• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identification, live cycle and distributions of pine woolly adelgide on pinus plantations in Java Island

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identification, live cycle and distributions of pine woolly adelgide on pinus plantations in Java Island"

Copied!
226
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI, SIKLUS HIDUP DAN PENYEBARAN

KUTULILIN PINUS

Pineus boerneri

ANNAND

(HEMIPTERA : ADELGIDAE) DI HUTAN TANAMAN PINUS

DI PULAU JAWA

OEMIJATI RACHMATSJAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Identifikasi, Siklus Hidup dan Penyebaran Kutulilin Pinus Pineus boerneri Annand (Hemiptera : Adelgidae) di Hutan Tanaman Pinus di Pulau Jawa adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Agustus 2012

Oemijati Rachmatsjah

(4)
(5)

ABSTRACT

OEMIJATI RACHMATSJAH. Identification, Live Cycle and Distributions of Pine Woolly Adelgide on Pinus Plantations in Java Island. Supervised by ULFAH JUNIARTI SIREGAR, DODI NANDIKA, NOOR FARIKHAH HANEDA and PURNAMA HIDAYAT.

Pine Woolly Adelgide (PWA), is a newly-found exotic pests, in P. merkusii

plantations in Java Island, causing dieback or abnormality of the plants, dried and defoliated branches, and eventually killed the trees. A study was conducted to identified the species of this exotic pest and detrmined its life cycle, as well as geographics distribution. Based on the specific characters of PWA, the insect was identified as Pineus boerneri Annand (Hemiptera; Adelgidae). Abdomen spiracles consisted of four pairs. Wax gland was spread all over the body. The spread was regular at the body, while at the head was irregular. Significantly different measurement of each morphological character observed was found in specimens from different KPH indicating high diversity of the insect despite of its parthenogenetic regeneration. PWA had six stadia of development, which totally lasted for 24,5 ± 1,79 days. The whole cycle was shorter than its original cycle in temperate zone. Shorter life cycle indicates rapid regeneration and multiplication ability that this new pest has a potential for invasiveness. The occurrence of PWA was found concentrated in specific location of host plant area. The pest attacks pine plantation on the high altitude > 900 m above sea level, having temperature between 16-200C, and humidity 80-90%. The intensity of the attack was correlated clearly to temperature and altitude of the host plant location. Percentage of attack ranged from 15-100%. The PWA could attack pine in all ages of development. The fast distribution of attacks and rather narrow range of climatic requirement of the pest posted special call for careful silvicultural consideration for new pine plantation establishment, especially in Java. Recently pine is considered as promising fast growing species for plantation in Java with newly introduced moratorium policy, because pine can give other non-timber forest products, such as gum for terpentine. Keywords: Kutulilin pinus, life cycle, morphometric, newly exotic, pests, Pineus

(6)
(7)

RINGKASAN

Oemijati Rachmatsjah. Identifikasi, Siklus Hidup dan Penyebaran Kutulilin Pinus

Pineus boerneri Annand (Hemiptera : Adelgidae) di Hutan Tanaman Pinus di Pulau Jawa. Dibimbing oleh Ulfah Yuniarti Siregar, Dodi Nandika, Noor Farikhah Haneda dan Purnama Hidayat.

Kutulilin pinus yang menyerang tanaman pinus di sembilan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) di Pulau Jawa merupakan hama baru dan eksotik, yang berpotensi menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak normal, banyak percabangan, bahkan kematian pohon. Suatu penelitian telah dilakukan untuk mengidentifikasi kutulilin pinus dan mengetahui siklus hidup serta penyebaran geografis serangga tersebut di hutan tanaman pinus di Pulau Jawa. Spesimen kutulilin pinus dikumpulkan dari sembilan KPH, kemudian dibuat slide preparat untuk mendapatkan gambaran mengenai bentuk tubuh maupun tanda tanda khusus yang dipunyai oleh kutulilin pinus. Dari tiap KPH dibuat 30 slide preparat untuk dapat diamati bentuk dan ukuran tubuh, ukuran kepala, keberadaan sayap, keberadaan dan penyebaran kelenjar lilin pada tubuh, keberadaan antena, tonjolan yang ada pada koksa, dan jumlah spirakel abdomen. Pembuatan slide preparat didasarkan pada metode dari Blackman and Eastop (1984) yang telah dimodifikasi oleh Laboratorium Taksonomi Serangga Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB. Penelitian siklus hidup dilakukan di Laboratorium Entomologi Hutan Fakultas Kehutanan IPB dan menggunakan telur kutu dari KPH Sumedang. Penularan dilakukan terhadap cabang yang telah diberi nomor urut dari anakan pinus yang berumur enam bulan yang juga telah diberi nomor urut. Anakan pinus yang digunakan sebanyak 10 tanaman. Pengamatan dilakukan terhadap perkembangan kutu ialah mulai diadakan penularan hingga serangga dewasa. Data yang dihimpun ialah waktu penularan, waktu penetasan, waktu ganti kulit dan banyaknya ganti kulit serta peletakan telur. Data mengenai penyebaran kutu di tegakan pinus didapatkan melalui survey secara langsung ke areal areal hutan pinus yang terserang kutulilin pinus, melakukan pengukuran suhu udara secara langsung dengan menggunakan thermometer, ketinggian dari muka laut diukur dengan menggunakan Global Position System

(8)

0,017 mm dengan lebar 0,39 ± 0,06 mm, mempunyai lapisan kitin yang kuat. Abdomen ruas ketiga mulai mengecil dan ruas terakhir meruncing dan di bagian ujungnya terdapat alat peletak telur. Tungkai tereduksi panjang kurang lebih 0,1 mm kuku membentuk kait. Terdapat empat spirakel abdomen. Kelenjar lilin melimpah menyebar di seluruh bagian tubuh dari kepala sampai dengan abdomen, mengelompok antara tiga sampai sembilan kelenjar per kelompok. Sebaran kelenjar lilin di kepala tidak beraturan, sebaran di abdomen lebih beraturan. Telur, nimpa serta imago kutulilin pinus dilindungi oleh benang-benang halus berwarna putih menyerupai lapisan lilin. Serangan hanya terjadi pada wilayah hutan dengan ketinggian >900 m dpl, dengan suhu antara 16-220C, dengan kelembaban antara 80-90%. Serangan kutulilin pinus sangat mudah untuk dikenali karena keberadaan lapisan lilin dan perubahan warna dari daun pinus, dan terjadinya mati pucuk. Kategori serangan pada areal terserang berkisar antara ringan sampai sangat berat, dengan intensitas serangan antara 15-100%, menyerang semua kelas umur dari tanaman di persemaian sampai tanaman masak tebang.

(9)

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(10)
(11)

IDENTIFIKASI, SIKLUS HIDUP DAN PENYEBARAN

KUTULILIN PINUS

Pineus boerneri

ANNAND

(HEMIPTERA : ADELGIDAE) DI HUTAN TANAMAN PINUS

DI PULAU JAWA

OEMIJATI RACHMATSJAH

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Mayor Silvikultur

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Penguji luar komisi pada ujian tertutup: 1. Dr. Ir. Iman Santoso, M.Sc.

(Kepala Badan Litbang Kehutanan Kementerian Kehutanan R. I) 2. Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf, M. Sc.

(Staf Pengajar Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB)

Penguji luar komisi pada ujian terbuka: 1. Dr. Ir. Bambang Sukmananto, M. Sc.

(Direktur Utama Perum Perhutani) 2. Dr. Ir. Supriyanto.

(13)

Judul Disertasi : Identifikasi, Siklus Hidup dan Penyebaran Kutulilin Pinus Pineus boerneri Annand (Hemiptera: Adelgidae) di Hutan Tanaman Pinus di Pulau Jawa

Nama : Oemijati Rachmatsjah

NIM : E.461070051

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ulfah Juniarti Siregar, M.Agr Ketua

Prof. Dr. Ir. Dodi Nandika, MS Anggota

Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, MS Anggota

Dr. Ir. Purnama Hidayat, MS Anggota

Diketahui

Ketua Mayor Silvikultur Tropika Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Basuki Wasis, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr

(14)
(15)

PRAKATA

Pineus boerneri merupakan hama baru di hutan tanaman Pinus merkusii di Pulau Jawa. Hama ini mulai diketahui menyerang tegakan pinus pada tahun 1997 di Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Manglayang Barat, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Utara Perum Perhutani, Unit III Jawa Barat dan Banten. Untuk dapat mengendalikan hama baru tersebut diperlukan berbagai data dan informasi tentang kehidupan serangga ini, antara lain spesies, siklus hidup, dan beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi kehidupan hama ini. Informasi tersebut telah diperoleh melalui serangkain penelitian lapangan dan laboratorium selama 15 bulan, kemudian disajikan dalam disertasi berjudul “Identifikasi, Siklus Hidup dan Penyebaran Kutulilin Pinus Pineus Boerneri (Hemiptera: Adelgidae) di Hutan Tanaman Pinus di Pulau Jawa”.

Saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada: Dr. Ir. Ulfah Juniarti Siregar, M.Agr sebagai Ketua Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Ir. Dodi Nandika MS, Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda MS, dan Dr. Ir. Purnama Hidayat M.Sc. masing-masing sebagai anggota Komisi Pembimbing, atas segala arahan, bimbingan dan dorongan yang telah diberikan dalam pelaksanaan pendataan dan penulisan disertasi ini.

(16)

kerendahan hati, keikhlasan, tahu menempatkan diri selalu menjadi bekal dalam mengarungi kehidupan ini.

Terakhir penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkah, rahmat, ridho, perlidungan, bimbingan dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan tulisan ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor (Dr) di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, namun demikian penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi peneliti selanjutnya dan pengelola hutan terutama Perum Perhutani sebagai data dan informasi awal mengenai kehidupan kutulilin untuk dapat dijadikan pertimbangan dalam rangka pengelolaan hama kutulilin pinus ini.

Bogor, Agustus 2012

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Lasem Jawa Tengah pada tanggal sembilan Desembar 1947 sebagai anak kelima dari pasangan ayahanda tercinta T. Nitisewojo dan ibunda tercinta Ruminijatun almarhuma. Pendidikan pertama dilalui di sekolah rakyat di Lasem, melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di Rembang demikian pula Sekolah Lanjutan Atas ditempuh di Rembang dan Bogor.

(18)
(19)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... xix

DAFTAR TABEL ... xxi

DAFTAR GAMBAR ... xxiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xxv

PENDAHULUAN Latar Belakang... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 3

Kerangka Pemikiran ... . 3

TINJAUAN PUSTAKA Pinus merkusii Jungh et de Vriese ... 5

Kutulilin Pinus, Pineus boerneri Annand (Hemiptera: Adelgidae) ... 9

Serangga dan Lingkungan ... 16

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 19

Identifikasi Kutulilin Pinus ... 19

Siklus Hidup Kutulilin Pinus pada Tanaman P. merkusii di P. Jawa ... 21

Penyebaran Kutulilin Pinus Hama Hutan Tanaman P. merkusii di P. Jawa 23 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kutulilin Pinus ... 25

Siklus Hidup Kutulilin Pinus pada Tanaman P. merkusii di Jawa ... 34

Penyebaran Kutulilin Pinus Hama Hutan Tanaman P. merkusii di P. Jawa 38 SIMPULAN DAN SARAN ... ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... ... 51

(20)
(21)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Luas hutan P. merkusii pada beberapa provinsi di Indonesia ... 6 2. Sebaran, Luas dan Intensitas Serangan Kutulilin pinus di Hutan P.

(22)
(23)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Pola tata air pada wilayah tegakan Pinus (Sumber : Siswamartana

2002) ... 8 2. Peta penyebaran P. boerneri di dunia ... 14 3. Pucuk pohon P. merkusii yang terserang P. Boerneri di lokasi

pengamatan (a) KPH Lawuyang. (b) KPH Lawu. (c) KPH Kediri. (d)

KPH Bandung Utara ... 15 4. Sketsa pengukuran bagian tubuh kutulilin pinus menurut Blackman

dan Eastop (1984) ... 20 5. Letak penularan telur kutu pada cabang tanaman pinus ... 22 6. Morfologi imago P. boerneri ... 25 7. Bentuk tubuh imago kutulilin pinus P.boerneri ... 26 8. Ukuran panjang tubuh kutulilin pinus yang berasal dari sembilan KPH 26 9. Lebar tubuh kutulilin pinus yang berasal dari sembilan KPH ... 27 10. Panjang kepala kutulilin pinus yang berasal dari sembilan KPH ... 28 11. Lebar kepala kutulilin pinus yang berasal dari sembilan KPH... 28 12. Rostrum kutulilin pinus yang berasal dari sembilan KPH... 29 13. Hasil pengukuran ovipositor kutulilin pinus yang berasal dari

sembilan KPH... ... 29 14. Dendrogram kesamaan ukuran kutulilin pinus sembilan KPH

berdasarkan hasil pengukuran panjang dan lebar tubuh, panjang dan

lebar kepala, rostrum dan keberadaan ovipositor. ... 30 15. Bentuk tubuh, antena, spirakel, tungkai, sebaran kelenjar lilin dan

bentuk alat mulut ... 31 16. Morfologi imago P. boerneri. (A)(B)(C) Sebaran kelenjar lilin yang

tidak beraturan di kepala P. boerneri, (F) Antenna dengan rambut di

segmen, (H) Tungkai dengan tonjolan pada koksa (Annand 1928) ... 32 17. Perkembangan kutulilin pinus dari telur hingga dewasa : (a) telur, (b)

(24)

20. Peta sebaran hama kutulilin pinus pada tanaman P. merkusii di Jawa ... 39 21. Hubungan intensitas serangan terhadap (a) suhu (b) Ketinggian dari

(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil pengukuran tubuh spesimen kutulilin pinus ... 55 2. Hasil pengukuran tubuh Kutulilin pinus yang berasal dari sembilan

KPH ... 63 3. Analisis ragam ukuran tubuh spesimen Kutulilin pinus ... 65 4. Uji lanjut pengukuran tubuh Kutulilin pinus ... 66 5. Gambar Bentuk Morfologi Kutulilin pinus dari Sembilan KPH ... 70 6. Siklus hidup kutulilin pinus ... 71 7. Data serangan Kutulilin pinus di hutan Pinus merkusii Jungh et de

Vriese di pulau Jawa ... 72 8. Peta Sebaran Kutu lilin Pinus pada Tegakan Pinus merkusii Peum

(26)
(27)

IDENTIFIKASI, SIKLUS HIDUP DAN PENYEBARAN

KUTULILIN PINUS

Pineus boerneri

ANNAND

(HEMIPTERA : ADELGIDAE) DI HUTAN TANAMAN PINUS

DI PULAU JAWA

OEMIJATI RACHMATSJAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(28)
(29)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Identifikasi, Siklus Hidup dan Penyebaran Kutulilin Pinus Pineus boerneri Annand (Hemiptera : Adelgidae) di Hutan Tanaman Pinus di Pulau Jawa adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Agustus 2012

Oemijati Rachmatsjah

(30)
(31)

ABSTRACT

OEMIJATI RACHMATSJAH. Identification, Live Cycle and Distributions of Pine Woolly Adelgide on Pinus Plantations in Java Island. Supervised by ULFAH JUNIARTI SIREGAR, DODI NANDIKA, NOOR FARIKHAH HANEDA and PURNAMA HIDAYAT.

Pine Woolly Adelgide (PWA), is a newly-found exotic pests, in P. merkusii

plantations in Java Island, causing dieback or abnormality of the plants, dried and defoliated branches, and eventually killed the trees. A study was conducted to identified the species of this exotic pest and detrmined its life cycle, as well as geographics distribution. Based on the specific characters of PWA, the insect was identified as Pineus boerneri Annand (Hemiptera; Adelgidae). Abdomen spiracles consisted of four pairs. Wax gland was spread all over the body. The spread was regular at the body, while at the head was irregular. Significantly different measurement of each morphological character observed was found in specimens from different KPH indicating high diversity of the insect despite of its parthenogenetic regeneration. PWA had six stadia of development, which totally lasted for 24,5 ± 1,79 days. The whole cycle was shorter than its original cycle in temperate zone. Shorter life cycle indicates rapid regeneration and multiplication ability that this new pest has a potential for invasiveness. The occurrence of PWA was found concentrated in specific location of host plant area. The pest attacks pine plantation on the high altitude > 900 m above sea level, having temperature between 16-200C, and humidity 80-90%. The intensity of the attack was correlated clearly to temperature and altitude of the host plant location. Percentage of attack ranged from 15-100%. The PWA could attack pine in all ages of development. The fast distribution of attacks and rather narrow range of climatic requirement of the pest posted special call for careful silvicultural consideration for new pine plantation establishment, especially in Java. Recently pine is considered as promising fast growing species for plantation in Java with newly introduced moratorium policy, because pine can give other non-timber forest products, such as gum for terpentine. Keywords: Kutulilin pinus, life cycle, morphometric, newly exotic, pests, Pineus

(32)
(33)

RINGKASAN

Oemijati Rachmatsjah. Identifikasi, Siklus Hidup dan Penyebaran Kutulilin Pinus

Pineus boerneri Annand (Hemiptera : Adelgidae) di Hutan Tanaman Pinus di Pulau Jawa. Dibimbing oleh Ulfah Yuniarti Siregar, Dodi Nandika, Noor Farikhah Haneda dan Purnama Hidayat.

Kutulilin pinus yang menyerang tanaman pinus di sembilan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) di Pulau Jawa merupakan hama baru dan eksotik, yang berpotensi menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak normal, banyak percabangan, bahkan kematian pohon. Suatu penelitian telah dilakukan untuk mengidentifikasi kutulilin pinus dan mengetahui siklus hidup serta penyebaran geografis serangga tersebut di hutan tanaman pinus di Pulau Jawa. Spesimen kutulilin pinus dikumpulkan dari sembilan KPH, kemudian dibuat slide preparat untuk mendapatkan gambaran mengenai bentuk tubuh maupun tanda tanda khusus yang dipunyai oleh kutulilin pinus. Dari tiap KPH dibuat 30 slide preparat untuk dapat diamati bentuk dan ukuran tubuh, ukuran kepala, keberadaan sayap, keberadaan dan penyebaran kelenjar lilin pada tubuh, keberadaan antena, tonjolan yang ada pada koksa, dan jumlah spirakel abdomen. Pembuatan slide preparat didasarkan pada metode dari Blackman and Eastop (1984) yang telah dimodifikasi oleh Laboratorium Taksonomi Serangga Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB. Penelitian siklus hidup dilakukan di Laboratorium Entomologi Hutan Fakultas Kehutanan IPB dan menggunakan telur kutu dari KPH Sumedang. Penularan dilakukan terhadap cabang yang telah diberi nomor urut dari anakan pinus yang berumur enam bulan yang juga telah diberi nomor urut. Anakan pinus yang digunakan sebanyak 10 tanaman. Pengamatan dilakukan terhadap perkembangan kutu ialah mulai diadakan penularan hingga serangga dewasa. Data yang dihimpun ialah waktu penularan, waktu penetasan, waktu ganti kulit dan banyaknya ganti kulit serta peletakan telur. Data mengenai penyebaran kutu di tegakan pinus didapatkan melalui survey secara langsung ke areal areal hutan pinus yang terserang kutulilin pinus, melakukan pengukuran suhu udara secara langsung dengan menggunakan thermometer, ketinggian dari muka laut diukur dengan menggunakan Global Position System

(34)

0,017 mm dengan lebar 0,39 ± 0,06 mm, mempunyai lapisan kitin yang kuat. Abdomen ruas ketiga mulai mengecil dan ruas terakhir meruncing dan di bagian ujungnya terdapat alat peletak telur. Tungkai tereduksi panjang kurang lebih 0,1 mm kuku membentuk kait. Terdapat empat spirakel abdomen. Kelenjar lilin melimpah menyebar di seluruh bagian tubuh dari kepala sampai dengan abdomen, mengelompok antara tiga sampai sembilan kelenjar per kelompok. Sebaran kelenjar lilin di kepala tidak beraturan, sebaran di abdomen lebih beraturan. Telur, nimpa serta imago kutulilin pinus dilindungi oleh benang-benang halus berwarna putih menyerupai lapisan lilin. Serangan hanya terjadi pada wilayah hutan dengan ketinggian >900 m dpl, dengan suhu antara 16-220C, dengan kelembaban antara 80-90%. Serangan kutulilin pinus sangat mudah untuk dikenali karena keberadaan lapisan lilin dan perubahan warna dari daun pinus, dan terjadinya mati pucuk. Kategori serangan pada areal terserang berkisar antara ringan sampai sangat berat, dengan intensitas serangan antara 15-100%, menyerang semua kelas umur dari tanaman di persemaian sampai tanaman masak tebang.

Kata kunci : Kutulilin pinus Pineus boerneri, bentuk dan ukuran tubuh, siklus hidup, penyebaran kutulilin pinus, hutan tanaman Pinus merkusii.

(35)

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(36)
(37)

IDENTIFIKASI, SIKLUS HIDUP DAN PENYEBARAN

KUTULILIN PINUS

Pineus boerneri

ANNAND

(HEMIPTERA : ADELGIDAE) DI HUTAN TANAMAN PINUS

DI PULAU JAWA

OEMIJATI RACHMATSJAH

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Mayor Silvikultur

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(38)

Penguji luar komisi pada ujian tertutup: 1. Dr. Ir. Iman Santoso, M.Sc.

(Kepala Badan Litbang Kehutanan Kementerian Kehutanan R. I) 2. Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf, M. Sc.

(Staf Pengajar Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB)

Penguji luar komisi pada ujian terbuka: 1. Dr. Ir. Bambang Sukmananto, M. Sc.

(Direktur Utama Perum Perhutani) 2. Dr. Ir. Supriyanto.

(39)

Judul Disertasi : Identifikasi, Siklus Hidup dan Penyebaran Kutulilin Pinus Pineus boerneri Annand (Hemiptera: Adelgidae) di Hutan Tanaman Pinus di Pulau Jawa

Nama : Oemijati Rachmatsjah

NIM : E.461070051

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ulfah Juniarti Siregar, M.Agr Ketua

Prof. Dr. Ir. Dodi Nandika, MS Anggota

Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, MS Anggota

Dr. Ir. Purnama Hidayat, MS Anggota

Diketahui

Ketua Mayor Silvikultur Tropika Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Basuki Wasis, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr

(40)
(41)
(42)

2

PRAKATA

Pineus boerneri merupakan hama baru di hutan tanaman Pinus merkusii di Pulau Jawa. Hama ini mulai diketahui menyerang tegakan pinus pada tahun 1997 di Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Manglayang Barat, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Utara Perum Perhutani, Unit III Jawa Barat dan Banten. Untuk dapat mengendalikan hama baru tersebut diperlukan berbagai data dan informasi tentang kehidupan serangga ini, antara lain spesies, siklus hidup, dan beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi kehidupan hama ini. Informasi tersebut telah diperoleh melalui serangkain penelitian lapangan dan laboratorium selama 15 bulan, kemudian disajikan dalam disertasi berjudul “Identifikasi, Siklus Hidup dan Penyebaran Kutulilin Pinus Pineus Boerneri

(Hemiptera: Adelgidae) di Hutan Tanaman Pinus di Pulau Jawa”.

Saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada: Dr. Ir. Ulfah Juniarti Siregar, M.Agr sebagai Ketua Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Ir. Dodi Nandika MS, Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda MS, dan Dr. Ir. Purnama Hidayat M.Sc. masing-masing sebagai anggota Komisi Pembimbing, atas segala arahan, bimbingan dan dorongan yang telah diberikan dalam pelaksanaan pendataan dan penulisan disertasi ini.

(43)

semangat, cinta kasih, kekeluargaan, kejujuran, kerendahan hati, keikhlasan, tahu menempatkan diri selalu menjadi bekal dalam mengarungi kehidupan ini.

Terakhir penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkah, rahmat, ridho, perlidungan, bimbingan dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan tulisan ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor (Dr) di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, namun demikian penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi peneliti selanjutnya dan pengelola hutan terutama Perum Perhutani sebagai data dan informasi awal mengenai kehidupan kutulilin untuk dapat dijadikan pertimbangan dalam rangka pengelolaan hama kutulilin pinus ini.

Bogor, Agustus 2012

(44)

4

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Lasem Jawa Tengah pada tanggal sembilan Desembar 1947 sebagai anak kelima dari pasangan ayahanda tercinta T. Nitisewojo dan ibunda tercinta Ruminijatun almarhuma. Pendidikan pertama dilalui di sekolah rakyat di Lasem, melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di Rembang demikian pula Sekolah Lanjutan Atas ditempuh di Rembang dan Bogor.

(45)
(46)

6

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... xix DAFTAR TABEL ... xxi DAFTAR GAMBAR ... xxiii DAFTAR LAMPIRAN ... xxv PENDAHULUAN

Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah ... 2 Tujuan Penelitian ... 3 Kerangka Pemikiran ... . 3 TINJAUAN PUSTAKA

Pinus merkusii Jungh et de Vriese ... 5 Kutulilin Pinus, Pineus boerneri Annand (Hemiptera: Adelgidae) ... 9 Serangga dan Lingkungan ... 16 BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian ... 19 Identifikasi Kutulilin Pinus ... 19 Siklus Hidup Kutulilin Pinus pada Tanaman P. merkusii di P. Jawa ... 21 Penyebaran Kutulilin Pinus Hama Hutan Tanaman P. merkusii di P. Jawa 23 HASIL DAN PEMBAHASAN

(47)
(48)

8

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Luas hutan P. merkusii pada beberapa provinsi di Indonesia ... 6 2. Sebaran, Luas dan Intensitas Serangan Kutulilin pinus di Hutan P.

merkusii Jungh et de Vriese di Pulau Jawa ... 39 3. Korelasi antar variabel lingkungan (Suhu, CH dan ketinggian

(49)
(50)

10

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Pola tata air pada wilayah tegakan Pinus (Sumber : Siswamartana

2002) ... 8 2. Peta penyebaran P. boerneri di dunia ... 14 3. Pucuk pohon P. merkusii yang terserang P. Boerneri di lokasi

pengamatan (a) KPH Lawuyang. (b) KPH Lawu. (c) KPH Kediri.

(d) KPH Bandung Utara ... 15 4. Sketsa pengukuran bagian tubuh kutulilin pinus menurut Blackman

dan Eastop (1984) ... 20 5. Letak penularan telur kutu pada cabang tanaman pinus ... 22 6. Morfologi imago P. boerneri ... 25 7. Bentuk tubuh imago kutulilin pinus P.boerneri ... 26 8. Ukuran panjang tubuh kutulilin pinus yang berasal dari sembilan

KPH ... 26 9. Lebar tubuh kutulilin pinus yang berasal dari sembilan KPH ... 27 10. Panjang kepala kutulilin pinus yang berasal dari sembilan KPH ... 28 11. Lebar kepala kutulilin pinus yang berasal dari sembilan KPH ... 28 12. Rostrum kutulilin pinus yang berasal dari sembilan KPH ... 29 13. Hasil pengukuran ovipositor kutulilin pinus yang berasal dari

sembilan KPH... ... 29 14. Dendrogram kesamaan ukuran kutulilin pinus sembilan KPH

berdasarkan hasil pengukuran panjang dan lebar tubuh, panjang

dan lebar kepala, rostrum dan keberadaan ovipositor. ... 30 15. Bentuk tubuh, antena, spirakel, tungkai, sebaran kelenjar lilin dan

bentuk alat mulut ... 31 16. Morfologi imago P. boerneri. (A)(B)(C) Sebaran kelenjar lilin

yang tidak beraturan di kepala P. boerneri, (F) Antenna dengan rambut di segmen, (H) Tungkai dengan tonjolan pada koksa

(Annand 1928) ... 32 17. Perkembangan kutulilin pinus dari telur hingga dewasa : (a) telur,

(51)

18. Pertumbuhan kutulilin pinus per fase pertumbuhan ... 36 19. Lama fase pertumbuhan kutulilin pinus per fase pertumbuhan ... 36 20. Peta sebaran hama kutulilin pinus pada tanaman P. merkusii di

Jawa ... 39 21. Hubungan intensitas serangan terhadap (a) suhu (b) Ketinggian dari

(52)

12

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil pengukuran tubuh spesimen kutulilin pinus ... 55 2. Hasil pengukuran tubuh Kutulilin pinus yang berasal dari

sembilan KPH ... 63 3. Analisis ragam ukuran tubuh spesimen Kutulilin pinus ... 65 4. Uji lanjut pengukuran tubuh Kutulilin pinus ... 66 5. Gambar Bentuk Morfologi Kutulilin pinus dari Sembilan KPH ... 70 6. Siklus hidup kutulilin pinus ... 71 7. Data serangan Kutulilin pinus di hutan Pinus merkusii Jungh et de

Vriese di pulau Jawa ... 72 8. Peta Sebaran Kutu lilin Pinus pada Tegakan Pinus merkusii Peum

(53)
(54)
(55)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) merupakan spesies pohon endemik yang sangat dikenal luas oleh masyarakat Indonesia karena memiliki nilai ekonomi, ekologi, dan sosial yang sangat tinggi. Pohon ini tergolong spesies cepat tumbuh (fast growing species) dan mampu tumbuh di semua jenis tanah, termasuk di tanah yang miskin hara (Mirov 1967; Kalima et al. 2005). Pinus juga dikenal sebagai pohon pionir dengan perakaran yang cukup dalam dan tajuk pohon yang senantiasa hijau (evergreen). Dengan karakteristik silvikultur tersebut, sejak puluhan tahun yang lalu, pinus telah menjadi tanaman primadona dalam rehabilitasi lahan kritis di berbagai daerah di Indonesia. Bahkan sejak jaman penjajahan Belanda, pohon tersebut telah menjadi spesies unggulan dalam program penghutanan kembali serta perlindungan tanah dan air di berbagai daerah aliran sungai (DAS) di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.

Sementara itu, kayu dari pohon pinus termasuk jenis kayu perdagangan yang cukup tinggi nilai ekonominya. Hal ini dapat dimengerti mengingat kayu pinus memiliki sifat fisis dan mekanis yang cukup baik dengan warna putih krem, tekstur halus dan pola dekoratif yang menarik, berat jenis rata-rata 0,55 (sedang), dan mudah dikerjakan sehingga sangat sesuai untuk bahan mebel, peralatan rumah tangga, dan produk kerajinan (Pandit and Ramdan 2002). Kayu pinus juga memiliki serat yang cukup panjang. Karena sifat ini maka sampai akhir tahun 2000-an, kayu pinus menjadi bahan baku utama industri pulp dan kertas di Indonesia. Disamping itu, batang pohon pinus dapat disadap untuk menghasilkan gondorukem. Produksi gondorukem tersebut mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 33.000 orang (Fachroji 2012). Fachroji (2012) juga menyatakan bahwa Perum Perhutani akan membangun industri berbahan baku getah pinus untuk menaikkan nilai tegakan pohon pinus baik dari segi ekologi, ekonomi dan lingkungan.

(56)

2

tegakan pinus di seluruh Pulau Jawa dikelola dibawah manajemen Perum Perhutani, suatu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang kehutanan.

Di pihak lain, sejak beberapa tahun terakhir ini, tanaman pinus di Pulau Jawa mengalami serangan sejenis serangga hama baru yang dikenal dengan nama kutulilin pinus atau cabuk lilin (nama daerah, bahasa Jawa). Kutulilin pinus pertama kali dilaporkan menyerang tanaman pinus di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Utara pada tahun 1997. Dalam waktu enam tahun, serangan Kutulilin pinus telah meluas ke KPH Pekalongan, KPH Surakarta, KPH Lawu DS, KPH Kediri, dan KPH Malang dengan luas serangan mencapai 2000 hektar. Serangan kutulilin pinus tersebut menyebabkan kematian pucuk tanaman, mengkerdilkan tanaman dan bahkan kematian pohon pinus (Perum Perhutani 2006). Dilihat dari morfologinya, kutulilin pinus diduga merupakan anggota dari famili Adelgidae. Namun sampai saat ini, taksonomi dan karakteristik biologi kutulilin pinus belum diketahui dengan baik. Padahal kerugian ekonomis yang ditimbulkan, walaupun belum pernah dihitung secara komprehensif, diperkirakan cukup besar karena berpotensi menurunkan produksi getah. Bahkan di beberapa KPH, serangan kutulilin pinus dilaporkan menyebabkan kematian tanaman pinus. Berdasarkan pertimbangan diatas, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui taksonomi dan karakteristik biologis kutulilin pinus yang menyerang tanaman pinus di Pulau Jawa, serta penyebaran kutulilin pinus pada tegakan pinus di Pulau Jawa.

Perumusan Masalah

(57)

Kondisi ini berpotensi meningkat intensitasnya karena kutulilin pinus merupakan serangga baru yang berasosiasi dengan tanaman pinus di sebagian besar wilayah di Pulau Jawa. Dipihak lain kehidupan kutulilin pinus di Indonesia belum banyak sehingga pengendalian populasinya belum dapat dilakukan secara efektif. Oleh karena itu diperlukan serangkaian penelitian untuk menyediakan data maupun informasi awal mengenai serangga tersebut. Data dan informasi ini dapat digunakan sebagai dasar dalam penelusuran lebih lanjut mengenai biologi dan pengendalian populasi kutulilin pinus serta pengelolaan hutan pinus secara berkelanjutan.

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk mengetahui taksonomi, morfologi, dan siklus hidup kutulilin pinus yang menyerang tanaman pinus di Pulau Jawa serta mengetahui penyebarannya pada tegakan pinus di Pulau Jawa.

Kerangka Pemikiran

Perum Perhutani merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mendapat mandat untuk mengelola hutan tanaman yang ada di Pulau Jawa. Tegakan yang dipilih bermacam-macam, salah satunya adalah P. merkusii.

(58)
(59)

TINJAUAN PUSTAKA

Pinus merkusii Jungh et de Vriese

Pinus disebut juga tusam (P. merkusii Jungh et de Vriese) merupakan jenis asli daerah tropis. Di Indonesia pinus tumbuh secara alami di Sumatera bagian Utara yaitu di Aceh (strain Aceh), Sumatera Utara (strain Tapanuli), Sumatera Barat dan Jambi (strain Kerinci). Menurut catatan Mirov (1967), pinus menyebar dari 23o lintang utara sampai 2º lintang selatan. Selanjutnya Mirov (1967) menyebutkan pula bahwa bentuk tajuk pohon pinus yang seperti kerucut dan selalu hijau menyebabkan pohon pinus sangat mudah untuk dikenali dan dibedakan dari jenis yang lain. Sementara itu Siregar (2005) mencirikan bahwa batang pohon pinus tidak berbanir, kulit luar kasar berwarna coklat kelabu sampai coklat tua, tidak mengelupas, beralur lebar dan dalam.

P. merkusii mempunyai perakaran dalam, intersepsi dan evapotranspirasi yang tinggi sehingga sangat bagus untuk digunakan sebagai tanaman pada kawasan lindung (Indrajaya and Handayani 2007). Hal ini juga ditunjukkan oleh kemampuan tanaman pinus tumbuh pada ketinggian 500-2000 mdpl, pada berbagai tipe iklim dan tanah (Siregar 2000). Keistimewaan lain dari pohon pinus adalah mampu tumbuh dan bersaing di tempat terbuka dan miskin hara (Anonimous 1976), namun akan tumbuh maksimum bila ditanam pada wilayah dengan curah hujan tinggi >3000 mm per tahun, pada ketinggian antara 400-2000 mdpl (Pujianto 2005).

(60)

6

demikian juga Melionia basalis dan beberapa jenis ulat kantong. Neotermes curvignatus juga didapatkan disebaran aslinya, serangga ini menyerang batang pinus. Pengamatan secara pribadi pada tahun 2010 pernah dilakukan dan belum ditemukan serangan kutulilin pinus di habitat asli pohon pinus ini.

[image:60.595.69.484.96.800.2]

Luas hutan P. merkusii di Indonesia yang merupakan hutan tanaman dan hutan alam sampai tahun 2008 mencapai 1.312.607 ha (Pusat Litbang Perhutani 2008), yang tersebar di beberapa provinsi seperti dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Luas hutan P.merkusii pada beberapa provinsi di Indonesia

Provinsi Hutan Tanaman (Ha) Hutan Alam (Ha)

Jawa Barat 232.853

Jawa Tengah 303.038

Jawa Timur 317.915

Lampung 151

Sumatera Selatan 700

Sumatera Barat 28.800

Sumatera Utara 67.150

Sulawesi Selatan 110.600

Sulawesi Tenggara 16.250

Sulawesi Utara 5.250

Aceh 230.000

Total 986.757 325.950

Sumber : Pusat Litbang Perhutani 2008.

(61)

Pinus yang dikembangkan di Jawa merupakan hutan tanaman yang dikelola oleh Perum Perhutani dan dijadikan sebagai tanaman unggulan kedua setelah jati. Sukmananto dalam Perum Perhutani (2012), menyatakan bahwa kegiatan reboisasi dan rehabilitasi hutan akan ditujukan untuk perluasan jenis pinus dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku pabrik derevatif getah pinus yang sedang dibangun di Pemalang. Kapasitas pabrik direncanakan sebesar 110.881 ton per tahun, yang akan dipenuhi melalui perluasan maupun intensifikasi hutan pinus, maupun melalui pembelian getah dari luar kawasan hutan Perum Perhutani ialah hutan pinus yang banyak tersebar di luar Pulau Jawa (Perum Perhutani 2012). Dalam hal ini hutan pinus ditujukan untuk fungsi produksi kayu maupun bukan kayu.

Suparno (2011) juga mengungkapkan bahwa salah satu produk hasil hutan bukan kayu yang mempunyai prospek cerah di masa mendatang untuk dikembangkan adalah gondorukem, karena ditunjang oleh potensi hutan pinus yang cukup besar yang sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal dan adanya peluang pasar yang terbuka lebar, baik untuk keperluan ekspor maupun domestik.

Getah pinus dapat diproduksi setelah pohon berumur >10 tahun dengan hasil antara 30-60 kg per ha per tahun. Getah merupakan bahan baku produk gondorukem yang dapat mencapai antara 20-40 kg per ha per tahun dan terpentin dapat mencapai 7-14 kg per ha per tahun untuk getah sebesar 30-60 kg per ha per tahun. Gondorukem sangat dibutuhkan oleh industri batik, sabun, cat, dan juga kosmetik. Sedangkan terpentin yang mempunyai bau harum yang khas sehingga produk tersebut banyak digunakan sebagai produk aroma terapi dan berbagai produk lain seperti pembersih lantai (Fachroji 2012).

Dalam proses pembuatan papan, mebel, alat-alat rumah tangga dan produk lainnya dihasilkan limbah serbuk gergajian. Limbah gergajian kayu pinus ini dapat dijadikan briket arang dengan nilai kalori yang cukup tinggi, karena kayu pinus mempunyai nilai energi tinggi ialah antara 20.300-23.000 kj per kg.

(62)

8

tata air) dilingkungannya (Siswomartana 2002). Fungsi ekologis dimulai saat hujan turun dan tajuk pohon menyimpan air sebagai air intersepsi, kemudian disusul oleh proses evapotranspirasi dan kemudian diikuti oleh kemampuan pengendalian aliran air. Siswomartana (2002) juga menyatakan bahwa tegakan pinus mempunyai fungsi sosial, manfaat ini dikarenakan keberadaan getah yang melibatkan masyarakat sekitar hutan untuk proses penyadapan getah. Petani dalam proses penyadapan ini mendapatkan kenaikan pendapatan sekitar 61%, dan dengan adanya pabrik pengolahan getah maka diperlukan juga tenaga kerja untuk pengelolaan pabrik.

Peran hutan tanaman pinus dimulai dari peran tajuk menyimpan air sebagai air intersepsi. Sampai saat ini intersepsi belum dianggap sebagai faktor penting dalam daur hidrologi. Bagi daerah yang hujannya rendah dan kebutuhan air dipenuhi dengan konsep water harvest maka para pengelola Daerah Aliran Sungai (DAS) harus tetap memperhitungkan besarnya intersepsi karena jumlah air yang hilang sebagai air intersepsi dapat mengurangi jumlah air yang masuk ke suatu kawasan dan akhirnya mempengaruhi neraca air regional. Peran hutan tanaman pinus dalam proses siklus air yang kedua adalah evapotranspirasi. Peranan hutan tanaman pinus pada proses siklus air tergantung pada beberapa parameter seperti yang digambarkan pada Gambar 2.

(63)

Kutulilin pinus, Pineus boerneri Annand (Adelgidae; Hemiptera)

Pineus boerneri merupakan salah satu spesies dari famili Adelgidae super famili Aphidoidae (Hemiptera) (Havill and Foottit 2007). Kehidupan serangga ini sangat unik hanya menyerang Gymnospermae dari famili Piceae dan famili Pinaceae sebagai inang utama dan inang kedua. Siklus hidup kutu ini sangat kompleks, yaitu terdapat siklus seksual dan aseksual dan terdiri dari beberapa generasi karena terjadinya pertukaran inang dari inang pertama ke inang kedua (Carver 1971). Proses siklus hidup yang terjadi pada dua inang ialah dimulai pada inang pertama, kemudian dilanjutkan ke inang kedua dan disertai dengan dormansi. Kehidupan aseksual ditemui bila serangga ini hidup hanya pada satu inang (Sano and Kenichi 2012). Penyebaran alaminya belum diketahui secara pasti (Mc Clure 1991). Petro and Madoffe (2011) menyatakan bahwa serangga ini merupakan serangga asli dari Asia yaitu dari Jepang yang banyak menimbulkan kerusakan pada berbagai jenis pinus. Petro and Madoffe (2011) juga menyebutkan serangga ini disebut sebagai Pine Woolly Adelgid (PWA) karena menyerang tanaman pinus ialah Pinus patula dan Pinus elliottii yang merupakan tanaman asli di wilayah tersebut dan telah dikembangkan sebagai hutan tanaman di Tanzania. Pada kawasan ini serangga berkembang dengan cepat, sehingga kelimpahan populasinya cukup besar, yang sangat berpengaruh terhadap besarnya kerusakan.

(64)

10

Pada waktu ini ditemukan ada sekitar 20 spesies PWA endemik di Asia dan terintroduksi secara tidak sengaja pada tanaman budidaya. Di Indonesia serangga ini ditemukan pertama kali pada tahun 1997 menyerang tegakan P. merkusii di daerah Ujung Berung, BKPH Manglayang Barat, KPH Bandung Utara, Jawa Barat. Serangan hama ini menyebabkan tajuk pohon pinus berubah warna dari hijau menjadi kuning dan akhirnya menjadi coklat dan diikuti oleh kematian tanaman. Pada tahun 2001, serangan hama ini sudah mencapai daerah KPH Sumedang, menyerang semua kelas umur tanaman pinus, dan juga menyerang tegakan benih yang telah berumur 30 tahun, bahkan bibit di persemaian (Supriyadi 2001). Cepatnya penyebaran hama ini dan dampak yang ditimbulkannya cukup mengganggu pertumbuhan pohon sehingga pada tahun 2001 diadakan percobaan pengendalian dengan menggunakan insektisida, yang diaplikasikan pada tanah di sekitar pohon dan penyemprotan terhadap pohon terserang. Percobaan dikenakan pada tanaman dengan kelas umur satu. Ternyata kedua metode aplikasi insektisida ini dapat mengurangi serangan hama (Supriyadi 2001). Sementara itu dilaporkan bahwa di Brazil P. boerneri merupakan spesies pertama dari Adelgidae yang menyerang berbagai jenis pinus di sana, menyerang bagian cabang dan batang (Lazzari and Cordoso 2011).

Carter (1971) menyatakan bahwa didasarkan pada jumlah spirakel, serangga yang termasuk pada Adelgidae yang khusus menyerang konifer, dapat digolongkan ke dalam dua genera ialah Pineus dan Aldeges. Genera Pineus

(65)

fir di Eropa didapatkan tiga spesies utama. Carter (1971) juga menyebutkan bahwa Annand pada tahun 1928 mendeskripsikan family Adelgidae yang ada di Amerika sedangkan Inyvou pada tahun1953 memberikan deskripsi serangga dari famili Adelgidae yang ada di Jepang.

Carter (1971) menyebutkan bahwa serangga yang memakan konifer diketahui sebagai famili Adelgidae, super famili Aphidoidae ordo Homoptera, mempunyai ciri-ciri tubuh lunak, berukuran sangat kecil kurang lebih satu mm, berbentuk bulat lonjong ruas antena pendek, permukaan tubuh buntet dan meletakkan telur baik yang seksual maupun aseksual dan merupakan serangga pengisap cairan tanaman (sap sucking insect). Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai serangga ini, maka pada tahun 2003 diadakan peninjauan lebih lanjut, meliputi daerah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang serangannya sudah bertambah luas (hampir 2.000 ha) (Perum Perhutan 2008). Tahun 2006 diadakan penelitian lebih lanjut mengenai serangga ini dan oleh Dr. G. W. Watson, seorang ahli biosistematik dari Asosiasi Biosistematik Serangga USA dinyatakan bahwa kutulilin pinus termasuk ke dalam :

Philum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Hemiptera

Subordo : Sternorrhyncha Superfamili : Aphidoidea Famili : Adelgidae Genus : Pineus

Spesies : boerneri Annand.

Famili Adelgidae adalah salah satu famili dengan jumlah spesies yang hanya sedikit dari subordo Sternorrhyncha. Subordo Sternorrhyncha ini mencakup kutu loncat (Psyllidae), lalat putih (Aleyrodidae), aphid (Aphididae), kutu tanaman (Coccidae) dan serangga bersisik (scale insect) lainnya. Pineus boerneri adalah salah satu anggota famili Adelgidae yang sangat dekat hubungannya dengan Aphididae, disebut juga sebagai “woolly conifer aphids”,

(66)

12

(Havill and Foottit 2007) karena hama ini menyerang tanaman pinus. Havill and Foottit (2007) menyebutkan pula bahwa famili Aldegidae mempunyai hampir 50 spesies, sedangkan Sanyang and Sanchun (1997) menyebutkan bahwa famili Adelgidae merupakan salah satu famili dari Homoptera dengan jumlah spesies yang hanya sedikit, terdiri dari 71 spesies yang sudah diketahui. Menurut Wilson (1997) disamping P.boerneri juga ditemukan spesies lain yang potensial menyerang konifer di Amerika, yaitu P. strobi Htg yang merupakan hama yang sangat membahayakan baik di persemaian maupun tegakan dan pada tanaman hias. Serangga ini menyerang bagian kulit pohon, serangan banyak terjadi pada tanaman yang mendapat naungan. Serangga ini disebut “pine bark aphid”karena menyerang bagian kulit pohon pinus. Wilson (1997) juga menemukan spesies lain yang menyerang bagian daun pinus, yaitu P. coloradensis Gillette. Serangga ini sangat dekat dengan P. strobi. Hama ini menyerang white pine, Jack pine dan

Scotch pine. Pineus coloradensis menyerang daun pinus yang baru tumbuh, menyebabkan daun layu dan pertumbuhannya terhenti. Tanda serangan hama ini ialah adanya lapisan lilin pada bagian terserang dan disebut sebagai “pine needle

aphids”. Spesies lain dari Pineus diantaranya adalah P. pinidisebut “pine woolly

aphid” karena tubuhnya ditutupi oleh benang halus menyerupai wol, merupakan serangga asli Eropa (Eropa Tengah dan Eropa Timur), yang terintroduksi ke daerah tropika dan subtropika pada saat pelaksanaan reboisasi dengan menggunakan Pinus spp. Speight and Wylie (2000) menyatakan serangga ini terintroduksi ke Afrika melalui pengangkutan bibit yang terserang. Di Asia Tenggara, serangga sudah terdapat di Malaysia, Taiwan dan Pakistan. Di daerah Pasifik serangga ini ditemukan di Hawai dan California.

(67)

dari P. boerneri pada tanaman P. kesiya dipengaruhi oleh faktor luar (eksternal) terutama kandungan dan fluktuasi musiman dari N dalam pohon, curah hujan dan struktur tajuk dan tahan terhadap suhu dingin. Di Afrika beberapa musuh alami (parasit dan predator) telah ditemukan, tergolong dalam enam famili dari empat ordo: Diptera, Coleoptera, Hymenoptera dan Neuroptera misalnya dari famili Braconidae ordo Hymenoptera yang banyak sebagai musuh alami beberapa serangga hama (Ciesla 2011). Serangga ini menghasilkan lilin (wax) berwarna putih menutupi seluruh tubuhnya (Watson 2007, Carver, Gross, Woodward. 1996).

Menurut Carver, Gross, Woodward (1996) P.boerneri mempunyai kepala dengan tipe opisthognathus, dengan bagian alat mulut mengalami modifikasi membentuk paruh yang mempunyai saluran panjang yang digunakan untuk menusuk jaringan tumbuhan dan kemudian menghisap cairan tumbuhan tersebut. Alat mulut terletak di bagian depan kepala, menjulur ke belakang sepanjang sisi ventral tubuh. Antena pada generasi tanpa sayap terdiri dari tiga segmen, pembuluh sayap CuA1 dan CuA2 pada sayap depan terpisah, sayap belakang pada umumnya mempunyai satu pembuluh miring dan pada serangga betina selalu terdapat ovipositor (Carver, Gross, Woodward 1996).

Pada sebaran aslinya serangga dari famili Adelgidae bersifat polimorfik, dengan siklus hidup yang kompleks (Carver, Gross, Woodward 1996). Serangga ini mudah bermigrasi dan tahan terhadap suhu dingin (Annis 2002). Sementara itu Carter (1971) menyebutkan bahwa Pineus merupakan serangga yang bertubuh lunak dan memakan cairan pohon, selanjutnya Carter (1971) juga menyebutkan bahwa siklus hidup dari spesies-spesies yang tergolong Adelgidae sangat beragam dan kompleks. Siklus hidupnya itu akan berlangsung selama dua tahun akan tetapi dari satu generasi ke generasi yang lain akan hidup secara tumpang tindih. Dua pohon inang terlibat dalam kehidupan serangga ini, inang pertamanya adalah spruce (Picea sp.) dan inang keduanya selalu konifer lainnya (San, Sanchun 1997).

(68)

14

ditemukan di Vietnam, Jepang, Taiwan dan China (Havill, Foottit 2007). Penyebaran dan fluktuasi populasi kutulilin pinus di lapangan dipengaruhi oleh faktor penghalang, dapat berupa penghalang alami misalnya jurang, gunung, sungai, tumbuhan dari jenis lain yang bukan jenis daun jarum, atau karena musim. Laela (2008) menyebutkan bahwa populasi kutulilin pinus meningkat pada musim kemarau.

Keterangan: Ada, tidak berkembang, Menyebar luas, Penyebaran hanya dalam sebuah negara

Gambar 2 Peta penyebaran P. boerneri di dunia.

Awal penyebaran P. boerneri ke berbagai tempat diperkirakan dari Pinus radiata yang berasal dari California yang telah tertulari hama ini dan kemudian menyebar keberbagai wilayah. Di Amerika disebut sebagai Pineus laevis Maskell dan P. pini Marquart (Ciesla 2011). Sedangkan yang terintroduksi ke Afrika pada 1968 diperkirakan melalui materi P. taeda yang diimport dari Australia.

Di Malawi P. boerneri menyerang lebih dari 50 jenis pohon Pinus eksotik (Chilima, Leather 2001). Hama ini menyerang bagian kulit pohon, pucuk dan serangan dimulai dari bagian pangkal daun. McClure (1982, dalam Chilima, Leather 2001) menyebutkan bahwa serangga ini menyerang tanaman pada bagian tajuk dan menghasilkan lilin yang menutupi seluruh bagian tubuh serangga. Pohon yang terserang sangat mudah untuk dikenali dengan adanya lapisan berwarna putih pada bagian pohon terserang. Di Cina conifer woolly aphid

(69)
[image:69.595.101.525.85.814.2]

Gambar 3 Pucuk pohon P. merkusii yang terserang P. Boerneri di lokasi pengamatan (a) KPH Lawuyang. (b) KPH Lawu. (c) KPH Kediri. (d) KPH Bandung Utara.

Ket: (1) Pucuk pohon terserang mengalami kekeringan dan berwarna coklat, (2) Pucuk pohon terserang mengalami kekeringan saja.

Gejala serangan lain yang dapat dilihat pada pohon yang diserang adalah daun menguning (Gambar3b). Pada serangan lebih lanjut daun akan berwarna coklat (Gambar 3c) dan pada serangan yang lebih parah, bagian cabang akan mati (Gambar 3d) dan bila tanaman dapat memulihkan diri akan terjadi percabangan dengan bentuk tidak normal (agak kerdil).

Chilima, Leather (2001) menyebutkan bahwa akibat dari serangan hama ini pohon akan mengalami distorsi terutama pada bagian cabang yang terserang, pertumbuhan bagian titik tumbuh terhenti (die back), pucuk menjadi lebih kecil dan kadang-kadang dapat menyebabkan kematian pohon (Gambar 3d).

Hasil pengamatan di Kenya dan Malawi ternyata bahwa pengaruh dari serangan serangga ini menyebabkan pertumbuhan pohon terhenti antara 2-5% (Chilima, Leather 2001). Kondisi pohon sangat mempengaruhi penampilan

(d) (c)

(b) (a)

2

(70)

16

serangga hama. Sedangkan pola serangan dipengaruhi oleh waktu dan juga tempat (Dixon 1998). Paradis (2002) mendapatkan bahwa antar individu dari lokasi yang berbeda di Amerika bagian utara yang dihasilkan dari tes mitokondria DNA tidak berbeda nyata.

Di Indonesia saat ini sebaran dari P.boerneri sudah cukup luas meliputi hampir delapan persen wilayah hutan tanaman P. merkusii (serangan sudah mencapai hampir 6.000 ha), meliputi hutan tanaman di Jawa Barat (Sumedang, Bandung Utara), hutan tanaman di Jawa Timur (Lawu, Kediri, Probolinggo, Pasuruan, Jombang), dan hutan tanaman di Jawa Tengah ialah di daerah Pekalongan dan Surakarta (Pusat Litbang Perhutani 2008).

Speight, Wylie (2000) menyebutkan bahwa P. boerneri merupakan serangga yang berasal dari Asia Timur, menyebar melalui pengangkutan bibit yang terserang (Zwolenkski 1989 dalam Speight, Wylie (2000). Petro, Madoffe (2011) menemukan P. boerneri menyerang hutan tanaman pinus di Tanzania, jumlah populasi hama menggambarkan kondisi kerusakan. Jenis pinus yang diserang ialah jenis asli setempat ialah P. patula dan P.olietii. Di daerah Pasifik serangga ini sudah ditemukan di Hawai dan California. Di Afrika beberapa musuh alami P. boerneri berupa parasit dan predator sudah ditemukan, terdiri dari enam famili dari empat ordo (Diptera, Coleoptera, Hymenoptera dan Neuroptera). Braconidae menyerang aphid, kemudian ditemukan juga Panesia bicolor (parasit) yang memarasit aphid.

Serangga dan Lingkungan.

Serangga merupakan organisme yang sangat istimewa, tempat huni serangga tidak terbatas, walaupun sebagian besar hidup didaratan, namun didalam tanah sering pula dijumpai serangga, demikian pula didalam air dan di udara Ciesla (2012). Serangga sudah menghuni muka bumi ini sejak 250 juta tahun lebih (Borror 1996).

(71)

oleh berbagai jenis serangga, hubungan yang menguntungkan serangga (fitopag) dan merugikan tanaman, serangga berstatus sebagai hama dan hubungan yang netral serangga tinggal pada bagian pohon tanpa merusak misalnya semut dan pohon kehidupannya tidak terganggu. Untuk serangga pitopag hubungan ini cukup rumit karena kebutuhan serangga akan nutrisi belum tentu tersedia pada pohon secara memadai terutama kebutuhan nitrogen saat serangga dalam fase reproduksi, fase pembiakan (Schoonhoven, van Loon, Dicke 2005).

Dalam hal ini, dua hal yang sangat penting adalah:

1. Kandungan kimia pada tanaman sangat bervariasi menurut jenis, umur dan tempat tumbuh.

2. Kebutuhan nutrisi serangga bervariasi menurut jenis, umur, jenis kelamin dan kondisi lingkungan.

Kedua hal ini pada umumnya terdapat perbedaan yang cukup besar. Secara umum tumbuhan menyediakan senyawa nutrisi utama yang dibutuhkan oleh serangga yaitu karbohidrat, protein, asam amino, vitamin, mineral dan air. Serangga tertentu membutuhkan nektar dan polen. Nektar yang kaya karbohidrat sangat membantu dalam memenuhi energi, sedangkan polen sangat diperlukan saat serangga betina akan membentuk telur (Putra 2011).

(72)

18

adalah beberapa faktor penentu seperti faktor fisik misalnya bentuk batang, bau, warna, ukuran, kemudian kandungan kimia tanaman yang dihasilkan dari hasil metabolisme tanaman ataupun kandungan kimia yang mungkin menjadi racun bagi serangga (Schoonhoven, van Loon, Dicke 2005).

(73)

BAHAN DAN METODE

WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Pengamatan lapangan dan pengambilan spesimen serangga dilakukan sejak bulan Mei 2011sampai dengan Mei 2012 di sembilan KPH di wilayah kerja Perum Perhutani yang terserang Kutulilin pinus, yaitu di KPH Surakarta, KPH Pekalongan, KPH Lawu DS, KPH Kediri, KPH Probilinggo, KPH Pasuruan, KPH Jombang, KPH Sumedang, KPH Bandung Utara. Identifikasi dan pengukuran serangga Kutulilin pinus dilakukan di Laboratorium Taksonomi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB. Sementara itu pengamatan siklus hidupnya dilakukan di Laboratorium Entomologi Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB dan Resort Pemangkuan Hutan Manglayang Timur Kesatuan Pemangkuan Hutan Sumedang.

IDENTIFIKASI KUTULILIN PINUS Bahan dan alat

Bahan yang digunakan adalah spesimen kutulilin pinus dari sembilan KPH yang tegakan pinusnya mendapatkan serangan kutulilin pinus, alkohol 75%, alkohol 85%, alkohol murni, aquadest, KOH, canada balsam, acid alkohol, acid fuchsin, glasial acetic acid dan zat pewarna. Adapun alat yang digunakan adalah: tabung reaksi, kompor listrik, petridis, jarum mikro, kuas kecil, mikroskop yang dilengkapi mikrometer kaca preparat (preparate slide) dan penutupnya (cover glass).

Prosedur penelitian

Spesimen kutu diambil dari petak contoh tanaman pinus yang terserang kutulilin pinus di RPH secara acak berlapis (stratified random sampling), di mana spesimen kutu yang diambil diawetkan dengan alkohol 75% untuk digunakan dalam pembuatan slide preparat menurut metode Blackman, Eastop (1984) yang telah dimodifikasi oleh Laboratorium Taksonomi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB.

(74)

20

kali dengan menggunakan aquadest dan dimasukkan ke dalam acid alkohol 50% (20 ml glacial acetic acid + 80 ml 50% ethanol) selama 10 menit. Kemudian ditambahkan tiga tetes acid fuchsin (250 ml aquadest + 25 ml dari 10% HCL + 0,5 g acid fuchsin stain powder) dan didiamkan selama 20 menit (acid alkohol tidak dibuang). Setelah itu ditambah glacial acetic acid satu tetes dengan jeda selama satu menit (acid fuchsin tidak dibuang) sebelum ditambah alkohol 80% dan didiamkan selama lima menit. Spesiemen kemudian diberikan tiga tetes alkohol murni (absolute) selama 10 menit, disusul dengan tiga tetes acetic acid glacial selama lima menit, dan tiga tetes alkohol murni selama 10 menit, sebelum ditambahkan tiga tetes carbolxyle (0,50% v/v phenol crystals dan xylene, dicampurkan pada temperatur ruang) selama 2 menit, untuk melarutkan lemak. Setelah itu diberikan tiga tetes alkohol murni selama 10 menit dan satu tetes minyak cengkeh dan didiamkan selama 10 menit. Spesimen kemudian dipindahkan ke preparat slide, dikeringkan dengan tisu, dan diberi balsam Canada dan ditutup dengan cover glass.

Gambar 4 Sketsa pengukuran bagian tubuh Kutulilin pinus menurut Blackman dan Eastop (1984).

Dari preparat yang disiapkan, diambil 30 preparat berkualitas terbaik yang mewakili masing-masing KPH. Setiap preparat kemudian dijadikan obyek

P

anjang

tubuh

Lebar tubuh

Panjang kepala

Panjang rostrum

[image:74.595.70.481.48.809.2]
(75)

pengamatan dan pengukuran bagian tubuh serangga. Bagian tubuh yang diamati ialah bentuk tubuh, panjang dan lebar tubuh, panjang dan lebar kepala, keberadaan dan ruas antena, panjang rostrum, tipe alat mulut, tonjolan pada koksa, keberadaan dan sebaran kelenjar lilin, keberadaan ovipositor. Sketsa tatacara pengukuran parameter-parameter tersebut di atas dapat dilihat pada Gambar 4.

Analisa data

Data yang terkumpul diorganisir dalam program Microsoft Excell kemudian dianalisa keragamannya menggunakan Rancangan Acak Lengkap, dengan KPH sebagai perlakuan dan 30 individu sebagai ulangan. Selanjutnya Nilai tengah diuji dengan Uji Duncan. Hipotesis: tidak ada perbedaan bentuk maupun ukuran kutulilin pinus pada masing masing KPH.

Data ukuran tubuh kutulilin pinus direkapitulasi kemudian dijadikan dasar pembuatan Dendrogram dengan bantuan program Minitab 14. Dendrogram dibuat dengan tujuan mengetahui hubungan kekerabatan kutulilin pinus berdasarkan asal KPH.

Proses Identifikasi Hama Kutulilin Pinus

Hasil pengamatan dan pengukuran kutulilin Pinus kemudian dilakukan identifikasi menggunakan kunci dari Annand (1928).

SIKLUS HIDUP KUTULILIN PINUS PADA TANAMAN P. Merkusii DI P. JAWA

Bahan dan Alat Penelitian

(76)

22

kuas kecil, cawan petri, jarum mikro, kurungan dan penutup dari kain kasa, gembor untuk menyiram tanaman.

Prosedur Penelitian

[image:76.595.81.486.150.522.2]

Dalam penelitian ini dari setiap anakan pinus diambil tiga cabang yang akan ditulari telur, yaitu cabang utama dan cabang dengan pertumbuhan terbaik (Gambar 5). Setiap cabang diberi nomor untuk memudahkan dalam pengamatan, kemudian diletakkan sebutir telur di ketiak daun. Setelah itu anakan pinus ditutup dengan sungkup berbentuk lingkaran, berdiameter 30 cm yang terbuat dari kain kasa 60-80 mesh. Waktu penularan peletakan telur untuk setiap cabang dicatat.

Gambar 5 Letak penularan telur kutu pada cabang tanaman pinus.

Sebelum dilakukan penularan sebanyak 11 butir telur diamati bentuk, warna dan panjangnya. Perkembangan dan siklus hidup kutulilin pinus diamati setiap hari jam 6.00 pagi sampai jam 18.00. Parameter yang diamati adalah jumlah telur yang hidup, waktu penetasan, waktu ganti kulit, frekuensi ganti kulit dan seluruh waktu yang menggambarkan siklus hidup dari kutulilin pinus. Selain itu dilakukan pengamatan bentuk dan pengukuran panjang nimfa, ukuran dan bentuk tubuh serangga dewasa, dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi dengan mikro meter. Pergantian kulit diamati melalui bekas ganti kulit yang terdapat pada bagian cabang anakan pinus yang ditulari.

1

Nomor seedling

(77)

Penentuan siklus hidup dilakukan dengan cara merata-ratakan pengukuran lama waktu yang dibutuhkan oleh setiap stadium dan setiap instar pada stadium larva dari setiap serangga yang hidup pada masing-masing cabang, kemudian menjumlahkan total waktu yang dibutuhkan dari keseluruhan stadium tersebut. Hipotesis : siklus hidup kutulilin pinus yang menyerang pinus di Jawa sama dengan siklus hidup di sebaran aslinya (Jepang).

PENYEBARAN KUTULILIN PINUS HAMA TANAMAN P. merkusii DI JAWA

Bahan dan alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan pinus pada sembilan KPH yang mendapat serangan kutulilin pinus. Adapun alat yang digunakan adalah: termometer bola basah dan kering, haga, meteran, tali dan patok, GPS.

Prosedur penelitian

Pada setiap RPH yang dipilih secara acak ditentukan petak contoh dengan ukuran 20 x 20 m, sebagai petak pengambilan data intensitas serangan, katagori serangan dan data suhu udara, kelembaban udara dan ketinggian tempat dari permukaan laut serta cara pengendalian hama. Persentase serangan diperoleh dengan rumus :

%

Kategori serangan ditentukan melalui pengamatan terhadap cabang terserang dengan melihat adanya tanda tanda pada bagian terserang dan gejala yang ditimbulkan terhadap pohon terserang. Kategori serangan dapat dilihat pada Tabel 2. Pengendalian hama didapatkan melalui pengamatan langsung di lapangan dan wawancara dengan petugas setempat. Daftar nama KPH, BKPH, dan RPH dapat dilihat pada Lampiran 4.

(78)

24

Pengamatan dilakukan tiap ½ jam (Rushayati 2007). Data ketinggian tempat tumbuh dilakukan pengukuran untuk masing masing areal terserang dilakukan dengan menggunakan GPS. Data tingkat serangan, gejala dan tanda didapatkan melalui pengamatan kondisi pohon di masing masing plot contoh. Data mengenai cara-cara pengelolaan didapatkan dengan melakukan wawancara dengan petugas lapangan maupun melalui penelaahan laporan yang ada.

Analisa data

(79)

HASIL DAN PEMBAHASAN

IDENTIFIKASI KUTULILIN PINUS

Kutulilin pinus yang dijumpai di Indonesia adalah Pineus boerneri

Annand (Adelgidae; Hemiptera), yang dicirikan oleh adanya kelenjar lilin di kepala yang menyebar tidak beraturan, pada koksa terdapat tonjolan, spirakel abdomen empat pasang, alat mulut berbentuk ophisthognathous (Annand 1928). Dari hasil pengamatan didapatkan bahwa P. boerneri yang menyerang pinus di Jawa mempunyai ukuran tubuh sangat kecil dengan panjang tubuh antara 0,61± 0,08 mm dan lebar 0,50 ± 0,075 mm, berbentuk bulat telur, bertubuh lunak berwarna kuning kecoklatan (Lampiran 1 dan 2). Bentuk tubuh imago P.boerneri

dari hasil pengamatan dapat dilihat pada Gambar 6 dibawah ini, yang menggambarkan bentuk tubuh, rostrum, stilet, ovipositor dan tungkai dengan tonjolan pada koksa.

Gambar 6 Morfologi imago P. boerneri.

(80)

26

pada koksa terdapat tonjolan. Kelenjar lilin melimpah, menyebar di seluruh bagian tubuh pada bagian kepala, thorak dan abdomen, mengelompok antara tiga sampai sembilan kelenjar per kelompok.

[image:80.595.58.493.58.842.2]

Sumber : www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S0085-56262011000400001

Gambar 7 Bentuk tubuh imago kutulilin pinus P.boerneri

Lampiran 3 menggambarkan bahwa pada taraf 95% semua variabel hasil pengukuran tubuh dan bagian lainnya (panjang tubuh, lebar tubuh, panjang tubuh, lebar kepala, rostrum, dan ovipositor) dari kutulilin pinus adalah berbeda nyata pada setiap KPH. Hasil uji ukuran tubuh disajikan pada Lampiran 4. Pada Gambar 6, 7, 8, 9, 10 dan 11 disajikan histogram hasil pengukuran ukuran tubuh kutulilin pinus di sembilan KPH.

Gambar 8 Ukuran panjang tubuh kutulilin pinus yang berasal dari sembilan KPH. Dilihat dari panjang tubuh, specimen kutulilin pinus dari KPH Lawu merupakan yang terbesar. Spesimen kutulilin pinus dari KPH Jombang dan KPH Kediri memiliki panjang tubuh yang

Gambar

Tabel 1. Luas hutan P.merkusii pada beberapa provinsi di Indonesia
Gambar 3 Pucuk pohon P. merkusii yang terserang P. Boerneri di lokasi pengamatan
Gambar 4  Sketsa pengukuran bagian tubuh  Kutulilin pinus menurut Blackman dan
Gambar 5 Letak penularan telur kutu pada cabang tanaman pinus.
+7

Referensi

Dokumen terkait

TASPEN (Persero) Surakarta. Populasi penelitian ini adalah nasabah PT. TASPEN sejumlah 140 orang dengan sampel sebanyak 100 orang yang diambil dengan teknik insidental

[r]

Metode yang digunakan adalah Single Minute Exchange of Die (SMED) yang merupakan salah satu alat improvement dari lean manufacturing yang digunakan untuk mempercepat waktu

Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah, serta Berita Acara Hasil

[r]

15 Kepala Tukang Gali Tanah Hari. 16 Kepala Tukang

bahwa service quality terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap perceived value. temuan ini bisa dijelaskan bahwa penilaian pelanggan terhadap kualitas layanan

Kom ponen Unit Analisa Harga Sat uan Jum lah Harga..