• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunitas Amfibi di beberapa Sungai pada Suaka Margasatwa Nantu Provinsi Gorontalo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Komunitas Amfibi di beberapa Sungai pada Suaka Margasatwa Nantu Provinsi Gorontalo"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

KOMUNITAS AMFIBI DI BEBERAPA SUNGAI PADA

SUAKA MARGASATWA NANTU

PROVINSI GORONTALO

NOVI TRI AYUNINGRUM

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Komunitas Amfibi di beberapa Sungai pada Suaka Margasatwa Nantu Provinsi Gorontalo adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2015

Novi Tri Ayuningrum

(4)

ABSTRAK

NOVI TRI AYUNINGRUM. Komunitas Amfibi di Beberapa Sungai pada Suaka Margasatwa Nantu Provinsi Gorontalo. Dibimbing oleh MIRZA DIKARI KUSRINI dan AGUS PRIYONO KARTONO.

Amfibi merupakan salah satu satwa yang hidup tidak jauh dari sumber air. Keberadaan amfibi sangat dipengaruhi oleh kondisi dan tipe habitat dimana beberapa jenis dapat ditemukan di hutan rendah gangguan atau di hutan terganggu. Penelitian ini dilakukan di beberapa sungai pada Suaka Margasatwa Nantu untuk mengidentifikasi komposisi jenis amfibi, pemilihan mikrohabitat oleh amfibi, dan pola penyebaran amfibi. Pengukuran mikrohabitat dilakukan untuk mendapatkan data mengenai kecepatan arus, kedalaman sungai, tutupan kanopi, lebar sungai, dan jenis substrat. Hasil penelitian menemukan 490 ekor katak dari 15 jenis amfibi tergolong dalam empat famili. Limnonectes cf modestus merupakan jenis yang selalu ditemukan di semua sungai dengan kelimpahan tertinggi (519 individu/ha) di hutan sekunder. Habitat sungai di hutan primer dan hutan sekunder memiliki kesamaan komunitas amfibi paling tinggi (86.6%), sedangkan komunitas amfibi pada sungai di kebun tebu paling berbeda dengan sungai lainnya. Analisis menunjukkan bahwa jenis amfibi cenderung memilih kondisi mikro habitat tertentu, seperti Fejervarya limnocharis sangat erat hubungannya dengan kondisi sungai yang sangat lebar dengan tutupan kanopi terbuka. Amfibi di sungai umumnya menyebar secara mengelompok.

Kata kunci: komposisi jenis amfibi, mikrohabitat, pola penyebaran

ABSTRACT

NOVI TRI AYUNINGRUM. Stream Amphibian Community at Nantu Wildlife Sanctuary. Supervised by MIRZA DIKARI KUSRINI and AGUS PRIYONO KARTONO.

Amphibians can not be separated from water resource. They depend on the condition and type of habitat, species might live in forest with minimum disturbance but others might persist in disturbed forest. Research in streams of Nantu Wildlife Santuary aimeds to identify amphibian composition, assessed the relationship between microhabitat and amphibian species, and amphibian dispersal. Microhabitat data was obtained by measuring water velocity, stream depth canopy cover, stream width, and substrat materials. We found 490 individuals frogs from 15 species of four families. Limnonectes cf modestus were found in all streams with highest abundance of 519 individuals/ha at secondary forest. The highest similarity (86.6%) occurred between primary forest and secondary forest, whereas stream at sugar cane plantation differed from others. Analysis showed Thar species tend to prefer selected microhabitat, for instance, Fejervarya limnocharis tends to select wide stream with open canopy cover. Amphibians in the stream usually distribute in clustered mode.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

KOMUNITAS AMFIBI DI BEBERAPA SUNGAI PADA

SUAKA MARGASATWA NANTU

PROVINSI GORONTALO

NOVI TRI AYUNINGRUM

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Komunitas Amfibi di beberapa Sungai pada Suaka Margasatwa Nantu Provinsi Gorontalo

Nama : Novi Tri Ayuningrum NIM : E34100038

Disetujui oleh

Dr Ir Mirza Dikari Kusrini, MSi Pembimbing I

Dr Ir Agus Priyono Kartono, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2014 ini adalah Komunitas Amfibi di beberapa Sungai pada Suaka Margasatwa Nantu Provinsi Gorontalo.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Mirza Dikari Kusrini, MSi dan Dr Ir Agus Priyono Kartono, MSi selaku pembimbing, yang telah banyak memberikan dorongan semangat, saran, nasihat dan bimbingan selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada BOPTN DIKTI atas bantuan dan dana kepada penulis untuk melaksanakan penelitian. Museum Zoologicum Bogoriense (MZB) LIPI yang telah membantu dalam identifikasi spesies. Terima kasih kepada pihak BKSDA Manado, Bapak Muchtar Maksus selaku Kepala Seksi Suaka Margasatwa Nantu yang telah memberikan akses kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di Suaka Margasatwa Nantu. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Fata Habiburrahman Faz, Hendrik Abdul, Bapak Ridon Saleh yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data. Terima kasih kepada Ibu Elan Dado sekeluarga yang telah memberikan fasilitas kepada penulis selama penelitian. Terima kasih penulis sampaikan kepada ayah (Sunyoto), ibu (Sumiati), kakak tersayang (Andik Eko Saputra, Bayu Dwi Romadhon, Suliyani) serta seluruh keluarga atas segala doa, dukungan, dan kasih sayang kepada penulis. Tak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada Amalia Choirunnisa, SHut, Eko Hartanto, SHut, Nuning Hamidah S, SHut, Mulyadi, SHut, teman-teman Nepenthes rafflesiana KSHE 47, teman-teman dan senior di Laboratorium Katak, staf pengajar DKSHE, serta pihak-pihak lain yang telah membantu dan memberikan dukungan dan masukan kepada penulis sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2015

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR ISI vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

METODE 2

Waktu dan Lokasi 2

Pengumpulan Data 2

Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Komposisi jenis amfibi 5

Pemilihan mikrohabitat oleh amfibi 9

Pola penyebaran jenis amfibi 11

SIMPULAN DAN SARAN 12

Simpulan 12

Saran 12

(11)

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi penelitian 2

2 Perbandingan jumlah individu setiap famili di semua sungai 7

3 Kesamaan komunitas amfibi di setiap sungai 8

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Habitat merupakan suatu kesatuan dari faktor fisik dan biotik yang digunakan untuk memenuhi semua kebutuhan hidup satwa (Alikodra 2002). Habitat digunakan oleh satwa untuk tempat berkembangbiak, tempat mencari pakan, dan melakukan aktivitas harian lainnya (Inger et al. 1986). Struktur komunitas dan penyebaran spesies sangat tergantung pada faktor fisik, kimia, dan biologi lingkungan. Keberadaan suatu spesies dapat mempengaruhi keberadaan spesies lainnya dalam habitat tersebut.

Keberadaan amfibi sangat dipengaruhi oleh kondisi dan tipe habitatnya. Beberapa jenis amfibi hanya ditemukan di hutan primer dan beberapa jenis lainnya ditemukan di hutan sekunder serta hutan yang telah terdegradasi. Setiap habitat mempunyai karakteristik yang berbeda, baik secara mikro maupun makro. Perbedaan tersebut dapat mempengaruhi keberadaan jenis amfibi. Menurut Iskandar (1998), beberapa jenis amfibi tidak dapat jauh dari sumber air. Terdapat, beberapa jenis yang hanya dijumpai di perairan arus cepat hingga perairan tenang seperti genangan air. Keberadaan amfibi di suatu habitat dapat tergambarkan dari struktur komunitas amfibi yang ada di habitat tersebut. Penggunaan suatu habitat oleh amfibi sangat dipengaruhi oleh struktur komunitasnya.

Beberapa penelitian mengenai amfibi pernah dilakukan di Sulawesi antara lain di Sulawesi Tenggara yang menemukan 13 jenis amfibi dari empat famili (Gillespie et al. 2005). Penelitian lain di Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah menemukan 25 jenis amfibi dari lima famili (Wanger et al. 2011). Daftar jenis amfibi di Sulawesi dapat ditemukan dari tulisan Iskandar dan Tjan (1996) yang menyatakan bahwa di Sulawesi terdapat 40 jenis amfibi dari empat famili. Salah satu lokasi yang memiliki habitat unik dan menarik di Sulawesi adalah Suaka Margasatwa (SM) Nantu. NFCF (2009), kawasan ini merupakan salah satu habitat babi rusa (Babyrousa babyrussa) di Sulawesi. Penelitian mengenai amfibi di SM Nantu telah dilakukan pada tahun 2014 oleh Khairunnisa (2014) yang menemukan sebanyak 18 jenis amfibi dari empat famili, yakni Bufonidae, Dicroglossidae, Ranidae, dan Rhacophoridae. Penelitian tersebut hanya melakukan eksplorasi terhadap jenis-jenis amfibi yang ada tetapi tidak memperhatikan ekologi komunitas dalam kaitannya dengan kondisi mikrohabitat. Berdasarkan hasil penelitian ini maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menelaah komunitas amfibi di habitat sungai.

Tujuan Penelitian

Penelitian tentang komunitas amfibi di beberapa sungai pada SM Nantu Provinsi Gorontalo ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi:

1. Komposisi jenis amfibi di beberapa sungai.

(13)

2

METODE

Waktu dan Lokasi

Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2014. Lokasi penelitian berada di kawasan timur SM Nantu, Provinsi Gorontalo. Pengambilan data dilakukan di luar kawasan SM Nantu di daerah perbatasan antara Desa Bontula dengan Kawasan SM Nantu, serta areal di dalam kawasan SM Nantu. Luas kawasan SM Nantu adalah 31215 ha, yang terdiri atas beberapa tipe ekosistem. Tipe ekosistem tersebut adalah ekosistem hutan primer, hutan sekunder, dan areal perkebunan. Pengamatan dilakukan di lima sungai yaitu sungai pada hutan primer, sungai pada hutan sekunder, sungai daerah ekoton yang merupakan peralihan dari kebun dan hutan, sungai pada kebun jagung, dan sungai pada kebun tebu. Pemilihan lokasi pengamatan ini sama dengan lokasi pengamatan Khairunnisa (2014), walaupun hanya difokuskan pada daerah sungai.

Gambar 1 Lokasi penelitian di sungai pada daerah sekitar dan dalam Suaka Margasatwa Nantu

Pengumpulan Data Jenis dan Jumlah Individu Amfibi

Pengumpulan data amfibi dilakukan dengan metode Visual Encounter Survey

(VES) yang dikombinasikan dengan line transect sepanjang 100 m (Heyer et al.

(14)

3 Pada setiap sungai yang diamati, dibuat tiga transek pengamatan sepanjang 100 m dengan jarak transek 100 m. Pencarian amfibi dilakukan secara sistematis dengan menyusuri sungai jalur pada jalur pengamatan, difokuskan di kanan dan kiri sungai dengan jumlah pengamat empat orang. Pengamatan setiap transek dilakukan selama tiga hari.

Amfibi yang ditemukan dicatat posisi geografisnya dengan menggunakan GPS. Pengamatan dibantu dengan senter sebagai sumber cahaya. Amfibi yang ditangkap dicatat informasinya dan dimasukkan dalam kantung plastik sebagai

voucher spesimen. Data yang dicatat adalah jenis amfibi yang ditemukan, jumlah amfibi yang ditemukan, waktu perjumpaan amfibi, lokasi penemuan amfibi, dan aktivitas amfibi saat pertama kali ditemukan. Identifikasi jenis amfibi dilakukan dengan menggunakan bantuan buku identifikasi atau literatur mengenai amfibi di kawasan Wallaceae dan Sulawesi dengan Guide to the frog and reptiles of Sulawesi Tenggara off shore islands (Gillespie 2009). Dokumentasi amfibi dilakukan dengan kamera digital setelah selesai identifikasi. Beberapa individu amfibi yang ditemukan diawetkan menggunakan alkohol 70% untuk identifikasi lebih lanjut di Laboratorium Herpetologi Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Zoologi, Pusat penelitian dan pembangunan (Puslitbang) Biologi- LIPI Cibinong. Analisis genetik untuk membedakan jenis dari beberapa individu genus

Limnonectes dilakukan oleh Kusrini et al. (2015) berdasarkan spesimen yang diperoleh dari penelitian ini. Data tersebut selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam identifikasi jenis. Pengambilan spesimen tidak dilakukan untuk semua spesies. Hal ini menyebabkan semua spesies Limnonectes yang ditemukan di sungai, tidak dapat diidentifikasi dengan baik sebagai jenis tertentu. Oleh karena itu individu yang tidak dapat diidentifikasi secara meyakinkan tersebut selanjutnya dikelompokkan sebagai Limnonectes cf modestus(cf = common form).

Karakterstik Mikrohabitat

Data karakteristik mikrohabitat digunakan untuk menduga tipe-tipe habitat yang dimanfaatkan oleh amfibi di semua sungai. Data mikrohabitat yang dicatat meliputi kecepatan arus, kedalaman sungai, lebar sungai, tutupan kanopi, dan jenis substrat. Mikrohabitat yang diukur saling memiliki hubungan, yaitu kecepatan arus dipengaruhi oleh kedalaman sungai, lebar sungai, dan kekasaran dasar sungai (Odum 1993). Pengambilan data kecepatan arus, kedalaman sungai, lebar sungai, dan tutupan kanopi diukur pada titik 0 m, 50 m, dan 100 m pada setiap jalur pengamatan di kanan, tengah dan kiri sungai. Data jenis substrat sungai diambil pada titik dimana katak ditemukan. Klasifikasi peubah mikrohabitat yang diukur adalah sebagai berikut :

a. Kecepatan arus sungai

Kecepatan arus sungai diukur menggunakan tutup botol yang dihanyutkan. Kecepatan arus sungai dikategorikan sebagai berikut: sangat cepat (>1.00 m/detik), cepat (0.51-1.00 m/detik), sedang (0.25-0.50 m/detik), lambat (0.1-0.24 m/detik) dan sangat lambat (<0.1 m/detik) (Mason 1981 dalam Ningsih 2011).

b. Kedalaman sungai

(15)

4

c. Lebar sungai

Lebar sungai diukur dengan membentangkan meteran (30 m) dari tepi di sisi yang satu secara tegak lurus terhadap aliran air ke sisi yang lain di seberangnya. Lebar sungai diklasifikasikan sebagai berikut: sangat lebar (>20 m), lebar (16-20 m), agak sempit (11-15 m), sempit (6-10 m), dan sangat sempit (0-5 m).

d. Tutupan kanopi

Tutupan kanopi diukur menggunakan densiometer. Tutupan kanopi diklasifikasikan sebagai berikut: sangat rapat (81-100 %), rapat (61-80 %), agak terbuka (41-60 %), terbuka (21-40 %), dan sangat terbuka (0-20 %). e. Substrat sungai

Substrat sungai digunakan amfibi sebagai pijakan untuk beraktivitas, substrat sungai dikategorikan sebagai berikut: batu besar (>250 mm), batu kecil (50-250 mm), batu kerikil (15-50 mm), kerikil (2-15 mm), pasir (0.06-2 mm), lumpur dan tanah liat (<0.06 mm) (Dayton 2005). Selain itu terdapat substrat lain yaitu ranting dan batang kayu.

Analisis Data Kelimpahan jenis amfibi

Kelimpahan jenis amfibi digunakan untuk mengidentifikasi kelimpahan jenis amfibi di setiap sungai. Kelimpahan dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Brower dan Zar 1989):

Kelimpahan jenis amfibi =

Kesamaan komunitas amfibi antar sungai

Indeks kesamaan komunitas jenis amfibi digunakan untuk mengidentifikasi kesamaan komposisi jenis amfibi di setiap sungai. Kesamaan komunitas jenis amfibi dianalisis menggunakan software minitab 16 dengan Ward’s Linkage

Clustering berdasarkan nilai kehadiran jenis amfibi. Pemilihan mikrohabitat oleh jenis amfibi

Kecenderungan pemilihan karakteristik mikrohabitat oleh jenis amfibi dianalisis menggunakan software CANOCO dengan metode Canonical Corespondence Analysis (CCA). Mikrohabitat yang dianalisis meliputi kedalaman sungai, kecepatan arus sungai, lebar sungai, tutupan kanopi, dan jenis substrat. Pola penyebaran amfibi

Pola penyebaran amfibi dianalisis dengan menggunakan indeks dispersi. Untuk mengurangi kemungkinan bias, hanya jenis yang memiliki jumlah individu lebih dari lima ekor yang dianalisis pola penyebarannya. Persamaan indeks dispersi merupakan rasio antara nilai varian dan nilai rata-rata contoh (Ludwig dan Reynolds 1988):

(16)

5

�� = ��̅2

Keterangan:

ID : Indeks dispersi S2 : Ragam contoh

�̅ : Rata-rata

Jika contoh mengikuti sebaran poisson, maka varian contoh akan sebanding dengan rata-rata contoh dan selanjutnya nilai ID yang diharapkan = 1, yang menunjukkan bahwa populasi mengikuti pola sebaran acak. Jika varian < 1 (mendekati 0) menunjukkan pola sebaran seragam dan jika varian > 1 maka menunjukkan pola sebaran mengelompok. Selanjutnya untuk menguji indeks dispersi dengan ukuran N < 30 digunakan uji chi-square dengan persamaan sebagai berikut:

χ2 = ID (N-1) Keterangan:

χ2 : Nilai chi-square ID : Indeks dispersi N : Jumlah transek

Jika komunitas komunitas menyebar seragam χ2 < χ0.9752 ; jika menyebar mengelompok maka nilai χ2 > χ0.0252 dan jika menyebar acak maka χ0.9752 < χ2 <

χ0.9752 .

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi Jenis Amfibi Kekayaan jenis dan kelimpahan amfibi

Ditemukan 15 jenis amfibi dari empat famili dengan jumlah total individu 490 ekor. Beberapa jenis yang ditemukan merupakan endemik Sulawesi yaitu

Limnonectes heinrichi, Limnonectes cf modestus, Limnonectes larvaepartus, Occidozyga celebensis, Hylarana celebensis, Hylarana mocquardii, Hylarana macrops, Polypedates iskandari, Rhacophorus georgii, Rhacophorus monticola, dan Ingerophrynus celebensis (Tabel 1).

Hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan Khairunnisa (2014) yang menemukan 18 jenis amfibi dari empat famili. Perbedaan ini diperkirakan karena Khairunnisa (2014) melakukan penelitian di habitat terestrial dan akuatik, sedangkan penelitian ini difokuskan pada habitat akuatik. Terdapat tiga spesies yang tidak ditemukan oleh Khairunnisa (2014), yaitu Occidozyga semipalmata, P. iskandari, dan R. georgii. Selain itu terdapat enam spesies yang telah ditemukan oleh Khairunnisa (2014) namun tidak ditemukan pada penelitian ini yaitu

(17)

6

Limnonectes yang ditemukan oleh Khairunnisa (2014). Kelimpahan jenis amfibi disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Kelimpahan jenis amfibi di setiap sungai

Nama jenis Kelimpahan (individu/ha)

daerah ekoton, HS = Sungai pada hutan sekunder, HP = Sungai pada hutan primer, (-) = Amfibi tidak ditemukan, (*) = Endemik Sulawesi

Jenis Limnonectes yang belum teridentifikasi sampai tingkat spesies termasuk dalam jenis endemik Sulawesi. Pada penelitian ini paling tidak genus Limnonectes

di SM Nantu terdiri dari tiga jenis yaitu L. cf modestus, L. heinrichi, dan L. larvaepartus. Iskandar dan Tjan (1996) menyatakan bahwa herpetofauna di Sulawesi menarik karena tingkat endemisitas yang tinggi dan beberapa spesies memiliki reproduksi yang unik. Amfibi pada umumnya mengeluarkan telur dan berudunya berkembang di sungai atau genangan; namun Kusrini et la. (2015) menemukan bahwa L. larvaepartus memiliki reproduksi unik dengan menyimpan berudu di dalam perutnya. Jenis-jenis endemik Limnonectes umumnya memiliki kesamaan morfologi yang tinggi sehingga harus dilakukan analisis genetik untuk membedakan antar spesies (Iskandar et al. 2014, Kusrini et al. 2015).

(18)

7 mengenai habitat jenis tersebut. Penelitian yang telah ada, hanyalah mengenai jumlah kromosom P. iskandari oleh Riyanto et al. (2011).

Jenis H. mocquardii ditemukan paling melimpah (240 individu/ha) di sungai pada hutan primer. Hal ini diduga dipengaruhi oleh tutupan kanopi vegetasi di tepi sungai yang sangat rapat (81.7%). Menurut Wanger et al. (2009), tutupan kanopi termasuk dalam faktor yang mempengaruhi kekayaan dan kelimpahan jenis amfibi. Penemuan ini sama dengan penemuan Khairunnisa (2014) yang menemukan di habitat hutan rendah gangguan dan tanpa gangguan didominasi jenis H. mocquardii.

Penelitian Gillespie et al. (2005) di Buton menunjukkan bahwa amfibi yang ditemukan di habitat yang telah terganggu biasanya adalah jenis-jenis yang umum di hunian manusia, sedangkan di habitat yang masih utuh ditemukan jenis endemik dan jenis yang khas menurut habitatnya. Selain itu diantara habitat hutan yang mengalami sedikit gangguan dan yang mendapat gangguan sedang tidak ditemukan perbedaan nyata pada jenis maupun endemisme. Hal ini dapat dibuktikan oleh beberapa jenis endemik Sulawesi seperti R. monticola yang hanya ditemukan di sungai pada hutan primer (10 individu/ha) dan R. georgii yang hanya ditemukan di sungai pada hutan sekunder (57 individu/ha). Khairunnisa (2014) juga menemukan

R. monticola di hutan tanpa gangguan. Jenis yang dapat ditemukan di sekitar pemukiman manusia adalah D. melanostictus (8 individu/ha) di sungai pada kebun tebu. Jenis ini merupakan jenis yang biasa ditemukan di daerah terganggu dekat dengan pemukiman manusia (Iskandar 1998). Perbandingan jumlah individu setiap famili di semua sungai ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Perbandingan jumlah individu setiap famili di semua sungai Famili Dicroglossidae selalu mendominasi di semua sungai, L. cf modestus

dan F. limnocharis dapat ditemukan di semua sungai. L. cf modestus melimpah di sungai pada hutan sekunder (519 individu/ha) dan F. limnocharis merupakan jenis yang di sungai daerah ekoton (56 individu/ha) (Tabel 1). Melimpahnya jenis yang diidentifikasi sebagai L. cf modestus bisa jadi bias karena tidak ada penelaahan mendalam atas karakter morfologi dan kemungkinan terdiri dari beberapa spesies.

(19)

8

Sulawesi. Gillespie et al. (2004) di Sulawesi Tenggara menemukan 184 individu L. cf modestus dan dianggap cukup melimpah meskipun tidak diketahui nilai kelimpahan per hektar. Selain genus Limnonectes dan Fejervarya ditemukan jenis dari genus Occidozyga yaitu O. Celebensis dan O. semipalmata yang ditemukan di genangan air. Iskandar (1998) menyatakan marga Occidozyga sepenuhnya hidup di akuatik atau di air.

Famili Ranidae terdiri dari tiga jenis yaitu H. mocquardii, H. macrops, dan H. celebensis. Famili ini lebih banyak ditemukan dibanding famili Bufonidae dan Rhacophoridae, karena famili Ranidae termasuk kelompok katak yang hidup di habitat akuatik atau sekitar air mulai dari aliran tenang sampai aliran cepat (Iskandar 1998). Famili Bufonidae terdiri dari dua jenis yaitu I. celebensis dan D. melanostictus. Jenis yang dapat ditemukan di semua sungai adalah I. celebensis. Gillespie et al. (2004) menemukan telur I. celebensis di sungai, diduga jenis ini menggunakan sungai untuk berbiak. D. melanostictus hanya ditemukan di sungai pada kebun tebu karena habitat jenis ini di daerah terganggu (Iskandar 1998). Kesamaan komunitas amfibi

Amfibi di sungai pada hutan primer dan hutan sekunder membentuk satu komunitas dan memiliki kesamaan komunitas amfibi paling tinggi (86.6%). Dendrogram kesamaan komunitas amfibi disajikan pada Gambar 3. Tingginya kesamaan tersebut karena karakteristik kedua sungai hampir sama yaitu memiliki tingkat gangguan rendah, jauh dari pemukiman dan aktivitas manusia, di tepi kanan dan kiri sungai terdapat pepohonan, tumbuhan bawah, serta serasah yang hampir menutupi tanah di tepi sungai, dengan tutupan kanopi tergolong sangat rapat (81%). Hal ini menyebabkan hampir semua jenis amfibi yang ditemukan di sungai pada hutan primer dapat ditemukan di sungai pada hutan sekunder, kecuali jenis R. monticola yang hanya ditemukan di sungai pada hutan primer. Hasil ini sama dengan Wanger et al. (2009) yang menemukan komposisi jenis amfibi di hutan sekunder sama dengan komposisi amfibi di hutan primer.

HP

Gambar 3 Kesamaan komunitas amfibi di setiap sungai

(20)

9 Komunitas amfibi yang menempati sungai pada kebun jagung dan sungai daerah ekoton mengelompok dan membentuk komunitas dengan nilai kesamaan komunitas amfibi sebesar 67.1%. Kesamaan komunitas ini terbentuk karena karakteristik sungai pada kebun jagung yang hampir sama dengan sungai pada daerah ekoton yaitu lokasi kedua sungai berdekat dengan ladang dan kebun tetapi jauh dari pemukiman, memiliki bentuk habitat dan penyusun vegetasi yang hampir sama. Meskipun berada di kebun jagung namun di tepi kanan dan kiri sungai terdapat pepohonan dan tumbuhan bawah yang rapat dengan serasah yang hampir menutupi tanah. Selain itu lokasi sungai pada daerah ekoton lebih dekat dengan sungai pada kebun jagung menyebabkan komposisi jenis amfibi di kedua lokasi hampir sama. Hasil tersebut sama dengan Khairunnisa (2014) yang menemukan habitat yang jauh dari pemukiman tetapi dekat dengan kebun dan ladang memiliki kesamaan sebesar 78.39%. Hal ini karena kedua lokasi memiliki bentuk habitat dan penyusun vegetasi yang sama.

Komunitas amfibi yang menempati sungai pada kebun jagung dan daerah ekoton mengelompok dan membentuk komunitas dengan amfibi yang menempati sungai pada kebun tebu sebesar 54.3%. Hal ini dikarenakan kondisi sungai pada kebun tebu hampir sama dengan sungai pada kebun jagung yaitu berada di daerah perkebunan, terdapat batuan besar dan kecil di tepi kanan dan kiri sungai. Oleh karena itu komposisi jenis amfibi di kedua sungai memiliki kemiripan. Komunitas amfibi tersebut kemudian mengelompok dengan komunitas amfibi di sungai pada hutan primer dan sungai pada hutan sekunder dengan nilai kesamaan sebesar 29.9%. Hal ini dikarenakan kondisi sungai pada kebun tebu memiliki tutupan kanopi agak terbuka (39.3%), di tepi kanan dan kiri sungai hampir tidak ada vegetasi hanya terdapat batuan. Selain itu sungai memiliki gangguan yang tinggi karena berdekatan dengan pemukiman dan aktivitas manusia. Hal ini menyebabkan komunitas amfibi di sungai pada kebun tebu berbeda dengan komunitas amfibi di daerah berhutan yang jauh dari pemukiman dan aktivitas manusia. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Wanger et al. (2009) bahwa komposisi jenis amfibi di daerah terganggu berbeda dengan komposisi di hutan yang masih alami.

Pemilihan Mikrohabitat oleh Jenis-jenis Amfibi

Jenis R. monticola, H. celebensis, dan O. semipalmata tidak dimasukkan dalam analisis pemilihan mikrohabitat karena jumlah individu yang ditemukan masing-masing hanya satu individu. L. larvaepartus, F. cancrivora, dan D. melanostictus merupakan amfibi yang cenderung memilih sungai dengan arus lambat, substrat tanah liat dan lumpur. Iskandar (1998) menyatakan bahwa habitat

F. cancrivora berada di daerah terganggu yaitu sawah. Mikrohabitat yang dipilih F. cancrivora hampir sama dengan kondisi sawah yang memiliki substrat berupa lumpur dengan aliran air yang lambat bahkan cenderung tidak mengalir. Jenis D. melanostictus termasuk dalam famili Bufonidae yang hidupnya cenderung terestrial, namun beberapa tahapan hidupnya setengah akuatik (Iskandar 1998), sehingga cenderung memilih sungai dengan kecepatan arus lambat dan substrat tanah. Jenis

(21)

10

Gambar 4 Pemilihan mikrohabitat amfibi

Spesies : Rgeo = Rhacophorus georgii, Rmon = Rhacophorus monticola, Pisk = Polypedates iskandari, Hmoc =Hylarana mozquardii, Hmac = Hylarana macrops, Hcel= Hylarana celebensis, Flim = Fejervarya limnocharis, Fcan = Fejervarya cancrivora, Llarv = Limnonectes spV, Lhein = Limnonectes heinrichi, Lmod = Limnonectes cf modestus, Ocel = Occidozyga celebensis, Osem = Occidozyga semipalmata, Icel = Ingerophrynus celebensis, Dmel = Duttaphrynus melanostictus.

Habitat : RAN = Ranting, BKE = Batu kecil, BTG = Batang pohon, TLL =Tanah liat dan lumpur, SCPT = sangat cepat, CPT = cepat, SDG = sedang, LMBT = lambat,

F. limnocharis cenderung memilih habitat yang memiliki tutupan kanopi terbuka pada sungai yang sangat lebar. Menurut Iskandar (1998), F. limnocharis

termasuk jenis katak yang menyukai daerah sawah dan padang rumput. Kondisi mikrohabitat yang dipilih F. limnocharis hampir sama dengan kondisi sawah dan padang rumput yaitu memiliki tutupan kanopi tergolong terbuka. O. celebensis

cenderung memilih sungai dengan arus sedang pada sungai yang sangat sempit. Pemilihan mikrohabitat diduga dipengaruhi oleh perilaku O. celebensis yang termasuk dalam marga Occidozyga, dimana hidupnya selalu berada di dalam air. Menurut Iskandar (1998), marga Occidozyga terdiri atas jenis-jenis yang berukuran kecil sehingga memerlukan kecepatan arus yang tergolong sedang agar tidak terbawa oleh aliran air.

R. georgii cenderung memilih substrat batang pohon dan ranting. Hal ini berhubungan dengan peletakan busa telur R. georgii, dimana saat pengamatan ditemukan busa telur R. georgii menggantung di batang pohon yang dibawahnya

(22)

11 terdapat aliran air. Penemuan tersebut sama dengan hasil penelitian Gillespie et al.

(2007) yang menemukan busa telur R. georgii melekat secara vertikal pada permukaan batang pohon dengan jarak 1-3 m di atas permukaan air. L. heinrichi, L. cf modestus, H. mocquardii, H. macrops dan I. celebensis menunjukkan posisi jenis-jenis tersebut mendekati titik pusat, menandakan jenis tersebut semakin tidak selektif. Hasil analisis tersebut sesuai dengan Gillespie et al. (2004) yang menemukan beberapa individu I. celebensis di berbagai jenis substrat seperti tumbuhan, batang pohon, log kayu, bebatuan, dan tanah atau pasir di pinggir sungai. Menurut Iskandar dan Mumpuni (2004) di dalam IUCN Red ListL. heinrichi hidup di aliran berarus sedang sampai cepat di sungai dalam hutan.

Pola Penyebaran Jenis Amfibi Di Sungai

Pola penyebaran amfibi di lokasi penelitian umumnya bersifat mengelompok. Hal ini terjadi karena adanya keseragaman habitat sehingga satwa cenderung mengelompok di tempat yang terdapat banyak pakan (Tarumingkeng 1994). Pakan amfibi adalah serangga, cacing, dan larva serangga yang berukuran kecil, semua amfibi termasuk dalam kelompok karnivora (Iskandar 1998). Keragaman serangga di hutan dipengaruhi oleh kerapatan pohon, tumbuhan bawah, dan tutupan kanopi. Umumnya keragaman serangga di hutan primer lebih tinggi karena hutan primer memiliki kerapatan tajuk dan vegetasi yang tinggi (Haneda 2004). Hal ini sesuai dengan kondisi sungai di SM Nantu yang memiliki tutupan kanopi rata-rata tergolong rapat (72.2%) dengan tepi kanan dan kiri sungai terdapat vegetasi serta serasah yang hampir menutupi tanah dan batuan di tepi sungai. Kondisi ini membuat amfibi cenderung mengelompok di daerah bervegetasi yang terdapat serangga sebagai pakan.

Penyebaran acak ditemukan pada jenis F. limnocharis di sungai pada kebun jagung. Hal ini sesuai dengan pendapat Odum (1971) yang menyatakan bahwa penyebaran acak paling jarang ditemukan. Penyebaran seragam ditemukan pada beberapa jenis yaitu F. limnocharis di sungai pada kebun tebu, L. heinrichi di sungai pada kebun jagung, dan L. cf modestus di sungai pada hutan primer. Terdapat keseragaman dalam lingkungan hidup spesies tersebut (Tarumingkeng 1994). Selain itu Tarumingkeng (1994) menyatakan bahwa keseragaman terjadi karena adanya pengaruh negatif dari persaingan pakan atau sumberdaya lainnya. Keseragaman lingkungan hidup terlihat dari kondisi sungai pada kebun jagung di tepi kanan dan kiri sungai terdapat pepohonan, tumbuhan bawah, serasah, dan tutupan kanopi yang rapat (79.7%). Hal ini menyebabkan F. limnocharis memencar secara acak untuk mencari daerah yang terbuka, sesuai dengan habitat F. limnocharis hidup di daerah terbuka (Iskandar 1998).

(23)

12

sesuai kondisi vegetasi sehingga L. heinrichi menyebar seragam untuk mendapatkan pakan.

L. cf modestus menyebar seragam di sungai pada hutan primer diduga karena kondisi sungai pada hutan primer didominasi oleh substrat pasir, menyebabkan L. cf modestus bersaing untuk mendapatkan daerah yang lebih tinggi dari permukaan air. Hal ini didukung dengan Gillespie et al. (2004) menemukan L. cf modestus di substrat batu yang berjarak 15 cm dari permukaan tanah tidak berada di dalam air.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Ditemukan 15 jenis dari empat famili dengan total individu 490 ekor. L. cf modestus jenis yang paling melimpah (519 individu/ha) di sungai pada hutan sekunder. Komunitas amfibi di sungai pada hutan primer dengan sungai pada hutan sekunder memiliki kesamaan komunitas amfibi paling tinggi (86.6%), sedangkan komunitas amfibi di sungai pada kebun tebu dengan komunitas amfibi yang menempati sungai pada hutan primer dan sungai pada hutan sekunder memiliki kesamaan komunitas amfibi paling rendah (29.9%). 2. Amfibi memerlukan habitat yang spesifik, keberadaan mikrohabitat tertentu

bisa menjadi indikator untuk menemukan jenis tertentu.

3. Pola penyebaran amfibi di sungai didominasi oleh penyebaran mengelompok. Saran

Selama pengamatan ditemukan kebun-kebun yang berada di dalam kawasan Suaka Margasatwa yang berpotensi merusak habitat amfibi dan satwaliar lainnya. Pihak pengelola SM Nantu harus melakukan penyuluhan dari pihak pengelola kepada masyarakat agar membuka lahan di luar kawasan SM Nantu dan menindak masyarakat yang telah merambah kawasan lindung. Dari penelitian terlihat bahwa sempadan sungai yang rimbun memiliki jumlah jenis dan kelimpahan amfibi yang lebih tinggi dari pada sempadan sungai yang terbuka. Oleh karena itu perlindungan daerah riparian sangat penting bukan saja untuk melindungi tanah namun juga sebagai habitat amfibi.

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra HS. 2002. Pengelolaan Satwaliar Jilid I. Bogor (ID): Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB.

(24)

13 Dayton GH. 2005. Community assembly of xeric-adapted anurans at multiple spatial scales [thesis]. Texas (US): Department of Wildlife and Fisheries Sciences. Texas A&M University.

Gillespie GR, Lockie D, Scroggie MP, Iskandar DT. 2004. Habitat use by stream-breeding frogs in South-east Sulawesi, with some premilinary observations on community organization. Journal of Tropical Ecology. 20:439-448.

Gillespie GR, Howard S, Lockie D, Scroggie MP, Boadi L. 2005. Herpetofaunal richness and community structure of off-shore Island of Sulawesi, Indonesia.

Biotropica. 37: 279-290.

Gillespie GR, Anstis M, Howard SD, Lockie D. 2007. Description of the tadpole of the Rhacophorid frog Rhacophorus georgii Rroux (Rhacophoridae) from Sulawesi, Indonesia. Jurnal of Herpetology. 41 (1): 150-153.

Gillespie GR. 2009. Guide to the frogs and reptiles of Sulawesi Tenggara offshore islands. Victoria (AU): Wildlife conservations and science.

Haneda NF. 2004. Insect communities in the three different forest habitats of Sungai Lalang forest reserve with emphasis on selected order of insect [tesis]. Selangor (MY): Universiti Putra Malaysia.

Heyer WR, Donnelly MA, McDiarmid RW, Hayek LC, Foster MS. 1994.

Measuring and Monitoring Biological Diversity: Standard Methods for Amphibians. Washington DC (US): Smitsonian Institution Press.

Inger FR, Voris HK, Frogner KJ. 1986. Organization of a community of tadpoles in rain forest streams in Borneo. Journal of Tropical Ecology. 2:193-205. Iskandar DT. 1998. Amfibi Jawa dan Bali–Seri Panduan Lapangan. Bogor (ID):

Puslitbang LIPI.

Iskandar DT, Tjan KN. 1996. The amphibians and reptiles of Sulawesi, with notes on the distribution and chromosomal number of frogs. In: Kitchener DJ. Suyanto A (eds). Proceedings of the First International Conference on Eastern Indonesian-Australian Vertebrate Fauna. Manado, Indonesia. pp. 39-46.

Iskandar DT, Evans BJ, McGuire JA. 2014. A novel reproductive mode in frog: A new species of frog with internal fertilization and birth of tadpoles. PLoS ONE. 9(12): e115884. DOI: 10.1371/journal.pone. 0115884.

[IUCN] International Union for Conservation of Nature and Natural Resources. 2014. The IUCN Red List of Threatened Species [Internet]. [diunduh 2014 Des 12]. Tersedia pada: http://www.iucnredlist.org/ details/58360/0.

Khairunnisa LR. 2014. Keanekaragaman jenis dan sebaran spasial amfibi di Suaka Margasatwa Nantu Gorontalo [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kusrini MD, Rowley JJL, Khairunnisa LR, Shea GM, Altig R. 2015. The reproductive biology and Larvae of the first tadpole-bearing frog,

Limnonectes larvaepartus. PLoS ONE. 10(1): e116154. DOI: 10.1371/journal.pone.0116154.

Ludwig JA, Reynolds JF. 1988. Statistical Ecology: A primer on methods and computing. California (CA): John wiley and Sons.

[NFCF] Nantu Forest Conservations Found. 2009. Nantu Forest Conservations Found Feasibility Report. Sanur (ID): PT. Starling Asia.

(25)

14

Odum EP. 1993. Dasar-dasar Ekologi Edisi ketiga. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press.

Odum EP. 1971. Fundamentals of Ecology. Philadelphia (US): Saunders.

Riyanto A, Mumpuni, McGuire JA. 2011. Morphometry of striped tree frogs,

Polypedates leucomystax (Gravenhorst, 1829) from Indonesia with description of a new species. Russian Journal of Herpetology. 18 (1): 29-35. Tarumingkeng RC. 1994. Dinamika Populasi Kajian Ekologi Kuantitatif. Jakarta

(ID): Pustaka Sinar Harapan.

Wanger TC, Iskandar DT, Motzke I, Brook BW, Sodhi NS, Clough Y, Tscharntke T. 2009. Effect of land-use change on community composition of tripical amphibians and reptiles in Sulawesi. Indonesia. Conservation Biology. DOI: 10.1111/j.1523-1739.2009.01434.

(26)

15

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Magetan pada tanggal 10 November 1991. Penulis merupakan anak ketiga dari pasangan Sunyoto dan Sumiati. Penulis menempuh pendidikan di SDN Sumbersawit II (1998-2004), SMPN 1 Plaosan (2004-2007), SMAN 3 Magetan (2007-2010). Tahun 2010 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) pada Mayor Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (DKSHE). Selama masa perkuliahan penulis aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan sebagai anggota biro Pengembangan Sumberdaya Manusia Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (Himakova) pada kepengurusan 2011-2013 dan bergabung dalam Kelompok Pemerhati Herpetofauna (KPH) Himakova (2012-sekarang).

Penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cagar Alam (CA) Pangandaran dan Gunung Sawal (2012), Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) (2013), Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional (TN) Meru Betiri (2014). Penulis juga mengikuti kegiatan Eksplorasi Flora dan Fauna Indonesia (RAFFLESIA) di CA Tangkuban Perahu, CA Sukawayana dan Taman Wisata Alam (TWA) Sukawayana (2012), RAFFLESIA di CA Bojonglarang Jayanti (2013), Studi Konservasi Lingkunga (SURILI) di TN Manusela (2013).

Gambar

Tabel 1  Kelimpahan jenis amfibi di setiap sungai
Gambar 2  Perbandingan jumlah individu setiap famili di semua sungai
Gambar 3 Kesamaan komunitas amfibi di setiap sungai
Gambar 4  Pemilihan mikrohabitat amfibi

Referensi

Dokumen terkait

Komisi Pemilihan Umum Provinsi Bali (Termohon) membantah telah melakukan kekeliruan penghitungan dan pelanggaran selama penyelenggaraan Pemilukada Bali Tahun 2013 sebagaimana

Dari arah umum bidang kekar mayor dan minor, menurut R.L Ash (1967) untuk menyesuaikan arah peledakan dengan arah kekar yang ada, bidang bebas yang diambil sejajar dengan

“ Upaya Meningkatkan Keaktifan Dan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam Melalui Penggunaan Model Kooperatif Tipe Two StayTwo Stray Untuk Siswa Kelas 5 SD Negeri Randuacir 02

Ada tiga tujuan dalam penelitian ini, 1) Untuk mendeskripsikan kepemimpinan kepala sekolah di SMK Negeri 2 Temanggung, 2) Untuk mendeskripsikan pengembangan

Dalam menganalisis data, penelitian ini menggunakan analisa model interaktif menurut Miles dan Huberman dalam Herdiansyah (2012: 164) yakni berupa; 1) pengumpulan data,

done under my supervision and is suitable for submission for the award of M.Phil, degree in Urdu. It is further certified that this work has not been submitted to any other

1) Ancaman yang dirasakan, merupakan seberapa besar kemungkinan seseorang dapat mengalami suatu penyakit atau kondisi tertentu. Sebagai contoh, seorang perokok yang

Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagoi innovator , kepala sekolah/madrasah harus memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis