• Tidak ada hasil yang ditemukan

Suplementasi Sodium Dodecyl Sulphate dan Vitamin E terhadap Kualitas Semen Cair Ayam Lokal yang Dipreservasi pada Suhu 5 oC

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Suplementasi Sodium Dodecyl Sulphate dan Vitamin E terhadap Kualitas Semen Cair Ayam Lokal yang Dipreservasi pada Suhu 5 oC"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

NU’εAN HIDAYAT

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

SUPLEMENTASI

SODIUM DODECYL SULPHATE

DAN VITAMIN E

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Suplementasi Sodium Dodecyl Sulphate dan Vitamin E terhadap Kualitas Semen Cair Ayam Lokal yang Dipreservasi pada Suhu 5 oC adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Nu’man Hidayat

(4)

NU’MAN HIDAYAT. Suplementasi Sodium Dodecyl Sulphate dan Vitamin E terhadap Kualitas Semen Cair Ayam Lokal yang Dipreservasi pada Suhu 5 oC. Dibimbing oleh CECE SUMANTRI, RUDI AFNAN dan R. IIS ARIFIANTINI.

Tujuan penelitian ini untuk menentukan pengaruh suplementasi sodium dodecyl sulphate (SDS) dan vitamin E dalam pengencer ringer laktat-kuning telur (RLKT) pada preservasi spermatozoa ayam serta membandingkan kualitas spermatozoa beberapa rumpun ayam pejantan lokal secara in-vivo dan in-vitro. Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap yaitu; 1) Suplementasi SDS dalam pengencer RLKT, 2) Suplementasi vitamin E dalam pengencer RLKT dengan level SDS terbaik, 3) Uji banding kualitas spermatozoa ayam lokal dengan pengencer terbaik tahap 2, 4) Uji banding fertilitas dan periode fertil spermatozoa ayam lokal melalui IB pada ayam petelur ISA Brown dengan pengencer terbaik tahap 2. Penelitian tahap 1 sampai 3 menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) repeated measurement dengan ulangan masing-masing 4 kali, sedangkan tahap 4 menggunakan RAL dengan 3 kali ulangan.

Hasil penelitian tahap 1 menunjukkan motilitas dan viabilitas spermatozoa pada RLKT yang disuplementasi 0.025% SDS (72.08±1.44% dan 80.82±1.30%) signifikan lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan dengan 0% dan 0.05% SDS pada penyimpanan 24 jam. Tidak ada perbedaan motilitas dan viabilitas spermatozoa antara 0% dan 0.05% SDS. Penurunan motilitas dan viabilitas spermatozoa menunjukkan suplementasi 0.025% SDS (4.17±2.89% dan 4.65±1.63%) signifikan lebih rendah (P<0.05) dibandingkan dengan 0% dan 0.05% SDS pada penyimpanan 24 jam.

Hasil penelitian tahap 2 menunjukkan motilitas dan viabilitas spermatozoa pada RLKT dengan 0.025% SDS yang disuplementasi 2% vitamin E (77.92±0.74% dan 87.37±0.75%) signifikan lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan dengan 0%; 0.5%; 1% dan 3% vitamin E pada penyimpanan 12 jam. Penurunan motilitas dan viabilitas spermatozoa menunjukkan suplementasi 2% vitamin E (2.92±0.74% dan 5.52±0.65%) signifikan lebih rendah dibandingkan dengan 0%; 0.5%; 1% dan 3% vitamin E pada penyimpanan 12 jam.

Hasil penelitian tahap 3 menunjukkan rumpun ayam berpengaruh terhadap motilitas dan viabilitas spermatozoa (P<0.05). Selama periode penyimpanan, motilitas dan viabilitas spermatozoa paling tinggi ditunjukkan oleh ayam pelung sedangkan yang terendah dihasilkan oleh ayam kampung. Motilitas dan viabilitas spermatozoa ayam pelung (72.50±1.12% dan 81.94±1.12%) lebih tinggi daripada ayam sentul (68.33±1.05% dan 80.95±1.06%), ayam merawang (65.83±1.54% dan 76.83±1.26%) dan ayam kampung (64.17±1.54% dan 77.96±1.38%) pada penyimpanan 24 jam.

(5)

(11.33±0.33 hari), kemudian diikuti oleh ayam sentul (11.00±0.58 hari), ayam kampung (10.33±0.88 hari) dan ayam merawang (10.00±0.58 hari).

Kesimpulan, suplementasi SDS 0.025% & vitamin E 2% pada RL-KT dapat mempertahankan motilitas dan viabilitas spermatozoa ayam pelung selama penyimpanan 72 jam pada suhu 5 °C. Motilitas dan viabilitas spermatozoa ayam pelung paling baik dibandingkan ayam sentul, ayam merawang dan ayam kampung selama penyimpanan 72 jam pada suhu 5 °C. Fertilitas tertinggi ditunjukkan oleh ayam pelung dan terendah oleh ayam merawang. Periode fertil keempat rumpun ayam berkisar 10 sampai 11 hari.

(6)

NU'MAN HIDAYAT. Sodium Dodecyl Sulphate and Vitamin E Supplementation on Liquid Semen Quality of Local Chicken Preserved at 5 oC. Guided by CECE SUMANTRI, RUDI AFNAN and R. IIS ARIFIANTINI.

The objective of this experiment was to determine the effect of sodium dodecyl sulphate (SDS) and vitamin E supplementation to the lactate ringer-egg yolk (LREY) diluents on the pelung chicken semen preservation and to compare the semen quality of various local chicken breeds by in-vivo and in-vitro.

This study was divided into several step; 1) SDS supplementation in the LREY diluent, 2) Vitamin E supplementation in the LREY diluent with best level of SDS, 3) The appeal test of local chickens semen quality with the best diluent in phase 2, 4) The appeal test of local chickens semen fertility and fertile period through artificial insemination in laying hens ISA Brown with the best diluent in phase 2. Step 1 to step 3 were design using a completely randomized repeated measurement with 4 replications, while step 4 was design using a completely randomized with 3 replications.

Results of step 1 showed the sperm motility and viability in LREY added with 0.025% SDS (72.08±1.44% and 1.30±80.82%) was significantly higher (P<0.05) than 0% and 0.05% SDS at 24 hours of storage. No differences in sperm motility and viability between 0% and 0.05% SDS. The decrease of sperm motility and viability demonstrated that 0.025% SDS supplementation (4.17±2.89% and 4.65±1.63%) was significantly lower (P<0.05) than 0% and 0.05% SDS at 24 hours of storage.

Results of step 2 showed sperm motility and viability in LREY with 0.025% SDS which supplemented with 2% of vitamin E (77.92±0.74% and 87.37±0.75%) was significantly higher (P<0.05) compared to 0%; 0.5%; 1% and 3% vitamin E at 12 hours of storage. The decrease of sperm motility and viability demonstrated 2% vitamin E supplementation (2.92±0.74% and 0.65±5.52%) was significantly lower than 0%; 0.5%; 1% and 3% vitamin E at 12 hours of storage.

Results of step 3 showed chicken breeds affected on sperm motility and viability (P<0.05). During the storage period, the highest sperm motility and viability were demonstrated by pelung chicken. Sperm motility and viability of pelung chicken (72.50±1.12% and 81.94±1.12%) were higher than sentul chicken (68.33±1.05% and 80.95±1.06%), merawang chicken (65.83±1.54% and 76.83±1.26%) and kampung chicken (64.17±1.54% and 77.96±1.38%) at 24 hours storage.

Results of step 4 showed chicken breeds affect on fertility (P<0.05), but did not affect the fertile period. Fertility of pelung chicken (62.10±2.76%) was higher than kampung chicken (49.47±3.68%) and merawang chicken (48.15±1.85%), but no difference between sentul chicken fertility (57.94 ± 4.83%) with others. The longest fertile period was demonstrated by pelung chicken (11.33±0.33 days), followed by sentul chicken (11.00±0.58 days), kampung chicken (10.33±0.88 days) and merawang chicken (10.00±0.58 days).

(7)

kampung chicken and merawang chicken during 72 hours of storage at 5 °C. The highest fertility was demonstrated by pelung chicken and the lowest by merawang chicken. Fertile period of four chicken breeds ranged from 10 to 11 days.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan NU’εAN HIDAYAT

SUPLEMENTASI

SODIUM DODECYL SULPHATE

DAN VITAMIN E

TERHADAP KUALITAS SEMEN CAIR AYAM LOKAL

YANG DIPRESERVASI PADA SUHU 5

o

C

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)

Judul Tesis : Suplementasi Sodium Dodecyl Sulphate dan Vitamin E terhadap Kualitas Semen Cair Ayam Lokal yang Dipreservasi pada Suhu 5 oC

Nama : Nu’man Hidayat

NIM : D151130081

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Cece Sumantri, MSc Ketua

Dr Rudi Afnan, SPt MScAgr Anggota

Prof Dr Dra R. Iis Arifiantini, MSi Anggota

Diketahui oleh Ketua Program Studi

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Dr Ir Salundik, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang dilaksanakan dari bulan Juni sampai September 2014 ini adalah spermatozoa ayam, dengan judul Suplementasi Sodium Dodecyl Sulphate dan Vitamin E terhadap Kualitas Semen Cair Ayam Lokal yang Dipreservasi pada Suhu 5 oC.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (DIKTI) yang telah memberikan dana beasiswa pada studi Magister melalui BPPDN-CD (Beasiswa Program Pascasarjana Dalam Negeri Calon Dosen). Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Cece Sumantri, MSc, Bapak Dr Rudi Afnan, SPt MScAgr, dan Ibu Prof Dr Dra R. Iis Arifiantini, MSi selaku pembimbing. Selain itu, kepada semua pihak yang telah membantu penelitian ini, penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada Saudara Khaerudin, Junaedi, Mutakin, Pak Dadang, dan Pak Bondan beserta staf Laboratorium Unit Rehabilitasi Reproduksi IPB. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ayahanda H Ahmad Ridwan Arifin, Ibunda Hj Siti Sofiyah Marwati, dan seluruh keluarga atas doa dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

(13)

DAFTAR ISI

Pengaruh Konsentrasi SDS terhadap Kualitas Semen Ayam Pelung

dalam Pengencer Ringer Laktat-Kuning Telur 17

Penurunan Kualitas Semen Ayam Pelung dengan Suplementasi SDS

dalam Pengencer Ringer Laktat-Kuning Telur 18

Pengaruh Vitamin E terhadap Kualitas Semen Ayam Pelung dalam Pengencer Ringer Laktat-Kuning Telur dengan Suplementasi SDS

0.025% 20

Penurunan Kualitas Semen Ayam Pelung dengan Suplementasi Vitamin E dalam Pengencer Ringer Laktat-Kuning Telur dengan

Penambahan SDS 0.025% 22

(14)

DAFTAR ISI (lanjutan)

Pengaruh Rumpun Ayam Lokal terhadap Kualitas Semen dalam Pengencer Ringer Laktat-Kuning Telur dengan Suplementasi SDS

0.025% dan Vitamin E 2% 26

Penurunan Kualitas Semen Berbagai Rumpun Ayam Lokal dalam Pengencer Ringer Laktat-Kuning Telur dengan Suplementasi SDS

0.025% dan Vitamin E 2% 27

Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Semen yang

Disimpan pada Suhu 5 oC 29

Pengaruh Rumpun Ayam Lokal terhadap Fertilitas dan Periode Fertil

Semen yang Disimpan 24 Jam pada Suhu 5 oC 30

SIMPULAN DAN SARAN 32

Simpulan 32

Saran 32

DAFTAR PUSTAKA 33

(15)

DAFTAR TABEL

1 Komposisi bahan pengencer 10

2 Karakteristik semen segar ayam pelung 16

3 Persentase motilitas spermatozoa dengan penambahan SDS dalam

pengencer ringer laktat-kuning telur 17

4 Persentase viabilitas spermatozoa dengan penambahan SDS dalam

pengencer ringer laktat-kuning telur 18

5 Persentase motilitas spermatozoa dengan suplementasi vitamin E dalam pengencer ringer laktat-kuning telur dengan SDS 0.025% 21 6 Persentase viabilitas spermatozoa dengan suplementasi vitamin E dalam

ringer laktat-kuning telur dengan SDS 0.025% 21

7 Karakteristik semen segar berbagai rumpun ayam lokal 25 8 Persentase motilitas spermatozoa berbagai rumpun ayam lokal dengan

suplementasi vitamin E 2% dalam pengencer ringer laktat-kuning telur

dengan SDS 0.025% 27

9 Persentase viabilitas spermatozoa berbagai rumpun ayam lokal dengan suplementasi vitamin E 2% dalam pengencer ringer laktat-kuning telur

dengan SDS 0.025% 27

10 Fertilitas dan periode fertil berbagai rumpun ayam lokal hasil inseminasi

buatan dengan ayam petelur ISA Brown 30

DAFTAR GAMBAR

1 Penurunan motilitas spermatozoa dalam pengencer ringer laktat-kuning telur dengan suplementasi SDS selama periode penyimpanan pada suhu

5 °C 18

2 Penurunan viabilitas spermatozoa dalam pengencer ringer laktat-kuning telur dengan suplementasi SDS selama periode penyimpanan pada suhu

5 °C 19

3 Penurunan motilitas spermatozoa dalam pengencer ringer laktat-kuning telur dan SDS 0.025% dengan suplementasi vitamin E selama periode

penyimpanan pada suhu 5 °C 22

4 Penurunan viabilitas spermatozoa dalam pengencer ringer laktat-kuning telur dan SDS 0.025% dengan suplementasi vitamin E selama periode

penyimpanan pada suhu 5 °C 23

5 Penurunan motilitas spermatozoa berbagai rumpun ayam lokal selama

periode penyimpanan pada suhu 5 °C 28

6 Penurunan viabilitas spermatozoa berbagai rumpun ayam lokal selama

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil analisis ragam (ANOVA) dan uji Duncan pengaruh suplementasi sodium dodecyl sulphate (SDS) terhadap motilitas dan viabilitas

spermatozoa ayam pelung 38

2 Hasil analisis ragam (ANOVA) dan uji Duncan pengaruh suplementasi vitamin E terhadap motilitas dan viabilitas spermatozoa ayam pelung 42 3 Hasil analisis ragam (ANOVA) dan uji Duncan kualitas semen segar

berbagai rumpun ayam lokal (pelung, sentul, kampung, dan merawang) 48 4 Hasil analisis ragam (ANOVA) dan uji duncan pengaruh rumpun ayam

lokal terhadap motilitas dan viabilitas spermatozoa 50 5 Hasil analisis ragam (ANOVA) dan uji Duncan pengaruh rumpun ayam

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan ayam lokal di Indonesia dari tahun ke tahun belum mengalami peningkatan yang signifikan. Populasi ayam kampung pada tahun 2009 sebesar 249 juta ekor dan pada tahun 2013 sebesar 276 juta ekor (BPS 2015). Populasi ayam kampung masih sangat rendah bila dibandingkan dengan ayam broiler yang mencapai 1.34 milyar ekor pada tahun 2013. Produksi daging ayam kampung pada tahun 2013 menyumbang 10.91% (319 ribu ton), sedangkan produksi daging ayam broiler menyumbang 51.15% (1.5 juta ton) dari total 2.92 juta ton kebutuhan daging nasional. Hal ini karena produktivitas yang masih sangat rendah dan belum dikembangkan secara optimal. Oleh karena itu, peningkatan populasi melalui bioteknologi reproduksi perlu dilakukan.

Kelebihan dari ayam lokal adalah daging maupun telurnya memiliki cita rasa yang lebih disukai daripada ayam ras. Namun, ketersediaan bibit yang berkualitas masih menjadi kendala. Bibit yang ada merupakan hasil perkawinan beberapa strain secara bebas sehingga sangat memungkinkan terjadinya perkawinan sedarah (inbreeding). Akibatnya secara genetik pertumbuhan ayam lokal lambat dan untuk mencapai bobot siap potong memerlukan waktu cukup lama. Selain itu, dewasa kelamin lambat dan produksi telur rendah serta masih mempunyai sifat mengeram. Oleh karena itu, inseminasi buatan (IB) perlu dilakukan untuk menyilangkan ayam lokal dengan ayam petelur dengan tujuan mendapatkan keturunan dalam jumlah banyak dengan pertambahan bobot badan yang tinggi.

Keberhasilan IB ditentukan oleh beberapa faktor antara lain fertilitas spermatozoa, jenis pengencer yang digunakan, dosis dan interval IB, pengelolaan semen, waktu dan teknik pelaksanaan IB serta keterampilan inseminator. Fertilitas spermatozoa sangat dipengaruhi oleh kualitas semen. Pengenceran semen perlu dilakukan untuk menunjang kehidupan spermatozoa dan memperbanyak volume semen cair agar lebih banyak betina yang diinseminasi. Salah satu pengencer yang dapat digunakan adalah ringer laktat. Tujuan penggunaan ringer laktat adalah untuk memberikan sifat buffer dalam semen yang dapat mencegah perubahan pH dengan menetralisasi produk asam laktat dari hasil metabolisme spermatozoa sehingga meminimalkan terjadinya penurunan kualitas spermatozoa sampai digunakan untuk inseminasi (Bearden et al. 2004).

(18)

Spermatozoa yang disimpan dalam waktu yang cukup lama memerlukan sember energi untuk mempertahankan daya hidupnya. Menurut Douard et al. (2004), penggunaan Beltsville poultry semen extender (BPSE) yang ditambahkan sumber energi di dalamnya mengakibatkan motilitas spermatozoa kalkun meningkat secara signifikan sebesar 3.9% dari perlakuan tanpa penambahan sumber energi yang disimpan selama 24 jam pada suhu 4 ºC. Kuning telur dapat dijadikan sebagai bahan tambahan pengencer karena selain mengandung energi yang diperlukan bagi spermatozoa juga mengandung lipoprotein dan lesitin yang dapat melindungi dan mempertahankan integritas selubung lipoprotein membran spermatozoa sehingga meminimalkan pengaruh cold shock pada saat penyimpanan suhu rendah. Namun, konsentrasi kuning telur yang tinggi dapat menurunkan motilitas spermatozoa. Hal tersebut disebabkan globular molekul kuning telur cukup besar yang dapat menghambat gerakan spermatozoa sehingga perlu ditambahkan sodium dodecyl sulphate (SDS) untuk memperkecil molekul tersebut.

Sodium dodecyl sulphate merupakan surfaktan yang dapat melarutkan dan meningkatkan dispersi globular kuning telur dalam pengencer sehingga motilitas spermatozoa tetap terjaga (Tsutsui et al. 2000). Suplementasi SDS 0.05% pada bahan pengencer trehalose-kuning telur dapat meningkatkan motilitas progresif sebesar 63±0.6% pada spermatozoa kambing setelah pembekuan (Aboagla dan Terada 2004).

Spermatozoa akan tetap melakukan metabolisme selama penyimpanan dan salah satu hasil metabolismenya adalah radikal bebas. Radikal bebas tersebut bersifat reaktif yang berbahaya bagi kelangsungan hidup spermatozoa sehingga diperlukan penambahan antioksidan dalam bahan pengencer yang dapat melindungi spermatozoa dari kerusakan yang diakibatkan oleh radikal bebas. Vitamin E merupakan salah satu antioksidan yang berfungsi sebagai penghalang utama terhadap peroksida fosfolipida dalam membran ataupun di dalam sel spermatozoa. Penambahan vitamin E dengan dosis 2% pada bahan pengencer ringer laktat yang disimpan pada suhu 4 oC selama 24 jam dapat mempertahankan motilitas dan viabilitas spermatozoa ayam broiler breeder strain Ross yang berumur 30 minggu (Tabatabaei et al. 2011). Motilitas dan viabilitas spermatozoa sangat memengaruhi fertilitas dan periode fertil telur hasil inseminasi buatan.

Perumusan Masalah

(19)

perlu adanya antioksidan berupa vitamin E dalam pengencer semen untuk meminimalkan kerusakan spermatozoa yang disebabkan oleh radikal bebas yang dihasilkan dari proses metabolisme spermatozoa selama penyimpanan. Berdasarkan uraian tersebut maka permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian adalah seberapa besar pengaruh suplementasi SDS dan vitamin E pada pengencer ringer laktat-kuning telur terhadap kualitas spermatozoa ayam lokal secara in-vitro pada suhu 5 ºC dan in-vivo.

Tujuan Penelitian

1. Menganalisis pengaruh suplementasi SDS dalam bahan pengencer ringer laktat-kuning telur terhadap kualitas spermatozoa ayam lokal yang disimpan pada suhu 5 ºC.

2. Menganalisis pengaruh suplementasi vitamin E dalam bahan pengencer ringer laktat-kuning telur dengan level SDS terbaik terhadap kualitas spermatozoa ayam lokal yang disimpan pada suhu 5 ºC.

3. Menganalisis kualitas spermatozoa berbagai rumpun ayam lokal dengan suplementasi SDS dan vitamin E pada level terbaik dalam pengencer ringer laktat-kuning telur yang disimpan pada suhu 5 ºC.

4. Menguji fertilitas dan periode fertil spermatozoa berbagai rumpun ayam lokal melalui IB dengan suplementasi SDS dan vitamin E pada level terbaik dalam pengencer ringer laktat-kuning telur pasca penyimpanan semen selama 24 jam pada suhu 5 ºC.

Manfaat Penelitian

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Ayam Lokal Indonesia

Ayam digolongkan ke dalam kingdom Animalia, filum Chordata, subfilum Vertebrata, kelas Aves, super ordo Carinatae, ordo Galliformes dan spesies Gallus gallus (Scanes et al. 2004). Ayam merupakan hasil domestikasi selama beberapa periode. Nenek moyang ayam yang menyebar di seluruh dunia berasal dari empat jenis ayam liar, yaitu ayam Hutan Merah (Gallus gallus), ayam Hutan Sri Lanka (Gallus lafayetti), ayam Hutan Abu-abu atau ayam Sonnerat (Gallus sonneratti) dan ayam Hutan Jawa (Gallus varius). Nenek moyang ayam yang utama adalah ayam Hutan Merah (Gallus gallus).

Ayam lokal Indonesia meliputi 31 jenis ayam asli dan ayam dari luar Indonesia yang telah beradaptasi baik dengan lingkungan Indonesia yang memiliki karakteristik morfologi yang khas dan berbeda berdasarkan daerah asal. Ayam-ayam lokal yang telah diidentifikasi tersebut adalah ayam kampung, pelung, wareng, sentul, bangkok, kedu hitam, kedu putih, lamba, ciparage, banten, siem, nagrak, walik, cemani, sedayu, olagan, nusa penida, merawang, sumatera, balenggek, melayu, nunukan, tolaki, maleo, jepun, ayunai, tukung, brugo, bekisar, cukir/alas/cangehgar, dan kasintu (Nataamijaya 2000).

Ayam Pelung

Ayam pelung adalah ayam lokal Indonesia, yang merupakan khas Cianjur, Jawa Barat. Ayam pelung lebih populer sebagai ayam penyanyi karena memiliki suara kokok yang merdu. Nataamijaya et al. (2003) menambahkan ayam pelung juga memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai ayam pedaging karena ayam ini digolongkan ke dalam tipe berat dengan bobot badan dewasa umur 52 minggu mencapai 3.51±0.21 kg pada jantan dan 2.045±0.18 kg pada betina. Karakteristik semen segar ayam pelung menurut penelitian Iskandar et al. (2005) adalah sebagai berikut: volume semen per ejakulasi 0.3±0.11 mL, semen berwarna putih, konsistensi semen kental, gerakan massa spermatozoa berkisar antara (+++) sampai (++++) (baik sampai sangat baik), motilitas spermatozoa 80%, konsentrasi spermatozoa 2.38±0.36 x 109 sel mL-1 dan persentase spermatozoa normal 83.00±5.76%. Abnormalitas spermatozoa ayam pelung sebesar 15.50% (Widya et al. 2013).

Ayam Sentul

(21)

al. (2003) bahwa ayam sentul secara umum memiliki warna bulu abu-abu/kelabu sebagai warna dasar yang dihiasi warna lain.

Bobot badan ayam sentul rata-rata 2.515 kg dengan pertambahan bobot badan harian cukup tinggi, yaitu 70.30±1.87 g. Ayam sentul mampu menghasilkan 12 sampai 30 butir telur dalam satu periode peneluran (20 sampai 35 hari) (Sulandari et al. 2007). Ayam sentul mampu bertelur dengan tingkat persentase henday mencapai 57.14% jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ayam kampung (17% henday) apabila dipelihara dengan sistem pemeliharaan intensif (Gunawan et al. 2004). Volume semen yang dihasilkan satu kali ejakulasi adalah 0.33 mL dengan konsentrasi spermatozoa 3.031 x 109 sel mL-1 dan motilitas 71.95% (Soeparna et al. 2005). Menurut Iskandar (2007), abnormalitas spermatozoa ayam sentul sebesar 16.5%.

Ayam Kampung

Ayam kampung memiliki keragaman fenotipe dan genotipe yang cukup tinggi. Secara umum, ciri-ciri ayam kampung adalah memiliki tubuh yang ramping, kaki panjang dan warna bulu beragam. Bobot badan ayam kampung dewasa adalah 1.5 sampai 1.8 kg pada jantan dan 1.0 sampai 1.4 kg pada betina (Sulandari et al. 2007). Ayam kampung memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan ayam sentul, tetapi produksi telur ayam kampung lebih rendah dari ayam sentul. Telur yang dihasilkan ayam kampung dalam satu tahun sebanyak 47 sampai 59 butir, sedangkan ayam sentul berproduksi sebanyak 118 butir (Sulandari et al. 2007). Volume semen ayam kampung setiap ejakulasi sebesar 0.3±0.06 mL dengan konsentrasi spermatozoa 3.13±29.30 x 109 sel mL-1, motilitas dan viabilitas spermatozoa masing-masing sebesar 77±4.216% dan 92.5±2.37% (Wiyanti et al. 2013).

Ayam Merawang

(22)

Semen Ayam

Semen adalah hasil sekresi kelamin jantan yang secara normal diejakulasikan ke dalam saluran reproduksi betina sewaktu kopulasi. Semen terdiri atas spermatozoa atau sel-sel kelamin jantan yang bersuspensi di dalam suatu cairan atau medium semigelatinous yang disebut seminal plasma. Bentuk spermatozoa unggas seperti pedang dan konsentrasinya lebih tinggi daripada ruminansia. Etches (1996) menyatakan spermatozoa unggas berbentuk panjang, silindris, dan ekor meruncing. Diameter, panjang, dan volume spermatozoa berturut-turut adalah 0.5 µm, 100 µm, dan 10 µm3. Spermatozoa unggas terdiri atas akrosom, kepala, bagian tengah (midpeace), dan ekor. Akrosom mengandung enzim proteolitik yang dibutuhkan spermatozoa untuk fertilitsasi, sedangkan pada kepala spermatozoa berisi inti sel yang membawa materi genetik. Bagian tengah dan ekor terdiri atas mitokondria dan sel sitoskeleton yang menyebabkan spermatozoa menjadi motil dan berfungsi. Junianto et al. (2002) menyatakan daya hidup semen ayam dapat mencapai 102 menit di luar tubuh pada suhu kamar.

Preservasi Semen

Kualitas spermatozoa dapat dipertahankan dengan cara menekan tingkat metabolisme spermatozoa melalui penyimpanan pada suhu rendah (2-5 °C). Penyimpanan spermatozoa pada suhu 5 °C dapat menyebabkan cold shock sehingga menyebabkan lisis pada membran spermatozoa. Efek utama cold shock akan menurunkan motilitas spermatozoa sebagai akibat kontraksi selubung lipoprotein membran sel yang lebih besar dari kandungan plasma semen sehingga memecah selubung lipoprotein membran sel dan menyebabkan keluarnya substansi intraseluler yang vital sehingga akan merusak integritas membran sel spermatozoa. Membran plasma spermatozoa mengandung banyak makromolekul yang dibutuhkan dalam proses metabolisme dan sebagai pelindung organel-organel di dalam sel dari kerusakan mekanik. Hasil metabolisme adalah energi berupa ATP yang diperlukan untuk daya gerak/motilitas spermatozoa. Dengan demikian, kerusakan membran plasma sel akan mengakibatkan terganggunya suplai energi dan pada akhirnya menurunkan motilitas spermatozoa. Rendahnya motilitas pada akhirnya akan menyebabkan fertilitas dan periode fertil spermatozoa lebih singkat. Hal ini sejalan dengan lama penyimpanan yang mengakibatkan perubahan integrasi membran sel berupa pembengkakan pada daerah akrosom dari spermatozoa. Fungsi akrosom dalam proses fertilisasi sangat penting karena menghasilkan enzim hyaluronidase atau zona lysine yang penting untuk penerobosan ovum (Froman dan Kirby 2008).

Ringer Laktat

(23)

volume semen sehingga lebih banyak betina yang diinseminasi. Salah satu larutan yang dapat digunakan untuk pengencer adalah ringer laktat. Komposisi ringer laktat adalah 6 g Natrium Klorida, 0.2 g Kalsium Klorida dihidrat, 0.3 g Kalium Klorida, dan 3.1 g sodium laktat dalam setiap 1000 mL larutan (Otsuka 2008). Larutan ringer laktat terdiri dari bermacam-macam garam mineral yang memiliki daya penyangga pH (buffer) dan isotonik yang dapat mendukung motilitas spermatozoa dalam waktu yang lebih lama. Semen ayam mengandung unsur-unsur elektrolit berupa asam klorida, kalsium, kalium, natrium dan magnesium. Larutan ringer laktat memiliki kandungan natrium klorida yang sama dengan unsur-unsur elektrolit dari plasma semen ayam seperti natrium, klorida, kalsium, dan magnesium (Solihati et al. 2006).

Tujuan penggunaan ringer laktat sebagai bahan pengencer adalah untuk memberikan sifat buffer dalam semen karena spermatozoa yang disimpan pada suhu kamar akan cepat mengalami penurunan kualitas dan bisa digunakan untuk inseminasi buatan tidak lebih dari 30 menit setelah penampungan (Isnaini dan Suyadi 2000). Kapasitas buffer harus dapat mencegah perubahan pH dengan menetralisir produksi asam dari metabolisme spermatozoa/isotonic sodium citrate (Bearden dan Fuquay 2000). Berdasarkan penelitian Ridwan dan Rusdin (2008), pengenceran semen ayam kampung dengan menggunakan ringer laktat menghasilkan fertilitas paling tinggi yaitu mencapai 74.73% dan periode fertil telur hingga 15.3 hari. Menurut penelitian Danang et al. (2012), kualitas semen dapat dipertahankan pada suhu 4 oC sampai 18 jam menggunakan ringer laktat dengan motilitas individu 47±5.87%, viabilitas 69.4±3.34% dan abnormalitas 15±0.82%.

Kuning Telur

Cold shock atau cekaman dingin dapat terjadi akibat penurunan suhu secara mendadak dari suhu tubuh yang lebih tinggi ke suhu lebih rendah sehingga akan menurunkan viabilitas sel dan perubahan dalam susunan struktur membran. Fenomena cekaman dingin pada sel belum diketahui secara pasti, tetapi kemungkinan berkaitan dengan fase transisi dari membran lipid yang menyebabkan terjadinya fase pemisahan dan penurunan sifat-sifat permiabilitas secara selektif dari membran biologik sel hidup. Para peneliti di bidang preservasi semen biasa menambahkan susu atau kuning telur dalam pengencer untuk mengurangi pengaruh cold shock (Akhter et al. 2010; Andrabi et al. 2008).

(24)

Sodium Dodecyl Sulphate (SDS)

Surfaktan adalah zat yang mempunyai kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan jika diberikan dalam konsentrasi rendah. Struktur surfaktan terdiri dari dua bagian, yaitu bagian ekor dan kepala. Bagian ekor merupakan bagian hidrofobik atau tidak suka air, yang artinya dibutuhkan energi yang besar untuk melakukan kontak dengan air. Bagian ekor ini terbentuk dari rantai karbon, yang bersifat jika makin panjang makin baik untuk menangkap kotoran non polar. Bagian kepala merupakan bagian hidrofilik atau menyukai air, yang tidak memerlukan energi besar untuk melakukan kontak dengan air. Sodium dodecyl sulphate (SDS) merupakan salah satu surfaktan yang banyak dijual dalam merek dagang Equex STM paste yang digunakan sebagai suplemen pengencer semen berbagai ternak (Ponglowhapan dan Chatdarong 2008). Sifat fisika dan kimia dari SDS (CH3(CH2)11OSO3- Na+) antara lain adalah padat, berwarna putih, mudah terbakar, larut dalam air, rentang titik lebur/beku 204-207 °C, titik nyala 180 °C, berat jenis relatif 0.370 g cm-3, berat molekul 288.38 g mol-1, dan mempunyai nilai pH 7.2.

Molekul SDS memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak (lipofilik) sehingga dapat melarutkan dan meningkatkan dispersi globular kuning telur di dalam pengencer. Hal tersebut mengakibatkan peningkatan interaksi kuning telur dengan membran sel spermatozoa sehingga dapat melindungi spermatozoa dari pengaruh cold shock. Konsentrasi SDS yang tinggi akan bersifat toksik sehingga perlu dicari konsentrasi terbaik untuk preservasi semen tersebut.

Antioksidan (Vitamin E)

Vitamin E merupakan vitamin yang larut dalam lemak. Vitamin ini secara

alami memiliki 8 isomer yang dikelompokkan dalam 4 tokoferol (α, , , δ) dan 4 tokotrienol (α, , , δ). Bentuk vitamin E dibedakan berdasarkan letak berbagai grup metil pada cincin fenil rantai cabang molekul dan ketidakjenuhan rantai

cabang. α-tokoferol merupakan bentuk tokoferol yang paling aktif dan paling penting untuk aktivitas biologi tubuh sehingga aktivitas vitamin E diukur sebagai

α-tokoferol. Vitamin E cenderung meningkatkan kualitas semen ayam dengan meningkatkan konsentrasi dan viabilitas spermatozoa (Franchini et al. 2001).

(25)

Inseminasi Buatan

Inseminasi buatan umumnya dilakukan pada ternak besar. Namun, kini telah diterapkan juga pada ternak unggas. Kelebihan dari IB pada ternak unggas adalah dapat meningkatkan fertilitas telur, sedangkan kekurangannya adalah semen segar yang dihasilkan hanya dapat disimpan maksimal 30 menit setelah ejakulasi. Inseminasi buatan pada unggas dapat dilakukan melalui dua teknik, yaitu teknik intravagina dan intrauteri. Teknik intravagina merupakan teknik IB dengan cara mendeposisikan semen pada daerah vagina dengan kedalaman sekitar 3 cm. Teknik intrauteri merupakan teknik IB dengan cara mendeposisikan semen pada daerah uterus. Teknik ini dilakukan dengan cara mendeposisikan semen di daerah uterus melalui spuit 1 mL yang telah disambung selang kateter 7 cm. Keberhasilan pelaksanaan IB ditentukan oleh beberapa faktor antara lain fertilitas spermatozoa, jenis pengencer yang digunakan, dosis dan interval IB, pengelolaan semen, waktu pelaksanaan inseminasi, teknik pelaksanaan IB, dan keterampilan inseminator. Fertilitas spermatozoa merupakan kemampuan spermatozoa dalam saluran oviduk untuk membuahi sel telur dalam waktu tertentu dan pada umumnya berkorelasi dengan kualitas semen. Syarat kualitas semen untuk IB adalah motilitas minimal sebesar 40% (Solihati et al. 2006), abnormalitas tidak boleh lebih dari 15% dan konsentrasi spermatozoa minimal sebesar 100 x 106 sel dalam satu kali inseminasi (Iskandar 2004).

(26)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2014 di Laboratorium Lapangan Fakultas Peternakan dan Laboratorium Unit Rehabilitasi Reproduksi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah ayam pejantan pelung, sentul dan merawang masing-masing sebanyak 3 ekor berumur 1-1.5 tahun serta 16 ekor ayam ras petelur ISA Brown berumur 22 minggu. Ayam dipelihara dalam kandang individu berukuran 60 cm x 60 cm x 80 cm untuk ayam jantan dan ukuran 50 cm x 60 cm x 80 cm untuk ayam betina. Ayam diberi pakan komplit komersial (2800 kkal kg-1 metabolisme energi (ME), 17% protein kasar, 3% lemak, 3% kalsium, dan 0.6% fosfor) sebanyak 120 g ekor-1 untuk ayam jantan dan 110 g ekor-1 untuk ayam betina. Bahan pengencer semen dibuat dari larutan ringer laktat, kuning telur ayam, penisilin, streptomisin, tris hydroxymethyl aminomethane, sodium dodecyl sulphate(SDS) dan vitamin E (α-tochopherol).

Peralatan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian meliputi peralatan koleksi semen (microtube dan spuit 1 mL), peralatan evaluasi semen (mikroskop elektrik, object glass, cover glass, dan mikropipet), dan peralatan penetasan (mesin tetas otomatis dan alat candling).

Prosedur Percobaan

Penelitian ini meliputi kajian pemanfaatan surfaktan dan antioksidan dalam pengencer semen ayam. Pengencer dengan konsentrasi SDS terbaik selanjutnya ditambahkan berbagai level vitamin E. Pengencer terbaik yang diperoleh kemudian digunakan sebagai pengencer semen berbagai rumpun ayam dan untuk inseminasi buatan. Oleh karena itu, penelitian ini dibagi menjadi 4 tahapan.

(27)

Tahap 1: Suplementasi Sodium Dodecyl Sulphate dalam Pengencer Ringer Laktat dan Kuning Telur

Pembuatan Bahan Pengencer

Langkah pertama sebelum koleksi semen adalah pembuatan bahan pengencer. Komposisi bahan pengencer ditunjukkan pada Tabel 1. Perlakuan dalam penelitian tahap pertama ini adalah konsentrasi sodium dedocyl sulphate (SDS) dalam pengencer ringer laktat-kuning telur 10% (RLKT) yang terbagi menjadi 3 kelompok perlakuan yaitu 0%, 0.025%, dan 0.05%. Derajat keasaman (pH) diatur hingga mencapai 6.8 menggunakan trishydroxymethyl aminomethane.

Tabel 1 Komposisi bahan pengencer

RLKT: ringer laktat-kuning telur, SDS: sodium dodecyl sulphate.

Koleksi Semen

Semen dikoleksi dari 3 ekor ayam pejantan pelung dan diulang sebanyak 4 kali koleksi dengan interval waktu 2 hari menggunakan metode pemijatan pada bagian bawah tulang pubis. Pemijatan dilakukan secara cepat dan kontinyu sampai pejantan memberi respon dengan mengeluarkan papilae. Setelah papilae keluar, jari telunjuk kanan dan kiri menekan bagian bawah tulang pubis agar semen keluar sampai refleks ejakulasi menghilang.

Evaluasi Kualitas Semen Segar

Semen yang telah dikoleksi, segera dievaluasi kualitasnya untuk mengukur volume semen, gerakan massa, motilitas, viabilitas, dan abnormalitas spermatozoa. Volume semen dihitung berdasarkan volume yang diperoleh dari masing-masing ayam pada setiap koleksi semen. Evaluasi gerakan massa spermatozoa dilakukan di bawah mikroskop dengan cara meneteskan semen segar di atas object glass kemudian diamati gerakannya di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x. Gerakan massa dinilai dengan melihat gelombang yang dihasilkan dari gerakan spermatozoa.

(28)

tipis dan merata lalu dikeringkan pada heating table. Setelah kering, preparat dievaluasi di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x berdasarkan spermatozoa yang hidup dari total spermatozoa sejumlah 200 sel. Spermatozoa yang tidak menyerap warna adalah spermatozoa yang masih hidup, sebaliknya spermatozoa yang menyerap warna adalah spermatozoa yang mati.

Konsentrasi spermatozoa dari hasil koleksi semen dievaluasi dengan prosedur sebagai berikut: Semen diencerkan sebanyak 500x, yaitu 499 µL formosalin dicampur 1 µL semen menggunakan mikropipet pada microtube. Larutan dihomogenkan sampai tercampur (2 sampai 3 menit) dengan gerakan seperti membuat angka delapan. Campuran semen tersebut diteteskan dan dimasukkan dari sisi pinggir bilik hitung Neubauer yang telah ditutup dengan cover glass. Jumlah spermatozoa dihitung pada lima kotak pada posisi pojok kanan atas, pojok kanan bawah, pojok kiri atas, pojok kiri bawah, dan kotak bagian tengah. Jika jumlah yang diperoleh adalah A, maka konsentrasi spermatozoa dalam 1 mL semen adalah A x (25 x 106) sel (Arifiantini 2012).

Evaluasi persentase spermatozoa abnormal dilakukan dengan membuat preparat ulas, seperti pada pembuatan preparat ulas pada evaluasi persentase spermatozoa hidup. Persentase spermatozoa abnormal dihitung dari total spermatozoa sejumlah 200 sel di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x.

Pengenceran Semen

Semen yang telah dievaluasi dibagi menjadi 3 bagian, masing-masing bagian diencerkan 1:3 dengan pengencer sesuai perlakuan. Semen yang telah diencerkan disimpan dalam refrigerator pada suhu 5 ºC selama 72 jam kemudian dilakukan pengamatan dalam interval 12 jam.

Evaluasi Kualitas Spermatozoa Pasca Pengenceran

Semen cair yang telah disimpan pada suhu 5 ºC, diamati motilitas dan viabilitas spermatozoa pada lama penyimpanan 0, 12, 24, 36, 48, 60, dan 72 jam.

Tahap 2: Suplementasi Vitamin E dalam Pengencer Ringer Laktat dan Kuning Telur dengan Konsentrasi SDS Terbaik Tahap ke-1

Pembuatan Bahan Pengencer

Bahan pengencer yang digunakan adalah pengencer terbaik pada tahap ke-1 dan disuplementasi dengan berbagai level antioksidan (vitamin E) yang dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan.

Perlakuan bahan pengencer + antioksidan :

RLKTSE0 : RLKT dengan konsentrasi SDS terbaik + 0% vitamin E RLKTSE0.5 : RLKT dengan konsentrasi SDS terbaik + 0.5% vitamin E RLKTSE1 : RLKT dengan konsentrasi SDS terbaik + 1% vitamin E RLKTSE2 : RLKT dengan konsentrasi SDS terbaik + 2% vitamin E RLKTSE3 : RLKT dengan konsentrasi SDS terbaik + 3% vitamin E

Koleksi Semen

(29)

Evaluasi Kualitas Semen Segar

Semen yang telah dikoleksi, segera dievaluasi kualitasnya untuk mengetahui volume semen, gerakan massa, motilitas, viabilitas dan abnormalitas spermatozoa. Metode evaluasi kualitas semen yang dilakukan sama dengan metode evaluasi kualitas semen pada penelitian tahap pertama.

Pengenceran Semen

Semen yang telah dievaluasi dibagi menjadi lima bagian, masing-masing diencerkan 1:3 dengan bahan pengencer sesuai perlakuan. Semen yang telah diencerkan disimpan dalam refrigerator dengan suhu 5 ºC selama 72 jam kemudian dilakukan pengamatan dengan interval 12 jam.

Evaluasi Kualitas Spermatozoa pasca pengenceran

Semen cair yang telah disimpan pada suhu 5 ºC, diamati motilitas dan viabilitas spermatozoa pada lama penyimpanan 0, 12, 24, 36, 48, 60, dan 72 jam.

Tahap 3: Uji Banding Kualitas Semen Ayam Lokal dengan Pengencer Terbaik Tahap ke-2

Pembuatan Bahan Pengencer

Langkah pertama yang dilakukan adalah pembuatan bahan pengencer terbaik yang dapat mempertahankan kualitas spermatozoa paling baik setelah penyimpanan semen selama 24 jam pada suhu 5 ºC pada penelitian tahap ke-2.

Koleksi Semen

Semen dikoleksi dari ayam pelung, sentul, kampung dan merawang masing-masing sebanyak 3 ekor dan diulang sebanyak 2 kali dengan interval waktu 2 hari. Metode koleksi dan evaluasi semen sama seperti pada penelitian tahap pertama. Pengenceran Semen

Semen yang telah dievaluasi dari masing-masing rumpun ayam diencerkan 1:3 dengan bahan pengencer terbaik pada penelitian tahap ke-2 dengan 3 ulangan setiap kali koleksi. Semen yang telah diencerkan disimpan dalam refrigerator dengan suhu 5 ºC selama 72 jam kemudian dilakukan pengamatan dengan interval 12 jam.

Evaluasi Kualitas Spermatozoa pasca pengenceran

Semen cair yang telah disimpan pada suhu 5 ºC, diamati motilitas dan viabilitas spermatozoa pada lama penyimpanan 0, 12, 24, 36, 48, 60, dan 72 jam.

Tahap 4: Uji Banding Keberhasilan Inseminasi Buatan Semen Ayam Lokal dengan Pengencer Terbaik Tahap ke-2

Pembuatan Bahan Pengencer

(30)

Semen dikoleksi dari ayam pelung, sentul, kampung, dan merawang masing-masing sebanyak 3 ekor sebagai perlakuan. Metode koleksi semen sama seperti pada penelitian tahap pertama.

Evaluasi Kualitas Semen

Semen yang telah dikoleksi, segera dievaluasi kualitasnya untuk menentukan volume, konsentrasi, viabilitas dan motilitas progresif spermatozoa. Metode evaluasi kualitas semen yang dilakukan sama dengan metode evaluasi kualitas semen pada penelitian tahap pertama.

Pengenceran Semen

Semen dari masing-masing rumpun ayam lokal dicampur dengan pengencer terbaik pada penelitian tahap ke-2 dengan perbandingan semen dan bahan pengencer adalah 1:4. Semen cair tersebut disimpan pada suhu 5 ºC selama 24 jam sebelum diinseminasikan.

Inseminasi Buatan

Semen cair yang telah disimpan pada suhu 5 ºC selama 24 jam tersebut diinseminasikan pada ayam petelur ISA Brown. Inseminasi buatan dilakukan dengan menggunakan metode intrauteri dengan cara menguakkan saluran reproduksi ayam betina kemudian mendeposisikan semen pada lubang sebelah kiri sedalam sekitar 7 cm (Sastrodihardjo dan Resnawati 2003). Masing-masing kelompok semen diinseminasikan dengan dosis 0.2 mL ekor-1 dan konsentrasi spermatozoa 100 x 106 sel dosis-1. Setiap unit perlakuan terdiri atas 1 ekor ayam betina dan diulang 3 kali. Telur dikoleksi selama 12 hari setelah inseminasi. Telur dikoleksi mulai hari ke-2 dan setiap 5 hari telur dimasukkan ke dalam mesin tetas otomatis.

Evaluasi Hasil Inseminasi Buatan

Fertilitas telur yang telah dimasukkan ke dalam mesin tetas otomatis diamati pada hari ke-7 melalui candling dan menentukan periode fertil telur yang dihasilkan pasca inseminasi. Fertilitas diukur dengan menghitung persentase jumlah total telur yang dibuahi dibandingkan dengan jumlah telur yang dihasilkan selama 12 hari setelah inseminasi. Periode fertil diperoleh dari rataan hari peneluran terakhir yang masih terbuahi pada masing-masing perlakuan setelah inseminasi.

Analisis Data

Rancangan Percobaan dan Analisis Statistik

(31)

Model matematik yang digunakan untuk RAL repeated measurement adalah:

Yijk: µ + τi + ij + tk + (τ*t)ik + ijk Keterangan :

Yij : Nilai pengamatan (motilitas dan viabilitas)

µ : Nilai tengah populasi

τi : Pengaruh perlakuan ke-i (i= level SDS, vitamin E, bangsa ayam) ij :Pengaruh acak subjek/ayam ke-j pada perlakuan ke-i

tk :Pengaruh periode waktu ke-k

(τ*t)ik :Pengaruh interaksi antara perlakuan ke-i dan periode waktu ke-k ijk : Galat percobaan

Model matematik yang digunakan untuk RAL adalah:

Yij: µ + αi + ij Keterangan :

Yij : Nilai pengamatan (fertilitas dan periode fertil)

µ : Nilai tengah populasi

(32)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tahap 1: Suplementasi Sodium Dodecyl Sulphate (SDS) dalam Pengencer

Ringer Laktat-Kuning Telur

Karakteristik Semen Segar Ayam Pelung

Berdasarkan hasil penelitian, rataan volume semen ayam pelung adalah 0.12±0.02 mL. Hasil ini hampir sama dengan hasil penelitian Widya et al. (2013) yang menyatakan volume semen ayam pelung sebesar 0.14 mL, akan tetapi lebih rendah dari volume ayam kampung hasil penelititan Wiyanti et al. (2013) yang mencapai 0.3±0.06 mL. Semen ayam pelung ini mempunyai pH yang netral, berwarna putih susu, dan konsistensi yang kental (Tabel 2).

Tabel 2 Karakteristik semen segar ayam pelung

Karakteristik semen Rataan ± galat baku

Konsentrasi spermatozoa (x 109 sel mL-1) 3.181±0.149

Motilitas spermatozoa (%) 82.08±1.30

Viabilitas spermatozoa (%) 92.70±1.99

Abnormalitas spermatozoa (%) 7.55±0.41

Total spermatozoa/ejakulat (x 106 sel) 370.34±22.66

Hasil evaluasi mikroskopis menunjukkan gerakan massa spermatozoa ayam pelung termasuk baik dan konsentrasi spermatozoa (3.181±0.149. x 109 sel mL-1) lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Iskandar et al. (2005) yang hanya berjumlah 2.38±0.36 x 109 sel mL-1. Konsentrasi spermatozoa sangat penting untuk menentukan dosis inseminasi buatan. Motilitas spermatozoa ayam pelung penelitian ini (82.08±1.30%) masih dalam kisaran normal, sesuai dengan pendapat Dumpala et al. (2006) yang menyatakan motilitas spermatozoa normal lebih dari 70%. Selain itu, motilitas spermatozoa ayam pelung penelitian ini lebih tinggi dibandingkan ayam broiler 74.67±1.45% (Tabatabaei et al. 2010) dan ayam hutan merah 55.2% (Malik et al. 2013). Motilitas spermatozoa merupakan salah satu faktor yang memengaruhi keberhasilan inseminasi buatan.

(33)

perbedaan individu dan umur ayam, suhu lingkungan, pakan, dan frekuensi penampungan semen. Hal ini sesuai dengan pendapat Froman dan Kirby (2008) yang menyatakan kualitas semen dipengaruhi oleh bangsa, individu, umur, ukuran badan, nutrisi pakan, dan frekuensi penampungan semen.

Pengaruh Konsentrasi SDS terhadap Kualitas Semen Ayam Pelung dalam

Pengencer Ringer Laktat-Kuning Telur

Berdasarkan hasil penelitian, motilitas spermatozoa setelah pengenceran (jam ke-0) dan 12 jam penyimpanan menunjukkan tidak adanya perbedaan antar kelompok perlakuan (P>0.05). Setelah penyimpanan 24, 36, dan 60 jam, motilitas spermatozoa pada perlakuan RLKTS0.025 lebih tinggi daripada RLKTS0 dan RLKTS0.05 (P<0.05). Pada 48 jam penyimpanan motilitas spermatozoa pada perlakuan RLKTS0.025 lebih tinggi daripada RLKTS0.05 dan RLKTS0.05 lebih tinggi daripada RLKTS0 (P<0.05). Pada akhir pengamatan (jam ke-72) motilitas spermatozoa pada perlakuan RLKTS0.025 lebih tinggi daripada RLKTS0 (P<0.05), akan tetapi tidak ada perbedaan motilitas spermatozoa pada perlakuan RLKTS0.025 dan RLKTS0.05 (Tabel 3).

Tabel 3 Persentase motilitas spermatozoa dengan penambahan SDS dalam pengencer ringer laktat-kuning telur

Waktu (jam) RLKTS0 RLKTS0.025 RLKTS0.05

0 82.08±1.30a 82.08±1.30a 82.08±1.30a

12 72.50±1.69a 76.25±1.39a 74.58±1.56a

24 64.17±1.61b 72.08±1.44a 67.08±1.79b

36 57.08±1.68b 66.25±1.09a 61.25±1.75b

48 47.50±1.57c 58.75±1.25a 53.33±1.55b

60 35.42±1.99b 47.08±1.79a 40.83±2.12b

72 18.75±1.64b 27.50±1.44a 23.33±1.78ab

RLKTS0: ringer laktat-kuning telur + SDS 0%; RLKTS0.025: ringer laktat-kuning telur + SDS 0.025%; RLKTS0.5: ringer laktat-kuning telur + SDS 0.05%; huruf berbeda yang mengikuti angka pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata pada taraf uji 5% (P<0.05).

(34)

Tabel 4 Persentase viabilitas spermatozoa dengan penambahan SDS dalam

36 67.60±1.59b 73.97±1.18a 70.26±1.54ab

48 58.39±1.60b 67.33±1.31a 61.08±1.54b

60 45.94±2.28b 55.10±1.81a 49.25±2.03ab

72 27.29±1.39b 35.48±1.38a 30.95±1.75b

RLKTS0: ringer laktat-kuning telur + SDS 0%; RLKTS0.025: ringer laktat-kuning telur + SDS 0.025%; RLKTS0.5: ringer laktat-kuning telur + SDS 0.05%; huruf berbeda yang mengikuti angka pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata pada taraf uji 5% (P<0.05).

Penurunan Kualitas Semen Ayam Pelung dengan Suplementasi SDS dalam Pengencer Ringer Laktat-Kuning Telur

Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya perbedaan penurunan motilitas dan viabilitas spermatozoa yang signifikan (P>0.05) selama penyimpanan kecuali pada penyimpanan 24 jam (P<0.05). Pada penyimpanan tersebut, penurunan motilitas dan viabilitas RLKTS0.025 (4.17±0.83% dan 4.08±0.50%) lebih rendah dari RLKTS0 (8.33± 1.12% dan 8.74± 0.51%) dan RLKTS0.05 (7.50±0.75% dan 7.08±0.57%) (Gambar 1 dan Gambar 2).

(35)

Gambar 2 Penurunan viabilitas spermatozoa dalam pengencer ringer laktat-kuning telur dengan suplementasi SDS selama periode penyimpanan pada suhu 5 °C. Garis vertikal di atas balok data menunjukkan galat baku dan huruf yang berbeda di atas balok data menunjukkan perbedaan nyata pada taraf uji 5% (P<0.05).

Hasil penelitian menunjukkan penambahan 0.025% SDS berbeda signifikan terhadap motilitas spermatozoa pada penyimpanan 24 jam sampai 72 jam pada suhu 5 °C. Hal ini membuktikan penambahan SDS ke dalam pengencer dapat mempertahankan motilitas spermatozoa selama periode inkubasi. Efek menguntungkan dari SDS pada motilitas spermatozoa dilaporkan sebelumnya oleh Aboagla dan Terada (2004), bahwa penambahan 0.05% SDS dalam pengencer yang mengandung 20% kuning telur memberikan hasil motilitas yang tinggi pada spermatozoa kambing (77.00±1.90%). Menurut Dewit et al. (2000), pembekuan spermatozoa tikus dalam pengencer yang berisi kuning telur 20% dan 0.035% dapat mempertahankan motilitasnya. Selain itu, penambahan 0.5% orvus paste pada pengencer yang mengandung 20% kuning telur signifikan meningkatkan persentase acrosome intact dan motilitas spermatozoa babi setelah pembekuan dan thawing (Yi et al. 2002).

Penambahan 0.025% SDS signifikan mempertahankan viabilitas spermatozoa pada penyimpanan 24 jam sampai 72 jam pada suhu 5 °C. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Tsutsui et al. (2000) yang menunjukkan penambahan 0.5% sampai 1.0% Orvus ES Paste (OEP) ke dalam pengencer untuk pembekuan semen anjing efektif dalam memperpanjang kelangsungan hidup spermatozoa post-thawing. Studi El-Alamy dan Foote (2001) menemukan efek yang sama, yaitu surfaktan ini mencapai viabilitas terbaik pada spermatozoa domba yang dibekukan ketika natrium dan trietanolamin lauril sulfat dimasukkan ke dalam pengencer yang berisi kuning telur.

Sodium dodecyl sulphate (SDS) merupakan salah satu jenis surfaktan anionik CH3(CH2)11OSO3-Na+ yang membawa muatan negatif. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak (lipofilik). Cara kerja SDS melindungi spermatozoa selama proses pendinginan melalui mekanisme khusus, dengan melarutkan dan meningkatkan dispersi globular kuning telur di dalam pengencer yang

(36)

menyebabkan peningkatan interaksi kuning telur dengan membran sel spermatozoa sehingga dapat melindungi spermatozoa dari pengaruh cold shock (Tsutsui et al. 2000).

Penurunan motilitas dan viabilitas secara signifikan (P<0.05) hanya terjadi pada penyimpanan 24 jam. Hal ini diduga karena pada awal penyimpanan (0 dan 12 jam), penurunan motilitas dan viabilitas spermatozoa lebih dipengaruhi oleh adaptasi spermatozoa dengan pengencer dan suhu penyimpanan rendah (5 °C). Sedangkan pada penyimpanan lebih dari 24 jam, penurunan motilitas dan viabilitas lebih diakibatkan oleh penumpukan asam laktat yang tinggi hasil metabolisme spermatozoa selama penyimpanan dan ketersediaan sumber energi yang semakin rendah. Hasil penelitian ini menunjukkan konsentrasi SDS tinggi memiliki efek yang merugikan terhadap motilitas dan viabilitas spermatozoa ayam. Motilitas dan viabilitas spermatozoa akan menurun jika ditambahkan 0.05% SDS ke dalam pengencer. El-Kon et al. (2010) menyatakan motilitas spermatozoa kambing lebih rendah ketika SDS yang ditambahkan ke dalam pengencer yang mengandung 20% kuning telur lebih dari 0.1%. Penggunaan SDS pada konsentrasi tinggi dalam pengencer dapat meningkatkan molekul bebas dari SDS yang dapat mengikat langsung membran sel spermatozoa dan menghancurkan sel tersebut (Julian et al. 2006).

Motilitas dan viabilitas spermatozoa hasil penelitian ini pada penyimpanan 72 jam (27.50±1.44% dan 35.48±1.38%) lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Indrawati et al. (2013) yaitu 60.60±0.55% dan 66.60±0.55%. Perbedaan ini diduga akibat pengencer yang digunakan berbeda. pengencer pada penelitian ini adalah ringer laktat-kuning telur, sedangkan pada penelitian Indrawati et al. (2013) adalah kuning telur fosfat. Selain itu, tekanan osmotik pengencer yang digunakan dalam penelitian ini kurang ideal yaitu berkisar 164 sampai 167 m Osm kg-1. Menurut Donoghue dan Wishart (2000), tekanan osmotik pengencer yang ideal berkisar antara 250 sampai 460 m Osm kg-1 dan apabila tekanan osmotik rendah maka dapat menyebabkan daya hidup spermatozoa tidak bertahan lama.

Tahap 2: Suplementasi Vitamin E dalam Pengencer Ringer Laktat-Kuning Telur dengan Penambahan SDS 0.025%

Pengaruh Vitamin E terhadap Kualitas Semen Ayam Pelung dalam Pengencer Ringer Laktat-Kuning Telur dengan Penambahan SDS 0.025%

(37)

Tabel 5 Persentase motilitas spermatozoa dengan suplementasi vitamin E dalam pengencer ringer laktat-kuning telur dengan SDS 0.025%

Waktu

(jam) RLKTSE0 RLKTSE0.5 RLKTSE1 RLKTSE2 RLKTSE3

0 80.83±1.04a 80.83±1.04a 80.83±1.04a 80.83±1.04a 80.83±1.04a 12 67.92±0.74c 68.33±0.71c 72.50±0.97b 77.92±0.74a 73.33±1.12b 24 61.67±1.12c 62.50±1.15c 68.33±0.71b 73.75±0.90a 70.42±0.96b 36 52.92±1.30d 54.17±1.04d 58.75±1.09c 66.67±0.94a 62.50±1.15b 48 46.67±1.28c 47.08±1.44c 52.92±1.14b 60.42±1.44a 57.92±1.79a 60 32.92±1.30c 33.75±1.52c 37.92±1.30b 45.42±1.44a 43.33±1.28b 72 25.00±1.23c 25.00±1.23c 28.33±1.55bc 35.00±1.51a 32.08±1.68ab

RLKTSE0: ringer laktat-kuning telur + SDS 0.025% + vitamin E 0%; RLKTSE0.5: ringer

laktat-kuning telur + SDS 0.025% + vitamin E 0.5%; RLKTSE1: ringer laktat-kuning telur + SDS 0.025% + vitamin E 1%; RLKTSE2: ringer laktat-kuning telur + SDS 0.025% + vitamin E 2%; RLKTSE3: ringer laktat-kuning telur + SDS 0.025% + vitamin E 3%; huruf berbeda yang mengikuti angka pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata pada taraf uji 5% (P<0.05).

Tabel 6 Persentase viabilitas spermatozoa dengan suplementasi vitamin E dalam pengencer ringer laktat-kuning telur dengan SDS 0.025%

Waktu

(jam) RLKTSE0 RLKTSE0.5 RLKTSE1 RLKTSE2 RLKTSE3

0 92.98±0.72a 93.45±0.63a 93.09±0.66a 92.89±0.48a 93.27±0.50a 12 79.84±0.77c 80.75±0.94c 83.45±0.90b 87.37±0.75a 84.82±0.89b 24 73.18±0.73c 74.61±0.95c 77.48±0.64b 82.57±0.83a 77.88±0.99a 36 64.14±1.23d 60.01±0.97d 68.24±1.03c 75.56±1.05a 70.12±1.04b 48 55.60±1.23c 57.67±1.20c 61.92±1.22b 69.27±1.36a 63.55±1.26a 60 42.38±1.21d 42.54±1.54cd 46.25±1.34c 54.38±1.37a 50.09±1.14b 72 33.07±1.26c 33.64±1.19c 36.73±1.50bc 43.64±1.79a 40.28±1.71ab

RLKTSE0: ringer laktat-kuning telur + SDS 0.025% + vitamin E 0%; RLKTSE0.5: ringer

laktat-kuning telur + SDS 0.025% + vitamin E 0.5%; RLKTSE1: ringer laktat-kuning telur + SDS 0.025% + vitamin E 1%; RLKTSE2: ringer laktat-kuning telur + SDS 0.025% + vitamin E 2%; RLKTSE3: ringer laktat-kuning telur + SDS 0.025% + vitamin E 3%; huruf berbeda yang mengikuti angka pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata pada taraf uji 5% (P<0.05).

(38)

RLKTSE3 dan RLKTSE3 lebih tinggi daripada RLKTSE1, sedangkan RLKTSE0 dan RLKTSE0.5 lebih rendah daripada RLKTSE1 (P<0.05). Viabilitas spermatozoa pada perlakuan RLKTSE2 lebih tinggi daripada RLKTSE3 dan RLKTSE3 lebih tinggi daripada RLKTSE1, sedangkan RLKTSE0 lebih rendah daripada RLKTSE1 (P<0.05) pada penyimpanan 60 jam. Pada akhir pengamatan (jam ke-72), viabilitas spermatozoa pada perlakuan RLKTSE2 lebih tinggi (P<0.05) daripada RLKTSE0.5dan RLKTSE0 (Tabel 6).

Penurunan Kualitas Semen Ayam Pelung dengan Suplementasi Vitamin E dalam Pengencer Ringer Laktat-Kuning Telur dengan Penambahan SDS 0.025%

Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan penurunan motilitas yang signifikan selama penyimpanan kecuali setelah penyimpanan 12 jam (P<0.05). Penurunan motilitas spermatozoa pada perlakuan RLKTSE2 (2.92±0.74%) lebih rendah daripada RLKTSE3 (7.50±0.97%) dan RLKTSE1 (8.33±0.71%), sedangkan penurunan motilitas spermatozoa pada perlakuan RLKTSE0 (12.92±0.74%) dan RLKTSE0.5 (12.50±0.75%) lebih tinggi daripada RLKTSE1 dan RLKTSE3 (Gambar 3).

Gambar 3 Penurunan motilitas spermatozoa dalam pengencer ringer laktat-kuning telur dan SDS 0.025% dengan suplementasi vitamin E selama periode penyimpanan pada suhu 5 °C. Garis vertikal di atas balok data menunjukkan galat baku dan huruf yang berbeda di atas balok data menunjukkan perbedaan nyata pada taraf uji 5% (P<0.05).

Penurunan viabilitas spermatozoa secara signifikan juga hanya terjadi setelah penyimpanan 12 jam (P<0.05). Penurunan viabilitas spermatozoa pada perlakuan RLKTSE2 (5.52±0.65%) lebih rendah daripada RLKTSE3 (8.45±0.85%) dan RLKTSE1 (9.64±0.64%), sedangkan penurunan viabilitas spermatozoa pada perlakuan RLKTSE0 (13.14±0.46%) dan RLKTSE0.5 (12.70±0.83%) lebih tinggi daripada RLKTSE1 dan RLKTSE3 (Gambar 4).

(39)

Gambar 4 Penurunan viabilitas spermatozoa dalam pengencer ringer laktat-kuning telur dan SDS 0.025% dengan suplementasi vitamin E selama periode penyimpanan pada suhu 5 °C. Garis vertikal di atas balok data menunjukkan galat baku dan huruf yang berbeda di atas balok data menunjukkan perbedaan nyata pada taraf uji 5% (P<0.05).

Hasil penelitian ini menunjukkan suplementasi vitamin E pada pengencer semen ayam dapat mempertahankan parameter kualitas spermatozoa termasuk motilitas dan viabilitas pada periode penyimpanan semen yang berbeda. Hasil yang sama juga ditemukan pada babi (Cerolini et al. 2000), kelinci (Yousef et al. 2003), sapi (Tvrdá et al. 2013), dan domba (Pour et al. 2013). Berdasarkan Tabel 5 dan Tabel 6, konsentrasi vitamin E terbaik yang ditambahkan pada pengencer semen ayam untuk mempertahankan motilitas dan viabilitas spermatozoa selama penyimpanan adalah 2%. Hasil ini sesuai dengan penelitian Tabatabaei et al. (2013) yang menunjukkan penambahan α-tocopherol (Vitamin E) dalam pengencer berkontribusi meningkatkan motilitas dan kelangsungan hidup spermatozoa ayammasing-masing sebesar65.33±4.42% dan 84.21±3.07%.

(40)

Spermatozoa dalam keadaan tidak bergerak saat berada di dalam saluran kelamin jantan dan akan bergerak aktif setelah terjadi kontak dengan oksigen. Sesaat setelah semen diejakulasikan, terjadi kontak antara semen dengan oksigen akan menyebabkan proses oksidatif dan glikolotik. Oksigen merupakan unsur yang esensial, tetapi kelebihan oksigen akan menyebabkan kerusakan peroksidatif. Oksigen terlibat dalam pembentukan ATP dengan mengikutsertakan enzim-enzim respirasi dan mengalami reduksi dalam rangkaian elektron transfer di dalam mitokondria pada proses respirasi. Proses reduksi oksigen tersebut dapat menghasilkan radikal bebas dan hidrogen peroksida sebagai senyawa antara. Radikal bebas adalah atom atau molekul yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya dan dapat berdiri sendiri. Kebanyakan radikal bebas bereaksi secara cepat dengan atom lain untuk mengisi orbital yang tidak berpasangan.

Menurut Best (2006), proses metabolisme sel termasuk spermatozoa akan menghasilkan radikal bebas berupa derivat O2 diantaranya superoxide (O2•-), hydroxyl (OH•), dan nitric oxide (NO•). Radikal bebas ini disebut reactive oxygen species (ROS) yang bersifat merusak ikatan rangkap asam lemak tidak jenuh pada membran sel spermatozoa sehingga terjadi peroksidasi lemak. Membran plasma berperan besar dalam mengatur pergerakan keluar masuknya ion kasium ke dalam spermatozoa. Oleh karena itu, peroksidasi lemak akan menurunkan integritas membran yang menyebabkan akumulasi ion kalsium sehingga mengganggu motilitas spermatozoa dan akibatnya membahayakan kelangsungan hidup spermatozoa.

Sel spermatozoa dilengkapi dengan sistem pertahanan antioksidan terhadap serangan ROS, Namun pertahanan antioksidan yang tersedia tidak seimbang dengan produksi ROS yang terbentuk. Oleh karena itu, antioksidan harus ditambahkan secara in vitro (Bansal dan Bilaspuri 2009). Vitamin E diyakini menjadi komponen utama dari sistem antioksidan spermatozoa dan merupakan salah satu pelindung utama membran terhadap ROS (Yousef et al. 2003). Antioksidan ini dapat menghambat kerusakan sel dengan mengikat radikal bebas dan menetralisir elektron yang tidak berpasangan dengan pembentukan tocoquinone. Vitamin E dapat meningkatkan ATP intraseluler, mengurangi permeabilitas sel dan berperan dalam inaktivasi peroksidasi enzim. Penambahan vitamin E dalam pengencer semen dapat mempertahankan kualitas spermatozoa karena berkaitan dengan penghambatan peroksidasi lemak pada membran plasma semen seperti yang terjadi pada ikan (Mansour et al. 2006).

Tahap 3: Uji Banding Kualitas Semen Ayam Lokal dengan Pengencer Ringer Laktat-Kuning Telur dengan Penambahan SDS 0.025% dan Vitamin E 2%

Karakteristik Semen Segar Berbagai Rumpun Ayam Lokal

(41)

kental. Gerakan massa spermatozoa termasuk baik, sedangkan konsentrasi spermatozoa berkisar 2.86±0.04 x 109 sel mL-1 sampai 3.15±0.09 x 109 sel mL-1 dan motilitas spermatozoa berkisar 77.50±1.12% sampai 82.50±1.12%.

Tabel 7 Karakteristik semen segar berbagai rumpun ayam lokal

Parameter Rumpun ayam lokal

Pelung Sentul Kampung Merawang Volume semen (mL) 0.14±0.01b 0.12±0.01b 0.30±0.03a 0.10±0.01b pH semen 7.0±0.05a 7.0±0.15a 7.2±0.09a 6.8±0.09a Konsistensi semen Kental Kental Kental Kental Warna semen Putih susu Putih susu Putih susu Putih susu

Gerakan Massa +++ +++ +++ ++

Konsentrasi spermatozoa/mL

(x 109 sel) 3.15±0.09a 3.05± 0.06ab 2.91±0.11b 2.86±0.04b Viablitas

spermatozoa (%) 93.25±0.82a 92.84±0.82a 90.93±1.13a 92.17±0.99a Motilitas

spermatozoa (%) 82.50±1.12a 82.50±1.12a 77.50±1.12b 82.50±1.12a Abnormalitas

spermatozoa (%) 7.61±0.78ab 8.80±0.77a 9.09±0.77a 5.43±0.75b Total

spermatozoa/ejakulat

(x 109 sel) 0.45±0.02b 0.38± 0.04bc 0.87± 0.08a 0.29± 0.02c +: kurang baik, ++: baik, +++: sangat baik; huruf berbeda yang mengikuti angka pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata pada taraf uji 5% (P<0.05).

Berdasarkan hasil penelitian, rumpun ayam berpengaruh terhadap volume semen, konsentrasi, motilitas, dan abnormalitas spermatozoa serta jumlah spermatozoa/ejakulat (P<0.05). Ayam kampung memiliki volume semen yang paling tinggi diantara ayam lokal lainnya yaitu 0.30±0.02 mL. Rataan volume semen yang diperoleh dari ketiga rumpun ayam, yaitu pelung, sentul dan merawang berturut-turut adalah 0.14±0.01 mL, 0.12±0.01 mL, dan 0.10±0.01 mL. Nilai ini lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Iskandar et al. (2005) sebesar 0.30±0.11 mL pada ayam pelung, Natamijaya et al. (2003) sebesar 0.25±0.04 mL pada ayam sentul dan Iman-Rahayu et al. (2005) sebesar 0.38±0.08 mL pada ayam merawang. Rataan volume semen ayam kampung adalah 0.30±0.03 mL, hampir sama dengan hasil penelitian Wiyanti et al. (2013) sebesar 0.30±0.06 mL.

(42)

sedangkan konsentrasi ayam kampung lebih rendah dari hasil penelitian Wiyanti et al. (2013) sebesar 3.13±0.29 x 109 sel mL-1. Motilitas spermatozoa ayam pelung, sentul dan merawang bernilai sama sebesar 82.50±1.12% dan lebih tinggi dari ayam kampung (77.50±1.12%). Motilitas spermatozoa pada penelitian ini lebih rendah dari penelitiaan sebelumnya yaitu 80% (Iskandar et al. 2005), 71.95% (Soeparna et al. 2005) dan 77±4.22% (Wiyanti et al. 2013) berturut-turut untuk ayam pelung, sentul dan kampung. Sedangkan motilitas spermatozoa ayam merawang adalah 82.50±1.12% lebih rendah dari hasil penelitian Iman-Rahayu et al. (2005) sebesar 90%. Abnormalitas spermatozoa ayam kampung (9.09±0.77%) dan sentul (8.80±0.77%) lebih tinggi dari ayam merawang yang hanya sebesar 5.43±0.75%. Perbedaan kualitas spermatozoa tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan individu dan umur ayam, suhu lingkungan, pakan, serta frekuensi penampungan. Jumlah spermatozoa/ejakulat ayam kampung lebih tinggi (P<0.05) dari ketiga rumpun ayam lainnya. Hal ini disebabkan volume yang dihasilkan ayam kampung jauh lebih tinggi dibandingkan ayam lainnya.

Pengaruh Rumpun Ayam Lokal terhadap Kualitas Semen dalam Pengencer Ringer Laktat-Kuning Telur dengan Penambahan SDS 0.025% dan Vitamin E 2%

Motilitas spermatozoa selama penyimpanan menunjukkan adanya perbedaan di antara keempat rumpun ayam (P<0.05). Pada penyimpanan 0, 48 dan 60 jam motilitas ayam pelung, sentul dan merawang lebih tinggi daripada ayam kampung (P<0.05). Setelah penyimpanan 12 jam, motilitas spermatozoa ayam pelung lebih tinggi daripada ayam kampung (P<0.05), sedangkan motilitas spermatozoa ayam sentul dan merawang tidak berbeda dengan kedua rumpun ayam lainnya. Pada penyimpanan 24 jam, motilitas spermatozoa ayam pelung lebih tinggi daripada ayam sentul dan motilitas spermatozoa ayam sentul lebih tinggi daripada ayam kampung (P<0.05). Setelah penyimpanan 36 jam, motilitas spermatozoa ayam pelung lebih tinggi daripada ayam sentul dan merawang, sedangkan motilitas spermatozoa ayam kampung lebih rendah daripada ayam sentul dan merawang (P<0.05). Pada akhir pengamatan (jam ke-72), motilitas spermatozoa ayam pelung lebih tinggi daripada ayam sentul dan motilitas spermatozoa ayam sentul lebih tinggi daripada ayam kampung (P<0.05) (Tabel 8).

(43)

merawang tidak berbeda dengan ayam pelung dan sentul setelah penyimpanan 60 dan 72 jam (Tabel 9).

Tabel 8 Persentase motilitas spermatozoa berbagai rumpun ayam lokal dengan suplementasi vitamin E 2% dalam pengencer ringer laktat-kuning telur dengan SDS 0.025%

Waktu (jam)

Rumpun ayam lokal

Pelung Sentul Kampung Merawang

0 82.50±1.12a 82.50±1.12a 77.50±1.12b 82.50±1.12a 12 77.50±1.12a 75.83±0.83ab 72.50±1.12b 74.17±1.54ab 24 72.50±1.12a 68.33±1.05b 64.17±1.54c 65.83±1.54bc 36 66.67±1.05a 61.67±1.67b 55.00±1.83c 60.00±1.29b 48 59.17±1.54a 55.83±2.01a 47.50±2.14b 54.17±0.83a 60 52.50±1.71a 47.50±1.12a 41.67±2.47b 47.50±1.71a 72 46.67±1.67a 40.00±1.83b 33.33±2.47c 40.83±2.39ab Huruf berbeda yang mengikuti angka pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata pada taraf uji 5% (P<0.05).

Tabel 9 Persentase viabilitas spermatozoa berbagai rumpun ayam lokal dengan suplementasi vitamin E 2% dalam pengencer ringer laktat-kuning telur dengan SDS 0.025%

Waktu (jam)

Rumpun ayam lokal

Pelung Sentul Kampung Merawang

0 93.25±0.82a 92.84±0.82a 90.93±1.13a 92.17±0.99a 12 88.04±0.84a 86.23±0.37ab 84.66±0.93b 84.75±1.23b 24 81.94±1.12a 80.95±1.06ab 77.96±1.38bc 76.83±1.26c 36 76.68±0.96a 72.73±1.31b 66.78±1.46c 73.35±0.76b 48 71.72±1.40a 65.55±1.73b 59.93±1.85c 66.99±1.26b 60 62.83±0.90a 56.39±1.86b 50.49±2.49c 59.29±1.40ab 72 55.21±1.22a 48.75±1.80b 42.74±2.43c 52.64±0.92ab Huruf berbeda yang mengikuti angka pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata pada taraf uji 5% (P<0.05).

Penurunan Kualitas Semen Berbagai Rumpun Ayam Lokal dalam Pengencer Ringer Laktat-Kuning Telur dengan Penambahan SDS 0.025% dan Vitamin E 2%

Gambar

Tabel 2  Karakteristik semen segar ayam pelung
Tabel 3  Persentase motilitas spermatozoa dengan penambahan SDS dalam pengencer ringer laktat-kuning telur
Gambar 2  Penurunan viabilitas spermatozoa dalam pengencer ringer laktat-
Tabel 5  Persentase motilitas spermatozoa dengan suplementasi vitamin E dalam pengencer ringer laktat-kuning telur dengan SDS 0.025%
+6

Referensi

Dokumen terkait

Pengorganisasian dapat dirumuskan sebagai rangkaian aktifitas menyusun suatu kerangka yang menjadi wadah bagi segenap kegiatan usaha dakwah dengan jalan membagi dan

Penelitian ini bertujuan untuk: menganalisis (1) karakteristik laboratorium virtual kimia terintegrasi dalam pembelajaran hibrid pada materi termokimia untuk siswa kelas XI SMA;

[r]

Uji hipotesa secara parsial yang mempunyai nilai p &lt;0,05 hanya ada tiga variabel bebas yaitu faktor sosial, konsekuensi jangka panjang dan kondisi- kondisi yang mendukung,

[r]

Sementara Fajar Laksono dan kawan kawan pada kajian mereka yang bertajuk “Status Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Bingkai Demokrasi Berdasarkan Undang-Undang Dasar

dan Pimpinan Teknik dengan membawa tanda pengenal dan berkas asli perusahaan, bagi yang. tidak menghadiri Klarifikasi hasil evaluasi ini dianggap menerima seluruh hasil

Sedangkan sifat dari penelitian ini adalah deskriptif, yaitu suatu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang diteliti tentang pengusungan pasangan calon pada