• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang Memengaruhi Daya Saing Produk Olahan Rotan Indonesia di Kawasan ASEAN dan Tiongkok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-faktor yang Memengaruhi Daya Saing Produk Olahan Rotan Indonesia di Kawasan ASEAN dan Tiongkok"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI DAYA SAING

PRODUK OLAHAN ROTAN INDONESIA

DI KAWASAN ASEAN DAN TIONGKOK

DWI LAKSONO RAHARJO

ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor-faktor yang Memengaruhi Daya Saing Produk Olahan Rotan Indonesia di Kawasan ASEAN dan Tiongkok adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Dwi Laksono Raharjo

(4)

ABSTRAK

DWI LAKSONO RAHARJO. Faktor-faktor yang Memengaruhi Daya Saing Produk Olahan Rotan Indonesia di Kawasan ASEAN dan Tiongkok. Dibimbing oleh IDQAN FAHMI.

Daya saing ekspor komoditi merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur kemajuan perekonomian negara. Penelitian ini bertujuan menganalisis daya saing produk olahan rotan Indonesia di kawasan ASEAN dan Tiongkok dengan melihat keunggulan komparatif beserta faktor-faktor yang memengaruhinya. Periode analisis yang digunakan pada penelitian ini yaitu dari tahun 2001 sampai 2012 dengan menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA), dan menggunakan pendekatan data panel melalui

E-views 6. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komoditi produk olahan rotan memiliki daya saing yang tinggi di negara Malaysia dan Singapura. Adapun faktor-faktor yang memengaruhi daya saing produk olahan rotan ialah GDP per kapita Indonesia, harga ekspor komoditi ke negara tujuan, harga ekspor pesaing, nilai tukar rupiah, volume ekspor produk olahan rotan, jumlah produksi produk olahan rotan dan dummy dibukanya ekspor rotan berpengaruh signifikan terhadap daya saing produk olahan rotan Indonesia.

Kata Kunci: Daya Saing, Panel Data, Revealed Comparative Advantage (RCA), Rotan.

ABSTRACT

DWI LAKSONO RAHARJO. Factors Affecting the Competitiveness of Indonesian Rattan Processed Products in the ASEAN Region and China. Supervised by IDQAN FAHMI

Commodity export competitiveness is one of the indicators used to measure the economic progress of a country. This study analyzes the competitiveness of Indonesian rattan processed products in the ASEAN region and China to see the comparative advantages and the factors that affect it. The period of analysis used in this study is from 2001 to 2012 using the method of Revealed Comparative Advantage (RCA) and using a panel data approach with the help of E-views 6. The results of this study indicate that the commodity of rattan processed products have a comparative advantage in Malaysia and Singapore. In terms of the factors that affect the competitiveness of rattan processed products, GDP per capita of Indonesia, the export price of the commodity to the destination countries, the export price of competitors, the real exchange rate, the production level of rattan processing industry, the export volume of rattan processing industry, and the dummy of the opening of rattan export have a significant influence on the competitiveness of Indonesian rattan processed products.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI DAYA SAING

PRODUK OLAHAN ROTAN INDONESIA DI KAWASAN

ASEAN DAN TIONGKOK

DWI LAKSONO RAHARJO

ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah perdagangan, dengan judul Faktor-faktor yang Memengaruhi Daya Saing Produk Olahan Rotan Indonesia di Kawasan ASEAN dan Tiongkok. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini terdapat banyak kekurangan mengingat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang penulis miliki. Namun pada akhirnya, penelitian ini berhasil penulis selesaikan atas bantuan, doa, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua penulis, Pujo Widodo dan Elly Artiningsih, atas doa, kasih sayang, dorongan moral dan materi bagi penulis untuk menyelesaikan penelitian ini. Kakak serta seluruh keluarga besar yang memberikan semangat dan dukungan tanpa henti.

2. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Idqan Fahmi, M.Ec. selaku dosen pembimbing yang dengan sabar telah membimbing dan memberikan saran serta kritik selama proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

3. Sahara, Ph.D. selaku Dosen Penguji dan Ranti Wiliasih, SP, M.si. selaku Komisi Pendidikan, yang telah memberikan saran, kritikan dan ilmu yang bermanfaat dalam penyempurnaan skripsi ini.

4. Seluruh dosen, staf dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu serta pengalaman selama penulis menjadi mahasiswa.

5. Teman-teman satu bimbingan skripsi (Kausar, Fida, Nanda, Yosep, Rizki dan Raissa) atas kerja sama, semangat, dan dukungan kepada penulis selama ini. 6. Sahabat-sahabat penulis Tri Susandari, Selly Efriani, Elis Maisari, Fitria

Permata Sari, Meliana, Fithri Tyas, Dwiki Abimanyu, Gialdy Putra, Raditya Anggoro, Andri Sukrudin, Nindya, Penny, Ar, Uke, Tika, Amel dan Linda, atas semua semangat dan dukungannya selama ini.

7. Seluruh Keluarga Ilmu Ekonomi angkatan 47 dan HIPOTESA atas momen dan pelajaran hidup yang sangat berharga.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 4

TINJAUAN PUSTAKA 5

METODE 11

Jenis dan Sumber Data 11

Metode Analisis dan Pengolahan Data 11

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan Nilai Ekspor Produk Olahan Rotan Indonesia 17 Perkembangan Daya Saing Produk Olahan Rotan Indonesia 18 Hasil Estimasi Daya Saing Produk Olahan Rotan Indonesia 20 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 25

Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 26

LAMPIRAN 28

(10)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan Sumber Data 11

2 Selang Nilai Statistika Durbin Watson 16

3 Nilai RCA Produk Olahan Rotan Indonesia di Kawasan ASEAN dan

Tiongkok Periode 2001-2012 19

4 Hasil Estimasi Panel Data Model Daya Saing Produk Olahan Rotan

Indonesia dengan Pendekatan Fixed Effect 20

DAFTAR GAMBAR

1 Nilai Ekspor Produk Olahan Rotan Indonesia ke ASEAN dan Tiongkok 2

2 Negara Pengekspor Industri Rotan Olahan 3

3 Kerangka Pemikiran 10

4 Nilai Ekspor Produk Olahan Rotan Indonesia di Kawasan ASEAN dan

Tiongkok 18

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil Analisis Daya Saing Produk Olahan Rotan Indonesia

Menggunakan Metode RCA Periode 2001-2012 28

2 Variabel-variabel dalam Model Daya Saing Produk Olahan Rotan

Indonesia Periode 2001-2012 31

3 Hasil Estimasi Model Fixed Effect Method (FEM) 34

4 Hasil Uji Chow 35

5 Hasil Uji Normalitas 36

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia dikenal memiliki keragaman sumber daya alam yang melimpah. Potensi untuk mengembangkan sumber daya alam tersebut pun mempunyai peluang pasar yang besar, karena itu dengan keragaman sumber daya yang dimiliki, sektor industri di Indonesia akan mampu memaksimalkan bahan baku yang ada guna meningkatkan daya saing ekonomi. Sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang beragam pastinya memiliki peluang serta potensi yang tinggi untuk menciptakan sistem industrialisasi yang baik dengan cara mengembangkan industri-industri yang sudah ada, mulai dari industri hulu ke industri hilir hingga ke konsumen akhir. Pertumbuhan sektor industri yang seimbang antara industri hulu dan industri hilir dapat dijadikan pondasi perekonomian yang kuat untuk membangun sistem industrialisasi yang memiliki daya saing tinggi.

Salah satu sub sektor industri yang memiliki potensi cukup besar untuk dikembangkan di Indonesia serta memiliki pasar yang potensial baik di pasar domestik maupun pasar internasional adalah sektor industri pengolahan rotan. Secara ekonomi, produksi rotan cukup menjanjikan untuk terus dikembangkan dan dapat dijadikan sebagai sumber baru perolehan devisa negara. Rotan Indonesia mempunyai posisi yang dominan di pasar dunia serta menguasai 80% bahan baku rotan dunia. Iklim tropis yang dimiliki Indonesia membuat komoditi rotan dapat tumbuh secara alami dan tersebar di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya dengan potensi produksi rotan Indonesia sekitar 622 000 ton/tahun (Departemen Perdagangan 2008). Selain di Indonesia, komoditi rotan dapat pula dijumpai di Philipina, Thailand, Malaysia, India, Vietnam, Madagaskar, dan Maroko. Potensi terbesar untuk komoditi rotan saat ini terdapat di Indonesia karena memiliki kawasan hutan tropis seluas ± 133 84 juta hektar yang merupakan kawasan hutan tropis terbesar ketiga di dunia setelah Brasil dan Zaire (Departemen Kehutanan 2009).

Dalam upaya meningkatkan daya jual rotan maka dalam pemanfaatannya rotan mentah harus diolah terlebih dahulu menjadi produk olahan rotan. Di pasaran internasional harga ekspor rotan mentah dan setengah jadi Indonesia masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan harga ekspor hasil industri produk olahan rotan. Oleh karena itu ekspor hasil industri mebel dan kerajinan rotan lebih menguntungkan dibandingkan dengan ekspor rotan mentah (Asmindo 2009).

(12)

2

lebih tinggi di pasar internasional. Pada sisi lain ACFTA juga menyebabkan produk serupa dari negara-negara ASEAN dan Tiongkok akan lebih mudah masuk ke Indonesia dengan harga yang semakin murah.

Nilai ekspor produk olahan rotan Indonesia ke negara ASEAN dan Tiongkok pada rentang tahun 2005 hingga 2012 mengalami fluktuasi yang cenderung meningkat. Nilai perdagangan ekspor produk olahan rotan Indonesia tertinggi terhadap ASEAN dan Tiongkok terjadi pada tahun 2012 dengan nilai sebesar 26 630 805 US$ dan nilai terendah terjadi pada tahun 2006 dengan nilai sebesar 13 993 687 US$. Penurunan nilai ekspor produk olahan rotan terjadi pada tahun 2006 yang disebabkan oleh dibukanya aliran ekspor rotan mentah oleh pemerintah secara besar-besaran atas dikeluarkannya SK Menteri Perdagangan (No.12/M-Dag/6/2005). Hal ini membuat industri pengolahan rotan Indonesia kekurangan bahan baku karena harga jual yang diberikan ekspor luar negeri lebih menguntungkan dibandingkan harga jual produsen lokal. Peningkatan nilai ekspor produk olahan rotan yang cukup signifikan terjadi pada tahun 2011 hingga 2012, dimana pada tahun 2010 telah diberlakukannya perjanjian perdagangan bebas ACFTA. Akhir tahun 2011, pemerintah menarik kebijakan ekspor rotan yang lama dan menurunkan SK Menteri Perdagangan (No.35/M-Dag/PER/11/2011) yang baru berisikan tentang pelarangan ekspor rotan mentah. Kebijakan tersebut dibuat untuk menumbuhkembangkan kembali industri pengolahan rotan nasional sebagai negara produsen terbesar bahan baku rotan mentah dunia sehingga nilai ekspor produk olahan rotan Indonesia akan kembali meningkat.

Perumusan Masalah

Melalui pembentukan kerjasama ekonomi dan integrasi ekonomi antar negara-negara anggota ASEAN termasuk didalamnya Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura, Thailand, Vietnam lalu Tiongkok akan memperoleh keuntungan pasar yang semakin luas. Peluang pasar tersebut pun dapat pula menjadi ancaman yang besar bagi Indonesia jika tidak dapat mengelola pasar dengan baik, akses sumber bahan baku dan

Sumber: UNComtrade 2014 (diolah)

(13)

3 para pelaku ekonomi lainnya. Dengan adanya pasar ACFTA, Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura, Thailand dan Vietnam akan menghadapi kompetitor-kompetitor yang besar pada sub sektor produk ekspor masing-masing negara tersebut. Adanya negara lain yang juga merupakan pengekspor produk rotan serupa akan membuat Indonesia memiliki tantangan baru agar dapat bersaing di pasar internasional, khususnya Asia Tenggara sebagai dampak pemberlakuan ACFTA. Setelah diberlakukannya larangan ekspor bahan baku rotan mentah ke pasar internasional yang dikeluarkan oleh pemerintah, menjadikan Indonesia memiliki peluang besar untuk memajukan industri pengolahan rotan agar mampu menguasasi perdagangan produk olahan rotan di pasar Internasional karena sebagai produsen utama bahan baku rotan.

Menurut data Council of Asia Pacific Furniture Associations (CAFA), Indonesia tidak termasuk dalam lima besar pengekspor meubel ke Vietnam, Thailand, Singapura, Philipina, dan Malaysia sepanjang tahun 2010 dan semester I-2011. Nama Indonesia juga tidak muncul sebagai lima besar pengekspor meubel dan produk olahan rotan ke Taiwan dan Korea Selatan, padahal Indonesia merupakan produsen bahan baku rotan dunia. Hal tersebut dapat dikarenakan Indonesia sebagai produsen utama bahan baku rotan dunia belum mampu menguasi pasar ekspor meubel dan produk olahan rotan internasional.

Faktanya Tiongkok menjadi negara terbesar dalam industri pengolahan rotan dunia walaupun tidak memiliki bahan baku rotan dan hanya mengandalkan bahan baku rotan yang berasal dari Indonesia. Sebanyak 27 000 ton rotan mentah yang diekspor ke Tiongkok dari Indonesia dijadikan sebagai bahan baku utama untuk memproduksi produk-produk olahan rotan melalui industri pengolahannya yang ketika dipasarkan memiliki nilai tambah yang lebih tinggi dibandingkan rotan mentah. Lebih dari itu, volume ekspor industri pengolahan rotan di Tiongkok jauh lebih tinggi dibandingkan Indonesia yang merupakan negara pemasok sumber bahan baku industri rotan. Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat bahwa Tiongkok mengekspor 2 259 ton produk olahan dari industri rotan dalam bentuk furniture. Di saat yang bersamaan, Indonesia hanya mampu mengekspor 536 ton produk hasil olahan industri rotan dalam negeri Indonesia.

Pada lain sisi, potensi untuk mengembangkan produk olahan rotan terkendala oleh beberapa faktor, yaitu kualitas produk olahan rotan Indonesia yang masih rendah, desain produk yang kurang inovatif serta proses produksi yang tidak efisien. Apabila hal

Sumber : UNComtrade 2011

(14)

4

tersebut terus menerus terjadi maka kemungkinan besar dapat menyebabkan rendahnya daya saing produk olahan rotan Indonesia sehingga produk tersebut tidak mampu bersaing di pasar internasional. Mengingat, semenjak diberlakukannya ACFTA, akan menyebabkan produk-produk serupa semakin banyak di pasar dalam negeri sehingga akan mengancam keberlangsungan industri produk olahan rotan Indonesia.

Dalam rangka meningkatkan peranan produk olahan rotan Indonesia agar mampu bertahan dan bersaing di pasar internasional maka Indonesia harus meningkatkan daya saingnya di pasar domestik maupun pasar internasional. Adapun faktor-faktor yang diduga memengaruhi daya saing produk olahan rotan Indonesia di kawasan ASEAN dan Tiongkok adalah GDP per kapita Indonesia, nilai tukar rupiah, jumlah produksi pengolahan rotan Indonesia, harga ekspor pesaing (Tiongkok), harga ekspor ke negara tujuan, volume ekspor ke negara tujuan, dummy pemberlakuan ACFTA serta dummy

kebijakan pemerintah.

Berdasarkan uraian di atas, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana perkembangan daya saing produk olahan rotan Indonesia?

2. Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi daya saing produk olahan rotan Indonesia di kawasan ASEAN dan Tiongkok?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dijabarkan maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis perkembangan daya saing produk olahan rotan Indonesia.

2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi daya saing produk olahan rotan Indonesia di kawasan ASEAN dan Tiongkok.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain: 1. Pemerintah

Memberikan masukan kepada pemerintah dalam perencanaan maupun pengambilan keputusan serta mampu membantu menerapkan strategi yang tepat untuk meningkatkan daya saing produk olahan rotan Indonesia.

2. Peneliti dan Pembaca

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi media untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan sekaligus menambah pengalaman selama menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor bagi peneliti. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan masukan dalam penelitian-penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

(15)

5 Philipina, Thailand, Singapura dan Vietnam dikarenakan keterbatasan data yang dimulai dengan data periode 2001 sampai 2012. Kode HS (Harmonized System) yang digunakan dalam penelitian ini adalah HS dengan level 6 digit yaitu HS 940150, 940380 dan 940390. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan dummy pemberlakuan ACFTA yang dimulai tahun 2010 dan dummy kebijakan domestik pemerintah yang dimulai tahun 2005.

TINJAUAN PUSTAKA

Perdagangan Internasional

Berdasarkan Todaro (2004), perdagangan internasional adalah kegiatan pertukaran antar penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain. Tidak berbeda dengan pertukaran antara dua orang disuatu negara. Perbedaannya adalah orang yang satu kebetulan berada di negara yang berbeda. Perdagangan internasional dalam ilmu ekonomi dapat diartikan sebagai proses tukar-menukar yang didasarkan atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak. Masing-masing pihak secara bebas menentukan untung dan rugi dari pertukaran tersebut. Perdagangan akan terjadi apabila tidak ada satu pihak yang memperoleh keuntungan atau manfaat dan tidak ada pihak lain yang merasa dirugikan. Perdagangan internasional memegang peranan penting dalam sejarah pembangunan negara sedang berkembang.

Manfaat perdagangan internasional adalah:

1. Perdagangan merupakan penggerak pertumbuhan ekonomi yang penting, dapat memperbesar kapasitas konsumsi suatu negara, meningkatkan output dunia dan memberikan kemudahan untuk mendapatkan sumber daya yang langka dan pasar dunia bagi produk yang apabila tanpa pasar maka negara-negara miskin tidak dapat berkembang.

2. Perdagangan mendorong penyebaran keadilan internasional dan domestik secara lebih merata dengan menyamakan harga faktor produksi, meningkatkan pendapatan riil negara-negara yang berdagang dan menjadikan penggunaan sumberdaya dunia dan setiap negara lebih efisien (meningkatkan upah relatif di negara-negara yang buruhnya berlimpah dan menurunkan upah itu di negara-negara yang kekurangan tenaga kerja).

3. Membantu berbagai negara untuk mencapai pembangunan dengan meningkatkan peranan sektor ekonomi yang mempunyai keunggulan komparatif baik karena efisiensi penggunaan tenaga kerja maupun faktor produksi.

4. Dalam perdagangan bebas, harga dan biaya poduksi internasional menentukan sampai seberapa jauh sebuah negara harus berdagang untuk mempertinggi kesejahteraan nasionalnya. Semua negara harus mengikuti petunjuk-petunjuk prinsip keunggulan komparatif dan tidak mencoba campur tangan dalam kebebasan pasar tersebut.

(16)

6

Menurut teori daya saing dari sisi industri, perdagangan internasional adalah suatu proses yang timbul sehubungan dengan pertukaran komoditi antara negara. Perdagangan antara dua negara didasarkan pada keunggulan absolut (absolute advantage) (Salvatore 1997). Apabila sebuah negara lebih efisien daripada (atau memiliki keunggulan absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi sebuah komoditi, namun kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut dan menukarkannya dengan komoditi lain yang memiliki kerugian absolut.

Pada pasar internasional, besarnya ekspor suatu komoditi dalam perdagangan internasional akan sama dengan besarnya impor komoditas tersebut. Harga yang terjadi pada pasar internasional merupakan keseimbangan antara penawaran dan permintaan dunia. Perubahan dalam produksi dunia akan memengaruhi penawaran dunia dan perubahan dalam konsumsi dunia akan memengaruhi permintaan dunia. Kedua perubahan tersebut pada akhirnya akan memengaruhi harga dunia (Salvatore 1997).

Pengertian Daya Saing

Berkaitan dengan perdagangan internasional komoditi atau produk, daya saing menjadi tolak ukur komoditi atau produk di pasar internasional. Daya saing merupakan kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar luar negeri dan kemampuan untuk dapat bertahan di dalam pasar tersebut, dalam artian jika suatu produk mempunyai daya saing maka produk tersebut yang banyak diminati konsumen (Tambunan 2003). Porter (1990) menyebutkan bahwa daya saing mengacu pada kemampuan suatu negara untuk memasarkan produk yang dihasilkan negara relatif terhadap kemampuan negara lain guna melakukan persaingan dalam meningkatkan kesejahteraan tetapi juga untuk dapat bersaing pada sesama industri-industri sejenis.

Dalam pasar yang semakin mengglobal, keberhasilan pelaku usaha suatu negara sangat ditentukan oleh daya saing. Daya saing global pada dasarnya berhubungan dengan biaya produksi sehingga yang memenangkan kompetisi adalah negara yang mampu memasarkan produk dengan harga paling rendah atau berkualitas baik. Biaya produksi berhubungan dengan harga faktor-faktor input. Selain itu keunggulan dalam daya saing dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif.

Teori Keunggulan Komparatif

Teori keunggulan komparatif (theory of comparative advantage) merupakan teori yang dikemukakan oleh David Ricardo. Dalam teori ini, Ricardo menyatakan bahwa perdagangan internasional terjadi bila ada perbedaan keunggulan komparatif antar negara. Keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara mampu memproduksi barang dan jasa lebih banyak dengan biaya yang lebih murah daripada negara lainnya.

(17)

7 absolut pada kedua komoditi yang diperdagangkan dengan melakukan spesialisasi produk yang kerugian absolutnya lebih kecil atau memiliki keunggulan komparatif. Keunggulan komparatif tersebut dibedakan atas cost comparative advantage (labor efficiency) dan production comparative advantage (labor productivity).

Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak efisien. Sementara itu, pada production comparative advantage (labor productivity) dapat dikatakan bahwa suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut berproduksi lebih produktif serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak produktif. Dengan kata lain, cost comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara memproduksi suatu barang yang membutuhkan sedikit jumlah jam tenaga kerja dibandingkan negara lain sehingga terjadi efisiensi produksi, sedangkan production comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika seorang tenaga kerja di suatu negara dapat memproduksi lebih banyak suatu barang atau jasa dibandingkan negara lain sehingga tidak memerlukan tenaga kerja yang lebih banyak.

Keuntungan perdagangan diperoleh jika negara melakukan spesialisasi pada barang yang memiliki cost comparative advantage dan production advantage atau dengan mengekspor barang yang keunggulan komparatifnya tinggi dan mengimpor barang yang keunggulan komparatifnya rendah (Firdaus, 2011). Dengan kata lain, dalam teori keunggulan komparatif, suatu bangsa dapat meningkatkan standar kehidupan dan pendapatannya jika negara tersebut melakukan spesialisasi produksi barang dan jasa yang memiliki produktivitas dan efisiensi tinggi.

Teori Keunggulan Kompetitif

Keunggulan kompetitif adalah keunggulan yang dimiliki oleh suatu negara untuk dapat bersaing di pasar internasional. Berbeda dengan konsep keunggulan komparatif yang menyatakan bahwa suatu negara tidak perlu menghasilkan suatu produk apabila produk tersebut telah dapat dihasilkan oleh negara lain dengan lebih baik, unggul, dan efisien secara alami, konsep keunggulan kompetitif adalah sebuah konsep yang menyatakan bahwa kondisi alami tidaklah perlu untuk dijadikan penghambat karena keunggulan pada dasarnya dapat diperjuangkan dan dikompetisikan dengan berbagai perjuangan atau usaha. Keunggulan suatu negara bergantung pada kemampuan perusahaan-perusahaan di dalam negara tersebut untuk berkompetisi dalam menghasilkan produk yang dapat bersaing di pasar (Porter, 1990).

Kebijakan Ekspor Rotan Indonesia

(18)

8

1. Pada tahun 1998 pemerintah memperbolehkan ekspor rotan bulat tanpa pajak ekspor dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.440/MPP/Kep/9/1998.

2. Pemerintah kembali mengatur ekspor rotan mentah untuk mengatasi kekurangan bahan baku industri mebel dan kerajinan rotan dalam negeri dengan Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.355/MPP/KEP/5/2004. Kebijakan ini mengatur ekspor rotan. Rotan yang berasal dari hutan alam dilarang untuk diekspor. Rotan yang berasal dari tanaman budidaya meliputi jenis rotan sega dan rotan irit yang sudah dirunti, digosok, dicuci, diasap dan rotan bulat yang sudah dipoles halus, termasuk rotan setengah jadi dapat untuk diekspor.

3. Kebijakan pengaturan ekspor rotan mentah hanya bertahan setahun, pada tahun 2005 pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Perdagangan No 12/M-DAG/PER/6/2005 yang mengijinkan rotan asalan dan rotan setengah jadi untuk diekspor.

4. Pada tahun 2009, Departemen Perdagangan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2009 tentang Tataniaga Rotan yang membatasi ekspor rotan untuk jenis dan diameter tertentu.

5. Akhir tahun 2011 pemerintah mengerluarkan tiga kebijakan sekaligus yaitu Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 35/M-DAG/PER/11/2011 tentang larangan ekspor rotan, Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 36/M-DAG/PER/11/2011 tentang peraturan perdagangan bahan baku rotan antar pulau dan Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 37/M-DAG/PER/11/2011 tentang resi gudang. Ketiga peraturan yang diberlakukan dan dikeluarkan oleh kementrian perdagangan keseluruhnya adalah dalam rangka melindungi sumber daya alam rotan Indonesia.

Penelitian Terdahulu

Penelitian Junaidi (2007) melakukan riset mengenai analisis dampak kebijakan ekspor rotan mentah terhadap keragaan industri kecil menengah produk jadi rotan di Kabupaten Cirebon. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis keragaan usaha model Hayami. Berdasarkan analisis keragaan usaha, kebijakan ekspor rotan mentah berdampak negatif terhadap pendapatan industri kecil menengah produk jadi rotan di Kabupaten Cirebon. Nilai tambah yang dihasilkan, pendapatan tenaga kerja langsung, serta keuntungan industri mengalami penurunan sejak adanya kebijakan ekspor rotan mentah.

Virnaristanti (2008) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor meubel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode analisis deskriptif dan metode analisis regresi liner berganda. Hasil penelitian menyatakan, ekspor meubel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang dipengaruhi secara nyata oleh produksi domestik meubel dan kerajinan rotan, harga ekspor meubel dan kerajinan rotan di pasar internasional, pendapatan perkapita Indonesia, pendapatan per kapita Jepang, jumlah penduduk Indonesia, jumlah penduduk Jepang dan dummy (kebijakan melarang dan membuka ekspor rotan mentah).

(19)

9 tahun 2006 dengan nilai RCA di atas satu. Menurut hasil Porter’s Diamond menunjukkan bahwa industri pengolahan kakao nasional kurang kompetitif. Hasil metode OLS menunjukkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi daya saing hasil olahan kakao adalah harga ekspor kakao olahan, volume ekspor kakao olahan, dan krisis ekonomi, sedangkan faktor-faktor yang tidak berpengaruh terhadap daya saing hasil olahan kakao Indonesia adalah produktivitas industri pengolahan kakao.

Kerangka Pemikiran

Indonesia merupakan salah satu penghasil rotan terbesar di dunia. Komoditi rotan secara merata tersebar di berbagai pulau. Iklim tropis yang dimiliki Indonesia membuat komoditi rotan dapat tumbuh secara alami dan tersebar di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya. Pada perdagangan internasional saat ini, produk olahan rotan indonesia jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara lain. Padahal sebagai negara penghasil rotan terbesar seharusnya Indonesia mampu menjadi negara pengekspor terbesar produk olahan rotan dunia. Faktanya negara Tiongkok sebagai negara pesaing produk olahan rotan Indonesia yang mengandalkan bahan baku rotan mentah dari Indonesia, berhasil menjadi negara pengekspor terbesar dunia kerajinan rotan.

Kebijakan pemerintah tentang komoditi rotan yang tiap tahunnya selalu berubah-ubah membuat industri pengolahan rotan kekurangan bahan baku sehingga produk olahan rotan Indonesia kalah bersaing di pasar Internasional. Pada tahun 2005, pemeritah mengeluarkan kebijakan yang memperbolehkan mengekspor bahan baku rotan mentah yang mengakibatkan banyak perusahan industri pengolahan rotan kebingungan untuk mencari bahan baku rotan mentah untuk dijadikan hasil jadi. Hal ini dikarenakan para pengusaha rotan mentah lebih tertarik menjual bahan baku rotan mentah tersebut ke luar negeri daripada ke pengusaha dalam negeri. Harga jual yang dipatok lebih tinggi menjadi salah satu alasan mereka tidak tertarik menjualnya ke pengusaha industri rotan dalam negeri.. Perubahan kebijakan tersebut mengindikasikan bahwa pemerintah masih belum mampu membuat suatu kebijakan perdagangan yang mampu mengakomodir seluruh kepentingan kelompok atau individu pengrajin rotan Indonesia.

Pada perdagangan produk olahan rotan Indonesia juga melihat perkembangan daya saing produk olahannya di kawasan ASEAN dan Tiongkok dengan menggunakan metode RCA (Revealed Comparative Advantage). Sementara itu, daya saing produk olahan rotan indonesia di kawasan ASEAN dan Tiongkok diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor tertentu yang dianalisis menggunakan metode data panel yaitu, GDP per kapita Indonesia, nilai tukar rupiah, produksi pengolahan produk olahan rotan Indonesia, harga ekspor produk olahan rotan ke negara tujuan, harga ekspor produk olahan rotan pesaing (Tiongkok), volume ekspor produk olahan rotan Indonesia, dummy

(20)

10

Gambar 3 Kerangka Pemikiran

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan permasalahan dan alur kerangka pemikiran, maka hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain yaitu:

1. Harga ekspor produk olahan rotan diduga memiliki pengaruh positif dengan daya saing produk olahan rotan Indonesia. Apabila harga ekspor meningkat maka daya saing produk olahan rotan akan meningkat.

2. Harga ekspor produk olahan rotan negara pesaing (Tiongkok) diduga memiliki pengaruh negatif dengan daya saing produk olahan rotan Indonesia. Apabila harga ekspor negara pesaing meningkat atau lebih tinggi dari harga ekspor produk olahan rotan Indonesia maka daya saing produk olahan rotan Indonesia akan menurun. 3. Nilai tukar riil diduga memiliki pengaruh positif terhadap daya saing produk olahan

rotan Indonesia. Apabila nilai tukar Indonesia terhadap mata uang negara tujuan meningkat (rupiah terdepresiasi) maka harga produk olahan rotan Indonesia menjadi lebih murah di negara tujuan. Hal ini akan mendorong peningkatan daya saing produk olahan rotan Indonesia.

4. Volume ekspor produk olahan rotan diduga memiliki pengaruh positif terhadap daya saing produk olahan rotan Indonesia, semakin tinggi nilai ekspor produk olahan rotan maka daya saing produk olahan rotan Indonesia akan semakin tinggi. 5. GDP per kapita Indonesia diduga memiliki pengaruh negatif terhadap daya saing

(21)

11 mendorong penurunan terhadap volume ekspor produk olahan rotan Indonesia karena konsumsi domestik yang meningkat.

6. Jumlah produksi produk olahan rotan Indonesia diduga memiliki pengaruh positif terhadap daya saing produk olahan rotan Indonesia. Jika jumlah produksi produk olahan rotan meningkat maka jumlah rotan olahan yang diekspor juga akan meningkat.

7. Dummy pemberlakuan ACFTA diduga memiliki pengaruh positif terhadap daya saing produk olahan rotan Indonesia.

8. Dummy diberlakukannya larangan ekspor rotan diduga memiliki pengaruh negatif terhadap daya saing produk olahan rotan Indonesia.

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber. Sumber data tersebut adalah Badan Pusat Statistik,

International Trade Center (Trade Map), Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, World Bank United Nations Commodity and Trade (UN COMTRADE), dan World Intergrated Trade and Solution (WITS). Adapun data yang digunakan adalah data panel yang menggabungkan time series 2001-2012 dan data cross section enam negara yaitu Tiongkok, Malaysia, Philipina, Singapura, Thailand dan Vietnam.

Metode Analisis dan Pengolahan Data

Metode analisis yang digunakan yaitu metode kuantitatif. Metode analisis kuantitatif adalah metode analisis data yang bertujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas dan rinci tentang permasalahan yang terjadi. Pengolahan kuantitatif yang dipilih dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis panel data dengan fixed effect model (FEM). Untuk menganalisis daya saing dilakukan dengan analisis Revealed Comparative Advantages (RCA). Proses pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Eviews6 dan Microsoft Excel 2007.

Tabel 1 Jenis dan Sumber Data

No Data Sumber

1 GDP per kapita Indonesia 2001-2012 World Bank 2 Nilai tukar Indonesia terhadap negara tujuan UNCTAD

3 Harga ekspor produk olahan rotan pesaing UN COMTRADE 4 Harga ekspor produk olahan rotan Indonesia ke

negara tujuan

UN COMTRADE 5 Volume ekspor produk olahan rotan Indonesia ke

negara tujuan

UN COMTRADE 6 Jumlah produksi produk olahan rotan Indonesia Kementerian

(22)

12

Analisis Keunggulan Komparatif

Analisis daya saing terhadap produk olahan rotan Indonesia dapat terlihat dengan menggunakan metode RCA (Revealed Comparative Advantage). RCA menjadi salah satu alat ukur yang digunakan untuk mengetahui daya saing suatu komoditas di pasar internasional. Alat ukur ini diperkenalkan oleh Balassa (1965). Rasio RCA yang dihasilkan dari perhitungan model RCA akan menunjukkan kemampuan daya saing komoditi pada proses perdagangan internasional. Adanya perbandingan terhadap komoditi sejenis dari negara lain yang menjadi pesaing, alat ukur ini menjadi tolak ukur untuk menentukan keunggulan komparatif suatu negara dalam komoditi tertentu tersebut.

Melalui perhitungan ini, apabila nilai RCA yang diperoleh lebih dari satu maka dapat diketahui negara Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam komoditi produk olahan rotan dan artinya produk olahan rotan Indonesia memiliki daya saing kuat di pasar internasional, apabila nilainya lebih kecil dari satu maka komoditi produk olahan rotan Indonesia memiliki daya saing yang rendah dan dapat diartikan pula bahwa keunggulan komparatif Indonesia untuk produk olahan rotan tergolong rendah.

Adapun rumus RCA yang digunakan dalam perhitungan ini adalah sebagai berikut:

Dimana:

RCAij = Nilai daya saing produk olahan rotan Indonesia

Xij = Nilai ekspor produk olahan rotan negara Indonesia

Xit = Total ekspor negara Indonesia

Xj = Nilai ekspor produk olahan rotan di seluruh dunia

Xt = Total ekspor seluruh produk dunia

Nilai daya saing suatu komoditi hasil dari perhitungan metode RCA memiliki dua alternatif penafsiran, yaitu:

1. Nilai RCA > 1, maka suatu negara memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia sehingga dapat diartikan komoditi tersebut memiliki daya saing kuat.

2. Nilai RCA < 1, maka suatu negara memiliki keunggulan komparatif dibawah rata-rata dunia sehingga dapat diartikan komoditi tersebut memiliki daya saing yang rendah.

Panel Data

Menurut Hsiao (2003) dan Klevmarken (1989) dalam Baltagi (2005) menyatakan bahwa beberapa keuntungan dari menggunakan panel data, antara lain:

1. Dapat mengatur heterogenitas individual.

2. Panel data memberikan informasi data yang lebih, lebih beragam, kolinieritas yang rendah antar sesama variabel, lebih banyak derajat bebas, dan lebih efisiensi.

(23)

13 4. Panel data lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur dampak yang sederhana tapi tidak dapat dideteksi dalam pure cross-section atau pure time-series. 5. Model panel data mengizinkan para penelitinya untuk membangun dan menguji

perilaku model yang lebih rumit dari pada purely cross-section atau time-series.

Model Pooled

Model Pooled adalah model yang didapatkan dari hasil kombinasi semua data

time series dan cross section. Model tersebut dapat diduga menggunakan panel data, yaitu :

untuk i = 1, . . . , N ; t = 1, . . . , T

dimana i menunjukkan dimensi cross section sedangkan t menunjukkan dimensi

time series.

Model Efek Tetap (Fixed Effect Model)

Model Efek Tetap (Fixed Effect Model) adalah model yang memasukkan variabel

dummy sehingga terjadi perbedaan nilai parameter yang berbeda-beda baik lintas time series maupun cross section lalu diduga menggunakan panel data:

dimana :

Yit = variabel tidak bebas di waktu t untuk unit cross section i αi = intersept yang berubah-ubah antar unit cross section

Xjit = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i βj = parameter untuk variabel ke j

eit = komponen error di waktu t untuk unit cross section i

Model efek tetap ada yang dapat diberikan pembobot namun ada juga yang tanpa pembobot. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model efek tetap dengan pembobot (cross section weights), yaitu GLS dengan mengestimasi ragam residual

cross section yang dapat digunakan ketika diasumsikan terdapat heteroskedastisitas

cross section. Metode ini menggunakan rata-rata observasi dari setiap unit cross section, selanjutnya data observasi ditransfomasi.

Pengujian Hipotesis

(24)

14

memengaruhi variabel-variabel yang akan diteliti. Dalam pengujian model terdapat beberapa kriteria yang digunakan untuk melihat baik atau tidaknya suatu model. Kriteria- kriteria yang digunakan yaitu berdasarkan uji t, uji f dan nilai R2.

Uji t

Nilai t hitung akan digunakan dalam pengujian koefisien regresi dari masing-masing variabel bebas yang memengaruhi secara nyata atau tidak terhadap variabel tidak bebasnya. Langkah-langkah yang diperlukan untuk uji t adalah:

1. Perumusan Hipotesis H0: βi = 0

H1: βi ≠ 0

2. Penentuan nilai kritis. Ketika menguji hipotesis dari koefesien regresi, nilai kritis dapat ditentukan dengan digunakannya tabel distribusi normal dengan tingkat

signifikansi (α) dan banyaknya sampel yang digunakan tetap diperhatikan.

3. Dapat mengetahui hasil nilai t hitung dari masing-masing koefisien regresi dengan menggunakan perhitungan komputer.

4. Dalam mengambil keputusan harus didasarkan dengan melihat nilai t hitung dari masing-masing koefsien regresi pada kurva sebaran normal yang digunakan untuk menentukan nilai kritis. Ketika nilai t hitung < t tabel dimana koefisien regresi berada di dalam daerah penerimaan H0 maka terima H0, artinya variabel bebas tidak

berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya. Sebaliknya jika nilai t hitung > t tabel maka tolak H0, artinya variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel

tidak bebasnya.

Uji F

Penggunaan uji F dilakukan agar dapat mengetahui variabel-variabel bebas mana saja yang secara bersama-sama memberikan pengaruh nyata terhadap variabel-variabel tidak bebasnya. Menguji variabel-variabel bebas secara simultan terhadap variabel tidak bebasnya dapat dilakukan dengan menguji besarnya perubahan variabel tidak bebasnya yang dapat dijelaskan oleh perubahan semua variabel bebasnya. Langkah-langkah dalam melakukan uji F adalah sebagai berikut:

1. Perumusan Hipotesis

H0: β1= β2= … = βk = 0

H1: minimal ada satu nilai β1 yang tidak sama dengan nol

2. Perhitungan nilai kritis distribusi F (F-tabel) dan F-hitung. 3. Penentuan penolakan atau penerimaan H0.

4. Jika keputusan yang dihasilkan adalah F hitung < F tabel maka terima H0 artinya

variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh tidak nyata terhadap variabel tidak bebasnya. Sebaliknya, jika keputusan yang dihasilkan adalah F hitung > F tabel maka tolak H0 artinya variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh nyata

(25)

15

Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi adalah proporsi variabel dalam Y yang dapat dijelaskan oleh variabel-variabel penjelasnya. R2 menunjukkan besarnya pengaruh semua variabel bebas terhadap variabel bebasnya. R2 mempunyai rentang antara 0 ≤ R2≤ 1. Ketika R2 memiliki nilai 0 maka garis regresi tidak menjelaskan variasi dalam Y. Koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagai berikut:

dimana:

SSR = Jumlah kuadrat residual SST = Jumlah kuadrat total

Evaluasi Model

Terdapat beberapa upaya agar dapat menghasilkan model yang konsisten dan efisien maka diperlukan evaluasi hasil estimasi terhadap model regresi. Sehingga dapat mengetahui model tersebut memiliki masalah multikolinieritas, heteroskedastisitas dan autokorelasi.

Heteroskedastisitas

Suatu fungsi dikatakan mengandung masalah heteroskedastisitas apabila variasi dari faktor pengganggu tidak sama untuk tiap pengamatan ke-i dari peubah-peubah eksogen dalam model regresi. Masalah heteroskedastistas sering terjadi dalam data

cross section. Dalam analisis data panel, masalah heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan membandingkan sum square residual pada wighted statistics dan unweighted statistics. Jika sum square residual wighted statistics lebih kecil dibandingkan dengan

sum square residual unweightes statistics maka dapat disimpulkan terjadi heteroskedastisitas. Dalam model regresi linear klasik memiliki asumsi penting yaitu bahwa gangguan yang terdapat di dalam fungsi regresi populasi bersifat

homoskedastisitas artinya semua memiliki ragam yang sama (σ2

).

Multikolinearitas

(26)

16

Tabel 2 Selang Nilai Statistika Durbin Watson

Nilai DW Keputusan

4-dl < DW < 4 Tolak H0, ada autokorelasi positif

4-du < DW < 4-dl Tidak tentu, tidak dapat disimpulkan du < DW < 4-du Terima H0

dl < DW < du Tidak tentu, tidak dapat disimpulkan 0 < DW < dl Tolak H0, ada autokorelasi positif

Sumber: Juanda 2009

Autokorelasi

Autokorelasi merupakan hubungan linear antar error dalam satu penelitian yang dapat diuji dengan uji autokorelasi. Uji autokorelasi ini diperlukan pada penelitian yang bersifat data time series dengan menghitung statistik Durbin Watson. Secara matematis uji autokrelasi dapat dijabarkan sebagai berikut:

h = (1-0.5d)

dimana:

d = nilai Durbin Watson n = jumlah observasi

Var = varian koefisien variabel independen lag

Adanya autokorelasi atau tidak pada model dapat dilihat berdasarkan Tabel 2.

Spesifikasi Model

Berdasarkan hipotesis dan studi empiris yang disesuaikan dengan fakta di beberapa negara serta berbagai alternatif spesifikasi model yang telah dicoba dengan tetap mempertimbangkan berbagai asumsi yang menjadi acuan dalam model data panel, maka variabel yang diduga memengaruhi daya saing produk olahan rotan Indonesia adalah GDP perkapita Indonesia, harga ekspor produk olahan rotan pesaing, harga ekspor produk olahan rotan Indonesia, nilai tukar Indonesia, volume ekspor produk olahan rotan Indonesia, jumlah produksi produk olahan rotan Indonesia, dummy

pemberlakuan ACFTA dan dummy kebijakan domestik pemerintah. Model persamaan faktor-faktor yang memengaruhi daya saing produk olahan rotan Indonesia pada penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

LNRCAjt = α + β1LNGDP_INDit + β2LNHEjt + β3LNHEPjt + β4LNEXjt + β5LNPRODit + β5LNVEit + β7 D_LEt + β8D_ACFTAt +

dimana:

RCAjt = Tingkat daya saing produk olahan rotan pada tahun ke-t, dengan

nilai RCA sebagai proksi

GDP_INDit = GDP perkapita Indonesia pada tahun ke-t (US$)

HEjt = Harga ekspor produk olahan rotan Indonesia ke negara tujuan j

(27)

17 HEPjt = Harga ekspor produk olahan rotan pesaing (Tiongkok) ke negara

tujuan j tahun ke-t (US$/kg)

EXjt = Nilai tukar Indonesia terhadap mata uang negara tujuan j tahun ke-t

(Rp/mata uang negara tujuan)

PRODit = Jumlah produksi produk olahan rotan Indonesia tahun ke-t (ton)

VEit = Volume Ekspor produk olahan rotan Indonesia ke negara tujuan j

βn = parameter yang diduga (n=1,2,...,6)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan Nilai Ekspor Produk Olahan Rotan Indonesia

Sebagai negara yang memiliki sumber bahan baku rotan yang besar, bahan baku rotan Indonesia banyak diolah untuk menjadi produk olahan dalam bentuk meubel dan produk olahan rotan lainnya yang dikemudian diekspor ke luar negeri. Ekspor produk olahan rotan dapat dikategorikan menjadi kerajinan rotan dan meubel rotan. Ekspor kerajinan rotan didominasi oleh anyaman rotan diikuti dengan produk tikar dan semacamnya, sedangkan pada ekspor meubel rotan didominasi oleh produk kursi, meja dan tempat tidur.

Berdasarkan Gambar 4, terlihat bahwa nilai ekspor produk olahan rotan Indonesia di pasar Malaysia paling tinggi diantara negara-negara anggota ASEAN dan Tiongkok lainnya meskipun nilainya cenderung berfluktuasi. Tingginya nilai ekspor produk olahan rotan Indonesia ke negara Malaysia disebabkan oleh peningkatan volume ekspor produk olahan rotan ke negara tersebut. Pada tahun 2006, nilai ekspor produk olahan rotan Indonesia di negara-negara kawasan ASEAN dan Tiongkok cenderung mengalami penurunan, hal ini disebabkan oleh adanya kebijakan pemerintah yang mengeluarkan SK Menteri Perdagangan Nomor 12/M-DAG/PER/6/2005 yang memperbolehkan mengekspor bahan baku rotan mentah ke luar negeri, sehingga industri lokal pengolahan rotan Indonesia kekurangan bahan baku untuk memproduksi produk olahannya ke pasar ASEAN dan Tiongkok. Seiring diberlakukannya perjanjian perdagangan bebas ACFTA pada tahun 2010, nilai ekspor produk olahan rotan Indonesia di kawasan ASEAN dan Tiongkok cenderung mengalami peningkatan pada masing-masing negara.

(28)

18

Perkembangan Daya Saing Produk Olahan Rotan Indonesia

RCA merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui keunggulan komparatif suatu wilayah (negara, propinsi dan lain-lain). Pada dasarnya metode ini mengukur kinerja suatu komoditi tertentu dengan ekspor total suatu tempat dibandingkan dengan pangsa komoditi tertentu dalam perdagangan dunia. Ukuran tersebut yang menentukan produk memiliki daya saing tinggi atau lemah terhadap produk sejenis yang juga ada di negara tersebut. Oleh sebab itu ukuran daya saing produk menjadi ukuran analisis komparatif produk di suatu negara.

Apabila diperhatikan pada Tabel 2, selama periode 2001 sampai 2012, rata-rata nilai RCA untuk komoditi produk olahan rotan Indonesia ke Tiongkok sebesar 0.19 dengan rata-rata indeks RCA sebesar 1.09. Rata-rata RCA produk olahan rotan Indonesia ke Philipina sebesar 0.15 dengan rata-rata indeks RCA sebesar 1.36. Oleh karena itu, dengan rata-rata nilai RCA yang tidak melebihi satu dapat dikatakan bahwa ekspor produk olahan rotan Indonesia ke pasar Tiongkok dan Philipina memiliki keunggulan komparatif yang rendah. Hal ini disebabkan nilai ekspor yang ke negara tersebut masih lemah sehingga produk olahan rotan Indonesia berdaya saing lemah.

Selain itu, Malaysia dan Singapura merupakan negara tujuan ekspor yang memiliki rata-rata nilai RCA di atas satu, yaitu sebesar 3.11 dan 2.86. Hal ini menyebabkan Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang tinggi di pasar Malaysia dan pasar Singapura dikarenakan jarak geografis yang dekat dengan Indonesia dan jumlah permintaan produk olahan rotan Indonesia yang mengalami peningkatan. Negara tujuan lainnya, yaitu Thailand memiliki nilai RCA sebesar 0.31 dengan rata-rata indeks RCA sebesar 1.31. Nilai tersebut masih sama dengan negara tujuan lainnya, yaitu dibawah satu yang artinya Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang lemah.

Sama halnya dengan Thailand, Vietnam merupakan salah satu negara tujuan ekspor produk olahan rotan Indonesia dengan rata-rata nilai RCA sebesar 0.11 dengan rata-rata indeks RCA sebesar 2.48. Nilai RCA tersebut cukup rendah dibandingkan dengan negara tujuan lainnya di kawasan ASEAN dan Tiongkok karena nilai tersebut tidak melebihi satu sehingga menyebabkan produk olahan rotan Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang rendah di pasar Vietnam. Selain itu Vietnam merupakan

Sumber: UNComtrade (2014)

(29)

19 negara pesaing produk olahan rotan Indonesia sehingga menyebabkan produk olahan rotan Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang rendah.

Pemerintah Indonesia ikut mendukung dan membantu industri pengolahan rotan dalam negeri melalui kebijakan larangan ekspor rotan mentah sehingga industri dalam negeri akan mampu meningkatkan produksi produk olahan rotan agar dapat bersaing di pasar internasional. Hal ini sangat berpengaruh, karena dengan dilarangnya ekspor rotan mentah akan membuat produsen-produsen dalam negeri lebih giat untuk meningkatkan kinerja produksinya. Nilai jual yang dihasilkan dalam bentuk produk, barang atau hasil olahan nilainya jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan ekspor bahan baku mentah saja. Sejak diberlakukannya kebijakan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) pada tahun 2010, daya saing produk olahan rotan Indonesia mengalami peningkatan nilai ekspor yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena melalui kebijakan ACFTA seluruh hambatan perdagangan mulai diturunkan bahkan dihapuskan, sehingga harga produk olahan rotan Indonesia menjadi lebih murah. Setelah diberlakukannya kebijakan ACFTA pada tahun 2010, ekspor produk olahan rotan Indonesia di kawasan ASEAN dan Tiongkok menjadi semakin meningkat. Peningkatan nilai ekspor Indonesia menjadi faktor yang mendorong peningkatan nilai RCA.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Daya Saing Produk Olahan Rotan Indonesia

Faktor-faktor yang memengaruhi daya saing produk olahan rotan Indonesia diperoleh melalui variabel-variabel independen yang dimasukkan ke dalam model persamaan regresi. Variabel-variabel tersebut diduga memengaruhi daya saing produk olahan rotan Indonesia (variabel dependen), yakni variabel GDP per kapita Indonesia, harga ekspor produk olahan rotan Indonesia, harga ekspor pesaing produk olahan rotan, nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara tujuan, jumlah produksi produk olahan rotan Indonesia, volume ekspor produk olahan rotan Indonesia, dummy pemberlakuan ACFTA yang dimulai pada tahun 2010, dan dummy kebijakan domestik pemerintah Tabel 3 Nilai RCA Produk Olahan Rotan Indonesia di Kawasan ASEAN dan Tiongkok

Periode 2001-2012

Tiongkok Malaysia Philippines Singapore Thailand Vietnam

(30)

20

yang melarang larangan ekspor rotan mentah dimulai pada tahun 2005. Data yang dianalisis adalah panel data yang merupakan gabungan dari time series dan cross section.

Hasil Estimasi Model Faktor-Faktor yang Memengaruhi Daya Saing Produk Olahan Rotan Indonesia

Hasil uji chow menunjukan model terbaik yang digunakan dalam estimasi daya saing produk olahan rotan Indonesia adalah model efek tetap (fixed effect model) dengan nilai probabilitas (0.00) yang lebih kecil dari taraf nyata lima persen. Pada estimasi model tidak dapat menggunakan Hausman Test karena model penelitian ini tidak dapat menggunakan metode random effect dikarenakan jumlah cross section kurang dari jumlah variabel yang diamati.

Setelah melakukan pengolahan regresi panel data dari berbagai alternatif spesifikasi model yang telah dicoba, maka diperoleh hasil estimasi sebagai berikut:

Uji Asumsi

Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas disebabkan oleh nilai R-squared yang tinggi namun variabel-variabel independennya hanya sedikit yang tidak signifikan. Uji multikolinearitas dapat dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas dan matrik korelasi antar variabel (lampiran 6). Pada model daya saing produk olahan rotan Indonesia nilai R-squared

Tabel 4 Hasil Estimasi Panel Data Model Daya Saing Produk Olahan Rotan Indonesia dengan Pendekatan Fixed Effect Model

Variable Coefficient Prob.

LNGDP_INDO -0.59 0.00*

LNPROD 0.12 0.03*

LNHE 0.94 0.00*

LNEX 0.31 0.04*

D_ACFTA 0.09 0.19

D_LE -0.31 0.00*

LNVE 0.88 0.00*

LNHEP -0.12 0.00*

C -3.28 0.03

Weighted Statistics

R-squared 0.99 Sum square resid 55.88 Adjusted R-square 0.99 Durbin-Watson stat 1.44

Prob (F-statistic 0.00

Unweighted Statistics

R-squared 0.93 Durbin-Watson stat 0.52

Sum square resid 13.45

(31)

21 yaitu 0.99 dan terdapat tujuh variabel bebas yang siginifikan dan satu variabel yang tidak signifikan, menunjukkan bahwa model terbebas dari multikolinearitas. Nilai R-squared ini menunjukkan bahwa 99.22% keragaman variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independennya yang terdapat dalam model, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel independen diluar model.

Uji Heteroskedastisitas

Hasil estimasi model daya saing produk olahan rotan Indonesia menunjukkan bahwa Sum Square Residual pada Weighted Statistics sebesar 55.87 lebih besar dari

Sum Square Residual pada Unweighted Statistics sebesar 13.45, artinya dapat disimpulkan bahwa pada model daya saing produk olahan rotan Indonesia tidak terjadi masalah heteroskedastisitas.

Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dapat dilakukan dengan melihat nilai Durbin Watson (DW).

Dengan jumlah observasi 72, jumlah variabel independen sebanyak 8 dan α sebesar 5%

maka diperoleh nilai Durbin-Watson tabel dengan DL sebesar 1.38 dan DU sebesar 1.87

dan Durbin-Watson stat sebesar 1.43. Maka nilai Dw berada diantara DL < Dw < Du

artinya tidak dapat disimpulkan bahwa masalah autokorelasi terdapat pada model, namun karena sudah diboboti masalah autokorelasi dapat diabaikan.

Uji Normalitas

Pada panel data, perlu dilakukan uji normalitas agar dapat melihat normal atau tidaknya error terms. Hal ini dapat dilihat apabila nilai Jarque-Beralebih besar dari α,

maka error menyebar normal (Lampiran 5). Berdasarkan pengujian model dihasilkan bahwa nilai Jarque-Beralebih besar daripada α (0.45 > 0.05) dan nilai probabilitas juga lebih besar daripada α (0.79 > 0.05), sehingga model daya saing produk olahan rotan Indonesia telah memiliki error term yang menyebar normal.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Daya Saing Produk Olahan Rotan Indonesia di Kawasan ASEAN dan Tiongkok

GDP Per kapita Indonesia

(32)

22

terjadi penurunan besarnya daya saing produk olahan rotan Indonesia sebesar 0.59 %,

ceteris paribus. Pertumbuhan GDP per kapita Indonesia (pengekspor) merupakan salah satu indikator bagi ekspor produk olahan rotan Indonesia ke negara tujuan.

Meningkatnya GDP per kapita Indonesia dapat diartikan sebagai peningkatan daya beli rata-rata masyarakat Indonesia yang serta merta akan meningkatkan jumlah permintaan terhadap barang dan jasa dalam negeri termasuk permintaan produk olahan rotan Indonesia. Peningkatan konsumsi domestik akan mengurangi jumlah ekspor produk olahan rotan karena pada dasarnya ekspor dilakukan ketika terjadi kelebihan produksi ditingkat domestik. Produk olahan rotan Indonesia yang biasanya diperdagangkan ke luar negeri merupakan produk dengan kualitas yang lebih tinggi dari yang umum diperdagangkan di pasar domestik, namun dengan meningkatnya daya beli masyarakat domestik, produk olahan rotan dengan kualitas tinggi tersebut menjadi lebih terjangkau oleh konsumen lokal sehingga permintaannya pun akan meningkat.

Produksi Produk Olahan Rotan Indonesia

Produksi produk olahan rotan Indonesia merupakan jumlah produksi kerajinan dan rotan olahan di Indonesia yang akan diekspor ke pasar internasional. Variabel produksi produk olahan rotan berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5% terhadap daya saing produk olahan rotan Indonesia dilihat dari nilai probabilitasnya sebesar 0.03 lebih kecil dari taraf nyata. Koefisien variabel produksi produk olahan rotan Indonesia dalam model menunjukan nilai sebesar 0.12, artinya setiap ada kenaikan produksi produk olahan rotan Indonesia sebesar 1% maka akan meningkatkan daya saing produk olahan rotan sebesar 0.12%, ceteris paribus.

Harga Ekspor Produk Olahan Rotan Indonesia

Koefisien harga ekspor produk olahan rotan Indonesia ke negara tujuan menunjukan berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5%. Hal ini menunjukan bahwa variabel harga ekspor produk olahan rotan Indonesia merupakan salah satu faktor yang memengaruhi daya saing produk olahan rotan Indonesia. Nilai koefisien harga ekspor adalah 0.94, artinya jika harga ekspor produk olahan rotan Indonesia naik sebesar 1% maka daya saing produk olahan rotan Indonesia akan meningkat sebesar 0.94%, ceteris paribus. Pada dasarnya, peningkatan harga ekspor menggambarkan mutu dan kualitas produk olahan rotan, semakin tinggi harga ekspor produk olahan rotan Indonesia menandakan bahwa mutu dan kualitas produk olahan rotan Indonesia semakin baik sehingga nilai daya saing (nilai RCA) juga semakin tinggi di pasar internasional.

Harga Ekspor Pesaing Produk Olahan Rotan

(33)

23 harga ekspor produk olahan rotan pesaing sebesar 1%, maka akan menurunkan daya saing produk olahan rotan Indonesia sebesar 0.12%, ceteris paribus.

Nilai Tukar Rupiah

Variabel nilai tukar rupiah terhadap masing-masing negara tujuan produk olahan rotan Indonesia memiliki pengaruh signifikan secara positif terhadap daya saing produk olahan rotan Indonesia. Variabel ini memengaruhi besarnya daya saing produk olahan rotan Indonesia ke negara-negara tujuan dengan nilai koefisien sebesar 0.31. Nilai ini berarti bahwa apabila terjadi pelemahan (depresiasi) nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara tujuan sebesar 1% maka akan menyebabkan peningkatan daya saing produk olahan rotan Indonesia ke negara tujuan sebesar 0.31% dari jumlah sebelumnya,

ceteris paribus.

Volume Ekspor Produk Olahan Rotan

Berdasarkan hasil estimasi, dapat diketahui bahwa volume ekspor produk olahan rotan berpengaruh positif terhadap daya saing produk olahan rotan Indonesia. Nilai koefisien sebesar 0.88, menandakan bahwa setiap kenaikan 1% volume ekspor produk olahan rotan akan meningkatkan daya saing produk olahan rotan Indonesia sebesar 0.88%, ceteris paribus. Volume ekspor produk olahan rotan menggambarkan permintaan dunia terhadap rotan olahan. Semakin tinggi volume ekspor produk olahan rotan maka hasil produk olahan rotan Indonesia akan semakin diminati di pasar internasional. Hal ini akan berdampak pada peningkatan daya saing produk olahan rotan Indonesia.

Dummy Kebijakan Domestik Pemerintah

Nilai probabilitas dummy kebijakan pemerintah yaitu 0,00 lebih kecil dari taraf nyata 5%. Hal ini menunjukan bahwa dummy kebijakan pemerintah atas dibukanya aliran ekspor bahan baku mentah rotan berpengaruh signifikan terhadap daya saing produk olahan rotan Indonesia. Nilai koefisien dummy kebijakan pemerintah memiliki nilai -0.31, artinya akibat kebijakan pemerintah atas memperbolehkan mengekspor rotan mentah, daya saing produk olahan rotan Indonesia menjadi lebih rendah 0.31 kali rata-rata daya saing produk olahan rotan Indonesia dibandingkan sebelum diberlakukan kebijakan pemerintah, ceteris paribus. Diperbolehkannya mengekspor bahan baku rotan mentah ke luar negeri akan membuat industri pengolahan Indonesia kekurangan bahan baku sehingga akan mengurangi daya saing produk olahan rotan Indonesia.

Dummy Diberlakukannya ACFTA

Hasil pengujian pada model menunjukan bahwa nilai probabilitas variabel

(34)

24

dan Tiongkok untuk mengurangi hambatan perdagangan, salah satunya dengan penurunan tarif. Biaya masuk suatu produk barang akan menjadi lebih murah ketika biaya tarif diturunkan sehingga menyebabkan harga produk menjadi lebih murah dan semakin kompetitif. Semakin murah harga suatu produk akan memberikan insentif bagi konsumen untuk terus meningkatkan permintaan mereka sehingga ekspor produk olahan rotan Indonesia juga semakin meningkat. Faktor kebijakan ACFTA baru dapat terlihat pengaruhnya dalam jangka panjang, sedangkan periode implementasi yang terjadi masih terbatas sehingga proses penyesuaian di masyarakat maupun negara belum berjalan sempurna (Veronika 2008).

Strategi Peningkatan Daya Saing Produk Olahan Rotan Indonesia

Dari hasil analisis keunggulan komparatif dengan menggunakan Revealed Comparative Advantage (RCA) dan metode panel data dengan pendekatan fixed effect model maka dapat ditentukan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan daya saing produk olahan rotan Indonesia. Berdasarkan hasil estimasi model, faktor-faktor yang memengaruhi daya saing produk olahan rotan Indonesia diantaranya adalah volume ekspor produk olahan rotan Indonesia dan jumlah produksi produk olahan rotan Indonesia. Untuk mampu meningkatkan daya saing produk olahan rotan yang direpresentasikan oleh nilai RCA, pemerintah harus meningkatkan volume ekspor produk olahan rotan melalui inovasi desain yang modern dan tidak pasaran.

Kelemahan produk olahan rotan Indonesia adalah dari segi desain. Inovasi desain dilakukan melalui riset terhadap produk rotan yang disukai konsumen dari berbagai negara dan mengikuti berbagai pameran internasional. Saat ini desainer lokal Indonesia masih belum memiliki pengalaman yang banyak untuk menciptakan produk olahan rotan yang inovatif. Oleh karena itu, pemerintah seharusnya berkordinasi dengan pusat inovasi rotan nasional (Pirnas) untuk melakukan kerjasama dengan negara-negara maju agar menghasilkan produk olahan rotan yang baru sehingga lebih diminati di pasar internasional, sehingga ketika produk olahan rotan Indonesia mulai digemari di pasar internasional maka volume ekspor produk olahan rotan akan meningkat serta diiringi dengan peningkatan daya saing produk olahan rotan Indonesia.

Secara nasional, kebijakan pemerintah melalui SK Menteri Perdagangan Nomor 35/M-DAG/PER/11/2011 tentang melarang bahan baku rotan mentah untuk diekspor ke pasar internasional bertujuan untuk menggembangkan kembali industri kerajinan rotan di Indonesia. Melalui kebijakan tersebut, pemerintah diharapkan dapat mengawasi aliran perdagangan ekspor rotan mentah dan setengah jadi dari konsumen yang menyelewengkan bahan baku tersebut, agar rotan mentah dapat diserap dengan baik oleh industri domestik sebagai bahan baku yang menghasilkan produk olahan rotan dengan nilai tambah yang jauh lebih tinggi dibandingkan rotan mentah.

(35)

25

PENUTUP

Simpulan

Produk olahan rotan Indonesia memiliki daya saing yang rendah di kawasan ASEAN dan Tiongkok kecuali Malaysia dan Singapura. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata nilai RCA yang tidak melebihi satu selama periode 2001 hingga 2012. Daya saing produk olahan rotan Indonesia yang rendah disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang terus berubah-ubah dalam menetapkan kebijakan untuk membuka atau menutup aliran perdagangan bahan baku rotan mentah. Industri pengolahan rotan membutuhkan kebijakan yang tetap dari pemerintah melalui kepastian agar melarang aliran ekspor bahan baku rotan mentah yang sehingga rotan mentah akan beralih fungsi menjadi produk olahan hasil jadi rotan, karena Indonesia masih memiliki peranan yang cukup besar sebagai salah satu penghasil rotan terbesar di dunia sehingga akan mampu meningkatkan daya saing produk olahan rotan Indonesia.

Pada model daya saing produk olahan rotan Indonesia, variabel yang berpengaruh signifikan adalah GDP per kapita Indonesia, harga ekspor produk olahan rotan Indonesia ke negara tujuan, harga ekspor pesaing produk olahan rotan, jumlah produksi produk olahan rotan Indonesia, nilai tukar rupiah, volume ekspor produk olahan rotan Indonesia, dan dummy kebijakan domestik pemerintah, sedangkan variabel dummy

ACFTA tidak berpengaruh signifikan. Perjanjian ACFTA tidak berpengaruh signifikan terhadap model diduga akibat penerapan kebijakan yang belum berjalan lama, dan hasilnya baru bisa dilihat dalam jangka panjang, sehingga masih membutuhkan waktu untuk menyesuaikan kebijakan yang ada. Faktor-faktor yang berpengaruh positif adalah harga ekspor produk olahan rotan Indonesia ke negara tujuan, jumlah produksi produk olahan rotan Indonesia, volume ekspor produk olahan rotan Indonesia dan nilai tukar rupiah. Faktor yang memiliki hubungan negatif adalah GDP per kapita Indonesia, harga ekspor pesaing produk olahan rotan dan dummy kebijakan domestik pemerintah.

Saran

Kebijakan pemerintah atas pelarangan ekspor rotan mentah dan setengah jadi perlu diteruskan untuk mengamankan persediaan bahan baku industri meubel dan kerajinan rotan dalam negeri. Upaya yang seharusnya dilakukan pemerintah melalui Kementerian Perindustrian dan Kementrian Perdagangan untuk meningkatkan daya saing produk olahan rotan Indonesia ialah dengan meningkatkan jumlah produksi produk olahan rotan Indonesia. Meningkatkan jumlah produksi dapat dilakukan melalui inovasi desain produk hasil olahan rotan itu sendiri. Inovasi desain dilakukan melalui riset terhadap produk yang disukai konsumen di berbagai negara dan mengikuti berbagai pameran internasional. Kualitas produk dengan desain yang modern dilakukan dengan memilih standar mutu yang terbaik sebelum diekspor serta peningkatan produksi dilakukan dengan mengembangkan teknologi yang dipakai agar lebih efisien.

Gambar

Gambar 1  Nilai Ekspor Produk Olahan Rotan Indonesia ke ASEAN dan Tiongkok
Gambar 3  Kerangka Pemikiran
Gambar 4  Perkembangan Nilai Ekspor Produk Olahan Rotan Indonesia di  Kawasan
Tabel  3  Nilai RCA Produk Olahan Rotan Indonesia di Kawasan ASEAN dan Tiongkok

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian terdapat 4 faktor yang paling berperan dalam peningkatan angka kejadian sectio caesarea di RSUD Liun Kendage Tahuna pada tahun 2013, diantara

The used media in the implementation of learning trajectory of ordering decimal numbers in this study was picture of number line, LCD projector, body scales, cards of

Segala puji hanya untuk Allah SWT, hanya kepada-Nya kita memohon ampunan dan perlindungan, tidak lupa syukur atas nikmat yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif komparatif yaitu dengan membandingkan kinerja keuangan dua perusahaan.dimana analisis data yang digunakan adalah time

Jadi berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan ciri-ciri kemandirian anak usia dini adalah seorang anak yang memiliki rasa tanggung jawab dan kepercayaan

Tujuan penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui pengaruh periode implementasi support informational terhadap tingkat kecemasan pada anggota keluarga pasien yang

Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari menyebarkan kuisioner kepada konsumen yang telah melihat tayangan iklan Yamaha Jupiter MX

Telah dibuat aplikasi augmented reality berbasis sistem operasi android untuk media pembelajaran struktur mikroorganisme unisel yang berisi tentang