakan jasa lingkungan yang terdiri dari;

1. Jasa penyediaan (provisioning services) yaitu jasa lingkungan dalam

menyediakan seperti sumber bahan makanan dan obat obatan alamiah. 2. Jasa pengaturan (regulating services) yaitu jasa lingkungan dalam

mengatur dan menjaga seperti kualitas udara, pengaturan iklim, pengaturan air dan kontrol erosi.

3. Jasa kultural (cultural services) yaitu jasa lingkungan yang terkait dengan identitas dan keragaman budaya, nilai-nilai religius dan spiritual, pengetahuan (tradisional dan formal), inspirasi dan nilai estetika, hubungan sosial, nilai peninggalan pustaka, rekreasi dll.

4. Jasa Pendukung (supporting services) yaitu jasa lingkungan dalam mendukung produksi produk utama seperti unsur hara.

Pemetaan Jasa Ekosistem Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan Pemetaan jasa ekosistem (Mapping Ecosystem Services) Taman Pesisir

Pantai Pangumbahan dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang dikembangkan oleh Burkhard et al. (2012). Pendekatan Burkhard et al. (2012)

menyatakan bahwa suplai barang dan jasa ekosistem secara langsung ditentukan oleh integritas ekologi yang dipengaruhi oleh aktivitas dan keputusan manusia, seperti perubahan tutupan lahan dan penggunaan lahan. Penggunaan lahan di wilayah pesisir dapat berpengaruh terhadap adanya suplai jasa ekosistem dan pada gilirannya dapat berpengaruh terhadap manfaat manusia atas ekosistem itu sendiri. Tabel 2 Daftar Penggunaan Lahan Integritas Ekologi dan Komponen Jasa Ekosistem Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, Sukabumi

No Kategori No Komponen

A Penggunaan Lahan 1 Pemukiman 2 Pantai dan pasir 3 Konservasi Laut 4 Habitat penyu 5 Vegetasi

6 Perikanan Tangkap 7 Pertanian Pesisir B Integritas Ekologi 1 Keberagaman abiotik

2 Biodiversitas

3 Aliran perairan biotik 4 Penyerapan karbon 5 Penyerapan energi

C Jasa Ekosistem C.1 Jasa Pengaturan (Regulating Services)

(29)

11

No Kategori No Komponen

C Jasa Ekosistem C.2 Jasa Penyedia (Provisioning Services)

1 Sumberdaya perikanan tangkap 2 Tempat berkembang biak 3 Tempat asuhan

4 Tempat mencari makan 5 Sumber makanan ternak 6 Stok karbon

7 Penyedia obat-obatan

C.3 Jasa Budaya (Cultural Services)

1 Rekreasi dan nilai estetika 2 Nilai instrinsik dari biodiversitas Sumber: Hasil Pengolahan Data 2014 dimodifikasi dari Burkhard et al. (2012)

Konsep Nilai Sumberdaya Alam

Menurut Adrianto (2006), sumberdaya didefinisikan sebagai sesuatu yang bernilai untuk melaksanakan kegiatan tertentu. Rendall (1997) dalam Adrianto (2006) menyatakan bahwa sumberdaya dapat dikatakan juga sebagai komponen dari sebuah ekosistem yang menyediakan barang yang dapat dikonsumsi baik langsung maupun tidak langsung dan juga menghasilkan jasa-jasa (services) yang manfaatnya sering lebih terasa dalam jangka panjang yang bermanfaat bagi kebutuhan manusia. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sri Murni (2012) bahwa dari sumberdaya alam tersebut diperoleh dua komoditas yakni:

1. Berbentuk barang (goods), yang merupakan ekstraksi dari alam, seperti kayu, rotan, berbagai jenis ikan dan biota air lainnya serta barang tambang.

2. Berbentuk jasa (services), yang disebut dengan jasa ekosistem yaitu sesuatu yang berbentuk material, merupakan keuntungan yang diperoleh dari alam non ekstraksi, seperti tata air, keindahan, kesejukan dll

Sumberdaya alam tersebut selain menghasilkan nilai ekonomi yang dapat dimanfaatkan langsung, juga memiliki nilai non ekonomi yang memberikan manfaat terhadap keberlanjutan kawasan tersebut. Manfaat tersebut yang kita sebut sebagai manfaat fungsi ekologis (ecological function) sering tidak

terkuantifikasikan didalam perhitungan menyeluruh terhadap nilai sumberdaya. Nilai tersebut tidak saja nilai pasar barang yang dihasilkan dari suatu sumberdaya melainkan juga nilai jasa ekosistem yang ditimbulkan oleh sumberdaya tersebut. Dalam konteks inilah pendekatan valuasi ekonomi mulai digunakan.

Konsep yang digunakan untuk mengukur nilai ekonomi suatu sumberdaya adalah konsep Total Economic Value (TEV) atau nilai ekonomi total. Konsep ini

menjumlahkan seluruh nilai dari barang dan jasa yang terdapat dalam suatu lingkungan sumberdaya. Nilai ekonomi total (TEV) dari sumberdaya sebagai asset merupakan jumlah dari nilai kegunaan (use value=UV) dan nilai bukan pemakaian (non use value =NUV) (Pearce at al. 1994). Nilai kegunaan adalah suatu nilai

yang timbul dari pemanfaatan aktual terhadap sumberdaya yang terdapat dalam ekosistem.

Nilai kegunaan terbagi menjadi nilai kegunaan langsung (direct use value

=DUV), nilai kegunaan tidak langsung (indirect use value = IUV) dan nilai pilihan (option value). Nilai kegunaan langsung merupakan nilai kegunaan aktual Tabel 2 Daftar Penggunaan Lahan Integritas Ekologi dan Komponen Jasa

(30)

12

seperti penggunaan perikanan dan kayu dari ekosistem hutan mangrove. Nilai kegunaan tidak langsung merupakan manfaat yang diturunkan dari fungsi ekosistem seperti fungsi hutan mangrove dalam perlindungan lahan pesisir dari erosi dan dalam penyediaan pakan bagi perikanan lepas pantai.

Nilai pilihan adalah nilai yang menunjukkan keinginan individu untuk membayar bagi konservasi sumberdaya pesisir dan laut guna pemakaian masa mendatang seperti pengembangan bahan farmasi. Dengan kata lain, nilai pilihan dapat diartikan sebagai premi asuransi dimana keinginan masyarakat untuk membayar guna menjamin pemanfaatan masa mendatang dari sumberdaya pesisir dan laut (Rahayu 2010).

Nilai bukan pemakaian terdiri dari nilai waris (bequest value=BV) dan nilai eksistensi (exixtence value=EV). Nilai waris mengukur manfaat individual dari pengetahuan bahwa orang lain akan memperoleh manfaat dari sumberdaya pesisir dan laut dimasa mendatang. Nilai eksistensi menggambarkan keinginan masyarakat untuk membayar konservasi sumberdaya pesisir dan laut itu sendiri tanpa mempedulikan nilai pakainya. Contoh nilai eksistensi sumberdaya pesisir dan laut adalah kepedulian individu terhadap perlindungan koral biru atau napoleon meskipun ia tidak melihat dan tidak akan pernah melihatnya (Randall et al. 1983). Dengan demikian nilai ekonomi total sumberdaya pesisir dan laut dapat

dituliskan ; TEV = UV+NUV =(DUV+IUV+OV)+(BV+EV)

Peran valuasi ekonomi terhadap ekosistem atau sumberdaya yang terkandung didalamnya adalah penting dalam kebijakan pembangunan, termasuk dalam hal ini pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan. Hilangnya ekosistem atau sumberdaya lingkungan merupakan masalah ekonomi karena hilangnya ekosistem berarti hilangnya kemampuan ekosistem tersebut untuk menyediakan barang dan jasa.

Dalam pandangan ecological economics, tujuan valuasi tidak semata terkait dengan maksimisasi kesejahteraan individu, melainkan juga terkait dengan tujuan keberlanjutan ekologi dan keadilan distribusi (Constanza and Folke 1997).

Metode Biaya Perjalanan

Metode biaya perjalanan atau Travel Cost Method (TCM) paling banyak digunakan untuk mengukur nilai ekonomi jasa wisata alam atau jasa ekosistem (Ward et al. 2000 dalam Rahardjo 2002). Metode ini menduga total nilai ekonomi (total economic value) kawasan wisata berdasarkan penilaian yang diberikan masing-masing individu atau masyarakat terhadap kenikmatan yang tidak ternilai (dalam rupiah) dari biaya yang dikeluarkan untuk berkunjung ke sebuah objek wisata, baik itu opportunity cost maupun biaya langsung yang dikeluarkan seperti biaya transportasi, konsumsi makanan, minuman, hotel, tiket masuk dan sebagainya. Pada dasarnya konsep dasar dari metode TCM adalah waktu dan pengeluaran biaya perjalanan (travel cost expenses) yang harus dibayarkan oleh para pengunjung untuk mengunjungi tempat wisata tersebut yang merupakan harga untuk akses ke tempat wisata (Garrod dan Willis 1999). Hal itu yang disebut dengan willingness to pay

yang diukur berdasarkan perbedaan biaya perjalanan.

(31)

13

(opportunity cost of time) sebagai kesediaan individu untuk membayar

(willingness to pay) tempat tersebut. Oleh karena kompleknya permasalahan yang menyangkut keinginan seseorang untuk melakukan perjalanan rekreasi, yaitu tidak hanya ditentukan oleh biaya perjalanan saja, tapi juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti preferensi, tempat rekreasi alternative dan lain sebagainya, maka untuk membentuk kurva permintaan berdasarkan kesediaan membayar dengan metode biaya perjalanan harus disertai dengan asumsi baik yang menyangkut perilaku konsumen maupun peubah yang diukur.

Menurut Garrod dan Willis (1999), terdapat beberapa pendekatan yang digunakan untuk menilai ekonomi melalui travel cost method, yaitu:

1. Pendekatan Zona Biaya Perjalanan (a simple zonal travel cost approach). Melalui metode biaya perjalanan dengan pendekatan zonasi, pengunjung dibagi dalam beberapa zona kunjungan berdasarkan tempat tinggal atau asal pengunjung, dan jumlah kunjungan tiap minggu dalam penduduk disetiap zona dibagi dengan jumlah pengunjung pertahun untuk memperoleh data jumlah kunjungan per seribu penduduk dan penelitiannya dengan menggunakan data sekunder.

2. Pendekatan Biaya Perjalanan Individu (an individual travel cost approach). Penelitian dengan menggunakan metode biaya perjalanan individu (individual travel cost method) biasanya dilaksanakan melalui survey kuesioner pengunjung mengenai biaya perjalanan yang harus dikeluarkan ke lokasi wisata dan kunjungan ke lokasi wisata yang lain (substitute sites), dan faktor-faktor sosial ekonomi (Suparmoko 1997). Data tersebut kemudian digunakan untuk menurunkan kurva permintaan dimana surplus konsumen dihitung.

Metode Penilaian Kontingensi

Contingent Valuation Method (CVM) merupakan metode valuasi sumber

daya alam dan lingkungan dengan cara menanyakan secara langsung kepada konsumen tentang nilai manfaat sumber daya alam dan lingkungan yang mereka rasakan. Nilai sumber daya alam dapat diperoleh dengan menanyakan kesanggupan untuk membayar (Willingness to Pay) yang dapat dinyatakan dalam bentuk uang.

Metode penilaian kontingensi (CVM) digunakan untuk mengestimasi kesediaan membayar (Willingness to Pay), ditentukan dengan menggunakan survei wisatawan. CVM adalah suatu cara valuasi barang dan jasa lingkungan dimana salah satu pasar tidak ada atau pasar substitusi tidak ditemukan. Karena alasan ini, CVM digunakan secara luas untuk mengukur nilai keberadaan (existence values), nilai pilihan (option value), nilai tidak langsung (indirect use

values) dan non use values. Kuesioner CVM membutuhkan kehati-hatian dalam

menyusunnya dan diterapkan dengan baik dalam rangka meningkatkan konsistensi dan kevalidan estimasi.

Keuntungan utama dengan menggunakan CVM : (1) mengetahui non use

values dan (2) dapat diterapkan untuk berbagai isu lingkungan seperti kerusakan dan upaya pemulihan (Coller dan Harrison 1995 dalam Yulianti 2002).

(32)

14

(willingness to pay) terhadap sejumlah barang publik atau produk tertentu. Survei penilaian kontingensi (CVM) terdiri dari 3 bagian yakni;

1. Deskripsi pasar hipotetis

2. Pertanyaan yang diberikan kepada responden berapa besar kesediaan membayar untuk barang publik dan

3. Pertanyaan tentang karakteristik, aktivitas, perilaku dan preferensi responden

Pembayaran Jasa Ekosistem

Dalam menanggulangi degradasi lingkungan, salah satunya dapat dilakukan melalui pemanfaatan jasa (Wunder 2007). Pembayaran jasa ekosistem atau Payment for Ecosystem Services (PES) adalah suatu transaksi sukarela yang

menggambarkan suatu jasa ekosistem yang perlu dilestarikan dengan cara memberi nilai oleh penerima manfaat kepada penyedia manfaat jasa ekosistem (Wunder 2005). Menurut Wunder 2007, PES merupakan suatu pendekatan yang mampu mengefektifkan biaya untuk konservasi sumberdaya dan pengelolaan ekosistem secara lestari. Jasa ekosistem dihasilkan dari berbagai jenis penggunaan lahan (hutan atau pertanian) juga perairan baik air tawar (sungai, danau, rawa) maupun laut. Jasa ekosistem dihasilkan dari perpaduan aset alami, kualitas manusia, kondisi sosial kondusif, serta modifikasi teknik.

Menurut UN-ESCAP (2009), PES merupakan transaksi sukarela untuk jasa ekosistem yang telah didefinisikan secara jelas (atau penggunaan lahan yang dapat menjamin jasa tersebut) dibeli oleh sedikitnya seorang pembeli jasa ekosistem dari sedikitnya seorang penyedia jasa ekosistem, jika dan hanya jika penyedia jasa ekosistem tersebut memenuhi persyaratan dalam perjanjian dan menjamin penyediaan jasa ekosistem. Hal ini sesuai dengan lima kriteria menurut Wunder (2007) yang harus dipenuhi oleh rancangan pembayaran jasa ekosistem, yaitu;

1. Merupakan suatu transaksi sukarela

2. Jasa ekosistem yang terdefinisikan dengan jelas untuk ditransaksikan 3. Ada pembeli (minimal satu)

4. Ada penjual (minimal satu)

5. Jika dan hanya jika penjual (penyedia jasa) mengamankan ketentuan-ketentuan jasa secara terus menerus

(33)

15

manfaat

terhadap pengguna

Biaya sosial terhadap masyarakat

Menurut Salim (2009) dalam pelaksanaan mekanisme pembayaran jasa lingkungan, ditegaskan perlunya pendekatan bottom-up dalam setiap aspek pengembangannya. Banyak perangkat keuangan yang sebenarnya sudah menggambarkan mekanisme tersebut, sebagai contoh adalah pungutan pajak, pinjaman lunak, dan lainnya, yang jika dimanfaatkan secara lebih efektif akan dapat mendukung mekanisme imbal jasa lingkungan. Selain itu, agar mekanisme imbal jasa lingkungan tepat sasaran, perlu dikombinasikan secara simultan dan terintegrasi dengan pendekatan lainnya, seperti perencanaan spasial dan pembangunan institusi.

Mekanisme pembayaran jasa ekosistem menurut World Bank dalam Pagiola S, et al. (2002) dijelaskan pada Gambar 4.

Gambar 4 Mekanisme Pembayaran Jasa Ekosistem

Penyedia manfaat dalam mekanisme ini berarti lingkungan yang menyediakan suatu jasa ekosistem. Mekanisme pembayaran jasa ekosistem ini tergantung oleh mekanisme keuangan dan mekanisme pembayaran jasa ekosistem itu sendiri. Kedua mekanisme itu sangat dipengaruhi oleh struktur pemerintah sehingga menghasilkan suatu nilai yang sesuai dengan nilai jasa ekosistem yang sesungguhnya dibayarkan secara sukarela oleh penerima manfaat jasa ekosistem agar dapat menghasilkan jasa ekosistem yang berkelanjutan untuk generasi mendatang.

Pemanfaat

ekstraktif Konservasi

Konservasi dgn pembayaran jasa Rp

Pemerintah Daerah

Penyedia Manfaat

Mekanisme Keuangan

Mekanisme Pembayaran

Pengguna Manfaat Jasa Ekosistem

(34)

16

3 METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Kawasan Konservasi Laut atau Marine Protected Area (MPA) merupakan kawasan ekosistem laut yang ditujukan untuk perlindungan dan pemeliharaan keanekaragaman hayati, sumberdaya alam dan budaya setempat, yang dikelola berdasarkan undang undang atau peraturan yang berlaku (IUCN 2003). Penetapan kawasan lindung dapat dianggap sebagai instrument yang terkait

dengan aspek ekologis dan kelembagaan/hukum secara bersamaan. Penetapan Kawasan Konservasi Laut dapat dipandang sebagai upaya untuk mewujudkan suatu pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan, yang mensyaratkan adanya keuntungan ekonomi maupun sosial bagi masyarakat.

Manfaat ekonomi dari KKTP4S harus dapat dibuktikan dan dirasakan oleh masyarakat setempat. Sehingga persepsi masyarakat berubah kearah yang positif, misalnya timbulnya kesadaran masyarakat untuk menjaga ekosistem Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, karena mereka menyadari bahwa ekosistem tersebut sangat penting bagi penyu untuk mendarat yang merupakan daya tarik utama bagi wisatawan yang berkunjung ke KKTP4S. Untuk mengetahui manfaat ekonomi KKTP4S terhadap masyarakat perlu dilakukan analisis beberapa variabel ekonomi masyarakat. Beberapa analisis yang dilakukan diawali dengan mengidentifikasi potensi yang ada di dalam kawasan tersebut melalui pendekatan

mapping jasa ekosistem. Setelah mapping kemudian dilakukan beberapa analisis

diantaranya analisis valuasi ekonomi, analisis pemangku kepentingan (stakeholder) dan analisis kelembagaan.

Valuasi dapat memunculkan kesadaran pemangku kepentingan (stakeholder) dan pengambil keputusan dalam membuat pilihan yang tepat diantara berbagai pilihan. Valuasi tersebut menghasilkan sebuah skema PES untuk dapat diimplementasikan sehingga diharapkan tercapai sebuah pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan.

Pendekatan valuasi yang dilakukan adalah pendekatan biaya perjalanan (TCM) untuk melihat potensi nilai kawasan Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, Sukabumi. Pendekatan yang kedua adalah pendekatan penilaian kontingensi (CVM) untuk melihat nilai keberadaan Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, Sukabumi berdasarkan kesediaan membayar dari pengunjung dan persepsi masyarakat tentang perubahan kondisi lingkungan terkait dengan kegiatan wisata.

(35)

17

Pengelolaan Kawasan Konservasi Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, Sukabumi yang Berkelanjutan

Gambar 5 Kerangka Umum Pendekatan Studi

INPUT PROSES OUTPUT

Kawasan Konservasi Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan,Sukabumi

Mapping Jasa Ekosistem ; -Identifikasi

-Skoring

Jasa Ekosistem

Kawasan Konservasi TP Pantai Penyu Pangumbahan ( JE 1,JE 2, JE 3 dst)

-Buyer 1 -Buyer 2 -Buyer 3 dst

-Seller 1 -Seller 2 -Seller 3 dst

Valuasi Jasa Ekosistem

Persepsi Publik Pemanfaatan

Kebijakan Pengelolaan Kawasan Konservasi

Analisis Willingness to Pay (WTP)

-TCM -CVM

Analisis Stakeholder

Analisis Kelembagaan

Payment For Ecosystem

Services (PES)

Skema PES untuk; Sustainable

Financing Kawasan Konservasi Taman Pesisir

Pantai Penyu Pangumbahan,

Sukabumi

(36)

18

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kawasan Konservasi Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, Sukabumi (KKTP4S) dengan panjang pantai 2,3 km. Lokasi tersebut secara administratif berada di wilayah Desa Pangumbahan, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat. Letak geografis diantara 7o17’08”LS – 7o21’50” LS dan 106º23’40”BT –106º24’10”BT.

Penelitian dilakukan pada bulan Oktober dan Desember 2014. Penentuan lokasi penelitian ini didasarkan adanya penerapan konsep sistem manajemen konservasi berbasis ekowisata di KKTP4S.

Gambar 6 Kawasan Konservasi Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan

(Sumber : Dit.KKJI,KKP 2014)

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

A. Data primer,

Merupakan data yang diperoleh dari informasi langsung di lapangan, baik melalui hasil pengamatan, kuesioner maupun hasil wawancara langsung dengan responden. Data primer yang diperlukan diantaranya :

(37)

19

1. Karakteristik pengunjung yang meliputi umur, jenis kelamin, status pernikahan, tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan per bulan, motivasi kunjungan, lama kunjungan, dan intensitas rekreasi pada periode waktu tertentu.

2. Penilaian pengunjung terhadap kawasan dan kualitas pelayanan seperti kemudahan mencapai lokasi, keindahan alam, kebersihan, fasilitas rekreasi dan keamanan.

3. Data biaya perjalanan dari pengunjung menuju lokasi obyek wisata.

4. Data yang terkait dengan persepsi dan partisipasi responden dalam kesediannya untuk berperan dalam pengelolaan kawasan konservasi. 5. Data yang terkait dengan persepsi dan partisipasi Stakeholder serta peran

pemerintah dalam peningkatan pemberdayaan dalam pengelolaan kawasan konservasi meliputi beberapa variabel yaitu efektifitas koordinasi dan kerjasama, kualitas dan kuantitas SDM, keterlibatan dalam perencanaan,implementasi dan pengawasan, dukungan terhadap penegakan hukum, pengembangan alternatif usaha yang menguntungkan dan tidak merusak lingkungan.

B. Data Sekunder,

Sedangkan data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini meliputi gambaran umum wilayah, data biologi dan fisik terkait dengan habitat ideal bagi penyu yang akan bertelur serta kondisi lingkungan dan biologi terdiri atas: jenis vegetasi pantai, tekstur pasir serta kualitas air yang berasal dari literatur perikanan kabupaten sukabumi serta dokumen dokumen lainnya yang terkait. Matriks Jenis data, sumber data dan analisis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan alat dan bahan yang digunakan untuk mengumpulkan data ekologi dan sosial. Hal ini dijelaskan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Penelitian No Alat dan Bahan Kegunaan

1 Peta dasar KKTP4S Memetakan wilayah penelitian yang akan di lakukan mapping

2 Kuesioner Instrumen untuk melakukan wawancara 3 Senter Penerangan untuk membantu perjalanan

dalam rangka pengamatan penyu mendarat

4 GPS Mengukur titik koordinat

5 Kamera Digital Dokumentasi

6 Alat Tulis Mencatat hasil penelitian

(38)

20

Tahapan Penelitian dan Penentuan Jumlah Responden

Pengambilan sampel untuk para stakeholders yang memiliki kepentingan di

KKTP4S diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling dengan penggalian data menggunakan panduan kuisioner. Responden berasal dari wisatawan dan berbagai kalangan mulai dari pemerintah, masyarakat dan pengusaha perikanan/swasta. Untuk wisatawan menggunakan metode slovin (Sevilla et al. 2007), sebagai berikut:

dimana ;

n : jumlah sampel

N: jumlah populasi

e : batas toleransi kesalahan (error tolerance)

Diagram alir tahapan penelitian dan penentuan jumlah responden dapat dilihat dalam Gambar 7.

Gambar 7. Tahapan Pengumpulan Responden Penelitian

Keterangan :

MD A = Masyarakat Desa Pangumbahan MD B = Masyarakat Desa Ujung Genteng MD C = Masyarakat Desa Gunung Batu

KKTP4S

Wisatawan n=110

Stakeholder n= 30

Wisatawan Lokal n=100

Wisatawan Asing n=10

Petugas Pengelola KKTP4S

n=10

Pemerintah,LSM, tokoh masyarakat

n=20

Masyarakat Desa (MD) KKTP4S

N= 100

MD A

n=40 MD B n= 30

MD C n= 30

Slovin

Total

Purposive Sampling

(39)

21

NO TUJUAN

DATA PRIMER DATA SEKUNDER

ANALISIS

OUTPUT

JENIS SUMBER DATA JENIS SUMBER DATA MIKRO MAKRO

1 Mengidentifikasi dan

memetakan jasa ekosistem

yang dihasilkan oleh

Kawasan Taman Pesisir

Pantai Penyu Pangumbahan, Kabupaten Sukabumi,

jenis jenis jasa ekosistem yang ada di kawasan taman pesisir pantai penyu

Kuantifikasi nilai jasa ekosistem

Potensi sumberdaya yang ada Studi

Literatur,jurnal dll

ekosistem di Kawasan

Konservasi Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, mengestimasi nilai biaya transaksi yang dihadapi oleh

pengelola kawasan serta

menganalisis dampak adanya biaya transaksi tersebut bagi kinerja pengelola kawasan.

Nilai Manfaat Ekologi Peningkatan kesadaran dan

Biaya Transaksi (Abdullah et al, 1998) terdiri dari;

Tabel 4 Matriks Jenis Data, Sumber Data dan Analisis Data

(40)

22

NO TUJUAN

DATA PRIMER DATA SEKUNDER

ANALISIS

OUTPUT

JENIS SUMBER DATA JENIS SUMBER DATA MIKRO MAKRO

dengan pihak berwenang, pusat dan daerah

Biaya Informasi

• Pengetahuan Sumberdaya

• Memperoleh dan

Pembayaran Jasa Ekosistem untuk peningkatan kualitas

pengelolaan kawasan

konservasi perairan di

Kabupaten Sukabumi.

Keterlibatan Para pihak

• Identifikasi Para Pihak • Peranan Para Pihak • Tingkat Kepentingan dan

Pengaruh Para Pihak

Grimble (1995); Abdullah et al. (1998); Anggraini ( 2005);Adrianto (2006) ; Ostrom (2011); Buckhard et al. (2012)

Tabel 4 Matriks Jenis Data, Sumber Data dan Analisis Data

Gambar

Gambar  2   Pendekatan DPSIR sebagai Indikator Keberlanjutan Kawasan    Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan
Tabel   1  Jumlah Wisatawan di Taman Pesisir Pantai  Penyu Pangumbahan   Tahun 2008-2014
Gambar 3   Prinsip Pembayaran Jasa Ekosistem (Sumber: Pagiola S et al. 2002)
Diagram  alir  tahapan  penelitian  dan  penentuan  jumlah  responden  dapat  dilihat dalam Gambar 7
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari pemodelan dengan dan tanpa menggunakan algoritma PSO menghasilkan pola grafik yang tidak jauh berbeda antara hasil simulasi dengan data eksperimen

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan dan pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengembangan karir, berarti semakin sering karyawan

Sistem sapaan remaja yang digunakan oleh remaja untuk berkomunikasi dengan temannya terdapat sapaan yang negatif dan positif.Sapaan yang merupakan kata yang

del tidak berubah atau konstan, sehingga dapat disimpulkan bahwa balita dapat menurunkan peluang memiliki gizi buruk dan gizi kurang apabila balita tersebut tinggal dengan keluarga

Bahwa oleh karena semasa hidupnya Tergugat V tidak mempunyai keturunan (anak) maka Tergugat V tidak mempunyai kapasitas ( legal standing ) untuk dihadirkan lagi dalam

Disini penulis tertarik pula untuk mencari ideal moral dari ayat-ayat zakat dengan menggunakan metode Double Movement yang diperkenalkan Fazlur Rahman, yaitu dengan