PENGARUH KAPASITAS SUMBER DAYA MANUSIA, PERENCANAAN ANGGARAN DAN POLITIK PENGANGGARAN, DENGAN
TRANSPARANSI PUBLIK SEBAGAI VARIABEL MODERATING TERHADAP SINKRONISASI
DOKUMEN APBD DENGAN DOKUMEN
KUA - PPAS PADA PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TENGGARA
TESIS
Oleh
DUDI ISKANDAR 117017002/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH KAPASITAS SUMBER DAYA MANUSIA, PERENCANAAN ANGGARAN DAN POLITIK PENGANGGARAN, DENGAN
TRANSPARANSI PUBLIK SEBAGAI VARIABEL MODERATING TERHADAP SINKRONISASI
DOKUMEN APBD DENGAN DOKUMEN
KUA - PPAS PADA PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TENGGARA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Akuntansi pada Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
DUDI ISKANDAR 117017002/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Penelitian : PENGARUH KAPASITAS SUMBER DAYA MANUSIA, P E R E N C A N A A N A N G G A R A N D A N P O L I T I K P E N G A N G G A R A N , D E N G A N T R A N S P A R A N S I
P U B L I K S E B A G A I V A R I A B E L M O D E R A T I N G T E R H A D A P S I N K R O N I S A S I
DOKUMEN APBD DENGAN DOKUMEN KUA - PPAS
P A D A P E M E R I N T A H
K A B U P A T E N A C E H T E N G G A R A
Nama : DUDI ISKANDAR
N I M : 117017002/AKT Program Studi : Akuntansi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Rina Bukit,SE,M.Si,Ak) (
Ketua Anggota
Drs. H. Idhar Yahya, M.Si, Ak)
Ketua Program Studi,
(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak)
Direktur
(Prof.Dr.Erman Munir, M.Sc)
Telah diuji pada Tanggal : 22 Juli 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua
Anggota :
:
Dr. Rina Bukit, SE, M.Si, Ak.
1. Drs. H. Idhar Yahya, MBA, Ak.
2. Dr. Murni Daulay, M.Si.
3. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA.
PERNYATAAN Judul Tesis
PENGARUH KAPASITAS SUMBER DAYA MANUSIA, PERENCANAAN ANGGARAN DAN POLITIK PENGANGGARAN, DENGAN
TRANSPARANSI PUBLIK SEBAGAI VARIABEL MODERATING TERHADAP SINKRONISASI
DOKUMEN APBD DENGAN DOKUMEN
KUA - PPAS PADA PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TENGGARA
Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Magister Ilmu Sains pada Program Studi Akuntansi Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya
penulis sendiri.
Adapun pengutipan – pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian
tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis
cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika
penulisan ilmiah.
Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini
bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu
penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis
sandang dan sanksi-sanki lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku.
Medan, Juli 2013 Penulis,
PENGARUH KAPASITAS SUMBER DAYA MANUSIA, PERENCANAAN ANGGARAN DAN POLITIK PENGANGGARAN, DENGAN
TRANSPARANSI PUBLIK SEBAGAI VARIABEL MODERATING TERHADAP SINKRONISASI
DOKUMEN APBD DENGAN DOKUMEN
KUA - PPAS PADA PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TENGGARA
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kapasitas sumber daya manusia, perencanaan anggaran dan politik penganggaran terhadap sinkronisasi dokumen Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dengan dokumen Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (KUA) Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS).Penelitian ini juga menguji peranan transparansi publik memoderasi hubungan antara kapasitas sumber daya manusia, perencanaan anggaran, politik penganggaran terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS. Populasi penelitian ini adalah anggota dewan dan pejabat/pegawai yang terlibat dalam penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA)Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) berjumlah 29 SKPD. Metode pengambilan sampel mengunakan metode sensus, dimana semua populasi dijadikan sampel sejumlah 123 orang. Data dalam penelitian ini menggunakan data primer. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan langsung kepada responden. Metode analisis yang digunakan adalah analisis Regresi Linear Berganda dan analisis Uji Interaksi. Untuk menguji hipotesis secara simultan dan parsial digunakan Uji F dan Uji t. Hasil penelitian dan uji hipotesis menunjukkan bahwa secara simultan variabel variabel kapasitas sumber daya manusia, perencanaan anggaran dan politik penganggaran berpengaruh positif signifikan terhadap sinkronisasi dokumenAPBD dengan dokumen KUA-PPAS dan secara parsial kapasitas sumber daya manusia dan politik penganggaran berpengaruh signifikan terhadap sinkronisasi dokumen APBDdengan dokumen KUA-PPAS sedangkan perencanaan anggaran berpengaruh negatifsignifikan terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS. Hasil uji interaksi menunjukkan bahwa transparansi publik tidak dapat memoderasi hubungan antara kapasitas sumber daya manusia, perencanaan anggaran dan politik penganggaran terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS, dan transparansi publik bukan variabel moderating.
THE INFLUENCE OF THE CAPACITY OF HUMAN RESOURCES, BUDGET PLANNING AND BUDGETING POLITICS WITH PUBLIC
TRANSPARENCY AS MODERATING VARIABLE ON THE SYNCHRONIZATION BETWEEN REGIONAL REVENUES
AND EXPENDITURES BUDGET DOCUMENT AND GENERAL POLICY OF REGIONAL REVENUES AND EXPENDITURES BUDGET-PROVISIONAL
BUDGET CEILING PRIORITY DOCUMENT IN THE DISTRICT GOVERNMENT OF
ACEH TENGGARA
ABSTRACT
The purpose of this study was to look at the influence of the capacity of human resources, budget planning and budgeting politics on the synchronization between Regional Revenues and Expenditures Budget (APBD) document and General Policy of Regional Revenues and Expenditures Budget (KUA) - Provisional Budget Ceiling Priority (PPAS) document and to test the role of public transparency in moderating the relationship between the capacity of human resources, budget planning, budgeting politics with the synchronization between APBD document and KUA-PPAS document. The population of this study was 123 persons consisting of legislative members and officials/employees who were involved in the preparation of the Work Plan and Budget of 29 Regional Apparatus Working Units and all of them were selected to be the samples for this study by using census sampling method. The data used in thios study were primary data obtained through the questionnaires directly distributed to the respondents. The data obtained were analyzed through multiple linear regression tests and interaction test. Hypothesis was simultaneously and partially tested through F test and t test. The result of hypothesis test in this study showed that simultaneously the variables of capacity of human resources, budget planning and budgeting politics had a positive and significant influence on the synchronization between APBD document and KUA-PASS document, and partially, capacity of human resources and budgeting politics had a significant influence on the synchronization between APBD document and KUA-PASS document while budget planning had a negative and signifcant influence. The result of interaction test showed that public transparency could not moderate the relationship between the capacity of human resources, budget planning and budgeting politics and the synchronization between APBD document and KUA-PASS document. Therefore, public transparency is not moderating variable.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Rabb Penguasa alam semesta atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini, shalawat dan salam semoga senatiasa tercurah keharibaan Rasulullah Muhammad SAW.
Peneliti menyadari penyelesaian tesis ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa dukungan dan motivasi berbagai pihak yang telah memberikan masukan dan saran yang tidak ternilai. Oleh karena itu, rasa terima kasih dan takjub saya ucapkan kepada berbagai pihak yang telah mendukung penyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini terutama kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H,MSc, (CTM), SpA(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, MSc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA selaku Ketua Program Studi Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan sekaligus sebagai Dosen Pembanding yang telah memberikan banyak saran dan masukan dalam penyelesaian tesis ini.
4. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, MSi, selaku Sekretaris Program Studi Akuntansi Sekolah Pascasarjana sekaligus sebagai Dosen Pembanding yang telah memberikan saran dan masukan untuk perbaikan tesis ini.
5. Ibu Dr. Rina Bukit, MSi,Ak selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu ,memberikan arahan, bimbingan dan saran bagi peneliti dari awal hingga selesainya tesis ini.
6. Bapak Drs. Idhar Yahya, MBA,Ak selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan arahan, bimbingan dan saran bagi peneliti dari awal hingga selesainya tesis ini.
7. Ibu Dr.Murni Daulay, MSi selaku Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan arahan, dan saran bagi peneliti.
9. Bapak Bupati Aceh Tenggara Aceh Tenggara yang telah banyak memberikan motivasi dan bantuan selama proses pendidikan.
10.Kepala Dinas, Badan dan Kantor serta staff SKPD di Kabupaten Aceh Tenggara yang telah banyak memberikan bantuan selama proses penelitian. 11.Ibu, Istri, anak-anakku, kakak dan adik-adikku yang selalu mendo’akan dan
memberikan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan ini. 12.Rekan-rekan mahasiswa Sekolah Pascasarjana Program Studi Akuntansi
Pemerintahan Angkatan ke- XXIII atas motivasi dan sumbangan pikiran dalam penyelesaian tesis ini.
13.Semua pihak yang telah memberikan masukan dan dorongan guna
penyelesaian tesis ini.
Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna, namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat bagi para pembaca. Akhir kata semoga Allah SWT memberi rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Aamiin.
Medan, Juli 2013
Penulis
RIWAYAT HIDUP
INDENTITAS PRIBADI
NAMA : DUDI ISKANDAR
TEMPAT/TGL.LAHIR : KAMPUNG MELAYU/27 JULI 1977
AGAMA : ISLAM
STATUS : MENIKAH
AYAH : ALM. SYAPIRUDDIN RAMBE
IBU : ROSMINAR Br RITONGA
ALAMAT : JL. KUTACANE-BLANGKEJEREN NO.15 KAMPUNG MELAYU GAB
HANDPHONE : 081265783848
TAHUN 2011 – 2013 : PASCA SARJANA UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
PENDIDIKAN
TAHUN 1996 – 2001 : FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SYIAH KUALA BANDA ACEH
TAHUN 1993 – 1996 : SMEA NEGERI KUTACANE
TAHUN 1990 – 1993 : SMP NEGERI TANAH MERAH
TAHUN 1984 – 1990 : SD NEGERI DESA RAJA
TAHUN 2002 : LBB PRIMAGAMA PEKANBARU
PENGALAMAN PEKERJAAN
DAFTAR ISI
Halaman
ABSRTAK ... i
ABSRTACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN...1
1.1 Latar Belakang Penelitian ...1
1.2 Rumusan Masalah ...8
1.3 Tujuan Penelitian ...8
1.4 Manfaat Penelitian ...9
1.5 Originalitas ...9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11
2.1 Landasan Teori ... 11
2.1.1 Pengertian Sinkronisasi ... 11
2.1.3 Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ... 12
2.1.4 Kapasitas Sumber Daya Manusia ... 16
2.1.5 Perencanaan Anggaran ... 18
2.1.6 Politik Anggaran ... 20
2.1.6 Transparansi Publik ... 24
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTES ...29
3.1 Kerangka Konsep ... 29
3.2 Hipotesis...31
BAB IV METODE PENELITIAN... 32
4.1 Jenis Penelitian ... 32
4.2 Lokasi dan Waktu penelitian ... 33
4.3 Populasi dan Sampel... 33
4.4 Metode Pengumpulan Data ... 34
4.5 Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel ... 35
4.6 Metode Analisis Data ... 40
4.6.1 Uji Kualitas Data ... 41
4.6.2 Uji Asumsi Klasik ... 43
4.6.3 Uji Hipotesis ... 45
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49
5.1Deskriptif Data ... 49
5.1.1 Karakteristik Responden ... 52
5.2 Analisis Data ... 54
5.2.1 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Data ... 54
5.2.2 Uji Asumsi Klasik ... 56
5.2.2.1 Uji Normalitas ... 57
5.2.2.2 Uji Multikolinieritas...59
5.2.2.3 Uji Heteroskedastisitas...60
5.3 Pengujian Hipotesis ... 62
5.3.1 Pengujian Hipotesis 1 ... 62
5.3.1.1 Hasil Pengujian Koefisien Determinasi... 62
5.3.1.2 Hasil Pengujian Hipotesis 1 secara Parsial... 65
5.3.2 Pengujian Hipotesis 2 ... 66
5.3.2.1 Hasil Pengujian Koefisien Determinasi ... 66
5.3.2.2 Hasil Pengujian Hipotesis 2 secara Simultan ... 67
5.4 Pembahasan ... 70
5.4.1 Pengaruh Kapasitas Sumber Daya Manusia, Perencanaan Anggaran dan Politik Penganggaran terhadap SinkronisasiDokumen APBD dengan Dokumen KUA- PPAS... ... 72
5.4.2 Pengaruh Kapasitas Sumber Daya Manusia terhadap Sinkronisasi Dokumen APBD dengan Dokumen KUA-PPAS... ... 73
5.4.3 Pengaruh Perencanaan Anggaran terhadap Sinkronisasi Dokumen APBD dengan Dokumen KUA-PPAS ... 73
5.4.4 Pengaruh Politik Penganggaran terhadap Sinkronisasi Dokumen APBD dengan Dokumen KUA-PPAS ... 75
5.4.5 Pengaruh Transparansi Publik terhadap hubungan antara Kapasitas Sumber Daya Manusia, Perencaan Anggaran dan Politik Penganggaran terhadap Sinkronisasi Dokumen APBD dengan Dokumen KUA-PPAS... ... 76
BAB VI KESIMPULAN DAN ASARAN ... 78
6.1 Kesimpulan ... 78
6.2 Keterbatasan ... 79
6.3 Saran ... 79
DAFTAR PUSTAKA ... 81
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Tahapan dan Jadwal Proses Penyusunan APBD ... 13
Tabel 4.1 Nama-nama SKPD ... 33
Tabel 4.2 Defenisi Operasional Variabel ... 39
Tabel 5.1 Tingkat Pengembalian Kuesioner ... 49
Tabel 5.2 Deskriptif Jawaban Responden ... 50
Tabel 5.3 Usia Responden ... 52
Tabel 5.4 Jenis Kelamin Responden...52
Tabel 5.5 Tingkat Pendidikan Responden ... 53
Tabel 5.6 Eselon Responden ... 53
Tabel 5.7 Uji Validitas Data...54
Tabel 5.8 Uji Reliabilitas Data ... 56
Tabel 5.9 One - Sample Kolmogorov – Smirnov Test ... 59
Tabel 5.10 Multikolinieritas ... 60
Tabel 5.11 Hasil Uji Glejser ... 61
Tabel 5.12 Uji Koefisien Determinasi Hipotesis 1 ... 62
Tabel 5.13 Uji Statistik F Hipotesis1 ... 63
Tabel 5.14 Uji Statistik t Hipotesis 1 ... 65
Tabel 5.12 Uji Koefisien Determinasi Hipotesis 2 ... 66
Tabel 5.13 Uji Statistik F Hipotesis 2 ... 67
Tabel 5.15 Uji t sebelum Variabel ditransformasikan dalam bentuk Logaritma Natural ... 68
Tabel 5.16 Uji t setelah Variabel ditransformasikan dalam bentuk Logaritma Natural ... 69
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual.. ...28
Gambar 5.1 Diagram Histogram ...57
Gambar 5.2 Normal P-Plot of Regression Standardized Residual ...58
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 85
2. Tabel Tabulasi Jawaban Responden ... 89
3. Karakteristik Jawaban Responden ... 93
4. Hasil Uji Validitas Variabel ... 94
5. Hasil Uji Reliabilitas Variabel... 103
6. Hasil Uji Normalitas... ………….. 108
7. Haji Uji Multikolinearitas...………... 100
8. Hasil Uji Heteroskedastisitas... 111
9. Pengujian Hipotesis 1………... 112
10. Pengujian Hipotesis 2 ………... 114
PENGARUH KAPASITAS SUMBER DAYA MANUSIA, PERENCANAAN ANGGARAN DAN POLITIK PENGANGGARAN, DENGAN
TRANSPARANSI PUBLIK SEBAGAI VARIABEL MODERATING TERHADAP SINKRONISASI
DOKUMEN APBD DENGAN DOKUMEN
KUA - PPAS PADA PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TENGGARA
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kapasitas sumber daya manusia, perencanaan anggaran dan politik penganggaran terhadap sinkronisasi dokumen Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dengan dokumen Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (KUA) Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS).Penelitian ini juga menguji peranan transparansi publik memoderasi hubungan antara kapasitas sumber daya manusia, perencanaan anggaran, politik penganggaran terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS. Populasi penelitian ini adalah anggota dewan dan pejabat/pegawai yang terlibat dalam penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA)Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) berjumlah 29 SKPD. Metode pengambilan sampel mengunakan metode sensus, dimana semua populasi dijadikan sampel sejumlah 123 orang. Data dalam penelitian ini menggunakan data primer. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan langsung kepada responden. Metode analisis yang digunakan adalah analisis Regresi Linear Berganda dan analisis Uji Interaksi. Untuk menguji hipotesis secara simultan dan parsial digunakan Uji F dan Uji t. Hasil penelitian dan uji hipotesis menunjukkan bahwa secara simultan variabel variabel kapasitas sumber daya manusia, perencanaan anggaran dan politik penganggaran berpengaruh positif signifikan terhadap sinkronisasi dokumenAPBD dengan dokumen KUA-PPAS dan secara parsial kapasitas sumber daya manusia dan politik penganggaran berpengaruh signifikan terhadap sinkronisasi dokumen APBDdengan dokumen KUA-PPAS sedangkan perencanaan anggaran berpengaruh negatifsignifikan terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS. Hasil uji interaksi menunjukkan bahwa transparansi publik tidak dapat memoderasi hubungan antara kapasitas sumber daya manusia, perencanaan anggaran dan politik penganggaran terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS, dan transparansi publik bukan variabel moderating.
THE INFLUENCE OF THE CAPACITY OF HUMAN RESOURCES, BUDGET PLANNING AND BUDGETING POLITICS WITH PUBLIC
TRANSPARENCY AS MODERATING VARIABLE ON THE SYNCHRONIZATION BETWEEN REGIONAL REVENUES
AND EXPENDITURES BUDGET DOCUMENT AND GENERAL POLICY OF REGIONAL REVENUES AND EXPENDITURES BUDGET-PROVISIONAL
BUDGET CEILING PRIORITY DOCUMENT IN THE DISTRICT GOVERNMENT OF
ACEH TENGGARA
ABSTRACT
The purpose of this study was to look at the influence of the capacity of human resources, budget planning and budgeting politics on the synchronization between Regional Revenues and Expenditures Budget (APBD) document and General Policy of Regional Revenues and Expenditures Budget (KUA) - Provisional Budget Ceiling Priority (PPAS) document and to test the role of public transparency in moderating the relationship between the capacity of human resources, budget planning, budgeting politics with the synchronization between APBD document and KUA-PPAS document. The population of this study was 123 persons consisting of legislative members and officials/employees who were involved in the preparation of the Work Plan and Budget of 29 Regional Apparatus Working Units and all of them were selected to be the samples for this study by using census sampling method. The data used in thios study were primary data obtained through the questionnaires directly distributed to the respondents. The data obtained were analyzed through multiple linear regression tests and interaction test. Hypothesis was simultaneously and partially tested through F test and t test. The result of hypothesis test in this study showed that simultaneously the variables of capacity of human resources, budget planning and budgeting politics had a positive and significant influence on the synchronization between APBD document and KUA-PASS document, and partially, capacity of human resources and budgeting politics had a significant influence on the synchronization between APBD document and KUA-PASS document while budget planning had a negative and signifcant influence. The result of interaction test showed that public transparency could not moderate the relationship between the capacity of human resources, budget planning and budgeting politics and the synchronization between APBD document and KUA-PASS document. Therefore, public transparency is not moderating variable.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Setelah era reformasi bergulir, terjadi peralihan sistem sentralisasi menjadi
desentralisasi, sehingga sejumlah kewenangan pusat beralih ke daerah.Penerapan
sistem desentralisasi menuntut pemerintah daerah untuk dapat bekerja lebih
optimal dalam pembangunan daerahnya masing-masing sehingga pembangunan
dapat dilaksanakan dengan lebih efektif. Sistem desentralisasi tersebut mencakup
desentralisasi keuangan negara yang ditujukan untuk menjalankan prinsip
anggaran yang disertai dengan fungsi dan tanggung jawab yang telah
didelegasikan kepada daerah karena pemerintah daerahlah yang lebih memahami
kondisi masyarakat didaerahnya. Seiring dengan hal tersebut, diharapkan
kesejahteraan masyarakat akan semakin meningkat.
Konsep tentang mekanisme penyusunan program kerja pemerintah daerah,
termasuk ke dalam ranah konsep kebijakan keuangan negara. Bahwa fungsi
pemerintahan dalam berbagai bidang yang kemudian menimbulkan hak dan
kewajiban negara dalam mengelola keuangan negara melahirkan Sistem
Pengelolaan Keuangan Negara. Penyusunan program kerja pemerintah daerah
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem pengelolaan keuangan negara
tersebut, yakni berkaitan dengan penyusunan dan penetapan APBN dan APBD.
Menjadi kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah untuk menyusun rencana
pembangunan jangka panjang (RPJP/D), rencana pembangunan jangka menengah
daerah wajib menyusun dokumen Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana
Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) sebagai landasan penyusunan RAPBN/
RAPBD. Setiap proses penyusunan dokumen rencana pembangunan tersebut di
atas, memerlukan koordinasi antar instansi pemerintah dan partisipasi seluruh
pelaku pembangunan melalui suatu forum yang disebut sebagai Musyawarah
Perencanaan Pembangunan atau Musrenbang. Penyelenggaraan Musrenbang ini
difasilitasi dan didanai oleh pemerintah, propinsi, kabupaten/kota.
Penyelenggaraan Musrenbang di Daerah dalam rangka penyusunan RKPD
dilakukan melalui proses pembahasan yang terkoordinasi antara Bappeda dengan
seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Titik berat pembahasannya
adalah pada sinkronisasi rencana kerja SKPD, dan antara Pemerintah,Pemerintah
Daerah dan masyarakat(Rudianto,2007).
Penganggaran sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah
alokasi dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter. Proses
penganggaran organisasi sektor publik dimulai ketika perumusan strategi dan
perencanaan strategi telah selesai dilakukan. Tahap penganggaran menjadi sangat
penting karena anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja
akan dapat menggagalkan perencanaan yang telah disusun. Anggaran sektor
publik merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan
pelaksanaan program-program yang dibiayai dari uang publik (Mardiasmo, 2004).
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 13
Tahun 2006, penganggaran terpadu (unified budgeting) adalah penyusunan
rencana keuangan tahunan yang dilakukan secara terintegrasi untuk seluruh jenis
pencapaian efisiensi alokasi dana. Dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan di
daerah, Pemerintah telah menetapkan Undang-undang (UU) No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah atas perubahan UU No.22 Tahun 1999, Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan
Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan
Negara dan Daerah yang diperjelas dengan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011
tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Permendagri Nomor 21
Tahun 2011 sebagai pedoman dalam pelaksanaan, penatausahaan APBD dan
laporan keuangan juga mencakup kebijakan akuntansi. Prinsip penyusunan APBD
berdasarkan Permendagri 21 Tahun 2011 yaitu : (1)APBD disusun sesuai dengan
kebutuhan penyelanggara pemerintah daerah, (2)APBD harus disusun secara tepat
waktu sesuai tahapan dan jadwal, (3) Penyusunan APBD dilakukan secara
transparan, dimana memudahkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan
akses informasi seluas-luasnya tentang APBD, (4) Penyusuanan APBD harus
melibatkan partisipasi masyarakat, (5) APBD harus memperhatikan rasa keadilan
dan kepatutan,(6) Substansi APBD dilarang bertentangan dengan kepentingan
umum, peraturan yang lebih tinggi dan peraturan daerah lainnya.
Mekanisme penganggaran melibatkan berbagai pihak yang mempunyai
latar belakang yang berbeda baik dari tingkat pemahaman terhadap anggaran
maupun dari kepentingan terhadap anggaran. Perbedanaan ini diyakini dapat
menyebabkan terjadinya ketidaksinkronan dalam proses penyusunan anggaran
antara dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS umum terjadi hampir
disetiap pemerintah daerah.
Penelitian yang dilakukan oleh Sopanah (2003) menunjukkan bahwa
pengetahuan anggaran berpengaruh signifikan terhadap pengawasan APBD. Di
samping itu, adanya partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik
mempertinggi fungsi pengawasan yang dilakukan oleh dewan. Semakin tinggi
pengawasan yang dilakukan oleh dewan maka proses penyusunan APBD akan
semakin berkualitas.Pengamat Politik Universitas Gadjah Mada Hasrul Hanif
(2012) mengatakan, proses penganggaran di DPR tidak transparan, akibatnya
penyalahgunaan anggaran seperti alokasi untuk pembangunan gedung DPR dan
toilet dengan nilai yang fantastis dapat terjadi. Tidak ada transparansi dalam
proses penganggaran di DPR, akibatnya tidak bisa dikontrol oleh masyarakat,
alhasil penyalahgunaan seringkali terjadi dan sampai saat ini penganggaran masih
sangat tertutup dan hanya melibatkan segelintir birokrasi dan politisi.Masyarakat,
menurut dia, hanya dilibatkan dalam usulan perencanaan pembangunan saja.
Sementraa untuk detailnya, jauh dari sifat keterbukaan terhadap masyarakat.
Bahkan menurut dia, meski UU tentang Keterbukaan Informasi Publik telah
mengamanatkan bahwa dokumen anggaran merupakan dokumen publik, namun
tetap saja sulit diakses oleh masyarakat. Fenomena ini bertolak belakang dengan
Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
dimana pada pasal 4 disebutkan bahwa setiap orang berhak : (a) melihat dan
mengetahui Informasi Publik, (b) menghadiri pertemuan publik yang terbuka
untuk umum untuk memperoleh Informasi Publik, (c) mendapatkan salinan
dan/atau (d) menyebarluaskan Informasi Publik sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Dari hasil evaluasi terhadap rancangan APBD provinsi yang dilakukan
oleh Kementerian Dalam Negeri masih terdapat ketidaksesuaian antara alokasi
anggaran dalam Kebijakan Umum APBD (KUA) dan PPAS dengan rancangan
peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang
penjabaran APBD. Hal ini disebabkan pemerintah daerah dan DPRD belum secara
konsisten mengganggarkan program dan kegiatan pada setiap tahapan
perencanaan yang telah disepakati bersama, mulai dari KUA-PPAS dan
RAPBD(Tumbo, 2012). Saat ini sudah menjadi praktek yang lumrah di
pemerintah daerah bahwa untuk melakukan pergeseran anggaran dan/ atau
penambahan aggaran yang sebelumnya tidak dianggarkan dan mendahului
perubahan APBD, pemerintah daerah cukup mengajukan permohonan izin prinsip
kepada pimpinan DPRD. Setelah pimpinan DPRD menyetujui permohonan
tersebut, pemerintah daerah dapat melakukan peregeseran anggaran dengan cara
mengubah Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD (Tarigan,2012).
Berdasarkan pengamatan awal pada Laporan Keterangan
Pertangungjawaban Bupati Aceh Tenggara Tahun 2011 terdapat beberapa
permasalahan yang masih dihadapi dalam pengelolaan belanja Pemerintah
Kabupaten Aceh Tenggara sepanjang Tahun 2011 antara lain pemahaman dan
pembahasan APBK kurang optimal yang dipengaruhi belum berjalan efektif dan
efesien pengesahan APBK oleh DPRK Aceh Tenggara serta masih terdapat
kegiatan-kegiatan yang bersifat mendesak dan strategis yang muncul dari
dianggarakan dalam APBK Aceh Tenggara.Hal ini tidak dapat diakomodir secara
langsung dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten Aceh
Tenggara serta belum optimalnya tingkat efisiensi dan efektifitas pengeluaran dari
setiap kegiatan yang dilaksakan masing-masing SKPK di lingkungan Pemerintah
Kabupaten Aceh Tenggra. Disisi lain keterbukaan atau informasi yang didapat
oleh publik dalam perencanan APBD hanya pada awal perencanaan penyusunan
APBD melalui musyawarah rencana pembangunan (MUSRENBANG) pada
berbagai tingkat. Pada tahap pelaksanaan pengelolaan APBD dan tahap akhir
pengelolaan APBD informasi dan keterlibatan publik terputus dan tidak
dipublikasikan secara terbuka, artinya publik hanya dilibatkan pada saat
musyawarah rencana awal APBD dimana pada saat musyawarah rencana
pembangunan usulan pembangunan adalah berdasarkan skala prioritas yang
langsung diusulkan oleh publik. Namun pada pelaksanaan dari musyawarah
rencana pembangunan yang sudah disusun berdasarkan skala prioritas tidak sesuai
dengan usulan pada saat musyawarah rencana pembangunan.
Berkaitan dengan permasalahan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk
memberikan bukti empiris bahwa kapasitas sumber daya manusia, politik
penganggaran, dan perencanaan akan mempengaruhi sinkronisasi dokumen
APBD dengan dokumen KUA-PPAS dengan tranparansi publik sebagai variabel
moderating. Perencanaan dan penganggaran merupakan dua hal yang erat
kaitannya. Agar perencanaan dan penganggaran bersifat realistik dan tepat sasaran
maka perlu didukung oleh Peraturan Pemerintah yang menjabarkan konsep dan
ketentuan lebih rinci mengenai kerangka rencana dan anggaran. Yang terjadi
dokumen-dokumen dalam perencanaan dan penganggaran serta tidak adanya keterkaitan
antar dokumen. Permasalahan berikutnya adalah masih sangat dirasakan “ego
sektoral” antara para aparat pemerintah dalam melaksanakan kegiatan
pembangunan. Masing-masing dinas dan instansi cenderung mengatakan tugas
dan fungsinyalah yang terpenting dalam kegiatan pembangunan. Permasalahan
tersebut menyebabkan koordinasi dalam penyusunan rencana dan pelaksanaan
pembangunan menjadi sulit dilakukan. Akibat selanjutnya adalah kurang
optimalnya pelaksanaan proses pembangunan dan bahkan sasaran yang dituju
dapat tidak terlaksana sama sekali. Hal ini mendorong peneliti ingin mengetahui
apakah kapasitas sumber daya manusia, politik penganggaran, perencanaan dan
informasi pendukung berpengaruh terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan
dokumen KUA-PPAS.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian latar belakang tersebut di atas penulis ingin
menguji pengaruh kapasitas sumber daya manusia, perencanaan anggaran dan
politik penganggaran terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen
KUA-PPAS dengan rumusan masalah:
1. Apakah kapasitas sumber daya manusia, perencanaan anggaran dan
politik penganggaran berpengaruh baik simultan maupun parsial terhadap
sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS pada
Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara.
2. Apakah transparansi publik sebagai variabel moderating mempengaruhi
dan politik penganggaran terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan
dokumen KUA-PPAS pada Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara.
1.2. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini dimaksudkan
untuk:
a. Memperoleh bukti empiris serta menganalisis pengaruh kapasitas sumber
daya manusia, perencanaan anggaran dan politik penganggaran baik
secara simultan maupun parsial berbepengaruh terhadap sinkronisasi
dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS.
b. Memperoleh bukti empiris serta menganalisis transparansi publik sebagai
variabel moderating mempengaruhi hubungan antara variabel kapasitas
sumber daya manusia, perencanaan anggaran dan politik penganggaran
terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS .
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat dalam memperdalam pengetahuan
peneliti di bidang akuntansi keuangan daerah, khususnya pengaruh
kapasitas sumber daya manusia, perencanaan anggaran, politik
penganggaran dan transparansi publik terhadap sinkronisasi dokumen
APBD dengan dokumen KUA-PPAS.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
bagi Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara dalam rangka mensinkronkan
3. Dapat menjadi masukan bagi rekan-rekan yang berminat dan tertarik
memperdalam penelitian tentang sinkronisasi dokumen APBD dengan
dokumen KUA-PPAS.
1.5. Originilitas
Penelitian mengenai sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen
KUA-PPAS yang dipengaruhi oleh kapasitas sumber daya manusia, politik
penganggaran, perencanaan dan informasi pendukung telah dilakukan oleh
peneliti sebelumnya yaitu Arniati dkk (2010) dan hasilnya telah di dipublikasikan
pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XIII di Purwekoerto. Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian adalah pada variabel moderating dan objek
penelitiannya. Penelitian terdahulu tidak menggunakan variabel moderating,
penelitian sekarang menggunakan variable moderating. Objek Penelitian
terdahulu pada Pemerintah Kota Tanjung Pinang. Penelitian sekarang pada
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Sinkronisasi
Sinkronisasi adalah hasil kesesuaian antara dokumen kebijakan yang satu
dengan dokumen kebijakan yang lain. Sinkronisasi bertujuan untuk
mengimplementasikan landasan pengaturan tentang mekanisme penyusunan
anggaran yang telah diatur dalam sejumlah peraturan perundang-undangan,
diantaranya adalah UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, PP No.
58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan Permendagri Nomor
21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Sebelum
penyusunan APBD dilakukan, terlebih dahulu dibuat kesepakatan antara eksekutif
dan legislatif tentang arah dan kebijakan umum (AKU) dan prioritas anggaran,
yang akan menjadi pedoman untuk penyusunan anggaran pendapatan dan
anggaran belanja. Eksekutif membuat rancangan APBD sesuai dengan AKU dan
prioritas anggaran, yang kemudian diserahkan kepada legislatif untuk dipelajari
dan dibahas bersama-sama sebelum ditetapkan sebagai peraturan daerah (Halim
dan Abdullah, 2006).
Disamping itu pemerintah daerah dan DPRD juga harus menjaga dan
mengawal adanya konsistensi, sinkronisasi dan sigergisitas antara substansi
KUA-PPAS, RKA SKPD/RKA PPKD RAPBD . Hal tersebut guna memenuhi ketentuan
yan diamanatkan pasal 44 ayat (2) Peraturan Pemerintah Tahun 2005 yang
kebijakan umum APBD serta prioritas dan plafon anggaran sementara dengan
program dan kegiatan yang diusulkan dalam rancangan peraturan daerah tentang
APBD.
2.1.2Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Berdasarkan Permendagri No. 21 Tahun 2011 yang dimaksud dengan
Kebijakan Umum Anggaran (KUA) adalah dokumen yang memuat kebijakan
bidang pendapatan, belanja dan pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya
untuk periode satu (1) tahun. Substansi KUA mencakup hal-hal yang sifatnya
kebijakan umum dan tidak menjelaskan hal-hal yang bersifat teknis. Hal-hal yang
sifatnya kebijakan umum, seperti: (a) Gambaran kondisi ekonomi makro termasuk
perkembangan indikator ekonomi makro daerah, (b) Asumsi dasar penyusunan
Rancangan APBD Tahun Anggaran 2012 termasuk laju inflasi, pertumbuhan
PDRB dan asumsi lainnya terkait dengan kondisi ekonomi daerah, (c) Kebijakan
pendapatan daerah yang menggambarkan prakiraan rencana sumber dan besaran
pendapatan daerah untuk tahun anggaran 2012 serta strategi pencapaiannya,
(d) Kebijakan belanja daerah yang mencerminkanprogram dan langkah kebijakan
dalam upaya peningkatan pembangunan daerah yang merupakan manifestasi dari
sinkronisasi kebijakan antara pemerintah daerah dan pemerintah serta strategi
pencapaiannya, (e) Kebijakan pembiayaan yang menggambarkan sisi defisit dan
surplus anggaran daerah sebagai antisipasi terhadap kondisi pembiayaan daerah
dalam rangka menyikapi tuntutan pembangunan daerah serta strategi
Selanjutnya Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara adalah rancangan
program prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada
SKPD untuk setiap program sebagai acuan dalam penyusunan RKA-SKPD
sebelum disepakati dengan DPRD. Substansi PPAS lebih mencerminkan prioritas
pembangunan daerah yang dikaitkan dengan sasaran yang ingin dicapai termasuk
program prioritas dari SKPD terkait. PPAS juga menggambarkan pagu anggaran
sementara dimasing-masing SKPD berdasarkan program dan kegiatan prioritas
dalam RKPD. Pagu sementara tersebut akan menjadi pagu definitif setelah
rancangan peraturan daerah tentang APBD disetujui bersama antara kepala daerah
dengan DPRD serta rancangan peraturan daerah tentang APBD tersebut
ditetapkan oleh kepala daerah menjadi peraturan daerah tentang APBD. Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disingkat APBD adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh
pemerintah daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
Proses penyusunan APBD, sejak penyusunan dan penyampaian rancangan
KUA dan rancangan PPAS oleh pemerintah daerah kepada DPRD untuk dibahas
dan disepakati bersama paling lambat akhir bulan Juli 2011. Selanjutnya KUA
dan PPAS yang telah disepakati bersama tersebut akan menjadi dasar bagi
pemerintah daerah untuk menyusun, menyampaikan dan membahas RAPBD
Tahun Anggaran 2012 antara pemerintah daerah dengan DPRD sampai dengan
tercapainya persetujuan bersama antara kepala daerah dengan DPRD terhadap
rancangan peraturan daerah tentang APBD, paling lambat tanggal 30 Nopember
2011, sesuai dengan ketentuan Pasal 105 ayat (3c) Peraturan Menteri Dalam
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21
Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dengan
tahapan penyusunan dan jadwal sebagai berikut:
Tahapan dan Jadwal Proses Penyusunan APBD Tabel 2.1
NO URAIAN WAKTU KETERANGAN
1. Penyusunan RKPD Akhir bulan
Mei 2. Penyampaian Rancangan KUA dan
Rancangan PPAS oleh Ketua TAPD kepada kepala daerah
Minggu 1 bulan Juni
1 minggu
3. Penyampaian Rancangan KUA dan Rancangan PPAS oleh kepala daerah kepada DPRD
Pertengahan bulan Juni
6 minggu
4. Rancangan KUA dan Rancangan PPAS disepakati antara kepala daerah dan DPRD
Akhir bulan Juli
5. Surat Edaran kepala daerah perihal Pedoman SKPD dan RKA-PPKD
Awal bulan Agustus
1 Minggu
6. Penyusunan dan pembahasan RKA-SKPD dan RKA-PPKD serta
7. Penyampaian Rancangan APBD kepada DPRD
Minggu pertama bulan Oktober
2 bulan
8. Pengambilan persetujuan Bersama DPRD dan kepala daerah 9. Hasil evaluasi Rancangan APBD 15 hari kerja
NO URAIAN WAKTU KETERANGAN
10. Penetapan Perda APBD dan Perkada Penjabaran APBD sesuai dengan hasil evaluasi
Paling Lambat Akhir
Desember (31 Desember)
Proses penyusunan APBD sejak dengan ditetapkannya Perda tentang
Rancangan APBD (RAPBD) yang berisi penganggaran atas pendapatan, belanja
dan pembiayaan. RAPBD disampaikan ke Provinsi/Departemen Dalam Negeri
untuk dievaluasi. Jika ada perbaikan/revisi atas RAPBD tersebut maka akan
diperbaiki/dikoreksi oleh badan eksekutif pemerintah daerah. Setelah dilakukan
perbaikan/revisi atas evaluasi oleh Provinsi/Departemen Dalam Negeri terhadap
RAPBD setiap Pemerintah Daerah maka dokumen disahkan/disetujui oleh DPRD.
Pengesahan dari DPRD setiap Pemerintah Daerah menandakan bahwa RAPBD
berubah menjadi dokumen APBD sehingga APBD dapat dicairkan/realisasikan
sesuai dengan kebutuhan operasional pemerintah daerah maupun pembangunan
daerah dalam sektor publik.
2.1.4 Kapasitas Sumber Daya Manusia
Wiley (1997), menyebutkan bahwa sumber daya manusia merupakan pilar
penyangga utama sekaligus penggerak roda organisasi dalam usaha mewujudkan
visi dan misi serta tujuan dari organisasi tersebut. Sumber daya manusia (human
resources) merujuk kepada orang-orang di dalam organisasi untuk mencapai
tujuan organisasi (Simamora, 2001). Menurut Irawan (2000), yang dimaksud
dengan sumber daya manusia adalah semua orang yang tergabung dalam suatu
tercapainya tujuan-tujuan organisasi. Matindas (2002) mengemukakan bahwa
sumber daya manusia adalah kesatuan tenaga manusia yang ada dalam suatu
organisasi dan bukan sekedar penjumlahan karyawan karyawan yang ada. Sebagai
kesatuan, sumber daya manusia harus dipandang sebagai suatu sistem di mana
tiap-tiap karyawan merupakan bagian yang saling berkaitan satu dengan lainnya
dan bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut
Amirudin (2009) dalam Arniati dkk (2010), kapasitas sumber daya manusia
adalah kemampuan dari anggota eksekutif maupun legislatif dalam menjalankan
fungsi dan perannya masing-masing dalam proses penyusunan kebijakan dalam
pengelolaan keuangan daerah. Kualitas dan kemampuan anggota DPRD juga
diperlukan agar kegiatan-kegiatan yang dituangkan dalam APBD betul-betul
bermanfaat bagi masyarakat. Masalah yang sering muncul adalah ketika
penganggaran yang dilakukan selama ini masih dipahami sebagai aktifitas
pembagian kue pembangunan. Alokasi untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat
belum menjadi jiwa dalam penyusunan APBD. Jadi sumber daya yang dibutuhkan
bukan hanya anggota yang sekedar memiliki pendidikan yang tinggi tapi juga
memiliki kapasitas yang baik agar mampu melaksanakan peran dan fungsi-fungsi
yang mesti dijalankannya dengan baik dan optimal.
Dalam pengelolaan keuangan daerah yang baik, SKPD harus memiliki
sumber daya manusia yang berkualitas, yang didukung dengan latar belakang
pendidikan akuntansi, sering mengikuti pendidikan dan pelatihan, dan mempunyai
pengalaman di bidang keuangan. Sehingga untuk menerapkan sistem akuntansi,
sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas tersebut akan mampu memahami
Daerah dalam memahami dan menerapkan logika akuntansi akan berdampak pada
kekeliruan laporan keuangan yang dibuat dan ketidaksesuaian laporan dengan
standar yang ditetapkan pemerintah (Warisno, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Andriani (2010) menemukan bahwa
walaupun ada pada beberapa SKPD yang mempunyai pegawai tidak berlatar
belakang pendidikan di bidang ekonomi,tapi dengan banyaknya
pelatihan-pelatihan yang diperoleh dapat meningkatkan kapasitas sumber daya manusia.
Pelatihan-pelatihan dalam bidang akuntansi yang diberikan sangat mendukung
meningkatkan kapasitas sumber daya manusianya. Disamping itu
kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah cukup menunjang, antara lain
dengan mengadakan pertemuan-pertemuan antar SKPD yang membicarakan
mengenai persoalan-persoalan tentang keuangan.Penulis juga melihat besarnya
keinginan dan harapan parapegawai keuangan di Pemda ini untuk mampu
menyusun laporan keuangan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Sumber Daya Manusia merupakan elemen organisasi yang sangat penting.
Karenanya harus dipastikan sumber daya manusia ini harus dikelola sebaik
mungkin agar mampu memberikan kontribusi secara optimal dalam upaya
pencapaian tujuan organisasi. Sumber daya manusia diukur berdasarkan latar
belakang pendidikan, pemahaman tentang tugas, kesiapan dalam memahami
melakukan perubahan dalam proses penyusunan anggaran. Agar perencanan
APBD berkualitas, maka setiap SKPD harus memiliki sumber daya manusia yang
mampu untuk melaksanakannya dan perlu dilakukannya suatu peremajaan
kualitas sumber daya manusia dengan jalan melakukan pelatihan-pelatihan
2.1.5 Perencanaan Anggaran
Penganggaran pada dasarnya adalah proses menyusun rencana pendapatan
dan belanja untuk satu jangka waktu tententu. Kebijakan Umum Anggaran (KUA)
merupakan bagian dari dokumen perencanaan pembangunan daerah yang
berfungsi sebagai pedoman dalam merencanakan pembangunan dan pengambilan
kebijakan di daerah. Dokumen ini mempunyai fungsi yang sangat strategis karena
menyangkut pilihan terhadap program, kegiatan dan kebijakan yang akan
dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah (Sopanah, 2010).
Perencanaan merupakan cara organisasi menetapkan tujuan dan sasaran
organisasi. Perencanaan meliputi aktivitas yang sifatnya strategik, taktis, dan
melibatkan aspek operasional. Proses perencanaan juga melibatkan aspek
perilaku, yaitu partisipasi dalam pengembangan system perencanaan, penetapan
tujuan, dan pemilihan alat yang paling tepat untuk memonitor perkembangan
pencapaian tujuan. Lemahnya perencanaan anggaran memungkinkan munculnya
underfinancing atau overfinancing yang akan mempengaruhi tingkat efesinsi dan
efektifitas anggaran. Dalam seperti ini menyebabkan banyak layanan publik
dijalankan secara tidak efisien dan kurang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan
publik, sementara dana pada anggaran yang pada dasarnya merupakan dana public
habis dibelanjakan seluruhnya. Dalam jangka panjang, kondisi seperti ini
cenderung memperlemah peran pemerintah sebagai stimulator,fasilitator,
coordinator, dan entrepreneur dalam pembangunan (Mardiasmo, 2004).
Secara garis besar proses penyusunan dalam penetapan anggaran
didasarkan pada rangkaian tahapan (siklus) yang dimulai bulan Januari dan
perencanaan pada tahapan awal buruk maka akan berdampak pada buruk
perencanaan pada tahap berikutnya. Untuk itu pada tahap awal perencanaan
merupakan faktor yang sangat menentukan terhadap kesinkronan antara dokumen
APBD dengan dokumen KUA-PPAS. Pada tahap awal perencanaan, pertama kali
yang dilakukan adalah melakukan penjaringan aspirasi masyarakat dan
musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang).
Musrenbang fokus pada perencanaan sebagai proses perencanaan program
kerja yang menganut pola perencanaan berbasis masyarakat, artinya bahwa semua
usulan yang muncul merupakan usulan yang bersumber dari musyawarah
masyarakat berdasarkan kebutuhan prioritas dan potensi yang dimiliki.
Penyelenggaran Musrenbang di Daerah dalam rangka penyusunan RKPD
dilakukan melalui proses pembahasan yang terkoordinasi antara Bappeda dengan
seluruh Satuan Kerja Prangkat Daerah (SKPD). Titik berat pembahsannya adalah
pada sinkronisasi rencana kerja SKPD, dan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah
dan masyarakat.Musrenbang adalah sebuah forum, sinkronisasi adalah pijakan
musyawarah, dan RKPD adalah pijakan musyawarah. Ketiga hal yang tali-temali
ini dapat bersinergi bila orang-rang yang terlibat dalam musyawarah telah
memiliki pengetahuan tentang bagaimana musrenbang diselenggarakan, dan
bagaimana penyusunan program kerja dan usulan kegiatan seharusnya
dilakukan (Rudianto,2007).
2.1.6 Politik Penganggaran
Anggaran merupakan managerial plan for action untuk memfasilitasi
anggaran merupakan pernyataan mengenai apa yang diharap dan direncanakan
dalam periode tertentu di masa yang akan datang. Proses penganggaran sebagai
cara memfasilitasi tercapainya tujuan organisasi, selalu dilalui oleh berbagai
organisasi tidak terkecuali organisasi sektor publik.
Penganggaran pada sektor publik merupakan suatu proses yang cukup
rumit, termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sektor publik
terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap program dan
aktivitas dalam satuan moneter. Proses penganggaran organisasi sektor publik
dimulai ketika perumusan strategi dan perencanaan strategi telah selesai
dilakukan.
Menurut Hague et.al (1998) politik adalah kegiatan yang menyangkut cara
bagaimana kelompok-kelompok mencapai keputusan yang bersifat kolektif dan
mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan-perbedaan di antara
anggota-anggota. Dalam suatu pemerintahan, politik berkaitan dengan masalah
kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan publik dan alokasi atau distribusi.
Oleh karena itu untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan umum yang
menyangkut pengaturan dan alokasi dari sumber daya perlu dimiliki kekuasaan
serta kewenangan .
Anggaran merupakan alat utama pemerintah untuk melaksanakan semua
kewajiban, janji, dan kebijakannya ke dalam rencana-rencana konkrit dan terintegrasi
dalam hal tindakan apa yang akan diambil, hasil apa yang akan dicapai, pada biaya
berapa dan siapa yang akan membayar biaya-biaya tersebut (Dobell & Ulrich, 2002).
Sementara Freeman & Shoulders (2003) dalam Syukri dan Asmara (2006)
menyatakan bahwa anggaran yang ditetapkan dapat dipandang sebagai suatu kontrak
Asmara(2006), penganggaran publik adalah pencerminan dari kekuatan relatif dari
berbagai budget actors yang memiliki kepentingan atau preferensi berbeda terhadap
outcomes anggaran. Adanya keterbatasan dana yang dimiliki oleh pemerintah menjadi
alasan mengapa penganggaran menjadi mekanisme terpenting untuk pengalokasian
sumberdaya. Bagi Hagen et al. (1996), penganggaran di sektor publik merupakan
suatu bargaining process antara eksekutif dan legislatif.
Hasil penelitian Syukri dan Asmara (2006) terhadap perilaku anggota
DPRD dalam proses penganggaran yaitu : (1), legislatif melakukan political
corruption melalui realisasi discretionary power yang dimilikinya dalam
penganggaran. Hal ini terjadi karena legislatif memanfaatkan celah yang ada dalam
UU 22/1999 dan PP 110/2000. (2) DPRD membuat keputusan anggaran melalui
penggunaan kenaikan anggaran PAD sebagai sumber pembiayaan untuk usulan
kegiatan baru.(3) perilaku oportunistik legislatif seakan-akan didukung oleh
perangkat peraturan perundang-undangan yang berlaku. UU 22/1999 dan PP
110/2000 seolah-olah melegitimasi tindakan legislatif untuk merubah alokasi yang
diusulkan eksekutif melalui pemberian kewenangan yang sangat besar atas pemilihan
dan pemberhentian kepala daerah.(4) pengalokasian anggaran yang diusulkan
legislatif, tidak didasarkan pada prioritas anggaran.(5) Dengan demikian, APBD
digunakan oleh legislatif sebagai alat untuk memenuhi kepentingan pribadinya.
Penelitian yang dilakukan Handayani (2009) menemukan bahwa otoritas
yang sangat besar bagi DPRD untuk menyusun APBD dan menyusun anggaran
untuk DPRD sangat memungkinkan terjadinya korupsi APBD karena tidak ada
pengawasan yang sistematis kecuali jika rakyat mempunyai kesadaran yang
relation yang memungkinkan terjadinya suap (bribery) terhadap DPRD untuk
menyetujui pos tertentu yang tidak dibutuhkan rakrat sangat mungkin terjadi.
Sedangkan penelitian Amirudin (2009) dalam Arniati dkk, (2010),
menemukan peran utama legislatif dalam proses politik penyusunan APBD
terlihat jelas saat pembahasan KUA-PPAS serta dalam penetapan Perda APBD.
Dalam pembahasan anggaran, eksekutif dan legislatif membuat
kesepakatan-kesepakatan (bargaining) yang dicapai melalui proses politik dengan acuan KUA
dan PPAS sebelum anggaran ditetapkan sebagai suatu peraturan daerah. Ini terjadi
karena legislatif mempunyai hak budgeting yang diwujudkan dalam menyusun
dan menetapkan APBD bersama-sama dengan pemerintah daerah. Keberadaan
legislatif di dewan sesungguhnya merupakan representasi dari aspirasi
masyarakat, oleh karena itu memang sudah sepatutnya mendasarkan pada aspirasi
masyarakat. Namun yang menjadi pertanyaan adalah tipisnya batas antara
keinginan legislatif dengan keinginan masyarakat sehingga kedua keinginan
tersebut sulit dibedakan yang pada akhirnya memunculkan moral hazard dari
anggota dewan tersebut.
Berdasarkan penjelasan konsep politik dan penganggaran, maka yang
dimaksud dengan poltik penganggaran adalah cara bagaimana mencapai tujuan
yang bersifat kolektif dan mengikat melalui kekuasaan, pengambilan keputusan,
kebijakan publik, alokasi dan distribusi dalam proses rencana aktivitas ke dalam
2.1.7 Transparansi Publik
Transparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas, seluruh
proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh
pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai
agar dapat di mengerti dan dipantau.
Transparansi bermakna tersedianya informasi yang cukup, akurat dan
tepat waktu tentang kebijakan publik, dan proses pembentukannya. Informasi
adalah suatu kebutuhan penting masyarakat untuk berpartisipasi dalam
pengelolaan daerah. Dengan ketersediaan informasi, masyarakat dapat ikut
sekaligus mengawasi sehingga kebijakan publik yang muncul bisa memberikan
hasil yang optimal bagi masyarakat, serta mencegah terjadinya kecurangan dan
manipulasi yang hanya akan menguntungkan salah satu kelompok masyarakat saja
secara tidak proporsional.
Dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik, Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan,
dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan
dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan
penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini
serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. Undang-Undang
ini bertujuan untuk: (a) menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana
pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambila
keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik,
(b) mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan
publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik, (d) mewujudkan
penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan,efektif dan efisien,
akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan, (e) mengetahui alasan kebijakan
publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak, (f) mengembangkan ilmu
pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa dan/atau, (g) meningkatkan
pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk
menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.
Sopanah dan Mardiasmo (2003) mensyaratkan bahwa anggaran yang
disusun oleh pihak eksekutif dikatakan transparansi jika memenuhi kriteria
berikut : 1) Terdapat pengumuman kebijakan anggaran, 2) Tersedia dokumen
anggaran dan mudah diakses, 3) Tersedia laporan pertanggunga jawaban yang
tepat waktu, 4) Terakomodasinya suara/usulan masyarakat, 5) Terdapat sistem
pemberian informasi kepada publik.
Sedangkan Hadi Sumarsono (2003) mendefenisikan transparansi sebagai
keterbukaan pemerintah dalam membuat kebijakan kebijakan keuangan daerah,
sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh DPRD dan masyarakat. Transparansi
pengeloalan keuangan daerah pada akhirnya akan menciptakan horizontal
accountability antara pemerintah daerah dengan masyarakatnya, sehingga tercipta
Pemerintah Daerah yang bersih, efektif, efisien, akuntabel dan responsip terhadap
aspirasi dan kepentingan masyarakat.
Mursyidi (2009) mendefenisikan transparansi sebagai pemberian informasi
keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan
bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan
yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang
undangan. Selanjutnya Handayani (2009) berpendapat bahwa Transparansi Publik
adalah adanya keterbukaan tentang anggaran yang mudah diakses oleh masyarakat
secara cepat.
2.1.8. Review Peneliti Terdahulu (Theoritical Mapping)
Abdullah dan Asmara (2006), membuktikan bahwa: (1) legislatif
melakukan political corruption melalui realisasi discretionary power yang
dimilikinya dalam penganggaran, (2) DPRD membuat keputusan anggaran
melalui penggunaan kenaikan anggaran PAD sebagai sumber pembiayaan untuk
usulan kegiatan baru, (3) perilaku oportunistik legislatif seakan-akan didukung
oleh perangkat peraturan perundang-undangan yang berlaku, (4) pengalokasian
anggaran yang diusulkan legislatif, dengan demikian, tidak didasarkan pada
prioritas anggaran, (5) APBD digunakan oleh legislatif sebagai alat untuk
memenuhi kepentingan pribadinya. Halim dan Abdullah (2006), membuktikan
bahwa: (1) hubungan dan masalah keagenan dalam penganggaran antara eksekutif
dan legislatif merupakan bagian tak terpisahkan dalam penelitian keuangan
(termasuk akuntansi) publik, politik penganggaran, dan ekonomika public, (2)
eksekutif merupakan agen bagi legislatif dan publik (dual accountability) dan
legislatif agen bagi public, (3) konsep perwakilan (representativeness) dalam
penganggaran tidak sepenuhnya berjalan ketika kepentingan publik tidak terbela
seluruhnya oleh karena adanya perilaku oportunistik (moral hazard) legislatif, dan
(4) eksekutif sebagai agen cenderung menjadi budget maximizer karena
Amirudin melakukan penelitian kembali dimana peneliti hanya
melakukan identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi ketidaksinkronan
dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS. Hasil penelitian tersebut
ditemukan empat (4) faktor yang menyebabkan ketidaksinkronan antara dokumen
APBD dengan dokumen KUA-PPAS, yaitu kapasitas sumber daya manusia,
politik penganggaran, perencanaan dan informasi pendukung Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa ketidaksinkronan antara dokumen APBD dengan dokumen
KUA-PPAS yang terjadi di Provinsi DIY disebabkan oleh pertama, faktor
kapasitas sumber daya manusia, menjelaskan variasi seluruh item yang ada
sebesar 34,89 persen. Kedua, faktor politik penganggaran, menjelaskan variasi
seluruh item yang ada sebesar 20,56 persen. Ketiga faktor perencanaan,
menjelaskan variasi seluruh item yang ada sebesar 10,92 persen. Keempat,faktor
informasi pendukung, menjelaskan variasi seluruh item yang ada sebesar 9,53
persen. Jadi secara kumulatif, variasi dari seluruh item yang ada mampu
dijelaskan oleh keempat faktor di atas sebesar 75,91 persen. Sisanya sebesar 24,09
persen dijelaskan oleh item lain di luar dari keempat faktor tersebut (Arniati dkk,
2010).
Selanjutnya penelitian Amirudin kembali diteliti oleh Arniati dkk (2010)
dengan hasil kapasitas sumber daya manusia tidak berpengaruh positif signifikan
terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS. Politik
penganggaran tidak berpengaruh positif signifikan terhadap sinkronisasi dokumen
APBD dengan dokumen KUA-PPAS. Perencanaan tidak berpengaruh positif
signifikan terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS
Informasi pendukung tidak berpengaruh positif signifikan terhadap sinkronisasi
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS. 3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan suatu model yang menerangkan bagaimana
hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting yang telah diketahui
dalam suatu masalah tertentu. Kerangka konsep akan menghubungkan secara
teoritis antara variabel-variabel penelitian yaitu antara variabel bebas dengan
variabel terikat (Erlina, 2008).
Berdasarkan landasan teori dan rumusan masalah penelitian sebagaimana
dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, kerangka konseptual yang digunakan dalam
penelitian ini, dapat digambarkan sebagai berikut:
Variabel Independen Variabel Moderating Variabel Dependen
Gambar 3:1 Kerangka Konseptual
Berdasarkan landasan teori dan masalah penelitian, maka peneliti
mengembangkan kerangka penelitian ini yang diuji secara simultan dan parsial yaitu
Kapasitas Sumber Daya Manusia
(X1)
Perencanaan Anggaran (X2)
Politik Penganggaran (X3)
Sinkronisasi Dokumen APBD dengan Dokumen KUA-PPAS
(Y) Transparansi Publik
Sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS (Y) diperkirakan baik
secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh variabel Independen (X)
yaitu Kapasitas Sumber Daya Manusia (X1), (X2) Politik Penganggaran, Perencanaan
Anggaran (X3), dan Tranparansi Publik sebagai Variabel Moderator.
Sinkronisasi antar satu dokumen dengan dokumen penganggaran lainnya
telah diatur dalam sejumlah peraturan yaitu Pasal 44 ayat (2) Peraturan
Pemerintah Tahun 2005 yang menyatakan bahwa pembahasan RAPBD
menitikberatkan pada kesesuaian antara kebijakan umum APBD serta prioritas
dan plafon anggaran sementara dengan program dan kegiatan yang diusulkan
dalam rancangan peraturan daerah tentang APBD dan Permendagri Nomor 21
Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Kapasitas sumber daya manusia adalah kemampuan dari anggota eksekutif
maupun legislatif dalam menjalankan fungsi dan perannya masing-masing dalam
proses penyusunan kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah (Amirudin,
2009 dalam Arniati dkk, 2010). Dalam pengelolaan keuangan daerah yang baik,
SKPD harus memiliki sumber daya manusia yang berkualitas, yang didukung
dengan latar belakang pendidikan akuntansi, sering mengikuti pendidikan dan
pelatihan, dan mempunyai pengalaman di bidang keuangan (Warisno, 2009).
Walaupun ada pada beberapa SKPD yang mempunyai pegawai tidak berlatar
belakang pendidikan di bidang ekonomi, tetapi dengan banyaknya
pelatihan-pelatihan yang diperoleh dapat meningkatkan kapasitas sumber daya manusia.
Pelatihan-pelatihan dalam bidang akuntansi yang diberikan sangat mendukung
meningkatkan kapasitas sumber daya manusianya. Disamping itu
dengan mengadakan pertemuan-pertemuanantar SKPD yang membicarakan
mengenai persoalan-persoalan tentang keuangan (Andriani, 2010). Dengan
adanya kapasitas SDM SKPD melalui pendidikan, pelatihan, workshop, serta
sosialisasi berbagai peraturan kepada pejabat SKPD maka akan berdampak pada
proses perencanaan APBD yang baik yang ditandai dengan adanya sinkronisasi
dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS.
Perencanaan merupakan cara organisasi menetapkan tujuan dan sasaran
organisasi. Lemahnya perencanaan anggaran memungkinkan munculnya
underfinancing atau overfinancing yang akan mempengaruhi tingkat efesinsi dan
efektifitas anggaran (Mardiasmo, 2004). Bila perencanaan pada tahapan awal
buruk maka akan berdampak pada buruk perencanaan pada tahap berikutnya
demikian sebaliknya. Untuk itu pada tahap awal perencanaan merupakan faktor
yang sangat menentukan terhadap kesinkronan antara dokumen APBD dengan
dokumen KUA-PPAS.
Politik penganggaran berupa hak budgeting legislatif dalam menyusun
dan menetapkan anggaran yang didasarkan pada kesesuaian aspirasi masyarakat
akan berpengaruh terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen
KUA-PPAS. Transparansi publik seperti : (1) Terdapat pengumuman kebijakan
anggaran, (2) Tersedia dokumen anggaran dan mudah diakses, (3) Tersedia
laporan pertanggunga jawaban yang tepat waktu, (4) Terakomodasinya
suara/usulan masyarakat, (5) Terdapat sistem pemberian informasi kepada publik.
dapat berdampak pada sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen
3.2 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah, tinjauan teori dan
kerangka pemikiran maka hipotesis penelitian ini adalah :
1. Kapasitas sumber daya manusia, politik penganggaran, dan perencanaan anggaran
berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap sinkronisasi dokumen APBD
dengan dokumen KUA-PPAS.
2. Transparansi publik memoderasi hubungan antara pengaruh kapasitas sumber
daya manusia, perencanaan anggaran dan politik penganggaran terhadap
BAB IV
METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian model kausal (causal model) yaitu
untuk melihat hubungan beberapa variabel yang belum pasti, Umar (2008)
menyebutkan desain kausal berguna untuk menganalisis bagaimana suatu variabel
mempengaruhi variabel lain, dan juga berguna pada penelitian yang bersifat
eksperimen dimana variabel independennya diperlukan secara terkendali oleh
peneliti untuk melihat pengaruh pada variabel dependen secara langsung.
Peneliti menggunakan desain ini untuk memperoleh bukti pengaruh
kapasitas sumber daya manusia, politik penganggaran, perencanaan anggaran
dengan transparansi publik sebagai varibel moderating terhadap sinkronisasi
dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS.
4.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian.
Lokasi penelitian ini pada Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara .
Adapun jangka waktu penelitian ini dimulai sejak bulan Januari sampai dengan
4.3. Populasi dan Sampel.
Populasi dalam penelitian ini adalah anggota dewan yang membidangi
pengawasan keuangan daerah dan pejabat/pegawai yang terlibat dalam
penyusunan RKA-SKPD berjumlah 123 dari SKPD pada Pemerintah Kabupaten
Aceh Tenggara sebagaimana pada tabel berikut :
Tabel 4.1 Nama-nama SKPD
No Nama SKPD Jumlah Sampel
1 Sekretariat Daerah Kabupaten 11
2 Sekretariat DPRK dan Badan Anggaran 8
3 Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga 4
4 Dinas Kesehatan 4
5 Dinas Bina Marga dan Cipta Karya 4
6 Dinas Pengairan 4
7 Dinas Perhubungan Telekomunikasi dan Informatika 4
8 Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 4
9 Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi 4
10 Dinas Koperasi dan UKM 4
11 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata 4
12 Dinas Pengelolaan, Keuangan dan Kekayaan Daerah 4 13 Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortikultura 4
14 Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan 4
15 Dinas Kehutanan dan Perkebunan 4
16 Dinas Perikanan 4
17 Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pertambangan 4
18 Badan RSU H.Sahudin 4
19 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 4
20 Badan Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pertamanan 4
21 Badan Keluarga Berencana 4
22 Badan Kesbang, Politik dan Linmas 4
23 Badan Penanggulanan Bencana Daerah 4
24 Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Daerah 4
25 Badan Ketahan Pangan dan Penyuluhan 4
26 Badan Pemberdayaan Masyarakat 4
27 Kantor Satpol PP dan WH 2
28 Kantor P2TSP 2
29 Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah 2
Total 123