• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis usahatani ikan lele bapukan (Clarias gariepinus) di Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis usahatani ikan lele bapukan (Clarias gariepinus) di Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa Barat"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

vi

ANALISIS USAHATANI IKAN LELE BAPUKAN

(Clarias gariepinus) DI KECAMATAN LOSARANG

KABUPATEN INDRAMAYU PROVINSI

JAWA BARAT

SKRIPSI

BRIAN GUNTUR H34086017

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

vii RINGKASAN

BRIAN GUNTUR. Analisis Usahatani Ikan Lele Bapukan (Clarias gariepinus) di Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan HENY K. S. DARYANTO).

Indonesia memiliki potensi hasil perikanan yang berlimpah, diantaranya terdapat komoditas perikanan unggulan yang potensial untuk dikembangkan baik di laut maupun di darat. Adapun kegiatan yang dilakukan untuk memaksimalkan potensi perikanan adalah penangkapan, budidaya, dan pengolahan. Kegiatan budidaya air tawar merupakan kegiatan yang dilakukan di daratan dan ikan yang biasa dibudidayakan adalah ikan lele, patin, nila bawal, dan gurami. Komoditi air tawar yang memiliki prospek cukup baik untuk dikembangkan sebagai ikan konsumsi adalah ikan lele (Clarias sp.). Salah satu daerah yang diharapkan mampu berkontribusi dalam peningkatan budidaya ikan lele adalah Kabupaten Indramayu. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya pengembangan kawasan budidaya lele di Kabupaten Indramayu pada tahun 2009 seluas 404,99 ha dengan jumlah petakan 9.085 unit serta banyaknya petani pembenihan dan pembesaran ikan lele.

Satu dari beberapa kawasan di Indramayu yang menjadi sentra budidaya ikan lele adalah Kecamatan Losarang. Program yang sedang digalakkan di Kecamatan Losarang adalah budidaya ikan lele Bapukan (Clarias gariepinus).

Ikan lele Bapukan adalah varietas ikan lele Dumbo(Clarias gariepinus), yang ukurannya lebih besar dan dagingnya tebal. Ikan lele Bapukan ini merupakan nama lokal untuk ikan lele Dumbo. Dinas Kelautan dan Perikanan Indramayu melakukan program Filleting, yaitu suatu proses mengolah ikan lele dengan cara mengiris seluruh bagian tubuh ikan dan hanya menyisakan tulang, kemudian di ambil dagingnya dan di packing agar kesegaran ikan tetap terjaga. Filleting

bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dengan cara mengolah ikan lele

Bapukan menjadi produk olahan berupa Fillet yang di harapkan dapat meminimumkan risiko tidak terserapnya ikan lele Bapukan oleh pasar, sehingga harga ikan lele Bapukan menjadi lebih tinggi yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur penerimaan dan biaya dari usahatani ikan Lele Bapukan di Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu, menganalisis tingkat pendapatan usahatani komoditas ikan lele Bapukan di Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu. Metode penentuan responden dilakukan secara sengaja (Purposive). Hal tersebut terkait dengan karakteristik petani lele Bapukan yang homogen dilihat dari skala usaha, produk yang dihasilkan, dan penerapan teknologi budidaya. Adapun waktu dalam proses pengambilan dan pengumpulan data serta informasi dilakukan selama bulan Juli hingga Agustus 2010.

(3)

viii Data primer diperoleh melalui pembagian daftar pertanyaan yang telah disiapkan dengan tehnik wawancara langsung kepada petani lele Bapukan. Data sekunder lain diperoleh dari beberapa lembaga atau instansi pemerintah, seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Kelautan dan Perikanan Pusat (DKP) Indramayu. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan alat bantu yaitu kalkulator dan software komputer Microsoft Excel 2007. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dalam penelitian ini meliputi analisis keragaan usahatani ikan lele

Bapukan. Analisis kuantitatif dalam penelitian ini meliputi analisis biaya ikan lele

Bapukan , penerimaan, R/C rasio.

Input yang digunakan pada usahatani ikan lele Bapukan adalah benih, pupuk pestisida, tenaga kerja dan pakan. Semua petani menggunakan benih lele Dumbo Thailand, karena benih tersebut sudah terbukti kulitas dan kecocokannya terhadap kondisi perairan dan lingkungan budidaya di Kecamatan Losarang tepatnya di Desa Krimun. Adapun teknik budidaya dari lele Bapukan terdiri dari persiapan lahan, pengapuran, pemupukan, pengelolaan air, penebaran benih, pemberian pakan, pencegahan hama dan penyakit dan pemanenan.

Pendapatan atas biaya tunai pada usahatani ikan lele Bapukan sebelum program Filleting adalah negatif Rp 1,337,000 artinya pendapatan petani tanpa memperhitungkan biaya yang diperhitungkan merugi sebesar Rp 1,337,000 per hektar per musim tanam. Pendapatan atas biaya total sebesar negatif Rp 3,090,991. artinya pendapatan petani dengan memperhitungkan biaya yang diperhitungkan merugi sebesar Rp 3,090,991. Pendapatan atas biaya tunai pada usahatani ikan lele Bapukan setelah program Filleting adalah Rp 3,709,600 artinya pendapatan petani tanpa memperhitungkan biaya yang diperhitungkan sebesar Rp 3,709,600 per hektar per musim tanam. Pendapatan atas biaya total sebesar Rp 1,955,609 artinya pendapatan petani dengan memperhitungkan biaya yang diperhitungkan sebesar Rp 1,955,609.

Perbandingan antara penerimaan dan biaya (R/C rasio) atas biaya tunai dan biaya total dapat disimpulkan bahwa usahatani ikan lele Bapukan tidak untung sebelum program Filleting jika dilihat dari R/C rasio atas biaya tunai yaitu bernilai 0,88. Artinya setiap biaya yang dikeluarkan secara tunai sebanyak satu satuan hanya menghasilkan keuntungan sebesar 0,88 satuan. R/C rasio atas biaya total juga tidak menguntungkan untuk diusahakan terbukti dengan nilai R/C rasio terhadap biaya total sebesar 0,77, artinya setiap pengeluaran satu satuan biaya total hanya akan menghasilkan penerimaan sebesar 0,77 satuan penerimaan. Selisih R/C rasio atas biaya tunai dengan R/C rasio atas biaya total usahatani lele

Bapukan saat ini 0,11 atau 11 persen, sedangkan setelah program Filleting sebesar 0,17 atau 17 persen. Hal ini menunjukan bahwa biaya yang diperhitungkan pada usahatani tersebut relatif kecil. Salah satu komponen biaya diperhitungkan yang memiliki nilai paling besar adalah sewa lahan. Pada sisi pemasaran petani yang menjual produknya pada lembaga pemasaran yang melakukan pengolahan berupa

(4)

ix

ANALISIS USAHATANI IKAN LELE BAPUKAN

(Clarias gariepinus) DI KECAMATAN LOSARANG

KABUPATEN INDRAMAYU, PROVINSI

JAWA BARAT

BRIAN GUNTUR H34086017

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

x Judul Skripsi : Analisis Usahatani Ikan Lele Bapukan(Clarias gariepinus)

Di Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat.

Nama : Brian Guntur NRP : H34086017

Disetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Heny K. S. Daryanto, M.Ec NIP. 19610 91619 8601 2 001

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemn

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580 90819 8403 1 002

(6)

xi PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Usahatani Ikan Lele Bapukan (Clarias gariepinus) Di Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat.” adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2011

(7)

xii

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Indramayu, Jawa Barat pada tanggal 28 Agustus 1987. Penulis merupakan anak pertama dari 4 bersaudara dari pasangan Bapak PELDA(Pembantu Letnan Dua) Supandi dan Ibu Eti Suhaeti.

Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Fatahillah Lohbener, di SDN 1 Lohbener dan lulus pada tahun 1999, di SLTPN 1 Lohbener dan lulus pada tahun 2002, setelah itu melanjutkan di SMAN 2 Indramayu dan lulus pada tahun 2005.

(8)

xiii KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan anugrah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Usahatani Ikan Lele Bapukan (Clarias gariepinus) di Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat.” Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Sarjana Ekstensi Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur penerimaan dan biaya dari usahatani ikan Lele Bapukan di Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu, menganalisis tingkat pendapatan usahatani komoditas ikan lele Bapukan di Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu. Pendapatan petani merupakan hal yang dapat menjadikan ukuran untuk mengetahui bagaimana dengan usaha yang petani jalankan selama ini menguntungkan atau tidak, sehingga ketika pendapatan petani makin tinggi maka dipastikan usahatani ikan lele Bapukan bisa menjadi sumber pendapatan utama bahkan menjadi mata pencaharian yang bisa di andalkan di masa depan.

Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan ini karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

(9)

xiv UCAPAN TERIMAKASIH

Penyelesaian skripsi ini ini tidak terlepas dari kontribusi semua pihak. Sebagai bentuk rasa syukur dan terimakasih, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada.

1. Ayah dan Ibu atas segala doa, kasih sayang, serta pengorbanan yang tidak terbatas baik moril maupun materil.

2. Dr. Ir. Heny K. S. Daryanto, M.Ec selaku dosen pembimbing yang telah membantu, mengarahkan, dan memberikan semangat untuk menyelesaikan proses skripsi ini.

3. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS sebagai dosen evaluator dan dosen penguji pada saat seminar proposal (kolokium) dan sidang yang telah memberikan masukan, serta perbaikan dalam penelitian.

4. Arif Karyadi, SP selaku dosen komdik pada saat sidang, serta semua dosen ekstensi yang yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, terima kasih atas formulasi, aplikasi, hingga evaluasi baik dalam perkuliahan hingga proses penelitian berlangsung.

5. Bapak/Ibu Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu serta Bapak Sudirman dan keluarga besar kelompok tani Ulam Jaya Desa Krimun, Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu yang telah memberikan pengarahan pada saat di lapang dan membantu dalam pengumpulan data. 6. Seluruh staf Ekstensi AGB yang telah membantu penulis

7. Teman-teman kosan, bayu, anggun, Zeffri dan rekan-rekan AGB serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuannya. 8. Rekan-rekan Ekstensi AGB angkatan 5 (lima), terima kasih atas semua

perasaan dan hubungan yang terjalin selama ini hingga perkuliahan dan proses penelitian berakhir.

9. Sekretariat ekstensi AGB (Mba’ Ami, Mba’ Dewi, Mba’Lus, Kak Maya, Teh Nung, Mas Rio, Mas Aji, Mas Agus) terima kasih atas pelayanan dan kesabarannya hingga akhir studi.

Bogor, Januari 2011

(10)

xv

2.5 Studi Empiris Mengenai Analaisis Pendapatan Usahatani ... 12

2.2 Keterkaitan Dengan Penelitian Terdahulu ... 16

5.1 Wilayah, Topografi dan Demografi Kecamatan Losarang ... 31

(11)

xvi

5.3 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat ... 34

5.4 Profil Kelompok Tani Ulam Jaya ... 34

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

6.1 Karaktersitik Responden ... 36

6.1.1 Usia ... 36

6.1.2 Status Usaha ... 37

6.1.3 Pendidikan ... 37

6.1.4 Luas Areal Usahatani Lele Bapukan... 38

6.1.5 Pengalaman dalam Usahatani Ikan Lele... 39

6.1.6 Status Kepemilikan Lahan... 39

6.2 Keragaan Usahatani Lele Bapukan... 40

6.2.1 Penggunaan Input...40

6.2.2 Teknik Budidaya... 46

6.3 Saluran Pemasaran Ikan Lele Bapukan ... 49

6.3.1 Saluran Pemasaran Sebelum Program Filleting ... 49

6.3.2 Saluran Pemasaran Setelah Program Filletting ... 50

6.4 Analisis Usahatani Ikan Lele Bapukan ... 51

6.4.1 Penerimaan Usahatani ... 51

6.4.2 Biaya Usahatani ... 56

6.4.3 Pendapatan Usahatani ... 57

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

7.1 Kesimpulan ... 59

7.2 Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61

(12)

xvii DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perkembangan Produksi Perikanan Budidaya Air Tawar (Ton)

di Indonesia tahun 2005-2008 ... 2 2. Perkembangan target dan realisasi produksi ikan lele di Kabupaten

Indramayu ... 4 3. Keterkaitan Dengan Penelitian Terdahulu16

4. Jenis dan Sumber Data Penelitian ... 26 5. Contoh Perhitungan Pendapatan Usaha ... 29 6. Jumlah Golongan Penduduk Berdasarkan Usia ... 32 7. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Pokok .... ... 33 8. Persentase umur Petani lele Bapukan di Desa Krimun ... 37 9. Sebaran Jumlah Responden Petambak Lele

Bapukan Anggota kelompok Tani Lele Ulam Jaya ... 37 10. Persentase Tingkat Pendidikan Responden Petani lele Bapukan

Anggota Kelompok Tani Ulam Jaya di Desa Krimun ... 38 11. Sebaran Jumlah Responden Petani Lele Bapukan

Anggota Kelompok Tani Ulam Jaya Menurut Luas lahan ... 38 12. Sebaran Jumlah Responden Petani Lele Bapukan Anggota

Kelompok Tani Ulam Jaya Menurut Pengalaman Usahatani ... 39 13. Sebaran Jumlah Responden Petani Lele Bapukan Anggota

Kelompok Tani Ulam Jaya Menurut

Pengalaman Kepemilikan lahan ... 40 14. Rata-rata Penggunaan Input Usahatani ikan Lele Bapukan

per Hektar per Musim Tanam ... 41 15. Jumlah Penggunaan Tenaga Kerja dalam Proses Budidaya

Ikan Lele Bapukan ... 44 16 Rata-rata Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio Usahatani Ikan Lele Bapukan Sebelum Program Filleting per Hektar

(13)

xviii 17. Rata-rata Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio Usahatani Ikan

Lele Bapukan Setelah Program Filleting per Hektar

(14)

xix DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Kerangka Pemikiran Operasional ... 24 2. Skema Saluran Pemasaran Ikan Lele Bapukan Sebelum

Program Filleting ... 50 3. Skema Saluran Pemasaran Ikan Lele Bapukan Setelah

(15)

20

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Luas Kolam dan Jumlah Petakan Kabupaten Indramayu ... 64

2. Daftar Nama Petani Ulam Jaya Nama Petani Ijen (gelondongan) ... 65

3. Nama Responden Pembesaran Lele Bapukan ... 66

4. Data penggunaan Input Usahatani Ikan lele Bapukan ... 67

5. Data Produksi dan biaya usahatani Ikan lele Bapukan ... 68

6. Nama responden dan Lama Bertani ... 69

7. Gambar Kecamatan Losarang ... 71

(16)

21 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia memiliki potensi hasil perikanan yang berlimpah, di antaranya terdapat komoditas perikanan unggulan yang potensial untuk dikembangkan baik di laut maupun di darat. Adapun kegiatan yang dilakukan untuk memaksimalkan potensi perikanan adalah penangkapan, budidaya, dan pengolahan. Penangkapan merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh nelayan, dimana para nelayan menangkap ikan di laut lalu menjualnya di pasar guna memenuhi kehidupan sehari-hari mereka. Kegiatan budidaya (akuakultur) merupakan kegiatan usaha dan teknologi memproduksi biota akuatik (ikan dalam arti luas) secara terkontrol (Irzal, 2004). Pengolahan merupakan suatu kegiatan pasca panen dimana ikan diproses kembali untuk menjadi Fillet, sarden, dan ikan asin yang dilakukan di pabrik sehingga bisa langsung dijual ke konsumen.

Kegiatan budidaya terdiri dari budidaya air laut, air tawar, dan air payau. Kegiatan budidaya air tawar merupakan kegiatan yang dilakukan di daratan dan ikan yang biasa dibudidayakan adalah ikan lele, patin, nila, bawal, dan gurami. Salah satu komoditi air tawar yang memiliki prospek cukup baik untuk dikembangkan sebagai ikan konsumsi adalah ikan lele (Clarias sp.).

Budidaya ikan lele pada umumnya banyak dilakukan oleh masyarakat karena dapat dilakukan pada lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat tebar tinggi dan teknologi yang relatif mudah dimengerti. Selain sebagai komoditas unggulan budidaya air tawar, lele mempunyai keunggulan dibandingkan komoditas lainnya, seperti rasa dagingnya yang khas dan enak, juga kandungan gizi pada setiap ekornya cukup tinggi, yaitu protein (17-37 %), lemak (4,8 %), mineral (1,2 %) yang terdiri dari garam fosfat, kalsium, besi, tembaga, yodium dan vitamin (1,2 %) yaitu vitamin B kompleks yang larut dalam air, vitamin A, D, dan E yang larut dalam lemak (Khairuman dan Amri, 2006).

(17)

22 Keunggulan tersebut membuat Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) menetapkan ikan lele sebagai salah satu dari sepuluh komoditas perikanan budidaya unggulan yang dikembangkan. Peningkatan yang cukup signifikan dalam perkembangan produksi ikan lele terlihat pada tahun 2008, di mana ikan lele berada pada peringkat ke tiga setelah ikan mas dan ikan nila. Produksi ikan lele tahun 2008 sebesar 162.000 ton meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun 2007, yaitu sebesar 88.970 ton. Peningkatan tersebut diprediksi akan terus meningkat hingga tahun 2011, oleh karena itu pada tahun ini KKP menjadikan ikan lele sebagai salah satu komoditas air tawar yang menjadi andalan dalam rangka program peningkatan produksi perikanan sebesar 343% pada tahun 2014 yang diluncurkan Kementrian Kelautan dan Perikanan (Tabel 1).

Tabel 1. Perkembangan Produksi Perikanan Budidaya Air Tawar (Ton) di

Salah satu daerah yang diharapkan mampu berkontribusi dalam peningkatan budidaya ikan lele adalah Kabupaten Indramayu. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya pengembangan kawasan budidaya lele di Kabupaten Indramayu pada tahun 2009 seluas 404,99 Ha dengan jumlah petakan 9.085 unit serta banyaknya petani pembenihan dan pembesaran ikan lele. Data luas kolam dan jumlah petakan di Kabupaten Indramayu dapat dilihat pada Lampiran 1.

Satu dari beberapa kawasan di Indramayu yang menjadi sentra budidaya ikan lele adalah Kecamatan Losarang. Program yang sedang digalakkan di Kecamatan Losarang adalah budidaya ikan lele Bapukan (Clarias gariepinus).

Ikan lele Bapukan adalah varietas ikan lele Dumbo (Clarias gariepinus), yang ukurannya lebih besar dan dagingnya tebal. Ikan lele Bapukan ini merupakan nama lokal untuk ikan lele Dumbo. Pertumbuhan ikan lele Bapukan

(18)

23 daya tahan ikan lele Bapukan lebih kuat terhadap penyakit. Hanya dalam waktu dua bulan, setiap ekornya bisa mencapai berat 700 gram. Kondisi ini membuat petani di Kecamatan Losarang mau membudidayakan ikan lele Bapukan. Kondisi di atas berbeda dengan kemampuan pasar yang dapat menyerap ikan lele

Bapukan, dimana pasar tidak dapat menyerap seluruh produksi ikan lele Bapukan

hanya 20 persen dari total produksi yang terserap, itupun dengan harga rendah yaitu sebesar Rp 5000 per kilogramnya. Hal ini, membuat Dinas Kelautan dan Perikanan Indramayu membuat suatu program untuk membantu para petani dengan program Filleting.

Dinas Kelautan dan Perikanan Indramayu sebagai lembaga yang bertugas untuk memajukan perikanan khususnya pengembangan kawasan budidaya ikan lele Bapukan di Kecamatan Losarang ke arah yang lebih baik, yaitu dengan melakukan usaha untuk mendorong berkembangnya budidaya ikan lele Bapukan

tersebut. Salah satu program yang sedang dijalankan adalah program Filleting.

Filleting yaitu suatu proses mengolah ikan lele dengan cara mengiris seluruh bagian tubuh ikan dan hanya menyisakan tulang, kemudian di ambil dagingnya untuk kemudian di kemas agar kesegaran ikan tetap terjaga. Filleting bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dengan cara mengolah ikan lele Bapukan

menjadi produk olahan berupa Fillet yang di harapkan dapat meminimumkan risiko tidak terserapnya ikan lele Bapukan oleh pasar, sehingga harga ikan lele

Bapukan menjadi lebih tinggi yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani.

1. 2. Perumusan Masalah

(19)

24 Tabel 2. Perkembangan Target dan Realisasi Produksi Ikan Lele (Ton) di

Kabupaten Indramayu Tahun 2007-2010 (Juni)

Kecamatan 2007 2008 2009 2010 (Juni)

Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi

Losarang 4891 5217 7230 7395,76 8169 8345,66 23564 11201

Kandanghaur 980 1165,64 1150 1284,62 1302 2780 7145 3124

Krangkeng 185 255,4 750 762,51 856 696,4 1963 434

Sindang 1725 164,93 1050 1246,23 1495 1773 4706 2807,18

Juntinyuat 324 47,6 23 21,4 23 41,3 105 34,79

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Indramayu 2010

Perkembangan target dan realisasi produksi ikan lele meningkat setiap tahunnya, maka secara tidak langsung produksi ikan lele Bapukan juga ikut meningkat. Permasalahan yang terjadi adalah ketika produksi ikan lele Bapukan

meningkat, tetapi belum cukup menjadi jaminan bahwa petani lele Bapukan akan meningkat pendapatannya. Penyebabnya adalah adanya disparitas harga pada saat

over supply mengakibatkan harga ikan lele Bapukan akan turun yang berpengaruh terhadap penerimaan petani.

Dinas Kelautan dan Perikanan Indramayu berusaha untuk menangani over supply ikan lele Bapukan melalui berbagai program kerja, salah satunya adalah melalui program Filleting yang di mulai sejak tahun 2008. Filleting bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dan meminimumkan risiko ikan lele Bapukan

(20)

25 mendukung seperti musim kemarau yang berpengaruh terhadap kondisi perairan sehingga banyak petani tidak berproduksi karena kekurangan air dan juga rawan dengan serangan berbagai penyakit.

Membudidayakan ikan lele Bapukan tentu akan menimbulkan penggunaan input baru, seperti ukuran tebar benih yang lebih besar dan pakan tambahan, sehingga akan meningkatkan pengeluaran petani. Sedangkan petani sebagai produsen akan berusaha menekan pemakaian input untuk mendapat keuntungan, ditambah lagi semua petani biasanya menerima pinjaman modal baik dari pihak bank maupun pihak non bank yang digunakan untuk membeli pakan ikan tambahan dan input lainnya. Peningkatan biaya produksi yang dikeluarkan akan menimbulkan pertanyaan bagi petani, apakah dengan biaya yang semakin besar usaha yang mereka jalankan dapat memberi keuntungan.

Ketersediaan informasi mengenai harga dan permintaan konsumen sangat penting bagi petani. Hal tersebut disebabkan karena petani lele Bapukan

umumnya tidak mengetahui informasi pasar sehingga hanya berperan sebagai penerima harga. Harga yang diterima petani yang produknya di jual pada lembaga yang melakukan Filleting (DKP Indramayu) adalah Rp 7.000 - Rp 8.000 per kilogram, sedangkan harga yang diterima petani yang produknya di jual pada lembaga yang tidak melakukan Filleting (pedagang pengumpul) adalah Rp 5.000 per kilogram. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis untuk mengetahui seberapa besar pendapatan usahatani ikan lele Bapukan sebelum dan setelah program

Filleting.

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana struktur penerimaan dan biaya dari usahatani ikan Lele Bapukan

sebelum dan setelah program Filleting?

(21)

26 1. 3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pemaparan dari latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan yang akan dicapai oleh penelitian ini antara lain adalah :

1. Menganalisis struktur penerimaan dan biaya dari usahatani ikan Lele Bapukan

sebelum dan setelah program Filleting.

2. Menganalisis tingkat pendapatan usahatani komoditas ikan lele Bapukan

sebelum dan setelah program Filleting

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dilakukannya penelitian adalah :

1. Bagi pelaku pasar : Sebagai bahan masukan dan pembelajaran bagi perkembangan usahatani Lele Bapukan tepatnya di Kecamatan Losarang, Indramayu.

2. Bagi pemerintah : Sebagai bahan tinjauan untuk penerapan kebijakan atas petambak skala kecil demi keberlanjutan dan kesejahteraan perekonomian pedesaan.

3. Bagi peneliti : Sebagai bahan pembelajaran dan pembuktian dalam mengidentifikasi permasalahan melalui konsep usahatani.

4. Bagi pembaca : Sebagai bahan rujukan dan penelitian selanjutnya terutama yang terkait dengan usahatani.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

(22)

27 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Umum Ikan Lele

Lele (Clarias sp.) merupakan salah satu komoditas unggulan perikanan budidaya yang sangat potensial untuk dikembangkan. Ikan lele merupakan ikan yang sangat gampang dibudidayakan di tambak. Jika dilihat secara ilmiah dengan taksonomi hewan atau sistematika hewan, klasifikasi ikan lele menurut Hasanuddin Saanin dalam Djatmika et al (1986) adalah:

Kingdom : Animalia

Nama latin dari ikan lele adalah Clarias sp. Dalam bahasa Inggris disebut pula catfish, siluroid, mudfish dan walking catfish. Ikan lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin. Habitatnya di sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air. Ikan lele bersifat

noctural, yaitu aktif bergerak mencari makanan pada malam hari. Pada siang hari, ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat-tempat gelap. Di alam ikan lele memijah pada musim penghujan. Ikan lele banyak ditemukan di benua Afrika dan Asia. Ikan lele juga banyak dibudidayakan di Thailand, India, Philipina dan Indonesia. Di Thailand produksi ikan lele ± 970 kg/100m2/tahun. Di India (daerah Asam) produksinya rata-rata tiap 7 bulan mencapai 1200 kg/Ha.

2.2. Syarat Pemeliharaan

(23)

28 tetapi pemeliharaan dengan pemberian pakan yang cukup banyak dapat mengakibatkan ikan lele tumbuh dengan cepat dan hasil yang didapat lebih baik.

2.3. Budidaya Ikan lele

Kegiatan budidaya ikan lele dapat dilakukan pada kolam tanah dan kolam terpal. Akan tetapi, wadah yang paling aman untuk budidaya ikan lele adalah kolam terpal. Menurut Khairuman dan Amri, 2006 teknik pembesaran ikan lele di kolam tanah meliputi beberapa hal berikut:

1. Persiapan lahan

Tahapan ini dilakukan sebelum pemasukan air. Kegiatan yang dilakukan selama persiapan lahan adalah pencangkulan dan pembalikan tanah. Tujuan pembalikan tanah adalah membebaskan senyawa dan gas beracun sisa pemeliharaan sebelumnya, serta hasil dekomposisi bahan organik baik dari kotoran maupun sisa pakan. Selain itu, karena tanah menjadi gembur, aerasi akan berjalan dengan baik sehingga kesuburan lahan akan meningkat.

2. Pengapuran

(24)

29 3. Pemupukan

Fungsi utama pemupukan tambak adalah memberikan unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan pakan alami. Memperbaiki struktur tanah dan menghambat peresapan air pada tanah yang tidak kedap air. Penggunaan pupuk untuk pemupukan tanah dasar tambak sangat tepat karena pupuk mengandung unsur-unsur mineral penting, dan asam–asam organik utama memberikan bahan-bahan yang diperlukan untuk peningkatan kesuburan lahan dan pertumbuhan plankton.

Pemupukan dengan kotoran ternak ayam, berkisar antara 500-700 gram/m2; urea 15 gram/m2; SP3 10 gram/m2; NH4N03 15 gram/m2. Pada pintu pemasukan dan pengeluaran air dipasang penyaring.

4. Pengelolaan air

Setelah dilakukan pemupukan sesuai aturannya, air dimasukkan hingga setinggi 10–20 cm, kemudian air dalam tambak dibiarkan beberapa hari, untuk menumbuhkan plankton, baik itu phytoplankton maupun zooplankton air dimasukkan hingga mencapai kedalaman 1 meter. Di dalam tambak, antar pintu pemasukan air dan pintu pengeluaran air dibuat kamalir atau saluran tengah yang lebarnya sekitar 50cm dan kedalaman antara 20 sampai 30cm. Apabila perlu, disepanjang tebing pematang dibuat salauran keliling yang memudahkan proses pemanenan. Kemudian dilakukan pengisian air kolam. Kolam dibiarkan selama ± 7 (tujuh) hari, guna memberi kesempatan tumbuhnya makanan alami.

5. PenebaranBenih

Sebelum benih ditebarkan sebaiknya benih disuci hamakan dulu dengan merendamnya didalam larutan KM5N04 (Kalium permanganat) atau PK dengan dosis 35 gram/m2 selama 24 jam atau formalin dengan dosis 25 mg/l selama 5-10 menit.

(25)

30 yang baru yaitu kolam. Hal ini berarti bahwa perlakuan tersebut dilaksanakan diatas permukaan air kolam dimana wadah (kantong) benih mengapung diatas air. Jumlah benih yang ditebar 35-50 ekor/m2 yang berukuran 5-8 cm.

6. PemberianPakan

Selain makanan alami, untuk mempercepat pertumbuhan ikan lele perlu pemberian makanan tambahan berupa pellet. Jumlah makanan yang diberikan sebanyak 2-5% per hari dari berat total ikan yang ditebarkan di kolam. Pemberian pakan frekuensinya 3-4 kali setiap hari. Sedangkan komposisi makanan buatan dapat dibuat dari campuran dedak halus dengan ikan rucah dengan perbandingan 1:9 atau campuran dedak halus, bekatul, jagung, cincangan bekicot dengan perbandingan 2:1:1:1 campuran tersebut dapat dibuat bentuk pellet.

7. Pemanenan

(26)

31 2.4. Studi Empiris Mengenai Ikan Lele

Puspitasari (2010) melakukan penelitian mengenai analisis efisiensi tataniaga lele Sangkuriang di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Saluran pemasaran lele Sangkuriang berjumlah empat saluran. Saluran pemasaran ini melibatkan beberapa lembaga pemasaran yang meliputi pedagang pengumpul, pedagang grosir, pedagang pengecer dan pedagang pecel lele. Setiap lembaga pemasaran umumnya melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran seperti fungsi pertukaran berupa pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa pengemasan dan pengangkutan dan fungsi fasilitas berupa sortasi, pembiayaan, penanggungan resiko dan informasi pasar. Struktur pasar yang dihadapi oleh petani dan pedagang pengumpul mendekati oligopsopni, sedangkan pedagang pengecer dan pedagang pecel lele menghadapi struktur pasar yang mengarah ke bentuk pasar oligopoli. Farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya total saluran yang paling efisien adalah saluran 1 dengan nilai masing-masing 58,84%, 383,35% dan Rp 7.000,00 per Kg. R/C dan total penerimaan pembudidaya dalam satu tahun adalah 1,97 dan Rp. 206.701.380,-.

Penelitian mengenai analisis efisiensi pemasaran ikan lele di Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon dilakukan oleh Fauzi (2008). Hasil penelitiannya menunjukkan saluran pemasaran ikan lele yang terdapat di Kecamatan Kapetakan terdiri atas empat saluran. Saluran 1 terdiri dari pembudidaya, pedagang pengumpul, pedagang pengumpul luar kecamatan, pedagang pecel dan konsumen. Saluran 2 terdiri dari pembudidaya, pedagang pengumpul, pedagang pengumpul luar kecamatan, pedagang pecel lele dan konsumen. Saluran 3 terdiri dari pembudidaya, pedagang pengumpul, pedagang pengencer dan konsumen. Saluran 4 terdiri dari pembudidaya, pedagang pengumpul, pemilik kolam pancingan dan konsumen. Analisis marjin pemasaran total menunjukkan nilai margin pemasaran total masing-masing saluran antara lain saluran 1 sebesar Rp 20.450,00 per kg saluran 2 sebesar Rp 20.700,00 per kg, saluran 3 sebesar Rp 4.700,00 per kg dan saluran 4 sebesar Rp 8.200,00 per kg. Margin pemasaran total terbesar terdapat pada saluran 2 (pembudidaya, pedagang pengumpul, pedagang pengumpul luar kecamatan, pedagang pecel lele dan konsumen) sebesar Rp 20.700,00 per kg.

(27)

32 persen dan 76,05 persen, saluran 2 sebesar 24,73 persen dan 97,79 persen dan saluran 3 sebesar 59,13 persen dan 389,26 persen. Farmer’s share dan rasio keuntungan biaya (total) terbesar terdapat pada saluran 3 (pembudidaya, pedagang pengumpul, pedagang pengencer dan konsumen) sebesar 59,13 dan 389,26 persen, sehingga pemasaran yang dilakukan oleh saluran 3 relatif efisien.

2.5. Studi Empiris Mengenai Analisis Pendapatan Usahatani

Hanifah (2008) melakukan penelitian mengenai pendapatan usahatani integrasi pola sayuran-ternak-ikan di Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bogor. Alat analisisnya menggunakan analisis pendapatan dan imbangan pendapatan dan biaya (R/C rasio) diperoleh hasil bahwa nilai pendapatan atas biaya total pada kedua kondisi menunjukan hasil yang negatif. Nilai rasio R/C rasio atas biaya total pada kedua kondisi bernilai kurang dari satu. Hal ini berarti usahatani ikan yang dilakukan pada kondisi yang diintegrasikan maupun tidak belum terbukti efisien. Total pendapatan pada usahatani integrasi lebih besar daripada usahatani yang tidak terintegrasi. Total pendapatan atas biaya tunai maupun atas biaya total, menunjukan usahatani yang terintegrasi lebih besar daripada usahatani tidak terintegrasi. Dapat diketahui bahwa usahatani sayuran, ternak dan ikan yang selama ini terintegrasi terbukti lebih menguntungkan dibandingkan jika cabang-cabang usahatani tersebut berdiri sendiri.

(28)

33 persaingan monopolistik. Dari tinjauan diatas bisa di jelaskan bahwa petani harus memilih lembaga pemasaran yang tidak menekan harga untuk mendapatkan margin lebih besar atau dengan kata lain memilih saluran pemasaran yang efisien. Kelemahan tidak menjelaskan margin yang diterima petani,pedagang dan berap yang harus dibayar konsumen.

Penelitian yang dilakukan oleh Sitompul (2007), mengenai analisis usahatani dan tataniaga ikan hias Mas Koki Oranda di Desa Parigi Mekar, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa saluran tataniaga melibatkan petani, pedagang pengumpul, supplier, dan konsumen akhir/hobbies. Harga jual anakan Ikan Mas Koki Oranda di tingkat petani pembenihan ke petani pembesaran berkisar antara Rp 130 sampai dengan Rp 150/ekor. Harga jual Ikan Mas Koki Oranda ditingkat petani pembesaran ke pedagang pengumpul berkisar antara Rp 800 sampai dengan Rp 900 per – ekor. Harga yang berlaku ditingkat supplier ke pedagang pengecer berkisar antara Rp 1400 sampai dengan Rp 1500 per ekor, sedangkan ditingkat pedagang pengecer ke konsumen akhir berkisar antara Rp 2000 sampai dengan Rp 2500 per ekor. Farmer’s share yang diterima petani pada pola 1 dan pola 2 yaitu masing-masing sebesar 39,5 %. Pada pola 3, rata-rata harga jual petani adalah sebesar Rp. 1.116,7 per ekor, sedangkan rata-rata harga yang dibayar oleh konsumen akhir adalah sebesar Rp. 1.250 per ekor. Farmer’s share yang diterima oleh petani pada pola 3 adalah sebesar 89,3% , merupakan saluran tataniaga yang paling menguntungkan bagi petani, karena saluran tataniaga ikan hias Mas Koki yang paling pendek dan efisien. Farmer’s share yang tinggi dapat dicapai jika petani mampu mengefisienkan saluran tataniaga dan meningkatkan kualitas produknya.

(29)

34 Berdasarkan hasil pembahasan penelitian tersebut maka disimpulkan bahwa penerimaan petani responden dalam melakukan usahatani ubi jalar adalah Rp 11.406.061, sedangkan biaya total untuk usahatani ubi jalar adalah Rp 8.256.764, sehingga pendapatan petani atas biaya tunai adalah Rp 6.151.154 dan pendapatan petani atas biaya total adalah Rp 3.149.297. Nilai R/C atas biaya tunai adalah sebesar 2,17 dan nilai R/C atas biaya total adalah sebesar 1,38. Berdasarkan kenyataan tersebut, usahatani ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon menguntungkan untuk diusahakan. Hal ini bisa menjadi bahan kajian yang bermanfaat bagi petani ubi jalar di daerah lainnya.

Isnurdiansyah (2010) melakukan penelitian tentang analisis pendapatan usahatani gandum lokal di Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan Provinsi Jawa Timur. Tujuan penelitiannya yaitu menganalisis keragaan dan pendapatan usahatani gandum lokal, serta menganalisis keterkaitan usahatani gandum lokal dengan sub sistem agribisnis gandum lokal. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan metode Cluster sampling dengan responden 30 orang dan 22 orang untuk mengetahui kondisi faktual tentang integrasi subsistem agribisnis gandum lokal. Metode analisis yang digunakan antara lain metode kasus, analisis pendapatan, R/C rasio, analisis imbangan penerimaan dan biaya, serta anggaran parsial.

Nilai pendapatan usahatani diperoleh dari selisih penerimaan dan biaya usahatani. Pendapatan usahatani terdiri dari pendapatan atas biaya tunai dan total. R/C rasio atas biaya tunai dan biaya total petani responden sebesar 1,83 dan 0,99, yaitu petani responden mendapatkan penerimaan sebesar Rp 1,83 dan Rp 0,99 dari setiap satu rupiah yang telah dikeluarkan. Petani responden mengalami keuntungan jika dilihat berdasarkan R/C Rasio atas biaya tunai dan petani responden mengalami kerugian jika dilihat berdasarkan R/C atas biaya total

(30)

35 penelitian dengan alat analisis yang digunakan adalah analisis R/C rasio dan model fungsi produksi eksponensial dengan menggunakan metode penduga kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS).

Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani Belimbing Dewa dapat disimpulkan bahwa pengaruh hadirnya Primatani di Kota Depok belum memberikan dampak yang terlalu besar terhadap tingkat pendapatan petani peserta Primatani. Hal ini dapat dilihat dari pendapatan atas biaya tunai dan total pada petani non Primatani lebih tinggi jika dibandingkan dengan petani Primatani. Variabel faktor produksi yang digunakan antara lain pupuk kandang, pupuk NPK, pupuk gandasil, pestisida, petrogenol dan tenaga kerja.

Zalukhu (2009) yang melakukan penelitian mengenai analisis usahatani dan tataniaga padi varietas unggul nasional (Kasus: Varietas Bondoyudo pada Gapoktan Tani Bersatu, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor). Penelitian yang bertujuan menganalisis keragaan usahatani, pendapatan usahatani, faktor-faktor produksi serta efisiensi tataniaga beras di Kecamatan Cibungbulang melakukan pengambilan responden secara acak (simple random sampling) sedangkan penentuan responden untuk analisis tataniaga adalah secara snow ball sampling. Hasil penelitian Zulukhu (2009) tidak hanya menganalisis pendapatan, R/C rasio, tetapi juga analisis regresi linier berganda untuk mengetahui faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi padi dan analisis marjin, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga.

Hasil penelitian meghasilkan pendapatan atas biaya tunai pada usahatani Bondoyudo adalah Rp 6.311.564 artinya pendapatan petani tanpa memperhitungkan biaya diperhitungkan sebesar Rp 6.311.564 per hektar per musim tanam. Sedangkan pendapatan atas biaya total adalah Rp 3.303.928. Nilai R/C rasio atas biaya tunai adalah 2,66. Artinya setiap pengeluaran biaya tunai satu satuan biaya total menghasilkan penerimaan sebesar 2,66 satuan penerimaan. R/C rasio atas biaya total adalah 1,50 artinya setiap pengeluaran satu satuan biaya total menghasilkan penerimaan 1,50 satuan penerimaan.

2.2. Keterkaitan Dengan Penelitian Terdahulu

(31)

36 usahatani. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan adalah dari segi komoditas dan cakupan daerah yang dikaji. Berdasarkan penelitian terdahulu di atas, dapat dilihat bahwa usahatani ikan kurang efisien yang ditunjukkan dengan R/C rasio negatif. Maka melalui penelitian ini diharapkan dapat mengetahui apakah usahatani ikan khususnya ikan lele Bapukan lebih efisien daripada usahatani ikan pada penelitian terdahulu.

Tabel 3. Keterkaitan Dengan Penelitian Terdahulu

Nama Penulis Tahun Judul Metode Analisis

Euis Yunita.P 2010 Analisis efisiensi tataniaga lele sangkuriang di

Hanifah 2008 pendapatan usahatani integrasi pola

Zalukhu 2009 analisis usahatani dan tataniaga padi varietas

(32)

37 BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis terdiri dari beberapa teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep usahatani, pendapatan usahatani, konsep penerimaan usahatani, biaya usahatani. Konsep usahatani dan pendapatan usahatani digunakan karena belum ada konsep khusus tentang usaha budidaya ikan lele Bapukan dan konsep usahatani adalah konsep yang paling mendekati kegiatan usaha budidaya ikan lele Bapukan dalam penelitian ini.

3.1.1. Konsep Usahatani

Menurut Soekartawi et.al (1986), usahatani adalah sistem organisasi produksi di lapangan pertanian dimana terdapat unsur lahan yang mewakili alam, unsur tenaga kerja yang mampu bertumpu pada anggota keluarga tani. Terdapat unsur modal yang beraneka ragam jenisnya salah satunya adalah unsur pengelolaan atau manajemen yang peranannya dibawakan oleh seseorang yang disebut petani.

Tipe unsur mempunyai kedudukan yang sama penting dalam usahatani dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Usahatani di Indonesia dapat diketahui dengan ciri-ciri sebagai berikut (Soekatawi, et al. 1986) :

1. Sempitnya lahan yang dimiliki petani 2. Kurangnya modal

3. Pengetahuan petani yang masih terbatas secara kurang dinamis 4. Rendahnya pendapatan petani

(33)

38 Tenaga kerja adalah daya manusia untuk melakukan kegiatan dalam menghasilkan produksi. Tenaga kerja usahatani dapat berasal dari dua sumber yaitu tenaga kerja keluarga dan luar keluarga. Pekerjaan dalam usahatani menuntut macam pekerjaan yang berbeda, yang disebabkan oleh adanya perbedaan keahlian, keterampilan, kekuatan dan pengalaman. Kebutuhan kerja untuk usahatani antara lain untuk membuat persemaian, mengolah lahan, mencangkul, menanam, menyiangi, memupuk, memelihara, memungut hasil dan sebagainya. Karena perbedaan di atas perlu digunakan faktor konversi untuk mengukur curahan tenaga kerja tersebut, dalam hal ini digunakan setara jam kerja pria atau hari kerja pria (Tjakrawiralaksana dan Soeriatmadja, 1983).

Beberapa kendala yang mempengaruhi produksi usahatani adalah faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern terdiri dari kondisi (kuantitas dan kualitas) unsur-unsur produksi seperti lahan, tenaga kerja dan modal. Sedangkan faktor kendala ekstern meliputi adanya pasar bagi produksi yang dihasilkan, tingkat harga baik sarana produksi maupun hasil, termasuk tenaga kerja buruh dan sumber kredit, tersedianya informasi teknologi yang mutakhir dan kebijaksanaan pemerintah yang menunjang. Tingkat produksi dan produktifitas usahatani dipengaruhi oleh teknik budidaya, meliputi varietas yang digunakan, pola tanam, pemeliharaan atau penyiangan, pemupukan serta penanganan pasca panen. Ketersediaan berbagai sarana produksi di lingkungan petani mendukung teknik budidaya. Berbagai sarana produksi yang perlu diperhatikan yaitu bibit, pupuk, obat-obatan serta tenaga kerja.

Unsur lain yang mendukung kelancaran suatu kegiatan usahatani adalah modal. Modal menurut Tjakrawiralaksana dan Soeriatmadja (1983) adalah unsur produksi ketiga dalam usahatani, setelah unsur lahan dan tenaga kerja. Dalam ilmu ekonomi modal diberi pengertian sebagai berikut :

1. Setiap barang yang dihasilkan dan dipergunakan untuk menghasilkan barang-barang baru dikemudian hari. Modal adalah sumberdaya fisik yang dapat membantu meningkatkan produktifitas kerja.

(34)

39 Sementara itu menurut Soekartawi et.al (1986), cabang usahatani dapat dibedakan dalam tiga jenis kegiatan, yaitu : (1) usahatani khusus, dimana petani hanya mengusahakan satu jenis usaha dari sebidang tanah, (2) usahatani tidak khusus, yaitu usahatani yang terdiri dari berbagai cabang usaha pada berbagai bidang tanah, dan (3) usahatani campuran atau tumpang sari yaitu usahatani yang memadukan beberapa cabang usaha secara bercampur, dimana penggunaan faktor-faktor produksi cenderung bersaing dan batas pemisahan antara cabang usahatani kurang jelas. Tujuan pengelolaan suatu kegiatan usahatani adalah untuk memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki dengan cara mengalokasikan pada berbagai cabang usahatani atau kegiatan dengan tujuan pendapatan bersih yang diperoleh mencapai hasil yang sebesar-besarnya. Usahatani sebagai suatu kegiatan di lapangan pertanian pada akhirnya akan dimulai dari biaya yang akan dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh. Produsen akan membandingkan antara hasil yang diharapkan yang diterima pada waktu panen (penerimaan) dengan biaya (pengeluaran) yang harus dikeluarkannya.

Usahatani digolongkan dalam tiga bentuk berdasarkan cara pengusahaan unsur-unsur produksi dan pengelolaannya, yaitu :

1. Usahatani yang pengusahaan unsur-unsur produksi dan pengelolaannya dilakukan secara perorangan (individual farm)

2. Usahatani yang pengusahaan unsur-unsur produksi dan pengusahaanya dilakukan oleh banyak orang secara kolektif (collective farm)

3. Usahatani yang merupakan bentuk peralihan dari usahatani perseorangan ke usahatani kolektif (cooperative farm)

3.1.2. Konsep Pendapatan Usahatani

(35)

40 semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, yang digunakan kembali untuk bibit atau yang disimpan digudang (Soekarwati et al, 1986).

Pengeluaran atau biaya usahatani merupakan nilai penggunaan sarana produksi dan lain-lain yang dibebankan pada produk yang bersangkutan. Biaya usahatani yang dikeluarkan berupa biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung pendapatan kerja petani kalau modal dan nilai kinerja diperhitungkan.

Pendapatan usahatani yang diterima seseorang petani dalam satu tahun berbeda dengan pendapatan yang diterima petani lainnya. Perbedaan pendapatan petani ini dipengaruhi oleh berbagai faktor. Diantaranya masih dapat berubah dalam batas-batas kemampuan petani, misalnya luas lahan usahatani, efisiensi kerja dan efisiensi produksi. Tetapi ada pula faktor-faktor yang tidak dapat berubah seperti iklim dan jenis lahan.

Ukuran pendapatan dan keuntungan dapat dikemukakan dalam beberapa definisi (Soekarwati et al, 1986), yaitu :

a. Penerimaan tunai usahatani: nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Penerimaan tunai usahatani tidak mencangkup pinjaman uang untuk keperluan usahatani.

b. Pengeluaran usahatani: jumlah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani dan tidak mencangkup bunga pinjaman dan jumlah pinjaman pokok.

c. Pendapatan tunai usahatani: selisih antara penerimaan tunai usahatani dengan pengeluaran tunai usahatani.

d. Penerimaan total usahatani: penerimaan dari semua sumber usahatani yang meliputi jumlah penambahan inventaris, nilai penjualan hasil dan nilai penggunaan untuk konsumsi keluarga.

(36)

41 f. Pendapatan total usahatani : merupakan selisih antara penerimaan total dengan

pengeluaran total.

Salah satu ukuran yang bisa dijadikan indikator untuk mengetahui keuntungan usahatani yang dilihat dari segi pendapatan adalah perbandingan antara penerimaan dengan biaya atau R/C. Jika nilai R/C>1 berarti penerimaan yang diperoleh akan lebih besar dari pada tiap unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut sehingga kegiatan usahatani efisien untuk dilakukan. Sebaliknya, jika R/C<1 maka tiap unit biaya yang dikeluarkan akan lebih besar dari pada penerimaan yang diperoleh sehingga usaha yang dilakukan tidak efisien. Alat yang digunakan untuk menganalisis keuntungan usahatani adalah R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total.

3.1.3. Biaya Usahatani

Soekartawi et al.(1986) biaya usahatani meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan tidak berpengaruh terhadap besarnya jumlah produksi. Biaya tetap meliputi pajak, penyusutan alat produksi, bunga pinjaman, sewa lahan dan iuran irigasi. Sedangkan biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya selalu berubah dan besarnya tergantung dari jumlah produksi. Biaya variabel meliputi input produksi dan upah tenaga kerja.

Pengelompokan biaya usahatani lainnya adalah biaya tunai dan biaya tidak tunai (Soekartawi et al, 1986). Biaya tunai dan tidak tunai berasal dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yang termasuk dalam biaya tunai adalah iuran irigasi dan pajak tanah. Sedangkan untuk biaya variabel meliputi biaya input produksi dan upah tenaga kerja. Biaya diperhitungkan yang merupakan biaya tetap adalah biaya penyusutan dan biaya tenaga kerja keluarga. Sedangkan yang termasuk dalam biaya variabel yaitu sewa lahan.

3.1.4. Penerimaan Usahatani

(37)

42 atau makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, disimpan atau digudangkan pada akhir tahun (Soekartawi et al. 1986).

3.1.5. Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C rasio)

Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi. Oleh karena itu pendapatan usahatani merupakan keuntungan usahatani yang dapat dipakai untuk membandingkan keragaan beberapa usahatani. Pendapatan selain diukur dengan nilai mutlak, juga dinilai efisensinya. Salah satu ukuran efisiensi pendapatan adalah penerimaan (R) untuk setiap biaya (C) yang dikeluarkan (rasio R/C). Rasio R/C ini menunjukan pendapatan kotor yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk memproduksi.

Analisis rasio ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif terhadap kegiatan usahatani sehingga dapat dijadikan penilaian terhadap keputusan petani untuk menjalankan usahatani tertentu. Usahatani efisien apabila R/C lebih besar dari 1 (R/C>1) artinya untuk setiap Rp. 1,00 biaya yang dikeluarkan akan memberikan keuntungan lebih dari Rp.1,00. Sebaliknya jika R/C lebih kecil dari atu (R/C<1) maka dikatakan etiap Rp. 1,00 biaya yang dikeluarkan akan memberikan penerimaan lebih kecil dari Rp. 1,00 sehingga usahatani dinilai tidak efisien. Semakin tinggi nilai R/C, semakin menguntungkan usahatani tersebut.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Kecamatan Losarang memiliki potenis pengembangan lokasi budidaya ikan lele Bapukan dilihat dari kondisi alam yang mendukung dan kondisi sosial masyarakatnya yang mayoritas menjadi petani ikan lele. Pengembangan ikan lele

Bapukan terkendala oleh perbedaan harga (disparitas) produk pada saat over supply produksi ikan lele Bapukan sehingga terjadi penurunan harga yang menyebabkan pendapatan petani menurun. Untuk memanfaatkan potensi yang ada, maka kendala yang ada perlu diatasi. Salah satu program yang dijalankan di Kecamatan Losarang adalah melalui program Filleting sejak tahun 2008. Filleting

(38)

43

supply. Selain itu program ini bertujuan untuk membantu para petani lele Bapukan

dalam hal pemasaran, media informasi mengenai harga dan pola tanam yang baik serta permintaan konsumen.

Program Filleting memiliki berbagai manfaat yang dapat dirasakan oleh petani. Melalui program Filleting, produksi lele Bapukan petani dapat terjual seluruhnya. Hal ini menjadi salah satu cara agar produksi petani dapat didistribusikan tanpa ada sisa yang dapat menjadi biaya tambahan. Harga yang ditawarkan oleh program Filleting bagi petani lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga jual saat ini. Harga jual lele Bapukan setelah adanya Filleting

sebesar Rp 8.000 per kg, sedangkan harga jual sebelum adanya program Filleting

sebesar Rp 5.000 sampai Rp 5.500 per kg. Hal ini terbukti menguntungkan bagi petani. Melalui harga jual yang lebih tinggi, maka pendapatan petani dapat ditingkatkan.

(39)
(40)

45 Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional

Petani Lele Bapukan

Disparitas harga pada saat over supply

Analisis Penerimaan Analisis Biaya

Rekomendasi usahatani ikan lele Bapukan di Kecamatan

Losarang Kabupaten Indramayu

Analisis usahatani ikan lele bapukan di Desa Losarang, Kabupaten Indramayu

(41)

46 BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu. Hal ini atas pertimbangan Kabupaten Indramayu merupakan salah satu sentra perikanan air tawar di Jawa Barat khususnya ikan lele dan Kecamatan Losarang sebagai satu-satunya daerah di Kabupaten Indramayu yang mengusahakan ikan lele Bapukan. Adapun waktu dalam proses pengambilan dan pengumpulan data serta informasi dilakukan selama bulan Juli hingga Agustus 2010.

4.2. Metode Penentuan Responden

Metode penentuan responden dilakukan secara sengaja (Purposive). Hal tersebut terkait dengan karakteristik petani lele Bapukan yang homogen dilihat dari skala usaha, produk yang dihasilkan, dan penerapan teknologi budidaya. Para petani lele Bapukan yang menjadi responden tergabung dalam Poktan Ulam Jaya yang beranggotakan 78 orang, dimana 53 orang adalah petani pendederan dan 25 orang petani pembesaran yang seluruhnya mengikuti program Filleting. Petani

pendederan adalah petani yang membudidayakan ikan lele dari ukuran larva sampai dengan ukuran 11-12 cm. Pemilihan responden dilakukan secara sengaja yaitu petani yang memproduksi ikan lele Bapukan pada saat penelitian sedang dilakukan, dimana responden yang diambil dalam penelitian ini adalah 25 orang responden petani pembesaran ikan lele Bapukan.

4.3. Metode Pengumpulan data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pembagian kuisioner yang telah disiapkan dengan teknik wawancara langsung kepada petani lele Bapukan.

(42)

47 relevan dengan penelitian yang sedang dilakukan. Jenis dan sumber data penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jenis dan Sumber Data Penelitian

Jenis Data Sumber Data

A.Primer

1. Karakteristik petani Kuisioner dan wawancara

2. Keragaan usahatani lele Bapukan Kuisioner dan wawancara

3. Target dan realisasi produksi ikan lele di

kabupaten Indramayu

DKP Indramayu

4. Luas kolam dan jumlah petakan di

kabupaten Indramayu

DKP Indramayu

B.Sekunder

1. Produksi perikanan budidaya air tawar Internet

2. Karakteristik ikan lele Buku Usaha Budidaya Ikan Lele

3. Studi empiris mengenai ikan lele Penelitian (Skripsi) terdahulu

4. Studi empiris mengenai pendapatan

usahatani

Penelitian (Skripsi) terdahulu

5. Budidaya akuakultur Buku Pengantar Akuakultur

6. Kandungan gizi ikan lele Buku Pintar Budidaya 15 Ikan

Konsumsi

4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

(43)

48 4.4.1 Analisis Pendapatan Usahatani

Analisis pendapatan usaha yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis pendapatan usahatani. Usahatani adalah suatu kegiatan ekonomi yang ditunjukkan untuk menghasilkan output (penerimaan) dengan input fisik, tenaga kerja dan modal sebagai korbanannya. Penerimaan total usahatani adalah semua nilai input yang dikeluarkan dalam proses produksi. Pendapatan adalah selisih antara total penerimaan dan total pengeluaran (Soekartawi, et al, 1985). Secara matematis, penerimaan total, biaya dan pendapatan adalah :

TR = P * Q

TC = biaya tunai + biaya diperhitungkan Keuntungan atas biaya tunai = TR - biaya tunai Keuntungan atas biaya total = TR - TC

Keterangan :

TR : total penerimaan usahatani (Rp) TC : total biaya usahatani (Rp) π : keuntungan usahatani (Rp) P : harga output (Rp/ekor) Q : jumlah output (ekor)

Penelitian ini menggunakan konsep biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan dalam bentuk tunai dan biaya diperhitungkan merupakan biaya yang seharusnya dikeluarkan petani tetapi tidak dikeluarkan oleh petani tersebut namun tetap harus diperhitungkan. Biaya tunai digunakan untuk melihat seberapa besar likuiditas tunai yang dibutuhkan petani untuk menjalankan kegiatan usahataninya. Biaya diperhitungkan digunakan untuk menghitung seberapa besar pendapatan petani jika penyusutan dan nilai tenaga kerja keluarga diperhitungkan.

Biaya penyusutan alat-alat pertanian dihitung dengan membagi selisih antara nilai sisa yang ditafsirkan dengan lamanya modal dipakai. Metode yang digunakan ini adalah metode garis lurus. Metode ini digunakan karena jumlah penyusutan alat tiap tahunnya dianggap sama dan diasumsikan tidak laku bila dijual (Soekartawi, et al, 1985). Rumus yang digunakan yaitu :

(44)

49 Keterangan :

Nb : Nilai pembelian (Rp)

n : Umur ekonomis (tahun)

Suatu usaha dikatakan menguntungkan secara ekonomis dari usaha lain bila resiko output terhadap inputnya lebih menguntungkan dari usaha lain. Return and Cost Ratio (R/C rasio) merupakan perbandingan antara nilai output dan inputnya atau perbandingan antara penerimaan usahatani dengan pengeluaran usahatani. R/C rasio yang dihitung dalam analisis ini terdiri dari R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total. R/C rasio atas biaya tunai dihitung dengan membandingkan antara penerimaan total dengan biaya tunai dalam satu periode tertentu. R/C rasio atas biaya total dihitung dengan membandingkan antara penerimaan total dengan biaya total dalam satu periode tertentu (Soekartawi, et al, 1985).

Rumus analisis imbangan penerimaan dan biaya usahatani adalah sebagai berikut :

R/C rasio atas biaya tunai = TR / biaya tunai R/C rasio atas biaya total = TR / TC

Keterangan :

TR : total penerimaan usahatani (Rp) TC : total biaya usahatani (Rp)

(45)

50 Tabel 5. Contoh Perhitungan Pendapatan Usaha

No Uraian Satuan Per siklus

E Total biaya diperhitungkan Rp

F Total biaya(D+F) Rp

G Pendapatan atas biaya tunai (B-D) Rp H Pendapatan atas biaya total (B-F) Rp I R/C atas biaya tunai (B/D) - J R/C atas biaya total (B/F) -

Sumber : Soekartawi, et al, 1985

4.5 Definisi Operasional

Untuk menjelaskan pengertian mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Umur ikan adalah jumlah hari atau lamanya waktu antara tanam dan panen 2. Hasil produksi yaitu hasil produksi fisik berupa ikan lele Bapukan ukuran 1-2

ekor/Kg

3. Harga jual petani (Rp/Kg) adalah harga rata-rata produk (per kilogram) yang diterima petani.

4. Harga beli pedagang (Rp/Kg) adalah harga rata-rata produk per kilogram yang dibeli dari petani atau dari pedagang perantara sebelumnya.

5. Harga jual pedagang ( Rp/Kg) adalah harga rata-rata produk per kilogram yang dijual pedagang kepada pedagang lainnya atau kepada konsumen akhir.

6. Lahan, merupakan seberapa luas lahan yang dimiliki oleh petani untuk

(46)
(47)

52 BAB V

GAMBARAN UMUM KECAMATAN LOSARANG

5.1. Wilayah, Topografi dan Demografi Kecamatan Losarang

Salah satu daerah yang berpotensi dalam pengembangan kawasan budidaya ikan lele Bapukan di Kabupaten Indramayu adalah Kecamatan Losarang. Kecamatan Losarang memiliki luas wilayah 1387 hektar terdiri dari 645,5 hektar darat, 603 hektar sawah (sawah tadah hujan 99 hektar dan sawah pasang surut 504 hektar), 106 hektar tanah kering, 32,5 hektar tanah fasilitas umum. Sebagian besar lahan persawahannya telah dialihfungsikan sebagai kolam atau tambak. Hal ini disebabkan karena berbagai pertimbangan seperti :

1. Rencana pengembangan kawasan budidaya lele di Kecamatan Losarang.

2. Kurang produktifnya lahan persawahan disebabkan saluran irigasi yang tidak mendukung.

Selain itu, lahan sawah yang sudah dialihfungsikan sebagai kolam atau tambak tersebut belum dimanfaatkan secara optimal oleh petani disebabkan oleh : 1) Belum optimalnya ketersediaan dan penggunaan sarana produksi

2) Rendahnya kualitas dan ketersediaan infrastruktur serta sarana pertanian 3) Belum optimalnya penanganan pasca panen dan pemasaran

4) Masih rendahnya adopsi teknologi pada tingkat petani 5) Kurangnya kemampuan petani dalam mengakses modal 6) Belum optimalnya peran kelembagaan tani

(48)

53 dijalankan di Kecamatan Losarang sehingga akan berpengaruh terhadap penerimaan masyarakat di Kecamatan Losarang.

5.2. Gambaran Umum Demografis

Pada tahun 2009 jumlah penduduk Kecamatan Losarang mencapai 8.142 jiwa dengan komposisi sebagai berikut :

1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Komposisi penduduk Kecamatan Losarang menurut jenis kelamin pada tahun 2010 dapat digambarkan sebagai berikut, jumlah penduduk laki-laki sebanyak 3.774 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 4.398 jiwa. Dengan demikian berdasarkan gender dapat dikatakan jumlah penduduk perempuan lebih besar yaitu 54,02 persen dibandingkan jumlah penduduk laki-laki sebesar 46,25 persen.

2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Struktur Usia

Komposisi penduduk Kecamatan Losarang berdasarkan usia pada tahun 2010 sangat bervariasi. Data tersebut juga memperlihatkan bahwa jumlah penduduk terbanyak berada pada usia sekolah dasar. Jumlah penduduk usia produktif atau usia 16-64 tahun laki-laki sebesar 1.793 jiwa atau sekitar 47,51 persen dan perempuan sebesar 3.216 jiwa atau sekitar 73, 12 persen. Jumlah penduduk berdasarkan usia dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia

No Golongan Usia (tahun) Laki-laki (jiwa)

Perempuan (jiwa)

Persentase (%)

L P

1 0-5 214 258 5,67 5,87

2 6-15 359 459 9,51 10,44

3 16-64 1.793 3.216 47,51 73,12

4 >65 408 465 10,81 10,57

Jumlah 3.774 4.398 100 100

(49)

54 3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Pokok

Pada tahun 2010 jumlah penduduk bekerja berdasarkan lapangan usaha sebanyak 683 orang. Jumlah tersebut sebesar 300 orang atau sekitar 43,92 persen bekerja sebagai petani dan sebagai buruh tani berjumlah 294 jiwa atau sekitar 43,05 persen. Jika dilihat dari berbagai mata pencaharian pokok masyarakat Kecamatan Losarang, maka pertani dan buruh tani mempunyai kontribusi yang signifikan yang disebabkan oleh luasnya lahan pertanian dan juga kurangnya pengetahuan serta informasi mengenai mata pencaharian lainnya. Sehingga bermata pencaharian sebagai petani dan buruh tani menjadi landasan untuk menyambung hidup masyarakat di Kecamatan Losarang tersebut. Keterangan lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Pokok.

No Bidang Usaha Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 Petani 300 43,92

Sumber : Potensi Sumberdaya Manusia kecamatan Losarang (diolah), 2010 4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Sektor pendidikan merupakan salah satu program prioritas pembangunan selain sektor perikanan dan pertanian. Hal ini tidak terlepas dari kondisi tingkat pendidikan masyarakat yang masih relatif rendah walaupun dengan kualitas SDM masyarakat merupakan faktor determinan dalam keberhasilan pembangunan.

(50)

55 Losarang pada tahun 2010, mayoritas penduduk atau sekitar 17,58 persen merupakan tamatan SD.

Gambaran umum demografis tersebut berkaitan dengan bagaimana masyarakat dalam mengelola usahanya, baik dari segi teknis budidaya maupun manajemen pemasaran sehingga akan berdampak pada penerimaan dan biaya-biaya yang di keluarkan dalam pengelolaan usahataninya.

5.3. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

Kondisi sosial masyarakat di Kecamatan Losarang merupakan akulturasi

dari berbagai macam budaya, suku, dan ras yang berbeda. Sebagian besar dari penduduknya adalah penduduk asli daerah setempat dan sebagian kecil lain merupakan pendatang. Kecamatan Losarang memiliki kurang lebih 15 desa, yang salah satunya digunakan sebagai lokasi penelitian yaitu Desa Krimun, Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu. Sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani lele dan gurame, petani padi sawah, nelayan tangkap, dan pemindang ikan hasil tangkapan. Kabupaten ini dapat dikatakan sebagai daerah sentra produksi hasil perikanan khususnya ikan lele Bapukan sebagai salah satu komoditas ketahanan pangan. Pengaruh kondisi geografis dan kebijakan penggunaan lahan serta aspek budaya masyarakat setempat, menjadikan kabupaten ini dapat bergerak di berbagai sektor selain pertanian dan perikanan.

5.4 Profil Kelompok Tani Ulam Jaya

Sampai dengan tahun 2010 terdapat 78 anggota dari Kelompok Tani Ulam Jaya di kecamatan Losarang khususnya di Desa Krimun dengan rata-rata jumlah tambak garapan yaitu 7 tambak dan luas tambak sekitar 300-450 m2 dan luas garapan 25 hektar. Dari 78 anggota kelompok tani Ulam Jaya terdiri dari 25 orang petani pembesaran (lele Bapukan) dan 53 orang petani penggelondongan. Sistem perikanan di Desa Krimun masih tradisional, namun saat ini usahatani ikan lele

Bapukan yang dilakukan petani di desa tersebut sudah terorganisir dalam kelembagaan kelompok tani yaitu Kelompok Tani Ulam Jaya.

(51)

56 masyarakat pedesaan lainnya dengan menumbuhkembangkan kerja sama antar petani dan pihak lain yang terkait dalam pengembangan usahataninya. Selain itu kelompok tani diharapkan mampu membantu menggali potensi, memecahkan permasalahan usahatani anggota secara efektif, memudahkan dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan dan sumberdaya lainnya.

Kelompok Tani Ulam Jaya berdiri tahun 2008. Awal munculnya gagasan pembentukan Kelompok Tani Ulam Jaya adalah dalam rangka mendorong dan menggali potensi sumberdaya perikanan di Desa Krimun Khususnya ikan lele. Menurut Surat Keputusan Kepala Desa Krimun (2008), tujuan dari terbentuknya Kelompok Tani Ulam Jaya adalah (a) mendorong dan mengembangkan kegiatan usaha anggota khususnya dan kemajuan lingkungan kerja pada umumnya dalam rangka menggalang terlaksananya masyarakat adil dan makmur; (b) mengembangkan sikap wirausaha ke arah usaha yang profesional, tangguh dan sehat dari anggota, untuk anggota dan oleh anggota; (c) mendorong dan menumbuhkan usaha-usaha produktif anggota dalam rangka meningkatkan produktivitas dan pendapatan anggota; (d) menggalang persatuan dan kesatuan masyarakat; (e)memperkokoh dan memperkuat perekonomian di tingkat pedesaan sehingga menjadi lembaga usaha(bisnis) yang tangguh dan sehat serta mampu bersaing dengan pelaku usaha bisnis lainnya.

Fungsi dari Kelompok Tani Ulam Jaya adalah: (a) sebagai lembaga dan wadah anggota; (b) membangun dan mengembangkan potensi usaha yang dimiliki anggoita khususnya dan masyarakat pada umumnya yang diharapkan dapat membawa dampak positif untuk peningkatan usaha dan pendapatan para anggota; (c)mendorong dan membantu kegiatan usaha yang dijalankan oleh anggota; (d) mengkoordinir dan mefasilitasi kegiatan usaha yang dijalankan anggota.

Gambar

Tabel 1. Perkembangan Produksi Perikanan Budidaya Air Tawar (Ton) di Indonesia tahun 2005-2008
Tabel 2. Perkembangan Target dan Realisasi Produksi Ikan Lele (Ton) diKabupaten Indramayu Tahun 2007-2010 (Juni)
Tabel 3. Keterkaitan Dengan Penelitian Terdahulu Nama Penulis
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Abstrak dalam Bahasa Inggris, berkisar antara 200 – 250 kata, berisi ringkasan singkat dan kesimpulan dari manuskrip, dilengkapi dengan 3 – 5 kata kunci

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer yang diperoleh dengan melakukan pengamatan dan pengukuran secara langsung pada objek penelitian dan

Konsumen kepada peraturan baru yang dibuat sepihak oleh pihak Pelaku Usaha yang melanggar Pasal 18 Ayat (1) huruf d Undang-Undang Perlindungan Konsumen, bahwa

atas ajuan biaya sehingga dapat disesuaikan dengan anggaran yang telah disepakati Selain itu, setiap manajer/pengendali harus malakukan pelaporan atas realisasi biaya terhadap

Peneliti akan memperoleh pengetahuan yang lebih luas dan mendalam mengenai terobosan baru dalam dunia perbankan yaitu kegiatan layanan keuangan yang tidak dilakukan di

◦ Larutan tanah (sifatnya tersedia untuk diserap oleh akar tanaman) ◦ Bahan organik (mengalami proses perombakan).. ◦ Organisme tanah (komponen

Hasil dari logika fuzzy yang telah terapkan pada sistem, menunjukan bahwa posisi troli dapat mengikuti sinyal referensi serta besarnya ayunan yang terjadi pada

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk kamar tidur umumnya persegi atau persegi panjang, persentase kelompok kamar kost yang dihuni oleh satu orang lebih besar dibandingkan