• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemilahan Bambu Utuh Untuk Jenis Bambu Andong (Gigantochloa Psedoarundinaceae) Dan Bambu Betung (Dendrocalamus Asper)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemilahan Bambu Utuh Untuk Jenis Bambu Andong (Gigantochloa Psedoarundinaceae) Dan Bambu Betung (Dendrocalamus Asper)"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

PEMILAHAN BAMBU UTUH UNTUK JENIS BAMBU

ANDONG (

Gigantochloa psedoarundinaceae

) DAN BAMBU

BETUNG (

Dendrocalamus asper

)

BAYU DWI SANCOKO

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemilahan Bambu Utuh untuk Jenis Bambu Andong (Gigantochloa psedoarundinaceae) dan Bambu Betung (Dendrocalamus asper) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016 Bayu Dwi Sancoko NIM E24110076

(4)

ABSTRAK

BAYU DWI SANCOKO. Pemilahan Bambu Utuh untuk Jenis Bambu Andong (Gigantochloa psedoarundinaceae) dan Bambu Betung (Dendrocalamus asper). Dibimbing oleh NARESWORO NUGROHO dan LINA KARLINASARI.

Bambu sering digunakan sebagai bahan konstruksi bangunan pengganti kayu. Penentuan kekuatan bambu dapat dilakukan berdasarkan dua cara yaitu destruktif dan nondestruktif. Kegiatan pemilahan merupakan usaha untuk menentukan mutu kekuatan bahan. Penelitian ini bertujuan mengetahui sifat modulus elastisitas (MOE) bambu melalui kegiatan pemilahan berdasarkan metode defleksi dan kecepatan gelombang ultrasonik. Bahan yang digunakan adalah bambu andong (Gigantochloa psedoarundinaceae) dan bambu betung (Dendrocalamus asper). Pengujian dilakukan menggunakan alat nondestruktif berbasis metode defleksi dengan menggunakan UTM (universal testing machine) dan mesin pemilah “Panter”, serta pengujian berbasis gelombang ultrasonik menggunakan “Sylvatestduo®”. Hasil penelitian menunjukkan bambu andong memiliki karakteristik tebal dinding pembuluh, kerapatan, kadar air, dan MOE lebih kecil dibandingkan bambu betung. Pemilahan bambu menggunakan metode gelombang ultrasonik menghasilkan nilai MOEus 2.83 kali lebih besar daripada pemilahan defleksi “Panter” (MOEp), dan 2.91 kali lebih besar lipat dibandingkan pengujian statis lentur (MOEs) baik pada bambu andong maupun bambu betung. Pemilahan bambu berdasarkan metode defleksi menghasilkan MOEp 1.03 kali lebih besar dibandingkan pengujian statis lentur (MOEs).

Kata kunci: bambu andong, bambu betung, grading, nondestruktif ABSTRACT

BAYU DWI SANCOKO. Grading System for Culm Bamboo of Andong Bamboo (Gigantochloa psedoarundinaceae) and Betung Bamboo (Dendrocalamus asper). Supervised by NARESWORO NUGROHO and LINA KARLINASARI.

Bamboo is known as construction materials for substituting of wood. Generally, the strength of material could be determined by destructive and nondestructive method. Sorting activity is an attempt to characterize the quality of material strength through nondestructive testing. The aim of this study was to determine the modulus of elasticity (MOE) of bamboo based on deflection method using UTM (universal testing machine) known as MOEs and sorting machine of “Panter” (MOEp), as well as ultrasonic waves velocity based using "Sylvatestduo®" (MOEus). Bamboo known as andong bamboo (Gigantochloa psedoarundinaceae) and betung bamboo (Dendrocalamus asper) were used in this study. The results showed that andong bamboo possessed wall thickness, density, moisture content, as well as MOE were smaller than betung bamboo. The bamboo grading using ultrasonic waves method revealed that MOEus had about 2.83 times higher than MOEp, and 2.91 times greater than that MOEs in both andong and betung. Bamboo grading based on deflection method showed that MOEp was 1.03 times greater than MOEs.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Hasil Hutan

PEMILAHAN BAMBU UTUH UNTUK JENIS BAMBU

ANDONG (

Gigantochloa psedoarundinaceae

) DAN BAMBU

BETUNG (

Dendrocalamus asper

)

BAYU DWI SANCOKO

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.Karya Karya ilmiah ini berjudul “Pemilahan Bambu Utuh untuk Jenis Bambu Andong (Gigantochloa psedoarundinaceae) dan Bambu Betung (Dendrocalamus asper).

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Naresworo Nugroho, MS dan Dr Lina Karlinasari, SHut MSc FTrop yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama kegiatan penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih kepada bapak Priyanto, SHut M.Si selaku dosen penguji. Terima kasih kepada mas Irfan sebagai laboran Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada papa, mama, kakak, serta seluruh keluarga. Terima kasih juga kepada keluarga besar Fakultas Kehutanan, keluarga besar Departemen Hasil Hutan, teman-teman kontrakan, golongan taring babi dan kekasih tercinta Dhea Ramareta serta keluarganya yang telah memberikan semangat serta doa.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2016

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

METODE PENELITIAN 2

Waktu dan Tempat 2

Alat dan Bahan 2

Prosedur Penelitian 2

Karakteristik Bambu 2

Pemilahan Bambu 2

a. Berdasarkan Metode Defleksi 2

b. Berdasarkan Kecepatan Gelombang Bunyi Ultrasonik 3

Pengujian Statis Lentur 4

Sifat Fisis Kerapatan dan Kadar Air Bambu 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Karakteristik Bambu 5

Pemilahan Bambu 7

a. Berdasarkan Metode Defleksi 7

b. Berdasarkan Kecepatan Gelombang Bunyi Ultrasonik 7

Pengujian Statis Lentur 11

Nilai Perbandingan antara MOEp (Modulus of Elasticity panter), MOEus (Modulus of Elasticity ulrasonik), dan MOEs (Modulus of Elasticity statis) 13

SIMPULAN DAN SARAN 13

Simpulan 13

Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 14

LAMPIRAN 16

(10)

DAFTAR TABEL

1 Karakteristik bambu 5

2 Sifat fisis bambu 6

3 Perbandingan nilai modulus elastisitas bambu andong dan bambu betung 13

DAFTAR GAMBAR

1 Pengujian one point loading berdasarkan metode defleksi 3 2 Penempatan tranduser pada bagian bambu (a) ruas-ruas, (b) ruas-buku,

dan (c) buku-buku. 3

3 Pengujian berdasarkan uji mekanis 4

4 Rata-rata MOEp berdasarkan metode defleksi 7

5 Rata-rata kecepatan gelombang bunyi ultrasonik dan energi rambatan

gelombang bunyi ultrasnik 9

6 Rata-rata MOEus berdasarkan kecepatan gelombang bunyi ultrasonik 11 7 Rata-rata MOEs berdasarkan pengujian statis lentur 12 8 Rata-rata MOR berdasarkan pengujian statis lentur 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Karakteristik bambu 16

2 MOE hasil pengujian bambu utuh berdasarkan metode defleksi 16 3 MOE hasil pengujian bambu utuh berdasarkan kecepatan gelombang

bunyi ultrasonik 16

4 MOE dan MOR pengujian bambu utuh berdasarkan pengujian statis

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bambu adalah hasil hutan non kayu yang banyak manfaatnya dalam kehidupan masyarakat Indonesia antara lain digunakan sebagai bahan konstruksi bangunan, alat musik, dan perabotan rumah tangga. Selain itu, bambu juga memiliki kelebihan dibandingkan dengan kayu antara lain budidaya bambu lebih mudah, lebih cepat dipanen, harganya relatif lebih murah, dan ketersediaan bambu cukup banyak.

Tanaman bambu hidup merumpun, kadang-kadang ditemui berbaris membentuk suatu garis pembatas dari suatu wilayah desa yang identik dengan batas desa di Jawa. Penduduk desa sering menanam bambu di sekitar rumahnya untuk berbagai keperluan. Bermacam-macam jenis bambu bercampur ditanam di pekarangan rumah. Menurut Krisdianto et al. (2000) pada umumnya bambu yang sering digunakan oleh masyarakat di Indonesia adalah bambu tali (Gigantochloa apus), bambu betung (Dendrocalamus asper), bambu andong (Gigantochloa psedoarundinaceae), dan bambu hitam (Gigantochloa atriviolaceae). Dari keempat bambu ini, bambu betunglah yang paling serbaguna namun tidak mudah didapat di pasaran bahan bangunan.

Kekuatan pada bagian bambu terbagi atas dua bagian yaitu bagian buku (node) dan ruas (internode). Pada bagian buku diisi oleh diafragma yaitu bagian yang membatasi rongga bambu tepatnya bagian yang menyusun bagian buku. Adanya karakteristik tersebut, maka perlu dilakukan pemilahan bambu terutama untuk keperluan sebagai bahan kontruksi bangunan.

Memilah bambu dapat dilakukan dengan cara pengujian destruktif dan nondestruktif. Pengujian destruktif adalah pengujian dengan merusak contoh uji melalui pembebanan atau penekanan sampai contoh uji tersebut rusak. Pengujian nondestruktif adalah pengujian tanpa merusak contoh uji, sehingga bahan masih dapat dimanfaatkan untuk tujuan akhir penggunaannya. Pengujian secara destruktif biasanya dilakukan menggunakan alat uji mekanis. Pengujian nondestruktif dapat dilakukan dengan cara antara lain secara visual melalui tampilan fisik, serta menggunakan metode defleksi dan metode kecepatan gelombang bunyi ultrasonik. Menurut Karlinasari et al. (2006) pengujian nondestruktif gelombang bunyi ultrasonik terdapat dua parameter utama yang digunakan untuk mengevaluasi sifat bambu yaitu kecepatan gelombang bunyi ultrasonik yang berkaitan dengan struktur bambu dan atenuasi (pelemahan energi gelombang) yang berhubungan dengan kandungan bahan. Berdasarkan pengujian secara destruktif dan nondestruktif dapat diduga dan diketahui sifat mekanis lentur bambu berupa nilai modulus elastisitas.

Tujuan Penelitian

(12)

2

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah baru mengenai pemilahan bambu dengan metode defleksi dan kecepatan gelombang bunyi ultrasonik.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan bulan Oktober 2015 di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu (RDBK) Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan adalah bambu andong (Gigantochloa psedoarundinaceae) dan bambu betung (Dendrocalamus asper) berumur 3-4 tahun yang berasal dari daerah Ciawi, Jawa Barat. Panjang bambu yang digunakan adalah 600 cm dengan masing-masing jenis bambu berjumlah 10 batang. Alat uji yang digunakan adalah mesin pemilah kayu-bambu (Panter), alat nondestruktif berbasis gelombang bunyi ultrasonik (SylvatestDuo®), alat uji statis lentur atau UTM (Universal Testing Machine) merek Baldwin, timbangan elektrik, alat ukur panjang, dudukan bambu, mesin bor, oven, desikator, dan alat tulis.

Prosedur Penelitian Karakteristik Bambu

Pada bambu yang dipilih didasarkan pada tampilan fisik bambu yang bebas cacat, batang lurus, dan tampilan warna segar. Masing-masing bambu tersebut selanjutnya diukur geometri berupa diameter bambu pada kedua ujungnya. Diameter bambu terdiri atas diameter luar dan dalam bambu. Selanjutnya, dilakukan pengukuran pada tebal dinding bambu. Setelah itu, dihitung dan diukur jumlah buku dan jarak antar buku (ruas).

Pemilahan Bambu

a. Berdasarkan Metode Defleksi

(13)

3

bambu dan dudukan bambu. Pengujian dilakukan dengan memberi beban bertahap sebesar 20 kg, 25 kg, dan 30 kg. Setiap setelah diberi beban dilakukan pembacaan lenturan pada mistar alat. Parameter pengujian yang diperoleh adalah modulus elastisitas yang dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

MOEp= Δ

P.L3

12 .Δy (D4d4) χ fk

dimana MOE adalah modulus elastisitas Panter, ΔP adalah beban (kg), L adalah

jarak sangga (cm), Δy adalah nilai defleksi pada mistar Panter (cm), D adalah diameter luar (cm), d adalah diameter dalam (cm), dan fk adalah faktor kalibrasi.

Gambar 1 Pengujian one point loading berdasarkan metode defleksi b. Berdasarkan Kecepatan Gelombang Bunyi Ultrasonik

Pada metode ini contoh uji dipotong pada kedua ujungnya untuk menyeragamkan kondisi bagian ujung yang pecah dan retak. Panjang bambu yang diuji berukuran 500 cm, 350 cm, dan 250 cm. Pengujian dilakukan dengan menempatkan 2 buah transduser dengan sudut 45 ̊ pada permukaan bambu. Satu buah transduser berfungsi sebagai pengirim (transmitter) signal gelombang bunyi ultrasonik dan transduser lainnya berfungsi sebagai penerima signal gelombang bunyi ultrasonik (receiver). Pengujian dilakukan pada bagian bambu bagian ruas-ruas, ruas-buku, dan buku-buku (Gambar 2)

Gambar 2 Penempatan tranduser pada bagian bambu (a) ruas-ruas, (b) ruas-buku, dan (c) buku-buku

45 ̊

5 ̊

Tranduser

SylvatestDuo®

(14)

4

Nilai yang diperoleh dari pengujian ini berupa waktu rambatan dan kecepatan gelombang bunyi ultrasonik. Nilai modulus elastisitas diperoleh melalui persamaan:

MOEus= χ Vus2

g

dimana MOE adalah modulus elastisitas kecepatan gelombang bunyi

ultrasonik (kg/cm2), ρ adalah kerapatan bambu (kg/cm3), Vus adalah kecepatan rambat gelombang ultrasonik (m/det), dan g adalah percepatan gravitasi bumi (9.8 m/det2).

Pengujian Statis Lentur

Pengujian statis lentur dilakukan pada alat uji mekanis. Bambu yang diuji sepanjang 250 cm. Pengujian dilakukan dengan cara pembebanan 2 titik atau two point loading (TPL). Jarak sangga adalah 100 cm dengan dudukan bambu pada kedua ujungnya untuk kestabilan posisi saat pengujian (Gambar 3). Pengujian bambu utuh dilakukan mengacu pada ISO 22157-1. Nilai sifat mekanis lentur bambu yang diuji terdiri atas modulus elastisitas statis (MOEs) dan kekuatan lentur (MOR) bambu. Nilai tersebut dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

MOEs

=

patah (kg/cm2), Pmax adalah beban maksimum (kg), D adalah diameter luar (cm), dan t adalah tebal dinding (cm).

Gambar 3 Pengujian two point loading berdasarkan metode uji mekanis.

½ P ½ P

Beban

(15)

5

Sifat Fisis Kerapatan dan Kadar Air Bambu

Kerapatan dan kadar air dilakukan pada bilah bambu yang berukuran 3 cm χ 2 cm χ tebal dinding. Pada setiap bambu dilakukan pengujian pada bagian ruas dan buku masing-masing 3 kali pengulangan. Contoh uji kemudian dihitung dan diukur dimensinya, lalu dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 103 ± 2 ̊ C untuk

memperoleh berat kering tanur. Kerapatan dan kadar air ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:

Kr (g/cm3) =

KA (%) = − χ 100

dimana Kr adalah kerapatan (g/cm3), BKU adalah berat kering udara (g), VKU adalah volume kering udara (cm3), KA adalah kadar air (%), BA adalah berat awal (g), dan BKT adalah berat kering tanur (g).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik bambu

Bambu utuh penelitian memiliki karakteristik jarak antar buku sepanjang 48 cm untuk bambu andong dan 38 cm untuk bambu betung. Sementara itu, sepanjang 600 cm terdapat 15 buku dan 18 buku masing-masing untuk bambu andong dan bambu betung, atau sebanyak 2.50 buku untuk bambu andong dan 3 buku untuk bambu betung sepanjang 100 cm.

Tabel 1 Karakteristik bambu

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa jarak antar buku (ruas) bambu andong (Gigantochloa psedoarundinaceae) lebih panjang dibandingkan dengan bambu betung (Dendrocalamus asper). Sementara itu, jumlah buku bambu andong lebih sedikit dibandingkan dengan bambu betung. Morisco (1999) menyebutkan bahwa karakteristik bambu betung memiliki jarak antar buku berkisar antara 30–60 cm.

(16)

6

dibandingkan bambu betung. Tebal dinding bambu yang diukur adalah bagian pangkal dan ujung bambu dengan selisih tebal dinding bambu andong sebesar 1.03 cm dan bambu betung sebesar 1.83 cm. Hal ini menunjukkan bahwa diameter dan tebal dinding bambu andong lebih kecil dibandingkan dengan bambu betung (Tabel 2). Hal ini sejalan dengan pernyataan Morisco (1999) yang menyebutkan bahwa bambu betung memiliki nilai diameter (6-15 cm) dan tebal dinding (1-1.5 cm).

Tabel 2 Sifat fisis bambu

Keterangan Bambu andong Bambu betung

Diameter (cm)

Rata-rata kerapatan bambu andong dan bambu betung seperti disajikan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa bagian buku lebih besar dibandingkan bagian ruas. Rata-rata kerapatan bambu andong sebesar 0.53 g/cm³ dan bambu betung sebesar 0.70 g/cm3. Haris (2008) melaporkan kerapatan bambu andong (0.75 g/cm3) lebih kecil dibandingkan dengan bambu betung (0.86 g/cm³). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tebal dinding bambu andong lebih kecil dibandingkan dengan bambu betung. Hal ini diduga terkait dengan nilai kerapatan yang dihasilkan. Lestari (2004) menyebutkan nilai kerapatan bambu andong yang kecil dikarenakan pengaruh tebal dinding yang kecil.

(17)

7

Pemilahan Bambu

a. Berdasarkan Metode Defleksi

Pemilahan berdasarkan metode defleksi ini sistem pembebanan yaitu dengan one point loading (OPL) atau pembebanan terpusat di tengah contoh uji. Nilai rata-rata MOEp (Modulus of elasticity panter) pada bambu andong sebesar 81673 kg/cm2 [Standar deviasi (SD) ± 23139 kg/cm2] dan bambu betung 104188 kg/cm2 (SD ± 35667 kg/cm2) (Gambar 4).

Gambar 4 Rata-rata MOEp berdasarkan metode defleksi

Rata-rata MOEp pada bambu andong lebih kecil 0.78 kali daripada bambu betung diduga karena karakteristik bambu andong berupa diameter, tebal dinding, dan jumlah buku lebih kecil daripada bambu betung. Bahtiar (2015) menyebutkan bahwa MOE rata-rata bambu andong bagian ujung, tengah, dan pangkal adalah sebesar 60266 kg/cm2.

b. Berdasarkan Kecepatan Gelombang Bunyi Ultrasonik

Pengujian dilakukan pada variasi panjang 500 cm, 350 cm, dan 250 cm. Rata-rata nilai kecepatan gelombang bunyi ultrasonik pada masing-masing variasi panjang (Gambar 5a) untuk bambu andong sepanjang 500 cm sebesar 5969 m/det (SD ± 358 m/det), 350 cm sebesar 6105 m/det (SD ± 225 m/det), dan 250 cm

sebesar 6895 m/det (SD ± 561 m/det). Sementara itu, kecepatan gelombang

(18)

8

6626 6894 7166 6895

5939 6132 6243 6105 5849 6011 6046 5969

0

Panjang 250 cm Panjang 350 cm Panjang 500 cm

Bambu andong

5395 5548 5713 5552 5256 5372 5427 5352

0

Panjang 250 cm Panjang 350 cm Panjang 500 cm

(19)

9

Gambar 5 Rata-rata kecepatan gelombang bunyi ultrasonik (a,b) dan energi rambatan gelombang bunyi ultasonik (c,d).

Gambar 5 menunjukkan bahwa ukuran bambu yang semakin pendek maka kecepatan gelombang bunyi ultrasonik akan semakin meningkat. Kecepatan gelombang bunyi ultrasonik pada bagian buku-buku lebih besar dibandingkan dengan bagiang ruas-ruas dan ruas-buku. Karlinasari et al. (2006) yang menyebutkan bahwa semakin pendek contoh uji maka kecepatan gelombang ultrasonik yang merambat akan semakin cepat. Hal ini berkaitan dengan panjangnya wilayah yang harus dijangkau gelombang ultrasonik terhadap jarak yang ditempuh. Sementara itu, untuk bagian ruas-ruas, ruas-buku, dan buku-buku hubungan pengujian bagian buku-buku paling besar diduga karena tebal dinding buku bambu sangat tebal daripada bagian ruas. Energi rambatan gelombang bunyi ultrasonik bambu andong lebih besar dibandingkan bambu betung, Hal ini diduga

3906 3869 3932 3902

Panjang 250 cm Panjang 350 cm Panjang 500 cm

Bambu andong

Panjang 250 cm Panjang 350 cm Panjang 500 cm

(20)

10

berkaitan dengan kecepatan bambu andong yang lebih besar daripada bambu betung.

Hasil dari nilai rata-rata MOEus (Modulus of elasticity ultrasonic) pada Gambar 6a diketahui bambu andong dengan variasi panjang 500 cm adalah sebesar 261765 kg/cm2 (SD ± 50697 kg/cm2), panjang 350 cm sebesar 264280 kg/cm2 (SD ± 47640 kg/cm2), dan panjang 250 cm sebesar 340280 kg/cm2 (SD ± 67873 kg/cm2). Nilai MOEus bambu betung variasi panjang 500 cm, 350 cm, dan 250 cm masing-masing sebesar 204418 kg/cm2 (SD ± 37847 kg/cm2), 223089 kg/cm2 (SD ± 48729 kg/cm2), dan 284518 kg/cm2 (SD ± 72161 kg/cm2) (Gambar 6b).

311 339 371

270 252 271 249 267 269

0

Panjang 250 cm Panjang 350 cm Panjang 500 cm

Bambu andong

294 268 292 204 225 240

192 205 214

Panjang 250 cm Panjang 350 cm Panjang 500 cm

(21)

11

c. MOEus Bambu andong dan Bambu betung

Gambar 6 (a,b,c) Rata-rata MOEus Bambu andong dan Bambu betung. Gambar 6 menunjukkan bahwa MOEus bambu andong dan bambu betung paling tinggi terdapat pada variasi panjang 250 cm. Menurut Mardikanto et al. (2011) menyatakan bahwa suatu bahan akan semakin kaku apabila batang bentang diperkecil. MOEus pada bagian buku-buku lebih besar dibandingkan pada bagian ruas-buku dan ruas-ruas. Hal ini diduga karena pada bagian buku memiliki kerapatan yang lebih tinggi dibandingkan pada bagian ruas. Nilai MOEus pada bambu andong lebih besar 1.22 kali daripada bambu betung, hal ini diduga karena bambu andong memiliki karakteristik berupa jarak antar buku (ruas) lebih panjang dan jumlah buku lebih sedikit, sehingga energi lebih besar dibandingkan bambu betung (Gambar 5 c,d).

Pengujian statis lentur

(22)

12

Gambar 7 Rata-rata MOEs berdasarkan pengujian statis lentur

Gambar 7 menunjukkan rata-rata MOEs bambu andong lebih kecil 0.75 kali dibandingkan dengan bambu betung. Idris et al. (1980) dan Aenudin (1995) menyebutkan bambu andong memiliki nilai MOE sebesar 96616-121395 kg/cm2 dan bambu betung sebesar 131192 kg/cm2.

Modulus patah (MOR) merupakan ukuran kekuatan suatu bambu pada saat menerima beban maksimum yang menyebabkan terjadinya kerusakan. Rata-rata nilai MOR (Gambar 8) untuk bambu andong sebesar 425 kg/cm2 (SD ± 93 kg/cm2) dan bambu betung 611 kg/cm2 (SD ± 104 kg/cm2).

Gambar 8 Rata-rata MOEs berdasarkan pengujian statis lentur

Rata-rata MOR bambu andong lebih kecil 0.69 kali dibandingkan dengan bambu betung. Haris (2008) melaporkan bahwa nilai rata-rata MOR bambu andong (837 kg/cm2) lebih kecil dibandingkan dengan bambu betung (912 kg/cm2). Dari nilai MOR yang dihasilkan dapat diketahui bahwa bambu betung lebih kuat dalam menahan beban dibandingkan dengan bambu andong.

(23)

13

Perbandingan antara MOEp (Modulus of Elasticity panter), MOEus (Modulus of Elasticity ulrasonic), dan MOEs (Modulus of Elasticity statis)

Nilai perbandingan antara kerapatan, modulus elastisitas defleksi, modulus elastisitas kecepatan gelombang bunyi ultrasonik, dan modulus elastisitas statis pada bambu dan kayu ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Perbandingan kerapatan dan modulus elastisitas bambu serta kayu Jenis masing sebesar 81673 kg/cm2 dan 77179 kg/cm2 atau memiliki nilai lebih kecil 0.76 kali dibandingkan bambu betung yang masing-masing sebesar 104188 kg/cm2 untuk (MOEp) dan 103234 kg/cm2 (MOEs). Akan tetapi, nilai MOEus pada bambu andong sebesar 288775 kg/cm2 atau memiliki nilai lebih besar 1.22 kali dibandingkan dengan bambu betung 237143 kg/cm2. Hal ini diduga karena karakteristik bambu andong memiliki jumlah buku yang lebih sedikit dibandingkan dengan bambu betung, sehingga kecepatan gelombang bunyi ultrasonik pada bambu andong lebih cepat.

(24)

14

bahwa MOEus lebih besar dibandingkan MOEp dan MOEs baik bambu maupun kayu.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Karakteristik bambu andong memiliki jumlah buku yang lebih sedikit dengan jarak antar buku lebih panjang daripada bambu betung. Pada pengujian sifat fisis bambu andong memiliki kerapatan dan kadar air lebih rendah dibandingkan bambu betung. Pemilahan bambu menggunakan metode gelombang ultrasonik memiliki nilai MOEus lebih besar 2.83 kali daripada pemilahan defleksi (MOEp) dan lebih besar 2.91 kali dibandingkan pengujian statis lentur (MOEs) baik pada bambu andong maupun bambu betung. Pemilahan bambu berdasarkan metode defleksi, memiliki (MOEp) lebih besar 1.03 kali dibandingkan pengujian statis lentur MOEs. Pada modulus patah (MOR) bambu andong lebih kecil 0.69 kali dibandingkan dengan bambu betung.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemilahan bambu utuh untuk jenis lain dan variasi panjang buluh bambu lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Aenudin. 1995. Beberapa sifat rekayasa balok laminasi bambu betung (Dendrocalamus asper Schult F Backer ex Heyne) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Azam RN. 2015. Variasi peletekan tranduser alat pengujian nondestruktif berbasis gelombang ultrasonik pada balok lentur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Bahtiar ET. 2015. Keandalan bambu untuk material konstruksi hijau [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Haris A. 2008. Pengujian sifat fisis dan mekanis buluh bambu sebagai bahan konstruksi menggunakan ISO 22157-1: 2004 [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Idris AA, Anita F, Purwito. 1980. Penelitian Bambu untuk Bahan Bangunan. Bandung (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman.

[ISO] International Organization for Standardization. 2004. Part 1. ISO 22157 Bamboo determination of physical and mechanical properties.

(25)

15

Karlinasari L, Surjokusumo S. Nugroho N. Hadi YS. 2006. Pengujian non destruktif gelombang ultrasonik pada balok tiga jenis kayu. JTHH. 19(1): 19. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Krisdianto, Sumarni G, Ismanto A. 2000. Sari Hasil Penelitian Bambu. Himpunan Sari Hasil Penelitian Rotan dan Bambu. Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Dan Perkebunan Bogor.

Lestari B. 2004. Hubungan sifat anatomis terhadap sifat fisis dan mekanis Bambu Betung (Dendrocalamus asper Backer) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Mardikanto TR, Karlinasari L, Bahtiar ET. 2011. Sifat Mekanis Kayu. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Press.

(26)

16

Lampiran 1 Karakteristik bambu

Jenis bambu

Diameter (cm) Tebal dinding (cm)

Pangkal Ujung

Dalam Luar

Dalam Luar Dalam Luar

Bambu andong Rata-rata 7,41 10,85 6,12 7,99 6,77 9,18

SD 0,77 0,70 0,48 0,53 0,48 0,68

CV % 10,37 6,45 7,87 6,58 7,05 7,43

Bambu betung Rata-rata 7,84 12,69 7,05 9,92 7,44 11,31

SD 0,91 2,43 1,27 1,96 0,83 2,11

CV % 11,65 19,14 18,00 19,70 11,21 18,70

Keterangan: SD = Standar deviasi CV (%) = Koefisien variasi

Lampiran 2 MOE hasil pengujian bambu utuh berdasarkan metode defleksi

Jenis bambu P (20kg) P (25kg) P (30kg) MOE

Y Y* Y Y* Y Y* kg/cm2

Bambu andong

Rata-rata 11,58 0,23 14,92 0,29 17,95 0,35 81.673

SD 3,97 0,08 4,65 0,09 5,19 0,10 23.139

CV % 34,27 34,27 31,16 31,16 28,94 28,94 28,33

Bambu betung

Rata-rata 4,35 0,09 6,87 0,13 8,03 0,16 104.188

SD 2,42 0,05 4,97 0,10 5,80 0,11 35.667

CV % 55,65 55,65 72,43 72,43 72,25 72,25 34,23

Keterangan: P = beban (kg) Y = defleksi (cm)

Y* = defleksi sebenarnya (cm) SD = Standar deviasi (kg/cm2)

(27)

17

Lampiran 3 MOE hasil pengujian bambu utuh berdasarkan kecepatan gelombang bunyi ultrasonik

(28)

18

Penulis dilahirkan di Malang pada tanggal 25 April 1993 sebagai anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Winasis dan Ibu Sunarlik. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 5 Malang dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur ujian tertulis SNMPTN dengan mayor Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan penulis mengikuti beberapa kegiatan praktek lapang antara lain Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Pangandaran dan Gunung Sawal Ciamis pada tahun 2013, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) pada beberapa lokasi Hutan Pendidikan Gunung Walat, KPH Cianjur, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, dan Pabrik pengelolaan Gondorukem dan Terpentin (PGT) Sindangwangi pada tahun 2014, dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional, Bali. Penulis aktif mengikuti organisasi dan kepanitiaan antara lain pernah menjadi anggota Divisi Internal 2012/2013, Anggota Divisi Kewirausahaan 2013/2014, Kepala Divisi Acara Himasiltan Care 2013, Kepala Keamanan 6th dan Anggota Komisi Disiplin KOMPAK 2013.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Intitut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pemilahan Bambu Utuh untuk Jenis Bambu Andong (Gigantochloa psedoarundinaceae) dan Bambu Betung (Dendrocalamus asper)” dibawah bimbingan Dr Ir Naresworo Nugroho, MS selaku pembimbing pertama dan Dr Lina Karlinasari, SHut MSc Ftrop selaku pembimbing kedua.

Gambar

Gambar 2 Penempatan tranduser pada bagian bambu (a) ruas-ruas, (b) ruas-buku,
Gambar 3 Pengujian two point loading berdasarkan metode uji mekanis.
Tabel 2 Sifat fisis bambu
Gambar 4 Rata-rata MOEp berdasarkan metode defleksi
+5

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara kepercayaan, kualitas informasi, harga, privasi, cara pembayaran, desain website , dan pengiriman terhadap

dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik

Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (6) dan Pasal 44 ayat (3) huruf a telah dilakukan, KEK belum dapat juga beroperasi, Dewan Nasional

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-MU peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Pengaruh Kualitas Pelayanan

Terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara merokok dan kejadian hipertensi (P < 0,05). Kebiasaan merokok meningkatkan resiko terjadinya hipertensi.

Namun sebaliknya apabila ternak yang memakannya menunjukkan gejala-gejala pusing-pusing berarti umbi gadung tersebut masih mengandung racun, oleh karena itu proses

Abstract : Dalam persaingan perbankan syariah yang semakin ketat ,makin inovasi produk menjadi kunci penting dalam meningkatkan daya saing dan memacu pertumbuhan

Jika status guru dalam pelaksanaan penelitian sebelumnya adalah guru sekolah yang menjadi objek penelitian dan kemudian dipromosikan/dimutasikan ke sekolah lain ataupun